Snake Bite Dino

35
BAB 1 LAPORAN KASUS 1. IDENTITAS PASIEN Nama : Ny. S Usia : 63 tahun Jenis Kelamin : Perempuan Alamat : Mesen 6/1 Kalijirak Tasikmadu Pekerjaan : Petani Agama : Islam No. Rekam Medis : 360859 Tanggal MRS : 5 Februari 2016 Tanggal Pemeriksaan: 5 Februari 2016 2. ANAMNESIS Keluhan Utama Nyeri tangan sebelah kanan setelah digigit ular Riwayat Penyakit Sekarang Pasien digigit ular pada tangan kanan saat sedang menanam padi disawah. Menurut pasien, ular berukuran sekitar sebesar jempol tangan pasien (diameter sekitar 3 cm), dan menggigit sebanyak 2 kali kemudian ular berlari dan tidak tertangkap.

description

koas bedah RSUD Kabupaten Karanganyar

Transcript of Snake Bite Dino

Page 1: Snake Bite Dino

BAB 1

LAPORAN KASUS

1.IDENTITAS PASIEN

Nama : Ny. S

Usia : 63 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Alamat : Mesen 6/1 Kalijirak Tasikmadu

Pekerjaan : Petani

Agama : Islam

No. Rekam Medis : 360859

Tanggal MRS : 5 Februari 2016

Tanggal Pemeriksaan: 5 Februari 2016

2.ANAMNESIS

Keluhan Utama

Nyeri tangan sebelah kanan setelah digigit ular

Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien digigit ular pada tangan kanan saat sedang menanam padi disawah.

Menurut pasien, ular berukuran sekitar sebesar jempol tangan pasien

(diameter sekitar 3 cm), dan menggigit sebanyak 2 kali kemudian ular

berlari dan tidak tertangkap. Pasien tidak melihat bentuk kepala, gigi

taring, dan bentuk mata ular. Setelah digigit ular pasien merasa nyeri pada

tangan kanan dan bengkak. Selain itu pasien juga mengeluh tangan kanan

nyeri kesemutan, serta bengkak disekitar luka gigitan sampai telapak

tangan. Pusing (-), mual (-), muntah (-), pingsan (-), demam (-), dan

kejang (-). Kemudian pasien langsung dibawa RSUD Kabupaten

Karanganyar.

Page 2: Snake Bite Dino

Riwayat Penyakit Dahulu

-Riwayat Hipertensi : disangkal

-riwayat diabetes : disangkal

-riwayat asma : disangkal

-riwayat alergi : disangkal

3. ANAMNESIS SISTEM

Sistem serebrospinal : Composmentis, vertigo (-), trauma kapitis

(-), kejang (-)

Sistem kardiovaskular : Palpitasi (-)

Sistem pernafasan : Sesak (-), batuk (-), dahak (-), darah (-)

Sistem gastrointestinal : Mual (-), muntah (-), nyeri perut (+), BAB

normal

Sistem Urogenital : Anuria (-)

Sistem integumentum : Terdapat 2 luka bekas gigitan ular di regio

manus dextra

Sistem musculoskeletal : Bengkak dan nyeri di region manus dextra

4. PEMERIKSAAN FISIK

[S] Nyeri tangan kanan, bengkak

[O] KU : Lemah Kesadaran : Composmentis

VS : TD : 120/80mmHg RR : 22 x/menit

Nadi : 80 x/menit Suhu : 36 oC

Kepala/Leher: anemis/icteris/cyanosis/dispneu -/-/-/-

Thoraks: Cor : Inspeksi : ictus cordis tidak tampak

Palpasi : ictus cordis tidak teraba

Perkusi : redup pada ICS IV PSL dextra dan ICS V MCL

sinistra

Auskultasi : S1 dan S2 tunggal

Pulmo Inspeksi : simetris, tidak ada ketertinggalan gerak

Palpasi : fremitus raba N/N

2

Page 3: Snake Bite Dino

Perkusi : sonor +/+

Auskultasi : suara nafas Vesikuler +/+, Rhonki -/-,

Wheezing -/-

Abdomen : Abdomen :

Inspeksi : flat

Auskultasi : bising usus (+) N

Perkusi : timpani

Palpasi : supel, nyeri tekan (-)

Ekstremitas : Superior : Akral hangat +/+. Edema -/-

Inferior : Akral hangat +/+. Edema -/+

(Status Lokalis):

