Skripsi Jadi

119
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Belum terlepas dari masalah yang di hadapi pasca terjadinya krisis ekonomi yang terjadi pada tahun 1997-1998 tepatnya pada periode bulan Juli- Agustus 1997, dimana keadaan perekonomian porak- poranda. Pasar keuangan, pasar modal, dan pasar barang dan jasa mengalami goncangan yang sangat parah, kini Indonesia telah dihadapkan kembali dengan krisis keuangan global. Berbeda masalah dengan krisis yang terjadi pada 1997-1998, yang dipicu faktor domestik, seperti ketergantungan konglomerat yang luar biasa pada utang luar negeri, tingginya proporsi utang jangka pendek valas, dan buruknya corporate govermance, ada anggapan krisis sekarang ini sepenuhnya bersumber dari faktor eksternal dan memiliki dimensi yang luas dengan 1

description

punyaku

Transcript of Skripsi Jadi

Page 1: Skripsi Jadi

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Belum terlepas dari masalah yang di hadapi pasca terjadinya krisis

ekonomi yang terjadi pada tahun 1997-1998 tepatnya pada periode bulan Juli-

Agustus 1997, dimana keadaan perekonomian porak-poranda. Pasar keuan-

gan, pasar modal, dan pasar barang dan jasa mengalami goncangan yang san-

gat parah, kini Indonesia telah dihadapkan kembali dengan krisis keuangan

global. Berbeda masalah dengan krisis yang terjadi pada 1997-1998, yang

dipicu faktor domestik, seperti ketergantungan konglomerat yang luar biasa

pada utang luar negeri, tingginya proporsi utang jangka pendek valas, dan bu-

ruknya corporate govermance, ada anggapan krisis sekarang ini sepenuhnya

bersumber dari faktor eksternal dan memiliki dimensi yang luas dengan krisis

yang terjadi pada tahun 1997-1998. Sebagaimana di ketahui bahwa krisis

keuangan yang bermula dari Amerika Serikat ini telah menimbulkan dampak

negatif bagi perekonomian dunia, tidak hanya terhadap sektor keuangan, sek-

tor riil dan komoditas juga terkena dampaknya. Tingginya harga komoditas

pertanian, pertambangan, dan energi telah menimbulkan kesulitan, terutama

bagi negara berkembang termasuk Indonesia. dengan kata lain dampak krisis

keuangan global adalah semakin tingginya tingkat inflasi.(www.google.com)

Tak dapat dipungkiri Inflasi merupakan masalah ekonomi diseluruh

negara. Menurut pengalaman di berbagai negara yang mengalami inflasi

1

Page 2: Skripsi Jadi

adalah terlalu banyaknya jumlah uang beredar, kenaikan upah, krisis energi,

defisit anggaran, dan masih banyak penyebab dari terjadinya inflasi. Salah

satu penyakit dalam perekonomian yang dialami oleh negara berkembang

adalah upanya menjaga kestabilan makro ekonomi secara luas, khususnya

dalam menjaga inflasi. Inflasi timbul dari sisi permintaan, sebagian lagi be-

rasal dari sisi penawaran. Secara teoritis, pengertian inflasi merujuk pada pe-

rubahan tingkat harga (barang dan jasa) umum yang terjadi secara terus

menerus akibat adanya kenaikan permintaan agregat atau penurunan pe-

nawaran agregat. Untuk itu inflasi harus segera dapat diatasi, karena inflasi

yang buruk akan mengurangi investasi diikuti dengan berkurangnya kegiatan

ekonomi, dan menambah pengangguran, sehingga memperlambat pertum-

buhan ekonomi. (Riset ekonomi dan kebijakan moneter Bank Indonesia)

Masih tingginya tekanan inflasi di Indonesia sampai Agustus 2008

terutama berasal dari permintaan agregat yang tumbuh cepat. Sementara itu,

tekanan dari kenaikan harga energi,  pangan dan komoditas di pasar dunia,

mulai mereda, meski harus tetap diwaspadai. Menyikapi hal tersebut, Bank In-

donesia memandang perlu untuk menjaga dan mengamankan agar permintaan

agregat tetap tumbuh dalam jalur yang aman bagi pencapaian sasaran inflasi

dan kestabilan ekonomi pada umumnya dalam jangka menengah.

Dari penelitian yang dilaksanakan oleh biro kebijakan moneter Bank

Indonesia, indikator terkini dalam perekonomian menunjukkan bahwa per-

mintaan agregat tumbuh dengan cepat yang didorong oleh ekspor dan kon-

sumsi masyarakat. Investasi juga diperkirakan tumbuh di atas rata-rata his-

2

Page 3: Skripsi Jadi

torisnya. Kuatnya permintaan domestik tersebut mendorong pertumbuhan im-

por yang tinggi, terutama untuk kebutuhan bahan baku dan barang modal.

Dalam jangka menengah panjang, pertumbuhan impor tersebut diharapkan da-

pat berdampak positif bagi pertumbuhan ekonomi negeri. Di sisi lain,

perekonomian Indonesia juga dihadapkan pada risiko perekonomian global

yang masih tinggi. Hal ini tercermin pada kondisi pasar keuangan global yang

belum stabil, pertumbuhan ekonomi dunia yang melambat, serta masih adanya

ketidakpastian perkembangan harga komoditas. Berbagai perkembangan

global dan domestik tersebut akan sangat mempengaruhi prospek pertum-

buhan ekonomi dan inflasi Indonesia tahun 2008 dan 2009.

Di tengah konstelasi perkembangan perekonomian yang terjadi, inflasi

tetap menjadi perhatian utama Bank Indonesia terutama inflasi indeks harga

konsumen (IHK). Dalam menempuh kebijakannya, Bank Indonesia men-

garahkan upayanya pada langkah-langkah menjaga inflasi. Dari penelitian

yang sama yang dilakukan biro kebijakan moneter Bank Indonesia, pada

Agustus 2008, inflasi IHK tercatat 0,51% (mtm), jauh menurun dari bulan se-

belumnya yang mencapai 1,37% (mtm) sehingga realisasi inflasi IHK tahunan

menjadi sebesar 11,85% (yoy). Dengan perkembangan tersebut, inflasi IHK

Januari-Agustus 2008 mencapai 9,40%, jauh lebih tinggi dibandingkan den-

gan periode yang sama tahun sebelumnya yang sebesar 3,58%.

Keadaan ini tidak jauh berbeda dengan yang terjadi di Sulawesi Ten-

gah, dimana perkembangan harga-harga barang dan jasa di Sulawesi Tengah

yang tercermin dari perkembangan IHK Kota Palu sebagai barometer kabu-

3

Page 4: Skripsi Jadi

paten/kota selama kurun waktu tahun 2008 relatif cukup tinggi dibandingan

perkembangan harga pada tahun 2007. Hal ini tercermin dari laju inflasi yang

mencapai 10,40% (yoy) atau telah menembus angka dua digit dari tahun se-

belumnya . Angka inflasi ini lebih besar jika dibandingkan inflasi tahun 2007

yang tercatat sebesar 8,13% (yoy). Besaran inflasi sebesar 10,40% (yoy) me-

nunjukan bahwa secara umum terjadi kenaikan harga barang dan jasa di Kota

Palu pada tahun 2008 sebesar 10,40% dibandingkan kondisi harga yang ter-

jadi pada tahun 2007.

Berdasarkan faktor-faktor yang mempengaruhi, masih tingginya in-

flasi IHK terutama didorong oleh faktor nonfundamental terkait masih

tingginya inflasi pada kelompok harga makanan yang bergejolak (volatile

food) karena keadaan musiman terutama untuk komoditas lokal dan faktor

permintaan barang dan jasa berkenaan dengan perayaan hari-hari besar. Di sisi

lain, inflasi harga barang yang ditentukan pemerintah (administered prices)

seperti kebijakan pemerintah menaikan harga BBM khususnya untuk rumah

tangga pada bulan april 2008 membuat angka inflasi melonjak tinggi pada bu-

lan Mei dan Juni 2008. Disamping itu, adanya krisis global yang berimbas

pada perekonomian Indonesia membuat laju inflasi melonjak tinggi.

Pemerintah melalui Undang-Undang No.14 tahun 1999, Negara Re-

publik Indonesia memberikan tugas kepada Bank Indonesia untuk mencapai

dan mempertahankan nilai rupiah. Secara spesifik tugas utama tersebut diny-

atakan dalam bentuk pencapaian sasaran inflasi yang rendah dan stabil, yang

4

Page 5: Skripsi Jadi

berdasarkan UU No.4/2004 ditetapkan oleh pemerintah dengan berkonsultasi

dengan Bank Indonesia.

Sesuai tugas yang diberikan pemerintah kepada Bank Indonesia

melalui UU No.14 maka Bank Indonesia mempunyai beberapa kebijakan dan

instrument kebijakan dalam melaksanakan tugas tersebut sesuai dengan apa

yang telah ditugaskan, Bank Indonesia melakukan serangkaian kebijakan

moneter yang berkesinambungan, terarah dan terkontrol yang tidak lain mem-

punyai tujuan akhir mengendalikan laju inflasi agar tetap stabil.

Nilai tukar rupiah merupakan salah satu sasaran kebijkan moneter

adalah salah satu makna dari kestabilan laju inflasi sebagai tujuan Bank In-

donesia. menurut Mandala Miranda S.Goeltom (2004) kestabilan nilai rupiah

yang dimaksud dalam tujuan Bank Indonesia tersebut adalah kestabilan nilai

rupiah terhadap barang dan jasa yang diukur dengan atau tercermin perkem-

bangan laju inflasi serta kestabilan terhadap mata uang negara lain yang

diukur atau tercermin dari perkembangan nilai tukar rupiah terhadap mata

uang negara lain.

Penelitian yang dilakukan biro kebijakan moneter menyimpulkan

bahwa, nilai tukar rupiah selama Agustus 2008 secara rata-rata masih terapre-

siasi, meski di akhir periode bergerak melemah dengan skala terbatas. Nilai

tukar rupiah sempat tertekan oleh isu eksternal yaitu kekhawatiran dampak

perlambatan ekonomi global dan fluktuasi harga komoditas terhadap keta-

hanan ekonomi. Bank Indonesia melakukan upaya stabilisasi nilai tukar guna

menghindari volatilitas yang berlebihan di pasar valuta asing. Perkembangan

5

Page 6: Skripsi Jadi

nilai tukar rupiah selama Agustus 2008 merupakan pekembangan nilai tukar

yang stabil dalam menekan laju inflasi karena semakin terapresiasi nilai mata

uang suatu negara terhadap mata uang negara lain maka kestabilan laju inflasi

suatu negara semakin membaik

Pada sisi lainnya pergerakan laju inflasi dapat disebabkan karena

adanya kenaikan jumlah uang beredar. Menurut Purbaya Yudhi Sadewa

dalam Kompas 2004 laju pertumbuhan uang yang terlalu cepat dapat mem-

berikan dampak yang kurang baik bagi perekonomian, karena suatu pertum-

buhan uang yang terlalu cepat pada akhirnya akan menimbulkan tekanan in-

flasi yang tak mudah untuk dikendalikan. Dari laporan perekonomian Bank

Indonesia tahun 2008, menyimpulkan bahwa sepanjang tahun 2008 uang kar-

tal tumbuh rata-rata sebesar 27,3%, atau meningkat jauh lebih tinggi dari peri-

ode yang sama tahun sebelumnya (18,1%). Akselerasi kartal berlangsung se-

jak awal tahun dan mencapai puncaknya pada September 2008. Kondisi terse-

but terjadi terkait dengan masih kuatnya pertumbuhan ekonomi terutama dari

sisi konsumsi masyarakat, yang juga didukung oleh lebih tingginya realisasi

Bantuan Langsung Tunai (BLT) dari Pemerintah pada tahun 2008. Tingginya

permintaan uang kartal juga didukung oleh tingginya penyaluran kredit per-

bankan yang sepanjang tahun 2008 tumbuh di atas 30%, atau meningkat jauh

lebih tinggi dari pertumbuhan pada periode yang sama tahun sebelumnya.

Bank Indonesia melalui serangkaian kebijakan moneter menggunakan salah

satu instrumen kebijakan yaitu operasi pasar terbuka (OPT) dengan

6

Page 7: Skripsi Jadi

melakukan jual beli surat-surat berharga jangka pendek dalam rangka men-

gatur jumlah uang beredar atau suku bunga jangka pendek.

Berdasarkan pemaparan latar belakang diatas, maka penulis ingin

membuat satu penelitian secara ilmiah dengan mengangkat judul “ Analisis

Pengaruh Jumlah Uang Beredar dan Nilai Tukar Terhadap Inflasi Di Su-

lawesi Tengah Periode Tahun 2006-2008”

1.2 Permasalahan

Berdasarkan urain latar belakang diatas, maka yang menjadi per-

masalahan utama yang akan diangkat oleh penulis yaitu :

1. Apakah jumlah uang beredar berpengaruh terhadap inflasi di Sulawesi

Tengah periode 2006-2008.

