Skripsi Bab Satu

download Skripsi Bab Satu

of 36

Transcript of Skripsi Bab Satu

BAB SATU PENDAHULUAN1.1. Latar Belakang Masalah Kedatangan Islam yang di bawa oleh Nabi Muhammad SAW, bertujuan untuk membawa rahmat bagi mahkluk seisi bumi. Ini sesuai dengan watak dari agama tersebut sebagaimana tersirat dari makna Islam itu sendiri, yaitu salam (keselamatan dan kedamaian). Menurut ajaran Islam, manusia tidak hanya menjadi objek tapi sekaligus sebagai subyek bagi terciptanya keselamatan dan kedamaian. Karena itu setiap muslim dituntut pertanggung jawaban atas keselamatan diri dan lingkungannya. Seorang muslim harus dapat memberikan rasa aman bagi orang lain baik dari ucapan maupun tindakan. Dalam Al-Quran berisi semua petunjuk bagi manusia, memberikan penjelasan-penjelasan tentang petunjuk, dan berbeda antara yang hak dan bathil (furqan). Diantara petunjuk yang diberikan Al-Quran itu adalah mengenai manusia itu sendiri dan bagaimana ia berperan di tengah jagad raya ini, sebagai makhluk yang terpilih untuk mengemban amanah (khalifah) Allah di bumi, kepadanya Allah pikulkan berbagai tugas dan tanggung jawab untuk melakukan reformasi dan mencegah bermacam tindakan pengerusakan yang tidak disukai oleh-Nya. Untuk terlaksananya tugas dan tanggung jawab dalam misinya sebagai khalifah, kepadanya Allah memberikan sejumlah hak yang harus dipelihara dengan sebaik-baiknya serta dihormati. Hak-hak tersebut bersifat sangat

1

2

mendasar, dan diberikan langsung oleh Allah sejak kehadirannya di muka bumi ini. Manusia pada dasarnya berasal dari satu ayah dan satu ibu, kemudian menyebar ke berbagai penjuru dunia, membentuk aneka ragam suku dan bangsa serta bahasa dan warna kulit yang berbeda-beda. Karena itu bersaudara yang saling mengasihi dan sama derajatnya, manusia tidak boleh diperbudak oleh manusia. Untuk memelihara Al-umurudh-dharuriyah dalam kehidupan manusia. Yakni hal-hal yang menjadi sendi eksitensi kehidupan manusia yang harus ada demi kemaslahatan mereka, menjadi kacau, kemaslahatan tidak tercapai dan kebahagiaan ukhrawi tidak bakal dapat dinikmati. Ada lima macam urusan dharruri, yakni: agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta1. Islam sebagai agama yang benar dan sempurna memandang harta tidak lebih dari sekedar anugerah Allah SWT, yang dititipkan kepada manusia. Untuk menjaga hak-hak individu dan masyarakat, di dalam Islam tidak dikenal adanya kepemilikan mutlak pada diri manusia. Kepemilikkan mutlak itu hanyalah di tangan Allah. Oleh karena itu, dalam Syariat Islam apabila disebut hak Allah, maka yang dimaksud ialah hak masyarakat atau hak umum. Allah adalah pemilik sesungguhnya terhadap alam semesta, termasuk apa yang dimiliki oleh manusia itu sendiri.2 Hal ini ditegaskan dalam firman Allah surat Yunus ayat 55 yaitu ketahuilah bahwa milik Allahlah apa-apa yang ada dilangit dan bumi. Walaupun demikian Islam juga mengakui adanya harta benda perorangan terhadap harta yang dihasilkan dengan cara yang tidak melanggar hukum syara.1 Mukhtar Yahya & Fatchur Rahman, Dasar-dasar Pembinaan Fiqh Islam,(Bandung, Almaarif, 1986), hal. 334

Ahmad Kosasih, HAM dalam perspektif ISLAM menyingkap persamaan dan persamaan dan perbedaan artara Islam dan Barat,( Jakarta, Salemba Diniyah,2003), hal.33

2

3

Dalam hal ini Islam juga menetapkan cara melindungi harta benda, baik melindungi dari pencurian, perampokan, perampasan yang disertai sanksinya. Juga seorang pemilik harta mempunyai hak menasarufkan hartanya dangan cara menjual, menyewakan, mewasiatkan, mengadaikan, memberikan dan sebagainya dari hak-hak tasaruf yang diperkenankan syara dan hak-hak pengambilan manfaatnya, pembuktian adanya harta benda perorangan dengan ini terdapat dalam Al-Quran surat Al-Maidah ayat 38 yaitu:

Artinya: Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. Di samping itu, hak-hak untuk mendapatkan warisan dan hak-hak mewarisi juga membuktikan adanya harta benda perseorangan. Hanya Islam memberikan batas-batas tentang harta benda perseorangan ini agar manusia mendapat kemaslahatan dalam pengembangan harta baik menafkahkan maupun perputarannya. Harta benda adalah suatu yang manusiawi, fitrah yang melekat dalam setiap individu yang tidak bisa di hilangkan, karena telah menjadi kebutuhan jiwa dalam hidup. Al-Quran memandang harta dengan pandangan yang realistis. Di nyatakan harta itu sebagai kebutuhan hidup dan kecintaan terhadap harta ini tentunya sudah menjadi tabiat manusia. Manusia merupakan makhluk yang memilki naluri yang selalu ingin mengumpulkan harta yang lebih banyak dan

4

enggan disaingi, misalnya selalu mempersoalkan masalah harta benda yang tidak berkesudahan, baik itu individu maupun kelompok.3 Sebagai makhluk sosial setiap manusia selalu mengadakan hubungan dengan manusia lain. Hubungan ini terjadi sejak manusia dilahirkan sampai meninggal dunia, timbulnya hubungan antara manusia secara kodrati, artinya manusia sebagai makhluk hidup mempunyai kodrat untuk hidup bersama. Islam telah menetapkan adanya harta benda perseorangan terhadap harta yang di hasilkan dengan cara-cara yang tidak melanggar hukum syara. Oleh karena itu, Islam juga menetapkan cara melindungi harta benda, dengan memberikan sanksi bagi orang yang mencoba merampas harta benda orang lain. Ibn Manzur mendefinisikan harta sebagai sesuatu yang dikenali, dan apa yang kamu miliki dari keseluruhan benda. Dalam al-Qaamuus al-Muhiit juga dikatakan bahwa harta adalah apa yang kamu miliki dari semua benda. Berdasarkan perkataan Ibn Manzur bahwa harta itu dikenali dikalangan orangorang Arab. Hal ini menyebutkan bahwa perkataan harta merujuk pada kebiasaan orang Arab. Harta pada asalnya yaitu apa yang dimiliki dari emas dan perak, kemudian digunakan pada barang yang berwujud dan kebanyakan perkataan harta yang digunakan oleh orang Arab adalah unta, karena waktu itu hanya unta yang menjadi harta mereka.4 Para fuqaha telah berbeda pendapat dalam mendefinisikan harta, sebab perbedaan pendapat itu kembali pada pemilihan dan penentuan illah untuk harta, apakah termasuk kedalam barang atau benda berwujud atau kedalam barang3 Abdul Halim Barkatullah & Teguh Prasetyo, HUKUM ISLAM Menjawab Tantangan Zaman yang terus Berkembang ,(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2006), hal,221

Al- Fayruuz Abaadi, Al-Qaamuus Al-Muhiit, (Beiruut, Daar Ihyaa al-turaath al-Arabii, 1991/ 1412 H, jil. 4), hlm. 70

