SKRIPSI Karakteristik Mutu Ikan Tenggiri (Scomberomorus Commersonii) Di Kecamatan Manggar, Kabupaten...

111
KARAKTERISTIK MUTU IKAN TENGGIRI (Scomberomorus commersonii) DI KECAMATAN MANGGAR, KABUPATEN BELITUNG TIMUR Oleh : Tri Septiarini C34104008 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

Transcript of SKRIPSI Karakteristik Mutu Ikan Tenggiri (Scomberomorus Commersonii) Di Kecamatan Manggar, Kabupaten...

Page 1: SKRIPSI Karakteristik Mutu Ikan Tenggiri (Scomberomorus Commersonii) Di Kecamatan Manggar, Kabupaten Belitung Timur

KARAKTERISTIK MUTU IKAN TENGGIRI (Scomberomorus commersonii) DI KECAMATAN MANGGAR, KABUPATEN BELITUNG TIMUR

Oleh :

Tri Septiarini C34104008

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

Page 2: SKRIPSI Karakteristik Mutu Ikan Tenggiri (Scomberomorus Commersonii) Di Kecamatan Manggar, Kabupaten Belitung Timur

RINGKASAN

TRI SEPTIARINI. C34104008. Karakteristik Mutu Ikan Tenggiri (Scomberomorus commersonii) di Kecamatan Manggar, Kabupaten Belitung Timur. Dibimbing oleh SRI PURWANINGSIH dan TATI NURHAYATI.

Potensi sumberdaya hayati laut di Kecamatan Manggar, Kabupaten Belitung Timur cukup besar dengan wilayah laut cukup luas (17.763,60 km2). Produksi perikanan tangkap, khususnya ikan tenggiri pada tahun 2005 sebesar 1.854,631 ton. Ikan jenis tenggiri dikirim ke Jakarta untuk pemenuhan konsumsi, oleh sebab itu diperlukan informasi mengenai tingkat kesegaran ikan tenggiri di Kecamatan Manggar sejak ditangkap sampai di Jakarta.

Tujuan penelitian secara umum adalah mempelajari karakteristik mutu ikan tenggiri yang ditangkap menggunakan jaring serta tingkat kerusakan pasca panen. Tujuan khusus antara lain: mempelajari pengaruh metode dan proses penanganan terhadap mutu ikan tenggiri, serta mempelajari perbandingan metode penanganan nelayan dengan peneliti dalam hal penurunan mutu ikan tenggiri.

Penelitian ini terbagi dua, yaitu penelitian pendahuluan dan utama. Penelitian pendahuluan berupa pengisian koesioner dan pengamatan langsung penangkapan ikan di laut. Penelitian utama merupakan pengujian pengaruh metode dan proses penanganan terhadap karakteristik mutu dan tingkat kesegaran ikan tenggiri (organoleptik, derajat keasaman (pH), Total Plate Count (TPC), Total Volatile Base (TVB) dan proksimat).

Alat tangkap yang sering digunakan oleh nelayan di Kecamatan Manggar adalah jaring insang (gillnet). Metode penanganan yang digunakan oleh nelayan adalah metode pendinginan chilled sea water (CSW) yaitu ikan didinginkan dengan air laut bercampur es.

Perlakuan metode penanganan nelayan dan peneliti saat ikan baru ditangkap adalah sama dari nilai organoleptik yaitu 9; kadar air 75,38 %; kadar lemak 1,03 %; kadar protein 20,19 %; kadar abu 1,54 %; pH 6,28; TVB 21,86 mg N/100 g; dan log TPC 3,32 CFU/ml. Perlakuan metode penanganan nelayan dan peneliti saat ikan tiba di Jakarta berturut-turut menunjukkan nilai organoleptik yaitu 5 dan 6; kadar air 76,36 % dan 76,49 %; kadar lemak 0,79 % dan 0,90 %; kadar protein 18,73 % dan 19,23 %; kadar abu 1,46 % dan 1,38 %; nilai pH 6,56 dan 6,16; TVB 24,28 mg N/100 g dan 23,40 mg N/100 g; serta log TPC sebesar 4,67 CFU/ml dan 4,29 CFU/ml. Hasil uji terhadap kesegaran ikan menurut metode penanganan nelayan dan peneliti menunjukkan bahwa mutu ikan tergolong agak segar dan masih dapat dikonsumsi setelah tiba di Jakarta.

Hasil analisis ragam dengan α=0,05 diketahui bahwa perlakuan metode penanganan dari nelayan dan peneliti berpengaruh nyata terhadap nilai dari semua parameter organoleptik ikan tenggiri, sedangkan proses penanganan sejak ikan ditangkap sampai tiba di Jakarta berpengaruh nyata terhadap nilai dari semua parameter organoleptik, dan TPC ikan tenggiri. Menurut uji t dengan α=0,05 diketahui bahwa metode penanganan nelayan dan peneliti saat ikan tiba di Jakarta serta proses penanganan untuk metode nelayan dan peneliti berpengaruh nyata terhadap kadar air dan protein ikan tenggiri.

Page 3: SKRIPSI Karakteristik Mutu Ikan Tenggiri (Scomberomorus Commersonii) Di Kecamatan Manggar, Kabupaten Belitung Timur

KARAKTERISTIK MUTU IKAN TENGGIRI (Scomberomorus commersonii) DI KECAMATAN MANGGAR, KABUPATEN BELITUNG TIMUR

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Institut Pertanian Bogor

Oleh :

Tri Septiarini C34104008

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

Page 4: SKRIPSI Karakteristik Mutu Ikan Tenggiri (Scomberomorus Commersonii) Di Kecamatan Manggar, Kabupaten Belitung Timur

Judul Skripsi : KARAKTERISTIK MUTU IKAN TENGGIRI (Scomberomorus Commersonii) DI KECAMATAN MANGGAR, KABUPATEN BELITUNG TIMUR

Nama Mahasiswa : Tri Septiarini

NRP : C34104008

Disetujui,

Komisi Pembimbing

Pembimbing I

Dr. Ir. Sri Purwaningsih, MSi NIP. 131 878 935

Pembimbing II

Dr. Tati Nurhayati, S.Pi, MSi NIP. 132 149 436

Diketahui,

Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Prof. Dr. Ir. Indra Jaya, MSc NIP. 131 578 799

Tanggal lulus :

Page 5: SKRIPSI Karakteristik Mutu Ikan Tenggiri (Scomberomorus Commersonii) Di Kecamatan Manggar, Kabupaten Belitung Timur

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, penulis panjatkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas

rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan

baik.

Skripsi dengan berjudul Karakteristik Mutu Ikan Tenggiri

(Scomberomorus commersonii) di Kecamatan Manggar, Kabupaten Belitung

Timur, telah disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana

Perikanan pada Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan

Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi

informasi awal bagi pemecahan masalah-masalah seputar penanganan mutu di

dunia perikanan lainnya.

Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada semua

pihak yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini, terutama kepada:

1. Ibu Dr. Ir. Sri Purwaningsih, MSi dan Ibu Dr. Tati Nurhayati, S.Pi, MSi selaku

komisi pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan dan arahan

selama menyelesaikan skripsi ini.

2. Ibu Ir. Nurjanah, MS dan Bapak Ir. Djoko Poernomo, BSc selaku dosen

penguji atas masukan serta bimbingannya kepada penulis.

3. Bapak Dr. Ir. Ruddy Suwandi, MS, M.Phil selaku pembimbing akademik atas

bimbingan dan dorongan semangatnya kepada penulis.

4. Seluruh staf dosen dan TU THP, terima kasih atas dukungan dan bantuannya

selama ini kepada penulis.

5. Ibu Endang, Ibu Ari, dan Bapak Wahid di PAU serta ibu Ema atas bantuan

dan bimbingan selama proses penelitian.

6. Bapak (Masran San Kardi), ibu (Sumiati), serta kakak-kakak tercinta (Mesi

Ristanti dan Dewi Febriyani), atas semua dukungan, pengorbanan, semangat

dan kasih sayang yang diberikan, baik moril maupun materil serta doa yang

selalu mengalir tanpa henti kepada penulis.

7. Keluarga besar Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Belitung Barat dan

Belitung Timur, terutama Bapak Satarman, Bapak Depuk, dan Bapak

Subriandi atas informasi dan bantuannya kepada penulis selama penelitian.

Page 6: SKRIPSI Karakteristik Mutu Ikan Tenggiri (Scomberomorus Commersonii) Di Kecamatan Manggar, Kabupaten Belitung Timur

8. Nelayan-nelayan di Kecamatan Manggar, terutama Iwan dan teman-teman

atas bantuannya selama melaksanakan penelitian baik saat wawancara dan

melaut.

9. Teman-teman yang telah banyak membantu : Niken, Heru dan terutama Indra

atas kesediaan dan bantuan kepada penulis selama melaksanakan penelitian di

lapangan serta Attika, Dwi, Santi, Dery, Alim, Dede, dan Fuji atas

kebersamaan dan bantuannya kepada penulis selama melaksanakan penelitian

di Laboratorium.

10. Teman-teman di Wahda Indah : Mba Acen, Roza, Resi, Achil, Ani, Eva, Fuji,

Icha, Oni, Mada, dan Simau atas semangat dan dorongan kepada penulis untuk

segera menyelesaikan seminar dan sidang.

11. Semua pihak yang telah membantu penulis selama penelitian dan penyusunan

skripsi yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa di dalam skripsi ini masih terdapat banyak

kekurangan. Oleh sebab itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat

membangun demi penyempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat

bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukan.

Bogor, Desember 2008

Tri Septiarini

Page 7: SKRIPSI Karakteristik Mutu Ikan Tenggiri (Scomberomorus Commersonii) Di Kecamatan Manggar, Kabupaten Belitung Timur

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 28 September 1986

di Manggar-Belitung. Penulis adalah anak ketiga dari tiga

bersaudara, pasangan Bapak Masran San Kardi dan Ibu

Sumiati.

Penulis mengawali pendidikan di TK Bhayangkari

Manggar pada tahun 1990 hingga tahun 1992. Pendidikan

dasar diawali pada tahun 1992 di SDN 28 Manggar-Belitung

dan diselesaikan pada tahun 1998. Penulis melanjutkan pendidikan di SMP

Negeri 1 Manggar (1998-2001) dan SMA Negeri 1 Manggar (2001-2004). Pada

tahun 2004, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) sebagai mahasiswa

Program Studi Teknologi Hasil Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,

melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI).

Selama kuliah, penulis aktif di organisasi Forum Keluarga Muslim-

Perikanan (FKM-C) selama periode 2004-2005 dan tergabung dalam Ikatan

Keluarga Pelajar Belitung dari tahun 2004 hingga sekarang. Penulis juga aktif

sebagai asisten dosen mata kuliah Biokimia Hasil Perikanan (2006-2007), dan

Penanganan Hasil Perikanan (2006/2007). Dalam kegiatan lainnya penulis aktif

dalam penulisan karya ilmiah dan berhasil masuk sebagai finalis pada Pekan

Ilmiah Mahasiswa Nasional (PIMNAS) XX di Universitas Lampung.

Penulis melakukan penelitian dan menyusun skripsi sebagai salah satu syarat

untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu

Kelautan, dengan judul Karakteristik Mutu Ikan Tenggiri

(Scomberomorus commersonii) di Kecamatan Manggar, Kabupaten Belitung

Timur, dibimbing oleh Dr. Ir. Sri Purwaningsih, MSi dan Dr. Tati Nurhayati, S.Pi,

MSi.

Page 8: SKRIPSI Karakteristik Mutu Ikan Tenggiri (Scomberomorus Commersonii) Di Kecamatan Manggar, Kabupaten Belitung Timur

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ........................................................................................... vii

DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... viii

DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... ix

1 PENDAHULUAN ..................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang ................................................................................... 1

1.2 Tujuan Umum .................................................................................... 3

1.3 Tujuan Khusus ................................................................................... 3

2 TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................... 4

2.1 Klasifikasi dan Deskripsi Ikan Tenggiri (Scomberomorus commersonii) .................................................... .... 4

2.2 Mutu Ikan ........................................................................................... 5 2.2.1. Pengertian mutu ikan ............................................................... 5 2.2.2. Parameter mutu ikan segar ....................................................... 6

2.3 Kemunduran Mutu Ikan ..................................................................... 11

2.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penurunan Mutu Ikan Segar ..... 17 2.4.1. Cara kematian .......................................................................... 17 2.4.2. Kondisi biologis dan lingkungan ............................................. 18 2.4.3. Suhu ......................................................................................... 18 2.4.4. Pengaruh cara penanganan dan pembongkaran ....................... 20 2.4.5. Sanitasi dan higiene ................................................................. 20

2.5 Penanganan ........................................................................................ 21 2.5.1. Penanganan ikan di atas kapal penangkap ikan ....................... 22 2.5.2. Pembongkaran ikan .................................................................. 23 2.5.3. Penanganan ikan di darat ......................................................... 24 2.5.4. Penanganan ikan selama pengangkutan dan distribusi ............ 25 2.5.6. Penanganan tingkat pedagang dan pengecer ............................ 25

3 METODOLOGI ....................................................................................... 26

3.1 Waktu dan Tempat ......................................................................... .... 26

3.2 Alat dan Bahan ............................................................................... .... 26 3.2.1. Alat ....................................................................................... .... 26 3.2.2. Bahan ................................................................................... .... 27

3.3 Metode Penelitian .............................................................................. 27 3.3.1 Penelitian pendahuluan ........................................................ .... 27 3.3.2 Penelitian utama .................................................................. .... 28

Page 9: SKRIPSI Karakteristik Mutu Ikan Tenggiri (Scomberomorus Commersonii) Di Kecamatan Manggar, Kabupaten Belitung Timur

3.4 Pengamatan ........................................................................................ 30 3.4.1 Uji organoleptik (BSN 2006) .................................................... 30 3.4.2 Analisis kadar air (AOAC 1995) ............................................. 31 3.4.3 Analisis kadar abu (AOAC 1995) ............................................. 31 3.4.4 Analisis kadar protein (AOAC 1995) ....................................... 32 3.4.5 Analisis kadar lemak(AOAC 1995) ......................................... 33 3.4.6 Penentuan nilai pH (Apriyantono et al. 1989) .................... .... 33 3.4.7 Penetapan Total Volatile Base (TVB) (AOAC 1995) .......... .... 34 3.4.8 Uji mikrobiologis atau Total Plate Count (TPC) (Fardiaz 1987) ...................................................................... .... 35

3.5 Rancangan Percobaan dan Analisis Data ....................................... .... 35

4 HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................ .... 39

4.1 Penelitian Pendahuluan .................................................................. .... 39 4.1.1 Alat tangkap dan jenis ikan yang ditangkap ....................... .... 39 4.1.2 Persiapan penangkapan ikan ............................................... .... 41 4.1.3 Proses penanganan ikan ...................................................... .... 44 4.1.4 Sanitasi dan higiene ............................................................ .... 46 4.1.5 Penggunaan es ..................................................................... .... 48

4.2 Penelitian Utama ........................................................................... .... 49 4.2.1 Organoleptik ..................................................................... .... 49 1) Mata ............................................................................ .... 50 2) Insang .......................................................................... .... 52 3) Daging dan perut ......................................................... .... 54 4) Konsistensi .................................................................. .... 57 4.2.2 Hasil analisis kimiawi-biokimiawi ................................... .... 59 1) Analisis proksimat ...................................................... .... 59 a) Kadar air .................................................................. .... 60 b) Kadar lemak ............................................................ .... 61 c) Kadar protein .......................................................... .... 63 d) Kadar abu ................................................................ .... 65 2) Penentuan pH ................................................................ .... 66 3) Penentuan Total Volatile Base (TVB) .......................... .... 67 4) Penentuan Total Plate Count (TPC) ............................. .... 70

4.2.3 Hasil pengamatan parameter kesegaran ikan secara keseluruhan ....................................................................... .... 72

5 KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................ .... 75

5.1 Kesimpulan ................................................................................... .... 75

5.2 Saran ............................................................................................ .... 76

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 77

LAMPIRAN ..................................................................................................... 83

Page 10: SKRIPSI Karakteristik Mutu Ikan Tenggiri (Scomberomorus Commersonii) Di Kecamatan Manggar, Kabupaten Belitung Timur

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1 Tanda-tanda ikan segar yang dapat dikonsumsi ......................................... 7

2 Spesiifikasi persyaratan mutu ikan segar .................................................... 8

3 Nilai ”K” beberapa produk olahan ikan segar ............................................ 9

4 Faktor intrinsik yang mempengaruhi laju penurunan mutu ikan yang disimpan dalam es ....................................................................................... 17

5 Hubungan antara suhu, kegiatan bakteri dan mutu ikan ............................. 19

6 Hasil pengamatan seluruh parameter kesegaran ikan .................................. 73

Page 11: SKRIPSI Karakteristik Mutu Ikan Tenggiri (Scomberomorus Commersonii) Di Kecamatan Manggar, Kabupaten Belitung Timur

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman 1 Ikan tenggiri (Scomberomorus commersonii) ........................................... 4

2 Diagram proses kemunduran mutu ikan segar (Ilyas 1972) .................... 12

3 Hubungan antara laju pertumbuhan bakteri dengan kemunduran mutu ikan segar ................................................................................................. 16

4 Skema tata niaga pemasaran ikan segar ................................................... 24

5 Diagram alir proses penanganan ikan laut segar ....................................... 28

6 Kerangka pemikiran penelitian ................................................................ 29

7 Jaring insang ............................................................................................. 40

8 Persiapan jaring ....................................................................................... . 41

9 Proses penebaran jaring .......................................................................... . 42

10 Jaring yang disusun setelah dipakai ......................................................... . 42

11 Proses penarikan jaring (hauling) ........................................................... . 43

12 Pengambilan ikan dari jaring ................................................................... . 43

13 Jaring yang sedang diperbaiki ................................................................. . 44

14 Ikan disusun bertumpuk dan akan diberi es ............................................ . 44

15 Penyusunan ikan dalam fiber box oleh nelayan ...................................... 48

16 Histogram rata-rata nilai organoleptik mata ikan tenggiri ...................... . 51

17 Histogram rata-rata nilai organoleptik insang ikan tenggiri ................... . 53

18 Histogram rata-rata nilai organoleptik daging dan perut ikan tenggiri ... . 55

19 Histogram rata-rata nilai organoleptik konsistensi ikan tenggiri ............ . 57

20 Histogram rata-rata kadar air ikan tenggiri selama proses penanganan .. . 60

21 Histogram rata-rata kadar lemak ikan tenggiri selama proses penanganan ............................................................................................. . 62

22 Histogram rata-rata kadar protein ikan tenggiri selama proses penanganan ............................................................................................. . 64

23 Histogram rata-rata kadar abu ikan tenggiri selama proses penanganan .. 66

24 Histogram rata-rata nilai pH ikan tenggiri selama proses penanganan .... 67

25 Histogram rata-rata nilai TVB ikan tenggiri selama proses penanganan . 69

26 Histogram rata-rata nilai TPC ikan tenggiri selama proses penanganan . . 71

Page 12: SKRIPSI Karakteristik Mutu Ikan Tenggiri (Scomberomorus Commersonii) Di Kecamatan Manggar, Kabupaten Belitung Timur

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1 Contoh kuesioner untuk nelayan/pemilik kapal ........................................

84

2 Score sheet uji organoleptik ikan segar (SNI 01-2346-2006) .................... 86

3 Data mentah organoleptik ikan tenggiri ulangan 1 selama proses penanganan ................................................................................................. 88

4 Data mentah organoleptik ikan tenggiri ulangan 2 selama proses penanganan .................................................................................................

89

5 Hasil uji Kruskal-Wallis nilai organoleptik ikan tenggiri terhadap

perlakuan metode dan proses penanganan ................................................. 90

6 Hasil uji Kruskal-Wallis organoleptik mata ............................................... 90

7 Hasil uji lanjut Multiple Comparisons pengaruh proses penanganan terhadap nilai organoleptik mata ............................................................... 90

8 Hasil uji Kruskal-Wallis organoleptik insang ............................................ 90

9 Hasil uji lanjut Multiple Comparisons pengaruh proses penanganan terhadap nilai organoleptik insang ............................................................ 91

10 Hasil uji Kruskal-Wallis organoleptik daging dan perut ............................ 91

11 Hasil uji lanjut Multiple Comparisons pengaruh interaksi metode dan proses penanganan terhadap nilai organoleptik daging dan perut ............. 91

12 Hasil uji Kruskal-Wallis organoleptik konsistensi ..................................... 92

13 Hasil uji lanjut Multiple Comparisons pengaruh interaksi metode dan proses penanganan terhadap nilai organoleptik konsistensi ...................... 92

14 Hasil uji normalitas analisis proksimat selama proses penanganan ........... 92

15 Hasil uji t kadar air untuk metode penanganan saat ikan tiba di Jakarta .... 92

16 Hasil uji t kadar air saat proses penanganan oleh nelayan ......................... 93

17 Hasil uji t kadar air saat proses penanganan oleh peneliti ......................... 93

18 Kadar lemak ikan tenggiri sejak ditangkap sampai tiba di Jakarta ............ 93

19 Hasil uji t kadar lemak untuk metode penanganan saat ikan tiba di Jakarta ........................................................................................................ 93

20 Hasil uji t kadar lemak saat proses penanganan oleh nelayan ................... 93

21 Hasil uji t kadar lemak saat proses penanganan oleh peneliti .................... 94

22 Kadar protein ikan tenggiri sejak ditangkap sampai tiba di Jakarta .......... 94

Page 13: SKRIPSI Karakteristik Mutu Ikan Tenggiri (Scomberomorus Commersonii) Di Kecamatan Manggar, Kabupaten Belitung Timur

23 Hasil uji t kadar protein untuk metode penanganan saat ikan tiba di Jakarta ......................................................................................................... 94 24 Hasil uji t kadar protein saat proses penanganan oleh nelayan .................. 94

25 Hasil uji t kadar protein saat proses penanganan oleh peneliti .................. 94

26 Kadar abu ikan tenggiri sejak ikan ditangkap sampai tiba di Jakarta ........ 95

27 Hasil uji t kadar abu untuk metode penanganan saat ikan tiba di Jakarta .. 95

28 Hasil uji t kadar abu saat proses penanganan oleh nelayan ....................... 95

29 Hasil uji t kadar abu saat proses penanganan oleh peneliti ........................ 95

30 Nilai pH selama proses penanganan .......................................................... 95

31 Uji normalitas pH selama proses penanganan ........................................... 96

32 Hasil uji keragaman pH selama proses penanganan .................................. 96

33 Nilai TVB selama proses penanganan ....................................................... 96

34 Uji normalitas TVB selama proses penanganan ........................................ 96

35 Hasil uji keragaman TVB selama proses penanganan ............................... 97

36 Nilai log TPC selama proses penanganan .................................................. 97

37 Uji normalitas log TPC selama proses penanganan ................................... 97

38 Hasil uji keragaman log TPC selama proses penanganan .......................... 97

39 Hasil uji lanjut Duncan pengaruh proses penanganan terhadap log TPC .. 98

Page 14: SKRIPSI Karakteristik Mutu Ikan Tenggiri (Scomberomorus Commersonii) Di Kecamatan Manggar, Kabupaten Belitung Timur

1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia memiliki sumberdaya hayati yang sangat besar dengan

kandungan berbagai macam jenis makhluk hidup di dalamnya. Kekayaan hayati

tersebut diantaranya adalah ikan yang mempunyai manfaat dalam bidang

kesehatan karena ikan memiliki kandungan gizi tinggi serta dapat memberikan

keuntungan dari segi ekonomi dengan nilai jual yang tinggi. Kandungan gizi

utama pada ikan adalah protein serta asam-asam lemak esensial yang sangat

berguna bagi kesehatan manusia.

Ikan serta hasil-hasil perikanan lainnya merupakan sumber protein bernilai

gizi tinggi dibandingkan dengan sumber-sumber protein hewani lainnya. Ikan

merupakan sumber alami asam lemak omega-3 yaitu Eicosa Pentaenoic Acid

(EPA) dan Docosa Hexaenoic Acid (DHA) yang berfungsi untuk mencegah

aterosklerosis (terutama EPA). Kedua asam lemak omega-3 tersebut dapat

menurunkan kadar trigliserida di dalam darah dan kadar kolesterol di dalam hati

dan jantung. Kadar asam lemak omega-3 dalam beberapa jenis ikan laut di

perairan Indonesia berkisar antara 0,1-0,5 g/100 g daging ikan. Berdasarkan data

yang dikeluarkan oleh Lembaga Gizi Departemen Kesehatan Republik Indonesia,

beberapa jenis ikan laut Indonesia memiliki kandungan asam lemak omega-3

tinggi (sampai 10,9 g/100 g), seperti ikan sidat, terubuk, tenggiri, kembung,

layang, bawal, seren, slengseng, dan tuna (Suriawiria 2002).

Kabupaten Belitung Timur secara geografis terletak diantara bujur

02o30’00”-03o15’00” LS (lintang selatan) dan 107o35’00”-108o18’00” BT (bujur

timur). Luas wilayah Kabupaten Belitung Timur terdiri dari wilayah daratan

seluas 691,68 km2 dan wilayah lautan seluas 17.763,60 km2 dengan panjang

pantai 7.730,515 km2 serta memiliki 90 buah pulau, dengan batas wilayah sebelah

utara berbatasan dengan Laut Cina Selatan, sebelah timur berbatasan dengan Selat

Karimata, sebelah selatan berbatasan dengan Laut Jawa dan sebelah barat

berbatasan dengan Kabupaten Belitung. Berdasarkan gambaran kondisi di atas,

dapat dikatakan bahwa Kabupaten Belitung Timur merupakan kabupaten

kepulauan yang wilayahnya secara umum dikelilingi oleh laut, yang berarti

Page 15: SKRIPSI Karakteristik Mutu Ikan Tenggiri (Scomberomorus Commersonii) Di Kecamatan Manggar, Kabupaten Belitung Timur

memiliki potensi yang sangat besar di sektor kelautan dan perikanan. Namun

potensi ini belum dimanfaatkan secara opimal karena keterbatasan sarana dan

prasarana baik dari segi kualitas maupun kuantitas (Dinas Kelautan dan Perikanan

2005a).

Kabupaten Belitung Timur memiliki potensi perikanan tangkap sangat

besar dengan wilayah laut cukup luas (17.763,60 km2). Pemanfaatan potensi

tersebut memerlukan sumber daya manusia dan penerapan Ilmu Pengetahuan dan

Teknologi (IPTEK) dalam penangkapan ikan. Kegiatan penangkapan ikan

umumnya dilakukan oleh nelayan tradisional yang menggunakan kapal motor di

bawah 3 Gross Ton (GT) dan menggunakan alat tangkap jaring kepiting, pancing

dan jaring udang (tramel net) (Dinas Kelautan dan Perikanan 2005a).

Ikan tenggiri termasuk ikan pelagis yang hidup di permukaan laut atau

didekatnya. Jumlah produksi ikan tenggiri di Kabupaten Belitung Timur pada

tahun 2005 sebesar 1.854,631 ton (Dinas Kelautan dan Perikanan 2005a). Ikan

tenggiri merupakan ikan laut hasil tangkapan yang sangat ekonomis karena

harganya yang relatif lebih mahal dibandingkan dengan ikan laut tangkapan

lainnya, tetapi ikan tenggiri tersedia pada musim tertentu saja karena tergolong

ikan musiman sehingga jumlah hasil tangkapan tergantung pada musim.

Penanganan yang baik adalah menggunakan sistem rantai dingin dan

mengutamakan sanitasi dan higiene. Namun pada kenyataannya, penanganan

ikan yang dilakukan para nelayan di Indonesia terutama nelayan tradisional belum

menerapkan penanganan pasca-panen dengan baik, sehingga ikan-ikan yang

didaratkan pada umumnya telah mengalami kemunduran mutu yang cukup tinggi,

sehingga akan merugikan nelayan dan juga konsumen baik dari segi gizi maupun

ekonomi. Hal tersebut yang mendorong sebagian nelayan tradisional

menggunakan bahan pengawet, seperti formalin yang berbahaya bagi konsumen.

Hal ini dilakukan untuk menutupi biaya operasional yang dikeluarkan para

nelayan, namun apa yang dilakukan para nelayan ini sangat merugikan

masyarakat (konsumen) terutama dalam hal kesehatan. Pentingnya penelitian ini

dilaksanakan agar diperoleh data dan informasi mengenai cara penanganan ikan

sejak ikan ditangkap sampai ke darat, komposisi gizi ikan yang didaratkan

khususnya ikan tenggiri dan melihat kemunduran mutu ikan tersebut sebagai

Page 16: SKRIPSI Karakteristik Mutu Ikan Tenggiri (Scomberomorus Commersonii) Di Kecamatan Manggar, Kabupaten Belitung Timur

informasi awal mengenai mutu hasil perikanan tangkap oleh nelayan di

Kecamatan Manggar, Kabupaten Belitung Timur.

1.2 Tujuan Umum

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari karakteristik mutu ikan tenggiri

yang ditangkap menggunakan jaring serta tingkat kerusakan pasca panen.

1.3 Tujuan Khusus

1) mempelajari pengaruh metode penanganan terhadap mutu ikan tenggiri;

2) mempelajari pengaruh proses penanganan sejak ikan ditangkap sampai tiba di

Jakarta terhadap mutu ikan tenggiri;

3) mempelajari perbandingan metode penanganan yang dilakukan oleh nelayan

dengan peneliti dalam hal penurunan mutu ikan tenggiri.

Page 17: SKRIPSI Karakteristik Mutu Ikan Tenggiri (Scomberomorus Commersonii) Di Kecamatan Manggar, Kabupaten Belitung Timur

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Klasifikasi dan Deskripsi Ikan Tenggiri (Scomberomorus commersonii)

Tenggiri termasuk ikan pelagis yang hidup di permukaan laut atau

didekatnya. Salah satu dari sifat ikan pelagis besar ini adalah suka bergerombol,

sehingga penyebarannya pada suatu perairan tidak merata (Martosubroto et al.

