SKRIPSI PENGARUH METODE MULTI SENSORI DALAM …
Transcript of SKRIPSI PENGARUH METODE MULTI SENSORI DALAM …
SKRIPSI
PENGARUH METODE MULTI SENSORI DALAM MENINGKATKAN
KEMAMPUAN MEMBACA PERMULAAN PADA ANAK di TK ABA
FORSIMAT TEKO DESA BONTOKORAANG KEP. SELAYAR
Diajukan untuk memenuhi Salah Satu Syarat memperoleh Gelar Sarjana pada
Bidang Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini
OLEH
AYU WANDIRA BURHANUDDIN
105450003415
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU PENDIDIKAN ANAK USIA DINI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2019
vii
MOTTO
Moto :
Bekerja keras, bersikap baik, dan senantiasa berbahagia.
Tinggalkan sesuatu yang dapat
merugikan. Fokuslah pada tujuan agar
tenaga dan pikiran tidak terbuang sia-
sia.
Tidak S1 tidak menikah
Ayu Wandira Burhanuddin
Pereruntukkan:
Kuperuntukkan karya ini buat kedua
orangtuaku, yang merawatku sejak
kecil, saudaraku, dan sahabatku, atas
keikhlasan dan doanya dalam
mendukung peneliti sehingga mampu
mewujudkan harapan.
ABSTRAK
Ayu Wandira Burhauddin. Pengaruh metode multisensori dalam meningkatkan
kemampuan membaca permulaan pada anak di TK ABA Forsimat Desa
Bontokoraang Kep. Selayar . Skripsi. Jurusan Pendidikan Guru Pendidikan Anak
Usia Dini Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah
Makassar. Pembimbing I Andi Adam dan pembimbing II Indra Jauharini Amry.
Masalah utama dalam penelitian ini yaitu pengaruh metode multisensory
dalam meningkatkan kemampuan membaca permulaan pada anak di TK Aba
Forsimat Teko Desa Bontokoraang Kep. Selayar?
Tujuan masalah untuk mengetahui pengaruh metode multisensory
terhadap kemampuan membaca permulaan pada anak di TK Aba Forsimat Teko
Desa bentokoraang Kep. Selayar.
Jenis penelitian ini adalah pre eksperimen, dengan desain penelitian
pretest dan posttest one group design. Teknik pengumpulan datanya dilakukan
melalui observasi dan test. Sampel penelitiannya terdiri dari 15 anak didik. Data
analisis deskriptif dan analisis inferensial Wilcoxon dengan bantuan SPSS 22.0
for windows.
Hasil analisis menunjukkan bahwa dalam meningkatkan kemampuan
membaca permulaan dengan menggunakan metode multisensori sebelum
diberikan perlakuan kecendurungan berada pada kategori rendah dan setelah
diberi perlakuan terjadi peningkatan dimana dalam meningkatkan kemampuan
membaca permulaan anak dengan menggunakan metode multisensori berada pada
kategori sedang dan tinggi. Analisis inferensialnya menunjukkan ada pengaruh
metode multisensori terhadap peningkatan kemampuan membaca permulaan pada
anak.
Kata Kunci: metode multisensori, membaca permulaan, anak didik
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
“Anak usia dini berada dalam tahap pertumbuhan dan perkembangan
yang paling pesat, baik fisik maupun mental” (Suyanto, 2015:5). Maka
tepatlah bila dikatakan bahwa usia dini adalah usia emas (golden age), di
mana anak sangat berpotensi mempelajari banyak hal dengan cepat.
“Penyelenggaraan sekolah Taman Kanak – kanak (TK) berfokus pada
peletakan dasar – dasar pengembangan sikap, pengetahuan, ketrampilan, dan
daya cipta sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan anak” (Megawangi,
2015:82). Maka sebaiknya pendidikan Taman Kanak – kanak (TK) janganlah
dianggap sebagai pelengkap saja, karena kedudukannya sama penting dengan
pendidikan yang diberikan jauh di atasnya.
“Pentingnya mengenyam pendidikan TK juga ditunjukkan melalui
hasil penelitian terhadap anak – anak dari golongan ekonomi lemah yang
diketahui kurang memperoleh rangsangan mental selama masa prasekolah,
ternyata pendidikan selama 10 tahun berikutnya tidak memberi hasil yang
memuaskan” (Adiningsih, 2014:28). “Beberapa tahun belakangan ini pun,
banyak sekolah dasar, terutama sekolah dasar favorit yang memberikan
beberapa persyaratan masuk pada calon siswanya. Sekolah ini mengadakan
1
2
tes psikologi dan mensyaratkan anak sudah harus bisa membaca” (Andriani,
2015:5).
Dampaknya, orangtua pun meyakini bahwa sebelum masuk sekolah
dasar, putra – putrinya harus menguasai ketrampilan tertentu. Akhirnya
mereka merasa pendidikan TK merupakan suatu prasyarat masuk sekolah
dasar. Di satu sisi, membacabukanlah tujuan yang sebenarnya dari
penyelenggaraan pendidikan TK, namun di sisi lain hal ini justru menambah
daftar alasan mengapa belajar membaca sejak TK itu penting.
Corak pendidikan yang diberikan di TK menekankan pada esensi
bermain bagi anak – anak, dengan memberikan metode yang sebagian besar
menggunakan sistem bermain sambil belajar. “Materi yang diberikan pun
bervariasi, termasuk menjadikan anak siap belajar (ready to learn), yaitu siap
belajar berhitung, membaca, dan menulis” (Suyanto, 2015:7). Mempersiapkan
anak untuk belajar di usia ini diharapkan dapatmemberi hasil yang baik,
karena menurut Montessori (Hainstock, 2014:103) “di usia 3,5 – 4,5 tahun
anak lebih mudah belajar menulis, dan di usia 4 – 5 tahun anak lebih mudah
membaca dan mengerti angka”. (Doman, 2015:13) juga mendukung
pernyataan ini, “karena menurutnya waktu terbaik untuk belajar membaca kira
– kira bersamaan waktunya dengan anak belajar bicara, dan masa peka belajar
anak terjadi pada rentang usia 3 hingga 5 tahun”. Maka dapat disimpulkan
bahwa pengajaran membaca (baik itu sebatas pengenalan huruf atau suku
kata) sejak usia Taman Kanak – kanak atau bahkan sejak usia 3 tahun
3
bukanlah sesuatuyang aneh atau tidak boleh dilakukan, karena yang terpenting
adalah pengemasan materi serta metode yang digunakan.
Membaca merupakan sarana yang tepat untuk mempromosikan suatu
pembelajaran sepanjang hayat (life long learning). “Mengajarkan membaca
pada anak berarti memberi anak tersebut sebuah masa depan, yaitu memberi
teknik bagaimana cara mengekplorasi “dunia” mana pun yang dia pilih dan
memberikan kesempatan untuk mendapatkan tujuan hidupnya” (Bowman,
1991:265). Pada tahun 1994, Neil Harvey, Ph.D. dalam bukunya “Kids Who
Start Ahead, Stay Ahead” melaporkan apa yang terjadi pada 314 anak usia
prasekolah (0 – 4 tahun) yang telah diajarkan membaca, matematika, kegiatan
fisik, aktivitas sosial, dan berbagai pengetahuan umum lainnya. “Hampir 35%
dari anak – anak ini, di sekolah dikategorikan sebagai anak berbakat yang
unggul dengan sangat meyakinkan dalam berbagai bidang (Doman, 2015:51).
Penelitian di negara maju pun menunjukkan sebaliknya, bahwa lebih dari 10%
murid sekolah mengalami kesulitan membaca, yang kemudian menjadi
penyebab utama kegagalan di sekolah” (Yusuf, 2014:69).
Melihat dampak yang akan dihasilkan dari kegagalan pengajaran
membaca, dirasakan bahwa kemampuan membaca perlu dirangsang sejak
dini. Namun, membaca bukanlah suatu kegiatan pembelajaran yang mudah.
“Terdapat berbagai faktor yang mempengaruhi keberhasilan anak dalam
membaca. Secara umum, faktor – faktor tersebut datang dari guru, anak,
kondisi lingkungan, materi pelajaran, serta metode pelajaran” (Sugiarto,
4
2014:45). Faktor – faktor tersebut terkait dengan jalannya proses belajar
membaca, dan jika kurang diperhatikan hal tersebut dapat mempengaruhi
keberhasilan membaca pada anak.
“Anak harus menggunakan pendekatan visual, suara, dan linguistik
untuk bisa belajar membaca dengan fasih. Kemampuan membaca anak
tergantung pada kemampuan dalam memahami hubungan antara wicara,
bunyi, dan symbol yang diminta” (Grainger, 2014:174). Kemampuan
memetakan bunyi ke dalam simbol juga akan menentukan kemampuan anak
dalam menulis dan mengeja. Dengan memperhatikan kemampuan yang
dibutuhkan anak dalam belajar membaca, selanjutnya diperlukan kerjasama
komponen – komponen lain dalam proses membaca. Guru atau orangtua dapat
membimbing anak lebih baik, dan mempersiapkan materi serta metode yang
tepat untuk memberi pengajaran membaca pada anak.
Seperti yang dinyatakan (Ross, 2014:99) bahwa “suatu metode belajar
belum tentu efektif untuk semua anak karena setiap anak mempunyai cara
sendiri untuk belajar. Ada anak yang memiliki tipe belajar visual learners,
auditory learners, kinesthetic learners, atau kombinasi. Ada metode khusus
untuk mempercepat kemampuan membaca anak prasekolah, namun sebaiknya
apapun metode yang digunakan sebaiknya memperhatikan kebutuhan dan
gaya belajar anak”.
Di Indonesia, materi yang diajarkan di taman kanak-kanak memuat
program kegiatan belajar di Taman Kanak – kanak yang mencakup tiga
5
bidang pengembangan, yaitu pengembangan moral dan nilai agama,
pengembangan sosial dan emosional, serta pengembangan kemampuan dasar,
antara lain: pengembangan berbahasa, kognitif, fisik, dan akademik.
Berdasarkan hasil wawancara dengan Kepala TK Aba Forsimat Teko
Kep. Selayar, di sekolah setiap harinya kegiatan anak terpusat pada 3 area
yang telah ditentukan guru sebelumnya. Anak diberi kesempatan untuk
memilih area kegiatan apa yang ingin dilakukannya terlebih dahulu, hal ini
sesuai dengan pendapat prinsip belajar trial and error, bahwa anak – anak
mengerti dunianya dengan mencoba dan membuat kesalahan, maka akhirnya
mereka mendapat pemahaman baru. Namun berdasarkan data yang ditemukan
di lapangan, kurikulum ini memiliki beberapa kendala teknis yang bersumber
dari segi materi.
Kepala TK Aba Forsimat Teko Kep. Selayar juga menyatakan bahwa
kelemahan dari mengajar antara lain adalah ketersediaan alat peraga. Alat
peraga yang jumlahnya juga harus disesuaikan dengan jumlah anak dalam
kelas, sementara berdasarkan hasil observasi dan wawancara, alat yang
tersedia saat ini sangat jauh dari cukup. Kondisi ini menuntut guru untuk
berkreasi mengembangkan sendiri suasana belajar di dalam kelas agar tetap
menyenangkan bagi anak. Namun demikian kendala tetap saja terjadi karena
banyak anak yang menjadi bosan dan kehilangan konsentrasi. Akibatnya,
hanya sekitar 20% dari jumlah anak dalam kelas yang mampu menyelesaikan
tugas dan menguasai ketiga area kegiatan setiap harinya. “Dalam hal baca
6
tulis, lemahnya daya konsentrasi anak akan berpengaruh terhadap kemampuan
membaca pada anak karena atensi dan motivasi perlu ditumbuhkan untuk
mengembangkan kemampuan membaca” (Dardjowidjojo, 2015:115). Selain
itu, di kelas pun tidak ditemukan huruf – huruf yang ditempel atau gambar –
gambar disertai tulisan di bawahnya, yang sebenarnya dapat memberi
rangsangan awal bagi anak dalam hal baca dan tulis.
Kurangnya kesempatan siswa dalam bereksplorasi dikarenakan
ketersediaan alat peraga yang sangat terbatas. Akibatnya, menurut keterangan
beberapa orangtua, anak – anak lebih mudah menangkap pelajaran membaca
yang diberikan di rumah karena alat – alat peraga yang disediakan orangtua di
rumah.
“Sistem pendidikan bagi anak – anak yang mengalami kesulitan
membaca telah mengembangkan suatu program remedial membaca yang salah
satunya menggunakan metode multisensory” (Yusuf, 2014:69). Pendekatan
multisensori mendasarkan pada asumsi bahwa anak akan belajar lebih baik
jika materi pelajaran disajikan dalam berbagai modalitas. Modalitas yang
sering dilibatkan adalah visual (penglihatan), auditory (pendengaran),
kinesthetic (gerakan), dan tactile (perabaan), yang sering disebut VAKT.
Proses membaca melibatkan ketrampilan diskriminasi visual dan
suara, proses perhatian, dan memori. Grainger, 2014:180 menyebutkan bahwa
“anak disleksia pada umumnya memiliki kelemahan umum dalam kapasitas
memori jangka pendek, karenanya metode multisensori dirancang secara
7
remedial sehingga memungkinkan mereka mendapatkan latihan yang cukup
dalam mengingat memori – memori verbal”. Jika diterapkan pada anak – anak
normal, proses remedial juga akan mengasah kemampuan anak dalam
membaca dengan memperbanyak latihan sehingga kata yang baru lebih cepat
dikuasai baik dari segi penulisan (ortografis) maupun pengucapan (fonemis).
Metode multisensori menekankan pengajaran membaca melalui
prinsip VAKT, dengan melibatkan beberapa modalitas alat indera. Dengan
melibatkan beberapa modalitas alat indera, proses belajar diharapkan mampu
memberikan hasil yang sama bagi anak – anak dengan tipe pembelajaran yang
berbeda – beda. Pendekatan yang sesuai dengan tipe pembelajaran anak akan
memberi lebih banyak kesempatan bagi anak untuk menggali kemampuan dan
potensinya, sesuai prinsip KBK yang saat ini belum diterapkan secara
optimal.
Prinsip VAKT dalam praktiknya diterapkan dengan menggunakan alat
bantu, yang mewakili fungsi dari masing – masing alat indera yang ada.