Regio manus dextra : 2 luka gigitan bekas taring, nyeri (+), oedema (+)

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan Laboratorium

(5 Februari 2016)

No Parameter Jumlah Satuan Nilai Rujukan

1. Leukosit 5,70 uL 5000-1000 /uL

2. Eritrosit 3,36 uL 4,0-5,0 / uL

3. Hemoglobi

n

5,4 gr/dl 12,00-16,00 g/dl

4. Hematokrit 19,6 % 37-47%

5. MCV 58,3 femtoliter 82-92 fl

6. MCH 16,1 Pikograms 27-31 pg

3

Page 4: Snake Bite Dino

7. MCHC 27,6 g/dl 32-37 g/dl

8. Trombosit 226.000 uL 150.000-

300.000/uL

9. Limfosit 21,1 % 25-40%

10. Monosit 4,5 % 3-9%

(7 Februari 2016)

No Parameter Jumlah Satuan Nilai Rujukan

1. Leukosit 10,92 uL 5000-1000 /uL

2. Eritrosit 4,05 uL 4,0-5,0 / uL

3. Hemoglobi

n

7,7 gr/dl 12,00-16,00 g/dl

4. Hematokrit 26,0 % 37-47%

5. MCV 64,2 femtoliter 82-92 fl

6. MCH 19,0 Pikograms 27-31 pg

7. MCHC 29,6 g/dl 32-37 g/dl

8. Trombosit 234.000 uL 150.000-

300.000/uL

9. Limfosit 7,6 % 25-40%

10. Monosit 1,0 % 3-9%

4

Page 5: Snake Bite Dino

(8 Februari 2016)

No Parameter Jumlah Satuan Nilai Rujukan

1. Leukosit 14,43 uL 5000-1000 /uL

2. Eritrosit 4,38 uL 4,0-5,0 / uL

3. Hemoglobi

n

8,9 gr/dl 12,00-16,00 g/dl

4. Hematokrit 29,2 % 37-47%

5. MCV 66,6 femtoliter 82-92 fl

6. MCH 20,3 Pikograms 27-31 pg

7. MCHC 30,5 g/dl 32-37 g/dl

8. Trombosit 110.000 uL 150.000-

300.000/uL

9. Limfosit 8,0 % 25-40%

10. Monosit 2,3 % 3-9%

Dari hasil pembacaan gambaran darah tepi dapat diambil kesimpulan bahwa

pasien mengalami anemia hipokromik mikrositik, supek et causa defisisiensi Fe

DD proses kronis bersamaan dengan proses infeksi.

RESUME

Pasien laki-laki 38 tahun, terdapat 2 luka gigitan ular di regio manus dextra,

nyeri (+), oedem (+). Ular berukuran sekitar sebesar jempol tangan pasien

(diameter sekitar 3 cm), menggigit 2 kali.

Sistem gastrointestinal : Nyeri Perut (-)

Sistem Urogenital : Anuri (-)

5

Page 6: Snake Bite Dino

Sistem integumentum : Terdapat 2 luka bekas gigitan ular di regio

cruris sinistra 1/3 distal

Sistem musculoskeletal : Bengkak dan nyeri di region manus dextra

(Status Lokalis):

Regio manus dextra: 2 luka gigitan bekas taring, nyeri (+), oedema (+)

6. DIAGNOSIS KERJA

Snake Bite Regio manus dextra

7. PLANNING (PENATALAKSANAAN)

Planning Terapi

-Infus NacL 20 tpm (drip biosave 2 vial)

-Transfusi PRC 1 Kolf

-Ceftriaxone 2x1AP

-Asam folat 1x1

-solfasferon 1x1 malam

-vitamin c 3x1

-vitamin b komplek 2x1

Planning Monitoring

Evaluasi TTV (sistem kardiovaskuler)

Evaluasi tanda perdarahan dan penyebaran venom secara sistemik

Evaluasi komplikasi (neurotoksik, dan lain-lain)

Planning Edukasi

Menjelaskan pada pasien mengenai penyakitnya

Menjelaskan pada pasien mengenai pentingnya menghindari faktor-faktor

pencetus

Menjelaskan pada pasien mengenai pentingnya berobat dan kontrol

6

Page 7: Snake Bite Dino

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI

Gigitan ular adalah cedera yang disebabkan oleh gigitan dari ular

baik ular berbisa ataupun tidak berbisa dan sering mengakibatkan luka

tusukan yang ditimbulkan oleh hewan taring dan kadang-kadang

menyebabkan envenomation. Ular merupakan jenis hewan melata yang

banyak terdapat di Indonesia. Spesies ular dapat dibedakan atas ular

berbisa dan ular tidak berbisa. Ular berbisa memiliki sepasang taring pada

bagian rahang atas. Pada taring tersebut terdapat saluran bisa untuk

menginjeksikan bisa ke dalam tubuh mangsanya secara subkutan atau

intramuskular (PPDP, 2007).