1991 diacu dalam Mutakin 2001). Taksonomi ikan tenggiri diklasifikasikan

sebagai berikut (Saanin 1984) :

Filum : Chordata

Sub filum : Vertebrata

Kelas : Pisces

Sub kelas : Teleostei

Ordo : Percomorphi

Sub ordo : Scombridea

Famili : Scombridae

Sub famili : Scombrinae

Genus : Scomberomorus

Spesies : Scomberomorus commersonii

Gambar 1. Ikan Tenggiri (Scomberomorus commersonii) Sumber : Anonim (2007a)

Ikan tenggiri umumnya hidup di sekitar perairan pantai dan sering pula

ditemukan di dekat perairan karang. Penyebaran spesies ini cukup luas mencakup

seluruh wilayah Indo-Pasifik Barat dari Afrika Utara dan Laut Merah sampai ke

perairan Indonesia, perairan Australia dan perairan Fiji ke Utara sampai ke

perairan China dan Jepang (Martosubroto et al. 1991 diacu dalam Mutakin 2001).

Page 18: SKRIPSI Karakteristik Mutu Ikan Tenggiri (Scomberomorus Commersonii) Di Kecamatan Manggar, Kabupaten Belitung Timur

Ciri-ciri tenggiri (S. commersonii) adalah mempunyai tubuh yang panjang,

berbentuk terpedo dan merupakan perenang cepat. Secara morfologi, ikan ini

memiliki karakteristik spesifik pada bagian mulut, sirip, dan bagian tubuh

(Martosubroto et al. 1991 diacu dalam Mutakin 2001).

Tenggiri mempunyai mulut lebar dengan ujung runcing, gigi pada rahang

gepeng dan tajam. Pada bagian punggung ikan terdapat dua sirip. Sirip punggung

pertama berjari-jari keras 15-18 buah, sedangkan sirip punggung kedua berjari-jari

15-20 buah yang diikuti 8-10 buah sirip tambahan (finlet). Sirip dubur tenggiri

biasanya berjumlah 18-19 buah dan sifatnya berjari-jari lemah sebanyak

21-24 buah (Martosubroto et al. 1991 diacu dalam Mutakin 2001).

Bagian punggung tenggiri berwarna biru gelap atau biru kehijauan. Pada

individu dewasa terdapat garis berwarna abu-abu pada bagian perut sebanyak

40-50. Bagian rahang ke bawah berwarna putih keperakan, sirip punggung

pertama berwarna biru terang sampai biru gelap dan sirip dada berwarna abu-abu

keperakan sampai biru gelap. Punggung ikan tenggiri berwarna biru abu-abu dan

perak kebiru-biruan di bagian sisi. Ban-ban warna gelap, menggelombang

melintang badan. Sirip-siripnya biru keabuan. Ukuran panjang tubuh dapat

mencapai 200 cm dan biasanya 60-90 cm (Anonim 2007b).

2.2 Mutu Ikan

Mutu mengandung arti nilai-nilai tertentu yang diinginkan pada suatu

materi, produk atau jasa, seperti pada hasil pertanian pada umumnya, hasil

perikanan juga memiliki paling kurang beberapa aspek mutu, antara lain aspek

bio-tekno-ekonomis, aspek sanitasi dan higiene, aspek industrial dan lain-lain.

Mutu ikan merupakan nilai-nilai tertentu yang diinginkan dari ikan (Ilyas 1983).

2.2.1 Pengertian mutu ikan

Pengertian mutu untuk hasil perikanan sebenarnya identik dengan

kesegaran. Ikan segar mempunyai dua pengertian, yang pertama merupakan ikan

baru saja ditangkap, tidak disimpan atau diawetkan dan pengertian yang kedua,

ikan yang mutunya masih baik; belum disimpan atau diawetkan dan mempunyai

mutu yang tidak berubah serta belum mengalami kemunduran, baik secara kimia,

Page 19: SKRIPSI Karakteristik Mutu Ikan Tenggiri (Scomberomorus Commersonii) Di Kecamatan Manggar, Kabupaten Belitung Timur

fisika, maupun biologi walaupun sudah mengalami penyimpanan, misalnya ikan-

ikan yang dibekukan (FAO 1995a).

2.2.2 Parameter mutu ikan segar

Definisi ikan segar menurut SNI 01-2729-2006 adalah produk yang

berasal dari perikanan dengan bahan baku ikan, yang telah mengalami perlakuan

pencucian, penyiangan atau tidak penyiangan, pendinginan dan pengemasan. Ikan

segar yang didefinisikan oleh FAO (1995a) adalah ikan yang baru saja ditangkap,

belum disimpan atau diolah, atau ikan-ikan yang memiliki sifat-sifat kesegaran

yang kuat serta belum mengalami pembusukan. Ikan segar memiliki ciri-ciri

(Stansby 1963) sebagai berikut :

(1) daging ikan padat elastis, tidak mudah lepas dari tulang belakangnya;

(2) aroma atau baunya segar dan lunak seperti bau rumput laut;

(3) mata berwarna cerah dan bersih, menonjol penuh serta transparan;

(4) insang berwarna merah cerah;

(5) kulit mengkilat dengan warna cerah.

Kesegaran ikan tidak sulit diketahui. Cara yang paling mudah adalah

dengan pengamatan secara visual terhadap penampilan ikan, dengan

menggunakan metode 4 M, yaitu melihat, meraba, menekan dan mencium.

Pertama adalah dengan melihat dan mengamati penampilan ikan secara

menyeluruh terutama penampilan fisik, mata, insang, adanya lendir dan

sebagainya. Kedua adalah dengan meraba ikan untuk mengamati kondisi ikan

terutama adanya lendir, kelenturan ikan dan sebagainya. Penilaian visual dengan

meraba dapat dilanjutkan dengan menekan daging ikan untuk melihat teksturnya

dan diikuti dengan mencium bau ikan. Secara fisik kesegaran ikan dapat

ditentukan dengan mengamati tanda-tanda visualnya, seperti yang terdapat pada

Tabel 1 yang memuat tentang tanda-tanda ikan segar bermutu tinggi (Yunizal dan

Wibowo 1998).

Nogueras et al. (2002) melaporkan bahwa otot ikan memiliki kepekaan

yang sangat tinggi terhadap pembusukan selama penyimpanan terutama berkaitan

dengan pertumbuhan dan aktivitas bakteri aerob gram negatif. Kesegaran ikan

umumnya diukur dengan metode sensori berdasarkan perubahan penampakan,

bau, warna, flavor dan tekstur.

Page 20: SKRIPSI Karakteristik Mutu Ikan Tenggiri (Scomberomorus Commersonii) Di Kecamatan Manggar, Kabupaten Belitung Timur

Tabel 1. Tanda-tanda ikan segar yang dapat dikonsumsi segar

No. Parameter Tanda-tanda

1. Penampakan Ikan cemerlang mengkilap sesuai jenisnya, badan ikan utuh, tidak patah, tidak rusak fisik, bagian perut masih utuh dan liat serta lubang anus tertutup.

2. Mata Cerah (terang), selaput mata jernih, pupil hitam dan menonjol.

3. Insang Insang berwarna merah cemerlang atau sedikit kecoklatan, tidak ada lendir atau sedikit.

4. Bau Bau segar spesifik jenis, atau sedikit bau amis yang lembut

5. Lendir Selaput lendir di permukaan tubuh tipis, encer, bening, mengkilap cerah, tidak lengket, berbau sedikit amis dan tidak berbau busuk.

6. Tekstur dan daging

Ikan kaku atau masih lemas dengan daging pejal, jika ditekan dengan jari cepat pulih kembali, sisik tidak mudah lepas, jika daging disayat tampak jaringan antar daging masih kuat dan kompak, sayatan cemerlang dengan menampilkan warna daging ikan asli.

Sumber : Yunizal dan Wibowo (1998)

Bahan baku harus secepatnya diolah dengan tujuan untuk

mempertahankan mutu ikan segar. Apabila terpaksa harus menunggu proses lebih

lanjut maka ikan harus disimpan dengan es atau air dingin (0-5 oC), saniter dan

higienis (SNI 01-2729-1-2006). Penentuan tingkat kesegaran ikan dapat

dilakukan dengan :

(1) Pemeriksaan secara organoleptik atau sensorik

Cara organoleptik adalah cara penilaian dengan hanya mempergunakan

indera manusia (sensorik). Cara ini sangat cepat, murah dan praktis untuk

dikerjakan, tetapi ketelitiannya tergantung pada tingkat kepandaian orang yang

melaksanakannya. Penetapan kemunduran mutu ikan secara subyektif

(organoleptik) dapat dilakukan menggunakan score sheet yang telah ditetapkan

oleh Badan Standardisasi Nasional dengan SNI 01-2346-2006. Pengamatan pada

metode ini meliputi warna, bau, konsistensi dan penampakan daging. Perubahan

organoleptik disebabkan karena melunaknya tekstur daging ikan. Pelunakan

tekstur terjadi karena penguraian protein menjadi senyawa yang lebih sederhana,

yaitu polipeptida, asam amino dan amoniak yang dapat meningkatkan pH ikan.

Keadaan basa adanya hasil pemecahan protein, lemak, dan karbohidrat merupakan

Page 21: SKRIPSI Karakteristik Mutu Ikan Tenggiri (Scomberomorus Commersonii) Di Kecamatan Manggar, Kabupaten Belitung Timur

media yang baik untuk pertumbuhan bakteri (Murniyati dan Sunarman 2000).

Persyaratan mutu ikan segar yang harus dipenuhi tercantum pada Tabel 2.

Tabel 2. Spesifikasi persyaratan mutu ikan segar

Jenis mutu Satuan Persyaratan mutu

a) Organoleptik Nilai min b) Cemaran mikroba 1. ALT/g, maks 2. Escherichia coli 3. Vibrio cholerae

Koloni/g APM/g Per 25 g

7

5 x 105 <3

negatif Sumber: SNI 01-2729-2006 Keterangan: ALT = Angka Lempeng Total, APM = Angka Paling Memungkinkan

(2) Pemeriksaan dengan K-Value

Analisis ini didasarkan pada katabolisme nukleotida dan dapat dilakukan

pada sejumlah ikan. Nukleotida yang umum berada dalam bentuk Adenosine

Trifosfat (ATP) yang akan berubah menjadi Adenosine Difosfat (ADP), Adenosine

Monofosfat (AMP), Inosin Monofosfat (IMP), dan Inosin (HxR) sampai akhirnya

terbentuk Hypoxanthine (Hx). Hypoxanthine merupakan indikasi yang baik pada

perubahan post mortem daging ikan. Hypoxanthine dapat terakumulasi dari

0,5 µmol menjadi 2,8 µmol per gram daging dalam waktu 24 jam dan menjadi

8,8 µmol per gram daging dalam waktu 48 jam (Zen 2002).

Perubahan nilai K selama penyimpanan bervariasi tergantung pada spesies

dan jenis daging (daging merah/daging putih). Terdapat hubungan antara

kesegaran ikan dan K-value. Analisis K-value umumnya dilakukan menggunakan

HPLC (High Performance Liquid Chromotography). Rumus K-value adalah

sebagai berikut :

%100sin

sin% x

nhypoxanthiinoAMPADPATP

nhypoxanthiinoK

+++++=

Keterangan : ATP :Adenosine triphosphate ADP :Adenosine diphosphate IMP :Inosine monophosphate I :Inosine

Page 22: SKRIPSI Karakteristik Mutu Ikan Tenggiri (Scomberomorus Commersonii) Di Kecamatan Manggar, Kabupaten Belitung Timur

Beberapa produk olahan ikan segar memiliki kisaran nilai K yang berbeda-

beda dan dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Nilai “K” beberapa produk olahan ikan segar

Nilai (K) Terdapat pada

Kurang dari 5 % Ikan yang baru mati

20 % Ikan untuk bahan sasimi dan sushi

22,5 % Rata-rata daging ikan di pusat pendaratan

40-60 % Rata-rata daging ikan untuk kamaboko dan surimi

Lebih dari 70 % Ikan mulai mengalami kebusukan

Sumber : Murniyati dan Sunarman (2000)

(3) Pemeriksaan secara mikrobiologis

Penetapan kesegaran ikan secara mikrobiologis dapat dilakukan dengan

menghitung jumlah bakteri yang ada pada daging ikan. Ada dua cara yang dapat

digunakan yaitu pengujian jumlah bakteri secara tepat dan cara pengujian jumlah

bakteri praduga (pendugaan). Pengujian bakteri secara tepat dilakukan

menggunakan metode Total Plate Count (TPC), yaitu penghitungan jumlah

bakteri yang ditmbuhkan pada suatu media pertumbuhan (media agar) dan

diinkubasi selama 24 jam. Koloni bakteri yang tumbuh dihitung. Batas

maksimum bakteri untuk ikan segar yaitu 5 x 105 koloni/g (SNI-01-2729-2006).

Pengujian bakteri secara praduga dapat dilihat dengan menentukan kekeruhan dari

cairan daging ikan (Hadiwiyoto 1993).

(4) Pemeriksaan secara kimiawi

Penentuan kesegaran ikan secara kimiawi dapat dilakukan menggunakan

prinsip penetapan Total Volatile Base (TVB). Prinsip penetapan TVB adalah

menguapkan senyawa-senyawa yang terbentuk karena penguraian asam-asam

amino yang terdapat pada daging ikan (Hadiwiyoto 1993). Nilai TVB maksimum

untuk ikan segar, yaitu 30 mg N/100 g (Anonim 1985).

Komponen utama TVB adalah amoniak (NH3), trimetilamin (TMA) dan

dimetilamin (DMA). Beberapa spesies ikan ditemukan mempunyai

korelasi/hubungan antara kandungan TVB dan penilaian organoleptik. Perubahan

kandungan TVB selama pembusukan mirip dengan TMA, namun kandungan

Page 23: SKRIPSI Karakteristik Mutu Ikan Tenggiri (Scomberomorus Commersonii) Di Kecamatan Manggar, Kabupaten Belitung Timur

awalnya lebih tinggi. Basa volatil total dapat dijadikan sebagai indeks kesegaran

ikan semenjak basa volatil terakumulasi dalam daging ikan sampai dengan tahap

akhir pembusukan. Batas penerimaan pada ikan, yaitu bila mempunyai

kandungan TVB 20-30 mg/100 g ikan (Soekarto 1990). Tingkat kesegaran hasil

perikanan berdasarkan TVBN dikelompokkan menjadi 4 (Farber 1965), yaitu :

- ikan sangat segar dengan kadar TVBN 10 mg N/100 g atau lebih kecil;

- ikan segar dengan kadar TVBN sebesar 10–20 mg N/100 g;

- ikan yang berada pada garis batas kesegaran yang masih dapat dikonsumsi

dengan kadar TVBN 20–30 mg N/100 g;

- ikan busuk yang tidak dapat dikonsumsi dengan kadar TVBN lebih besar dari

30 mg N/ 100 g.

(5) Trimetilamin oksida (TMAO)

Perubahan kimiawi TMAO dapat dibagi menjadi 2 jenis yaitu

mikrobiologis dan autolisis. Perubahan TMAO menjadi TMA akan berlangsung

secara bakteriologis, yaitu karena aktivitas bakteri yang terdapat pada ikan yang

disimpan pada suhu kamar atau pada suhu es (chilling) tetapi perubahan TMAO

menjadi DMA dan formaldehida akan dominan pada ikan yang disimpan pada

suhu beku. Ikan ditambah es atau dibekukan untuk menghambat perubahan

TMAO, tetapi dengan es aktivitas bakteri masih ada sehingga ikan umumnya

hanya dapat disimpan dalam es maksimal 16 hari tergantung jenis ikannya.

Senyawa ini terbentuk selama pembusukan ikan oleh bakteri terhadap TMAO.

Beberapa jenis ikan terutama ikan air tawar, memiliki sedikit TMAO. Ikan

dikatakan busuk bila mempunyai kadar TMAO sebesar 2,7 mg nitrogen/100 g

(Murniyati dan Sunarman 2000).

Kesegaran ikan dapat digolongkan ke dalam empat kelas mutu

(Hadiwiyoto 1993), yaitu :

(1) Ikan yang kesegarannya masih baik sekali (prima)

Ikan pada kondisi ini merupakan ikan yang baru saja ditangkap dan baru

saja mengalami kematian. Semua organ tubuhnya baik daging, mata, maupun

insangnya masih benar-benar dalam keadaan segar.

Page 24: SKRIPSI Karakteristik Mutu Ikan Tenggiri (Scomberomorus Commersonii) Di Kecamatan Manggar, Kabupaten Belitung Timur

(2) Ikan yang kesegarannya masih baik (advanced)

Pada kondisi ini, ikan masih dalam keadaan segar namun tidak sesegar

seperti kondisi pertama. Ciri-cirinya adalah bola mata yang agak cerah, kornea

agak keruh, warna insang agak kusam, warna daging masih cemerlang namun

lunak bila ditekan.

(3) Ikan yang kesegarannya sudah mulai mundur (sedang)

Ikan pada kondisi ini organ tubuhnya sudah banyak mengalami perubahan,

bola mata agak cekung, kornea agak keruh, warna insang mulai berubah

menjadi merah muda, warna sayatan daging mulai pudar dan daging lembek.

(4) Ikan yang sudah tidak segar lagi (busuk)

Pada kondisi ini ikan sudah tidak layak lagi dikonsumsi. Ciri-cirinya adalah

daging sudah lunak, sayatan daging tidak cemerlang lagi, bola mata cekung,

insang berubah jadi berwarna coklat tua, sisik mudah lepas dan sudah

menyebarkan bau busuk.

2.3 Kemunduran Mutu Ikan

Proses kerusakan ikan berlangsung cepat di daerah beriklim tropis dengan

suhu dan kelembaban harian tinggi. Proses tersebut semakin dipercepat dengan

praktek-praktek atau penangkapan yang tidak baik, cara penanganan yang kurang

tepat, sanitasi dan higiene yang tidak memadai, terbatasnya sarana distribusi dan

sistem pemasaran dan lain-lain. Di negara-negara berkembang, seperti Indonesia

seringkali ikan ditangkap dan didaratkan tanpa pemberian es yang layak.

Akibatnya, dengan suhu harian yang tinggi (25-32 oC) dan kelembaban yang

tinggi (70-90 %) ikan cepat sekali rusak. Jika penanganannya tidak baik, hanya

dalam 10-12 jam saja ikan sudah busuk (Yunizal dan Wibowo 1998).

Segera setelah ikan mati terjadi perubahan-perubahan mutu yang

mengarah pada kebusukan yang disebabkan oleh aktivitas enzim, biokimia, fisik

dan mikrobiologi. Hal-hal lain yang menyebabkan kebusukan pada ikan adalah

kegiatan oksidatif yang merupakan penguraian lemak dan proses oksidasi, serta

kegiatan fisik ikan pada saat ditangkap (Ilyas 1972).

Page 25: SKRIPSI Karakteristik Mutu Ikan Tenggiri (Scomberomorus Commersonii) Di Kecamatan Manggar, Kabupaten Belitung Timur

Secara kronologis, pembusukan ikan berjalan melalui empat tahapan

sebagai berikut (Murniyati dan Sunarman 2000) :

(1) Hiperaemia

Setelah ikan mati, berbagai proses perubahan fisik, kimia, biokimia, dan

mikrobiologi terjadi dengan cepat. Semua proses perubahan ini akhirnya

mengarah pada pembusukan. Lendir ikan terlepas dari kelenjar-kelenjarnya di

dalam kulit, membentuk lapisan bening yang tebal di sekeliling tubuh ikan.

Pelepasan lendir dari kelenjar lendir ini merupakan reaksi alami ikan yang sedang

sekarat terhadap keadaan yang tidak menyenangkan. Jumlah lendir yang terlepas

dan menyelimuti tubuh sangat banyak jumlahnya hingga mencapai 1–2,5 % dari

berat tubuhnya. Lendir itu sendiri terdiri atas glucoprotein mucin yang

merupakan substrat yang sangat baik bagi pertumbuhan bakteri (Murniyati dan

Sunarman 2000). Keadaan ini secara biokimia ditandai dengan menurunnya

kadar ATP dan kreatin fosfat seperti pada reaksi aktif glikolisis. Proses

kemunduran mutu ikan segar dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Diagram proses kemunduran mutu ikan segar (Ilyas 1972)

Page 26: SKRIPSI Karakteristik Mutu Ikan Tenggiri (Scomberomorus Commersonii) Di Kecamatan Manggar, Kabupaten Belitung Timur

(2) Rigor mortis

Perubahan selanjutnya, ikan memasuki tahap rigor mortis ditandai dengan

mengejangnya tubuh ikan setelah mati, sebagai hasil perubahan biokimia yang

kompleks dalam tubuh ikan (FAO 1995a). Hilangnya kelenturan berhubungan

dengan terbentuknya aktomiosin. Aktomiosin adalah suatu senyawa protein

kompleks yang dibentuk selama otot berkontraksi. Pada mamalia, aves dan ikan,

bentuk senyawa aktomiosin sebagai hasil dari penurunan jumlah ATP selama

post-mortem (Sikorski 2001). Tingkat rigor ditandai dengan mengejangnya tubuh

ikan setelah mati. Rigor mortis pada ikan mulai terjadi pada bagian ekor dan terus

merambat ke bagian kepala. Lama tidaknya masa rigor mortis tergantung pada

beberapa faktor, yaitu (Murniyati dan Sunarman 2000):

(a) Suhu lingkungan

Suhu lingkungan yang rendah akan memperpanjang masa rigor mortis yang

berarti dapat memperpanjang tingkat kesegaran ikan, sehingga pascapanen ikan

harus menerapkan prinsip rantai dingin.

(b) Cara ikan mati

Ikan yang mati dengan cara dibunuh langsung, segera setelah ditangkap akan

mempunyai masa rigor yang lebih lama. Hal ini berkaitan dengan kandungan

glikogen yang ada pada tubuh ikan, apabila mati dalam keadaan stres maka

kandungan glikogennya akan cepat habis.

(c) Kandungan glikogen setelah ikan mati

Kandungan glikogen yang ada pada ikan setelah mati dapat menunjukkan

lamanya proses rigor mortis. Jika kandungan glikogen dalam tubuh ikan semakin

lama habis, maka masa rigor akan semakin lama. Ikan yang bergerak cepat

banyak mengeluarkan tenaga sebelum mati sehingga akan menurunkan

kandungan glikogen dalam daging. Hal ini menyebabkan fase rigor mortis akan

cepat datang dan waktunya lebih singkat.

Ikan yang mengalami stress sebelum mati maka datangnya rigor akan

lebih awal dan perkembangannya lebih cepat dibandingkan yang tidak mengalami

stress. Jika dibandingkan dengan mamalia, rigor mortis ikan lebih cepat, yaitu

sekitar 1-7 jam. Ikan yang disiangi dan disimpan dalam es, proses rigor mortis

mulai 32-93 jam setelah ikan mati, sedangkan untuk ikan yang tidak diberi es,

Page 27: SKRIPSI Karakteristik Mutu Ikan Tenggiri (Scomberomorus Commersonii) Di Kecamatan Manggar, Kabupaten Belitung Timur

proses rigor mortis berlangsung 5-22 jam. Rigor mortis pada ikan juga terjadi

secara beriringan dengan penurunan pH jaringan otot yang disebabkan oleh

adanya asam laktat (Murniyati dan Sunarman 2000).

Produksi asam laktat yang terjadi pada fase rigor mortis ini, menyebabkan

pH tubuh ikan menurun dari kisaran 6,9-7,2 menjadi 6,2-6,6. Tinggi rendahnya

pH awal ikan sangat tergantung pada jumlah glikogen yang ada dan kekuatan

penyangga (buffering power) pada daging ikan. Kekuatan penyangga pada daging

ikan dipengaruhi oleh kandungan protein, asam laktat, asam fosfat, trimetilamin

oksida (TMAO), dan basa-basa volatil. Kekuatan penyangga pada daging ikan

disebabkan oleh protein, asam laktat, asam fosfat, TMAO, dan basa-basa

menguap. Setelah fase rigor mortis berakhir dan pembusukan bakteri berlangsung

maka pH daging ikan naik mendekati netral hingga 7,5-8,0 atau lebih tinggi jika

pembusukan telah sangat parah. Tingkat keparahan pembusukan disebabkan oleh

kadar senyawa-senyawa yang bersifat basa. pH ikan pada kondisi ini naik dengan

perlahan-lahan dan dengan semakin banyak senyawa yang terbentuk akan

semakin mempercepat kenaikan pH ikan (Junianto 2003).

(3) Autolisis

Autolisis adalah proses penguraian protein dan lemak oleh enzim (protease

dan lipase) yang terdapat di dalam daging ikan. Daging ikan yang terdiri atas

protein menyebabkan proses autolisis dapat juga disebut proteolisis. Enzim-

enzim ini sebetulnya sudah aktif sejak ikan masih hidup, akan tetapi ketika itu

hasil aktivitasnya dimanfaatkan untuk menghasilkan energi dan pemeliharaan

tubuh. Autolisis dimulai bersamaan dengan penurunan pH. Selain asam amino,

autolisis menghasilkan sejumlah kecil pirimidin dan purin, basa yang dibebaskan

pada waktu pemecahan asam nukleat. Bersamaan dengan itu, hidrolisis lemak

menghasilkan lemak bebas dan gliserol. Autolisis akan merubah struktur daging

sehingga kekenyalan menurun (Murniyati dan Sunarman 2000).

Autolisis berperan dalam bermacam-macam tingkat pembusukan secara

keseluruhan dan sebagai media pertumbuhan bakteri (FAO 1995a). Proses

penguraian jaringan secara enzimatis (autolisis) berjalan dengan sendirinya

setelah ikan mati dengan mekanisme yang kompleks. Beberapa enzim yang

berperan dalam proses ini, antara lain: katepsin (dalam daging), enzim tripsin,

Page 28: SKRIPSI Karakteristik Mutu Ikan Tenggiri (Scomberomorus Commersonii) Di Kecamatan Manggar, Kabupaten Belitung Timur

kemotripsin, dan pepsin (dalam organ pencernaan) serta enzim dari

mikroorganisme yang ada pada tubuh ikan. Enzim-enzim yang dapat

menguraikan protein (proteolitik) berperan dalam proses kemunduran mutu ikan

(Moeljanto 1992).

(4) Pembusukan oleh bakteri

Tahapan pembusukan oleh bakteri ditandai oleh jumlah bakteri yang sudah

cukup tinggi akibat perkembangbiakan yang terjadi pada fase-fae sebelumnya.

Kegiatan bakteri pembusuk dimulai pada saat yang hampir bersamaan dengan

autolisis, dan kemudian berjalan sejajar. Bakteri merusak ikan lebih parah

daripada kerusakan yang diakibatkan oleh enzim. Sejumlah bakteri bersarang

pada permukaan tubuh, insang dan di dalam perutnya. Bakteri itu secara bertahap

memasuki daging ikan, sehingga penguraian oleh bakteri mulai berlangsung

intensif setelah selesainya rigor mortis yaitu setelah daging menjadi lunak dan

celah-celah seratnya terisi cairan.

Meskipun bakteri mampu menguraikan protein, tetapi substrat yang

terbaik ialah hasil-hasil hidrolisis yang terbentuk selama autolisis dan senyawa-

senyawa nitrogen non-protein (trimetilamin oksida, urea) yang terdapat dalam

daging. Daging ikan laut lebih banyak mengandung senyawa non-protein

daripada ikan air tawar, dengan demikian ikan laut lebih cepat diuraikan oleh

bakteri (Murniyati dan Sunarman 2000).

Penanganan ikan yang kurang saniter dan higienis serta penyimpanan

dalam keadaan tidak dilindungi dengan baik mengakibatkan ikan sangat rentan

terhadap kerusakan biologis. Kerusakan biologis dapat menyebabkan proses

pembusukan pada ikan oleh bakteri berlangsung sangat cepat (Heruwati 2002).

Daging ikan yang baru ditangkap masih steril karena memiliki sistem

kekebalan yang mencegah bakteri tumbuh pada daging. Setelah ikan mati, sistem

kekebalan tersebut tidak berfungsi lagi dan bakteri dapat berkembang biak dengan

bebas. Bakteri bergerak ke seluruh tubuh pada permukaan kulit dan selama

penyimpanan bakteri menyerang daging dan bergerak antara serat otot. Jumlah

mikroorganisme yang menyerang sangat terbatas dan pertumbuhan bakteri

sebagian besar berlangsung di permukaan. Proses pembusukan terjadi akibat

Page 29: SKRIPSI Karakteristik Mutu Ikan Tenggiri (Scomberomorus Commersonii) Di Kecamatan Manggar, Kabupaten Belitung Timur

adanya enzim yang dihasilkan bakteri yang merusak bahan gizi pada daging ikan

(FAO 1995a).

Hubungan yang terjadi antara laju pertumbuhan bakteri dengan

kemunduran mutu ikan segar dapat dilihat pada Gambar 3.

