SKRIPSI -...
Transcript of SKRIPSI -...
SKRIPSI
ANALISIS PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI DAN
KEMISKINAN TERHADAP INDEKS PEMBANGUNAN
MANUSIA PADA KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI
SULAWESI SELATAN
SASKIA DARWIS
JURUSAN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2013
SKRIPSI
ANALISIS PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI DAN
KEMISKINAN TERHADAP INDEKS PEMBANGUNAN
MANUSIA PADA KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI
SULAWESI SELATAN
sebagai salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi
disusun dan diajukan oleh
SASKIA DARWIS
A11109254
Kepada
JURUSAN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2013
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah puji syukur saya panjatkan kepada ALLAH SWT yang telah
melimpahkan karunia-Nya dan memberikan kekuatan serta segala kemudahan
dalam menghadapi setiap masalah hidup, sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi yang berjudul “Analisis Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi dan
Kemiskinan terhadap Indeks Pembangunan Manusia pada Kabupaten/Kota
di Provinsi Sulawesi Selatan” guna memenuhi salah satu syarat untuk
menyelesaikan Program Sarjana (S1) Jurusan Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi
dan Bisnis Universitas Hasanuddin.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini tidak lepas dari
bantuan, bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak secara langsung maupun
tidak langsung. Untuk itu pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima
kasih kepada :
1. Bapak Prof. Dr. H.Muh.Ali, SE.,MS., selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan
Bisnis Universitas Hasanuddin..
2. Ibu Prof. Dr. Hj.Rahmatia, MA., selaku Ketua Jurusan Ilmu Ekonomi Fakultas
Ekonomi dan Bisnis Universitas Hasanuddin.
3. Bapak Dr. H.Agussalim, SE.,M.Si., selaku dosen pembimbing I dan
Ibu Dr. Hj.Nursini, SE., MA., selaku dosen Pembimbing II atas segala arahan,
bimbingan dan saran serta waktu yang telah diberikan kepada penulis
selama penyusunan skripsi.
4. Kedua Orangtuaku H.Muh.Darwis dan Hj.Madinah atas kasih sayang yang
tulus, perhatian dan pengorbanan yang begitu besar serta doa yang tiada
henti dipanjatkan untukku.
5. Bapak dan Ibu staf Kantor Badan Pusat Statistik Provinsi Sulawesi Selatan,
atas bantuannya dalam pelayanan dan penyediaan data yang sangat
membantu penyusunan skripsi ini.
6. Bapak Muh. Agung Ady Mangilep SE.,M.Si, Hamrullah SE.,M.Si, dan Drs.
Ilham Tajuddin M.Si, selaku penguji yang telah memberikan saran yang
sangat berguna bagi penulis.
7. Ibu Dra. Hj.Fatmawati M.Si, selaku penasihat akademik yang telah
membantu dan membimbing penulis dalam perencanaan studi mata kuliah
selama masa perkuliahan.
8. Bapak dan Ibu Dosen yang telah memberikan bekal ilmu pengetahuan
kepada penulis selama menuntut ilmu di Fakultas Ekonomi dan Bisnis.
9. Pak Hardin, Pak Parman dan seluruh staf Administrasi Fakultas Ekonomi dan
Bisnis Universitas Hasanuddin atas info dan bantuannya dalam hal mengurus
administrasi.
10. My Big Family…Saudara2ku; K’Cacca (kakak teladan bangett, tetapkan
target, usaha en capai..siipp), K’Arny, K’Fila, K’Marwah, K’Mimmi, K’Beba,
K’Ria (sista2 super heboh,,with kalian slalu seruuu :*), dan Arda (adekku
satu2nya, u’r a millioner..paling banyak membantu aku pkoknya, hehee).
Keponakan2ku; Alif, Dirga, Pipink, Fadhil, Kifli, Rizal, Hildi (belajar yang rajin
en jangan kebanyakan keluyuran), Ina, Debhy, Sasha, Suci (my princess,
tetep berprestasi cantik), Ghifari, Dedhe, Suud dan Chyca (jagoan cilik hiper
aktif..so cute)
11. Teman-teman Spartans IE’09 FEUH terima kasih atas kebersamaan dan
berbagi semangatnya…tenkz to Lisda dan Fitri (kalian berdua motivator
terbaik deh, paling ngertii aku soalnya :P), Yoshi, Resi, Fany dan Nisa
(tenkz bangett atas kebersamaan en seru2annya disaat aku galau, heheey
ingat 23April2016 nanti yaa :*), Rifa, Ulay, TikaSan dan Rahma (klo penn
jokka keliling mall ++ngeKFCong paling asiik bareng kalian yang
JagonyAyam..haha :D), Imha, Tami, Muge, dan Yuyun (kompak slalu yaa
sist’...@imaTami rencana bisnis kita dulu bemana nih? Hihii), Tika,
Debhy, dan Rara (wuiih’ cewek2 cantik dan modis, keep spirit cyin),
Caca (ibu ketua kita,,pkoknya wanita terhebat deh salut!!), Lidya,
Anig, Daya, dan Novi (cepet2 nyusun en nyusul juga dong say :*),
Ekhy, Devi, dan Farel (ntah kemana lagi geng geol ini berlabuh,,jarang
ketemu dikampuz), K’Ancha,SE (boleh dong aku ngikutin jejak
kesuksesanmu..amin), Uky, Komar dan Kanda Zul (tenkz atas smw info en
dukungannya, sorii klo aku sering ngerepotin kalian..the best friend deh ),
Fiky dan Arzad (hahahaa, paling sentimental :P), Mas Indra, Mail dan
Sammy (nda kangen apa main @MBC lagi), Ardi, Nasrun, Mamet, Fadel,
Boge, Kingking, Accul, Anas, Mancex, Ony, Yassir, Rusman, Abduh,
Cakra, Irfan, dan Alif (masbro Spartans….alwaystogether ҈ ), Chris, Dewa,
Manto, dan Akbar (pemegang saham wifi fisB skitar pukul10.00 hoho :D),
Adrian, Wawan, Kele, Firman, dan Daud (tetep semangat yah semua).
12. Teman-teman seperjuangan KKN Reguler Gel.82, K’Echa, Mupenk, Ocank,
Sukma, *Ulay dan Rifa* double tenkz nie (kangen maen uno, joker, apalagi
games jujur2an..hehe //satupersatu rahasia terbuka).
13. Best friend.. Iepho, Anha, Nunhy dan Diva (target kita jadi sarjana 2013
alhamdulilah tercapai, next selamat datang di dunia kerja, and then yang
paling penting nih nyusul Ny.Wawan..hihii :*).
14. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang dengan tulus
memberikan motivasi dan doa sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.
Semoga segala amal baik kalian tersebut akan memperoleh balasan
rahmat dan karunia dari Allah SWT, Amin.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan.
Dengan segenap kerendahan hati, penulis berharap semoga segala kekurangan
yang ada pada skripsi ini dapat dijadikan bahan pembelajaran untuk penelitian
yang lebih baik di masa yang akan datang, dan semoga skripsi ini dapat
bermanfaat bagi penulis khususnya dan pembaca pada umumnya.
Makassar, 13 Mei 2013
SASKIA DARWIS
ABSTRAK
Analisis Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi dan Kemiskinan terhadap Indeks
Pembangunan Manusia pada Kabupaten/Kota di Provinsi Sulawesi Selatan
Saskia Darwis
Agussalim
Nursini
Paradigma pembangunan menempatkan manusia (penduduk) sebagai
fokus dan sasaran akhir dari seluruh kegiatan pembangunan. Penelitian ini
bertujuan untuk menganalisis pengaruh pertumbuhan ekonomi dan tingkat
kemiskinan terhadap indeks pembangunan manusia pada Kabupaten/Kota di
Provinsi Sulawesi Selatan periode tahun 2007-2011. Metode yang digunakan
dalam penelitian ini adalah panel data dengan pendekatan efek tetap (fixed effect
model), dan menggunakan jenis data sekunder yang bersumber dari Kantor
Badan Pusat Statistik (BPS) Sulawesi Selatan yang terdiri dari data Indeks
Pembangunan Manusia, Pertumbuhan Ekonomi dan Tingkat Kemiskinan
menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Sulawesi Selatan tahun 2007-2011. Data
tersebut diolah dengan menggunakan software computer (Eviews 5.0). Hasil
penelitian menunjukkan bahwa nilai adjusted R square sebesar 0,973741 dan
secara simultan variabel independen berpengaruh signifikan terhadap variabel
dependen., serta secara parsial variabel Pertumbuhan Ekonomi berpengaruh
positif sebesar 0,041% dan signifikan terhadap Indeks Pembangunan Manusia,
dan variabel Tingkat Kemiskinan berpengaruh negatif sebesar 0,321% dan
signifikan terhadap Indeks Pembangunan Manusia pada Kabupaten/Kota di
Provinsi Sulawesi Selatan.
Kata Kunci: Indeks Pembangunan Manusia, Pertumbuhan Ekonomi, dan
Tingkat Kemiskinan.
ABSTRACT
Analysis Effect of Economic Growth and Poverty on the Human
Development Indeks in the Regency or City at Province of South Sulawesi
Saskia Darwis
Agussalim
Nursini
Putting human development paradigm as the focus and ultimate goal of
all development activities. This study aimed to analyze the effect of economic
growth and the level of poverty on human development index in the regency or
city in the province of South Sulawesi year period 2007-2011. The method used
in this study are panel data and fixed effects approach, and using this type of
secondary data sourced from the Office of Badan Pusat Statistik (BPS) South
Sulawesi consists of the Human Development Index data, Economic Growth and
Poverty Level by regency or city in South Sulawesi province in 2007-2011. The
data is processed using computer software (Eviews 5.0). The results showed that
the value of adjusted R square of 0.973741 and simultaneous independent
variables significantly influence the dependent variable., As well as partial
variables have positive economic growth by 0.041% and significant impact on the
Human Development Index and Poverty Levels variables negatively by 0.321 %
and significant impact on the Human Development Index in the regency or city in
the province of South Sulawesi.
Keywords : Human Development Index, Economic Growth, and Poverty.
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN SAMPUL ................................................................................................ i
HALAMAN JUDUL .................................................................................................. ii
HALAMAN PERSETUJUAN .................................................................................. iii
HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................... iv
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN ................................................................... v
KATA PENGANTAR ............................................................................................... vi
ABSTRAK .............................................................................................................. ix
ABSTRACT ............................................................................................................. x
DAFTAR ISI ........................................................................................................... xi
DAFTAR TABEL .................................................................................................. xiv
DAFTAR GAMBAR ................................................................................................ xv
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................... xvi
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ..................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................... 6
1.3 Tujuan Penelitian ................................................................................. 7
1.4 Manfaat Penelitian ............................................................................... 7
1.5 Sistematika Penulisan ......................................................................... 8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .............................................................................. 9
2.1 Landasan Teoritis ............................................................................... 9
2.1.1 Konsep Pembangunan Manusia ............................................. 9
2.1.2 Konsep Indeks Pembangunan Manusia (IPM) ...................... 10
2.1.3 Komponen-komponen IPM .................................................... 11
2.1.3.1 Indeks Kesehatan .................................................... 11
2.1.3.2 Indeks Pendidikan.................................................... 12
2.1.3.3 Indeks Daya Beli ...................................................... 12
2.1.4 Penghitungan Indeks Pembangunan Manusia ..................... 13
2.1.5 Defenisi Pertumbuhan Ekonomi............................................. 14
2.1.6 Teori Pertumbuhan Ekonomi ................................................ 15
2.1.7 Konsep Kemiskinan ............................................................... 17
2.1.8 Pengukuran Kemiskinan ...................................................... 20
2.1.9 Penyebab Kemiskinan .......................................................... 21
2.2 Hubungan Antar Variabel ............................................................... 23
2.2.1 Hubungan Pertumbuhan Ekonomi dengan IPM .................... 23
2.2.2 Hubungan Kemiskinan dengan IPM ...................................... 26
2.3 Tinjauan Empiris ............................................................................... 28
2.4 Kerangka Pikir ................................................................................. 31
2.5 Hipotesis Penelitian .......................................................................... 32
BAB III METODE PENELITIAN ............................................................................ 33
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ........................................................... 33
3.2 Variabel Penelitian ............................................................................ 33
3.3 Jenis dan Sumber Data ................................................................... 33
3.4 Metode Pengumpulan Data ............................................................. 34
3.5 Model Analisis .................................................................................. 34
3.6 Uji Penyimpangan Asumsi Klasik ................................................... 35
3.6.1 Uji Multikolinearitas................................................................. 35
3.6.2 Uji Heteroskedastisitas ........................................................... 36
3.6.3 Uji Normalitas ......................................................................... 36
3.6.4 Uji Autokorelasi ....................................................................... 36
3.7 Uji Statistik ...................................................................................... 37
3.7.1 Uji Kofisien Determinasi (R-square) ....................................... 37
3.7.2 Uji F (F-tes)............................................................................... 37
3.7.3 Uji T (T-test) .............................................................................. 37
3.8 Defenisi Operasional Variabel .......................................................... 38
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................... 39
4.1 Gambaran Umum Wilayah Penelitian .............................................. 39
4.1.1 Kondisi Geografis .................................................................. 39
4.1.2 Kondisi Demografis ................................................................ 40
4.2 Perkembangan Variabel Penelitian .................................................. 42
4.2.1 Perkembangan IPM ................................................................ 42
4.2.2 Perkembangan Pertumbuhan Ekonomi ................................. 49
4.2.3 Perkembangan Tingkat Kemiskinan ...................................... 53
4.3 Analisis Data ..................................................................................... 57
4.3.1 Hasil Uji Penyimpangan Asumsi Klasik ................................. 57
4.3.1.1 Uji Multikolinearitas .................................................. 57
4.3.1.2 Uji Autokorelasi ........................................................ 58
4.3.1.3 Uji Heteroskedastisitas ............................................ 59
4.3.1.4 Uji Normalitas ........................................................... 60
4.3.2 Hasil Uji Statistik .................................................................. 61
4.3.2.1 Koefisien Determinasi (Uji R2) .................................. 61
4.3.2.2 Pengujian Signifikansi secara Simultan (Uji F) ........ 62
4.3.2.3 Pengujian Signifikansi secara Parsial (Uji t) ............ 63
4.3.3 Interpretasi Model ................................................................... 64
4.3.3.1 Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi terhadap IPM .... 65
4.3.3.2 Pengaruh Tingkat Kemiskinan terhadap IPM .......... 67
4.3.3.3 Elastitisitas Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi dan
Tingkat Kemiskinan terhadap IPM…….…………... 68
4.3.3.4 Perbandingan Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi
dan Kemiskinan masing-masing Kab/Kota .............. 68
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN .................................................................... 71
5.1 Kesimpulan ....................................................................................... 71
5.2 Saran.................................................................................................. 72
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................. 73
LAMPIRAN ........................................................................................................... 76
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
4.1 Luas Wilayah, Jumlah Penduduk dan Kepadatan Penduduk
menurut Kabupaten/Kota di Sulawesi Selatan tahun 2010 ...................... 40
4.2 IPM tertinggi dan terendah di Sulawesi Selatan, 2007-2011 .................... 42
4.3 IPM menurut Kabupaten/Kota di Sulawesi Selatan, 2007-2011 .............. 44
4.4 IPM Kabupaten/Kota menurut Indeks Kompositnya tahun 2011 .............. 47
4.5 PDRB atas Harga Konstan dan PDRB atas Harga Berlaku
menurut Kabupaten/Kota di Sulawesi Selatan tahun 2011 ..................... 49
4.6 Laju Pertumbuhan PDRB atas Dasar Harga Konstan 2000 menurut
Kabupaten/Kota di Sulawesi Selatan, 2007-2011 .................................... 51
4.7 Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin di Sulsel 2007-2011 .............. 53
4.8 Jumlah Penduduk Miskin menurut Kabupaten/Kota di
Sulawesi Selatan Tahun 2011 ................................................................... 54
4.9 Persentase Penduduk Miskin menurut Kabupaten/Kota di Sulawesi
Selatan, 2007-2011 ................................................................................... 55
4.10 Uji Multikolinearitas .................................................................................... 58
4.11 Uji Autokorelasi .......................................................................................... 59
4.12 Hasil Uji R square ...................................................................................... 62
4.13 Hasil Uji Statistik F ..................................................................................... 63
4.14 Hasil Uji Statistik t ...................................................................................... 64
4.15 Model Pengaruh Pertumbuhan ekonomi dan Tingkat Kemiskinan
terhadap IPM di masing-masing Kab/Kota di Sulsel ................................. 69
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1.1 Perbandingan IPM Sulsel dengan IPM Nasional 2007-2011 .................. 4
2.1 Kerangka Pikir Penelitian ....................................................................... 31
4.1 Perbandingan IPM Kab/Kota di Sulawesi Selatan 2007 dan 2011 ....... 43
4.2 Perkembangan Rata-rata IPM Kab/Kota di Sulawesi Selatan .............. 46
4.3 Perkembangan Rata-rata Pertumbuhan Ekonomi Kab/Kota di
Sulawesi Selatan .................................................................................... 52
4.4 Perkembangan Rata-rata Tingkat Kemiskinan Kab/Kota di
Sulawesi Selatan .................................................................................... 56
4.5 Hasil Uji Normalitas ................................................................................ 60
4.6 Hasil Uji Heteroskedastisitas .................................................................. 61
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1 Data Pertumbuhan Ekonomi, Tingkat Kemiskinan dan Indeks
Pembangunan Manusia pada Kab/Kota di Sulsel 2007-2011 ......... 77
2 Hasil Regresi Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi dan Tingkat
Kemiskinan terhadap Indeks Pembangunan Manusia ...................... 81
3 Estimasi Persamaan Regresi Masing-Masing Kab/Kota ................. 82
4 Surat Keterangan Penelitian di BPS Sulawesi Selatan .................... 84
5 Biodata .............................................................................................. 85
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pembangunan merupakan suatu proses perubahan yang membuat
keadaan di masa yang akan datang menjadi lebih baik dibandingkan dengan
keadaan sekarang. Pembangunan merupakan syarat mutlak bagi kelangsungan
hidup suatu negara. Dalam pelaksanaannya, pembangunan memiliki berbagai
kompleksitas masalah. Pembangunan nasional pada dasarnya bertujuan untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang adil dan merata bagi seluruh
rakyat Indonesia. Pembangunan manusia atau peningkatan kualitas sumber
daya manusia menjadi hal yang sangat penting dalam strategi kebijakan
pembangunan nasional. Penekanan terhadap pentingnya peningkatan sumber
daya manusia dalam pembangunan menjadi suatu kebutuhan. Kualitas manusia
di suatu wilayah memiliki andil besar dalam menentukan keberhasilan
pengelolaan pembangunan di wilayahnya.
