SKRIPSI -...
Transcript of SKRIPSI -...
PERAN MOBILISASI SUMBER DAYA LEMBAGA DAKWAH KAMPUS SEBI
SOLIDARITY FOR PALESTINE (LDK SSP)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)
Disusun Oleh :
Fathur Rahman Putra (1111111000017)
Program Studi Sosiologi
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
2018
iii
ABSTRAK
Skripsi ini menganalisis LDK SSP sebagai gerakan sosial dalam Perspektif
Mobilisasi Sumber Daya (Resource Mobilization). LDK SSP merupakan suatu
gerakan yang bertujuan untuk memperjuangkan aspirasi rakyat palestina dan
pembebasan negara Palestina yang tertindas oleh Zionis Israel. Tujuan penelitian
ini adalah untuk mengetahui apa saja peran Mobilisasi Sumber Daya LDK SSP
dan hambatan apa saja yang di alami oleh LDK SSP. Penelitian ini menggunakan
metode pendekatan kualitatif dengan pengumpulan data yang dilakukan melalui
wawancara terhadap beberapa narasumber.
Peneliti menemukan 2 hal yang menjadi gambaran dalam menjelaskan
peran Mobilisasi Sumber Daya LDK SSP dalam mensyiarkan isu tentang
Palestina, yakni peran internal yang bentuknya berupa Kajian atau Diskusi dan
Pemutaran Video lalu peran eksternal yang di dalamnya terdapat Road to Road
dan Car Free Day (CFD). Kemudian mengenai hambatan yang di alami, LDK SSP
mengalami hambatan berupa hambatan internal yang datang dari sumber daya
manusia (SDM) yang mereka miliki dan hambatan eksternal yang datang dari
masyarakat umum, birokrasi-birokrasi terkait, juga hambatan dalam bentuk
perizinan.
Kerangka teori yang digunakan dalam skripsi ini adalah gerakan sosial
perspektif Mobilisasi Sumber Daya menurut Edwards, Mc Carthy & Zald yang
menyatakan bahwa gerakan sosial tidak hanya berupa reaksi spontan terhadap
keluh kesah dan ketidakpuasan. Seperti semua bentuk perilaku kolektif lainnya,
gerakan sosial juga tergantung pada suplai sumber daya material seperti waktu,
uang, struktur organisasi yang sudah ada sebelumnya, atau cara keterampilan
organisasi. Konsep Mobilisasi Sumber Daya ini secara mendasar berusaha
mengetahui bagaimana sebuah kelompok mengupayakan sumber daya yang
mereka miliki untuk bisa melakukan sesuatu perubahan sosial dan tercapainya
tujuan kelompok.
Secara teoritis skripsi ini diharapkan dapat memberikan sumbangan yang
berarti bagi ilmu pengetahuan serta memperkaya hasil penelitian dalam bidang
Sosiologi, khususnya Gerakan Sosial. Secara praktis, hasil penelitian ini
diharapkan dapat menjadi referensi pengetahuan bagi masyarakat umum,
khususnya bagi mahasiswa, terutama yang berkaitan dengan gerakan sosial yang
dilakukan oleh mahasiswa.
Kata Kunci : Gerakan Sosial, Mobilisasi Sumber Daya, Lembaga Dakwah
Kampus Sebi Solidarity For Palestine (LDK SSP)
iv
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang senantiasa melimpahkan Rahmat -
Nya, penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi dengan baik. Penulis
menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini tidak dapat terlaksana tanpa adanya
bantuan dan sumbangan pemikiran serta saran dari berbagai pihak, baik yang
telah membantu dengan sepenuh hati.
Dalam kesempatan ini perkenankanlah penulis dengan segala kerendahan
hati menyampaikan ucapan terima kasih kepada :
1. Prof. Dr. Zulkifli, MA selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
(FISIP) yang telah berupaya memajukan intelektualitas mahasiswa, khususnya
penulis melalu peran strukturalnya.
2. Dr. Cucu Nurhayati, M. Si, selaku Ketua Prodi Sosiologi sekaligus ibu dari
mahasiswa sosiologi yang tidak bosan-bosannya mengingatkan penulis agar
cepat menyelesaikan skripsinya.
3. Bapak Mohammad Hasan Ansori Ph. D. selaku Dosen Pembimbing penulis
yang telah meluangkan waktunya dan tidak pernah bosan dalam membimbing
penulis agar terciptanya skripsi yang berkualitas.
4. Kepada kedua orang tua, teruntuk Almarhum Papah yang telah sukses
membawa peneliti sampai pada jenjang pendidikan Universitas peneliti
mengucapkan rasa syukur dan rasa terima kasihnya yang begitu besar lewat
skripsi ini. Dan Mamah yang terus mengirimkan doanya agar peneliti kuat
mengerjakan sampai menyelesaikan skripsinya peneliti mengucapkan terima
kasih atas segala perhatiannya yang sudah diberikan kepada penulis, sehingga
v
penulis mampu untuk menyelesaikan skripsinya dengan baik. Terima kasih
saya ucapkan untuk kaka-kaka saya yang turut serta membantu saya dalam
proses perkuliahan hingga penulisan skripsi ini selesai, saya ucapkan terima
kasih yang sebesar-besarnya.
5. Seluruh dosen Sosiologi FISIP UIN Jakarta beserta jajaran struktural FISIP
yang berjasa dalam birokrasi maupun prosedural kampus yang bersama-sama
memajukan FISIP UIN.
6. Terima kasih untuk seluruh informan yang telah bersedia meluangkan
waktunya dan memberikan informasi terkait skripsi yang peneliti lakukan ini.
7. Terima kasih untuk para sahabat atas dukungannya yang selalu mensupport
peneliti dalam penulisan skripsi agar skripsi yang peneliti lakukan cepat
terselesaikan. Terima kasih khususnya untuk Ginanda, Oni, Dewi dan Resa
yang merupakan Sahabat-sahabat terdepan peneliti yang selalu setia dalam
memberikan dukungan juga menghibur peneliti dikala rasa suntuk dalam
mengerjakan skripsi datang melanda sehingga peneliti menjadi semangat lagi
dan tidak bosan mengerjakan skripsinya.
8. Terima kasih untuk anak Sosiologi A, khususnya teman-teman seperjuangan
dan sepermainan dalam proses perkuliahan dari awal masa-masa menjadi
seorang mahasiswa hingga selesai lagi dan mencapai gelar sarjana.
Penulis menyadari penulisan skripsi ini dimungkinkan masih banyak
kekurangan, untuk itu saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan
untuk penyempurnaan skripsi ini.
vi
Jakarta, 17 Juli 2018
Penyusun
Fathur Rahman Putra
vii
DAFTAR ISI
ASBTRAK………………………………………………………….. iii
KATA PENGANTAR ..................................................................... iv
DAFTAR ISI .................................................................................... vi
BAB I PENDAHULUAN
A. Pernyataan Masalah ...................................................... 1
B. Perumusan Masalah ..................................................... 7
C. Tujuan Penelitian .......................................................... 8
D. Manfaat Penelitian ....................................................... 8
E. Tinjauan Pustaka ......................................................... 8
F. Kerangka Teoritis ......................................................... 16
G. Metodelogi Penelitian .................................................. 31
BAB II GAMBARAN UMUM LDK SEBI SOLIDARITY
FOR PALESTINE (SSP)
A. Sejarah Terbentuknya LDK SSP .................................. 41
B. Sejarah Transformasi Nama SSP Menjadi LDK SSP .. 44
C. Visi dan Misi LDK SSP ............................................... 45
D. Keanggotaan LDK SSP ................................................ 46
E. Struktur Organisasi LDK SSP dan Masa Jabatan ......... 47
F. Hubungan Keorganisasian LDK SSP ........................... 49
G. Pengambilan Keputusan LDK SSP .............................. 50
H. Keungan LDK SSP ....................................................... 50
I. Identitas dan Makna Lambang ..................................... 51
viii
BAB III PERAN MOBILISASI SUMBER DAYA LDK SEBI
SOLIDARITY FOR PALESTINE (SSP)
A. Peran Mobilisasi Sumber Daya Manusia ..................... 52
B. Hambatan-hambatan Yang di Alami LDK SSP ........... 70
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan .................................................................. 81
B. Saran ............................................................................ 85
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................... 87
LAMPIRAN-LAMPIRAN
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Pernyataan Masalah
Lima dasawarsa terakhir, studi tentang gerakan sosial mengalami
perkembangan yang begitu pesat. Perkembangan ini ditandai dengan
meningkatnya secara kuantitas publikasi dan penelitian tentang gerakan sosial,
baik studi kasus maupun pendalaman teori. Studi ini, dalam perkembangannya
tidak hanya menjadi monopoli bidang ilmu sosiologi, akan tetapi telah
berkembang menjadi bagian integral dari bidang ilmu lainnya, seperti psikologi
sosial, ilmu politik, ilmu sejarah, lingkungan hidup dan berbagai studi lintas
bidang ilmu sosial lainnya (Situmorang, 2007).
Studi tentang gerakan sosial pada awalnya hanya didominasi oleh negara-
negara Barat dengan menitikberatkan berbagai contoh kasus gerakan sosial di
negara mereka, misalnya studi mengenai gerakan-gerakan hak sipil dikalangan
kulit hitam di Amerika Serikat awal abad 1950an dan 1960an dan dipengaruhi
oleh ilmu perilaku (psikologi), ilmu logika ekonomi, teori elite dan sistem politik
serta yang terakhir adalah teori kebudayaan (culture studies) dan dipengaruhi
paham-paham besar seperti Durkheimian, Parsonian, dan Marxian (Manalu,
2007).
Kemudian, studi mengenai gerakan sosial mengalami perkembangan pesat
pada dekade 60-an dan semakin kaya ketika memasuki abad ke-21. Munculnya
2
gerakan sosial baru (new social movements) yang ditandai dengan semakin
beragamnya pelaku gerakan sosial seperti mahasiswa/mahasiswi, kalangan
profesional, dan perempuan, membuat studi gerakan sosial tidak lagi menjadi
fortopolio kaum buruh dan petani, akan tetapi merambah isu yang hendak
dicapai seperti Hak Asasi Manusia, Demokratisasi, Perempuan, Lingkungan
Hidup dan Ketidakadilan. Hal ini menyebabkan studi gerakan sosial bergeser, dari
terpusat menjadi menyebar ke berbagai pusat-pusat disiplin ilmu baik dikalangan
akademisi maupun para pelaku perubahan (Situmorang, 2007).
Gerakan sosial merupakan salah satu pokok bahasan dalam studi sosiologi
yang sangat populer belakangan ini di negara-negara berkembang, khususnya
Indonesia. Hal ini disebabkan muncul dan berkembangnya berbagai gerakan
sosial baru (new social movements) dalam masyarakat dengan berbagai motif dan
kepentingan, entah gerakan sosial yang bermotifkan ekonomi politik ataupun
bermotifkan ideologi tertentu dan/atau agama. Kadang-kadang muncul gerakan
sosial dengan orientasi kegiatan dan aktivitas pada hal-hal yang spesifik, kadang-
kadang pula muncul gerakan sosial yang dengan tegas mengaitkan diri dengan
kekuasaan dan politik kenegaraan. Namun tidak sedikit gerakan sosial yang
muncul atas motif-motif ekonomi politik (Jurdi, 2010: 83-84).
Tampaknya motif ekonomi politik inilah yang telah memicu muncul dan
berkembangnya gerakan-gerakan sosial baru dalam masyarakat, entah orientasi
gerakannya pada hal-hal strategis seperti isu gender-feminis, isu lingkungan, isu
korupsi, dan isu-isu lainnya (Jurdi, 2010: 84). Salah satu contoh gerakan sosial di
Indonesia yang bermotifkan ekonomi politik ialah gerakan Sarikat Dagang Islam,
3
yang mana sejarah Indonesia menunjukkan bahwa gerakan Sarikat Dagang Islam
merupakan gerakan yang menekankan aspek ekonomi meskipun dimensi
agamanya cukup terasa juga. Sedangkan contoh gerakan sosial di Indonesia yang
bermotifkan ideologi tertentu/agama ialah Nahdlatul Ulama (NU) dan
Muhammadiyah, dimana kedua gerakan tersebut sangat erat dengan masalah ide
(Darmawan Triwibowo, 2006).
Berkembangnya berbagai gerakan sosial dalam masyarakat tidak bisa
dilepaskan dari konteks sosiopolitik bangsa yang belum stabil secara ekonomi dan
politik. Berbagai persoalan negeri ini yang belum teratasi seperti; agenda-agenda
perbaikan ekonomi, pengentasan kemiskinan, pengangguran dan persoalan
pembangunan yang tidak adil dan merata oleh rezim yang terbentuk, menjadi
bukti bahwa rezim justru mempermulus jalannya kapitalisme disegelintir elite-
elite berkuasa sekaligus memperlebar serta memperluas segmen masyarakat yang
mengalami kesulitan secara ekonomi. Belum lagi persoalan dikalangan para
penguasa seperti lembaga eksekutif, legislatif maupun yudikatif yang telah
mengidap penyakit kronis berupa korupsi kolusi dan nepotisme [KKN] (Jurdi,
2010: 84).
Inilah beberapa faktor yang mempercepat proses kemunculan gerakan-
gerakan sosial dalam masyarakat, sehingga banyak gerakan-gerakan baru
bermunculan dengan fokus perhatiannya pada bidang spesifik tertentu seperti;
gerakan sosial yang memberikan perhatian pada isu KKN, isu feminis, isu agama
maupun isu lingkungan. Gerakan sosial biasanya berkembang sesuai dengan
kecenderungan orientasi pembangunan dan modernisasi yang berlangsung dalam
4
suatu negara. Dalam hal ini modernisasi dan globalisasi telah membuka ruang
bagi berkembangnya gerakan sosial, yang mana wujudnya sangat bervariasi sesuai
dengan kecenderungan yang terjadi didalam masyarakatnya (Jurdi, 2010: 85).
Di Indonesia, gerakan sosial diwujudkan dalam berbagai bentuk gerakan,
dengan para aktor gerakan sosial yang merupakan orang-orang independen yang
tidak terkait langsung dengan kekuasaan negara. Diawali dari masa menjelang dan
pasca-Orde Baru, gerakan sosial muncul dalam wujud yang sangat beragam,
mulai dari gerakan perlawanan petani, gerakan melawan negara, gerakan buruh,
gerakan masyarakat sipil yang menuntut demokrasi hingga gerakan politik sampai
terbentuknya LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat). Mulai dari LSM yang sangat
independen, semi independen hingga yang sangat tergantung pada pendiri, baik
asing maupun dalam negeri (Jurdi, 2010: 85-86).
Sebagai contoh, gerakan mahasiswa di beberapa kota di Indonesia pada
tahun 1965-1966 yang dilancarkan hampir tiap hari demi sebuah tujuan
perimbangan politik dan kebijakan ekonomi pemerintah (pembubaran PKI,
penurunan harga, perubahan kabinet). Pada tahun 1966 para gerakan mahasiswa
anggota KAMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia) berusaha menggagalkan
upacara pelantikan anggota Kabinet dengan cara memblokade jalan-jalan yang
menuju Istana Merdeka dengan kendaraan-kendaraan bermotor yang ban
motornya dikempiskan (Kamanto Sunarto, 2004). Di tahun 1998, gerakan yang
sama yang dipelopori oleh kalangan mahasiswa kembali terjadi lagi di Indonesia,
dimana gerakan mahasiswa 1998 ini berusaha untuk menumbangkan Rezim Orde-
Baru Soeharto yang telah lama berkuasa di Indonesia (Fadhly, 1999).
5
Dalam konteks kekinian, gerakan sosial di Indonesia muncul tidak hanya
berdasarkan reaksi terhadap persoalan dalam negeri melainkan juga muncul
berdasarkan persoalan yang ada pada negara lain, salah satu contohnya adalah
gerakan yang lahir karena solidaritas terhadap bangsa Palestina yang sedang
tertindas oleh zionis Israel. Dengan melihat kekejaman tindakan Israel yang
melakukan pemborbardiran terhadap Palestina hingga menimbulkan banyak
korban tak berdosa berjatuhan, berbagai organisasi massa (ormas) dan organisasi
mahasiswa (ormawa) pun turut ikut berpartisipasi dalam membela negara tersebut.
Salah satunya yaitu, sejumlah organisasi massa (ormas) di Kabupaten
Majalengka yang melakukan penggalangan dana bagi warga Gaza, Palestina.
Beberapa Ormas dan OKP yang hadir pada kesempatan tersebut diantaranya
adalah Komite Nasional Untuk Rakyat Palestina, Gerakan Masyarakat
Majalengka Peduli Palestina, Keluarga Mahasiswa Muslim Majalengka, Kesatuan
Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia, IKADI [Ikatan Dai Indonesia], SALIMAH
[Organisasi Massa Persaudaraan Muslimah], HIMA PUI [Himpunan Mahasiswa
Persatuan Ummat Islam], HIMA PERSIS [Himpunan Mahasiswa Persatuan
Islam], dan Hijar PUI [Himpunan Pelajar Persatuan Ummat Islam]
(http://www.pikiran-rakyat.com/node/304849).
Penggalan dana dilakukan sebagai bentuk dukungan moril dan simpati
kepada warga Palestina yang terus di dera konflik hingga mengakibatkan
kehilangan harta benda serta keluarga mereka, hal ini juga dilakukan sekaligus
memperingati Hari Toleransi se Dunia. Kordinator aksi dari KNRP Asep
Aminudin mengatakan bahwa sebagai bentuk dukungan kepada warga Gaza,
6
GEMPPA (Majalengka) bekerja sama dengan KNRP Majalengka melakukan
penggalan dana untuk bangsa Palestina. Dengan melihat banyaknya jumlah
korban yang tewas akibat agresi militer Israel, maka bantuan sekecil apapun akan
sangat bermanfaat, baik bantuan dalam bentuk dukungan moril, doa maupun
dukungan dalam bentuk dana yang bisa diberikan lewat Palang Merah Indonesia
(http://www.pikiran-rakyat.com/node/304849).
Jika melihat kenyataan yang ada dari persoalan Israel-Palestina tidak heran
apabila banyak organisasi massa (ormas) maupun organisasi mahasiswa (ormawa)
yang turut berpartisipasi dalam membela bangsa Palestina. Tidak terkecuali
organisasi mahasiswa (ormawa) kampus Sekolah Tinggi Ekonomi Islam SEBI
STEI SEBI (Sekolah Tinggi Ekonomi Islam SEBI) yang fokus terhadap masalah
Palestina, yaitu Lembaga Dakwah Kampus SEBI Solidarity For Palestine (LDK
SSP). LDK Sebi Solidarity for Palestine (SSP) adalah organisasi mahasiswa di
STEI SEBI Depok, LDK SSP merupakan salah satu organisasi kepalestinaan yang
menyerukan perjuangan rakyat palestina kepada masyarkat. Dari awal
terbentuknya LDK SSP hingga sekarang, LDK SSP selalu menunjukkan
solidaritasnya terhadap nasib saudara-saudara seiman di Palestina. Bentuk
solidaritas yang dilakukan LDK SSP adalah Syiar ke-Palestinaan, mensyiarkan
keutamaan Palestina bagi umat islam kepada masyrakat luas, menginformasikan
kabar terupdate Palestina dan menggalang dana untuk membantu perjuangan
rakyat Palestina.
Dalam mensyiarkan ke-Palestinaan LDK SSP bekerja sama dengan
organisasi organisasi eksternal kampus, seperti Komite Nasional untuk Rakyat
7
Palestina (KNRP), Komite Indonesia untuk Solidaritas Palestina (KISPA), Forum
Silaturahmi Lembaga Dakwah Kampus (FSLDK) dan lain sebagainya. Bentuk
kerja sama yang dilakukan dengan menghadirkan syeikh dari Palestina melalui
organisasi tersebut dan lain sebagainya. Dalam penghimpunan dana LDK SSP
juga menjalin kerjasama dengan sekolah-sekolah (SD,SMP,SMA), dan isntansi
yang dapat di ajak kerja sama lainnya. LDK SSP merupakan suatu gerakan yang
bertujuan untuk memperjuangkan aspirasi rakyat palestina dan pembebasan
negara Palestina yang tertindas oleh Zionis Israel.
LDK SEBI Solidarity For Palestine (SSP) adalah bagian dari organisasi
struktural yang terdapat di kampus STEI SEBI. Sekolah Tinggi Ekonomi Islam
(STEI SEBI) adalah kampus yang lahir dari sebuah idealisme dan gagasan untuk
menjadi institusi yang memberikan kontribusi bagi kemaslahatan bangsa, negara,
umat dan agama. Sebagai suatu gerakan mahasiswa, LDK SEBI Solidarity for
Palestine (SSP) merupakan wadah perjuangan mahasiswa STEI SEBI untuk
membangun kepedulian terhadap bangsa Palestina dan ummat muslim dunia
dengan aktivitas utama adalah penggalan dana dan mengangkat isu-isu
kemanusiaan yang terjadi di dunia. Berdasarkan pernyataan masalah yang telah
diuraikan diatas, maka peneliti tertarik untuk meneliti lebih jauh Lembaga
Dakwah Kampus SEBI Solidarity for Palestine (LDK SSP) dengan berfokus pada
aspek Mobilisasi Sumber Daya-nya.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan pernyataan masalah yang telah diuraikan di atas, maka rumusan
masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
8
1. Apa saja peran mobilisasi sumber daya yang digunakan oleh LDK SSP ?
2. Hambatan apa saja yang dialami oleh LDK SSP ?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan pernyataan dan perumusan masalah diatas, maka tujuan yang
ingin dicapai dalam penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui peran mobilisasi sumber daya yang digunakan oleh LDK
SSP.
2. Untuk mengetahui hambatan apa yang dialami oleh LDK SSP.
D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang ingin dicapai dalam melakukan penelitian ini adalah :
1. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan yang
berarti bagi ilmu pengetahuan serta memperkaya hasil penelitian dalam bidang
Sosiologi, khususnya Gerakan Sosial. Selain itu, hasil penelitian ini juga
diharapkan dapat digunakan sebagai studi banding bagi peneliti lain yang
mempunyai tema yang relatif sama.
2. Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi
pengetahuan bagi masyarakat umum, khususnya bagi mahasiswa, terutama
yang berkaitan dengan gerakan sosial yang dilakukan oleh mahasiswa.
E. Tinjauan Pustaka
Ada beberapa penelitian terkait dengan judul skripsi yang penulis buat.
No Nama Judul Teori
1 Leny Puspadewi Oposisi di Indonesia: Studi Kasus
Gerakan Mahasiswa 1998 di
Teori oposisi Robert
A. Dahl dan definisi
9
Jakarta oposisi Karel Van
Het Reve
2 Dwi Winarno Gerakan Falun Gong di Indonesia Teori gerakan sosial
Charles Tilly dalam
studi gerakan sosial
dan Sidney Tarrow
dalam studi gerakan
transnasional
3 Lisken LM Situmorang Gerakan Lingkungan Anti Sawit Teori Gerakan Sosial
Baru dan Teori
Mobilisasi Sumber
Daya
4 Muhammad Umar
Syadat Hasibuan
Gerakan Politik Mahasiswa: Studi
Kasus Polarisasi Gerakan
Mahasiswa Pada Masa
Pemerintahan B.J. Habibie dan
Abdurrahman Wahid
Teori Demokrasi dari
Maswadi Rauf dan
Larry Diamond.
Teori Konflik dari
Maswadi Rauf. Teori
Gerakan Massa dari
Eric Hoffer. Teori
Elit dari Suzane
Keller.