Keterangan : A-B adalah fase lag ----------------------------- a-b adalah fase rigor mortis B-C adalah fase akselerasi---------------------- b-c terjadi perubahan-perubahan

organoleptik, hilangnya karakteristik ikan segar

C-D adalah fase logaritmik--------------------- c-d mulainya pembusukan dengan jumlah bakteri meningkat pesat sekali

D-E adalah fase terminal stasioner------------- d-e aktivitas pembusukan maksimum, ikan mendekati busuk (putrid)

Gambar 3. Hubungan antara laju pertumbuhan bakteri dengan kemunduran mutu ikan segar (Ilyas 1983)

Laju penurunan mutu dan daya awet ikan dipengaruhi oleh beberapa

parameter seperti yang tercantum pada Tabel 4. Secara umum dapat dinyatakan

bahwa ikan berukuran besar mengalami penurunan mutu yang lebih lambat

dibandingkan dengan ikan berukuran kecil, ikan berbentuk pipih dapat disimpan

lebih lama dari pada ikan berbentuk bulat, ikan berlemak rendah dapat

Page 30: SKRIPSI Karakteristik Mutu Ikan Tenggiri (Scomberomorus Commersonii) Di Kecamatan Manggar, Kabupaten Belitung Timur

dipertahankan lebih lama dari pada ikan yang berlemak tinggi pada kondisi

aerobik dan ikan yang bertulang keras dapat lebih lama disimpan daripada ikan

bertulang rawan (Huss 1995).

Tabel 4. Faktor intrinsik yang mempengaruhi laju penurunan mutu ikan yang disimpan dalam es

Parameter Laju penurunan

Cepat Lambat

Ukuran Ikan kecil Ikan besar

pH post mortem pH tinggi pH rendah

Kandungan lemak Spesies lemak tinggi Spesies lemak rendah

Ketebalan kulit Kulit tipis Kulit tebal

Sumber : Huss (1995)

2.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penurunan Mutu Ikan Segar

Ikan yang sangat segar dan baru ditangkap mempunyai karakteristik

kesegaran yang umumnya dikenal dari rupa dan baunya. Kualitas ikan selalu

dikaitkan dengan kesegaran dan kerusakannya, maka perlu diketahui bahwa mutu

dan kualitas ikan sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain adalah cara

kematian dan penangkapan ikan, kondisi biologis dan lingkungan hidup ikan,

suhu, pengaruh cara penanganan dan pembongkaran, serta sanitasi dan higiene.

2.4.1 Cara kematian

Ikan yang telah ditangkap kemudian mati dengan segera akan lebih baik

daripada ikan yang matinya perlahan-lahan karena rigor mortis akan datang lebih

lambat dan berlangsung lebih lama (Ilyas 1983). Gejala ini berhubungan dengan

semakin rendah cadangan glikogen otot dan semakin kecilnya pH yang

disebabkan oleh banyaknya asam yang dihasilkan terutama asam laktat, misalnya

ikan yang ditangkap dengan pancing dan langsung dibunuh lebih baik daripada

ikan yang ditangkap dengan gillnet dan mati secara perlahan-lahan.

Cara pembunuhan ikan juga dapat mempengaruhi waktu pencapaian

kondisi fase rigor mortis. Penghancuran otak ikan yang telah ditangkap secara

langsung dan menyeluruh menghasilkan waktu yang lebih lama untuk mencapai

Page 31: SKRIPSI Karakteristik Mutu Ikan Tenggiri (Scomberomorus Commersonii) Di Kecamatan Manggar, Kabupaten Belitung Timur

waktu rigor mortis karena tidak ada pergerakan otot selama proses tersebut. Ikan

yang menunjukkan aktivitas otot sebelum mati telah memiliki tingkat asam laktat

yang tinggi. Hal ini dikarenakan otot tersebut telah lebih dahulu kekurangan

oksigen. Otot ikan akan melakukan respirasi anaerobik terus menerus setelah ikan

mati dan memproduksi asam laktat berlebih. Hal ini akan mempersingkat waktu

ikan tersebut mencapai rigor mortis dan juga menghasilkan kondisi ikan yang

lebih kaku karena lebih banyak sel yang mencapai kondisi rigor mortis pada saat

bersamaan (Robb 2002).

Cara penangkapan juga berpengaruh terhadap proses kemunduran mutu

ikan, sehingga perlu diperhatikan penyesuaian antara metode penangkapan dan

jenis alat tangkap yang digunakan dengan jenis ikan yang ditangkap (Ilyas 1983).

2.4.2 Kondisi biologis dan lingkungan

Ikan berukuran kecil akan lebih cepat menurun mutunya dibandingkan

dengan ikan yang berukuran lebih besar, untuk jenis yang sama. Tingkat

kedewasaan seksual pada ikan yang ditangkap juga berpengaruh terhadap

kemunduran mutunya. Ikan yang matang gonad akan lebih cepat menurun

mutunya dibandingkan dengan ikan yang belum matang gonad (Robb 2002). Ikan

yang tertangkap pada waktu perut penuh dengan makanan akan lebih cepat busuk

daripada waktu perut tidak penuh karena enzim-enzim pencernaan sedang aktif

bekerja (Ilyas 1983).

Jenis makanan ikan juga berpengaruh terhadap kemunduran mutu ikan.

Ikan dasar (demersal) akan lebih cepat busuk daripada ikan permukaan (pelagis)

dan ikan yang sedang bertelur akan lebih cepat busuk daripada ikan yang tidak

bertelur (Anonim 1983).

2.4.3 Suhu

Suhu air saat ikan ditangkap mempengaruhi kemunduran mutu ikan

terutama pada air yang bersuhu tinggi dan ikan berada lebih lama di dalam air

sebelum diangkat dapat mempercepat proses kemunduran mutu ikan. Perairan

tropis dimana suhu air 20-24 oC ikan di dalam air sudah mengalami pembusukan

sebelum diangkat dari alat penangkapan, sedangkan pada daerah subtropis yang

memiliki suhu 7-10 oC bahaya pembusukan tidak terlalu besar (Ilyas 1983).

Page 32: SKRIPSI Karakteristik Mutu Ikan Tenggiri (Scomberomorus Commersonii) Di Kecamatan Manggar, Kabupaten Belitung Timur

Bakteri dapat tumbuh dalam selang suhu yang besar yaitu dari 0-45 oC.

Suhu ikan dapat naik antara 25-35 oC di dalam air. Perlakuan suhu rendah yang

diberikan pada saat pembusukan, kurang efektif dalam hubungannya dengan

pencegahan pertumbuhan mikroorganisme dan akan memberikan hasil yang

kurang memuaskan (Nasran 1972).

Suhu yang rendah dapat menekan pertumbuhan mikroorganisme, tetapi

pertumbuhan tersebut dan reaksi biokimia masih berpengaruh terhadap proses

pembusukan. Tidak semua mikroorganisme pada kondisi tersebut dapat terbunuh.

Beberapa diantaranya hanya dapat dihambat pertumbuhannya.

Perkembangbiakan bakteri pada ikan sangat dipengaruhi oleh suhu. Jika suhu

yang digunakan semakin rendah, maka pertumbuhan bakteri akan semakin

dihambat. Pengukuran suhu ikan diusahakan sedikit mungkin memegang bagian

ikan agar panas dari tangan tidak banyak berkonduksi ke dalam ikan dan

pengamatan dilakukan pada beberapa ekor ikan secara acak (random) dalam satu

wadah serta dari bagian yang menurut perkiraan paling panas (Ilyas 1983).

Hubungan antara suhu, kegiatan bakteri dan mutu ikan dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Hubungan antara suhu, kegiatan bakteri dan mutu ikan

Suhu Kegiatan Bakteri Mutu Ikan

25-10 oC Luar biasa cepat Cepat menurun, daya awet sangat pendek (3-10 jam)

10-2 oC Pertumbuhan kurang cepat

Mutu menurun kurang cepat, daya awet pendek (2-5 hari)

2-(-1) oC Pertumbuhan bakteri jauh berkurang

Penurunan mutu agak dihambat, daya awet wajar (3-10 hari)

-1 oC Kegiatan dapat ditekan Sebagai ikan basah, penurunan suhu minimum sehingga daya awet maksimum 5-20 hari

-1-(-10) oC Ditekan tidak aktif Penurunan mutu minimum, tekstur dan rasa ikan rendah, daya awet panjang 7-30 hari

-18 oC dan lebih rendah

Ditekan minimum, bakteri tersisa tidak aktif

Mutu ikan beku lebih baik, daya awet sampai setahun

Sumber : Ilyas (1983)

Page 33: SKRIPSI Karakteristik Mutu Ikan Tenggiri (Scomberomorus Commersonii) Di Kecamatan Manggar, Kabupaten Belitung Timur

Penanganan ikan yang baik harus memperhatikan suhu ikan, karena

kenaikan suhu berkorelasi positif dengan pertumbuhan bakteri dan peningkatan

kadar TVB pada ikan merupakan faktor koreksi terhadap kesegarannya. Jika suhu

yang digunakan dalam penanganan semakin tinggi, maka kecenderungan

pertumbuhan bakteri dan peningkatan nilai TVB akan semakin cepat. Sebaliknya,

semakin rendah suhu yang digunakan akan menyebabkan pertumbuhan bakteri

terhambat dan kadar TVB dalam tubuh ikan juga semakin kecil bila dibandingkan

dengan penggunaan suhu tinggi. Standar suhu penanganan ikan segar adalah

sebagai berikut (Anonim 1988) :

(1) pada penyortiran, suhu yang digunakan maksimal 5 oC;

(2) pada pencucian, suhu yang digunakan maksimal 10 oC;

(3) pada penimbangan, suhu yang digunakan maksimal 5 oC;

(4) pada penyimpanan sementara, suhu yang digunakan maksimal 5 oC;

(5) pada pengemasan, suhu dalam pengemasan antara 0-2 oC.

2.4.4 Pengaruh cara penanganan dan pembongkaran

Ikan yang bermutu dan memiliki daya awet yang tinggi dapat diperoleh

dengan cara bekerja cepat, cermat, hemat dan bersih serta pada suhu yang

rendah/pendinginan ikan (Ilyas 1983). Pemahaman yang mendalam akan prinsip

penanganan yang baik bagi nelayan dan pengusaha dapat membantu

mempertahankan atau memperpanjang mutu ikan. Penyediaan sarana yang

diperlukan untuk mendukung pelaksanaan prinsip cepat, cermat, bersih perlu

diperhatikan untuk mendapatkan mutu ikan yang baik. Pembongkaran ikan pada

kapal penangkapan harus dilakukan dengan hati-hati dan sedapat mungkin tidak

menggunakan sekop atau garpu untuk menghindari luka atau memar pada ikan.

Ikan-ikan jangan dibiarkan terkena sinar matahari langsung (Moeljanto 1992).

2.4.5 Sanitasi dan higiene

Kebersihan dalam penanganan ikan mengandung beberapa pengertian,

antara lain membuang sumber pembusukan dari ikan, seperti lendir, darah, bakteri

dan insang, isi perut, mencuci bersih ikan, cepat mendinginkan dan

menyimpannya, melindungi ikan dari kemungkinan pencemaran dari air selokan

di bawah palka atau di darat dari panas dan serangga. Kebersihan dan higiene

Page 34: SKRIPSI Karakteristik Mutu Ikan Tenggiri (Scomberomorus Commersonii) Di Kecamatan Manggar, Kabupaten Belitung Timur

karyawan, palka, alat-alat yang digunakan dan lain-lain perlu ditingkatkan (Ilyas

1983).

Sanitasi dan higiene dalam penanganan ikan sangat penting. Contoh yang

dapat diambil yaitu pada saat sortasi dan penyiangan. Selama sortasi dan

penyiangan diusahakan sekecil mungkin terjadi kontaminasi. Hal ini dapat

dicapai dengan menyarankan para pekerja untuk menggunakan sarung tangan

(Junianto 2003).

2.5 Penanganan

Ikan merupakan salah satu komoditas pangan yang cepat mengalami

proses pembusukan (perishable food). Oleh karena itu diperlukan penanganan

yang cermat dan cepat dengan memperhatikan sanitasi dan higiene yang baik

dengan menerapkan sistem rantai dingin (cold chain system). Penanganan ikan

pada dasarnya ditujukan untuk mempertahankan kesegaran ikan yang harus

dilakukan sejak ikan diangkat dari air sampai di tangan konsumen (from catch to

table). Perlakuan dan penerapan teknik penanganan disesuaikan menurut jenis

dan tujuan pemanfaatannya baik yang berasal dari hasil tangkapan maupun hasil

budidaya.

Penanganan ikan merupakan tahapan perlakuan yang diberikan pada ikan

sejak ikan ditangkap atau diangkat dari perairan, didaratkan atau diangkat sampai

ke pabrik pengolahan atau dijual pada konsumen. Tujuan utama penanganan ikan

segar adalah mengusahakan agar kesegaran ikan setelah tertangkap dapat

dipertahankan selama mungkin (Irawan 1995).

Metode pendinginan merupakan cara yang paling umum diterapkan dalam

penanganan ikan segar karena dianggap paling memuaskan untuk

mempertahankan mutu kesegaran bila dilakukan dengan cara yang benar, yaitu

dengan prosedur yang cepat, tepat dan cermat dan disertai dengan upaya menjaga

kebersihan, sanitasi dan higiene (Heruwati 2002).

Penggunaan es untuk penanganan ikan segar sebagai media pendinginan

adalah paling umum digunakan dan dianggap paling efektif. Penerapan Hazard

Analysis Critical Control Points (HACCP) untuk penanganan ikan ditetapkan

batas kritis suhu ikan sebesar 4,5 oC dengan waktu tidak lebih dari 4 jam. Hal ini

Page 35: SKRIPSI Karakteristik Mutu Ikan Tenggiri (Scomberomorus Commersonii) Di Kecamatan Manggar, Kabupaten Belitung Timur

hanya bisa dicapai dengan penggunaan es keping (flake ice). Perbandingan

es : ikan yang dijadikan sebagai acuan adalah 1:2 atau 1:1 untuk lama perjalanan

18 hari (FAO 1995b). Kebutuhan pendinginan ini dapat dihitung berdasarkan

pengetahuan tentang panas dari ruang penyimpanan (palka), lama perjalanan dan

suhu lingkungan (FAO 1992). Selain medium pendingin, untuk mempertahankan

suhu ikan dan sebagai tempat penyimpanan diperlukan suatu sarana berupa wadah

yang kedap terhadap panas (Ilyas 1983).

Peti pendingin (coolbox) terutama digunakan untuk menyimpan hasil

tangkapan dalam jumlah sedikit, seperti hasil tangkapan nelayan skala kecil,

sedangkan palka berinsulasi biasanya digunakan untuk penyimpanan hasil

tangkapan dalam jumlah yang banyak. Hasil tangkapan ikan nelayan tradisional

sampai saat ini belum ditangani dengan baik dan benar. Hal ini mengakibatkan

penurunan mutu atau tingkat kehilangan semakin tinggi akibat busuk atau rusak

dan berdampak terhadap tingkat pendapatan nelayan semakin rendah. Upaya

mempertahankan kesegaran ikan sangat penting kaitannya dengan harga jual,

peningkatan pendapatan nelayan, nilai gizi dan konsumsi ikan dalam penyediaan

bahan baku industri pengolahan, disamping itu untuk menekan tingkat kehilangan

atau losses (Heruwati 2002).

Penanganan ikan di setiap tahapan proses produksi dari mulai penanganan

ikan di atas kapal, cara pembongkaran ikan, penanganan ikan selama distribusi

dan penanganan ikan selama penjualan di tingkat pengecer perlu diperhatikan.

2.5.1 Penanganan ikan di atas kapal penangkap ikan

Proses atau prosedur penanganan ikan di atas kapal harus dilakukan

dengan baik supaya kualitas ikan yang diperoleh memuaskan. Tahapan

penanganan ikan di atas kapal (Junianto 2003) adalah sebagai berikut :

(1) Setelah tertangkap secepatnya ikan dibunuh supaya ikan tidak melakukan

perlawanan yang menyebabkan ikan luka atau memar akibat benturan. Luka

atau memar pada ikan memudahkan ikan terkontaminasi oleh bakteri

sehingga proses pembusukan akan semakin cepat.

(2) Sortasi dilakukan untuk memisahkan jenis, ukuran dan mutu sehingga

memudahkan dalam proses penjualan di darat dan memperkecil kontaminasi

bakteri atau perlakuan fisik saat ikan disortir oleh pembeli.

Page 36: SKRIPSI Karakteristik Mutu Ikan Tenggiri (Scomberomorus Commersonii) Di Kecamatan Manggar, Kabupaten Belitung Timur

(3) Pencucian dapat dilakukan bersamaan dengan sortasi atau setelah sortasi.

Pencucian yang baik dilakukan dengan menyemprotkan air laut bersih atau

air tawar dingin yang bersih untuk membebaskan ikan dari bakteri

pembusuk.

(4) Penirisan dapat dilakukan dengan menempatkan keranjang ikan di atas dek

dan diusahakan ikan jangan sampai terkena sinar matahari secara langsung.

(5) Pendinginan menggunakan es curai, dengan cara penyusunan berlapis-lapis

antara ikan dan es dengan perbandingan es dan ikan minimal 1:1.

Pendinginan dilakukan dalam wadah berinsulasi atau styrofoam.

Penyimpanan ikan harus disertai dengan es atau air dingin bersuhu 0-5 oC

secara saniter dan higienis.

2.5.2 Pembongkaran ikan

Pembongkaran ikan pada suatu pelabuhan berperan penting dalam

penanganan ikan. Baik buruknya kondisi tempat pembongkaran, peralatan yang

digunakan dan kondisi kesehatan karyawan akan sangat berpengaruh pada

kesegaran ikan. Pembongkaran ikan dalam palka saat ikan memasuki pelabuhan

(Batubara 1989), harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut :

(1) pembongkaran harus dilaksanakan pada waktu pagi hari, untuk menghindari

pengaruh langsung matahari;

(2) mata rantai pendinginan harus tetap terjaga, artinya di tempat pembongkaran

harus dipersiapkan wadah-wadah yang diisi dengan air dingin;

(3) cara pengangkatan ikan harus sedemikian rupa, sehingga badan ikan tidak

tertekuk;

(4) tempat-tempat yang runcing dan tajam yang akan dilalui oleh ikan harus

diberi lapisan pelunak, sehingga tidak merusak kulit ikan.

Hasil tangkapan yang berbeda hari atau waktu penangkapannya sebaiknya

dipisahkan pada saat membongkar muatan kapal, pemakaian alat-alat seperti

sekop, garpu atau sendok harus dihindari karena dapat menyebabkan kerusakan

pada ikan (Anggawati 1993). Cara pembongkaran yang lain harus diperhatikan

untuk tetap mempertahankan kesegaran ikan, yaitu memisahkan es yang belum

mencair, membongkar ikan dan menempatkannya dalam wadah, melakukan

sortasi bila di atas kapal belum dilakukan sortasi, pencucian ikan dalam

Page 37: SKRIPSI Karakteristik Mutu Ikan Tenggiri (Scomberomorus Commersonii) Di Kecamatan Manggar, Kabupaten Belitung Timur

keranjang dengan air tawar atau air laut dingin yang bersih dan diberi es

diatasnya (Junianto 2003).

2.5.3 Penanganan ikan di darat

Penanganan ikan segar di darat berkaitan erat dengan tata niaga

pemasarannya. Ikan segar melalui beberapa tahapan penanganan untuk sampai

ke tangan konsumen akhir, yaitu penanganan di TPI (tempat pelelangan ikan),

penanganan di tingkat pedagang dan penanganan selama pengangkutan dan

distribusi. Secara umum, tata niaga pemasaran ikan segar dapat diilustrasikan

seperti pada Gambar 4.

Gambar 4. Skema tata niaga pemasaran ikan segar (Junianto 2003)

Kesegaran ikan laut yang didaratkan tergantung pada perlakuan pertama,

kecepatan dalam penanganan dan cara penyimpanan di kapal. Ikan dapat

menjadi lebih segar jika disimpan dalam pecahan-pecahan es atau pendingin

lainnya (Junianto 2003). Prinsip penanganan ikan segar di darat dengan

menerapkan suhu rendah memakai es, pendinginan dalam ruang dingin, atau

dengan air yang didinginkan, ketentuan sanitasi dan higiene, dan

memperhatikan faktor waktu. Oleh karena itu, setiap pengumpul perlu

dilengkapi sarana dan prasarana agar ikan tetap segar seperti air bersih,

pendinginan (es), wadah penanganan dan penyimpanan, serta sarana

pengepakan untuk pengiriman barang (Ilyas 1983).

Tempat Pelelangan Ikan (TPI)

Pasar Induk Pabrik Pengolahan

Pasar Pengecer Supermarket

Konsumen Akhir

Pedagang Keliling

Page 38: SKRIPSI Karakteristik Mutu Ikan Tenggiri (Scomberomorus Commersonii) Di Kecamatan Manggar, Kabupaten Belitung Timur

2.5.4 Penanganan ikan selama pengangkutan dan distribusi

Keberhasilan pengangkutan ikan segar adalah mempertahankan tingkat

kesegaran ikan semaksimal mungkin selama pengangkutan berlangsung.

Tingkat keberhasilan pengangkutan tersebut berkorelasi positif dengan nilai jual

ikan, yaitu harga jual akan tetap tinggi jika ikan masih tetap segar.

Suhu ikan dijaga agar tetap rendah selama pengangkutan dan distribusi,

alas wadah harus dilapisi es halus kemudian lapisan ikan yang ditaburi es

disusun di atasnya. Ikan harus dilapisi lapisan es yang tebal di atas dan di

bawah tumpukan peti (Anggawati 1993). Banyaknya es atau ketebalan es

tergantung dari jarak atau lama pengangkutan dan distribusi. Sinar matahari

secara langsung harus dihindari selama pengangkutan dan distribusi karena

mengakibatkan kenaikan suhu ikan.

2.5.5 Penanganan tingkat pedagang dan pengecer

Perlakuan pendinginan yang dilakukan tingkat pedagang sangat bervariasi,

tergantung dari sarana dan prasarana yang dimilikinya sehingga ikan yang

diperjualbelikan oleh pedagang dalam satu pasar atau pasar yang lain

mempunyai tingkat kesegaran yang berbeda meskipun didatangkan dari TPI

yang sama. Beberapa hal lain yang harus diperhatikan untuk mendukung

penanganan ikan yang baik di tingkat pedagang adalah lokasi pemasaran, sarana

air bersih, dan tersedianya depot es (Murdiyanto 2002). Lokasi pemasaran

harus ditata rapi, terutama sistem drainasenya. Sistem drainase yang kurang

baik akan menyebabkan terjadinya genangan air sehingga mengundang banyak

masalah, seperti lalat-lalat berdatangan, bau yang tidak menyenangkan, dan

tempat penjualan becek. Kondisi ini menjadi sumber kontaminan potensial pada

ikan yang dipasarkan (Anggawati 1993).

Selama penjualan pengeceran, suhu ikan harus dipertahankan tetap dingin.

Suhu sekitar 0 oC dengan cara melapisi dengan es curai. Ikan harus ditempatkan

khusus, terpisah dari produk pangan lainnya, harus dilindungi dari pengaruh

panas matahari, debu, serangga dan kotoran lainnya. Ikan-ikan disusun rapi

dalam lapisan yang tipis, di atas dan di bawahnya ditaburi es curai dan

diusahakan tidak terlalu sering tersentuh oleh tangan (Dinas Kelautan dan

Perikanan 2005b).

Page 39: SKRIPSI Karakteristik Mutu Ikan Tenggiri (Scomberomorus Commersonii) Di Kecamatan Manggar, Kabupaten Belitung Timur

3. METODOLOGI

3.1. Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan Desember

2008. Penelitian lapang dilakukan di Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Manggar,

Kecamatan Manggar, Kabupaten Belitung Timur. Uji total jumlah mikroba

(TPC), nilai pH dan TVB dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Hasil

Perikanan, Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu

Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Pengujian proksimat dilakukan di

Laboratorium Kimia Pangan, Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas

Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

3.2. Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan pada penelitian berhubungan dengan

pengamatan, pengujian mutu ikan baik secara sensoris (score sheet organoleptik),

pengujian kimiawi-biokimiawi (analisis proksimat, kadar TVB dan pH) dan

analisis mikrobiologis.

3.2.1. Alat

Alat-alat yang digunakan pada penelitian antara lain coolbox sebagai

wadah penyimpanan botol sampel, botol film, termometer untuk pengukuran

suhu, score sheet organoleptik, mesin penggiling atau blender, timbangan kue,

timbangan digital, alat untuk analisis kadar air (oven, desikator, cawan) dan tanur

untuk analisis kadar abu. Alat-alat yang digunakan untuk analisis kadar protein,

yaitu tabung kjeltec, kjeltec system, erlenmeyer, buret dan alat untuk analisis kadar

lemak yaitu alat ekstraksi soxhlet, kertas saring, selongsong lemak, labu lemak,

tabung soxhlet, oven, dan desikator. Alat-alat yang digunakan untuk analisis

TVB, yaitu kertas saring, cawan conway, pipet, inkubator, magnetic stirrer, buret;

dan untuk analisis TPC, yaitu labu erlenmeyer, pipet, cawan petri, tabung reaksi,

inkubator, bunsen, gelas piala, dan alat hitung bakteri (bakteri Quebec). Alat-alat

yang digunakan untuk pengukuran pH, yaitu blender, pH-meter, homogenizer,

gelas kimia, dan pH indikator universal.

Page 40: SKRIPSI Karakteristik Mutu Ikan Tenggiri (Scomberomorus Commersonii) Di Kecamatan Manggar, Kabupaten Belitung Timur

3.2.2. Bahan

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain ikan tenggiri

(Scomberomorus commersonii), es, gelly ice, dan media pertumbuhan bakteri.

Bahan kimia yang digunakan untuk analisis kadar protein, yaitu tablet kjeltab,

H2SO4, air, asam borat, HCl 0,1 N, dan analisis kadar lemak yaitu pelarut lemak

(petroleum benzene). Bahan-bahan yang digunakan untuk analisis TVB, yaitu

TCA (trikhloroacetic acid) 7 %, larutan K2CO3, TCA 5 % (blanko), HCl 0,02 N,

NaOH 0,01 N, asam borat dan untuk analisis TPC, yaitu larutan garam 0,85 %

steril, media agar, akuades, dan alkohol 95 %. Bahan-bahan yang digunakan

untuk pengukuran nilai pH adalah larutan buffer pH 7 dan akuades.

3.3. Metode Penelitian

Kerangka pemikiran yang mendasari penelitian ini adalah mengetahui

tentang penanganan (handling) yang dilakukan oleh para nelayan dimulai sejak

ikan pertama kali diangkat dari laut (post harvest), selama penyimpanan dalam

fiber box ketika di atas kapal sampai tiba di darat (pengumpul) dan selama

pengiriman ikan ke Tanjung Pandan sampai ke Jakarta untuk mengetahui

karakteristik mutu ikan tersebut dengan menggunakan analisis kesegaran ikan.

Penelitian ini didasarkan pada survey lapangan dalam mengamati proses

penanganan ikan pasca-panen, khususnya ikan tenggiri dengan pengisian

kuesioner, wawancara, dan ikut serta dalam proses penangkapan ikan.

3.3.1. Penelitian pendahuluan

Penelitian pendahuluan dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui

kondisi umum perikanan di Kecamatan Manggar khususnya penangkapan yang

meliputi berbagai jenis ikan yang ditangkap, alat tangkap yang digunakan dan

tahap-tahap penanganan ikan oleh nelayan Kecamatan Manggar, Kabupaten

Belitung Timur.

Tahap ini dilakukan dengan cara mengisi kuesioner (Lampiran 1) yang

ditujukan kepada nelayan untuk mempelajari sampai sejauh mana nelayan

mengetahui proses penanganan ikan laut segar dan ikut langsung bersama nelayan

selama proses penangkapan ikan. Kuesioner ini meliputi data responden dan hal-

hal yang berkaitan dengan cara penanganan ikan segar.

Page 41: SKRIPSI Karakteristik Mutu Ikan Tenggiri (Scomberomorus Commersonii) Di Kecamatan Manggar, Kabupaten Belitung Timur

3.3.2. Penelitian Utama

Penelitian pada tahap ini bertujuan untuk mengetahui secara langsung

pengaruh penanganan ikan terhadap kehilangan atau kerusakan hasil perikanan

tangkap khususnya ikan tenggiri. Pada penelitian utama digunakan dua perlakuan

yaitu: (1) metode penanganan, yaitu nelayan dan peneliti (es dan ikan adalah 1:1);

dan (2) proses penanganan sejak ikan ditangkap, sampai di darat, pengumpul, saat

akan berangkat ke Jakarta hingga tiba di Jakarta dengan dua kali ulangan.

Penelitian menitikberatkan pada metode organoleptik untuk melihat perubahan

tingkat kesegaran ikan dan analisis laboratorium (analisis kimia, proksimat dan

jumlah bakteri) terhadap sampel yang diambil pada setiap proses penanganan

yang berfungsi juga sebagai titik pengamatan. Tiap titik pengamatan masing-

masing diambil satu ekor ikan dan dagingnya diambil kemudian diblender serta

dimasukkan dalam botol sampel (botol film). Botol sampel disimpan dalam

coolbox yang berisi gelly ice untuk analisis proksimat, uji TVB dan TPC serta

penentuan pH. Hasil pengamatan di laut akan diperoleh data organoleptik ikan

pada tiap titik pengamatan. Peneliti juga melakukan pengamatan penanganan

ikan segar yang dilakukan sendiri dengan menggunakan perbandingan es : ikan

adalah 1:1. Diagram alir proses penanganan ikan laut segar dapat dilihat pada

Gambar 5.

