Kuliah 2, 3 - Kematian Ibu Hamil Dan Strategi Pencegahan Resiko Tinggi Kehamilan - Dr.wandia
Skripsi Kematian Ibu Hamil 2
-
Upload
ruzanna-chisty -
Category
Documents
-
view
38 -
download
4
description
Transcript of Skripsi Kematian Ibu Hamil 2
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pemilihan kehamilan berisiko tinggi adalah ciri utama dari sebagian besar
program perinatal di semua negara berkembang. Adalah wajar untuk
mengalokasikan sumber daya dalam pelayanan kesehatan kepada orang-orang
yang memiliki kebutuhan terbesar. Namun, proses penyaringan risiko setelah 25
tahun digunakan di negara berkembang, tidak lagi efisien dalam mengurangi
angka kematian ibu. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sedang
mengembangkan paket intervensi (Manajemen Terpadu Kehamilan dan
Persalinan) dengan penekanan pada kualitas perawatan obstetrik darurat (EOC)
dan telah memberikan bukti efektivitas perawatan antenatal (ANC). Uji coba
terkontrol secara acak multisenter besar telah berhasil membandingkan model
tradisional ANC dengan model yang mengurangkan jumlah kunjungan dan
program multinasional untuk memastikan ketersediaan EOC.1
Skrining risiko memiliki sejarah panjang, tapi itu diformalkan dalam negara-
negara industri pada tahun 1960-an, ketika beberapa sistem risiko penilaian
sedang dibuat. Menjelang akhir tahun 1970-an, "berorientasi pada tindakan" kartu
kehamilan dipersiapkan untuk sejumlah negara berkembang, tetapi efek dari kartu
telah dievaluasi dalam beberapa tempat. Pada evaluasi efisiensi skrining risiko,
kebanyakan studi validitas kartu kehamilan di negara-negara berkembang telah
difokuskan pada prediksi hasil perinatal sementara morbiditas dan mortalitas ibu
telah menjadi obyek studi analitis lebih sedikit. Kepadatan penduduk yang rendah,
akses yang sulit dan morbiditas penduduk yang tinggi berarti bahwa itu adalah
sulit dan mahal untuk diikuti walaupun populasinya kecil. Akibatnya. kebanyakan
studi kematian ibu didasarkan pada metode tidak langsung seperti The Sisterhood
Metode atau jaringan (networking), sehingga menghilangkan kemungkinan
mengukur profil risiko pada saat yang sama. Studi lain adalah di institusi
kesehatan, sehingga menghadapi risiko yang paling berat yaitu kehilangan kasus
yang paling sulit (kematian ibu tanpa kontak dengan sistem perawatan kesehatan).
Menggunakan penelitian berbasis populasi longitudinal, studi ini mengevaluasi
1
karakteristik demografi, geografis dan lingkungan sebagai faktor risiko untuk
kematian ibu di daerah pedesaan Negeri Sembilan, Malaysia.1
Pada tahun 1990, sebuah langkah penting adalah pengenalan Penyelidikan
Rahasia menjadi Kematian Ibu (CEMD). Masih ada kelompok wanita yang
terpinggir dengan status kesehatan ibu miskin di Malaysia seperti wanita Orang
Asli yang merupakan komunitas minoritas dianggap salah satu kelompok
terpinggir karena kondisi mereka yang miskin dan kurangnya akses ke sumber
daya. Ada 141.230 penduduk Orang Asli di tahun 2008 dan 50% dari mereka
dikategorikan berada di tahap paling miskin (hardcore poverty). Mereka biasanya
dibagi menjadi tiga kelompok utama: Senoi (54,1%), Proto-Melayu (42,7%) dan
Negrito (3,2%). Bidan dan dukun adalah tokoh-tokoh penting dalam sistem
kesehatan tradisional Orang Asli. Dilaporkan bahwa angka kematian ibu etnik
Orang Asli pada tahun 2002 adalah 480 per 100.000 kelahiran hidup, yang lebih
dari sepuluh kali lebih tinggi dibandingkan dengan data nasional dari 30 kematian
per 100.000 kelahiran hidup seperti di tahun yang sama. Meskipun status
kesehatan wanita Orang Asli telah meningkat selama bertahun-tahun, masih tidak
setara dengan patokan nasional.2
Di antara wanita Orang Asli di Negeri Sembilan pada tahun 2009, angka
kematian ibu dilaporkan menjadi 35,7 per 100.000 kelahiran hidup yang sekitar
30% lebih tinggi dari data nasional. Perawatan antenatal Orang Asli juga
dilaporkan lebih rendah dibandingkan dengan tingkat nasional. Menurut survei
yang dilakukan oleh Lim & Chee pada tahun 1998 di kalangan wanita Orang Asli
di negara bagian Pahang, hanya sekitar 64% dari mereka datang untuk
pemeriksaan antenatal. Situasi serupa dilaporkan di daerah lain pedesaan di
Malaysia di mana hanya sekitar 50% wanita Orang Asli hamil datang untuk
pemeriksaan antenatal pertama mereka di trimester pertama.2
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah, yaitu tingginya angka kematian ibu di
kawasan luar kota di Malaysia, kurangnya efektifitas sistem mendeteksi dini ibu
beresiko tinggi dan karena AKI merupakan salah satu indikator mutu pelayanan
kebidanan dalam suatu negara atau daerah, maka dipandang perlu untuk
2
melakukan studi mengenai angka kematian ibu.
Berkaitan dengan kematian ibu, maka terdapat beberapa permasalahan yang
ingin diteliti, yaitu:
a. Jumlah Angka Kematian Ibu (AKI) di luar kota di daerah Negeri Sembilan
Malaysia (2011 – 2013)
b. Faktor – faktor resiko penyebab kematian ibu di luar kota Malaysia
tersebut
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Mengetahui atau mendapatkan data mengenai angka kematian ibu (AKI)
di luar kota Malaysia di Hospital Tuanku Jaafar tahun 2011-2013.
1.3.2 Tujuan Khusus
1.3.2.1Untuk mengetahui jumlah kasus kematian ibu berdasarkan
penyebab kematian
1.3.2.2 Untuk mengetahui jumlah kasus kematian ibu berdasarkan usia ibu
1.3.2.3 Untuk mengetahui jumlah kasus kematian ibu berdasarkan paritas
1.3.2.4 Untuk mengetahui jumlah kasus kematian ibu berdasarkan etnisitas
1.3.2.5 Untuk mengetahui jumlah kasus kematian ibu berdasarkan jarak ke
rumah sakit atau puskesmas
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Hasil penelitian ini dapat menjadi masukan dalam upaya pencegahan dan
penanggulangan kematian ibu
1.4.2 Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukkan bagi penelitian
yang lebih besar untuk memperkirakan angka kematian ibu, khususnya di
daerah Seremban.
1.4.3 Bagi peneliti sendiri merupakan pengalaman yang berharga dalam
memperluas wawasan keilmuan dan menjadi sarana pengembangan diri
melalui penelitian
BAB II
3
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kematian Ibu di kalangan bumiputera dan orang asli di luar kota
Kematian ibu atau kematian maternal merupakan kematian dari setiap wanita
selama masa kehamilan, bersalin atau dalam 42 hari sesudah berakhirnya
kehamilan oleh sebab apapun, tanpa melihat usia dan lokasi kehamilan, oleh
setiap penyebab yang berhubungan dengan atau diperberat oleh kehamilan atau
penanganannya tetapi bukan oleh kecelakaan atau insidental. Hal ini sesuai
dengan defenisi International Statistical Classification of Disease and Related
Health Problems (ICD). Angka kematian maternal kemudian didefenisikan
sebagai jumlah kematian maternal selama satu periode waktu dalam 100.000
kelahiran hidup. 2,3
Malaysia adalah masyarakat multi-rasial yang terdiri dari banyak kelompok
etnis. Pada tahun 2008, distribusi penduduk (warga negara) oleh kelompok etnis
Melayu merupakan menunjukkan 54,3% dari penduduk, Cina 25%, Lainnya
Bumiputera (Adat) 11,9%, India 7,5% dan Lainnya 1,3%. Di Semenanjung
Malaysia, Bumiputera lain yang dikenal sebagai Orang Asli. Populasi Sensus
tahun 2004 oleh Departemen Urusan Orang Asli (JHEOA), menunjukkan bahwa
ada 149.723 Orang Asli, yang mewakili 0,6 persen dari nasional penduduk.