4

5

atau benda tak berwujud, berdasarkan keterangan diatas para fuqaha berbeda pendapat dalam mendefinisikan harta, hal ini dapat dilihat dari munculnya dua pendapat. Pendapat pertama muncul dari fuqaha mutaqaddimin dari mazhab Hanafi bahwa mereka mengatakan harta dilekatkan kepada barang atau benda yang berwujud. Sedangkan pendapat yang kedua muncul dari kalangan fuqaha mutaakhirin dari mazhab Hanafi dan para fuqaha bermazhab Syafii, Hambali, dan Maliki yang mengatakan bahwa harta tidak hanya dilekatkan kepada atau benda yang berwujud tetapi juga merangkum hak (perkara manawi). Dijelaskan dalam Al-Quran surat Al-Kahfi ayat 46 bahwa harta merupakan perhiasan hidup,

Artinya: Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia tetapi amalanamalan yang kekal lagi saleh adalah lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi harapan. Dalam hukum positif, harta benda kebendaan sudah jelas disebutkan dalam KUHPerdata, yaitu harta benda pribadi baik itu hak atas sesuatu benda yang hakikatnya selalu bersifat sempurna walaupun dalam kenyataannya tidak demikian. Hal ini sehubungan dengan dimungkinkannya hak-hak lain melekat pada benda yang berstatus. Benda, (Pasal 499 KUHPer) tiap-tiap barang dan tiaptiap hak yang dapat dikuasai oleh harta benda, segala sesuatu yang dapat dihaki atau dijadikan objek harta benda. Arti sempit, nyata dan dapat dilihat/ dipegang.

6

Berwujud Hasil karena alam (natuurlijke vruchten) Tidak berwujud Timbul karena hubungan hukum tertentu atau hasil perdata. Contoh Piutang dan penagihan- penagihan lainnya tidak berwujud hak cipta, hak paten dan hak merek. Hak kebendaan selalu benda yang dapat ditentukan secara individu, artinya berwujud dan merupakan satu kesatuan bukan benda yang ditentukan menurut jenis jumlahnya, misalnya memiliki rumah, hewan. dalam asas totalitas ini mencakup suatu asas perlekatan. seseorang memiliki sebuah rumah, maka otomatis dia adalah pemilik jendela, pintu, kunci, gerbang, dan benda-benda lainnya yang menjadi pelengkap dari benda pokoknya (tanah) pengaturan dan perlakuan yang berbeda terhadap benda bergerak dan tidak bergerak pengaturan dan perlakuan dapat disimpulkan dari cara membedakan antara benda bergerak dengan benda tidak bergerak serta manfaat atau pentingnya pembedaan antara kedua jenis benda tersebut. Harta menurut hukum Islam setiap orang atau sesuatu yang benar-benar dimiliki, diawasi dan dimanfaatkan, oleh seorang baik harta itu yang berwujud dan mengandung manfaat. Menurut hukum positif, hukum kekayaan merupakan ketentuan-ketentuan yang mengatur mengenai hubungan antara subjek hukum dan objek hukum dalam suatu peristiwa hukum. Yang dimaksud dengan objek hukum yaitu benda (zaak) ialah segala sesuatu yang menjadi bagian dari keadaan yang dapat dikuasai dan mempunyai nilai uang. Berdasarkan latar belakang masalah di atas terdapat perbedaan dalam perlindungan hukum terhadap hak milik atas benda dalam hukum Islam dan hukum positif, maka penulis mengambil judul yaitu: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK MILIK ATAS BENDA (Studi Komparatif Hukum Islam dan Hukum Positif).

7

1.2.

Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas, penulis tertarik untuk

mengkaji dan meneliti lebih lanjut perihal tersebut, dalam penelitian ini.1.2.1. Bagaimanakah konsep dan batasan hak milik atas benda

menurut

hukum Islam dan hukum positif ?1.2.2. Bagaimanakah perlindungan hak milik atas benda menurut hukum

Islam dan hukum positif ? 1.3. Tujuan Penelitian Setiap penelitian memerlukan kepada tujuan dimana tujuan tersebut berperan agar pelaksanaan kajian lebih terarah dan tidak menyimpang dari tujuan sebenarnya dan akan mendapat manfaat dari penelitian tersebut. Oleh karena itu, berpijak dari latar belakang masalah, maka yang menjadi tujuan penelitian adalah sebagai berikut :1.3.1. Untuk mengetahui konsep dan batasan hak milik atas benda menurut

hukum Islam dan hukum positif.1.3.2. Untuk mengetahui bagaimana perlindungan hak milik atas benda

menurut hukum Islam dan hukum positif. 1.4. Penjelasan Istilah1.4.1. Perlindungan Hukum

Perlindungan hukum adalah sesuatu yang diberikan tersangka atau terdakwa yang diduga melakukan sesuatu pelanggaran harus merujuk ke peraturan yang berlaku. Dalam penulisan ini yang diartiakan perlindungan hukum adalah jaminan yang diberikan kepada sipemilik harta baik oleh agama maupun pemerintah.

8

1.4.2. Harta Harta adalah barang atau uang dan sebagainya yang menjadi kekayaan, barang milik seseorang. Dalam penertian yang lain harta juga bisa diartikan segala sesuatu yang dapat disimpan untuk digunakan ketika dibutuhkan. 1.4.3. Benda Benda adalah segala yang ada di alam yang berwujud atau berjasa( bukan roh). 1.4.4. Hak Milik Hak milik adalah kepunyaan barang-barang. Dalam hukum Islam hak milik adalah sesuatu ketentuan yang digunakan oleh syara untuk menetapkan sesuatu kekuasaan atau suatu beban hukum. Sedangkan dalam hukum positif adalah hak untuk menikmati manfaat suatu kebendaan dengan leluasa, dan dengan kedaulatan sepenuhnya berbuat bebas terhadap kebendaan itu, asal tidak bertentangan dengan Undang-undang atau peraturan umum yang ditetapkan oleh penguasa yang berwenang dan tidak mengganggu hak-hak orang lain; kesemuanya itu dengan tidak mengurangi kemungkinan pencabutan hak tersebut demi kepentingan umum berdasarkan atas ketentuan Undang-undang dan dengan pembayaran sejumlah ganti rugi. (pasal 570 KUHAPerdata) 1.5. Kajian Pustaka Kajian tentang perlindungan hukum terhadap hak milik atas benda menurut hukum Islam dan hukum positif, ini bukanlah hal asing lagi untuk dikaji karena sebelumnya sudah ada beberapa judul penelitian yang ada kaitannya

dengan judul skripsi ini seperti, batasan penggunaan hak milik (studi komperatif

9

antara sistem Kapitalis dan Islam), oleh Nur Aisiah dan dasar filosofi hak milik menurut hukum Islam dan ekonomi Kapitalis oleh Ridha Muasinah.5 Penelitian mencoba menelusuri bagaimana batasan penggunaan hak milik, Nur Aisiah mencoba membahas pencabutan hak milik individu dan Ridha Muasinah dalam judul skripsinya filosofi hak milik. Dalam penulisan ini beliau juga mengungkapkan dasar-dasar hukum serta argumennya mengenai hal tersebut seingga kejelasannya dapat diterima. Sedangkan pembahasan yang ingin penulis jelaskan dalam penelitian ini adalah bagaimana konsep dan batasan hak milik atas benda serta bagaimana perlindungan hukum terhadap hak milik atas benda dalam pandangan hukum Islam dan hukum Positif. Penulis akan mencoba menjelaskan masalah ini dengan menggunakan dasar-dasar hukum yang akan diambil dari beberapa buku-buku dan kitab yang berkaitan dengannya topik kajian. 1.6. Metode Penelitian Setiap penulisan karya ilmiah selalu memerlukan data yang kongkrit dan sistematis, karena metode yang dipakai mempengaruhi mutu dan kualitas penulis serta mempunyai metode-metode tersendiri. Dalam penulisan dan pembahasan skripsi ini penulis menggunakan jenis penelitian pustaka (library research) yaitu dengan membaca dan menelaah buku-buku, dan kitab-kitab yang berkaitan dengan penelitian ini dan juga mengkaji dokumen-dokumen yang ada yang berhubungan dengan permasalahan hak milik atas benda. Dalam hal ini penulis menggunakan metode deskriptif komparatif yaitu studi perbandingan antaraAbdul Halim Barkatullah & Teguh prasetyo. Hukum Islam Menjawab Tantangan Zaman yang terus Berkembang, hal. 2205