Bisa adalah suatu zat atau substansi yang berfungsi untuk

melumpuhkan mangsa dan sekaligus juga berperan pada sistem pertahanan

diri. Bisa tersebut merupakan ludah yang termodifikasi, yang dihasilkan

oleh kelenjar khusus. Kelenjar yang mengeluarkan bisa merupakan suatu

modifikasi kelenjar ludah parotid yang terletak di setiap bagian bawah sisi

kepala di belakang mata. Bisa ular tidak hanya terdiri atas satu substansi

tunggal. Tetapi merupakan campuran kompleks, terutama protein, yang

memiliki aktivitas enzimatik (SIKERNAS, 2005).

Racun adalah zat atau senyawa yang masuk ke dalam tubuh dengan

berbagai cara yang menghambat respons pada sistem biologis dan dapat

menyebabkan gangguan kesehatan, penyakit, bahkan kematian

(SIKERNAS, 2005).

B. EPIDEMIOLOGI

7

Page 8: Snake Bite Dino

WHO memperkirakan terdapat 40.000-50.000 kematian akibat

gigitan ular setiap tahun, sekitar 25.000-30.000 berasal dari Asia. 30%

kasus gigitan ular di Asia terjadi di India dan Pakistan (WHO, 2010).

Berdasarkan laporan penelitian nasional 50% pasien berusia 18-28 tahun,

dengan rata-rata 29,5% per tahun. Gigitan ular yang berada di ekstremitas

bagian atas terutama di tangan 95%. Nasional studi melaporkan kejadian

musiman 90% dari bulan april hingga oktober.

Pada populasi anak, gigitan ular paling sering terjadi pada anak

usia sekolah dan remaja di sekeliling rumah pada sore hari di bulan musim

panas. Faktor asal inang bergantung pekerjaan korban dan gaya hidup

atau kawasan tempat tinggalnya di daerah terbelakang yang

berpengaruh jelek. Kesakitan dan kematian gigitan ular bergantung pada

macam spesies, keadaan dapat mematikan (fatal) dan dosis kematian dari

jumlah racun yang masuk tubuh (Prihatini, 2007).

C. KLASIFIKASI

Gigitan ular berbahaya jika ularnya tergolong jenis berbisa. Di

seluruh dunia terkenal lebih dari 2000 spesies ular, namun jenis yang

berbisa hanya sekitar 250 spesies. Berdasarkan morfologi gigi taringnya,

ular dapat diklasifikasikan ke dalam 4 famili utama yaitu:

Famili Elapidae. Memiliki taring pendek dan tegak permanen,

misalnya ular weling, ular welang, ular sendok, ular anang dan ular

cabai.

Famili Crotalidae / Viperidae. Mampu mendeteksi mangsa yang

berdarah panas. misalnya ular tanah, ular hijau, dan ular bandotan

puspo.

8

Page 9: Snake Bite Dino

Gambar 2.1 organ pendeteksi panas pada Crotalidae diantara lubang hidung dan mata

(SIKERNAS, 2005)

Famili Hydrophidae, misalnya ular laut.

Famili Colubridae. Kebanyakan ulaar berbisa masuk dalam famili ini,

misalnya ular pohon dan ular tikus.

(SIKERNAS, 2005).

A B

C D

Gambar 2.2 Ular A. Famili Elapidae, B. Famili Viperidae, C. Famili Hydrophidae, misalnya ular laut, D. Ular tidak berbisa (Python) (WHO, 2010)

9

Page 10: Snake Bite Dino

Gambar 2.3 Ular Berdasarkan Bentuk Gigi (WHO, 2010)

Jenis ular berbisa berdasarkan dampak yang ditimbulkannya pada mangsa,

yang banyak dijumpai di Indonesia adalah jenis ular:

a. Hematotoksik.