5 Syamsu A. Kamaruddin Pemberontakan Petani UNRA
1943 (Studi Kasus Mengenai
Gerakan Sosial di Sulawesi
Selatan pada Masa Pendudukan
Jepang)
Metode Historis
Tabel 1. Tinjauan Penelitian Terdahulu
10
Penelitian pertama, Tesis yang dibuat oleh Leny Puspadewi (2002)
berjudul ―Oposisi di Indonesia: Studi Kasus Gerakan Mahasiswa 1998 di Jakarta‖
program studi Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas
Indonesia. Penelitian ini di fokuskan pada gerakan mahasiswa Indonesia,
khususnya di Jakarta pada tahun 1998 yang melontarkan tuntutan reformasi
menyeluruh atau reformasi total. Permasalahan yang di ajukan dalam penelitian
ini ialah mengenai tipe oposisi yang diperankan oleh gerakan mahasiswa 1998
dan faktor-faktor signifikan yang mendorong munculnya tipe oposisi tersebut.
Penelitian ini menggunakan teori oposisi yang dikemukakan oleh Robert A. Dahl
dan definisi oposisi yang dikemukakan oleh Karel van het Reve untuk melihat
gerakan mahasiswa 1998 dalam melakukan oposisi, dan tipe oposisi yang
diajukan oleh H. Gordon Skilling digunakan untuk menganalisa tipe oposisi yang
dilakukan gerakan mahasiswa 1998.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian
kualitatif, dengan menggunakan teknik wawancara dan studi pustaka dalam
pengumpulan data-datanya. Dari hasil analisa dalam penelitian ini, penulis
menemukan bahwa tipe oposisi yang dilakukan gerakan mahasiswa 1998 adalah
oposisi integral dan dua faktor signifikan yang mendorong gerakan mahasiswa
1998 melakukan oposisi integral adalah (1) kegagalan pemerintah Orde Baru
untuk mengatasi krisis ekonomi dan (2) kepastian terlaksananya agenda SU MPR
Maret 1998.
11
Tesis yang dibuat oleh Dwi Winarno (2012) berjudul ―Gerakan Falun
Gong di Indonesia‖ program studi Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Indonesia. Tesis ini menjelaskan Falun Gong sebagai gerakan sosial
di Indonesia, melalui studi ini, peneliti mengelaborasi faktor-faktor yang
melatarbelakangi, menyebabkan, membuat, dan menghambat gerakan Falun Gong
di Indonesia. Tesis ini menggunakan berbagai pendekatan dalam teori gerakan
sosial baru terutama yang dikembangkan oleh Charles Tilly dalam studi gerakan
sosial dan Sidney Tarrow dalam studi gerakan transnasional. Metode yang
digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif dengan teknik
pengumpulan data berupa wawancara tidak terstruktur, observasi, dan studi
pustaka. Dari hasil penelitian ini, disimpulkan bahwa gerakan sosial Falun Gong
dapat berkembang di Indonesia karena adanya political opportunity, interest,
organisasi, dan strategi gerakan yang menggunakan universal value.
Dalam Skripsi EDO (2012) tentang ―Gerakan Himpunan Mahasiswa Islam
(Studi Terhadap Gerakan Himpunan Mahasiswa Islam Komisariat FISIP USU)‖
program studi Antropologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas
Sumatera Utara. Penelitian ini menjelaskan bahwa terdapat beberapa organisasi
gerakan mahasiswa di FISIP USU, organisasi tersebut dikatakan sebagai
organisasi mahasiswa karena terdapatnya aktifitas-aktifitas organisasi yang
mendukung terwujudnya aksi-aksi mahasiswa yang mendukung kepentingan
umum. Dimana Himpunan Mahasiswa Islam Komisariat FISIP USU merupakan
salah satu organisasi yang dimaksud. Tulisan ini bertujuan untuk mendeskripsikan
tentang gerakan mahasiswa yang diperankan HMI Komisariat FISIP USU. Studi
12
terhadap penelitian ini dilihat dari perspektif antropologi. Penelitian dari skripsi
ini dikaji dengan pendekatan kualitatif, dengan pengumpulan data dari wawancara
dan observasi berpartisipasi.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan peran dan fungsi organisasi HMI
Komisariat FISIP USU dalam mengawal gerakan mahasiswa. Penelitian ini juga
menjawab beberapa pertanyaan seperti visi dan misi HMI Komisariat FISIP USU,
yaitu sebagai alat perjuangan mahasiswa untuk menata kehidupan ke arah
kebenaran, nila-nilai yang terdapat di HMI Komisariat FISIP USU berdasarkan
bentukan proses berjalannya komisariat sebagai organisasi mahasiswa, dan untuk
membangun gerakannya komisariat harus menanamkan nilai-nilai yang
dimilikinya pada setiap anggota.
Selanjutnya, penelitian yang dilakukan oleh Syamsu A. Kamaruddin
(2012) tentang ―Pemberontakan Petani UNRA 1943 (Studi Kasus Mengenai
Gerakan Sosial di Sulawesi Selatan pada Masa Pendudukan Jepang)‖ dalam
Jurnal MAKARA, SOSIAL HUMANIORA. Penelitian ini bertujuan untuk
mendeskripsikan, latar belakang, kondisi, dan faktor-faktor penyebab terjadinya
pemberontakan petani Unra pada masa pemerintahan pendudukan Jepang di
Sulawesi Selatan pada 1943. Dalam menganalisis pemberontakan petani Unra
sebagai gerakan sosial ditelusuri faktor, kondisi, dan struktur sosial masyarakat
yang menjadi basis lahirnya pemberontakan. Fokus kajian diarahkan pada
penelusuran latar belakang kultural keagamaan dalam konteks historis dari
pemberontakan petani Unra, dengan kondisi-kondisi sosial, ekonomi, dan politik
di Unra pada masa pemerintahan pendudukan Jepang.
13
Untuk merekontruksi peristiwa sejarah pemberontakan petani Unra
sebagai sebuah gerakan sosial, penelitian ini dilakukan dengan metode penelitian
kualitatif dalam perspektif historis. Metode historis digunakan untuk menganalisis
proses, dan tahap-tahap perkembangan menurut urutan waktunya secara
kronologis. Analisis historis dilakukan dengan menggunakan pendekatan terhadap
disiplin ilmu-ilmu sosial lain, seperti sosiologi, antropologi, dan politik untuk
mendapatkan pemahaman yang mendalam tentang peristiwa pemberontakan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa, ketika pemerintahan pendudukan Jepang
berkuasa di Indonesia, khususnya di Unra pada 1943 telah terjadi sebuah
perubahan sosial yang cepat dan dipaksakan dalam bentuk kebijakan ekonomi
perang yang membawa penderitaan bagi rakyat. Hal inilah yang kemudian
menjadi faktor pendorong lahirnya pemberontakan petani sebagai gerakan sosial.
Tesis yang dibuat oleh Ahmad Ismail (2012) berjudul ―Akademi Berbagi:
Gerakan Sosial di Dunia Digital‖ program studi Antropologi Fakultas Ilmu Sosial
dan Ilmu Politik. Tesis ini menjelaskan aksi gerakan sosial yang mengadopsi
teknologi internet yang kian marak terjadi sejak dekade terakhir. Kasus dalam
penelitian ini adalah Gerakan Akademi Berbagi yang berbasis di internet
khususnya sosial media. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan
metode connective ethnography dan dilakukan selama 5 bulan. Hasil penelitian
menunjukkan Gerakan Akademi Berbagi merupakan salah satu bentuk
manifiestasi lahirnya masyarakat sipil.
Gerakan yang mengombinasikan online dan offline telah memberikan
konteks, validasi dan keterikatan partisipasi lebih oleh para relawan dalam
14
melakukan gerakan sosial, sehingga melahirkan apa yang disebut ‘online social
movements’. Hal ini juga melengkapi konsep yang Nugroho (2011) sebut sebagai
―click activism‖, dengan kasus gerakan yang diangkat dalam penelitian ini,
gerakan sosial yang dilakukan di internet melebihi apa yang disebut dengan click
activism, dan volunterism yang dilakukan lebih dari sekadar terlibat pada gerakan
online, tetapi volunterism ini juga dilakukan dalam konteks offline, sehingga
gerakan ini tidak hanya sekadar ―click‖ tetapi juga melibatkan ruang real dalam
melakukan gerakan.
Tesis yang dibuat oleh Lisken LM Situmorang (2010) berjudul ―Gerakan
Lingkungan Anti Sawit‖ program studi Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik. Penelitian ini mengkaji Jaringan Sawit Watch sebagai penggerak gerakan
sosial baru di Indonesia, penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode
kualitatif. Pendekatan Teori Gerakan Sosial Baru dan Teori Mobilisasi Sumber
Daya digunakan untuk menunjukkan dinamika dan organisasi gerakan sosial
dengan melihat faktor diskontinuitas dan kontinuitas dari gerakan tersebut. Dari
hasil penelitian ini, didapatkan bahwa ada hubungan antara aktor-aktor gerakan
sosial baru yang membahas tentang isu-isu simbolik dan universal dengan aktor-
aktor gerakan sosial tradisional di akar rumput sehingga isu-isu historis dan
konflik juga mewarnai topik isu yang dibawa oleh gerakan antisawit ini. Selain itu
Sawit Watch sebagai ornop telah mendorong terbentuknya kekuatan ‗social
movement organization‘ lainnya seperti organisasi petani, dan juga organisasi-
organisasi masyarakat di akar rumput yang bekerja dengan Sawit Watch dengan
pengarusutamaan isu sawit.
15
Berikutnya, Disertasi yang dibuat oleh Muhammad Umar Syadat
Hasibuan (2010) berjudul ―Gerakan Politik Mahasiswa: Studi Kasus Polarisasi
Gerakan Mahasiswa Pada Masa Pemerintahan B.J. Habibie dan Abdurrahman
Wahid‖ program studi Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik.
Disertasi ini menjelaskan studi tentang gerakan politik mahasiswa dengan
menggunakan studi kasus untuk menganalisa dua tipe polarisasi gerakan
mahasiswa. Penelitian dari disertasi ini menggunakan pendekatan kualitatif dan
analisa deskriptif, data dari studi ini diperoleh dengan wawancara mendalam dan
sumber data sekunder. Beberapa teori digunakan sebagai kerangka analisa,
Pertama, teori demokrasi dari Maswadi Rauf dan Larry Diamond. Kedua, teori
konflik dari Maswadi Rauf. Ketiga, teori gerakan massa dari Eric Hoffer.
Keempat, teori elit dari Suzane Keller.
Disertasi ini juga menggunakan tipologi gerakan politik mahasiswa dari
Philip G. Altbach dan Burhan D. Magenda untuk memperkaya kajian gerakan
mahasiswa di Indonesia. Beberapa penemuan dari disertasi ini adalah pertama,
polarisasi gerakan mahasiswa pada masa pemerintahan B.J. Habibie adalah HMI,
KAMMI kontra FORKOT, FKSMJ. Kedua, polarisasi gerakan mahasiswa
tersebut disebabkan oleh perbedaan persepsi terhadap figur kepemimpinan B.J.
Habibie dan Abdurrahman Wahid. Ketiga, disertasi ini menemukan bahwa
gerakan mahasiswa HMI, KAMMI, FORKOT, FKSMJ, BEMI dan BEMSI
merupakan gerakan politik. Gerakan mahasiswa ini mendapat dukungan politik,
ekonomi dan psikologi dari elit politik, dengan demikian gerakan mahasiswa
16
memiliki kesamaan kepentingan dengan elit poltik baik secara politik dan
ideologis.
Terkait dengan penelitian-penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti
lainnya mengenai gerakan sosial, penulis melihat bahwa hanya sedikit usaha yang
dilakukan untuk mengkaji gerakan sosial mahasiswa dengan berfokus pada peran
Mobilisasi Sumber Daya-nya. Oleh karena itu penulis tertarik untuk mengkaji
studi gerakan sosial dengan berfokus kepada peran Mobilisasi Sumber Daya-nya
guna menambah kazanah ilmiah studi gerakan sosial, khususnya gerakan sosial
yang dilakukan oleh mahasiswa.
F. Kerangka Teoritis
1. Definisi Gerakan Sosial
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Gerakan sosial adalah tindakan
atau agitasi terencana yang dilakukan sekelompok masyarakat yang disertai
program terencana dan ditujukan pada suatu perubahan atau sebagai gerakan
perlawanan untuk melestarikan pola-pola dan lembaga masyarakat yang ada.
Dalam sosiologi, gerakan tersebut di atas diklarifikasikan sebagai suatu
bentuk perilaku kolektif tertentu yang diberi nama gerakan sosial. Sejumlah ahli
sosiologi menekankan pada segi kolektif dan gerakan sosial ini, sedangkan
diantara mereka ada pula yang menambahkan segi kesengajaan, organisasi dan
kesinambungan. Sebagai sebuah aksi kolektif, umur gerakan sosial tentu sama
tuanya dengan perkembangan peradaban manusia. Perubahan suatu peradaban ke
peradaban lain tidaklah selalu melalui jalan ―damai‖ bahkan sejarah membuktikan
perubahan peradaban masyarakat kerap terjadi melalui gerakan-gerakan kolektif
17
atau yang lebih dikenal dengan istilah gerakan sosial sekarang ini (Situmorang,
2007).
Membahas suatu konsep seperti gerakan sosial perlu dimulai dengan
kejelasan konsep tersebut sehingga pembaca dapat memperoleh batasan dan
definisi yang berlaku, baik dalam bidang akademis maupun publik. Secara umum
gerakan sosial memiliki definisi yang luas dikarenakan ruang lingkupnya yang
beragam. Jary dan Jary (1995: 614-615) mendefinisikan gerakan sosial sebagai:
―any broad alliance of people who are associated in seeking to effect or to block
an aspect of social change within a society‖— suatu aliansi sosial sejumlah besar
orang yang berserikat untuk mendorong ataupun menghambat suatu segi
perubahan sosial dalam suatu masyarakat.
Edgar F Borgatta dan Marie L Borgatta (1992) mendefinisikan gerakan
sosial: ―Social movements are described most simply as collective attempts to
promote or resist change in a society or a group‖--- gerakan sosial kebanyakan
digambarkan sebagai upaya kolektif untuk mendorong atau menolak perubahan
didalam suatu masyarakat atau suatu kelompok. Selain itu, terdapat pula definisi
lain tentang gerakan sosial menurut J Craig Jenkins dan William Form (2005,
331) yakni: ―Social movements have traditionally been defined as organized effort
to bring about social change‖--- gerakan sosial secara tradisional didefinisikan
sebagai upaya terorganisir untuk membawa perubahan sosial.
Sedangkan menurut Darmawan Triwibowo (2006), gerakan sosial
diartikan sebagai: ―sebentuk aksi kolektif dengan orientasi konfliktual yang jelas
terhadap lawan sosial dan politik tertentu, dilakukan dalam konteks jejaring lintas
18
kelembagaan yang erat oleh aktor-aktor yang di ikat rasa solidaritas dan identitas
kolektif yang kuat melebihi bentuk-bentuk ikatan dalam koalisi dan kampanye
bersama. Definisi mengenai gerakan sosial selanjutnya datang dari Bernard Raho
(2014), ia mengatakan bahwa gerakan sosial adalah kegiatan terorganisir yang
berlangsung lama dan dimaksudkan untuk mendukung atau tidak mendukung hal-
hal tertentu.
Penekanan serupa ditemukan dalam berbagai definisi pakar di berbagai
literatur (Sztompka, 2004: 325):
1. Upaya kolektif untuk membangun tatanan kehidupan yang baru (Blumer 1951:
199).
2. Upaya kolektif untuk mengubah tatanan sosial (Lang & Lang, 1961: 507).
3. Upaya kolektif untuk mengubah norman dan nilai (Smelser, 1962: 3).
4. Tindakan kolektif berkelanjutan untuk mendorong atau menghambat
perubahan dalam masyarakat atau dalam kelompok yang menjadi bagian
masyarakat itu (Turner & Killian, 1972: 246).
5. Upaya kolektif untuk mengendalikan perubahan atau untuk mengubah arah
perubahan (Lauer, 1976: xiv).
Definsi yang memadai harus dapat membedakan fenomena gerakan sosial
ini dari kategori lain dan dari warga lain dari berbagai kategori yang sama. Definsi
tersebut harus terdiri dari beberapa komponen berikut:
1. Kolektivitas orang yang bertindak bersama.
2. Tujuan bersama tindakannya adalah perubahan tertentu dalam masyarakat
mereka yang ditetapkan partisipan menurut cara yang sama.
19
3. Kolektivitasnya relatif tersebar namun lebih rendah derajatnya dari pada
organisasi formal.
4. Tindakannya mempunyai derajat spontanitas relatif tinggi namun tak
terlembaga dan bentuknya tak konvensional.
Jadi, gerakan sosial adalah tindakan kolektif yang diorganisir secara
longgar, tanpa cara terlembaga untuk menghasilkan perubahan dalam masyarakat
mereka (Sztompka, 2004: 325).
Berbeda dengan perilaku kolektif, gerakan sosial ditandai oleh adanya
tujuan atau kepentingan bersama (Giddens, 1989). Bernard Raho (2014)
mengatakan bahwa gerakan sosial berbeda dengan perilaku kolektif berdasarkan
tiga hal, yakni tingkatan organisasional yang cukup ketat, berlangsung dalam
waktu yang relatif lama, dan berusaha sungguh-sungguh untuk mengatur kembali
kehidupan masyarakat secara menyeluruh. Gerakan sosial, di pihak lain ditandai
dengan adanya tujuan jangka panjang, yaitu untuk mengubah ataupun
mempertahankan masyarakat atau institusi yang ada di dalamnya. Giddens (1989)
dan Light, Keller dan Calhoun (1989) menyebutkan ciri lain gerakan sosial, yaitu
pengunaan cara yang berada di luar institusi yang ada (Kamanto Sunarto, 2004).
Selain berbeda dengan perilaku kolektif, gerakan sosial juga mempunyai
karakteristik yang berbeda dengan gerakan massa, sekalipun antara gerakan
sosial dan gerakan massa memiliki kesamaan tertentu. Dalam gerakan sosial,
suatu tujuan yang hendak dicapai terumuskan secara jelas dan alat-alat yang
digunakan untuk mencapainya juga jelas. Dalam sejumlah kenyataan bahwa suatu
gerakan sosial selain memiliki bentuk gerakan yang tidak melembaga, juga
20
merupakan gerakan yang terorganisasi, berkelanjutan dan tantangan kesadaran
diri yang menunjukkan bagian identitas dari para pelakunya (Jurdi, 2010: 132).
2. Jenis-jenis Gerakan Sosial
Karena keanekaragaman gerakan sosial sangat besar, maka berbagai ahli
sosiologi mencoba mengklasifikasikannya dengan menggunakan kriteria tertentu.
Salah satu perbedaan yang terdapat di antara gerakan sosial itu ialah bahwa ada
gerakan sosial yang merumuskan perhatiannya pada sekelompok orang atau satu
kategori populasi saja dan ada pula gerakan sosial yang memusatkan perhatiannya
pada masyarakat secara keseluruhan. Selain itu, ada gerakan sosial yang
memperjuangkan perubahan yang bersifat terbatas dan berlaku hanya untuk
sekelompok orang di dalam populasi dan ada pula gerakan sosial yang
menginginkan perubahan yang menyeluruh di dalam masyarakat. (Macionis,
1987: 598-599) dengan memperhatikan kedua perbedaan tersebut, mengemukakan
jenis-jenis gerakan sosial.
Besaran
Tipe
Perubahan Perorangan Perubahan Sosial
Sebagian Gerakan Alternatif Gerakan Reformatif
Menyeluruh Gerakan Redemptif Gerakan Revolusioner
Tabel 2. Tipologi Gerakan Sosial
21
Pertama, Gerakan Sosial Alternatif : gerakan ini berusaha membawa
perubahan yang bersifat terbatas pada individu dengan meyakinkan mereka untuk
mengabaikan sikap dan tingkah laku tertentu guna mendukung sikap dan tingkah
laku yang bersifat alternatif. Gerakan Keluarga Berencana misalnya, gerakan ini
merupakan sebuah contoh dari gerakan sosial alternatif. Dalam gerakan tersebut,
individu-individu diyakinkan untuk mengabaikan sikap yang tengah berjalan
yakni membiarkan kelahiran anak secara alamiah dan mendukung sikap alternatif
yaitu mengontrol kelahiran anak-anak dengan menggunakan teknologi keluarga
berencana.
Kedua, Gerakan Sosial Redemptif : gerakan ini berusaha menciptakan
perubahan besar-besaran pada individu-individu. Perbedaannya dengan gerakan
sosial alternatif ialah bahwa pada gerakan sosial alternatif perubahan yang
direncanakan bersifat terbatas pada sikap dan sifat tertentu saja, sedangkan pada
gerakan sosial ini perubahan yang dicita-citakan bersifat menyeluruh. Gerakan
sosial redemptif biasanya berhubungan dengan gerakan keagamaan yang berusaha
menciptakan transformasi kehidupan secara radikal. Contoh gerakan ini misalnya,
gerakan kelompok fundamentalis agama-agama tertentu yang berusaha mencari
anggota-anggota baru dengan segala macam cara.
Tipe ketiga, Gerakan Sosial Reformatif : gerakan ini berusaha membawa
perubahan sosial yang terbatas pada masyarakat sebagai satu keseluruhan.
Gerakan sosial reformatif umumnya bekerja di dalam sistem yang sudah ada dan
menghendaki terjadinya perubahan sosial yang bersifat moderat yang
diperjuangkan melalui jalur-jalur hukum. Jadi, fokus dari gerakan sosial
22
reformatif ini ialah masyarakat secara keseluruhan tetapi perubahan yang
diinginkannya bersifat terbatas. Gerakan Pro dan Anti Legalisasi Aborsi di
Amerika Serikat misalnya, gerakan ini merupakan contoh-contoh dari gerakan
sosial yang bersifat reformatif.
Tipe keempat, Gerakan Sosial Revolusioner : gerakan ini berusaha
membawa perubahan yang bersifat revolusioner pada masyarakat secara
keseluruhan. Mereka umumnya menolak institusi-institusi sosial yang ada dan
mendukung institusi-institusi baru yang bersifat radikal. Fokus perubahan yang
dicita-citakan adalah masyarakat secara keseluruhan dan tingkat perubahan yang
diinginkan bersifat menyeluruh. Gerakan-gerakan sosial yang bersifat
revolusioner ini misalnya, terjadi di Prancis pada waktu revolusi Prancis atau di
Rusia pada waktu revolusi Bolshevik.
Klasifikasi gerakan sosial yang lain datang dari Kornblum, berbeda
dengan Aberle, yang dijadikan kriteria klasifikasi oleh Kornblum ialah tujuan
yang hendak dicapai (Kornblum, 1988: 233-236 dalam Kamanto Sunarto). Atas
dasar kriteria ini Kornblum membedakan antara revolutionary movement,
reformist movement, conservative movement, dan reactionary movement. Apabila
gerakan sosial bertujuan mengubah institusi dan stratifikasi masyarakat, maka
gerakan tersebut merupakan gerakan revolusioner (revolutionary movement).
