Skripsi pembelajaran Inquiry biologi
-
Upload
arif-mutawalli -
Category
Documents
-
view
7.337 -
download
7
Transcript of Skripsi pembelajaran Inquiry biologi
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kegiatan belajar mengajar merupakan suatu sistem yang saling
berkaitan. Sistem tersebut terdiri dari komponen-komponen antara lain : guru,
siswa dan fasilitas belajar. Tanpa adanya komponen-komponen tersebut,
proses belajar mengajar tidak akan berjalan dengan baik. Guru sebagai tenaga
pengajar, berusaha untuk menyampaikan ilmu pengetahuan agar mudah
diterima oleh siswa. Untuk itu guru memerlukan media sebagai sarana untuk
meningkatkan prestasi belajar siswa. Keberhasilan seorang guru dapat diukur
melalui nilai prestasi siswa yang semakin meningkat setelah proses
pembelajaran.
Rendahnya prestasi belajar siswa dipengaruhi oleh beberapa faktor.
Salah satu faktor tersebut adalah cara mengajar guru dengan hanya
menggunakan metode ceramah. Metode ceramah yang digunakan secara terus
menerus tanpa menggunakan alat bantu mengajar seperti media pengajaran
akan mengakibatkan siswa merasa bosan pada mata pelajaran yang
bersangkutan. Hal itu dikarenakan kemampuan siswa dalam menerima materi
pelajaran yang tidak sama dalam satu kelas. Informasi akan menarik jika guru
menggunakan metode ceramah disertai dengan penggunaan media pengajaran.
Berdasarkan informasi dari guru kelas IV SDN Langkap Kecamatan
Besuki Kabupaten Situbondo, bahwa kemampuan siswa dalam topik bangun
ruang pada Kompetensi Dasar 8.2 Menentukan Jaring-jaring balok dan kubus
2
masih rendah sehingga terjadi kesalahan-kesalahan dalam mengerjakan soal-
soal. Kesalahan yang dilakukan siswa dalam menjawab soal merupakan
indikator kesulitan siswa, kemungkinan juga dari model atau metode
pembelajaran yang digunakan guru kurang sesuai dengan tingkat berpikir
siswa.
Hasil observasi yang dilakukan pada guru kelas IV SDN Langkap,
bahwa guru dalam menyajikan materi, guru masih menggunakan metode
ceramah dan guru memegang kendali penuh, kurang adanya komunikasi
antara guru dengan siswa sehingga siswa cenderung pasif. Untuk itu dalam
penelitian ini digunakan media bongkar pasang kardus yang mana siswa dapat
melihat obyek dari materi yang dipelajari sehingga tidak hanya sekedar
membayangkan.
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka peneliti mencoba
mengangkat penelitian yang difokuskan pada media pengajaran dengan
bongkar pasang kardus pada mata pelajaran matematika kelas IV semester
genap tahun pelajaran 2010-2011 dalam upaya meningkatkan konsep jaring-
jaring balok dan kubus.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah dimuka, maka
penelitian ini berusaha untuk memecahkan permasalahan berikut: Apakah
dengan penggunaan media bongkar pasang kardus dapat meningkatkan
prestasi belajar siswa materi jaring-jaring balok dan kubus pada mata
pelajaran matematika kelas IV semester genap tahun pelajaran 2010-2011?.
3
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Adapun yang menjadi tujuan penelitian umum dalam penelitian ini
adalah:
a. Melaksanakan Tri Dharma Perguruan Tinggi.
b. Mengamalkan ilmu yang telah diperoleh selama perkuliahan.
c. Mengembangkan pendidikan dan lain-lain.
2. Tujuan Khusus
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui ada tidaknya peningkatkan prestasi belajar siswa
dengan penggunaan media pengajaran bongkar pasang kardus pada
proses pembelajaran matematika kompetensi dasar menentukan jaring-
jaring balok dan kubus pada kelas IV semester genap tahun pembelajaran
2010-2011 di SDN Langkap Besuki.
D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian tindakan kelas ini
adalah :
1. Bagi peneliti
a. Menambah wawasan ilmu pengetahuan khususnya masalah
pendidikan.
b. Menerapkan ilmu pengetahuan yang telah diperoleh selama
dibangku kuliah.
4
2. Bagi Guru
a. Guru dapat memperbaiki cara mengajar dengan memanfaatkan
media pengajaran sederhana berupa bongkar pasang kardus.
b. Sarana belajar guru untuk memahami tindakan pembelajaran yang
paling tepat untuk diterapkan dikelasnya.
c. Merangsang motivasi guru untuk lebih menekankan keberhasilan
proses pembelajaran dari pada hanya sekedar nilai akhir belajar
siswa tanpa disertai pencapaian kompetensi dasar yang seharusnya
dikuasai.
3. Bagi Siswa
a. Siswa lebih tertarik pada materi pelajaran yang disampaikan guru.
b. Langkah-langkah pembelajaran yang diterapkan dapat mendorong
penguasaan kompetensi belajar siswa meningkat.
c. Prosentase keberhasilan belajar siswa meningkat.
4. Bagi Institusi
a. Program peningkatan kualitas kinerja guru.
b. Program meningkatkan mutu pendidikan yang selaras dengan visi
dan misi sekolah.
5. Bagi Pendidikan secara umum
a. Hasil dari penelitian dapat dijadikan acuan dalam memecahkan
problema pendidikan.
5
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. PRESTASI BELAJAR
1. Pengertian Prestasi
Muray dalam Beck (1990:290) mendefinisikan prestasi sebagai
berikut:
“To overcome obstacle, to exercise power, to strive to do something
difficult as well and as quickly as possible”
“Kebutuhan untuk prestasi adalah mengatasi hambatan, melatih kekuatan,
berusaha melakukan sesuatu yang sulit dengan baik dan secepat mungkin”.
Prestasi adalah hasil yang telah dicapai seseorang dalam
melakukan kegiatan. Gagne (1985:40) menyatakan bahwa prestasi belajar
dibedakan menjadi lima aspek, yaitu: kemampuan intelektual, strategi
kognitif, informasi verbal, sikap dan keterampilan. Menurut Bloom dalam
Suharsimi Arikunto (1990:110) bahwa hasil belajar dibedakan menjadi
tiga aspek yaitu kognitif, afektif dan psikomotorik.
Prestasi merupakan kecakapan atau hasil kongkrit yang dapat
dicapai pada saat atau periode tertentu. Berdasarkan pendapat tersebut,
prestasi dalam penelitian ini adalah hasil yang telah dicapai siswa dalam
proses pembelajaran.
2. Pengertian Belajar
Untuk memahami tentang pengertian belajar di sini akan diawali
dengan mengemukakan beberapa definisi tentang belajar. Ada beberapa
6
pendapat para ahli tentang definisi tentang belajar. Cronbach, Harold
Spears dan Geoch dalam Sardiman A.M (2005:20) sebagai berikut :
a. Cronbach memberikan definisi:
“Learning is shown by a change in behavior as a result of
experience”.
“Belajar adalah memperlihatkan perubahan dalam perilaku sebagai
hasil dari pengalaman”.
b. Harold Spears memberikan batasan:
“Learning is to observe, to read, to initiate, to try something
themselves, to listen, to follow direction”.
“Belajar adalah mengamati, membaca, berinisiasi, mencoba sesuatu
sendiri, mendengarkan, mengikuti petunjuk/arahan”.
c. Geoch, mengatakan:
“Learning is a change in performance as a result of practice”.
“Belajar adalah perubahan dalam penampilan sebagai hasil praktek”.
Dari ketiga definisi diatas dapat disimpulkan bahwa belajar itu
senantiasa merupakan perubahan tingkah laku atau penampilan, dengan
serangkaian kegiatan misalnya dengan membaca, mengamati,
mendengarkan, meniru dan lain sebagainya. Juga belajar itu akan lebih
baik kalau si subyek belajar itu mengalami atau melakukannya, jadi tidak
bersifat verbalistik. Belajar sebagai kegiatan individu sebenarnya
merupakan rangsangan-rangsangan individu yang dikirim kepadanya oleh
lingkungan. Dengan demikian terjadinya kegiatan belajar yang dilakukan
7
oleh seorang idnividu dapat dijelaskan dengan rumus antara individu dan
lingkungan.
Fontana seperti yang dikutip oleh Udin S. Winataputra (1995:2)
dikemukakan bahwa learning (belajar) mengandung pengertian proses
perubahan yang relative tetap dalam perilaku individu sebagai hasil dari
pengalaman. Pengertian belajar juga dikemukakan oleh Slameto (2003:2)
yakni belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk
memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan,
sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan
lingkungannya.
Selaras dengan pendapat-pendapat di atas, Thursan Hakim
(2000:1) mengemukakan bahwa belajar adalah suatu proses perubahan di
dalam kepribadian manusia, dan perubahan tersebut ditampakkan dalam
bentuk peningkatan kualitas dan kuantitas tingkah laku seperti peningkatan
kecakapan, pengetahuan, sikap, kebiasaan, pemahaman, keterampilan,
daya pikir, dll. Hal ini berarti bahwa peningkatan kualitas dan kuantitas
tingkah laku seseorang diperlihatkan dalam bentuk bertambahnya kualitas
dan kuantitas kemampuan seseorang dalam berbagai bidang. Dalam proses
belajar, apabila seseorang tidak mendapatkan suatu peningkatan kualitas
dan kuantitas kemampuan, maka orang tersebut sebenarnya belum
mengalami proses belajar atau dengan kata lain ia mengalami kegagalan
di dalam proses belajar.