Pembangunan manusia merupakan model pembangunan yang ditujukan
untuk perluasan pilihan-pilihan kepada penduduk melalui upaya pemberdayaan
penduduk yang dicapai melalui upaya yang menitikberatkan pada peningkatan
kemampuan dasar manusia yaitu meningkatnya derajat kesehatan,
pengetahuan, dan keterampilan agar dapat sepenuhnya berpartisipasi di segala
bidang pembangunan (United Nation Development Programme, UNDP). Dengan
demikian penduduk merupakan tujuan akhir dan pembangunan sebagai sarana
untuk mencapai tujuan. Untuk mencapai tujuan pembangunan manusia tersebut
terdapat empat hal pokok yang harus diperhatikan, yaitu produktivitas,
pemerataan, kesinambungan, dan pemberdayaan.
Paradigma pembangunan menempatkan manusia (penduduk) sebagai
fokus dan sasaran akhir dari seluruh kegiatan pembangunan, yaitu tercapainya
penguasaan atas sumber daya (pendapatan untuk mencapai hidup layak),
peningkatan derajat kesehatan (usia hidup panjang dan sehat) dan peningkatan
pendidikan (kemampuan baca tulis dan keterampilan untuk dapat berpartisipasi
dalam masyarakat dan kegiatan ekonomi). Konsep pembangunan manusia
tersebut pada dasarnya mencakup dimensi pembangunan yang sangat luas.
Lebih luas dari definisi pembangunan yang hanya menitikberatkan pada
pertumbuhan ekonomi.
Untuk melihat sejauh mana keberhasilan pembangunan dan
kesejahteraan manusia, UNDP telah menerbitkan suatu indikator yaitu Indeks
Pembangunan Manusia (IPM) untuk mengukur kesuksesan pembangunan dan
kesejahteraan suatu negara. IPM adalah suatu tolak ukur angka kesejahteraan
suatu daerah atau negara yang dilihat berdasarkan tiga dimensi yaitu: angka
harapan hidup pada waktu lahir (life expectancy at birth), angka melek huruf
(literacy rate) dan rata-rata lama sekolah (mean years of schooling), dan
kemampuan daya beli (purchasing power parity).
Dalam Indonesian Human Development Report, dijelaskan bahwa
perkembangan pembangunan manusia selama ini sangat tergantung pada
pertumbuhan ekonomi dari awal 1970-an sampai akhir 1990-an. Pertumbuhan
ekonomi meningkatkan persediaan sumberdaya yang dibutuhkan pembangunan
manusia. Peningkatan sumberdaya bersama dengan alokasi sumberdaya yang
tepat serta distribusi peluang yang semakin luas, khususnya kesempatan kerja
akan mendorong pembangunan manusia lebih baik. Pertumbuhan ekonomi
harus dikombinasikan dengan pemerataan hasil-hasilnya. Pemerataan
kesempatan harus tersedia bagi semua orang, perempuan maupun laki-laki
harus diberdayakan untuk berpartisipasi dalam perencanaan dan pelaksanaan
keputusan-keputusan penting yang mempengaruhi kehidupan mereka.
Pertumbuhan terjadi pada saat produk domestik regional bruto meningkat,
artinya pendapatan meningkat yang memungkinkan manusia mengalokasikan
pengeluaran untuk kesehatan dan pendidikan dan pada gilirannya meningkatkan
pembangunan manusia yang juga akan memperbaiki tingkat produktifitas tenaga
kerja.
Rumah tangga masyarakat juga memegang peranan penting dalam
pembangunan manusia, di mana pengeluaran rumah tangga memiliki kontribusi
langsung terhadap pembangunan manusia, seperti: makanan, kesehatan dan
pendidikan. Pengeluaran rumah tangga ditentukan oleh pendapatan. Penduduk
miskin akan lebih banyak atau bahkan seluruh pendapatannya digunakan untuk
kebutuhan makanan, dibandingkan penduduk kaya. Akibatnya penduduk miskin
tidak memiliki kesempatan untuk mendapatkan pendidikan dan pelayanan
kesehatan yang layak jika hanya mengandalkan pendapatannya. Di sinilah
perlunya campur tangan pemerintah untuk membantu penduduk yang kurang
mampu atau miskin (Ginting, 2008).
Kemiskinan akan menghambat individu untuk mengonsumsi nutrisi
bergizi, mendapatkan pendidikan yang layak serta menikmati lingkungan yang
menunjang bagi hidup sehat. Dari sudut pandang ekonomi kesemuanya itu akan
menghasilkan sumber daya manusia yang kurang berkualitas, atau dapat
dikatakan memiliki tingkat produktivitas yang rendah. Hal ini juga berimbas pada
terbatasnya upah/pendapatan yang dapat mereka peroleh. Sehingga dalam
perkembangannya hal ini akan mempengaruhi tingkat pembangunan manusia di
suatu daerah.
Dalam kasus di Provinsi Sulawesi Selatan sendiri, data publikasi BPS
memperlihatkan bahwa secara absolut, IPM Sulawesi Selatan telah mengalami
peningkatan dalam beberapa tahun terakhir. Dari hasil perhitungan pada tahun
2011 IPM Provinsi Sulawesi Selatan secara nasional berada pada peringkat 19.
Selama periode 2007 hingga 2011 nilai IPM Sulawesi Selatan meningkat sekitar
2,52 persen selama kurun waktu lima tahun. Jika dibandingkan dengan provinsi
lain di Indonesia maka peningkatan nilai IPM Sulawesi Selatan merupakan
peningkatan tertinggi dan tercepat ketiga setelah provinsi Kalimantan Timur dan
D.I. Yogyakarta (BPS, 2011)
Gambar 1.1.Perbandingan Indeks Pembangunan Manusia Sulawesi Selatan
dengan Nasional
Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi Sulawesi Selatan
Gambar1.1 menunjukkan bahwa angka Indeks Pembangunan Manusia di
Sulawesi Selatan cenderung naik setiap tahunnya, dari tahun 2007 sebesar
69,62 hingga tahun 2011 sebesar 72,14. Akan tetapi indeks pembangunan
manusia Sulawesi Selatan masih dibawah indeks pembangunan manusia
nasional. Dapat dilihat bahwa angka IPM Sulawesi Selatan relatif rendah
dibanding dengan angka IPM Nasional. Hingga pada tahun 2011 angka IPM
Sulawesi Selatan mencapai 72,14 sedangkan angka IPM nasional sebesar
72,77.
68
69
70
71
72
73
2007 2008 2009 2010 2011
Nasional
Sul-Sel
70.59
69.62
72.77
72.14
71.17
70.22
71.76
70.94
72.27
71.62
Apabila ditelusuri lebih lanjut, angka IPM Sulawesi Selatan relatif rendah
dibanding dengan angka IPM Nasional dilihat dari ketiga komponen Indeks
Pembangunan Manusia ternyata indeks pendidikan menjadi penyebabnya, lebih
jauh lagi bahwa angka melek huruf dan rata-rata lama sekolah yang membentuk
indeks pendidikan tersebut juga berada dibawah posisi angka nasional. Angka
melek huruf secara Nasional pada tahun 2011 sudah mencapai 92,99 persen,
sedangkan Sulawesi Selatan baru mencapai 88,07 persen. Indikator angka
melek huruf menunjukkan kinerja yang paling mengkhawatirkan, bukan hanya
karena memiliki kesenjangan yang sangat tajam dengan angka nasional, tetapi
juga bergerak naik sangat lamban. Begitu pula rata-rata lama sekolah secara
nasional tahun 2011 sudah mencapai 7,94 tahun, sedangkan Sulawesi Selatan
baru mencapai 7,92 tahun. Sedangkan indeks lainnya mempunyai posisi di atas
angka nasional, angka harapan hidup secara nasional pada tahun 2011 yaitu
69,65 tahun sedangkan Sulawesi Selatan telah mencapai angka 70,2 tahun.
Adapun paritas daya beli di tingkat nasional pada tahun 2011 sebesar
Rp.638.050 sedangkan di Sulawesi Selatan paritas daya beli lebih tinggi yaitu
Rp.640.300 (BPS, 2011)
Angka pertumbuhan ekonomi Sulawesi Selatan pada tahun 2010
mencapai angka tertinggi selama periode 10 tahun terakhir yaitu sebesar 8,19
persen setelah sebelumnya sedikit melambat, dan kemudian kembali melambat
pada tahun 2011 sebesar 7,65 persen. Adapun tingkat kemiskinan di Sulawesi
Selatan pada tahun 2011 mengalami penurunan yaitu dari 11,4 persen di tahun
2010 menjadi 10,27 persen.
Dengan laju pertumbuhan ekonomi di Sulawesi Selatan yang berfluktuatif
dari tahun ke tahun tetapi cenderung mengalami trend positif yang berarti jumlah
PDRB meningkat dibarengi menurunnya tingkat kemiskinan di Sulawesi Selatan,
sudah seharusnya peningkatan laju indeks pembangunan manusia juga dapat
meningkat secara signifikan sebesar peningkatan laju pertumbuhan serta
penurunan tingkat kemiskinan. Tetapi dalam kenyataannya meskipun
perkembangan IPM Sulawesi Selatan mengalami kenaikan tetapi kenaikannya
tidaklah terlalu besar.
Berdasarkan fenomena yang terjadi, maka saya tertarik mengkaji
masalah yang terjadi di Sulawesi Selatan dengan melakukan suatu penelitian
dalam judul skripsi “Analisis Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi dan
Kemiskinan terhadap Indeks Pembangunan Manusia pada Kabupaten/Kota
di Provinsi Sulawesi Selatan”
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang sebelumnya, pembangunan manusia
merupakan suatu bentuk investasi modal manusia dalam usaha ikut serta dalam
pembangunan nasional. Rendahnya pembangunan manusia dapat dilihat dari
Indeks Pembanguan Manusia yang mencakup tiga dimensi yaitu kesehatan,
pendidikan dan kehidupan yang layak. Dalam hal ini, dengan pertumbuhan
ekonomi yang tinggi berarti pendapatan meningkat yang memungkinkan untuk
dialokasikan pada pengeluaran untuk pendidikan dan kesehatan yang pada
akhirnya akan meningkatkan pembangunan manusia. Selain itu, disisi lain
kemiskinan dapat menghambat pembangunan manusia. Seseorang yang miskin
akan sulit untuk mengonsumsi nutrisi bergizi, mendapatkan pendidikan yang
layak serta menikmati lingkungan yang menunjang bagi hidup sehat. Dari sudut
pandang ekonomi kesemuanya itu akan menghasilkan sumber daya manusia
yang kurang berkualitas, atau memiliki tingkat produktivitas yang rendah dan
berimbas pada terbatasnya upah/pendapatan yang dapat mereka peroleh.
Berdasarkan uraian di atas maka rumusan masalah dalam penelitian ini
adalah bagaimana pengaruh pertumbuhan ekonomi dan tingkat kemiskinan
terhadap indeks pembangunan manusia pada Kabupaten/Kota di Provinsi
Sulawesi Selatan periode tahun 2007-2011?
1.3. Tujuan Penelitian
Sehubungan dengan judul penelitian serta rumusan masalah yang telah
dikemukakan, maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh
pertumbuhan ekonomi terhadap indeks pembangunan manusia pada
Kabupaten/Kota di Provinsi Sulawesi Selatan dan pengaruh tingkat kemiskinan
terhadap indeks pembangunan manusia pada Kabupaten/Kota di Provinsi
Sulawesi Selatan.
1.4. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini yaitu sebagai bahan masukan atau informasi
kepada para pengambil kebijakan pada pemerintah baik pemerintah pusat
maupun daerah serta instansi terkait dalam menentukan langkah-langkah
kebijakan dalam meningkatkan indeks pembangunan manusia dengan
meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan mengurangi tingkat kemiskinan.
Serta sebagai bahan ilmu pengetahuan bagi penulis dan pihak-pihak lain
dalam menambah wawasan, dan juga sebagai bahan referensi dan pembanding
untuk penelitian lebih lanjut bagi mahasiswa ataupun pihak lain yang tertarik
pada penelitian yang sejenis mengenai pengaruh pertumbuhan ekonomi dan
kemiskinan terhadap Indeks Pembangunan Manusia dengan memasukkan
determinan atau variabel– variabel lain yang turut mempengaruhi IPM.
1.5. Sistematika Penulisan
Sistematika dalam penulisan skripsi ini dibagi menjadi 5 (lima) bab, yang
masing-masing bab membahas sebagai berikut:
BAB I Pendahuluan
Pada bab ini berisi mengenai latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian
dan manfaat penelitian, serta sistematika penulisan.
BAB II Tinjauan Pustaka
Pada bab ini akan menguraikan tentang landasan teoritis, hubungan antar
variabel, tinjauan empiris, kerangka pikir, dan hipotesis.
BAB III Metode Penelitian
Pada bab ini membahas lokasi dan waktu penelitian, variabel penelitian, jenis
dan sumber data, metode pengumpulan data, metode analisis, uji statistik, dan
defenisi operasional variabel.
BAB IV Hasil dan Pembahasan
Pembahasan bab ini menganalisa gambaran umum wilayah penelitian,
perkembangan variabel penelitian (perkembangan indeks pembangunan
manusia, pertumbuhan ekonomi, dan tingkat kemiskinan pada Kabupaten/Kota di
Sulawesi Selatan), serta analisis data.
BAB V Kesimpulan dan Saran
Pembahasan pada bab ini menyimpulkan hasil analisis dan saran yang
bermanfaat bagi banyak orang.
Lampiran
Pada lampiran ini disertakan data-data sekunder yang akan diolah, dan hasil
regresi penelitian serta biodata penulis.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Landasan Teoritis
2.1.1. Konsep Pembangunan Manusia
Pembangunan manusia adalah suatu proses untuk memperbesar pilihan-
pilihan bagi manusia (a process of enlarging people’s choices), dalam konsep ini
penduduk ditempatkan sebagai tujuan akhir (the ultimated end) sedangkan
upaya pembangunan dipandang sebagai sarana (principal means) untuk
mencapai tujuan itu.
Untuk menjamin tercapainya tujuan pembangunan manusia, empat hal
pokok yang perlu diperhatikan adalah produktivitas; penduduk harus
dimampukan untuk meningkatkan produktivitas dan berpartisipasi penuh dalam
proses penciptaan pendapatan dan nafkah. Pembangunan ekonomi, dengan
demikian merupakan himpunan bagian dari model pembangunan manusia.