Mereka diklasifikasikan menjadi 3 sub-etnis utama Proto-Melayu, Senoi dan
Negrito. Di Sabah, ada sekitar 32 etnis dari Bumiputera lain dan terutama adalah
Kadazandusun, Bajau, Murut dan sisanya ditujukan sebagai Bumiputera Sabah
lain. Sementara di Sarawak, ada sekitar 26 komunitas etnis yang berbeda dan yang
paling umum adalah Iban, Bidayuh, Melanau dan yang lainnya dikelompokkan
sebagai Bumiputera Sarawak lain . Dalam bab ini Bumiputera lain-lain akan
disebut sebagai Orang Asli dan Bumiputera Sabah dan Sarawak (S / S).
Bumiputera lainnya tercatat persentase kedua kematian tertinggi (setelah Melayu)
di 15,2%.2
Pada tahun 2006, ada 19 (15%) kematian ibu yang dilaporkan antara lain
Bumiputera yang meningkat menjadi 23 (16,9%) pada tahun 2007 dan berkurang
menjadi 22 (16,5%) pada tahun 2008. Selama tiga tahun, tren menurut spesifik
etnis menunjukkan bahwa kematian ibu tinggi di antara Iban dengan 6 kematian di
4
2006 dan pada tahun 2007, dan meningkat menjadi 7 tahun 2008, sementara Bajau
menunjukkan peningkatan yang luar biasa dari 5 kematian pada tahun 2006
menjadi 8 tahun 2007, namun dikurangi 1 kematian pada tahun 2008. Sementara
kematian ibu di Orang Asli adalah 4 pada tahun 2006 dan dikurangi menjadi 3
kematian pada tahun 2007 dan 2008 (Tabel 2.1 ) dan (Grafik 2.1) Dalam laporan
ini, kami dapat menganalisis angka kematian ibu etnis tertentu untuk tahun 2006
dan 2007. Perlu dicatat bahwa risiko kematian tertinggi di antara Bajau (101,84
per 100.000 kelahiran hidup) diikuti oleh Murut (100.4 per 100.000 kelahiran
hidup) dan Orang Asli (85.21 per 100.000). Sedangkan risiko kematian ibu di
kalangan Bidayuh dan Kadazandusun mirip dengan populasi umum (Tabel 2.2) 2
Tabel 2.1. Angka Kematian Ibu (AKI) etnik bumiputera Sabah/Sarawak dan
orang asli Tahun 2006 hingga 2008
*Confidential Enquiries Into Maternal Deaths in Malaysia 2006-2008
5
Gambar 2.1. Angka Kematian Ibu (AKI) etnik bumiputera orang asli Tahun 2006 hingga 2008
Dalam laporan ini, kami dapat menganalisis angka kematian ibu etnis tertentu
untuk tahun 2006 dan 2007. Perlu dicatat bahwa risiko kematian tertinggi di
antara Bajau (101,84 per 100.000 kelahiran hidup) diikuti oleh Murut (100.4 per
100.000 kelahiran hidup) dan Orang Asli (85.21 per 100.000). Sedangkan risiko
kematian ibu di kalangan Bidayuh dan Kadazandusun mirip dengan populasi
umum (Grafik 2.2)2
Tabel 2.2 Kematian Ibu secara spesifik di kalangan Bumiputera dan Orang asli
Dari 2006 hingga 2008, sebagian besar kematian ibu (79,2%) yang terutama
disebabkan penyebab langsung. Penyebab langsung diidentifikasi dalam
Bumiputera Sabah dan Sarawak adalah gangguan hipertensi pada kehamilan,
PPH, emboli obstetrik dan penyakit jantung di kehamilan, sedangkan PPP dan
penyakit jantung pada kehamilan adalah penyebab umum pada Orang Asli (Tabel
2.3).2
6
Tabel2. 3. Angka Kematian ibu di kalangan Bumiputera Sabah/Sarawak dan Orang asli
*Confidential Enquiries Into Maternal Deaths in Malaysia 2006-2008
Mayoritas ibu-ibu ini berada di kelompok usia risiko rendah dari 20-34 (57,8%)
dan diikuti dengan di atas 35 kelompok umur (35,9%). Mereka juga dalam risiko
rendah paritas (1-5) (68.7%) dan lebih dari 80% adalah ibu rumah tangga (Tabel
2.4 dan 2.5 ).Sebagian besar Bumiputera di Sabah dan Sarawak (81%) memiliki
pendidikan formal, bertentangan dengan 60% dari Orang Asli yang tidak memiliki
pendidikan formal. 35% dari Bumiputera Sabah dan Sarawak (S & S) dan 90%
dari Orang Asli hidup lebih dari 20 km dari rumah sakit. 55% dari Bumiputera
Sabah dan Sarawak dan 70% dari Orang Asli tidak pernah mempraktekkan
keluarga berencana.2
7
Tabel 2.4 Profil pasien yang beresiko
Tabel 2.5. Profil pasien yang beresiko
8
2.2 Penyebab Kematian Maternal
Penyebab kematian maternal merupakan suatu hal yang cukup kompleks,
yang dapat digolongkan pada beberapa faktor, antara lain faktor reproduksi,
komplikasi obstetrik, pelayanan kesehatan, dan sosioekonomi.4,8
1. Faktor – faktor reproduksi
a.Usia
Dalam kurun reproduksi sehat dikenal bahwa usia aman untuk kehamilan dan
persalinan adalah 20 – 30 tahun. Kematian maternal pada wanita hamil dan
melahirkan pada usia dibawah 20 tahun ternyata 2 – 5 kali lebih tinggi
daripada kematian maternal yang terjadi pada usia 20 – 29 tahun. Kematian
maternal meningkat sesudah usia 30 – 35 tahun.4
b.Paritas
Paritas 2 – 3 merupakan paritas paling aman ditinjau dari sudut kematian
maternal. Paritas 1 dan paritas tinggi (lebih dari 3) mempunyai angka
kematian maternal lebih tinggi. Lebih tinggi paritas, lebih tinggi kematian
maternal.4,8
c.Kehamilan yang tidak diinginkan
World Fertility Survey yang diadakan di 40 negara sedang berkembang
menyatakan bahwa 40 – 60% wanita berkeluarga tidak ingin menambah
jumlah anak lagi. Namun 50 – 75% dari jumlah ini ternyata tidak
menggunakan salah satu metode kontrasepsi efektif, sehingga kemungkinan
terjadinya kehamilan yang tidak diinginkan masih cukup besar.4,7
2. Komplikasi obstetrik
a. Perdarahan
Perdarahan pada kehamilan muda disebut keguguran atau abortus yang
terjadi pada kehamilan kurang dari 22 minggu, sedangkan pada kehamilan
tua di atas usia kehamilan 22 minggu disebut perdarahan antepatum dan
perdarahan yang terjadi setelah melahirkan atau yang disebut perdarahan
postpartum. Perdarahan yang terjadi setelah usia kehamilan di atas 22
minggu biasanya lebih banyak dan lebih berbahaya daripada sebelum 22
minggu dan membutuhkan penanganan yang berbeda.
b. Perdarahan antepartum
9
Pada setiap perdarahan anterpartum pertama-tama harus selalu dipikirkan
bahwa hal tersebut bersumber pada kelahiran plasenta. Perdarahan
anterpartum yang terjadi kira-kira terbagi atas:
(1) Plasenta previa
Plasenta previa adalah plasenta yang letaknya abnormal, yaitu pada
segmen bawah uterus sehingga dapat menutup sebagian atau seluruh
pembukaan jalan lahir.
Gejala plasenta previa adalah perdarahan pervaginam, biasanya tidak
nyeri, berwarna merah terang, tidak disertai kontraksi uterus dan
cenderung terjadi tiba-tiba sewaktu trisemester III. Sebelum
persalinan, kejadiannya sering ringan sampai sedang dan cenderung
berhenti secara spontan, sewaktu persalinan aktif, perdarahan dapat
hebat.
Penanganan plasenta previa antara lain secara konservatif dan
penanganan secara aktif.
(2) Solusio plasenta
Solusio plasenta adalah terlepasnya plasenta yang letaknya normal
pada corpus uteri sebelum janin lahir. Gejalanya berupa perdarahan
pervaginam antepartum disertai nyeri uterus. Perdarahan anterpartum
dan intrapartum tidak dapat dicegah kecuali dengan menyelesaikan
persalinan segera. Bila persalinan telah selesai, penderita belum
bebas dari bahaya postpartum.