8
Belajar yang efektif dapat membantu siswa untuk meningkatkan
kemampuan yang diharapkan sesuai dengan tujuan instruksional yang
ingin dicapai. Untuk meningkatkan prestasi belajar yang baik perlu
diperhatikan kondisi internal dan eksternal. Kondisi internal adalah
kondisi atau situasi yang ada dalam diri siswa, seperti kesehatan,
keterampilan, kemapuan dan sebaginya. Kondisi eksternal adalah kondisi
yang ada di luar diri pribadi manusia, misalnya ruang belajar yang bersih,
sarana dan prasaran belajar yang memadai.
3. Pengertian Prestasi Belajar
Kemampuan intelektual siswa sangat menentukan keberhasilan
siswa dalam memperoleh prestasi. Untuk mengetahui berhasil tidaknya
seseorang dalam belajar maka perlu dilakukan suatu evaluasi, tujuannya
untuk mengetahui prestasi yang diperoleh siswa setelah proses belajar
mengajar berlangsung.
Adapaun prestasi dapat diartikan hasil diperoleh karena adanya
aktivitas belajar yang telah dilakukan. Namun banyak orang beranggapan
bahwa yang dimaksud dengan belajar adalah mencari ilmu dan menuntut
ilmu. Ada lagi yang lebih khusus mengartikan bahwa belajar adalah
menyerap pengetahuan. Belajar adalah perubahan yang terjadi dalam
tingkah laku manusia. Proses tersebut tidak akan terjadi apabila tidak ada
suatu yang mendorong pribadi yang bersangkutan.
Prestasi belajar merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dari
kegiatan belajar, karena kegiatan belajar merupakan proses, sedangkan
9
prestasi merupakan hasil dari proses belajar. Memahami pengertian
prestasi belajar secara garis besar harus bertitik tolak kepada pengertian
belajar itu sendiri. Untuk itu para ahli mengemukakan pendapatnya yang
berbeda-beda sesuai dengan pandangan yang mereka anut. Namun dari
pendapat yang berbeda itu dapat kita temukan satu titik persamaan.
Sehubungan dengan prestasi belajar, Poerwanto (1986:28) memberikan
pengertian prestasi belajar yaitu “hasil yang dicapai oleh seseorang dalam
usaha belajar sebagaimana yang dinyatakan dalam raport.”
Winkel (1996:226) mengemukakan bahwa prestasi belajar
merupakan bukti keberhasilan yang telah dicapai oleh seseorang. Maka
prestasi belajar merupakan hasil maksimum yang dicapai oleh seseorang
setelah melaksanakan usaha-usaha belajar. Sedangkan menurut Arif
Gunarso (1993:77) mengemukakan bahwa prestasi belajar adalah usaha
maksimal yang dicapai oleh seseorang setelah melaksanakan usaha-usaha
belajar.
Prestasi belajar di bidang pendidikan adalah hasil dari pengukuran
terhadap peserta didik yang meliputi faktor kognitif, afektif dan
psikomotor setelah mengikuti proses pembelajaran yang diukur dengan
menggunakan instrumen tes atau instrumen yang relevan. Jadi prestasi
belajar adalah hasil pengukuran dari penilaian usaha belajar yang
dinyatakan dalam bentuk simbol, huruf maupun kalimat yang
menceritakan hasil yang sudah dicapai oleh setiap anak pada periode
tertentu. Prestasi belajar merupakan hasil dari pengukuran terhadap peserta
10
didik yang meliputi faktor kognitif, afektif dan psikomotor setelah
mengikuti proses pembelajaran yang diukur dengan menggunakan
instrumen tes yang relevan.
Prestasi belajar dapat diukur melalui tes yang sering dikenal
dengan tes prestasi belajar. Menurut Saifudin Anwar (2005:8-9)
mengemukakan tentang tes prestasi belajar bila dilihat dari tujuannya yaitu
mengungkap keberhasilan sesorang dalam belajar. Testing pada
hakikatnya menggali informasi yang dapat digunakan sebagai dasar
pengambilan keputusan. Tes prestasi belajar berupa tes yang disusun
secara terrencana untuk mengungkap performasi maksimal subyek dalam
menguasai bahan-bahan atau materi yang telah diajarkan. Dalam kegiatan
pendidikan formal tes prestasi belajar dapat berbentuk ulangan harian, tes
formatif, tes sumatif, bahkan ebtanas dan ujian-ujian masuk perguruan
tinggi.
Berdasarkan pengertian diatas, maka dapat dijelaskan bahwa
prestasi belajar merupakan tingkat kemanusiaan yang dimiliki siswa dalam
menerima, menolak dan menilai informasi-informasi yang diperoleh dalam
proses belajar mengajar. Prestasi belajar seseorang sesuai dengan tingkat
keberhasilan sesuatu dalam mempelajari materi pelajaran yang dinyatakan
dalam bentuk nilai atau raport setiap bidang studi setelah mengalami
proses belajar mengajar.
11
Prestasi belajar siswa dapat diketahui setelah diadakan evaluasi.
Hasil dari evaluasi dapat memperlihatkan tentang tinggi atau rendahnya
prestasi belajar siswa.
4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar
Untuk mencapai prestasi belajar siswa sebagaimana yang
diharapkan, maka perlu diperhatikan beberapa faktor yang mempengaruhi
prestasi belajar antara lain; faktor yang terdapat dalam diri siswa (faktor
intern), dan faktor yang terdiri dari luar siswa (faktor ekstern). Faktor-
faktor yang berasal dari dalam diri anak bersifat biologis sedangkan faktor
yang berasal dari luar diri anak antara lain adalah faktor keluarga, sekolah,
masyarakat dan sebagainya.
a. Faktor Intern
Faktor intern adalah faktor yang timbul dari dalam diri individu
itu sendiri, adapun yang dapat digolongkan ke dalam faktor intern
yaitu kecedersan/intelegensi, bakat, minat dan motivasi.
1) Kecerdasan/intelegensi
Kecerdasan adalah kemampuan belajar disertai kecakapan
untuk menyesuaikan diri dengan keadaan yang dihadapinya.
Kemampuan ini sangat ditentukan oleh tinggi rendahnya
intelegensi yang normal selalu menunjukkan kecakapan sesuai
dengan tingkat perkembangan sebaya. Adakalanya perkembangan
ini ditandai oleh kemajuan-kemajuan yang berbeda antara satu
anak dengan anak yang lainnya, sehingga seseorang anak pada usia
12
tertentu sudah memiliki tingkat kecerdasan yang lebih tinggi
dibandingkan dengan kawan sebayanya. Oleh karena itu jelas
bahwa faktor intelegensi merupakan suatu hal yang tidak diabaikan
dalam kegiatan belajar mengajar.
Menurut Kartono (1995:1) kecerdasan merupakan “salah
satu aspek yang penting, dan sangat menentukan berhasil tidaknya
studi seseorang. Kalau seorang murid mempunyai tingkat
kecerdasan normal atau di atas normal maka secara potensi ia dapat
mencapai prestasi yang tinggi.”
Slameto (1995:56) mengatakan bahwa “tingkat intelegensi
yang tinggi akan lebih berhasil daripada yang mempunyai tingkat
intelegensi yang rendah.”
Muhibbin (1999:135) berpendapat bahwa intelegensi
adalah “semakin tinggi kemampuan intelegensi seseorang siswa
maka semakin besar peluangnya untuk meraih sukses. Sebaliknya,
semakin rendah kemampuan intelegensi seseorang siswa maka
semakin kecil peluangnya untuk meraih sukses.”
Dari pendapat di atas jelaslah bahwa intelegensi yang baik atau
kecerdasan yang tinggi merupakan faktor yang sangat penting bagi
seorang anak dalam usaha belajar.
2) Bakat
Bakat adalah kemampuan tertentu yang telah dimiliki
seseorang sebagai kecakapan pembawaan. Ungkapan ini sesuai
13
dengan apa yang dikemukakan oleh Ngalim Purwanto (1986:28)
bahwa “bakat dalam hal ini lebih dekat pengertiannya dengan kata
actitude yang berarti kecakapan, yaitu mengenai kesanggupan-
kesanggupan tertentu.”
Kartono (1995:2) menyatakan bahwa “bakat adalah potensi
atau kemampuan kalau diberikan kesempatan untuk dikembangkan
melalui belajar akan menjadi kecakapan yang nyata.” Menurut
Syah Muhibbin (1999:136) mengatakan “bakat diartikan sebagai
kemampuan individu untuk melakukan tugas tanpa banyak
bergantung pada upaya pendidikan dan latihan.”
Dari pendapat di atas jelaslah bahwa tumbuhnya keahlian
tertentu pada seseorang sangat ditentukan oleh bakat yang
dimilikinya sehubungan dengan bakat ini dapat mempunyai tinggi
rendahnya prestasi belajar bidang-bidang studi tertentu. Dalam
proses belajar terutama belajat keterampilan, bakat memegang
peranan penting dalam mencapai suatu hasil akan prestasi yang
baik. Apalagi seorang guru atau orang tua memaksa anaknya untuk
melakukan sesuatu yang tidak sesuai dengan bakatnya maka akan
merusak keinginan anak tersebut.
3) Minat
Minat adalah kecenderungan yang tetap untuk
memperhatikan dan mengenai beberapa kegiatan. Kegiatan yang
dimiliki seseorang diperhatikan terus menerus yang disertai dengan
14
rasa sayang. Menurut Winkel (1996:24) minat adalah
“kecenderungan yang menetap dalam subjek untuk merasa tertarik
pada bidang/hal tertentu dan merasa senang berkecimpung dalam
bidang itu.” Selanjutnya Slameto (1995:57) mengemukakan bahwa
minat adalah “kecenderungan yang tetap untuk memperhatikan dan
mengenang beberapa kegiatan, kegiatan yang diminati seseorang,
diperhatikan terus yang disertai dengan rasa sayang.”