Pemerataan; penduduk harus memiliki kesempatan/peluang yang sama untuk
mendapatkan akses terhadap semua sumber daya ekonomi dan sosial. Semua
hambatan yang memperkecil kesempatan untuk memperoleh akses tersebut
harus dihapus, sehingga mereka dapat mengambil menfaat dari kesempatan
yang ada dan berpartisipasi dalam kegiatan produktif yang dapat meningkatkan
kualitas hidup.Kesinambungan; Akses terhadap sumber daya ekonomi dan sosial
harus dipastikan tidak hanya untuk generasi-generasi yang akan datang. Semua
sumber daya fisik, manusia, dan lingkungan selalu diperbaharui. Pemberdayaan;
penduduk harus berpartisipasi penuh dalam keputusan dan proses yang akan
menentukan (bentuk/arah) kehidupan mereka, serta untuk berpartisipasi dan
mengambil manfaat dari proses pembangunan (UNDP, 1995).
Pembangunan manusia pada hakikatnya adalah memperluas pilihan bagi
masyarakat dengan tujuan akhir mencapai kesejahteraan tiap-tiap anggota
masyarakat sehingga pembanguan manusia dalam hal ini juga mencakup
berbagai aspek lainnya yaitu selain aspek ekonomi terdapat pula aspek sosial,
politik, budaya serta aspek lainnya untuk menjadikan manusia lebih produktif
dalam berkegiatan. Dengan demikian paradigma pembangunan manusia
mencakup dua sisi yaitu berupa informasi kapabilitas manusia seperti perbaikan
taraf kesehatan, pendidikan dan keterampilan. Sisi lainnya adalah pemanfaatan
kapabilitas mereka untuk kegiatan-kegiatan yang bersifat produktif, kultural,
sosial dan politik.
2.1.2. Konsep Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
Indeks Pembangunan Manusia dikembangkan pada tahun 1990 oleh
pemenang nobel India Amartya Sen dan Mahbub Ul Haq seorang ekonom dari
pakistan. Indeks pembangunan manusia lebih fokus pada hal-hal yang lebih
sensitif dan berguna daripada hanya sekedar pendapatan per kapita untuk
melihat kemajuan pembangunan yang selama ini digunakan. IPM dapat
mengetahui kondisi pembangunan di daerah, menjadi indikator penting untuk
mengukur keberhasilan dalam pembangunan kualitas manusia. Serta
menjelaskan tentang bagaimana manusia mempunyai kesempatan untuk
mengakses hasil dari proses pembangunan, sebagai bagian dari haknya seperti
dalam memperoleh pendapatan, kesehatan, pendidikan, dan kesejahteraan.
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) merupakan salah satu pendekatan
untuk mengukur tingkat keberhasilan pembangunan manusia. Menurut
UNDP(United Nation Development Programme) Indeks Pembangunan Manusia
memberikan suatu ukuran gabungan tiga dimensi tentang pembangunan
manusia: panjang umur dan menjalani hidup sehat (diukur dari usia harapan
hidup), terdidik (diukur dari tingkat kemampuan baca tulis orang dewasa dan
tingkat pendaftaran di sekolah dasar, lanjutan dan tinggi) dan memiliki standar
hidup yang layak (diukur dari paritas daya beli, penghasilan).
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) merupakan ukuran capaian
pembangunan manusia berbasis sejumlah komponen dasar kualitas hidup.
Indikator Indeks Pembangunan Manusia merupakan salah satu indikator untuk
mengukur taraf kualitas fisik dan non fisik penduduk . Kualitas fisik; tercermin dari
angka harapan hidup; sedangkan kualitas non fisik (intelektualitas) melalui
lamanya rata-rata penduduk bersekolah dan angka melek huruf; dan
mempertimbangkan kemampuan ekonomi masyarakat yang tercermin dari nilai
paritas daya beli (BPS, 2010).
2.1.3. Komponen-komponen Indeks Pembangunan Manusia
2.1.3.1. Indeks Kesehatan
Indeks kesehatan diukur dengan Angka Harapan Hidup (AHH),
dijadikan indikator dalam mengukur kesehatan suatu individu di suatu
daerah. Semakin tinggi Angka Harapan Hidup (AHH) suatu masyarakat
mengindikasikan tingginya derajat kesehatan masyarakat tersebut. Angka
Harapan Hidup adalah rata-rata perkiraan banyak tahun yang dapat
ditempuh seseorang selama hidup, diartikan sebagai umur yang mungkin
dicapai seseorang yang lahir pada tahun tertentu. Untuk menghitung indeks
kesehatan digunakan nilai maksimum sebagai batas atas untuk
penghitungan indeks dipakai 85 tahun dan nilai minimum 25 tahun (standar
UNDP).
2.1.3.2. Indeks Pendidikan
Indeks pendidikan diukur dengan kombinasi antara angka melek huruf
dan rata-rata lama sekolah. Angka Melek Huruf (AMH) adalah persentase
penduduk usia 15 tahun ke atas yang bisa membaca dan menulis terhadap
seluruh penduduk berumur 15 tahun ke atas di suatu daerah. Batas
maksimum untuk angka melek huruf, adalah 100 sedangkan batas
minimum 0 (standar UNDP). Angka melek huruf ini digunakan sebagai
indikator pendidikan yang digunakan untuk mengetahui banyaknya
penduduk yang melek huruf di suatu daerah. Semakin tinggi nilai melek
huruf berarti makin baik mutu penduduk di wilayah tersebut.
Rata-rata lama sekolah adalah rata-rata jumlah tahun dihabiskan oleh
penduduk yang berusia 15 tahun ke atas untuk menempuh semua jenis
pendidikan formal yang pernah dijalani. Batas maksimum untuk rata-rata
lama sekolah adalah 15 tahun dan batas minimum sebesar 0 tahun
(standar UNDP).
2.1.3.3. Indeks Daya Beli
Indeks daya beli digunakan untuk mengukur standar hidup layak
manusia yang diukur dengan pengeluaran perkapita yang telah disesuaikan
atau paritas daya beli. Paritas Daya Beli (Purchasing Power Parity)
merupakan indikator ekonomi yang digunakan untuk melakukan
perbandingan harga-harga riil antar wilayah. Dalam konteks Purchasing
Power Parity (PPP) di Indonesia, satu rupiah di suatu daerah
(provinsi/kabupaten) memiliki daya beli yang sama dengan satu rupiah di
Jakarta. Kemampuan daya beli ini lebih mencerminkan kemampuan
masyarakat secara ekonomi dalam memenuhi kebutuhan konsumsinya,
penghitungan daya beli penduduk menggunakan konsumsi per kapita yang
telah disesuaikan dengan indeks harga konsumen dan penurunan utilitas
marginal yang dihitung dengan formula Atkinson (BPS, 2010).
2.1.4. Penghitungan Indeks Pembangunan Manusia
Indeks Pembangunan Manusia merupakan alat ukur yang dapat
menunjukkan persentase pencapaian dalam pembangunan manusia dengan
megukur tiga faktor yaitu kelangsungan hidup, pendidikan dan daya beli.
Faktor Komponen
Kondisi
Ideal (nilai
maksimum)
Terburuk (nilai
minimum)
Kelangsungan
hidup
Angka Harapan Hidup
(tahun) 85,5 25
Pendidikan
Angka Melek huruf (%) 100 0
Rata-rata lama sekolah
(tahun) 15 0
Daya beli Konsumsi riil perkapita (Rp) 732.720 300.000
Sumber: UNDP, Human Development Report 1993 (dalam Kuncoro, 2003)
Berdasarkan tabel diatas telah ditunjukkan nilai maksimum dan nilai
minimum indikator komposit yang akan digunakan dalam menghitung Indeks
Pembangunan Manusia. Beberapa tahapan dalam penghitungan IPM dapat
dijelaskan sebagai berikut:
Tahap pertama adalah menghitung indeks masing-masing komponen IPM
(harapan hidup, pendidikan dan standar hidup layak)
Indeks (Xi) = (Xi – Xmin) / (Xmaks – Xmin)
dimana : Xi : indikator komponen pembangunan manusia ke-i, i = 1,2,3
Xmin : nilai minimum Xi
Xmaks : nilai maksimum Xi
Tahap kedua penghitungan IPM adalah menghitung rata-rata dari masing-
masing indeks
IPM = (indeks X1 + indeks X2 + indeks X3) / 3
dimana : X1 : indeks angka harapan hidup
X2 : indeks tingkat pendidikan (2/3 indeks melek huruf + 1/3
indeks lama sekolah)
X3 : indeks standar hidup layak
2.1.5. Definisi Pertumbuhan Ekonomi
Pertumbuhan ekonomi berkaitan dengan kenaikan produksi suatu negara
atau kenaikan pendapatan per kapita suatu negara. Pertumbuhan ekonomi
adalah kenaikan kapasitas dalam jangka panjang dari negara yang bersangkutan
untuk menyediakan berbagai barang ekonomi kepada penduduknya yang
ditentukan oleh adanya kemajuan atau penyesuaian teknologi,
institusional/kelembagaan, dan ideologis terhadap berbagai tuntutan keadaan
yang ada (Todaro, 2006).
Pertumbuhan ekonomi diartikan sebagai perkembangan kegiatan dalam
perekonomian yang menyebabkan barang dan jasa yang diproduksi dalam
masyarakat bertambah dan kemakmuran masyarakat meningkat (Sukirno, 2000).
Jadi pertumbuhan ekonomi mengukur kemampuan suatu negara untuk
meningkatkan produksi barang dan jasa dari suatu periode ke periode.
Adapun faktor utama dalam pertumbuhan ekonomi yaitu akumulasi
modal, pertumbuhan penduduk dan angkatan kerja serta kemajuan teknologi.
Akumulasi modal dapat dari pendapatan di tabung atau diinvestasikan kembali
dengan tujuan untuk memperbesar output di masa mendatang, termasuk semua
investasi baru yang berwujud tanah, peralatan fiskal, dan sumber daya manusia;
Pertumbuhan penduduk dan angkatan kerja. Pertumbuhan penduduk
berhubungan dengan kenaikan jumlah angka kerja (labor force) dianggap positif
dalam merangsang pertumbuhan ekonomi. Semakin banyak angkatan kerja
semakin produktif tenaga kerja, sedangkan semakin banyak penduduk akan
meningkatkan potensi pasar domestiknya; Kemajuan Teknologi disebabkan oleh
teknologi cara-cara baru dan cara-cara lama yang diperbaiki dalam melakukan
pekerjaan-pekerjaan tradisional (Todaro, 2003).
2.1.6. Teori Pertumbuhan Ekonomi
Teori Pertumbuhan Ekonomi Klasik, menjelaskan bahwa pertumbuhan
ekonomi bergantung pada faktor-faktor produksi yaitu tingkat pertambahan
barang modal, tenaga kerja, teknologi. Laju pertumbuhan ekonomi sangat
dipengaruhi oleh produktivitas sektor-sektor dalam menggunakan faktor-faktor
produksinya. Produktivitas dapat ditingkatkan melalui berbagai sarana
pendidikan, pelatihan dan manajemen yang lebih baik (Sukirno, 2000). Suatu
perekonomian dikatakan mengalami pertumbuhan atau berkembang apabila
tingkat kegiatan ekonomi lebih tinggi dari pada apa yang dicapai pada masa
sebelumnya dimana jumlah output lebih besar dan terdapat kenaikan
pendapatan perkapita (Kuncoro, 2003).
Teori Pertumbuhan Rostow menyatakan bahwa perubahan dari
keterbelakangan menuju kemajuan ekonomi dapat dijelaskankan dalam suatu
seri tahapan yang harus dilalui oleh semua negara. Negara-negara maju
seluruhnya telah melampaui tahapan ―tinggal landas‖ menuju pertumbuhan
ekonomi berkesinambungan (kemajuan ekonomi mereka sudah sedemikian
mapan sehingga roda ekonomi dapat berputar sendiri untuk menggerakkan
perekonomian dan membawa seluruh penduduk ke taraf hidup yang serba lebih
baik). Sedangkan negara yang sedang berkembang atau negara terbelakang,
pada umumnya masih berada dalam tahapan masyarakat tradisional atau
tahapan-tahapan penyusunan kerangka tinggal landas. Salah satu dari sekian
banyak strategi atau taktik pokok pembangunan untuk tinggal landas adalah
pengerahan atau mobilisasi dana tabungan (dalam mata uang domestik maupun
valuta asing) guna menciptakan bekal investasi yang memadai demi
mempercepat laju pertumbuhan ekonomi. Dengan demikian, Rostow
berkeyakinan bahwa langkah utama atau kunci untuk memacu pertumbuhan
ekonomi dan proses pembangunan adalah peningkatan total tabungan nasional
dan investasi.
Teori pertumbuhan ekonomi Harrod-Domar (1947) menyatakan bahwa
pertumbuhan ekonomi ditentukan secara bersama-sama oleh rasio tabungan
nasional serta rasio modal-output nasional. Secara lebih spesifik, dinyatakan
bahwa pertumbuhan pendapatan nasional akan secara langsung berbanding
lurus (positif) dengan rasio tabungan dan berbanding terbalik (negatif) terhadap
rasio modal-output dari suatu perekonomian. Logika ekonomi yang terkandung di
dalam teori ini sangat sederhana. Agar bisa tumbuh dengan pesat, maka setiap
perekonomian haruslah menabung dan menginvestasikan sebagian dari GNP
(Gross National Product). Semakin banyak yang dapat ditabung dan kemudian
diinvestasikan, maka laju pertumbuhan perekonomian itu akan semakin cepat.
Teori pertumbuhan Neo Klasik, dikembangkan oleh Solow (1956)
berdasarkan teori-teori klasik sebelumnya yang telah disempurnakannya. Laju
tingkat pertumbuhan yang dapat dicapai suatu negara tergantung kepada tingkat
perkembangan teknologi, peranan modal dalam menciptakan pendapatan
negara (produksi marjinal modal) dikalikan dengan tingkat perkembangan stok
modal, serta peranan tenaga kerja dalam menciptakan pendapatan negara
(produktivitas marjinal tenaga kerja) dikalikan dengan tingkat pertambahan
tenaga kerja. Pertumbuhan output selalu bersumber dari satu atau lebih dari tiga
faktor yakni kenaikan kualitas dan kuantitas tenaga kerja, penambahan modal
(tabungan dan investasi) dan penyempurnaan teknologi (Todaro, 2003).
Dalam perkembangannnya model Neo Klasik dikritik oleh model
pertumbuhan endogen, atau juga disebut New Growth Theory memberikan
kerangka teoritis untuk menganalisis pertumbuhan yang bersifat endogen.
Pertumbuhan ekonomi merupakan hasil dari dalam sistem ekonomi. Teori ini
menganggap bahwa pertumbuhan ekonomi lebih ditentukan oleh sistem
produksi, bukan berasal dari luar sistem. Kemajuan teknologi merupakan hal
yang endogen, pertumbuhan merupakan bagian dari keputusan pelaku-pelaku
ekonomi untuk berinvestasi dalam pengetahuan. Peran modal lebih besar dari
sekedar bagian dari pendapatan apabila modal yang tumbuh bukan hanya modal
fisik saja tapi menyangkut modal manusia (Romer dan Weil, 2002).
Akumulasi modal merupakan sumber utama pertumbuhan ekonomi yakni
dengan memasukkan modal ilmu pengetahuan dan modal sumber daya
manusia. Perubahan teknologi bukan sesuatu yang berasal dari luar model atau
eksogen tapi teknologi merupakan bagian dari proses pertumbuhan ekonomi.
Dalam teori pertumbuhan endogen, peran investasi dalam modal fisik dan modal
manusia turut menentukan pertumbuhan ekonomi jangka panjang. Tabungan
dan investasi dapat mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan
(Mankiw, 2003)
2.1.7. Konsep Kemiskinan
Dengan pendekatan ekonomi, Badan Pusat Statistik mendefinisikan
bahwa kemiskinan adalah kondisi seseorang yang tidak dapat memenuhi
kebutuhan minimumnya, baik kebutuhan makanan maupun kebutuhan non
makanan. Garis kemiskinan makanan adalah jumlah rupiah yang dibutuhkan
agar seseorang dapat mengonsumsi 2100 kalori per hari selama sebulan.
Sementara itu garis kemiskinan nonmakanan ditentukan berdasarkan
perhitungan mengenai kebutuhan dasar seperti perumahan, pakaian, kesehatan,
dan transportasi.
Kemiskinan adalah ketidaksamaan kesempatan mengakumulasikan basis
kekuasaan sosial, yang meliputi : asset (tanah, perumahan, peralatan,
kesehatan), sumber keuangan (pendapatan dan kredit yang memadai),
organisiasi sosial politik yang dapat dimanfaatkan untuk mencapai kepentingan
bersama, jaringan sosial untuk memperoleh pekerjaan, barang atau jasa,
pengetahuan dan keterampilan yang memadai, dan informasi yang berguna
untuk memajukan kehidupan mereka (Friedman, 1992).