Revolusi sosial merupakan suatu transformasi menyeluruh tatanan sosial,
termasuk di dalamnya institusi pemerintah dan sistem stratifikasi (Kornblum,
1988: 250 dalam Kamanto Sunarto). Contoh gerakan ini adalah Revolusi di Rusia
pada tahun 1917 dan revolusi di Tiongkok pada tahun 1949. Jika suatu gerakan
23
hanya bertujuan mengubah sebagian institusi dan nilai, maka gerakan tersebut
termasuk gerakan reformis (reformist movement), misalnya gerakan Boedi
Oetomo yang didirikan tahun 1908 di Jakarta. Hal ini dikarenakan gerakan
gerakan tersebut bertujuan untuk memberikan pendidikan Barat Formal kepada
putra-putri pribumi (Nagazumi,1989 dalam Kamanto Sunarto).
Sementara gerakan yang berupaya untuk mempertahankan nilai dan
institusi masyarakat termasuk ke dalam gerakan konservatif (conservative
movement). Misalnya gerakan kaum feminis di Amerika Serikat pada tahun 80-
an, dimana kaum feminis melakukan perubahan pada konstitusi demi menjamin
persamaan hak lebih besar antara laki-laki dan perempuan. Terakhir, suatu
gerakan disebut gerakan reaksioner (reactionary movement) manakala tujuannya
ialah untuk kembali ke institusi dan nilai di masa lampau dan meninggalkan
institusi dan nilai masa kini. Contoh gerakan ini adalah gerakan Pauline Hanson
dengan One Nation Party-nya untuk menghambat migrasi orang Australia dan
menolak pemberian hak-hak khusus pada orang Aborigin.
3. Tahap-Tahap Dalam Gerakan Sosial
Keberlangsungan sebuah gerakan sosial sangat tergantung kepada
efektivitas dari organisasi yang terdapat di dalam gerakan tersebut. Memang ada
juga gerakan sosial yang tidak menghendaki pembentukan organisasi sebagai
wadah untuk memperjuangkan cita-citanya. Misalnya, Gerakan Kaum Hippie
tahun 1960-an di Amerika Serikat yang menganut kebijaksanaan ―buatlah segala
sesuatu sendiri‖, tidak suka dengan keberadaan organisasi yang bersifat kaku.
24
(Macionis, 1987: 606 dalam Bernard Raho, 2014)). Akan tetapi gerakan itu bubar
dengan sendirinya setelah berumur beberapa tahun saja.
Sebaliknya gerakan sosial yang memperjuangkan hak-hak sipil orang-
orang kulit hitam, gerakan feminisme dan perjuangan hak-hak kaum gay yang
semuanya didukung oleh organisasi yang teratur pada umumnya bertahan lama
dan berhasil. Walaupun setiap gerakan sosial unik dan berbeda satu sama lain,
namun pada umumnya kebanyakan gerakan sosial melewati tahap-tahap yang
cukup pasti. Berdasarkan analisis dari beberapa ilmuwan sosial, setiap gerakan
sosial akan mengalami empat tahap umum dalam perkembangannya, yaitu:
Tahap Pemunculan: Gerakan sosial muncul karena ada hal-hal yang tidak
berjalan sebagaimana mestinya, walaupun setiap teori menggunakan istilah-
istilah yang berbeda untuk melukiskan ketidakpuasan ini. Gerakan sosial
seperti perjuangan hak-hak sipil atau gerakan kaum perempuan muncul ke
permukaan karena ketidakpuasan yang terjadi di dalam masyarakat itu
sendiri. Tetapi ada juga gerakan sosial lainnya yang muncul untuk
membangkitkan kesadaran publik tentang isu-isu tertentu dengan
menghimpun dukungan dari akar rumput untuk masuk ke dalam gerakan
sosial tersebut. Misalnya gerakan sosial untuk memelihara lingkungan hidup.
Tahap Pembentukan Organisasi: Setelah sebuah gerakan sosial berhasil
muncul, tahap berikut yang biasanya terjadi adalah menghimpun individu-
individu yang terlibat ke dalam suatu organisasi yang secara aktif masuk ke
dalam kehidupan publik. Hal-hal yang temasuk ke dalam tahap ini ialah
mengembangkan kepemimpinan, merumuskan kebijaksanaan dan strategi,
25
membangun kepercayaan publik, dan merekrut anggota-anggota baru. Pada
tahap ini gerakan sosial bisa saja terlibat di dalam aksi-aksi kolektif seperti
unjuk rasa atau demonstrasi untuk membangkitkan kesadaran publik tentang
hal-hal yang di perjuangkannya dan untuk memperoleh pengakuan sebagai
suatu kekuatan politis yang sudah mapan. Dalam tahap ini peran media massa
dianggap sangat penting untuk menyuarakan pesan-pesan gerakan sosial ini
kepada masyarakat umum. Gerakan sosial ini juga bisa saja mencari aliansi
dengan organisasi-organisasi sosial lainnya untuk memperoleh dana atau
sumber daya lainnya guna menunjang kegiatannya agar berhasil.
Tahap Birokratisasi: Apabila individu-individu telah menggabungkan diri
dalam satu organisasi, maka tahap berikutnya yang terjadi adalah pemantapan
birokratisasi di dalam organisasi tersebut. Pada mulanya sebuah gerakan
sosial sering kali memperoleh pengaruh awal karena kemampuan pribadi dari
para pemimpinnya. Akan tetapi dalam perkembangan selanjutnya, organisasi
birokratis mengambil alih cara kepemimpinan untuk menjaga kesatuan di
dalam gerakan sosial tersebut. Tentu saja tidak semua gerakan sosial
mencapai tahap seperti ini. Gerakan mahasiswa yang tergantung kepada
kharisma kepemimpinan seseorang dan yang sering kali tidak sampai kepada
tahap pembentukan organisasi birokratis sering kali tidak akan bertahan lama.
Sebaliknya, gerakan-gerakan sosial yang di dukung oleh organisasi birokratis
yang mantap akan bertahan lama dan dapat berhasil mencapai tujuannya.
Namun demikian penekanan yang berlebihan terhadap organisasi birokratis
dapat menghambat pencapaian tujuan karena organisasi-organisasi itu bisa
26
saja terobsesi dengan pembangunan organisasi formal dan kehilangan
momentum untuk melakukan protes.
Tahap Berakhirnya Gerakan Sosial; Setiap gerakan sosial pada dasarnya
berjalan selama kurun waktu tertentu dan setelah itu dia berhenti. Ada
beberapa hal yang menyebabkan berakhirnya gerakan sosial. Pertama,
gerakan sosial tersebut telah memperoleh apa yang mereka perjuangkan
sehingga mereka tidak mempunyai alasan untuk melanjutkan perjuangannya.
Kedua, gerakan sosial tidak dapat melanjutkan perjuangannya karena
kepemimpinan yang tidak becus, kehilangan ideal-ideal yang
diperjuangkannya, tidak tersedianya sumber-sumber daya dan dana yang
mendukung, tekanan dari pihak penguasa, atai birokratisasi yang tidak
berjalan. Ketiga, gerakan sosial dapat juga bubar karena pimpinannya telah
terkooptasi dengan penguasa yang memberikan mereka uang, prestise sosial,
dan berbagai ganjaran sosial lainnya sehingga mereka tidak lagi melihat
alasan untuk terus berjuang. Keempat, gerakan sosial juga bubar karena
represi yang dilakukan oleh penguasa yang mempunyai kekuatan dan sarana
untuk melawan gerakan itu, menakut-nakuti anggota-anggota baru, atau
dalam kasus-kasus tertentu memenjarakan pimpinan dari gerakan tersebut.
Kelima, gerakan sosial tersebut dapat berakhir karena ia telah dimasukkan ke
dalam suatu sistem yang mapan sehingga ia tidak lagi melakukan perjuangan
yang bersifat oposisi.
27
4. Mobilisasi Sumber Daya
Dari sejumlah penelitian berkaitan dengan aksi-aksi kolektif dan gerakan
sosial menunjukan bahwa tidak semua aksi-aksi kolektif dan gerakan sosial dapat
dijelaskan dengan mempergunakan teori struktur kesempatan politik. Karena
berkembangnya sebuah gerakan sosial juga sangat ditentukan oleh seberapa kuat
dan besarnya sumber daya internal yang tersedia dan dimobilisasi secara tepat.
Meskipun keluhan dan struktur kesempatan politik tersedia, namun jika para aktor
tidak mampu menggerakkan sumber daya internalnya untuk mempergunakan
dukungan faktor eksternal, maka perkembangan gerakan sosial sulit terwujud.
Mobilisasi Sumber Daya kemudian menjadi salah satu teori utama dalam
khasanah gerakan sosial modern.
Dewasa ini dalam disiplin ilmu Sosiologi, teori Mobilisasi Sumber Daya
merupakan kerangka teoritik yang cukup dominan dalam menganalisis gerakan
sosial dan tindakan kolektif yang muncul (Buechler, 1995). Para teoritisi
Mobilisasi Sumber Daya mengawali tesis mereka dengan menolak penekanan atas
perhatian terhadap peran dari ‗perasaan‘ (feelings) dan ‗ketidakpuasan‘
(grievances), serta pemanfaatan kategori-kategori psikologi dalam menjelaskan
gerakan sosial baru (Cohen dalam Singh, 2010). Teori Mobilisasi Sumber Daya
memfokuskan perhatiannya kepada proses-proses sosial yang memungkinkan
muncul dan berhasilnya sebuah gerakan.
Teori Mobilisasi Sumber Daya juga lebih banyak memberikan
perhatiannya terhadap faktor-faktor ekonomi dan politik dibandingkan dengan
Teori Masyarakat Massa (Mass Society Theory) atau Teori Deprivasi Relatif
28
(Relative Deprivation Theory), serta kurang memberikan perhatian terhadap sifat-
sifat psikologis dari para anggota gerakan. Teori mobilisasi sumber daya
berasumsi bahwa dalam suatu masyarakat dimana muncul ketidakpuasan maka
cukup memungkinkan untuk memunculkan sebuah gerakan sosial. Dalam teori ini
faktor organisasi dan kepemimpinan merupakan faktor yang mendorong atau
menghambat sebuah keberhasilan gerakan sosial.
Para teoritisi yang berdiri dalam arus pemikiran ini di antaranya adalah
McAdam, McCarthy, dan Zald. Adapun Teori Mobilisasi Sumber Daya yang
dikemukakan oleh John D McCarthy dan Mayer N Zald, mereka menyatakan
bahwa gerakan sosial tidak hanya berupa reaksi spontan terhadap keluh kesah dan
ketidakpuasan. Seperti semua bentuk perilaku kolektif lainnya, gerakan sosial
juga tergantung pada suplai sumber daya material seperti waktu, uang, struktur
organisasi yang sudah ada sebelumnya, atau cara keterampilan organisasi. Dalam
Teori Mobilisasi Sumber Daya menurut McCarthy dan Mayer N Zald, keduanya
menekankan pada kondisi yang mendukung transformasi nilai-nilai kedalam
tindakan nyata dan menekankan pada kondisi yang memudahkan organisasi
gerakan sosial dalam bekerjasama maupun berkompetisi (Singh, 2010: 134).
Cara pandang terhadap gerakan sosial menurut teori ini sangat bergantung
pada pendekatan pilihan rasional terhadap perilaku manusia. Gagasan yang
mendasarinya adalah bahwa partisipan dalam gerakan sosial tidak hanya karena
rasa kecewa atau rasa tidak puas, melainkan juga berpartisipasi jika mereka
beranggapan bahwa investasi ini bermanfaat atau akan menimbulkan suatu bentuk
perubahan sosial dan politik tertentu. Jika sumber daya organisasi sama sekali
29
tidak ada, maka tidak masuk akal untuk mengambil bagian dalam perilaku yang
syarat akan kepentingan tersebut (Ishiyama, 2013: 376). Hal ini dapat dipahami
mengingat setiap gerakan sosial tentunya membutuhkan sumber daya untuk dapat
menjalankan aktivitas kolektifnya.
Bagi McCarthy dan Zald, gerakan sosial memiliki beberapa tugas penting
seperti memobilisasi pendukung, mengorganisasi sumber daya, yang dalam level
lebih jauh berdampak pada munculnya simpati elite-elite dan masyarakat secara
umum terhadap cita-cita gerakan (Hidayat, 2012: 23). Inilah konsep yang disebut
Mobilisasi Sumber Daya, konsep ini secara mendasar berusaha mengetahui
bagaimana sebuah kelompok mengupayakan sumber daya yang mereka miliki
untuk bisa melakukan suatu perubahan sosial dan tercapainya tujuan kelompok
(Edwards dan McCarthy, 2004: 118). Konsep ini berusaha melihat dorongan
upaya, baik secara kolektif maupun individual, yang muncul sebagai bagian dari
pencapaian tujuan yang dimiliki oleh gerakan sosial.
Sumber Daya sendiri memiliki makna yang begitu luas, sumber daya
dalam gerakan sosial merujuk pada apa yang dimiliki oleh sebuah gerakan. Hal
tersebut terdiri dari kekuatan finansial, akses terhadap media, dukungan
simpatisan, dan loyalitas grup. Selain itu sumber daya juga dapat terdiri dari
kepemilikan ruang/gedung, pengetahuan (stock of knowledge), dan keahlian (skill)
yang dimiliki oleh aktor, termasuk di dalamnya ideologi dan nilai gerakan (Opp,
2009). Namun demikian tidak semua hal yang memiliki nilai manfaat dapat
disebut sebagai sumber daya, ini karena sumber daya itu sendiri memiliki batasan
pengertian. Sesuatu hal baru bisa disebut sebagai sumber daya ketika individu
30
atau aktor gerakan mampu mengontrol dan memanfaatkan sumber daya yang
bernilai dan bermanfaat guna tercapainya tujuan dari gerakan tersebut.
Dalam gerakan sosial, hal lain yang tidak kalah pentingnya selain sumber
daya adalah mobilisasi. Dalam hal ini gerakan sosial perlu melakukan mobilisasi
sumber daya yang mereka miliki. Hal ini diperlukan guna dapat mencapai tujuan
dari gerakan itu sendiri. Ketika sumber daya tidak dimobilisasi, maka hal tersebut
akan mengawang dalam tataran gagasan. Sehingga dalam konteks gerakan sosial
diperlukan adanya mobilisasi, tentunya juga dengan keberadaan seorang
pemimpin dalam sebuah gerakan sosial yang sangat berpengaruh bagi gerakan
tersebut.
Hal ini seperti yang dijelaskan oleh McCarthy bahwa yang mempengaruhi
mobilisasi sumber daya dalam gerakan sosial adalah seorang pemimpin.
Keberadaan seorang pemimpin dapat memainkan peran sebagai penyemangat dan
tegas untuk memobilisasi sumber daya bagi gerakan sosial (Situmorang, 2007: 40-
41). McCarthy dan Zald menjelaskan aspek penting dalam memobilisasi sumber
daya seperti basis dukungan, strategi dan pendekatan, serta relasi dengan
masyarakat luas. Mobilisasi merupakan komponen penting setelah sumber daya,
hal ini dikarenakan mobilisasi akan menerapkan segala sumber daya dalam tataran
praktik dalam mencapai tujuan.
Kerangka Teori Mobilisasi Sumber Daya ini memaparkan dua aspek.
Pertama, mengenai sumber daya fisik, non-fisik ataupun finansial yang dimiliki
oleh sebuah gerakan seperti jaringan, uang, pengetahuan, atau keahlian tertentu
dalam upaya mencapai tujuan gerakan. Sumber daya tersebut dapat dikontrol baik
31
secara individual maupun kolektif oleh kelompok. Kedua, mobilisasi merupakan
suatu proses tak terpisahkan yang para aktornya berusaha memanfaatkan sumber
daya yang mereka miliki untuk mencapai tujuan dari gerakan. Kedua aspek
tersebut perlu bersinergi dalam kapasitasnya, hal tersebut diperlukan dalam upaya
mencapai tujuan gerakan.
G. Metodelogi Penelitian
Metodologi adalah proses, prinsip, dan prosedur yang kita gunakan untuk
mendekati problem dan mencari jawaban (Bogdan dan Taylor, 1975: 1 dalam
Mulyana, 2001: 145). Dengan ungkapan lain, metodologi adalah suatu pendekatan
umum untuk mengkaji topik penelitian (Silverman, 1993 dalam Mulyana, 2001:
145).
1. Pendekatan Penelitian
Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
kualitatif. Menurut Bogdan dan Taylor (1975: 5) dalam Basrowi (2008: 21)
penelitian kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data
deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku
yang dapat diamati. Menurut Kirk dan Miller (1986: 9) dalam Tohirin (2012:
2) penelitian kualitatif adalah tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial
yang secara fundamental bergantung dari pengamatan pada manusia baik
dalam kawasannya maupun dalam peristilahannya. Menurut David Williams
(1995) dalam Moleong (2004: 5) penelitian kualitatif adalah pengumpulan
data pada suatu latar alamiah, dengan menggunakan metode alamiah, dan
dilakukan oleh orang atau peneliti yang tertarik secara alamiah.
32
Menurut Denzin dan Lincoln (1987) dalam Moleong (2004: 5)
penelitian kualitatif adalah penelitian yang menggunakan latar alamiah,
dengan maksud menafsirkan fenomena yang terjadi dan dilakukan dengan
jalan melibatkan berbagai metode yang ada. Menurut Emzir (2008: 28)
penelitian kualitatif merupakan salah satu pendekatan yang secara primer
menggunakan paradigma pengetahuan berdasarkan pandangan kontruktivist
(seperti makna jamak dari pengalaman individual, makna yang secara sosial
dan historis dibangun dengan maksud mengembangkan suatu teori atau pola)
atau pandangan advokasi/partisipatori (seperti orientasi politik, isu,
kolaboratif, atau orientasi perubahan) atau keduanya.
Selain pengertian yang telah dikemukakan diatas, ada juga yang
mengartikan bahwa penelitian kualitatif merupakan penelitian yang
menggunakan pendekatan naturalistik untuk mencari dan menemukan
pengertian atau pemahaman tentang fenomena dalam suatu latar yang khusus.
Dalam konteks yang dibedakan dengan penelitian kuantitatif, penelitian
kualitatif diartikan sebagai penelitian yang menghasilkan prosedur analisis
yang tidak menggunakan prosedur analisis statistik atau cara kuantifikasi
lainnya. Penelitian kualitatif juga diartikan sebagai penelitian yang berupaya
membangun pandangan orang yang diteliti secara rinci serta dibentuk dengan
kata-kata, gambaran holistik (menyeluruh dan mendalam) dan rumit (Tohirin,
2012: 2).
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa penelitian kualitatif
merupakan suatu penelitian yang bermaksud memahami fenomena tentang
33
apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi,
tindakan, dan lain-lain secara holistik dan dengan cara deskripsi dalam bentuk
kata-kata dan bahasa pada suatu konteks khusus yang alamiah serta dengan
memanfaatkan berbagai metode alamiah (Tohirin, 2012: 3).
Metode kualitatif dapat digunakan untuk mengungkap dan memahami
sesuatu dibalik fenomena yang sama sekali belum diketahui. Metode ini dapat
juga digunakan untuk mendapatkan wawasan tentang sesuatu yang baru
sedikit diketahui. Selain itu pula, metode kualitatif dapat memberi rincian yang
kompleks tentang fenomena yang sulit diungkapkan oleh metode kuantitatif.
Metode kualitatif berusaha mengungkap berbagai keunikan yang terdapat
dalam individu, kelompok, masyarakat atau organisasi dalam kehidupan
sehari-hari secara menyeluruh, rinci, dalam, dan dapat dipertanggungjawabkan
secara ilmiah (Miles dan Huberman, 1946: 6-7 dalam Basrowi, 2008: 22).
Adapun karakteristik penelitian kualitatif yang membedakannya
dengan penelitian lain, seperti yang dikemukakan oleh Daymon dan Holloway
(2008: 7) dalam Tohirin (2012: 3) sebagai berikut ; (1) berfokus pada kata (2)
menuntut keterlibatan peneliti [partisipatif] (3) dipengaruhi sudut pandang
partisipan [orang yang menjadi sumber data] (4) fokus penelitian yang holistik
(5) desain dan penelitiannya bersifat fleksibel (6) lebih mengutamakan proses
dari pada hasilnya (7) menggunakan latar alami (8) menggunakan analisis
induktif baru deduktif.
Lebih rinci lagi, Moleong (2004: 8) mengemukakan karakteristik
penelitian kualitatif sebagai berikut ; (1) latar alamiah (2) manusia [peneliti]
34
sebagai alat atau instrumen utama (3) menggunakan metode kualitatif (4)
analisis data secara induktif (5) teori dari dasar [grounded theory] (6) bersifat
deskriptif (7) lebih mementingkan proses dari pada hasil (8) adanya batas yang
ditentukan oleh fokus (9) adanya kriteria khusus untuk kebenaran data
[validitas, reliabilitas, dan objektivitas] (10) desain yang bersifat sementara
[fleksibel] (11) hasil penelitian dirundingkan dan disepakati bersama antara
peneliti dan peserta penelitian.
2. Strategi Pemillihan Sampel
a. Prosedur Purposif
Prosedur purposif (purposive sampling) adalah salah satu strategi
menentukan informan yang paling umum di dalam penelitian kualitatif, yaitu
menentukan kelompok peserta yang menjadi informan sesuai dengan kriteria
terpilih yang relevan dengan masalah penelitian yang dilakukan. Contoh dari
penggunaan prosedur purposif ini adalah dengan menggunakan key person.
Ukuran besar individu key person atau informan yang mungkin atau tidak
mungkin ditunjuk sudah ditetapkan sebelum pengumpulan data, tergantung
pada sumber daya dan waktu yang tersedia, serta tujuan penelitian. Dengan
kata lain besaran key person yang digunakan sebagai informan disesuaikan
dengan struktur sosial saat pengumpulan data dilakukan (Bungin 2011: 107-
108).
Kunci dasar penggunaan prosedur ini adalah penguasaan informasi
dari informan dan secara logika bahwa tokoh-tokoh kunci di dalam proses
sosial selalu langsung menguasai informasi yang terjadi di dalam proses
35
sosial itu. Ukuran sampel purposif ditentukan atas dasar teori kejenuhan (titik
dalam pengumpulan data saat data baru tidak lagi membawa wawasan
tambahan untuk pertanyaan penelitian). Namun informan berikutnya akan
ditentukan bersamaan dengan perkembangan review dan analisis hasil
penelitian saat pengumpulan data berlangsung (Bungin 2011: 107-108).
Adapun kriteria pemilihan sampel purposif menurut Marshall &
Rosman (1995) dalam Tohirin (2012: 24) adalah sebagai berikut; a) lokasi
keberadaan sampel mudah dimasuki. b) terdapat situasi yang kaya dengan
proses, informan atau peserta penelitian, interaksi dan struktur yang diminati
dalam lokasi kajian yang dipilih. c) hubungan akrab dapat terjalin antara
peneliti dan peserta penelitian. d) kredibilitas dan kualitas data terjamin.
b. Prosedur Snowball
Prosedur bola salju (snowball) juga dikenal sebagai prosedur ―rantai
rujukan‖ atau juga prosedur networking, sering dianggap pula jenis prosedur
purposif, namun sesunggguhnya berbeda. Dalam prosedur ini, dengan siapa
peserta atau informan pernah dikontak atau pertama kali bertemu dengan
peneliti adalah penting untuk menggunakan jaringan sosial mereka untuk
merujuk peneliti kepada orang lain yang berpotensi berpartisipasi atau
berkontribusi dan mempelajari atau memberi informasi kepada peneliti.
Prosedur snowball sering digunakan untuk mencari dan merekrut ―informan
tersembunyi‖, yaitu kelompok yang tidak mudah diakses para peneliti melalui
strategi pengambilan informan lainnya (Bungin, 2007: 108-109).
