Skripsi hukum lingkungan berlian
-
Upload
berlianmaha -
Category
Documents
-
view
586 -
download
9
description
Transcript of Skripsi hukum lingkungan berlian
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Tujuan nasional Republik Indonesia, seperti dinyatakan dalam
pembukaan Undang-undangDasar 1945, ialah melindungi segenap bangsa
dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum,
mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia
yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Untuk
mewujudkan tujuan nasional tersebut bangsa Indonesia melaksanakan
pembangunan secara terencana dan bertahap. Pembangunan jangka panjang
tahap pertama sampai dengan pertengahan tahun 1997 telah menunjukkan
hasil yang dapat dirasakan oleh sebagian besar rakyat. Namun pembangunan
ini tumbuh berkembang dengan tidak memperhitungkan pengaruhnya kepada
lingkungan. Kegunaan sumber alam yang dicadangkan untuk generasi masa
depan sulit untuk diukur harga dan nilainya, karena itu luput pula
diiperhitungkan dalam pembangunan.
Pembangunan merupakan upaya sadar dan terencana dalam rangka
mengelola dan memanfaatkan sumber daya, guna mencapai tujuan
pembangunan yakni meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat dan bangsa
Indonesia. Pembangunan tersebut dari masa ke masa terus berlanjut dan
berkesinambungan serta selalu ditingkatkan pelaksanaannya, guna memenuhi
dan meningkatkan kebutuhan penduduk tersebut berjalan seiring dengan
semakin meningkatnya jumlah pertumbuhan penduduk. Pelaksanaan
pembangunan sebagai kegiatan yang berkesinambungan dan selalu meningkat
seiring dengan baik dan meningkaatnya jumlah dan kebutuhan penduduk,
menarik serta mengundang resiko pencemaran dan perusakan yang
disebabkan oleh tekanan kebutuhan pembangunan terhadap sumber daya
alam, tekanan yang semakin besar tersebut ada dan dapat mengganggu,
merusak struktur dan fungsi dasar ekosistem yang menjadi penunjang
kehidupan.
Seharusnya dalam melakukann pembangunan pemerintah mengikuti
prinsip-prinsip dalam pelestarian lingkungan seperti yang dikemukakan oleh
Allan Ingelson, William Holden dan Meriam Bravante dalam Environment
and Development Journal: Philippine Environmental Impact Assessment,
Mining And Genuine Development Volume 5 No.1
The law reform project ‘Legislative Options for Promoting
Sustainable Development’, identified the following principles that
characterise a regulatory system that reflects sustainable or genuine
development:
1. Respects ecological integrity
The first principle, respect for ecological integrity, is critical to promoting
sustainable development. Ecological systems consist of micro-organisms,
plants, animals, soil, water, air and other components. Respect for
ecological integrity is demonstrated by a legal system that prevents
irreversible harm to water, air, and soil resources, and enables
‘ecosystems to renew themselves’.
2. Supports efficient use of natural, manufactured and social capital
The efficient use of capital facilitates the preservation of options for future
generations by emphasising the protection, conservation and efficient use
of a variety of non renewable and renewable natural resources including
metals, water, vegetation and wildlife
3. Promotes equity
The third principle, equity, contemplates a wide distribution of the costs
and benefits from natural resource development on an intra-generational,
inter-generational and international basis.
4. Relies on participatory approaches
An integral part of the environmental impact assessment process refers to
the opportunity for concerned citizens to express their views on natural
resource development. Information contributed by concerned citizens and
environmental groups can lead to better informed decisions and may result
in reduced environmental degradation.
5. Requires environmental stewardship by all levels of decision-makers.
To effectively implement genuine development a government should have
the broad support of industry and citizens.
Proyek reformasi hukum merupakan 'pilihan Legislatif untuk
Mendorong Pembangunan Berkelanjutan’, mengidentifikasi prinsip-prinsip
berikut yang mencirikan sistem regulasi yang mencerminkan pembangunan
berkelanjutan atau asli:
1. Menghormati integritas ekologi
Prinsip pertama, menghormati integritas ekologi, sangat penting untuk
mempromosikan pembangunan berkelanjutan.Sistem ekologi terdiri dari
mikro-organisme, tanaman, hewan, tanah, air, udara dan komponen
lainnya.Menghormati integritas ekologi ditunjukkan oleh sistem hukum
yang mencegah kerusakan permanen pada air, udara, dan sumber daya
tanah, dan memungkinkan 'ekosistem untuk memperbaharui diri mereka
sendiri'.
2. Mendukung efisien penggunaan modal alam, diproduksi dan sosial
Efisiensi penggunaan modal memfasilitasi pelestarian pilihan untuk
generasi mendatang dengan menekankan perlindungan, konservasi dan
efisiensi penggunaan berbagai sumber daya alam yang tidak terbarukan
dan terbarukan termasuk logam, vegetasi air, dan satwa liar
3. Meningkatkan ekuitas
Prinsip ketiga, ekuitas, merenungkan luas distribusi biaya dan manfaat dari
pengembangan sumber daya alam atas dasar, intra-generasi antar-generasi
dan internasional.
4. Bergantung pada pendekatan partisipatif
Bagian integral dari proses penilaian dampak lingkungan mengacu
kesempatan bagi warga yang bersangkutan untuk mengekspresikan
pandangan mereka pada pengembangan sumber daya alam. Informasi
disumbangkan oleh warga yang bersangkutan dan kelompok lingkungan
hidup dapat menyebabkan keputusan yang lebih baik dan dapat berakibat
pada degradasi lingkungan berkurang.
5. Membutuhkan pengelolaan lingkungan oleh seluruh lapisan pengambil
keputusan.
Untuk secara efektif mengimplementasikan pembangunan yang sejati
pemerintah harus memiliki dukungan yang luas dari industri dan warga
negara.
Untuk mencegah kemerosotan lingkungan dan sumber daya alam
dengan maksud agar lingkungan dan sumber daya alam tersebut tetap
terpelihara keberadaan dan kemampuan dalam mendukung berlanjutnya
pembangunan, maka setiap aktivitas pembangunan haruslah dilandasi oleh
dasar-dasar pertimbangan pelestarian dan sumber daya alam tersebut melalui
mekanisme dan system hukum lingkungan dalam apa yang disebut sebagai
Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL).
AMDAL adalah Kajian mengenai dampak besar dan penting suatu
usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang
diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan
usaha dan/atau kegiatan.
Analisis Mengenai Dampak lingkungan yang sering disebut AMDAL,
lahir dengan diundangkannya lingkungan hidup di Amerika Serikat yaitu
National Environmental Policy Act (NEPA) pada tahun 1969. NEPA mulai
berlaku pada tanggal 1 Januari 1970. Pasal 102 ayat (1) (c) dalam undang-
undang ini menyatakan, semua usulan legislasi dan aktivitas pemerintah
federal yang besar yang diperkirakan akan mempunyai daampak penting
terhadap lingkungan harus disertai laporan mengenai Environmental Impact
Assesment ( Analisa Dampak Lingkungan) tentang usulan tersebut. NEPA
1969 merupakan suatu reaksi terhadap kerusaakan lingkungan oleh aktivitas
manusia yang semakin meningkat, antara lain tercemarnya lingkungan oleh
pestisida serta limbah industri daan transpor, rusaknya habitat tumbuhan dan
hewan langka, serta rendahnya nilai estetika alam (Otto Soemarwoto, 2003:
1).
Berdasarkan Pasal 22 Undang-Undang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup No.32 tahun 2009 tentang kewajiban Membuat Analisis
Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) terhadap setiap rencana yang
diperkirakan mempunyai dampak penting terhadap lingkungan hidup, serta
tata cara penyusunan dan penilaian analisis mengenai dampak lingkungan
hidup ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah No. 27 tahun 1999 tentang
Analisis Mengenai Dampak Lingkungan.