Mempengaruhi jantung dan pembuluh darah. Bisa ular yang bersifat racun

terhadap darah, yaitu bisa ular yang menyerang dan merusak

(menghancurkan) sel-sel darah merah dengan jalan menghancurkan stroma

lecethine (dinding sel darah merah), sehingga sel darah menjadi hancur dan

larut (hemolysin) dan keluar menembus pembuluh-pembuluh darah,

mengakibatkan timbulnya perdarahan pada selaput tipis (lender) pada mulut,

hidung, tenggorokan, dan lain-lain. Seperti Trimeresurus albolais (ular hijau),

Ankistrodon rhodostoma (ular tanah), aktivitas hemoragik pada bisa ular

Viperidae menyebabkan perdarahan spontan dan kerusakan endotel (racun

prokoagulan memicu kaskade pembekuan (SIKERNAS, 2005).

b. Neurotoksik

Mempengaruhi sistem saraf dan otak. Bisa ular yang merusak dan

melumpuhkan jaringan-jaringan sel saraf sekitar luka gigitan yang

menyebabkan jaringan-jaringan sel saraf tersebut mati dengan tanda-tanda

kulit sekitar luka gigitan tampak kebiru-biruan dan hitam (nekrotis).

Penyebaran dan peracunan selanjutnya mempengaruhi susunan saraf pusat

dengan jalan melumpuhkan susunan saraf pusat, seperti saraf pernafasan dan

jantung. Penyebaran bisa ular keseluruh tubuh, ialah melalui pembuluh limfe.

Misalnya: Bungarusfasciatus (ular welang), Naya sputatrix (ular sendok), ular

kobra, dan ular laut (SIKERNAS, 2005).

10

Page 11: Snake Bite Dino

c. Sitotoksik

Hanya bekerja pada lokasi gigitan.

(SIKERNAS, 2005)

D. IDENTIFIKASI

Untuk menduga jenis ular yang menggigit adalah ular berbisa atau

tidak dapat dipakai ciri-ciri sebagai berikut:

Pembeda Ular Berbisa Ular Tak Berbisa

Bentuk kepala Segitiga Segi empat panjangGigi taring 2 gigi taring besar Gigi kecilBekas gigitan 2 luka utama krn gigi

taring Luka halus lengkung bekas gigitan

Besar ular Sedang Sangat bervariasi Warna ular bervariasi Tidak terlalu bervariasi Pupil ular elips bulat Ekor ular Bentuk sisik tunggal Bersisik gandaAgresifitas Mematuk 1 atau 2 kali Mematuk berulang dan

membelit sampai tidak berdaya

Tabel 2.1 Perbedaan ular berbisa dengan ular tak berbisa (SIKERNAS, 2005)

11

Page 12: Snake Bite Dino

Gambar 2.4 Bekas gigitan ular (A) ular tidak berbisa tanpa bekas taring (B) ular berbisa dengan bekas taring (SIKERNAS. 2005)

E. PATOFISIOLOGI

Bisa ular diproduksi dan disimpan pada sepasang kelenjar di

bawah mata. Bisa ular dikeluarkan dari lubang pada gigi-gigi taring yang

terdapat di rahang atas. Gigi taring ular dapat tumbuh hingga 20 mm pada

rattlesnake (ular derik) yang besar. Dosis bisa setiap gigitan tergantung

pada waktu yang berlalu sejak gigitan terakhir, derajat ancaman yang

dirasakan ular, dan ukuran mangsa. Lubang hidung ular merespon panas

yang dikeluarkan mangsa, yang memungkinkan ular untuk mengubah-

ubah jumlah bisa yang akan dikeluarkan (Septiana, 2011).

Semua metode injeksi venom ke dalam korban (envenomasi)

adalah untuk mengimobilisasi secara cepat dan mulai mencernanya.

Sebagian besar bisa terdiri dari air. Protein enzimatik pada bisa

menginformasikan kekuatan destruktifnya. Bisa ular terdiri dari bermacam

polipeptida yaitu fosfolipase A, hialuronidase, ATP-ase, 5 nukleotidase,

kolin esterase, protease, fosfomonoesterase, RNA-ase, dan DNA-ase.