Kemudian Sardiman (1992:76) mengemukakan minat
adalah “suatu kondisi yang terjadi apabila seseorang melihat ciri-
ciri atau arti sementara situasi yang dihubungkan dengan
keinginan-keinginan atau kebutuhan-kebutuhannya sendiri.”
Berdasarkan pendapat di atas, jelaslah bahwa minat besar
pengaruhnya terhadap belajar atau kegiatan. Bahkan pelajaran yang
menarik minat siswa lebih mudah dipelajari dan disimpan karena
minat menambah kegiatan belajar. Untuk menambah minat seorang
siswa di dalam menerima pelajaran di sekolah siswa diharapkan
dapat mengembangkan minat untuk melakukannya sendiri. Minat
belajar yang telah dimiliki siswa merupakan salah satu faktor yang
dapat mempengaruhi hasil belajarnya. Apabila seseorang
mempunyai minat yang tinggi terhadap sesuatu hal maka akan
terus berusaha untuk melakukan sehingga apa yang diinginkannya
dapat tercapai sesuai dengan keinginannya.
15
4) Motivasi
Motivasi dalam belajar adalah faktor yang penting karena
hal tersebut merupakan keadaan yang mendorong keadaan siswa
untuk melakukan belajar. Persoalan mengenai motivasi dalam
belajar adalah bagaimana cara mengatur agar motivasi dapat
ditingkatkan. Demikian pula dalam kegiatan belajar mengajar
seorang anak didik akan berhasil jika mempunyai motivasi untuk
belajar.
Nasution (1995:73) mengatakan motivasi adalah “segala
daya yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu.”
Sedangkan Sardiman (1992:77) mengatakan bahwa “motivasi
adalah menggerakkan siswa untuk melakukan sesuatu atau ingin
melakukan sesuatu.”
Dalam perkembangannya motivasi dapat dibedakan
menjadi dua macam yaitu (a) motivasi instrinsik dan (b) motivasi
ekstrinsik. Motivasi instrinsik dimaksudkan dengan motivasi yang
bersumber dari dalam diri seseorang yang atas dasarnya kesadaran
sendiri untuk melakukan sesuatu pekerjaan belajar. Sedangkan
motivasi ekstrinsik dimaksudkan dengan motivasi yang datangnya
dari luar diri seseorang siswa yang menyebabkan siswa tersebut
melakukan kegiatan belajar.
Dalam memberikan motivasi seorang guru harus berusaha
dengan segala kemampuan yang ada untuk mengarahkan perhatian
16
siswa kepada sasaran tertentu. Dengan adanya dorongan ini dalam
diri siswa akan timbul inisiatif dengan alasan mengapa ia
menekuni pelajaran. Untuk membangkitkan motivasi kepada
mereka, supaya dapat melakukan kegiatan belajar dengan
kehendak sendiri dan belajar secara aktif.
b. Faktor Ekstern
Faktor ekstern adalah faktor-faktor yang dapat mempengaruhi
prestasi belajar yang sifatnya di luar diri siswa, yaitu beberapa
pengalaman-pengalaman, keadaan keluarga, lingkungan sekitarnya dan
sebagainya. Pengaruh lingkungan ini pada umumnya bersifat positif
dan tidak memberikan paksaan kepada individu. Menurut Slameto
(1995:60) faktor ekstern yang dapat mempengaruhi belajar adalah
“keadaan keluarga, keadaan sekolah dan lingkungan masyarakat.”
1) Keadaan Keluarga
Keluarga merupakan lingkungan terkecil dalam masyarakat
tempat seseorang dilahirkan dan dibesarkan. Sebagaimana yang
dijelaskan oleh Slameto bahwa: “Keluarga adalah lembaga
pendidikan pertama dan utama. Keluarga yanng sehat besar artinya
untuk pendidikan kecil, tetapi bersifat menentukan dalam ukuran
besar yaitu pendidikan bangsa, negara dan dunia.”
http://en.wordpress.com/tag/artikel/
Adanya rasa aman dalam keluarga sangat penting dalam
keberhasilan seseorang dalam belajar. Rasa aman itu membuat
17
seseorang akan terdorong untuk belajar secara aktif, karena rasa
aman merupakan salah satu kekuatan pendorong dari luar yang
menambah motivasi untuk belajar.
Dalam hal ini Hasbullah (1994:46) mengatakan: “Keluarga
merupakan lingkungan pendidikan yang pertama, karena dalam
keluarga inilah anak pertama-tama mendapatkan pendidikan dan
bimbingan, sedangkan tugas utama dalam keluarga bagi
pendidikan anak ialah sebagai peletak dasar bagi pendidikan
akhlak dan pandangan hidup keagamaan.”
Oleh karena itu orang tua hendaknya menyadari bahwa
pendidikan dimulai dari keluarga. Sedangkan sekolah merupakan
pendidikan lanjutan. Peralihan pendidikan informal ke lembaga-
lembaga formal memerlukan kerjasama yang baik antara orang tua
dan guru sebagai pendidik dalam usaha meningkatkan hasil belajar
anak. Jalan kerjasama yang perlu ditingkatkan, dimana orang tua
harus menaruh perhatian yang serius tentang cara belajar anak di
rumah. Perhatian orang tua dapat memberikan dorongan dan
motivasi sehingga anak dapat belajar dengan tekun. Karena anak
memerlukan waktu, tempat dan keadaan yang baik untuk belajar.
2) Keadaan Sekolah
Sekolah merupakan lembaga pendidikan formal pertama
yang sangat penting dalam menentukan keberhasilan belajar siswa,
karena itu lingkungan sekolah yang baik dapat mendorong untuk
18
belajar yang lebih giat. Keadaan sekolah ini meliputi cara
penyajian pelajaran, hubungan guru dengan siswa, alat-alat
pelajaran dan kurikulum. Hubungan antara guru dan siswa kurang
baik akan mempengaruhi hasil-hasil belajarnya.
Menurut Kartono (1995:6) mengemukakan “guru dituntut
untuk menguasai bahan pelajaran yang akan diajarkan, dan
memiliki tingkah laku yang tepat dalam mengajar.” Oleh sebab itu,
guru harus dituntut untuk menguasai bahan pelajaran yang
disajikan, dan memiliki metode yang tepat dalam mengajar.
3) Keadaan Masyarakat
Di samping orang tua, lingkungan juga merupakan salah
satu faktor yang tidak sedikit pengaruhnya terhadap hasil belajar
siswa dalm proses pelaksanaan pendidikan. Karena lingkungan
alam sekitar sangat besar pengaruhnya terhadap perkembangan
pribadi anak, sebab dalam kehidupan sehari-hari anak akan lebih
banyak bergaul dengan lingkungan dimana anak itu berada.
Dalam hal ini Kartono (1995:5) berpendapat: Lingkungan
masyarakat dapat menimbulkan kesukaran belajar anak, terutama
anak-anak yang sebayanya. Apabila anak-anak yang sebaya
merupakan anak-anak yang rajin belajar, maka anak akan
terangsang untuk mengikuti jejak mereka. Sebaliknya bila anak-
anak di sekitarnya merupakan kumpulan anak-anak nakal yang
berkeliaran maka anakpun dapat terpengaruh pula.
19
Dengan demikian dapat dikatakan lingkungan membentuk
kepribadian anak, karena dalam pergaulan sehari-hari seorang anak
akan selalu menyesuaikan dirinya dengan kebiasaan-kebiasaan
lingkungannya. Oleh karena itu, apabila seorang siswa bertempat
tinggal di suatu lingkungan temannya yang rajin belajar maka
kemungkinan besar hal tersebut akan membawa pengaruh pada
dirinya, sehingga ia akan turut belajar sebagaimana temannya.
B. MATEMATIKA
1. Pengertian Matematika
Sampai saai ini belum ada kesepakatan yang bulat di antara para
matematikawan, apa yang disebut matematika itu. Sasaran penelaahan
matematika tidaklah konkrit, tetapi abstrak. Dengan mengetahui sasaran
penelaahan matematika, kita dapat mengetahui hakekat matematika yang
sekaligus dapat kita ketahui juga cara berpikir matematika itu.
Dengan demikian untuk menjawab pertanyaan “Apakah
matematika itu ?” tidak dapat dengan mudah dijawab dengan satu atau dua
kalimat begitu saja. Karena itu kita harus hati-hati.
Berbagai pendapat muncul tentang pengertian matematika tersebut,
dipandang dari pengetahuan dan pengalaman masing-masing yang
berbeda. Ada yang mengatakan bahwa matematika itu bahasa simbol;
matematika adalah bahasa neumerik; matematika adalah bahasa yang
dapat menghilangkan sifat kabur, majemuk, dan emosional; matematika
20
adalah metode berpikir logis; matematika adalah sarana berpikir;
matematika adalah logika pada masa dewasa; matematika adalah ratunya
ilmu dan sekaligus menjadi pelayannya; matematika adalah sains
mengenai kuantitas dan besaran; matematika adalah suatu sains yang
bekerja menarik kesimpulan-kesimpulan yang perlu; matematika adalah
sains formal yang murni; matematika adalah sains yang memanipulasi
simbol; matematika adalah ilmu tentang bilangan dan ruang; matematika
adalah ilmu yang mempelajari hubungan pola, bentuk, struktur,
matematika adalah ilmu yang abstrak dan deduktif, matematika adalah
aktivitas manusia.
Jadi berdasarkan etimologi (Elea Tinggih, 1972:5). Perkataan
matematika berarti “Ilmu pengetahuan yang diperoleh dengan bernalar”.