Menurut Keputusan Menteri Negara Lingkugan Hidup (KEPMEN-LH
No. 17 Tahun 2001) prosedur AMDAL meliputi 3 (tiga) proses besar:
1. Proses penapisan wajib AMDAL
2. Proses penyusunan dan penilai KA-AMDAL.
3. Proses penyusunan dan penilaian AMDAL, RKL & RPL.
Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Sukoharjo merupakan salah satu
pihak yang terlibat dalam proses penilaian dokumen AMDAL di tingkat
daearah. Penilaian terhadap dokumen AMDAL itu melalui 2 (dua) tahap
yaitu:
1. Tahap penilaian terhadap KA-ANDAL
2. Tahap penilaian terhadap dokumen ANDAL, RKL & RPL
Kedua tahap diatas ditempuh melalui prosedur berupa pemeriksaan
kelengkapan dokumen sesuai pedoman penyusunan AMDAL, menyampaikan
1 (satu) sampel dokumen ke sekretariat Komisi Penilaian Amdal Kabupaten
Sukoharjo, kemudian mempersiapkan sejumlah dokumen yang telah
ditetapkan dan terakhir memastikan kepastian waktu persidangan untuk
penilaian oleh komisi AMDAL.
Dengan dilibatkannya Badan Lingkungan Hidup Kabupaten
Sukoharjo sebagai unsur penilai AMDAL, maka penulis tertarik untuk
mengetahui lebih jauh dan meneliti mengenai tanggung jawab badan
lingkungan hidup terhadap AMDAL, dan menyusunnya dalam bentuk
penulisan hukum dengan judul : Tanggung Jawab Badan Lingkungan
Hidup Kabupaten Sukoharjo Dalam Penilaian Dokumen Analisis
Mengenai Dampak Lingkungan Dan Akibat Hukumnya.
B. Rumusan Masalah
Perumusan masalah diperlukan guna mempermudah pelaksanaan
penelitian dan memperjelas permasalahan yang hendak dibahas sehingga
sasaran penelitian menjadi jelas, tegas dan terarah serta mencapai hasil yang
diikehendaki. Selain itu diharapkan dapat memberikan arah pembahasan yang
jelas sehingga terbentuk hubungan dengan masalah yang dibahas.
Berdasarkan hal tersebut, maka masalah yang hendak diteliti dan dibahas
dalam penelitian ini dapat penulis rumuskan sebagai berikut :
1. Bagaimanakah tanggung jawab Badan lingkungan Hidup Kabupaten
Sukoharjo dalam penilaian Dokumen Analisis Mengenai Dampak
lingkungan dan akibat hukumnya?
2. Apakah hambatan dalam penilaian dokumen Analisis Mengenai Dampak
Lingkungan serta bagaimana solusinya?
C. Tujuan Penelitian
Setiap kegiatan penelitian pasti memiliki tujuan yang hendak dicari,
berdasarkan latar belakang masalah serta sesuai permasalahan yang ada,
maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Tujuan Obyektif
a. Mengetahui mengenai tanggung jawab Badan lingkungan Hidup
Kabupaten Sukoharjo dalam penilaian Dokumen Analisis Mengenai
Dampak lingkungan dan akibat hukumnya.
b. Mengetahui hambatan dalam penilaian dokumen Analisis Mengenai
Dampak Lingkungan dan akibat hukumnya serta bagaimana solusinya.
2. Tujuan Subyektif
a. Untuk memperluas wawasan pengetahuan serta pemahaman penulis
terhadap teori-teori mata kuliah yang telah diperoleh penulis serta
mempraktekan teori-teori tersebut dalam dunia sehari-hari.
b. Sebagai persyaratan dalam memperoleh gelar kesarjanaan di bidang
Ilmu Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta
D. Manfaat Penelitian
1. Secara teoritis kegunaan penelitian ini akan berguna untuk
perkembangan ilmu pengetahuan dalam Hukum Lingkungan khususnya
yang berhubungan dengan tanggung jawab dalam penilaian AMDAL.
2. Secara praktis
Adapun manfaat paraktis yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah:
a. Bagi Akademisi
Dapat menambah pengalaman dan pengetahuan yang kelak dapat
diterapkandalam dunia nyata sebagai bentuk partisipasi dalam
pembangunan negaradan masyarakat Indonesia berdasarkan Pancaila
dan UUD 1945 serta dalamkehidupan bangsa sebagai bagian dari
masyarakat internasional.
b. Bagi Masayarakat Umum
Diharapkan dapat memberikan pengetahuan kepada masyarakat
mengenaitanggung jawab badan lingkungan hidup kabupaten
Sukoharjo dalam penilaian dokumen Analisis Mengenai Dampak
Lingkungan beserta akibat hukumnya.
c. Bagi Pemerintah
Dapat memberikan masukan dalam menyikapi kasus-kasus
perlindungan lingkungan hidup.
d. Bagi Badan Lingkungan Hidup
Diharapkan agar dapat secara objektif dalam melakukan penilaian
AMDAL tanpa ada pengaruh dari pihak-pihak tertentu.
E. Metode Penelitian
Metode yang bersifat ilmiah diperlukan dalam melakukan penelitian
ilmiah yang bertujuan untuk mencari data mengenai suatu masalah. Metode
yang bersifat ilmiah adalah suatu metode penelitian yang sesuai dengan
permasalahan yang diteliti sehingga data-data yang dikumpulkan dapat
menjawab permasalahan yang diteliti. Istilah “metodologi” berasal dari kata
“metode” yang berarti “jalan ke”, namun demikian menurut kebiasaan
metode dirumuskan, dengan kemungkinan-kemungkinan sebagai berikut:
1. Suatu tipe pemikiran yang dipergunakan dalam penelitin dan penilaian,
2. Suatu teknik yang umum bagi ilmu pengetahuan.
1. Jenis penelitian
Penulisan hukum ini termasuk jenis penelitian hukum empiris yang
bersifat deskriptif.
Menurut Soerjono Soekanto, penelitian deskriptif adalah suatu
penelitian yang dimaksudkan untuk memberikan data yang seteliti
mungkin tentang manusia, keadaan atau gejala-gejala lainnya. Maksudnya
adalah terutama untuk mempertegas hipotesa-hipotesa, agar dapat
membantu memperkuat teori-teori lama atau didalam kerangka menyusun
teori-teori baru (Soerjono Soekanto, 1986: 10).
2. Pendekatan penelitian
Penulisan hukum ini menggunakan pendekatan konstruksivisme,
yaitu upaya untuk memahami realitas pengalaman manusia, dan realitas itu
sendiri dibentuk oleh kehidupan sosial dengan cara mengembangkan
sebuah pola makna secara induktif selama proses berlangsung.
3. Jenis data
Jenis data yang digunakan penulis dalam penelitian ini meliputi :
a. Data primer
Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari sumber
pertama atau melalui penelitian di lapangan. Data primer yang
dimaksud adalah data yang diperoleh dari pihak Badan Lingkungan
Hidup Kabupaten Sukoharjo yang berkompeten untuk memberikan
keterangan yang berhubungan dengan tanggung jawab penilaian
AMDAL.
b. Data sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh dari bahan pustaka atau
sumber data sekunder. Data ini berupa keterangan dari bahan-bahan
kepustakaan dari beberapa buku-buku referensi, artikel-artikel.
4. Sumber data penelitian
Data pokok yang digunakan penulis dalam penelitian ini meliputi :
a. Sumber data primer
Sumber data primer dalam penelitian ini mencakup para pihak yang
terkait secara langsung dengan permasalahan yang diteliti yang
diperoleh dilokasi penelitian yaitu di Badan Lingkungan Hidup
Kabupaten Sukoharjo.
b. Sumber data sekunder
1) Bahan hukum primer
Yaitu norma atau kaidah dasar, peraturan perundang-undangan.