Racun kebanyakan berupa air protein enzim pada racun mempunyai sifat

merusak. Protease, colagenase dan hidrolase ester arginin telah

teridentifikasi pada racun ular berbisa. Neurotoksin terdapat pada sebagian

12

Page 13: Snake Bite Dino

besar racun ular berbisa. Diketahui beberapa enzim diantaranya adalah (1)

hialuronidase, bagian dari racun dimana merusak jaringan subcutan

dengan menghancurkan mukopolisakarida; (2) fosfolipase A2 memainkan

peran penting pada hemolisis sekunder untuk efek eritrolisis pada

membran sel darah merah dan menyebabkan nekrosis otot;dan (3) enzim

trobogenik menyebabkan pembentukan clot fibrin (Septiana, 2011).

Bagan 1. Patofisiologi gigitan ular berbisa (Septiana, 2011).

F. MANIFESTASI KLINIS

13

Page 14: Snake Bite Dino

Kebanyakan gigitan ular, apakah oleh ular berbisa atau tidak, akan

memiliki beberapa jenis efek lokal. Ada nyeri kecil dan kemerahan di

lebih dari 90% kasus, meskipun hal ini bervariasi.

Tanda penderita pasca gigitan ular: Terdapat sepasang lubangan (pungsi) bekas gigitan

sebagai tanda luka. bengkak sekitar gigitan dan berwarna kemerahan daerah sekitar gigitan nyeri korban berasa mual dan ingin muntah sukar bernapas (di kasus yang ekstrem pernapasan

mungkin berhenti). penglihatan terganggu pengeluaran keringat dan air ludah (saliva) meningkat terdapat mati rasa atau kebas (numbness) atau

kesemutan rasa berdenyut-denyut (tingling) di sekitar wajah atau tungkai dan lengan(Prihatini, 2007).

a. Manifestasi lokal:

Setelah gigitan ular berlangsung 6–30 menit, daerah luka

terasa nyeri yang menyebar dan teraba lunak, dan berkembang

memerah. Kemudian tampak membusung (oedema), bengkak dan

membentuk gelembung (bullae) dan secara cepat memenuhi

tubuh. Lidah terasa pedas dan kaku, mulut dan batok kepala serta

sekitar luka gigitan tidak berasa (paresthesias). Di sekitar luka

gigitan pembuluhan (vaskularisasi) terhenti dan terjadi kematian

jaringan (nekrosis) sebagai permulaan kelemayuh (gangren).

Akibat gigitan ular bisa terjadi infeksi oleh Pseudomonas

aeruginosa, Bacteriodes fragilis,Clostridium dan Proteus yang

berbentuk kelompokan (kolonisasi) di tempat bekas gigitan ular

(Prihatini, 2007).

14

Page 15: Snake Bite Dino

Gambar 2.5 Manifestasi lokal gigitan ular (Septianan. 2011)

b. Manifestasi sistemik :

Umum: mual, muntah, malaise, nyeri abdominal,

weakness, drowsiness, prostration

Hematotoksik: perdarahan di tempat gigitan, paru, jantung,

ginjal, peritoneum, otak, gusi, hematemesis dan melena,

perdarahan kulit (petekie, ekimosis), hemoptoe, hematuri,

koagulasi intravascular diseminata (KID).

Neurototoksik: hipertonik, fasikulasi, paresis, paralisis

pernapasan, ptosis oftalmoplegi, paralisis otot laring, reflek

abdominal, kejang dan koma.

Kardiotoksik : hipotensi, henti jantung, koma.

Sindrom kompartemen: edema tungkai dengan tanda –

tanda 5P (pain, pallor, paresthesia, paralysis

pulselesness).

Otot rangka (sea snakes, Russell’s viper)

15

Page 16: Snake Bite Dino

Nyeri menyeluruh, stiffness and tenderness of muscles,

trismus, myoglobinuria, hyperkalaemia, cardiac arrest,

gagal ginjal akut

Ginjal (Viperidae, sea snakes)

LBP (lower back pain), haematuria, haemoglobinuria,

myoglobinuria, oliguria/anuria, tanda dan gejala dari

uraemia (nafas asidosis, hiccups, nausea, pleuritic chest

pain)

Gambar 2.6 Gejala klinis gigitan ular berbisa (Prihatini, 2007)