James dan James (1976) dalam kamus matematikanya mengatakan bahwa
matematika adalah ilmu tentang logika mengenai bentuk, susunan,
besaran, dan konsep-konsep yang berhubungan satu dengan yang lainnya
dengan jumlah yang banyak yang terbagi ke dalam tiga bidang, yaitu
aljabar, analisis, dan geometri. Sebagai contoh, adanya pendapat yang
mengatakan bahwa matematika itu timbul karena pikiran-pikiran manusia
yang berhubungan dengan ide, proses, dan penalaran yang terbagi menjadi
empat wawasan yang luas yaitu aritmetika, aljabar, geometri, dan analisis
dengan aritmetika mencakup teori bilangan dan satistika.
(http://magfirahathar.blogspot.com/2009/11/pengertian-matematika.html)
21
Kelompok matematikawan ini berpendapat bahwa matematika
adalah ilmu yang dikembangkan untuk matematika itu sendiri. Ilmu adalah
untuk ilmu, matematika itu adalah ilmu yang dikembangkan untuk
kepentingan sendiri. Ada atau tidak adanya kegunaan matematika,
bukanlah urusannya. Menurut pendapatnya, matematika itu adalah ilmu
tentang struktur yang bersifat deduktif atau aksiomatik, akurat, abstrak,
ketat, dan sebagainya.
Johnson dan Rising (1972) dalam bukunya mengatakan bahwa
matematika adalah pola berpikir, pola mengorganisasikan, pembuktian
yang logik, matematika itu adalah bahasa yang menggunakan istilah yang
didefinisikan dengan cermat, jelas, dan akurat, representasinya dengan
simbol dan padat, lebih berupa bahasa simbol mengenai ide daripada
mengenai bunyi. (http://magfirahathar.blogspot.com/2009/11/pengertian-
matematika.html)
Reys, dkk (1984) dalam bukunya mengatakan bahwa matematika
itu adalah telaah tentang pola dan hubungan, suatu jalan atau pola berpikir,
suatu seni, suatu bahasa, dan suatu alat. (http://magfirahathar.
blogspot.com/2009/11/pengertian-matematika.html)
Kemudian Kline (1973) dalam bukunya mengatakan pula, bahwa
matematika itu bukanlah pengetahuan menyendiri yang dapat sempurna
karena dirinya sendiri, tetapi adanya matematika itu terutama untuk
membantu manusia dalam memahami dan mengatasi permasalahan sosial,
22
ekonomi dan alam. (http://magfirahathar.blogspot.com/2009/11/
pengertian-matematika.html)
Matematika tumbuh dan berkembang karena proses berpikir, oleh
karena itu logika adalah dasar untuk terbentuknya matematika. Untuk
dapat mengetahui apa matematika itu sebenarnya, seseorang harus
mempelajari sendiri ilmu matematika itu, yaitu dengan mempelajari,
mengkaji, dan mengerjakannya. Termasuk pengkajian sejauh timbulnya
matematika dan perkembangannya.
2. Pembelajaran Matematika di Sekolah
Menurut Erman Suherman (1993:134) matematika sekolah
dimaksukan sebagai bagian matematika yang diberikan untuk dipelajari
siswa sekolah (formal), yaitu siswa SD, SLTP, SLTA. Pada matematika
sekolah, siswa mempelajari matematika yang sifat materinya masih
elementer tetapi merupakan konsep esensial sebagai dasar untuk prasyarat
konsep yang lebih tinggi, banyak aplikasinya dalam kehidupan di
masyarakat, dan pada umumnya dalam mempelajari konsep-konsep
tersebut bisa dipahami melalui pendekatan induktif.
Sesuai dengan tujuan pendidikan matematika di sekolah,
matematika sekolah berperan:
a. Untuk mempersiapkan anak didik agar mampu menghadapi
perubahan-perubahan keadaan di dalam kehidupan dunia yang
senantiasa berubah, keadaan melalui latihan bertindak atas dasar
23
pemikiran logis dan rasional, kritis dan cermat, obyektif, kreatif,
efektif dan diperhitungkan secara analitissintetis.
b. Untuk mempersiapkan anak didik agar menggunakan matematika
secara fungsional dalam kehidupan sehari-hari dan di dalam
menghadapi ilmu pengetahuan.
Kecakapan atau kemahiran matematika yang diharapkan tercapai
dalam belajar matematika mulai dari SD dan MI sampai SMA dan MA
mencakup pemahaman konsep, penalaran dan komunikasi serta
pemecahan masalah. Adapun kriteria dari ketiga aspek tersebut adalah:
a. Pemahaman Konsep
1) Menyatakan ulang suatu konsep.
2) Mengklarifikasikan objek-objek menurut sifat-sifat tertentu.
3) Memberi contoh dan non-contoh dari konsep.
4) Menyajikan konsep dalam berbagai bentuk representasi
matematika.
5) Mengembangkan syarat perlu dan syarat cukup suatu konsep.
6) Menggunakan, memanfaatkan dan memilih prosedur atau operasi
tertentu.
7) Mengaplikasikan konsep atau algoritma pemecahan masalah.
b. Penalaran dan Komunikasi
1) Menyajikan pernyataan matematika secara lisan, tertulis, gambar
dan diagram.
2) Mengajukan dugaan.
24
3) Melakukan manipulasi matematika.
4) Menarik kesimpulan, menyusun bukti, memberikan alasan atau
bukti terhadap kebenaran solusi.
5) Menarik kesimpulan dari pernyataan.
6) Memeriksa kesahihan suatu argumen.
7) Menentukan pola atau sifat dari gejala matematika untuk membuat
generalisasi.
c. Pemecahan Masalah
1) Menunjukkan pemahaman masalah.
2) Mengorganisasi data dan memilih informasi yang relevan dalam
pemecahan masalah.
3) Menyajikan masalah secara matematika dalam berbagai bentuk.
4) Memilih pendekatan dan metode pemecahan masalah secara tepat.
5) Mengembangkan strategi pemecahan masalah.
6) Membuat dan menafsirkan model matematika dari suatu masalah.
7) Menyelesaikan masalah yang tidak rutin.
C. MEDIA PENDIDIKAN
1. Pengertian Media Pendidikan
Media dalam bahasa latin dan merupakan bentuk jamak dari kata
medium yang secara harafiyah berarti perantara atau pengantar (sadiman,
dkk., 1996:6). Media adalah perantara /sarana /pengantar pesan/informasi.
Menurut rohani (1997:3) media adalah segala sesuatu yang dapat diindra
25
yang berfungsi sebagai perantara/sarana/alat untuk proses komunikasi
dalam kegiatan belajara mengajar. Pendidikan adalah usaha sadar dan
terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran
agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk
memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, ahlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat, bangsa dan Negara (UU RI No. 20 Th 2003, Bab I, Pasal I).
Dengan demikian media pendidikan dapat diartikan sebagai sarana
atau alat komunikasi antara guru dan peserta didik melalui kegiatan
bimbingan, pengajaran, dan atau latihan. Hal ini sesuai dengan pendapat
Rohani (1997:4) bahwa media pendidikan adalah sarana komunikasi
dalam proses belajar mengajar yang berupa perangkat keras maupun
perangkat lunak untuk mencapai proses dan hasil intruksional secara
efektif dan efisien, serta instruksional tercapai dengan mudah.
Menurut Hamalik (1994:12) media pendidikan adalah alat, metode
dan teknik yang digunakan dalam rangka lebih mengefektifkan
komunikasi dan interaksi antara guru dan siswa dalam proses kegiatan
belajar mengajar disekolah. Media pendidikan identik dengan alat bantu
belajar mengajar baik di dalam maupun diluar kelas tekanan utama terletak
pada benda atau hal-hal yang bias dilihat atau di dengar sebagai alat
komunikasi antara guru dengan siswa. Media pendidikan merupakan
seperangkat alat bantu pelengkap yang digunakan oleh guru atau pendidik
26
dalam rangka berkomunikasi dengan siswa atau peserta didik (Dananm,
1995 :7).
Berdasarkan pendapat di atas cirri-ciri umum dari media
pendidikan adalah sebagai berikut :
a. Penekanan media pendidikan terletak pada benda atau hal-hal yang
dapat dilihat, didengar atau diraba oleh panca indra.
b. Media pendidikan merupakan suatu perantara (media) yang digunakan
dalam rangka pendidikan.
c. Media pendidikan memiliki pengertian alat bantu pada peroses belajar
mengajar baik di dalam maupun diluar kelas.
d. Media pendidikan digunakan dalam rangka hubungan atau komunikasi
dan interaksi guru dan siswa dalam proses pembelajaran.
e. Media pendidikan erat hubungannya dengan metode mengajar.
2. Peranan Media Pendidikan
Dalam suatu proses belajar mengajar, ada dua unsur yang amat
penting yaitu metode menajar dan media pendidikan (Harjanto, 1996:
237). Kedua aspek ini sangat berkaitan dengan. Pemilihan salah satu
metode mengajar tertentu akan mempengaruhi media yang akan digunakan
meskipun masih ada berbagai aspek lain yang harus diperhatikan dalam
memilih media pendidikan dalam proses belajar mengajar.
Seorang guru dalam menjalankan kegiatan belajar mengajar harus
memiliki gagasan sebagai titik awal dalam melaksanakan komunikasi
dengan peserta didik (Rohani, 1997: 6). Hal ini dapat ditunjukkan melalui
27
media pendidikan. media pendidikan yang dimaksud dapat dikatakan
sebagai alat bantu mengajar yang turut mempengaruhi iklim, kondisi,
lingkungan belajar yang ditata dan diciptakan oleh guru. Karena itu,
disamping gagasan guru, perlu diperhatikan unsur-unsur yang dapat
menunjang proses komunikasi guru dengan peserta didik dalam
menciptakan media pendidikan. Hal ini berarti bahwa agar proses
komunikasi dapat berjalan secara efektif dan efisien, perlu mengenal
tentang beberapa peranan dan fungsi dari media pendidikan.