Penatalaksanaan tergantung berat ringannya kasus. Pada kasus
ringan dilakukan istirahat, pemberian sedatif, kemudian penentuan
apakah gejala semakin progresif atau akan berhenti. Pada kasus
sedang dan berat maka penanganan bertujuan untuk mengatasi
renjatan, memperbaiki anemia, menghentikan perdarahan, dan
mengosongkan uterus secepat mungkin.4, 7, 9
c. Perdarahan postpartum
Perdarahan postpartum didefinisikan sebagai hilangnya darah sebanyak
500 ml atau lebih dari organ-organ reproduksi setelah selesainya kala tiga
persalinan (ekspulsi atau ekstraksi plasenta dan ketuban). Perdarahan dapat
10
terjadi secara dini yaitu bila terjadi perdarahan yang berlebihan selama 24
jam setelah kala tiga persalinan selesai dan perdarahan postpartum lanjut
bila terjadi setelah periode 24 jam pertama sampai selama masa nifas. Hal-
hal yang dapat menyebabkan perdarahan postpartum adalah; atonia uteri,
perlukaan jalan lahir, terlepasnya bagian plasenta dari uterus, tertinggalnya
sebagian dari plasenta. Kadang-kadang perdarahan dapat juga disebabkan
oleh adanya kelainan dalam proses pembekuan darah.
(1) Atonia uteri
Sebab terpenting dari perdarahan postpartum adalam atonia uteri
yang terjadi bila miometrium tidak berkontraksi. Uterus menjadi
lunak dan pembuluh darah bekas perlengketan plasenta terbuka
lebar. Diagnosis biasanya tidak sulit, terutama apabila timbul
perdarahan yang banyak segera setelah lahir sehingga pasien segera
jatuh dalam keadaan syok. Atoni uteri dapat terjadi sebagai akibat
dari: 1) partus lama, 2) pembesaran uterus yang berlebihan, 3)
multiparitas, 4) persalinan yang terlalu cepat, 5) persalinan dengan
induksi.4,9
(2) Retensio plasenta
Bila plasenta belum terlepas setengah jam sesudah anak lahir,
keadaan ini disebut retensi plasenta. Dalam hal ini dapat disebabkan:
Plasenta adhesive, dimana plasenta tidak mudah terlepas akibat
kontraksi uterus yang tidak adekuat
Plasenta increta-perkreta, dalam hal mana pada beberapa tempat
villi chorialis menjalar sampai ke tengah-tengah otot dinding
rahim sehingga plasenta melekat dan sukar terlepas dari dinding
rahim.
Plasenta inkarserata, dimana terjadi kala uri sudah terlepas tetapi
masih tidak dapat keluar oleh karena segmen bawah uterus
berkontraksi
Penatalaksanaan retensi plasenta dicoba dengan melakukan manual
plasenta, jika tindakan ini gagal maka jaringan plasenta dikeluarkan
dengan tang (cunam) abortus dilanjutkan kuret sisa plasenta. Bila
11
plasenta tidak dapat dilaksanakan, histerektomi dapat
dipertimbangkan.4,6,8
(3) Sisa plasenta (rest plasenta)
Sisa plasenta dan ketuban yang masih tertinggal dalam rongga rahim
dapat menimbulkan perdarahan pervaginam setelah plasenta lahir
atau kontraksi uterus baik. Ataupun perdarahan postpartum lambat
(biasanya terjadi 6-10 hari pasca persalinan), yaitu perdarahan
pervaginam berulang atau yang terus berlangsung pasca persalinan.
Pada umumnya, pengeluaran sisa plasenta dilakukan dengan
kuretase. Dalam kondisi tertentu apabila memungkinkan sisa
plasenta dikeluarkan secara manual, lalu diikuti dengan pemberian
obat uterotonika dan antibiotik. 4,10
(4) Perlukaan jalan lahir
Perdarahan dalam keadaan dimana plasenta telah lahir lengkap dan
kontraksi rahim baik, dapat dipastikan bahwa perdarahan tersebut
berasal dari perlukaan jalan lahir, yang terdiri dari :
Robekan perneum, yang dibagi ke dalam empat tingkatan, yaitu
Tingkat I : robekan hanya pada selaput lendir vagina dengan
atau tanpa mengenai kulit perineum.
Tingkat II : robekan mengenai selapur lendir vagina dan otot
perinea transversalis tapi tidak mengenai sfingter
ani
Tingkat III : robekan mengenai seluruh perineum dan otot
sfingter ani.
Tingkat IV : robekan sampai mukosa rektum
Penanganan robekan perineum adalah harus dijahit.4,8
Hematoma vulva
Penanganan hematoma tergantung pada lokasi dan besar
hematoma.Pada hematoma yang kecil tidak perlu operatif, cukup
dilakukan kompres.Pada hematoma yang besar, lebih-lebih disertai
anemia dan presyok, harus segera dilakukan pengosongan hematom,
mencari sumber perdarahan, lalu menjahit sumber perdarahan
12
tersebut.4
Robekan dinding vagina
Robekan dinding vagina harus dijahit. Untuk kasus
kolpoporeksis, yaitu robekan vagina bagian atas sehingga
sebagian serviks uteri dan sebagian uterus terlepas dari vagina,
serta fistula visikovaginal harus dirujuk ke rumah sakit.7,8
Robekan serviks
Robekan serviks paling sering terjadi adalah pada arah jam 3
dan 9. Penanganan robekan serviks adalah dengan penjahitan
untuk menghentikan perdarahan.4,8
Ruptura uteri
Ruptura uteri atau robekan uterus adalah laparatomi. Ruptura
uteri merupakan peristiwa yang gawat bagi ibu, terlebih bagi
anak. Apa bila peristiwa ini terjadi di rumah sakit dan
pertolongan dapat diberikan dengan segera, angka mortalitas ibu
dapat ditekan sampai beberapa persen. Akan tetapi apabila
penderita dibawa ke rumah sakit dalam keadaan shock dan
karena persalinan lama, menderita pula dehidrasi dan infeksi
intrapartum, angka kematian ibu menjadi sangat tinggi.4,8
d. Pre Eklampsia dan Eklampsia
Pre eklampsia adalah penyakit yang ditandai oleh hipertensi, edema,
proteinuri yang timbul karena kehamilan, penyakit ini umumnya terjadi
dalam triwulan III kehamilan. Faktor predisposisinya yaitu nullipara
umur belasan tahun, riwayat preeklampsia/eklampsia dalam keluarga,
kehamilan ganda, molahidatidosa dan DM.4
Eklampsia ditandai oleh suatu atau beberapa kejang yang didahului oleh
makin memburuknya preeklampsia dan timbulnya gejala-gejala nyeri
kepala, gangguan penglihatan, mual dan nyeri epigastrium. Komplikasi
terberat adalah kematian ibu dan janin. Komplikasi lainnya antara lain
hipofibrinogenemia, perdarahan otak, edema paru, solusio plasenta dan
lain-lain. 4
Penanganan preeklampsia tergantung dari berat ringannya kasus
13
preeklampsia yang terjadi pada ibu hamil. Pada preeklampsia ringan
penanganannya meliputi; diet cukup protein, rendah karbohidrat, lemak
dan garam; sedatif ringan, roborantia. Pada preeklampsia berat atau
eklampsia meliputi tirah baring ke satu sisi, pemberian obat kejang,
pemberian obat anti hipertensi dan mengupakan untuk segera mengakhiri
kehamilan.4,8,11
e. Infeksi nifas
Istilah infeksi nifas mencakup semua peradangan yang disebabkan oleh
masuknya kuman-kuman ke dalam alat-alat genital pada waktu
persalinan dan nifas. Demam nifas ditandai dengan kenaikan suhu sampai
38oC atau lebih selama 2 hari dalam 10 hari pertama postpartum dengan
mengecualikan hari pertama. Dahulu infeksi nifas merupakan penyebab
kematian maternal yang paling penting, akan tetapi berkat kemajuan ilmu
pengetahuan tentang sebab-sebab infeksi nifas dan pencegahannya, dan
penemuan obat-obat terbaru seperti sulfa dan antibiotika lainnya. Di
negara-negara berkembang dengan pelayanan kebidanan yang masih jauh
dari sempurna, peranan infeksi masih besar. 4,8,12
Infeksi nifas dapat terjadi pada pertolongan persalinan yang tidak
mengindahkan syarat-syarat asepsis, antisepsis, partus lama, ketuban
pecah dini, dan sebagainya.
Faktor predisposisi yang terpenting pada infeksi nifas ialah :
Semua keadaan yang dapat menurunkan daya tahan penderita, seperti
perdarahan yang banyak, preeklampsia, juga infeksi lain, seperti
pneumonia, penyakit jantung dan sebagainya.