10

hukum Islam dan hukum Positif. Sebagai data primer yang menjadi rujukan dasar dalam penelitian ini diantaranya: Hukum kebendaan perdata, oleh Frieda Husni Hasbullah juga buku Fiqh muamalah, oleh Hendi Suhendi, Fiqh Siyasah Implementasi kemaslahatan umat dalam rambu-rambu syariah, A. Djazuli dan pengantar hukum indonesia, R. Abdoel Djamali. Sedangkan data sekunder penulis dan menelaah buku-buku yang tersedia diperpustakaan seperti, Hukum Islam menjawab tantangan zaman yang terus berkembang oleh Abdul Halim barkatullah & Teguh Prasetyo juga buku HAM dalam perspektif Islam menyikap persamaan dan perbedaan antara Islam dan Barat oleh Ahmad Kosasih, Dasardasar pembinaan figh Islam oleh Muhtar Yahya & fatchur dan buku-buku lain yang berkaitan dengan penulisan skripsi ini. Adapun sebagai pedoman penulisan karya ilmiah ini, penulis

menggunakan buku pedoman karya tulis ilmiah mahasiswa fakultas Syariah Institut Agama Islam Negeri Ar-raniry tahun 2010, sedangkan untuk penulisan Al-Quran dan terjemahannya penulis berpedoman pada Al-Quran Karim yang diterbitkan oleh PT. SyamilCipta Media, Revisi terjemah oleh Lajnah Pentashih Mushaf Al-Quran Depertemen Agama Republik Indonesia. 1.6. Sistematika Pembahasan Untuk memudahkan para pembaca dalam mengikuti pembahasan skripsi ini, maka digunakan sistem pembahasan dalam empat bab, sebagaimana tersebut di bawah ini: Bab satu berisi tentang Pendahuluan, dalam bab ini diuraikan tentang persoalan yang menjadi latar belakang masalah ini, rumusan masalah, tujuan

11

penelitian, penjelasan istilah, kajian pustaka, metode penelitian dan sistematika pembahasan. Bab kedua berisi tentang Landasan teoritis, bagian ini akan menghasilkan masalah yang dibahas. Berisi kerangka pemikiran atau teori-teori yang berkaitan dengan pokok masalah yang akan diteliti yang memuat, Pengertian Hak milik atas Benda menurut hukum Islam dan hukum positif, macam-macam hak milik atas benda menurut Islam dan hukum positif, konsep hak milik atas benda dalam hukum Islam dan hukum positif dan landasan hukum pengakuan terhadap hak milik atas benda. Bab tiga berisi tentang perlindungan hukum terhadap hak milik atas benda dalam Islam, perlidungan hak milik atas benda dalam hukum positif, batasan hak milik atas benda dalam hukum Islam dan hukum positif dan analisis penulis. Bab empat sebagai bab penutup akan berisikan kesimpulan dan saransaran yang dianggap perlu ditawarkan untuk perkembangan dan perubahan di masa depan.

BAB DUA

12

LANDASAN TEORITIS PERLINDUNGAN HAK MILIK ATAS BENDA 2.1. Pengertian Hak Milik atas Benda menurut Hukum Islam dan Hukum Positif 2.1.1. Pengertian Hak Milik Atas Benda Menurut Hukum Islam Hak adalah Sesuatu ketentuan yang digunakan oleh syara untuk menetapkan sesuatu kekuasaan atau beban hukum.6 Dalam kamus, terdapat banyak sekali pengertian dari dari kata hak . salah satu arti dari kata hak menurut bahasa adalah kekuasaan yang benar atas sesuatu atau untuk menuntut sesuatu wewenang menurut hukum.7 Menurut ulama fiqih, pengertian hak anatara lain.a.

Menurut sebagian para ulama mutaakhirin: hak adalah sesuatu hukum yang telah ditetapkan secara syara

b. Menurut syekh Ali Al-Khafifi : hak adalah kemaslahatan yang diperoleh

secara syara c. Menurut ustadz Mustafa Az-Zarqa hak adalah sesuatu kekhususan yang padanya ditetapkan syara sesuatu kekuasaan atau taklif.d. Menurut Ibnu Nujaim : hak adalah sesuatu kekhususan yang terlindungi.8

Sedangan milik dalam hukum kebendaan Islam, didefinisikan sebagai kekhususan terdapat pemilik suatu barang menurut syara untuk bertindak secara bebas bertujuan mengambil manfaatnya selama tidak ada penghalang syara.9

6

Hendi Suhendi, Figh Muamalah, Jakarta, PT Raja Grafindo Persada, 2007, hlm. 32 Gemala Dewi, Hukum Perikatan Islam di Indonesia, Jakarta, Kencana, 2005, hlm. 65

7

M. Ali Hasan, Berbagai Macam Transaksi Dalam Islam, Jakarta, Raja Grafido Persada, 2003, hlm. 3 9 Hendi Suhendi, figh muamalah, hlm. 33

8

13

Apabila seseorang telah memiliki suatu benda yang sah menurut syara orang tersebut bertindak terhadap benda tersebut, baik akan dijual maupun akan di gadaikan, baik dia sendiri maupun dengan perantara orang lain. Berdasarkan definisi milik tersebut, kiranya dapat dibedakan antara hak dan milik, untuk lebih jelas dicontohkan sebagai berikut; seorang pengampu berhak menggunakan harta orang yang berada di bawah ampuannya, pengampu punya hak untuk membelanjakan harta itu dan pemiliknya adalah orang yang berada di bawah ampuannya. Dengan kata lain dapat dikatakan tidak semua yang memiliki berhak menggunakan dan tidak semua yang punya hak penggunaan dapat memiliki. Dari penjelasan di atas dapat didefinisikan bahwa hak milik adalah kekuasaan atas benda untuk mengambil manfaat selama tidak bertentangan dengan syara. 2.1.2. Pengertian Hak Milik Menurut Hukum Positif Hak milik dalam hukum kebendaan barat lebih dikenal dengan sebutan hak eigendom. Eigen berarti diri atau pribadi, sedangkan dom, munkin perlu kita merujuk pada kata domaniaal yang dalam kamus umum Belanda Indonesia karya Wojowasito diartikan sebagai milik, dan istilah domein yang berarti daerah atau wilayah atau Negara. Jadi eigendom dapat diartikan sebagai milik pribadi, sedangkan eigendom srecht berarti hak milik pribadi. Oleh Karena itu dalam sistem KUHPerdata hak