Beberapa peranan media pendidikan dalam proses belajar mengajar
adalah sebagai berikut :
a) memperjelas penyajian pesan agar tidak terlalu bersifat variabelistis
b) Dengan menggunakan media pendidikan secara tepat dan bervariasi
dapat mengatasi sifat pasif peserta didik sehingga menimbulkan gairah
belajar.
c) Apabila latar belakang lingkungan guru dengan siswa ataupun antar
siswa berbeda maka media pendidikan dapat mempersamakan
pengalaman dan menimbulkan persepsi yang sama. (Sadiman,
dkk.,1996: 16)
Berdasarkan pendapat yang telah dikemukakan diatas dapat
disimpulkan bahwa peranan media pendidikan adalah sebagai berikut :
a) Mengatasi perbedaan pengalaman antara peserta didik dengan guru
maupun sesama peserta didik. Misalnya peserta didik yang
bertempat tinggal di daerah pegunungan yang belum pernah
28
melihat lautan dapat digunakan media film, video kaset sehingga
menimbulkan persepsi yang sama.
b) Mengatasi keterbatasan daya indra. Misalnya benda yang akan
diajarkan terlalu besar dapat dilihat melalui film, strip, gambar,
slide, dan sebagainya. Untuk mengatasi benda yang secara lansung
tidak dapat diamati karena terlalu kecil misalnya sel, bakteri, atom
dapat menggunakan mikroskop, proyektor, dan lain-lain.
c) Mengatasi keterbatasan waktu. Misalnya kejadian atau peristiwa
yang terjadi di masa lalu dapat ditampilkan lagi dengan rekaman
video atau foto.
d) Keterbatasan ruang. Misalnya objek yang diajarkan terlalu
komplek dapat disajikan dengan model gambar.
e) Mengatasi peristiwa alam. Misalnya terjadi letusan gunungberapi,
pertumbuhan atau perkembang biakan hewan maupun tumbuhan
dapat menggunakan media gambar, film dan sebagainya.
f) Membangkitkan minat belajar siswa yang baru dan meningkatkan
motivasi kegiatan belajar peserta didik.
3. Fungsi Media Pendidikan
Menurut Encyclopedia Of Educational Research (dalam hamalik,
1994: 15) nilai atau manfaat media pendidikan adalah sebagai berikut :
a) Meletakkan dasar-dasar yang konkrit untuk berfikir oleh karena itu
mengurangi verbalisme.
b) Memperbesar perhatian siswa.
29
c) Meletakkan dasar-dasar yang penting untuk perkembangan belajar
oleh karena itu membuat pelajaran lebih mantap.
d) Memberikan pengalaman yang nyata yang dapat menimbulkan
kegiatan berusaha sendiri dikalangan siswa.
e) Menumbuhkan pemikiran yang teratur dan kontinyu, hal ini
terutama terdapat gambar hidup.
f) Membantu tumbuhnya pengertian, dengan demikian membantu
perkembangan kemampuan berbahasa.
g) Memberikan pengalaman-pengalaman yang tidak mudah diperoleh
dengan cara lain serta dapat membantu berkembangnya efisien
yang lebih mendalam serta keragaman yang lebih banyak dalam
belajar.
Mcknow (dalam Nurani, 1947: 8) menyatakan bahwa ada delapan
fungsi media pendidikan di dalam proses belajar mengajar, yaitu :
a) Mengubah titik berat pendidikan formal, yaitu dari pendidikan
yang menekankan pada instruksional akademis menjadi pendidikan
yang mementingkan kebutuhan kehidupan peserta didik
b) Membangkitkan motivasi belajar pada peserta didik.
c) Media instruksional edukatif pada umumnya merupakan suatu
yang baru bagi peserta didik, sehingga menarik perhatian peserta
didik
d) Media instruksional edukatif memberikan kebebasan kepada
peserta didik lebih besar dibandingkan dengan cara tradisional
30
e) Media instruksional edukatif lebih konkrit dan mudah dipahami
f) Media instruksional edukatif mendorong peserta didik untuk ingin
tahu lebih banyak
g) Memberikan kejelasan (Clarification)
h) Memberikan rangsangan (Simulation)
Berdasarkan pendapat di atas fungsi media pendidikan adalah
dapat mempertinggi proses kegiatan belajar siswa dalam pengajaran yang
pada gilirannya dapat mempertinggi hasil belajar yang dicapainya.
Walaupun fungsi media pendidikan cukup penting sebagai alat dan sumber
pengajaran, tapi media pendidikan tersebut tidak bisa menggantikan guru
sepenuhnya, artinya media pendidikan tanpa guru suatu hal yang mustahil
dapat meninkatkan kualitas pengajaran. Peranan guru masih tetap
diperlukan sekalipun media pendidikan tersebut telah mewakili atau
merangkum semua bahan pengajaran yang diperlukan siswa.
4. Klasifikasi Media Pendidikan
Beberapa ahli mengklasifikasikan media pendidikan yang
dikaitkan dengan teknologi pendidikan, pengalaman peserta didik, maupun
kecanggihan media pendidikan tersebut. Namun penggunaan media
pendidikan yang lebih penting pada fungsi dan peranannya dalam
membantu mempertinggi proses pengajaran. Dalam menggunakan media
pendidikan sebagai alat komunikasi khususnya dalam hubungannya
dengan masalah proses belajar mengajar harus dikaitkan dengan tujuan
pengajaran yang akan dicapai.
31
Menurut Harjanto (1996:237) ada beberapa jenis media pendidikan
yang biasa digunakan dalam proses belajar mengajar antara lain :
a. Media grafis seperti gambar, foto, grafik, bagian atau diagram,
poster, kartun, komik, dan lain-lain. Media grafis sering disebut
dengan media dua dimensi, yaitu media yang mempunyai ukuran
panjang dan lebar.
b. Media tiga dimensi biasanya dalam bentuk model seperti model
padat (solid model), model susun, model kerja, mock up, diorama,
dan lain-lain.
c. Media proyeksi seperti slide, film, penggunaan OHP, dan lain-lain.
d. Penggunaan lingkungan sebagai media pendidikan.
5. Peranan Barang Bekas, Bahan, dan Peralatan Sederhana sebagai
Media Pendidikan
Dalam proses pembelajaran, sering kali terjadi hambatan-
hambatan, baik yang datang dari pihak guru maupun siswa. Hambatan-
hambatan tersebut secara langsung mempengaruhi suasana pembelajaran,
salah satu hambatan yang sering kali muncul adalah ketika guru harus
memvisualkan suatu konsep atau ide. Dalam hal ini guru membutuhkan
media pembelajaran sebagai alat bantu mengajar karena pembahasan
secara lisan tidak memuaskan siswa. Apabila sekolah tidak dapat
menyediakan media tersebut, guru dapat berupaya membuatnya dari
bahan-bahan sederhana.
32
Guru selalu dituntut mengembangkan kreativitas agar materi bisa
diterima dengan baik oleh siswa. Kreativitas guru bisa terlihat ketika ia
mencoba memanfaatkan bahan-bahan sederhana yang bisa dijadikan suatu
media didalam mata pelajarannya.
Keterbatasan yang sifatnya individual ini pada dasarnya sangat
manusiawi. Namun demikian hal tersebut jangan diartikan bahwa ia boleh
mengurangi target sasaran pembelajaran. Dengan segala keterbatasan yang
ada merupakan tanggung jawab guru untuk tetap mengoptimalkan
pencapaian tujuan pembelajaran.
Berikut ini adalah rambu-rambu atau pedoman yang harus
diperhatikan ketika kita ingin mengembangkan media dari bahan-bahan
sederhana :
a. Gunakan bahan-bahan sederhana yang mudah diperoleh di sekitar
lingkungan sekolah, tempat tinggal guru dan siswa, ataupun bahan-
bahan yang bisa diperoleh di toko atau pasar terdekat. Jika harus
membeli maka perhatikan harganya. Usahakan agar bahan yang
digunakan terjangkau harganya oleh guru, sekolah maupun siswa.
b. Penggunaan media yang dibuat guru hendaknya bisa meningkatkan
perhatian dan pemahaman siswa melalui mendengarnya.
c. Kembangkan bahan-bahan yang bisa membuat siswa berpikir kritis,
mengundang siswa selalu ingin bertanya, ingin tahu, dan ingin mencari
kebenaran.
33
d. Gunakan bahan-bahan yang bisa merajuk kepada upaya mendorong
kemampuan siswa untuk memahami dan mengingat secara tegas dan
jelas materi pembelajaran yang disajikan.
e. Buatlah media yang mampu memberikan kebersamaan bagi siswa
dengan kondisi yang menyenangkan dalam mengikuti pelajaran.
f. Tugaskan mereka mencatat atau menuliskan setiap hal yang ia dengar,
amati selama guru memanfaatkan media sederhana ciptaannya.
6. Tujuan Pembuatan Media Sederhana
Berdasarkan kesadaran tentang pentingnya media sederhana yang
terbuat dari bahan bekas yang terdapat di sekitar lingkungan guru dan
siswa, kita dapat mencatat tiga tujuan pembuatan media sederhana yang
terkait satu dengan lainnya :
a. Membangun komunitas berbasis pendidikan kreatif
b. Membangun berbagai alternatif media sederhana yang kreatif dan
berkesinambungan sedemikian rupa sehingga mampu membantu anak-
anak didik tumbuh dan berkembang menjadi pribadi yang kritis,
kreatif, mandiri (otonom) dan peduli terhadap orang lain dan
lingkungannya.
c. Mengembangkan jaringan kerja (network) para guru dan pendidik
untuk menggalang kerja sama dalam upaya mengembangkan berbagai
media alternative yang kreatif, sederhana dan murah sebagai gerakan
guru mandiri yang peduli lingkungan sekitar sekolah dan masyarakat.