36
Ada beberapa model snowball yang dapat digunakan di dalam
penelitian, yaitu:
1. Linier Snowball Modle, model snowball linear memungkinkan peneliti
bergerak linier untuk menemukan informan baru, dan membentuk bola
salju yang besar secara linier.
2. Exponential Non-Discriminative Snowball Modle, model ini adalah model
komposit tanpa diskriminasi terhadap informan. Artinya, semua informan
yang dirujuk oleh informan sebelumnya diambil sebagai informan,
sehingga perkembangan komposit menjadi akar rumput yang besar dan
biasanya berimbang dan subur.
3. Exponential Discriminative Snowball Modle, model ini adalah model
selektif yang dikembangkan oleh peneliti di lapangan. Artinya berdasarkan
beberapa pertimbangan dan tindakan selektif peneliti, maka tidak semua
informan yang dirujuk oleh informan sebelumnya dipilih oleh peneliti
karena peneliti diberi hak untuk menyeleksi informan berikutnya, sehingga
perkembangan jaringan snowball menunjukkan ada bagian jaringan yang
berkembang subur, namun bagian lain yang mati atau tidak banyak
berkembang (Bungin, 2007: 109-110).
3. Metode Pengumpulan Data
a. Wawancara
Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu oleh dua
pihak, yaitu pewawancara (interviewer) sebagai pengaju/pemberi pertanyaan
dan yang diwawancarai (interviewed) sebagai pemberi jawaban atas
37
pertanyaan itu (Basrowi, 2008: 127). Maksud diadakannya wawancara seperti
ditegaskan oleh Lincoln dan Guba (1985: 266) dalam Basrowi (2008: 127)
antara lain: mengonstruksi perihal orang, kejadian, kegiatan, organisasi,
perasaan, motivasi, tuntutan, dan kepedulian, merekonstruksi kebulatan-
kebulatan harapan pada masa yang akan mendatang; memverifikasi,
mengubah dan memperluas informasi dari orang lain baik manusia maupun
bukan manusia (triangulasi); dan memverifikasi, mengubah, dan memperluas
konstruksi yang dikembangkan oleh peneliti sebagai pengecekan anggota.
Pada penelitian ini tipe wawancara yang digunakan adalah wawancara
mendalam, wawancara mendalam secara umum dapat dipahami sebagai
proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya
jawab sambil bertatap muka antara pewawancara dan informan atau orang
yang diwawancarai, dengan atau tanpa menggunakan pedoman (guide)
wawancara, dimana pewawancara dan informan terlibat dalam kehidupan
sosial yang relatif lama. Dengan demikian, kekhasan wawancara mendalam
adalah keterlibatannya peneliti dalam kehidupan informan (Bungin: 2007:
111).
Dalam wawancara mendalam, biasanya terdapat materi wawancara
yang digunakan oleh pewawancara kepada informan. Materi wawancara
adalah tema yang ditanyakan kepada informan, berkisar antara masalah atau
tujuan penelitian. Materi wawancara yang baik terdiri dari: pembuka, isi, dan
penutup (Bungin, 2007: 111). Dalam hal ini wawancara dilakukan untuk
menggali informasi secara mendalam tentang ormawa SEBI Solidarity For
38
Palestine (SSP), yaitu mengenai strategi framing yang digunakan oleh SSP
dan proses framing alignment yang digunakannya. Wawancara dilakukan
terhadap 10-12 orang informan, dimana 5 diantaranya merupakan elite yang
terlibat secara langsung dengan SSP.
4. Subjek Penelitian
Subjek dalam penelitian ini berjumlah 12 orang, dimana 5 orang
diantaranya merupakan elite/ketua dan lainnya adalah bawahan atau anggota
lain yang menjadi pengikut. Subjek penelitian ini terdiri dari pria dan wanita.
5. Teknik Analisis Data
Dalam penelitian ini data di analisis dengan menggunakan tiga tahap, yaitu :
a. Reduksi data, merupakan suatu proses pemilihan data, pemusatan
perhatian pada penyederhanaan data, pengabstrakan data, dan transformasi
data kasar yang muncul dari catatan-catatan tertulis dilapangan. Dalam
kegiatan reduksi data, peneliti melakukan pemilihan-pemilihan tentang
bagian data yang penting diambil, bagian data yang harus dibuang, dan
pola yang harus dilakukan peringkasan (Bungin, 2003: 70).
b. Penyajian data, dapat peneliti kumpulkan menjadi informasi yang tersusun
sehingga memberikan kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan
pengambilan tindakan. Penyajian ini menggunakan bentuk naratif, yaitu
dengan mengembangkan paragraf dalam sebuah tulisan berupa rangkaian
peristiwa dari waktu ke waktu kemudian dijabarkan dengan urutan awal,
tengah, dan akhir (Bungin, 2003: 70).
39
c. Menarik kesimpulan/verifikasi, sejak langkah awal dalam pengumpulan
data, peneliti sudah mulai mencari arti tentang segala hal yang telah dicatat
atau disusun, serta menarik kesimpulan tidak secara tergesa-gesa, tetapi
secara bertahap dengan tetap memperhatikan perkembangan perolehan
data (Bungin, 2003: 70).
6. Lokasi dan Waktu Penelitian
Adapun lokasi dalam penelitian ini yaitu kampus STEI SEBI
Pondok Rangga (Jl. Raya Bojongsari), Sawangan, Depok, Jawa Barat
16517, Indonesia.
7. Sistematika Penulisan
Dalam pembuatan penulisan Skripsi ini, penulis menggunakan
konsep atau dalam bentuk sistematika. Sistematika diperlukan agar dalam
penulisan dapat terarah sesuai dengan metode penulisan yang disarankan
dan agar penulisan menjadi lebih tersusun dalam pembahasannya.
Sistematika penulisan yang digunakan dalam skripsi ini terdiri dari empat
bab, Adapun sistematika penulisannya sebagai berikut:
Bab I
Pendahuluan, pada bab ini akan membahas tentang pernyataan
masalah, pertanyaan penelitian, tujuan dan manfaat penelitian,
tinjauan pustaka, kerangka teoritis, metodologi penelitian, dan
sistematika penulisan.
40
Bab II
Bab ini memaparkan mengenai gambaran umum Lembaga Dakwah
Kampus SEBI Solidarity For Palestine (LDK SSP), sejarah
terbentuknya LDK SSP, visi dan misi LDK SSP.
Bab III
Bab ini memaparkan hasil penelitian dan temuan-temuan
dilapangan terkait peran mobilisasi sumber daya yang digunakan
oleh LDK SSP serta hambatan yang dialami oleh LDK SSP.
Bab IV
Penutup, bab ini memaparkan hasil kesimpulan beberapa hal
terkait dengan bab-bab sebelumnya yaitu bab I-IV, serta saran
peneliti terkait dengan permasalahan yang dibahas.
41
BAB II
GAMBARAN UMUM LEMBAGA DAKWAH KAMPUS SEBI
SOLIDARITY FOR PALESTINE (LDK SSP)
A. Sejarah Terbentuknya LDK SSP
Peradaban muslim saat ini tak lagi berkiblat kepada Islam. Amerika,
Israel dan sekutu lainnya telah memberikan kiblat terbaru bagi umat muslim di
dunia. Palestina, Suriah, Mesir dan negeri Islam lainnya telah terlupakan dari
peradaban kaum muslimin, tak lagi menjadi isu kaum muslimin. Namun kini
mata dunia sudah mulai terbuka akan pelanggaran nilai-nilai kemanusiaan
yang kerap kali terjadi. Merupakan suatu kewajiban terhadap sesama muslim
di manapun berada untuk memperkuat persaudaraan dan kepedulian dengan
kontribusinya terhadap isu dunia Islam yang terjadi sekarang ini. Do‘a dan
saluran tangan yang terbaik dari kita adalah yang mereka harapkan.
Permasalahan yang terjadi memberikan gambaran terhadap kaum
muslimin, khususnya civitas STEI SEBI untuk berupaya membantu sebaik
mungkin dan bergerak mengurangi penderitaan sesamanya. Salah satu upaya
yang dilakukan adalah dengan mewujudkan organisasi kemanusiaan yang
peduli terhadap isu keumatan baik didalam maupun luar negeri, organisasi
SEBI Solidarity For Palestine (SSP) merupakan contoh dari organisasi
tersebut. SEBI Solidarity For Palestine (SSP) adalah wujud organisasi sosial
yang berada di bawah lembaga STEI SEBI yang peduli terhadap bangsa
Palestina dan isu keumatan didalam maupun diluar negeri dan berupaya
42
mendukung terwujudnya kemerdekaan Palestina. Definisi SSP sendiri adalah
wadah perjuangan mahasiswa STEI SEBI untuk membangun kepedulian
terhadap bangsa Palestina dan kemanusiaan umat muslim dunia dengan
aktivitas utama berupa penggalangan dana dan mengangkat isu-isu keumatan
yang terjadi didunia.
Berbicara mengenai SSP, SSP di deklarasikan di Ciputat pada hari
Kamis tanggal 13 Rabiul akhir 1427 H, bertepatan dengan tanggal 11 Mei
2006 M. Hal ini merupakan inisiasi dari bapa Fahmi Sabudin bapa Azis Budi
Setiawan dan beberapa mahasiswa STEI SEBI yang dulunya berstatus sebagai
mahasiswa STEI SEBI namun saat ini telah menjabat sebagai dosen di kampus
STEI SEBI dan inisiasi dari teman-teman mahasiswa yang pada saat itu
bergabung dalam satu wadah yang bernama BEM (Badan Ekskutif
Mahasiswa), karena melihat isu Palestina adalah isu umat islam bersama dan
pada saat itu pula belum adanya wadah yang menaungi, sehingga munculah
inisiasi untuk membuat satu komunitas dibawah koordinasi BEM STEI SEBI
pada Keluarga Besar Mahasiswa [KBM] STEI SEBI yang diberi nama SEBI
Solidarity For Palestine [SSP] (AP, 2016).
Awal deklarasi SSP sebenarnya bukan pada tanggal 11 Mei, melainkan
pada tanggal 10 Mei, lebih tepatnya malam hari ditanggal 10 Mei, namun
secara resminya berada pada tanggal 11 Mei 2006. Karena pada saat itu belum
ada yang melibatkan diri dan terlebih isu Palestina merupakan isu yang cukup
besar, maka kami disini mencoba untuk menjadi pelopor perkembangan isu-
isu terkait Palestina agar orang-orang menjadi tahu berbagai hal tentang
43
Palestina dan dengan itu pula dibuatlah organisasi tersendiri ditanggal 11 Mei
2006. Selanjutnya dimulai dalam kepengurusannya yang berjumlah hanya
sekitar 3 orang yang menginisiasi hal ini, barulah setelah itu dibuat
kepengurusan untuk yang pertama kalinya (AP, 2016).
Kemudian untuk perjalanan SSP yang pada saat itu hanya sebatas
komunitas, pada tahun 2009 ternyata SSP melihat dan merasa perlu suatu
ekspansive dalam perjalanannya. Hingga akhirnya pada tahun 2009 SSP
melibatkan diri dan ternyata diamanahkan oleh lembaga STEI SEBI untuk
menjadi lembaga dakwah kampus STEI SEBI yang berkiprah pada forum
silaturahmi lembaga dakwah kampus Jadebek. Saat ini SSP memegang
beberapa peran strategis, pertama; menjadi koordinator, kedua; komsektor
Depok, dimana terdapat 6 kampus yang terlibat termasuk UI, PNJ, Nurul Fikri,
dan beberapa kampus lain dan STEI SEBI menjadi koordinatornya (AP, 2016).
Kemudian pada ranah Jadebek SSP juga memegang komisi A bidang
keumatan dan komisi C bidang kaum muslimahan. Pergerakan dari SSP
sendiri sebenarnya lebih mengkhususkan diri untuk kemudian berbuat terkait
isu ke-Palestina-an, dalam pergerakannya SSP juga berkoordinasi dengan
Komite Nasional Untuk Rakyat Palestina (KNRP) yang berlokasi dijalan Jabir
Pasar Minggu. Selain dengan KNRP, SSP juga bekerjasama dengan beberapa
lembaga kemanusiaan yang sifatnya langsung kepada Palestina seperti Spirit
of Aqsha, Sahabat Al-Aqsha yang berlokasi di Jogja, KNRP Depok dan
beberapa lembaga ke-Palestina-an lain (AP, 2016).
44
B. Sejarah Transformasi Nama SSP Menjadi LDK SSP
SSP dideklarasikan di Ciputat pada hari Kamis, tanggal 13 Rabiul
akhir 1427 H, bertepatan dengan tanggal 11 Mei 2006 M, namun pada tanggal
5 juni 2016 nama LDK disematkan pada SSP sehingga yang tadinya bernama
SSP kini menjadi LDK SSP. Ketika kampus STEI SEBI masih berlokasi di
Ciputat hanya ada satu organisasi yaitu BEM (Badan Eksekutif Mahasiswa),
setelah itu barulah dibentuk beberapa organisasi yang salah satunya adalah
organisasi sosial yaitu SSP [SEBI SOLIDARITY FOR PALESTINE] (ME,
2017).
Namun seiring berjalannya waktu dan organisasi kami semakin besar
dan semua organisasi sudah semakin melebar ke arah yang sifatnya nasional
seperti BEM ke BEM SI, KASEI ke FORSEI, dan belum ada organisasi yang
bersifat sosial yang ke FSLDK., oleh karena itu SSP bertransformasi menjadi
LDK. Ketika ingin bertransformasi menjadi LDK muncul sebuah perdebatan
terkait apakah nama SSP ini mau diganti atau tidak, namun setelah kami
putuskan kami pada akhirnya kami tetap menggunakan nama SSP ini untuk
organisasi kami. Karena bagaimanapun masalah Palestina ini bukanlah
masalah selintas saja, akan tetapi masalah Palestina ini memang merupakan
masalah umat sampai akhir zaman (ME, 2017).
Oleh sebab itu kami putuskan untuk tetap memegang teguh nama SSP
ini sebagai identitas dan sebagai fokus pergerakan kami. Akan tetapi setelah
kami bertransformasi menjadi LDK, kami memperlebar arah gerakan
organisasi kami dengan membahas isu-isu keumatan yang sedang terjadi baik
45
didalam maupun luar negeri sebagaimana kami jelaskan dalam visi dan misi
kami namun dengan tetap berfokus kepada Palestina, baik dalam memberikan
edukasi maupun memberikan pemahaman tentang problematika Palestina
kepada civitas dan masyarakat umum (ME, 2017).
C. Visi Dan Misi LDK SSP
Visi
Menjadi wadah organisasi dan kontribusi mahasiswa STEI SEBI dalam
aktivitas dakwah kampus dan kemasyarakatan serta perjuangan bangsa
Palestina dan isu keumatan dunia.
Misi
1. Memberikan edukasi keislaman, ke-Palestina-an dan isu keumatan dunia
kepada pelajar, mahasiswa, dan masyarakat.
2. Mengembankan sumber daya manusia LDK SSP yang diarahkan pada
aktualisasi diri sebagai seorang muslim.
3. Bersinergi dan berkontribusi dengan lembaga ke-Palestina-an dan LDK se-
Indonesia dan lembaga lainnya yang menunjang aktifitas dakwah.
4. Menggalang dana sebagai wujud kepedulian terhadap Palestina dan isu
keumatan dunia.
5. Memaksimalkan peran media sebagai sarana penyebaran dakwah dan
informasi mengenai ke-Palestinaan dan isu keumatan dunia.
6. Menjadikan SSP sebagai penyedia atribut Palestina di kalangan
masyarakat sekitar dan civitas STEI SEBI.
46
D. Keanggotaan LDK SSP
- Keanggotaan LDK SSP terdiri dari :
1. Anggota Kehormatan : yaitu setiap alumni LDK SSP STEI SEBI.
2. Anggota Penggerak : yaitu setiap mahasiswa STEI SEBI yang terdaftar
dan tergabung dalam struktur kepengurusan LDK SSP.
3. Relawan : yaitu mahasiswa STEI SEBI yang menyatakan bergabung dan
membantu aktivitas organisasi tanpa menjadi pengurus harian organisasi.
- Hak Anggota
1. Anggota Kehormatan :
Anggota kehormatan berhak menghadiri Musyawarah Umum Anggota.
Anggota kehormatan berhak memberikan rekomendasi.
Anggota kehormatan berhak mengikuti kegiatan SSP.
2. Anggota Penggerak :
Anggota Penggerak berhak untuk menggunakan fasilitas organisasi
sesuai dengan prosedur yang berlaku.
Anggota Penggerak berhak mewakili organisasi dalam hal undangan
sesuai dengan prosedur yang berlaku.
Anggota Penggerak berhak untuk dipilih dan memilih sesuai dengan
prosedur yang berlaku.
3. Relawan :
Relawan berhak melakukan aktivitas penggalangan dana mandiri atas
nama organisasi sesuai dengan prosedur yang berlaku.
Relawan berhak mendapatkan apresiasi dari organisasi.
47
Relawan berhak memberikan rekomendasi.
- Kewajiban Anggota
1. Anggota Kehormatan wajib mendukung kegiatan organisasi.
2. Anggota penggerak wajib melaksanakan amanah organisasi dengun
baik dan penuh tanggung jawab.
3. Relawan wajib melaksanakan amanah sesuai dengan perjanjian
tertulis.
4. Semua Anggota wajib menjaga nama baik organisasi.
E. Struktur Organisasi LDK SSP dan Masa Jabatan
- Struktur Organisasi
Struktur Organisasi LDK SSP minimal terdiri dari Ketua LDK SSP, Wakil
ketua LDK SSP, Sekretaris LDK SSP, Bendahara LDK SSP, Bidang dan
Biro.
- Pengurus LDK SSP
Pengurus adalah anggota penggerak yang diberikan amanah untuk menjadi
pengurus melalui rapat internal ketua LDK SSP dan tim formatur LDK SSP
yang dipilih dan disahkan pada musyawarah Umum anggota.
- Ketua LDK SSP
1. Ketua SSP adalah eksekutif tertinggi dalam kepengurusan LDK SSP.
2. Ketua SSP terpilih melalui musyawarah Umum anggota.
Kelengkapan Stuktur LDK SSP
48
1. Wakil ketua I adalah membantu Ketua dalam fungsi controlling dan
monitoring internal lembaga serta mewakili fungsi Ketua ketika
berhalangan.
2. Wakil ketua II adalah penanggung jawab akhwat LDK SSP dengan
melakukan kontroling terhadap kinerjanya secara berkala, dan menjalin
kerjasama dengan forum keakhwatan di eksternal kampus STEI SEBI.
3. Sekretaris Umum adalah penanggung jawab inventaris, administrasi dan
arsip-arsip LDK SSP.
4. Bendahara Umum adalah pengelola keuangan dalam hal pencatatan,
peraturan keuangan, penyaluran, dan lainnya yang terkait dengan
administrasi keuangan.
5. PSDM adalah pengelola sumber daya manusia anggota penggerak dan
relawan yang terkait dengan peningkatan kualitas soft skill dan
pengontrol bidang yang di bawahinya.
6. Divisi Syiar dan keumatan adalah pengelola kegiatan organisasi dalam
bidang pengkajian terkait Tsaqofah Islamiyah, isu-isu keumatan, isu-isu
terkini terkait bangsa Palestina dan Umat Muslim Dunia kepada
lingkungan internal dan eksternal KBM STEI SEBI.
7. Divisi Edukasi Sosial adalah pengelola kegiatan organisasi dalam
bidang edukasi, dakwah kemasyarakatan terkait edukasi ke-Islaman,
isu-isu keumatan, pengkajian isu-isu terkini terkait bangsa palestina
pada lingkungan eksternal KBM STEI SEBI.
49
8. Divisi Media dan Komunikasi adalah pengelola aktivitas penyebaran
dakwah melalui media dan publikasi kegiatan organisasi
9. Divisi Hubungan Publik adalah pengelola aktivitas jaringan kerjasama
Antara LDK SSP dan lembaga eksternal kampus.
10. Divisi Usaha Mandiri LDK SSP adalah pengelola kegiatan organisasi
dalam bidang kewirausahaan untuk operasional organisasi.
11. Divisi Qudsulana adalah pengelola kegiatan organisasi dalam bidang
penggalangan dana untuk bangsa Palestina dan Umat Muslim Dunia
serta menjalin silaturrahim dengan lembaga kemanusiaan yang telah
terjalin.
- Tugas Kepengurusan LDK SSP
1. Mengadakan dan melaksanakan program kerja yang mengacu pada garis-
garis besar haluan organisasi (GBHO) dan disepakati dalam Musyawarah
Kerja.
2. Melaksanakan amanah organisasi dengan baik dan penuh tanggung jawab.
3. Melaksanakan ketetapan dalam Musyawarah Umum anggota.
4. Mewujudkan misi dan target organisasi secara berjama‘ah.
- Masa Jabatan
Masa jabatan kepengurusan LDK SSP adalah 1 (satu) periode kepengurusan
dengan waktu periode satu tahun.
F. Hubungan Keorganisasian LDK SSP
- Hubungan Keorganisasian LDK SSP :
1. Hubungan LDK SSP dengan STEI SEBI adalah hubungan mitra.
50
2. Hubungan LDK SSP dengan BEM STEI SEBI adalah hubungan
koordinasi.
3. Hubungan LDK SSP dengan organisasi serupa adalah hubungan mitra.
G. Pengambilan Keputusan LDK SSP
- Pengambilan keputusan LDK SSP melalui :
1. Musyawarah Umum Anggota.
2. Musyawarah Kerja Anggota.
3. Rapat Koordinasi Internal Kepengurusan.
4. Rapat Kerja Kepengurusan.
H. Keuangan LDK SSP
- Sumber-sumber Keuangan LDK SSP
1. Keuangan untuk operasional LDK SSP bersumber dari :
a) Subsidi Dana Kesejahteraan Mahasiswa STEI SEBI.
b) Dana Usaha Mandiri.
c) Donatur.
d) Kas Pengurus
2. Keuangan untuk penyaluran dana LDK SSP bersumber dari :
a) Penggalangan Dana yang bersifat Massal.
b) Dana Usaha Mandiri.
c) Donatur.
- Asas Pengelolaan Keuangan LDK SSP
LDK SSP mengelola keuangan dengan asas jujur, transparansi, akuntable,
dan profesional.
51
- Penyaluran Dana LDK SSP
LDK SSP menyalurkan dana melalui lembaga-lembaga sosial yang berada di
Indonesia dan lembaga kemanusiaan yang mempunyai jaringan untuk bisa
sampai ke Palestina dan Umat muslim dunia lainnya.
I. IDENTITAS dan MAKNA LAMBANG
Identitas SSP diwujudkan dalam lambang :
Makna Lambang
Hal Makna
Empat warna dalam lambang
(Merah, Hitam, Putih, dan
Hijau)
Mencerminkan bendera bangsa Palestina.
S pertama berwarna Merah
dengan warna dasar putih
Menunjukkan warna darurat dan kemanusiaan.
S kedua warna putih dengan
warna dasar hitam
Menunjukan sikap tegas kaum muslimin untuk menegakkan amar
ma‘ruf nahi mungkar dan bentuk kepedulian terhadap bangsa
Palestina dan isu keumatan Dunia. Hitam (Menunjukkan kebathilan)
dan Putih (Menunjukkan yang Haq).
P berwarna hitam dengan
warna dasar hijau
Menunjukkan tekad kami mengembalikan Negara Palestina pada
kedaulatan dan Kedamaian.