Dalam hal ini yang menjadi bahan hukum primer antara lain :
a) Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup.
b) Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1999 tentang Analisis
Mengenai Dampak Lingkungan.
c) Peraturan Daerah Kabupaten Sukoharjo No. 9 Tahun 2009
tentang Pengendalian Lingkungan Hidup
2) Bahan hukum sekunder
Bahan yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum
primer, seperti hasil-hasil seminar, pendapat dari pakar hukum
yang relevan dengan penelitian ini, artikel koran dan internet serta
bahan lain yang berkaitan dengan pokok bahasan.
3) Bahan hukum tersier, yaitu bahan-bahan yang memberikan
petunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum primer dann
sekunder, seperti misalnya Kamus Besar Bahasa Indonesia,
Ensiklopedia dan bahan-bahan yang berkaitan dengan masalah
yang ditelliti.
5. Teknik Pengumpulan Data
Sebagai upaya untuk mengumpulkan data-data dari berbagai sumber
diatas, penulis menggunakan teknik pengumpulan data yang meliputi :
a. Studi Dokumen
Studi dokumen adalah suatu alat pengumpulan data yang
dilakukan melalui data tertulis dengan mempergunakan “content
analysis”.
b. Wawancara (interview)
Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu.
Percakapan tersebut dilakukan dengan dua orang pihak, yaitu
pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan yang
diwawancara (interviewee) yang memberikan jawaban atas pertanyaan
itu (Lexy J. Moleong, 2009: 186). Wawancara yang dimaksud diatas
dilakukan penulis dengan beberapa pihak yaitu :
1) Bapak Bambang Darminto Purwohadi, S.T., M.M. selaku Pejabat
Sekretaris Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Sukoharjo.
2) Bapak Bambang Sri Setiyono, S.H. selaku Kepala Bidang
Pengendalian Pencemaran Lingkungan pada Badan Lingkungan
Hidup Kabupaten Sukoharjo.
3) Ibu Eny Kristianti, S.T. selaku Kepala Sub bidang pengkajian
kelayakan dan penegakan hukum lingkungan pada Badan
Lingkungan Hidup Kabupaten Sukoharjo.
c. Observasi (Pengamatan)
Observasi yang dilakukan yaitu dengan cara pengamatan tidak
berperanserta, dimana pengamat hanya melakukan satu fungsi, yaitu
mengadakan pengamatan ( Lexy. J Moleong, 2009: 176). Observasi
yang dimaksud yaitu penulis melakukan pengamatan langsung ke
Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Sukoharjo.
6. Teknik Analisis Data
Dalam proses analisis terdapat 3 (tiga) komponen utama, yaitu :
a. Reduksi data
Reduksi data merupakan komponen pertama dalam analisis yang
merupakan proses seleksi, pemfokusan, penyederhanaan dan abstraksi
data dari fieldnote. Proses ini berlangsunng terus sepanjang pelaksanaan
penelitian.
b. Sajian data
Sajian data merupakan suatu rakitan organisasi informasi, deskripsi
dalam bentuk narasi yang memungkinkan simpulan penelitian dapat
dilakukan. Sajian data selain dalam bentuk narasi kalimat, juga dapat
meliputi berbagai jenis matriks, gambar atau skema, jaringan kerja
kaitan kegiatan dan juga tabel sebagai pendukung narasinya.
c. Penarikan kesimpulan dan verifikasi
Kesimpulan akhir tidak akan terjadi sampai pada waktu proses
pengumpulan data berakhir. Kesimpulan tersebut perlu diverifikasi agar
mantap dan benar-benar bisa dipertanggungjawabkan.
Dari uraian diatas dalam penelitian ini penulis menggunakan model
analisis interaktif, yang dapat digambarkan sebagai berikut :
Penarikan Kesimpulan
Pengumpulan data
Reduksi data Penyajian data
Gambar 1 : Bagan Analisis Interaktif
Model analisis interaktif ini menunjukkan, reduksi dan sajian
data disusun pada waktu peneliti sudah memperoleh unit data dari
sejumlah unit yang diperlukan dalam penelitian. Pada waktu
pengumpulan data sudah berakhir, peneliti mulai melakukan usaha
untuk menarik kesimpulan dan verifikasinya berdasarkan semua hal
yang terdapat dalam reduksi maupun sajian datanya. Jika kesimpulan
dirasa kurang mantap karena kurangnya rumusan dalam reduksi
maupun sajian datanya, maka peneliti dapat kembali melakukan
pengumpulan data yang sudah terfokus untuk mencari pendukung
kesimpulan yang ada dan juga bagi pendalaman data (HB. Sutopo,
2002: 96).
F. Sistematika Penulisan Hukum
BAB I PENDAHULUAN
Pada awal bab ini penulis berusaha memberikan gambaran awal
tentang penelitian yang meliputi latar belakang masalah,
perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian,
metodologi penelitian yang digunakan untuk memberikan
pemahaman terhadap isi penelitian ini secara garis besar.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Dalam bab ini diuraikan tentang kerangka teori dan kerangka
pemikiran. Kerangka teori ini meliputi tinjauan umum tentang
Hukum Administrasi negara, tinjauan umum tentang Badan
Lingkungan Hidup Daerah (Kabupaten/kota), tinjauan umum
tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan, tinjauan umum
tentang tanggung jawab penilai AMDAL, dan tinjauan umum
tentang teori efektifitas hukum.
BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Pada bab III ini penulis akan membahas mengenai deskripsi lokasi
penelitian, dan tanggung jawab Badan Lingkungan Hidup
Kabupaten Sukoharjo dalam Penilaian Dokumen Analisis
Mengenai Dampak Lingkungan dan akibat hukumnya, dan
hambatan yang terjadi serta solusinya.
BAB IV PENUTUP
Bab ini merupakan bagian akhir dari penelitian iini yang berisikan
kesimpulan-kesimpulan yang diambil berdasarkan hasil penelitian
dan saran-saran sebagai tindak lanjut dari kesimpulan tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR GAMBAR
LAMPIRAN
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kerangka Teori
1. Tinjauan umum tentang hukum administrasi negara
Kata “Administrasi” berasal dari bahasa latin “Administrare”
yang berarti “to manage”. Derivasinya antara lain menjadi
“Administratio” yang berarti besturing atau pemerintahan. Dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia, administrasi diartikan sebagai :
a. Usaha dan kegiatan yang meliputi penetapan tujuan serta penetapan
cara-cara penyelenggaraan pembinaan organisasi.
b. Usaha dan kegiatan yang berkaitan dengan penyelenggaraan
kebijaksanaan serta mencapai tujuan.
c. Kegiatan yang berkaitan dengan penyelenggaraan pemerintahan.
d. Kegiatan kantor dan tata usaha.
Menurut The Liang Gie dalam Inu Kencana Syafiie (2006: 4-5)
mengatakan Administrasi adalah segenap rangkaian kegiatan penataan
terhadap pekerjaan pokok yang dilakukan oleh sekelompok orang
dalam kerjasama mencapai tujuuan tertentu. Sedangkan menurut
Sondag P. Siagian administrasi adalah keseluruhan proses pelaksanaan
dari keputusan-keputusan yang telah diambil dan pelaksanaan itu pada
umumnya dilakukan oleh dua orang manusia atau lebih untuk mencapai
tujuan yang telah ditentukan sebelumnya.
Pengertian diatas dimaksudkan sebagai administrasi dalam arti
luas, sedangkan dalam arti sempit adalah administrasi sebagaimana
yang sering kita dengar sehari-hari, yaitu tata usaha.
Menurut Edward H. Litchfield, Administrasi negara adalah suatu
studi mengenai bagaimana macam-macam badan pemerintah
diorganisir, dilengkapi dengan tenaga-tenaganya, dibiayai, digerakkan
dan dipimpin. Sedangkan menurut George J. Gordon, administrasi
negara dapat dirumuskan sebagai seluruh proses baik yang dilakukan
organisasi maupun perseorangan yang berkaitan dengan ppenerapan
atau pelaksanaan hukum dan peraturan yang dikeluarkan oleh badan
legislatif, eksekutif, serta peradilan (Inu Kencana Syafiie, 2006: 32-33).