2. Apakah nilai tukar berpengaruh terhadap inflasi di Sulawesi Tengah pe-

riode 2006-2008.

1.2.1 Tujuan dan Kegunaan Penelitian

1.2.2 Tujuan Penelitian

Yang menjadi tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui :

1. Pengaruh jumlah uang beredar terhadap inflasi di Sulawesi Tengah pe-

riode 2006-2008.

2. Pengaruh nilai tukar terhadap inflasi di Sulawesi Tengah periode

2006-2008.

1.2.3 Kegunaan Penelitian

Yang menjadi kegunaan dalam penelitian ini adalah :

7

Page 8: Skripsi Jadi

1 Sebagai bahan informasi dan diharapakan dapat menjadi bahan per-

timbangan bagi para pengambil kebijakan dalam mengendalikan in-

flasi yang ditinjau dari segi aspek jumlah uang beredar dan nilai tukar.

2 Sebagai bahan referensi tambahan bagi peneliti-peneliti selanjutnya

yang tertarik dengan permasalahan yang sama dengan penelitian ini.

BAB II

LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

2.1 Penelitian Sebelumnya

8

Page 9: Skripsi Jadi

1. Determinan Inflasi Indonesia (Direktorat riset ekonomi dan kebi-

jakan moneter 2005, Akhis R. Hutabarat )

Dari peneletian yang diakukan direktorat riset ekonomi dan ke-

bijakan moneter tahun 2005 oleh Akhis R. Hutabarat, determinan

utama inflasi adalah ekspektasi inflasi yang terkait dengan pola pem-

bentukan ekspektasi inflasi yang masih didominasi oleh inflasi masa

lalu (ekspektasi adaptif). Perilaku ini menimbulkan persistensi inflasi

karena riwayat inflasi Indonesia yang banyak dipicu oleh inflasi cost-

push atau supply shocks yang signifikan dan sering terjadi, seperti ke-

jutan harga minyak, kenaikan harga BBM, devaluasi dan fluktuasi

berlebihan nilai tukar Rupiah. Karakteristik inflasi tersebut tidak men-

galami perbaikan pada pasca krisis, baik secara time series, distribusi

lintas komoditi pembentuk inflasi, maupun perbandingan dengan ne-

gara lain.

Persistensi inflasi tersebut juga dipengaruhi oleh besarnya

tekanan kenaikan harga barang administered khususnya harga BBM

dan listrik, depresiasi nilai tukar, dan kenaikan upah minimum yang

bersifat over-inflation indexation. Dalam kondisi tersebut maka pada

dasarnya inflasi hanya dapat turun jika terjadi favorable supply shocks

atau karena pengetatan moneter yang mentolerir dampak resesi

ekonomi.

2. Bunga, inflasi dan arah kebijakan moneter (September 2007. Oleh

M. Ikhsan Modjo)

9

Page 10: Skripsi Jadi

Dari penelitian yang dilakukan oleh, M. Ikhsan Modjo tentang

bunga, inflasi dan arah kebijakan moneter, menyimpulkan bahwa

dalam skala mikro, ada banyak indikasi yang menunjukkan pen-

ingkatan permintaan barang-barang modal dari masyarakat. Misalnya,

terungkap bahwa terdapat lonjakan permintaan barang modal lebih

dari 100 persen hingga pertengahan 2007. Peningkatan investasi dan

bertambahnya belanja kapital itu tentu harus difasilitasi pemerintah

dan BI, melalui penurunan suku bunga.

Namun, di sisi lain, perkembangan terakhir harga-harga

agaknya tidak mengizinkan penurunan suku bunga. Di berbagai daerah

masih terdapat tren kuat peningkatan inflasi. Di hampir semua daerah,

harga bahan-bahan pokok sudah melambung, bahkan melampaui

tingkat peningkatan tahun-tahun sebelumnya. Sebagai contoh, harga

minyak goreng dan telur telah melesat lebih dari 10 persen, dan

bahkan sampai hilang dari pasar.

3. Perilaku uang dalam kemampuannya untuk memprediksi perger-

akan inflasi ke depan. (2002. Oleh Anglingkusumo).

Dari berbagai definisi uang,hanya uang kartal ( kertas dan

logam ) yang secara konsisten mempunyai daya prediksi yang kuat

terhadap inflasi. Transmisinya bekerja baik secara langsung dari uang

ke inflasi maupun melalui pengaruh uang kartal terhadap pergerakan

nilai tukar dan kemudian ke inflasi. Bukti empiris ini menunjukkan

10

Page 11: Skripsi Jadi

besarnya komitmenBank Indonesia dalam pengendalian sasaran op-

erasional uang primer dalam kebijakan moneternya

4. Pengaruh jumlah uang beredar dan suku bunga SBI terhadap in-

deks harga konsumen di Indonesia tahun 2002-2007 (2009. Oleh

Ridwan)

Tipe penelitian yang digunakan adalah tipe penelitian assosi-

atif. Dengan mengunakan alat analisis regresi berganda dan asumsi

klasik. Dari pengujian secara parsial dengan menggunakan model

pendekatan regresi linier berganda jumlah unag beredar dan suku

bunga SBI untuk 1 bulan terhadap indeks harga konsumen, pada pen-

gujian secara serempak diperoleh variabel jumlah uang beredar dan

suku bunga yang dieliti mempengaruhi secara serempak terhadap in-

deks harga konsumen. Dari pengujian secara parsial diperoleh hasil

bahwa jumlah uang beredar berpengaruh negatif secara signifikan,

dan suku bunga SBI berpengaruh positif secara signifikan terhadap in-

deks harga konsumen di Indonesia tahun 2002-2007.

2.2 Landasan Teori

2.2.1 Inflasi

2.2.1.1 Defenisi inflasi

11

Page 12: Skripsi Jadi

Inflasi adalah kecenderungan dari harga-harga untuk meningkat se-

cara umum dan terus menerus. Kenaikan terjadi tidak hanya pada satu atau

dua barang dan jasa saja, tetapi meluas pada harga-harga barang dan jasa yang

lain. Kenaikan harga ini akan cenderung terjadi secara tajam dan berlangsung

terus menerus dalam jangka waktu yang relatif lama. Bersamaan dengan ke-

naikan harga tersebut, nilai mata uang juga turun secara tajam, sebanding den-

gan kenaikan harga yang terjadi.

Kondisi yang merupakan lawan dari inflsi adalah deflasi, yaitu kondisi

ketika harga-harga barang dan jasa terus menurun dengan tajam. Penurunan

ini sebenarnya dimaksudkan untuk menggairahkan produksi, industri, kesem-

patan kerja, dan meningkatkan nilai uang. Akan tetapi, penurunan yang terus

menerus dan tak terkendali justru akan menyebabkan uang menjadi tidak

berharga. Baik inflasi maupun deflasi dapat mengganggu stabilitas perekono-

mian suatu negara.

Indikator yang umum digunakan untuk menggambarkan pergerakan

harga adalah Indeks Harga Konsumen (IHK). IHK mencakup barang dan jasa

yang dijual secara eceran dan dikonsumsi oleh sebagian besar masyarakat.

Perubahan IHK dari waktu ke waktu menunjukan pergerakan harga dari paket

barang dan jasa yang dikonsumsi masyarakat dilakukan atas dasar survey

bulanan di 45 kota, dipasar tradisional dan modern terhadap 283-397 jenis

barang dan jasa disetiap kota yang secara keseluruhan terdiri dari 742

komoditas.

12

Page 13: Skripsi Jadi

Selain inflasi IHK, inflasi masih mmpunyai beberapa cara pengukuran

antara lain adalah Inflasi Indeks Harga Perdagangan Besar (IHPB) dan Inflasi

Pendapatan Domestik Bruto (IPDB) deflator. Namun demikian indikator yang

paling sering digunakan dalam pengukuran inflasi adalah IHK karena IHK

mencerminkan perubahan harga barang dan jasa kebutuhan masyarakat luas.

Dalam kehidupan nyata, inflasi IHK merupakan inflasi yang secara langsung

mempengaruhi keputusan bisnis dan konsumen.

2.2.1.3 Teori pembentukan inflasi

Pembahasan inflasi Indonesia mengacu pada teori ekonomi Neo-

Keynesian, sebagai bagian dari apa yang disebut oleh Robert Gordon “The

Triangle Model”. Dengan pendekatan ini, inflasi Indonesia dijelaskan oleh

inflasi permintaan, inflasi penawaran, dan ekspektasi inflasi.

Pendekatan model pembentukan inflasi ini dikenal juga dengan

“Expectation-Augmented Philips Curve”. Inflasi permintaan direfleksikan

sebagai pergerakan sepanjang kurva Philip sedangkan inflasi penawaran

direfleksikan sebagai pergeseran kurva Philip sehingga mengubah trade-off

antara inflasi dan pertumbuhan ekonomi atau tingkat pengangguran.

2.2.1.4 Faktor pembentuk inflasi

Inflasi dapat timbul karena tiga hal, yaitu adanya tekanan dari sisi sup-

play (cost push), tekanan dari sisi permintaan (demand pull), dan dari sisi ek-

spektasi inflasi. Faktor-faktor terjadinya cost push inflation dapat disebabkan

oleh depresiasi (melemahnya) nilai tukar, dampak inflasi yang terjadi diluar

negeri terutama di negara-negara mitra dagang, peningkatan harga-harga ko-

13

Page 14: Skripsi Jadi

moditi yang diatur pemerintah (administered price), serta adanya gangguan

tiba-tiba pada sisi penawaran (negative supply shocks) akibat bencana alam

yang terjadi di suatu daerah dan atau terganggunya distribusi barang. Faktor

terjadinya demand pull inflation adalah tingginya permintaan barang dan jasa

dibandingkan dengan kapasitas ketersediaanya (penawaran). Secara makro

ekonomi, kondisi ini di gambarkan oleh output riil yang melebihi output

potensialnya atau permintaan total (agregate demand) lebih besar dari pada

kapasitas perekonomian yang akhirnya menimbulakan output gap. Gap inilah

yang pada akhirnya memicu kenaikan harga barang, sesuai dengan hukum

ekonomi jika permintaan melebihi penawaran, maka harga akan naik.

Sementara itu, faktor ekspektasi inflasi dipengaruhi oleh prilaku

masyarakat dan pelaku ekonomi apakah lebih cenderung bersifat adaptif atau

forward looking. Untuk negara-negara berkembang, para pelaku ekonomi bi-

asanya masih bersifat adaptif, yang artinya akan segera melakukan penyesua-

ian sesaat jika memasuki bulan-bulan ketika permintaan barang akan

meningkat, seperti menjelang hari-hari besar keagamaan atau hari libur seko-

lah. Penyesuaian harga pada tipe masyarakat atau pelaku ekonomi seperti di-

atas biasanya juga akan dilakukan pada pengumuman kenaikan gaji atau upah

minimum regional. Biasanya pada kondisi-kondisi di atas itulah inflasi akan

melonjak. Pada masyarakat atau pelaku ekonomi dengan prilaku forward

looking, inflasi relatif tidak begitu fluktuatif.

Selain itu tekanan inflasi juga dapat dibedakan menjadi domestik pres-

sures (tekanan dari dalam negeri) dan external pressures (tekanan dari luar

14

Page 15: Skripsi Jadi

negeri). Tekanan yang berasal dari dalam negeri merupakan segala sesuatu

yang terjadi didalam negeri yang mempengaruhi harga barang, dapat diaki-

batkan gangguan dari sisi penawaran dan permintaan dalam negeri yang akan

berpengaruh pada pembentukan harga barang dipasar atau kebijakan yang di-

ambil oleh instansi diluar bank sentral, misalnya kebijakan pengetatan

anggaran belanja pemerintah dengan melakukan penghapusan subsidi pemer-

intah, kenaikan pajak, atau kenaikan harga barang oleh pemerintah yang

berimbas pada kenaikan harga barang-barang yang lain. Tekanan dari luar

negeri dapat berupa inflasi dinegara lain yang akan berpengaruh pada ekspor,

impor atau neraca pembayaran antar negara, kenaikan harga barang impor

yang juga akan menyebabakan kenaikan harga produk dengan bahan baku im-

por, serta kenaikan nilai tukar mata uang asing yang secara otomatis akan

berpengaruh pada kinerja neraca pembayaran.

2.2.1.5 Efek inflasi

Inflasi dapat mempengaruhi distribusi pendapatan, alokasi faktor pro-

duksi serta produk nasional. Efek terhadap distribusi pendapatan disebut den-

gan : equity effect, sedang efek teradap alokasi factor produksi, dan produk

nasional masing-masing disebut dengan efficiency dan output effects.