Kemiskinan merupakan masalah yang kompleks dan bersifat multi
dimensional, artinya karena kebutuhan manusia itu bermacam-macam, maka
kemiskinan pun memiliki banyak aspek primer yang berupa miskin akan aset,
organisasi sosial politik, pengetahuan, dan keterampilan serta aspek sekunder
yang berupa miskin akan jaringan sosial, sumber-sumber keuangan, dan
informasi. Dimensi-dimensi kemiskinan tersebut termanifestasikan dalam bentuk
kekurangan gizi, air, perumahan yang sehat, perawatan kesehatan yang kurang
baik, dan tingkat pendidikan yang rendah yang saling berkaitan baik secara
langsung maupun tidak langsung. Hal ini berarti kemajuan atau kemunduran
pada salah satu aspek dapat mempengaruhi kemajuan atau kemunduran aspek
lainnya. Dan aspek lain dari kemiskinan ini adalah yang miskin itu manusianya
baik secara individual maupun kolektif (Arsyad, 1999).
Agussalim (2009) dalam bukunya ―mereduksi kemiskinan‖ menjelaskan
bahwa secara umum, kemiskinan dapat dilihat dari dua dimensi yaitu: pertama,
kemiskinan dapat dilihat sebagai proses dinamis, kompleks dan beragam.
Kemiskinan dapat disebabkan oleh rendahnya kualitas modal amnesia,
pendapatan dan konsumsi serta keterbatasan akses terhadap faktor produksi
(asset) dan tingkat pengembalian (return) terhadap faktor-faktor produksi
tersebut. Kedua, kemiskinan juga merupakan akibat dan memberikan kontribusi
terhadap ketersisihan (exclution) atau proses marginalisasi dan proses sosial,
politik, dan ekonomi (termasuk pasar). Bentuk dari proses marginalisasi ini bisa
tercermin dari sisi etnik, kelas masyarakat ataupun gender.
Kemiskinan dapat diklasifikasikan berdasarkan beberapa aspek, seperti
tingkat keparahan dan penyebab. Berdasarkan tingkat keparahan kemiskinan
dapat dibedakan atas kemiskinan absolut dan kemiskinan relatif. Seseorang
dikatakan miskin secara absolut apabila tingkat pendapatannya lebih rendah
daripada garis kemiskinan absolut. Dengan kata lain jumlah pendapatannya tidak
cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup minimum yang dicerminkan oleh garis
kemiskinan absolut tersebut. Kemiskinan relatif adalah perbandingan antara
kelompok pendapatan dalam masyarakat, yaitu antara kelompok miskin,
kelompok yang mungkin tidak miskin karena mempunyai tingkat pendapatan
yang lebih tinggi daripada garis kemiskinan, dan kelompok masyarakat yang
relatif lebih kaya.
Berdasarkan penyebab kemiskinan dapat dibedakan menjadi kemiskinan
alamiah dan kemiskinan struktural. Kemiskinan alamiah terjadi karena kegagalan
individu atau lingkungan fisik sebagai objeknya hingga seseorang menjadi sulit
dalam melakukan usaha atau mendapatkan pekerjaan. Dilihat dari individu,
kemiskinan terjadi kemalasan, kurangnnya keterampilan, kelemahan fisik, dan
rendahnya respons dalam melihat perubahan di sekitarnya. Sedangkan dilihat
dari lingkungan kemiskinan dapat merupakan akibat dari lingkungan atau alam
yang tidak mendukung, kegagalan dalam mendapatkan sumberdaya, dan
perkembangan teknologi yang sangat rendah. Kemiskinan struktural melihat
kemiskinan sebagai bahan relatif, dimana terdapat sekelompok masyarakat yang
miskin sementara kelompok lainnya tidak miskin.
2.1.8. Pengukuran Kemiskinan
Untuk mengukur kemiskinan, Badan Pusat Statistik menggunakan
pendekatan kebutuhan dasar (basic needs) yakni jumlah dan persentase
penduduk miskin yang diukur berada di bawah garis kemiskinan. Penetapan
perhitungan garis kemiskinan adalah masyarakat yang berpenghasilan dibawah
Rp 7.057 per orang per hari, berasal dari perhitungan garis kemiskinan yang
mencakup kebutuhan makanan dan non makanan. Untuk kebutuhan minimum
makanan digunakan patokan 2.100 kilokalori per kapita per hari. Sedang untuk
pengeluaran kebutuhan minimum bukan makanan meliputi pengeluaran untuk
perumahan, pendidikan, dan kesehatan (BPS, 2010).
Sedangkan ukuran menurut World Bank menetapkan standar kemiskinan
berdasarkan pendapatan per kapita. Penduduk yang pendapatan perkapitanya
kurang dari sepertiga rata-rata pendapatan perkapita nasional. Dalam konteks
tersebut, maka ukuran kemiskinan menurut World Bank adalah USD $2 per
orang per hari.
Pengukuran kemiskinan absolut terdiri dari tiga indikator kemiskinan
yaitu : Poverty Headcount Index (PHI) yaitu,persentase penduduk yang hidup
dibawah garis kemiskinan. Poverty Gap Index (PGI), mengukur selisih antara
persentase rata-rata pengeluaran (pendapatan) penduduk miskin terhadap garis
kemiskinan. Poverty Severity Index (PSI) yaitu mengukur kedalaman atau
keparahan kemiskinan. Indeks ini tidak lain adalah PGI yang dikuadratkan
sehingga sering disebut square poverty gap index. indeks ini pada prinsipnya
sama dengan PGI, namun selain mengukur selisih atau jarak yang memisahkan
orang miskin dengan garis kemiskinan, juga mengukur ketimpangan diantara
penduduk miskin atau penyebaran pengeluaran diantara penduduk miskin.
Pengukuran kemiskinan relatif (Ketimpangan) merupakan konsep yang
lebih luas dibandingkan dengan kemiskinan absolut karena tidak hanya fokus
pada penduduk yang miskin (berada dibawah garis kemiskinan) tetapi mencakup
seluruh penduduk, mulai dari yang paling miskin hingga yang paling kaya.
Konsep ini memperlihatkan berapa persen pendapatan (pengeluaran) masing-
masing kelompok penduduk tersebut (biasanya dibagi atas 5 atau 10 kelompok)
terhadap total pendapatan (pengeluaran). Penduduk yang berada pada
kelompok terbawah diidentifikasikan sebagai orang miskin (Agussalim, 2009).
2.1.9. Penyebab Kemiskinan
Beberapa pandangan tentang kemiskinan berdasarkan penyebab, yaitu
pertama, kemiskinan dilihat sebagai akibat dari kegagalan personal, ciri-ciri
sosial psikologis individu yang cenderung menghambat untuk melakukan
perbaikan nasibnya. seperti menabung dan mengejar tingkat pendidikan yang
lebih tinggi. Kedua, kemiskinan dipandang sebagai akibat dari sub budaya
tertentu yang diturunkan. Kaum miskin memiliki subkultur yang berbeda dari
golongan yang tidak miskin, seperti memiliki sikap fatalis, tidak mampu
melakukan pengendalian diri, tidak mampu melakukan rencana bagi masa
mendatang, kurang memiliki kesadaran kelas. Ketiga, kemiskinan dipandang
sebagai akibat kurangnya kesempatan, kaum miskin selalu kekurangan dalam
bidang keterampilan dan pendidikan untuk memperoleh pekerjaan. Keempat,
kemiskinan merupakan suatu ciri struktural dari kapitalisme, bahwa dalam
masyarakat kapitalis segelintir orang menjadi miskin karena yang lain menjadi
kaya (Philip, 1985).
Faktor-faktor penyebab kemiskinan jika dipandang dari sisi ekonomi oleh
Sharp. Pertama, kemiskinan muncul karena adanya ketidaksamaan pola
kepemilikan sumberdaya yang menimbulkan distribusi pendapatan yang
timpang. Penduduk miskin hanya memiliki sumberdaya yang terbatas dan
kualitasnya rendah. Kedua, kemiskinan muncul akibat perbedaan dalam kualitas
sumberdaya manusia. Kualitas sumberdaya manusia yang rendah berarti
produktifitanya rendah, yang pada gilirannya upahnya rendah. Rendahnya
kualitas sumberdaya manusia ini karena rendahnya pendidikan, nasib yang
kurang beruntung, adanya diskriminasi atau keturunan. Ketiga, kemiskinan
muncul karena perbedaan akses dalam modal (Kuncoro, 2003).
Penyebab kemiskinan di masyarakat khususnya di pedesaan disebabkan
oleh keterbatasan asset yang dimiliki, yaitu: Natural Assets; seperti tanah dan air,
karena sebagian besar masyarakat desa hanya menguasai lahan yang kurang
memadai untuk mata pencahariannya. Human Assets; menyangkut kualitas
sumber daya manusia yang relatif masih rendah dibandingkan masyarakat
perkotaan (tingkat pendidikan, pengetahuan, keterampilan maupun tingkat
kesehatan dan penguasaan teknologi). Physical Assets; minimnya akses ke
infrastruktur dan fasilitas umum seperti jaringan jalan, listrik dan komunikasi.
Financial Assets; berupa tabungan serta akses untuk memperoleh modal usaha.
Social Assets; berupa jaringan, kontak dan pengaruh politik, dalam hal ini
kekuatan bargaining position dalam pengambilan keputusan-keputusan politik.
2.2. Hubungan Antar Variabel
2.2.1. Hubungan Pertumbuhan Ekonomi dengan IPM
Pengaruh pertumbuhan ekonomi terhadap pembangunan manusia
dihubungkan dengan atau dipengaruhi oleh 2 (dua) jalur utama, yaitu jalur
aktivitas rumah tangga, mencakup rumah tangga serta berbagai organisasi
kemasyarakatan serta jalur belanja dan kebijakan pemerintah.
Aktivitas rumah tangga memberikan kontribusi yang besar terhadap
peningkatan indikator pembangunan manusia melalui belanja rumah tangga
untuk makanan, air bersih, pemeliharaan kesehatan dan sekolah (UNDP, 1996).
Kecenderungan aktivitas rumah tangga untuk membelanjakan sejumlah faktor
yang langsung berkaitan dengan indikator pembangunan manusia di atas
dipengaruhi oleh tingkat dan distribusi pendapatan, tingkat pendidikan serta
sejauhmana peran perempuan dalam mengontrol pengeluaran rumah tangga.
Ketika tingkat pendapatan atau PDB perkapita rendah akibat dari
pertumbuhan ekonomi yang rendah, menyebabkan pengeluaran rumah tangga
untuk peningkatan pembangunan manusia menjadi turun. Begitu juga
sebaliknya, tingkat pendapatan yang relatif tinggi cenderung meningkatkan
belanja rumah tangga untuk peningkatan pembangunan manusia. Pertumbuhan
ekonomi memberikan manfaat langsung terhadap peningkatan pembangunan
manusia melalui peningkatan pendapatan. Peningkatan pendapatan akan
meningkatkan alokasi belanja rumah tangga untuk makanan yang lebih bergizi
dan pendidikan, terutama pada rumah tangga miskin (Ranis, 2004).
Peningkatan pendapatan memberikan kontribusi secara langsung
terhadap peningkatan kapabilitas penduduk. Banyak studi menyebutkan,
peningkatan pendapatan mendorong peningkatan kesehatan dan pendidikan.
Studi di Brazil, Chile dan Nikaragua menunjukkan, bahwa peningkatan
pendapatan berpengaruh terhadap peningkatan beberapa indikator tingkat
kesehatan, seperti rasio usia dengan tinggi badan serta angka harapan hidup
ketika lahir (UNDP, 1996; 68-69). Begitu juga di Pakistan, terdapat hubungan
yang erat antara peningkatan pendapatan dengan rata-rata tahun pendidikan
yang dapat diselesaikan. Studi Lee (1996) di Korea juga menghasilkan pengaruh
yang signifikan tingkat pendapatan dan beberapa variabel lainnya terhadap rata-
rata tahun sekolah (years of schooling) penduduk.
Pertumbuhan ekonomi mempengaruhi pembangunan manusia juga
ditentukan oleh sejauhmana kontrol perempuan dalam alokasi pengeluaran
dalam rumah tangga. Andil perempuan dalam mengatur pengeluaran rumah
tangga yang berkaitan langsung dengan pembangunan manusia ditentukan oleh
tingkat pendidikan perempuan dan bagian pendapatan perempuan dalam rumah
tangga. Tingkat pendidikan perempuan terutama terkait dengan pengetahuan
perempuan mengenai pemeliharaan kesehatan, gizi dan pendidikan anggota
keluarga. Semakin baik atau tinggi tingkat pendidikan perempuan, semakin baik
atau tinggi pengetahuan kesehatan yang dimiliki dan diharapkan dapat
diterapkan dalam mengelola rumah tangga. Sementara bagian pendapatan
perempuan terkait dengan tambahan pendapatan yang diterima oleh rumah
tangga yang memiliki manfaat besar dalam meningkatkan kemampuan belanja
rumah tangga untuk kebutuhan kesehatan dan pendidikan. Semakin tinggi kedua
faktor ini, maka semakin besar peluang alokasi pengeluaran rumah tangga yang
berkaitan langsung dengan pembangunan manusia.
Selain itu, jalur yang kedua antara keterkaitan pertumbuhan ekonomi
terhadap pembangunan manusia juga ditentukan oleh sejauhmana efektivitas
kebijakan publik dalam mengalokasikan sumberdaya yang dimilikinya, seperti
yang diwujudkan dalam alokasi pengeluaran pemerintah.
Mekanisme alokasi sumberdaya dari pemerintah yang memiliki efek
terhadap peningkatan pembangunan manusia dinyatakan dalam 3 (tiga) bentuk,
yaitu (1) rasio pengeluaran pemerintah terhadap PDB total. Rasio ini menyatakan
berapa persen proporsi belanja pemerintah dari total PDB untuk berbagai
pengeluaran; (2) rasio pengeluaran pemerintah untuk peningkatan pembangunan
manusia terhadap total pengeluaran pemerintah. Rasio ini menyatakan proporsi
pengeluaran pemerintah untuk peningkatan pembangunan manusia dari total
pengeluaran pemerintah; (3) rasio pengeluaran prioritas yang langsung berkaitan
dengan kebutuhan peningkatan pembangunan manusia terhadap total
pengeluaran pemerintah untuk peningkatan pembangunan manusia. Rasio ini
menyatakan proporsi pengeluaran pemerintah untuk pembangunan manusia
pada bidang-bidang prioritas atau yang cenderung memiliki efek lebih besar
terhadap peningkatan pembangunan manusia dibandingkan dengan bidang-
bidang lainnya. Disebutkan misalnya, alokasi pengeluaran pemerintah untuk
pendidikan dasar memiliki sumbangan yang lebih besar terhadap pencapaian
indikator pembangunan manusia pada negara-negara yang baru membangun
(early stage of development) dibandingkan untuk pendidikan tinggi (Ramires,
1998; 5: UNDP, 1996; 70-71). Ketiga bentuk mekanisme di atas menunjukkan
instrumen kebijakan yang dapat dipergunakan oleh pemerintah dalam
mendorong peningkatan indikator pembangunan manusia.
Beberapa argumentasi mengenai perlunya mempertimbangkan
pengeluaran Pemerintah dalam melihat pengaruh pertumbuhan ekonomi
terhadap pembangunan manusia, antara lain: Pertama, pengaruh pertumbuhan
ekonomi terhadap pembangunan manusia terutama melalui jalur peningkatan
taraf kesehatan dan tingkat pendidikan penduduk yang merupakan barang publik
dan memerlukan investasi dari pemerintah. Investasi untuk barang publik ini
merupakan bagian yang berasal dari pengeluaran pemerintah, sehingga besar
kecilnya pengeluaran pemerintah untuk kesehatan dan pendidikan turut
menentukan pencapaian indikator pembangunan manusia. Kedua, tidak ada
jaminan dari mekanisme pasar dalam distribusi pendidikan dan fasilitas
kesehatan secara merata bagi penduduk, terutama penduduk miskin atau di
daerah perdesaan. Oleh karena itu, diperlukan mobilitas dana dari pemerintah
dalam menyediakan berbagai fasilitas pendidikan dan kesehatan yang dapat
dinikmati oleh mayoritas penduduk. Dengan demikian, pengeluaran publik
digunakan sebagai instrumen kebijakan pemerataan pendidikan dan kesehatan.
Ketiga, tanpa kebijakan Pemerintah secara konkrit, pencapaian indikator
pembangunan manusia sulit diwujudkan. Pengeluaran Pemerintah di satu sisi
menjadi instrumen mobilitas sumberdaya publik sebagai komplemen dari sektor
privat dalam menyediakan berbagai fasilitas yang mendorong peningkatan
indikator pembangunan manusia (Ranis, 2001:4).
