SLE LP

15
LAPORAN PENDAHULUAN PASIEN DENGAN SISTEMIK LUPUS ERYTHEMSTOSUS (SLE) A. Konsep Dasar Penyakit 1. Definisi Lupus eritematosus sistemik (SLE) adalah radang kronis yang disebabkan oleh penyakit autoimun (kekebalan tubuh) di mana sistem pertahanan tubuh yang tidak normal melawan jaringan tubuh sendiri. Antara jaringan tubuh dan organ yang dapat terkena adalah seperti kulit, jantung, paru-paru, ginjal, sendi, dan sistem saraf. Lupus eritematosus sistemik (SLE) merupakan suatu penyakit atuoimun yang kronik dan menyerang berbagai system dalam tubuh. ( Silvia & Lorraine, 2006 ) Systemic lupus erythematosus (SLE) adalah penyakit radang yang menyerang banyak sistem dalam tubuh, dengan perjalanan penyakit bisa akut atau kronis, dan disertai adanya antibodi yang menyerang tubuhnya sendiri Systemic lupus erythematosus (SLE) adalah suatu penyakit autoimun multisystem dengan manifestasi dan sifat yang sangat berubah – ubah, penuakit

description

m

Transcript of SLE LP

LAPORAN PENDAHULUAN PASIEN DENGANSISTEMIK LUPUS ERYTHEMSTOSUS (SLE)A. Konsep Dasar Penyakit

1. Definisi

Lupus eritematosus sistemik (SLE) adalah radang kronis yang disebabkan oleh penyakit autoimun (kekebalan tubuh) di mana sistem pertahanan tubuh yang tidak normal melawan jaringan tubuh sendiri. Antara jaringan tubuh dan organ yang dapat terkena adalah seperti kulit, jantung, paru-paru, ginjal, sendi, dan sistem saraf.

Lupus eritematosus sistemik (SLE) merupakan suatu penyakit atuoimun yang kronik dan menyerang berbagai system dalam tubuh. ( Silvia & Lorraine, 2006 )

Systemic lupus erythematosus (SLE) adalah penyakit radang yang menyerang banyak sistem dalam tubuh, dengan perjalanan penyakit bisa akut atau kronis, dan disertai adanya antibodi yang menyerang tubuhnya sendiri

Systemic lupus erythematosus (SLE) adalah suatu penyakit autoimun multisystem dengan manifestasi dan sifat yang sangat berubah ubah, penuakit ini terutama menyerang kulitr, ginjal, membrane serosa, sendi, dan jantung.(Robins, 2007)

2. Epidemiologi

Penyakit lupus atau systemic lupus erythematosus (SLE) prevalensinya dalam populasi tertentu kira kira satu kasus per 2500 orang, penyakit ini cenderung terjadi pada perempuan (kira kira 9:1), yang menyerang satu diantara 700 perempuan usia subur. systemic lupus erythematosus (SLE) lebih sering ditemukan pada ras tertentu seperti ras kulit hitam, Cina, dan Filipina. Penyakit ini terutama diderita oleh wanita muda dengan puncak kejadian pada usia 15-40 tahun (selama masa reproduktif) dengan perbandingan wanita dan laki-laki 5:1)

3. Penyebab/factor predisposisi

Factor genetic

Factor Humoral

Factor lingkungan

Kontak dengan sinar matahari

Infeksi virus/bakteri

Obat golongan sulva

Penghentian lehamilan

Trauma psikis

4. KlasifikasiAda tiga jenis type lupus :

1. Cutaneous LupusTipe ini juga dikenal sebagai Discoid Lupus Tipe lupus ini hanya terbatas pada kulit dan ditampilkan dalam bentuk ruam yang muncul pada muka, leher, atau kulit kepala. Ruam ini dapat menjadi lebih jelas terlihat pada daerah kulit yang terkena sinar ultraviolet (seperti sinar matahari, sinar fluorescent). Meski terdapat beberapa macam tipe ruam pada lupus, tetapi yang umum terdapat adalah ruam yang timbul, bersisik dan merah, tetapitidak gatal.

2. Discoid Lupus

Tipe lupus ini dapatmenyebabkan inflamasi pada beberapa macam organ. Untuk beberapa orang mungkin saja hal ini hanya terbatas pada gangguan kulit dan sendi. Tetapi pada orang yang lain, sendi, paru-paru, ginjal, darah ataupun organ dan/atau jaringan lain yang mungkin terkena. SLE pada sebagian orang dapat memasuki masa dimana gejalanya tidak muncul (remisi) dan pada saat yang lain penyakit ini dapat menjadi aktif (flare).