Tiga jajaran Genjang yang
dibuat terpisah menaungi
masing-masing huruf dan
disatukan dengan sebuah garis
hitam
Menunjukkan pada sebuah proses dari berdirinya organisasi ini:
Berawal mula dari komunitas SEBI "pejuang ekonomi Islam" yang
diwakili Mahasiswanya, kemudian mereka tergugah dan berusaha
peduli terhadap kondisi keterpurukan umat, dan dengan organisasi ini
akan berkontribusi dalam aktifitas dakwah kampus dan
kemasyarakatan serta membantu perjuangan bangsa Palestina untuk
terbebas dari penjajahan Israel la’natullah.
52
BAB III
PERAN MOBILISASI SUMBER DAYA LEMBAGA DAKWAH KAMPUS
SEBI SOLIDARITY FOR PALESTINE (LDK SSP)
Agar penelitian ini dapat lebih mudah dipahami, pada bab analisis ini peneliti
akan memaparkan pembahasan terkait peran mobilisasi sumber daya yang
digunakan oleh LDK SEBI Solidarity for Palestine (SSP) beserta hambatan-
hambatan apa saja yang dialami oleh LDK SEBI Solidarity for Palestine (SSP)
dalam mensyiarkan isu ke-Palestinaan.
A. Mobilisasi Sumber Daya Manusia
Seperti gerakan-gerakan sosial lain pada umumnya yang dalam
mencapai tujuannya menggunakan berbagai macam cara, strategi, ataupun
program, LDK SSP pun demikian. Dalam hal mensyiarkan isu tentang
Palestina, LDK SSP mencoba mencapai tujuan gerakan dalam bentuk peran
yang coba dihadirkan melalui program-program yang mereka miliki. Peran
tersebut terbagi menjadi 2 kategori, yaitu peran internal maupun peran
eksternal. Pada umumnya sebagian besar tujuan gerakan dalam mensyiarkan
isu tentang Palestina berusaha dicapai melalui peran eksternal LDK SSP,
namun bukan berarti peran internal LDK SSP ini kalah penting begitu saja jika
dibandingkan dengan peran eksternal LDK SSP. Hal ini dikarenakan peran
internal LDK SSP juga memainkan peranannya tersendiri dalam mencapai
tujuan gerakan dalam mensyiarkan isu tentang Palestina. Untuk lebih jelasnya
peneliti akan menguraikan secara terperinci lagi terkait peran internal dan
53
peran eksternal LDK SSP dalam mensyiarkan isu tentang Palestina yang
dimaksud melalui pemaparan dibawah ini.
Maping Peran Mobilisasi Sumber Daya
LDK SEBI Solidarity For Palestine (LDK SSP)
1. Peran Internal
a. Kajian/Diskusi
Terkait peran internal LDK SSP dalam mensyiarkan isu tentang Palestina
dan dari keterangan beberapa narasumber yang peneliti wawancarai, peneliti
mendapati bahwa bentuk peran internal LDK SSP pada ramah internal kampus
ini salah satunya adalah kajian/diskusi, khususnya kajian tentang ke-
Mobilisasi Sumber Daya Manusia
Internal Eksternal
Road To Road Car Free Day
Pemutaran Video Kajian/Diskusi
54
Palestinaan yang memang rutin diberikan kepada mahasiswa STEI SEBI. Hal
ini dilakukan oleh LDK SSP sebagai suatu kegiatan rutin setiap bulannya.
Seperti penuturan dari salah satu informan yang bernama AP yang merupakan
Ketua Umum Lembaga Dakwah Kampus SEBI Solidarity for Palestine (LDK
SSP) berikut:
Ada beberapa cara yang digunakan oleh LDK SSP dalam perannya mensyiarkan isu
tentang Palestina baik untuk ranah internal kampus ataupun eksternal kampus. Untuk
ranah internal kampus misalnya, salah satunya melalui kajian/diskusi yang memang
sifatnya untuk syiar dikampus ataupun celengan-celengan yang dimana celengan
tersebut digunakan bagi teman-teman yang ingin berdonasi untuk Palestina
(Wawancara dengan AP, 22 November 2016).
Hal serupa juga diungkapkan oleh IN yang merupakan Wakil Ketua 2:
Dalam perannya mensyiarkan isu tentang Palestina LDK SSP menghadirkan
kajian/diskusi tentang ke-Palestinaan yang biasanya memang di adakan khusus untuk
ranah internal kampus dimana setiap bulannya kami rutin mengadakan isu-isu tentang
Palestina (Wawancara dengan IN, 1 Desember 2016).
Berdasarkan pemaparan narasumber diatas dapat dilihat bahwa pada
ranah internal ini, bentuk peran LDK SSP dalam mensyiarkan isu tentang
Palestina salah satunya memang berupa kajian/diskusi, khususnya kajian
tentang ke-Palestinaan. Ini merupakan langkah awal yang coba dihadirkan oleh
LDK SSP sebagai suatu upaya untuk memberikan edukasi dan pencerdasan
terkait isu tentang Palestina kepada mahasiswa STEI SEBI sebelum LDK SSP
ini melakukan edukasi dan pencerdasan terhadap masyarakat sekitar atau
masyarakat luas pada umumnya yang mencakup berbagai macam golongan.
Hal ini diperkuat juga oleh ZA Koordinator Divisi Syiar dan Keumatan yaitu ―Bentuk peran LDK SSP dalam mesnyiarkan isu tentang Palestina di antaranya ada berupa
kajian-kajian atau diskusi yang mana di dalamnya kami melakukan edukasi sosial, melalui
cara ini kami berupaya untuk mengedukasi terkait kabar terupdate dari Palestina‖
(Wawancara dengan ZA, 14 Desember 2016).
Narasumber lainnya berinisial MA yang merupakan Staff PDSM
menambahkan keterangan sebagai berikut:
―Sehubungan dengan peran LDK SSP dalam mensyiarkan isu tentang Palestina, LDK
SSP mencoba mewujudkannya dalam bentuk kajian/diskusi ke-Palestinaan yang
didalamnya terdapat edukasi sosial. Kami juga memberi penekanan kepada setiap
anggota agar ketika nantinya ingin memberikan pemahaman kepada masyarakat
sekitar atau masyarakat luas pada umumnya maka kami harus sudah paham akan isu
tersebut. Sehingga pada akhirnya kami mencoba menghadirkan pencerdasan terlebih
dahulu pada teman-teman LDK SSP, terutama ketika kami mengadakan kajian dan
55
menghadirkan seorang Ustadz untuk mengisi acara tersebut‖ (Wawancara dengan MA,
1 Desember 2016).
Berdasarkan hasil yang di dapat dari keterangan MA diatas peneliti
menarik kesimpulan bahwa betapa pentingnya melakukan pencerdasan dan
edukasi sosial kepada teman-teman LDK SSP, mengingat kajian/diskusi ini
merupakan salah satu bentuk peran LDK SSP dalam mensyiarkan isu tentang
Palestina pada ranah internal kampus mereka. Dengan memberikan penekanan
kepada setiap anggota agar memahami akan isu yang mereka bicarakan nanti,
LDK SSP berupaya menghindari satu kondisi dimana ditakutkan kepercayaan
dari masyarakat terhadap gerakan LDK SSP sedikit demi sedikit menjadi
hilang akibat ketidakpahaman para anggotanya akan suatu hal yang mereka
bicarakan.
Karena apabila LDK SSP mengadakan suatu kajian yang mana di
dalamnya terdapat seorang Ustadz untuk mengisi acara tersebut, sementara dari
audiens ada yang bertanya kepada teman-teman LDK SSP namun teman-teman
LDK SSP tidak dapat menjawab pertanyaannya, maka sudah pasti hal tersebut
akan membuat malu dan merusak image positif gerakan LDK SSP itu sendiri.
Dengan menghadirkan pencerdasan kepada teman-teman LDK SSP terlebih
dahulu, maka tentunya hal-hal yang tidak di inginkan tersebut dapat lebih di
minimalisir lagi sekaligus juga memperkuat image positif gerakan LDK SSP
yang dengan gamblang membawa nama Palestina sebagai identitas gerakan
mereka.
56
Penjelasan di atas seperti apa yang dijelaskan dalam konsep Mobilisasi
Sumber Daya yang mana konsep ini secara mendasar berusaha mengetahui
bagaimana sebuah kelompok mengupayakan sumber daya yang mereka miliki
untuk bisa melakukan suatu perubahan sosial dan tercapainya tujuan kelompok
(Edwards dan McCarthy, 2004: 118). Dengan menghadirkan pencerdasan
kepada teman-teman LDK SSP terlebih dahulu sebelum melakukan
pencerdasan pada masyarakat maka dengan kata lain LDK SSP telah
menerapkan konsep tersebut, yaitu mengupayakan sumber daya yang mereka
miliki demi tercapainya tujuan gerakan, yang dalam hal ini sumber daya
tersebut adalah sumber daya manusia (SDM).
b. Pemutaran Video
Pemutaran Video merupakan salah satu bentuk peran yang LDK SSP
coba hadirkan terkait peran internalnya dalam mensyiarkan isu tentang
Palestina dengan memutar video ke-Palestinaan yang bertujuan untuk
menghadirkan rasa iba dari orang-orang yang melihatnya. Dengan cara ini
LDK SSP mencoba melakukan agitasi melalui pemutaran video terkait
Palestina yang menggambarkan keadaan dari Palestina sebenarnya itu sendiri,
seperti peperangan Palestina dengan Israel, Palestina yang tertindas oleh Israel
dan lain sebagainya. Seperti penuturan salah satu narasumber berinisial MA
selaku Staff PSDM dalam wawancara dengan peneliti berikut:
―Dalam peran kami mensyiarkan isu tentang Palestina, salah satu cara yang coba kami
hadirkan adalah pemutaran video, dimana di dalamnya kami mengadakan agitasi, kami
memutar video tentang Palestina yang terporak-poranda, peperangan Palestina dan
lain sebagainya‖ (Wawancara dengan MA, 1 Desember 2016).
57
Pernyataan serupa juga diperkuat oleh narasumber berinisial IS selaku Staff
Divisi Edukasi Sosial kepada peneliti sebagai berikut:
―Kami melakukan agitasi kepada masyarakat menggunakan video yang
memperlihatkan ketika Palestina diserang dan pembelaan Palestina seperti apa‖
(Wawancara dengan IS, 14 Desember 2016).
Diperkuat juga oleh penuturan narasumber berinsial ZA yang merupakan
Koordinator Divisi Syiar dan Keumatan berikut:
―Kami memperlihatkan video-video yang terjadi di Palestina yang di dalamnya
terdapat video penindasan dan lain sebagainya‖ (Wawancara dengan ZA, 14
Desember 2016).
Pada umumnya ketika LDK SSP memutar video tentang Palestina
tersebut biasanya tidak sedikit dari para audiens yang ikut menangis sesudah
melihat dan mengetahui kondisi yang sebenarnya dari Palestina sehingga
mereka merasa iba dan terketuk pintu hatinya. Ketika para audiens yang
hadir telah masuk dalam tahap tersebut maka LDK SSP segera mengakhiri
pemutaran video Palestina yang mereka putar dengan ‗Closing Statement‘
seperti ―mari bersama-sama kita membantu Palestina dalam bentuk
dukungan apapun, baik bentuk dukungan moril maupun dukungan materil‖.
Namun dalam hal ini biasanya LDK SSP lebih menekankan kepada
bentuk dukungan materil dari masyarakat. Kemudian setelah itu barulah
LDK SSP mengadakan sesi tanya jawab dengan narasumber atau pembicara
yang berasal dari teman-teman LDK SSP yang memang sudah siap dan
matang dalam hal untuk menjadi seorang pembicara. Dengan melakukan
pemutaran video yang menggambarkan kondisi sebenarnya dari Palestina
dan dengan Closing Statement yang LDK SSP serukan sampai pada tahap
58
sesi tanya jawab, pada akhirnya banyak dari para audiens yang ikut
membantu Palestina.
Seperti penuturan MA selaku Staff PSDM berikut:
―Ketika kami memutar video yang menggambarkan keadaan Palestina yang
sebenarnya, banyak para audiens yang ikut menangis karena merasa iba akan
kondisi Palestina tersebut dan terketuk pintu hatinya untuk turut serta dalam
memberikan dukungan moril dan materilnya terhadap Palestina‖ (Wawancara
dengan MA, 1 Desember 2016).
Pemutaran video ini lebih LDK SSP ke depankan karena menurut
mereka orang-orang lebih tertarik untuk mengeluarkan harta mereka atau
mendonasikan dananya dalam membantu Palestina ketika pintu hati mereka
telah terketuk dengan melihat kondisi yang sebenarnya dari Palestina seperti
melalui pemutaran video ke-Palestinaan ini. Bahkan salah satu narasumber
berinisial IS mengungkapkan alasan yang mendasari pemutaran video ke-
Palestinaan tersebut kepada peneliti yaitu:
―Dengan melakukan agitasi lewat pemutaran video seperti ini, kami mendapatkan
keuntungan untuk memainkan perasaan dari para audiens yang hadir dengan
memperlihatkan keadaan Palestina yang sebenarnya yang membuat rasa iba
mereka pada Palestina menjadi muncul‖ (Wawancara dengan IS, 14 Desember
2016).
Tampaknya LDK SSP melihat dan menyadari bahwa orang-orang di
zaman sekarang ini lebih suka menonton video dibandingkan dengan
membaca teks, terlebih membaca sesuatu yang jelas-jelas membosankan.
Oleh karena itu LDK SSP berusaha sekreatif mungkin mewujudkan perannya
dalam mensyiarkan isu tentang Palestina, salah satunya dengan menampilkan
gambar-gambar bergerak melalui sebuah video ke-Palestinaan. Dimana
dengan hanya menyaksikan pemutaran video ke-Palestinaan yang diputar saja
para audiens yang hadir dapat langsung mengetahui dan mengerti makna
59
yang tersirat dalam video tersebut. Melalui pemutaran video ini pula LDK
SSP dapat dengan mudah mengenai sasaran berupa rasa iba dari para audiens
yang hadir yang memang mereka coba munculkan melalui pemutaran video
terkait Palestina ini.
Mengacu pada Teori Mobilisasi Sumber Daya yang ditawarkan oleh
McCarthy dan Zald yang menyatakan bahwa gerakan sosial tergantung pada
suplai sumber daya material seperti waktu, uang, struktur organisasi yang
sudah ada sebelumnya, atau cara keterampilan organisasi. Melalui pemutaran
video ke-Palestinaan yang didalamnya terdapat agitasi, LDK SSP telah
menunjukkan cara keterampilan organisasi mereka sebagai sebuah gerakan
sosial dalam memobilisasi pendukung dan dalam mencapai tujuan gerakan
yang mana ingin mensyiarkan isu tentang Palestina kepada masyarakat
umum.
Dengan pemutaran video ke-Palestinaan ini pula LDK SSP secara tidak
langsung LDK SSP telah menjelaskan apa yang McCarthy dan Zald jelaskan
dalam Teori Mobilisasi Sumber Daya mengenai aspek penting dalam
memoblisasi sumber daya, yaitu strategi dan pendekatan. Dimana seperti
yang telah dijelaskan oleh peneliti diatas tadi bahwa dengan pendekatan
seperti pemutaran video yang didalamnya terdapat agitasi ini, LDK SSP dapat
memainkan perasaan dari para audiens yang hadir dan dengan mudah
memunculkan rasa iba dari para audiens tersebut sehingga mereka terketuk
pintu hatinya dan tertarik untuk mendonasikan dananya dalam membantu
Palestina.
60
2. Peran Eksternal
Pada ranah ini LDK SSP mencoba mewujudkan perannya dalam
mensyiarkan isu tentang Palestina melalui berbagai macam program. Program-
program tersebut pada umumnya bersifat kreatif dalam hal mensyiarkan isu
tentang Palestina kepada masyarakat. Adapun program-program itu di
antaranya adalah; ‗Road to Road‘ dan ‗Car Free Day‘ (CFD)‘. Dalam
penerapannya, baik ‗Road to Road‘ ataupun ‗Car Free Day (CFD)‘ ini
sebenarnya memiliki tujuan yang sama meskipun cara mensyiarkan isu terkait
Palestina-nya berbeda-beda, tujuan tersebut adalah melakukan penggalangan
dana untuk Palestina. Untuk lebih jelasnya lagi, peneliti akan memaparkan
peran eksternal LDK SSP melalui program-program yang telah disebutkan
diatas terkait perannya dalam mensyiarkan isu tentang Palestina melalui
pemaparan dibawah ini.
a. Road to Road
‗Road to Road‘ merupakan salah satu bentuk peran eksternal LDK SSP
yang bertujuan untuk mengedukasi dan mencerdaskan masyarakat umum
terkait Palestina, seperti bagaimana keadaan yang sebenarnya dari saudara kita
di Palestina dan kenapa kita harus peduli padanya. ‗Road to Road‘ ini
bentuknya berupa penggalangan dana ke sekolah-sekolah, kami berkunjung ke
dalam sekolah-sekolah seperti SD SMP SMA, Kampus, dan juga ke Masjid
dan Majelis Ta‘lim. Dalam ‗Road to Road‘ ini LDK SSP masuk ke tempat-
tempat yang sudah disebutkan sebelumnya kemudian setelah itu LDK SSP
melakukan edukasi di dalamnya terkait mensyiarkan isu tentang Palestina
61
sekaligus melakukan penggalangan dana untuk Palestina. Seperti penuturan AP
selaku Ketua Umum dalam wawancara berikut:
―Untuk ranah eksternal kampus, salah satu bentuk peran kami dalam mensyiarkan isu
tentang Palestina yaitu berupa kunjungan-kunjungan atau bahasa kami 'road to road'.
Kami melakukan penggalangan dana ke sekolah-sekolah, ke kampus-kampus ataupun
memang masjid-masjid atau majelis ta‘lim pengajian dan lain sebagainya yang dalam
rangka memang untuk mensyiarkan isu tentang Palestina, sekaligus di dalamnya kami
melakukan penggalangan dana untuk Palestina‖ (Wawancara dengan AP, 22 November
2016).
Hal serupa juga di ungkapkan oleh NA selaku Wakil Ketua 1 yaitu:
―Kami masuk ke SD SMP SMA Masjid dan Majelis Ta'lim, lalu kami mengedukasi di
dalamnya dan kami kirimkan surat mengenai problematika yang sebenarnya terjadi di
Palestina itu seperti apa lalu setelahnya kami menggalang dana untuk saudara kita di
Palestina‖ (Wawancara dengan NA, 1 Desember 2016).
Melihat hasil penuturan narasumber-narasumber di atas, tampak jelas bahwa
LDK SSP mencoba untuk lebih memperkenalkan lagi isu tentang Palestina kepada
berbagai macam kalangan masyarakat di mulai dari teman-teman SD, SMP, SMA,
bahkan sampai dengan Masjid dan Majelis Ta‘lim. Narasumber berinisial AP
selaku Ketua Umum mengungkapkan alasannya kepada peneliti terkait ‗road to
road‘ ini yaitu ingin mensyiarkan isu tentang Palestina kepada seluruh kalangan
meskipun status mereka hanya seorang mahasiswa, dan agar isu Palestina ini tidak
hanya diketahui oleh segilintir orang saja.
Seperti penuturannya dalam wawancara berikut:
―Salah satu alasan kami menghadirkan 'road to road' adalah ingin mensyiarkan isu terkait
Palestina kepada seluruh kalangan meskipun kami hanya seorang mahasiswa, namun kami
tidak ingin isu ini hanya disampaikan kepada kalangan mahasiswa saja, khususnya
mahasiswa STEI SEBI, kami ingin isu tersebut diketahui oleh masyarakat umum mulai
anak-anak, remaja, orang dewasa dan orang tua‖ (Wawancara dengan AP, 22 November
2016).
Berdasarkan hasil penuturan saudara AP di atas peneliti mencoba
menarik kesimpulan beliau yaitu bahwa melalui ‗road to road‘ LDK SSP
62
mencoba untuk memastikan bahwa isu Palestina yang mereka syiarkan ini
benar-benar diketahui oleh masyarakat umum secara menyuluruh dimulai dari
anak-anak para remaja orang dewasa atau bahkan para orang tua. Dengan
adanya pencerdasan dan juga edukasi tentang Palestina yang LDK SSP
lakukan terhadap masyarakat umum melalui ‗road to road‘ ini di harapkan
masyarakat umum menjadi mengerti betapa pentingnya peduli terhadap
Palestina dalam bentuk dukungan apapun. Seperti penuturan saudara AP dalam
wawancara dengan peniliti berikut:
―Kami ingin mereka mengerti tentang Palestina dan peduli terhadap Palestina, minimal
doa-doa kita untuk mereka bisa tersampaikan atau minimal kita ketahui hal itu dan kita
bisa memberikan donasi kita kepada mereka‖ (Wawancara dengan AP, 22 November
2016).
Ap selaku Ketua Umum menambahkan keterangannya terkait dengan
keefektifitasan dari ‗road to road‘ kepada peniliti sebagai berikut:
―Berbicara soal keefektifitasan sejauh ini memang cukup efektif dalam berjalannya,
karena memang dari segi sumber daya manusia (SDM) dan lain sebagainya yang
dimiliki LDK SSP memang sudah cukup mumpuni‖ (Wawancara dengan AP, 22
November 2016).
AP mengatakan jika LDK SSP mengadakan acara seperti seminar-seminar
ke SD SMP SMA ataupun kampus lain, maka teman-teman LDK SSP inilah yang
mengisi acara seminar tersebut dan menjadi narasumber, tentunya selain sinergi
dengan KNRP dan juga selain dari beberapa seminar-seminar yang memang
hanya bisa di isi dan di narasumberi oleh syekh-syekh yang di datangkan langsung
dari Palestina. Dengan sumber daya manusia (SDM) yang cukup mumpuni yang
dimiliki oleh LDK SSP ini, khususnya dalam mengisi seminar-seminar maka
tentu menjadi nilai lebih bagi LDK SSP itu sendiri. Bahkan antusias dari teman-
teman pelajar dan masyarakat umum luar biasa besar terkait dengan Palestina.
63
Memperkuat penjelasan saudara AP diatas dengan menggunakan Teori
Mobilisasi Sumber Daya yang ditawarkan oleh McCarthy bahwa yang
mempengaruhi mobilisasi sumber daya dalam gerakan sosial adalah seorang
pemimpin. Menurutnya keberadaan seorang pemimpin dapat memainkan peran
sebagai penyemangat dan tegas untuk memobilisasi sumber daya bagi gerakan
sosial. Dalam hal ini LDK SSP melalui saudara AP selaku ketua umum telah
menunjukkan bahwa keberadaan seorang pemimpin memang memainkan peran
yang penting yang dengan tegas memobilisasi sumber daya dalam gerakan sosial.
Ini terbukti ketika LDK SSP mengadakan seminar-seminar ke SD SMP SMA
ataupun kampus lain, yang menjadi pengisi acara sekaligus narasumber dalam
acara tersebut adalah teman-teman LDK SSP itu sendiri.