Penggunaan berbagai alat bantu sebagai media pembelajaran diharapkan
mampu membantu proses belajar. Seperti disampaikan oleh Hamalik (Arsyad,
2015:16), bahwa “pemakaian media dalam proses pembelajaran dapat
membangkitkan keinginan dan minat yang baru, membangkitkan motivasi,
memberikan rangsangan kegiatan belajar, bahkan membawa pengaruh –
pengaruh psikologis pada siswa. Media akan dapat menarik minat anak dan
akhirnya berkonsentrasi untuk belajar dan memahami pelajaran”.
8
Berdasarkan uraian di atas, metode multisensori yang umumnya
digunakan sebagai program pengajaran membaca untuk anak – anak disleksia
ini belum diterapkan di sekolah formal. Sementara jika melihat prinsip –
prinsip penerapannya, metode ini memiliki beberapa kelebihan dalam
memperbaiki dan mempercepat proses membaca. Maka peneliti ingin
mengetahui sejauh mana pengaruh metode ini jika diterapkan pada anak –
anak di sekolah formal, sekaligus memberi anak – anak ini kesempatan untuk
mengembangkan kemampuan membacanya secara optimal sesuai minat dan
usianya.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang, maka rumusan masalah pada
penelitian ini adalah pengaruh metode multisensory terhadap kemampuan
membaca permulaan pada anak di TK Aba Forsimat Teko Desa Bontokoraang
Kep. Selayar?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini berdasarkan rumusan masalah untuk mengetahui
pengaruh metode multisensori terhadap kemampuan membaca permulaan
pada anak di TK.
D. Manfaat Penelitian
1. Secara teoretis, penelitian ini diharapkan dapat memberi sumbangan
referensi dibidang psikologi perkembangan, terutama perkembangan pada
9
masa awal anak – anak; dan psikologi pendidikan, terutama bagi
pendidikan anak usia dini.
2. Secara praktis, penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi:
a. Anak didik Taman Kanak – kanak, untuk meningkatkan kemampuan
membaca sejak dini.
b. Bagi guru khususnya dan para praktisi pendidikan pada umumnya,
sebagai referensi bahwa dalam mengajar membaca, penting untuk
memperhatikan anak secara spesifik berdasarkan kemampuan dan tipe
belajar mereka.
c. Bagi sekolah
Bagi sekolah dapat memberikan sumbangan pemikiran dan
inovasi pembelajaran guna mengoptimalkan ketercapaian tujuan
proses pembelajaran.
d. Bagi peneliti
Bagi peneliti menjadi sarana pengembangan wawasan
mengenai metode multisensori serta penelitian ini diharapkan dapat
meningkatkan motivasi peneliti untuk terus belajar dan menambah
wawasan serta pengalaman dalam mendidik.
10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kemampuan Membaca Permulaan
Salah satu prinsip perkembangan menyatakan bahwa perkembangan
merupakan hasil proses kematangan dan belajar. Proses kematangan adalah
terbukanya karakteristik yang secara potensial ada pada individu dan berasal
dari warisan genetik. Beberapa proses belajar berasal dari latihan atau
pengulangan suatu tindakan yang nantinya menimbulkan perubahan dalam
perilaku. Hurlock, 2014:28-29 menyebutkan bahwa “kematangan menentukan
siap atau tidaknya seseorang untuk belajar, karena betapapun banyaknya
rangsangan yang diterima anak, mereka tidak dapat belajar dan menghasilkan
perubahan perilaku sampai mereka dinyatakan siap menurut taraf
perkembangannya”. Havighurst (Hurlock, 2014:30) menamakan kondisi
kesiapan belajar yang ditentukan oleh kematangan ini sebagai teachable
moment, atau saat yang tepat bagi anak untuk “diajar”.
Menurut Montessori (Hainstock, 2014:103), “masa peka anak untuk
belajar membaca dan berhitung berada di usia 4 – 5 tahun, karena di usia ini
anak lebih mudah membaca dan mengerti angka”. Doman (2015:44)
menyarankan “sebaiknya anak mulai belajar membaca di periode usia 1
hingga 5 tahun. Menurutnya, pada masa ini otak anak bagaikan pintu yang
terbuka untuk semua informasi, dan anak bisa belajar membaca dengan
10
11
mudah dan alamiah”. Namun menurut Dardjowidjojo (2014:301), “dari segi
neurologis pada usia 1 tahun otak baru berkembang 60% dari otak orang
dewasa. Di usia ini anak belum dapat mengidentifikasi letak garis lurus dan
setengah lingkaran apalagi kombinasinya, maka anak belum mungkin belajar
membaca”.
Kemudian menyebutkan bahwa membaca hanya dapat dilakukan
ketika anak sudah memenuhi prasyarat – prasyarat tertentu untuk berbicara.
Prasyarat ini antara lain: menguasai sistem fonologis (bunyi), sintaksis
(struktur kalimat), dan kemampuan semantik (kaitan makna antar kata).
Sementara menurut Grainger (2014:185) “kesiapan untuk memulai pengajaran
membaca tergantung pada kesadaran fonemis. Istilah ini meliputi banyak
aspek kepekaan anak terhadap struktur bunyi kata lisan, menentukan
kemampuan memetakan bunyi ke simbol yang penting untuk membaca,
menulis, dan mengeja. Faktor ini pula yang nantinya menjadi dasar untuk
membedakan kemampuan membaca pada anak normal dan pembaca lemah”.
Pernyataan di atas memberi makna bahwa kematangan sangat
berperan dalam menentukan waktu yang tepat hingga anak dinyatakan siap
untuk belajar membaca. Anak yang berada pada masa peka untuk belajar
membaca akan dengan mudah menerima dan menanggapi rangsangan yang
diberikan padanya dalam bentuk huruf, suku kata, kata, atau kalimat. Anak
pun akan cepat memberi respon tiap kali stimulus yang sama muncul, dan
sebagai hasilnya anak akan menunjukkan perubahan perilaku sebagai
12
indikator keberhasilan proses belajarnya, yang dalam hal ini berarti anak
menguasai kemampuan – kemampuan yang diperlukan dalam membaca.
1. Pengertian kemampuan membaca permulaan
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1999:72), “kemampuan”
berarti kesanggupan atau kecakapan. “Membaca” berarti melihat serta
memahami isi dari apa yang tertulis, atau mengeja dan melafalkan apa
yang tertulis. Petty dan Jensen (Ampuni, 2015:16) menyebutkan bahwa
“definisi membaca memliki beberapa prinsip, di antaranya membaca
merupakan interpretasi simbol – simbol yang berupa tulisan, dan bahwa
membaca adalah mentransfer ide yang disampaikan oleh penulis bacaan”.
Maka dengan kata lain membaca merupakan aktivitas sejumlah kerja
kognitif termasuk persepsi dan rekognisi.
Terdapat beberapa tahap dalam proses belajar membaca. Initial
reading(membaca permulaan) merupakan tahap kedua dalam membaca.
Menurut Mercer (Abdurrahman, 2015:201) “tahap ini ditandai dengan
penguasaan kode alfabetik, di mana anak hanya sebatas membaca huruf
per huruf atau membaca secara teknis”. (Chall dalam Ayriza, 2015:20)
Membaca secara teknis juga mengandung makna bahwa dalam tahap ini
anak belajar mengenal fonem dan menggabungkan (blending) fonem
menjadi suku kata atau kata. Kemampuan membaca ini berbeda dengan
kemampuan membaca secara formal (membaca pemahaman), di mana
seseorang telah memahami makna suatu bacaan. Tidak ada rentang usia
13
yang mendasari pembagian tahapan dalam proses membaca, karena hal ini
tergantung pada tugas – tugas yang harus dikuasai pembaca pada tahapan
tertentu.
Menurut Chaer (2014:204), huruf konsonan yang harus dapat
dilafalkan dengan benar untuk membaca permulaan adalah b, d, k, l, m, p,
s, dan t. Huruf – huruf ini, ditambah dengan huruf – huruf vokal akan
digunakan sebagai indikator kemampuan membaca permulaan, sehingga
menjadi a, b, d, e, i, k, l, m, o, p, s, t, dan u.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa pengertian
kemampuan membaca permulaan mengacu pada kecakapan (ability) yang
harus dikuasai pembaca yang berada dalam tahap membaca permulaan.
Kecakapan yang dimaksud adalah penguasan kode alfabetik, di mana
pembaca hanya sebatas membaca huruf per huruf, mengenal fonem, dan
menggabungkan fonem menjadi suku kata atau kata.
2. Tujuan umum pengajaran membaca permulaan
Pengajaran membaca permulaan, menurut Soejono (Lestary, 2014:12)
memiliki tujuan yang memuat hal – hal yang harus dikuasai anak secara
umum, yaitu :
a. Mengenalkan siswa pada huruf – huruf dalam abjad sebagai tanda
suara atau tanda bunyi.
b. Melatih ketrampilan siswa untuk mengubah huruf – huruf dalam kata
menjadi suara.
14
c. Pengetahuan huruf –huruf dalam abjad dan ketrampilan menyuarakan
wajib untuk dapat dipraktikkan dalam waktu singkat ketika siswa
belajar membaca lanjut.
3. Tahapan proses belajar membaca
Menurut Grainger (2014:185) menyebutkan adanya tiga tahapan dalam
proses membaca. Tahap prabaca dapat dilihat dari kesiapan anak untuk
memulai pengajaran formal dan tergantung pada kesadaran fonemis anak.
Anak yang dinyatakan siap (biasanya pada anak – anak yang baru
memasuki usia prasekolah) kemudian akan melalui tahap pertama dalam
proses membaca.
Tahap pertama adalah tahap logografis, anak – anak taman kanak –
kanak atau awal kelas 1 menebak kata – kata berdasarkan satu atau
sekelompok kecil huruf sehingga tingkat diskriminasi sangat buruk.
Kemudian setelah mendapat pengajaran, diskriminasi menjadi lebih baik.
Anak dapat membedakan kata yang sudah dan belum dikenal, namun
mereka belum dapat membaca kata – kata yang belum dikenal. Strategi
membaca awal pada tahap logografis secara umum tidak bersifat
fonologis, tetapi lebih bersifat pendekatan global atau visual di mana
pembaca awal mencoba mengidentifikasi kata secara keseluruhan
berdasarkan ciri – ciri yang bisa dikenali.
Tahap kedua adalah tahap alfabetis, pada tahap ini pembaca awal
memperoleh lebih banyak pengetahuan tentang bagaimana membagi kata-
15
kata ke dalam fonem-fonem dan bagaimana merepresentasikan bunyi-
bunyi yang mereka baca dan eja dengan ortografi alfabet. Tahap ketiga
dilalui ketika anak sudah lancar dalam proses dekoding. Anak pada tahap
ini mampu memecahkan kata – kata yang beraturan dan tak beraturan
dengan menggunakan konteks. Biasanya tahap ini berlangsung ketika
anak berada pada pertengahan sampai akhir kelas 3 dan kelas 4 sekolah
dasar.
Chall(Ayriza, 2015:20) menyatakan bahwa tahap pertama membaca
adalah tahap membaca permulaan yang ditandai dengan penguasaan kode
alfabetik. Tahap kedua adalah tahap membaca lanjut di mana pembaca
mengerti arti bacaan.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa anak – anak
umumnya sebagai pembaca awal berada pada tahap membaca permulaan.
Lebih khususnya, anak – anak berada pada tahap pertama dan kedua
dalam proses membaca, yaitu tahap logografis dan alfabetis. Pembagian
tahapan ini berdasarkan kemampuan yang harus dikuasai anak, yaitu
penguasaan kode alfabetik yang hanya memungkinkan anak untuk
membaca secara teknis, belum sampai memahami bacaan seperti pada
tahap membaca lanjut.
Pengajaran membaca permulaan di taman kanak – kanak umumnya
sudah dimulai sejak awal tahun pertama. Anak – anak diberi stimulasi
berupa pengenalan huruf – huruf dalam alfabet. Praktik ini langsung
16
disandingkan dengan ketrampilan menulis, di mana anak diminta
mengenal bentuk dan arah garis ketika menulis huruf. Metode belajar
membaca di taman kanak - kanak biasanya mendapat hambatan dalam
penerapannya. Metode ini diberikan sama pada setiap anak, dan materi
ajaran umumnya hanya berasal dari buku penunjang. Jika melihat
perbedaan anak dalam gaya belajar, hal ini akan kurang memberi hasil
yang optimal. Penanganan secara individual di kelas saat belajar membaca
tidaklah dimungkinkan, karena ketersediaan tenaga guru yang terbatas.
Untuk mengatasinya guru pun membagi anak dalam kelompok –
kelompok kecil setiap harinya.
Dalam hal baca tulis, siswa kelas A (nol kecil) sudah mendapatkan
rangsangan berupa huruf abjad sejak minggu kedua mereka bersekolah.
Praktek selanjutnya adalah mengenal bentuk dengan belajar menulis huruf
dengan menebalkan garis atau meniru tulisan guru di buku kotak – kotak.
Praktek ini bisa jadi memang membuat anak mampu menulis atau
memegang pensil, tapi anak tidak tahu apa yang ia tulis karena ia hanya
sekedar mengikuti pola yang ada.
4. Metode pengajaran membaca
Abdurrahman (2015:214) mengemukakan adanya 2 kelompok metode
pengajaran membaca, yaitu pengajaran membaca bagi anak pada
umumnya dan metode pengajaran membaca khusus bagi anak berkesulitan
belajar.
17
a. Metode pengajaran membaca bagi anak pada umumnya, antara lain:
1) Metode membaca dasar.
Metode membaca dasar pada umumnya menggunakan
pendekatan eklektik yang menggabungkan berbagai prosedur
untuk mengajarkan kesiapan, perbendaharaan kata, mengenal kata,
pemahaman, dan kesenangan membaca. Metode ini umumnya
dilengkapi rangkaian buku yang disusun dari taraf sederhana
hingga taraf yang lebih sukar, sesuai dengan kemampuan atau
tingkat kelas anak – anak.
2) Metode fonik.
Metode fonik menekankan pada pengenalan kata melalui
proses mendengarkan bunyi huruf. Pada mulanya anak diajak
mengenal bunyi –bunyi huruf, kemudian mensintesiskannya
menjadi suku kata dan kata. Bunyi huruf dikenalkan dengan
mengaitkannya dengan kata benda, misanya huruf “a” dengan
gambar “ayam”. Dengan demikian, metode ini lebih bersifat
sintesis daripada analitis.
3) Metode linguistik.
Metode linguistik didasarkan atas pandangan bahwa membaca
adalah proses memecahkan kode atau sandi yang berbentuk tulisan
menjadi bunyi yang sesuai dengan percakapan. Anak diberikan
suatu bentuk kata yang terdiri dari konsonan – vokal atau
18
konsonan – vokal – konsonan, seperti “bapak” atau “lampu”.