3. Drug-induced lupus

Tipe lupus ini sangat jarang menyerang ginjal atau sistem syaraf. Obat yang umumnya dapat menyebabkan druginduced lupus adalah jenis hidralazin (untuk penanganan tekanan darah tinggi) dan pro-kainamid (untuk penanganan detak jantung yang tidak teratur/tidak normal). Tidak semua orang yang memakan obat ini akan terkena drug-induced lupus. Hanya 4 persen dari orang yang mengkonsumsi obat itu yang bakal membentuk antibodi penyebab lupus. Dari 4 persen itu, sedikit sekali yang kemudian menderita lupus. Bila pengobatan dihentikan, maka gejala lupus ini biasanya akan hilang dengan sendirinya

Dari ketiganya, Discoid Lupus paling sering menyerang. Namun, Systemic Lupus selalu lebih berat dibandingkan dengan Discoid Lupus, dan dapat menyerang organ atau sistem tubuh. Pada beberapa orang, cuma kulit dan persendian yang diserang. Meski begitu, pada orang lain bisa merusak persendian, paru-paru, ginjal, darah, organ atau jaringan lain.5. Gejala klinis1. Sistem Muskuloskeletal

Artralgia, artritis (sinovitis), pembengkakan sendi, nyeri tekan dan rasa nyeri ketika bergerak, rasa kaku pada pagi hari.

2. Sistem integument

Lesi akut pada kulit yang terdiri atas ruam berbentuk kupu-kupu yang melintang pangkal hidung serta pipi. Ulkus oral dapat mengenai mukosa pipi atau palatum durum.

3. Sistem kardiak

Perikarditis merupakan manifestasi kardiak.

4. Sistem pernafasan

Pleuritis atau efusi pleura.

5. Sistem vaskuler

Inflamasi pada arteriole terminalis yang menimbulkan lesi papuler, eritematous dan purpura di ujung jari kaki, tangan, siku serta permukaan ekstensor lengan bawah atau sisi lateral tangan dan berlanjut nekrosis.

6. Sistem perkemihan

Glomerulus renal yang biasanya terkena.

7. Sistem saraf

Spektrum gangguan sistem saraf pusat sangat luas dan mencakup seluruh bentuk penyakit neurologik, sering terjadi depresi dan psikosis.

7. Pemeriksaan Fisik Inspeksi : inspeksi kulit dilakukan untuk menemukan ruam eritematous. Plak eritematous pada kulit dengan skuama yang melekat dapat terlihat pada kulit kepala, muka atau leher. Inspeksi kulit kepala dilakukan untuk menemukan gejala alopesia, dan inspeksi mulut serta tenggorok untuk ulserasi yang mencerminkan gangguan gastrointestinal. Selain itu juga untuk melihat pembengkakan sendi. Auskultasi : dilakukan pada kardiovaskuler untuk mendengar friction rub perikardium yang dapat menyertai miokarditis dan efusi pleura. Efusi pleura serta infiltrasi mencerminkan insufisiensi respiratorius dan diperlihatkan oleh suara paru yang abnormal.

Palpasi : dilakukan palpasi untuk mengetahui adanya nyeri tekan, dan sendi yang terasa hangat.

8. Pemeriksaan Diagnostik Pemeriksaan lab :

a. Pemeriksaan darah Pemeriksaan darah bisa menunjukkan adanya antibodi antinuklear, yang terdapat pada hampir semua penderita lupus. Tetapi antibodi ini juga bisa ditemukan pada penyakit lain. Karena itu jika menemukan antibodi antinuklear, harus dilakukan juga pemeriksaan untuk antibodi terhadap DNA rantai ganda. Kadar yang tinggi dari kedua antibodi ini hampir spesifik untuk lupus, tapi tidak semua penderita lupus memiliki antibodi ini. Pemeriksaan darah untuk mengukur kadar komplemen (protein yang berperan dalam sistem kekebalan) dan untuk menemukan antibodi lainnya, mungkin perlu dilakukan untuk memperkirakan aktivitas dan lamanya penyakit. b. Analisa air kemih menunjukkan adanya darah atau protein. Radiology :

- Rontgen dada menunjukkan pleuritis atau perikarditis.