Ikan ditangkap*

Ikan sampai di darat*

Pengumpul*

Transportasi atau distribusi

Penyimpanan

Saat berangkat ke Jakarta*

Transportasi atau distribusi

Sampai di Jakarta*

Keterangan: *) proses penanganan yang dijadikan titik pengamatan

Gambar 5. Diagram alir proses penanganan ikan laut segar

Page 42: SKRIPSI Karakteristik Mutu Ikan Tenggiri (Scomberomorus Commersonii) Di Kecamatan Manggar, Kabupaten Belitung Timur

Keterangan: : Penelitian Pendahuluan : Penelitian Utama

Gambar 6. Kerangka pemikiran penelitian

Keadaan Riil

Proses Penangkapan

Proses Handling di Laut dan di Darat

Identifikasi Perlakuan Penyebab Perubahan Mutu

dan Tingkat Kesegaran

Penetapan Perlakuan (Titik Pengamatan) Pengamatan

Analisis Laboratorium

Penanganan ikan yang baik

Organoleptik Analisis Proksimat

Data

Analisis Jumlah Bakteri

Analisis Kimia

(TVB, pH)

Karakteristik Mutu dan Tingkat Kesegaran Ikan

Page 43: SKRIPSI Karakteristik Mutu Ikan Tenggiri (Scomberomorus Commersonii) Di Kecamatan Manggar, Kabupaten Belitung Timur

3.4. Pengamatan

Pengamatan yang dilakukan pada penelitian ini meliputi hasil tangkapan,

penangkapan ikan di laut dan proses penanganan (laut dan darat), uji organoleptik

(penampakan) pada saat ikan baru ditangkap sampai tiba di Jakarta. Uji pH, uji

proksimat (analisis kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak), uji TVB dan

uji mikrobiologi yaitu TPC mulai dilakukan pada saat ikan tiba di laboratorium

(darat) pada setiap titik pengamatan (proses penanganan) yang telah ditentukan.

3.4.1. Uji organoleptik (BSN 2006)

Pengujian organoleptik merupakan cara pengujian menggunakan indera

manusia sebagai alat utama untuk mengukur daya penerimaannya terhadap ikan

sampel. Sasaran alat indera pada pengujian organoleptik ikan segar yang

ditetapkan oleh SNI 01-2346-2006 adalah konsistensi, penampakan mata, insang,

keadaan isi perut serta daging ikan. Metode yang digunakan dalam pengujian

organolpetik adalah scoring test yaitu menggunakan skala angka. Skala angka

terdiri dari angka 1-9 dengan spesifikasi untuk tiap angka yang dapat memberikan

pengertian tertentu bagi panelis. Nilai pengujian dicantumkan oleh panelis pada

score sheet (lembar penilaian) (Lampiran 2). Ada beberapa syarat yang harus

dipenuhi oleh panelis, antara lain: tertarik dan mau berpartisipasi dalam uji

organoleptik; konsisten dalam mengambil keputusan; siap sedia pada saat

dibutuhkan dalam pengujian; berbadan sehat; bebas dari penyakit THT, mata/buta

warna, dan gangguan psikologis; tidak menolak contoh yang akan diuji; tidak

merokok, minum-minuman keras dan makan permen sebelum pengujian; jumlah

panelis minimum untuk satu kali pengujian adalah 6 orang (panelis standar).

Data yang diperoleh kemudian dianalisis kesegaran ikannya dengan

kriteria sebagai berikut:

Segar : nilai organoleptik berkisar antara 7-9

Agak segar : nilai organoleptik berkisar antara 5-6

Tidak segar : nilai organoleptik berkisar antara 1-3

Page 44: SKRIPSI Karakteristik Mutu Ikan Tenggiri (Scomberomorus Commersonii) Di Kecamatan Manggar, Kabupaten Belitung Timur

3.4.2. Analisis kadar air (AOAC 1995)

Penentuan kadar air dilakukan berdasarkan perbedaan bobot contoh

sebelum dan sesudah pengeringan. Mula-mula cawan kosong dikeringkan dalam

oven 102-105 oC selama lebih kurang 30 menit dan didinginkan dalam desikator.

Contoh ditimbang sebanyak 2,0-3,0 gram dan dipanaskan dalam oven pada suhu

102-105 oC selama kurang lebih 3-5 jam sampai beratnya konstan. Contoh yang

sudah dikeringkan tersebut dimasukkan ke dalam desikator selama 15 menit, lalu

ditimbang. Kadar air dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

Keterangan:

A = Berat cawan kosong (gram) B = Berat cawan dengan daging ikan (gram) C = Berat cawan porselin dan daging ikan setelah dikeringkan (gram)

3.4.3. Analisis kadar abu (AOAC 1995)

Contoh ditimbang sebanyak (2-3) gram dalam cawan kering yang telah

diketahui beratnya. Lalu dikeringkan dalam oven selama 6 jam dengan suhu

120 oC. Cawan berisi sampel yang telah didinginkan dalam desikator kemudian

ditimbang, kemudian sampel diabukan dalam tanur bersuhu 600 oC sampai

diperoleh abu berwarna keputih-putihan. Cawan beserta abu dimasukkan ke

dalam desikator dan setelah dingin beratnya ditimbang.

Cawan beserta abu dimasukkan kembali ke dalam tanur selama 30 menit

dan didinginkan dalam desikator, kemudian ditimbang kembali. Perlakuan ini

diulang sampai diperoleh berat abu yang konstan. Kadar abu dihitung dengan

menggunakan rumus sebagai berikut:

Keterangan:

A = Berat cawan abu porselin kosong (gram) B = Berat cawan abu porselin dan daging ikan (gram)

C = Berat cawan abu porselin dan daging ikan setelah dimasukkan ke dalam tungku

% Kadar Air = B – C B – A

x 100 %

% Kadar Abu = C – A B – A

x 100 %

Page 45: SKRIPSI Karakteristik Mutu Ikan Tenggiri (Scomberomorus Commersonii) Di Kecamatan Manggar, Kabupaten Belitung Timur

3.4.4. Analisis kadar protein (AOAC 1995)

Cara penentuan kadar protein dilakukan berdasarkan metode kjeldahl.

Prinsip analisis protein dengan metode kjeldahl meliputi destruksi, destilasi dan

titrasi. Pada tahap destruksi, sampel ditimbang sebanyak 0,3 gram untuk daging

kering sedangkan untuk daging basah sebanyak 0,5 gram, kemudian dimasukkan

ke dalam tabung kjeltec. Satu buah tablet kjeltab dimasukkan ke dalam tabung

tersebut dan ditambahkan 10 ml H2SO4. Tabung yang berisi larutan tersebut

dimasukkan ke dalam alat pemanas dengan suhu 410 oC ditambahkan 10 ml air.

Proses destruksi dilakukan sampai warna larutan menjadi bening.

Tahap destilasi dimulai dengan persiapan (pemanasan) alat kjeltec system.

Persiapan dilakukan dengan membuka kran air dan melakukan pengecekan alkali

dan air dalam tangki, tabung dan erlenmeyer yang berisi akuades diletakkan pada

tempatnya dan dihubungkan dengan selang, selanjutnya pintu pengaman tabung

ditutup rapat. Tombol power pada kjeltec system ditekan yang dilanjutkan dengan

menekan tombol steam dan ditunggu beberapa lama sampai air di dalam tabung

mendidih. Steam dimatikan dan tabung kjeltec serta erlenmeyer dikeluarkan dari

alat kjeltec system.

Analisis dimulai setelah persiapan selesai dilakukan, yaitu dengan sampel

yang telah didestruksi. Tabung yang berisi daging ikan yang sudah didestruksi

diletakkan ke dalam kjeltec system, lalu pintu pengaman tabung ditutup.

Erlenmeyer yang diberi asam borat diletakkan pada tempatnya sambil

memasukkan selang ke dalamnya, kemudian tombol alkali ditekan dan ditunggu

hingga lampu tombol tersebut berhenti menyala, lalu tombol steam ditekan.

Destilasi dilakukan sampai volume larutan dalam erlenmeyer yang berisi asam

borat mencapai 200 ml.

Tahap titrasi dilakukan menggunakan HCl 0,1 N sampai warna larutan

pada erlenmeyer sampai berubah warna menjadi pink. Selanjutnya kadar protein

dari daging ikan dapat diperoleh dengan perhitungan menggunakan:

% Nitrogen = ( ml HCl daging ikan – ml HCl blanko) x 0,1 N HCl x 14 x 100 %

mg sampel

% Kadar Protein = % Nitrogen x faktor konversi (6,25)

Page 46: SKRIPSI Karakteristik Mutu Ikan Tenggiri (Scomberomorus Commersonii) Di Kecamatan Manggar, Kabupaten Belitung Timur

3.4.5. Analisis kadar lemak (AOAC 1995)

Cara penentuan kadar lemak adalah menggunakan metode soxhlet. Labu

yang sesuai ukurannya dengan alat ekstraksi soxhlet dikeringkan dalam oven lalu

didinginkan dalam desikator, lalu ditimbang, kemudian disambungkan dengan

tabung soxhlet.

Sampel seberat 3 gram (W1) dimasukkan ke dalam kertas saring dan

dimasukkan ke dalam selongsong lemak, kemudian dimasukkan ke dalam labu

lemak yang sudah ditimbang berat tetapnya (W2) dan disambungkan dengan

tabung soxhlet. Selongsong lemak dimasukkan ke dalam ruang ekstraktor tabung

soxhlet dan disiram dengan pelarut lemak (petroleum benzen). Tabung ekstraksi

dipasang pada alat destilasi soxhlet lalu dipanaskan pada suhu 40 oC

menggunakan listrik selama 16 jam. Pelarut lemak yang ada dalam labu lemak

didestilasi hingga semua pelarut lemak menguap. Pada saat destilasi, pelarut akan

tertampung diruang ekstraktor, pelarut dikeluarkan sehingga tidak kembali ke

dalam labu lemak, selanjutnya labu lemak dikeringkan dalam oven pada suhu

105 oC, setelah itu labu didinginkan dalam desikator sampai beratnya konstan

(W3). Kadar lemak pada sampel diketahui dengan menggunakan rumus sebagai

berikut:

Keterangan:

W1 = Berat sampel (gram) W2 = Berat labu lemak tanpa lemak (gram) W3 = Berat labu lemak dengan lemak (gram)

3.4.6. Penentuan nilai pH (Apriyantono et al. 1989)

Cara mengukur pH yang praktis adalah dengan menggunakan pH-meter

dengan cara kalibrasi terlebih dahulu. Sampel sebanyak 10 gram digiling dan

dihomogenisasi dengan 90 ml air destilata. Kemudian pH homogenate diukur

dengan pH meter yang sebelumnya telah dikalibrasi dengan buffer standar pH 4

dan 7.

% Kadar Lemak = W3 – W2

W1 x 100 %

Page 47: SKRIPSI Karakteristik Mutu Ikan Tenggiri (Scomberomorus Commersonii) Di Kecamatan Manggar, Kabupaten Belitung Timur

3.4.7. Penetapan Total Volatile Base (TVB) (AOAC 1995)

Penetapan ini bertujuan untuk menentukan jumlah kandungan senyawa-

senyawa basa volatil yang terbentuk akibat degradasi protein. Prinsip analisis

TVB adalah menguapkan senyawa-senyawa basa volatil (ammonia, mono-, di-,

dan trimetilamin) yang terdapat dalam ekstrak sampel. Senyawa tersebut diikat

oleh asam borat dan dititrasi dengan larutan asam klorida.

Sampel sebanyak 25 gram ditambahkan 75 ml larutan TCA 7 % (W/V)

kemudian diblender selama 1 menit dan disaring dengan kertas saring sehingga

filtrat yang diperoleh berwarna jernih. Larutan asam borat 1 ml dimasukkan ke

dalam inner chamber cawan Conway lalu diletakkan tutup cawan dengan posisi

hampir menutupi cawan.

Filtrat dimasukkan ke dalam outer chamber disebelah kiri menggunakan

pipet ukuran 1 ml yang lain, kemudian ditambahkan 1 ml larutan K2CO3 jenuh ke

dalam outer chamber sebelah kanan sehingga filtrat dan K2CO3 tidak tercampur.

Cawan segera ditutup yang sebelumnya telah diberi vaselin, kemudian digerakkan

memutar sehingga kedua cairan di outer chamber tercampur. Selain itu, blanko

dikerjakan dengan prosedur yang sama tetapi filtrat diganti dengan larutan TCA

5 %.

Kedua cawan Conway tersebut disimpan dalam inkubator pada suhu

37 oC selama 24 jam. Setelah disimpan, larutan asam borat dalam inner chamber

cawan Conway yang berisi blanko dititrasi dengan larutan HCl 0,02 N (Vo)

dengan menggunakan magnetic stirrer diaduk sehingga berubah warna menjadi

merah muda. Selanjutnya cawan Conway yang berisi sampel dititrasi dengan

larutan yang sama sehingga berubah menjadi warna merah muda yang sama

dengan blanko (V1).

MX

XVVoXW

g

mgNTVB

100

5

01.0)1()100(14

100

−+=

Keterangan:

V1 = Volume NaOH 0,01 M yang dibutuhkan untuk titrasi Vo = Volume titrasi blanko M = Berat sampel W = Jumlah kadar air dalam bahan 14 = Bobot atom N

Page 48: SKRIPSI Karakteristik Mutu Ikan Tenggiri (Scomberomorus Commersonii) Di Kecamatan Manggar, Kabupaten Belitung Timur

3.4.8. Uji mikrobiologis atau Total Plate Count (TPC) (Fardiaz 1987)

Prinsip kerja analisis TPC adalah penghitungan jumlah bakteri yang ada

di dalam sampel (daging ikan) dengan pengenceran sesuai keperluan dan

dilakukan secara duplo. Pembuatan larutan contoh dengan mencampurkan

sebanyak 25 gram sampel dan dimasukkan ke dalam botol yang berisi 225 ml

larutan garam 0,85 %, kemudian diblender sampai larutan homogen. Campuran

tersebut diambil 1 ml dan dimasukkan ke dalam botol berisi 9 ml larutan garam

0,85 % steril sehingga diperoleh contoh dengan pengenceran 10-2, setelah itu

dikocok agar homogen. Banyaknya pengenceran dilakukan sesuai dengan

keperluan penelitian, biasanya sampai pengenceran 10-5. Pemipetan dilakukan

dari masing-masing tabung pengenceran sebanyak 1 ml larutan contoh dan

dipindahkan ke dalam cawan petri steril secara duplo dengan menggunakan pipet

steril. Media agar dimasukkan ke dalam cawan petri sebanyak 10 ml dan

digoyangkan sampai permukaan agar merata (metode tuang), kemudian

didiamkan beberapa saat hingga dingin dan mengeras. Cawan petri yang telah

berisi agar dan larutan contoh dimasukkan ke dalam inkubator dengan posisi

terbalik, yaitu tutup cawan diletakkan dibagian bawah. Suhu inkubator yang

digunakan adalah sekitar 35 oC dan diinkubasi selama 48 jam, selanjutnya

dilakukan pengamatan dengan menghitung jumlah koloni yang ada di dalam

cawan petri.

Seluruh pekerjaan dilakukan secara aseptik untuk mencegah kontaminasi

yang tidak diinginkan dan pengamatan secara duplo dapat meningkatkan

ketelitian. Jumlah koloni bakteri yang dihitung adalah cawan petri yang

mempunyai koloni bakteri antara 30-300 koloni. Hasil yang dilaporkan hanya

terdiri dari dua angka, yaitu angka pertama dan angka kedua kemudian dikalikan

dengan satu per faktor pengencerannya. Jika angka yang ketiga sama atau lebih

besar dari 5, maka dibulatkan satu angka lebih tinggi dari angka kedua.

3.5. Rancangan Percobaan dan Analisis Data

Rancangan percobaan yang digunakan pada penelitian ini adalah

Rancangan Dua Faktor dalam Rancangan Acak Lengkap (Two Factors

Experiments in Completely Randomized Design). Faktor yang digunakan ada dua

Page 49: SKRIPSI Karakteristik Mutu Ikan Tenggiri (Scomberomorus Commersonii) Di Kecamatan Manggar, Kabupaten Belitung Timur

yaitu faktor metode penanganan (A) dan faktor tahap penanganan (B). Faktor (A)

terdiri dari dua taraf (penanganan oleh nelayan dan penanganan oleh peneliti),

sedangkan faktor (B) terdiri dari lima taraf (ikan ditangkap (P1), ikan sampai di

darat (P2), pengumpul (P3), saat berangkat ke Jakarta (P4) dan ketika sampai di

Jakarta (P5).

Model perancangan yang digunakan adalah (Mattjik dan Sumertajaya

2002):

Yijk = µ + αi + βj + (αβ)ij + εijk

Keterangan:

Y ijk = Nilai pengamatan pada faktor A taraf ke-i, faktor B taraf ke-j dan ulangan ke-k

µ = Komponen aditif dari rataan αi = Pengaruh utama faktor A βj = Pengaruh utama faktor B (αβ)ij = Komponen interaksi dari faktor A dan Faktor B εijk = Pengaruh acak yang menyebar Normal (0,σε

2)

Jika hasil uji analisis ragam menunjukkan hasil yang berbeda nyata pada

selang 95 % (α=0,05) maka dilanjutkan dengan uji lanjut Duncan sebagai uji

lanjutan untuk mengetahui adanya perbedaan pada perlakuan yang diberikan.

Rumus uji Duncan adalah:

Rр = q (Σ p;dbs;α) r

kts

Keterangan: Rр = nilai kritikal untuk perlakuan yang dibandingkan P = perlakuan dbs = derajat bebas kts = jumlah kuadrat tengah r = ulangan

Hasil yang diperoleh dari pengamatan serta pengukuran terhadap nilai

organoleptik, TPC, TVB dan pH dicari nilai rata-ratanya. Rata-rata nilai

organoleptik, jumlah total bakteri, TVB dan nilai pH dapat dicari dengan

menggunakan rumus (Walpole 1975):

Page 50: SKRIPSI Karakteristik Mutu Ikan Tenggiri (Scomberomorus Commersonii) Di Kecamatan Manggar, Kabupaten Belitung Timur

n

XiX

n

i∑

== 1

Keterangan: X = Nilai rata-rata Xi = Nilai X ke i N = Jumlah data Data yang diperoleh dari hasil uji kesegaran ikan (organoleptik) dianalisis

dengan analisis nonparametrik menggunakan uji Kruskal-Wallis. Rumus uji

Kruskal-Wallis adalah sebagai berikut (Steel dan Torrie 1993):

H = )1(3)1(

12 2

+−

+ ∑ nni

Ri

nn

H’ = Pembagi

H

Pembagi = nnn )1)(1(

1+−

Τ− ∑

T = (t - 1) (t + 1)

Keterangan: H = Simpangan baku H’ = H terkecil Ri = Jumlah ranking pada perlakuan ke-i Ni = Banyaknya pengamatan dalam perlakuan ke-i n = Jumlah total pengamatan t = Banyaknya pengamatan yang seri dalam kelompok

Jika hasil uji Kruskal-Wallis menunjukkan hasil yang berbeda nyata

selanjutnya dilakukan uji Multiple Comparison dengan rumus sebagai berikut

(Steel dan Torrie 1993):

Ri – Rj >< Zα 2ρ 6

)1(k

xN +

ρ = 2

)1( +kk

Page 51: SKRIPSI Karakteristik Mutu Ikan Tenggiri (Scomberomorus Commersonii) Di Kecamatan Manggar, Kabupaten Belitung Timur

Keterangan: Ri = Rata-rata nilai ranking perlakuan ke-i Rj = Rata-rata nilai ranking perlakuan ke-j k = Banyaknya perlakuan n = Jumlah total data Data yang diperoleh hasil uji proksimat (kadar air, lemak, protein, dan

abu) dianalisis dengan pengujian-t beda rata-rata (nilai tengah) dua sampel yang

berhubungan. Rumus pengujian-t adalah sebagai berikut (Jogiyanto 2008):

t = D

SD n

dengan:

D = n

D∑

( )

1

2

2

−=∑

∑−

nn

DD

SD

Keterangan: D = perbedaan nilai rata-rata dua sampel SD = perbedaan deviasi standar dua sampel n = jumlah observasi di dalam sampel ke-1 atau sampel ke-2.

Page 52: SKRIPSI Karakteristik Mutu Ikan Tenggiri (Scomberomorus Commersonii) Di Kecamatan Manggar, Kabupaten Belitung Timur

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Penelitian Pendahuluan

Pada penelitian pendahuluan diperoleh data mengenai alat tangkap yang

digunakan nelayan Kecamatan Manggar, data mengenai proses penanganan

(handling) yang dilakukan nelayan beserta alat yang digunakan mulai dari saat

ikan ditangkap sampai ikan tiba di pengumpul. Data ini diperoleh melalui

pengisian kuesioner dan wawancara langsung kepada nelayan setempat, serta

pengamatan langsung ke lapangan dengan ikut dalam proses penangkapan ikan di

perairan Kecamatan Manggar, Kabupaten Belitung Timur.

4.1.1 Alat tangkap dan jenis ikan yang ditangkap

Berdasarkan hasil kuesioner diperoleh data bahwa sebagian besar alat

tangkap yang digunakan oleh nelayan Kecamatan Manggar, Kabupaten Belitung

Timur adalah sejenis jaring insang (gillnet). Jaring insang yang digunakan berasal

dari bantuan Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Kecamatan Manggar dan

sebagian merupakan milik nelayan. Kualitas bahan jaring yang dimiliki setiap

nelayan berbeda-beda. Hal ini turut mempengaruhi ikan hasil tangkapan dan

kualitas jaring. Jaring yang terbuat dari bahan berkualitas bagus (bahan sutra)

tidak mudah robek sehingga ikan target terperangkap oleh jaring dengan mudah.

Jaring insang adalah salah satu dari jenis alat penangkapan ikan dari bahan

jaring monofilamen atau multifilamen yang dibentuk menjadi empat persegi

panjang. Bagian atasnya dilengkapi dengan beberapa pelampung (floats) dan

bagian bawahnya dilengkapi dengan beberapa pemberat (singkers), sehingga

dengan adanya dua gaya yang berlawanan memungkinkan jaring insang dapat

dipasang di daerah penangkapan dengan keadaan tegak menghadang biota

perairan. Jumlah mata jaring ke arah horizontal atau ke arah Mesh Length (ML)

jauh lebih banyak dibandingkan dengan jumlah mata jaring ke arah vertikal atau

ke arah Mesh Depth (MD) sehingga lebar lebih pendek jika dibandingkan dengan

panjangnya (Martasuganda 2004).

Target penangkapan dengan jaring insang adalah segala jenis ikan, antara

lain ikan demersal, ikan karang, maupun ikan pelagis. Ikan dapat tertangkap

Page 53: SKRIPSI Karakteristik Mutu Ikan Tenggiri (Scomberomorus Commersonii) Di Kecamatan Manggar, Kabupaten Belitung Timur

disebabkan bagian penutup insang terjerat atau tergulung oleh mata jaring. Jaring

insang mempunyai keuntungan dan kekurangan. Keuntungan jaring insang yaitu

dapat dioperasikan di daerah terumbu karang dan cukup selektif terhadap ikan

tangkapan, sehingga mata jaring yang digunakan perlu disesuaikan dengan ikan

target. Kekurangannya adalah jaring mudah rusak. Jenis ikan yang ditangkap

menggunakan jaring insang di daerah ini antara lain tongkol, tenggiri, kepiting,

kembung, dan ikan-ikan kecil lainnya. Jaring insang yang umum digunakan dapat

dilihat pada Gambar 7.

Gambar 7. Jaring insang (Departemen Kelautan dan Perikanan 2006)

Jaring insang termasuk jaring yang mudah rusak atau robek setelah

digunakan sehingga nelayan memanfaatkan waktu perjalanan pulang ke darat

dengan memperbaiki mata jaring yang rusak agar bisa digunakan lagi. Rusaknya

mata jaring disebabkan nelayan sulit melepaskan ikan dari mata jaring akibat

tutup insangnya tersangkut mata jaring pada saat ikan tertangkap. Kegiatan ini

juga dilakukan pada saat musim bulan terang. Pada musim ini nelayan juga

memperbaiki mesin kapal yang rusak dan tidak turun ke laut karena sedang tidak

musim ikan.

Page 54: SKRIPSI Karakteristik Mutu Ikan Tenggiri (Scomberomorus Commersonii) Di Kecamatan Manggar, Kabupaten Belitung Timur

4.1.2 Persiapan penangkapan ikan

Sebagian besar nelayan Kecamatan Manggar melakukan penangkapan

dengan kapal-kapal berkapasitas 3-5 Gross Ton (GT). Sesaat sebelum kapal

berangkat, nelayan membeli es balok di pabrik es bernama ”Long Pan” dan bahan

bakar berupa solar yang berada di sekitar pelabuhan. Es balok yang dibawa

berkisar 3-5 balok yang disimpan dalam fiber box sampai digunakan untuk

pengesan hasil tangkapan. Kapal berangkat rata-rata berkisar pada pukul 13.00

waktu Indonesia bagian Barat (WIB) siang sampai dengan pukul 07.00 WIB pagi.

Daerah penangkapan rata-rata ditempuh dalam waktu kurang lebih 3-3,5 jam.

Penentuan daerah ini berdasarkan informasi banyaknya ikan target dari rekan

nelayan lain atas hasil tangkapan sebelumnya. Penangkapan pertama dilakukan

pada bulan Mei dengan daerah penangkapan di sekitar Pulau Nangka berjarak 27

mil dan penangkapan kedua dilakukan pada bulan November di sekitar daerah

Pulau Buku Limau berjarak 21,12 mil. Nelayan mempersiapkan jaring apabila

telah sampai di daerah penangkapan yang dapat dilihat pada Gambar 8.

Gambar 8. Persiapan jaring

Pelampung tanda diturunkan setelah kapal tiba di daerah penangkapan

(fishing ground). Pelampung ini direkatkan pada tongkat kayu panjang dan ujung

atasnya dilengkapi lampu kerlap-kerlip sebagai tanda bagi kapal lain agar tidak

menabrak jaring insang tersebut. Jaring mulai diturunkan setelah pelampung

tanda diturunkan dengan posisi vertikal (lurus) di sepanjang perairan. Panjang

jaring sekitar 2 mil yang dapat dilihat pada Gambar 9. Proses penurunan jaring

Page 55: SKRIPSI Karakteristik Mutu Ikan Tenggiri (Scomberomorus Commersonii) Di Kecamatan Manggar, Kabupaten Belitung Timur

ini memakan waktu ± 1 jam dan dibiarkan di dalam perairan selama ± 4 jam

tergantung panjang pendeknya jaring. Jaring yang semakin panjang maka

semakin lama pula waktu yang digunakan untuk menurunkan jaring ke dalam

perairan.

Gambar 9. Proses penebaran jaring

Proses penarikan jaring (hauling) dilakukan setelah jaring dibiarkan

selama ± 4 jam atau sampai timbulnya bulan. Jaring diatur dengan baik seperti

semula setelah ikan dilepaskan dari jaring (Gambar 10) untuk memudahkan

operasi penangkapan berikutnya. Proses hauling membutuhkan waktu 3-5 jam

tergantung panjang pendeknya jaring yang ditebar dan dilakukan paling banyak

oleh 3 orang. Proses ini dapat dilihat pada Gambar 11.

Gambar 10. Jaring yang disusun setelah dipakai

Page 56: SKRIPSI Karakteristik Mutu Ikan Tenggiri (Scomberomorus Commersonii) Di Kecamatan Manggar, Kabupaten Belitung Timur

Gambar 11. Proses penarikan jaring (hauling)

Ikan yang terjebak pada jaring dilepaskan dengan cepat (Gambar 12).

Nelayan akan melepaskan ikan dari jaring dengan paksa apabila sulit dilepaskan

sehingga terkadang fisik dari ikan agak rusak dan kemungkinan jaring menjadi

robek. Fisik ikan yang rusak pada saat penanganan di atas kapal akan

mempercepat proses kemunduran mutu ikan.

Gambar 12. Pengambilan ikan dari jaring

Jaring yang robek setelah dipakai akan diperbaiki selama perjalanan

pulang ke darat agar bisa digunakan lagi pada siang harinya. Proses perbaikan

jaring yang robek dapat dilihat pada Gambar 13. Jaring yang robek juga biasanya

diperbaiki pada saat nelayan tidak turun ke laut atau saat bulan terang.

Page 57: SKRIPSI Karakteristik Mutu Ikan Tenggiri (Scomberomorus Commersonii) Di Kecamatan Manggar, Kabupaten Belitung Timur

Gambar 13. Jaring yang sedang diperbaiki

4.1.3 Proses penanganan ikan

Penanganan (handling) ikan segar sejak ditangkap sampai ke konsumen

berperan sangat penting. Tujuan utamanya adalah mengusahakan agar kesegaran

ikan setelah tertangkap dapat dipertahankan selama mungkin (Irawan 1995).

Proses penanganan ikan tenggiri dimulai setelah seluruh jaring terangkat. Ikan

dikumpulkan di atas kapal selama proses hauling dan sesekali disiram dengan air

laut untuk mencegah terjadinya kemunduran mutu. Ikan yang tertangkap seperti

tenggiri, tongkol, kembung dan ikan-ikan kecil lainnya dimasukkan ke dalam

fiber box. Fiber box yang digunakan dapat menampung ikan sebanyak ± 100 kg.

Ikan hasil tangkapan yang disusun dalam fiber box dapat dilihat pada Gambar 14.

Ikan disusun berlawanan arah dan ditumpuk dengan cara mengisi ruang kosong

diantara ikan yang berada dibawahnya.

Gambar 14. Ikan disusun bertumpuk dan akan diberi es

Page 58: SKRIPSI Karakteristik Mutu Ikan Tenggiri (Scomberomorus Commersonii) Di Kecamatan Manggar, Kabupaten Belitung Timur

Semua ikan yang telah tersusun di dalam fiber box diberi hancuran es

balok yang diletakkan hanya pada bagian atas ikan. Selanjutnya nelayan

menyiram sejumlah air laut ke atas permukaan ikan sampai seluruh ikan terendam

di dalam fiber box. Cara ini dikenal dengan istilah Chilled Sea Water (CSW).

Metode CSW memiliki kelebihan, yaitu mempunyai suhu pendinginan

lebih rendah dari es dan waktu yang diperlukan untuk menurunkan suhunya lebih

cepat daripada media pendingin es saja. Hal ini disebabkan media pendingin

CSW lebih banyak bersinggungan langsung dengan permukaan ikan. Air laut

yang mengandung garam dapat menurunkan titik lebur es sehingga es lebih

lambat melebur (Junianto 2003). Cara penanganan di atas kapal dengan metode

ini diharapkan dapat menghambat kemunduran mutu ikan sampai tiba di darat.