Kemudian anak diajak memecahkan kode tulisan itu menjadi bunyi
percakapan. Dengan demikian, metode ini lebih bersifatnanalitik
daripada sintetik.
4) Metode alfabetik.
Metode ini menggunakan dua langkah, yaitu memperkenalkan
kepada anak berbagai huruf alfabetik dan kemudian merangkaikan
huruf – huruf tersebut menjadi suku kata, kata, dan kalimat.
5. Kemampuan membaca anak taman kanak – kanak
Anak prasekolah adalah anak berusia 3 – 6 tahun. Biasanya mengikuti
program prasekolah atau kindergarten (Biechler dan Snowman, dalam
Patmonodewo, 2015:19). Di Indonesia, sistem Pendidikan Anak Usia Dini
(PAUD) melibatkan anak berusia 0 – 8 tahun. Pendidikan yang diberikan
pada anak di rentang usia tersebut dibagi berdasarkan sumbernya. Anak
berusia 0 – 2 tahun mendapat pendidikan dari lingkup nonformal, yaitu
keluarga; anak berusia 2 – 6 tahun mendapat pendidikan anak usia dini
(kelompok bermain) dan taman kanak – kanak (TK); sementara anak usia
7 – 8 tahun mendapat pendidikan Sekolah Dasar (SD) kelas 1 dan 2
(Suyanto, 2015:1).
Anak yang duduk di bangku TK umumnya berusia 4 – 5 tahun.
Menurut Piaget (Santrock, 2014:45), “anak berada pada tahap
perkembangan kognitif praoperasional yang berlangsung antara usia 2 – 7
19
tahun. Pada tahap ini, anak – anak mulai melukiskan dunia dengan gambar
– gambar”. Pemikiran simbolis melampaui hubungan sederhana antara
informasi inderawi dan tindakan fisik. Akan tetapi, meskipun anak – anak
prasekolah mampu melukiskan dunia secara simbolik, namun mereka
masih belum mampu melaksanakan apa yang disebut Piaget sebagai
“operasi (operations)”, yaitu tindakan mental yang diinternalisasikan dan
memungkinkan anak melakukan secara mental sesuatu yang sebelumnya
dilakukan secara fisik. Selanjutnya menurut Piaget (Chaer, 2014:106)
menyatakan bahwa “dalam subtahap pemikiran simbolik tahap
praoperasional, anak melambangkan suatu benda dengan benda lain. Anak
dapat melakukan peniruan yang ditunda, di mana peniruan dilakukan
setelah benda atau objek yang ditiru sudah tidak ada”. Jadi, peniruan yang
dilakukan tanpa kehadiran benda aslinya tersebut merupakan salah satu
jenis simbolisasi atau bayangan mental (kemampuan akal).
Bahasa terdiri dari berbagai simbol yang dapat terungkap secara lisan
maupun tulisan. Pemerolehan bahasa terjadi pada subtahap pemikiran
simbolik tahap praoperasional tersebut, sehingga menurut Piaget, bahasa
merupakan hasil dari perkembangan intelektual secara keseluruhan dan
sebagai bagian dari kerangka fungsi simbolik.
Bahasa berkaitan erat dengan perkembangan kognisi anak, terutama
dalam hal kemampuan berpikir. Menurut Lev Vygotsky (Santrock,
2014:241) mengemukakan “hubungan antara bahasa dan pemikiran,
20
bahwa meskipun dua hal tersebut awalnya berkembang sendiri – sendiri,
tetapi pada akhirnya bersatu. Prinsip yang mempengaruhi penyatuan itu
adalah pertama, semua fungsi mental memiliki asal – usul eksternal atau
social”. Anak – anak harus menggunakan bahasa dan menggunakannya
pada orang lain sebelum berfokus dalam proses mental mereka sendiri.
Kedua, anak – anak harus berkomunikasi secara eksternal menggunakan
bahasa selama periode yang lama sebelum transisi kemampuan bicara
eksternal ke internal berlangsung. Jadi, anak perlu belajar bahasa untuk
mengasah ketrampilan mereka dalam melakukan proses mental seperti
berpikir dan memecahkan masalah, karena bahasa merupakan alat
berpikir. Demikian pula dengan membaca, yang merupakan salah satu
komponen bahasa yang perlu dipelajari sejak dini.
Salah satu teori membaca yang amat berpengaruh adalah teori rute
ganda (Grainger, 2014:190). Teori rute ganda menjelaskan mekanisme
yang terjadi pada pembaca awal dalam mencoba mengatasi kata–kata yang
belum dikenal. Pembaca awal akan melalui dua rute yang akan
menentukan suatu kata akan dikenali (berhasil dibaca) atau tidak. Rute
pertama (rute visual), merupakan rute pengenalan yang tergantung pada
pendekatan mencocokkan pola visual, di mana anak–anak menatap jalinan
huruf cetak dan membandingkan pola itu dengan simpanan kata–kata yang
telah mereka kenal dan pelajari sebelumnya. Rute kedua (rute fonologis),
pembaca mengubah simbol (huruf) menjadi bunyi. Rute kedua mungkin
21
hanya digunakan bila rute pertama gagal. Pembaca lemah sebagaimana
pembaca awal menggunakan metode rute visual, namun mereka berbeda
dalam hal kesadaran fonemis, karena anak – anak normal memiliki
kesadaran fonemis yang memungkinkan mereka memanfaatkan asosiasi
bunyi – simbol dan kemampuan memetakan bunyi ke dalam kata
berdasarkan konsep mereka tentang bentuk huruf yang benar.
Maka dapat disimpulkan bahwa anak–anak usia Taman Kanak–kanak
memiliki potensi yang terpendam untuk menjadi pembaca yang baik.
Tahap perkembangan yang memungkinkan mereka mengerti simbol–
simbol dalam bahasa memberi kesempatan untuk cepat belajar dan
mengasah ketajaman berpikir. Selain itu, anak–anak sebagai pembaca
awal umumnya memiliki kesadaran fonemis yang cukup baik dan sangat
berguna dalam proses membaca. Karena itu, diperlukan adanya pemilihan
metode yang tepat dengan harapan anak dapat belajar membaca dengan
efektif, memanfaatkan segala potensinya dan merasa nyaman dalam
belajar menggunakan metode yang memperhatikan kebutuhan belajar
mereka.
B. Metode Multisensori
1. Pengertian Metode Multisensori
Multisensori terdiri dari dua kata yaitu multi dan sensori. Menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia (1999:123), kata “multi” artinyabanyak
22
atau lebih dari satu atau dua, sedangkan “sensori” artinya panca indera.
Maka gabungan kedua kata ini berarti lebih dari satu panca indera.
Yusuf (2014:95) menyatakan, pendekatan multisensori mendasarkan
pada asumsi bahwa anak akan dapat belajar dengan baik apabila materi
pengajaran disajikan dalam berbagai modalitas alat indera. Modalitas yang
dipakai adalah visual, auditoris, kinestetik, dan taktil, atau disingkat
dengan VAKT. Pendekatan membaca multisensori meliputi kegiatan
menelusuri (perabaan), mendengarkan (auditoris), menulis (gerakan), dan
melihat (visual). Untuk itu, pelaksanaan metode ini membutuhkan alat
bantu (media) seperti kartu huruf, cat, pasir, huruf timbul, dan alat bantu
lain yang sifatnya dapat diraba (konkret).
2. Tahapan belajar membaca menggunakan metode multisensory
Yusuf (2014:95) menyebutkan adanya 2 metode multisensori, yaitu
yang dikembangkan oleh Fernald dan Gillingham. Perbedaan keduanya
adalah, pada metode Fernald, anak belajar kata sebagai pola yang utuh
sehingga akan memperkuat ingatan dan visualisasi; sedangkan metode
Gillingham menekankan pada teknik meniru bentuk huruf satu per satu
secara individual.
Metode Gillingham – Stillman merupakan “suatu metode yang
terstruktur dan berorientasi pada kaitan bunyi dan huruf, di mana setiap
huruf dipelajari secara multisensoris. Metode ini digunakan untuk tingkat
yang lebih tinggi dan bersifat sintesis, di mana kata diurai menjadi unit
23
yang lebih kecil untuk dipelajari, lalu digabungkan kembali menjadi kata
yang utuh”.
Langkah – langkah pelaksanaan metode ini adalah sebagai berikut (Yusuf,
2014:95):
a. Kartu ditunjukkan pada anak, guru mengucapkan huruf dalam kartu,
anak mengulang berkali – kali. Jika anak dirasa sudah mampu
mengingat, guru menyebutkan huruf dan anak mengulangnya.
b. Guru mengucapkan bunyi sambil bertanya huruf apa yang dibunyikan.
Tahap ini dilakukan tanpa menunjukkan kartu huruf.
c. Secara perlahan guru menulis dan menjelaskan bentuk huruf, anak
menelusuri dengan jari dan menyalinnya.
d. Guru meminta anak menuliskan huruf yang sudah dipelajari.
Pada dasarnya metode membaca dibagi dalam dua jenis, yaitu
sintesis dan analitis. Metode sintesis menyajikan kata yang diurai
menjadi bagian yang lebih kecil, sementara metode analitis mengajari
anak kata dalam bentuk yang utuh, baru kemudian mengurainya
menjadi komponen – komponen. Metode Fernald bukan termasuk
metode analitis, karena tidak berusaha mengajari anak mengurai kata
menjadi bagian – bagian, namun metode ini dianggap lebih analitis
daripada metode Gillingham karena memulai pengajaran dengan kata
yang utuh (Myers, 2014:279).
24
Berdasarkan beberapakeunggulan metode Fernald dalam uraian di
atas, peneliti pun memutuskan untuk mengadaptasi metode
multisensori Fernald dalam penelitian yang akan dilakukan. Peneliti
melakukan beberapa modifikasi dalam metode multisensori ini dengan
memperhatikan tingkat usia dan pendidikan subjek, ketersediaan
waktu, serta tingkat kemampuan membaca yang ingin dicapai sesuai
dengan tujuan penelitian ini.
C. Pengaruh Metode Multisensori dalam Meningkatkan Kemampuan
Membaca Permulaan
Indera yang kita miliki dapat disamakan sebagai jendela terhadap
dunia luar. Indera pulalah yang menangkap informasi melalui proses yang
disebut dengan penginderaan (sensasi). “Masukan yang diterima oleh indera
secara luar biasa akan diteruskan dan diubah sehingga kita dapat menghayati
dunia luar. Proses mengorganisir dan menggabungkan data – data indera
(hasil penginderaan) untuk dikembangkan sedemikian rupa sehingga kita
dapat menyadari dan mengerti sekeliling termasuk diri kita sendiri inilah yang
disebut dengan persepsi” (Davidoff, 2015:232). Dengan kata lain, persepsi
merupakan pengorganisasian dan penginterpretasian terhadap stimulus yang
diindera sehingga menjadi sesuatu yang berarti. Persepsi merupakan respon
yang terintegrasi (integrated) dalam diri individu yang dapat dikemukakan
karena adanya perasaan, kemampuan berpikir, dan pengalaman individu yang
25
berbeda – beda. “Maka dalam mempersepsi suatu stimulus, hasil persepsi
akan berbeda pula antara individu satu dan lainnya karena persepsi bersifat
individual” (Walgito, 2015:70).
Proses terjadinya persepsi diawali ketika stimulus mengenai alat
indera dan kemudian akan diteruskan oleh syaraf sensoris ke otak. Proses ini
disebut sebagai proses fisiologis dalam persepsi. Selanjutnya, otak sebagai
pusat kesadaran akan mengolah informasi sehingga individu menyadari apa
yang dilihat, didengar, atau diraba. Proses di dalam pusat kesadaran inilah
yang disebut proses psikologis. Fase terakhir dalam persepsi selanjutnya
adalah individu menyadari apa yang diinderanya yang kemudian akan
menghasilkan respon.
Terdapat beberapa faktor yang berperan dalam persepsi, yaitu objek
yang dipersepsi; alat indera, syaraf, dan pusat susunan syaraf; dan perhatian
atau atensi. Objek yang ditangkap alat indera akan menimbulkan stimulus.
“Perhatian sebagai syarat psikologis persepsi memungkinkan individu untuk
mengadakan seleksi terhadap stimulus. Seleksi tersebut dipengaruhi antara
lain oleh intensitas atau kekuatan, ukuran, perubahan ulangan, dan
pertentangan atau kontras dari stimulus” (Walgito, 2015:92). Selain faktor
yang berdasarkan ciri fisik stimulus, perhatian juga dipengaruhi variabel
internal seperti motif, harapan, dan minat seseorang.
Membaca terkait erat dengan persepsi. Karenanya, variasi dalam
kemampuan membaca pun dipengaruhi antara lain oleh faktor – faktor
26
persepsi yaitu objek yang dipersepsi, alat indera, dan perhatian. Kualitas
ketiga faktor di atas akan membentuk variasi dalam menentukan kemampuan
membaca seseorang. Variasi juga ditentukan oleh faktor eksternal yang
berpengaruh dalam membaca, yaitu pengajaran yang diberikan oleh guru atau
orangtua. Pengaruh beberapa faktor di atas akan dijelaskan satu per satu
dalam uraian di bawah ini.
Proses membaca mewajibkan pembaca menggunakan ketrampilan
diskriminasi visual dan suara, proses perhatian, dan memori (Grainger,-
2014:180). Maka dalam membaca yang merupakan kerja kognitif, persepsi
pun bertujuan mengenali dan lalu membentuk interpretasi awal huruf, suku
kata, atau kata yang akan dibaca. Bagian kata yang akan dikenali dalam
membaca (stimulus), setelah dipersepsi akan masuk dalam proses pengkodean
(coding). Dalam metode pembelajaran yang melibatkan stimulus visual dan
auditoris, anak pun akan melakukan dua proses pengkodean yang berlainan
sesuai tipe stimulusnya sebelum akhirnya informasi yang didapat masuk ke
dalam ingatan.