1. Efek terhadap pendapatan (equity effect)

Efek terhadap pendapatan sifatnya tidak merata, ada yang dirugikan

tetapi ada pula yang diuntungkan dengan adanya inflasi.. Seseorang yang

memperolaeh pendapatan tetap akan dirugikan oleh adanya inflasi. Misalnya,

seorang yang memperoleh pendapatan tetap Rp 500.000,00/tahun sedang laju

15

Page 16: Skripsi Jadi

inflasi sebesar 10% akan menderita kerugian penurunan pendapatan riil sebe-

sar laju inflasi tersebut, yakni Rp 50.000,00. Sebaliknya, pihak-pihak yang

mendapat keuntungan dengan adanya inflasi adalah mereka yang memperoleh

kenaikan pendapatan dengan persentase yang lebih besar dari laju inflasi,

atau mereka yang mempunyai kekayaan bukan uang dimana nilainya naik

dengan persentase lebih besar daripada laju inflasi.

2. Efek terhadap efisiensi (efficiency effects)

Inflasi dapat pula mengubah pola alokasi faktor-faktor produksi. Pe-

rubahan ini dapat terjadi melalui kenaikan permintaan akan berbagai macam

barang yang kemudian dapat mendorong terjadinya perubahan dalam pro-

duksi beberapa barang tertentu. Dengan adanya inflasi permintaan akan be-

berapa barang tertentu mengalami kenaikan yang lebih besar dari barang lain,

yang kemudian mendorong kenaikan produksi barang tersebut. Kenaikan pro-

duksi barang ini pada gilirannya akan merubah pola alokasi faktor produksi

itu lebih efisien dalam keadaan tidak ada inflasi. Namun kebanyakan ahli

ekonomi berpendapat bahwa inflasi dapat mengakibatkan alokasi faktor pro-

duksi menjadi tidak efisein.

3. Efek terhadap output (output effects)

Inflasi mungkin dapat menyebabkan terjadinya kenaikan produksi.

Alasannya dalam keadaan inflasi biasanya kenaikan harga-haraga barang

mendahului kenaikan upah sehingga keuntungan pengusaha naik. Kenaikan

keuntungan ini akan mendorong kenaiakan produksi. Namun apabila laju in-

flasi itu cukup tinggi (hyper inflasi) dapat mempunyai akibat sebaliknya,

16

Page 17: Skripsi Jadi

yakni penurunan output. Daam keadaan inflasi yang tinggi, nilai uang riil tu-

run dengan drastis, masyarakat cenderung tidak menyukai uang kas, transaksi

mengarah kebarter, yang biasanya diikuti dengan turunnya produksi barang.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan langsung an-

tara inflasi dengan output, tetapi bisa juga dibarengi dengan penurunan out-

put.

2.2.1.6 Jenis-jenis inflasi

Inflasi dapat dibedakan dari penyebab terjadinya. Berikut adalah jenis-

jenis inflasi berdasarkan faktor penyebabnya.

1. Inflasi inti

Yaitu inflasi yang dipengaruhi oleh faktor fundamental perekonomian

suatu negara, yaitu interaksi permintaan-penawaran, lingkungan eksternal (ni-

lai tukar, harga komoditi internasional, inflasi mitra dagang), serta ekspektasi

inflasi dari pedagang dan konsumen. Inflasi inti pada dasarnya merupakan su-

atu tingkat inflasi IHK setelah mengeluarkan bahan makanan dengan harga

yang sangat berfluktuasi (volatile foods), dan barang-barang dengan harga di-

tentukan pemerintah (administered goods).

2. Inflasi non inti

Inflasi non inti adalah inflasi diluar inflasi inti, yang dipengaruhi oleh

selain faktor fundamental, yang terdiri dari hal-hal berikut.

(1). Inflasi volatile food

Inflasi inti adalah inflasi yang dipengaruhi oleh goncangan

(shock), yang biasanya terjadi pada gagal panen akibat gangguan alam

17

Page 18: Skripsi Jadi

dan penyakit, yang berpengaruh tehadap harga. Pada masa panen,

harga akan cenderung rendah, tetapi pada masa tanam atau musim ke-

marau atau pada saat terjadi gagal panen, harga akan melonjak tinggi.

Karena umur tanam komoditas biasanya pendek, maka volatilitas

harga menjadi sangat tinggi.

(2). Inflasi administered prices

Inflasi yang dipengaruhi goncangan (shock) akibat kebijakan

harga oleh pemerintah, seperti penetapan harga BBM, harga gas, tarif

listrik dan tarif angkutan. Adanya kenaikan harga pada suatu barang

akibat kebijakan pemerintah akan berimbas pada kenaikan barang-

barang yang lain, dan pada akhirnya akan menimbulkan inflasi.

(3). Inflasi IHK

Inflasi IHK merupakan inflasi yang dihitung dengan keselu-

ruhan indeks harga konsumen, baik inti maupun non inti. Inflasi IHK

dikenal juga sebagai headline inflation yang sama artinya dengan in-

flasi inti dengan memasukan unsur harga barang yang volatile dan

adminestered price. Inflasi IHK dapat lebih tinggi atau lebih rendah

dibandingkan dengan inflasi inti, tergantung dari inflasi volatile food

dan inflasi administered price. Di Indonesia, perhitungan IHK di-

lakukan dengan mempertimbangkan sekitar beberapa ratus komoditas

pokok. (Seri kebanksentralan Bank Indonesia, sistem dan kebijakan

ITF di Indonesia ).

2.2.2 Jumlah Uang Beredar

18

Page 19: Skripsi Jadi

2.2.2.1 Pengertian jumlah uang beredar

Yang dimaksud dengan jumlah uang beredar adalah nilai keseluruhan

uang yang berada ditangan masyarakat. Adapun jumlah uang beredar yang

kita kenal terdiri dari :

1. Uang beredar dalam arti sempit (M1), yaitu uang beredar yang terdiri

dari uang kartal (uang kertas dan uang logam) yang berada diluar sistem

moneter ditambah simpanan giro milik masyarakat pada bank umum (uang

giral)

M1 = C + D

Di mana : M1 = Jumlah uang beredar dalam arti sempit

C = Uang kartal = Uang kertas + Uang logam

D = Uang giral atau cek

2. Uang beredar dalam arti luas (M2), yaitu uang beredar yang

merupakan penjumlahan dari M1, Uang Kuasi, dan surat berharga selain

saham yang dapat diperjualbelikan dengan sisa jangka waktu sampai 1 tahun.

M2 = M1 + TD

Di mana : M2 = Jumlah uang beredar dalm arti luas

TD = Deposito berjangka (time deposit)

Namun secara teknis, yang dihitung sebagai jumlah uang beredar

adalah uang yang benar-benar berada di tangan masyarakat. Uang yang berada

ditangan bank (bank umum dan bank sentral), serta uang kertas dan logam

(uang kartal) milik pemerintah tidak dihitung sebagai uang beredar.

19

Page 20: Skripsi Jadi

Perkembangan jumlah uang beredar mencerminkan atau seiring

dengan perkembangan ekonomi. Biasanya bila perekonomian bertumbuh dan

berkembang, jumlah uang beredar juga bertambah, sedang komposisinya

berubah. Bila perekonomian makin maju, porsi penggunaan uang kartal

(kertas dan logam) makin sedikit, digantikan dengan uang giral atau near

money. Berlebihnya jumlah uang beredar dalam perekonomian suatu negara

akan dapat memberikan tekanan pada naiknya harga-harga (Inflasi).adapun

uang yang kita kenal dalam perekonomian Negara Indonesia adalah sebagai

berikut :

Uang dalam ekonomi

a. Uang Kartal

Uang kartal terdiri dari uang kertas dan uang logam. Uang kartal

adalah alat bayar yang sah dan wajib diterima oleh masyarakat dalam

melakukan transaksi jual beli sehari-hari. Menurut Undang-undang Bank

Sentral No. 13 tahun 1968 pasal 26 ayat 1, Bank Indonesia mempunyai hak

tunggal untuk mengeluarkan uang logam dan kertas. Hak tunggal untuk

mengeluarkan uang yang dimiliki Bank Indonesia tersebut disebut hak oktroi.

b. Uang Giral

Uang giral tercipta akibat semakin mendesaknya kebutuhan

masyarakat akan adanya sebuah alat tukar yang lebih mudah, praktis dan

aman. Di Indonesia, bank yang berhak menciptakan uang giral adalah bank

umum selain Bank Indonesia. Menurut UU No. 7 tentang Perbankan tahun

1992, definisi uang giral adalah tagihan yang ada di bank umum, yang dapat

20

Page 21: Skripsi Jadi

digunakan sewaktu-waktu sebagai alat pembayaran. Bentuk uang giral dapat

berupa cek, giro, atau telegrafic transfer. Uang giral bukan merupakan alat

pembayaran yang sah. Artinya, masyarakat boleh menolak dibayar dengan

uang giral.

c. Uang Kuasi

Uang kuasi adalah surat-surat berharga yang dapat dijadikan sebagai

alat pembayaran. Biasanya uang kuasi ini terdiri atas deposito berjangka dan

tabungan serta rekening valuta asing milik swasta domestik.

2.2.2.2 Teori permintaan uang

Dalam pendekatan moneter, yang mendasarkan pada pengembangan

konsep teori kuantitas uang, jumlah uang beradar (Money Supply) memegang

peranan penting dalam perekonomian suatu Negara.

Pengaturan jumlah uang beredar dalm pelaksanaannya tidaklah mudah

karena preferensi masyarakat terhadap uang sewaktu-waktu dapat berubah

sehingga jumlah uang beredar pada suatu waktu tertentu dapat menjadi terlalu

besar apabila permintaan masyarakat akan uang menurun dan sebaliknya akan

teralu kecil apabila permintaan meningkat. Baik kelebihan ataupun

kekurangan uang sebagai gejolak permintaan masyarakat akan uang, dapat

memberi dampak yang luas terhadap perekonomian.

Menurut Keynes, motif permintaan masyarakat akan uang adalah

untuk keperluan transaksi, berjaga-jaga, dan spekulasi.

Permintaan uang untuk transaksi

21

Page 22: Skripsi Jadi

Permintaan uang untuk transaksi dalam teori Keynes adalah sama

dengan permintaan uang dalam teori klasik. Masyarakat memegang uang

dalam rangka mempermudah kgiatan transaksi sehari-hari. dalam teori klasik.

Masyarakat memegang uang dalam rangka mempermudah kgiatan transaksi

sehari-hari. Permintaan uang untuk transaksi berhubungan positif dengan

tingkat pendapatan; bila pendapatan meningkat, maka kebutuhan uang untuk

transaksi meningkat.

Permintaan uang untuk berjaga-jaga

Permintaan uang untuk berjaga-jaga dapat diartikan sebagai persiapan

untuk menghadapi hal-hal yang tidak di inginkan dan atau tidak terduga,

misalnya sakit atau mengalami kecelakaan. Permintaan uang untuk berjaga-

jaga berhubungan positif dengan tingkat pendapatan; jika pendapatan

meningkat, permintaan uang untuk berjaga-jaga juga meningkat.

Permintaan uang untuk spekulasi

Sebagai konsekuensi dari fungsinya sebagai penyimpan nilai, uang

dapat digunakan sebagai alat untuk mendapatkan keuntungan. Keynes

mengembangkan teori ini berdasarkan asumsi bahwa uang adalah salah satu

dari dua asset finansial yang dimiliki masyarakat. Aset yang lainnya adalah

obligasi, yaitu surat utang yang disertai janji memberikan pendapatan bunga.

Jenis obligasi yang di maksudkan Keynes adalah obligasi yang jatuh

temponya tidak terbatas dan tidak memiliki resiko gagal ditagih.

Keuntungan dari memegang uang adalah likuiditasnya yang

sempurna; kapanpun dibutuhkan, pada saat itu juga dapat digunkan untuk

22

Page 23: Skripsi Jadi

bertransaksi. Tetapi biaya dari memegang uang adalah hilangnya kesempatan

memperoleh bunga, disbanding bila menyimpannya dalam bentuk obligasi

2.2.2.3 Teori nilai uang

Teori nilai uang membahas masalah-masalah keuangan yang berkaitan

dengan nilai uang. Nilai uang menjadi perhatian para ekonom, karena tinggi

atau rendahnya nilai uang sangat berpengaruh terhadap kegiatan ekonomi. Hal

ini terbukti dengan banyaknya teori uang yang disampaikan oleh beberapa

ahli. Teori uang terdiri atas dua teori, yaitu teori uang statis dan teori uang

dinamis.

1. Teori uang statis

Teori Uang Statis atau disebut juga "teori kualitatif statis" bertujuan

untuk menjawab pertanyaan: apakah sebenarnya uang? Dan mengapa uang itu

ada harganya? Mengapa uang itu sampai beredar? Teori ini disebut statis

karena tidak mempersoalkan perubahan nilai yang diakibatkan oleh

perkembangan ekonomi. Adapun termasuk teori uang statis adalah:

Teori Metalisme (Intrinsik) oleh KMAPP

Uang bersifat seperti barang, nilainya tidak dibuat-buat, melainkan

sama dengan nilai logam yang dijadikan uang itu, contoh: uang emas

dan uang perak.

Teori Konvensi (Perjanjian) oleh Devanzati dan Montanari

Teori ini menyatakan bahwa uang dibentuk atas dasar pemufakatan

masyarakat untuk mempermudah pertukaran.