Partus lama, terutama dengan ketuban pecah lama
Tindakan bedah vaginal, yang menyebabkan perlukaan pada jalan
lahir
Tertinggalnya sisa plasenta, selaput ketuban dan bekuan darah4,7,8
Infeksi nifas dapat dibagi dalam 2 golongan, yaitu:
Infeksi yang terbatas pada perineum, vulva, vagina, serviks dan
endometrium
14
Penyebaran dari tempat-tempat tersebut melalui vena-vena, melalui
jalan limfe dan melalui permukaan endometrium
Menurut derajatnya septikemia merupakan infeksi yang paling berat
dengan mortalitas tinggi, dan segera diikuti oleh peritonitis umum.
Piema menyebabkan kematian yang cukup tinggi. Penyakitnya
berlangsung lebih lama. Pada pelvioperitonitis dan selulitis pelvis
bahaya kematian dapat diatasi dengan pengobatan yang sesuai. Abses
memerlukan tindakan untuk mengeluarkan nanahnya. 4,7
Antibiotik memegang peranan penting dalam pengobatan infeksi nifas.
Pemberian penicilin dalam dosis tinggi atau dengan antibiotik spektrum
luas sangat efeektif sebelum hasil pembiakan dan tes-tes kepekaan
diketahui dan dilakukan pengobatan yang paling sesuai. Disamping
pengobatan dengan antibiotika, tindakan-tindakan untuk mempertinggi
daya tahan tubuh tetap diperlukan. Perawatan baik sangat penting. 4,8
f. Emboli cairan amnion
Emboli cairan ketuban merupakan sindrom dimana setelah sejumlah
besar cairan ketuban memasuki sirkulasi darah maternal, tiba-tiba terjadi
gangguan pernafasan yang akut dan shock, 25% wanita yang menderita
keadaan ini meninggal dunia dalam waktu 1 jam. Emboli cairan ketuban
jarang dijumpai, kemungkinan banyak kasus tidak terdiagnosa, diagnosa
yang dibuat adalah Shok obstetric, perdarahan postpartum atau edema
pulmoner akut. Dua tempat utama masuknya cairan ketuban kedalam
sirkulasi darah maternal adalalah vena endocervical (yang dapat terobek
sekalipun pada persalinan normal) dan daerah utero plasenta. Ruputra
uteri meningkat kemungkinan masuknya cairan ketuban. Abruption
plasenta merupakan peristiwa yang sering di jumpai, kejadian ini
mendahului atau bersamaan dengan episode emboli.
Etiologi
Faktor predisposisi;
1. Multi paritas
2. Usia lebih dari 30 thn
15
3. Janin yang besar
4. Kematian janin intrauterine
5. Meconium dalam cairan ketuban
6. Kontraksi uterus yang kuat
7. Insidensi yang tinggi kelahiran dengan operasi.
Syok yang dalam yang terjadi secara tiba – tiba tanpa diduga pada wanita yang
proses persalinanya sulit atau baru saja menyelesaikan persalinan yang sulit.
Khususnya kalau wanita itu multipara berusia lanjut dengan janin yang amat
besar, mungkin sudah meninggal dengan meconium dalam cairan ketuban, harus
menimbulkan kecurigaan, pada kemungkinan ini (emboli cairan ketuban). Jika
sesak juga didahului dengan gejala mengigil yang diikuti dyspnea, vomitus,
gelisah, dll disertai penurunan tekanan darah yang cepat serta denyut nadi yang
lemah dan cepat. Maka gambaran tersebut menjadi lebih lengkap lagi. Jika
sekarang dengan cepat timbul edema pulmoner padahal sebelumnya tidak terdapat
penyakit jantung, diagnose emboli cairan ketuban jelas sudah dapat dipastikan.
Pada uraian ini tidak ada lagi yang ditambahkan kecuali hasil pemeriksaan
selanjutnya menunjukkan bahwa gambaran tersebut biasanya disertai kegagalan
koagulasi darah pasien dan adanya perdarahan dari tempat plasenta. Pasien
dengan kecurigaan emboli cairan ketuban.
Faktor Resiko
Antara lain:
• Kehamilan multipara.
• Persalinan yang cepat
• Stimulasi oxytosin
• Overstimulasi rahim
• Manipulasi rahim.
Faktor – faktor predisposisi, meliputi
Kelahiran yang tergesa – gesa
Multiparitas
Kematian janin intrauteri.
Meconium dalam cairan amnion.
16
Kelahiran operatif dan plasenta previa.
Kemungkinan emboli air ketuban terjadi kalau:
Ketuban sudah pecah
His kuat
Pembulu darah yang terbuka (SC, ruptura uteri).
g. Gestosis
Penyebab gestosis sampai saat ini belum diketahui. Primipara dan gravid
pada usia di atas 35 tahun merupakan kelompok risiko tinggi untuk
gestosis.4
h. Kehamilan ektopik
Penyakit radang panggul, penyakit hubungan seksual, atau infeksi pasca
abortus sering merupakan factor predisposisi pada kehamilan ektopik. 4
i. Distosia
Distosia adalah suatu keadaan dimana persalinan mengalami
hambatan/kesulitan sehingga persalinan tidak ada kemajuan. Sebab-sebab
distosia dapat dibagi dalam 3 golongan, yaitu:
Kelainan tenaga atau kelainan his
His yang tidak normal dalam kekuatan atau sifatnya menunjukkan
bahwa rintangan pada jalan lahir yang lazim terdapat dalam persalinan
tidak dapat diatasi sehingga persalinan mengalami hambatan atau
kemacetan.
Kelainan janin
Persalinan dapat gangguan atau kemacetan karena kelainan letak atau
kelainan bentuk janin
Kelainan jalan lahir
Kelainan dalam ukuran atau bentuk jalan lahir bisa menghalangi
kemajuan persalinan. 4,7,8
j. Pengguguran kandungan
Pengguguran kandungan yang dilakukan secara illegal dan tidak aman
17
secara medis akan berakibat timbulnya perdarahan dan sepsis, yang dapat
diikuti dengan kematian. 4
3. Faktor – faktor pelayanan kesehatan
a. Kurangnya kemudahan untuk pelayanan kesehatan maternal.
b. Asuhan medik kurang baik
c. Kurangnya tenaga terlatih dan obat – obat penyelamat jiwa.4,8
4. Faktor – faktor sosiobudaya
Kemiskinan, ketidaktahuan, kebodohan, dan rendahnya status wanita
merupakan beberapa faktor sosiobudaya yang berperan pada tingginya
kematian maternal.4,8
2.3 Upaya Menurunkan Tingkat Kematian Maternal
a. Pencegahan
Keluarga Berencana
Jika para ibu yang tidak ingin hamil lagi dapat memperoleh pelayanan
kontrasepsi efektif sebagaimana diharapkan, maka akan berkuranglah
prevalensi abortus provokatus serta prevalensi wanita hamil pada usia
lanjut dan paritas tinggi. Dengan berkurangnya faktor risiko ini, maka
angka kematian maternal dapat turun pula dengan bermakna. Oleh
karena itu, pelayanan keluarga berencana harus dapat mencapai sasaran
seluas-luasnya di masyarakat, terutama golongan risiko tinggi.4,13
Pemeriksaan kehamilan dan pelayanan rujukan
Pemeriksaan antenatal yang baik dan tersedianya fasilitas rujukan bagi
kasus risiko tinggi dapat menurunkan angka kematian maternal. Petugas
kesehatan seharusya dapat mengidentifikasi faktor-faktor risiko yang
berhubungan dengan usia, paritas, riwayat obstetric buruk, dan
perdarahan selama kehamilan. Mereka harus mampu memberikan
pengobatan terhadap penyakit-penyakit penyerta kehamilan, misalnya
anemia. Mereka juga harus mampu mengenal tanda-tanda dini infeksi,
partus lama, perdarahan berlebihan, dan mengetahui saat yang tepat
18
untuk merujuk ke fasilitas pelayanan kesehatan yang lebih lengkap. 4
b. Perbaikan pelayanan gawat darurat
Walaupun upaya pencegahan dengan identifikasi faktor-faktor risiko telah
dilakukan, namun masih ada kemungkinan komplikasi berat terjadi
sewaktu-waktu. Dalam hal ini, rujukan harus segera dilakukan, karena
kematian dapat terjadi dalam waktu singkat. Oleh karena itu, petugas
kesehatan di lini terdepan harus dibekali dengan kemampuan melakukan
tindakan darurat dengan tepat.4,8,13
c. Perbaikan jaringan pelayanan kesehatan
Pengadaan tenaga terlatih di pedesaan.