Belajar membaca memerlukan ketrampilan visual dan auditoris. Ross
(2014:56) menyebutkan adanya tiga komponen dalam ketrampilan visual
(visual skill), yaitu persepsi visual (visual perception), memori visual (visual
memory), dan diskriminasi visual (visual discrimination). Ketiganya berperan
penting dalam membaca, persepsi visual menentukan kemampuan mengenal
bentuk – bentuk huruf; memori visual diperlukan untuk mengingat bentuk
27
huruf; dan diskriminasi visual diperlukan dalam membedakan bentuk huruf
satu dan yang lainnya. Demikian pula dengan ketrampilan mendengar
(auditory skill). Ross (2014:57) juga menyebutkan adanya 3 komponen dalam
ketrampilan mendengar yang diperlukan saat membaca, yaitu persepsi
auditoris (auditoryperception), memori auditoris (auditorymemory), dan
diskriminasi auditoris (auditorydiscrimination). Ketiganya pun berperan
penting dalam membaca, persepsi auditoris menentukan kemampuan
mengenal bunyi – bunyi huruf; memori auditoris diperlukan untuk mengingat
bunyi huruf; dan diskriminasi auditoris diperlukan dalam membedakan bunyi
huruf satu dan yang lainnya.
Selain ketrampilan visual dan auditoris, kepekaan taktil peraba juga
dapat mempercepat proses membaca. Perabaan memberi informasi tentang
bentuk, ukuran, dan berat sebuah benda. Perabaan juga memperjelas tekstur
permukaan dan konsistensi mekanis dari suatu benda yang tidak jelas jika
diamati secara visual. Dalam membaca menggunakan multisensori, hal ini
berguna untuk mengenal bentuk – bentuk huruf melalui perangsangan rabaan
pada permukaan alat peraga huruf bertekstur kasar. Perangsangan taktil dalam
metode multisensori menurut Ayres (Myers, 2014:288) juga “mampu
mengalihkan hal – hal yang memicu tingkah laku impulsif pada anak
hiperaktif karena saat menelusuri kata, sistem protektif terhalangi, anak
melibatkan dirinya dengan tugas perabaan di tangannya sehingga tidak lagi
28
sensitif dengan pengaruh taktil di sekelilingnya”. Pendapat ini pun dibuktikan
dengan keberhasilan metode multisensori dalam menangani anak hiperaktif.
Ross (2014:59) menambahkan pula bahwa kemampuan mengontrol
dan mengkoordinasi gerakan tubuh (ketrampilan kinestetik) memiliki efek
yang positif bagi anak yang sedang belajar membaca dan menulis. Koordinasi
visual – motorik diperlukan saat anak menulis berurutan dari baris ke baris,
memusatkan perhatian pada penguasaan kata yang terdiri dari simbol huruf
atau kalimat, membentuk huruf yang tepat saat menulis, dan membedakan
arah saat menulis. Perangsangan kinestetik dalam metode multisensori
diberikan melalui praktik menulis di atas permukaan tepung yang halus.
Bentuk huruf yang sudah dikenal anak melalui rabaan akan diwujudkan dalam
bentuk tulisan. Menulis akan menambah hubungan antar neuron dan
memperkuat jaringan syaraf, hal ini akan membentuk pola kompleks yang
memungkinkan anak memiliki kemampuan untuk menerima informasi dari
luar dan melakukan berbagai aktivitas.
Berdasarkan beberapa pernyataan di atas maka dapat disimpulkan
bahwa membaca berkaitan dengan berbagai aspek dalam persepsi termasuk di
antaranya perhatian. Dalam metode multisensori, guru menulis setiap kata
yang dipelajari, anak kemudian menelusuri dan melafalkan kata dengan keras.
Proses ini menurut Smith dan Carnigan (Myers, 2014:287) memuat unsur
yang penting dan esensial dalam belajar, karena proses tersebut menuntut
29
perhatian yang maksimal dan menyediakan berbagai input sensoris yang
mempercepat pemrosesan informasi.
Dalam perhatian, stimulus yang akan diseleksi dan hanya dipakai yang
relevan. Seleksi terhadap stimulus dalam proses belajar antara lain
dipengaruhi oleh perbedaan gaya belajar anak. Kemudian hal ini akan
mempengaruhi tingkat kemampuan anak dalam belajar. Karenanya, pengaruh
proses perhatian dan cara penyajian dalam belajar perlu diperhatikan dalam
menentukan metode belajar yang tepat sehingga anak lebih cepat belajar dan
memberi hasil yang optimal. Belajar membaca menggunakan metode
multisensori menggunakan pendekatan melalui perangsangan pada empat
modalitas alat indera, yaitu visual, auditoris, taktil, dan kinestetik. Dengan
melibatkan beberapa modalitas sekaligus, diharapkan anak baik yang visual
learners, auditory learners, ataukinesthetic learnersdapat lebih mudah belajar
dan menghasilkan kualitas belajar yang optimal.
Metode multisensori menurut Johnson (Myers, 2014:288) bertujuan
menerapkan prinsip penguatan (reinforcement). Metode ini memastikan
adanya perhatian aktif, menyajikan materi secara teratur dan berurutan, serta
memperkuat, mengajarkan kembali, dan mengadakan pengulangan sampai
kata tersebut dikuasai sepenuhnya. Hal inilah yang membuat metode ini juga
dapat diaplikasikan untuk pembentukan kosakata awal pada anak usia dini.
Berdasarkan anggapan ini pula, maka tidak menutup kemungkinan bahwa
metode multisensori dapat diterapkan baik pada anak usia dini yang belum
30
pernah mendapat pengajaran membacamaupun anak yang sudah pernah
mendapat pengajaran membaca di sekolah.
Menurut Grainger (2014:204), basis intervensi untuk anak – anak yang
lemah membaca haruslah sistematis, terstruktur, koheren, kokoh, dan dapat
dievaluasi. Anak – anak ini membutuhkan struktur. Mereka tidak dapat hanya
diberi rangsangan dalam bahan cetak melainkan pengajaran berbasis
ketrampilan yang berkelanjutan dan intensif. Bila memungkinkan, rasio guru
dan siswa dalam pendekatan ini adalah 1:1, atau paling tidak kelompok kecil,
sesuai kebutuhan anak. Program ini harus memiliki tingkat repetisi untuk
mengatasi problem memori apa saja, dan membantu prosesing otomatis yang
memungkinkan anak mengenali kata – kata umum dengan cepat. Selain itu,
program untuk pembaca lemah juga wajib memperbaiki kesadaran fonemis
dan ortografis, yaitu ketrampilan untuk merepresentasikan bunyi – bunyi yang
berbeda dan menyusun kata – kata dengan ejaan yang benar. Karenanya
penting untuk membangun koneksi sebanyak – banyaknya antara menulis,
mengeja, dan aspek linguistik yaitu tulisan dan bunyi.
Sesuai prinsip multisensori, anak – anak di sekolah formal dapat
memperoleh pengajaran membaca tidak hanya dari buku penunjang, namun
langsung diarahkan pada penguasaan berbagai ketrampilan visual, auditoris,
kinestetik, dan taktil secara intensif dalam kelompok – kelompok kecil untuk
mempermudah pengawasan guru dalam hal kemajuan belajar. Repetisi yang
dilakukan dapat memperkuat ingatan dan mempertajam analisis anak dalam
31
menghubungkan informasi yang berkaitan dengan kata – kata yang sudah
pernah dipelajari. Kesemuanya ini akan diharapkan akan mampu
memaksimalkan fungsi – fungsi kognitif yang dapat mempercepat proses
membaca pada anak – anak.
32
D. Kerangka Pikir
Belajar membaca memerlukan keterampilan visual dan auditoris. Ada
tiga komponen dalam keterampilan visual yaitu presepsi visual, memori visual
dan diskriminasi visual. Dalam hal ini multisensory berperan dalam mengatasi
hal tersebut. Penyajian keempat modalitas alat indera dalam metode
multisensory dapat mengatasi perbedaan gaya belajar anak dalam membaca.
Membaca terkait erat dengan presepsi. Karenanya, variasi dalam
kemampuan membaca pun dipengaruhi antara lain oleh factor-faktor persepsi
yaitu objek yang dipersepsi, alat indera, dan perhatian. Kualitas ketiga factor
diatas akan membentuk variasi dalam menentukan kemampuan membaca
seseorang.
Ketiganya berperan penting dalam membaca, persepsi visual
menentukan kemampuan mengenal bentuk-bentuk huruf, memori visual
menentukan kemampuan mengingat bentuk huruf dan diskriminasi visual
diperlukan dalam membedakan bentuk huruf satu yang lainnya.
Demikian pula dengan kemampuan mendengar ada tiga komponen
dalam keterampilan mendengar yang diperlukan saat membaca yaitu persepsi
auditoris, memori auditoris dan diskriminasi auditoris. Ketiganya pun
berperan penting dalam membaca, persepsi auditoris menentukan kemampuan
mengenal bunyi-bunyi huruf, memori auditoris diperlukan untuk mengingat
bunyi huruf dan diskriminasi auditoris diperlukan dalam membedakan bunyi
huruf satu dengan yang lainnya. Dalam metode multisensory peransangan
33
visual dan auditoris diberikan berurutan. Peransangan visual melalui tulisan
dipapan tulis, diikuti pengucapan oleh guru dan anak diminta mengikuti.
Penyajian ransangan visual akan diperkuat dengan peransangan auditoris
sehingga anak lebih cepat dalam mengidentifikasi, membedakan, dan
menyimpan kata-kata yang dipelajari.
Selain keterampilan visual dan auditoris, kepekaan taktil peraba juga
dapat mempercepat proses membaca. Perabaan memberi informasi tentang
bentuk, ukuran dan berat sebuah benda. Perabaan juga diperjelas tekstur
permukaan dan konsistensi dari suatu benda yang tidak jelas jika diamati
secara visual. Peransangan kinestetika dalam metode multisensory diberikan
dalam praktek menulis diatas permukaan tepung yang halus. Bentuk yang
sudah di kenal anak melalui rabaan akan diwujudkan dalam bentuk tulis.
Dalam membaca permulaan da[at diajarkan pada anak usia 4-5 tahun
sesuai dengan teori Montessori disini dalam mengajarkan anak membaca awal
menggunakan metode multisensory. Belajar membaca menggunakan
pendekatan peransang pada empat modalitas alat indera, yaitu visual,
auditoris, taktil, dan kinestetik. Denngan menggunakan keempat modalitas
alat indera anak dapat lebih mudah belajar dan menghasilkan kualitas belajar
yang optimal. Pada metode ini diajarkan pada anak yang belum pernah
mendapatkan pengajaran membaca disekolah. Sesuai prinsip multisensory,
anak-anak disekolah formal dapat memperoleh pengajaran membaca tidak
hanya dari buku penunjang namun langsung diarahkan pada penguasahan
34
berbagai keterampiran visual, auditoris, kinestetik, dan taktil secara insentif
dalam kelompok-kelompok kecil untuk mempermudah pengawasan guru
dalam hal kemajuan belajar.
Adapun kegiatan dalam pelaksanaan metode ini dimulai dengan
memberikan pre test kepada anak untuk mengetahui sejauh mana kemampuan
membaca permulaan pada anak sebelum diberikan perlakuan setelah itu guru
mulai memberikan perlakuan kepada anak dengan menggunakan metode
tersebut. Adapun pelaksanaan dalam penggunaan metode multisensory
pengenalan huruf melalui tulisan (peransang visual), mengikuti guru dalam
menyebutkan bunyi kata tersebut (peransang auditoris) selanjutnya
penggunaan huruf-huruf alphabet timbul anak meraba huruf-huruf tersebut
untuk meransang taktil mereka, setelah melihat, mendengar, menelusuri anak
lalu diminta untuk menuliskan kata yang sama diatas tepung sambil
melafalkan dibawah bimbingan trainer (peransangan kinestetika)
Adapun penggunaan metode multisensori dapat digambarkan sebagai berikut.
Bagan 1. Kerangka Pikir
Penggunaan metode multisensory
� Tahap visual
� Tahap audio
� Tahap kinestetik/taktil
Kemampuan membaca permulaan
� Membaca kata, da-si, ki-ta,
bu-ka, la-da, pe-ta, so-to, sa-
pu, bo-la, ma-ta, ku-da
� Menulis huruf, a, i, u, e, o,
b, d, k, l, m, p, s, t
Kemampuan membaca
meningkat
35
E. Hipotesis
Berdasarkan kajian teori pada kerangka piker yang telah dikemukakan
maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah, ada pengaruh
positif yang signifikan penggunaan metode multisensory terhadap
kemampuan membaca permulaan pada anak di Taman Kanak-kanak TK Aba
Forsimat Teko Bontokoraang Kep. Selayar.
36
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Rancangan penelitian
Penelitian eksperimen dilakukan menggunakan Pre-Experimental
Designs, menurut Sugiyono (2011: 109) dikatakan Pre-Experimental Designs,
karena desain ini belum merupakan eksperimen sungguh-sungguh dan masih
terdapat variable luar yang ikut berpengaruh terhadap terbentuknya variable
dependen. Penelitian Pre-Experimental Designs menggunakan One Grup
Pretest-Posttest. Pada penelitian ini, diberikan pre-test sebelum diberi
perlakuan. Dengan demikian hasil perlakuan dapat diketahui lebih akurat,
karena dapat membandingkan dengan keadaan sebelum diberi perlakuan
Tabel 1. Format Rancangan Penelitian
O1 X O2
Keterangan :
O1 : Pre-Test diberikan sebelum di berikan perlakuan
X : perlakuan.
O2 : Post-Test diberikan setelah diberikan perlakuan
O1 X O2
36
37
A. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi menurut Sugiono (2015:80) adalah “wilayah generalisasi
yang terdiri atas objek/subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik
tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian
ditarik kesimpulannya”.
2. Sampel
Sampel adalah sebagian dari populasi tersebut. Menurut Sugiyono
(2014 : 81) “Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang
dimiliki oleh populasi tersebut”. Bila populasi besar, dan peneliti tidak
mungkin mempelajari semua yang ada pada populasi, untuk itu sampel
yang diambil dari populasi harus betul-betul representatif ( mewakili ).
Teknik yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan teknik
sampling jenuh. Menurut Sugiyono (2014:124) “sampling jenuh adalah
teknik penentuan sampel bila semua anggota populasi digunakan sebagai
sampel”. Berdasarkan pertimbangan peneliti Sampel penelitian ini adalah
anak didik kelompok A yang terdiri dari 15 anak didik.
B. Definisi Operasional Variabel
1. Kemampuan membaca permulaan
Kemampuan membaca permulaan adalah kemampuan anak – anak
(pembaca awal) dalam menghafal huruf (mengenal bentuk maupun bunyi
dari masing – masing huruf); membaca gabungan huruf dalam suku kata;
38
dan membaca gabungan suku kata dalam sebuah kata sederhana yang
terdiri dari 2 suku kata berpola k – v – k – v (konsonan – vokal –
konsonan – vokal), tertentu yang memuat huruf a, b, d, e, i, k, l, m, o, p, s,
t, dan u.