Menurut GJ. Wiarda hukum administrasi hanya mempelajari
sebagian dari lapangan “bestuur” yaitu bagian tentang rechstregel,
rechtivormen dan rechsbeginselen yang menyelenggarakan turut serta
pemerintahan dalam pergaulan sosial ekonomi yang harus disalurkan
menurut sistem tertentu. Sistem itu terdiri atas petunjuk-petunjuk yaitu
kaidah-laidah hukum yang memberi sanksi dalam hal pelanggaran.
Kaidah-kaidah hukum tersebut mengatur hubungan alat-alat
pemerintahan dengan individu dalam masyarakat, demikian juga
hubungan-hubungan masing-masing alat-alat pemerintahan satu
terhadap yang lain.
2. Tinjauan umum tentang Badan Lingkungan Hidup Daerah
(Kabupaten/kota)
Dalam mengelola dan mengatasi berbagai masalah lingkungan,
dalam suatu daerah (kabupaten/kota), maka terdapat suatu institusi
pemerintah daerah yaitu Badan Lingkungan Hidup Kabupaten/kota.
Bidang pemerintahan yang wajib dilaksanakan oleh kabupaten
dan kota meliputi pekerjaan umum, kesehatan, pendidikan dan
kebudayaan, pertanian, perhubungan, industri, perdagangan, penanaman
modal, lingkungan hidup, pertanahan, koperasi, dan tenaga kerja.
Pemerintah daerah berwenang mengelola sumber daya nasional yang
tersedia di wilayahnya, namun tetap memelihara kelestarian lingkungan
hidup (Inu Kencana Syafiie, 2006: 129)
Badan lingkungan hidup kabupaten pada dasarnya memiliki
tugas pokok yaitu membantu Bupati dalam melaksanakan sebagian
kewenangan daerah di bidang pengelolaan lingkungan hidup serta tugas
pembantuan yang ditugaskan kepada Pemerintah Daerah.
Dalam kedudukannya sebagai unsur pemerintah daerah yang
melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan kepala daerah, badan
lingkungan hidup kabupaten memiliki tugas menyelenggarakan
program pengkoordinasian dan perencanaan pembangunan di bidang
lingkungan hidup, dalam artian mempersiapkan dan mengolah bahan
penyusunan rencana program pembangunan lingkungan hidup, tata
ruang dan pertanahann.
Secara umum Badan Lingkungan Hidup mempunyai fungsi
sebagai berikut :
a. Penyelenggarakan kesekretariatan badan;
b. Penyusunan rencana program, pengendalian, evaluasi dan pelaporan;
c. Pengawasan dan pengendalian dampak lingkungan;
d. Pemantauan dan pemulihan lingkungan;
e. Pematuhan hukum lingkungan dan pengembangan kapasitas;
f. Penyelenggaraan sosialisasi;
g. Pembinaan jabatan fungsional.
Dalam rangka pengendalian lingkungan hidup Badan
Lingkungan Hidup Daerah mempunyai kewajiban :
a. melakukan inventarisasi dan evaluasi ekonomi sumber daya alam
dan lingkungan hidup;
b. menyusun neraca sumber daya alam dan lingkungan hidup serta
melakukan evaluasi sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun sekali;
c. melakukan penilaian dokumen AMDAL sesuai kewenangannya;
d. melakukan penilaian dokumen Upaya Pengelolaan Lingkungan
Hidup (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UPL);
e. menyusun strategi pengendalian pencemaran dan perusakan
lingkungan hidup;
f. melakukan sosialisasi kepada masyarakat tentang kebijakan
pengendalian pencemaran dan perusakan lingkungan hidup;
g. melakukan pembinaan terhadap usaha dan atau kegiatan dalam
pengendalian pencemaran dan perusakan lingkungan hidup;
h. menyediakan data atau informasi berkaitan dengan lingkungan
hidup di daerah dan menyebarluaskannya kepada masyarakat;
i. memfasilitasi penyelesaian sengketa mengenai lingkungan hidup;
j. memfasilitasi pengusahaan prasarana dan sarana
pembuangan/pengolahan limbah untuk industri kecil dan/atau air
limbah rumah tangga;
k. melaksanakan konservasi sumber daya alam;
l. melestarikan nilai sosial budayadan kearifan lokaldalamm rangka
pelestarian fungsi lingkuungan;
m. melestarikan kawasan lindung, sumber air, situs kepurbakalaan dan
cagar budaya;
n. meningkatkan kemampuan warga untuk memanfaatkan dan
mengembangkan teknologi ramah lingkungan hidup;
o. melaksanakan kajian, pendidikan dan pengembangan potensi serta
permasalahan sumber daya alam dan lingkungan hidup (Peraturan
Daerah Kabupaten Sukoharjo nomor 9 tahun 2009).
3. Tinjauan umum tentang Dokumen Analisis Mengenai Dampak
Lingkungan
“Setiap usaha dan/atau kegiatan yang berdampak penting
terhadap lingkungan hidup wajib memiliki amdal” (pasal 22 Undang-
undang nomor 32 tahun 2009).
Menurut Fola S. Ebisemiju (1993) Analisis Mengenai Dampak
Lingkungan atau Environmental Impact Analysis (EIA) muncul sebagai
jawaban atas keprihatinan tentang dampak negatif dari kegiatan
manusia, khususnya pencemaran lingkungan akibat kegiatan industri
pada tahun 1960-an. Sejak itu AMDAL telah menjadi alat utama untuk
melaksanakan kegiatan-kegiatan manajemen yang bersih lingkungan
dan selalu melekat pada tujuan pembangunan yang berkelanjutan (Gatot
P. Soemartono, 2004: 158)
Analisis Mengenai Dampak lingkungan merupakan kajian
mengenai dampak besar dan penting untuk pengambilan keputusan
suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan
hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang
penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan. Amdal sendiri merupakan
suatu kajian mengenai dampak positif dan negatif dari suatu rencana
kegiatan/proyek, yang dipakai pemerintah dalam memutuskan apakah
suatu kegiatan/proyek layak atau tidak layak lingkungan. Kajian
dampak positif dan negatif tersebut biasanya disusun dengan
mempertimbangkan aspek fisik, kimia, biologi, sosial-ekonomi, sosial
budaya dan kesehatan masyarakat (Peraturan Pemerintah nomor 27
tahun 1999).
Agar pelaksanaan AMDAL berjalan efektif dan dapat mencapai
sasaran yang diharapkan, pengawasannya dikaitkan dengan mekanisme
perijinan, Peraturan pemerintah tentang AMDAL secara tegas
menegaskan bahwa salah satu syarat perijinan, dimana para pengambil
keputusan wajib mempertimbangkan hasil studi AMDAL sebelum
memberikan ijin usaha/kegiatan. AMDAL secara umum digunakan
unuk mengambil keputusan tentang penyelenggaraan/pemberian ijin
usaha dan/atau kegiatan.
Secara garis besar proses AMDAL mencakup langkah-langkah
sebagai berikut:
a. Mengidentifikasi dampak dari rencana usaha dan/atau kegiatan
Berdasarkan analisis ini dapat diketahui secara lebih terinci dampak
negatif dan positif yang timbul dari usaha atau kegiatan tersebut,
sehingga sejak dini telah dipersiapkan langkah untuk
menanggulangi dampak negatif dan mengembangkan dampak
positifnya.
b. Menguraikan rona lingkungan awal
Deskripsi rona lingkungan hidup menguraikan data yang terkait atau
relevan dengan dampak yang mungkin terjadi dari rencana usaha
dan/atau kegiatan. Deskripsi ini didasarkan data sekunder yang
bersifat aktual dan didukung oleh hasil observasi lapangan. Dalam
hal terdapat beberapa alternatif lokasi, maka uraian rona lingkungan
hidup tersebut dilakukan untuk masing-masing alternatif lokasi.
c. Memprediksi dampak penting
Bagian ini menjelaskan metode prakiraan dampak yang digunakan
untuk memprakirakan besaran dan sifat penting dampak dalam studi
ANDAL untuk masing-masing dampak penting hipotetik, termasuk
rumus-rumus dan asumsi prakiraan dampaknya disertai
argumentasi/alasan pemilihan metode tersebut.
d. Mengevaluasi dampak penting dan merumuskan arahan RKL/RPL.