16

Page 17: Snake Bite Dino

G. DERAJAT GIGITAN ULAR

Derajat Venerasi Luka gigit Nyeri Udem/ Eritem Tanda sistemik

0 0 + +/- <3cm/12> 0

I +/- + + 3-12 cm /12 jam 0

II + + +++ >12-25 cm/12 jam +

Neurotoksik

Mual, pusing,

syok

III ++ + +++ >25 cm/12 jam ++

Syok, petekia,

ekimosis,

gangguan faal

ginjal ringan

IV +++ + +++ >ekstrimitas ++

Gangguan faal

ginjal, Koma,

perdarahan

Tabel 1. Derajat gigitan ular (Depkes, 2001)

H. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pada kasus gigitan ular untuk menegakkan diagnosis diperlukan

pemeriksaan penunjang sebagai berikut:

17

Page 18: Snake Bite Dino

1. Pemeriksaan darah : Hb, leukosit, trombosit, kreatinin, urea N, elektrolit,

waktu perdarahan, waktu pembekuan, waktu protobin, fibrinogen, APTT,

D-dimer, uji faal hepar, golongan darah dan uji cocok silang.

2. Pemeriksaan urin : hematuria, glikosuria, proteinuria (mioglobulinuria)

3. EKG

4. Foto dada

I. DIAGNOSIS BANDING

a. Trauma vaskuler ekstremitas

b. Syok septic

c. Luka infeksi

J. PENATALAKSANAAN

Tujuan penatalaksanaan pada kasus gigitan ular berbisa adalah

-Menghalangi/ memperlambat absorbsi bisa ular

-Menetralkan bisa ular yang sudah masuk ke dalam sirkulasi darah

-Mengatasi efek lokal dan sistemik

(Sudoyo, 2006)

Usahakan membuang bisa sebanyak mungkin dengan menoreh lubang

(Cross Incision) bekas masuknya taring ular sepanjang dan sedalam ½ cm. Usaha

menghambat absorbsi dapat dilakukan dengan memasang tourniket beberapa

centimeter di proksimal gigitan atau di proksimal pembengkakan yang terlihat,

dengan tekanan yang cukup untuk menghambat aliran vena tapi lebih rendah dari

tekanan arteri. Tekanan dipertahankan dua jam. Penderita diistirahatkan supaya

aliran darah terpacu. Dalam 12 jam pertama masih ada pengaruh bila bagian yang

tergigit direndam dalam air es atau didinginkan dengan es (Akbar, 2006).

18

Page 19: Snake Bite Dino

Untuk menetralisir bisa ular dilakukan penyuntikan serum bisa ular

intravena atau intra arteri yang memvaskularisasi daerah yang bersangkutan.

Serum polivalen ini dibuat dari darah kuda yang disuntik dengan sedikit bisa ular

yang hidup di daerah setempat. Dalam keadaan darurat tidak perlu dilakukan uji

sensitivitas lebih dahulu karena bahanya bisa lebih besar dari pada bahaya syok

anafilaksis. Pengobatan suportif terdiri dari infus NaCl, plasma atau darah dan

pemberian vasopresor untuk menanggulangi syok. Bila terjadi kelumpuhan

pernapasan dilakukan intubasi, dilanjutkan dengan memasang respirator untuk

ventilasi. Diberikan juga antibiotik spektrum luas dan vaksinasi tetanus. Bila

terjadi pembengkakan hebat, biasanya perlu dilakukan fasiotomi untuk mencegah

sindrom kompartemen. Bila perlu, dilakukan upaya untuk mengatasi faal ginjal.

Nekrotomi dikerjakan bila telah tampak jelas batas kematian jaringan, kemudian

dilanjutkan dengan cangkok kulit.Gigitan ular tak berbisa tidak memerlukan

pertolongan khusus, kecuali pencagahan infeksi (de Jong, 2004)

Tindakan

1. Sebelum penderita dibawa ke pusat pengobatan, beberapa hal yang perlu

diperhatikan adalah

Menenangkan penderita

Penderita diistirahatkan daerah luka lebih rendah dari pada jantung.

Apabila gejala timbul secara cepat sementara belum tersedia antibisa,

ikat daerah proksimal dan distal dari gigitan. Kegiatan mengikat ini

kurang berguna jika dilakukan lebih dari 30 menit pasca gigitan.

Tujuan ikatan adalah untuk menahan aliran limfe, bukan menahan

aliran vena atau ateri. Observasi pulsasi arteri dan dibuka tiap 30

menit.