Cara untuk mengetahui kemampuan anak usia Taman Kanak - kanak
dalam membaca kata adalah dengan melihat hasil berupa skor yang
diperoleh anak saat pretest dan posttest. Pemberian skor didasarkan pada
ketiga fase dalam proses membaca, yaitu mengenal huruf, mengeja suku
kata, dan menggabungkan suku kata menjadi kata (membaca kata).
Pengenalan huruf memiliki bobot nilai 3 (tiga) hingga 4 (empat)
tergantung jumlah huruf yang digunakan dalam kata; untuk tiap huruf
yang berhasil dikenali, subjek mendapat skor 1 (satu), dan 0 (nol) jika
gagal. Pengejaan suku kata memiliki bobot nilai 2 (dua), karena setiap
kata terdiri dari dua suku kata; untuk tiap suku kata yang berhasil dieja,
subjek mendapat skor 1 (satu) dan 0 (nol) jika gagal. Pembacaan kata atau
penggabungan suku kata menjadi kata memiliki bobot nilai 1 (satu),
sehingga subjek mendapat nilai 1 (satu) jika berhasil dan 0 (nol) jika
gagal. Nilai maksimal yang dapat diperoleh ketika subjek berhasil
membaca kesepuluh kata dengan sempurna adalah 67 (enam puluh tujuh).
1. Metode multisensory
Metode multisensori merupakan salah satu metode remedial dalam
pengajaran membaca dengan menggunakan cara visual, auditoris, kinestetik,
39
dan taktil (VAKT) secara bersamaan yang bertujuan untuk meningkatkan
kemampuan membaca permulaan pada anak. Kemampuan membaca
permulaan yang akan dilihat peningkatannya dalam penelitian ini melalui
penggunaan metode multisensori meliputi: kemampuan mengenal bentuk
maupun bunyi dari masing – masing huruf, membaca gabungan huruf dalam
sebuah kata sederhana yang terdiri dari 2 suku kata.
Tahapan metode multisensori dalam penelitian ini adalah pertama, anak
diminta memperhatikan tulisan di papan tulis berupa sebuah kata
(perangsangan visual), kemudian anak mengikuti guru (sebagai trainer) dalam
mengucapkan bunyi kata tersebut (perangsangan auditoris). Selanjutnya
digunakan huruf – huruf alfabet timbul warna – warni agar anak – anak dapat
meraba huruf – huruf tersebut untuk merangsang taktil mereka. Setelah
melihat, mendengar dan menelusuri, anak lalu diminta untuk menuliskan kata
yang sama di atas tepung sambil melafalkannya di bawah bimbingan trainer
(perangsangan kinestetik). Setiap hari, di akhir pertemuan anak akan
mempelajari 1 kata sederhana. Pada pertemuan berikutnya, anak mempelajari
kata baru namun sebelumnya di setiap akhir pertemuan diadakan
recall(pemanggilan kembali) terhadap kata yang dipelajari pada pertemuan
sebelumnya. Di akhir penelitian nanti, diharapkan anak akan menguasai 10
kata.
40
A. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian yang digunakan oleh peneliti dalam penelitian ini
adalah tes kemampuan membaca permulaan. Adapun aspek-aspek instrumen
penelitian terdiri atas yaitu:
1. Kemampuan melafalkan huruf vocal dan konsonan tertentu dengan
benar
2. Kemampuan melafalkan kata dan suku kata
3. Menuliskan/menebalkan huruf vocal dan konsonan tertentu
Untuk mengetahui hasil kemampuan membaca awal, peneliti
menggunakan pengukuran yang telah ditetapkan oleh validator satu
ahli bahasa, dan validator satu ahli psikolog dengan menggunakan
skor, dengan penilaian skala 0-5, sebagai contoh:
1. Jika tidak memberi jawaban, skor 0
2. Jika jawaban 1 skor 1
3. Jika jawaban 2 skor 2
4. Jika jawaban 3 skor 3
5. Jika jawaban 4 skor 4
6. Jika jawaban 5 skor 5
Untuk mengkategorikan, peneliti menggunakan 3 kategori,
yakni rendah, sedang, dan tinggi.
41
Adapun tes yang digunakan dalam membaca adalah hasil
belajar anak yang telah diberikan dalam jangka waktu tertentu
sebanyak 10x pertemuan sebagai instrument pengumpulan data
melalui tes lisan dan tertulis yang dituangkan dalam instrument 7 butir
soal sebagai berikut:
1. Melafalkan huruf vocal, a, i, u, e, o
2. Melafalkan huruf konsonan tertentu yaitu b, d, k, l, m, p, s, t
3. Menunjukkan huruf vocal, a, i, u, e, o
4. Menunjukkan huruf konsonan tertentu yaitu, b, d, k, l, m, p, s, t
5. Melafalkan dan menunjukkan kata, da-si, ki-ta, bu-ka, la-da, pe-ta,
so-to, bo-la, ma-ta, ku-da
6. Melafalkan suku kata, kata, dasi, kita, buka, lada, peta, soto, bola,
mata, kuda
7. Menuliskan/menebalkan huruf vocal dan konsonan tertentu, a, i, u,
e, o, b, d, k, l, m, p, s, t.
A. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan tujuan untuk untuk mengungkap
sejauh mana pengaruh metode multisensori dalam meningkatkan kemampuan
membaca permulaan pada subjek. Pengaruh penggunaan metode ini akan
ditunjukkan melalui seberapa signifikan peningkatan kemampuan membaca
42
permulaan yang ditunjukkan oleh kelompok yang diberi pengajaran membaca
menggunakan metode multisensori.
Pada penyaringan tahap pertama, subjek akan menempuh tes inteligensi
menggunakan Stanford – Binet Intelligence Scale ini dikembangkan oleh
Alfred Bine tahun 1857. Tes ini dimaksudkan untuk mengukur inteligensi
anak – anak.
Pada penyaringan tahap kedua, digunakan lembar soal berisi huruf a, b, d,
e, i, k, l, m, o, p, s, t, dan u. Chall(Ayriza, 2015:45) menyatakan huruf yang
harus dapat dilafalkan dengan benar untuk membaca permulaan. Lembar soal
berisi 13 huruf ini digunakan untuk mengetahui kemampuan mengenal huruf
pada subjek sebelum diberi perlakuan.
Saat pretest digunakan lembaran soal berisi 10 kata, yaitu “dasi”, “kita”,
“buka”, “lada”, “peta”, “soto”, “sapu”, “bola”, “mata”, dan “kuda”. Dalam
eksperimen, kata yang diberikan berbeda dari yang diujikan dalam pretest
maupun posttest, yaitu “desa”, “kota”, “baki”, “lidi”, “palu”, “sate”, “sapi”,
“bolu”, “mete”, dan “kado”. Perlakuan diberikan menggunakan media papan
tulis dan spidol, huruf timbul, dan tepung beralaskan kertas. Kata – kata
dalam pretestakan diujikankembali dalam posttest untuk melihat perubahan
skor membaca yang diperoleh.
B. Teknik Analisis Data
Setelah mendapatkan data yang cukup, langkah selanjutnya adalah
menganalisis data. Teknik analisis data yang digunakan untuk menganalisis
43
data yang diperoleh untuk ditarik kesimpulan. Metode analisis pada penelitian
ini menggunakan statistic deskriptif dan inferensial.
1. Statistic deskripsi adalah statistic yang digunakan untuk menganalisis
data dengan cara mendeskripsikan atau menggambarkan data yang
telah terkumpul sebagaimana adanya tanpa bermaksud membuat
kesimpulan yang berlaku umum atau generalisasi
2. Statistic inferensial adalah statistic yang dimaksudkan untuk menguji
hipotesis. Uji hipotesis adalah ujian nonparametric dengan
menggunakan uji Wilcoxon. Uji Wilcoxon digunakan untuk
menganalisis hasil-hasil pengamatan yang berpasangan dari dua data
apakah berbeda atau tidak.
Uji Wilcoxon dilakukan untuk menguji hipotesis, yaitu
mengetahui perbedaan pada dua sampel berpasangan (two paired
samples). Dalam hal ini adalah perbedaan kemampuan membaca
permulaan pada kelompok eksperimen sebelum dan sesudah diberi
perlakuan berupa metode multisensori. Langkah – langkah
pengujiannya adalah sebagai berikut.
1. Membuat tabel berisi data numerik berupa skor subjek di
kelompok eksperimen sebelum dan sesudah diberi perlakuan
2. Penghitungan, pemberian tanda (positif atau negatif), dan
pemberian ranking berdasarkan selisih skor.
3. Mencari z hitung dengan rumus:
44
Keterangan:
T = selisih terkecil (tanda diabaikan)
N = jumlah sampel setelah angka yang sama dihilangkan
4. Selanjutnya adalah mencari nilai z dalam table
5. Kriteria pengambilan keputusannya adalah:
a. Jika z hitung < z tabel, maka H0 diterima.
b. Jika z hitung > z tabel, maka H0 ditolak.
Langkah – langkah di atas merupakan penjelasan cara
penghitungan secara manual. Untuk lebih mendapatkan analisa
perhitungan yang tepat, akan digunakan pengujian menggunakan
program komputer Statistical Package for Social Science(SPSS)
12.0 For Windows.
45
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
Deskripsi data hasil penelitian dimaksudkan untuk memberikan gambaran
secara umum mengenai distribusi data. Analisis deskriptif terhadap hasil
penelitian yang dimaksud adalah rata-rata (mean), standar deviasi, skor
minimum, skor maksimum, distribusi frekuensi dan presentase.
Berdasarkan rumusan masalah pada penelitian ini, maka deskripsi data
yang akan dipaparkan adalah untuk menjawab permasalahan pada penelitian
yakni pengaruh metode multisensory dalam meningkatkan kemampuan
membaca permulaan pada anak di TK Aba Forsimat Teko Desa Bontokoraang
Kep. Selayar? Akan dijelaskan berdasarkan hasil analisis uji Wilcoxon dengan
subjek yang sama. Berdasarkan hasil analisis deskriptif maka deskripsi data
yang disajikan dalam bentuk tabel yang diperoleh dari hasil observasi
responden terhadap setiap nomor item dan skala yang diberikan.
1. Gambaran penggunaan metode multisensory
Penggunaan metode multisensory bertujuan untuk meningkatkan
kemampuan membaca permulaan anak usia dini di TK ABA Forsimat Teko
Kep. Selayar , terdiri dari:
46
46
(1) Gambaran penggunaan metode multisensory
Penggunaan metode multisensory bertujuan untuk meningkatkan
kemampuan membaca permulaan anak usia dini di TK ABA Forsimat
Teko Kep. Selayar terdiri dari empat tahapan, yaitu (1) tahap
persiapan, (2) tahap awal, (3) tahap inti, (4) tahap akhir. Dilaksanakan
selama 10 kali pertemuan, gambaran tahapan tersebut, selengkapnya
diuraikan sebagai berikut:
a. Tahap persiapan
Tahap persiapan dilaksanakan sebelum guru memulai
pembelajaran pada tahap ini, aktivitas guru antara lain:
1. Guru menentukan kegiatan yang dilakukan akan dilakukan
2. Guru menata lingkungan kelas yang mendukung kegiatan
belajar
3. Guru menyiapkan bahan ajar dan media yang diperlukan,
aktifvitas guru tersebut dilakukan setiap kali pertemuan.
b. Tahap awal
Tahap awal dilaksanakan pada saat pembelajaran, merupakan
tahap persiapan menuju pembelajaran dengan menggunakan metode
multisensory, aktivitas pada tahap ini antara lain:
1. Anak-anak berbaris dan masuk kelas dan duduk seperti
berbaris
47
2. Guru membimbing anak untuk berdoa dan membaca surat
pendek serta menyanyi
3. Guru memberikan informasi kepada anak tentang kegiatan
yang akan dilakukan
4. Guru memberikan memotivasi kepada anak untuk
mengikuti kegiatan. Aktivitas seperti ini berlangsung
secara terus menerus dan berulang pada pertemuan
berikutnya.
c. Tahap inti
Tahap inti dilaksanakan pada saat proses pembelajaran, pada
tahapan ini dilakukan penggunaan metode multisensory untuk
meningkatkan kemampuan dalam membaca permulaan, aktivitas yang
dilakukan mulai bervariasi hal tersebut dilakukan dengan melihat
aspek materi dan kondisi anak, aktivitas pada tahapan ini antara lain:
1. Guru memperkenalkan media yang akan digunakan dalam
belajar, yaitu kartu huruf, alat peralatan tulis
2. Guru memperlihatkan huruf dimulai huruf vocal pada
pertemuan pertama dan kedua, pertemuan ketiga sampai
ketujuh diperlihatkan huruf konsonan, sedangkan untuk
pertemuan kedelapan sampai kesepuluh diperlihatkan kartu
kata
48
3. Guru menunjuk dan menyebutkan huruf yang disesuaikan
dengan aktivitas pada setiap pertemuannya
4. Anak melakukan kegiatan merapa diatas tepung huruf yang
disesuaikan dengan aktivitas pada setiap pertemuannya
5. Anak menulis/menebalkan huruf
6. Anak membaca huruf yang telah dituliskan pada kegiatan
sebelumnya.
d. Tahap penutup
Tahapan ini merupakan rangkaian akhir kegiatan pembelajaran
yang telah dilaksanakan, aktivitas yang dilakukan pada tahapan ini
antara lain:
1. Guru duduk bersama anak untuk memberikan pijakan
pengalaman setelah kegiatan belajar
2. Guru memberikan kesempatan untuk anak mengulangi
pelajaran yang telah diajarkan
3. Guru mengulangi kembali menyebutkan huruf yang telah
dipelajari
4. Guru berbincang-bincang tentang kegiatan yang akan
dilaksanakan besok
5. Guru membimbing anak untuk berdoa
49
Adapun langkah yang akan digunakan pada kegiatan ini adalah
1. Pada pengenalan huruf vocal
2. Pengenalan huruf konsonan
3. Pengenalan kata
4. Pengenalan suku kata
5. Menulis/menebalklan huruf
Kegiatan yang dilakukan
a. Guru memperkenalkan huruf vocal dan konsonan melalui kata a, i, u,
e, o, b, d, k, l, m, p, s, t
b. Guru memperlihatkan huruf vocal dan konsonan timbul
c. Anak melakukan perabaan dengan huruf timbul
d. Anak melaukan perabaan diatas tepung terigu
e. Dilanjutkan dengan melakukan kegiatan pada lembar kerja
menebalkan huruf
f. Pada kegiatan melafalkan kata dan suku kata anak tidak lagi
menebalkan karena semua huruf pada suku kata sudah ada pada huruf
vocal dan konsonan yang dikerjakan pada lembar kerja anak
50
Adapun hasil dalam penggunaan multisensory adalah:
1. Tahap visual
Kegiatan yang dilakukan dalam pembelajaran membaca permulaan pada
tahap ini adalah anak melihat, mengenal bentuk-bentuk huruf, mulai dari
huruf a, i, u, e, o, b, d, k, l, m, p, s, t mengingat bentuk huruf yang
diperlihatkan ibu guru dan diperlukan kemampuan membedakan bentuk huruf
salah satu dan yang lainnya. Dan hasil yang diperoleh dalam tahap visual anak
telah dapat menunjukkan huruf karena anak melihat sendiri.