Di Malaysia, sebagian besar persalinan masih ditolong oleh dukun,
khususnya yang berlangsung di desa-desa. Mereka harus dilatih untuk
melakukan teknik asepsis dan pengenalan dini tanda-tanda bahaya, serta
kemampuan pertolongan pertama dan mengetahui rujukan harus dilakukan
ke mana. Pada saat ini, pemerintah sedang mengupayakan pengadaan
tenaga bidan untuk setiap desa.4
Peningkatan kemampuan Klinik Desa.
Klinik Desa yang merupakan fasilitas rujukan pertama dari petugas lini
terdepan harus dilengkapi dengan dokter terlatih serta kelengkapan yang
diperlukan untuk mencegah kematian maternal. Klinik Desa seharusnya
dapat mengatasi perdarahan akut, tersedia antibiotika dan cairan yang
cukup, dan mampu memberikan pertolongan bedah obstetrik sederhana.4,8
Hospital rujukan
Hospital rujukan harus dilengkapi dengan fasilitas transfuse darah, listrik,
air bersih, alat operasi, anesthesia, antibiotika, serta tenaga terlatih.
Menurut WHO ada 7 fungsi utama dari hospital rujukan pertama yang
harus dipenuhi, antara lain : (1) mampu melakukan tindakan bedah
meliputi seksio sesarea, terapi bedah pada sepsis, reparasi robekan vagina
dan serviks, laparatomi pada rupture uteri dan kehamilan ektopik, dan
evakuasi abortusi komplit; (2) mampu memberikan pelayanan anestesi dan
resusitasi jantung paru; (3) mampu melakukan tindakan medis pada
renjatan, sepsis dan eklamsia; (4) mampu memberikan transfuse darah dan
19
terapi cairan; (5) mampu melakukan tindakan bedah kebidanan per
vaginam serta partograf; (6) mampu memberikan pelayanan kontrasepsi
efektif; (7) mampu mengelola kasus risiko tinggi. 4,8,13
BAB III
KERANGKA KONSEP
3.1 Dasar Pemikiran Variabel Yang Diteliti
Kematian maternal adalah kematian sewaktu hamil, melahirkan atau
20
dalam 42 hari sesudah berakhirnya kehamilan, tidak tergantung dari lama dan
lokasi kehamilan, disebabkan oleh apapun yang berhubungan dengan kehamilan
atau penanganannya, tetapi tidak secara kebetulan.
Kematian maternal ini umumnya disebabkan oleh komplikasi obstetrik
seperti perdarahan, infeksi, pre eklampsia, eklampsia, distosia. Selain itu, terdapat
faktor-faktor risiko yang memperngaruhi terjadinya kematian ibu bersalin, antara
lain umur, paritas, jarak kehamilan, pendidikan, ekonomi.
Karena keterbatasan peneliti untuk mengakses data mengenai faktor-faktor
lainnya, maka variabel-variabel yang diteliti meliputi:
1. Umur
Umur ibu pada saat hamil dan bersalin merupakan salah satu faktor yang
menentukan tingkat risiko kehamilan dan persalinan. Dalam kurun reproduksi
dikenal bahwa usia aman untuk kehamilan dalam persalinan adalah 20-35 tahun.
Kematian maternal meningkat pada usia di bawah 20 tahun, dan di atas 35 tahun.
2. Paritas
Paritas 2-3 merupakan paritas paling aman ditinjau dari sudut kematian maternal.
Paritas satu atau paritas tinggi (lebih dari 3) mempunyai angka kematian maternal
lebih tinggi.
3. Etnisitas
Angka kematian ibu antara etnik lain-lain, bumiputera lainnya, India, Melayu
adalah dua kali lipat tingkat di kalangan etnik Cina.
4. Jarak ke rumah sakit atau puskesmas
Transportasi dan transfer dari pusat kesehataan pedesaan ke rumah sakit umum
masih kurang efisien.
5. Penyebab Kematian
Penyebab kematian merupakan faktor medis/langsung yang disebabkan oleh
komplikasi obstetrik atau penyakit kronik yang menjadi lebih berat selama masa
kehamilan, sehingga berakhir dengan kematian, yaitu perdarahan, eklampsia,
infeksi, abortus, partus lama, trauma obstetrik, emboli obstetrik, komplikasi masa
nifas, dan lain-lain.
3.2 Definisi Operasional dan Kriteria Obyek
21
1. Kematian ibu
a. Definisi: kematian yang berlangsung pada saat kehamilan dan persalinan
atau dalam waktu 42 hari setelah persalinan yang dialami ibu yang dirawat
di bagian kebidanan Hospital Tuanku Jaafar selama periode Januari 2011-
Desember 2013
b. Cara ukur: Mengumpulkan data melalui rekam medik kemudian
diakumulasikan berdasarkan jumlah kematian ibu.
2. Angka kematian ibu bersalin
a. Definisi: jumlah kematian ibu dalam satu tahun dibagi jumlah persalinan
dalam tahun yang sama yang dirawat di Hospital Tuanku Jaafar dikali
100.000.
b. Cara ukur: Mengumpulkan data melalui rekam medik kemudian
diakumulasikan berdasarkan jumlah angka kematian ibu.
3. Usia
a. Definisi: Usia terakhir yang dicapai oleh ibu sehingga persalinan terakhir
yang diperoleh dari status ibu.
- Risiko tinggi: Bila pada status ibu tercatat usia ibu kurang dari 20 tahun
atau lebih 35 tahun.
- Bukan risiko tinggi: Bila pada status ibu tercatat umur ibu 20-35 tahun.
b. Cara ukur: Dengan mencatat variabel umur sesuai dengan yang tercantum
pada rekam medic.
Hasil: 1) < 19 tahun
2) 20-34 tahun
3) > 35 tahun
4. Paritas
a. Definisi: Frekuensi persalinan yang dialami ibu, yang tercatat dalam status
ibu.
- Primipara : ibu pertama kali melahirkan
22
- Multipara: ibu pernah melahirkan sebelum ini.
b. Cara ukur: Dengan mencatat variabel paritas sesuai dengan yang
tercantum pada rekam medic
Hasil: 1) 0
2) 1-5
3) 6 dan ke atas
5. Etnisitas
a. Definisi: Etnik orang asli di luar kota daerah Negeri Sembilan yaitu etnik
Semelai, Temuan dan Jahudi.
b. Cara ukur: Dengan mencatat variabel etnik sesuai dengan yang tercantum
pada rekam medic.
6. Desa/kampung
a. Definisi: Satu petempatan di luar kota daerah Negeri Sembilan yang
penduduknya kurang dari 1000 orang di sesebuah kawasan dan didiami
oleh masyarakat orang asli.
b. Cara ukur: Dengan mencatat variabel nama desa/kampong sesuai dengan
yang tercantum pada rekam medic
Hasil: 1) Kampung Sungai Cherbang
2) Kampung Sungai Sot
3) Kampung Sungai Lui
7. Jarak ke rumah sakit
a. Definisi: Jarak satu petempatan di luar kota daerah Negeri Sembilan yang
penduduknya kurang dari 1000 orang di sesebuah kawasan dan didiami
oleh masyarakat orang asli.
b. Cara ukur: Dengan mencatat variabel jarak sesuai dengan yang tercantum
23
pada rekam medic.
Hasil: 1) 0 km
2) 10-20 km
3) > 20 km
8. Penyebab Kematian
a. Definisi: Faktor medis/langsung yang menjadi penyebab kematian ibu,
yang tercatat dalam status ibu.
b. Cara ukur: Mengumpulkan data melalui rekam medik kemudian dicatat
sesuai dengan variable penyebab kematian.
Hasil:
1) Perdarahan postpartum
2) Hipertensi waktu kehamilan
3) Emboli onstetrik
4) Penyakit jantung waktu kehamilan
5) Plasenta praevia
6) Septicaemia
7) Abortus/molar/ektopik
8) SLE
9) Lain-lain
Bedasarkan teori yang telah dipaparkan dan ditelaah dari berbagai sumber, maka
kerangka konsep yang berhubungan dengan penelitian ini dapat dijabarkan
sebagai berikut:
24
UMUR
PARITAS
JARAK KE RUMAH SAKIT
ATAU PUSKESMAS
KEMATIAN IBU
PENYEBAB
KEMATIAN
ETNISITAS
Keterangan:
Variabel yang Diteliti
Gambar 3.1.Pola Hubungan Variabel yang Diteliti
BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1 Jenis Peneltian
Jenis penelitian yang digunakan adalah jenis penelitian kuantitatif deskriptif
yang menggambarkan distribusi kematian ibu dilihat dari beberapa variabel,
seperti umur, paritas, etnisitas, jarak ke rumah sakit atau puskesmas serta
25
penyebab langsung kematian ibu, yaitu perdarahan, preeklampsia/eklampsia, dan
infeksi, abortus, hipertensi, trauma obstetrik, emboli obstetric dan lain-lain.