Bagian ini menguraikan metode-metode yang lazim digunakan
dalam studi ANDAL untuk mengevaluasi dampak penting yang
ditimbulkan oleh usaha dan/atau kegiatan terhadap lingkungan
hidup secara holistik (seperti antara lain: matrik, bagan alir,
overlay). Metode-metode tersebut digunakan secara triangulasi
untuk digunakan sebagai:
1) dasar untuk menelaah kelayakan lingkungan hidup dari berbagai
alternatif usaha dan/atau kegiatan;
2) identifikasi dan perumusan arah pengelolaan dampak penting
lingkungan hidup yang ditimbulkan (Peraturan Menteri Negara
Lingkungan Hidup nomor 8 tahun 2006)
Menurut Gatot P. Soemartono, dokumen AMDAL terbagi dalam
beberapa komponen dokumen yang menjadi satu kesatuan rangkaian
studi yang saling terkait dan tidak terpisahkan. Dokumen AMDAL
terdiri dari :
a. Dokumen Kerangka Acuan Analisis Dampak Lingkungan (KA-
ANDAL):
Dokumen ini merupakan ruang lingkup dan kedalaman kajian
analisis mengenai dampak lingkungan hidup yang akan
dilaksanakan sesuai hasil proses pelingkupan.
b. Dokumen Analisis Dampak Lingkungan Hidup (ANDAL):
Dokumen ini memuat telaahan secara cermat dan mendalam tentang
dampak besar dan penting suatu rencana usaha dan/atau kegiatan
berdasarkan arahan yang telah disepakati dalam dokumen KA-
ANDAL.
c. Dokumen Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup (RKL)
Dokumen ini memuat berbagai upaya penanganan dampak besar dan
penting terhadap Lingkungan hidup yang ditimbulkan akibat
rencana usaha dan/atau kegiatan.
d. Dokumen Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup (RPL)
Dokumen ini memuat berbagai rencana pemantauan terhadap
berbagai komponen Lingkungan Hidup yang telah dikelola akibat
terkena dampak besar dan penting dari rencana usaha dan/atau
kegiatan.
4. Tinjauan umum tentang tanggungg jawab penilai AMDAL
a. Definisi Tanggung Jawab
Menurut Albert Einstein, mengatakan, "The price of greatness
is responsibility" (harga sebuah kebesaran ada di tanggung jawab).
Mempunyai rasa tanggung jawab adalah mutiara kehidupan.
Menurut Berten, responsibility adalah keharusan seseorang
sebagai mahluk rasional dan bebas untuk tidak mengelak serta
memberikan penjelasan mengenai perbuatannya, secara retrosfektif
atau prosfektif. Berdasarkan pengertain di atas tanggung jawab
diartikan sebagai kesiapan memberikan jawaban atas tindakan-
tindakan yang sudah dilakukan pada masa lalu atau tindakan yang
akan berakibat di masa yang akan datang.
Istilah “tanggung jawab (responsibility)” seringkali disama
artikan dengan kewajiban atau tugas, akan tetapi sebenarnya
tanggung jawab memiliki makna yang lebih luas, karena tidak hanya
berupa kewajiban untuk “merespons” (menjawab; memenuhi) atas
apa yang pernah dilakukan terkait dengan keputusan, keahlian, dan
kemampuan seseorang, tetapi juga kewajiban untuk “memulihkan”
(restitution; pembayaran ganti rugi) terhadap kerugian yang
disebabkan oleh tindakan yang pernah dilakukan. Ini berarti bahwa
istilah “tanggung jawab (responsibility)” mencakup tidak hanya
kewajiban untuk memenuhi atau memikul “tanggung jawab hukum”
tetapi juga “tanggung jawab moral” terkait dengan tindakan,
keputusan, atau keahlian (profesi) tertentu yang pernah dilakukan.
Sedang, istilah “kewajiban (liability)” berarti suatu keadaan untuk
melaksanakan kewajiban hukum tertentu. Dengan demikian, berarti
istilah “tanggung jawab” baik dalam arti “responsibility” maupun
“liability” tidak bisa dilepaskan dari makna “kewajiban” (obligation;
duty). Atas dasar inilah maka bisa dimengerti apabila penggunaan
istilah “tanggung jawab” sering diartikan sama dan dipertukarkan
penggunaannya dengan istilah “kewajiban atau tugas”.
b. Penilai AMDAL Daerah
Penilaian AMDAL akan dilakukan oleh pejabat penilai
AMDAL yang sering disebut dengan komisi penilai AMDAL.
Komisi Penilai AMDAL adalah komisi yang bertugas untuk menilai
dokumen AMDAL. Adapun aspek-aspek yang dinilai adalah aspek
kelengkapan dan kualitas kajian dalam dokumen AMDAL.
Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 02 Tahun
2000 tentang Panduan Penilaian Dokumen AMDAL telah
memberikan panduan tentang aspek-aspek penilaian dokumen
AMDAL. Komisi tersebut di bentuk oleh Bupati/ Walikota. Dalam
melaksanakan tugasnya komisi penilai dibantu oleh tim teknis
komisi penilai dan sekretaris komisi penilai.
Komisi penilai AMDAL daerah terdiri atas unsur-unsur :
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Tingkat I, instansi yang
ditugasi mengendalikan dampak lingkungan, instansi yang ditugasi
mengendalikan dampak lingkungan Daerah Tingkat I, instansi yang
ditugasi bidang penanaman modal daerah, instansi yang ditugasi
bidang pertanahan di daerah, instansi yang ditugasi bidang
pertahanan keamanan daerah, instansi yang ditugasi bidang
kesehatan Daerah Tingkat I, wakil instansi pusat dan/atau daerah
yang membidangi usaha dan/atau kegiatan yang bersangkutan, wakil
instansi terkait di Propinsi Daerah Tingkat I, wakil
Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II yang bersangkutan, pusat
studi lingkungan hidup perguruan tinggi daerah yang bersangkutan,
ahli di bidang lingkungan hidup, ahli dibidang yang berkaitan,
organisasi lingkungan hidup di daerah, organisasi lingkungan hidup
sesuai dengan bidang usaha dan/atau kegiatan yang dikaji, warga
masyarakat yang terkena dampak, serta anggota lain yang dipandang
perlu (Pasal 8 Peraturan Pemerintah nomor 27 tahun1999)
Terdapat 3 hal utama yang perlu diperhatikan dalam
pembentukan Komisi Penilai AMDAL Kabupaten/Kota yaitu:
Kelembagaan, Sumber Daya Manusia dan Dana.
Dari segi kelembagaan, Komisi Penilai AMDAL Daerah dapat
dibentuk jika:
1) Memiliki sekretariat komisi penilai yang berkedudukan di instansi
yang ditugasi mengendalikan dampak lingkungan hidup di tingkat
Kabupaten/Kota. Komisi penilai AMDAL akan berfungsi secara
efektif. Jika lembaga yang menaungi komisi penilai mempunyai
eselon yang cukup tinggi sehingga dapat melakukan koordinasi
antar dinas dan instansi lain yang berkaitan dengan AMDAL
2) Adanya organisasi lingkungan/lembaga swadaya masyarakat yang
bergerak di bidang lingkungan hidup yang telah lulus mengikuti
pelatihan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup dalam
fungsinya sebagai salah satu anggota komisi penilai
3) Adanya kemudahan akses ke laboratorium yang memiliki
kemampuan menguji contoh uji kualitas sekurang-kurangnya
untuk parameter air dan udara balk laboratorium yang berada di
Kabupaten/Kota maupun di ibukota propinsi terdekat
Dari segi sumber daya manusia, Komisi Penilai AMDAL
Daerah dapat dibentuk dengan persyaratan:
1) Tersedianya sumber daya manusia yang telah lulus mengikuti
pelatihan Dasar-dasar Analisis Mengenai Dampak Lingkungan
Hidup dan/atau Penyusunan Analisis Mengenai Dampak
Lingkungan Hidup dan/atau Penilaian Analisis Mengenai
Dampak Lingkungan Hidup khususnya di instansi pemerintah
untuk melaksanakan tugas dan fungsi komisi penilai;
2) Tersedianya tenaga ahli sekurang-kurangnya di bidang
biogeofisik-kimia, ekonomi, sosial, budaya, kesehatan,
perencanaan pembangunan wilayah/daerah, dan lingkungan
sebagai anggota komisi penilai dan tim teknis;
Dan dari segi dana, pemerintah Kabupaten / Kota harus
menyediakan dana yang memadai dalam APBD untuk pelaksanaan
tugas Komisi Penilai AMDAL. Perlu ditegaskan bahwa Komisi
Penilai AMDAL dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada
publik, sehingga pendanaan untuk kegiatan komisi perlu disediakan
oleh pemerintah.