14

eigedom adalah hak atas sesuatu benda yang pada hakikatnya selalu bersifat sempurna walaupun dalam kenyataannya tidak demikian.10 Menurut ketentuan pasal 570 kitab undang-undang hukum perdata, hak milik adalah hak untuk menikmati kegunaan suatu benda dengan leluasa dan untuk berbuat bebas terhadap kebendaan itu dengan kedaulatan sepenuhnya, asal tidak bersalahan dengan undang-undang atau peraturan umum yang ditetapkan oleh sesuatu kekuasaan yang berhak menetapkanya, dan tidak mengganggu hakhak orang lain; kesemuanya itu dengan tak mengurangi kemungkinan akan pencabutan hak itu demi kepentingan umum berdasarkan atas ketentuan undangundang dengan pembayaran ganti rugi.11 Dengan dikuasinya suatu benda berdasarkan hak ini, maka seseorang pemegang hak milik diberikan kewenangan untuk menguasainya secara tentram dan untuk mempertahankanya terhadap siapa pun yang bermaksud untuk menggangu ketentramannya dalam menguasai, memanfaatkan serta menggunakan benda tersebut. Sehubungan dengan hal tersebut, pasal 574 kitab undang-undang hukum perdata menentukan bahwa: tiap-tiap pemilik suatu kebendaan, berhak menutut kepada siapa pun juga menguasainya, akan pengembalian kebendaan itu dalam keadaan beradanya.12 Selanjutnya hak milik atas suatu kebendaan tidak dapat deperoleh dengan cara lain, melainkan dengan pemilikan, karena perlekatan, karena daluarsa, karena pewarisan, baik menurut undang-undang maupun surat wasiat, dan karenaPrieda Husni Hasbullah, Hukum Kebendaan Perdata Hak-Hak Yang Member Kenikmatan, Jakarta Selatan, Ind. Hil-co, 2002, hlm. 86 Kartini Muljadi & Gunawan Widjaja, Kedudukan Berkuasa dan Hak Milik Dalam Sudut Pandang KUHPerdata, Jakarta, Kencana, 2005, hlm. 13112 11 10

Ibid, hlm. 131-132

15

penunjukkan atau penyerahan berdasarkan atas suatu peristiwa perdata untuk memindahkan hak milik, dilakukan oleh seorang yang berhak untuk berbuat bebas terhadap kebendaan itu. Hal ini sebagaimana disebutkan dalam pasal 584 KUHPerdata. Dari rumusan pasal diatas, dapat diketahui bahwa pemilik suatu benda berhak untuk memilih hak miliknya tersebut kepada pihak lain. 2.2. Macam-macam Hak Milik atas Benda menurut Hukum Islam dan Hukum Positif 2.2.1. Macam-macam hak milik menurut hukum Islam. Menurut ulama figh hak milik atas benda dapat dibedakan dalam beberapa macam;1.

Dilihat dari segi pemilik hak terbagi dalam tiga macam, yaitu; a. Hak Allah Hak Allah, yaitu seluruh bentuk yang dapat mendekatkan diri kepada

Allah, mengagungkan-Nya, seperti melalui berbagai macam ibadah, jihat, dan amar makruf nahi mungkar. Hak-hak Allah ini disebut juga dengan hak masyarakat, karena hak Allah ini bertujuan untuk kemanfaatan umat manusia pada umumnya dan tidak dikhususkan bagi orang-orang tertentu. Seluruh hak Allah tidak dapat digugurkan, baik melalui perdamaian, maupun pemanfaatan dan tidak boleh diubah. b. Hak Manusia Hak manusia ini pada hakikatnya ditunjukkan untuk memelihara kemaslahatan setiap pribadi manusia. Hak ini ada yang bersifat umum dan ada

16

yang bersifat khusus. Yang bersifat umum seperti: menjaga sarana kesehatan, menjaga ketentraman, meleyapkan tindakan kekerasan, dan tindakan-tindakan lain yang dapat merusak tatanan masyarakat pada umumnya. Dan yang bersifat khusus, seperti menjamin hak milik seseorang, hak istri mendapat nafkah dari suaminya, hak ibu memelihara anaknya dan hak bapak menjadi wali dari anakanaknya, dan hak berusaha, dan lain-lain yang sifatnya untuk kepentingan pribadi. Mengenai hak manusia ini, seseorang boleh menggugurkan haknya,

memanfaatkannya dan mengubahnya, dan boleh pula mewariskannya kepada ahli waris. Disini, tanpa adanya kebebasan berbuat dan bertindak atas dirinya sendiri.13 c. Hak Gabungan antara hak Allah dan hak Manusia Mengenai hak gabungan ini, adakalanya hak Allah yang lebih dominan dan adakalanya hak manusia yang lebih dominan. sebagai contoh, masalah iddah dan dalam hal hukuman atas menuduh zina tanpa bukti yang cukup. Sedangkan hak manusia lebih menonjol dari hak Allah adalah seperti dalam pidana Qisas dalam pembunuhan atau penganiayaan dengan sengaja , dalam hal ini hak Allah terdapat pada ketentuan adanya pidana Qisas yang dimaksudkan untuk menjerakan si pelaku dan untuk memberi pelajaran bagi orang lain agar jangan melakukan pembunuhan atau penganiayaan, namun dalam waktu yang sama pada keluarga yang terbunuh atau pihak teraniaya diberi hak untuk menggugurkan pidana Qisas, diganti dengan diyat yang berupa pembayaran sejumlah harta oleh pihak pelakunya sebagai pengganti kerugian bagi pihak si korban. 2. Dari segi objek hak13

Gemala Dewi, Hukum Perikatan Islam di Indonesia, hlm. 65-66

17

Menurut ulama fiqih, dari segi objeknya, hak terbagi atas:a. Hak Maali

Hak maali adalah hak yang berhubungan dengan harta, sebagai contoh dari hak ini adalah hak penjual terhadap harga barang yang dijualnya dan hak pembeli terhadap barang yang dibelinya atau hak orang yang menyewakanya terhadap uang sewa atas benda yang disewakanya dan hak penyewa terhadap manfaat atas benda yang disewakanya.b. Hak Ghairu Maali

Hak ghairu maali adalah hak yang berkaitan dengan benda sebagai contoh adalah hak Qisas, seluruh hak asasi manusia, hak wanita dalam talak karena suaminya tidak memberi nafkah, dan lain sebagainya.c.

Hak asy-Sakhsyi

Asy sakhsyi adalah hak yang ditetapkan syara bagi pribadi berupa kewajiban terhadap orang lain, seperti penjual untuk menerima harga barang yang dijualnya, dan hak pembeli terhadap barang yang dibelinya. Demikain pula hak seseorang terhadap utang, hak untuk menerima ganti rugi kerena hartanya dirampas atau dirusak, dan lain sebagainya. d. Hak al-aini

Hak al-Aini adalah hak seseorang yang ditetapkan syara terhadap suatu zat sehingga ia memiliki kekuasaan penuh untuk menggunakan dan

mengembangkan haknya itu. Sebagai contoh yaitu: hak untuk memiliki sesuatu benda, hak irtifaq pemanfaatan sesuatu,seperti jalan, saluran air dan hak terhadap benda yang dijadikan sabagai jaminan utang.