Teori Nominalisme

23

Page 24: Skripsi Jadi

Uang diterima berdasarkan nilai daya belinya.

Teori Negara

Asal mula uang karena negara, apabila negara menetapkan apa yang

menjadi alat tukar dan alat bayar maka timbullah uang. Jadi uang

bernilai karena adanya kepastian dari negara berupa undang-undang

pembayaran yang disahkan.

2. Teori uang dinamis

Teori ini mempersoalkan sebab terjadinya perubahan dalam nilai uang.

Teori dinamis antara lain:

Teori Kuantitas dari David Ricardo

Teori ini menyatakan bahwa kuat atau lemahnya nilai uang sangat

tergantung pada jumlah uang yang beredar. Apabila jumlah uang

berubah menjadi dua kali lipat, maka nilai uang akan menurun

menjadi setengah dari semula, dan juga sebaliknya.

Teori Kuantitas dari Irving Fisher

Teori yang telah dikemukakan David Ricardo disempurnakan lagi

oleh Irving Fisher dengan memasukan unsur kecepatan peredaran

uang, barang dan jasa sebagai faktor yang mempengaruhi nilai uang.

Teori Persediaan Kas

Teori ini dilihat dari jumlah uang yang tidak dibelikan barang-barang.

Teori Ongkos Produksi

Teori ini menyatakan nilai uang dalam peredaran yang berasal dari

logam dan uang itu dapat dipandang sebagai barang.

24

Page 25: Skripsi Jadi

2.2.2 Nilai Tukar

2.2.3.1 Pengertian nilai tukar

Nilai tukar mata uang atau yang sering disebut dengan kurs adalah

harga satu unit mata uang asing dalam mata uang domestik atau dapat juga

dikatakan harga mata uang domestik terhadap mata uang asing. Sebagai con-

toh nilai tukar (NT) Rupiah terhadap Dollar Amerika (USD) adalah harga

satu unit dolar Amerika (USD) dalam rupiah (Rp), atau dapat juga sebaliknya

diartikan harga satu rupiah terhadap satu USD.

Apabila nilai tukar di definisikan sebagai nilai rupiah dalam valuta as-

ing maka, apabila NT meningkat berarti rupiah mengalami depresiasi, sedan-

gkan apabila NT menurun maka rupiah mengalami apresiasi. Sementara un-

tuk suatu negara yang menetapkan sistem nilai tukar tetap, perubahan nilai

tukar dilakukan secara resmi oleh pemerintah. Kebijakan suatu negara secara

resmi menaikan nilai mata uangnya terhadap mata uang asing disebut revalu-

asi, sementara kebijakan menurunkan nilai mata uang terhadap mata uang as-

ing disebut devaluasi.

Untuk memberikan gambaran yang lebih jelas mengenai pengertian

tersebut diberikan contoh sebagai berikut. Misalnya, nilai tukar satu dollar

Amerika (USD) terhadap mata uang rupiah sebesar Rp.8500,00 apabila nilai

tukar satu USD berubah menjadi Rp.9000,00 maka nilai tukar rupiah men-

galami penurunan atau depresiasi. Sebaliknya apabila nilai tukar 1 USD

berubah menjadi sebesar Rp.8000, maka nilai tukar rupiah mengalami apresi-

asi.

25

Page 26: Skripsi Jadi

2.2.3.2 Teori Purchasing Power Parity (PP)

Dalam membahas atau menganalisa pasar valuta asing, teori purchas-

ing power parity merupakan salah satu teori yang menjadi salah satu acuan

dalam membahas atau menganlisa pasar valuta asing. Teori ini dikemukakan

oleh ahli ekonomi dari Swedia bernama Gustav Bassel. Dasar teorinya

bahwa, perbandingan nilai satu mata uang dengan mata uang lain ditentukan

oleh tenaga beli uang tersebut (terhadap barang dan jasa) di masing-masing

negara.(Nopirin. 1987:182)

Pada pokoknya ada dua versi teori purchasing power parity, yakni in-

terpertasi absolute dan relatif. Menurut interpetasi absolut purchasing power

parity, perbandingan nilai satu mata uang dengan mata uang lain (kurs) diten-

tukan oleh tingkat harga di masing-masing negara sebagai contoh, harga 1 kg

gandum di Amerika Serikat adalah $ 1 dan di Indonesia Rp 1.000,00, maka

kurs dollar dan rupiah adalah $ 1 = Rp 1.000,00. Jadi, kurs didasarkan pada

perbandingan purchasing powernya adalah Rp 1.000,00. Apabila terjadi pe-

rubahan harga yang berbeda di kedua negara, maka kurs tersebut harusl men-

galami perubahan pula. Misalnya, kalau harga-harga di Indonesia naik tiga

kali dan di Amerika Serikat hanya naik dua kali atau $ 2 = Rp 3.000,00, maka

kurs dollar dan rupiah menjadi $ 1 = Rp 1.500,00. Kurs purchasing power

yang didasarkan pada perubahan harga inilah yang sering disebut kurs pur-

chasing power dalam arti relatif.

2.2.3.3 Sistem nilai tukar

26

Page 27: Skripsi Jadi

Pemilihan sistem nilai tukar pada dasarnya didasarkan pada beberapa

pertimbangan, diantaranya : tingkat keterbukaan perekonomian suatu negara

terhadap perekonomian dunia dan tingkat kemandirian kebijakan ekonomi

suatu negara dan aktivitas perekonomian suatu negara. Pada dasarnya sistem

penentuan nilai tukar dapat dibedakan menjadi 3 (tiga) jenis( Camarazza dan

Aziz, 1997 )yaitu :

a. Sistem kurs tetap ( fixed exchange rate )

Dalam sistem ini, nilai tukar suatu valuta terhadap valuta yang lain

ditentukan/ "dipatok" oleh Bank Sentral. Nilai tukar suatu valuta di pasar

valuta asing sama dengan nilai tukar yang ditentukan oleh Bank Sentral.

Sehingga untuk menjaga agar nilainya tetap, maka Bank Sentral melakukan

intervensi ( membeli/ menjual valuta ) di pasar valuta asing. Hal yang perlu

diperhatikan adalah kecukupan cadangan devisa yang dimiliki.

b. Sistem mengambang terkendali ( managed floating exchange rate )

Nilai tukar valuta dalam sistem ini ditentukan oleh pasar valuta dan

band intervention yang ditetapkan oleh Bank Sentral. Artinya, nilai tukar

ditentukan oleh pasar ( supply dan demand valuta ) tetapi pergerakannya

dibatasi oleh rentang intervensi yang ditetapkan oleh Bank Sentral. Sehingga

Bank Sentral harus menjaga supaya nilai tukar berada pada rentang intervensi,

apabila nilai tukar bergerak melebihi rentang intervensi yang ditentukan,

maka Bank Sentral akan melakukan intervensi dengan menambah supply

valuta sehingga nilainya dapat bergerak kembali dalam rentang intervensi.

27

Page 28: Skripsi Jadi

Sebaliknya bila nilai tukar berada di bawah rentang intervensi, maka Bank

Sentral akan menambah demand valuta.

c. Sistem kurs bebas ( free exchange rate )

Istilah lain yang digunakan adalah floating exchange rate, yaitu nilai

tukar valuta asing ditentukan oleh pasar berdasarkan kekuatan tarik menarik

antara supply dan demand valuta asing. Pada sistem ini Bank Sentral tidak

melakukan campur tangan dalam mempengaruhi nilai tukar (pada

kenyataannya sangat sulit ). Ada dua pengertian dalam floating exchange

rate, yaitu : (1) clean float : nilai tukar sepenuhnya dibiarkan bebas tanpa

campur tangan dari Bank Sentral, (2) dirty float : pemerintah ikut serta (relatif

kecil ) dalam pasar valuta asing, misalnya dengan mengurangi distorsi.

2.3 Kerangka Pikir

Pengendalian inflasi didasarkan pada pertimbangan bahwa inflasi yang

tinggi dan tidak stabil memberikan dampak negatif kepada kondisi sosial

ekonomi masyarakat. Inflasi yang tinggi akan berpengaruh pada tingkat

kemiskinan, karena pada tingkat inflasi yang tinggi pendapatan riil

masyarakat akan terus turun sehingga standar hidup dari masyarakat turun

pada akhirnya meningkat jumlah masyarakat miskin. Inflasi yang tidak stabil

juga akan menciptakan ketidakpastian bagi pelaku ekonomi dalam mengambil

keputusan untuk melakukan konsumsi, investasi dan produksi, yang pada

akhirnya akan menurunkan pertumbuhan ekonomi. Tingkat inflasi domestik

yang lebih tinggi dibanding dengan tingkat inflasi dinegara yang lain juga

akan menjadikan tingkat bunga domestik riil menjadi tidak kompetitif se-

28

Page 29: Skripsi Jadi

hingga tidak dapat memberikan tekanan pada nilai rupiah sehingga rupiah

akan terdepresiasi terhadap mata uang asing, terutama terhadap dolar sebagai

mata uang utama dalam perdagangan internasional.

Hubungan nilai tukar dan inflasi dapat dijelaskan melalui beberapa

transmisi yaitu, dapat melalui transmisi langsung dan transmisi tidak lang-

sung. Pada transmisi langsung, depresiasi nilai tukar yang sangat tinggi pada

saat terjadi krisis nilai tukar mengakibatkan harga-harga barang impor

meningkat tajam. Barang-barang impor dapat berupa barang yang langsung

dikonsumsi dan barang yang diproses lebih lanjut, seperti bahan baku dan

barang modal. Kenaikan harga barang konsumsi yang berasal dari impor se-

cara langsung meningkatkan harga barang tersebut.sementara peningkatan

harga bahan baku atau barang modal akan meningkatkan harga barang-barang

industri yang menggunakan bahan baku impor secara tidak langsung. Selan-

jutnya, kenaikan harga-harga yang tinggi akan mengurangi permintaan ter-

hadap barang impor atau barang industri yang menggunakan bahan baku im-

por. Dalam hal ini tidak terdapat barang substitusi di dalam negeri, maka

kegiatan ekonomi akan menurun tajam.

Sedangkan hubungan suku bunga SBI dan inflasi dapat dilihat atau

ditinjau dari segi fungsi dari diterbitkannya Sertifkat Bank Indonesia (SBI)

yaitu mengendalikan jumlah uang beredar dan mendorong terjadinya perge-

seran dana secara berkala atau secara bersiklus sehingga akan mempengaruhi

suku bunga jangka pendek dan perkembangan penawaran uang. Tinggi ren-

dahnya tingkat suku bunga SBI dapat menentukan tingkat suku bunga per-

29

Page 30: Skripsi Jadi

bankan, dengan kata lain suku bunga SBI merupakan patokan bank-bank

umum dalam mementukan tingkat suku bunga, baik suku bunga pinjaman

atau tabungan. Apabila tingkat suku bunga tabungan tinggi maka, masyarakat

cenderung akan menyimpan uangnya di bank sehingga jumlah uang beredar

berkurang dan apabila jumlah uang beredar berkurang maka tingkat in-

flasipun akan menurun atau melemah begitupun sebaliknya. Karena salah satu

penyebab terjadinya inflasi adalah tingginya jumlah uang beredar.

Dari penjelasan singkat diatas, maka dapat ditarik kesimpulan yang

sekaligus menjadi kerangka pemikiran penulis untuk melakukan penelitian se-

cara ilmiah mengenai pengaruh nilai tukar dan tingkat suku bunga SBI ter-

hadap inflasi di Sulawesi Tengah dengan periode tahun 2006-2008. Secara

teoritis kerangka pikir dalam penulisan ini, dapat dilihat pada gambar 1 di ha-

laman 31.

2.4 Hipotesis

Hipotesis adalah sebuah taksiran atau referensi yang dirumuskan serta

diterima sementara yang dapat menerangkan fakta-fakta yang diamati atau

kondisi yang diamati, dan digunakan sebagai petunjuk untuk langkah-langkah

penelitian selanjutnya, Good dan Scartes (1954) dan M.Nasir (2005)

Bardasarkan latar belakang, rumusan masalah dan tinjauan pustaka

serta defenisi dari hipotesis itu sendiri, maka peneliti menarik kesimpulan

bahwa hipotesis dalam penelitian ini sebagai berikut :

30

Page 31: Skripsi Jadi

Variabel jumlah uang beredar mempunyai pengaruh positif terhadap

tingkat Inflasi di Sulawesi Tengah periode 2006-2008.

Variabel Nilai tukar rupiah terhadap Dollar mempunyai pengaruh

positif terhadap tingkat Inflasi di Sulawesi Tengah periode 2006-

2008.