Selain menjelaskan bahwa seorang pemimpin sangat mempengaruhi
mobilisasi sumber daya dalam gerakan sosial, McCarthy beserta Zald menjelaskan
aspek penting dalam memobilisasi sumber daya seperti basis dukungan, strategi
dan pendekatan, serta relasi dengan masyarakat luas. Penjelasan McCarthy dan
Zald mengenai aspek penting dalam memobilisasi sumber daya seperti relasi
dengan masyarakat luas ini tergambar jelas lewat apa yang dilakukan oleh LDK
SSP dalam ‗road to road‘. Dimana dalam ‗road to road‘ LDK SSP berusaha
menjalin relasi dengan masyarakat luas dalam bentuk kunjungan-kunjungan ke
Sekolah-sekolah, Kampus, Masjid, maupun Majelis Ta‘alim.
b. Car Free Day (CFD)
Tidak berbeda jauh dengan ‗road to road‘, Car Free Day (CFD) merupakan
salah satu bentuk peran eksternal LDK SSP dalam mensyiarkan isu tentang
64
Palestina dengan mendatangi langsung acara Car Free Day (CFD) yang
berlangsung di bundaran Hotel Indonesia (HI) Jakarta dengan tujuan mengedukasi
para peserta yang ikut Car Free Day (CFD) terkait Palestina. Dalam Car Free Day
(CFD) ini umumnya LDK SSP mencoba memberitahukan keberadaan mereka dan
untuk apa mereka ada di acara tersebut, yaitu dengan membuat drama, teatrikal-
teatrikal terkait kondisi sebenarnya dari saudara di Palestina. Selain itu mereka
juga melakukan orasi, membaca puisi dalam upayanya mensyiarkan isu tentang
Palestina dan di akhiri dengan melakukan penggalangan dana.
Seperti penuturan HD yang merupakan Staff Divisi Hubungan Publik
berikut:
―Dalam mensyiarkan isu tentang Palestina kami berperan lewat CFD dengan terjun
langsung ke acara tersebut, di mana di dalam CFD tersebut kami melakukan long-march
menyusuri jalan dengan tujuan untuk memberitahukan keberadaan kami dan untuk apa
kami ada disana kepada para peserta yang ikut CFD tersebut. Setelah itu kami berhenti
disebuah tempat yang strategis dimana nantinya kami melakukan drama puisi orasi dan
sejenisnya‖ (Wawancara dengan HD, 14 Mei 2017).
Hal serupa juga di ungkapkan oleh YB selaku Staff PSDM:
―Dalam mewujudkan peran LDK SSP mensyiarkan isu tentang Palestina kami
mendatangi acara Car Free Day (CFD), yang di dalamnya kami melakukan long-march
dan membuat teatrikal tentang keadaan saudara kita di Palestina‖ (Wawancara dengan
YB, 1 Desember 2016).
Saudara HD mengungkapkan bahwa selama melakukan drama puisi orasi
dan sampai dengan berakhirnya acara Car Free Day (CFD) di bundaran Hotel
Indonesia (HI) Jakarta tersebut, banyak dari teman-teman LDK SSP yang pergi
berkeliling membawa kotak sunduk ke kerumunan massa di berbagai titik lokasi
Car Free Day (CFD) dengan tujuan melakukan penggalangan dana untuk saudara
di Palestina.
65
Hal ini diperkuat oleh pendapat narasumber berinisial MA selaku Staff
PSDM:
―Kami datang ke CFD dengan membawa atribut Palestina dan membawa kotak sunduk. Di
dalam CFD tersebut kami melakukan teatrikal dan dari teatrikal inilah yang membuat
orang-orang yang berada di CFD tersebut tertarik untuk datang karena melihat
kerumunan, setelahnya, ketika mereka sudah datang maka kami melakukan penggalangan
dana di CFD tersebut‖ (Wawancara dengan MA, 1 Desember 2016).
Keterangan senada juga di ungkapkan oleh IS selaku Staff Divisi Usaha
Mandiri:
―Untuk peran eksternal yang coba kami hadirkan, salah satu caranya adalah
melalui Car Free Day (CFD), dimana kami pergi ke bundaran HI dan
sesampainya disana kami berbaur dengan masyarakat umum yang sedang
mengikuti acara CFD tersebut. Disana kami menampilkan drama ke-Palestinaan
sehingga siapa saja warga yang melintas dapat menyaksikan drama yang kami
buat tersebut sambil melakukan penggalan dana lewat kotak sunduk yang sudah
kami sediakan (Wawancara dengan IS, 14 Mei 2017).
Berdasarkan hasil pernyataan beberapa narasumber di atas dapat di
katakan bahwa melalui Car Free Day (CFD) ini LDK SSP mencoba
mewujudkan peran mereka dalam mensyiarkan isu tentang Palestina dengan
memperkenalkan diri mereka kepada masyarakat umum di dalam satu lokasi
yang dipenuhi kerumunan massa, sekaligus mencoba untuk mensyiarkan isu
tentang Palestina dan menggalang dana untuknya lewat berbagai macam cara
kreatif. Menurut pengakuan salah satu narasumber, berbagai macam cara yang
coba dihadirkan LDK SSP terkait perannya dalam mensyiarkan isu tentang
Palestina, khususnya di dalam acara Car Free Day (CFD) ini menimbulkan
rasa antusias yang cukup besar dari masyarakat dan membuahkan hasil yang
optimal, baik dalam segi dukungan yang diberikan untuk Palestina maupun
dalam segi penggalangan dananya.
66
Seperti penuturan saudara YB yang mengungkapkan alasan dibalik
kesuksesan berdrama teatrikal dalam acara Car Free Day (CFD) kepada peneliti
berikut:
―Dengan menghadirkan drama, teatrikal, orang-orang menjadi sangat antusias sekali
dengan apa yang kami lakukan. Sehingga mereka merasa tergerak pintu hatinya dan
merasa perlu untuk ikut turut andil dari segi infak dan dalam memberikan dukungannya
kepada Palestina‖ (Wawancara dengan YB, 1 Desember 2016).
Bahkan salah satu narasumber berinisial IS selaku Staff Divisi Edukasi
Sosial menjelaskan soal keefektifitasan terkait drama, teatrikal yang dihadirkan
oleh LDK SSP kepada peneliti seperti berikut:
―Berbicara soal keefektifitasan peran kami pada ranah eksternal ini dengan menghadirkan
drama teatrikal dalam acara Car Free Day (CFD), alhamdulillah banyak masyarakat yang
antusias bahkan banyak yang bertanya tentang media sosial kami apa, bahkan mereka juga
sampai menanyakan nomor rekening kami‖ (Wawancara dengan IS, 14 Desember 2016).
Berdasarkan keterangan saudara IS dapat di simpulkan bahwa peran
eksternal yang telah LDK SSP coba wujudkan seperti datang langsung ke acara
Car Free Day (CFD) sejauh ini sangat efektif dalam mengenalkan isu tentang
Palestina, termasuk dalam melakukan penggalangan dana untuknya. Hal ini dapat
di mengerti mengingat Car Free Day (CFD) memiliki jumlah massa yang sangat
banyak dan memang menekankan pada kerumunan massa yang banyak tersebut.
Sehingga dengan teman-teman LDK SSP pergi berkeliling membawa kotak
sunduk khusus untuk Palestina saja, orang-orang yang mengikuti acara Car Free
Day (CFD) ini menjadi tahu sedikit hal tentang Palestina. Dengan demikian tanpa
perlu teman-teman LDK SSP memberikan pencerdasan atau edukasi terkait
Palestina terhadap mereka, maka tentunya mereka sudah mengetahui maksud dari
teman-teman LDK SSP membawa kotak sunduk tersebut.
67
Narasumber peneliti lainnya berinisial ME selaku Koordinator PSDM
mengungkapkan kelebihan dari Car Free Day (CFD) seperti berikut:
―Kelebihan dari Car Free Day (CFD) yang kami rasakan yaitu
kelebihannya dimana hasil penggalangan dana yang di dapat lewat kotak
sunduk jumlahnya selalu besar, mungkin karena di Car Free Day (CFD)
ini jumlah masanya banyak ditambah drama teater orasi yang kami
lakukan. Mungkin ini juga yang jadi daya tarik tersendiri bagi mereka para
peserta di Car Free Day (CFD) yang ingin tahu dan melihat kerumunan
yang terjadi yang pada akhirnya bikin mereka ikut berkontribusi lewat
kotak sunduk yang kami sedikan‖ (Wawancara dengan ME, 14 Mei 2017).
Pendapat serupa dikemukakan oleh IS selaku Staff Divisi Usaha Mandiri
yaitu:
―Kelebihan dari CFD bagi LDK SSP sendiri sangat membantu sekali dalam penggalangan
dana sehingga hampir setiap minggunya kami bisa memperoleh dana hingga sebesar
3jutaan. Selain itu melalui acara ini pula kami memperoleh keuntungan lain selain dana
yang di dapat, keuntungan lainnya itu kami bisa menyasar dan menjangkau masyarakat
umum dengan lebih mudah untuk lebih mengenalkan dan mengedukasi mereka segala hal
terkait dengan Palestina‖ (Wawancara dengan IS, 14 Mei 2017).
Biasanya dalam setiap Car Free Day (CFD) ini LDK SSP selalu
menerapkan cara yang berbeda-beda, misalnya seperti pada tahap awal LDK SSP
hanya memainkan drama di pinggiran jalan dalam Car Free Day (CFD) itu saja,
dimana sebagian memerankan peran sebagai tentara zionis Israel sebagian lainnya
memerankan peran sebagai rakyat Palestina yang tergeletak tak berdaya ditanah
dan juga berdarah-darah. Kemudian yang kedua, LDK SSP mencoba untuk
melakukan penggalangan dana melalui donasi keliling, dimana teman-teman LDK
SSP berjalan di sekitaran Car Free Day (CFD) sambil membawa bendera
Palestina dan atribut-atribut terkait Palestina kemudian meminta dana sumbangan
melalui kotak sunduk ke berbagai tempat di Car Free Day (CFD) tersebut. Yang
ketiga LDK SSP menggunakan 'Mannequin Challenge', dimana di dalamnya
68
teman-teman LDK SSP melakukan freeze move semua anggota diam layaknya
sebuah patung sambil memegang kotak sunduk.
Menurut keterangan salah satu narasumber berinisial IS selaku Staff Divisi
Edukasi Sosial cara yang terakhir merupakan cara yang paling efektif dalam
menggalang dana untuk Palestina dibanding dengan 2 cara lainnya. Seperti
penuturan beliau dalam wawancara dengan peneliti berikut:
―Bagi kami ‗Mannequin Challenge‘ adalah cara yang sangat efektif selama
kami menerapkan berbagai macam strategi. Selain itu kami juga
membedakan dana yang di dapat lewat cara berkeliling di CFD dengan
dana yang di dapat lewat kotak sunduk ini, dan ternyata dana yang di dapat
lebih banyak lewat cara ini dibanding berkeliling di sekitaran CFD‖
(Wawancara dengan IS, 14 Desember 2016).
Berdasarkan sejumlah keterangan narasumber yang peneliti wawancarai
peneliti menarik kesimpulan terkait peran eksternal LDK SSP dalam Car Free
Day (CFD) ini, khususnya berbagai macam cara yang coba dihadirkan oleh LDK
SSP di dalamnya dan kesuksesan yang di perolehnya. Car Free Day (CFD)
merupakan salah satu bentuk peran eksternal LDK SSP dalam mensyiarkan isu
tentang Palestina yang di fokuskan pada satu kerumanan masa di dalam satu
lokasi. Dimana berbagai macam cara yang LDK SSP coba hadirkan di dalam
acara Car Free Day (CFD) ini begitu efektif dalam menarik para peserta yang ada
di dalamnya untuk turut peduli akan Palestina. Lewat drama teatrikal orasi dan
puisi LDK SSP sukses membuat satu kerumunan yang mampu menimbulkan rasa
antusias yang begitu besar dari para peserta Car Free Day (CFD) untuk melihat
kerumunan yang dibuat oleh LDK SSP tersebut sekaligus membuat mereka yang
69
ada disana menjadi terketuk pintu hatinya untuk ikut memberikan dukungan moril
dan materilnya pada Palestina.
Cara-cara tersebut juga membantu LDK SSP dalam menjangkau masyarakat
umum dengan lebih mudah, khususnya massa yang ada di acara Car Free Day
(CFD) terkait tujuan mereka memperkenalkan dan mengedukasi para peserta yang
ada di dalamnya segala hal yang berkaitan dengan Palestina. Selain membantu
dalam menjangkau masyarakat umum, cara-cara ini juga dirasa manfaatnya dalam
membantu LDK SSP dalam hal melakukan penggalangan dana yang dapat dilihat
pada keberhasilan penggalangan dana yang LDK SSP peroleh secara signifikan
setiap minggunya, dimana jumlah penggalangan dana yang di peroleh dari Car
Free Day (CFD) oleh LDK SSP ini jumlah nominalnya selalu mencapai angka
yang fantastis yaitu hingga jutaan rupiah.
Memperkuat Teori Moblisasi Sumber Daya yang dikemukakan oleh
McCarthy dan Zald yang menyatakan bahwa gerakan sosial tidak hanya berupa
reaksi spontan terhadap keluh kesah dan ketidakpuasan, sama seperti bentuk
perilaku kolektif lainnya, gerakan sosial juga tergantung pada suplai sumber daya
material seperti waktu, uang, struktur organisasi yang sudah ada sebelumnya, atau
cara keterampilan organisasi. McCarthy dan Zald juga menekankan pada kondisi
yang mendukung transformasi nilai-nilai kedalam tindakan nyata dan menekankan
pada kondisi yang memudahkan organisasi gerakan sosial dalam bekerjasama
ataupun berkompetisi.
Dalam hal ini LDK SSP sebagai sebuah organisasi yang mendukung penuh
kebebasan Palestina membutuhkan sumber daya material untuk disumbangkan
70
langsung kepada Palestina melalui penggalangan dana yang dilakukan, khususnya
penggalangan dana di dalam acara Car Free Day (CFD) ini. Penggalangan dana
tersebut merupakan bentuk kepedulian mereka terhadap Palestina dan juga
merupakan bentuk transformasi nilai-nilai sosial LDK SSP ke dalam tindakan
nyata yang berupa sebuah dukungan materil. Selain itu, drama teatrikal orasi dan
puisi yang dilakukan oleh teman-teman LDK SSP dalam acara Car Free Day
(CFD) juga merupakan salah satu bentuk reaksi keluh kesah dan ketidakpuasan
organisasi ini akan kondisi memilukan Palestina yang diakibatkan penindasan
terus-menerus yang dilakukan oleh Israel.
Bagi McCarthy dan Zald, gerakan sosial memiliki beberapa tugas penting
seperti memobilisasi pendukung, mengorganisasi sumber daya, yang dalam level
lebih jauh berdampak pada munculnya simpati elite-elite dan masyarakat secara
umum terhadap cita-cita gerakan. Lewat Car Free Day (CFD) dapat dilihat bahwa
LDK SSP sukses dalam menarik simpati masyarakat secara umum, hal ini penting
mengingat simpati-simpati yang didapat akan sangat berdampak terhadap tujuan
gerakan. Dengan mendapat banyak simpati dari masyarakat secara umum maka
tujuan gerakanpun akan lebih mudah dicapai dibandingkan dengan sedikit atau
tidak sama sekali simpati yang didapat oleh gerakan.
B. Hambatan-hambatan Yang di Alami LDK SSP
Meskipun sudah dilakukan strategi pemetaan yang dianggap sudah matang,
aksi yang dilakukan gerakan sosial dalam menyerukan tujuan mereka kepada
masyarakat umum kerap kali mendapatkan hambatan dan tantangan. Hambatan
dan tantangan dalam gerakan sosial dapat beragam bentuk, lingkup, dan skala.
71
Tidak jarang, hambatan dan tantangan yang ada dalam gerakan sosial ini menjadi
penyebab kegagalan aksi dari gerakan. Gerakan akan tetap dapat berjalan, namun
dianggap kurang maksimal dikarenakan adanya hambatan dan tantangan.
Hambatan dapat dipahami sebagai faktor yang menghalangi dalam mencapai
suatu tujuan. Hambatan juga dapat dibedakan ke dalam dua kategori yaitu
hambatan internal dan hambatan eksternal.
Pertama, hambatan internal gerakan, merupakan serangkaian masalah dalam
tubuh gerakan sosial yang dianggap menggangu dalam mencapai suatu tujuan.
Hambatan internal ini dapat berupa pola kepemimpinan yang tidak demokratis,
tidak ada mekanisme yang jelas dalam struktur organisasi, keterbatasan waktu
aktor gerakan untuk totalitas dalam memperjuangkan tujuan gerakan, dan lain
sebagainya. Kedua, hambatan eksternal gerakan, merupakan permasalahan diluar
gerakan yang dianggap menghalangi cita-cita gerakan seperti regulasi yang tak
mendukung, tidak mendapat dukungan dari pihak lain, dan lain sebagainya.
Hambatan yang dimaksud oleh peneliti disini adalah hambatan-hambatan yang di
alami oleh LDK SSP dalam mensyiarkan isu terkait Palestina.
1. Hambatan Internal
Hambatan internal merupakan serangkaian masalah yang ada dalam tubuh
gerakan itu sendiri. Hambatan internal yang peneliti maksud disini adalah
hambatan yang berasal dari teman-teman LDK SSP. Berdasarkan hasil wawancara
yang peneliti peroleh dan menurut pengakuan beberapa narasumber seperti
saudara AP, IN, FS, YB, MA, IS, dan FF hambatan internal yang dialami oleh
LDK SSP ini mayoritas berasal dari Sumber Daya Manusia (SDM) yang LDK
72
SSP miliki. Seperti penuturan narasumber berinisial AP selaku ketua umum
kepada peneliti berikut:
―Karena ranahnya mahasiswa mungkin hambatan yang kami alami lebih kepada
manajemen waktunya, karena hari ini kita punya kewajiban yang harus kita tunaikan juga
selain dari aktifitas kita hari ini sebagai mahasiswa yang mana di kampus harus mengikuti
kegiatan pembelajaran, disisi lain pun kita aktif dalam kegiatan berorganisasi dikampus‖
(Wawancara dengan AP, 22 November 2016).
Pendapat serupa diperkuat juga oleh saudara YB selaku Staff PSDM seperti
berikut:
―Hambatan yang di alami kami sebenarnya lebih mengarah kepada SDM-nya, dalam
artian disatu sisi kami berperan sebagai anggota dari LDK SSP disisi lain kami yang
merupakan mahasiswa membuat kami memiliki kesibukan diluar ranah kegiatan
berorganisasi karena kami harus mengikuti kegiatan pembelajaran dikampus‖ (Wawancara
dengan YB, 1 Desember 2016).
Berdasarkan hasil keterangan saudara AP dan saudara YB diatas, dapat
dilihat bahwa hambatan internal yang LDK SSP alami ini berasal dari Sumber
Daya Manusia (SDM) yang mereka miliki. Dimana para anggotanya memiliki 2
peran sekaligus yang harus mereka jalani secara seimbang, yaitu status mereka
sebagai seorang mahasiswa dan status mereka sebagai seorang anggota dari LDK
SSP. Dengan status mereka sebagai seorang mahasiswa yang harus mengikuti
kegiatan pembelajaran dikampus maka hal tersebut tentu menjadi tantangan
tersendiri bagi mereka dalam memanajemen waktu. Khususnya untuk tetap aktif
dalam kegiatan berorganisasi sekaligus juga aktif mengikuti kegiatan
pembelajaran dikampus sebagai seorang mahasiswa.
Narasumber lain berinisial MA selaku Staff PSDM menambahkan
pendapatnya mengenai 2 peran yang harus dijalani sekaligus oleh teman-teman
LDK SSP yang berdampak pada kegiatan berorganisasi mereka, khususnya dalam
73
mensyiarkan isu terkait Palestina. Seperti penuturan beliau dalam wawancara
dengan peneliti berikut:
―Hambatan yang kami alami salah satunya berasal dari dalam atau internal, lebih
tepatnya SDM kami. Dengan melihat kondisi teman-teman yang sibuk dengan aktifitas
kampusnya maka menjadi salah satu hambatan bagi teman-teman untuk aktif mensyiarkan
isu terkait Palestina melalui media‖ (Wawancara dengan MA, 1 Desember 2016).
Saudara MA menambahkan bahwa 2 peran yang harus dijalani sekaligus
sebagai seorang mahasiswa dan sebagai anggota LDK SSP menyebabkan
konsentrasi dan fokus dari teman-teman menjadi terbagi-bagi. Beliau
menceritakan salah satu contoh kasusnya kepada peneliti dimana ada kabar
terupdate dari Palestina akan tetapi tidak sempat diposting oleh teman-teman LDK
SSP, seperti penuturan beliau dalam wawancara berikut:
―Terkadang apa yang menjadi hal terupdate dari Palestina yang seharusnya kami posting
saat itu juga malah kami lupa buat mempostingnya. Sehingga ketika kami ingin
memposting postingan yang sudah lalu dikemudian hari, kami merasa kurang tepat
sasaran kalau postingan tersebut dibagikan kepada orang-orang karena kami merasa hal
tersebut sudah bukan menjadi sesuatu hal yang terupdate lagi‖ (Wawancara dengan MA,
1 Desember 2016).
Dengan 2 peran sekaligus yang harus mereka jalani sebagai seorang
mahasiswa dan sebagai anggota LDK SSP, tantangan yang di dapat dalam
mensyiarkan isu terkait Palestina ini tentu datang bukan hanya dalam persoalan
memanajemen waktu saja atau konsentrasi dan fokus yang terbagi-bagi, akan
tetapi tantangan tersebut juga datang dalam hal mencetak Sumber Daya Manusia
(SDM) yang kreatif agar mampu membuat isu Palestina bersaing dengan isu-isu
lainnya. Seperti penuturan narasumber berinisial IN yang merupakan wakil ketua
2 kepada peneliti berikut:
74
―Hambatan dalam hal mensyiarkan isu terkait Palestina yang kami rasain salah satunya
terletak pada mencetak SDM yang kreatif supaya dapat bersaing dengan isu-isu lain‖
(Wawancara dengan IN, 1 Desember, 2016).
Pendapat lain juga di ungkapkan oleh narasumber berinisial FS selaku Staff
PSDM yaitu:
―Hambatan yang kami alami datang dari SDM kami sendiri, seperti SDM yang harus
benar-benar kami persiapkan untuk keluar, dalam artian keluar untuk membuat jaringan-
jaringan diluar kampus seperti dengan masyarakat umum atau dengan komunitas-
komunitas lain agar lebih luas lagi. Sehingga SDM kami harus benar-benar dipersiapkan
dan dibekali dengan pengetahuan khususnya pengetahuan tentang isu ke-Palestinaan ‖
(Wawancara dengan FS, 1 Desember 2016).
Tampaknya edukasi dan pencerdasan yang LDK SSP coba hadirkan kepada
anggotanya memang benar-benar harus dipersiapkan dengan matang. Untuk
mengedukasi dan membuat isu-isu Palestina mampu bersaing dengan isu-isu lain
atau bahkan untuk membuat jaringan-jaringan diluar kampus, maka anggota LDK
SSP harus benar-benar dibekali dengan pengetahuan-pengetahuan khususnya
pengetahuan terkait Palestina yang mereka peroleh sebelumnya melalui edukasi
dan pencerdasan terkait ke-Palestinaan. Selain itu, dalam hal ini LDK SSP juga
harus bisa sekreatif mungkin dalam mensyiarkan isu Palestina ini kepada
khalayak publik atau masyarakat umum agar mereka merasa tertarik untuk
mengetahui isu tersebut lebih dalam lagi.
Bahkan narasumber lain berinisial IS selaku Staff Divisi Edukasi Sosial
turut mengungkapkan persoalan hambatan internal ini kepada peneliti seperti
berikut:
―Hambatan internal yang kami alami ada di Sumber Daya Manusia (SDM) yang kami
punya, misalnya ada beberapa anggota yang namanya tertulis di SK namun anggota
tersebut tidak aktif. Jadi kaya beban gitu punya anggota tapi berasa kaya engga punya‖
(Wawancara dengan IS, 14 Desember 2016).