18

Ada baberapa keistimewaan atas haqq al-aini dan hak terhadap benda yang dijadikan sabagai jaminan utang.1) Haqq al-aini bersifat permanen dan mengikuti pemiliknya, sekalipun benda

itu berada di tangan orang lain. Umpamanya : apabila harta seseorang dicuri, kemudian dijual kepada orang lain, maka hak pemilik barang yang dicuri itu tetap ada dan dia berhak untuk menuntut agar hartanya itu dikembalikan. Sedangkan hak seperti ini tidak berlaku dalam dikembalikan. Sedangkan hak seperti ini tidak berlaku dalam haqq asy-sakhsyi. Perbedaan antara kedua hak tersebut adalah, hak seseorang dalam haqq al-aini, sedangkan haqq asysyakhsyi hak yang berkaitan dengan tanggung jawab seseorang yang telah mukallaf. Dalam haqq al-aini dapat berpindah tangan, sedangkan hak asysyakhsyi tidak dapat berpindah tangan dari pemiliknya.2) Haqq al-aini menjadi gugur apabila materinya hancur, sedangkan haqq asy-

syakhsyi tidak dapat digugurkan, kerena hak itu terdapat dalam diri seseorang, kecuali pemilik hak itu meninggal. Umpamanya haqq-syakhsyi yang berkaitan dengan uangnya, yang dipinjam musnah, hak syakhsyi pemberi utang tetap utuh, tidak gugur dengan musnah hak milik orang yang berutang. Hal ini disebabkan, utang itu berkaitan dengan tanggung jawab seseorang untuk membayarnya, bukan berkaitan langsung. Hal ini berarti, banyak tanggung jawab tidak boleh digugurkan. Kemudian ada beberapa macam haqq al-aini yang berkaitan dengan benda seperti:a)

Haqq al-Milkiyah adalah sesuatu hak yang memberikan kepada

pihak yang memilikinya kekuasaan atau kewenangan atas sesuatu

19

sehingga ia mempuyai kewenangan mutlak untuk menggunakan dan mengambil manfaat sepanjang tidak menimbulkan kerugian terhadap pihak lain.b)

Haqq Irtifa yaitu hak untuk memanfaatkan harta benda orang lain

melalui sebab-sebab yang dibenarkan oleh syara. Wahbab al Zuhaily mencatat lima sebab yang menimbulkan hak irtifa. Melaui Iarah , ijarah, wakaf, melaui ibahah.c)

Haqq al-Irtifaq adalah hak yang berlaku atas sesuatu benda tidak

bergerak untuk kepentingan benda tidak bergerak milik pihak lain. Hak irtifaq ini melekat pada benda-benda tidak bergerak yang saling berdampingan dan sama sekali tidak bergantung pada perubahan pemilikan atasnya. Sejauh ini yang membedakan antara hak irtifaq dengan hak intifa adalah; pertama; hak irtifaq dapat berlaku untuk kepentingan pribadi maupun milik umum, sedangkan hak intifa berlaku pada pemanfaatan benda pada pribadi tertentu. Kedua; Hak irtifaq selalu terkait dengan benda tidak bergerak, sedangkan hak intifa biasanya berlaku pada benda bergerak dan tidak bergerak. Hak irtifaq berlaku tidak terbatas dan dapat diwariskan, sedang hak intifa terbatas waktu. e. Hak mujjarrad dan ghairu mujarrad 1) Hak mujjarrad Hak mujjarrad adalah hak murni yang tidak meninggalkan bekas apabila digugurkan melaui perdamaian atau pemanfaatan. Umpamanya: dalam persoalan

20

utang. Jika pemberi utang menggugurkan utang tersebut, dalam pergertian tidak menuntut penggembalian utang itu, maka hal itu tidak memberi bekas sedikit pun bagi yang berutang.2) Haqq ghairu mujarrad

Hak ghairu mujarrad adalah suatu hak yang apabila digugurkan atau dimaafkan meninggalkan bekas terhadap orang yang dimaafkan. Umpamanya: dalam hak qisas. Apabila ahli waris terbunuh memaafkan pembunuh, pembunuh yang tadinya berhak dibunuh menjadi tidak berhak lagi. Hal ini berarti,

pembunuh yang tadinya halal di bunuh, menjadi haram. Karena telah dimaafkan oleh ahli warisnya. Inilah yang dimaksudkan berbekas bagi yang dimaafkan. Haqq ghairu mujarrad ini boleh dilakukan perdamaian dengan pemberian ganti rugi. Sedangkan hak mujarrad, tidak boleh dilakukan perdamaian dengan ganti rugi, ini menurut ulama Mazhab Hanafi.2.2.2. Macam- Macam Hak Milik Menurut Hukum Positif

Dalam ketentuan hukum agraria pembagian hak milik dapat dilihat dalam jumlah pemiliknya, yaitu 1. Hak milik perseorangan Hanya warga Negara Indonesia yang dapat mempunyai hak milik (pasal 21 ayat (1) UUPA). Ketentuan ini menentukan perseorangan yang hanya berkewarganegaraan Indonesia yang dapat mempunyai tanah hak milik.142. Hak milik bersama

14

Urip Santoso, Hukum Agrarian dan Hak-Hak Atas Tanah, Jakarta, Kencana, 2007,

hlm. 93

21

Dalam ketentuan kitab undang-undang hukum perdata, hak milik bersama ini dapat dibagi dalam dua bagian, yaitu; a. Hak milik bersama yang terikat Hak milik bersama yang terikat adalah ibarat suatu warisan yang sudah terbuka tapi belum dibagi. Khusus mengenai warisan yang belum terbuka, maka setiap orang (dalam hal ini para calon ahli warisanya) tidak diperkenankan untuk berbuat sesuatu dengan warisan yang belum terbuka tersebut. b. Hak milik bersama yang bebas Jika pada milik bersama yang terikat, mereka (orang-orang yang memiliki benda tersebut secara bersama), sejak semula memang tidak bermaksud untuk memiliki sesuatu benda secara bersama; maka dalam milik bersama yang bebas ini, adalah tujuan dari para pihak, dengan kesadaran mereka, bahwa mereka ini bermaksud untuk memiliki secara besama suatu benda, misalnya dengan cara membeli benda tersebut, dengan mmpergunakan uang besama. Dari rumusan tersebut tampak jelas, bahwa atas bagian mereka masingmasing dalam harta bersama yang bebas, masing-masing adalah bebas untuk berbuat atas bagian mereka masing-masing, baik untuk membebaninya dengan hak kebendaan yang terbatas maupun untuk menyerahkan atau mengalihkanya kepada pihak lain.15 Dalam hukum benda yang mengatur mengenai hal yang diartikan dengan benda dan hak-hak yang melekat di atasnya. Hukum perdata Eropa mengenal perbedaan tentang benda dalam beberapa macam.Kartini Muljadi & Gunawan Widjaja, Kedudukan Berkuasa dan Hak Milik Dalam Sudut pandang KUHPerdata, hlm. 200-20115

22

a. Benda yang dapat diganti dan benda yang tidak dapat diganti. b. Benda yang dapat diperdagangkan dan benda yang tidak dapat diperdagangkan. c. Benda yang dapat dibagi dan benda yang tidak dapat dibagi. d. Benda bergerak dan benda tidak bergerak. Dalam pembagian ini yang paling penting adalah mengenai benda bergerak dan benda tetap karena mempunyai akibat hukum tersendiri. Hukum adat membedakan benda ini antara benda tetap yaitu tanah dan benda lepas bukan tanah. Benda tetap yang diatur di dalam kitab undang-undang Hukum perdata Buku II telah diganti oleh Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960, tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria. Undang-undang ini mengatur mengenai hak-hak atas tanah di Indonesia. Hak-hak itu diuraikan dibawah ini;1. Hak milik ialah hak turun-temurun, terkuat dan terpenuh yang dapat

dipunyai orang atas tanah dengan mengingat adanya fungsi sosial. Hak milik itu dapat berpindah atau dipindahkan kepada pihak lain dari setiap warga Negara Indonesia.2. Hak guna usaha ialah hak untuk mengusahakan tanah yang dikuasai

langsung oleh Negara dalam jangka waktu paling lama 25 tahun. Yang dapat mempunyai hak guna usaha ini selain warga Negara Indonesia dan bekedudukan di Indonesia. 3. Hak guna bangunan ialah hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan-bangunan di atas tanah yang bukan miliknya sendiri dengan jangka