31

Bank Indonesia

Page 32: Skripsi Jadi

Gambar 1 : Kerangka Pikir Penelitian

Keterangan :

= Variabel tidak di teliti

= Variabel di teliti

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Tipe Penelitian

Penelitian ini menggunakan tipe penelitian asosiatif. Penelitian

asosiatif (hubungan) merupakan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui

Kebijakan Moneter

Jumlah UangBeredar

Nilai Tukar

Suku Bunga SBI

Inflasi

32

Page 33: Skripsi Jadi

hubungan dua variabel atau lebih. Adapun bentuk hubungan dalam penelitian

ini adalah hubungan kausal (sebab-Akibat) bentuk penelitian sebab-akibat

dimaksudkan untuk melihat keterkaitan antar variabel. Studi hubungan sebab-

akibat dilakukan dengan maksud melihat: tingkat pengaruh, dan signifikansi

pengaruh variabel bebas terhadap variabel tak bebas. Varibel-variabel yang

akan digunakan di antaranya adalah: Jumlah Uang Beredar, Nilai Tukar

(Kurs) Nilai Rupiah terhadap Dolar, dan Inflasi Indeks Harga Konsumen

(IHK)

3.2 Objek Penelitian

Objek penelitian dalam penulisan ini secara makro membahas tentang

perekonomian Sulawesi Tengah, namum lebih memfokuskan pada pengaruh

Jumlah Uang Beredar dan Nilai Tukar terhadap Perkembangan Inflasi IHK di

Sulawesi Tengah periode Tahun 2006-2008.

3.3 Jenis dan Sumber Data

3.3.1 Jenis data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Yaitu data

yang dikumpulkan oleh lembaga pengumpul data ( Badan Pusat Statistik dan Lem-

baga-lembaga lainnya ).

Data sekunder adalah data yang diperoleh dari daftar pustaka, laporan

hasil-hasil penelitian lapangan yang dilakukan instansi dinas atau data yang

sudah di publikasikan oleh instansi yang berwenang yang terdiri dari:

a. Data perkembangan jumlah uang beredar

b. Data tingkat nilai tukar (kurs) rupiah terhadap dolar.

33

Page 34: Skripsi Jadi

c. Data tingkat inflasi IHK Sulawesi Tengah

3.3.2 Sumber data

Seluruh data yang digunakan dalam penelitian ini, bersumber dari:

a Bank Indonesia Cabang Palu

b. Badan Pusat Statistik Propinsi Sulawesi Tengah

c. Bacaan dan literatur lain yang mendukung

3.4 Tehnik Pengumpulan Data

Tehnik atau cara yang dilakukan dalam pengumpulan data adalah

mencari dan membaca buku-buku atau dokumen-dokumen yang relevan

dengan judul penelitian. Karena data yang digunakan atau data yang

diperlukan dalam penelitian ini adalah data sekunder maka tehnik

pengumpulannya langsung mengambil dari sumber terkait, yang selanjutnya

disusun dalam bentuk tabulasi.

3.5 Metode Analisis

Metode analisis dalam penelitian ini adalah metode analisis kuantitaf.

Yaitu metode dengan menggunakan formulasi statistik, dengan menggunakan

peralatan regresi linear berganda. Dimana untuk mengetahui hubungan serta

besarnya pengaruh antara jumlah uang beredar dan nilai tukar terhadap inflasi

IHK di Sulawesi Tengah, digunakan persamaan sebagai berikut :

Y = a + b1 X+ b2 X2+ ε

34

Page 35: Skripsi Jadi

Dimana:

Y = Variabel tak bebas ( dependen Variabel )

a = Konstanta ( intercept )

X = Variabel bebas ( Independen Variebel )

b = Besaran yang akan diduga

ε = Kesalahan pengganggu ( error )

Dan jika formulasi regresi linear sederhana diatas diterapkan dalam

penelitian ini, maka:

Y = Inflasi

A = Konstanta

b1 = Koefisien Regresi Jumlah Uang Beredar

b = Koefisien Regresi Nilai Tukar (Kurs)

X1 = Nilai Tukar

X = Jumlah Uang Beredar

ε = Kesalahan pengganggu ( error )

Kemudian untuk menguji hipotesis yang telah disusun yaitu diduga

Jumlah uang beredar dan nilai tukar berpengaruh secara signifikan terhadap

tingkat inflasi di Sulawesi Tengah tahun 2006-2008 digunakan uji F secara

serempak yang pengujian hipotesisnya adalah sebagai berikut:

Ho : bi = 0. Hi ≠ 0

Adapun kaidah pengambilan keputusan dilakukan alat uji F adalah

sebagai berikut:

35

Page 36: Skripsi Jadi

a. Jika F – hitung > F – tabel pada tingkat keprcayaan 95% (α = 0,05)

maka terbukti faktor independen (X) yang diamati berpengaruh nyata

terhadap faktor dependen (y), ( Ho ditolak, Hi diterima ).

b. Jika F – hitung < F – tabel pada tingkat kepercayaan 95% (α = 0,05)

maka terbukti faktor independent (X) yang diamati tidak berpengaruh

nyata terhadap faktor dependen (y), ( Ho diterima, Hi ditolak )

Untuk menguji keberartian dari variabel bebas akan kontribusinya

terhadap perubahan variabel terikat, di gunakan uji statistic (t/t-test). Adapun

bentuk hipotesisnya adalah sebagai berikut:

Ho : bi = 0 ≠ 0

Dengan ketentuan sebagai berikut :

a. Jika t – hitung > t – tabel pada tingkat kepercayaan 95% (α = 0,05)

maka terbukti bahwa secara parsial tingkat suku bunga SBI dan nilai

tukar berpengaruh terhadap tingkat inflasi IHK di Sulawesi Tengah

( Ho ditolak, Hi diterima )

b. Jika t – hitung < t – tabel pada tingkat kepercayaan 95% (α = 0,05)

maka terbukti bahwa secara parsial tingkat suku bunga SBI dan nilai

tukar tidak berpengaruh terhadap tingkat inflasi IHK di Sulawesi

Tengah ( Ho diterima, Hi ditolak )

3.6 Uji Asumsi Klasik

Untuk mengetahui normalisasi hasil penelitian, maka digunakan uji

asumsi klasik terhadap 3 (tiga) gejala yang dinilai oleh penulis sering mem-

berikan dampak negative terhadap keakuratan hasil-hasil penelitian yang

36

Page 37: Skripsi Jadi

diperoleh di lapangan yang diolah melalui bantuan alat analisis statistic re-

gresi linear berganda. Ketiga gejala tersebut diantaranya, adalah gejala Multi-

kolinearitas, Heterokedastisitas dan Autokorelasi.

a. Multikolinearitas

Untuk mendeteksi adanya multikolinearitas dapat dilihat dari

besar VIF (Variabel Inflation Factor) dan tolerance, serta besaran ko-

relasi anatara variabel independent. Jika Nilai VIF dibawah angka 10

dan angka tolerance mendekati 10 maka dapat disimpulkan tidak ter-

jadi multikolinearitas.

Didalam penelitian ini, dalam tabel Collinearity Statistic 3.1

menunjukan bahwa tidak terjadi multikolinearitas, sebab berdasarkan

hasil pengolahan diketahui nilai VIF yang diperoleh dari koefisien re-

gresi nilai tukar dan jumlah uang beredar terhadap inflasi yaitu sebesar

1,279 < 10 dan angka tolerance mendekati angka 10.

Tabel 3.1

Collinearity Statistic

VariabelCollinearity Statistic

Tolerance VIF

Nilai tukar

Jumlah Uang Beredar

0,782 1,279

0,782 1,279

Sumber : Diolah dari lampiran 2

37

Page 38: Skripsi Jadi

b. Heterokedastisitas

Heterokedastisitas menunjukan timbulnya gejala kesehatan

atau kesalahan varians gangguan yang menyebabkan tidak samanya

untuk setiap pengamatan atas seluruh nilai variabel independent. Ge-

jala heterokedastisitas dideteksi dengan menggunakan uji hetero-

dastisitas. Gunawan mengungkapkan bahwa uji heterosadtisitas dapat

digunakan korelasi Rank Spearman, dengan cara mengkorelasikan se-

tiap variabel independen dengan varian ganguan (residual). Hasil pen-

gujian heterodastisitas dengan menggunakan korelasi rank spearman

dapat dilihat pada tabel 3.2.

Dari tabel 3.2 dapat diketahui besarnya korelasi antara variabel

independen dengan residual. Apabila nilai Sig. (2 tailed) < 0,005 maka

korelasi antara variabel independent dengan nilai residual dikatakan

signifikan. Sebaliknya apabila nilai Sig (2 tailed) > 0,005 maka kore-

lasi antara variabel independent dengan nilai residual dikatakan tidak

signifikan atau tidak terdapat gejala heterodastisitas. Dari hasil uji het-

erodastisitas dengan menggunakan korelasi Rank Spearman, menun-

jukan bahwa variabel nilai tukar dan jumlah uang beredar tidak mem-

punyai korelasi signifikan terhadap nilai residual. Dengan demikian

heterodastisitas dalam penelitian ini atas data yang akan diolah tidak

terjadi.

Tabel 3.2

Hasil Uji Heterodastisitas

38

Page 39: Skripsi Jadi

Sumber : Diolah dari lampiran 2

c. Autokorelasi

Autokorelasi merupakan suatu gejala dimana ditemukan kore-

lasi antara semua urutan pengamatan dari waktu kewaktu. Untuk

mendeteksi adanya gejala autokorelasi didalam suatu penelitian, maka

dapat digunakan bantuan statistik “d” Durbin-Watson (DW). Pengu-

jian ini dilakukan dengan membandingkan nilai DW yang dihitung

dengan nilai kritis statistik d.

Gunawan dalam skripsi Ridwan (2009:32) menyatakan ada be-

berapa kriteria pengambilan keputusan yang dapat digunakan untuk

menilai ada tidaknya gejala autokorelasi terhadap hasil-hasil penelitian

yang dideteksi dengan menggunakan bantuan statistik “d” Durbin-

Watson yang di hitung dengan nilai kritis statistik d.

1. Jika nilai d < dl atau d < (4 - dl), maka hipotesis nol ditolak,

menunjukan adanya autokorelasi positif dan negative.

2. Jika d terletak diantara dU dan (4 – dU), maka hipotesis nol

diterima , menunjukan tidak ditemukan autokorelasi.

No Variabel Independen Korelasi

1

2

Nilai Tukar

Sig. (2 tailed)

Jumlah uang beredar

Sig. (2 tailed)

- 0,186

0,278

0,095

0,582

39

Page 40: Skripsi Jadi

3. Jika d terletak diantara dL dan dU atau antara (4 – dU) dan (4

– dL) maka untuk nilai-nilai ini tidak dapat disimpulkan ada

tidaknya autokorelasi.

Untuk mendeteksi gejala autokorelasi dengan menggunakan uji

Durbin – Watson (DW). Uji ini menghasilkan nilai DW hitung (d) dan

nilai DW tabel (dl dan du). Berdasarkan hasil analisis menunjukan ni-

lai DW adalah masing-masing sebesar.1,38 dan 1,51 Nilai d < dl maka

terjadi masalah autokorelasi positif.

3.7 Defenisi operasional variabel

1. Inflasi

Inflasi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah inflasi In-

deks Harga Konsumen (IHK) . Angka IHK diperoleh dengan menghi-

tung harga-harga barang dan jasa utama yang dikonsumsi masyarakat

dalam suatu periode tertentu yang dilakukan atas dasar survey bulanan

dalam jangka waktu 2006-2008, dihitung dalam satuan persen.

2. Jumlah uang beredar

Jumlah uang beredar yang dimaksud dalam penelitian ini

adalah perkembangan per-bulan jumlah uang beredar dalam arti sem-

pit (M1) di Indonesia dalam jangka waktu 2006-2008, dihitung dalam

satuan persen

3. Nilai tukar (Kurs)

40

Page 41: Skripsi Jadi

Nilai Tukar yang dimaksud dalam penelitian ini adalah

perkembangan per-bulan nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika

Serikat dalam jangka waktu 2006-2008, dihitung dalam satuan persen.

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian

4.1.1 Kondisi perkembangan perekonomian Sulawesi Tengah pada tahun 2006

samapai dengan 2008

Krisis yang susul-menyusul tanpa jeda di sejumlah negara berkembang

akhir-akhir ini, memunculkan kesan dunia sudah menjadi langganan krisis.

41

Page 42: Skripsi Jadi

Kondisi perekonomian global yang rapuh dengan sistem finansialnya yang

tidak berfungsi baik, menempatkan negara-negara berkembang pada posisi

yang kian rentan untuk terseret ke dalam krisis seperti krisis keuangan global

yang belum lama terjadi. Krisis yang terjadi banyak menimbulkan persoalan-

persoalan krusial yang melibas dan melintasi dimensi kemanusiaan. Jutaan

masyarakat miskin seolah nasibnya digantungkan pada gonjang-ganjing

global, seperti naiknya harga BBM dan masalah ketahanan pangan. Kenaikan

harga BBM pada level US$ 120/barel yang merupakan level tertinggi

sepanjang sejarah disatu sisi, dan disisi lain kita menyaksikan kenyataan

antrian masyarakat atas kebutuhan minyak tanah, serta lemahnya daya beli

masyarakat atas kebutuhan dasarnya merupakan kenyataan yang harus

dihadapi saat ini.