2. Setelah penderita tiba di pusat pengobatan diberikan terapi suportif

sebagai berikut:

Penatalaksanaan jalan napas

19

Page 20: Snake Bite Dino

Penatalaksanaan fungsi pernapasan

Penatalaksanaan sirkulasi: beri infus cairan kristaloid

Beri pertolongan pertama pada luka gigitan: verban ketat dan luas

diatas luka, imobilisasi (dengan bidai), debridement

Insisi dan irigasi luka

Beri SABU (Serum Anti Bisa Ular, serum kuda yang dilemahan),

polivalen 1 ml berisi:

10-50 LD50 bisa Ankystrodon

25-50 LD50 bisa Bungarus

25-50 LD50 bisa Naya Sputarix

Fenol 0.25% v/v

Teknik pemberian: 2 vial @5ml intravena dalam 500 ml NaCl 0,9% atau

Dextrose 5% dengan kecapatan 40-80 tetes/menit. Kemudian diulang setiap 6 jam.

Apabila diperlukan (misalnya gejala-gejala tidak berkurang atau bertambah), anti

serum diberikan setiap 24 jam sampai maksimal 100 ml (20 vial). Infiltrasi lokal

pada luka tidak dianjurkan. Antiserum yang tidak diencerkan dapat diberikan

langsung sebagai suntikan intravena dengan sangat pelan. SABU disimpan dalam

lemari es suhu 2-8 derajat celcius, jangan dalam frezer. Masa kadaluarsa 2 tahun.

Indikasi SABU adalah adanya gejala venerasi sistemik dan edema hebat

pada bagian luka. Pedoman terapi SABU mengacu pada Schwartz dan Way

(Depkes, 2001):

Derajat 0 dan I tidak diperlukan SABU, dilakukan evaluasi dalam 12 jam,

jika derajat meningkat maka diberikan SABU

Derajat II: 3-4 vial SABU intravena

Derajat III: 5-15 vial SABU intravena

20

Page 21: Snake Bite Dino

Derajat IV: berikan penambahan 6-8 vial SABU atau sampai 20 vial

perinfus sebanyak 7-10 kali (sebelum pemberian test terhadap

hipersensitivitas).

Gambar 2.7 Sediaan SABU

Pedoman terapi SABU menurut Luck

1. Monitor keseimbangan cairan dan elektrolit

21

Page 22: Snake Bite Dino

2. Ulangi pemeriksaan darah pada 3 jam setelah pemberiann antivenom

Jika koagulopati tidak membak (fibrinogen tidak meningkat, waktu

pembekuan darah tetap memanjang), ulangi pemberian SABU. Ulangi

pemeriksaan darah pada 1 dan 3 jam berikutnya, dst.

Jika koagulopati membaik (fibrinogen meningkat, waktu pembekuan

menurun) maka monitor ketat kerusakan dan ulangi pemeriksaan darah

untuk memonitor perbaikkannya. Monitor dilanjutkan 2x24 jam untuk

mendeteksi kemungkinan koagulopati berulang. Perhatian untuk

penderita dengan gigitan Viperidae untuk tidak menjalani operasi

minimal 2 minggu setelah gigitan

3. Terapi suportif lainnya pada keadaan :

Gangguan koagulopati berat: beri plasmafresh-frizen (dan

antivenin)

Perdarahan: beri tranfusi darah segar atau komponen darah,

fibrinogen, vitamin K, tranfusi trombosit

Hipotensi: beri infus cairan kristaloid

Rabdomiolisis: beri cairan dan natrium bikarbonat

Monitor pembengkakan local dengan lilitan lengan atau

anggota badan

Sindrom kompartemen: lakukan fasiotomi

Gangguan neurologik: beri Neostigmin

(asetilkolinesterase), diawali dengan sulfas atropin

Beri tetanus profilaksis bila dibutuhkan

Untuk mengurangi rasa nyeri berikan aspirin atau kodein,

hindari penggunaan obat – obatan narkotik depresan

4. Terapi profilaksis

Pemberian antibiotika spektrum luas. Kaman terbanyak

yang dijumpai adalahP.aerugenosa, Proteus,sp,

Clostridium sp, B.fragilis

Beri toksoid tetanus

22

Page 23: Snake Bite Dino

Pemberian serum anti tetanus: sesuai indikasi

(Sudoyo, 2006)

Reaksi antivenom

Sebagian pasien mengalami reaksi awal atau terlambat setelah diberikan

antivenom. Reaksi awal anafilaksis biasanya dalam waktu 10 – 180 menit

antivenom mulai diberikan, pasien mulai gatal dan timbul urtikaria batuk kering,

demam, mual, muntah, kolik abdomen, diare dan takikardia. Pada sebagian pasien

dapat timbul anafilaksis berat yang dapat mengancam kehidupan seperti gejala :

hipotensi bronkospasme dan edema angio. Pyrogenic akibat dari endotoksin.