34
A
7. Media Kardus Sebagai Media Sederhana Dalam Penerapan Jaring-
jaring Balok dan Kubus
Jaring-jaring suatu bangun ruang merupakan bidang-bidang datar
pembentuk bangun suatu bangun ruang. Pemilihan media kardus dalam
penerapan konsep jarring-jaring balok tersebut mudah diperoleh. Kardus
bisa kita dapatkan dari bekas kemasan barang, dari yang berukuran kecil
sampai besar.
Pemilihan kardus hendaknya memperhatikan bentuk bangun ruang
yang akan dijelaskan, seperti kardus dengan bentuk bangun balok untuk
menerapkan konsep jarring-jaring balok. Sebaliknya kardus dengan bentuk
bangun kubus.
8. Materi Matematika Jaring-Jaring Balok dan Kubus
a) Balok
perhatikan bangun ruang balok di
samping!
1) Bagian-bagian Balok
(a) 6 bidang sisi, yaitu:
(1) Sisi bawah ABCD
(2) Sisi kanan BCGF
(3) Sisi atas EFGH
(4) Sisi depan ABFE
D E
35
A B
C
G
C G
G
A B
(5) Sisi kiri ADHE
(6) Sisi belakang DCGH
(b) 8 titik sudut, yaitu:
Titik sudut A, B, C, D, E, F, G, dan H
(c) 12 rusuk, yaitu:
Rusuk AB, BC, CD, DA, AE, BF, CG, DH, EF, FG, GH, dan HE
2) Jaring-jaring Balok
Gambar disamping adalah
salah satu model jaring-jaring
balok.
ABCD sebagai sisi alas balok
HGFE sebagai sisi atas balok
EFBA sebagai sisi depan balok
DCGH sebagai sisi belakang balok
BFGC sebagai sisi kanan balok
EADH sebagai sisi kiri balok
b. Kubus
Perhatikan bangun ruang kubus disamping!
D
E F
H
D
E
E
E
F
F
F
H
H
36
1) Bagian-bagian Kubus
Kubus terdiri dari:
(b) 6 bidang sisi, yaitu:
(1) Sisi bawah ABCD
(2) Sisi kiri ADHE
(3) Sisi kanan BCGF
(4) Sisi depan ABFE
(5) Sisi belakang DCGH
(6) Sisi atas EFGH
(c) 8 titik sudut, yaitu:
Titik sudut A, B, C, D, E, F, G, dan H
(d) 12 rusuk, yaitu:
Rusuk AB, DC, CD, DA, EF, FG, GH, HE, AE, BF, CG, dan DH
2) Jaring-jaring Kubus
Gambar diatas adalah salah satu model jaring-jaring kubus.
1 sebagai sisi atas 2 sebagai sisi samping kiri
3 sebagai aiai bawah 4 sebagai sisi depan
5 sebagai sisi samping kanan 6 sebagai sisi belakang
37
9. Hipotesis Tindakan
Berdasarkan tinjauan pustaka di atas hipotesis tindakan dari
penelitian ini adalah sebagai berikut: diduga penerapan media bongkar
pasang kardus pada mata pelajaran matematika kompetensi dasar 8.2
menentukan jarring-jaring balok dan kubus dapat meningkatkan
pemahaman konsep siswa kelas IV semester genap SD Negeri 1 Langkap
Besuki.
Pemahaman siswa meningkat dikarenakan adanya minat belajar
siswa dan kesukaan siswa terhadap pelajaran, partisipasi siswa dalam
proses belajar mengajar, dan perhatian siswa selama proses belajar
mengajar berlangsung.
38
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Rancangan Penelitian
Penelitian tidakan kelas (PTK) ini dilaksanakan berupa proses
pengkajian berdaur, yang terdiri dari 4 tahap yaitu : merencanakan, melakukan
tindakan, mengamati dan merefleksi. Menurut tim pelatih peroyek PGSM
(1999:7), keempat fase dalam satu siklus sebuah PTK digambarkan dengan
sebuah spiral PTK, seperti ditunjukkan pada gambar berikut :
Gambar spiral penelitian tindakan kelas model Hokins
(tim pelatihan proyek PGSM, 1997 ;7)
39
Setiap tahap dari kegiatan yang dilakukan dalam PTK akan terus
berulang, sampai prestasi belajar siswa meningkat. Pada penelitian ini, peneliti
hanya membatasi pelaksanaan penelitian dengan dua siklus karena
keterbatasan kemampuan yang dimiliki peneliti diantaranya: biaya, waktu dan
tenaga apabila sampai dua siklus hasil penelitian masih menunjukkan prestasi
belajar siswa rendah, maka penelitian ini diharapkan dapat dilanjutkan oleh
peneliti sendiri apabila ada kesempatan atau dilanjutkan oleh peneliti lain.
Sesuai dengan gambar spiral penelitian tindakan kelas model Hopkins,
penelitian ini terdiri dari 4 fase yaitu : perencanaan, tindakan, observasi, dan
refleksi. Namun demikian sebelum peneliti melakukan tindakan terlebih
dahulu melakukan observasi awal di sekolah. Observasi ini dilakukan dengan
maksud agar tidak terjadi kesalahan dalam melakukan tindakan dalam
penelitian. Hasil observasi awal akan kami laporkan pada bab IV .
Adapun empat fase yang dilakukan dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut :
1. Perencanaan
Kegiatan yang akan dilakukan dalam tahap perencanaan ini adalah
sebagai berikut :
a. Menetapkan dan memilih kompetensi dasar "menentukan jaring-jaring
balok dan kubus" yang dijadikan bahan dalam pelaksanaan penelitian.
40
b. Membuat skenario pembelajaran yang terdiri dari program
perencanaan pembelajaran kompetensi dasar "menentukan jaring-
jaring balok dan kubus.
c. Membuat alat bantu mengajar berupa media pengajaran yaitu kardus
berbentuk balok dan kubus.
d. Membuat lembar observasi yang digunakan peneliti untuk menilai
sikap siswa pada saat peneliti mengaplikasikan metode mengajar
dengan menggunakan alat bantu mengajar yang berupa media
pengajaran bongkar pasang kardus.
Penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dengan
kompetensi dasar yang disesuaikan dengan kurikulum SD yang sedang
berlaku. Penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP )
digunakan pada tahap tindakan.
2. Tindakan
Pada tahap ini, kegiatan yang dilaksanakan adalah melakukan
tindakan pengajaran berdasarkan pada perencanaan yang telah dibuat.
Tindakan tersebut difokuskan pada materi yang disampaikan guru dengan
menggunakan media kardus.
3. Observasi / pengamatan
Observasi atau pengamatan dilakuan selama kegiatan belajar
mengajar berlangsung yaitu dengan menilai prestasi belajar siswa. Adapun
hal-hal yang di observasi adalah :
- Minat dan perhatian siswa terhadap pelajaran.
41
- Semangat siswa untuk melakukan tugas-tugas belajarnya.
- Tanggung jawab siswa dalam mengerjakan tugas-tugas belajarnya.
- Reaksi yang ditunjukkan siswa terhadap stimulus yang diberikan guru.
- Rasa senang dalam mengerjakan tugas yang diberikan.
Selain itu juga dilakukan observasi terhadap nilai tes atau tugas
yang diberikan.
4. Refleksi
Tahap refleksi dilakukan untuk mengkaji kembali hasil tindakan
dan hasil observasi, yang kemudian dianalisis untuk menentukan tindakan
perbaikan yang akan dilakukan kemudian. Dengan melakukan refleksi
peneliti mengetahui kekurangan-kekurangan apa yang perlu diadakan
tindakan perbaikan. Apabila hasil refleksi menunjukkan hasil yang sesuai
dengan tujuan dari penelitian maka tindakan dihentikan. Dengan kata lain
siklus tidak dilanjutkan. Kalau hasil refleksi tidak sesuai dengan tujuan
dari penelitian maka penelitian ini akan dilanjutkan kesiklus selanjutnya.
B. Subyek dan Lokasi Penelitian
Penentuan tempat penelitian ini menggunakan metode purposive yaitu
daerah penelitian ditentukan oleh peneliti dengan pertimbangan tertentu antara
lain: peneliti sudah tahu kondisi fisik tempat penelitian sehingga memudahkan
peneliti dalam mencari data serta tempat penelitian mudah di jangkau oleh
peneliti. Berdasrakan pertimbangan tersebut, maka yang menjadi tempat
penelitian ini ditetapkan di SD negeri 1 Langkap Besuki yang beralamat di
42
Jalan Gunung Kawi no.42. Desa Langkap Kecamatan Besuki Kabupaten
Situbondo.
Penentuan subjek penelitian menggunakan metode purposive sampling
didasarkan atas kondisi objektif dimana sebagian besar prestasi belajar siswa
rendah pada mata pelajaran matematika. Subjek penelitian adalah seluruh
siswa kelas IV yang berjumlah 28 orang.
Pada penelitian ini kami (peneliti) ingin memperbaiki dan berupaya
untuk meningkatkan prestasi belajar siswa pada bidang studi matematika
khususnya pada kompetensi dasar "8.2 menentukan jaring-jaring balok dan
kubus."
Pada dasarnya murid-murid yang menjadi subyek penelitian ini ketika
guru memberikan penjelasan mereka tertib mengikuti pelajaran dengan baik.
Dalam latihan-latihan soal mereka tampak menguasai pelajaran yang
diberikan guru dengan memberikan jawaban yang memuaskan, tapi anehnya
ketika mereka diberikan evaluasi akhir pelajaran sedikit dari jumlah murid
yang ada bisa memberikan jawaban yang memuaskan.