4.2 Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan mulai tanggal 29 September-10 Oktober 2014
yang dilakukan di Hospital Tuanku Jaafar, Seremban, Negeri Sembilan.
4.3 Populasi dan Sampel
Populasi adalah dari 1511 ibu hamil etnik orang asli yang terdaftar dan 104
pasien yang meninggal akibat kehamilan dan persalinan dibagian kebidanan di
Hospital Tuanku Jaafar pada tahun 2011-2013. Sampel adalah pasien dibagian
kebidanan yang meninggal akibat kehamilan dan persalinan pada tahun 2011-
2013 yang memenuhi syarat untuk dimasukkan dalam penelitian. Semua populasi
dijadikan sampel (total sampling).
4.4 Cara Pengumpulan Data
Data yang di kumpulkan berupa data sekunder yang berasal dari status ibu
dibagian kebidanan di Hospital Tuanku Jaafar, yang tersimpan di bagian rekam
medik.
4.5 Jenis Data dan Instrumen Penelitian
Jenis data dalam penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh melalui
rekam medik subjek penelitian. Alat pengumpul data dan instrumen penelitian
yang dipergunakan dalam penelitian ini terdiri dari lembar isian dengan tabel-
tabel tertentu untuk merekam atau mencatat data yang dibutuhkan dari rekam
medik.
4.6 Manajemen Penelitian
Pengumpulan data dilakukan setelah meminta perizinan dari pihak pengarah
Hospital Tuanku Jaafar, Seremban, Negeri Sembilan. Kemudian nomor rekam
medik pasien yang rawat inap dalam periode yang telah ditentukan. Setelah itu
dilakukan pengamatan dan pencatatan langsung ke dalam lembar isian yang telah
26
disediakan.Setelah dilakukan pengumpulan data, dilakukan pengolahan data
dengan menggunakan program Excel Microsoft Office. Data yang telah diolah
selanjutnya disusun dan disajikan dalam bentuk table secara deskriptif dan
dikelompokkan sesuai dengan tujuan penelitian.
BAB V
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
5.1 Sejarah
Hospital Tuanku Jaafar terletak di Seremban,di daerah Negeri Sembilan.
Hospital ini mempunyai 860 buah katil, 20 disiplin klinikal, dan menyediakan
khidmat rawatan menengah dan rawatan lanjutan kebangsaan yang terpilih.
27
Dalam pelaksanaan dan pembentukan Hospital Tuanku Jaafar, Kementerian
Kesihatan Malaysia telah mengatur langkah oleh objektif Wawasan 2020 di mana
Malaysia harus mencapai status negara maju pada tahun 2020 dan
menyempurnakan visi Kementerian Kesihatan Malaysia. Oleh itu Hospital
Tuanku Jaafar adalah direkabentuk dan dilengkapi dengan peralatan canggih
sesuai dengan piawaian antarabangsa.
Hospital Tuanku Jaafar telah direkabentuk, dibina dan dilengkapi dengan
persekitaran Sistem Maklumat Hospital Menyeluruh dengan satu matlamat
operasi unggul. Merupakan hospital yang pertama di Malaysia dan di dunia yang
beroperasi dengan sistem ini meliputi seluruh aspek operasinya. Untuk mencapai
objektif keadaan fasiliti terbaik, organisasi berkesan dan berkemahiran tinggi,
operasi dan pentadbiran dijamin untuk kejayaan hospital ini.
Hospital Tuanku Jaafar adalah pusat Gastroenterologi, Rheumatologi,
Hepatologi, Hepatobiliari Surgeri, Vitreoretinal Surgeri, Kolorektal Surgeri,
Mikrosurgeri, dan Khidmat Renal. Menjadi hospital rujukan yang menyediakan
khidmat pakar pesakit luar bagi kes-kes yang dirujuk sahaja. Di sini tiada
menerima rawatan pesakit luar yang masuk begitu sahaja kecuali jika kes
kecemasan dikendali dalam Jabatan Kecemasan. Hospital ini juga memfokuskan
pada Khidmat Rawatan Ambulatori. Oleh itu Hospital Tuanku Jaafar telah
mendedikasikan disiplin-pelbagai Pusat Rawatan Ambulatori yang mencakupi
pembedahan rawatan harian, rawatan perubatan harian,perkhidmatan
endoskopi dan lithotripter.
5.2 Misi
a) Menyediakan perkhidmatan yang berkualiti tinggi, selamat, efisyen, efektif
dengan mengutamakan pelanggan.
b) Berkerjasama dengan masyarakat untuk mempromosi penjagaan kesihatan.
c) Komited untuk membangunkan tenaga kerja yang beretika, cekap dan
berdisiplin.
d) Membentuk organisasi yang berteraskan ilmu pengetahuan, inovatif, telus
28
dan amanah.
e) Menggunakan teknologi maklumat dalam merealisasikan objektif
organisasi.
5.3 Visi
Menjadi sebuah hospital terbilang di peringkat antarabangsa yang memberi
perkhidmatan perawatan perubatan yang profesional, berkualiti dan mesra
pelanggan berlandaskan Teknologi Maklumat.
BAB VI
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
6.1 Hasil Penelitian
Ada total 104 kematian maternal dan 12.742 kelahiran hidup selama periode
ulasan tahun 2011-2013. Data demografi diilustrasikan pada Gambar 6.2, 6.3, 6.4,
dan 6.5.
Tabel 6.1. Angka kematian ibu hamil dan jumlah kelahiran hidup pada kelompok etnik orang asli tahun 2011-2013 di Hospital Tuanku Jaafar.
29
Etnik Kematian ibu hamil (n) Jumlah Kelahiran Hidup
Semelai 88 4694
Temuan 12 4643
Jahudi 4 3405
Total 104 12.742
Gambar 6.2. Distribusi rasio kematian ibu hamil pada kelompok etnik orang asli tahun 2011-2013 di Hospital Tuanku Jaafar
Gambar 6.2 menunjukkan angka kematian ibu untuk tahun 2011, 2012 dan 2013
berdasarkan etnik orang asli. Etnik Semelai mencatatkan rasio kematian ibu yang
meningkat selama periode ulasan yaitu 841, 7 per 100.000 kelahiran hidup pada
tahun 2011, 857, 1 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2012, dan 1120 per
100.000 kelahiran hidup pada tahun 2013. Hal yang sama terjadi pada etnik
Temuan yang mana angka kematian ibu meningkat pada tahun 2013 berbanding 2
tahun sebelumnya yaitu 571, 4 per 100.000 kelahiran hidup. Etnik Jahudi pula
mencatatkan angka kematian ibu yang berfluktuasi yaitu 666,6 per 100.000
kelahiran hidup pada tahun 2011, 319, 4 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun
2012 dan 487, 8 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2013.
30
Gambar 6.3 menunjukkan distribusi angka kematian ibu berdasarkan usia untuk
etnik orang asli pada tahun 2011-2013 di Hospital Tuanku Jaafar. Ibu hamil yang
berusia lebih dari 35 tahun mencatatkan angka kematian ibu yang meningkat
selama periode ulasan yaitu 741,0 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2011,
640 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2012 dan 866.6 per 100.000
kelahiran hidup pada tahun 2013. Ibu hamil yang berusia dari 20 hingga 34 tahun
mencatatkan angka kematian ibu yang berkurang selama periode ulasan yaitu
973,4 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2011, 1272 per 100.000 kelahiran
hidup pada tahun 2012, dan 875 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2013. Ibu
hamil yang berusia kurang dari 19 tahun mencatatkan angka kematian ibu yang
meningkat yaitu 600 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2011, 479,3 per
100.000 kelahiran hidup pada tahun 2012 dan 1967 per 100.000 kelahiran hidup
pada tahun 2013.
31
Gambar 6.3. Distribusi rasio kematian ibu hamil berdasarkan usia untuk etnik orang asli pada tahun 2011-2013 di Hospital Tuanku Jaafar
Gambar 6.4 menunjukkan distribusi angka kematian ibu hamil berdasarkan paritas
untuk etnik orang asli pada tahun 2011-2013 di Hospital Tuanku Jaafar. Angka
kematian ibu berdasarkan paritas lebih dari enam mencatatkan tren yang menurun
selama periode ulasan yaitu 468,0 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2011,
440 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2012 dan 333.3 per 100.000
kelahiran hidup pada tahun 2013. Angka kematian ibu berdasarkan paritas 1
hingga 5 pula mencatatkan tren yang sedikit berfluktuasi yaitu 2389 per 100.000
kelahiran hidup pada tahun 2011, 2363 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun
2012 dan 2400 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2014.