23

waktu paling lama 30 tahun. Yang dapat mempunyai hak guna bangunan ini, selain bagi warga Negara Indonesia juga pribadi hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia.4. Hak pakai ialah hak untuk menggunakan dan atau memungut hasil dari

tanah yang dikuasai langung oleh Negara atau tanah milik orang lain dengan memberikan wewenang dan kewajiban tertentu. Hak pakai ini diberikan dalam jangka waktu selama digunakan untuk keperluan tertentu, baik dengan sewa maupun tanpa sewa. Yang dapat mempunyai hak pakai ialah warga Negara Indonesia, orang asing di Indonesia, pribadi hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia, dan pribadi hukum asing yang mempunyai perwakilan di Indonesia. 5. Hak sewa untuk bangunan ialah penyewaan tanah dari orang lain untuk kepeluan bangunan melalui perjanjiaan sewa-menyewa tanah. Hak sewa ini dapat dilakukan oleh setiap orang sebagai penghuni di Indonesia, termasuk pribadi hukum Indonesia dan pribadi hukum asing yang mempunyai perwakilan di Indonesia.6. Hak membuka tanah dan memungut hasil hutan dapat dilakukan oleh

setiap warga Negara Indonesia yang ditentukan oleh peraturan pemerintah tanpa dapat memiliki tanahnya. 7. Hak guna air, pemeliharaan dan penangkapan ikan. Hak guna air ialah hak memperoleh air untuk keperluan tertentu dan atau mengalirkan air itu di atas tanah orang lain. Hak-hak ini ketentuannya diatur menurut peraturan pemerintah.

24

8. Hak guna ruang angkasa, memberikan wewenang untuk menggunakan

tenaga dan unsur-unsur lainnya dalam usaha memelihara kepentingan tanah, air dan kekayaan alam Indonesia.9. Hak-hak tanah untuk kepentingan suci dan sosial. Hak milik tanah dari

lembaga keagamaan dan sosial sepanjang digunakan untuk usaha dalam bidangnya, diakui dan dilindungi. Hukum benda bergerak sebagai benda lepas yang menciptakan hak-hak diatasnya menurut hukum adat. Hak-hak itu meliputi: a. b. c. d. Hak atas rumah; Hak atas tumbuh-tumbuhan; Hak atas ternak; Hak atas benda bergerak lainya

Semua hak ini berasaskan kepada adanya suatu pengertian yang terpisah dari hak atas tanah dari rumah yang melekat atau tumbuhan yang ada diatasnya.16

2.3. Konsep Hak Milik Atas Benda Dalam Hukum Islam dan Hukum Positif 2.3.1. Konsep Hak Milik Atas Benda Dalam Hukum Islam Menurut ajaran Islam, Allah SWT adalah pemilik yang sesungguhnya dan mutlak atas alam semesta. hal ini dapat dilihat dari firman Allah dalam Al- Quran surat Al-Baqarah ayat 284;

R. Abdoel Djamil, Pengantar Hukum Indonesia, Jakarta, PT. Raja Grafido Persada, 2006, hm. 16216

25

Artinya; Kepunyaan Allah-lah segala apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi. dan jika kamu melahirkan apa yang ada di dalam hatimu atau kamu menyembunyikan, niscaya Allah akan membuat perhitungan dengan kamu tentang perbuatanmu itu. Maka Allah mengampuni siapa yang dikehandaki-Nya dan menyiksa siapa yang dikehendaki-Nya; dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. Allah lah yang memberikan manusia karunia dan rezeki yang tak terhitung jumlahnya. Manusia dengan kepemilikannya adalah pemegang amanah dan khalifah Semua kekayaan dan harta benda merupakan milik Allah, manusia memilikinya hanya sementara, semata-mata sebagai suatu amanah atau pemberian dari Allah. Manusia menggunakan harta berdasarkan kedudukannya sebagai pemegang amanah dan bukan sebagai pemilik yang kekal.17 Karena manusia mengemban amanah mengelola hasil kekayaan di dunia, maka manusia harus bisa menjamin kesejahteraan bersama dan dapat mempertanggung jawabkannya dihadapan Allah SWT. Ikhtiyar dalam bentuk bekerja, bisnis dan usaha lain yang halal adalah merupakan sarana untuk mencapai kepemilikan pribadi. Dalam Islam, kewajiban datang lebih dahulu, baru setelah itu adalah Hak. Setiap Individu, masyarakat dan negara memiliki kewajiban tertentu. Dan sebagai hasil dari pelaksanaan kewajiban tersebut, setiap orang akan memperoleh hak-hakMonzer Kahf, Ekonomi Islam: Telaah Analitik Terhadap Fungsi Sistem Ekonomi Islam, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 1997, hlm. 4517

26

tertentu. Islam sangat peduli dalam masalah hak dan kewajiban ini. Kita diharuskan untuk mencari harta kekayaan dengan cara ikhtiyar tetapi dengan jalan yang halal dan tidak menzalimi orang lain. Selain itu, Kita juga tidak dibiarkan bekerja keras membanting tulang untuk memberikan manfaat kepada masyarakat tanpa balasan yang setimpal. Dalam kepemilikan Pribadi ada hak-hak umum yang harus dipenuhi. Islam mengakui hak milik pribadi dan menghargai pemiliknya, selama harta itu diperoleh dengan jalan yang halal. Dalam Islam ada lima syarat pemilikan yang dibenarkan sistem ekonomi Islam. Pertama; diperoleh melalui cara yang dibenarkan syara. Kedua; barang tersebut halal dan baik. Ketiga; dimanfaatkan tidak dengan cara yang berlebihan dan menyimpang. Keempat; menunaikan hak Allah atas barang tersebut berupa zakat dan perbuatan baik lainnya. Juga hak-hak kemasyarakatan lainnya yang memberikan manfaat bagi kemaslahatan umum. Kelima; tidak dimanfaatkan dengan tujuan yang memberikan mudharat kepada pihak lain, baik perorangan, kelompok dan ummat.18 Islam melarang setiap orang menzalimi dan merampas hak milik orang lain dengan azab yang pedih, terlebih lagi kalau pemilik harta itu adalah kaum yang lemah, seperti anak yatim dan wanita.19 Hak milik umum ialah pemilikan oleh umum dan manfaatnya untuk seluruh individu20. Pemanfaatan hak milik umum dilakukan atau diatur olehAbdul Halim Barkatullah & Teguh Prasetyo, Hukum Islam Menjawab Tantangan Zaman Yang Terus Berkembang, hlm. 223-2241920 18

http://Dimel2002.Multiply.Com/Journal/Item/11

Muhammad Al-Mubarak, Nizam Al-Islam Al-Iqtisad, Bairut Dar Al-Fikr, 1996, hal.93

27

Negara, karena Negara disini menjadi penanggung jawab atas keberadaan, distribusi dan pemanfaatanya. Pengelolaan hak milik umum bisa dilakukan oleh pihak swasta atau Negara. Namun mendapatkan izin Negara terlebih dahulu selaku penanggung jawab. Hak milik umum ditetapkan berdasarkan atas manfaat umum, sebab pemilikan atau penguasaan oleh sekelompok orang biasa berdampak negatif. Dalam hak umum ini, Negara bertindak sebagai caretaker atau pemegang amanat publik. Dalam hak milik umum ini ada pandangan yang berlaku dan berjalan parallel dan bersifat komplementer. Pandangan pertama melihat hak milik umum ini adalah milik sosial, dimana Negara hanya bertindak sebagai pengatur,pendistribusi dan penanggung jawab hak milik umum. Di dalam hak milik umum terdapat hak-hak individu dan masyarakat. Negara, dalam hal ini menjaga kepentingan antara individu dengan masyarakat yang terdapat dalam objek yang menjadi hak milik umum tersebut. Pandangan seperti ini dianut oleh Ibnu Taimiyah dan Taqiyuddin al-Nabhani Pandangan kedua menyebutkan, hak milik umum adalah hak milik Negara. Pandangan ini menyebut fasilitas umum seperti jalan, air sungai dan air laut, danau, bahkan tambang, tanah dan hamparan rumput merupakan hak milik Negara. Pandangan seperti ini berlaku umum dikalangan para ahli dan pemikir Islam. Oleh Ibnu Taimiyah, hak milik seperti ini adalah hak milik sosial. Menurutnya, hak milik Negara itu meliputi zakat, wakaf, hadiah, harta rampasan perang, pajak kekayaan tak bertuan benda. Hak milik Negara atau sumber kekayaan dan pendapatan Negara diadakan untuk penyelenggaraan tugas atau kewajiban Negara seperti, penyenggaraan pendidikan dan penegakan keadilan.