Kapal tiba di pelabuhan Manggar pada pukul 07.00 - 08.00 WIB. Ikan

yang disimpan dalam fiber box langsung dipindahkan ke keranjang yang diperoleh

dari pengumpul setelah kapal merapat ke pelabuhan. Pengumpul di daerah

Manggar dinamakan “Toke”, mereka membeli ikan hasil tangkapan nelayan

terlebih dahulu sebelum nelayan pergi melaut. Hal ini berarti semua nelayan

harus menjual ikan hasil tangkapan hanya kepada “Toke”. Semua hasil tangkapan

para nelayan dijual kepada “Toke” dengan harga yang jauh lebih murah daripada

harga yang diperuntukkan kepada konsumen.

Nelayan di Kecamatan Manggar tidak melakukan sortasi dalam proses

penanganan di atas kapal. Ikan hasil tangkapan disortasi setelah tiba di

pengumpul. Ikan dipisahkan menurut jenis dan ukuran. Ikan yang bernilai jual

tinggi dipisahkan dari ikan-ikan lainnya dan biasanya dikirim ke luar daerah

seperti Bangka dan Jakarta.

Kegiatan sortasi seharusnya dilakukan setelah ikan ada di atas dek yang

bertujuan untuk memudahkan dalam proses penjualan di darat dan memperkecil

terkontaminasinya ikan oleh bakteri atau perlakuan-perlakuan fisik saat ikan

disortir oleh pembeli (Junianto 2003). Sortasi juga bertujuan untuk memisahkan

jenis-jenis ikan ekonomis penting dengan jenis-jenis ikan non ekonomis penting

dan mempermudah pemasaran (Nasran 1972).

Ikan tenggiri digunakan sebagai obyek pengamatan pada penelitian ini.

Ikan tenggiri merupakan salah satu ikan ekonomis penting di Kecamatan

Page 59: SKRIPSI Karakteristik Mutu Ikan Tenggiri (Scomberomorus Commersonii) Di Kecamatan Manggar, Kabupaten Belitung Timur

Manggar, biasanya dijual ke Jakarta dengan harga yang lebih mahal melalui jalan

laut dan udara. Penelitian ini terfokus pada pengiriman ikan tenggiri ke Jakarta

melalui jalan udara. Ikan yang ada di pengumpul disusun rapi dalam box

styrofoam yang diberi es dan kemudian dipak rapi. Ikan yang telah dipak

disimpan dalam gudang penyimpanan dingin untuk siap dikirim ke Jakarta hari

berikutnya. Es yang digunakan untuk mengawetkan ikan agar mutunya masih

bagus diganti dalam jangka waktu tertentu (kira-kira setiap pukul 13.00, 19.00,

23.00 dan 03.00 WIB) dan air dari es yang meleleh dibuang agar tidak

mempengaruhi mutu ikan.

Kesegaran ikan laut yang didaratkan tergantung pada perlakuan pertama

saat ikan ditangkap, kecepatan dalam penanganan dan cara penyimpanan di kapal

(Junianto 2003). Cara penanganan ikan di kapal oleh nelayan tergolong lambat

karena tergantung pada jumlah ikan yang ditangkap. Ikan yang semakin banyak

tertangkap maka penanganannya akan semakin lambat karena proses penanganan

di atas kapal mulai dilakukan setelah semua ikan yang tertangkap diangkat dari

atas permukaan air. Cara penyusunan ikan dalam fiber box yang dilakukan

nelayan kurang baik karena ikan diletakkan kurang teratur dan terlalu tinggi

(hampir memenuhi fiber box). Ikan sebaiknya diatur agar tidak berhimpitan dan

diusahakan tidak terlalu tinggi. Hal ini dilakukan agar fisik ikan tidak cepat rusak.

4.1.4 Sanitasi dan higiene

Kebersihan dalam penanganan ikan mempunyai beberapa pengertian,

antara lain membuang sumber pembusukan ikan (lendir, darah, insang, isi perut),

mencuci bersih ikan, cepat menurunkan suhu dengan pendinginan serta

melindungi ikan dari kemungkinan pencemaran atau kontaminasi (Ilyas 1983).

Sanitasi dan higiene memegang peranan penting dalam penanganan ikan.

Sebagian besar nelayan menggunakan perahu sebagai tempat tinggal sehingga

seluruh aktivitasnyapun dilakukan di perahu. Bagian dari perahu terbuat dari

kayu, sehingga sulit dibersihkan jika kotor selama proses penanganan berlangsung

(sanitasi dan higiene sukar dilakukan). Nelayan Kecamatan Manggar

membersihkan lantai kapal menggunakan air tawar dan sabun. Kegiatan ini tidak

selalu dilakukan setiap saat yaitu hanya sebulan sekali sehingga dapat dikatakan

bahwa kebersihan kapal tidak terjamin.

Page 60: SKRIPSI Karakteristik Mutu Ikan Tenggiri (Scomberomorus Commersonii) Di Kecamatan Manggar, Kabupaten Belitung Timur

Kapal seharusnya dibersihkan sebelum dan setelah proses penangkapan.

Kapal dibersihkan terlebih dahulu sebelum proses penangkapan yang dilakukan

selama perjalanan ke daerah penangkapan ikan. Kegiatan ini menggunakan air

tawar bersih atau air laut bersih berasal dari luar pelabuhan. Selain itu, kapal juga

dibersihkan setelah proses penangkapan ikan menggunakan air laut bersih,

detergen, dan saniter. Kapal kemudian dibilas dengan air tawar atau air laut

bersih dan dikeringkan di bawah sinar matahari jika memungkinkan (Anonim

2003).

Sarana fisik yang digunakan selama proses penanganan ikan adalah

keranjang plastik, keranjang kayu dan fiber box tetapi kebersihan dari peralatan

tersebut kurang diperhatikan. Keranjang plastik dan kayu dipakai untuk

menampung hasil tangkapan saat di darat tanpa dibersihkan setiap hari. Fiber box

sebelum digunakan seringkali terdapat sisa ikan hasil tangkapan sebelumnya dan

dibersihkan saat akan pergi melaut. Proses pembersihan dilakukan hanya dengan

membuang air sisa lelehan es melalui lubang saluran air di bagian bawah fiber box

tanpa dibilas dengan air sampai benar-benar bersih. Hal ini dapat mempercepat

kemunduran mutu ikan yang disimpan dalam fiber box karena terjadinya

kontaminasi silang mikroba dari fiber box yang tidak bersih.

Program higiene harus meliputi semua orang yang terlibat di dalam proses

penanganan ikan, untuk itu semua fasilitas kebersihan harus disediakan untuk

mereka. Kondisi karyawan atau pekerja yang kotor dapat menyebabkan ikan

terkontaminasi dengan kotoran (Ilyas 1983). Higiene para nelayan dapat dilihat

dari pakaian dan kebiasaan nelayan ketika sedang bekerja. Para nelayan ketika

bekerja sering merokok, meludah, buang air kecil di atas kapal dan bersin

sembarang tempat. Kebiasaan jelek ini seharusnya dihilangkan, karena akan

memperburuk keadaan sanitasi proses penanganan ikan. Pada Gambar 15 dapat

dilihat bahwa nelayan menyusun ikan hasil tangkapan dalam fiber box

menggunakan sarung tangan yang belum terjamin kebesihannya. Sarung tangan

ini terlihat kotor karena jarang dibersihkan sehingga belum terjamin

kebersihannya dan mempengaruhi kemunduran mutu ikan.

Page 61: SKRIPSI Karakteristik Mutu Ikan Tenggiri (Scomberomorus Commersonii) Di Kecamatan Manggar, Kabupaten Belitung Timur

Gambar 15. Penyusunan ikan dalam fiber box oleh nelayan

4.1.5 Penggunaan es

Ikan yang mempunyai kesegaran baik diperoleh dengan memperhatikan

jumlah es yang digunakan dan lamanya pengesan. Banyaknya es yang digunakan

atau rasio antara jumlah es dan jumlah ikan yang didinginkan merupakan faktor

yang menentukan. Hal ini menyangkut suhu ikan yang ingin dicapai. Jika

rasionya kecil, suhu yang dicapai tidak cukup rendah untuk tetap mempertahankan

kesegaran ikan dalam waktu yang lama. Sebaliknya jika rasionya terlalu besar

akan dapat menyebabkan ikan rusak secara fisik karena himpitan dan tekanan oleh

bongkahan atau pecahan es yang digunakan. Prinsipnya es yang ditambahkan

harus dapat menurunkan suhu ikan sampai 0 oC, kemudian mempertahankan suhu

tersebut selama penyimpanan (Hadiwiyoto 1993). Perbandingan yang baik untuk

memperpanjang kesegaran ikan adalah 1:1 (1 kg es digunakan untuk

mendinginkan 1 kg ikan) (Moeljanto 1992).

Hancuran es dalam pengesan ikan sebaiknya digunakan es curah yang

terbuat dari air bersih supaya himpitan atau tekanan pada ikan dapat dikurangi.

Hancuran es yang digunakan hanya pada bagian atas permukaan ikan, akan

menghasilkan produk yang kurang baik karena distribusi suhunya tidak merata.

Jika jumlah ikannya banyak, pemberian hancuran es dilakukan dengan cara

menyusun ikan dan es bergantian, sehingga terbentuk lapisan-lapisan antara es

dan ikan. Lapisan yang terbawah dan teratas adalah lapisan es. Pendinginan ikan

dapat pula dilakukan dengan air laut yang direfrigerasikan sehingga dengan usaha

pendinginan tersebut suhu ikan dapat mencapai sekitar 0 oC (Hadiwiyoto 1993).

Es yang digunakan nelayan dibeli sesaat sebelum kapal berangkat dan langsung

Page 62: SKRIPSI Karakteristik Mutu Ikan Tenggiri (Scomberomorus Commersonii) Di Kecamatan Manggar, Kabupaten Belitung Timur

diletakkan di dalam box fiber yang telah disiapkan di atas kapal, tanpa dicuci dan

dihancurkan terlebih dahulu. Nelayan Kecamatan Manggar menggunakan es

balok yang dihancurkan dan hanya diletakkan pada bagian atas ikan. Hal ini

menyebabkan distribusi suhu tidak merata ke seluruh bagian ikan. Setelah itu,

sejumlah air laut disiram ke dalam fiber sehingga ikan terendam oleh air laut yang

dingin oleh es. Metode penanganan yang dilakukan diharapkan dapat menjaga

ikan tetap segar sampai tiba di darat.

4.2 Penelitian Utama

Penelitian utama yang dilakukan merupakan penentuan pengaruh metode

dan proses penanganan terhadap kemunduran mutu ikan tenggiri melalui

pengujian subyektif dan obyektif. Pengujian subyektif yang dilakukan adalah uji

organoleptik yang dilakukan selama proses penanganan sejak ikan ditangkap,

sampai di darat, pengumpul, saat akan berangkat ke Jakarta dan ketika ikan tiba di

Jakarta. Pengamatan ini dilakukan untuk masing-masing metode penanganan

yang digunakan dalam hal pemakaian es, yaitu penanganan oleh nelayan dan

peneliti (perbandingan ikan : es yaitu 1:1). Pengujian obyektif yang digunakan

adalah uji analisis proksimat (kadar air, lemak, protein dan abu), TPC, TVB, serta

pH. Keempat uji tersebut dilakukan pada dua metode penanganan, yaitu nelayan

dan peneliti untuk setiap proses penanganan (titik pengamatan).

4.2.1 Organoleptik

Uji organoleptik adalah cara penilaian dengan hanya mempergunakan

indera manusia (sensorik). Penilaian organoleptik merupakan cara yang paling

banyak dilakukan dalam menentukan tanda-tanda kesegaran ikan karena lebih

mudah dan lebih cepat dikerjakan, tidak memerlukan banyak peralatan serta

murah (Hadiwiyoto 1993). Penetapan kemunduran mutu ikan secara subyektif

(organoleptik) dapat dilakukan dengan menggunakan score sheet yang telah

ditetapkan oleh Badan Standardisasi Nasional dengan SNI 01-2346-2006, meliputi

penampakan luar, kelenturan daging ikan (konsistensi), keadaan mata, daging dan

perut, serta warna insang. Data lengkap hasil uji organoleptik dapat dilihat pada

Lampiran 3 dan 4. Berdasarkan uji Kruskal-Wallis nilai organoleptik mata,

Page 63: SKRIPSI Karakteristik Mutu Ikan Tenggiri (Scomberomorus Commersonii) Di Kecamatan Manggar, Kabupaten Belitung Timur

insang, daging dan perut, serta konsistensi dipengaruhi secara nyata oleh metode

dan proses penanganan (Lampiran 5).

1) Mata

Mata merupakan salah satu bagian dari tubuh ikan yang dapat dijadikan

parameter tingkat kesegaran ikan. Ikan segar memiliki ciri-ciri mata berwarna

cerah dan bersih, menonjol penuh serta transparan (Stansby 1963). Bola mata

ikan busuk berbentuk cekung dan keruh serta pupil mata kelabu tertutup lendir

(Junianto 2003).

Berdasarkan uji Kruskal-Wallis dengan α=0,05 (Lampiran 6), perlakuan

metode penanganan dan proses penanganan memberikan pengaruh yang berbeda

nyata terhadap rata-rata nilai organoleptik mata ikan tenggiri, sedangkan interaksi

antara kedua perlakuan tidak memberikan pengaruh nyata terhadap rata-rata nilai

organoleptik mata ikan tenggiri. Metode penanganan yang digunakan adalah es

yang berfungsi sebagai media pendingin untuk mempertahankan ikan tetap

bermutu baik. Es yang digunakan oleh nelayan tidak berdasarkan pada jumlah

ikan yang ditangkap melainkan berdasarkan pengalaman mereka sebagai nelayan,

sedangkan peneliti menggunakan perbandingan es dan ikan sebesar 1:1.

Penerapan HACCP pada proses penanganan ikan menetapkan batas kritis

suhu ikan sebesar 4,5 oC dengan waktu tidak lebih dari 4 jam yang hanya bisa

dicapai dengan penggunaan es keping (flake ice) yang mempunyai perbandingan

es:ikan adalah 1:2 atau 1:1 disesuaikan dengan lamanya proses penanganan (FAO

1995a). Media pendingin yang paling umum digunakan untuk menjaga ikan tetap

segar adalah es. Jumlah es curai untuk pendinginan ikan segar adalah sangat

penting, perbandingannya paling sedikit 1:1 (berat/berat) dan kadang-kadang es

yang dibutuhkan lebih banyak pada daerah tropis (Santos et al. 1981 diacu dalam

Jeyasekaran et al. 2006). Proses penanganan dimulai sejak ikan ditangkap, ikan

tiba di darat, tiba di pengumpul, saat akan dikirim ke Jakarta dan ketika ikan tiba

di Jakarta berkaitan erat dengan kemunduran mutu ikan. Perubahan rata-rata nilai

organoleptik mata ikan tenggiri selama proses penanganan dapat dilihat pada

Gambar 16.

Page 64: SKRIPSI Karakteristik Mutu Ikan Tenggiri (Scomberomorus Commersonii) Di Kecamatan Manggar, Kabupaten Belitung Timur

9f

7,4a,b8c,d 8c,d

7,1a

9f 8,6e,f8,2d,e

7,8b,c,d

7,5a,b

0123456789

10

Ikanditangkap

Ikan sampaidi darat

Pengumpul Saatberangkatke Jakarta

Tiba diJakarta

Proses Penanganan

Nil

ai O

rgan

ole

pti

k

Nelayan

Peneliti

Keterangan: Superscript yang berbeda menunjukkan berbeda nyata

Gambar 16. Histogram rata-rata nilai organoleptik mata ikan tenggiri

Gambar 16 menunjukkan bahwa mata ikan tenggiri pada saat ditangkap

memiliki kisaran rata-rata nilai organoleptik sangat segar dengan nilai 9 baik pada

perlakuan nelayan maupun peneliti. Saat ikan sampai di darat, mata ikan tenggiri

masih dalam keadaan sangat segar karena memiliki rata-rata nilai organoleptik

sebesar 8 (metode penanganan nelayan) dan 8,6 (metode penanganan peneliti).

Mata ikan tenggiri masih dalam keadaan sangat segar pada saat sampai di

pengumpul dengan rata-rata nilai organoleptik berkisar antara 8 (nelayan) sampai

8,2 (peneliti). Rata-rata nilai organoleptik mata ikan tenggiri mengalami

penurunan pada saat ikan akan dikirim ke Jakarta yaitu 7,4 (nelayan) dan 7,8

(peneliti) dan saat ikan tiba di Jakarta dengan rata-rata nilai organoleptik 7,1 untuk

perlakuan nelayan dan 7,5 untuk perlakuan peneliti. Mata ikan tenggiri saat tiba

di Jakarta baik dengan metode penanganan nelayan maupun peneliti masih

tergolong kategori segar karena menurut SNI 01-2346-2006, nilai organoleptik

ikan yang tergolong kategori segar berkisar antara 7-9.

Hasil uji penilaian organoleptik memperlihatkan bahwa selama proses

penanganan yang dimulai sejak ikan ditangkap sampai tiba di Jakarta, nilai rata-

rata organoleptik mata tertinggi terdapat pada ikan yang menggunakan metode

penanganan dari peneliti yaitu dengan menggunakan perbandingan es dan ikan

sebesar 1:1. Penggunaan es sebagai media pendingin berhubungan dengan suhu

ikan. Suhu ikan akan rendah apabila es yang digunakan semakin banyak sehingga

Page 65: SKRIPSI Karakteristik Mutu Ikan Tenggiri (Scomberomorus Commersonii) Di Kecamatan Manggar, Kabupaten Belitung Timur

proses kemunduran mutu ikan berlangsung dengan lambat. Begitu pula

sebaliknya, jika suhu semakin tinggi maka kemunduran mutu ikan akan

berlangsung sangat cepat.

Berdasarkan hasil uji Multiple Comparison (Lampiran 7) diketahui bahwa

perlakuan proses penanganan terbaik adalah pada saat ikan baru ditangkap dan

nilai organoleptik mata paling kecil pada saat ikan tiba di Jakarta. Nilai

organoleptik mata tertinggi pada metode penanganan adalah dari metode

penanganan peneliti (es:ikan = 1:1). Jumlah es yang digunakan oleh peneliti

disesuaikan dengan jumlah ikan yang ada sehingga akan diperoleh suhu

pendinginan yang lebih rendah, sedangkan jumlah es yang digunakan oleh

nelayan lebih sedikit dari jumlah ikan yang ada sehingga suhu pendinginan yang

dihasilkan tidak cukup dingin untuk mempertahankan kesegaran ikan dalam

waktu yang ditentukan. Hal ini akan mempengaruhi nilai organoleptik mata ikan

tenggiri selama proses penanganan.

2) Insang

Insang merupakan bagian dari tubuh ikan yang banyak ditemukan adanya

bakteri sehingga dapat dijadikan parameter tingkat kesegaran (Irawan 1995).

Insang yang segar berwarna merah cemerlang atau sedikit kecoklatan, sedikit atau

tidak ada lendir (Yunizal dan Wibowo 1998).

Berdasarkan uji Kruskal-Wallis dengan α=0,05 (Lampiran 8) diketahui

bahwa perlakuan metode dan proses penanganan memberikan pengaruh nyata

terhadap rata-rata nilai organoleptik insang, sedangkan interaksi antara kedua

perlakuan tidak memberikan pengaruh nyata terhadap rata-rata nilai organoleptik

insang ikan tenggiri. Penurunan suhu tubuh ikan dilakukan dengan media

pendingin yang berfungsi untuk menarik panas dari dalam tubuh ikan sehingga

suhu tubuh ikan menjadi lebih rendah. Semakin besar panas ikan yang diserap

oleh media pendingin tersebut maka suhu ikan akan semakin rendah. Proses-

proses biokimia yang berlangsung dalam tubuh ikan mengarah kepada

kemunduran mutu ikan menjadi lebih lambat pada suhu rendah (dingin atau beku).

Perubahan rata-rata organoleptik insang ikan tenggiri dapat dilihat pada

Gambar 17.

Page 66: SKRIPSI Karakteristik Mutu Ikan Tenggiri (Scomberomorus Commersonii) Di Kecamatan Manggar, Kabupaten Belitung Timur

8d 8d

7,3d

6,2c

3,7a

8d 8d 7,8d

7,2d

3b

01

23

45

67

89

Ikanditangkap

Ikan sampaidi darat

Pengumpul Saatberangkatke Jakarta

Tiba diJakarta

Proses Penanganan

Nil

ai O

rgan

ole

pti

kNelayan

Peneliti

Keterangan: Superscript yang berbeda menunjukkan berbeda nyata

Gambar 17. Histogram rata-rata nilai organoleptik insang ikan tenggiri

Berdasarkan histogram pada Gambar 17 dapat dilihat bahwa insang ikan

tenggiri ketika ditangkap dan sampai di darat memiliki kisaran rata-rata nilai

organoleptik sangat segar dengan nilai 8,0 pada ikan perlakuan metode

penanganan nelayan dan peneliti. Pada saat ikan sampai di pengumpul, nilai rata-

rata organoleptik mengalami penurunan tetapi masih berada pada kondisi segar

dengan nilai 7,3 (metode penanganan nelayan) dan 7,8 (metode penanganan

peneliti). Saat ikan akan berangkat ke Jakarta, nilai rata-rata organoleptik insang

ikan mengalami penurunan untuk metode penanganan nelayan dan peneliti

masing-masing yaitu 6,7 dan 7,2. Ikan yang tiba di Jakarta memiliki nilai rata-

rata organoleptik berturut-turut 3,7 dan 3 untuk metode penanganan nelayan dan

peneliti.

Berdasarkan hasil uji Multiple Comparison diketahui bahwa perlakuan

metode penanganan terbaik adalah peneliti dengan perbandingan es:ikan sebesar

1:1. Proses penanganan yang menghasilkan nilai organoleptik insang ikan

tenggiri terbaik adalah saat ikan baru saja ditangkap dan tiba di darat, sedangkan

nilai organoleptik insang paling jelek terdapat saat ikan tiba di Jakarta

(Lampiran 9).

Page 67: SKRIPSI Karakteristik Mutu Ikan Tenggiri (Scomberomorus Commersonii) Di Kecamatan Manggar, Kabupaten Belitung Timur

Faktor-faktor yang berhubungan dengan penurunan nilai sensori akibat

kontaminasi mikroba adalah proses penanganan ikan yang lambat, suhu

lingkungan serta kondisi sanitasi alat dan pekerja yang buruk. Semakin banyak

kepingan es yang ditambahkan untuk mendinginkan ikan, semakin panjang pula

daya awetnya. Pada proses pendinginan dengan es terjadi perpindahan panas dari

tubuh ikan ke kristal es. Ikan dengan suhu lebih tinggi akan melepaskan sejumlah

energi panas yang kemudian diserap oleh kristal es. Suhu tubuh ikan menurun,

kristal es meleleh karena suhu meningkat (FAO 1992). Media pendingin yang

digunakan oleh nelayan dan peneliti untuk mendinginkan ikan tenggiri dapat

menghambat pertumbuhan mikroba pada ikan.

Ikan yang mempunyai nilai organoleptik dengan kisaran 1-3 termasuk

kategori tidak segar (SNI 01-2346-2006). Nilai organoleptik insang ikan tenggiri

saat ikan tiba di Jakarta adalah 3,7 (metode penanganan nelayan) dan 3 (peneliti),

sehingga dapat dikatakan bahwa kondisi insang ikan tenggiri setelah tiba di

Jakarta sudah tergolong tidak segar. Hal ini disebabkan insang ikan termasuk

organ tubuh yang paling rentan terhadap kebusukan dan cepat mengalami

kebusukan dibanding organ tubuh lain karena akumulasi bakteri dalam jumlah

tinggi pada insang.

3) Daging dan Perut

Daging dan perut merupakan bagian dari tubuh ikan yang dapat digunakan

sebagai parameter kesegaran ikan. Keadaan perut yang tidak pecah, masih utuh

dan warna sayatan daging cemerlang, serta jika ikan dibelah daging merekat kuat

pada tulang terutama rusuknya menandakan bahwa ikan masih dalam keadaan

segar. Ikan yang telah busuk memiliki ciri-ciri perut sobek, warna sayatan daging

kurang cemerlang dan terdapat warna merah sepanjang tulang belakang serta jika

dibelah daging mudah lepas (Junianto 2003).

Hasil uji Kruskal-Wallis dengan α=0,05 (Lampiran 10) diketahui bahwa

perlakuan metode penanganan, proses penanganan, dan interaksi diantara

keduanya masing-masing memberikan pengaruh nyata terhadap rata-rata nilai

organoleptik daging dan perut ikan tenggiri. Perubahan rata-rata nilai

organoleptik daging dan perut ikan tenggiri selama proses penanganan dapat

dilihat pada Gambar 18.

Page 68: SKRIPSI Karakteristik Mutu Ikan Tenggiri (Scomberomorus Commersonii) Di Kecamatan Manggar, Kabupaten Belitung Timur

5a5,8b

8d8d9e

6,9c7,1c8d8d

9e

0123456789

10

Ikanditangkap

Ikan sampaidi darat

Pengumpul Saatberangkatke Jakarta

Tiba diJakarta

Proses Penanganan

Nil

ai O

rgan

ole

pti

k

Nelayan

Peneliti

Keterangan: Superscript yang berbeda menunjukkan berbeda nyata

Gambar 18. Histogram rata-rata nilai organoleptik daging dan perut ikan tenggiri

Pada Gambar 18 dapat dilihat bahwa daging dan perut ikan tenggiri ketika

ditangkap dan sampai di darat memiliki kisaran rata-rata nilai organoleptik sangat

segar dengan nilai 9,0 dan 8,0 berturut-turut pada ikan perlakuan metode

penanganan nelayan dan peneliti. Nilai rata-rata organoleptik saat ikan sampai di

pengumpul sama dengan saat tiba di darat yaitu 8,0 untuk kedua perlakuan metode

penanganan. Hal ini disebabkan jarak waktu antara ikan sampai di darat dan

pengumpul tidak terlalu lama, karena ikan langsung dibawa dengan keranjang

menuju tempat pengumpul. Nilai rata-rata organoleptik daging dan perut ikan

saat akan berangkat ke Jakarta mengalami penurunan dengan nilai 5,8 (metode

penanganan nelayan) dan 7,1 (metode penanganan peneliti). Ikan saat tiba di

Jakarta memiliki nilai rata-rata organoleptik daging dan perut berturut-turut 5 dan

6,9 untuk metode penanganan nelayan dan peneliti.

Berdasarkan hasil uji Multiple Comparison diketahui bahwa interaksi

antara perlakuan metode dan proses penanganan yang menghasilkan nilai

organoleptik daging dan perut terbaik adalah pada saat ikan baru ditangkap baik

dengan metode penanganan oleh nelayan dan peneliti. Nilai organoleptik daging

dan perut paling jelek terdapat pada interaksi perlakuan metode penanganan

nelayan saat ikan tiba di Jakarta (Lampiran 11).

Page 69: SKRIPSI Karakteristik Mutu Ikan Tenggiri (Scomberomorus Commersonii) Di Kecamatan Manggar, Kabupaten Belitung Timur

Beberapa faktor seperti spesies, ukuran, metode penangkapan, penanganan

suhu ikan, dan kondisi fisik ikan dapat mempengaruhi kesegaran ikan selama

penyimpanan (Huss 1988 diacu dalam Kose dan Erdem 2001). Metode

penanganan yang dilakukan nelayan dan peneliti yaitu menggunakan es.

Perbandingan es dan ikan yang digunakan peneliti lebih banyak dibandingkan

dengan nelayan sehingga mempengaruhi nilai organoleptik daging dan perut ikan

tenggiri. Pendinginan/suhu rendah yang kurang oleh nelayan menyebabkan

meningkatnya degradasi senyawa pada tubuh ikan oleh mikroba, sehingga

menyebabkan menurunnya kesegaran ikan.

Ikan yang mempunyai nilai organoleptik dengan kisaran 5-6 termasuk

kategori agak segar dan kisaran nilai organoleptik antara 7-9 termasuk kategori

segar (SNI 01-2346-2006). Nilai organoleptik insang ikan tenggiri saat ikan tiba

di Jakarta adalah 5 (metode penanganan nelayan) termasuk dalam kondisi agak

segar dan 6,9 (metode penanganan peneliti) yang tergolong kategori masih segar.

Pemberian es yang kurang oleh nelayan dapat menurunkan nilai sensori ikan

karena es berfungsi menghambat kerja enzim dan pertumbuhan bakteri selama

proses pendinginan berlangsung yang dapat mempengaruhi mutu ikan. Penurunan

nilai sensori daging dan perut ikan tenggiri juga diduga terjadi karena ikan telah

melewati masa rigor mortis yang ditandai dengan mulai mengendurnya jaringan

daging ikan, adanya proses autolisis dan penyerangan bakteri terhadap tubuh ikan.

Rigor mortis ikan lebih cepat daripada mamalia yaitu sekitar 1-7 jam.

Proses ini mulai 32-93 jam setelah ikan mati jika disimpan dalam es (Murniyati

dan Sunarman 2000). Fase post mortem ikan berbeda-beda dipengaruhi oleh

berbagai faktor diantaranya spesies, ukuran, kadar glikogen dalam tubuh, dan

jenis kelamin. Sufianto (2004) melaporkan bahwa fase post mortem ikan patin

yang memiliki bobot tubuh ± 1000 gram dan panjang total ± 45 cm yaitu: pre

rigor pada 0-11 jam, rigor mortis 12-27 jam, dan post rigor 28 jam. Jarak waktu

sejak ikan ditangkap sampai tiba di Jakarta sekitar 34 jam dan ikan masih dalam

kondisi agak segar.