32
Gambar 6.4. Distribusi rasio kematian ibu berdasarkan paritas etnik orang asli pada tahun 2011-2013 di Hospital Tuanku Jaafar
Gambar 6.5 menunjukkan distribusi kematian ibu berdasarkan jarak ke rumah
sakit untuk etnik orang asli pada tahun 2011-2013 di Hospital Tuanku Jaafar.
Seramai 4 (100%) orang ibu hamil dari etnik Jahudi tinggal lebih dari 20 km dari
rumah sakit diikuti dengan 10 (58,33%) orang ibu hamil dari etnik Temuan dan 58
(65,88%) orang ibu hamil dari etnik Semelai.
Gambar 6.6. Distribusi klasifikasi kematian ibu hamil etnik orang asli
33
Gambar 6.5. Distribusi kematian ibu hamil berdasarkan jarak ke rumah sakit etnik orang asli tahun 2011-2013 di Hospital Tuanku Jaafar
a
Gambar 6.7. Distribusi kausa kematian ibu hamil etnik orang asli
Gambar 6.6 menunjukkan angka kematian ibu etnik Semelai, Temuan dan Jahudi
di Negeri Sembilan dari 2011 hingga 2013, sebagian besar kematian ibu (98.89 %)
yang terutama disebabkan penyebab langsung dan 11,11% disebabkan penyebab
tidak langsung. Gambar 6.7 menunjukkan penyebab langsung diidentifikasi dalam
ketiga-tiga etnik adalah perdarahan postpartum, dan obstetric embolism pada
kehamilan manakala untuk penyebab tidak langsung adalah penyakit jantung.
6.2 Pembahasan
6.2.1 Etnik
Dari hasil penelitian selama 2 minggu mengenai rasio kematian ibu hamil di
Hospital Tuanku Jaafar dari periode Januari 2011- Desember 2013 etnik Semelai
dan Temuan mencatatkan rasio kematian ibu yang meningkat manakala etnik
Jahudi pula mencatatkan rasio kematian ibu yang berfluktuasi. Masyarakat orang
asli masih mengamalkan budaya tradisional mereka yang meliputi praktek
kesehatan tradisional. Kelahiran di rumah masih menjadi pilihan di kalangan
masyarakt orang asli mugkin karena pengaruh kuat praktek kesehatan tradisional
etnik masing-masing. Kelahiran di rumah sakit dapat ditingkatkan di kalangan ibu
hamil orang asli jika intervensi kesehatan yang sensitif terhadap budaya dan
kebutuhan khusus setiap etnik orang asli. Sebuah laporan oleh Gabrysch et al.
(2009) telah membuktikan bahwa adaptasi budaya pelayanan persalinan yang
34
a
sensitif terhadap budaya orang asli telah berhasil meningkatkan jumlah persalinan
di fasilitas kesehatan oleh ibu hamil orang asli di daerah pendesaan Peru.7
6.2.2 Paritas
Dari hasil penelitian selama 2 minggu mengenai rasio kematian ibu hamil di
Hospital Tuanku Jaafar dari periode Januari 2011- Desember 2013 paritas lebih
dari enam mencatatkan tren yang menurun selama periode ulasan yaitu 468,0 per
100.000 kelahiran hidup pada tahun 2011, 440 per 100.000 kelahiran hidup pada
tahun 2012 dan 333.3 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2013. Angka
kematian ibu berdasarkan paritas 1 hingga 5 pula mencatatkan tren yang sedikit
berfluktuasi yaitu 2389 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2011, 2363 per
100.000 kelahiran hidup pada tahun 2012 dan 2400 per 100.000 kelahiran hidup
pada tahun 2014. Kehamilan multipara meningkatkan risiko pertumbuhan janin,
persalinan prematur, solusio plasenta, cacat bawaan, morbiditas dan mortalitas
perinatal, dan, setelah melahirkan, atonia uteri dan perdarahan.2
6.2.3 Usia
Dari hasil penelitian yang dilakukan pada periode Januari 2011-Desember
2013, ibu hamil yang berusia lebih dari 35 tahun dan kurang dari 19 tahun
mencatatkan angka kematian ibu yang meningkat manakala ibu hamil yang
berusia 20 hingga 34 tahun mencatatkan angka kematian ibu yang menurun
selama periode ulasan.
Usia dan paritas merupakan faktor risiko yang paling sering digunakan
untuk mendefinisikan risiko tinggi. Sebagian bukti menggunakan usia dan paritas
sebagai kriteria risiko namun, peningkatan risiko menunjukkan di usia subur,
nullipara atau multipara. Alasan mengapa usia dan paritas merupakan penentu
kematian ibu yang kurang tepat mungkin karena kondisi yang tidak
menguntungkan. Kurangnya perawatan dan pelayanan kesehatan yang tidak
memadai berarti bahwa masalah seperti perdarahan atau kelelahan selama
persalinan sering berkembang menjadi penyakit serius, sehingga pengaruh usia
dan paritas menjadi tidak signifikan dibandingkan dengan komplikasi yang
kebetulan.1 Dalam kurun reproduksi sehat dikenal bahwa usia aman untuk
35
kehamilan dan persalinan adalah 20 – 30 tahun. Kematian maternal pada wanita
hamil dan melahirkan pada usia dibawah 20 tahun ternyata 2 – 5 kali lebih tinggi
daripada kematian maternal yang terjadi pada usia 20 – 29 tahun. Kematian
maternal meningkat sesudah usia 30 – 35 tahun.4
6.2.4 Jarak ke rumah sakit
Dari hasil penelitian yang dilakukan pada periode Januari 2011-Desember
2013, didapatkan kasus kematian ibu berdasarkan jarak ke rumah sakit. Sebanyak
100% etnik Jahudi , etnik Temuan 58,33% dan Semelai 65,88% tinggal lebih dari
20 km dari rumah sakit. Hambatan dan kesulitan geografis dalam membangun
klinik kesehatan adalah beberapa masalah yang dihadapi dan ini menyulitkan
aksesibilitas pelayanan kesehatan terutama untuk etnik Semelai yang mayoritas
tinggal lebih dari 20 km dari rumah sakit. Keputusan untuk mencari bantuan akan
ditunda karena masalah yang diharapkan dalam mengatur transportasi dan uang
dan kondisipasien cenderung memburuk selama perjalanan panjang dan
melelahkan. Disarankan bahwa 83% dari kematian ibu dapat dianggap berasal dari
jarak jauh ke rumah sakit.1
6.2.5. Penyebab kematian
Dari hasil peneltian pada periode Januari 2011-Desember 2013, didapatkan
kasus kematian ibu berdasarkan penyebab kematian. Sebagian besar kematian ibu
terutama disebabkan penyebab langsung yaitu sebanyak 98,89%. Penyebab
langsung yang menjadi penyebab umum kematian ibu adalah perdarahan
postpartum, dan obstetric embolism. Perdarahan postpartum menjadi penyebab
utama untuk etnik Jahudi yaitu sebanyak 100%, diikuti etnik semelai 88% dan
etnik Temuan 67%. Sebanyak 8,33% etnik Temuan untuk penyebab obstetric
embolism dan 0% untuk etnik lain. Penyebab kematian tidak langsung terbesar
adalah penyakit jantung sewaktu hamil dengan etnik Jahudi 100%, etnik Temuan
25% dan etnik Semelai 10%.
Kematian akibat perdarahan postpartum yang sering dikaitkan dengan
perawatan kurang lancar, dan dalam kebanyakan kasus ada penundaan dalam
memberikan perawatan yang sesuai. Hampir setengah dari kematian ini
36
disebabkan ibu yang melahirkan di rumah, sering di daerah di mana akses ke
pusat kesehatan atau rumah sakit adalah sukar. Banyak wanita yang melahirkan di
rumah berada dalam kategori beresiko tinggi dan banyak menolak perawatan di
rumah sakit. Fasilitas resusitasi yang tidak mencukupi, dokter yang kurang
berpengalaman, gagal untuk mengamati standar praktek dan gagal untuk
mendapatkan konsultasi dari dokter senior sehingga terlambat merupakan
beberapa factor lain yang meningkatkan kasus perdarahan postpartum.8
Penyebab tidak langsung seperti penyakit jantung masih merupakan
kontributor yang signifikan karena kurangnya perhatian yang sesuai dari dokter
kandungan dan dokter ahli jantung. Pasien dengan penyakit jantung pada
kelompok usia reproduksi sering tidak dikonseling mengenai kontrasepsi.