2. Tahap audio
Hasil yang diperoleh dalam tahap ini adalah kemampuan mengenal bunyi
huruf sesuai apa yang di dengar anak dapat mengikuti dan mengucapkannya.
Dapat membedakan huruf serta mengidentifikasikan, membedakan huruf dan
kata-kata yang dipelajari.
3. Tahap taktil/kinestetik
Hasil yang diperoleh mempercepat proses membaca dengan memberi
informasi tentang bentuk, ukuran. Perabaan ini diperjelas tekstur permukaan
suatu huruf dari suatu benda yang tidak jelas jika diamati secara visual dengan
melanjutkan menulis diatas tepung dan diwujudkan dalam bentuk menebalkan
huruf pada lembar kerja yang telah diberikan
51
(1) Gambaran kemampuan membaca permulaan
Kemampuan membaca permulaan terdiri dari:
1) Kemampuan anak dalam menyebutkan huruf vocal dan konsonan
2) Kemampuan anak dalam membaca suku kata
3) Kemampuan anak dalam menuliskan/menebalkan huruf.
Deskripsi kemampuan membaca permulaan ini, tergambar pada tabel berikut:
Tabel 4.1 Deskripsi kemampuan membaca permulaan anak usia dini di TK
Aba Forsimat Teko Kep. Selayar
Uraian
Nilai Statistik
Pre-test Posttest
K1 K2 K3 XI K1 K2 K3 X2
N 15 15 15 15 15 15 15 15
Mean 7.067 .000 2.667 9.7333 17.667 14.333 9.200 41.2000
Median 8.000 .000 2.000 10.0000 20.000 16.000 10.000 41.0000
Modus 8.00 .00 2.00 10.00 20.00 16.00 10.00 46.00
St. Dev 3.936 .000 1.447 4.97805 3.063 2.769 1.014 5.10182
Variance 15.495 .000 2.095 24.781 9.381 7.667 1.029 26.029
Skewnes .016 1.166 .529 -.686 -.842 -.929 -.200
Kurtosis .143 .647 19.00 -1.399 .049 -.349 18.00
Minumu .00 .00 1.00 1.00 12.00 8.00 7.00 30.00
Max 15.00 .00 6.00 20.00 20.00 18.00 10.00 48.00
52
Sun 106.0 .00 40.00 146.00 265.00 215.00 138.00 618.00
Keterangan:
K1 = Melafalkan huruf konsonan
K2 = Melafalkan suku kata
K3 = Menuliskan huruf
X1 = Rata-rata pre-test
X2 = Rata-rata Post-test
Tabel diatas menunjukkan bahwa data pretest yang diterima oleh
penelitian ini adalah nilai rata-rata (mean) 9,733, median 10,00, modus 10,
standar deviasi 4,978, varians skor 24,781, skor maksimum 20,00 dan skor
minimum 1. Sedangkan data posttest nilai rata-rata (mean) 41,20, median
41,00, modus 40,00, standar deviasi 5,101, varians skor 26,029, skor
maksimum 30,00. Untuk mendapatkan gambaran kemampuan membaca
permulaan, data hasil penelitian tersebut selanjutnya dikategorikan kedalam
tiga kategori, yaitu kategori rendah dengan interval skor 0-16, kategori sedang
dengan rentang skor 17-33, dan kategori tinggi 34-67, hasil tersebut tergambar
pada tabel berikut:
53
Tabel 4.2 Gambaran kemampuan membaca permulaan anak usia dini
Pre-test
Interval
skor
Kategori
Post-test
Frekuensi Presentase Frekuensi Persentase
13
2
0
86.7
13.3
0
0-16
17-33
34-67
Rendah
Sedang
Tinggi
0
1
14
0
6.7
93.3
15 100 Total 15 100
Tabel 4.2 memperlihatkan bahwa kemampuan anak dalam membaca
permulaan sebagaian besar berada pada kategori rendah yaitu 60%, sedangkan
yang berada pada kategori sedang 40%. Setelah perlakuan diberikan terjadi
peningkatan kategori yaitu 93,3% anak berada pada kategori tinggi dan hanya
6,7% anak berada pada kategori sedang.
Hasil tersebut menunjukkan bahwa terjadi peningkatan kemampuan anak
dalam membaca permulaan setelah dilakukan perlakuan metode multisensory
pada anak di TK Aba Forsimat Teko Kep. Selayar.
Untuk melihat gambaran kemampuan membaca permulaan anak didik tiap
aspek selengkapnya dapat dilihat pada uraian berikut:
a. Kemampuan anak dalam menyebutkan huruf vocal dan konsonan
54
Indicator terkait dengan kemampuan anak dalam menyebutkan huruf
vocal dan konsonan terdiri dari: (1) melafalkan huruf vocal, (2)
melafalkan huruf konsonan, (3) mengenal huruf vocal, dan (4) mengenal
huruf konsonan
Keempat indicator tersebut selanjutnya dikategori kedalam tiga
kategori yaitu kategori rendah dengan rentang skor 0-6, kategori sedang
dengan rentang skor 7-13 dan kategori tinggi dengan rentang skor 14 - 20.
Hasil tersebut tergambarkan pada tabel berikut :
Tabel 4.3 Gambaran kemampuan anak kategori melafalkan huruf vocal
Pre-test
Interval
skor
Kategori
Post-test
Frekuensi Presentase Frekuensi Persentase
3
4
8
20.0
26.7
53.3
0 - 6
7 - 3
14-20
Rendah
Sedang
Tinggi
0
1
14
0
6.7
93.3
15 100 Total 15 100
Tabel 4.3 memperlihatkan bahwa kemampuan anak dalam menyebutkan
huruf vocal dan konsonan pada observasi awal merata disemua kategori
yaitu 20% kategori rendah, 26,7% kategori sedang dan 53,3% kategori
tinggi, namun demikian setelah dilakukan perlakuan dengan metode
55
multisensory, kemampuan anak dalam menyebutkan huruf cenderung
berada pada kategori tinggi 93,3%, namun demikian terdapat 6,7% masih
berada pada kategori sedang.
Hasil tersebut menunjukkan bahwa terjadi peningkatan kemampuan
anak dalam menyebutkan huruf vocal dan konsonan setelah dilakukan
perlakuan metode multisensory pada anak di TK ABA Forsimat Teko
Kep. Selayar.
b. Kemampuan anak dalam melafalkan suku kata
Indicator terkait dengan kemampuan anak dalam melafalkan suku kata
terdiri dari: (1) melafalkan suku kata, (2) menunjukkan suku kata, (3)
menunjukkan kata-kata
Keempat indicator tersebut selanjutnya dikategori kedalam tiga
kategori yaitu kategori rendah dengan rentang skor 0-6, kategori sedang
dengan rentang skor 7-13 dan kategori tinggi dengan rentang skor 14 - 20.
Hasil tersebut tergambarkan pada tabel berikut :
56
Tabel 4.4 Gambaran kemampuan anak dalam melafalkan suku kata
Pre-test
Interval
skor
Kategori
Post-test
Frekuensi Presentase Frekuensi Persentase
15
0
0
100,0
0
0
0 - 6
7 - 3
14-20
Rendah
Sedang
Tinggi
0
6
9
0
40,0
60,0
15 100 Total 15 100
Tabel 4.4 memberi gambaran bahwa kemampuan anak dalam melafalkan
suku kata masih renrah pada awal dilaksanakan penelitian ini berdasarkan
hasil pretest dieroleh 100% anak memiliki kemampuan melafalkan suku
kata berada pada kategori rendah, namun demikian setelah dilakukan
perlakuan dengan menggunakan metode multisensory maka kemampuan
anak perlahan-lahan meningkat. Hal tersebut dibuktikan dari data posttest
kemampuan anak melafalkan suku kata menyebar pada rentang skor 7 –
13 kategori sedang sebanyak 40%, sedangkan sisanya 60% berada pada
rentang skor 14 – 20 kategori tinggi.
Hasil tersebut menunjukkan terjadi peningkatan kemampuan anak
dalam melafalkan suku kata setelah dilakukan perlakuan metode
multisensory pada anak di TK ABA Forsimat Teko Kep. Selayar.
57
Adapun langkah yang digunakan pada kegiatan ini adalah:
1. Pada pengenalan huruf vocal
2. Pengenalan huruf konsonan
3. Pengenalan kata dan suku kata
4. Menulis / menebalkan huruf
Kegiatan yang dilakukan
a. Guru memperkenalkan huruf vocal dan konsonan melalui kartu kata a, i, u, e,
o, b, d, k, l, m, p, s, t
b. Guru memperlihatkan huruf vocal dan konsonan dengan huruf timbul
c. Anak melalukan perabaan dengan huruf timbul
d. Anak melakukan perabaan diatas tepung terigu
e. Menulis / menebalkan huruf
Pada kegiatan melafalkan suku kata, anak tidak lagi menulis / menebalkan karena
semua huruf pada suku kata sudah ada pada huruf vocal dan konsonan yang
dikerjakan pada lembar kerja anak.
Adapun hasil dalam penggunaan multisensory adalah:
1) Tahap visual
Kegiatan yang dilakukan dalam pembelajaran membaca permulaan
pada tahap ini adalah anak melihat mengenal bentuk-bentuk huruf, mulai dari
58
huruf a, i, u, e, o, b, d, k, l, m, p, s, t mengingat huruf bentuk yang
diperlihatkan ibu guru dan diperlukan kemampuan membedakan bentuk
huruf satu dan yang lainnya. Dan hasil yang diperoleh dalam tahap visual
anak dapat telah menunjukkan huruf karena anak melihat sendiri.
2) Tahap audio
Hasil yang diperoleh dalam tahap ini adalah kemampuan mengenal
bunyi huruf sesuai apa yang didengar anak dapat mengikuti dan
mengucapkannya. Dapat membedakan huruf serta mengidentifikasikan,
membedakan hruf dan kata-kata yang dipelajari.
3) Tahap taktik / kinestetik
Hasil yang diperoleh mempercepat proses membaca dengan memberi
informasi tentang bentuk, ukuran. Peradaban ini memperjelas tekstur
permuaan suatu huruf dari suatu benda yang tidak jelas diamati secara visual
dengan melanjutkan menulis diatas tepung dan diwujudkan dalam bentuk
menebalkan huruf pada lembar kerja yang telah diberikan.
(1) Pengaruh metode multisensory dalam meningkatkan membaca permulaan
pada anak
Pengujian hipotesis dilakukan untuk menjawab rumusan masalah yaitu
pengaruh metode multisensory dalam meningkatkan kemampuan
membaca permulaan pada anak di TK Aba Forsimat Teko Desa
Bontokoraang Kep. Selayar. Uji Wilcoxon dilakukan untuk menguji skor
kemampuan membaca membaca permulaan pretest dan posttest. Hasil
59
analisis dengan menggunakan Statistical Package for Sosial Sciences
(SPSS) Version 22.0 adalah sebagai berikut:
Tabel 4.5 Uji Wilcoxon pada pemberian perlakuan
Perlakuan Jumlah Mean Standar Perbedaan z-hitung Asym.sig
Subjek deviasi rata-rata
Pre-test 15 9,733 1,285
31,467 -3.410a 0,001
Post-test 15 41,200 1,317
Hasil analisis skor membaca permulaan pada anak menunjukkan bahwa ada
peningkatan ada peningkatan kemampuan membaca permulaan yang signifikan pada
subjek yang mendapat perlakuan berupa metode multisensory. Ditunjukkan oleh nilai
Asymp. Sig, lebih kecil taraf nyata (0,001<α 0,05)
Hasil analisis pada kelompok perlakuan menyatakan bahwa hipotesis
diterima. Berarti ada perbedaan yang signifikan, rata-rata posttest lebih tinggi dari
pretest.
60
A. Pembahasan hasil penelitian
1. Gambaran metode multisensory
Pembelajaran metode multisensory pada kegiatan membaca permulaan
seperti hasil pengamatan yang dilakukan oleh peneliti, bahwa metode ini
dapat mempercepat proses membaca ini terlihat pada kegiatan yang
dilakukan pada awal mulai mendengarkan apa kata bu guru, menyebutkan
kembali apa yang didengar, menunjukkan hurufnya kemudian melakukan
perabaan dan menelusuri dengan jari dan menyalinnya.
Pemberian materi pada kegiatan memperkenalkan huruf dan tulisan
pada papan tulis anak memperhatikan, ibu guru kemudian menyebutkan
huruf a, i, u, e, o anak kemudian menyebutkan kembali dan secara
bergantian satu persatu huruf yang ada pada papan tulis, setelah itu ibu
guru menggunakan alat peraga kartu huruf dan kata, anak menyebutkan
dan mengambil kartu huruf sesuai yang disebutkan selanjutnya
pengenalan huruf timbul sebagai lanjutan dari kartu huruf yang telah
disebut anak.
Meraba dengan huruf timbul pada kegiatan pembelajaran ini anak
dibagi dalam tiga kelompok yang terdiri 5 anak setiap kelompok, kegiatan
selanjutnya anak melakukan perabaan diatas tepung terigu dan baki setiap
anak mendapatkan satu baki yang telah diisi dengan tepung hankue, anak
kemudian menulis diatas tepung terigu sesuai huruf yang telah diraba
yaitu huruf a, i, u, e, o anak yang telah menulis diatas baki yang telah
61
dibaki yang telah diberikan tepung terigu berpindah melakukan tugas
menebalkan huruf vocal pada lembar kerja yang telah diberikan.
Kegiatan pengenalan huruf vocal diberikan sampai dengan pertemuan
keenam pada kegiatan pengenalan suku kata, anak diperlihatkan kartu kata
kemudian anak menyebutkannya dalam pengenalan suku kata sebanyak
empat kali pertemuan. Pada kemampuan membaca permulaan ini, dimulai
guru memperdengarkan huruf dan memperlihatkannya.