Page 70: SKRIPSI Karakteristik Mutu Ikan Tenggiri (Scomberomorus Commersonii) Di Kecamatan Manggar, Kabupaten Belitung Timur

4) Konsistensi

Parameter penting dalam penentuan tingkat kesegaran ikan adalah tekstur

(konsistensi) karena perubahan tekstur sangat jelas terlihat ketika terjadi

perubahan tahap-tahap kemunduran mutu ikan. Tekstur daging ikan segar adalah

elastis dan jika ditekan tidak ada bekas jari, serta padat atau kompak. Ikan busuk

sendiri memiliki ciri-ciri daging kehilangan elastisitasnya atau lunak dan jika

ditekan dengan jari maka bekas tekanannya lama hilang (Junianto 2003).

Berdasarkan hasil uji Kruskal-Wallis dengan α=0,05 (Lampiran 12)

diketahui bahwa perlakuan metode penanganan, proses penanganan dan interaksi

diantara kedua perlakuan masing-masing memberikan pengaruh nyata terhadap

rata-rata nilai organoleptik konsistensi (tekstur) ikan tenggiri. Metode

penanganan berkaitan erat dengan fase kemunduran mutu ikan. Penggunaan es

yang tidak cukup dapat mempercepat kemunduran mutu ikan terutama pada tiap

fase post mortem yang terjadi, kondisi tekstur daging ikan akan berbeda-beda.

Nilai rata-rata organoleptik tekstur ikan tenggiri dapat dilihat pada Gambar 19.

5,7a6,6b7,1c7,4c,d

9f

7,4c,d7,6d,e8e8e9f

0123456789

10

Ikanditangkap

Ikan sampaidi darat

Pengumpul Saatberangkatke Jakarta

Tiba diJakarta

Proses Penanganan

Nil

ai O

rgan

ole

pti

k

Nelayan

Peneliti

Keterangan: Superscript yang berbeda menunjukkan berbeda nyata

Gambar 19. Histogram rata-rata nilai organoleptik konsistensi ikan tenggiri

Pada Gambar 19 dapat dilihat tekstur daging ikan tenggiri ketika ditangkap

memiliki kisaran rata-rata nilai organoleptik sangat segar dengan nilai sama yaitu

9,0 baik pada perlakuan metode penanganan nelayan maupun peneliti. Nilai rata-

Page 71: SKRIPSI Karakteristik Mutu Ikan Tenggiri (Scomberomorus Commersonii) Di Kecamatan Manggar, Kabupaten Belitung Timur

rata organoleptik tekstur daging ikan tenggiri saat tiba di darat, yaitu 7,4 (nelayan)

dan 8 (peneliti). Saat ikan sampai di pengumpul, nilai rata-rata organoleptik

tekstur dengan metode penanganan nelayan dan peneliti masing-masing yaitu 7,1

dan 8,0. Pada saat ikan akan berangkat ke Jakarta, nilai rata-rata organoleptik

tekstur daging ikan mengalami penurunan, yaitu 6,6 (nelayan) dan 7,6 (peneliti)

dan ketika ikan tenggiri tiba di Jakarta, nilai rata-rata organoleptik tekstur

berturut-turut 5,7 dan 7,4 untuk metode penanganan nelayan dan peneliti.

Berdasarkan uji Multiple Comparison (Lampiran 13) diketahui bahwa

interaksi perlakuan metode penanganan peneliti (perbandingan es:ikan sebesar

1:1) dan nelayan pada saat ikan baru saja ditangkap menghasilkan nilai

organoleptik konsistensi paling bagus, sedangkan nilai organoleptik yang paling

jelek pada perlakuan metode penanganan oleh nelayan saat ikan tiba di Jakarta.

Perbedaan jumlah es yang dipakai oleh nelayan dan peneliti mempengaruhi nilai

organoleptik konsistensi ikan tenggiri karena diketahui bahwa es sebagai media

pendingin dapat menghambat terjadinya degradasi senyawa-senyawa oleh

mikroba pada tubuh ikan.

Perubahan dalam sifat tekstur otot ikan dapat dihasilkan dari agregasi

(pengumpulan) dan denaturasi protein, terutama protein miofibril yang

menyebabkan penurunan kelarutan protein selama penyimpanan beku (Chang dan

Regenstein 1997, Saeed dan Howell 2004 diacu dalam Tokur et al. 2006).

Perubahan organoleptik disebabkan melunaknya tekstur daging ikan.

Pelunakan tekstur terjadi karena penguraian protein senyawa yang lebih

sederhana, yaitu polipeptida, asam amino dan amoniak yang dapat meningkatkan

pH ikan. Keadaan basa adanya hasil pemecahan protein, lemak dan karbohidrat

merupakan media yang baik untuk pertumbuhan bakteri (Murniyati dan Sunarman

2000). Konsistensi (tekstur) ikan tenggiri saat tiba di Jakarta dengan metode

penanganan oleh nelayan mengalami perubahan menjadi agak lunak. Hal ini

disebabkan kurangnya pendinginan dari es menyebabkan terjadinya penguraian

protein senyawa menjadi lebih sederhana berlangsung lebih cepat sehingga tekstur

daging mulai melunak.

Ikan yang mempunyai nilai organoleptik dengan kisaran 5-6 termasuk

kategori agak segar dan kisaran nilai organoleptik antara 7-9 termasuk kategori

Page 72: SKRIPSI Karakteristik Mutu Ikan Tenggiri (Scomberomorus Commersonii) Di Kecamatan Manggar, Kabupaten Belitung Timur

segar (SNI 01-2346-2006). Nilai organoleptik insang ikan tenggiri saat ikan tiba

di Jakarta adalah 5,7 (metode penanganan nelayan) termasuk dalam kondisi agak

segar dan 7,4 (metode penanganan peneliti) yang tergolong kategori masih segar.

Pemberian es yang lebih banyak untuk metode penanganan oleh peneliti

menghasilkan konsistensi ikan yang masih tergolong segar karena es berfungsi

menghambat kerja enzim dan pertumbuhan bakteri selama proses pendinginan

berlangsung yang dapat mempengaruhi mutu ikan.

Faktor-faktor lain yang berhubungan dengan penurunan nilai sensori akibat

kontaminasi mikroba adalah proses penanganan ikan yang lambat, suhu

lingkungan serta kondisi sanitasi alat dan pekerja yang buruk. Semakin banyak

kepingan es yang ditambahkan untuk mendinginkan ikan, semakin panjang pula

daya awetnya (FAO 1992). Kondisi sanitasi dan higiene lingkungan dan para

pekerja berkaitan pula dengan mutu ikan secara sensori. Kondisi alat-alat yang

digunakan dan pekerja kurang terjamin kebersihannya selama proses penanganan

ikan tenggiri oleh nelayan. Ikan diletakkan di atas kapal yang jarang dibersihkan

setelah ikan dilepaskan dari jaring. Keranjang yang digunakan pengumpul tidak

dibersihkan terlebih dahulu sehingga sisa-sisa darah dari ikan lain masih

menempel di keranjang. Kondisi ini menjadi sumber kontaminan potensial pada

ikan hasil tangkapan nelayan.

4.2.2 Hasil analisis kimiawi-mikrobiologi

Analisis kimiawi-mikrobiologi ikan tenggiri meliputi kadar proksimat

(air, lemak, protein dan abu), TVB, TPC, dan pH. Pengambilan sampel dilakukan

pada setiap tahap proses penanganan ikan (titik pengamatan) yaitu sejak ikan

ditangkap, tiba di darat, pengumpul, saat berangkat ke Jakarta, dan saat tiba di

Jakarta pada masing-masing metode penanganan yang dilakukan oleh nelayan dan

peneliti yang diduga dapat mempengaruhi penurunan mutu ikan secara kimiawi-

mikrobiologi.

1) Analisis proksimat

Analisis proksimat yang dilakukan pada sampel ikan tenggiri saat ikan

ditangkap dan tiba di Jakarta antara lain kadar air, protein, lemak dan abu. Ikan

merupakan salah satu sumber zat gizi penting bagi proses kelangsungan hidup

Page 73: SKRIPSI Karakteristik Mutu Ikan Tenggiri (Scomberomorus Commersonii) Di Kecamatan Manggar, Kabupaten Belitung Timur

manusia. Ikan mengandung zat gizi utama berupa protein, lemak, vitamin dan

mineral sebagai bahan pangan.

a) Kadar air

Air merupakan sumber komponen penting dalam bahan makanan yang

dapat mempengaruhi penampakan, tekstur dan cita rasa makanan. Kadar air

dalam bahan makanan ikut menentukan kesegaran dan daya awet bahan makanan

tersebut (Winarno 1991). Air diperlukan untuk kehidupan, yaitu sebagai alat

pengatur suhu tubuh, sebagai pelarut, sebagai pembawa zat gizi dan produk sisa,

sebagai pereaksi dan reaksi medium, sebagai minyak pelumas (lubricant) dan

plastizer, sebagai penstabil pembentukan biopolimer, kemungkinan

mempermudah jalan dinamis dari makromolekul, termasuk sifat katalisisnya

(enzimatis) (Fennema 1996). Air adalah salah satu faktor yang paling penting

dalam pangan yang mempengaruhi reaksi deteriorasi. Secara khusus, kemajuan

perkembangan mikroba atau deteriorasi berhubungan erat dengan kandungan air

bebas maupun air terikat dari pangan (Certel dan Ertugay 1996 diacu dalam

Şengör 2001).

Nilai rata-rata kadar air ikan tenggiri selama proses penanganan dengan

menggunakan metode penanganan dari nelayan dan peneliti (ikan:es = 1:1)

masing-masing dapat dilihat pada Gambar 20.

75,38a 76,36a75,38a 76,49a

0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

Ikan ditangkap Tiba di Jakarta

Proses Penanganan

Kad

ar A

ir (

%)

Nelayan

Peneliti

Keterangan: Superscript yang berbeda menunjukkan berbeda nyata

Gambar 20. Histogram rata-rata kadar air ikan tenggiri selama proses penanganan

Page 74: SKRIPSI Karakteristik Mutu Ikan Tenggiri (Scomberomorus Commersonii) Di Kecamatan Manggar, Kabupaten Belitung Timur

Kadar air ikan tenggiri yang dilihat pada Gambar 20, diketahui bahwa saat

ikan ditangkap untuk perlakuan metode penanganan dari nelayan dan peneliti

adalah sama sebesar 75,38 % karena pada saat ikan ditangkap belum terdapat

perlakuan antara nelayan dan peneliti (es:ikan = 1:1). Kadar air ikan tenggiri

ketika tiba di Jakarta adalah 76,36 % (metode penanganan nelayan) dan

76,49 % (metode penanganan peneliti).

Uji normalitas data analisis proksimat ikan tenggiri selama proses

penanganan dilakukan untuk melihat data menyebar normal atau tidak agar dapat

dilakukan analisis ragam (Lampiran 14). Menurut hasil uji t (uji perbedaan nilai

tengah) dengan selang kepercayaan 95 % (Lampiran 15), diketahui bahwa metode

penanganan nelayan dan peneliti memberikan pengaruh nyata terhadap kadar air

ikan tenggiri saat tiba di Jakarta. Proses penanganan sejak ikan ditangkap sampai

tiba di Jakarta untuk metode penanganan nelayan (Lampiran 16) dan peneliti

(Lampiran 17) memberikan pengaruh nyata terhadap kadar air setelah dilakukan

uji t. Ikan tenggiri disimpan dalam box styrofoam yang berisi es selama proses

pengiriman ke Jakarta, sehingga suhu lingkungan lebih rendah daripada suhu ikan.

Jumlah es yang digunakan oleh peneliti (ikan:es = 1:1) lebih banyak daripada

nelayan yang berarti suhu lingkungan ikan tenggiri yang disimpan dalam box

styrofoam lebih dingin. Hal ini menyebabkan penyerapan air dari lingkungan ke

ikan lebih banyak sehingga kadar air ikan tenggiri yang disimpan dalam box

styrofoam saat ikan tiba di Jakarta menjadi naik.

Penurunan dan peningkatan kadar air selama penyimpanan disebabkan

oleh kelembaban udara di sekitar bahan tersebut. Apabila kadar air bahan rendah

sedangkan kelembaban udara di sekitarnya tinggi maka akan terjadi penyerapan

uap air dari udara sekitarnya sehingga kadar airnya menjadi tinggi demikian pula

sebaliknya (Winarno et al. 1981). Hidayat (2004) melaporkan bahwa kadar air

ikan belanak yang disimpan dalam palka berisi es menjadi meningkat akibat

penyerapan kadar air dari lingkungan ke ikan.

b) Kadar lemak

Lemak terdiri dari kelompok besar komponen yang umumnya larut dalam

pelarut organik. Lemak dalam pangan menunjukkan sifat fisik dan kimia yang

unik. Komposisi, struktur kristal, sifat mencair, dan kemampuannya berhubungan

Page 75: SKRIPSI Karakteristik Mutu Ikan Tenggiri (Scomberomorus Commersonii) Di Kecamatan Manggar, Kabupaten Belitung Timur

dengan air dan molekul non lemak lainnya. Lemak mengalami perubahan kimia

yang kompleks dan bereaksi dengan unsur pokok pangan lainnya, menghasilkan

banyak komponen baik yang diinginkan maupun yang merusak kualitas pangan

selama proses penyimpanan dan penanganan pangan (Fennema 1996).

Kadar lemak ikan tenggiri dengan dua perlakuan metode penanganan

(nelayan dan peneliti) diukur pada saat ikan baru saja ditangkap dan saat tiba di

Jakarta untuk mengetahui pengaruh metode penanganan dan proses penanganan

terhadap kadar lemak (Lampiran 18). Nilai rata-rata kadar lemak ikan tenggiri

selama proses penanganan dengan menggunakan metode penanganan dari nelayan

dan peneliti (ikan:es = 1:1) masing-masing dapat dilihat pada Gambar 21.

0,79a

1,03a

0,90a

1,03a

0

0.2

0.4

0.6

0.8

1

1.2

Ikan ditangkap Tiba di Jakarta

Proses Penanganan

Kad

ar L

emak

(%

)

Nelayan

Peneliti

Keterangan: Superscript yang berbeda menunjukkan berbeda nyata

Gambar 21. Histogram rata-rata kadar lemak ikan tenggiri selama proses penanganan

Kadar lemak ikan tenggiri pada Gambar 21 saat ditangkap adalah sama

untuk metode penanganan nelayan dan peneliti, yaitu 1,03 %. Kadar lemak ikan

tenggiri saat tiba di Jakarta dengan metode penanganan nelayan dan peneliti

masing-masing adalah 0,79 % dan 0,90 %.

Berdasarkan hasil uji t dengan selang kepercayaan 95 % (Lampiran 19)

diketahui bahwa metode penanganan nelayan dan peneliti saat ikan tiba di Jakarta

tidak memberikan pengaruh nyata terhadap kadar lemak ikan tenggiri. Proses

penanganan sejak ikan ditangkap sampai tiba di Jakarta untuk metode penanganan

nelayan (Lampiran 20) dan peneliti (Lampiran 21) tidak memberikan pengaruh

Page 76: SKRIPSI Karakteristik Mutu Ikan Tenggiri (Scomberomorus Commersonii) Di Kecamatan Manggar, Kabupaten Belitung Timur

nyata terhadap kadar lemak setelah dilakukan uji t. Hal ini berarti bahwa nilai

kadar lemak ikan tenggiri sejak ditangkap sampai tiba di Jakarta baik dengan

metode penanganan nelayan dan peneliti adalah sama.

Ikan secara umum yang tergolong berlemak rendah memiliki kadar lemak

< 5 % dan ikan berlemak tinggi memiliki kadar lemak > 15 % (Junianto 2003).

Ikan tenggiri yang ditangkap di perairan Belitung Timur termasuk ikan pelagis

dan tergolong ikan berlemak rendah karena kadar lemaknya < 5 %, yaitu sebesar

1,03 % (saat ikan ditangkap).

Lemak ikan tenggiri setelah tiba di Jakarta belum mengalami degradasi.

Hal ini terbukti dari hasil analisis statistik yang menyatakan bahwa kadar lemak

ikan tenggiri selama proses penanganan adalah sama dan didukung oleh nilai

organoleptik ikan sampai tiba di Jakarta masih tergolong agak segar.

Degradasi lemak sangat dipengaruhi oleh suhu penyimpanan. Penurunan

kandungan lemak diduga karena terjadinya oksidasi lemak, sebagai akibat dari

adanya peristiwa bereaksinya asam lemak dengan oksigen yang berasal dari

lingkungan (Huss 1995).

c) Kadar protein

Kandungan protein ikan erat sekali kaitannya dengan kandungan lemak

dan air. Ikan yang mengandung lemak rendah rata-rata memiliki nilai protein

dalam jumlah besar. Daging ikan memiliki sedikit sekali tenunan pengikat

(tendon) sehingga sangat mudah dicerna oleh enzim autolisis. Hasil autolisis

tersebut menjadi media yang cocok untuk pertumbuhan mikroorganisme

(Adawyah 2006).

Adanya variasi dalam protein baik jumlah maupun komponen

penyusunnya disebabkan oleh berbagai faktor yaitu faktor intrinsik dan faktor

ekstrinsik. Yang termasuk dalam faktor intrinsik adalah jenis dan golongan ikan,

umur ikan, jenis kelamin dan sifat warisan, sedangkan yang termasuk faktor

ekstrinsik adalah daerah kehidupan ikan, musim dan jenis makanan yang tersedia

(Hadiwiyoto 1993). Kadar protein ikan tenggiri dengan dua perlakuan metode

penanganan (nelayan dan peneliti) diukur pada saat ikan baru saja ditangkap

sampai tiba di Jakarta untuk mengetahui pengaruh metode penanganan dan proses

Page 77: SKRIPSI Karakteristik Mutu Ikan Tenggiri (Scomberomorus Commersonii) Di Kecamatan Manggar, Kabupaten Belitung Timur

penanganan terhadap kadar protein (Lampiran 22). Nilai rata-rata kadar protein

ikan tenggiri dapat dilihat pada Gambar 22.

Kadar protein pada saat ikan ditangkap baik nelayan maupun peneliti

adalah sama, yaitu sebesar 20,19 %, karena ikan belum mendapatkan perlakuan

pada saat ditangkap. Kadar protein pada metode penanganan oleh nelayan dan

peneliti saat tiba di Jakarta masing-masing adalah 18,73 % dan 19,23 % yang

dapat dilihat pada Gambar 22.

18,73a20,19a

19,23a20,19a

0

5

10

15

20

25

Ikan ditangkap Tiba di Jakarta

Proses Penanganan

Kad

ar P

rote

in (

%)

Nelayan

Peneliti

Keterangan: Superscript yang berbeda menunjukkan berbeda nyata

Gambar 22. Histogram rata-rata kadar protein ikan tenggiri selama proses penanganan

Berdasarkan uji t dengan selang kepercayaan 95 % diketahui bahwa

metode penanganan nelayan dan peneliti saat ikan tiba di Jakarta memberikan

pengaruh nyata terhadap kadar protein ikan tenggiri (Lampiran 23). Proses

penanganan sejak ikan ditangkap sampai tiba di Jakarta untuk metode penanganan

nelayan (Lampiran 24) dan peneliti (Lampiran 25) memberikan pengaruh nyata

terhadap kadar protein setelah dilakukan uji t. Penurunan kadar protein ikan

tenggiri disebabkan kadar airnya mengalami peningkatan. Hal ini berhubungan

dengan jumlah proporsional kadar air, lemak, protein dan abu. Kadar lemak dan

abu ikan tenggiri tidak mengalami perubahan, sedangkan kadar airnya mengalami

peningkatan sehingga menyebabkan kadar protein menjadi turun.

Es yang digunakan oleh peneliti (ikan:es = 1:1) lebih banyak daripada

nelayan yang berarti suhu lingkungan ikan tenggiri yang disimpan dalam box

Page 78: SKRIPSI Karakteristik Mutu Ikan Tenggiri (Scomberomorus Commersonii) Di Kecamatan Manggar, Kabupaten Belitung Timur

styrofoam lebih dingin, sehingga proses degradasi protein oleh enzim maupun

mikroorganisme dapat dihambat oleh es yang bersuhu suhu rendah. Selama

proses penanganan belum terdapat protein yang terdegradasi. Hal ini didukung

oleh kondisi ikan yang masih tergolong agak segar. Protein mulai terdegradasi

saat ikan sudah tidak segar lagi.

Ikan secara umum yang tergolong berprotein rendah memiliki kadar

protein < 15 % dan ikan dengan protein tinggi memiliki kadar protein 15-20 %

hingga > 20 % (Junianto 2003). Ikan tenggiri yang ditangkap di perairan Belitung

Timur tergolong ikan berprotein tinggi karena kadar proteinnya > 20 %, yaitu

sebesar 20,19 % (saat ikan ditangkap).

Penguraian protein oleh enzim maupun mikroorganisme berkaitan erat

dengan peningkatan nilai TVB. Penanganan ikan yang baik harus memperhatikan

suhu ikan, karena kenaikan suhu berkorelasi positif dengan pertumbuhan bakteri

dan peningkatan kadar TVB pada ikan yang merupakan faktor koreksi terhadap

kesegarannya (Desrosier 1977 diacu dalam Saragih 1998).

d) Kadar abu

Abu termasuk dalam data dasar zat gizi sebagai salah satu komponen

proksimat dalam pangan. Abu menyediakan sebuah perkiraan kandungan total

mineral pangan. Mineral dalam abu berada dalam bentuk logam oksida, fosfat,

nitrat, sulfat, klorida dan halida lainnya (Fennema 1996). Kadar abu ikan tenggiri

diukur sejak ikan ditangkap sampai tiba di Jakarta (Lampiran 26). Nilai rata-rata

kadar abu ikan tenggiri masing-masing perlakuan metode penanganan sejak ikan

ditangkap sampai tiba di Jakarta dapat dilihat lebih jelas pada Gambar 23.

Kadar abu pada saat ikan ditangkap untuk perlakuan metode penanganan

dari nelayan dan peneliti adalah sama, yaitu 1,54 %. Kadar abu ikan tenggiri saat

tiba di Jakarta untuk perlakuan nelayan dan peneliti masing-masing adalah 1,46 %

dan 1,38 %.

Page 79: SKRIPSI Karakteristik Mutu Ikan Tenggiri (Scomberomorus Commersonii) Di Kecamatan Manggar, Kabupaten Belitung Timur

1,46a1,54a

1,38a1,54a

0

0.2

0.4

0.6

0.8

1

1.2

1.4

1.6

1.8

Ikan ditangkap Tiba di Jakarta

Proses Penanganan

Kad

ar A

bu

(%

)

Nelayan

Peneliti

Keterangan: Superscript yang berbeda menunjukkan berbeda nyata

Gambar 23. Histogram rata-rata kadar abu ikan tenggiri selama proses penanganan

Menurut hasil uji t dengan selang kepercayaan 95 % (Lampiran 27)

diketahui bahwa metode penanganan nelayan dan peneliti saat ikan tiba di Jakarta

tidak memberikan pengaruh nyata terhadap kadar abu ikan tenggiri. Berdasarkan

uji t dapat diketahui pula bahwa proses penanganan sejak ikan ditangkap sampai

tiba di Jakarta untuk metode penanganan nelayan (Lampiran 28) dan peneliti

(Lampiran 29) tidak memberikan pengaruh nyata terhadap kadar abu ikan

tenggiri. Hal ini berarti bahwa perbedaan perbandingan penggunaan es oleh

nelayan dan peneliti sejak ikan ditangkap sampai tiba di Jakarta memberikan nilai

kadar abu yang relatif sama.

Perubahan kadar abu berhubungan dengan komposisi kimia lainnya seperti

lemak dan protein yang juga mengalami perubahan (Suyani 2002 diacu dalam

Hidayat 2004). Menurut Daramola et al. (2007), kadar abu dipengaruhi oleh

ukuran ikan serta rasio antara daging dan tulang. Kadar abu ikan tenggiri dengan

metode penanganan nelayan dan peneliti selama proses penanganan tidak

mengalami perubahan disebabkan ukuran ikan yang digunakan sebagai sampel

relatif seragam.

2) Penentuan pH

Uji derajat keasaman (pH) adalah suatu metode untuk mengetahui tingkat

keasaman atau kebasaan suatu produk, yang pengukurannya didasarkan pada

Page 80: SKRIPSI Karakteristik Mutu Ikan Tenggiri (Scomberomorus Commersonii) Di Kecamatan Manggar, Kabupaten Belitung Timur

konsentrasi ion hidrogen pada suatu medium atau pelarut. Nilai pH ikan segera

setelah ditangkap dilaporkan berada diantara 6,0 sampai 6,5. Ikan masih dapat

diterima sampai pH 6,8 tetapi menjadi busuk dengan pH di atas 7,0 (Huss 1988

diacu dalam Kose 2003).

Nilai pH ikan tenggiri tidak berbeda antara metode nelayan dan peneliti

(Lampiran 30). Nilai pH ikan tenggiri dengan dua metode penanganan sejak ikan

ditangkap sampai tiba di Jakarta dapat dilihat pada Gambar 24.

6,28a

6,38a 6,36

a6,45

a 6,56a

6,28a

6,41a

6,35a

6,19a 6,16

a

0.0

1.0

2.0

3.0

4.0

5.0

6.0

7.0

Ikanditangkap

Ikansampai di

darat

Pengumpul Saatberangkatke Jakarta

Tiba diJakarta

Proses Penanganan

Nila

i pH Nelayan

Peneliti

Keterangan: Superscript yang berbeda menunjukkan berbeda nyata

Gambar 24. Histogram rata-rata nilai pH ikan tenggiri selama proses penanganan

Nilai pH ikan tenggiri pada Gambar 24 dengan perlakuan metode

penanganan dari nelayan dan peneliti pada saat ikan ditangkap adalah sama, yaitu

6,28. Nilai pH setelah ikan sampai di darat baik dengan metode penanganan

nelayan maupun peneliti berturut-turut adalah 6,38 dan 6,41. Saat ikan tiba di

pengumpul, nilai pH ikan sebesar 6,36 (metode penanganan nelayan) dan 6,35

(metode penanganan peneliti). Nilai pH ikan tenggiri saat tiba di Jakarta adalah

6,56 untuk metode penanganan oleh nelayan dan 6,16 untuk metode penanganan

dari peneliti.

Hasil normalitas data nilai pH (Lampiran 31) dan analisis ragam α=0,05

(Lampiran 32), diketahui bahwa perlakuan metode penanganan, proses

penanganan, dan interaksi kedua perlakuan tidak berpengaruh nyata terhadap

perubahan nilai pH ikan tenggiri. Hal ini berarti bahwa perbedaan es yang

Page 81: SKRIPSI Karakteristik Mutu Ikan Tenggiri (Scomberomorus Commersonii) Di Kecamatan Manggar, Kabupaten Belitung Timur

digunakan oleh nelayan dan peneliti selama proses penanganan sejak ikan

ditangkap sampai tiba di Jakarta tidak mempengaruhi perubahan nilai pH daging

ikan tenggiri. Nilai pH kedua metode penanganan selama proses penanganan

adalah relatif sama sehingga kemunduran mutu ikan antara kedua perlakuan juga

sama.

Nilai pH ikan tenggiri saat tiba di Jakarta untuk metode penanganan

nelayan diketahui sebesar 6,56 dan 6,16 untuk metode penanganan peneliti,

sehingga dapat dikatakan bahwa ikan tenggiri yang ditangkap di perairan Belitung

Timur masih bisa diterima (pH < 6,8) untuk dikonsumsi dan belum memasuki

fase busuk. Hal ini sesuai dengan pendapat Huss (1988) diacu dalam Kose (2003)

yang mengatakan bahwa nilai pH ikan masih dapat diterima sampai pH 6,8 dan

menjadi busuk dengan pH di atas 7,0

3) Penentuan Total Volatile Bases (TVB)

Penentuan kesegaran ikan secara kimiawi dapat dilakukan menggunakan

prinsip penetapan TVB. Prinsip penetapan TVB adalah menguapkan senyawa-

senyawa yang terbentuk karena penguraian asam-asam amino yang terdapat pada

daging ikan (Hadiwiyoto 1993). Perbedaan nilai TVB ikan tidak berbeda selama

proses penanganan dengan metode nelayan dan peneliti (Lampiran 33). Nilai

rata-rata TVB ikan tenggiri pada metode penanganan dari nelayan dan peneliti

selama proses penanganan sejak ikan ditangkap sampai tiba di Jakarta dapat

dilihat pada Gambar 25.

Nilai rata-rata TVB ikan tenggiri saat ditangkap sebesar 21,86 mg N/100 g

dengan metode penanganan baik dari nelayan maupun peneliti. Saat ikan sampai

di darat, nilai rata-rata TVB untuk metode penanganan nelayan dan peneliti

berturut-turut adalah 23,94 mg N/100 g dan 22,44 mg N/100 g. Saat ikan sampai

di pengumpul, nilai TVB terendah sebesar 23,16 mg N/100 g (peneliti) dan

tertinggi sebesar 24,04 mg N/100 g (nelayan). Nilai TVB ikan tenggiri saat tiba di

Jakarta, yaitu 24,28 mg N/100 g untuk metode penanganan oleh nelayan dan

23,40 mg N/100 g untuk metode penanganan peneliti.