75
Narasumber peneliti lainnya berinisial FF selaku Koordinator Divisi
Edukasi Sosial ikut menambahkan jawabannya terkait hambatan internal yang
LDK SSP alami dalam wawancara dengan peneliti berikut:
―Untuk hambatan yang kami alami salah satunya dari segi Sumber Daya Manusia (SDM),
dalam kasus kurang kordinir, kaya dari tahun ke tahun cuma orang-orang itu aja yang
mengkordinir, biarpun nanti yang menarik masanya banyak, cuma untuk yang
mempropaganda ya hanya orang-orang yang segelintir itu aja‖ (Wawancara dengan FF, 14
Mei 2017).
Berdasarkan keterangan-keterangan narasumber di atas peneliti menarik
kesimpulan mengenai hambatan internal yang LDK SSP alami yaitu bahwa,
faktor penyebab munculnya hambatan merupakan faktor yang berasal dari dalam
lingkungan LDK SSP sendiri seperti Sumber Daya Manusia (SDM) yang mereka
miliki. Umumnya hambatan ini di alami karena 2 peran yang harus dijalani
sekaligus oleh para anggotanya, seperti peran mereka sebagai seorang mahasiswa
dan peran sebagai anggota LDK SSP. Kesibukan-kesibukan para anggotanya
sebagai mahasiswa yang harus mengikuti kegiatan pembelajaran diluar aktifitas
berorganisasi menimbulkan berbagai persoalan dalam ruang lingkup internal LDK
SSP seperti persoalan manajemen waktu, konsentrasi, fokus dan persoalan kurang
koordinasi di antara para anggotanya yang harus lebih diperhatikan lagi agar
teman-teman dapat aktif secara seimbang di organisasi dan dalam kegaiatan
pembelajaran dikampus. Selain persoalan-persoalan manajemen waktu,
konsentrasi dan fokus, LDK SSP juga mengalami hambatan dalam hal mencetak
Sumber Daya Manusia (SDM) yang kreatif khususnya dalam mensyiarkan isu
terkait Palestina agar mampu membuat isu ini bersaing dengan isu-isu lainnya.
76
2. Hambatan Eksternal
Hambatan eksternal merupakan permasalahan yang ada diluar tubuh
gerakan yang dianggap menghalangi cita-cita gerakan seperti regulasi yang tak
mendukung, tidak mendapatkan dukungan dari pihak lain, dan lain sebagainya.
Hambatan eksternal yang peneliti maksud disini adalah hambatan yang berasal
dari luar gerakan LDK SSP. Berdasarkan hasil wawancara yang peneliti peroleh
dan menurut pengakuan beberapa narasumber seperti saudara ZA, ME, NA dan
HD hambatan eksternal yang dialami oleh LDK SSP ini datang dari masyarakat,
lembaga-lembaga terkait atau bahkan hambatan dalam bentuk suatu perizinan.
Seperti penuturan narasumber berinisial ZA selaku Koordinator Divisi Syiar dan
Keumatan dalam wawancara kepada peneliti berikut:
―Hambatan yang di alami oleh LDK SSP untuk ranah eksternal di antaranya adalah
hambatan dari segi birokrasi, seperti birokrasi perizinan. Dimana saat kami ingin
mengadakan suatu acara beberapa ada yang menerima namun tidak follow up, dan
ketika kami tanya respon mereka, responnya ya datar-datar gitu aja sampe akhirnya
lepas kontak‖ (Wawancara dengan ZA, 14 Desember 2016).
Pendapat serupa dikemukakan oleh saudara HD selaku Staff Divisi
Hubungan Publik dalam wawancara dengan peneliti berikut:
―Untuk hambatan eksternal yang di alami dari ‗road to road to‘ seperti kami datang ke
satu Masjid ketika ingin mengadakan kegiatan misalnya, maka kami mengirimi surat ke
Masjid yang bersangkutan tersebut untuk memberitahukan dan meminta izin bahwa kami
ingin mengadakan kegiatan di tempat mereka, pihak yang bersangkutannya terkadang
masih belum bisa menerima pihak kami. Sebagai contoh saat kami datang ke satu Masjid
pihak mereka mengatakan kepada pihak kami bahwa pihak mereka juga memiliki
kegiatannya sendiri yang berupa pembangunan Masjid dan bukan kegiatan untuk
Palestina‖ (Wawancara dengan HD, 14 Mei 2017).
Pendapat saudara ZA dan saudara HD mengenai hambatan eksternal yang
di alami LDK SSP diatas memiliki kesamaan yaitu terletak pada birokrasi
perizinannya yang masih sulit di dapatkan oleh LDK SSP ketika mereka ingin
77
mengadakan suatu kegiatan. Dimana menurut saudara ZA beberapa lembaga atau
instansi terkait masih bisa menerima pihak LDK SSP hanya saja mereka tidak
memfollow up LDK SSP. Sedangkan menurut saudara HD pihak yang
bersangkutan belum bisa menerima, meskipun hanya terkadang. Dengan
penjelasan saudara ZA dan saudara HD ini bisa dilihat bahwa pada kenyataannya
birokrasi perizinan memang tidak semudah itu untuk di dapatkan meskipun ada
lembaga atau instansi terkait yang menerima atau mengatakan ‗iya kami
menerima‘, namun semua itu hanya sekedar pemanis saja dan bukan
‗mengiyakan‘ dalam artian menerima sepenuhnya.
Hambatan eksternal ini rupanya juga datang dari ‗Car Free Day (CFD)‘,
dimana hambatan yang di alami dalam CFD ini masih berkaitan dengan birokrasi
perizinan. Seperti penuturan salah satu narasumber berinisial ME selaku
Koordinator PSDM dalam wawancara dengan peneliti berikut:
―Hambatan eksternal yang kami alami khususnya saat di CFD datang dari perizinan,
dimana dalam CFD ini sangat jelas dilarang aksi-aksi yang berupa demo. Oleh karena itu
kami berusaha keras untuk meyakinkan bahwa ini bukanlah aksi demonstrasi pada
umumnya, melainkan murni aksi peduli kemanusiaan seperti penggalangan dana‖
(Wawancara dengan ME, 14 Mei 2017).
Hal senada juga di ungkapkan oleh saudara HD selaku Staff Divisi
Hubungan Publik kepada peneliti dalam wawancara berikut:
―Untuk CFD sebenarnya kami tidak mengalami hambatan berarti, hanya saja untuk CFD
ini ada satu masalah yang datang dari perizinan dimana kami tidak di izinkan untuk
menyebarkan poster dan sejenisnya, entah itu poster ataupun kertas kecil yang berisi
edukasi. Itu tetap tidak di izinkan atau dilarang untuk disebarkan dengan alasan akan
menjadi sampah nantinya bagi pihak penyelenggara CFD‖ (Wawancara dengan HD, 14
Mei 2017).
Berdasarkan keterangan yang di peroleh dari hasil wawancara dengan
saudara ME dan saudara HD dapat disimpulkan bahwa birokrasi perizinan masih
78
menjadi hal umum yang biasa LDK SSP temui di lapangan, khususnya di dalam
Car Free Day (CFD) ini. Berbagai masalah dalam bentuk perizinan disini seolah
membatasi gerak-gerik LDK SSP dalam mensyiarkan isu terkait Palestina di
dalam acara Car Free Day (CFD) tersebut. Seperti penjelasan saudara ME yang
mengatakan bahwa Car Free Day (CFD) melarang keras bentuk demonstrasi
apapun di dalamnya. Sedangkan menurut saudara HD masalah perizinan yang di
temui dalam Car Free Day (CFD) adalah tidak di izinkannya LDK SSP atau
siapapun menyebarkan sesuatu yang berbau kertas yang nantinya dapat menjadi
sampah bagi pihak penyelenggara CFD meskipun itu hanya kertas kecil yang
berisi edukasi.
Pendapat lain dari narasumber terkait hambatan-hambatan yang di alami
oleh LDK SSP datang dari saudara NA dan saudara ME, dimana menurut
pengakuan mereka hambatan eksternal kali ini berasal dari pandangan negatif
masyarakat terhadap LDK SSP. Baik itu perdebatan terkait tujuan maupun
pandangan orang-orang awam terhadap LDK SSP itu sendiri. Seperti penuturan
salah satu narasumber berinisial NA selaku Wakil Ketua 1 yang mengungkapkan
kepada peneliti sebagai berikut:
―Hambatan eksternal yang kami alami yaitu terkadang isu Palestina ini menjadi sebuah
perdebatan di kalangan publik, seperti contoh ada yang mengatakan untuk apa kita harus
membela Palestina yang jauh-jauh disana sedangkan negara kita sendiri saja masih
banyak masalah‖ (Wawancara dengan NA, 1 Desember 2016).
Pendapat serupa terkait hambatan eksternal juga di ungkapkan oleh
narasumber berinisial ME selaku Koordinator PSDM kepada peneliti seperti
berikut:
79
―Hambatan eksternal lainnya datang dari pandangan orang-orang awam terkait gerakan-
gerakan seperti LDK SSP ini, dimana tidak sedikit dari mereka yang memandang gerakan
ini sebagai salah satu bentuk gerakan radikalisme. Sehingga butuh usaha yang lebih dari
kami untuk memberi pemahaman-pemahaman kepada mereka dalam memahami gerakan
ini‖ (Wawancara dengan ME, 14 Mei 2017).
Berdasarkan penuturan saudara NA dan saudara ME diatas, maka peneliti
mencoba menarik kesimpulan terkait hambatan eksternal yang telah dijelaskan
narasumber kepada peneliti yaitu bahwa dalam mensyiarkan isu terkait Palestina
sebuah perdebatan merupakan hal yang tidak bisa dihindari dalam proses
penerapannya di lapangan. Hal yang sama juga terjadi pada pandangan negatif
dari orang-orang awam akan gerakan seperti LDK SSP ini. Dimana tidak sedikit
ditemui kasus orang-orang yang memandang sebelah mata gerakan ini bahkan
sampai menilai gerakan LDK SSP secara berlebihan ke arah yang negatif seperti
mengatakan bahwa LDK SSP ini merupakan salah satu contoh gerakan
radikalisme yang ada.
Dengan hambatan-hambatan yang berbagai macam bentuknya, LDK SSP
pun tidak tinggal diam dan melakukan upaya-upaya lebih dalam mewujudkan
perannya dalam memberikan pemahaman kepada masyarakat umum terkait isu
Palestina ini. LDK SSP mencoba menjelaskan bahwa persoalan Palestina ini
bukan hanya sekedar isu-isu keagamaan ataupun keumatan semata saja, akan
tetapi isu tersebut juga sudah masuk dalam ranah sosial atau lebih tepatnya isu
kemanusiaan. Dimana bila membahas sosial banyak sekali pelanggaran-
pelanggaran nilai sosial terkait Hak Asasi Manusia (HAM) yang telah dilanggar
dengan begitu mudahnya oleh Israel terhadap Palestina. Oleh karena itu kami
mencoba untuk menyerukan kepada masyarakat umum bilamana kita tidak ingin
80
membela Palestina atas dasar keagamaan, maka belalah Palestina atas dasar sosial
rasa kemanusiaan. Dengan menyerukan hal tersebut kepada masyarakat umum
LDK SSP berharap agar tidak ada lagi orang-orang yang memandang sebelah
mata atau bahkan menilai negatif terkait gerakan ini, khususnya pada isu
Palestina yang coba LDK SSP syiarkan kepada atau masyarakat umum di
Indonesia.
81
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian, maka di perolehlah kesimpulan sebagai
berikut:
1. Seperti gerakan-gerakan sosial lain pada umumnya yang dalam mencapai
tujuannya memiliki berbagai macam cara, strategi maupun program, LDK
SSP pun demikian. Dalam hal ini ada beberapa program yang LDK SSP
hadirkan terkait perannya dalam mensyiarkan isu tentang Palestina, peran
tersebut terbagi menjadi 2 yaitu peran internal dan peran eksternal, namun
sebagain besar peran yang LDK SSP dalam mensyiarkan isu tentang
Palestina merupakan peran eksternal. Untuk peran internal yang coba
dihadirkan oleh LDK SSP ini sebenarnya sifatnya hanya untuk ranah
internal saja atau untuk teman-teman mahasiswa yang berada di kampus
STEI SEBI itu sendiri. Bentuk dari peran internal ini pada umumnya
berupa kajian atau diskusi, khususnya kajian tentang ke-Palestinaan yang
memang rutin diberikan kepada mahasiswa STEI SEBI setiap bulannya.
Tujuan dari peran internal LDK SSP ini adalah untuk mengedukasi dan
juga mencerdaskan para anggotanya terkait isu Palestina sebelum mereka
mengedukasi dan mencerdaskan masyarakat umum diluar sana, selain itu
juga bertujuan agar nantinya mereka mampu menjadi narasumber untuk
82
mengisi seminar-seminar terkiat Palestina yang mereka adakan. Selain
kajian atau diskusi yang LDK SSP miliki, LDK SSP juga memiliki peran
internal lainnya berupa ‗Pemutaran Video‘, pemutaran video ini
bentuknya berupa agitasi dengan memutar video terkait Palestina yang
menggambarkan kondisi sebenarnya dari Palestina itu sendiri. Tujuan dari
pemutaran video ini adalah untuk menghadirkan rasa peduli dari para
audiens yang hadir menyaksikan video tersebut agar ikut turut serta dalam
memberikan dukungan moril dan materilnya untuk Palestina terutama
setelah mereka mengetahui kondisi yang sebenarnya dari Palestina.
Sedangkan untuk peran eksternal, LDK SSP menghadirkan berbagai
macam program di dalamnya yang pada umumnya bersifat kreatif dalam
mensyiarkan isu tentang Palestina. program tersebut di antaranya adalah:
‗Road to Road‘, ‗Car Free Day (CFD)‘. ‗Road to Road‘ bentuknya berupa
kunjungan-kunjungan ke beberapa tempat seperti Sekolah-sekolah,
Kampus-kampus, Masjid dan juga Majelis Ta‘lim. Dimana melalui ‗Road
to Road to‘ ini LDK SSP melakukan edukasi melalui seminar-seminar
yang mereka adakan ke tempat-tempat yang disebutkan tadi dan
melakukan penggalangan dana di dalamnya. ‗Car Free Day (CFD)‘
merupakan salah satu program LDK SSP terkait perannya mensyiarkan isu
tentang Palestina dengan datang langsung ke acara Car Free Day (CFD)
di Bundaran Hotel Indonesia (HI) Jakarta. Didalamnya LDK SSP mencoba
menghadirkan cara-cara kreatif seperti melakukan teatrikal, drama, puisi
atau orasi dalam tujuannya mensyiarkan isu tentang Palestina dan
83
melakukan penggalangan dana untuknya melalui kotak sunduk yang
dibawa. Dalam penerapan keduanya baik ‗Road to Road‘ maupun ‗Car
Free Day (CFD)‘ memiliki cara yang berbeda-beda dalam mensyiarkan
isu tentang Palestina, namun keduanya memiliki tujuan yang sama yaitu
selain mensyiarkan isu tentang Palestina kepada masyarakat umum juga
bertujuan melakukan penggalangan dan untuk Palestina. Dalam perannya
mensyiarkan isu tentang Palestina kepada masyarakat, LDK SSP
menerapkan konsep Mobilisasi Sumber Daya yang Edwards, McCarthy &
Zald tawarkan yang menjelaskan bahwa sebuah kelompok harus
mengupayakan sumber daya yang mereka miliki untuk bisa melakukan
suatu perubahan sosial dan tercapainya tujuan kelompok. Seperti
memaksimalkan Sumber Daya Manusia (SDM) yang mereka miliki untuk
dapat memobilisasi massa dengan maksimal.
2. Hambatan yang di alami LDK SSP dalam mesnyiarkan isu tentang Palestina
a. Hambatan internal, hambatan internal yang di alami oleh LDK SSP ini
merupakan hambatan yang berasal dari dalam yaitu Sumber Daya
Manusia (SDM) yang LDK SSP miliki. Hambatan internal yang di
eluhkan oleh narasumber ini pada umumnya adalah persoalan dalam
memanajemen waktu yang merupakan perwujudan dari 2 peran yang
harus di jalani sekaligus oleh para anggota LDK SSP, yaitu status
mereka sebagai seorang mahasiswa sekaligus status mereka sebagai
anggota LDK SSP. Dengan status para anggota LDK SSP yang
merupakan seorang mahasiswa kampus STEI SEBI maka tentu
84
mengharuskan mereka untuk aktif mengikuti kegiatan pembelajaran di
kampus, dimana hal ini membuat konsentrasi dan fokus teman-teman
LDK SSP terbagi-bagi dalam menjalani kegiatan berorganisasi sekaligus
juga kegiatan mereka sebagai seorang mahasiswa dikampus.
b. Hambatan eksternal, hambatan eksternal yang di alami oleh LDK SSP
merupakan hambatan yang datang dari luar seperti birokrasi-birokrasi
perizinan atau pandangan masyarakat mengenai gerakan LDK SSP ini.
Hambatan-hambatan tersebut adalah hal yang biasa ditemui oleh LDK
SSP dalam mensyiarkan isu tentang Palestina kepada masyarakat umum.
Dimana terkadang ketika LDK SSP ingin mengadakan suatu kegiatan di
suatu tempat tidak jarang ditemui persoalan yang berkaitan dengan
perizinan, seperti sulitnya mendapat izin untuk melakukan sesuatu atau
sejenisnya. Selain persoalan dari birokrasi perizinan, dalam mensyiarkan
isu Palestina ini pun kerap kali muncul persoalan yang berhubungan
dengan masyarakat seperti perdebatan di kalangan publik terkait untuk
apa harus membela Palestina yang jauh disana dan pandangan dari
masyarakat awam mengenai gerakan LDK SSP ini dimana tidak sedikit
masyarakat yang memandang bahwa gerakan LDK SSP ini sebagai alah
satu bentuk gerakan radikalisme.
85
B. SARAN
Berdasarkan kesimpulan di atas, maka saran dari peneliti adalah sebagai
berikut:
1. Akademis
Penelitian akademis selanjutnya diharapkan dapat meneliti lebih mendalam
mengenai tema penelitian serupa yang peneliti lakukan terkait gerakan-gerakan
yang peduli terhadap Palestina, khususnya gerakan yang dilakukan oleh
mahasiswa dengan menggunakan pendekatan-pendekatan atau teori sosial lainnya.
2. Praktis
a. Anggota-anggota LDK SSP
Anggota-anggota LDK SSP seharusnya dapat lebih pandai lagi dalam hal
memanajemen waktu agar dapat menjalani 2 peran yang harus dijalani sekaligus
yaitu sebagai seorang mahasiswa dan anggota LDK SSP secara seimbang. Selain
itu teman-teman LDK SSP juga harus pandai dalam hal koordinasi agar persoalan
kurang kordinir di dalam anggotanya dapat lebih di minimalisir. Selanjutnya
anggota-anggota LDK SSP harus benar-benar di edukasi dan dibekali dengan
pengetahuan khususnya pengetahuan yang berkaitan dengan Palestina agar
mampu membuat jaringan-jaringan diluar kampus untuk membuat isu Palestina
ini lebih meluas lagi atau untuk membuat lebih banyak lagi masyarakat umum
yang mengetahui isu tersebut. Yang terakhir LDK SSP harus dapat mencetak
Sumber Daya Manusia (SDM) yang kreatif agar dapat membuat isu Palestina ini
mampu bersaing dengan isu-isu lainnya.
86
b. Lembaga-lembaga Terkait
Lembaga-lembaga terkait hendaknya mempermudah akses atau suatu
perizinan ketika LDK SSP hendak melakukan suatu kegiatan di tempat-tempat
terkait yang mereka telah kirimi surat atau mereka datangi sebelumnya bahwa
mereka ingin mengadakan suatu kegiatan di tempat tersebut. Lembaga-lembaga
terkait juga diharapkan agar lebih mau membuka dirinya terhadap LDK SSP agar
nantinya ketika terjalin suatu kerja sama diantara kedua belah pihak, respon yang
di dapat oleh LDK SSP dari lembaga-lembaga terkait tidak datar-datar saja
sehingga pada akhirnya menyebabkan putus kontak.
c. Masyarakat Umum
Masyarakat umum diharapkan agar tidak memandang sebelah mata LDK
SSP atau menilai gerakan ini secara berlebihan dengan mengatakan bahwa
gerakan yang di lakukan LDK SSP ini sebagai salah satu bentuk gerakan
radikalisme. Masyarakat umum juga diharapkan agar tidak lagi menilai isu
Palestina ini hanya sebatas isu keumatan atau keagamaan saja, karena isu
Palestina ini juga sangat jelas menggambarkan isu kemanusiaan yang menyangkut
Hak Asasi Manusia (HAM). Selain itu masyarakat umum sangat diharapkan untuk
lebih membuka diri serta pikiran mereka lagi terkait isu Palestina ini agar timbul
rasa peduli rasa empati rasa ingin membantu Palestina sehingga timbulah suatu
bentuk dukungan terhadap Palestina baik itu dalam bentuk dukungan moril
maupun materil yang sangat dibutuhkan oleh suadara-saudara kita di Palestina
sana.
87
DAFTAR PUSTAKA
A. Buku
Basrowi. M.Pd, Dr. & Suwandi. M.Si, Dr. 2008. Memahami Penelitain Kualitatif.
Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Bungin, Burhan. 2003. Analisa Data Penelitian Kualitatif. Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada.
Bungin, Burhan. 2007. Penelitian Kualitatif: Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan
Publik, dan Ilmu Sosial Lainnya. Jakarta: Kencana.
Borgatta, Edgar F. & Marie L. Borgatta. Encyclopedia of Sociology
Volume.1, Simon & Schuster Macmillan: New York. 1992
Buechler, Steven M. 1995. New Social Movement Theories The Sociological
Quarterly, Vol. 36, No.3 (Summer, 1995).
Edwards B & McCarthy. 2004. Resource and Mobilization. The Blackwell
Companion to Social Movements, Massachusetts: Blackwell Publishing.
Fadhly, Fahrus Zaman. 1999. Mahasiswa Menggugat: Potret Getakan Mahasiswa
Indonesia 1998. Bandung: PUSTAKA HIDAYAH.
Ishiyama, T Jhon dan Marjike Breuning. 2013. Ilmu Politik dalam Paradigma
Abad Ke-21. Jakarta: Kencana Prenada Group.
Jary. Julia and Jary. David, Collins Dictionary of Sociology, Edisi Kedua, 1995.
Jurdi, Syarifuddin. 2010. Sosiologi Islam & Masyarakat Modern: Teori, Fakta,
dan Aksi Sosial. Jakarta: Prenada Media Group.
Maarif, Syamsul. 2010. Perilaku Kolektif dan Gerakan Sosial. Yogyakarta: Gress
Publishing.
Manalu, Dimpos. 2009. Gerakan Sosial dan Perubahan Kebijakan Publik.
Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
McCharthy, John D dan Mayer N Zald. 1997. Resource Mobilization And Social
Movements: A Partial Theory. The American Jurnal Of Sociology Vol 82 (6):
1212-1241
Moleong, Lexy J. 2004. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya.
Mulyana, M.A, Dr. Deddy. 2001. Metodologi Penelitian Kualitatif Paradigma
Baru Ilmu Komunikasi Dan Ilmu Sosial Lainnya. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya.
Opp, Karl Dieter. 2009. Theories of Political Protest and Social Movements: a
Multidiciplinary Introduction, Critique, and Synthesis. London: Routledge.