2.2.2. Hubungan Kemiskinan dengan IPM
Hubungan antara tingkat kemiskinan dan pembangunan manusia, yaitu
banyaknya penduduk miskin turut mempengaruhi pembangunan manusia.
Karena penduduk yang masuk kelompok ini, pada umumnya memiliki
keterbatasan pada faktor produksi, sehingga akses terhadap kegiatan ekonomi
mengalami hambatan. Akibatnya produktivitas menjadi rendah, pada gilirannya
pendapatan yang diterima pun jauh dari cukup. Dampaknya, untuk memenuhi
kebutuhan dasarnya, seperti kebutuhan pangan, sandang dan papan mengalami
kesulitan. Apalagi untuk kebutuhan lain seperti pendidikan, kesehatan dan
lainnya menjadi terhambat. Implikasinya pada wilayah-wilayah yang terdapat
cukup banyak penduduk miskin, akan mengalami kesulitan untuk mencapai
keberhasilan pada pembangunan manusianya (UNDP, 1996).
Kemiskinan yang meluas menciptakan kondisi yang membuat kaum
miskin tidak mempunyai akses terhadap pinjaman kredit, tidak mampu
membiayai pendidikan anaknya. Pendapatan yang rendah dan standar hidup
yang buruk dialami oleh golongan miskin, yang tercermin dari kesehatan, gizi
dan pendidikan yang rendah dapat menurunkan produktivitas ekonomi mereka
(Todaro, 2006). Akibatnya penduduk miskin secara langsung maupun tidak
langsung menyebabkan pembangunan manusia rendah.
Kemiskinan menyebabkan rendahnya daya beli masyarakat sehingga
menempatkannya pada kelompok miskin yang tentunya kesulitan dalam
mengonsumsi nutrisi bergizi untuk memperoleh kesehatan yang baik, serta akan
mempersempit kesempatan mengeyam pendidikan yang tinggi. Hal ini
menyebabkan pencapaian indeks pembangunan manusia akan rendah.
Pembangunan manusia di Indonesia adalah identik dengan pengurangan
kemiskinan. Investasi di bidang pendidikan dan kesehatan akan lebih berarti bagi
penduduk miskin dibandingkan penduduk tidak miskin, karena bagi penduduk
miskin aset utama adalah tenaga kasar mereka. Adanya fasilitas pendidikan dan
kesehatan murah akan sangat membantu untuk meningkatkan produktifitas, dan
pada gilirannya meningkatkan pendapatan (Lanjouw dkk, 2001). Kemiskinan
menyebabkan rendahnya daya beli masyarakat sehingga menempatkannya
pada kelompok miskin yang menghambat individu untuk mengonsumsi nutrisi
bergizi dan memperoleh kesehatan yang baik, serta akan mempersempit
kesempatan mengeyam pendidikan yang tinggi. Hal ini menyebabkan
pencapaian indeks pembangunan manusia akan rendah.
Jika penduduk miskin memperoleh pendapatan yang lebih tinggi atau
dengan kata lain terjadi pengurangan tingkat kemiskinan, maka akan
berpengaruh terhadap peningkatan pembangunan manusia melalui peningkatan
bagian pengeluaran rumah tangga yang dibelanjakan untuk makanan yang lebih
bergizi dan pendidikan yang lebih tinggi (Ranis, 2004). Sehingga pembangunan
manusia juga akan mengalami peningkatan.
Kemiskinan dapat menjadikan efek yang cukup serius bagi pembangunan
manusia karena masalah kemiskinan merupakan sebuah masalah yang
kompleks yang sebenarnya bermula dari kemampuan daya beli masyarakat yang
tidak mampu untuk mencukupi kebutuhan pokok sehingga kebutuhan yang lain
seperti pendidikan dan kesehatan pun terabaikan. Hal tersebut menjadikan gap
pembangunan manusia diantara keduanya pun menjadi besar dan pada akhirnya
target capaian IPM yang ditentukan oleh pemerintah menjadi tidak terealisasikan
dengan baik (Mirza, 2012)
Tingkat kemiskinan mempunyai hubungan secara negatif terhadap indeks
pembangunan manusia. Keterbatasan pendapatan penduduk miskin akan
mengurangi kemampuan orang tua untuk menyekolahkan anak-anaknya ke
jenjang yang lebih tinggi karena anak-anak cenderung dipekerjakan pada usia
dini untuk memperoleh upah dan sumber penghasilan bagi keluarga. Dengan
pendidikan yang rendah tentu mempengaruhi angka indeks pembangunan
manusia yang rendah.
2.3. Tinjauan Empiris
Penelitian yang dilakukan oleh Denni Sulistio Mirza. (2012), dalam jurnal
yang berjudul ―Pengaruh Kemiskinan, Pertumbuhan Ekonomi, dan Belanja Modal
terhadap Indeks Pembangunan Manusia Di Jawa Tengah Tahun 2006-2009‖.
Hasil dari regresi yang ditunjukkan dalam penelitiannya menunjukkan bahwa ada
pengaruh negatif kemiskinan terhadap Indeks Pembangunan Manusia di Provinsi
Jawa Tengah, sedangkan pada sisi yang lain menunjukkan bahwa ada pengaruh
positif pertumbuhan ekonomi dan belanja modal terhadap Indeks Pembangunan
Manusia di Provinsi Jawa Tengah.
Penelitian yang dilakukan oleh Christina Usmaliadanti (2011) yang
berjudul ―Analisis Pengaruh Tingkat Kemiskinan, Pengeluaran Pemerintah sektor
Pendidikan dan Kesehatan terhadap Indeks Pembangunan Manusia Di Provinsi
Jawa Tengah Tahun 2007-2009‖. Hasil dari penelitian ini adalah pengeluaran
pemerintah di bidang pendidikan dan pengeluaran pemerintah di bidang
kesehatan berpengaruh positif dan signifikan terhadap indeks pembangunan
manusia di Jawa Tengah. Jumlah penduduk miskin berpengaruh negatif
terhadap indeks pembangunan manusia di Jawa Tengah.
Penelitian yang dilakukan oleh Ilham Irawan (2009) dalam skripsinya
yang berjudul ―Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Indeks Pembangunan
Manusia (IPM) di Indonesia‖ bahwa variabel yang terikat dalam penelitian ini
adalah indeks pembangunan manusia, sedangkan variabel bebasnya terdiri dari
pertumbuhan ekonomi dalam hal ini PDB, anggaran pengeluaran pemerintah,
penanaman modal asing dan penanaman modal dalam negeri. Hasil dari
penelitian ini adalah tiga dari empat variabel memberikan pengaruh positif
terhadap Indeks Pembangunan Manusia di Indonesia, yaitu PDB, anggaran
pengeluaran pemerintah, penanaman modal asing, dan variabel lainnya yaitu
penanaman modal dalam negeri tidak segnifikan tetapi memberikan pengaruh
yang positif terhadap Indeks Pembangunan Manusia di Indonesia.
Penelitian R.Abdul Maqin (2006) ―Analisis Hubungan Pertumbuhan
Ekonomi Dengan Pembangunan Manusia di Jawa Barat Periode 1993-2003.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui (a) pengaruh investasi domestik,
tenaga kerja, pembangunan manusia, dan krisis ekonomi terhadap pertumbuhan
ekonomi, (b) pengaruh pertumbuhan ekonomi, pengeluaran pemerintah untuk
bidang sosial, distribusi pendapatan, tingkat pendaftaran sekolah dasar
penduduk wanita, keterbukaan daerah dan krisis ekonomi terhadap
pembangunan manusia, (c) hubungan secara simultanitas antara pertumbuhan
ekonomi terhadap pembangunan manusia di Jawa Barat. Hasil penelitiannya
adalah pertumbuhan ekonomi, pengeluaran pemerintah untuk bidang sosial,
distribusi pendapatan, tingkat pendaftaran sekolah dasar penduduk wanita,
keterbukaan daerah dan krisis ekonomi mempunyai pengaruh secara positif dan
signifikan terhadap pembangunan manusia, terjadi hubungan kausalitas dua
arah antara pertumbuhan ekonomi dan pembangunan manusia di Jawa Barat.
Ranis & Stewart (2001) Economic Growth and Human Development.
Dalam penelitian ini variabel terikatnya adalah Pertumbuhan Ekonomi (GDP)
perkapita pada 76 negara berkembang di Amerika Latin periode tahun 1960-
1992. Sedangkan variabel bebasnya meliputi usia harapan hidup (long life
expectacy), tingkat kemampuan membaca penduduk dewasa (adult literacy),
tingkat pendidikan perempuan, pengeluaran publik untuk sektor sosial, tingkat
investasi domestik, dan distribusi pendapatan. Penelitian ini menggunakan model
persamaan simultan. Hasil penelitiannya adalah Adult literacy dan angka
harapan hidup berpengaruh positif signifikan. Investasi dan pengeluaran publik
untuk sektor sosial berpengaruh positif signifikan. Distribusi pendapatan yang
lebih baik berhubungan dengan tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi.
Berdasarkan hasil penelitian tersebut disarankan agar pembangunan manusia
harus mendahului atau menyertai pertumbuhan ekonomi agar menghasilkan
pola/siklus pembangunan yang baik.
2.4. Kerangka Pikir
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang dikenal dengan Human
Development Index (HDI) merupakan indikator yang digunakan dalam mengukur
kualitas dari hasil pembangunan ekonomi. Pentingnya Indeks Pembangunan
Manusia (IPM) terhadap keberhasilan pembangunan ekonomi antara lain dapat
dihubungkan dengan pertumbuhan ekonomi dan tingkat kemiskinan. Pencapaian
indeks pembangunan manusia yang tidak lepas dari pertumbuhan ekonomi dalam
peningkatan produktivitas dan peningkatan pendapatan serta pengurangan
tingkat kemiskinan.
Pengaruh pertumbuhan ekonomi dan tingkat kemiskinan terhadap indeks
pembangunan manusia dapat digambarkan pada sebuah kerangka pikir yaitu
sebagai berikut:
Gambar 2.1. Kerangka Pikir
Gambar 2.1. Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi dan Tingkat Kemiskinan
terhadap Indeks Pembangunan Manusia di Sulawesi Selatan
Dalam penelitian ini digunakan variabel dependen yaitu indeks
pembangunan manusia pada kabupaten/kota di Sulawesi Selatan dan variabel
independen yaitu pertumbuhan ekonomi dan tingkat kemiskinan pada
kabupaten/kota di Sulawesi Selatan. Dari kerangka pemikiran tersebut,
selanjutnya akan diketahui bagaimana pengaruh masing-masing variabel
independen terhadap variabel dependen.
Indeks Pembangunan
Manusia
Pertumbuhan Ekonomi
Tingkat Kemiskinan
+
-
2.5. Hipotesis
1. Diduga bahwa pertumbuhan ekonomi berpengaruh positif dan
signifikan terhadap indeks pembangunan manusia pada
Kabupaten/Kota di Provinsi Sulawesi Selatan.
2. Diduga bahwa tingkat kemiskinan berpengaruh negatif dan signifikan
terhadap indeks pembangunan manusia pada Kabupaten/Kota di
Provinsi Sulawesi Selatan.
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di Kota Makassar dan data penelitian diperoleh dari
Kantor Badan Pusat Statistik (BPS) Sulawesi Selatan. Penetapan daerah
penelitian ini didasarkan pada pertimbangan untuk memudahkan penulis
mengumpulkan data yang diperlukan, serta waktu, biaya dan tenaga dapat
dihemat seefisien mungkin. Sedangkan waktu penelitian dilakukan pada bulan
Februari-Maret tahun 2013.
3.2. Variabel Penelitian
Variabel dependen dalam penelitian ini adalah Indeks Pembangunan
Manusia pada Kabupaten/Kota di Provinsi Sulawesi Selatan, sedangkan variabel
independen adalah pertumbuhan ekonomi dan tingkat kemiskinan pada
Kabupaten/Kota di Provinsi Sulawesi Selatan.
3.3. Jenis dan Sumber Data
Jenis Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder
yang bersumber dari kantor Badan Pusat Statistik (BPS) Sulawesi Selatan yang
terdiri dari data Indeks Pembangunan Manusia, Pertumbuhan Ekonomi dan
Tingkat Kemiskinan. Adapun data yang diambil adalah data menurut
Kabupaten/Kota di Provinsi Sulawesi Selatan sebanyak 21 Kabupaten dan 3
Kota pada periode tahun 2007-2011.
3.4. Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
Metode Dokumentasi yang merupakan metode pengumpulan data dengan cara
mempelajari literatur-literatur dan penerbitan seperti jurnal, artikel, majalah dan
internet yang berhubungan dan mendukung penelitian ini.
3.5. Metode Analisis
Metode analisis yang digunakan untuk menganalisis pengaruh
pertumbuhan ekonomi dan tingkat kemiskinan terhadap indeks pembangunan
manusia adalah model ekonometrika dengan meregresikan variabel-variabel yang
ada dengan menggunakan metode PLS (Pooled Least Square). Data-data yang
digunakan, dianalisis secara kuantitatif dengan menggunakan analisis statistik
yaitu estimasi model regresi linear berganda dengan panel data.
Analisis dengan menggunakan panel data adalah kombinasi antara data
time series dan data cross section yang dapat dinyatakan pada persamaan
sebagai berikut:
Yit = β0 + β1 Xit + μit …………………………………………. (1)
i = 1,2,...,N ; t = 1,2,...,T
dimana: N : banyaknya observasi (cross section)
T : banyaknya waktu (time series)
N x T : banyaknya data panel
Adapun variabel independen (pertumbuhan ekonomi dan tingkat
kemiskinan) yang mempengaruhi variabel dependen (indeks pembangunan
manusia) dinyatakan dalam fungsi sebagai berikut:
Y = f ( X1, X2 )…………………………………………………... (2)
Dari model tersebut, bila ditulis dalam bentuk persamaan linear :
Y = β0 + β1 X1 + β2 X2 + μ ……………………………………… (3)
Selanjutnya estimasi model regresi dengan panel data membentuk persamaan:
Yit = β0 + β1 X1it + β2 X2it + μit ……………………………... (4)
Dimana:
Y = Indeks Pembangunan Manusia
X1 = Pertumbuhan Ekonomi
X2 = Tingkat Kemiskinan
i = 1, 2, 3, … , 24 (data cross-section 24 kabupaten/kota di Sulawesi Selatan)
t = 1, 2, 3, … , 5 (data time-series, tahun 2007-2011)
β0 = intercept/ konstanta
β1 = koefisien regresi pengaruh pertumbuhan ekonomi terhadap indeks
pembangunan manusia
β2 = koefisien regresi pengaruh tingkat kemiskinan terhadap indeks
pembangunan manusia
μ = residual/kesalahan pengganggu
3.6. Uji Penyimpangan Asumsi Klasik
3.6.1. Uji Multikolinearitas
Uji Multikolinearitas diperlukan untuk mengetahui ada tidaknya variabel
independen yang memiliki kemiripan dengan variabel independen lain dalam
satu model. Kemiripan antar variabel independen dalam suatu model akan
menyebabkan terjadinya korelasi yang sangat kuat antara suatu variabel
independen dengan variabel independen yang lain. Deteksi multikolinearitas
pada suatu model dapat dilihat dari beberapa hal, yaitu jika Variance Inflation
Factor (VIF) tidak lebih dari 10 dan jika Tolerance tidak kurang dari 0,1, maka
model dapat dikatakan terbebas dari multikolinearitas. (Agung, 2007).
3.6.2. Uji Heteroskedastisitas
Heteroskedastisitas menguji terjadinya perbedaan variance residual suatu
periode pengamatan ke periode pengamatan yang lain. Model regresi yang baik
adalah model regresi yang memiliki persamaan variance residual suatu periode
pengamatan dengan periode pengamatan yang lain sehingga dapat dikatakan
model tersebut homokesdatisitas dan tidak terjadi heterokedastisitas.
Cara memprediksi ada tidaknya homokesdatisitas pada suatu model
dapat dilihat dari pola gambar Scatterplot model tersebut, analisisnya dapat
dilihat jika: Titik-titik data menyebar di atas dan di bawah atau di sekitar angka 0;
Titik-titik data tidak mengumpul hanya di atas atau di bawah saja; Penyebaran
titik-titik data tidak boleh membentuk pola bergelombang melebar kemudian
menyempit dan melebar kembali dan; Penyebaran titik-titik data sebaiknya tidak
berpola (Agung, 2007).