28

Menurut Al-Ghazali bahwa hak ialah suatu pengibaratan dari apa yang menjadi kuasa seorang manusia dengan cara mengambil manfaat dan hak keatas orang lain. Definisi ini juga mempunyai beberapa kelemahan dan masih sangat jauh dari yang dinginkan. Definisi ini tidak menggambarkan jenis-jenis hak secara keseluruhan, karena ia hanya di khususkan pada hak individu saja. Selain itu hak bukanlah kuasa yang diberikan, hanya saja telah diberikan kepada seseorang, maka seseorang telah mempunyai hak. Tidak selamanya hak selalu mengambil manfaat keatas harta orang lain, hal ini di contohkan kepada hak perwalian seorang ayah keatas anak kandungnya. Al-Qaadi husein dari fuqaha Syafiiyyah mendefinisikan hak sebagai suatu kuasa yang mewujudkan apa yang dimaksud oleh syaraMenurut ulama ushul hanafiyyah bahwa hak adalah sesuatu yang wujud dari segala aspek yang tidak boleh diragukan kewujudanya. Sedangkan Al-Shaatibii ulama ushul malkiyyah mengatakan bahwa setiap hukum syara. tidak terlepas dari hak Allah SWT, yaitu dari aspek pengabdian. Dan sesungguhnya hak Allah SWT terhadap hamba-Nya ialah untuk pengbdian kepada-Nya dan tidak mempersukutukan-Nya dengan yang lain. Mengabdikan diri kepada-Nya adalah dengan melaksanakan perintah-Nya dengan mutlak. Pendapat ini lebih condong kepada penjelasan hak bukan definisi dari pada hak. b.3.2 Konsep hak milik dalam hukum positif

Pemahaman konsep hak milik atas benda eksternal di luar diri manusia, seperti anggota tubuh memengang peranan penting dalam pandangan hukum. Hal ini akan menjadi penting, karena selain ada hak pribadi juga ada hak komunal.

29

Mengapa demikian, karena kembali lagi manusia hidup dalam masyarakat secara kodrati harus di dukung oleh hak pribadi sehingga dapat bertahan, sementara di sisi lain manusia secara kodrati hidup bermasyarakat. Grotius berpendapat bahwa hak milik pibadi sebagai hak eksklusif bukannya hak inklusif sebagai di unggkapkan Thomas. Hak eksklusif mengandung makna bahwa pemilik barang itu mempunyai hak sedemikian rupa sehingga ia mempunyai kekuasaan untuk mempertahankan dan menggunakannya secara eksklusif dengan tidak memberikan kemungkinan bagi orang lain untuk menuntut hak yang sama atas barang tersebut. Selain pandangan tersebut, Grotius menekankan bahwa setiap orang wajib melindungi warga lainnya, baik secara keseluruhan maupun secara individu. Dan untuk menyumbangkan secara pribadi hal-hal yang perlu untuk orang lain dan yang perlu untuk seluruh masyarakat. Aturan jenis kedua ini dikenal dengan istilah hak-hak tidak sempurna (imperfect rights). Hal ini banyak terkait dengan kualitas moral yang implementasinya tidak dapat dituntut atau dipaksakan. Sebagai contoh apabila dalam suatu komonitas yang hidup miskin, tertindas, individu tidak dapat dipaksa untuk mengulurkan belas kasihan atau kedermawannya, juga orang miskin atau tertindas tidak dapat memaksa orang kaya untuk mengulurkan kedermawanannya. Si miskin hanya dapat melakukan himbauan secara persuasif atau menggugah nurani rasa belas kasihan si kaya. Berangkat dari hak sempurna dan hak tidak sempurna tersebut Grotius mengklasifikasikan keadilan kedalam dua jenis keadilan, yaitu keadilan eksplesif dan keadilan atributif. Keadilan yang pertama merupakan konsep keadilan yang

30

sebenarnya, sedangkan keadilan kedua distributif atau keadilan ekonomi dan tidak termasuk keadilan sebenarnya. Keadilan ekonomi tidak bias dipaksakan dan hanya diserahkan kepada kemauan baik setiap orang dan tidak ada seorang pun untuk menuntut atas itu terhadap individu lainnya. Konsep pemilikan kesan dari pertumbuhan social, tanpa masyarakat kepemilikan tidak akan wujud. Perwujudan hak milik seiring dengan terujudnya masyarakat dan undang-undang telah lahir bersama dan mati bersama, hak milik juga juga tidak berujud. Ketika undang-undang di hapus, maka hak milik juga akan hilang atau tamat.suatu benda menjadi kepunyaan saya yang sah, apabila saya mempunyai hubungan yang rapat sekali dengan benda itu, sehingga orang lain yang menggunakannya tanpa seizin saya akan mengakibatkan kerugian pada pihak saya. Hubungan benda dengan pemiliknya dinamakan hak milik. Namun ada pendapat Austin yang mengatakan bahwa milik adalah suatu yang tidak ditetapkan penggunaanya, tidak dibatasi kecendrungannya, dan tidak diberikan jangka waktunya. Dari hal itu menggangap bahwa milik adalah hak mutlak atas barang. Oleh karena itu definisi hak milik menurut Austin sangat perlu dibicarakan. Austin mengatakan bahwa milik itu adalah satu hak, pendapat ini tertolak karena: milik bukan hanya satu hak tetapi adalah sekumpulan hak, berdasarkan analisa milik mengadung sekumpulan tuntutan, keistimewaan, kuasa barang yang dimiliki. Selanjutnya milik bukan hanya sekedar hak, tetapi ia juga dikatakan hubungan antara seseorang dengan barang. Oleh karena itu, milik menandakan

31

hubungan antara seseorang dengan barang yang terletak hak padanya, ini bermakna milik bukanya hak, tetapi hubungan seseorang dengan hak.

2.3.3 Landasan Hukum Pengakuan Hak Milik atas Benda

Allah telah menjadikan manusia sebagai wakilnya (khalifah) di atas bumi. Oleh karenanya, Allah menciptakan semua yang ada di atas bumi ini untuk dimanfaatkan bagi kepentingan umat manusia. Pemberian status ini dilengkapi dengan pemberian pedoman atau petunjuk bagi mereka, agar bisa memperoleh keselamatan, baik di dunia maupun di akhirat. Petunjuk Allah yang terakhir berbentuk ajaran Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad Saw. Atas dasar ini, maka para ulama merumuskan bahwa tujuan umum syariat Islam adalah untuk mewujudkan kemaslahatan umat manusia dengan memberikan perlindungan dan kecukupan bagi semua hal yang menjadi keniscayaan, kebutuhannya, dan kelengkapannya (tahqq mashlih al-ns bi tawfr dharriyytihim wa hjiyytihim wa tahsniyytihim). Keniscayaan atau keperluan dasar manusia yang harus diwujudkan dan dijaga eksistensinya adalah agama (ad-dn), akal (al-aql), jiwa (an-nafs), kehormatan (al-irdh), dan harta benda (al-ml). Dalam hal yang terakhir yakni tentang harta sebagai bahasan utama dalam hal ini Islam mendukung umatnya untuk memperoleh, memeliharanya, dan membelanjakannya secara benar. Sebaliknya, Islam mencegah tindakan-tindakan yang merusak dan menghilangkan harta benda ini, atau membelanjakannya secara tidak benar. Hak milik pribadi (individu) memang diakui oleh Islam, yang dapat diperoleh melalui tiga bentuk aktivitas ekonomi, yakni: 1. Melalui pertanian, yang antara lain disebutkan dalam Q.S. Abasa;

32

2. 3.