Page 82: SKRIPSI Karakteristik Mutu Ikan Tenggiri (Scomberomorus Commersonii) Di Kecamatan Manggar, Kabupaten Belitung Timur

24,28a24,77

a24,04

a23,94

a

21,86a 23,72

a23,40

a23,16

a22,44

a21,86

a

0.00

5.00

10.00

15.00

20.00

25.00

30.00

Ikanditangkap

Ikansampai di

darat

Pengumpul Saatberangkatke Jakarta

Tiba diJakarta

Proses Penanganan

Nila

i TV

B (m

gN

/100

gr)

Nelayan

Peneliti

Keterangan: Superscript yang berbeda menunjukkan berbeda nyata

Gambar 25. Histogram rata-rata nilai TVB ikan tenggiri selama proses penanganan Hasil uji normalitas data (Lampiran 34) dan analisis ragam (Lampiran 35),

diketahui bahwa perlakuan metode penanganan, proses penanganan, serta

interaksi antara kedua perlakuan tidak memberikan pengaruh nyata terhadap nilai

TVB. Hal ini disebabkan pengaruh es yang dapat menghambat kemunduran mutu

ikan dan kandungan trimetilamin oksida (TMAO) pada ikan tenggiri relatif sama.

Konsentrasi TVB pada ikan tangkapan segar secara khusus berada antara

5-20 mg TVB/100 g daging, tetapi tingkat 30-35 mg TVB/100 g daging umumnya

dianggap sebagai limit dari penerimaan untuk ikan yang disimpan dalam air es

dingin (Kyrana et al. 1997 diacu dalam Kose 2003). Seafood dikategorikan

berdasarkan nilai TVB-N. Mereka menetapkan kandungan TVB-N sebesar

25 mg N/100 g sangat bagus, 30 mg N/100 g bagus, 35 mg N/100 g yang

dipasarkan dan nilai TVB-N yang lebih dari 35 mg N/100 g menandakan

pembusukan (Ludorff dan Meyer 1973, dan Schormőller 1968 diacu dalam Metin

et al. 2001).

Berdasarkan batasan yang diperoleh dari literatur, ikan tenggiri sejak

ditangkap, sampai di darat, pengumpul, saat akan berangkat ke Jakarta dan saat

tiba di Jakarta baik dengan metode penanganan dari nelayan maupun peneliti,

memiliki nilai TVB yang berada pada garis batas kesegaran ikan yang masih

dapat dikonsumsi. Ikan tenggiri saat tiba di Jakarta selama proses penanganan

Page 83: SKRIPSI Karakteristik Mutu Ikan Tenggiri (Scomberomorus Commersonii) Di Kecamatan Manggar, Kabupaten Belitung Timur

sebesar 24,28 mg N/100 g (nelayan) dan 23,40 mg N/100 g (peneliti) dapat

dikatakan masih tergolong ikan yang sangat bagus karena menurut Ludorff dan

Meyer (1973), dan Schormőller (1968) diacu dalam Metin et al. (2001), ikan

dengan kandungan TVB sebesar 25 mg N/100 g tergolong sangat bagus.

Beberapa ikan yang tidak mengandung TMAO atau dimana pembusukan

disebabkan oleh penurunan flora non-TMAO, peningkatan TVBN lemah. Hal ini

bisa terlihat selama penyimpanan, kemungkinan dihasilkan dari deaminasi asam

amino (Huss 1995). Reduksi kandungan non-protein nitrogen (NPN)

menunjukkan bahwa asam amino adalah komponen utama dari NPN dalam otot

ikan. Jaringan enzim dan aktivitas bakteri baru mulai terjadi menghasilkan

amonia (tidak semua tingkat terdeteksi dari bau) pada kondisi penyimpanan oleh

deaminasi asam amino bebas, asam amino baru, dan peptida oleh proteolisis

(Sikorski 1990 diacu dalam Mazorra-Manzano et al. 2000).

Basa volatil total terbentuk akibat terdegradasi atau terurainya protein oleh

aktivitas mikroba yang menghasilkan sejumlah basa-basa yang mudah menguap,

seperti amoniak, trimetilamin, histamine, hydrogen sulfide (H2S) yang berbau

busuk (Zaitsev et al. 1969 diacu dalam Suryawan 2004). Nilai TVB-N secara luas

digunakan sebagai indikator awal kesegaran ikan dan produk perikanan.

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa nilai TVB-N untuk ikan dan produk

perikanan tidak stabil selama penyimpanan beku dan dapat berubah berdasarkan

spesies, metode penanganan, dan suhu penyimpanan (Rehbein dan

Oehlenschlager 1982, Ben-gigirey et al. 1999, Suvanich et al. 2000, Tokur et al.

2004 diacu dalam Tokur et al. 2006).

4) Penentuan Total Plate Count (TPC)

Ikan mengandung bakteri cukup banyak yang terkonsentrasi pada

permukaan kulit, insang dan saluran pencernaan. Pengujian kesegaran ikan secara

mikrobiologis dapat dilakukan dengan cara menghitung jumlah bakteri yang ada

pada daging ikan. Penghitungan bakteri dilakukan dengan menggunakan metode

TPC, yaitu penghitungan jumlah bakteri yang ditumbuhkan pada suatu media

(medium agar) dan diinkubasi selama 24 jam. Metode hitungan cawan didasarkan

pada anggapan bahwa setiap sel yang dapat hidup akan berkembang menjadi satu

koloni. Jadi jumlah koloni yang muncul pada cawan merupakan suatu indeks bagi

Page 84: SKRIPSI Karakteristik Mutu Ikan Tenggiri (Scomberomorus Commersonii) Di Kecamatan Manggar, Kabupaten Belitung Timur

jumlah organisme yang dapat hidup dan terkandung dalam sampel (Hadiwiyoto

1993). Nilai TPC ikan tenggiri selama proses penanganan dengan metode nelayan

dan peneliti tidak berbeda (Lampiran 36). Nilai log TPC ikan tenggiri

menggunakan metode penanganan dari nelayan dan peneliti selama proses

penanganan sejak ikan ditangkap hingga sampai di Jakarta dapat dilihat pada

Gambar 27.

Jumlah log TPC selama proses penanganan yang dilakukan disajikan pada

Gambar 26. Saat ikan ditangkap, nilai log TPC ikan tenggiri dengan metode

penanganan nelayan dan peneliti adalah sama, yaitu 3,32 CFU/ml. Nilai log TPC

kemudian meningkat saat ikan sampai di darat yaitu perlakuan metode

penanganan nelayan dan peneliti secara berturut-turut, yaitu 3,65 CFU/ml dan

3,52 CFU/ml. Nilai log TPC ikan tenggiri semakin meningkat hingga ikan tiba di

Jakarta. Nilai log TPC ikan saat tiba di Jakarta baik dengan metode penanganan

nelayan maupun peneliti masing-masing adalah 4,67 CFU/ml dan 4,29 CFU/ml.

3,68a

3,32a

3,65a

4,33a

4,67a

3,32a 3,52

a3,40

a

4,06a 4,29

a

00.5

11.5

22.5

33.5

44.5

5

Ikanditangkap

Ikan sampaidi darat

Pengumpul Saatberangkat ke

Jakarta

Tiba diJakarta

Proses Penangkapan

Nila

i lo

g T

PC

(C

FU

/ml)

Nelayan

Peneliti

Keterangan: Superscript yang berbeda menunjukkan berbeda nyata

Gambar 26. Histogram rata-rata nilai TPC ikan tenggiri selama proses penanganan

Hasil uji normalitas data (Lampiran 37) dan analisis ragam α=0,05

(Lampiran 38) menunjukkan bahwa proses penanganan memberikan pengaruh

nyata terhadap nilai log TPC ikan tenggiri, sedangkan metode penanganan

(nelayan dan peneliti) serta interaksi antara kedua perlakuan tidak memberikan

Page 85: SKRIPSI Karakteristik Mutu Ikan Tenggiri (Scomberomorus Commersonii) Di Kecamatan Manggar, Kabupaten Belitung Timur

pengaruh nyata terhadap nilai log TPC. Hasil uji lanjut Duncan (Lampiran 39)

dapat diketahui bahwa, nilai log TPC ikan tenggiri saat tiba di Jakarta berbeda

nyata dengan nilai log TPC ketika ikan baru saja ditangkap, sampai di darat dan

tiba di pengumpul. Proses penanganan yang menghasilkan log TPC paling tinggi

secara nyata adalah saat ikan tiba di Jakarta. Nilai log TPC yang tinggi saat ikan

tiba di Jakarta berarti bahwa proses kemunduran mutu ikan tenggiri pada saat itu

sudah mulai terjadi.

Batas maksimum jumlah bakteri yang terdapat pada ikan segar adalah

5x105 koloni/gram (nilai lognya adalah 5,7 koloni/gram) (SNI 01-2729-2006) dan

ikan masih dalam kategori segar jika jumlah bakterinya tidak melebihi 105 (log

TPC adalah 5) (Junianto 2003). Nilai log TPC ikan tenggiri saat tiba di Jakarta,

yaitu 4,67 (metode penanganan nelayan) dan 4,29 (metode penanganan peneliti).

Hal ini berarti bahwa kondisi ikan tenggiri dengan kedua perlakuan metode

penanganan selama proses penanganan masih dalam keadaan segar karena nilai

log TPC masih di bawah 5.

Daging dan cairan tubuh ikan segar, pada umumnya steril secara alamiah,

akan tetapi kulit, lendir, insang dan saluran pencernaan ikan biasanya

mengandung sejumlah mikroorganisme terutama bakteri. Selama ikan mati,

tenunan ikan tidak dapat mencegah serangan bakteri yang terdapat pada kulit,

lendir, insang, dan saluran usus, sehingga bakteri dapat menenbus tenunan dan

menyebabkan peningkatan bakteri pada tubuh ikan (Rahayu et al. 1992). Pada

saat pengambilan sampel, daging ikan tenggiri di seluruh tubuh diambil dan

dihomogenkan dengan blender, kemudian sampel diambil secara acak. Bakteri

yang teranalisis pada saat ikan ditangkap berasal dari kulit dan lendir. Selama

proses penanganan sampai tiba di Jakarta, bakteri yang teranalisis berasal dari

daging, insang, lendir, kulit dan saluran pencernaan ikan tenggiri.

4.2.3 Hasil pengamatan parameter kesegaran ikan secara keseluruhan

Tingkat kesegaran ikan dapat ditentukan antara lain dengan pemeriksaan

secara subyektif dan obyektif. Pemeriksaan secara subyektif, yaitu pemeriksaan

secara organoleptik menggunakan panca indera manusia. Pemeriksaan secara

obyektif, yaitu pemeriksaan secara mikrobiologis dan kimiawi menggunakan

analisis di laboratorium. Pemeriksaan secara mikrobiologis dapat dilakukan

Page 86: SKRIPSI Karakteristik Mutu Ikan Tenggiri (Scomberomorus Commersonii) Di Kecamatan Manggar, Kabupaten Belitung Timur

dengan menghitung jumlah bakteri yang ditumbuhkan pada media agar sehingga

dapat dilihat banyaknya bakteri yang ada pada ikan selama proses penanganan,

sedangkan pemeriksaan secara kimiawi dapat dilakukan dengan menghitung nilai

pH, TVB dan TPC ikan tenggiri yang digunakan dalam penelitian. Hasil

pengamatan seluruh parameter kesegaran ikan dapat dilihat pada Tabel 6. Hasil

pengamatan dari seluruh parameter kesegaran ikan yang telah dilakukan dapat

memberikan informasi mengenai tingkat kesegaran ikan tenggiri dengan metode

penanganan dari nelayan dan peneliti selama proses penanganan sejak ikan

ditangkap, tiba di darat, pengumpul, saat akan berangkat ke Jakarta dan ketika

sampai di Jakarta.

Tabel 6. Hasil pengamatan seluruh parameter kesegaran ikan

Proses penanganan

Metode Penanganan

Nelayan Keterangan Peneliti Keterangan

Organoleptik pH TVB Log TPC

Organoleptik pH TVB TPC

Saat ditangkap

9 6,28 21,86 3,32 Segar, bagus dan masih bisa dikonsumsi

9 6,28 21,86 3,32 Segar, bagus dan masih bisa dikonsumsi

Saat tiba di darat

8 6,38 23,94 3,65 Segar, bagus dan masih bisa dikonsumsi

8 6,41 22,44 3,52 Segar, bagus dan masih bisa dikonsumsi

Pengumpul 8 6,36 24,04 3,68 Segar, bagus dan masih bisa dikonsumsi

8 6,35 23,16 3,40 Segar, bagus dan masih bisa dikonsumsi

Saat akan berangkat ke Jakarta

7 6,45 24,77 4,33 Segar, bagus dan masih bisa dikonsumsi

7 6,19 23,72 4,06 Segar, bagus dan masih bisa dikonsumsi

Saat tiba di Jakarta

5 6,56 24,28 4,67 Agak segar, bagus dan masih bisa dikonsumsi

6 6,16 23,40 4,29 Agak segar, bagus dan masih bisa dikonsumsi

Berdasarkan Tabel 6 dapat disimpulkan bahwa ikan tenggiri yang

ditangkap di perairan Kecamatan Manggar, Kabupaten Belitung Timur selama

proses penanganan sejak ikan ditangkap sampai tiba di Jakarta menggunakan

metode penanganan dari nelayan dan peneliti, secara keseluruhan memiliki

karakteristik mutu yang masih agak segar dan masih bisa dikonsumsi. Perbedaan

penggunaan es yang digunakan nelayan dan peneliti sebagai metode penanganan

tidak mempengaruhi kesegaran ikan tenggiri, sehingga dapat dikatakan bahwa

Page 87: SKRIPSI Karakteristik Mutu Ikan Tenggiri (Scomberomorus Commersonii) Di Kecamatan Manggar, Kabupaten Belitung Timur

metode penanganan hasil tangkapan yang digunakan oleh nelayan Kecamatan

Manggar sudah tergolong baik.

Persyaratan mutu ikan segar minimal memiliki nilai organoleptik sebesar 7

(SNI 31-2729-2006). Nilai organoleptik rata-rata ikan tenggiri setelah tiba di

Jakarta adalah 5 (nelayan) dan 6 (peneliti). Hal ini berarti bahwa nilai

organoleptik yang diperoleh selama penelitian masih berada di bawah nilai

organoleptik yang dispesifikasi oleh SNI, sehingga perlu dilakukan perbaikan

dalam metode penanganan. Ikan mengalami penyimpanan cukup lama (± 28 jam)

saat akan dikirim ke Jakarta dan penggantian es dilakukan dalam waktu tertentu

saja. Periode waktu penggantian es dan pembuangan sisa lelehan es perlu

ditingkatkan agar kesegaran ikan dapat dipertahankan lebih lama.

Page 88: SKRIPSI Karakteristik Mutu Ikan Tenggiri (Scomberomorus Commersonii) Di Kecamatan Manggar, Kabupaten Belitung Timur

5. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Tingkat kemunduran mutu ikan tenggiri yang ditangkap oleh nelayan

Kecamatan Manggar, Kabupaten Belitung Timur menggunakan jaring gillnet

(insang) tergolong masih kecil. Metode penanganan yang digunakan oleh nelayan

adalah metode pendinginan chilled sea water (CSW) yaitu ikan didinginkan

dengan air laut bercampur es.

Perlakuan metode penanganan nelayan dan peneliti saat ikan baru

ditangkap adalah sama dari nilai organoleptik yaitu 9; kadar air 75,38 %; kadar

lemak 1,03 %; kadar protein 20,19 %; kadar abu 1,54 %; pH 6,28;

TVB 21,86 mg N/100 g; dan log TPC 3,32 CFU/ml. Perlakuan metode

penanganan nelayan dan peneliti saat ikan tiba di Jakarta berturut-turut

menunjukkan nilai organoleptik yaitu 5 dan 6; kadar air 76,36 % dan 76,49 %;

kadar lemak 0,79 % dan 0,90 %; kadar protein 18,73 % dan 19,23 %; kadar abu

1,46 % dan 1,38 %; nilai pH 6,56 dan 6,16; TVB 24,28 mg N/100 g dan

23,40 mg N/100 g; serta log TPC sebesar 4,67 CFU/ml dan 4,29 CFU/ml. Metode

penanganan yang digunakan oleh nelayan dan peneliti menunjukkan kualitas

(mutu) ikan yang masih tergolong agak segar dan masih dapat dikonsumsi setelah

diuji baik secara organoleptik, kimia, dan mikrobiologis.

Menurut analisis ragam diketahui bahwa perlakuan metode penanganan

berpengaruh nyata terhadap nilai organoleptik mata, insang, daging dan perut,

serta konsistensi, dan tidak berpengaruh nyata terhadap nilai pH, TVB dan TPC

ikan tenggiri. Proses penanganan sejak ikan ditangkap sampai tiba di Jakarta

berpengaruh nyata terhadap nilai organoleptik, serta TPC ikan tenggiri, tetapi

tidak berpengaruh nyata terhadap nilai pH, serta TVB. Menurut uji t diketahui

bahwa metode dan proses penanganan untuk metode nelayan dan peneliti

berpengaruh nyata terhadap kadar air dan protein, serta tidak berpengaruh nyata

terhadap kadar lemak dan abu ikan tenggiri.

Page 89: SKRIPSI Karakteristik Mutu Ikan Tenggiri (Scomberomorus Commersonii) Di Kecamatan Manggar, Kabupaten Belitung Timur

5.2 Saran

Penentuan karakteristik mutu ikan ekonomis penting lain di daerah Belitung

Timur perlu dilakukan dengan musim dan daerah penangkapan yang sama selama

proses penanganan oleh nelayan, baik menggunakan alat tangkap jaring maupun

pancing. Penerapan rantai dingin dalam setiap proses penanganan perlu dilakukan

agar kesegaran ikan dapat dipertahankan lebih lama.

Page 90: SKRIPSI Karakteristik Mutu Ikan Tenggiri (Scomberomorus Commersonii) Di Kecamatan Manggar, Kabupaten Belitung Timur

DAFTAR PUSTAKA

Adawyah R. 2006. Pengolahan dan Pengawetan Ikan. Jakarta: Bumi Aksara. Anggawati AM. 1993 Penanganan Ikan Laut Segar. Kumpulan Hasil-Hasil

Penelitian Pasca Panen Perikanan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan.

Anonim. 1983. Proseding Rakernis Perikanan Tuna dan Cakalang. Jakarta: Pusat

dan Pengembangan Pertanian. Badan Peneliti dan Pengembangan Perikanan. Departemen Pertanian.

. 1985. Kumpulan Standar Mutu Hasil Perikanan. Direktorat Jendral

Perikanan. Jakarta: Departemen Pertanian.

. 1988. Petunjuk Praktek Penanganan dan Transportasi Ikan Segar. Direktorat Jenderal Perikanan. Jakarta: Departemen Pertanian. . 2003. Food safety guidelines for inshore fishing vessels. http://www. food safety guidelines.html. [23 Januari 2008]. . 2007a. Tenggiri. http://images.google.co.id/imgres?imgurl=. [27 Februari 2008].

. 2007b. Deskripsi kategori spesies pelagis besar. http://www.pipp.dkp.go.id/pipp2/sdi_index.html. [27 Februari 2008].

[AOAC] Association of Official Analytical Chemyst. 1995. Official Method of

Analysis. USA: Published by The Association of Official Analytical Chemyst Inc.

Apriyantono A, Fardiaz D, Puspitasari NL, Sedarnawati, Budiyanto S. 1989.

Petunjuk Laboratorium Analisis Pangan. Bogor: Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi Institut Pertanian Bogor.

Batubara HMP. 1989. Manajemen pengusaha perikanan tuna suatu pengalaman

usaha PT Perikanan Samudra Besar. Di dalam: Himpunan Makalah Lokakarya Perikanan Tuna. Warta Mina. Direktorat Jenderal Perikanan. Jakarta: Departemen Pertanian.

Ben-gigirey B, Sousa JMVB, Villa J, Barros-velazques. 1999. Chemical changes

and visual appearance of albacore tuna as related to frozen storage. J Food Sci 64(1): 20-24.

[BSN] Badan Standarisasi Nasional. 2006. Standar Nasional Indonesia 01-2346.

Uji Organoleptik Ikan Segar. Jakarta: Badan Standarisasi Nasional Indonesia.

Page 91: SKRIPSI Karakteristik Mutu Ikan Tenggiri (Scomberomorus Commersonii) Di Kecamatan Manggar, Kabupaten Belitung Timur

. 2006. Standar Nasional Indonesia 01-2729. Ikan Segar. Jakarta: Badan Standarisasi Nasional Indonesia.

Certel M, Ertugay MF. 1996. Gidalarda su aktivitesi termodinamigi. Gida 21:

193-198. Chang CC, Regenstein JM. 1997. Textural changes and functional properties of

cod mince protein as affected by kidney tissue and cryoprotectans. J Food Sci 62: 299-304.

Daramola JA, Fasakin EA, Adeparusi EO. 2007. Changes in physicochemical and

sensory characteristics of smoke dried fish spesies stored at ambient temperature. Ajfand Vol.7(6).

Departemen Kelautan dan Perikanan. 2006. Panduan jenis-jenis penangkapan

ikan ramah lingkungan Vol I. www.dkp.com. [10 November 2008]. [DKP] Dinas Kelautan dan Perikanan. 2005a. Potensi Kelautan dan Perikanan

Kabupaten Belitung Tahun 2005. Pemerintah Kabupaten Belitung Timur.

. 2005b. Penanganan ikan segar. www.dkp.com. [2 November 2008].

[FAO] Food and Agriculture Organization. 1992. Ice in Fisheries. Di dalam:

Graham J, Johnston WA, Nicholson FJ, editor. Roma: FAO Fisheries Technical Paper No 331. 75pp.

. 1995a. Quality and Quality Changes in Fresh Fish. Di dalam: Huss HH, editor. Roma: FAO Fisheries Technical Paper 331: 0-65.

. 1995b. Introduction of Chilled

Seawater (CSW) Holding Systems for The Lampara Fleet. Di dalam: Medina PAF, Ben AA, editor. Technical Briefing Notes. Roma: FAO Fisheries Technical Paper 27.

Farber L. 1965. Freshness test. Di dalam: Borgstorm G, editor. Fish as Food Vol

IV. New York: Academic Press. Fardiaz S. 1987. Penuntun Praktek Mikrobiologi Pangan. Bogor: LSI-IPB. Fennema OR. 1996. Food Chemistry. New York: Marcel Dekker, Inc. Hadiwiyoto S. 1993. Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan. Jilid 1. Jakarta:

Penerbit Liberty. Heruwati ES. 2002. Pengolahan ikan secara tradisional: prospek dan peluang

pengembangan. Jurnal Litbang Pertanian 21(3): 92-99.

Page 92: SKRIPSI Karakteristik Mutu Ikan Tenggiri (Scomberomorus Commersonii) Di Kecamatan Manggar, Kabupaten Belitung Timur

Hidayat D. 2004. Evaluasi dan identifikasi tingkat kemunduran mutu hasil perikanan tangkap ikan belanak (Mugil spp) (studi kasus di Muara Angke Kecamatan Penjaringan Jakarta Utara). [skripsi]. Bogor: Departemen Teknologi Hasil Perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor.

Huss HH. 1988. Fresh Fish Quality and Quality Changes. Roma: FAO Fisheries

Series, No. 29, 132 pp Huss HH. 1995. Quality and Quality Changes in Fresh Fish. Roma: Food and

Agriculture Organization of United Nation. Ilyas S. 1972 Pengantar Pengolahan Ikan. Lembaga Teknologi Perikanan.

Jakarta: Direktorat Jenderal Perikanan.

. 1983. Teknologi Refrigerasi Hasil Perikanan. Jilid 1. Jakarta: CV Paripurna.

Irawan A. 1995. Pengawetan Ikan dan Hasil Perikanan. Solo: Penerbit Aneka. Jeyasekaran G, Ganesan P, Anandaraj R, Shakila JR, Sukumar D. 2006. Effect of

pre-chilling on the shelf-life and quality of silver pomfret (Pampus argenteus) stored in dry ice and wet ice. American J Food Tech American 1 (2): 117-128.

Jogiyanto HM. 2008. Metodologi Penelitian Sistem Informasi: Pedoman dan

Contoh Melakukan Penelitian di Bidang Sistem Teknologi Informasi. Yogyakarta: Penerbit Andi.

Junianto. 2003. Teknik Penanganan Ikan. Jakarta: Penebar Swadaya. Kyrana WR, Laugovis VP, Valsamis DS. 1997. Assessment of shelf-life of

maricultured gilthead sea bram (Sparus aurata) stored in ice. J Food Sci. Technol 32: 339-347.

Kose S. 2003. An investigation of quality in anchovy (Engraulis encrasicolus)

stored at different temperatures. Turk J Vet Anim Sci 28: 575-582. Kose S, Erdem ME. 2001. Quality changes of whiting (Merlangius merlangus

euxinus, N. 1840) stored at ambient and refrigerated temperatures. J Fish Aquat Sci 1: 59-65.

Ludorff W, Meyer V. 1973. Fische Und Fischerzeugnisse. Paul Parey Verlag.

Hamburg-Berlin 95 (111): 176-269. Martasuganda S. 2004. Jaring Insang (Gillnet). Bogor: Program Studi

Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Institut Pertanian Bogor.

Page 93: SKRIPSI Karakteristik Mutu Ikan Tenggiri (Scomberomorus Commersonii) Di Kecamatan Manggar, Kabupaten Belitung Timur

Matjik AA, Sumertajaya M. 2002. Perancangan Percobaan dengan Aplikasi SAS dan Minitab Jilid 1. Bogor: IPB Press.

Mazorra-Manzano MA, Aquilar RP, Rojas EID, Sanchez MEL. 2000.

Postmortem changes in black skipjack muscle during storage in ice. J Food Sci 65 (5): 774-779.

Metin S, Erkan N, Varlik C. 2001. The application of hypoxanthine activity as a

quality indicator of cold stored fish burgers. Turk J Vet Anim Sci 26: 363-367.

Moeljanto. 1992. Pengawetan dan Pengolahan Hasil Perikanan. Jakarta:

Penebar Swadaya. Murdiyanto B. 2002. Pelabuhan perikanan: fungsi, fasilitas, panduan operasional

dan antrian kapal. Bogor: Jurusan Pemanfaatan Hasil Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor.

Murniyati AS, Sunarman. 2000. Pendinginan, Pembekuan dan Pengawetan Ikan. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.

Mutakin, J. 2001. Analisis potensi dan musim penangkapan iIkan tenggiri

(Scomberomorus spp.) di Pangandaran Kabupaten Ciamis, Jawa Barat. [skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.

Nasran S. 1972. Handling ikan basah. Di dalam: Ikan Basah: Cara-cara

Handling dan Sarana-sarana yang Diperlukan. Prociding Petunjuk praktis dalam Handling. Jakarta: Lembaga Teknologi Perikanan.

Nogueras SB, Bover-Cid S, Veciana-Nogues T, Vidal-Carou MC. 2002.

Chemical and sensory changes in Mediterranean Hake (Merluccius merluccius) under refrigeration (6-8 oC) and stored in ice. J Agric Food Chem 50: 6504-6510.

Rahayu WP, Ma’oen S, Suliantri Fardiaz S. 1992. Teknologi Fermentasi Produk

Perikanan. Bogor: PAU Pangan dan Gizi. Institut Pertanian Bogor. Rehbein H, Oehlenschlager J. 1982. Zur zusammensetzug der tvb-n fraktion

(fluchtige basen) in sauren extrakten und alkalischen destilaten von seefischfilet. Archiv Fur Lebensmittelhygiene 33: 44-48.

Robb D. 2002. The Killing of Quality: The Impact of Slaughter Procedures on

Fish Flesh. Di dalam: Alasalvar C dan Taylor T, editor: Seafood-Quality, Technology and Nutraceutical Applications. New York: Springer. hlm 7-10.

Page 94: SKRIPSI Karakteristik Mutu Ikan Tenggiri (Scomberomorus Commersonii) Di Kecamatan Manggar, Kabupaten Belitung Timur

Saanin H. 1984. Taksonomi dan Kunci Identifikasi Ikan. Vol I dan II. Bandung : Binacipta. 508 hal.

Saeed S, Howell NK. 2004. Rheological and differential scanning calorimetry

studies on structural and textural changes in frozen Atlantic mackerel (Scomber scombrus). J Sci Food Agric 84: 1216-1222.

Saragih BS. 1998. Aplikasi pengawetan ikan segar dan olahan dengan preparat

biji atung. [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Schormőller J. 1968. Handbuch Der Lebensmittel Chemie. Band III/2 Teil.

Tierische Lebensmittel Eier, Fleisch, Buttermilch. Springer. Verlag. Berlin-Heidelberg-New York : 1341-1397.

Sengör GF. 2001. The determination of microbial flora, water activity and

chemical analyses in smoked, canned mussels (Mytilus galloprovincialis, L.). Turk J Vet Anim Sci 28: 793-797.

Sikorski Z. 1990. Resources and their availability. Di dalam: Zikorski Z, editor.

Seafood: Resources, nutritional composition and preservation. Boca Raton: CRC Press Inc. p 39.

Soekarto ST. 1990. Dasar-dasar Pengenalan Standardisasi Mutu Pangan.

Bogor: IPB Press. Stansby ME. 1963. Industrial Fishery Technology. London: Reinhold Publ. Co

Chapman and Hall Ltd. Steel RGD, Torrie JH. 1989. Prinsip dan Prosedur Statistika. Suatu Pendekatan

Biometrik. Sumantri B, penerjemah. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Terjemahan dari: The Principle and Procedure of Statistics. A Biometrics Approach.

Sufianto B. 2004. Kemunduran mutu ikan patin (Pangasius hypopthalmus) segar

selama penyimpanan suhu ruang [skripsi]. Departemen Teknologi Hasil Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor

Suriawiria U. 2002. Omega 3 ikan mengurangi sakit jantung. http

://www.suaramerdeka.com/harian/0210/28/ragam1.htm. [23 Agustus 2006].

Suryawan AG. 2004. Karakteristik perubahan mutu ikan selama penanganan

oleh nelayan tradisional dengan jaring rampus (studi kasus di Kaliadem, Muara Angke, DKI Jakarta. [skripsi]. Bogor: Departemen Teknologi Hasil Perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor.