3.6.3. Uji Normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam sebuah model
regresi, variabel dependen, variabel independen ataupun keduanya mempunyai
distribusi normal atau tidak. Jika tidak normal, maka uji statistik menjadi tidak
valid atau bias terutama untuk sampel kecil. Model regresi yang baik adalah
distribusi data normal atau mendekati normal. Untuk menguji normalitas data ini
menggunakan metode analisis grafik dan melihat norma probability plot.
3.6.4. Uji Autokorelasi
Autokorelasi dikenalkan oleh Maurice G. Kendall dan William R.
Buckland. Autokorelasi merupakan korelasi antar anggota observasi yang
disusun menurut aturan waktu. Autokorelasi umumnya terjadi pada data time
series. Hal ini karena observasi pada data time series mengikuti urutan alamiah
antar waktu sehingga observasi secara berturut-turut mengandung interkorelasi,
khususnya jika rentang waktu diantara observasi yang berurutan adalah rentang
waktu yang pendek, seperti hari, minggu atau bulan (Gujarati, 2003).
Menguji autokorelasi dalam suatu model bertujuan untuk mengetahui ada
tidaknya korelasi antara variabel penganggu (et) pada periode tertentu dengan
variabel penganggu periode sebelumnya (et-1). Cara mudah mendeteksi
autokerelasi dapat dilakukan dengan uji Durbin Watson.
3.7. Uji Statistik
3.7.1. Uji Kofisien Determinasi (R-square)
Suatu model mempunyai kebaikan dan kelemahan jika diterapkan dalam
masalah yang berbeda. Untuk mengukur kebaikan suatu model (goodnes of fit)
digunakan koefisien determinasi (R2). Koefisien deteminasi merupakan angka
yang memberikan proporsi atau persentase variasi total dalam variabel tak bebas
(Y) yang dijelaskan oleh variabel bebas (X) (Gujarati, 2003).
3.7.2. Uji F (F-tes)
Uji F-statistik ini adalah pengujian yang bertujuan untuk mengetahui
seberapa besar pengaruh koefisien regresi secara bersama-sama terhadap
variabel dependen. Untuk pengujian ini digunakan hipotesis sebagai berikut:
Ho diterima (F-hitung < F-tabel) artinya variabel independen secara bersama-
sama tidak berpengaruh nyata terhadap variabel dependen.
Ha diterima (f-hitung > F-tabel) artinya variabel independen secara bersama-
sama berpengaruh nyata terhadaterhadap variabel dependen.
3.7.3. Uji T (T-test)
Uji t-statistik merupakan suatu pengujian secara parsial yang bertujuan
untuk mengetahui apakah masing-masing koefisien regresi signifikan atau tidak
terhadap variabel dependen dengan menganggap variabel lainnya konstan.
Dalam uji ini, digunakan hipotesis sebagai berikut:
Ho diterima (t-statistik < t-tabel) artinya variabel independen secara parsial tidak
berpengaruh nyata terhadap variabel dependen.
Ha diterima (t-statistik > t-tabel) artinya variabel independen secara parsial
berpengaruh nyata terhadap variabel dependen.
3.8. Definisi Operasional Variabel
Definisi operasional dari masing-masing variabel sebagai berikut:
1. Indeks Pembangunan Manusia (Y) adalah alat ukur yang dapat menunjukkan
persentase pencapaian dalam pembangunan manusia dengan mengukur
rata-rata dari tiga indikator pembangunan manusia yaitu indeks kesehatan,
indeks pendidikan dan indeks daya beli. Data yang digunakan adalah data
indeks pembangunan manusia menurut kabupaten/kota di Sulawesi Selatan
dinyatakan dalam satuan persen.
2. Pertumbuhan Ekonomi (X1) adalah persentase kenaikan jumlah Produk
Domestik Regional Bruto yang dihasilkan oleh suatu perekonomian dalam
jangka waktu 1tahun. Data yang digunakan adalah data pertumbuhan
ekonomi atas dasar harga konstan menurut kabupaten/kota di Sulawesi
Selatan dinyatakan dalam satuan persen.
3. Tingkat Kemiskinan (X2) merupakan persentase penduduk miskin yaitu
persentase penduduk yang berada dibawah garis kemiskinan atau kehidupan
minimum terhadap total penduduk Sulawesi Selatan menurut indikator Badan
Pusat Statistik (BPS). Data yang digunakan adalah data persentase
penduduk miskin menurut kabupaten/kota di Sulawesi Selatan dinyatakan
dalam satuan persen.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Gambaran Umum Wilayah Penelitian
4.1.1. Kondisi Geografis
Provinsi Sulawesi Selatan yang beribukota di Makassar dan sebagai
pusat pengembangan dan pelayanan pembangunan di wilayah Kawasan Timur
Indonesia terletak antara 0012’ – 80 lintang selatan dan 116048’ – 122036’ bujur
timur, yang berbatasan dengan Provinsi Sulawesi Barat di sebelah Utara, Teluk
Bone dan Provinsi Sulawesi Tenggara di sebelah Timur, Laut Flores di sebelah
Selatan dan Selat Makassar di sebelah Barat.
Luas wilayah Provinsi Sulawesi Selatan 46.717,48 km2. Secara
administrasi pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan terbagi menjadi 20 Kabupaten
dan 3 kota hingga tahun 2008, sedangkan untuk 2009 terdiri dari 21 Kabupaten
dan 3 kota dengan Kabupaten Toraja Utara yang terjadi pemekaran di tahun
2010 yang terdiri dari 303 kecamatan dan 2677 desa/kelurahan. Dengan
Kabupaten Luwu Utara merupakan Kabupaten terluas dengan luas 7.502,68 km2.
Luas Kabupaten tersebut merupakan 16,46 persen dari seluruh wilayah Sulawesi
Selatan. Pada umumnya daerah di Indonesia dan khususnya di Sulawesi Selatan
mempunyai dua musim yang terjadi pada bulan Juni sampai September dan
musim penghujan yang terjadi pada bulan Desember sampai Maret. Berdasarkan
pengamatan di tiga stasiun klimatologi (Maros, Hasanuddin dan Maritim Paotere)
selama tahun 2009 rata-rata suhu udara 27,30C di kota Makassar dan sekitarnya
tidak menunjukkan perbedaan yang nyata. Suhu udara maksimum di stasiun
klimatologi Hasanuddin 33,10C dan suhu minimum 23,20C (BPS, 2012).
4.1.2. Kondisi Demografis
Penduduk merupakan salah satu sumber daya potensial dalam
menunjang aktifitas pembangunan. Kedudukannya sebagai Sumber Daya
Manusia memegang peranan penting karena berfungsi menggerakkan faktor-
faktor produksi dan jasa lainnya.
Tabel 4.1. Luas Wilayah, Jumlah Penduduk dan Kepadatan Penduduk
Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Sulawesi Selatan, 2011
Kabupaten/Kota Luas Daerah Jumlah
Penduduk Kepadatan
01 Kepulauan Selayar 903,50 123 283 136
02 Bulukumba 1 154,67 398 531 345
03 Bantaeng 395,83 178 477 451
04 Jeneponto 903,35 346 149 383
05 Takalar 566,51 272 316 481
06 Gowa 1 883,32 659 512 350
07 Sinjai 819,96 231 182 282
08 Maros 1 619,12 322 212 199
09 Pangkep 1 112,29 308 814 278
10 Barru 1 174,71 167 653 143
11 Bone 4 559,00 724 905 159
12 Soppeng 1 359,44 226 079 166
13 Wajo 2 506,20 388 985 155
14 Sidrap 1 883,25 274 648 146
15 Pinrang 1 961,17 354 652 181
16 Enrekang 1 786,01 192 163 108
17 Luwu 3 000,25 335 828 112
18 Tana Toraja 2 054,30 223 306 109
22 Luwu Utara 7 502,68 290 365 39
25 Luwu Timur 6 944,88 245 515 35
26 Toraja Utara 1 151,47 218 943 190
71 Makassar 175,77 1 352 136 7693
72 Pare Pare 99,33 130 563 1314
73 Palopo 247,52 149 421 604
2011 45 764,53 8 115 638 177
Sulawesi Selatan 2010 45 764,53 8 034 776 175,57
2009 45 764,53 7 908 519 172,81
Sumber : BPS Provinsi Sulawesi Selatan
Berdasarkan data BPS, dapat diketahui bahwa jumlah penduduk Provinsi
Sulawesi Selatan tahun 2011 berjumlah 8.115.638 jiwa yang tersebar di 24
kabupaten/kota dengan jumlah penduduk terbesar berada di Makassar dengan
jumlah 1.352.136 jiwa. Kepadatan penduduk daerah perkotaan merupakan
konsekuensi logis dari tingginya aktivitas perekonomian di sana. Oleh karena itu,
meskipun luas wilayah perkotaan relatif jauh lebih sempit dibandingkan wilayah
Kabupaten, namun jumlah penduduknya relatif lebih banyak, sehingga
kepadatan penduduk pun semakin tinggi.
Wilayah Kabupaten yang memiliki kepadatan penduduk yang tertinggi
adalah Kota Makassar sebagai ibukota Provinsi Sulawesi selatan, diikuti dengan
Kota Pare-Pare dan Kota Palopo. Ketiga daerah ini merupakan kota yang
berkembang disetiap wilayahnya masing-masing dan merupakan daerah
pelayanan bagi daerah yang ada di sekitarnya. Seperti daerah Gowa dan daerah
Takalar termasuk daerah yang juga relatif padat dikarenakan terkena efek
perluasan dari Kota Makassar, tingginya aktivitas perekonomian kota Makassar
mampu menjadi faktor penarik bagi para pekerja. Adapun kepadatan penduduk
yang paling rendah terdapat di Luwu Timur, daerah pemekaran baru, meskipun
Kabupaten Luwu Timur memiliki jumlah penduduk yang cukup banyak tetapi
Kabupaten Luwu Timur memiliki luas wilayah kedua terbesar setelah Luwu
Utara. Daerah yang kepadatan penduduknya rendah juga terdapat di Kabupaten
Luwu Utara. Setelah dicermati maka daerah yang memiliki tingkat kepadatan
penduduk rendah ini berlokasi jauh dari wilayah perkotaan, sehingga dari faktor
aksesibilitas terhadap pusat pemerintahan provinsi merupakan salah satu
kendala.
4.2. Perkembangan Variabel Penelitian
4.2.1. Perkembangan Indeks Pembangunan Manusia pada Kabupaten/Kota
di Sulawesi Selatan tahun 2007-2011
Pembangunan manusia dalam konteks ini diartikan sebagai sumber daya
untuk mencapai tujuan pembangunan yang orientasi akhirnya adalah pada
peningkatan kesejahteraan manusia. Salah satu indikator untuk melihat
keberhasilan pembangunan di suatu daerah adalah tersedianya cukup sumber
daya manusia yang berkualitas. Angka IPM tahun 2011 menurut kabupaten/kota
di Sulawesi Selatan memperlihatkan adanya variasi yang relatif besar yaitu dari
angka IPM terendah 65,27 pada kabupaten Jeneponto hingga tertinggi 79,11
pada kota Makassar. Penyebab terjadinya variasi angka tersebut dikarenakan
oleh adanya perbedaan kebijakan terhadap bidang pendidikan, kesehatan dan
pendapatan dari masing–masing daerah (BPS, 2011)
Tabel 4.2. Indeks Pembangunan Manusia Tertinggi dan Terendah
di Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2007-2011
Tahun
IPM Angka Tertinggi Angka Terendah
Sulawesi Selatan IPM Kabupaten/Kota IPM Kabupaten/Kota
2007 69.6 77.3 Makassar 63.4 Jeneponto
2008 70.2 77.9 Makassar 64 Jeneponto
2009 70.9 78.2 Makassar 64.5 Jeneponto
2010 71.62 78.79 Makassar 64.92 Jeneponto
2011 72.14 79.11 Makassar 65.27 Jeneponto
Sumber: BPS Provinsi Sulawesi selatan, diolah
Tabel diatas menunjukkan bahwa dari tahun 2007 hingga tahun 2011,
IPM tertinggi berada di Kota Makassar dan yang terendah berada di Kabupaten
Jeneponto. Hal ini mencerminkan bahwa Provinsi Sulawesi Selatan belum
memprioritaskan dengan baik program pembangunan manusia terlihat dari
kondisi IPM tertinggi dan terendah yang hanya terkait pada dua daerah tersebut
dan tidak ada perbedaan sama sekali dari tahun ke tahun.
Gambar 4.1.Perbandingan IPM Kabupaten/Kota di Sulawesi Selatan tahun
2007 dan 2011
Sumber :
BPS Provinsi Sulawesi Selatan, 2011
Dalam kurun waktu lima tahun antara tahun 2007 sampai 2011, kabupaten
yang menunjukkan kinerja terbaik adalah kabupaten Wajo dan Bulukumba. Kabupaten
Wajo mampu menaikkan nilai IPM nya sebesar 2,99 poin dari 68,05 pada tahun 2007
menjadi 71,04 pada tahun 2011. Adapun IPM kabupaten Bulukumba naik sebesar 2,36
poin dari 68,3 pada tahun 2007 menjadi 70,66 pada tahun 2011. Sedangkan
kabupaten yang nilai IPM nya terendah adalah Kabupaten Jeneponto dan dalam kurun
waktu 2007-2011 hanya menaikkan nilai IPM sebesar 1,87 poin dari 63,4 pada tahun
2007 menjadi 65,27 pada tahun 2011.
0 20 40 60 80 100
Selayar
Bulukumba
Bantaeng
Jeneponto
Takalar
Gowa
Sinjai
Maros
Pangkep
Barru
Bone
Soppeng
Wajo
Sidrap
Pinrang
Enrekang
Luwu
Tator
Luwu Utara
Luwu Timur
Toraja Utara
Makassar
Pare-Pare
Palopo
2011
2007
Tabel 4.3. Indeks Pembangunan Manusia Menurut Kabupaten/Kota di
Provinsi Sulawesi Selatan tahun 2007-2011 (persen)
Kabupaten/Kota 2007 2008 2009 2010 2011 Posisi/Ranking
2007 2011
1 Kep. Selayar 67.7 68.2 68.9 69.34 70 20 21
2 Bulukumba 69.3 69.9 70.6 71.19 71.77 12 12
3 Bantaeng 68.3 68.9 69.4 70.1 70.66 17 18
4 Jeneponto 63.4 64 64.5 64.92 65.27 23 24
5 Takalar 66.9 67.5 68 68.62 69.09 22 23
6 Gowa 68.9 69.4 70 70.67 71.29 15 14
7 Sinjai 68.2 68.7 69.2 69.53 70.16 18 19
8 Maros 69.2 69.9 70.6 71.12 71.74 13 13
9 Pangkep 67.7 68.3 69.1 69.43 69.89 21 22
10 Barru 69 69.5 70.3 70.86 71.19 14 15
11 Bone 68.3 69 69.6 70.17 70.77 16 17
12 Soppeng 70.3 70.8 71.3 71.89 72.23 10 11
13 Wajo 68 68.7 69.4 70.22 71.04 19 16
14 Sidrap 71.2 71.7 72.1 72.37 72.74 9 9
15 Pinrang 71.4 71.9 72.6 73.21 73.8 8 7
16 Enrekang 73.3 73.8 74.2 74.55 74.84 4 4
17 Luwu 72.5 73 73.6 73.98 74.42 6 6
18 Tator 70.2 70.8 71.4 71.87 72.29 11 10
19 Luwu Utara 72.5 73.2 73.7 74.32 74.69 5 5
20 Luwu Timur 71.7 71.7 72.3 72.79 73.11 7 8
21 Toraja Utara * 68.4 68.9 69.56 70.15 * 20
22 Makassar 77.3 77.9 78.2 78.79 79.11 1 1
23 Pare-Pare 76.5 77 77.5 77.78 78.19 2 2
24 Palopo 75.4 75.8 76.1 76.55 76.85 3 3
Sulawesi Selatan 69.6 70.2 70.9 71.62 72.14
Rata-rata 70.31 70.75 71.31 71.83 72.3
Sumber : BPS Sulawesi Selatan, diolah
*) Kabupaten Toraja Utara belum terbentuk
Apabila dilihat dari posisi/ranking dari tahun 2007 ke tahun 2011 yang
diurutkan berdasarkan angka IPM tertinggi hingga terendah, ketiga kota yang
ada di provinsi Sulawesi Selatan menempati 3 urutan IPM tertinggi yaitu kota
Makassar menduduki posisi pertama, kota Pare-Pare menduduki posisi kedua
dan kota Palopo di posisi ketiga. Hal tersebut menunjukkan bahwa di daerah
perkotaan yang menjadi pusat aktivitas perekonomian mampu memacu
pembangunan manusia di daerahnya.