Raho. SVD, Bernad. 2014. Sosiologi. Flores: Ledalero Anggota IKAPI.
Soekanto, Soerjono. 1982. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Rajawali Press.
Situmorang, Abdul Wahib. 2007. Gerakan Sosial: Studi Kasus Beberapa
Perlawanan. Yogyakarta: Pustaka Belajar.
Singh, Rajendra. 2010. Gerakan Sosial Baru. Yogyakarta: Resist Book.
Sunarto, Kamanto. 2004. Pengantar Sosiologi. Jakarta: Lembaga Penerbit
Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia.
88
Sztompka, Piotr. 2004. Sosiologi Perubahan Sosial. Jakarta: Prenada Media
Group.
Tohirin, M.Pd, Dr. 2012. Metode Penelitian Kualitatif Dalam Pendidikan dan
Bimbingan Konseling. Depok: PT. Rajagrafindo Persada.
Triwibowo, Darmawan. 2006. Gerakan Sosial: Wahana Civil Society Bagi
Demokratisasi. Jakarta: Pustaka LP3ES Indonesia.
B. Media Internet
(http://www.pikiran-rakyat.com/node/304849), diakses 15 Mei 2017
C. Tesis, Skripsi dan Disertasi
1. Tesis, Leny Puspadewi (2002) berjudul ―Oposisi di Indonesia: Studi Kasus
Gerakan Mahasiswa 1998 di Jakarta‖ program studi Ilmu Politik Fakultas
Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia.
2. Tesis, Dwi Winarno (2012) berjudul ―Gerakan Falun Gong di Indonesia‖
program studi Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas
Indonesia.
3. Skripsi, EDO (2012) tentang ―Gerakan Himpunan Mahasiswa Islam (Studi
Terhadap Gerakan Himpunan Mahasiswa Islam Komisariat FISIP USU)‖
program studi Antropologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas
Sumatera Utara.
4. Tesis, Ahmad Ismail (2012) berjudul ―Akademi Berbagi: Gerakan Sosial di
Dunia Digital‖ program studi Antropologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik.
5. Tesis Lisken LM Situmorang (2010) berjudul ―Gerakan Lingkungan Anti
Sawit‖ program studi Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik.
6. Disertasi, Muhammad Umar Syadat Hasibuan (2010) berjudul ―Gerakan
Politik Mahasiswa: Studi Kasus Polarisasi Gerakan Mahasiswa Pada Masa
Pemerintahan B.J. Habibie dan Abdurrahman Wahid‖ program studi Ilmu
Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik.
7. Skripsi, Dady Hidayat (2012) berjudul ―Gerakan Dakwah Salafi di Indonesia
Pada Era Reformasi‖ program studi Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik.
89
LAMPIRAN
Foto : Kunjungan LDK SSP ke Pesona Al-Quds (Lembaga Kemanusiaan)
90
Foto : Kunjungan LDK SSP ke UKDM UPI Bandung
Foto : Penampilan Hadroh dari Baitul Qur’an Depok di Puncak Syahru
Intifadhah 9
91
Foto : Penampilan dari Awan Voice di Puncak Syahru Intifadhah 9
Foto : Kampus STEI SEBI Depok
92
Foto : Kampus STEI SEBI Depok
93
Foto : Kampus STEI SEBI Depok
94
Foto : LDK SSP Road To Majelis Ta’lim
Foto : LDK SSP Dalam Car Free Day (CFD) Jakarta
95
Foto : Puncak Syahru Intifadhah 9
Foto : Puncak Syahru Intifadhah 9
96
Foto : Ketua LDK SSP bersama Narasumber dari Palestina di acara Puncak
Syahru Intifadhah 9
Foto : Peneliti bersama Narasumber
97
Foto : Narasumber
98
ANGGARAN DASAR
LEMBAGA DAKWAH KAMPUS SEBI SOLIDARITY FOR PALESTINE
(LDK SSP)
MUQODDIMAH
Haikaumku, masuklah ketanah suci (Palestina) yang telah ditentukan
Allah bagimu, dan janganlah kamu lari kebelakang (karena kamu takut
kepada musuh), maka kamu menjadi orang-orang yang merugi. (Al-
Maidah:21)
"Dari Zaid bin Tsabit, bahwa ia berkata; saya mendengar Rasulullah
SAW bersabda: "Duhai alangkah baiknya negeri Syam itu, duhai
alangkah baiknya negeri Syam itu. " Para shahabat kemudian bertanya,
"Ya Rasulullah, kenapa Engkau memuji Syam semacam itu?" "Para
malaikat membentangkan sayapnya atas kota Syam tersebut," jawab Nabi
selanjutnya. (HR. Tirmidzi dan Ahmad).
"Tidaklah beriman seseorang diantara kalian sehingga dia mencintai
saudaranya seperti dia mencintai dirinya" (HR. Imam TIrmIdzi).
Peradaban muslim saat ini tak lagi berkiblat kepada Islam. Amerika,
Israel dan sekutu lainnya telah memberikan kiblat terbaru bagi umat muslim di
dunia. Palestina, Suriah, Mesir dan negeri Islam lainnya telah terlupakan dari
peradaban kaum muslimin, tak lagi menjadi isu kaum muslimin. Namun mata
dunia sekarang mulai terbuka dengan nilai-nilai kemanusian yang terjadi.
Merupakan suatu kewajiban terhadap sesama muslim di manapun berada
untuk memperkuat persaudaraan dan kepedulian dengan kontribusinya terhadap
isu dunia Islam yang terjadi sekarang ini. Do‘a dan saluran tangan yang terbaik
dari kita adalah yang mereka harapkan.
Permasalahan yang terjadi memberikan gambaran terhadap kaum
muslimin, khususnya civitas STEI SEBI untuk berupaya membantu sebaik
mungkin dan bergerak mengurangi penderitaan sesamanya. Salah satu upayanya
adalah mewujudkan organisasi kemanusian yang peduli terhadap isu keumatan di
dalam maupun luar negeri.
Organisasi SEBI Solidarity For Palestine (SSP) adalah wujud organisasi
sosial yang berada di bawah lembaga STEI SEBI yang peduli terhadap bangsa
Palestina dan isu keumatan di dalam maupun di luar negeri dan berupaya
mendukung terwujudnya kemerdekaan Palestina.
99
BAB I
NAMA DAN DEFINISI
Pasal 1:
Nama
Nama organisasi ini adalah LEMBAGA DAKWAH KAMPUS SEBI
SOLIDARITY FOR PALESTINE, yang selanjutnya disebut LDK SSP.
Pasal 2:
Definisi
LDK SSP adalah wadah perjuangan mahasiswa STEI SEBI dalam
aktivitas dakwah kampus dan kemasyarakatan serta membangun kepedulian
terhadap bangsa Palestina dan kemanusiaan umat muslim dunia dan akan terus
menjalankan roda organisasinya sampai islam kembali Berjaya dengan bangsa
Palestina dan Umat Muslim Dunia bebas dari penjajahan.
BAB II
WAKTU DAN KEDUDUKAN
Pasal 3:
Waktu
SSP dideklarasikan di Ciputat pada hari Kamis, tanggal 13 Rabiul akhir
1427 H, bertepatan dengan tanggal 11 Mei 2006 M, dan pada tanggal 5 juni 2016
nama LDK disematkan pada SSP sehingga menjadi LDK SSP
Pasal 4:
Kedudukan
LDK SSP berkedudukan di Sekolah Tinggi Ekonomi Islam SEBI.
BAB III
ASAS, LANDASAN, STATUS
Pasal 5:
Asas
LDK SSP berasaskan Islam.
Pasal 6:
Landasan
LDK SSP berlandaskan pada Al-Qur'an dan As-Sunnah.
100
Pasal 7:
Status
LDK SSP merupakan Badan Semi Otonom (BSO) dibawah koordinasi
Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) STEI SEBI pada Keluarga Besar Mahasiswa
(KBM) STEI SEBI.
BAB IV
VISI DAN MISI
Pasal 8:
Visi
Menjadi wadah organisasi dan kontribusi mahasiswa STEI SEBI dalam
aktivitas dakwah kampus dan kemasyarakatan serta perjuangan bangsa
Palestina dan isu keumatan dunia.
Pasal 9:
Misi
Memberikan edukasi keislaman, ke-Palestina-an dan isu keumatan dunia
kepada pelajar, mahasiswa, dan masyarakat.
Mengembankan sumber daya manusia LDK SSP yang diarahkan pada
aktualisasi diri sebagai seorang muslim.
Bersinergi dan berkontribusi dengan lembaga ke-Palestina-an dan LDK se-
Indonesia dan lembaga lainnya yang menunjang aktifitas dakwah.
Menggalang dana sebagai wujud kepedulian terhadap Palestina dan isu
keumatan dunia.
Memaksimalkan peran media sebagai sarana penyebaran dakwah dan
informasi mengenai ke-Palestinaan dan isu keumatan dunia.
Menjadikan SSP sebagai penyedia atribut Palestina di kalangan
masyarakat sekitar dan civitas STEI SEBI.
101
BAB V
IDENTITAS DAN MAKNA LAMBANG
Pasal 10:
Identitas
Identitas SSP diwujudkan dalam lambang :
Pasal 11:
Makna Lambang
Hal Makna
Empat warna dalam lambang
(Merah, Hitam, Putih, dan Hijau)
Mencerminkan bendera bangsa Palestina.
S pertama berwarna Merah dengan
warna dasar putih
Menunjukkan warna darurat dan kemanusiaan.
S kedua warna putih dengan
warna dasar hitam
Menunjukan sikap tegas kaum muslimin untuk
menegakkan amar ma‘ruf nahi mungkar dan bentuk
kepedulian terhadap bangsa Palestina dan isu
keumatan Dunia. Hitam (Menunjukkan kebathilan) dan
Putih (Menunjukkan yang Haq).
P berwarna hitam dengan warna
dasar hijau
Menunjukkan tekad kami mengembalikan Negara
Palestina pada kedaulatan dan Kedamaian.
Tiga jajaran Genjang yang dibuat
terpisah menaungi masing-masing
huruf dan disatukan dengan
sebuah garis hitam
Menunjukkan pada sebuah proses dari berdirinya
organisasi ini: Berawal mula dari komunitas SEBI
"pejuang ekonomi Islam" yang diwakili
Mahasiswanya, kemudian mereka tergugah dan
berusaha peduli terhadap kondisi keterpurukan umat,
dan dengan organisasi ini akan berkontribusi dalam
aktifitas dakwah kampus dan kemasyarakatan serta
membantu perjuangan bangsa Palestina untuk terbebas
dari penjajahan Israel la’natullah.
102
BAB VI
KEANGGOTAAN
Pasal 12:
Keanggotaan
Keanggotaan terdiri dari :
1. Anggota Kehormatan.
2. Anggota Penggerak.
3. Relawan.
BAB VII
STUKTUR ORGANISASI DAN MASA JABATAN
Pasal 13:
Struktur Organisasi
Struktur Organisasi LDK SSP minimal terdiri dari Ketua LDK SSP, Wakil
ketua, Sekretaris LDK SSP, Bendahara LDK SSP, Bidang dan Biro.
Pasal 14:
Masa Jabatan
Masa jabatan kepengurusan LDK SSP adalah 1 (satu) periode
kepengurusan dengan waktu periode satu tahun.
BAB VIII
HUBUNGAN KEORGANISASIAN
Pasal 15:
Hubungan Keorganisasian
Hubungan keorganisasian SSP :
1. Hubungan LDK SSP dengan STEI SEBI adalah hubungan mitra.
2. Hubungan LDK SSP dengan BEM STEI SEBI adalah hubungan
koordinasi.
3. Hubungan LDK SSP dengan organisasi serupa adalah hubungan
mitra.
103
BAB IX
PENGAMBILAN KEPUTUSAN
Pasal 16:
Pengambilan Keputusan
Pengambilan keputusan melalui:
5. Musyawarah Umum Anggota.
6. Musyawarah Kerja Anggota.
7. Rapat Koordinasi Internal Kepengurusan.
8. Rapat Kerja Kepengurusan.
BAB X
KEUANGAN
Pasal 17:
Sumber-sumber Keuangan
1. Keuangan untuk operasional LDK SSP bersumber dari :
e) Subsidi Dana Kesejahteraan Mahasiswa STEI SEBI.
f) Dana Usaha Mandiri.
g) Donatur.
h) Kas Pengurus
2. Keuangan untuk penyaluran dana LDK SSP bersumber dari :
d) Penggalangan Dana yang bersifat Massal.
e) Dana Usaha Mandiri.
f) Donatur.
Pasal 18:
Asas Pengelolaan Keuangan
LDK SSP mengelola keuangan dengan asas jujur, transparansi, akuntable,
dan profesional.
Pasal 19:
Penyaluran Dana
LDK SSP menyalurkan dana melalui lembaga-lembaga sosial yang berada
di Indonesia dan lembaga kemanusiaan yang mempunyai jaringan untuk bisa
sampai ke Palestina dan Umat muslim dunia lainnya.
104
BAB XI
PEMBEKUAN, PENGAKTIFAN KEMBALI DAN
PEMBUBARAN
Pasal 20:
Pembekuan, Pengaktifan Kembali dan Pembubaran
Pembekuan, pengaktifan kembali dan pembubaran kepengurusan hanya
dapat dilakukan oleh Musyawarah Umum Anggota.
BAB XII
PERUBAHAN ANGGARAN DASAR
Pasal 21:
Perubahan Anggaran Dasar.
Perubahan anggaran dasar dapat dilakukan pada Musyawarah Umum
anggota, kecuali di kondisi lain yang dianggap perlu.
BAB XIII
KETENTUAN UMUM
Pasal 22:
KetentuanUmum
Hal-hal yang belum diatur dalam Anggaran Dasar ini akan diatur dalam
Anggaran Rumah Tangga LDK SSP STEI SEBI.
BAB XIV
PENGESAHAN
Pasal 23:
Pengesahan
1. Anggaran dasar ini berlaku sejak disahkan dalam musyawarah
umum anggota.
2. Semua ketentuan-ketentuan dan peraturan-peraturan organisasi
yang bertentangan dengan anggaran dasar ini dinyatakan tidak
berlaku.
105
ANGGARAN RUMAH TANGGA
LEMBAGA DAKWAH KAMPUS SEBI SOLIDARITY FOR PALESTINE
(LDK SSP)
BAB I
KEANGGOTAAN
Pasal 1:
Keanggotaan
Keanggotaan LDK SSP terdiri dari :
1. Anggota Kehormatan : yaitu setiap alumni LDK SSP STEI SEBI.
2. Anggota Penggerak : yaitu setiap mahasiswa STEI SEBI yang terdaftar
dan tergabung dalam struktur kepengurusan LDK SSP.
3. Relawan : yaitu mahasiswa STEI SEBI yang menyatakan bergabung dan
membantu aktivitas organisasi tanpa menjadi pengurus harian organisasi.
Pasal 2:
Hak Anggota
4. Anggota Kehormatan :
Anggota kehormatan berhak menghadiri Musyawarah Umum
Anggota.
Anggota kehormatan berhak memberikan rekomendasi.
Anggota kehormatan berhak mengikuti kegiatan LDK SSP.
5. Anggota Penggerak :
Anggota Penggerak berhak untuk menggunakan fasilitas organisasi
sesuai dengan prosedur yang berlaku.
Anggota Penggerak berhak mewakili organisasi dalam hal undangan
sesuai dengan prosedur yang berlaku.
106
Anggota Penggerak berhak untuk dipilih dan memilih sesuai dengan
prosedur yang berlaku.
6. Relawan :
Relawan berhak melakukan aktivitas penggalangan dana mandiri atas
nama organisasi sesuai dengan prosedur yang berlaku.
Relawan berhak mendapatkan apresiasi dari organisasi.
Relawan berhak memberikan rekomendasi.
Pasal 3:
Kewajiban Anggota
5. Anggota Kehormatan wajib mendukung kegiatan organisasi.
6. Anggota penggerak wajib melaksanakan amanah organisasi dengun baik
dan penuh tanggung jawab.
7. Relawan wajib melaksanakan amanah sesuai dengan perjanjian tertulis.
8. Semua Anggota wajib menjaga nama baik organisasi.
Pasal 4:
Sanksi
1. Anggota Penggerak dan Relawan dapat diberi peringatan oleh Badan
Pengurus Harian dikarenakan oleh:
Tindakan yang bertentangan dengan peraturan-peraturan dan
ketentuan-ketentuan organisasi
Tindakan yang merugikan dan tidak menjaga nama baik organisasi
2. Badan Pengurus Harian akan mengeluarkan surat peringatan kepada
anggota yang melakukan pelanggaran.
3. Penetapan sanksi dilakukan melalui proses musyawarah badan pengurus
harian yang bersifat membangun.
4. Kategori pelanggaran dikembalikan kepada badan pengurus harian.
5. Anggota Penggerak akan kehilangan hak-haknya, apabila badan pengurus
harian telah mencabut status keanggotaannya.
107
Pasal 5:
Kehilangan Keanggotaan
1. Meninggal dunia.
2. Keluar dari STEI SEBI.
3. Diberikan sanksi pencabutan status anggota.
BAB II
STRUKTUR ORGANISASI
Pasal 6:
Pengurus
Pengurus adalah anggota penggerak yang diberikan amanah untuk menjadi
pengurus melalui rapat internal ketua LDK SSP dan tim formatur LDK SSP yang
dipilih dan disahkan pada musyawarah Umum anggota.
Pasal 7:
Ketua LDK SSP
3. Ketua SSP adalah eksekutif tertinggi dalam kepengurusan LDK SSP.
4. Ketua SSP terpilih melalui musyawarah Umum anggota.
5.
Pasal 8:
Kelengkapan Stuktur
12. Wakil ketua I adalah membantu Ketua dalam fungsi controlling dan
monitoring internal lembaga serta mewakili fungsi Ketua ketika
berhalangan.
13. Wakil ketua II adalah penanggung jawab akhwat LDK SSP dengan
melakukan kontroling terhadap kinerjanya secara berkala, dan menjalin
kerjasama dengan forum keakhwatan di eksternal kampus STEI SEBI.
14. Sekretaris Umum adalah penanggung jawab inventaris, administrasi dan
arsip-arsip LDK SSP.
108
15. Bendahara Umum adalah pengelola keuangan dalam hal pencatatan,
peraturan keuangan, penyaluran, dan lainnya yang terkait dengan
administrasi keuangan.
16. PSDM adalah pengelola sumber daya manusia anggota penggerak dan
relawan yang terkait dengan peningkatan kualitas soft skill dan pengontrol
bidang yang di bawahinya.
17. Divisi Syiar dan keumatan adalah pengelola kegiatan organisasi dalam
bidang pengkajian terkait Tsaqofah Islamiyah, isu-isu keumatan, isu-isu
terkini terkait bangsa Palestina dan Umat Muslim Dunia kepada
lingkungan internal dan eksternal KBM STEI SEBI.
18. Divisi Edukasi Sosial adalah pengelola kegiatan organisasi dalam bidang
edukasi, dakwah kemasyarakatan terkait edukasi ke-Islaman, isu-isu
keumatan, pengkajian isu-isu terkini terkait bangsa palestina pada
lingkungan eksternal KBM STEI SEBI.
19. Divisi Media dan Komunikasi adalah pengelola aktivitas penyebaran
dakwah melalui media dan publikasi kegiatan organisasi
20. Divisi Hubungan Publik adalah pengelola aktivitas jaringan kerjasama
Antara LDK SSP dan lembaga eksternal kampus.
21. Divisi Usaha Mandiri LDK SSP adalah pengelola kegiatan organisasi
dalam bidang kewirausahaan untuk operasional organisasi.
22. Divisi Qudsulana adalah pengelola kegiatan organisasi dalam bidang
penggalangan dana untuk bangsa Palestina dan Umat Muslim Dunia serta
menjalin silaturrahim dengan lembaga kemanusiaan yang telah terjalin.
Pasal 9:
Syarat Menjadi Ketua LDK SSP, Pengurus, dan Relawan
1. Berakhlakul Karimah.
2. Telah Aktif dan terdaftar sebagai pengurus LDK SSP.
3. Dapat membaca Al – Qur‘an dengan baik dan benar.
4. Mempunyai jiwa kepedulian.
5. Memiliki keahlian manajerial organisasi.
109
6. Aktif mengikuti kegiatan pembinaan.
Pasal 10:
Tugas Kepengurusan
5. Mengadakan dan melaksanakan program kerja yang mengacu pada garis-
garis besar haluan organisasi (GBHO) dan disepakati dalam Musyawarah
Kerja.
6. Melaksanakan amanah organisasi dengan baik dan penuh tanggung jawab.
7. Melaksanakan ketetapan dalam Musyawarah Umum anggota.
8. Mewujudkan misi dan target organisasi secara berjama‘ah.
BAB III
MUSYAWARAH
Pasal 11:
Musyawarah Umum Anggota
1. Musyawarah Umum Anggota adalah forum tertinggi dalam kepengurusan
LDK SSP.
2. Musyawarah Umum Anggota berfungsi :
a) Menetapkan atau merevisi AD/ART SSP.
b) Menetapkan Garis-garis Besar Haluan Organisasi (GBHO) untuk
kepengurusan LDK SSP. GBHO LDK SSP adalah hal – hal standar dan
batasan kerja kepengurusan.
c) Menyampaikan Laporan Pertanggung jawaban (LPJ) Kepengurusan.
d) Memilih, mengangkat, dan memberhentikan kepengurusan LDK SSP
dengan cara memilih ketua dan menetapkan Tim Formatur.
3. Musyawarah organisasi LDK SSP dianggap sah apabila dihadiri oleh sekurang
– kurangnya setengah plus satu dari jumlah peserta yang diundang.
4. Peserta muyawarah Umum anggota terdiri dari anggota LDK SSP.
5. Musyawarah Umum Anggota memiliki Tata Tertib Musyawarah.
110
Pasal 12:
Musyawarah Kerja
1. Musyawarah Kerja adalah forum perencanaan dan penetapan program kerja
dalam kepengurusan LDK SSP.
2. Musyawarah Kerja berfungsi :
a) Menetapkan program kerja dengan mengacu pada GBHO dan Renstra.
b) Membuat time schedule program kerja.
3. Musyawarah Kerja LDK SSP dianggap sah apabila dihadiri oleh sekurang-
kurangnya setengah plus satu dari jumlah pengurus.
Pasal 13:
Rapat Kordinasi Organisasi Struktural
1. Rapat kordinasi internal adalah rapat kordinasi antara Ketua LDK SSP dan
kordinator-kordinator Divisi.
2. Rapat kordinasi internal berfungsi sebagai rapat kordinasi untuk merespon
pelaksanaan aktifitas harian.
Pasal 14:
Rapat Kerja Pengurus
1. Rapat Kerja Pengurus adalah rapat kordinasi seluruh pengurus yang
dipimpin oleh Ketua LDK SSP.
2. Rapat Kerja pengurus berfungsi sebagai rapat konsolidasi kegiatan LDK
SSP.
BAB IV
ATURAN TAMBAHAN DAN PENGESAHAN
Pasal 15:
111
1. Aturan-aturan yang belum diatur dalam ART, diatur pada ketetapan dan
keputusan musyawarah umum anggota.
2. Aturan-aturan yang memerlukan penjabaran dapat diatur dalam ketetapan
musyawarah Umum anggota.
3. Setiap anggota LDK SSP dianggap mengetahui AD/ART LDK SSP
setelah disosialisasikan dan mentaatinya.
4. Anggaran rumah tangga ini berlaku sejak disahkan.