C. Teknik Pengumpulan Data
Dalam suatu penelitian disamping menggunakan metode yang tepat
juga perlu memilih teknik dan alat pengumpulan data yang relevan.
Penggunaan teknik dan alat pengumpulan data yang tepat memungkinkan
diperolehnya data yang obyektif. Adapun pengumpulan data yang digunakan
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
43
1. Teknik Dokumentasi
Teknik dokumentasi dimaksudkan untuk memperoleh data yang
berasal dari bukti tertulis yang ada pada tempat penelitian. Data-data
tersebut berupa antara lain denah SDN 1 Langkap besuki, jumlah siswa
kelas IV dan nilai rapor siswa serta hasil ulangan harian siswa mata
pelajaran matematika serta data-data lain yang menunjang penelitian.
2. Teknik Tes
Tes merupakan suatu cara yang digunakan dalam rangka
pengukuran penelitian, berbentuk pemberian tugas yang berupa pertanyaan
yang dikerjakan oleh peserta didik sehingga dapat dihasilkan nilai yang
melambangkan tingkah laku atau prestasi peserta didik (Arifin, 1991:69)
Data hasil belajar siswa yang telah tercapai dapat diketahui dengan
menggunakan teknik tes. Teknik tes dalam penelitian ini digunakan untuk
mengukur kemampuan siswa setelah mempelajari materi yang diajarkan.
Teknik tes yang digunakan adalah tertulis dalam bentuk pemberian tugas
yang diberikan pada akhir pembelajaran. Isi soal sebelumnya telah disusun
sesuai dengan materi dan indikator yang ingin dicapai serta
dikonsultasikan dengan guru kelas IV.
D. Teknik Analis Data
Analisis data adalah cara yang paling menentukan untuk menyusun
dan mengolah data yang terkumpul sehingga menghasilkan suatu kesimpulan
yang dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya. Data yang akan di analisis
dalam penelitian ini adalah:
44
1. Kegiatan siswa dalam proses kegiatan belajar mengajar berlangsung yang
semuanya diperoleh dari observasi.
2. Hasil Dokumentasi,
Dokumentasi nilai rapor dan hasil ulangan harian siswa sebagai
prestasi awal sebelum dilakukan tindakan.
3. Hasil tugas dan ulangan harian siswa.
Untuk mengukur ketuntasan hasil belajar, dalam hal ini adalah
aspek kognitif, afektif, dan psikomotor menggunakan standar ketuntasan
yaitu ketuntasan belajar individu dinyatakan tuntas apabila tingkat
presentase ketuntasan minimal mencapai 65%, sedangkan untuk tingkat
klasikal mencapai 85% (depdikbud : 1994)
Adapun untuk mengetahui ketuntasan hasil belajar menggunakan
rumus presentase ketuntasan hasil belajar, yaitu:
a) Ketuntasan secara individu
Rumus presentase ketuntasan : 100xmaksimaljumlahskor
lehyangdiperojumlahskor
b) Ketuntasan secara klasikal
Rumus presentase ketuntasan : 100xruhsiswajumlahselu
yangtuntasjumlahskor
Untuk mengetahui efektivitas hasil belajar metematika maka
digunakan rumus sebagai berikut :
ER : 100xMy
MyMx
Keterangan :
45
ER : tingkat keefektifan relative
Mx : nilai rata-rata kelas setelah dilakukan tindakan
My : nilai rata-rata kelas sebelum dilakukan tindakan.
Hasil perhitungan tingkat keefektifan relative (ER) dapat
disimpulkan apakah pembelajaran dengan media bongkar pasang kardus
lebih efektif atau tidak (dalam%) dibandingkan dengan pengajaran
sebelumnya dimana Mx adalah nilai rata-rata kelas setelah dilakukan
tindakan dan My adalah nilai sebelum dilakukan tindakan dan ER adalah
nilai efektifitasnya. Jika ER lebih besar dari 0% maka dapat dikatakan
bahwa pembelajaran di kelas dengan media bongkar pasang kardus lebih
efektif dibanding dengan pembelajaran sebelumnya (Masyhud, 2000:61).
46
BAB IV
HASIL PENELITIAN
A. Penyajian Data
1. Hasil Belajar Siswa Kelas IV pada Semester I yang Diambil dari Nilai
Rapor dan Ulangan Harian Siswa.
Hasil belajar siswa kelas IV pada semester I belum tuntas
mengingat guru tidak menggunakan media konkret sebagai alat bantu
dalam proses pembelajarannya. Adapun hasil belajar tersebut dapat dilihat
pada tabel 1 di bawah ini.
Tabel 1. Hasil Belajar Siswa Kelas IV pada semester I.
PRA PERBAIKAN
Nilai Jumlah Siswa Persentase (%)
Ketuntasan
Belajar Klasikal
< 65 17 60,71 %
39,28 % 65 – 100 11 39,28 %
Jumlah 28 100
Dari tabel diatas dapat diketahui rata-rata hasil belajar siswa
kelas IV pada pelajaran matematika di semester I, ketuntasan belajar siswa
secara klasikal dikatakan tidak tuntas karena yang mendapat nilai < 65
sebanyak 17 siswa dengan persentase 60,71% dan siswa yang mendapat
47
nilai 65 – 100 hanya sebanyak 11 siswa dengan nilai persentase sebesar
39,28%.
2. Hasil Belajar Siswa Kelas IV yang Dibimbing dengan Media Sederhana
yaitu Bongkar Pasang Kardus pada Pelajaran Matematika Kompetensi
Dasar Menentukan Jaring-jaring Balok dan kubus.
a. Siklus I
1) Perencanaan
Membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran 1 (RPP 1),
Kompetensi Dasar “Menentukan jaring-jaring balok dan kubus”
dan membuat alat bantu mengajar yang berupa media pengajaran
yaitu kardus berbentuk balok dan kubus.
2) Tindakan
Peneliti melaksanakan kegiatan pembelajaran
menggunakan media pengajaran kardus. Pelaksanaan pembelajaran
menggunakan alokasi waktu 2 x 35 menit. Kegiatan ini dilakukan
selama 30 menit dan sisa waktu + 30 menit digunakan untuk
mengerjakan soal. Pada siklus I ini murid-murid ditugaskan
mencari sedikitnya dua bentuk jaring-jaring balok dan kubus
dengan teknik memotong bagian-bagian bidang pembentuk kardus,
dengan catatan tetap dalam satu rangkaian utuh (tidak terpisah-
pisah). Peneliti melakukan observasi selama kegiatan belajar
mengajar berlangsung.
48
3) Observasi
Hasil penelitian tentang pembelajaran dengan media
bongkar pasang kardus pada pelajaran matematika kompetensi
dasar menentukan jaring-jaring balok dan kubus diperoleh hasil
peningkatan ketuntasan belajar. Seperti terlihat pada tabel 2.
Tabel 2: Hasil Belajar Siswa dengan menggunakan Media
Bongkar Pasang Kardus pada Pelajaran Matematika
Kompetensi Dasar Menentukan Jaring-jaring Balok
dan kubus.
Nilai
Jumlah
Siswa
Persentase
(%)
Ketuntasan Belajar
Klasikal
< 65 7 25 %
75 % 65 – 100 21 75 %
Jumlah 28 100
Berdasarkan uji efektivitas pada aspek ketuntasan belajar
klasikal diperoleh hasil sebagai berikut.
Tabel 4. Efektivitas Hasil Belajar Siswa dengan media Bongkar
Pasang Kardus pada Pelajaran Matematika Kompetensi
Dasar Menentukan Jaring-jaring Balok dan kubus
Siklus Hasil Persentase (%)
Siklus I 14,43 %
49
4) Refleksi
Pada siklus I dapat dikatakan siswa sudah mulai memahami
atau menguasai pelajaran. Namun ketuntasan belajar ini tidak
sepenuhnya untuk ketuntasan secara individual, karena masih
terdapat 7 siswa dari 28 siswa atau 25% belum mencapai
ketuntasan secara individual. Kelemahan pada siklus I ini
dikarenakan keterbatasan jumlah kardus untuk dibongkar dalam
mencari jaring-jaring bangun ruang. Hal ini tentu dapat dimaklumi,
karena satu kardus yang dibongkar untuk satu jaring-jaring bangun
ruang padahal anak diminta mencari sedikitnya dua bentuk untuk
satu bangun.
Diketahui nilai efektivitas relative pembelajaran melalui
penggunaan media bongkar-pasang kardus pada siklus I yaitu
sebesar 14,43%. Hal ini berarti pembelajaran melalui media
bongkar-pasang kardus lebih efektif sebesar 14,43% dari model
pembelajaran tanpa penggunaan media tersebut (pembelajaran
sebelumnya).
5) Perbaikan
Berdasarkan hasil refleksi pada siklus I maka perbaikan
yang dilakukan adalah:
a) Menambah jumlah kardus yang dibongkar.
50
b) Siswa ditugaskan untuk mencari tiga macam bentuk jaring-
jaring balok dan kubus dengan cara memotong setiap
bagian sisi pembentuknya dengan terpisah-pisah.
c) Siswa tidak hanya menggambar bentuk jaring-jaring balok
dan kubus dibuku tugasnya, namun siswa juga harus
menempelkan bentuk jaring-jaring hasil temuannya pada
kertas manila yang telah disediakan.
b. Siklus II
1) Perencanaan
Membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran 2 (RPP 2),
Kompetensi Dasar “Menentukan jaring-jaring balok dan kubus”
dan membuat alat bantu mengajar yang berupa media pengajaran
yaitu kardus berbentuk balok dan kubus.