Selain itu beberapa kabupaten mampu menaikkan posisi/ranking nya dari
tahun 2007 ke tahun 2011 antara lain: Kabupaten Pinrang naik posisi satu
peringkat dari posisi 8 di tahun 2007 ke posisi 7 di tahun 2011 dengan
menggeser posisi Kabupaten Luwu Timur; Kabupaten Tator naik posisi satu
peringkat dari posisi 11 ke 10 dengan menggeser posisi Kabupaten Soppeng;
Kabupaten Gowa naik posisi satu peringkat dari posisi 15 ke 14 dengan
menggeser posisi Kabupaten Barru; dan Kabupaten Wajo mampu menaikkan
posisinya tiga peringkat dari posisi ke 19 menjadi posisi ke 16 dengan
menggeser tiga kabupaten yaitu Kabupaten Sinjai, Bantaeng dan Bone. Seperti
yang dijelaskan sebelumnya bahwa Kabupaten Wajo dalam kurun waktu lima
tahun (2007-2011) perkembangan IPM nya menunjukkan kinerja terbaik.
Kabupaten/Kota yang menduduki posisi/ranking 1-11 memiliki angka IPM
lebih tinggi dari IPM Sulawesi Selatan maka dapat digolongkan dalam kategori
Kabupaten/Kota yang memiliki angka IPM tinggi, sedangkan Kabupaten/Kota
yang menduduki posisi/ranking 12-24 memiliki angka IPM lebih rendah dari IPM
Sulawesi Selatan maka dapat digolongkan dalam kategori Kabupaten/Kota yang
memiliki angka IPM rendah.
Berdasarkan tabel 4.3 diatas, perkembangan IPM Kabupaten/Kota di
Provinsi Sulawesi Selatan secara keseluruhan dapat dilihat dari rata-rata IPM
dari tahun ke tahun yang terus mengalami peningkatan, seperti pada gambar
berikut:
Gambar 4.2. Perkembangan Rata-rata IPM Kabupaten/Kota di Provinsi
Sulawesi Selatan (%)
Dari tahun 2007 hingga 2011, rata-rata nilai indeks pembangunan
manusia pada kabupaten/kota di Sulawesi Selatan secara konsisten terus
meningkat. Peningkatan tersebut relatif hamper sama tiap tahunnya yaitu
meningkat sekitar 0,5%. Pada tahun 2008 nilainya mengalami peningkatan
sebesar (0.44%), tahun 2009 meningkat (0.56%), tahun 2010 meningkat
sebesar (0.52%) dan di tahun 2011 meningkat sebesar (0.47%). Secara umum,
kenaikan angka IPM diharapkan mampu mewakili peningkatan pembangunan
manusia (SDM) yang produktif, yaitu tenaga manusia yang sehat, berpendidikan
dan terampil khususnya pada kalangan bawah.
Lebih jauh lagi angka Indeks Pembangunan Manusia dapat dilihat secara
rinci dari tiga komponen indeks kompositnya yaitu indeks kesehatan, indeks
pendidikan dan indeks daya beli. Berikut data indeks komposit IPM
Kabupaten/Kota di Sulawesi Selatan tahun 2011:
69
69,5
70
70,5
71
71,5
72
72,5
2007 2008 2009 2010 2011
Tabel 4.4. Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten/Kota Menurut
Indeks Kompositnya, Tahun 2011 (persen)
Kabupaten/Kota Indeks
Kesehatan Indeks
Pendidikan Indeks
Daya Beli IPM
1 Kep. Selayar 71.47 76.29 62.24 70
2 Bulukumba 78.55 72.77 64 71.77
3 Bantaeng 81.6 66.24 64.14 70.66
4 Jeneponto 66.92 65.38 63.52 65.27
5 Takalar 74.82 68.93 63.52 69.09
6 Gowa 77.97 70.96 64.94 71.29
7 Sinjai 78.73 73.44 58.32 70.16
8 Maros 79.6 70.73 64.88 71.74
9 Pangkep 73.27 73.81 62.58 69.89
10 Barru 73.42 76.44 63.72 71.19
11 Bone 75 72.53 64.78 70.77
12 Soppeng 77.9 73.99 64.81 72.23
13 Wajo 77.28 71.11 64.73 71.04
14 Sidrap 79.68 76 62.54 72.74
15 Pinrang 78.8 77.29 64.67 73.8
16 Enrekang 83.65 78.82 62.06 74.84
17 Luwu 81.73 78.42 63.11 74.42
18 Tator 82.03 75.72 59.12 72.29
19 Luwu Utara 77.8 78.54 67.73 74.69
20 Luwu Timur 76.77 80.37 62.2 73.11
21 Toraja Utara 80.97 72.93 56.55 70.15
22 Makassar 81.37 88.66 67.31 79.11
23 Pare-Pare 82.48 86.46 65.64 78.19
24 Palopo 79.32 87.2 64.04 76.85
Sulawesi Selatan 75.33 76.31 64.78 72.14
Nasional 74.42 79.64 64.26 72.77
Sumber : BPS Provinsi Sulawesi Selatan, diolah
Pada tahun 2011, angka indeks kesehatan dan angka indeks daya beli
Provinsi Sulawesi Selatan lebih tinggi dibandingkan angka indeks kesehatan dan
angka indeks daya beli nasional, sedangkan angka indeks pendidikan Provinsi
Sulawesi Selatan lebih rendah dibandingkan angka indeks pendidikan nasional.
Indeks kesehatan ini diperoleh dari angka harapan hidup seseorang sejak
dilahirkan. Indeks kesehatan menurut kabupaten/kota di Provinsi Sulawesi
Selatan tahun 2011, Kabupaten Enrekang merupakan kabupaten yang
mempunyai angka indeks kesehatan tertinggi yaitu sebesar 83,65 persen
kemudian disusul Kota Pare-pare dengan angka 82,48 persen dan Kabupaten
Tator dengan angka 82,03 persen sedangkan indeks kesehatan terendah adalah
Kabupaten Jeneponto yang hanya mencapai 66,92 persen.
Indeks pendidikan terdiri dari dua unsur yaitu angka melek huruf dan rata-
rata lama sekolah penduduk yang berumur 15 tahun ke atas. Daerah yang
mempunyai angka indeks pendidikan paling tinggi adalah Kota Makassar
sebesar 88,66 persen sedangkan daerah yang mempunyai angka indeks
pendidikan paling rendah adalah Kabupaten Jeneponto sebesar 65,38 persen.
Perbedaan kedua angka indeks pendidikan tertinggi dan terendah cukup jauh.
Untuk itu salah satu upaya untuk meningkatkan sumber daya manusia di Provinsi
Sulawesi Selatan perlu memperhatikan 3 kabupaten yang indeks pendidikannya
rendah yaitu Kabupaten Jeneponto, Bantaeng, dan Takalar.
Indeks daya beli diukur dengan pengeluaran perkapita yang telah
disesuaikan atau paritas daya beli. Indeks daya beli Provinsi Sulawesi Selatan
menurut kabupaten/kota tahun 2011 nampak bahwa Kabupaten Luwu Utara
mempunyai angka tertinggi sebesar 67,73 persen sedangkan Kabupaten Sinjai
angka terendah 58,32. Perbedaan kedua angka indeks daya beli tertinggi dan
terendah relatif cukup baik. Namun angka indeks daya beli tersebut apabila
dibandingkan dengan angka indeks kesehatan dan pendidikan relatif masih
rendah yang hanya mencapai angka tertinggi sebesar 67,73 persen sedangkan
angka indeks kesehatan dan indeks pendidikan masing-masing telah mencapai
angka 83,65 persen dan 88,66 persen.
4.2.2. Perkembangan Pertumbuhan Ekonomi pada Kabupaten/Kota di
Sulawesi Selatan tahun 2007-2011
Salah satu indikator kemajuan pembangunan adalah pertumbuhan
ekonomi yang dapat dilihat dari besarnya Produk Domestik Regional Bruto
(PDRB) yang dihasilkan pada satu tahun tertentu dibandingkan dengan nilai
tahun sebelumnya. PDRB adalah keseluruhan nilai barang dan jasa yang
dihasilkan dalam waktu satu tahun di wilayah tersebut.
Tabel 4.5. PDRB atas Harga Konstan dan PDRB atas Harga Berlaku
Menurut Kabupaten/Kota di Sulawesi Selatan Tahun 2011 (milyar rupiah)
Kabupaten/Kota PDRB atas
Harga Berlaku
Kontribusi terhadap PDRB
Sulsel
PDRB atas Harga Konstan
Kontribusi terhadap PDRB
Sulsel
1 Kep. Selayar 1386.06 1.05 502.48 0.92
2 Bulukumba 4286.36 3.2 1853.16 3.38
3 Bantaeng 2179.1 1.66 809.86 1.48
4 Jeneponto 2676.02 2.03 956.28 1.75
5 Takalar 2368.11 1.8 977.44 1.78
6 Gowa 5931.37 4.36 2007.28 3.65
7 Sinjai 3235.34 2.46 1150.82 2.11
8 Maros 3039.19 2.26 1240.49 2.26
9 Pangkep 6413.12 4.71 2751.14 5
10 Barru 1904.31 1.43 783.93 1.43
11 Bone 8835.53 6.45 3412.32 6.21
12 Soppeng 3209.37 2.36 1304.05 2.38
13 Wajo 6655.97 4.95 2716.66 4.94
14 Sidrap 4215.93 3.11 1704.58 3.1
15 Pinrang 6216.77 4.56 2713.14 4.93
16 Enrekang 2291.69 1.71 803.69 1.47
17 Luwu 4351.15 3.2 1817.94 3.31
18 Tator 1798.45 1.34 714.82 1.31
19 Luwu Utara 3570.91 2.62 1645.11 3.1
20 Luwu Timur 9670.21 7.06 4643.41 8.44
21 Toraja Utara 1821.42 1.37 741.17 1.36
22 Makassar 43428.15 33.04 17820.7 32.35
23 Pare-Pare 2073.56 1.55 826.49 1.51
24 Palopo 2284.8 1.72 1000.57 1.83
Sulawesi Selatan 137389.9 100 55116.92 100
Sumber : BPS Sulawesi Selatan, diolah
PDRB Sulawesi Selatan atas dasar harga berlaku pada tahun 2011
sebesar 137.389,88 milyar rupiah. PDRB atas dasar harga berlaku menurut
Kabupaten/kota di Provinsi Sulawesi Selatan, terlihat bahwa kota Makassar
mempunyai nilai PDRB terbesar mencapai 43.428,15 milyar rupiah dengan
kontribusi terhadap PDRB Sulawesi Selatan sebesar 33,04 persen. Dan terbesar
kedua adalah Kabupaten Luwu Timur dengan nilai PDRB mencapai 9.670,21
milyar rupiah terbesar kedua berkontribusi sebesar 7,06 persen. Sedangkan
kabupaten dengan PDRB terendah yaitu kabupaten Selayar dengan nilai
1.386.06 milyar rupiah dan hanya berkontribusi sebesar 1.05 persen terhadap
PDRB Provinsi Sulawesi Selatan.
Selanjutnya berdasarkan PDRB Sulawesi Selatan atas dasar harga
konstan pada tahun 2011 sebesar 55.116,92 milyar rupiah. Bila melihat nilai
PDRB Kabupaten/kota di Sulawesi Selatan, terlihat bahwa kota Makassar
mempunyai nilai PDRB yang paling besar mencapai 17.820,70 milyar rupiah.
Terbesar kedua selanjutnya adalah Luwu Timur dengan nilai PDRB mencapai
4.643,41 milyar rupiah. Sedangkan Kabupaten Bone terbesar ketiga dengan nilai
3.412,32 milyar rupiah. Hal ini menunjukkan bahwa Kota Makassar memiliki
peran yang sangat besar dalam menciptakan nilai tambah PDRB di Sulawesi
Selatan pada tahun 2011 dengan menyumbangkan PDRB sebesar 32,35 persen,
disusul Kabupaten Luwu Timur (8,44 persen) Kabupaten Bone (6,21 persen)
Kabupaten Pangkep (5,00 persen) dan Kabupaten Wajo (4,94 persen).
Pertumbuhan ekonomi wilayah adalah pertambahan nilai barang/jasa
yang terjadi di suatu wilayah, yaitu kenaikan seluruh nilai tambah (value added)
yang terjadi di wilayah tersebut (Tarigan, 2004)
Tabel 4.6. Laju Pertumbuhan PDRB atas Dasar Harga Konstan
Menurut Kabupaten/Kota di Sulawesi Selatan Tahun 2007-2011 (persen)
Kabupaten/Kota 2007 2008 2009 2010 2011 Rata-rata
1 Kep. Selayar 6.45 7.27 7.89 8.01 8.52 7.63
2 Bulukumba 5.36 8.06 6.47 6.27 6.38 6.51
3 Bantaeng 5.37 6.73 7.61 7.9 8.43 7.21
4 Jeneponto 4.06 5.78 5.38 7.25 7.32 5.96
5 Takalar 6.04 6.19 6.58 6.85 7.34 6.6
6 Gowa 6.19 6.92 7.99 6.05 6.2 6.67
7 Sinjai 5.43 7.45 7.02 6.03 5.9 6.36
8 Maros 4.58 5.61 6.27 7.03 7.57 6.21
9 Pangkep 6.12 7.16 5.91 6.34 9.17 6.94
10 Barru 4.94 6.98 5.72 6.54 7.41 6.32
11 Bone 6.01 7.76 7.51 7.63 6.2 7.02
12 Soppeng 5.37 7.76 6.81 4.45 7.95 6.47
13 Wajo 5.87 7.4 5.1 5.71 10.93 7
14 Sidrap 5.46 8.23 6.66 4.45 11.82 7.32
15 Pinrang 5.14 6.73 7.65 6.23 7.12 6.57
16 Enrekang 5.11 6.49 6.62 5 6.9 6.02
17 Luwu 5.53 5.73 6.82 6.95 7.47 6.5
18 Tator 5.35 7.18 6.1 6.31 7.88 6.56
19 Luwu Utara 6.83 9.65 6.68 5.93 7.29 7.27
20 Luwu Timur 5.75 -2.44 -4.04 15.39 -5.33 1.87
21 Toraja Utara * * 5.74 7 7.9 6.88
22 Makassar 8.11 10.52 9.2 9.83 9.65 9.46
23 Pare-Pare 6.98 7.56 8.09 8.26 7.79 7.74
24 Palopo 6.53 7.44 7.86 7.29 8.16 7.46
Sulawesi Selatan 6.34 7.78 6.23 8.19 7.65 7.24
Rata-rata 5.76 6.88 6.4 7.03 7.33
Sumber : BPS Sulawesi Selatan, diolah *) Kabupaten Toraja Utara belum terbentuk
Dari tabel diatas menunjukkan bahwa perkembangan pertumbuhan
ekonomi pada Kabupaten/Kota di Provinsi Sulawesi Selatan selama tahun 2007
hingga 2011 mengalami fluktuasi atau bergerak naik turun. Dengan melihat rata-
rata pertumbuhan ekonomi dari semua kabupaten/kota, berikut dapat dilihat
trend perkembangan rata-rata pertumbuhan ekonomi di Sulsel tahun 2007-2011
Gambar 4.3. Perkembangan Rata-rata Pertumbuhan Ekonomi
Kabupaten/Kota di Provinsi Sulawesi Selatan (%)
Pertumbuhan ekonomi yang diukur berdasarkan laju PDRB atas dasar
harga konstan 2000 masing-masing kabupaten/kota di Sulawesi Selatan, yang
mana menunjukkan angka positif yang berarti adanya peningkatan PDRB dari
tahun ke tahun. Kota Makassar memiliki rata-rata tingkat pertumbuhan ekonomi
tertinggi di Sulawesi Selatan sebesar 9,46 persen, kemudian diikuti Kota Pare-
Pare (7,74 persen), dan Kabupaten Selayar (7,63 persen). Sedangkan
kabupaten yang memiliki rata-rata pertumbuhan ekonomi paling rendah adalah
kabupaten Luwu Timur (1,87 persen) dan kabupaten Jeneponto (5,96 persen).
Rendahnya rata-rata pertumbuhan ekonomi tahun 2007-2011 di
kabupaten Luwu Timur disebabkan karena pada beberapa tahun, angka
pertumbuhan ekonomi Luwu Timur bernilai negatif yaitu pada tahun 2008 (-2,44),
tahun 2009 (-4,04) dan tahun 2011 (-5,33) walaupun pada tahun 2010 sempat
mencapai pertumbuhan ekonomi yang sangat tinggi sebesar 15,39 persen dan
kembali bernilai negatif pada tahun 2011. Hal tersebut menunjukkan bahwa nilai
PDRB di kabupaten Luwu Timur mengalami penurunan. Namun demikian
apabila dilihat dari nilai PDRB atas harga konstan 2000, Kabupaten Luwu Timur
mempunyai nilai PDRB terbesar kedua pada tahun 2010 yaitu sebesar 4936,91
milyar rupiah setelah kota Makassar (16252,45 milyar rupiah).