Reaksi biasanya berlaku dalam 1-2 jam setelah perawatan. Gejala meliputi

mengigil(kekakuan) demam, vasodilatasi dan penurunan dalam tekanan darah.

Kejang demam dapat berlaku pada anak- anak. Reaksi- reaksi ini disebabkan oleh

kontaminasi pirogen (Rahim, 2006).

Reaksi lambat berkembang 1-12 hari setelah perawatan Gambaran klinis

berupa demam, mual, muntah, diare, gatal-gatal, urtikaria berulang, atralgia,

mialgia, limfadenopati, pembengkakan periartikular, multikompleks,

mononeuritis, dan proteinuria. Pengobatan anafilaksis awal dan reaksi pyrogenic

reaksi antivenom Epinefrin (adrenalin) diberikan intramuskuler (ke dalam otot

deltoideus atau lateralis atas paha) dalam dosis awal 0,5 mg untuk orang dewasa,

0,01 mg / kg berat badan untuk anak-anak. Parah, anafilaksis yang mengancam

kehidupan dapat berkembang sangat cepat dan begitu epinefrin (adrenalin) harus

diberikan pada tanda pertama dari reaksi, bahkan ketika hanya beberapa tempat

urtikaria muncul atau pada awal gatal, takikardia atau gelisah. Dosis dapat diulang

setiap 5-10 menit jika kondisi pasien memburuk(Rahim, 2006).

Pada tanda awal reaksi:

23

Page 24: Snake Bite Dino

antivenom administrasi harus dihentikan sementara

Epinefrin (adrenalin) (0,1% larutan, 1 dalam 1.000, 1 mg / ml) adalah

efektif

Tambahan pengobatan

H1 antihistamin anti seperti chlorpheniraminemaleat (dewasa 10 mg,

anak-anak 0,2 mg / kg dengan injeksi intravena selama beberapa menit)

harus diberikan diikuti dengan hidrokortison intravena (dewasa 100 mg,

anak 2 mg / kg berat badan). Ada bukti yang meningkat bahwa anti

antihistamin H2 seperti cimetidine atau

Ranitidin memiliki peran dalam pengobatan anafilaksis parah. Kedua obat

yang diberikan,diencerkan dalam 20 ml garam isotonik, dengan injeksi

intravena lambat (lebih dari 2 menit).

o Dosis: simetidin - orang dewasa 200 mg, anak-anak 4 mg / kg;

o ranitidin - orang dewasa 50 mg, anak-anak 1 mg / kg

K. PENCEGAHAN

Penduduk di daerah di mana ditemuakan banyak ular berbisa dianjurkan

untuk memakai sepatu dan celana berkulit sampai sebatas paha sebab lebih

dari 50% kasus gigitan ular terjadi pada daerah paha bagian bawah sampai

kaki

Ketersedian SABU untuk daerah di mana sering terjadi kasus gigitan ular

Hindari berjalan pada malam hari terutama di daerah berumput dan

bersemak – semak

Apabila mendaki tebing berbatu harus mengamati sekitar dengan teliti

Jangan membunuh ular bila tidak terpaksa sebab banyak penderita yang

tergigit akibat kejadian semacam itu.

24

Page 25: Snake Bite Dino

(Sudoyo, 2006)

L. PROGNOSIS

Dubia ad bonam

BAB 3

PEMBAHASAN

Pasien berusia 63 tahun, mengeluh tangan kanan nyeri dan

bengkak setelah digigit ular. Tangan digigit di regio manus dextra, pasien

juga merasa kesemutan di tangan tangan. Lalu pasien di bawa Ke RSUD

Karanganyar untuk dilakukan pengobatan.

Pasien diberikan antibiotik untuk mencegah infeksi luka bekas

gigitan, biosave drip untuk Menetralkan bisa ular yang sudah masuk ke

dalam sirkulasi darah, vitamin c dan b untuk menambah daya tahan tubuh.

Pasien juga diberikan transfusi PRC karena pasien menderita

anemia, setelah ditransfusi hemoglobin pasien berangsur membaik dan

kembali normal.

25