Selain faktor-faktor global yang harus diantisipasi, sistem dan konsep

pembangunan negara juga perlu diperbaiki. Apa yang dialami Indonesia pada

tahun 1997, krisis multidimensi yang tidak terbendung merupakan

konsekuensi logis dari penerapan sistem pertumbuhan ekonomi yang

dijalankan. Keadaan ini mau tidak mau akan selalu memunculkan sentimen

regional, kritik dan keresahan sosial akan selalu menantang perbaikan-

perbaikan kedepan. Akan tetapi, reformasi yang didengungkan sampai saat ini

belum juga memberikan perbaikan yang signifikan terhadap masalah bangsa.

Justru malah mengembalikan dan melanggengkan pada persoalan-persoalan

klasik seperti diatas

42

Page 43: Skripsi Jadi

Ketidakmampuan pemerintah dalam menjaga kestabilan politik dan

keamanan serta dalam menjaga kestabilan harga-harga dalam negeri

menyebabkan harga-harga barang dan jasa senantiasa meningkat terus. Tidak

jauh berbeda dengan beberapa daerah di Indonesia, inflasi di Sulawesi Tengah

mengalami fluktuasi yang sangat signifikan yang tak lain adalah efek dari

terjadinya krisis yang mengahantam Indonesia dimana pada tahun 2008,

inflasi yang terjadi di Sulawesi Tengah mencapai angka 10,40 persen jauh

lebih tinggi atau menembus angka dua digit dibandingkan inflasi tahun 2007

dan 2006. Namun secara umum kondisi harga ditahun 2008 relatif cukup

terkendali. Keadaan ini tidak jauh berbeda dengan keadaan nilai tukar, dimana

pada tahun 2006-2008 keadaan nilai tukar mengalami fluktuasi yang cukup

signifikan, namun relatif stabil dimana hal ini terutama disebabkan oleh

kinerja transaksi berjalan yang masih mencatat surplus serta kebijakan makro

yang berhati-hati. Tetapi, sejak pertengahan September 2008, krisis keuangan

memberikan tekanan pada rupiah dimana pada tiga bulan terakhir tahun 2008

rupiah terdepresiasi hingga mencapai Rp.12.100/US$ pada bulan November.

Lain halnya dengan inflasi dan nilai tukar yang berfluktuasi dari tahun

ketahun, jumlah uang beredar dari tahun ketahun mengalami peningkatan

(pertumbuhan), yaitu pada tahun 2006 sebesar 361.073 milliar rupiah terus

mengalami peningkatan dari tahun ketahun dengan rata-rata peningkatan

sebesar 429.431 milliar rupiah yang pada akhirnya menjadi 466.379 milliar

rupiah ditahun 2008. Hal ini disebabkan oleh meningkatnya kegiatan

perekonomian pasca krisis di dunia usaha yang ditandai dengan

43

Page 44: Skripsi Jadi

kecenderungan peningkatan investasi dari tahun ketahun selama 2006-2008

dan meningkatnya kepercayaan masyarakat terhadap dunia perbankan.

Untuk lebih jelasnya disajikan data inflasi di Sulawesi Tengah, jumlah

uang beredar dan nilai tukar di Indonesia sebagai indikator ekonomi tahun

2006-2008 dalam tabel 4.1 berikut :

Tabel 4.1.

Data Inflasi Sulawesi Tengah, jumlah uang beredar dan nilai tukar

di Indonesia tahun 2006-2008

Tahun Inflasi

Jumlah Uang

Beredar

(Milliar)

Nilai Tukar

(Rupiah)

2006 8,69 361.073 9.006

2007 8,13 460.842 9.398

2008 10,40 466.379 10.950

Sumber : Diolah dari lampiran 1

4.1.1.1 Perkembangan inflasi Sulawesi Tengah

Perkembangan inflasi yang tercermin dari perkembangan IHK Kota

Palu sebagai barometer kabupaten/kota selama kurun waktu 2006 relatif

cukup terkendali. Keadaan ini ditandai dengan inflasi sebesar 8.69 %.

Kenaikan tingkat inflasi ini terjadi karena kenaikan harga yang terjadi secara

umum selama tahun 2006 di karenakan faktor pasokan dipasar yang

cenderung berfluktuasi karena keadaan musiman terutama untuk komoditas

44

Page 45: Skripsi Jadi

lokal. Pada musim-musim penghujan komoditas lokal relatif melimpah

sehingga harganya cenderung turun sedangkan pada musim kemarau pasokan

berkurang sehingga harganya cenderung merangkak naik. Selain itu faktor

permintaan barang dan jasa berkenaan dengan hari-hari besar juga

menyebabkan terjadinya gejolak harga secara umum.

Inflasi sebesar 8.13% yang terjadi ditahun 2007 masih satu digit dan

relatif lebih kecil jika di bandingkan tahun 2006 yang tercatat sebesar 8,69%.

Kedaan inflasi di tahun 2007 lebih terkendali dibandingkan tahun sebelumnya

dikarenakan kedaan stok untuk komoditas bahan pokok dan bahan strategis

lainnya di seluruh Kabupaten/Kota di Sulawesi Tengah cukup tersedia

dipasaran. Walaupun ada komoditas yang pada bulan-bulan tertentu sangat

kurang, hal ini disebabkan karena tingginya permintaan mayarakat terutama

pada saat hari-hari besar dan tahun baru.

Berbeda dengan tahun 2006 dan 2007 yang secara umum diakibatkan

oleh faktor pasokan pasar yang berfluktuasi terutama untuk komoditas lokal,

inflasi yang mencapai 10,40% di tahun 2008 yang telah menembus angka dua

digit dibandingkan tahun sebelumnya, dikarenakan adanya kebijakan

pemerintah yang menaikan harga BBM khususnya untuk rumah tangga,

Sehinga pada bulan April 2008 membuat angka inflasi melonjak tinggi. Di

samping itu adanya krisis global yang berimbas pada perekonomian Indonesia

membuat laju inflasi terkoreksi hingga dua digit. Namum secara umum

kondisi harga di tahun 2008 relatif cukup terkendali.

4.1.1.2 Perkembangan jumlah uang beredar

45

Page 46: Skripsi Jadi

Perkembangan jumlah uang beredar dari tahun ketahun secara umum

mengalami peningkatan. Hal ini bertujuan untuk menjaga berjalannya atau

efektifnya kegiatan perekonomian. Hal ini terbukti jumlah uang beredar yang

semula 361.073 milliar rupih pada tahun 2006 mengalami peningkatan

sebesar 105.306 milliar rupiah, sehingga jumlah uang beredar pada tahun

2008 mencapai 466.379 milliar rupiah.

Kebutuhan uang kartal untuk kegiatan transaksi selama tahun 2006 se-

cara rata-rata tumbuh sebesar 14,6%. Selain didorong oleh ekonomi yang

masih tumbuh positif selama tahun 2006, peningkatan kebutuhan uang kartal

yang diedarkan juga dipengaruhi oleh kebijakan fiskal berupa percepatan real-

isasi anggaran, penyaluran bantuan langsung tunai (BLT), dan kenaikan gaji

PNS serta bertambahnya keperlun masyarakat di akhir tahun yang banyak di-

warnai oleh hari-hari besar keagamaan. Meningkatnya kegiatan perekonomian

nasional mendorong peningkatan jumlah uang beredar. Pada tahun 2007 men-

galami peningkatan sebesar 99.769 milliar rupiah atau 27,6% dari tahun 2006.

Peningkatan jumlah uang beredar terkait dengan respon Bank Indonesia untuk

memenuhi tambahan permintaan uang akibat faktor musiman, seiring dengan

bertambahnya keperluan masyarakat di akhir tahun seperti menjelang bulan

puasa dan hari raya Idul Fitri. Kondisi ini terus berlanjut dengan perayaan hari

besar agama lainnya yaitu natal dan tahun baru. Jumlah uang beredar pada

tahun 2008 meningkat sebesar 6000 milliar rupiah atau sebesar 1,3% dari

tahun 2007. Peningkatan ini dipengaruhi berbagai fakor internal, seperti kon-

disi politik dengan diselenggarakannya pilkada diberbagai daerah serta persia-

46

Page 47: Skripsi Jadi

pan pemilu 2009. Hal lainnya adalah kenaikan harga bahan bakar minyak

(BBM), penyaluran bantuan langsung tunai (BLT), dan sikap antisipatif

masyarakat sebagai persiapan akan kenaikan harga dan optimalisasi kas pada

manajemen perbankan. Sepanjang tahun 2008 uang kartal tumbuh rata-

ratasebesar 27,3%, atau meningkat jauh lebih tinggi dari periode yang sama

tahun sebelumnya (18,1%). Akselerasi kartal berlangsung sejak awal tahun

dan mencapai puncaknya pada September 2008. Kondisi tersebut terjadi

terkait dengan masih kuatnya pertumbuhan ekonomi terutama dari sisi kon-

sumsi masyarakat, yang juga didukung oleh lebih tingginya realisasi Bantuan

Langsung Tunai (BLT) dari Pemerintah pada tahun 2008. Tingginya per-

mintaan uang kartal juga didukung oleh tingginya penyaluran kredit per-

bankan yang sepanjang tahun 2008 tumbuh di atas 30%, atau meningkat jauh

lebih tinggi dari pertumbuhan pada periode yang sama tahun sebelumnya. Na-

mun pada akhir tahun 2008 tekanan pada perekonomian Indonesia sebagai ak-

ibat dari adanya krisis finasial, jumlah uang beredar mengalami perlambatan

yang mendorong turunnya jumlah uang beredar. Di akhir tahun 2008, jumlah

uang beredar mengalami dua kali penurunan pada bulan Oktober dan Novem-

ber. Pada bulan Oktober jumlah uang beredar menurun sebesar 20.375 milliar

rupiah atau 4,14% dari bulan sebelumnya.

4.1.1.3 Perkembangan nilai tukar

Nilai tukar rupiah pada tahun 2006 secara umum cenderung menguat

dengan volatilitas yang menurun. Nilai tukar rupiah terhadap dollar menguat

9,3% dari Rp.9.831 per dollar pada akhir tahun tahun 2005 menjadi Rp. 9.006

47

Page 48: Skripsi Jadi

per dollar pada akhir tahun 2006. secara rata-rata rupiah juga menguat sebesar

6,0% dari Rp.9.713 per dollar menjadi Rp.9.167 per dollar. Perkembangan

nilai tukar rupiah selama tahun 2006 jauh lebih stabil di bandingkan tahun

sebelumnya, tercermin dari tingkat volatilias yang menurun dari 4,2% pada

tahun 2005 menjadi 3,9%. Terpeliharanya kestabilan nilai tukar rupiah selama

tahun 2006 ditopang kondisi ekonomi global yang secara umum lebih

kondusif dan membaiknya fundamental makroekonomi yang didukung

kebijakan moneter yang konsisten dalam mencapai sasaran inflasi serta

kebijakan fiskal yang berhati-hati.

Di tahun 2007 Secara umum keadaan nilai tukar rupiah mengalami

peningkatan di bandingkan tahun sebelumnya. Secara rata-rata peningkatan

nilai tukar rupiah selama tahun 2007 mencapai Rp.9.166. melemahnya nilai

tukar rupiah tersebut di sebabkan oleh faktor internal dan eksternal. Faktor

internal yang menjadi penyebab utama melemahnya rupiah ini adalah turunya

cadangan devisa nasional yang digunakan untuk meredam gejolak rupiah dan

juga pembayaran utang yang jatuh tempo, serta kegiatan investasi didalam

negeri yang stagnan. Sementara itu disisi eksternal, melemahnya nilai tukar

karena pengaruh dari krisis subprime mortage di bursa saham AS mengenai

kredit macet kepemilikan rumah mewah, selain itu juga disebabkan harga

minyak dunia yang terus merangkak naik hingga menembus angka lebih dari

US$ 100/barel.

Berbeda dengan tahun 2006-2007, Dinamika nilai tukar rupiah selama

tahun 2008 sangat dipengaruhi oleh perkembangan krisis keuangan global,

48

Page 49: Skripsi Jadi

gejolak harga komoditas, dan perlambatan ekonomi dunia yang memicu mem-

buruknya persepsi investor dan ekspektasi pelaku pasar. Kondisi ini diper-

parah dengan naiknya harga minyak sehingga memicu investor untuk mengal-

ihkan aset ke investasi yang dipandang lebih tidak berisiko. Gejolak eksternal

tersebut menyebabkan perkembangan nilai tukar rupiah selama tahun 2008

sangat berfluktuasi. Namun demikian, kebijakan ekonomi makro yang konsis-

ten dan berhati-hati disertai langkah stabilisasi nilai tukar, secara umum dapat

meredam terjadinya tekanan yang berlebihan. Meski diterpa oleh berbagai

gejolak, nilai tukar rupiah secara umum bergerak relatif stabil sampai perten-

gahan September 2008. Namun demikian, dampak krisis keuangan global

yang semakin luas memicu pelepasan aset oleh investor dalam jumlah yang

signifikan sehingga menimbulkan tekanan yang kuat terhadap nilai tukar ru-

piah. Nilai tukar selama tahun 2008 menunjukkan volatilitas yang lebih tinggi

dibandingkan dengan tahun sebelumnya dan cenderung terdepresiasi. Secara

rata rata nilai tukar rupiah melemah 5,4% dari Rp9.140 per dolar AS pada

tahun 2007 menjadi Rp9.666 per dolar AS pada tahun 2008. Di akhir tahun

2008, rupiah berada di level Rp10.950 per dolar AS atau melemah 13.8%

(point-topoint) dari akhir tahun sebelumnya Rp9.398 per dolar AS. Sementara

itu, volatilitas nilai tukar rupiah juga meningkat cukup tajam dari 1,44% pada

tahun 2007 menjadi 4,67% pada tahun 2008.