Ada tiga syarat pokok yang harus dipenuhi oleh para penilai
untuk mengevaluasi dokumen AMDAL. Yakni :
1) Penilai dokumen AMDAL harus memenuhi salah satu atau lebih
dari syarat berikut :
a) Sudah pernah menyusun dokumen AMDAL; dan/atau
b) Sudah memperoleh sertifikasi kursus Penyusun AMDAL
(AMDAL B), kursus Penilai AMDAL atau kursus yang
sejenis; dan/atau
c) Berpendidikan sarrjana/sederajat (terutama berlatar
belakang masalah lingkungan atau ahli dalam masalah
AMDAL); dan/atau
d) merupakan wakil masyarakat yang terkena
dampak/pemerhati lingkungan.
2) Penilai harus memiliki dan menggunakan pedoman-pedoman
atau panduan-panduanpenyusunan AMDAL yang berlaku,
seperti antara lain : Panduan kajian aspek sosial dalam AMDAL.
3) Penilai dapat memahami maksud-maksud yang terkandunng
dalam panduan penilaian dokumen AMDAL ini dan
menggunakannya (Nursyahid H.N, 2000: 131).
c. Tanggung Jawab Penilai AMDAL
Dalam melaksanakan tugasnya, komisi penilai mempunyai
kewajiban untuk memberikan masukan dan pertimbangan-
pertimbangan sebagai dasar pengambilan Keputusan Kesepakatan
Kerangka Acuan ANDAL dan Kelayakan Lingkungan. Rekomendasi
tersebut harus didasarkan atas pertimbangan kesesuaian dengan
kebijakan pembangunan nasional, memperhatikan kepentingan
pertahanan dan keamanan, kesesuaian dengan rencana
pengembangan wilayah dan rencana tata ruang wilayah.
Komisi penilai daerah berwenang menilai analisis mengenai
dampak lingkungan hidup bagi jenis-jenis usaha dan/atau kegiatan
yang diluar kriteria sebagai berikut :
1) usaha dan/atau kegiatan bersifat strategis dan/atau menyangkut
ketahanan dan keamanan negara;
2) usaha dan/atau kegiatan yang lokasinya meliputi lebih dari satu
wilayah propinsi daerah tingkat I;
3) usaha dan/atau kegiatan yang berlokasi di wilayah sengketa
dengan negara lain;
4) usaha dan/atau kegiatan yang berlokasi di wilayah ruang lautan;
5) usaha dan/atau kegiatan yang berlokasi di lintas batas negara
kesatuan Republik Indonesia dengan negara lain (Pasal 11
Peraturan Pemerintah nomor 27 tahun 1999).
5. Tinjauan umum tentang teori efektifitas hukum
a. Definisi Hukum
Diantara pakar hukum tidak ada keserasian pendapat tentang
apa yang dimaksud dengan hukum itu. Menurut Lawrence Friedman,
hukum merupakan suatu produk tuntutan sosial. Bahwa individu atau
kelompok yang mempunyai kepentingan tidaklah serta merta
berpaling pada pranata hukum untuk mendesakkan tuntutan mereka.
Sebaliknya mereka merumuskan kepentingan mereka dalam bentuk
tuntutan. Suatu tuntutan datang dari suatu keyakinan atau keinginan
mengenai sesuatu yang harus terjadi untuk mewujudkan kepentingan
itu. Tuntutan-tuntutan semacam itulah yang menentukan isi hukum
(Peter Mahmud Marzuki, 2008: 131-132).
Menurut Satjipto Raharjo dalam bukunya Ilmu Hukum,
‘‘Hukum adalah norma yang mengajak masyarakat untuk mencapai
cita-cita serta keadaan tertentu, tetapi tanpa mengabaikan dunia
kenyataan dan oleh karenanya ia digolongkan kedalam norma
kultur’’ (Satjipto Rahardjo, 1996: 25).
Tugas hukum adalah untuk mencapai kepastian hukum (demi
adanya ketertiban) dan keadilan di dalam masyarakat. Kepastian
hukum mengharuskan diciptakannya peraturan-peraturan umum atau
kaidah-kaidah hukum yang berlaku umum, agar supaya tercipta
suasana yang aman dan tenteram di dalam masyarakat, maka kaidah-
kaidah termaksud harus ditegakkan serta dilaksanakan dengan tegas.
Untuk kepentingan itu, maka kaidah-kaidah hukum tersebut harus
diketahui sebelumnya dengan pasti (Soerjono Soekanto, 1976: 38)
b. Akibat Hukum
Timbulnya suatu akibat hukum adalah dikarenakan adanya
suatu perbuatan hukum. Perbuatan hukum adalah setiap perbuatan
atau tindakan subjek hukum yang mempunyai akibat hukum, dan
akibat hukum tersebut memang dikehendaki oleh subyek hukum.
Akibat hukum adalah akibat yang ditimbulkan oleh hukum
karena adanya suatu peristiwa hukum atau perbuatan dari subjek
hukum. Terdapat tiga jenis akibat hukum, yaitu :
1) Akibat hukum berupa lahirnya, berubahnya, atau lenyapnya suatu
keadaan hukum tertentu.
2) Akibat hukum berupa lahirnya, berubahnya, atau lenyapnya suatu
hubungan hukum tertentu.
3) Adanya sanksi (Wasis SP, 1998: 52-53)
c. Penegakan Hukum
Menurut Mertokusumo, penegakan hukum mempunyai makna,
bagaiman hukum itu harus dilaksanakan, sehingga dalam penegakan
hukum tersebut harus diperhatikan unsur-unsur kepastian hukum,
kemanfaatan, dan keadilan. Kepastian hukum menghendaki
bagaimana hukumnya dilaksanakan, tanpa peduli bagaimana
pahitnya (fiat justitia et pereat mundus: meskipun dunia ini runtuh
hukum harus tetap ditegakkan). Hal ini dimaksudkan agar tercipta
ketertiban dalam masyarakat. Masyarakat menghendaki adanya
manfaat dalam pelaksanaan peraturan atau penegakan hukum
lingkungan tersebut. Hukum lingkungan dibuat dengan tujuan untuk
melindungi lingkungan dan memberi manfaat kepada masyarakat.
Unsur ketiga adalah keadilan. Dalam penegakan hukum lingkungan,
keadilan harus diperhatikan. Namun demikian hukum tidak identik
dengan keadilan, karena hukum itu sifatnya umum, mengikat setiap
orang, dan menyamaratakan (Gatot P. Soemartono, 2004: 65-66).