Melalui industri, yang antara lain disebutkan dalam Q.S. al-Hadd: 25; Melalui perdagangan dan jasa, yang antara lain disebutkan dalam Q.S.

Quraisy: 1-4;

Di samping itu, hak milik juga dapat diperoleh melalui warisan atau pemberian dari orang lain.

Memang pada hakikatnya harta itu milik Allah (real and absolute ownership), yang dititipkan kepada manusia (delegated and restricted ownership). Oleh karena itu, pencarian harta atau aktivitas ekonomi harus diniatkan untuk memperoleh karunia dan keridhaan Allah, yang berarti juga harus halal, sebagaimana disebutkan dalam firman-Nya: Dialah yang menjadikan bumi ini mudah bagi kamu, maka berjalanlah di segala penjurunya dan makanlah sebagian dari rizki-Nya. (Q.S. al-Mulk [67]: 15). Kepemilikan individu ini akan sangat kondusif bagi upaya untuk mendinamisasikan kehidupan keduniaan (ekonomi) umat, karena hal ini berarti memberikan kebebasan kepada mereka untuk dapat menikmati hasil sesuai dengan jerih payah mereka. Islam pun tidak membatasi pemilikan individu ini selama tidak menjadikan seseorang lupa kepada Allah, termasuk kewajibankewajiban yang telah ditetapkan-Nya berkaitan dengan pemilikan harta ini. Sejalan dengan pengakuan hak individu tersebut, Islam mengakui adanya ketidaksamaan pemilikan harta di antara mereka, sebagaimana firman Allah: Kami telah menentukan ekonomi mereka dalam kehidupan dunia, dan Kami telah melebihkan sebagian mereka atas lainnya beberapa tingkat, agar sebagian mereka dapat memanfaatkan lainnya. Dan rahmat Tuhanmu lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan. (az-Zukhruf [43]: 32)

33

Pengakuan akan hak milik individu tersebut diimbangi dengan kewajiban dalam bentuk kewajiban zakat serta anjuran (sunnah) infak dan sedekah bagi orang yang mampu. Hal ini dimaksudkan untuk menghilangkan kesenjangan ekonomi yang besar antara orang kaya dan orang miskin. Upaya pemerataan harus dilaksanakan oleh umat Islam, baik secara individual maupun secara kolektif, yang dilakukan oleh kelompok atau negara. Allah menegaskan dalam firman-Nya: Hai orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu. (al-Baqarah [2]: 267).

. agar harta itu tidak hanya beredar di antara orang-orang yang kaya saja di antara kamu. (al-Hasyr [59]: 7).

Islam mencela orang egois yang hanya memikirkan dirinya sendiri dan tidak memiliki solidaritas sosial. Orang yang demikian ini tidak mau mendermakan sebagian dari kekayaannya kepada orang yang membutuhkan bantuan, seperti anak yatim dan fakir miskin, sebagaimana firman Allah: Tahukah kamu orang yang mendustakan agama ? Itulah orang yang menghardik anak yatim, dan tidak menganjurkan memberi makan orang miskin (Q.S. al-Mn [107]: 1-3). Namun, upaya mewujudkan pemerataan tersebut sebenarnya tidak hanya bersifat karitatif, melainkan yang lebih penting adalah adanya kebijakan negara yang membela kepentingan masyarakat bawah (lemah). Dengan kata lain, upaya pemerataan yang paling efektif adalah penciptaan sistem dan kebijakan ekonomi suatu negara yang mendukung pemerataan (income distribution) ini.

34

Dengan demikian, Islam sangat mendorong prinsip saling membantu dan bekerjasama. Hal ini didasarkan karena manusia pada dasarnya bersaudara, yakni sama-sama sebagai anak keturunan Nabi Adam As. Di samping itu, manusia adalah mahluk sosial, yang berarti ia saling membutuhkan antara satu sama lainnya, karena ia tidak bisa mencukupi semua kebutuhannya sendiri. Firman Allah menyebutkan: Tolong menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan ketakwaan, dan janganlah tolong-menolong dalam perbuatan dosa dan pelanggaran. Dan, bertakwalah kamu kepada Allah. Sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya (alMidah [5]: 2). Ayat tersebut mengandung pengertian bahwa penggunaan harta itu tidak dibenarkan untuk membantu kemaksiatan dan permusuhan di antara sesama manusia, misalnya untuk pembangunan tempat-tempat perzinaan dan perjudian, serta permusuhan terhadap kelompok lain yang tidak disukai, dan sebagainya. Di samping itu, harta juga tidak diperbolehkan dipergunakan untuk hal-hal yang tidak berguna. Hal ini dalam Islam disebut sebagai mubadzir. Allah menegaskan dalam firman-Nya: Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga dekat hak mereka, juga kepada orang miskin dan orang dalam perjalanan. Dan janganlah kamu menghamburhamburkan hartamu secara mubadzir. Sesungguhnya orang-orang yang mempergunakan harta meraka secara mubadzir itu adalah saudara-saudara syetan, dan syetan itu sangat ingkar kepada Tuhannya. (al-Isr [17]: 26-27).

35

DAFTAR KEPUSTAKA

Ash Shiddieqy Teungku Muhammad Hasbi, Memahami Syariat Islam, Cet. 1, Ed. 2, (Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2000). A, Djazuli, Fiqih Siayasah, (Jakarta: Kencana, 2003). Ahmad Azhar Basyir, Garis-garis Besar Sistem Ekonomi, (Yogyakarta: UGM, 1978). Abdul Djamali, Hukum Islam, (Bandung: Mandar Maju, 1977). Ahmad Kosasih, HAM dalam Perspektif Islam, (Jakarta: Salemba Diniyah, 2003). Ali, Muhammad Daud, Hukum Islam: Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Islam di Indonesia, Cet. 8, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2000). Basyir, Ahmad Azhar, Asas-asas Hukum Muamalat (Hukum Perdata Islam), Ed. Revisi, (Yogyakarta: UII Press Yogyakarta, 2000). Departemen Pendiddikan Nasional, Kamus Besar Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2002). Frieda Husni Hasbullah, Hukum Kebendaan Perdata, Hak-Hak yang Memberi Kenikmatan, (Jakarta Selatan: Ind, Hil-Co).

36

Gemala Dewi, Hukum Perikatan Islam Di Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2006) Hendi suhendi, Fiqh Muamalah,(Jakarta, RajaGrafindo Persada, 2007). Kuntjoro Purbopranoto, Hak-Hak Asasi Manusia dan Pancasila, (Jakarta: Pradya Paramitha, 1982). R. Abdoel Djamali, Pengantar Hukum Indonesia, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2006). M. Ali Hasan, Berbagai Macam Transaksi dalam Islam, (Jakarta: Grafindo Persada, 2003. Praja, S. Juhaya, Filsafat Hukum Islam, (Bandung: Pusat Penerbitan universitas LPPM Universitas Islam Bandung, 1995). Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi ketiga, (Jakarta: Balai Pustaka, 2002). Suherman, Ade Maman, Pengantar Perbandingan Sistem Hukum, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2004).