9. Diagnosis/kriteria diagnosis

Berdasarkan kriteria American College of Rheumatology (ACR) 1982, diagnosis SLE dapat ditegakkan secara pasti jika dijumpai empat kriteria atau lebih dari 11 kriteria, yaitu:

a. Bercak-bercak merah pada hidung dan kedua pipi yang memberi gambaran seperti kupu-kupu (butterfly rash),

b. Kulit sangat sensitif terhadap sinar matahari (photohypersensitivity),

c. Luka di langit-langit mulut yang tidak nyeri,

d. Radang sendi ditandai adanya pembengkakan serta nyeri tekan sendi,

e. Kelainan paru,

f. Kelainan jantung,

g. Kelainan ginjal,

h. Kejang tanpa adanya pengaruh obat atau kelainan metabolik,

i. Kelainan darah (berkurangnya jumlah sel darah merah, sel darah putih, dan keping darah),

j. Kelainan sistem kekebalan (sel LE positif atau titer anti-ds-DNA abnormal atau antibodi anti SM positif atau uji serologis positif palsu sifilis) dan

k. Antibodi antinuklear (ANA) positif.10. Therapy/tindakan penanganan

Sampai sekarang, SLE memang belum dapat disembuhkan secara sempurna. Meskipun demikian, pengobatan yang tepat dapat menekan gejala klinis dan komplikasi yang mungkin terjadi. Program pengobatan yang tepat bersifat sangat individual tergantung gambaran klinis dan perjalanan penyakitnya. Pada umumnya, penderita SLE yang tidak mengancam nyawa dan tidak berhubungan dengan kerusakan organ vital dapat diterapi secara konservatif.

Bila penyakit ini mengancam nyawa dan mengenai organ-organ vital, maka dipertimbangkan pemberian terapi agresif. Terapi konservatif maupun agresif sama-sama menggunakan terapi obat yang digunakan secara tunggal ataupun kombinasi. Terapi konservatif biasanya menggunakan anti-inflamasi non-steroid (indometasin, asetaminofen, ibuprofen), salisilat, kortikosteroid (prednison, prednisolon) dosis rendah, dan antimalaria (klorokuin). Terapi agresif menggunakan kortikosteroid dosis tinggi dan imunosupresif (azatioprin, siklofoshamid).

Selain itu, penderita SLE perlu diingatkan untuk selalu menggunakan krem pelindung sinar matahari, baju lengan panjang, topi atau payung bila akan bekerja di bawah sinar matahari karena penderita sangat sensitif terhadap sinar matahari. Infeksi juga lebih mudah terjadi pada penderita SLE, sehingga penderita dianjurkan mendapat terapi pencegahan dengan antibiotika bila akan menjalani operasi gigi, saluran kencing, atau tindakan bedan lainnya. Salah satu bagian dari pengobatan SLE yang tidak boleh terlupakan adalah memberikan penjelasan kepada penderita mengenai penyakit yang dideritanya, sehingga penderita dapat bersikap positif terhadap terapi yang akan dijalaninya.

B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian :

Data subyektif : Pasien mengeluh terdapat ruam-ruam merah pada wajah yang menyerupai bentuk kupu-kupu. Pasien mengeluh rambut rontok.

Pasien mengeluh lemas

Pasien mengeluh bengkak dan nyeri pada sendi.

Pasien mengeluh sendi merasa kaku pada pagi hari.

Pasien mengeluh nyeriData obyektif :

Terdapat ruam ruam merah pada wajah yang menyerupai bentuk kupu-kupu.

Nyeri tekan pada sendi.

Rambut pasien terlihat rontok.

Terdapat luka pada langit-langit mulut pasien. Pembengkakan pada sendi.

Pemeriksaan darah menunjukkan adanya antibodi antinuclear.

2. Diagnosa keperawatan1. Nyeri berhubungan dengan arthritis.2. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan lesi akut pada kulit.3. keletihan berhubungan dengan anemia.

4. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan otot.4.Evaluasi

No. DxEvaluasi

1. Pasien tidak tampak meringis.

Skala nyeri pasien berkurang.

2. Menunjukan tingkah laku / teknik untuk mencegah kerusakan kulit / menigkatkan kesembuhan.

Tidak adanya ruam kemerahan berbentuk kupu-kupu.

3. Pasien melaporkan tidak mengalami kelelahan, peningkatan energi dan peningkatan aktivitas Pasien mendemonstrasikan prinsip penggunaan energi konservasi

4 Pasien mempertahankan kekuatan otot dan ROM sendi. Pasien tidak memperlihatkan adanya komplikasi seperti kontraktur, stasis vena, pembentukan trombus atau kerusakan kulit. Pasien mencapai mobilitas tertinggi.

DAFTAR PUSTAKA

1. Doenges, E. Marilynn. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. Jakarta: EGC

2. Brunner & Suddarth.2002. Kepeawatan Medikal Bedah vol 3. Jakarta:EGC

3. Guyton, arthur C,. Dkk. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 9. Jakarta: EGC4. Available at : http://www.indonesiaindonesia.com/f/9866-lupus-eritematosus-sistemik/