Penegakkan hukum lingkungan dapat ditempuh melalui tiga
alternatif, yaitu administratif, perdata dan pidana :
1) Administratif, dimulai dengan mekanisme pengawasan yang
dilakukan oleh Menteri Negara Lingkungan Hidup/pejabat yang
ditunjuk oleh Menteri Negara Lingkungan Hidup, atau oleh
Kepala Daerah/pejabat yang ditunjuk Kepala Daerah terhadap
penaatan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan atas
ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang lingkungan
hidup seperti persyaratan izin, baku mutu lingkungan, dll,
sebagaimana hal ini diatur dalam Pasal 36-40 UUPLH. Ada
beberapa sanksi administrasi dalam Pasal 76-83 UUPLH yang
dapat dijatuhkan kepada pelaku usaha dan/atau kegiatan. Pertama,
paksaan pemerintahan (bestuursdwang) untuk mencegah dan
mengakiri terjadinya pelanggaran, atas beban biaya
penanggungjawab usaha dan atau kegiatan yang wewenangnya
ada pada Gubernur atau Bupati/Walikota. Kedua, terhadap
pelanggaran tertentu dapat dijatuhi sanksi pencabutan izin usaha
dan/atau kegiatan.
2) Penegakan hukum secara perdata, dapat ditempuh melalui
mekanisme ADR/diluar pengadilan) maupun di dalam pengadilan
(Pasal 84 Undang-undang Perlindungan Lingkungan Hidup) oleh
masyarakat secara perorangan atau melalui gugatan perwakilan
(class action), dan Non Government Organization (NGO) serta
instansi pemerintah yang bertanggungjawab dibidang pengelolaan
lingkungan hidup untuk mewakili kepentingan masyarakat dan
lingkungan hidup atas ganti kerugian dan pemulihan lingkungan
hidup.
3) Undang-undang Perlindungan Lingkungan Hidup menempatkan
penerapan sanksi pidana sebagai upaya yang terakhir (ultimum
remedium). Dalam penjelasan umum Undang-undang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup terkandung
suatu prinsip yang dikenal yaitu primary jurisdiction atau disebut
sebagai asas subsidiaritas. Asas ini menegaskan bahwa hukum
pidana baru dapat digunakan apabila:
a) sanksi bidang hukum lain, seperti sanksi administrasi dan
sanksi perdata dan alternatif penyelesaian sengketa lingkungan
tidak efektif;
b) tingkat kesalahan pelaku relatif berat; dan
c) menimbulkan keresahan masyarakat.
Hal ini berarti bahwa sarana hukum lain harus dioptimalkan
terlebih dahulu, sebelum diambil tindakan secara pidana. Akan tetapi
persoalan lingkungan sudah sedemikian mengkhawatirkan, sehingga
menurut Hamzah ketentuan sanksi pidana terhadap pencemaran
lingkungan seharusnya dirubah dari ketentuan yang sifatnya ultimum
remidium, yang menganggap bahwa pelanggaran hukum lingkungan
belum merupakan persoalan yang serius menjadi premium remidium
yang menjadikan sanksi pidana sebagai instrumen yang diutamakan
dalam menangani tindak perbuatan pencemaran atau perusakan
lingkungan. Seperti yang dikemukakan oleh Joe D. Whitley and
David B. Weinstein and Douglas S. Arnold and David M. Meezan
dalam The Expanding Criminalization of Environmental Laws: The
Recent Decisions in Hanousek, Hong, and Hansen Volume LXXVII,
No. 1
That significant imprisonment and large fines are appropriate
penalties for “environmental criminals,” another objective is the
deterrent effect of an environmental criminal case on other
companies and individuals. Many government officials and agents
believe that the harsh penalties associated with environmental
crimes positively affect environmentally related business decisions
and, consequently, promote greater compliance with environmental
laws.
Penjara yang signifikan dan denda besar tersebut merupakan
hukuman yang tepat untuk "penjahat lingkungan," tujuan lainnya
yaitu efek jera dari kasus pidana lingkungan terhadap perusahaan
lain dan individu. Banyak pejabat pemerintah dan agen percaya
bahwa sanksi-sanksi keras yang terkait dengan kejahatan lingkungan
positif mempengaruhi keputusan bisnis yang berhubungan dengan
lingkungan hidup dan, akibatnya, meningkatkan kepatuhan yang
lebih besar dengan Undang-undang lingkungan.
Namun di Indonesia pilihan akan jatuh pada hukum pidana jika
suatu kerusakan sudah tidak dapat diperbaiki atau dipulihkan,
misalnya penebangan pohon, pembunuhan terhadap binatang yang
dilindungi, dsb. Perbaikan atau pemulihan kerusakan termasuk tidak
dapat dilakukan secara fisik.
d. Teori Bekerjanya Hukum
Sistem hukum memiliki aturan-aturan hukum atau norma-
norma, kesemuanya berhubungan pada sumber dan keabsahan
aturan-aturan yang lebih tinggi. Hubugan-hubugan ini membentuk
kelas-kelas struktur piramid dan hirarki dengan aturan norma dasar
di puncaknya.
Seperti Grand Theory Three Element Of Legal System yang
di kemukakan oleh Lawrence M. Friedman. Menurut Lawrence M.
Friedmen sistem hukum memiliki tiga komponen dasar yang saling
berkaitan satu sama lain. Tiga komponen tersebut adalah substansi
hukum (legal Substance), struktur hukum (legal structure), dan
budaya hukum (legal culture).
1) Struktur Hukum (Legal Structure)
Menurut Lawrence M. Friedman, “the structure of a
system its skeletal framework; it is the permanent shape, the
institutional body of the system, the tough, rigid bones that keep
the process flowing within bounds”(Lawrence M. Friedmen,
1975: 14). Jadi struktur adalah kerangka atau rangkanya, bagian
yang tetap bertahan, bagian yang memberi semacam bentuk dan
batasan terhadap keseluruhan. Lebih jelasnya struktur hukum
menurut Friedmen adalah pola yang memperlihatkan tentang
bagaimana hukum itu dijalankan menurut ketentuan formalnya.
Struktur ini memperlihatkan bagaimana pengadilan, pembuatan
hukum dan lain- lain badan serta proses hukum itu berjalan dan
dijalankan (Satjipto Rahardjo, 1996: 154).
2) Substansi Hukum (Legal Substance)
Menurut Lawrence M. Friedman, “the substance is
composed of substantive rules and rules about how institutions
should be have” (Lawrence M. Friedmen, 1975: 14). Jadi, yang
dimaksud dengan substansi adalah aturan, norma dan pola
perilaku nyata manusia yang berada dalam sistem itu. Substansi
juga berarti produk yang dihasilkan oleh orang yang berada di
dalam sistem hukum itu, mencakup keputusan yang mereka
keluarkan, aturan baru yang mereka susun. Substansi juga
mencakup living law (hukum yang hidup), dan bukan hanya
aturan yang ada dalam kitab undang-undang (law books).
Pendapat mengenai legal Substance ini sejalan dengan
pandangan Lon Fuller. Lebih dalam Lon Fuller menjelaskan
mengenai substansi hukum dalam sebuah sistem hukum yang
menjadi landasan dan syarat-syarat legitimasi bagi implementasi
legalitas hukum, teori Fuller ini kemudian terkenal dengan
principles of legality theory.
Menurut Fuller, dikatakan bahwa untuk mengenal hukum
sebagai suatu sistem maka ukuran tersebut diletakkannya pada 8
(delapan) asas yang dinamakannya principles of legality berikut
ini:
a) Suatu sistem hukum harus mengandung peraturan-peraturan.
Yang dimaksud disini adalah, bahwa tidak boleh
mengandung sekedar keputusan-keputusan yang bersifat ad
hoc.
b) Peraturan-peraturan yang telah dibuat itu harus diumumkan.
c) Tidak boleh ada peraturan yang berlaku surut, oleh karena
apabila yang demikian itu tidak ditolak, maka peraturan it
tidak bisa dipakai untuk menjadi pedoman tingkah laku.