Setelah itu anak menyebutkan kembali, menunjukkan huruf,
melakukan perabaan dengan menggunakan huruf timbul, meraba diatas
tepung terigu dilanjutkan menebalkan huruf pada lembar kerja yang
diberikan. Kegiatan membaca permulaan, dengan cepat anak biasa
mengenal huruf karena penggunaan ransangan alat indera selama proses
belajar mengajar.
Seperti apa yang di kemukakan oleh Montessori. “Pendidikan harus
disajikan dalam bentuk kondusif terhadap anak melalui penginderaan”. Ini
sesuai pembuktiannya tentang 30% akan diserap jika ia hanya
mengendalikan pendengaran, 70% materi akan diserap jika
mengendalikan pendengaran, penglihatan, perasa, penciuman, dan
sentuhan, 90% materi akan diserap jika setelah mengendalikan ke 5 alat
inderanya.
Pada kegiatan ini juga anak sangat menikmati dan senang dalam
belajar terlihat pada motivasi anak dalam melakukan setiap kegiatan
62
secara teratur mulai dengan mengenal hruuf sampai kegiatan menebalkan
huruf.
1. Deskripsi gambaran membaca permulaan anak
Hasil observasi anak usia 4 – 5 tahun terdiri dari 15 anak didik
menjadi sampel berada pada kategori rendah dan sedang.
Kemamampuan membaca permulaan di awal penelitan terlihat anak
belum mampu pada pengenalan huruf vocal maupun konsonan. Berdasarkan
hasil wawancara guru pamong, anak kurang dikarenakan pada sekolah ini
belum terlalu menbgajarkan membaca. Masa peka anak untuk belajar
membaca dan mengerti angka-angka adalah umur 4 – 5 tahun seperti yang
dikemukakan Doman, bahwa waktu yang baik untuk mengajar membaca kira-
kira bersamaan dengan waktu anak-anak mulai belajar berbicara.
Tes hasil kegiatan yang menonjol adalah K1, melafalkan huruf vocal
dan konsonan dan K2 menebalkan huruf vocal dan konsonan. Dalam
membaca, masih ditemui anak yang kurang dalam hal membaca awal, anak
kelihatan cenderung pendiam, pemalu dan banyak bercerita dengan temannya
dan tidak memperhatikan bu guru. Kekurangan juga didapatkan pada ibu guru
karena metode ini adalah hal yang baru sehingga dalam menerapkannya maih
perlu mempelajarinya lebih mendalam.
Pemberian ransangan dalam upaya meningkatkan kemampuan
membaca permulaan anak perlu diperhatikan dengan mengadakan pendekatan
kepada anak. Pada pengamatan, metode ini belum begitu dipahami. Kadang
63
harus bertindak untuk memberi contoh lagi karena penguasaan kelas yang
dimiliki anak terdapat kegiatan pembelajaran terlibat aktif dan senang dalam
kegiatan ini.
1. Deskripsi pengaruh kemampuan membaca permulaan anak
Berdasarkan temuan peneliti, terbukti dengan skor rata-rata
kemampuan membaca permulaan anak yang diperoleh menunjukkan
terjadinya peningkatan seperti yang telah diurai pada tabel diatas, hal ini
disebabkan oleh pengaruh dari metode multisensory yang diberikan kepada
anak melalui media kartu huruf dan kata, huruf timbul, tepung dan baki serta
lembar kerja ini diberikan secara bertahap dan secara bergantian.
Hasil yang diperoleh dari uji hipotesis menunjukkan bahwa ada
pengaruh dari metode multisensory dalam meningkatkan kemampuan
membaca permulaan pada anak di TK ABA Forsimat Teko Kep. Selayar.
Ditunjukkan dengan adanya peningkatan skor membaca permulaan yang
signifikan pada kelompok perlakuan antara sebelum dan sesudah diberi
perlakuan berupa metode multisensory. Analisis data menggunakan statistic
nonparametric Wilcoxon.
Hasilnya menunjukkan bahwa terdapat perbedaan rata-rata skor
membaca permulaan pada kelompok perlakuan sebelum dan sesudah diberi
perlakuan. Perbedaan rata-rata sebesar 31,467 menunjukkan terjadinya
peningkatan skor kemampuan membaca permulaan pada kelompok perlakuan.
Signifikan peningkatan yang terjadi ditunjukkan oleh nilai Asymp, Sig. Uji
64
beda, perbedaan antara pretest dan posttest. Skor pretest jauh lebih rendah dari
posttest dengan demikian perlakuan yang telah diberikan ada pengaruhnya,
(0,001≤α 0,05.
Hasil penelitian juga menunjukkanbahwa metode multisensory yang
diberikan dalam proses belajar membaca pengaruh yang signifikan. Selain itu,
skor yang sedang juga menunjukkan perbedaan kemampuan membaca
permulaan yang cukup nyata. Sebelum dan sesudah diberikan perlakuan anak
dengan menggunakan metode multisensory.
65
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Berdasarkan hasil analisis data dan ujis statistic pada pembahasan
yang telah diuraikan sebelumnya, maka dapat disimpulkan.
Gambaran pengaruh metode multisensory di TK ABA Forsmiat Teko
Kep. Selayar dengan melalui empat tahapan yaitu visual, audio, kinestetik,
dan taktil dapat mempercepat proses membaca permulaan.
Kemampuan membaca permulaan anak usia dini sebelum diberikan
metode multisensory berada pada kategori rendah dan setelah diberikan
metode multisensory berada pada kategori sedang.
Terdapat pengaruh metode multisensory dalam meningkatkan
kemampuan membaca permulaan anak di TK ABA Forsimat Teko Kep.
Selayar.
B. Saran
1. Hendaknya para pendidik taman kanak-kanak berupaya untuk membuat
berbagai bentuk pembelajaran untuk meningkatkan kemampuan membaca
permulaan dengan menggunakan metode multisensory.
2. Kepada pendidik agar senantiasa mencari informasi tentang
perkembangan terutama dalam kaitannya dengan metode pembelajaran
yang tepat bagi anak taman kanak-kanak
66
66
3. Kepada peneliti PAUD diharapkan dapat mengungkapkan cara-cara
pembelajaran yang kreatif dan inovatif sehingga anak-anak dapat merasa
nyaman dan menyenangkan dalam belajar.
67
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman, M. 2015. Pendidikan bagi Anak Berkesulitan Belajar.
Jakarta: Rineka Cipta.
Adiningsih, N.U. 2014. Pendidikan anak usia dini. Jakarta: Rineka Cipta.
Adriani, S. 2015. Perbedaan Efektifitas metode lembaga kata serta
metode Strukutal Analisis Sintesis (SAS) dalam meningkatkan
membaca permulaan (Semarang)
Ampuni. S. 2015. proses kognitif dalam pemahaman bacaan. Jakarta:
Rineka Cipta
Arsyad, A. 2015. Media pembelajaran. Jakarta: Raja Grafindo Persada
Ayriza. Y. 2015. Perbandingan efektifitas 3 metode membaca permulaan
dalam meningkatkan kesadaran fonologis anak pra sekolah
Beck john. 2014. Meningkatkan kecerdasan anak. Delepratasa
Publishing. Jakarta
Cahaya muslimah. 2009. Pendekatan pendidikan Multisensori
Doman. 2019. Mengolah kelas untuk guru. Indeks Jakarta
Dardjowidjojo. M. 2015. Metode pengajaran di taman kanak-kanak.
Jakarta: Rineka Cipta
Grainger. J. 2014. Problem perilaku, perhatian dan membaca pada anak.
Strategi intervensi berbasis sekolah (ahli bahasa enny irawati).
Jakarta: Grasido
Hainstock. E. 2014. Montessori untuk anak prasekolah. Jakarta: Pustaka
Deleprasta
Hurlock, E.B. 2014. Perkembangan anak. Jakarta: Erlangga
Megawangi. 2015. Strategi belajar mengajar. Jakarta: Rineke Cipta
Nurani Yuliani Sujiono. 2015. Konsep dasar pendidikan anak usia dini.
Indeks Jakarta.
Ross. 2014. Perkembangan dan pengembangan anak usia taman kanak-
kanak. Jakarta: Grasindo
68
Sugiyono. 2015. Memahami penelitian kualitatif dan kuantitatif.
Bandung: Alfabeta
Yusuf. M. 2014. Pendidikan bagi anak dengan problem belajar. Solo:
Tiga Serangkai Pustaka Mandiri.
Lampiran dokumentasi
Anak belajar pengenalan huruf
Ruang kelas Kelompok B
Kegiatan anak didik
Kartu huruf
Katu suku kata
Huruf timbul
Baki
Tampak depan sekolah
Lampiran Hasil olah data
Data pre-test
Resp 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Jumlah
1 1 0 1 0 0 0 0 0 1 1 4
2 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 1
3 1 1 1 1 0 0 0 0 1 1 6
4 2 1 2 1 0 0 0 0 1 1 8
5 2 2 3 2 0 0 0 0 1 1 11
6 3 3 2 2 0 0 0 0 1 1 12
7 4 3 4 4 0 0 0 0 3 2 20
8 2 2 2 2 0 0 0 0 2 1 11
9 2 2 2 2 0 0 0 0 1 0 9
10 2 2 2 2 0 0 0 0 2 2 12
11 3 3 3 3 0 0 0 0 3 3 18
12 2 2 2 2 0 0 0 0 1 1 10
13 2 2 2 2 0 0 0 0 1 1 10
14 2 1 2 1 0 0 0 0 2 2 10
15 1 0 1 0 0 0 0 0 1 1 4
Data Posttest
Resp 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Jumlah
1 3 3 3 3 4 4 4 4 4 5 37
2 5 5 5 5 3 3 3 3 4 4 40
3 5 5 5 5 4 4 4 4 4 4 44
4 4 2 4 4 3 3 3 3 5 5 36
5 5 5 5 5 4 4 4 4 4 4 44
6 5 5 5 5 5 4 4 4 4 5 46
7 5 5 5 5 4 4 4 4 5 5 46
8 4 4 4 4 3 3 3 3 5 5 38
9 4 4 4 4 2 2 2 2 4 3 30
10 5 5 5 5 3 3 3 3 5 4 41
11 5 5 5 5 5 5 4 4 5 5 48
12 5 5 5 5 4 4 4 4 5 5 46
13 5 5 5 5 4 4 4 4 5 5 46
14 4 3 4 3 4 4 4 4 5 5 40
15 4 3 4 3 3 3 3 3 5 5 36
ANALISIS DATA HASIL PENELITIAN
Analisis Deskriptif
Frequencies (Pre-test)
Statistik
Melafalkan symbol-
simbol huruf vocal
Melafalkan simbol-
simbol huruf konsonan
Menuliskan huruf
N Valid
Missing
15
0
15
0
15
0
Mean 7.0667 .0000 2.6667
Std. Error of Mean 1.01637 .00000 .37374
Median 8.0000 .0000 2.0000
Mode 8.00 .00 2.00
Std. Deviation 3.93640 .00000 1.44749
Varience 15.495 .000 2.095
Skewness .016 1.166
Std. Error of Skewness .580 .580 .580
Kurtosis .143 .647
Std. Error of Kurtosis 1.121 1.121 1.121
Range 15.00 .00 5.00
Minimum .00 .00 1.00
Maximum 15.00 .00 6.00
Sun 106.00 .00 40.00
Percentiles 20
50
75
4.0000
8.0000
9.0000
.0000
.0000
.0000
2.0000
2.0000
4.0000
Statistic
Melafalkan symbol-
simbol huruf vocal
Melafalkan simbol-
simbol huruf konsonan
Menuliskan huruf
N Valid
Missing
15
0
15
0
15
0
Mean 17.6667 14.3333 2.6667
Std. Error of Mean .79082 .71492 .37374
Median 20.0000 16.0000 2.0000
Mode 20.00 16.00 2.00
Std. Deviation 3.06283 2.76887 1.44749
Varience 9.381 7.667 2.095
Skewness -.686 -.824 1.166
Std. Error of Skewness .580 .580 .580
Kurtosis -1.399 .049 .647
Std. Error of Kurtosis 1.121 1.121 1.121
Range 8.00 10.00 5.00
Minimum 12.00 8.00 1.00
Maximum 20.00 18.00 6.00
Sun 265.00 215.00 40.00
Percentiles 20
50
75
14.0000
20.0000
20.0000
12.0000
16.0000
16.0000
2.0000
2.0000
4.0000
ANALISIS INFERENSIAL
UJI WILCOXON
NPar Test
Wilcoxon Signed Ranks Test
Ranks
N Mean Rank Sum of Rank
Pre–test – Post-test Negative Ranks
Positive Ranks
Ties
Total
0a
15b
0c
15
.00
8.00
.00
120.00
Test statistic
Pre-test – post-test
Z
Asymp. Sig. (2- failed)
-3.410a
.001
Lampiran grafik pretest
Pretest kelompok A
10.00 20.00 40.00 67.00
Lampiran grafik posttest
Mean = 41.20
Std. Dev. = 5.101
N = 15
Posttest Kelompok A
16.00 20.00 25.00 30.00 40.00 50.00 67.00
RENCANA PELAKSANA PEMBELAJARAN HARIAN
SEMESTER / MINGGU :
TEMA / SUB TEMA :
KELOMPOK :
HARI :
Indicator Kegiatan Pembelajaran Sumber / alat
pembelajaran
Alat Ket
- Menaati aturan /
tata tertib
- Memberi salam
- Berdoa sebelum
dan sesudah
kegiatan
- Menyebutkan
huruf vocal dan
konsonan yang
dikenal di
lingkungan
sekitar
- Mengurus diri
sendiri tanpa
bantuan
- Berdoa sebelum
dan sesudah
kegiatan
- Mau bermain
dengan
temannya
� Kegiatan awal
- Berbaris
- Salam
- Doa