Page 95: SKRIPSI Karakteristik Mutu Ikan Tenggiri (Scomberomorus Commersonii) Di Kecamatan Manggar, Kabupaten Belitung Timur

Suvanich V, Jahncke ML, Marshall DL. 2000. Changes in selected chemical quality characteristics of channel catfish frame mince during chill and frozen storage. J Food Sci 65 (1): 24-29.

Tokur B, Polat A, Beklevik G, Ozkutuk S. 2004. The quality changes of tilapia

(Oreochromis niloticus) burger during frozen storage. European Food Research and Technology 218 (5): 420-423.

Tokur B, Cakli S, Polat A. 2006. The quality changes of trout (Oncorhynchus

mykiss W., 1972) with a vegetable topping during frozen storage (-18 oC). J Fisheries and Aquatic Sci 23 (3-4): 345-350.

Walpole. 1975. Pengantar Statistik. Sumantri B, penerjemah. Jakarta: PT

Gramedia Pustaka Utama. Terjemahan dari: The Introduction of Statistics. Winarno FG, Fardiaz D, Fardiaz S. 1981. Pengantar Teknologi Pangan. Jakarta:

PT Gramedia Indonesia. Winarno FG. 1991. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka

Utama. Yunizal, Wibowo S. 1998. Penanganan Ikan Segar. Jakarta: Instalasi Penelitian

Perikanan Laut Slipi. Zen JM, Lai YY, Yang YY, Kumar AS. 2002. Multianalyte sensor for the

simultaneous determination of hipoxanthine, xanthine and uric acid based on a preanodezed nontronite-coated screen-printed electrode. Journal Sensor and Actuators B: 237-244.

Page 96: SKRIPSI Karakteristik Mutu Ikan Tenggiri (Scomberomorus Commersonii) Di Kecamatan Manggar, Kabupaten Belitung Timur
Page 97: SKRIPSI Karakteristik Mutu Ikan Tenggiri (Scomberomorus Commersonii) Di Kecamatan Manggar, Kabupaten Belitung Timur

Lampiran 1. Contoh kuesioner untuk nelayan / pemilik kapal

KUESIONER PENELITIAN KARAKTERISTIK MUTU IKAN TENGGIRI DI KECAMATAN

MANGGAR, KABUPATEN BELITUNG TIMUR

Jenis responden : Nelayan / pemilik kapal Tanggal wawancara : ……………………….. A. IDENTITAS RESPONDEN 1. Nama : ………………………… 2. Umur : ………………………… B. INFORMASI UMUM 1. Lama bekerja menjadi nelayan : ………………………. 2. Lama bekerja di pemilik kapal : ………………………. a. Jenis kapal : ........................................... b. Jumlah perahu yang dimiliki : ........................................... c. Kapasitas/volume palka perahu : ........................................... < 5 GT 5 – 10 GT > 10 GT d. Daerah operasi penangkapan : < 25 mil dari pantai 25 – 50 mil dari pantai > 50 mil dari pantai C. INFORMASI KHUSUS 1. Sistem penanganan di kapal : a. Teknologi yang digunakan Penggunaan es Penambahan garam Lainnya : ......................................................... b. Bila digunakan es, darimana didapatkan dan jumlah rata-rata yang

dibawa kapal untuk sekali berangkat : Membeli dari : ..................(nama perusahaan), jumlah : .......kg Milik sendiri : ..................(nama perusahaan), jumlah : .......kg c. Wadah yang digunakan selama penangkapan di kapal, adalah Keranjang Gentong plastik Lainnya .............................. d. Alat tangkap yang digunakan di kapal : Perangkap atau bubu Jaring Pancing Lainnya ............................. e. Bila menggunakan jaring, sebutkan jenis jaring ...............

Page 98: SKRIPSI Karakteristik Mutu Ikan Tenggiri (Scomberomorus Commersonii) Di Kecamatan Manggar, Kabupaten Belitung Timur

2. Berapa jam waktu yang dibutuhkan nelayan untuk melaut dalam sehari, ● Dari pukul : ........................... sampai dengan ........................... 3. Penanganan ikan di atas kapal ► Pencucian ● Dicuci dengan air ? Air bersih Air kolam pelabuhan Air sungai ● Apa saja yang dibersihkan ? ● Apakah para ABK mengetahui cara pembersihan ikan yang baik dan

benar ? 4. Bagaimana sanitasi di kapal ? a. Pembersihan geladak kapal setelah dipakai mencuci dan menyortir,

menggunanakan : Air bersih Air dan sabun Desinfektan Lainnya ..........................................

b. Pembersihan dasar palkah dari genangan bekas lelehan es, menggunakan ?

Page 99: SKRIPSI Karakteristik Mutu Ikan Tenggiri (Scomberomorus Commersonii) Di Kecamatan Manggar, Kabupaten Belitung Timur

Lampiran 2. Score sheet uji organoleptik ikan segar (SNI-01-2346-2006)

Nama Panelis : …………………………………….. Tanggal : …………………………………….. Cantumkan kode contoh pada kolom yang tersedia sebelum melakukan pengujian Berilah tanda √ pada nilai yang dipilih sesuai dengan kode sampel yang diuji.

SPESIFIKASI

Nilai

KODE CONTOH ...

Tgl Pengamatan :

Jam ke-

2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22

1. MATA

* Cerah, bola mata menonjol, kornea jernih 9

* Cerah, bola mata rata, kornea jernih 8

* Agak cerah, bola mata rata, pupil agak keabu-abuan, kornea agak keruh 7

* Bola mata agak cekung, pupil berubah keabu-abuan, kornea agak keruh 6

* Bola mata agak cekung, pupil keabu-abuan, kornea agak keruh 5

* Bola mata cekung, pupil putih susu, kornea keruh 3

* Bola mata sangat cekung, kornea agak kuning. 1

2. INSANG * Warna cerah cemerlang, tanpa lendir 9 * Warna merah kurang cemerlang tanpa lendir 8

* Warna agak kusam, tanpa lendir 7

* Merah agak kusam, sedikit lendir 6

* Mulai ada perubahan warna, merah kecoklatan, sedikit lendir, tanpa lendir 5

* Warna merah coklat lendir tebal 3

* Warna merah coklat ada sedikit putih, lendir tebal 1

3. LENDIR PERMUKAAN BADAN * Lapisan lendir jernih, transparan, mengkilat cerah. 9

* Lapisan lendir jernih, transparan, cerah, belum ada perubahan warna. 8

* Lapisan lendir mulai agak keruh, warna agak putih, kurang transparan. 7

* Lapisan lendir mulai keruh, warna putih agak kusam, kurang transparan 6

* Lendir tebal menggumpal, mulai berubah warna putih, keruh 5

* Lendir tebal menggumpal, berwarna putih kuning 3

* Lendir tebal menggumpal, warna kuning kecoklatan 1

4. DAGING ( WARNA DAN KENAMPAKAN) * Sayatan daging sangat cemerlang, spesifik jenis, tidak ada pemerahan sepanjang tulang belakang, dinding perut daging utuh 9

* Sayatan daging cemerlang spesifik jenis, tidak ada pemerahan sepanjang tulang belakang, dinding perut utuh 8

Page 100: SKRIPSI Karakteristik Mutu Ikan Tenggiri (Scomberomorus Commersonii) Di Kecamatan Manggar, Kabupaten Belitung Timur

* Sayatan daging sedikit kurang cemerlang, spesifik jenis, tidak ada pemerahan sepanjang tulang belakang, dinding perut daging utuh. 7

* Sayatan daging masih cemerlang, agak kemerahan pada tulang belakang, dinding perut agak lembek, sedikit bau susu 5

* Sayatan daging mulai pudar, banyak kemerahan pada tulang belakang, dinding perut lembek, bau segar seperti susu 4

* Sayatan daging kusam, warna merah jelas sekali sepanjang tulang belakang, dinding perut lunak 3

* Sayatan daging kusam sekali, warna merah jelas sekali sepanjang tulang belakang, dinding perut sangat lunak 1

5. BAU

* Bau sangat segar, spesifik jenis 9

* Segar, spesifik jenis 8

* Netral 7

* Bau amoniak mulai tercium, sedikit bau asam 5

* Bau amoniak kuat, ada bau H2S, bau asam jelas dan busuk 3

* Bau busuk jelas 1

6. TEKSTUR

* Padat, elastis bila ditekan dengan jari, sulit menyobek daging dari tulang belakang 9

* Agak padat, elastis bila ditekan dengan jari, sulit menyobek daging dari tulang belakang 8

* Agak padat, agak elastis bila ditekan dengan jari, sulit menyobek daging dari tulang belakang 7

* Agak lunak, kurang elastis bila ditekan dengan jari, agak mudah menyobek daging dari tulang belakang 5

* Lunak, bekas jari terlihat bila ditekan, mudah menyobek daging dari tulang belakang 3

* Sangat lunak, bekas jari tidak hilang bila ditekan, mudah sekali menyobek daging dari tulang belakang 1

Page 101: SKRIPSI Karakteristik Mutu Ikan Tenggiri (Scomberomorus Commersonii) Di Kecamatan Manggar, Kabupaten Belitung Timur

Lampiran 3. Hasil uji organoleptik ikan tenggiri ulangan 1 selama proses penanganan

Proses Penanganan

Spesifikasi

Nilai organoleptik untuk panelis ke- Nelayan Peneliti

1 2 3 4 5 1 2 3 4 5

P1 (saat ikan ditangkap)

1. Mata 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 2. Insang 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 3. Daging dan perut 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 4. Konsistensi 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9

P2 (saat ikan tiba

di darat)

1. Mata 8 8 8 8 8 9 8 9 8 9 2. Insang 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 3. Daging dan perut 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 4. Konsistensi 7 8 7 8 7 8 8 8 8 8

P3 (tiba di

pengumpul)

1. Mata 8 8 8 8 8 9 8 9 8 8 2. Insang 8 7 7 7 8 8 8 8 7 8 3. Daging dan perut 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 4. Konsistensi 7 8 7 7 7 8 8 8 8 8

P4 (saat akan

berangkat ke Jakarta)

1. Mata 8 8 8 8 8 9 8 9 8 8 2. Insang 6 6 6 6 7 7 7 8 7 7 3. Daging dan perut 5 5 5 7 5 7 7 7 7 7 4. Konsistensi 7 7 7 7 7 7 8 7 8 8

P5 (saat tiba di

Jakarta)

1. Mata 8 7 7 8 7 8 8 9 8 8 2. Insang 3 2 3 2 3 3 3 3 3 3 3. Daging dan perut 4 4 4 5 4 7 7 5 7 7 4. Konsistensi 6 6 6 6 4 6 8 6 8 8

Page 102: SKRIPSI Karakteristik Mutu Ikan Tenggiri (Scomberomorus Commersonii) Di Kecamatan Manggar, Kabupaten Belitung Timur

Lampiran 4. Hasil uji organoleptik ikan tenggiri ulangan 2 selama proses penanganan

Proses Penanganan

Spesifikasi

Nilai organoleptik untuk panelis ke- Nelayan Peneliti

1 2 3 4 5 1 2 3 4 5

P1 (saat ikan ditangkap)

1. Mata 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 2. Insang 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 3. Daging dan perut 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 4. Konsistensi 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9

P2 (saat ikan tiba

di darat)

1. Mata 8 8 8 8 8 9 8 9 8 9 2. Insang 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 3. Daging dan perut 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 4. Konsistensi 7 8 7 8 7 8 8 8 8 8

P3 (tiba di

pengumpul)

1. Mata 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 2. Insang 8 7 7 7 7 8 8 8 8 8 3. Daging dan perut 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 4. Konsistensi 7 7 7 7 7 8 8 8 8 8

P4 (saat akan

berangkat ke Jakarta)

1. Mata 7 6 7 7 7 7 8 7 7 7 2. Insang 6 6 7 6 6 7 7 7 7 7 3. Daging dan perut 7 5 7 7 5 7 8 7 7 7 4. Konsistensi 7 6 6 6 6 7 8 8 7 8

P5 (saat tiba di

Jakarta)

1. Mata 7 6 7 7 7 7 8 7 6 6 2. Insang 1 4 7 6 6 6 7 7 6 6 3. Daging dan perut 7 3 7 7 5 7 8 7 7 7 4. Konsistensi 7 4 6 6 6 7 8 8 7 8

Page 103: SKRIPSI Karakteristik Mutu Ikan Tenggiri (Scomberomorus Commersonii) Di Kecamatan Manggar, Kabupaten Belitung Timur

Lampiran 5. Hasil uji Kruskal-Wallis nilai organoleptik ikan tenggiri terhadap perlakuan metode dan proses penanganan

Mata Insang Daging dan

Perut Konsistensi X2 hitung 64,998 87,293 93,722 82,984

Derajat bebas 9 9 9 9 Signifikan 0,000* 0,000* 0,000* 0,000*

Keterangan: Superscript menunjukkan berbeda nyata Lampiran 6. Hasil uji Kruskal-Wallis organoleptik mata

Kadar air Jumlah kuadrat

Derajat bebas

Kuadrat tengah

F hitung

Signifikan

Metode penanganan 2,560 1 2,560 9,071 0,003* Proses penanganan 34,640 4 8,660 30,685 0,000* Metode dan proses penanganan

1,040 4 0,260 0,921 0,455

Galat 25,400 90 0,282 Total 63,640 99

Keterangan: Superscript yang berbeda menunjukkan berbeda nyata Lampiran 7. Hasil uji lanjut Multiple Comparisons pengaruh proses penanganan

terhadap nilai organoleptik mata

Proses Penanganan N α = 0,05

1 2 3 Saat tiba di Jakarta 20 7.30 Saat akan berangkat ke Jakarta

20 7.60

Pengumpul 20 8.10 Ikan tiba di darat 20 8.30 Saat ikan ditangkap 20 9.00

Lampiran 8. Hasil uji Kruskal-Wallis organoleptik insang

Kadar air Jumlah kuadrat

Derajat bebas

Kuadrat tengah

F hitung

Signifikan

Metode penanganan 6,250 1 6,250 7,845 0,006* Proses penanganan 205,240 4 51,310 64,406 0,000* Metode dan proses penanganan

4,600 4 1,150 1,444 0,226

Galat 71,700 90 0,797 Total 287,790 99

Keterangan: Superscript yang berbeda menunjukkan berbeda nyata

Page 104: SKRIPSI Karakteristik Mutu Ikan Tenggiri (Scomberomorus Commersonii) Di Kecamatan Manggar, Kabupaten Belitung Timur

Lampiran 9. Hasil uji lanjut Multiple Comparisons pengaruh proses penanganan terhadap nilai organoleptik insang

Proses Penanganan N α = 0,05

1 2 3 Saat tiba di Jakarta 20 4.20 Saat akan berangkat ke Jakarta

20 6.65

Pengumpul 20 7.60 Saat ikan ditangkap 20 8.00 Ikan tiba di darat 20 8.00

Lampiran 10. Hasil uji Kruskal-Wallis organoleptik daging dan perut Kadar air Jumlah

kuadrat Derajat bebas

Kuadrat tengah

F hitung

Signifikan

Metode penanganan 10,240 1 10,240 26,034 0,000* Proses penanganan 125,060 4 31,265 79,487 0,000* Metode dan proses penanganan

16,260 4 4,065 10,335 0,000*

Galat 35,400 90 0,393 Total 186,960 99

Keterangan: Superscript yang berbeda menunjukkan berbeda nyata Lampiran 11. Hasil uji lanjut Multiple Comparisons pengaruh interaksi metode

dan proses penanganan terhadap nilai organoleptik daging dan perut

Perlakuan N α = 0,05 1 2 3 4 5

Nelayan ; P5 10 5,00 Nelayan ; P4 10 5,80

Peneliti ; P5 10 6,90

Peneliti ; P4 10 7,10

Nelayan ; P2 10 8,00

Nelayan ; P3 10 8,00

Peneliti ; P2 10 8,00

Peneliti ; P3 10 8,00

Nelayan ; P1 10 9,00

Peneliti ; P1 10 9,00

Page 105: SKRIPSI Karakteristik Mutu Ikan Tenggiri (Scomberomorus Commersonii) Di Kecamatan Manggar, Kabupaten Belitung Timur

Lampiran 12. Hasil uji Kruskal-Wallis organoleptik konsistensi

Kadar air Jumlah kuadrat

Derajat bebas

Kuadrat tengah

F hitung

Signifikan

Metode penanganan 17,640 1 17,640 70,248 0,000* Proses penanganan 66,460 4 16,615 66,166 0,000* Metode dan proses penanganan

7,660 4 1,915 7,626 0,000*

Galat 22,600 90 0,251 Total 114,360 99

Keterangan: Superscript yang berbeda menunjukkan berbeda nyata

Lampiran 13. Hasil uji lanjut Multiple Comparisons pengaruh interaksi metode dan proses penanganan terhadap nilai organoleptik konsistensi

Perlakuan N α = 0,05 1 2 3 4 5 6

Nelayan ; P5 10 5,70 Nelayan ; P4 10 6,60 Nelayan ; P3 10 7,10 Nelayan ; P2 10 7,40 7,40 Peneliti ; P5 10 7,40 7,40 Peneliti ; P4 10 7,60 7,60 Peneliti ; P2 10 8,00 Peneliti ; P3 10 8,00 Nelayan ; P1 10 9,00 Peneliti ; P1 10 9,00

Lampiran 14. Hasil uji normalitas analisis proksimat selama proses penanganan

Proksimat

Kolmogorov-Smirnov Statistik Derajat bebas Signifikan

Kadar air 0,269 8 0,092 Kadar lemak 0,251 8 0,148 Kadar protein

0,273 8 0,08

Kadar abu 0,285 8 0,054 Keterangan: data menyebar normal yaitu signifikan > 0,0

Lampiran 15. Hasil uji t kadar air untuk metode penanganan saat ikan tiba di

Jakarta

Perbedaan berhubungan t Derajat bebas

Signifikan Rata-rata Standar

deviasi Metode penanganan-kadar air

-74,92625

0,58682 -255,364

3 0,000*

Keterangan: Superscript yang berbeda menunjukkan berbeda nyata

Page 106: SKRIPSI Karakteristik Mutu Ikan Tenggiri (Scomberomorus Commersonii) Di Kecamatan Manggar, Kabupaten Belitung Timur

Lampiran 16. Hasil uji t kadar air saat proses penanganan oleh nelayan

Perbedaan berhubungan t Derajat bebas

Signifikan Rata-rata Standar

deviasi Proses penanganan-kadar air

-74,37125 0,20762 -716,415

3 0,000*

Keterangan: Superscript yang berbeda menunjukkan berbeda nyata Lampiran 17. Hasil uji t kadar air saat proses penanganan oleh peneliti

Perbedaan berhubungan t Derajat bebas

Signifikan Rata-rata Standar

deviasi Proses penanganan-kadar air

-74,4375 0,25234 -589,980

3 0,000*

Keterangan: Superscript yang berbeda menunjukkan berbeda nyata Lampiran 18. Kadar lemak ikan tenggiri sejak ditangkap sampai tiba di Jakarta

Kadar Ulangan

Nelayan Peneliti (ikan : es = 1:1) Basis Basah (%) Basis Kering (%) Basis Basah (%) Basis Kering (%)

Ikan ditangkap

Tiba di

Jakarta Ikan

ditangkap

Tiba di

Jakarta Ikan

ditangkap

Tiba di

Jakarta Ikan

ditangkap

Tiba di

Jakarta

Lemak 1 1,22 0,36 4,73 1,56 1,22 0,93 4,73 3,96

2 0,85 1,23 3,44 5,15 0,85 0,88 3,44 3,79

Rataan 1,035 0,795 4,085 3,355 1,035 0,905 4,085 3,875

Lampiran 19. Hasil uji t kadar lemak untuk metode penanganan

Perbedaan berhubungan t Derajat bebas

Signifikan Rata-rata Standar

deviasi Metode penanganan-kadar lemak

0,65 0,62498 2,080 3 0,129

Keterangan: Superscript yang berbeda menunjukkan berbeda nyata Lampiran 20. Hasil uji t kadar lemak saat proses penanganan oleh nelayan

Perbedaan berhubungan t Derajat bebas

Signifikan Rata-rata Standar

deviasi Proses penanganan-kadar lemak

0,585 0,81333 -0,70918

3 0,246

Keterangan: Superscript yang berbeda menunjukkan berbeda nyata

Page 107: SKRIPSI Karakteristik Mutu Ikan Tenggiri (Scomberomorus Commersonii) Di Kecamatan Manggar, Kabupaten Belitung Timur

Lampiran 21. Hasil uji t kadar lemak saat proses penanganan oleh peneliti

Perbedaan berhubungan t Derajat bebas

Signifikan Rata-rata Standar

deviasi Proses penanganan-kadar lemak

0,53 0,66998 1,582 3 0,212

Keterangan: Superscript yang berbeda menunjukkan berbeda nyata Lampiran 22. Kadar protein ikan tenggiri sejak ditangkap sampai tiba di Jakarta

Kadar Ulangan

Nelayan Peneliti (ikan : es = 1:1)

Basis Basah (%) Basis Kering (%) Basis Basah (%) Basis Kering (%)

Ikan ditangkap

Tiba di

Jakarta Ikan

ditangkap

Tiba di

Jakarta Ikan

ditangkap

Tiba di

Jakarta Ikan

ditangkap

Tiba di

Jakarta

Protein 1 19,47 19,17 79,56 82,01 19,47 19,28 79,56 81,2

2 20,65 18,26 83,60 76,47 20,65 19,18 83,60 82,60

Rataan 20,06 18,715 81,58 79,24 20,06 19,23 81,58 81,9

Lampiran 23. Hasil uji t kadar protein untuk metode penanganan

Perbedaan berhubungan t Derajat bebas

Signifikan Rata-rata Standar

deviasi Metode penanganan-kadar protein

-17,4725 0,467 -74,828 3 0,000*

Keterangan: Superscript yang berbeda menunjukkan berbeda nyata

Lampiran 24. Hasil uji t kadar protein saat proses penanganan oleh nelayan

Perbedaan berhubungan t Derajat bebas

Signifikan Rata-rata Standar

deviasi Proses penanganan-kadar protein

-17,8875 1,48428 -24,103 3 0,000*

Keterangan: Superscript yang berbeda menunjukkan berbeda nyata Lampiran 25. Hasil uji t kadar protein saat proses penanganan oleh peneliti

Perbedaan berhubungan t Derajat bebas

Signifikan Rata-rata Standar

deviasi Proses penanganan-kadar protein

-18,145 1,13191 -31,233 3 0,000*

Keterangan: Superscript yang berbeda menunjukkan berbeda nyata

Page 108: SKRIPSI Karakteristik Mutu Ikan Tenggiri (Scomberomorus Commersonii) Di Kecamatan Manggar, Kabupaten Belitung Timur

Lampiran 26. Kadar abu ikan tenggiri sejak ikan ditangkap sampai tiba di Jakarta

Kadar Ulangan

Nelayan Peneliti (ikan : es = 1:1)

Basis Basah (%) Basis Kering (%) Basis Basah (%) Basis Kering (%)

Ikan ditangkap

Tiba di

Jakarta Ikan

ditangkap

Tiba di

Jakarta Ikan

ditangkap

Tiba di

Jakarta Ikan

ditangkap

Tiba di

Jakarta

Abu 1 1,74 1,48 7,14 6,34 1,74 2,62 7,14 5,52

2 1,34 1,44 5,43 6,03 1,34 1,45 5,43 6,24

Rataan 1,54 1,46 6,285 6,185 1,54 2,035 6,285 5,88

Lampiran 27. Hasil uji t kadar abu untuk metode penanganan

Perbedaan berhubungan t Derajat bebas

Signifikan Rata-rata Standar

deviasi Metode penanganan-kadar abu

-0,2475 0,53724 -0,921 3 0,425

Keterangan: Superscript yang berbeda menunjukkan berbeda nyata

Lampiran 28. Hasil uji t kadar abu saat proses penanganan oleh nelayan

Perbedaan berhubungan t Derajat bebas

Signifikan Rata-rata Standar

deviasi Proses penanganan-kadar abu

0,000 0,64477 0,32239 3 1,000

Keterangan: Superscript yang berbeda menunjukkan berbeda nyata

Lampiran 29. Hasil uji t kadar abu saat proses penanganan oleh peneliti

Perbedaan berhubungan t Derajat bebas

Signifikan Rata-rata Standar

deviasi Proses penanganan-kadar abu

-0,28750 0,58295 -0,986 3 0,397

Keterangan: Superscript yang berbeda menunjukkan berbeda nyata

Lampiran 30. Nilai pH selama proses penanganan

Metode penanganan Ulangan Proses penanganan

P1 P2 P3 P4 P5

Nelayan 1 6.26 6.24 6.15 6.13 6.38

2 6.31 6.53 6.57 6.77 6.75

Rata-rata 6.285 6.385 6.36 6.45 6.565

Peneliti 1 6.26 6.235 6.155 6.145 6.12

2 6.31 6.59 6.55 6.25 6.21

Rata-rata 6.285 6.4125 6.3525 6.1975 6.165

Keterangan: masing-masing ulangan dilakukan secara duplo

Page 109: SKRIPSI Karakteristik Mutu Ikan Tenggiri (Scomberomorus Commersonii) Di Kecamatan Manggar, Kabupaten Belitung Timur

Lampiran 31. Uji normalitas pH selama proses penanganan

pH

Kolmogorov-Smirnov Statistik Derajat bebas Signifikan

Ulangan 1 0,164 10 0,200(*) Ulangan 2 0,255 10 0,064

Keterangan: data menyebar normal yaitu signifikan > 0,05

Lampiran 32. Hasil uji keragaman pH selama proses penanganan

pH Jumlah kuadrat

Derajat bebas

Kuadrat tengah

F hitung

Signifikan

Metode penanganan 0,080 1 0,080 1,438 0,258 Proses penanganan 0,030 4 0,007 0,134 0,966 Metode dan proses penanganan

0,145 4 0,036 0,649 0,640

Galat 0,557 10 0,056 Total 0,811 19

Keterangan: signifikan < 0,05 berarti berpengaruh

Lampiran 33. Nilai TVB selama proses penanganan

Metode penanganan Ulangan Proses penanganan

P1 P2 P3 P4 P5

Nelayan 1 22.2033 23.4365

23.0924

24.2921

24.0348

2 21.5079

24.4468

24.9783

25.2538

24.5255

Rata-rata 21.85561

23.94167

24.03532

24.77296

24.28017

Peneliti 1 22.2033 23.4124

21.5869

23.2591

24.46

2 21.5079 21.4712

24.7312

24.1907

22.3463

Rata-rata 21.85561 22.44179

23.15902

23.72488

23.40313

Keterangan: masing-masing ulangan dilakukan secara duplo

Lampiran 34. Uji normalitas TVB selama proses penanganan

TVB

Kolmogorov-Smirnov Statistik Derajat bebas Signifikan

Nelayan 0,158 10 0,200(*) Peneliti

0,172 10

0,200(*) Keterangan: data menyebar normal yaitu signifikan > 0,05

Page 110: SKRIPSI Karakteristik Mutu Ikan Tenggiri (Scomberomorus Commersonii) Di Kecamatan Manggar, Kabupaten Belitung Timur

Lampiran 35. Hasil uji keragaman TVB selama proses penanganan

TVB Jumlah

kuadrat Derajat bebas

Kuadrat tengah

F hitung

Signifikan

Metode penanganan 3,700 1 3,700 2,880 0,121 Proses penanganan 13,476 4 3,369 2,622 0,099 Metode dan proses penanganan

1,185 4 0,296 0,231 0,919

Galat 12,850 10 1,285 Total 31,212 19

Keterangan: signifikan < 0,05 berarti berpengaruh nyata

Lampiran 36. Nilai log TPC selama proses penanganan

Metode penanganan Ulangan Proses penanganan

P1 P2 P3 P4 P5

Nelayan 1 3.949 3.544 3.58 4.322 4.708

2 2.699 3.763 3.785 4.342 4.633

Rata-rata 3.324 3.6535 3.6825 4.332 4.6705

Peneliti 1 3.949 3.69 3.204 4.041 3.591

2 2.699 3.342 3.602 4.079 4.996

Rata-rata 3.324 3.516 3.403 4.06 4.2935

Keterangan: masing-masing ulangan dilakukan secara duplo

Lampiran 37. Uji normalitas log TPC selama proses penanganan

TPC

Kolmogorov-Smirnov Statistik Derajat bebas Signifikan

Ulangan 1 0,151 10 0,200(*) Ulangan 2

0,126 10

0,200(*) Keterangan: data menyebar normal yaitu signifikan > 0,05

Lampiran 38. Hasil uji keragaman log TPC selama proses penanganan

TPC Jumlah kuadrat

Derajat bebas

Kuadrat tengah

F hitung

Signifikan

Metode penanganan 0,227 1 0,227 0,830 0,384 Proses penanganan 3,831 4 0,958 3,498 0,049 Metode dan proses penanganan

0,086 4 0,021 0,078 0,987

Galat 2,738 10 0,274 Total 6,882 19

Keterangan: signifikan < 0,05 berarti berpengaruh nyata

Page 111: SKRIPSI Karakteristik Mutu Ikan Tenggiri (Scomberomorus Commersonii) Di Kecamatan Manggar, Kabupaten Belitung Timur

Lampiran 39. Hasil uji lanjut Duncan pengaruh proses penanganan terhadap log TPC

Proses penanganan N α = 0,05 1 2

P1 (saat ikan ditangkap)

4 3,32400

P2 (saat ikan tiba di darat)

4 3,58475

P3 (tiba di pengumpul)

4 3,54275

P4 (saat akan berangkat ke

Jakarta) 4 4,19600 4,19600

P5 (saat tiba di Jakarta)

4 4,48200