2) Tindakan
Peneliti tetap melaksanakan kegiatan pembelajaran
menggunakan media pengajaran kardus. Pada kegiatan siklus II ini
anak-anak ditugaskan mencari tiga bentuk jaring-jaring pada
masing-masing bangun balok dan kubus, namun pada siklus kedua
ini anak-anak memotong tiap bagian sisi pembentuk balok dan
kubus secara terpisah. Kemudian menggambar jaring-jaring hasil
temuannya dibuku tugas dan ia harus menempelkan bentuk jaring-
jaring tersebut pada lembar kertas untuk kemudian dipajangkan.
51
Metode yang digunakan selama kegiatan belajar mengajar adalah
metode ceramah dengan menggunakan media pengajaran kardus.
3) Observasi
Hasil penelitian tentang pembelajaran dengan media
bongkar pasang kardus pada pelajaran matematika kompetensi
dasar menentukan jaring-jaring balok dan kubus diperoleh hasil
peningkatan ketuntasan belajar. Seperti terlihat pada tabel 5.
Tabel 5: Hasil Belajar Siswa dengan menggunakan Media
Bongkar Pasang Kardus pada Pelajaran Matematika
Kompetensi Dasar Menentukan Jaring-jaring Balok
dan kubus.
Nilai
Jumlah
Siswa
Persentase (%)
Ketuntasan Belajar
Klasikal
< 65 0 0 %
100 % 65 – 100 28 100 %
Jumlah 28 100
Dari tabel 5 dapat diketahui bahwa prosentase keberhasilan
siswa meningkat 35,71% yaitu dari 39,28% ketuntasan belajar
klasikal sebelum diadakan perbaikan menjadi 75% ketuntasan
belajar klasikal pada siklus I, hal ini menunjukkan adanya
peningkatan ketuntasan siswa secara klasikal yang cukup
52
signifikan. Peningkatan ini lebih disempurnakan lagi dengan siklus
II menjadi 100% ketuntasan belajar klasikal.
4) Refleksi
Berdasarkan uji efektivitas pada aspek ketuntasan belajar
klasikal diperoleh hasil sebagai berikut.
Tabel 6. Efektivitas Hasil Belajar Siswa dengan media Bongkar
Pasang Kardus pada Pelajaran Matematika Kompetensi
Dasar Menentukan Jaring-jaring Balok dan kubus
Siklus Hasil Persentase (%)
Siklus II 19,20 %
Pada siklus II nilai efektifitasnya sebesar 19,20%. Nilai
efektifitas hasil belajar matematika ini diperoleh dari rumus tingkat
keefektifan relatif, yaitu: ER=Mx – My /My x 100 atau selisih
antara mean atau rata-rata nilai sebelum tanpa menggunakan media
bongkar-pasang kardus (pembelajaran sebelumnya).
Hubungan hasil belajar siswa dengan ketuntasan belajar
klasikal antara sebelum dilaksanakan perbaikan, siklus I, dan siklus
II dapat dilihat pada gambar grafik berikut ini:
53
B. Pembahasan
1. Hasil Belajar Siswa Mata Pelajaran Matematika yang Dibimbing Tanpa
Penggunaan Media di Semester I.
Pengambilan data diawali dengan pengambilan nilai, diperoleh
nilai rata-rata kelas IV pelajaran matematika sebesar 61,79 dan nilai
ketuntasan hasil belajar sebesar 39,28%. Hal ini berarti rata-rata kelas IV
tergolong rendah sehingga perlu diadakan tindakan untuk perbaikan proses
belajar mengajar.
Salah satu yang mempengaruhi rendahnya hasil belajar adalah
proses pembelajaran yang dilaksanakan guru tidak menggunakan media
pembelajaran sebagai sarana penghubung antara guru, konsep
pembelajaran dan siswa. Materi pelajaran lebih merupakan subyek dalam
pembelajaran sedangkan siswa hanya sebagai obyek penerima materi.
Dengan kondisi pembelajaran yang demikian penanaman konsep pelajaran
0
20
40
60
80
100
Ketuntasan Belajar Klasikal
Sebelum Perbaikan
Siklus I
Siklus II
54
yang diharapkan bersifat abstrak bagi anak didik. Disamping itu
kurangnya minat untuk belajar.
2. Hasil Belajar Siswa Kelas IV dengan penggunaan Media Bongkar Pasang
Kardus pada Pelajaran Matematika Kompetensi Dasar Menentukan Jaring-
jaring Balok dan kubus
Penerapan konsep jaring-jaring balok dan kubus pada pelajaran
matematika melalui media bongkar-pasang kardus diperoleh rata-rata hasil
belajar yang meningkat antara siklus I, dan siklus II. Nilai hasil belajar
yang diperoleh adalah hasil dari nilai ulangan harian dan nilai tugas.
Bentuk soal yang diberikan pada ulangan harian adalah bentuk
pemberian tugas (terlampir), bentuk dan isi soal sebelumnya telah disusun
sesuai dengan materi dan tujuan pembelajaran khusus yang ingin dicapai
serta dikonsultasikan dengan guru wali kelas IV. Adapun tugas yang
diberikan dapat berupa masalah yang harus dipecahkan, pemberian tugas
ini dilakukan agar siswa secara individu atau kelompok kecil dapat
mengerjakan sesuatu untuk memecahkan masalah dengan cara dan daya
imajinasinya sendiri.
Melalui bongkar pasang kardus siswa dengan mudah dapat
menemukan berbagai bentuk kombinasi jaring-jaring pembentuk bangun
ruang kubus atau bangun ruang balok. Hal ini secara langsung pula anak
dapat membuktikan bahwa kardus yang mereka bongkar adalah kesatuan
dari jaring-jaring bangun ruang.
55
Pada siklus I hasil belajar siswa mengalami peningkatan hasil
belajar yaitu 75% dan nilai rata-rata ulangan harian diperoleh 70,71. pada
siklus I dapat dikatakan siswa sudah mulai memahami atau menguasai
pelajaran. Namun ketuntasan belajar ini tidak sepenuhnya untuk
ketuntasan secara individual, karena masih terdapat 7 siswa dari 28 siswa
atau 25% belum mencapai ketuntasan secara individual.kelemahan pada
siklus I ini dikarenakan keterbatasan jumlah kardus untuk dibongkar
dalam mencari jaring-jaring bangun ruang. Hal ini tentu dapat dimaklumi,
karena satu kardus yang dibongkar untuk satu jaring-jaring bangun ruang
padahal anak diminta mencari sedikitnya dua bentuk untuk satu bangun.
Pada siklus II hasil belajar siswa mengalami peningkatan dari
siklus I, hal ini tampak pada perolehan rata-rata hasil belajar siswa sebesar
70,71 dengan ketuntasan klasikal 100%. Kelemahan pada siklus I dapat
dijadikan pelajaran untuk melangkah dan menentukan kegiatan siklus II.
56
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
Hasil penelitian tentang pemanfaatan media bongkar-pasang kardus
terhadap hasil belajar matematika kompetensi dasar menentukan jaring-jaring
balok dan kubus di SD Negeri Langkap Tahun Pembelajaran 2010/2011 dapat
disimpulkan bahwa ada peningkatan prestasi belajar matematika siswa melalui
penerapan media bongkar-pasang kardus materi jaring-jaring balok dan kubus
di kelas IV SD Negeri Langkap Situbondo.
B. SARAN
Berdasarkan kesimpulan tersebut, hal yang perlu dilakukan guru untuk
meningkatkan penguasaan terhadap materi pelajaran dan peningkatan kualitas
proses pembelajaran khususnya meningkatkan keaktifan siswa diantaranya
adalah:
1. Penggunaan media belajar/alat peraga/model/gambar dan sebagainya
untuk meningkatkan motivasi dan perhatian siswa terhadap pelajaran.
2. Mencari alternatif lain dalam menyelesaikan soal yang lebih mudah dan
lebih cepat sehingga siswa tidak kesulitan dan mudah mengerjakan soal.
3. Peningkatan berbagai jenis motivasi/pendekatan persuasive edukatif
dalam pelaksanaan proses pembelajaran.
Disamping hal tersebut diatas, berdasarkan pengalaman guru dalam
melaksanakan perbaikan pembelajaran di kelas melalui Penelitian Tindakan
57
Kelas kiranya perlu diadakan suatu kelompok kerja antara guru dan teman
sejawat untuk selalu bertukar pikiran dan pengalaman berkenaan dengan
masalah siswa dan tugas dalam pelaksanaan pembelajaran sehari-hari.
58
DAFTAR PUSAKA
Coany R. Semiawan (1999). Perkembangan dan Belajar Peserta Didik. Jakarta:
proyek PGSD Depdikbud.
Denim, S. 1995. Media Komunikasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.
Denny Setiawan, dkk (2006). Computer dan Media Pembelajaran. Jakarta: PB.
Universitas Terbuka Dinas Pendidikan Nasional.
Djamarah, S. B dan Aswin Zain. 1996. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta :
Rineka Cipta.
Hamalik, O. 1994. Media Pendidikan. Bandung: Citra Aditya Bakti.
Haryanto. 1996. Perencanaan Pengajaran. Jakarta: Rineka Cipta.
http://en.wordpress.com/tag/artikel/. Prestasi Belajar. Diakses pada tanggal 18
Januari 2011.
http://magfirahathar.blogspot.com/2009/11/pengertian-matematika.html.
Pengertian Matematika. Diakses pada tanggal 18 Januari 2011
Idarufaidah, 2010. Pengenalan Teknologi Informasi dan Komunikasi. Tersedia
pada http://blog.math.uny.ac.id/idarufaidah/. Diakses pada tanggal 18
Januari 2011.
Muchtar A. Karim, Abdul Rahman As’ari, Gatot Muhsetyo, dan Akbar
Sutawidjaja (1997). Pendidikan Matematika I. Jakarta: Proyek PGSD
Depdikbud.