4.2 Pembahasan

4.2.1 Hasil regresi

49

Page 50: Skripsi Jadi

Untuk menjawab permasalahan dalam penelitian ini maka alat analisis

yang digunakan adalah model regresi berganda. Permasalahan tersebut adalah

apakah nilai tukar dan jumlah uang bereadar berpengaruh terhadap inflasi di

Sulawesi Tengah periode 2006-2008.

Permasalahan tersebut diuji dengan uji F dan uji t, hasil regresi

berganda dibgi dalam 3 bagian yaitu, Pertama pengaruh nili tukar dan jumlah

uang beredar terhadap inflasi. Kedua, pengaruh nilai tukar terhadap inflasi,

dan yang ketiga pengaruh jumlah uang beredar terhadap inflasi di Sulawesi

Tengah tahun 2006-2008. Adapun hasil regresi masing-masing dapat dilihat

pada lampiran.

4.2.2 Pengaruh nilai tukar dan jumlah uang beredar terhadap inflasi di Su-

lawesi Tengah.

Dari pengolahan data yang ditunjukan pada lampiran, berikut diper-

oleh hasil yang dapat ditunjukan pada tabel 4.2.

Tabel 4.2

Hasil regresi berganda pengaruh nilai tukar dan jumlah uang beredar

terhadap inflasi di Sulawesi Tengah tahun 2006-2008

50

Page 51: Skripsi Jadi

Sumber : Diolah dari lampiran 2

Pengaruh nilai tukar dan jumlah uang beredar terhadap inflasi di Su-

lawesi Tengah tahun 2006-2008, dapat dilihat dari persamaan regresi berikut :

Y = 5,355 – 0,370 X 1 + 0,270 X2 + 1,218

Dari persamaan diatas, terlihat bahwa untuk nilai konstanta (a) sebesar

5,355 menunjukan angka positif, yang berarti bahwa jika nilai tukar dan jum-

lah uang beredar tidak diperhitungkan atau dianggap nol maka inflasi di Su-

lawesi Tengah sebesar 5,355. Nilai koefisien regresi nilai tukar dan jumlah

uang beredar ( b1 dan b2) terhadap inflasi mempunyai arti sebagai berikut:

No Indikator Hasil Regresi

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

Konstanta (a)

Koefisien regresi (b1)

Koefisien regresi (b2)

Koefisien korelasi (r)

Koefisien determinanasi ( r² )

Koefisien determiasi yang disesuaikan

f hitung

f tabel

α

ε

5,355

- 0,370

0,270

0,341

0,116

0,63

2,171

3,28

0,05

1,218

51

Page 52: Skripsi Jadi

Jika nilai tukar rupiah terdepresiasi terhadap dollar sebesar satu satuan

rupiah maka akan menurunkan atau menekan tingkat inflasi di Sulawesi Ten-

gah sebesar -0,370 persen, sementara variabel lain (jumlah uang beredar) di-

anggap konstan. Dan

Jika jumlah uang beredar mengalami peningkatan sebesar 1 milliar

rupiah akan meningkatkan inflasi di di Sulawesi Tengah sebesar 0,270 persen,

sementara variabel lain (nilai tukar) dianggap konstan.

Hal ini menunjukan bahwa kebijakan moneter melalui pengendalian

nilai tukar mempunyai pengaruh lebih besar terhadap inflasi di Sulawesi Ten-

gah jika dibandingkan dengan kebijakan moneter melalui pengendalian jum-

lah uang beredar.

Berdasarkan persamaan diatas, semakin terdepresiasi nilai tukar rupiah

terhadap mata uang asing maka inflasi akan turun. Hal ini disebabkan penu-

runan impor barang modal untuk kebutuhan investasi dan penurunan impor

bahan baku untuk produksi. Dan semakin tinggi jumlah uang beredar maka in-

flasi akan semakin tinggi. Hal ini disebabkan naiknya harga minyak mentah,

mengingat sistem penetapan harga bahan bakar untuk industri telah mengikuti

perkembangan harga minyak mentah sejak tahun 2002 dan terjadinya krisis

keuangan global pada tahun yang diteliti. dan keadaan pasar di Indonesia pada

umumnya, bahwa yang menjadi determinan utama inflasi adalah ekspektasi

inflasi yang terkait dengan pola pembentukan ekspektasi inflasi yang masih

didominasi oleh inflasi masa lalu (ekspektasi adaptif). Perilaku ini menim-

bulkan persistensi inflasi karena riwayat inflasi Indonesia yang banyak dipicu

52

Page 53: Skripsi Jadi

oleh inflasi cost-push atau supply shocks yang signifikan dan sering terjadi,

seperti kejutan harga minyak, kenaikan harga BBM, devaluasi dan fluktuasi

berlebihan nilai tukar Rupiah.

Besarnya hubungan variabel independen secara keseluruhan ditun-

jukan oleh nilai koefisien r yaitu sebesar 0,341. nilai tersebut dapat diartikan

bahwa keeratan hubungan antara nilai tukar dan jumlah uang beredar adalah

0,341 persen terhadap inflasi di Sulawesi Tengah . sedangkan sisanya sebesar

0,659 persen mempunyai hubungan dengan variabel lain. Koefisien determi-

nasi adalah sebesar 0,116. Karena persamaan regresi menggunkan lebih dari

dua variabel independent, maka koefisien yang digunakan untuk menjelaskan

persamaan regresi adalah determinasi yang disesuaikan yaitu sebesar 0.063

atau 6,3 persen perubahan variasi inflasi di Sulawesi Tengah bisa dijelaskan

oleh perubahan atau variasi dari nilai tkar dan jumlah uang beredar. Sedan-

gkan 93,7 persen oleh variabel lain yang tidak dimasukan dalam model ini (e).

Dalam penelitin ini diduga bahwa nilai tukar dan jumlah uang beredar

mempunyai pengaruh positif terhadap tingkat Inflasi di Sulawesi Tengah peri-

ode 2006-2008.

Pada pengujian terhadap koefisien regresi diperoleh hasil bahwa

Hipotesis awal (Ho) diterima dan hipotesis alternative (Hi) ditolak (Ho diter-

ima, Hi ditolak). Dari hasil pengujian diperoleh f hitung 2.171 > dari f tabel

3,28 pada tingkat kepercayaan 95%(α = 0.05), ini berarti bahwa variabel nilai

tukar dan jumlah uang beredar yang diteliti mempengaruhi secara serempak

terhadap inflasi di Sulawesi Tengah.

53

Page 54: Skripsi Jadi

Dalam penelitian diduga variabel yang paling berpengaruh secara par-

sial atau dominan terhadap inflasi di Sulawesi Tengah tahun 2006-2008

adalah sebagai berikut:

1. Nilai tukar (X1)

Dari pengolahan data yang ditunjukan pada lampiran, berikut diper-

oleh hasil yang dapat ditunjukan pada tabel 4.3.

Tabel 4.3

Hasil regresi nilai tukar

Sumber diolah dari lampiran 2

Pada pengujian secara parsial tingkat signifikan terhadap koefisien

regresi nilai tukar yaitu sebesar -0,124 dengan koefisien korelasinya -0,186

dan nilai signifikansinya sebesar 0,054. diperoleh hasil bahwa menerima

hipotesis alternative (Ho dan menolak hipotesis awal (Hi), hal ini ditunjukan

oleh nilai t-hitung sebesar -1,997 > t-tabel sebesar -2,042 pada tingkat

No Indikator Hasil Regresi

1

2

3

4

5

6

7

Konstanta (a)

Koefisien Regresi (b1)

Koefisien Korelasi

t hitung b1

t tabel

Signifikan

α

5,355

-0,370

-0,186

-1,997

-2,042

0,054

0,05

54

Page 55: Skripsi Jadi

kepercayaan 95% (α = 0,05) dan ditunjukan bahwa nilai tukar berpengaruh

negatif secara tidak signifikan terhadap inflasi di Sulawesi Tengah tahun

2006-2008.

2. Jumlah uang beredar (X2)

Dari pengolahan data yang ditunjukan pada lampiran berikut

diperoleh hasil yang dapat di tunjukan pada tabel 4.4.

Tabel 4.4

Hasil regresi jumlah uang beredar

Sumber : Diolah dari lampiran 2

Pada pengujian secara parsial dengan koefisien regresi jumlah uang

beredar sebesar 0,270. Diperoleh hasil bahwa menerima hipotesis awal (Ho)

dan menolak hipotesis alternatif (Hi), hal ini ditunjukan oleh nilai t-hitung

sebesar 1,457 < t-tabel sebesar 2,042 pada tingkat kepercayaan 95% (α =

No Indikator Hasil Regresi

1

2

3

4

5

6

7

Konstanta (a)

Koefisien regresi (b2)

Koefisien korelasi

t hitung b1

t tabel

Signifikan

α

5,355

0,270

0,95

1,457

2,042

0,155

0,05

55

Page 56: Skripsi Jadi

0,05) dan ditunjukan oleh nilai signifikan yang lebih besar dari 0,05. Hal ini

menunjukan bahwa jumah uang beredar berpengaruh positif tidak secara

signifikan terhadap inflasi di Sulawesi Tengah.

4.2.3 Analisis Ekonomi

Dalam kebijakan moneter melalui pendekatan kuantitas, Bank

Indonesia sebagai bank sentral Indonesia menggunakan jumlah uang beredar

dan kurs nilai tukar sebagai sasaran operasional. Dalam menjaga kestabilan

harga yang dicerminkan oleh indeks harga konsumen, bank sentral akan

mengendalikan jumlah uang beredar dan nilai tukar. Sebagai ilustrasi dapat di

kemukakan bahwa apabila jumlah uang beredar melebihi dari apa yang

diinginkan dan diminta oleh masyarakat, masyarakat cenderung

membelanjakan uangnya dengan meningkatkan konsumsi barang-barang dan

jasa-jasa sehingga akan mendorong terjadinya kenaikan harga. Dan apabila

nilai tukar terdepresiasi maka biaya dana dan biaya modal akan meningkat

sehingga keinginan untuk melakukan investasi, impor maupun ekspor

menjadi lebih rendah dan pada gilirannya akan mengurangi permintaan

agregat dan akhirnya dapat menjaga kestabilan harga.

Kebijakan yang diambil oleh otoritas moneter selama tahun 2006-2008

adalah untuk menjaga kestabilan harga yang dicerminkan melalui indeks

harga konsumen dengan menggunkan indikator jumlah uang beredar dan

nilai tukar sesuai dengan UU No.3 tahun 2004 dalam pelaksanaannya,

kebijaksanaan moneter tersebut kurang efektif dalam mempengaruhi inflasi

yang diukur dengan perkembangan indeks harga konsumen di Sulawesi

56

Page 57: Skripsi Jadi

Tengah karena kebijakan tersebut hanya memeberikan sentimen negatif

terhadap pasar. Hal ini disebabkan pengaruh kebijakan moneter terhadap

perekonomian tidak dapat terjadi begitu saja dengan segera, tetapi

membutuhkan kesenjangan waktu (time lag). Mengingat bahawa kebijakan

moneter bukanlah sesuatu yang berdiri sendiri, tetapi terdapat interdepedensi

terhadap berbagai variabel dalam perekonomian. Di satu sisi, kebijakan

moneter banyak dipengaruhi oleh berbagai faktor dalam perekonomian, disisi

lain, kebijakan moeneter secara langsung juga mempengaruhi kondisi

moneter dan keuangan yang pada gilirannya akan membawa pengaruh

terhadap kondisi sektor riil atau sektor nyata. Implementasi kebijakan

moneter tidak dapat dilakukan secara terpisah dari kebijakan makro lainnya,

seperti kebijakan fiskal, kebijakan perdagangan, kebijakan perindustrian,

kebijakan pertambangan, kebijakan tenaga kerja, kebijakan pertanian dan

kebijakan lainnya. Seperti halnya keadaan inflasi di Sulawesi Tengah yang

diukur dengan indeks harga konsumen, faktor lain di luar kebijakan moneter

melalui jalur tingkat jumlah uang beredar dan nilai tukar, yang menjadi

penyebab meningkatkan inflasi adalah lonjakan harga minyak mentah dipasar

internasional dan naiknya permintaan agregat menjelang perayaan-perayaan

hari besar keagamaan seperti hari raya Idul Fitri, Idhul Adha, dan Natal serta

perayaan-perayaan menjelang akhir tahun serta keadaan iklim di Sulawesi

Tengah. .