Membolehkan pengaturan secara berlaku surut berarti
merusak integritas peraturan yang ditujukan untuk berlaku
bagi waktu yang akan datang.
d) Peraturan-peraturan harus disusun dalam rumusan yang bisa
dimengerti.
e) Suatu sistem tidak boleh mengandung peraturan-peraturan
yang bertentangan satu sama lain.
f) Peraturan-peraturan tidak boleh mengandung tuntutan yang
melebihi apa yang dapat dilakukan.
g) Tidak boleh ada kebiasaan untuk sering mengubah peraturan
sehingga menyebabkan seorang akan kehilangan orientasi.
h) Harus ada kecocokan antara peraturan yang diundangkan
pelaksanaannya sehari-hari (Satjipto Raharjo, 1996: 51)
Dari rangkaian pembahasan tersebut disimpulkan, bahwa
pada dasarnya hukum mempunyai banyak fungsi dalam usahanya
mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan, Oleh karena itu,
dalam perumusannya sebagai hukum positif harus dipahami suatu
sistem norma.
3) Kultur Hukum (Legal Culture)
Menurut Lawrence M. Friedman, Legal culture is the
element of social attitude and value (Lawrence M. Friedmen,
1975: 15). Sehinggadapat diartikan bahwa kultur hukum
mengandung unsur nilai dan sikap sosial yang menentukan
bagaimana hukum digunakan, dihindari atau disalahgunakan.
Tanpa kultur hukum, maka sistem hukum itu sendiri tidak dapat
berjalan sebagaimana mestinya.
Budaya hukum dibedakan menjadi dua macam. Pertama
internal legal culture, yakni kultur hukum bagi hakim dan
pengacara dan exsternal legal culture, yakni kultur hukum
masyarakat pada umumnya.
Solusi
Hambatan Pendukung
Peraturan Pemerintah no.27 Tahun 1999 Tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan
Badan Lingkungan Hidup Propinsi
Badan Lingkungan Hidup Daerah (Kabupaten / Kota)
Kementrian Lingkungan Hidup
Pemerintah Pusat
NKRI
Izin Usaha / atau Kegiatan Pembangunan
Penyusunan dan Penilaian AMDAL
Undang-undang No.32 Tahun 2009 Tentang Pengendalian dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
Peraturan Daerah Kabupaten Sukoharjo No. 9 Tahun 2009 Tentang Pengendalian Lingkungan Hidup
B. Kerangka Pemikiran
Gambar 2 : Bagan Kerangka Pemikiran
Keterangan Bagan :
Tujuan nasional Negara Kesatuan Republik Indonesia, seperti dinyatakan
dalam pembukaan Undang-undangDasar 1945, ialah melindungi segenap bangsa
dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum,
mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang
berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Untuk menuju
terwujudnya tujuan nasional tersebut bangsa Indonesia melaksanakan
pembangunan secara terencana dan bertahap. Namun pembangunan ini tumbuh
berkembang dengan tidak memperhitungkan pengaruhnya kepada lingkungan.
Lingkungan Hidup di Indonesia menyangkut tanah, air, dan udara dalam
wilayah negara Republik Indonesia.Semua media lingkungan hidup tersebut
merupakan wadah tempat kita tinggal, hidup serta bernafas.Pembangunan
industri, eksploitasi hutan serta sibuk dan padatnya arus lalu lintas akibat
pembangunan yang terus berkembang, memberikan dampak samping.Dampak
samping tersebut berakibat pada tanah yang kita tinggali, air yang kita gunakan
untuk kebutuhan hidup maupun udara yang kita hirup.Apabila tanah, air dan udara
tersebut pada akhirnya tidak dapat lagi menyediakan suatu iklim atau keadaan
yang layak untuk kita gunakan, maka pencemaran atau kerusakan lingkungan
hidup telah terjadi.
Pencemaran lingkungan hidup, bukan hanya akan berdampak buruk bagi
kehidupan masyarakat yang ada sekarang namun juga akan mengancam
kelangsungan hidup anak cucu kita kelak. Oleh karena itu baik masyarakat,
maupun pemerintah berhak dan wajib untuk melindungi lingkungan hidup,
Pemerintah melalui Kementrian Linngkungan Hidup secara aktif
berupaya melakukan pelestrian lingkungan dan memberikan perlindungan bagi
lingkungan hidup serta masyarakat yang tinggal dalam lingkungan hidup di
Indonesia melalui berbagai peraturan perundang-undangan.
Undang-undang No. 32 tahun 2009 adalah suatu produk pemerintah
untuk menjaga kelestarian lingkungan hidup sekaligus memberi perlindungan
hukum bagi masyarakat agar selalu dapat terus hidup dalam lingkungan hidup
yang sehat.
Meskipun kesadaran terhadap lingkungan hidup di Indonesia sekarang ini
semakin membaik, tetapi masih dalam tingkatan yang masih sangat rendah jika
dibandingkan dengan negara-negara lain. Hal ini di butkikan dengan gencarnya
isu-isu lingkungan yang mulai banyak dipublikasikan di media massa, salah
satunya adalah tentang analisis mengenai dampak lingkungan (AMDAL) suatu
usaha dan/ kegiatan yang memiliki dampak penting. AMDAL digunakan sebagai
syarat yang harus dipenuhi untuk mendapatkan izin melakukan usaha dan/atau
kegiatan yang diterbitkan oleh pejabat yang berwenang. Keputusan kelayakan
lingkungan hidup suatu usaha dan atau kegiatan yang diterbitkan pejabat yang
berwenang tersebut wajib dilampirkan pada permohonan izin melakukan
usaha.Dalam keputusan kelayakan lingkungan hidup terdapat ketentuan yang
wajib dipatuhi oleh pemrakarsa atau pemohon yaitu rencana pengelolaan
lingkungan dan rencana pemantauan lingkungan dari usaha atau kegiatan itu.
Selain itu AMDAL juga sebagai alat evaluasi apakah suatu rencana usaha atau
kegiatan dapat dilaksanakan atau tidak.
Untuk menyusun studi AMDAL pemrakarsa dapat meminta jasa
konsultan untuk menyusun AMDAL. Anggota penyusun ( minimal koordinator
pelaksana) harus bersertifikat penyusun AMDAL (AMDAL B). Sedangkan
anggota penyusun lainnya adalah para ahli di bidangnya yang sesuai dengan
bidang kegiatannya. Sedangkan penilaian dokumen AMDAL dilakukan oleh
Komisi Penilaian AMDAL Pusat yang berkedudukan di Badan Penilai AMDAL.
Pemerintah melalui Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1999
memberikan dasar hukum Penyusunan dan Penilaian AMDAL yang di dukung
oleh paket keputusan menteri lingkungan hidup tentang jenis usaha dan/ atau
kegiatan yang wajib dilengkapi dengan AMDAL. Dengan ditetapkannya
Peraturan Pemerintah No.27 Tahun 1999 maka suatu hal yang lebih di tekankan
dalam Peraturan Pemerintah No.27 Tahun 1999 adalah keterbukaan informasi dan
peran serta masyarakat, selain itu terjadi perubahan dimana semua Komisi
AMDAL Pusat dihapuskan dan diganti dengan satu Komisi Penilai Pusat yang
ada di Bapedal. Sedangkan didaerah yaitu Provinsi dan Kabupaten/Kota
mempunyai Komisi Penilai Daerah. Salah satu unsur penilai dalam keanggotaan
komisi penilai AMDAL daerah (Kabupaten/Kota) yaitu instansi yang bertugas
mengendalikan dampak lingkungan yang dalam penulisan hukum ini adalah
Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Sukoharjo.
Kabupaten Sukoharjo telah memiliki suatu produk hukum guna
menunjang keberhasilannya dalam pengendalian lingkungan hidup serta
membantu Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Sukoharjo dalam melakukan
penilaian terhadap dokumen AMDAL yang ditetapkan dalam Peraturan Daerah
Kabupaten Sukoharjo No. 9 Tahun 2009 tentang Pengendalian Lingkungan
Hidup. Dalam melakukan penilaian dokumen AMDAL tentunya Badan
Lingkungan Hidup Kabupaten Sukoharjo tidak lepas dari adanya beberapa
hambatan, baik hambatan secara internal maupun eksternal.