� Kegiatan inti
- Mendengarkan
huruf vocal dari
guru a. i
- Anak mengulangi
melafalkan
- Anak menunjukkan
kartu kata a, i dan
melafalkannya
- Anak melakukan
perabaan huruf
timbul a, i
- Anak melalukan
menulis diatas
tepung
- Anak melakukan
menulis /
menebalkan huruf
a, i
� Istrahat
- Berdoa
- Bermain
� Kegiatan Akhir
- Tanya jawab
tentang kegiatan
satu harian
- Berdoa untuk
pulang
- salam
Anak, guru
Anak, kartu huruf,
huruf timbul, baki,
tepung terigu,
lembar kerja
Observasi
Mengetahui
Kepala TK ABA Forsimat Peneliti
Suriani S.Pd Ayu Wandira Burhanuddin
RENCANA PELAKSANA PEMBELAJARAN HARIAN
SEMESTER / MINGGU :
TEMA / SUB TEMA :
KELOMPOK :
HARI :
Indicator Kegiatan Pembelajaran Sumber / alat
pembelajaran
Alat Ket
- Sabar menunggu
giliran
- Berdoa sebelum
dan sesudah
kegiatan
- Menyanyikan
lagu anak-anak
- Menyebutkan
huruf vocal dan
konsonan yang
dikenal di
lingkungan
sekitar
- Mengurus diri
sendiri tanpa
bantuan
- Berdoa sebelum
dan sesudah
kegiatan
- Mau bermain
dengan
temannya
� Kegiatan awal
- Berbaris
- Salam
- Doa
� Kegiatan inti
- Mendengarkan
huruf vocal dari
guru u, e, o
- Anak mengulangi
melafalkan
- Anak menunjukkan
kartu kata a, i dan
melafalkannya
- Anak melakukan
perabaan huruf
timbul u, e, o
- Anak melalukan
menulis diatas
tepung
- Anak melakukan
menulis /
menebalkan huruf
u, e, o
� Istrahat
- Berdoa
- Bermain
� Kegiatan Akhir
- Tanya jawab
tentang kegiatan
satu harian
- Berdoa untuk
pulang
- salam
Anak, guru
Anak, kartu huruf,
huruf timbul, baki,
tepung terigu,
lembar kerja
- air, lap
tangan
- bekal anak
Observasi
Observasi
RENCANA PELAKSANA PEMBELAJARAN HARIAN
SEMESTER / MINGGU :
TEMA / SUB TEMA :
KELOMPOK :
HARI :
Indicator Kegiatan Pembelajaran Sumber / alat
pembelajaran
Alat Ket
- Menaati aturan /
tata tertib
- Memberi salam
- Berdoa sebelum
dan sesudah
kegiatan
- Menyebutkan
huruf vocal dan
konsonan yang
dikenal di
lingkungan
sekitar
- Mengurus diri
sendiri tanpa
bantuan
- Berdoa sebelum
dan sesudah
kegiatan
- Mau bermain
dengan
temannya
� Kegiatan awal
- Berbaris
- Salam
- Doa
� Kegiatan inti
- Mendengarkan
huruf konsonan
dari guru b, d
- Anak mengulangi
melafalkan
- Anak menunjukkan
kartu kata b, d dan
melafalkannya
- Anak melakukan
perabaan huruf
timbul b, d
- Anak melalukan
menulis diatas
tepung
- Anak melakukan
menulis /
menebalkan huruf
b, d
� Istrahat
- Berdoa
- Bermain
� Kegiatan Akhir
- Tanya jawab
tentang kegiatan
satu harian
- Berdoa untuk
pulang
- salam
Anak, guru
Anak, kartu huruf,
huruf timbul, baki,
tepung terigu,
lembar kerja
- air, lap
tangan
- bekal anak
Observasi
Observasi
RENCANA PELAKSANA PEMBELAJARAN HARIAN
SEMESTER / MINGGU :
TEMA / SUB TEMA :
KELOMPOK :
HARI :
Indicator Kegiatan Pembelajaran Sumber / alat
pembelajaran
Alat Ket
- Menaati aturan /
tata tertib
- Memberi salam
- Berdoa sebelum
dan sesudah
kegiatan
- Menyebutkan
huruf vocal dan
konsonan yang
dikenal di
lingkungan
sekitar
- Mengurus diri
sendiri tanpa
bantuan
- Berdoa sebelum
dan sesudah
kegiatan
- Mau bermain
dengan
temannya
� Kegiatan awal
- Berbaris
- Salam
- Doa
- Senam ceria
� Kegiatan inti
- Mendengarkan
huruf vocal dari
guru k, l
- Anak mengulangi
melafalkan
- Anak menunjukkan
kartu kata k, l dan
melafalkannya
- Anak melakukan
perabaan huruf
timbul k, l
- Anak melalukan
menulis diatas
tepung
- Anak melakukan
menulis /
menebalkan huruf
k, l
� Istrahat
- Berdoa
- Bermain
� Kegiatan Akhir
- Tanya jawab
tentang kegiatan
satu harian
- Berdoa untuk
pulang
- salam
Anak, guru
Anak, kartu huruf,
huruf timbul, baki,
tepung terigu,
lembar kerja
Observasi
RENCANA PELAKSANA PEMBELAJARAN HARIAN
SEMESTER / MINGGU :
TEMA / SUB TEMA :
KELOMPOK :
HARI :
Indikator Kegiatan Pembelajaran Sumber / alat
pembelajaran
Alat Ket
- Menaati aturan /
tata tertib
- Memberi salam
- Berdoa sebelum
dan sesudah
kegiatan
- Menyebutkan
huruf vocal dan
konsonan yang
dikenal di
lingkungan
sekitar
- Mengurus diri
sendiri tanpa
bantuan
- Berdoa sebelum
dan sesudah
kegiatan
- Mau bermain
dengan
temannya
� Kegiatan awal
- Berbaris
- Salam
- Doa
� Kegiatan inti
- Mendengarkan
huruf konsonan
dari guru m, p
- Anak mengulangi
melafalkan
- Anak menunjukkan
kartu kata m, p
dan melafalkannya
- Anak melakukan
perabaan huruf
timbul m, p
- Anak melalukan
menulis diatas
tepung
- Anak melakukan
menulis /
menebalkan huruf
m, p
� Istrahat
- Berdoa
- Bermain
� Kegiatan Akhir
- Tanya jawab
tentang kegiatan
satu harian
- Berdoa untuk
pulang
- salam
Anak, guru
Anak, kartu huruf,
huruf timbul, baki,
tepung terigu,
lembar kerja
Observasi
RENCANA PELAKSANA PEMBELAJARAN HARIAN
SEMESTER / MINGGU :
TEMA / SUB TEMA :
KELOMPOK :
HARI :
Indicator Kegiatan Pembelajaran Sumber / alat
pembelajaran
Alat Ket
- Menaati aturan /
tata tertib
- Memberi salam
- Berdoa sebelum
dan sesudah
kegiatan
- Menyebutkan
huruf vocal dan
konsonan yang
dikenal di
lingkungan
sekitar
- Mengurus diri
sendiri tanpa
bantuan
- Berdoa sebelum
dan sesudah
kegiatan
- Mau bermain
dengan
temannya
� Kegiatan awal
- Berbaris
- Salam
- Doa
� Kegiatan inti
- Mendengarkan
huruf konsonan
dari guru s, t
- Anak mengulangi
melafalkan
- Anak menunjukkan
kartu kata s, t dan
melafalkannya
- Anak melakukan
perabaan huruf
timbul s, t
- Anak melalukan
menulis diatas
tepung
- Anak melakukan
menulis /
menebalkan huruf
s, t
� Istrahat
- Berdoa
- Bermain
� Kegiatan Akhir
- Tanya jawab
tentang kegiatan
satu harian
- Berdoa untuk
pulang
- salam
Anak, guru
Anak, kartu huruf,
huruf timbul, baki,
tepung terigu,
lembar kerja
Observasi
RENCANA PELAKSANA PEMBELAJARAN HARIAN
SEMESTER / MINGGU :
TEMA / SUB TEMA :
KELOMPOK :
HARI :
Indicator Kegiatan Pembelajaran Sumber / alat
pembelajaran
Alat Ket
- Menaati aturan /
tata tertib
- Memberi salam
- Berdoa sebelum
dan sesudah
kegiatan
- Menyebutkan
huruf vocal dan
konsonan yang
dikenal di
lingkungan
sekitar
- Membaca kata
- Mengurus diri
sendiri tanpa
bantuan
- Berdoa sebelum
dan sesudah
kegiatan
- Mau bermain
dengan
temannya
� Kegiatan awal
- Berbaris
- Salam
- Doa
� Kegiatan inti
- Guru melafalkan
kata, da-si, sa-pu
anak
mendengarkan
- Anak mengulangi
melafalkan kata
da-si, sa-pu
- Anak menunjukkan
kartu kata da-si,
sa-pu dan
melafalkannya
- Anak melakukan
menulis diatas
tepung
� Istrahat
- Berdoa
- Bermain
� Kegiatan Akhir
- Tanya jawab
tentang kegiatan
satu harian
- Berdoa untuk
pulang
- salam
Anak, guru
Anak, kartu huruf,
huruf timbul, baki,
tepung terigu,
lembar kerja
- air, lap
tangan
- bekal anak
Observasi
Observasi
RENCANA PELAKSANA PEMBELAJARAN HARIAN
SEMESTER / MINGGU :
TEMA / SUB TEMA :
KELOMPOK :
HARI :
Indicator Kegiatan Pembelajaran Sumber / alat
pembelajaran
Alat Ket
- Menaati aturan /
tata tertib
- Memberi salam
- Berdoa sebelum
dan sesudah
kegiatan
- menge
- Menyebutkan
huruf vocal dan
konsonan yang
dikenal di
lingkungan
sekitar
- Membaca kata
- Mengurus diri
sendiri tanpa
bantuan
- Berdoa sebelum
dan sesudah
kegiatan
- Mau bermain
dengan
temannya
� Kegiatan awal
- Berbaris
- Salam
- Doa
� Kegiatan inti
- Guru melafalkan
kata, da-si, sa-pu
anak
mendengarkan
- Anak mengulangi
melafalkan kata
da-si, sa-pu
- Anak menunjukkan
kartu kata da-si,
sa-pu dan
melafalkannya
- Anak melakukan
menulis diatas
tepung
� Istrahat
- Berdoa
- Bermain
� Kegiatan Akhir
- Tanya jawab
tentang kegiatan
satu harian
- Mengulangi kata
da-si, sa-pu
- Berdoa untuk
pulang
- salam
Anak, guru
Anak, kartu huruf,
huruf timbul, baki,
tepung terigu,
lembar kerja
- air, lap
tangan
- bekal anak
Observasi
Observasi
RENCANA PELAKSANA PEMBELAJARAN HARIAN
SEMESTER / MINGGU :
TEMA / SUB TEMA :
KELOMPOK :
HARI :
Indicator Kegiatan Pembelajaran Sumber / alat
pembelajaran
Alat Ket
- Menaati aturan /
tata tertib
- Memberi salam
- Berdoa sebelum
dan sesudah
kegiatan
- menge
- Menyebutkan
huruf vocal dan
konsonan yang
dikenal di
lingkungan
sekitar
- Membaca kata
- Mengurus diri
sendiri tanpa
bantuan
- Berdoa sebelum
dan sesudah
kegiatan
- Mau bermain
dengan
temannya
� Kegiatan awal
- Berbaris
- Salam
- Doa
� Kegiatan inti
- Guru melafalkan
kata, ki-ta, bu-ka
anak
mendengarkan
- Anak mengulangi
melafalkan kata ki-
ta, bu-ka
- Anak menunjukkan
kartu kata ki-ta,
bu-ka dan
melafalkannya
- Anak melakukan
menulis diatas
tepung
� Istrahat
- Berdoa
- Bermain
� Kegiatan Akhir
- Tanya jawab
tentang kegiatan
satu harian
- Mengulangi kata
ki-ta, bu-ka
- Berdoa untuk
pulang
- salam
Anak, guru
Anak, kartu huruf,
huruf timbul, baki,
tepung terigu,
lembar kerja
- air, lap
tangan
- bekal anak
Observasi
Observasi
RENCANA PELAKSANA PEMBELAJARAN HARIAN
SEMESTER / MINGGU :
TEMA / SUB TEMA :
KELOMPOK :
HARI :
Indicator Kegiatan Pembelajaran Sumber / alat
pembelajaran
Alat Ket
- Menaati aturan /
tata tertib
- Memberi salam
- Berdoa sebelum
dan sesudah
kegiatan
- menge
- Menyebutkan
huruf vocal dan
konsonan yang
dikenal di
lingkungan
sekitar
- Membaca kata
- Mengurus diri
sendiri tanpa
bantuan
- Berdoa sebelum
dan sesudah
kegiatan
- Mau bermain
dengan
temannya
� Kegiatan awal
- Berbaris
- Salam
- Doa
� Kegiatan inti
- Guru melafalkan
kata, la-da, pe-ta
anak
mendengarkan
- Anak mengulangi
melafalkan kata la-
da, pe-ta
- Anak menunjukkan
kartu kata la-da,
pe-ta dan
melafalkannya
- Anak melakukan
menulis diatas
tepung
� Istrahat
- Berdoa
- Bermain
� Kegiatan Akhir
- Tanya jawab
tentang kegiatan
satu harian
- Mengulangi kata
la-da, pe-ta
- Berdoa untuk
pulang
- salam
Anak, guru
Anak, kartu huruf,
huruf timbul, baki,
tepung terigu,
lembar kerja
- air, lap
tangan
- bekal anak
Observasi
Observasi
RENCANA PELAKSANA PEMBELAJARAN HARIAN
SEMESTER / MINGGU :
TEMA / SUB TEMA :
KELOMPOK :
HARI :
Indicator Kegiatan Pembelajaran Sumber / alat
pembelajaran
Alat Ket
- Menaati aturan /
tata tertib
- Memberi salam
- Berdoa sebelum
dan sesudah
kegiatan
- menge
- Menyebutkan
huruf vocal dan
konsonan yang
dikenal di
lingkungan
sekitar
- Membaca kata
- Mengurus diri
sendiri tanpa
bantuan
- Berdoa sebelum
dan sesudah
kegiatan
- Mau bermain
dengan
temannya
� Kegiatan awal
- Berbaris
- Salam
- Doa
� Kegiatan inti
- Guru melafalkan
kata, bo-la, ma-ta,
ku-da anak
mendengarkan
- Anak mengulangi
melafalkan kata
bo-la, ma-ta, ku-da
- Anak menunjukkan
kartu kata bo-la,
ma-ta, ku-da dan
melafalkannya
- Anak melakukan
menulis diatas
tepung
� Istrahat
- Berdoa
- Bermain
� Kegiatan Akhir
- Tanya jawab
tentang kegiatan
satu harian
- Mengulangi kata
bo-la, ma-ta, ku-da
- Berdoa untuk
pulang
- salam
Anak, guru
Anak, kartu huruf,
huruf timbul, baki,
tepung terigu,
lembar kerja
- air, lap
tangan
- bekal anak
Observasi
Observasi