Kebanyakan dokter mengabaikan bagian sosial dari pasien dan karenanya gagal
untuk merencana reproduksi di masa depan. Jika pasien telah diidentifikasi
rencana masa depannya untuk kehamilan, mereka bisa saja dibawa awal ke dokter
kandungan dan perawatan bersama akan memastikan rencana manajemen yang
baik. Pasien dengan tingkat pendidikan yang rendah gagal untuk memahami dan
menghargai keparahan masalah kesehatan. Dalam masalah ini klinik cardio
gabungan telah dimulai yang terdiri dari dokter kandungan dan dokter ahli
jantung. Selain memantau perkembangan penyakit, hal ini juga merupakan sesi
yang berharga untuk membahas dan meyakinkan pasien tentang kepentingan dan
metode kontrasepsi yang paling cocok.10
Adapun selama berlangsungnya penelitian ini saya mengalami beberapa
keterbatasan dalam penelitian yaitu:
1. Penelitian ini menggunakan data sekunder berupa status pasien
oleh karena itu validitas data (kesesuaian data) dengan keadaan
sebenarnya dapat terjadi ketimpangan, namun dalam penelitian
ini validitas data tersebut diabaikan.
2. Pada penelitian ini hanya menggambarkan faktor-faktor
penyebab kematian maternal pada Hospital Tuanku Jaafar di
Seremban, oleh karena keterbatasan izin meneliti sehingga hasil
yang diperoleh dapat saja berbeda pada hospital di daerah lain.
3. Pada penelitian ini hanya mencari faktor-faktor penyebab
37
kematian maternal yang paling banyak ditemukan di Hospital
Tuanku Jaafar di Seremban, sehingga data yang diperoleh dapat
saja berbeda dari hospital di daerah lain.
38
BAB VII
KESIMPULAN DAN SARAN
7.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian tentang deskripsi angka kematian ibu hamil di
kawasan luar kota di daerah Negeri Sembilan, Malaysia periode Januari 2011-
Desember 2013, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Distribusi kausa kematian ibu pada kelompok etnik orang asli tahun 2011-
2013 di Hospital Tuanku Jaafar terbanyak adalah kausa perdarahan
postpartum berkisar 85% kemudian kasus kausa terendah adalah kausa
obstetric embolism berkisar 2,78%.
2. Distribusi usia ibu hamil etnik orang asli pada tahun 2011-2013 di
Hospital Tuanku Jaafar terbanyak adalah usia lebih dari 35 tahun berkisar
57,80 % kemudian kasus kematian ibu angka terendah adalah usia kurang
dari 19 tahun 6,33%.
3. Distribusi paritas ibu hamil etnik orang asli pada tahun 2011-2013 di
Hospital Tuanku Jaafar terbanyak adalah paritas 1 hingga 5 berkisar
83,30% kemudian kasus kematian ibu paritas lebih dari enam adalah
berkisar 16,70%.
4. Distribusi kematian ibu pada kelompok etnik orang asli tahun 2011-2013
di Hospital Tuanku Jaafar terbanyak adalah etnik Semelai sebanyak 88
kasus berkisar 84,61%.
5. Distribusi jarak ke rumah sakit pada tahun 2011-2013 di Hospital Tuanku
Jaafar terbanyak adalah jarak lebih dari 20 km berkisar 74,74% kasus, 10
hingga 20 km berkisar 13,63% dan kurang 0 hingga 10 km berkisar
3,33%.
7.2 Saran
1. Pengenalan prasarana kesehatan yang memberikan tumpuan kepada
pembangunan kesehatan pusat dan klinik kebidanan bagi penduduk desa.
Ini dapat memberikan aksesibilitas dan ketersediaan pelayanan kesehatan
39
dasar dan khususnya perawatan antenatal untuk wanita. Hal ini dapat
membantu untuk meningkatkan cakuapan perawatan antenatal sehingga
98% pada tahun 2010 dan meningkat rata-rata per ibu hamil menjadi dari
6 pada tahun 1980 kepada 12 kunjungan pada tahun 2010.
2. Membangun rumah sementara, perawatan awal ke fasilitas dan
ketersediaan transportasi untuk mengirim pasien ke rumah sakit terdekat
adalah beberapa solusi untuk mengurangi angka kematian ibu orang asli.
Rumah-rumah transit yang didirikan untuk Orang Asli di Semenanjung
Malaysia telah memberikan kontribusi dalam mengurangi angka kematian
ibu di antara kelompok masyarakat ini.
3. Kasus-kasus berisiko tinggi diidentifikasi lebih awal, dan dirawat di
rumah sakit dan rencana darurat harus tersedia untuk mentransfer pasien
dengan cepat ke rumah sakit. Ibu di daerah terpencil disimpan di
Alternative Birthing Centre (ABC), dengan akses mudah ke fasilitas
rumah sakit. Flying squads tersedia di daerah terpencil dan tidak dapat
diakses untuk mengambil ibu dalam proses persalinan.
4. Pelayanan kesehatan desa yang disediakan oleh Departemen Kesehatan
seperti Pelayana Kesehatan Ibu dan Anak harus diperkuat. Alokasi
sumber daya harus perlu berdasarkan komunitas kota dan desa. Pelayanan
kesehatan harus dikembangkan di semua tingkat masyarakat.
5. Semua rumah sakit harus memiliki system untuk cepat menelepon pada
layanan personil, termasuk bank darah dan staf anestesi. Perawatan
Teleprimary telah dilaksanakan di mana para dokter di klinik terpencil
dapat membahas kasus bermasalah melalui konsultasi jarak jauh dengan
dokter dan spesialis di rumah sakit. Ini memberikan perawatan yang lebih
komprehensif kepada pasien
6. Survei Nasional Kesehatan dan Morbiditas 3 (NHMS3) membuat
rekomendasi berikut untuk subkelompok dengan mengidentifikasikan
penduduk yang membutuhkan perhatian untuk meningkatkan status
kesehatan mereka. Pelayanan kesehatan yang ada di pedesaan yang
disediakan oleh Departemen Kesehatan seperti Pelayanan Kesehatan Ibu
dan Anak harus diperkuat.
40
DAFTAR PUSTAKA
1. L.Hoj, Silva Dd, K.Hedegaard, A.Sandstrom, P.Aaby. Factors associated with
maternal mortality in rural Guinea-Bissau. A longitudinal population-based
study. International Journal of Obstetrics and Gynaecology. 2002;109:792-9.
2. Bahrin DS. Report on the Confidential Enquiries Into Maternal Deaths in
Malaysia 2006-2008. Kuala Lumpur: Division of Family Health Ministry of
Health Malaysia; 2008 Contract No.: Document Number|.
3. WHO, UNICEF. Maternal Mortality in 2005: estimates developed by WHO,
UNICEF, UNFPA, and the World Bank. WHO Press: Geneva. 2007
4. Cunningham, F et al. Williams Obstetric, Twenty Second Edition. Medical
Publishing Division: USA.2005. p8-15, 76.
5. Yadav H. A Review of Maternal Mortality in Malaysia. International Medical
University. 2012;6:142-51.
6. Neilson, J et al. Obstructed Labour. Departments of Obstetric &
Gynaecologyc and Physiologic, University of Liverpool. British Medical
Bulletin. 2003. p.191-204.
7. AM R, HJ M. Knowledge, Attitude and Practice on Antenatal Care Among
Orang Asli Women In Jempol, Negeri Sembilan. Faculty of Medicine and
Health Sciences Universiti Putra Malaysia. 2011;11:13-21.
8. Suleiman AB, Mathews A, Jegasothy R, Ali R, Kandiah N. A strategy for
reducing maternal mortality. Bulletin of the World Health Organization.
1999;2:190-3.
9. Trends in maternal mortality 1990–2010. WHO, UNICEF, UNFPA and The
41
World Bank estimates.
10. Ministry of Health. Annual Report, 2004.
11. Department of statistics Malaysia, 2009-2010.
12. Report on the Confidential Enquiries Into Maternal Deaths in Malaysia,
1997-2000.
13. The WHO Application of ICD-10 to deaths during pregnancy, childbirth, and
the puerperium: ICD-Maternal Mortality (ICD-MM).
14. Review of Maternal Mortality in Malaysia, 1991-2008. Dato’ Dr Mukudan
Krishnan, OGSM 2011.
42
43