57

Page 58: Skripsi Jadi

BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Kebijakan moneter yang dilakukan oleh Bank Sental Indonesia melalui

beberapa instrument kebijakannya, pada dasarnya bertujuan untuk

58

Page 59: Skripsi Jadi

mengendalikan inflasi. Tinggi rendahnya tingkat inflasi dalam suatu daerah

atau Negara merupakan suatu bentuk dalam mengukur keadaan perekonomian

Negara atau daerah tersebut. Berdasarkan hasil penelitian dan perhitungan

pada Bab IV maka dikemukakan kesimpulan beberapa hal :

Pertama, pengendalian inflasi di Sulawesi Tengah yang tercermin dari

perkembangan indeks harga konsumen dengan nilai tukar sebagai faktor yang

mempengaruhi, secara simultan berpengaruh negatif secara tidak nyata atau

tidak signifikan terhadap perkembangan inflasi di Sulawesi Tengah selama

periode tahun 2006-2008

Kedua, pengendalian inflasi di Sulawesi Tengah yang tercermin dari

perkembangan indeks harga konsumen dengan jumlah uang beredar sebagai

faktor yang mempengaruhi, secara simultan berpengaruh positif secara tidak

nyata atau tidak signifikan terhadap perkembangan inflasi di Sulawesi Tengah

selama periode tahun 206-2008.

Kedua kesimpulan diatas, mengindikasikan bahwa inflasi di Sulawesi

Tengah tidak tergantung atau kecil hubungannya dengan pekembangan nilai

tukar dan jumlah uang beredar. Hal ini disebabkan karena keadaan inflasi di

Sulawesi Tengah cenderung volatile food atau inflasi yang dipengaruhi oleh

goncangan (shock), seperti terjadi pada gagal panen akibat gangguan alam

dan penyakit, yang berpengaruh tehadap harga, dan Inflasi administered

prices adalah Inflasi yang dipengaruhi goncangan (shock) akibat kebijakan

harga oleh pemerintah, seperti penetapan harga BBM, harga gas, tarif listrik

dan tarif angkutan. Adanya kenaikan harga pada suatu barang akibat kebi-

59

Page 60: Skripsi Jadi

jakan pemerintah akan berimbas pada kenaikan barang-barang yang lain, dan

pada akhirnya akan menimbulkan inflasi.

5.2 Saran-saran

Berdasarkan kesimpulan diatas, maka diarankan :

1. Kebijakan moneter yang diambila oleh Bank Indonesia sebagai bank

sentral Indonesia sebaiknya dapat meningkatkan kepercyaan masyarakat

terhadap dunia perbankan melalui intrumen kebijakan moneter yaitu im-

bauan moral sehingga kebijakan moneter dapat memberikan sentiment

positif terhadap ekonomi mikro dan makro.

2. Sebelum otoritas moneter mengambil kebijakan atau mengeuarkan ke-

bijakan sebaiknya terlebih dahulu mendesain kebijakan tersebut dengan

melihat keadaan pasar, keadaan masyarakat suatu Negara pada umum-

nya dan suatu daerah pada khususnya, dan membandingkan kebijakan

yang diambil oleh negara-negara lain. Sehingga kebijakan yang diambil

oleh otoritas moneter akan lebih kuat dan baik.

3. Agar kebijakan moneter lebih efektif, sebaikanya pemerintah mengam-

bangkan system perbankan dan keuangan yang lebih sehat dengan

memperbaiki UU tentang bank sentral sehingga butir-butir dalam UU

tersebut menjadi lebih jelas. Hal ini, diharapkan pada akhirnya dapat

menumbuhkan kepercayaan masyarakat terhadap dunia perbankan.

60

Page 61: Skripsi Jadi

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku-buku

Pohan, Aulia, 2008. Kerangka Kebijakan Moneter dan Implementasinya di Indonesia.

Rajawali Pers. Jakarta

Dajan, Anto, 1975. Pengantar Metode Statistik Jilid I. LP3ES, Jakarta

Pohan, Aulia, 2008. Potret Kebijakan Moneter Indonesia. Rajawali Pers. Jakarta

61

Page 62: Skripsi Jadi

Rahardja, Prathama dan Mandala Manurung, 2001, Teori Ekonomi Makro, Suatu

Pengantar. FE-UI, Jakarta.

Sukirno, Sadono, 1997. Pengantar Teori Mikroekonomi. Edisi Kedua, PT. Raja

Grafindo Persada, Jakarta.

Todaro, Michael , 2000. Pembangunan Ekonomi Dunia Ketiga, Edisi Ketujuh,

Erlangga Yogyakarta dan Pratama.

Hadiwigeno, Soetatwo dan Faried Wijaya, 1980. Lembaga – lembaga Keuangan dan

Bank. BPFE UGM, Yogyakarta

Simorangkir, 1979. Dasar – dasar dan Mekanisme Perbankan. Yagrat, Jakarta

Fred N. Kerlinger, 1985. Asas – asas Penelitian Behavioral. Gajah Mada University

Press. Yogyakarta

Nasir, Moh, 1998. Metode Penelitian. Ghalia Indonesia, Jakarta

Tambunan, Tulus, 2002. Perekonomian Indonesia. FE UI, Jakarta

Puspita Sari, L,N, 2009. Skripsi Analisis Fluktuasi Nilai Tukar Rupiah Terhadap

Dollar Amerika di Indonesia, Periode 1995-2008. UNTAD.

Muh, Fadila, 2004. Skripsi Analisis Pengaruh Tingkat Suku Bunga

TerhadapPenyaluran Kredit di Sulawesi Tengah.

Riduwan dan Sunarto, 2009, Pengantar Statistika. Alfabeta, Bandung

Supranti, J, 1989. Statistik. Erlangga, Jakarta

Ridwan, 2009. Skripsi Pengaruh Jumlah Uang Beredar dan Suku Bunga SBI

Terhadap Indeks Harga Konsumen Di Indonesia, Tahun 2002-2007. UNTAD.

B. Dokumen :

62

Page 63: Skripsi Jadi

Http://www.bi.go.id

Bank Indonesia, Laporan Perekonomian Indonesia

Bank Indonesia, Statistik Perbankan Indonesia

BPS, Statistik 50 Tahun Indonesia Merdeka

Jurnal Ekubang. 2007, STEKPI. Jakarta

63

Page 64: Skripsi Jadi

64

Page 65: Skripsi Jadi

Tabel Data Nilai Tukar, Jumlah Uang Beredar Indonesia, dan

Inflasi (Indeks Harga Konsumen) Sulawesi Tengah

Berdasarkan Data Bulanan Tahun 2006-2008

Tahun Bulan Nilai Tukar Jumlah Uang BeredarInflasi

(Indeks harga Kon-sumen)

1 3 4 5

2006 1 9395 281412 0,58

2 9195 277265 1,16

3 9071 277293 0,78

65

Page 66: Skripsi Jadi

4 8800 282400 1,71

5 9262 304663 -0,71

6 9405 313145 1,92

7 9073 311822 3,65

8 9103 329372 -1,18

9 9230 333905 -1,17

10 9112 346414 -0,06

11 9167 342645 -0,22

12 9006 361073 2,032007 1 9105 344840 2,09

2 9135 346573 -1,7

3 9127 341833 0,24

4 9084 351259 0,96

5 8840 352629 -0,3

6 9052 381376 1,21

7 9225 397823 0,66

8 9402 402035 0,09

9 9150 411281 0,84

10 9102 414996 0,89

11 9375 424435 -0,36

12 9398 460842 3,3

1 3 4 5

2008 1 9249 420298 1,56

2 9070 411327 0,24

3 9210 419746 -0,31

4 9227 427028 0,06

5 9320 438544 1,87

6 9225 466708 2,44

7 9098 458379 2,65

66

Page 67: Skripsi Jadi

8 9155 452445 1,08

9 9435 491729 1,

10 11150 471354 0,03

11 12100 475053 -0,95

12 10950 466379 0,3

67

Page 68: Skripsi Jadi

Regression

Descriptive Statistics

Mean Std. Deviation N

Inflasi .7383 1.25872 36

Nili Tukar 9.3612E3 656.45728 36

Jumlah Uang Beredar 3.8306E5 64439.68328 36

68

Page 69: Skripsi Jadi

Correlations

Inflasi Nili Tukar

Jumlah Uang

Beredar

Pearson Correlation Inflasi 1.000 -.244 .097

Nili Tukar -.244 1.000 .467

Jumlah Uang Beredar .097 .467 1.000

Sig. (1-tailed) Inflasi . .076 .287

Nili Tukar .076 . .002

Jumlah Uang Beredar .287 .002 .

N Inflasi 36 36 36

Nili Tukar 36 36 36

Jumlah Uang Beredar 36 36 36

Variables Entered/Removedb

Model

Variables

Entered

Variables

Removed Method

1 Jumlah Uang

Beredar, Nili

Tukara

. Enter

a. All requested variables entered.

b. Dependent Variable: Inflasi

Model Summaryb

Mod

el R

R

Square

Adjusted

R Square

Std. Error

of the

Estimate

Change Statistics

Durbin-

Watson

R Square

Change

F

Change df1 df2

Sig. F

Change

1 .341a .116 .063 1.21861 .116 2.171 2 33 .130 1.888

a. Predictors: (Constant), Jumlah Uang

Beredar, Nili Tukar

69

Page 70: Skripsi Jadi

Model Summaryb

Mod

el R

R

Square

Adjusted

R Square

Std. Error

of the

Estimate

Change Statistics

Durbin-

Watson

R Square

Change

F

Change df1 df2

Sig. F

Change

1 .341a .116 .063 1.21861 .116 2.171 2 33 .130 1.888

b. Dependent Variable: Inflasi

ANOVAb

Model Sum of Squares Df Mean Square F Sig.

1 Regression 6.448 2 3.224 2.171 .130a

Residual 49.005 33 1.485

Total 55.453 35

a. Predictors: (Constant), Jumlah Uang Beredar, Nili Tukar

b. Dependent Variable: Inflasi

Coefficientsa

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized

Coefficients

t Sig.B Std. Error Beta

1 (Constant) 5.355 2.949 1.816 .078

Nili Tukar .000 .000 -.370 -1.997 .054

Jumlah Uang Beredar 5.267E-6 .000 .270 1.457 .155

a. Dependent Variable: Inflasi

70

Page 71: Skripsi Jadi

Residuals Statisticsa

Minimum Maximum Mean Std. Deviation N

Predicted Value -.7182 1.3216 .7383 .42921 36

Std. Predicted Value -3.394 1.359 .000 1.000 36

Standard Error of Predicted

Value.213 .891 .327 .133 36

Adjusted Predicted Value -.4516 1.2668 .7288 .41603 36

Residual -2.40644 3.08266 .00000 1.18328 36

Std. Residual -1.975 2.530 .000 .971 36

Stud. Residual -2.013 2.613 .004 1.002 36

Deleted Residual -2.49935 3.28963 .00957 1.26092 36

Stud. Deleted Residual -2.116 2.890 .010 1.036 36

Mahal. Distance .094 17.752 1.944 3.154 36

Cook's Distance .000 .153 .022 .031 36

Centered Leverage Value .003 .507 .056 .090 36

a. Dependent Variable: Inflasi

71

Page 72: Skripsi Jadi

72

Page 73: Skripsi Jadi

73

Page 74: Skripsi Jadi

74

Page 75: Skripsi Jadi

75

Page 76: Skripsi Jadi

Correlations

Descriptive Statistics

Mean Std. Deviation N

Nili Tukar 9.3612E3 656.45728 36

Jumlah Uang Beredar 3.8306E5 64439.68328 36

Inflasi .7383 1.25872 36

Correlations

Nili Tukar

Jumlah Uang

Beredar Inflasi

Nili Tukar Pearson Correlation 1 .467** -.244

Sig. (2-tailed) .004 .152

N 36 36 36

Jumlah Uang Beredar Pearson Correlation .467** 1 .097

Sig. (2-tailed) .004 .573

N 36 36 36

Inflasi Pearson Correlation -.244 .097 1

Sig. (2-tailed) .152 .573

N 36 36 36

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

76

Page 77: Skripsi Jadi

Nonparametric Correlations

Correlations

Nili Tukar

Jumlah Uang

Beredar Inflasi

Spearman's rho Nili Tukar Correlation Coefficient 1.000 .432** -.186

Sig. (2-tailed) . .008 .278

N 36 36 36

Jumlah Uang Beredar Correlation Coefficient .432** 1.000 .095

Sig. (2-tailed) .008 . .582

N 36 36 36

Inflasi Correlation Coefficient -.186 .095 1.000

Sig. (2-tailed) .278 .582 .

N 36 36 36

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

77