0
1
2
3
4
5
6
7
8
2007 2008 2009 2010 2011
4.2.3. Perkembangan Tingkat Kemiskinan pada Kabupaten/Kota di
Sulawesi Selatan tahun 2007-2011
Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan menjadikan persoalan kemiskinan
sebagai fokus utama mereka untuk dituntaskan. Tujuan Penanggulangan
Kemiskinan antara lain, menjamin perlindungan dan pemenuhan hak dasar
penduduk dan rumah tangga miskin, mempercepat penurunan jumlah penduduk
dan rumah tangga miskin, meningkatkan partisipasi masyarakat serta menjamin
konsistensi, koordinasi, integrasi, sinkronisasi dalam penanggulangan
kemiskinan dan meningkatkan taraf hidup masyarakat miskin. Penanggulangan
kemiskinan dilaksanakan dalam bentuk penyuluhan dan bimbingan sosial,
pelayanan sosial, penyediaan akses kesempatan kerja dan berusaha,
penyediaan akses pelayanan kesehatan dasar, penyediaan akses pelayanan
pendidikan dasar, pelayanan akses pelayanan perumahan dan pemukiman
dan/atau penyediaan akses pelatihan, modal usaha dan pemasaran hasil usaha.
Tabel 4.7. Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Sulawesi Selatan
Tahun 2007-2011
Tahun Jumlah Penduduk
Miskin (jiwa)
Persentase Jumlah
Penduduk Miskin
2007 1.083.400 14,11
2008 1.031.700 13,34
2009 963.570 12,31
2010 913.430 11,61
2011 835.510 10,27
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Berdasarkan data publikasi BPS, terlihat bahwa jumlah penduduk miskin
maupun persentase penduduk miskin di Sulawesi Selatan rentang tahun 2007
hingga 2011 terus mengalami penurunan baik secara relatif. Pada tahun 2007,
jumlah penduduk miskin mencapai 1.083.400 jiwa yang kemudian pada tahun
2011 menurun hingga 835.510 jiwa. Sedangkan persentase penduduk miskin
pada tahun 2007 sebesar 14,11 persen dan kemudian terus bergerak turun
hingga sebesar 10,27 persen pada tahun 2011. Pada tahun 2008 jumlah
penduduk miskin menjadi 1.031.700 jiwa atau turun sebesar 4,7 persen. Pada
tahun 2009 jumlah penduuduk miskin di Sulawesi Selatan menurun sebesar 6,6
persen menjadi 963.570 jiwa. Selanjutnya pada tahun 2010 menjadi 913.430 jiwa
atau menurun sebesar 5,2 persen dan pada tahun 2011 menjadi 835.510 jiwa
atau menurun sebesar 7,8 persen.
Tabel 4.8. Jumlah Penduduk Miskin Menurut Kabupaten/Kota
di Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2011 (jiwa)
Kabupaten/Kota 2010 2011
1 Kep. Selayar 18300 16666
2 Bulukumba 35600 32422
3 Bantaeng 18100 16484
4 Jeneponto 65400 59562
5 Takalar 30100 27413
6 Gowa 62100 56557
7 Sinjai 24500 22313
8 Maros 46600 42440
9 Pangkep 59000 53733
10 Barru 17700 16120
11 Bone 101100 92075
12 Soppeng 23300 21220
13 Wajo 34500 31420
14 Sidrap 19000 17304
15 Pinrang 31700 28870
16 Enrekang 32100 29235
17 Luwu 51500 46903
18 Tator 32500 29599
19 Luwu Utara 46800 42622
20 Luwu Timur 22400 20401
21 Toraja Utara 41100 37431
22 Makassar 78700 71675
23 Pare-Pare 8500 7741
24 Palopo 16800 15300
Sulawesi Selatan 917400 835510
Sumber : BPS Provinsi Sulawesi Selatan
Kondisi jumlah penduduk miskin Kabupaten/Kota di Provinsi Sulawesi
Selatan pada tahun 2011 terjadi penurunan. Kabupaten Bone meskipun
mengalami penurunan paling besar yaitu dari 101.100 jiwa hingga 92.075 jiwa
tetapi merupakan jumlah penduduk miskin terbesar dibandingkan kabupaten/kota
di Provinsi Sulawesi Selatan. Kemudian yang juga memiliki jumlah penduduk
miskin yang besar yaitu Kota Makassar, Kabupaten Jeneponto, Kabupaten
Gowa, dan Kabupaten Pangkep.
Tabel 4.9. Persentase Penduduk Miskin Menurut Kabupaten/Kota di
Sulawesi Selatan Tahun 2007-2011 (persen)
Kabupaten/Kota 2007 2008 2009 2010 2011
1 Kep. Selayar 20.45 18.49 16.41 14.98 13.49
2 Bulukumba 13.56 12.26 10.5 9.02 8.12
3 Bantaeng 12.12 10.94 9.96 10.24 9.21
4 Jeneponto 24.55 22.48 20.58 19.09 17.16
5 Takalar 13.8 12.68 11.06 11.16 10.04
6 Gowa 14.13 12.79 10.93 9.49 8.55
7 Sinjai 13.87 12.73 11.37 10.68 9.63
8 Maros 20.08 18.55 16.35 14.62 13.14
9 Pangkep 23.93 21.36 19.35 19.26 17.36
10 Barru 14.73 13.49 11.43 10.68 9.59
11 Bone 18.84 17.35 15.19 14.08 12.67
12 Soppeng 5.45 11.22 9.95 10.41 9.36
13 Wajo 11.36 10.16 8.93 8.96 8.06
14 Sidrap 8.05 7.64 6.73 6.99 6.29
15 Pinrang 10.44 9.65 8.7 9.01 8.12
16 Enrekang 22.79 20.51 18.1 16.84 15.18
17 Luwu 21.24 19.44 16.96 15.43 13.93
18 Tator 19.19 18.57 16.14 14.61 13.22
19 Luwu Utara 14.03 18.38 16.4 16.24 14.64
20 Luwu Timur 10.21 10.98 8.91 9.18 8.29
21 Toraja Utara * * - 19.08 17.06
22 Makassar 5.66 5.36 5.52 5.86 5.29
23 Pare-Pare 7.65 7.1 6.52 6.53 5.91
24 Palopo 12.71 12.83 11.85 11.28 10.22
Sulawesi Selatan 14.11 13.41 11.93 11.4 10.27
Rata-rata 14.73 14.13 12.51 12.24 11.02
Sumber : BPS Provinsi Sulawesi Selatan
*) Kabupaten Toraja Utara belum terbentuk
Gambar 4.4. Perkembangan Rata-rata Tingkat Kemiskinan Kabupaten/Kota
di Provinsi Sulawesi Selatan (%)
Perkembangan rata-rata tingkat kemiskinan dari semua kabupaten/kota di
provinsi Sulawesi Selatan dari tahun 2007-2011 menunjukkan perkembangan
yang cukup baik karena terus mengalami penurunan. Penurunan tingkat
kemiskinan paling besar terjadi pada tahun 2009 yaitu turun sebesar 1,62%.
Penyebab turunnya kemiskinan tersebut tidak terlepas dari adanya program
kemiskinan seperti PNPM Mandiri, Jamkesmas, Raskin, Bantuan Langsung
Tunai, dan Dana Biaya Operasional Sekolah.
Apabila dilihat menurut kabupaten/kota, pada tahun 2011 persentase
penduduk miskin tertinggi adalah Kabupaten Pangkep dan terendah adalah Kota
Makassar. Kondisi persentase penduduk miskin 24 kabupaten/kota di Provinsi
Sulawesi Selatan pada tahun 2007 hingga 2011 cenderung mengalami
penurunan. Beberapa kabupaten/kota yang mengalami penurunan secara
konsisten dari tahun 2007 hingga 2011 yaitu kabupaten Selayar, Bulukumba,
Jeneponto, Gowa, Sinjai, Maros, Pangkep, Barru, Bone, Enrekang, Luwu, Tator,
dan Toraja Utara.
0
2
4
6
8
10
12
14
16
2007 2008 2009 2010 2011
Sedangkan kabupaten/kota lainnya yang sempat mengalami kenaikan
persentase penduduk miskin antara lain yang mengalami kenaikan persentase
penduduk miskin di tahun 2010 yaitu kabupaten Bantaeng (0,28), Takalar (0,1),
Wajo (0,06), Sidrap (0,26), Pinrang (0,31) dan Pare-pare (0,01). Kabupaten/kota
yang mengalami kenaikan persentase penduduk miskin di tahun 2008 yang
cukup drastis yaitu Kabupaten Soppeng (5,77) dan Luwu Utara (4,35). Adapun
persentase penduduk miskin di Kabupaten Luwu Timur dari tahun 2007 hingga
tahun 2011 cenderung naik turun, sedangkan Kota Makassar mengalami
kenaikan persentase penduduk miskin di tahun 2009 dan 2010 sebesar 0,5%.
4.3. Analisis Data
Analisis data dalam penelitian ini adalah estimasi model regresi dengan
panel data menggunakan metode Pooled Least Squares (PLS). Perhitungan
data dalam penelitian ini menggunakan program EViews 5.0 dan SPSS 16.0
yang membantu dalam pengujian model, mencari nilai koefisien dari tiap-tiap
variabel, serta pengujian hipotesis secara parsial maupun bersama-sama.
4.3.1. Hasil Uji Penyimpangan Asumsi Klasik
4.3.1.1. Uji Multikolinearitas
Multikolinearitas merupakan keadaan dimana terdapat hubungan linear
atau terdapat korelasi antar variabel independen, diperlukan untuk mengetahui
ada tidaknya variabel independen yang memiliki kemiripan dengan variabel
independen lain dalam satu model. Kemiripan antar variabel independen dalam
suatu model akan menyebabkan terjadinya korelasi yang sangat kuat antara
variabel independen tersebut. Deteksi multikolinieritas dapat dilihat dari beberapa
hal, jika Variance Inflation Factor (VIF) tidak lebih dari 10 dan jika Tolerance tidak
kurang dari 0,1 maka model dapat terbebas dari multikolinearitas (Agung, 2007).
Tabel 4.10. Hasil Uji Multikolinearitas
Coefficientsa
Model
Unstandardized
Coefficients Correlations
Collinearity
Statistics
B Std. Error Zero-order Partial Part Tolerance VIF
1 (Constant) 74.199 1.123
X1 .189 .111 .200 .157 .137 .983 1.017
X2 -.318 .055 -.489 -.476 -.467 .983 1.017
a. Dependent Variable: Y
Sumber: data sekunder yang diolah dari SPSS 16.0
Hasil menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi dan tingkat kemiskinan
sebagai variabel independen memiliki variance inflation factor (VIF) lebih kecil
dari 10 (1.017 < 10) dan Tolerance tidak kurang dari 0,1 (0.983 > 0.1). Jadi dapat
disimpulkan bahwa tidak ada multikolinearitas antar variabel independen dalam
model regresi.
4.3.1.2. Uji Autokorelasi
Autokorelasi merupakan korelasi antar anggota observasi yang disusun
menurut aturan waktu. Menguji autokorelasi dalam suatu model bertujuan untuk
mengetahui ada tidaknya korelasi antara variabel pengganggu (et) pada periode
tertentu dengan variabel penganggu periode sebelumnya (et-1). Cara mudah
mendeteksi autokerelasi dapat dilakukan dengan uji Durbin Watson. Dengan
ketentuan, jika angka dalam Durbin Watson berkisar antara -2 sampai dengan +2
maka koefisien regresi bebas dari gangguan autokorelasi sedangkan jika angka
DW dibawah -2 berarti terdapat autokorelasi positif dan jika angka DW diatas +2
berarti terdapat autokorelasi negatif (Suharyadi, 2003).
Tabel 4.11. Hasil Uji Autokorelasi
Model Summaryb
Model
Change Statistics
Durbin-Watson R Square Change F Change df1 df2 Sig. F Change
1 .258 19.792 2 114 .000 .168
a. Predictors: (Constant), X2, X1
b. Dependent Variable:Y
Sumber: data sekunder yang diolah dari SPSS 16.0
Hasil uji autokorelasi diatas menunjukkan nilai Durbin Watson sebesar
0,168 ini berarti bahwa angka Durbin Watson berkisar antara -2 sampai +2. Hal
tersebut menandakan bahwa koefisien regresi bebas dari gangguan autokorelasi
(-2 < 0,168 < 2).
4.3.2. Uji Heteroskedastisitas
Heteroskedastisitas muncul apabila kesalahan atau residual dari model
yang diamati tidak memiliki varians yang konstan dari satu observasi ke
observasi lainnya. Artinya, setiap observasi mempunyai reliabilitas yang berbeda
akibat perubahan dalam kondisi yang melatarbelakangi tidak terangkum dalam
spesifikasi model. Heterokedastisitas menguji terjadinya perbedaan variance
residual suatu periode pengamatan ke periode pengamatan yang lain.
Cara memprediksi ada tidaknya homokesdatisitas pada suatu model
dapat dilihat dari pola gambar Scatterplot model tersebut, analisisnya dapat
dilihat jika titik-titik data menyebar di atas dan di bawah atau di sekitar angka 0
pada sumbu Y, titik-titik data tidak mengumpul hanya di atas atau di bawah saja,
Penyebaran titik-titik data tidak boleh membentuk pola bergelombang melebar
kemudian menyempit dan melebar kembali (Agung, 2007).
Gambar 4.5. Hasil Uji Heteroskedastisitas
Sumber: data sekunder yang diolah dari SPSS 16.0
Dari gambar diatas terlihat data tersebar di atas dan dibawah angka 0
pada sumbu Y, Titik-titik data tidak mengumpul hanya di atas atau di bawah saja,
Serta penyebaran titik-titik data tidak membentuk pola bergelombang melebar
kemudian menyempit dan melebar kembali, sehingga dapat dikatakan bahwa
tidak terjadi homoskedastisitas.
4.3.1.4. Uji Normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam sebuah model
regresi, variabel dependen, variabel independen ataupun keduanya mempunyai
distribusi normal atau tidak. Model regresi yang baik adalah distribusi data
normal atau mendekati normal. Untuk menguji normalitas data ini menggunakan
metode analisis grafik dan melihat norma probability plot.
Gambar 4.6. Hasil Uji Normalitas
Dari gambar diatas terlihat bahwa sebaran data pada chart tersebar
di sekeliling garis lurus (tidak terpencar jauh dari garis lurus), maka dapat
dikatakan bahwa persyaratan normalitas terpenuhi.
4.3.2. Hasil Uji Statistik
4.3.2.1. Koefisien Determinasi (Uji R2)
Koefisien determinasi (R2) pada intinya mengukur seberapa jauh
kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel dependen. Kekuatan
pengaruh variabel independen terhadap variasi variabel dependen dapat
diketahui dari besarnya nilai koefisien determinan (R2), yang berada antara nol
dan satu. Apabila nilai R2 semakin mendekati satu, berarti variabel‐variabel
bebas memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi
variabel terikat.
Tabel 4.12. Hasil Uji R Square
Effects Specification
Cross-section fixed (dummy variables)
R-squared 0.979400 Mean dependent var 71.35487
Adjusted R-squared 0.973741 S.D. dependent var 3.169697
S.E. of regression 0.513635 Akaike info criterion 1.698523
Sum squared resid 24.00773 Schwarz criterion 2.312340
Log likelihood -73.36361 F-statistic 173.0630
Durbin-Watson stat 0.922548 Prob(F-statistic) 0.000000
Sumber: Data sekunder yang diolah dari EViews 5 (Lampiran 2)
Tabel 4.12 menunjukkan nilai adjusted R square sebesar 0,97. Hal ini
berarti 97% prediksi variabel indeks pembangunan manusia dapat dijelaskan
oleh pertumbuhan ekonomi dan tingkat kemiskinan, sedangkan sisanya 0,03
atau sebesar 3% variabel indeks pembangunan manusia dipengaruhi oleh
variabel-variabel lain di luar model yang tidak dibahas dalam penelitian ini.
4.3.2.2. Pengujian Signifikansi secara Simultan (Uji F)
Pengujian terhadap pengaruh semua variabel independen di dalam
model dapat dilakukan dengan uji F. Uji statistik F pada dasarnya menunjukkan
apakah semua variabel independen yang dimasukkan dalam model mempunyai
pengaruh secara bersama-sama terhadap variabel dependen. Pengaruh
pertumbuhan ekonomi dan tingkat kemiskinan terhadap indeks pembangunan
manusia pada kabupaten/kota di Sulawesi Selatan dengan menggunakan taraf
keyakinan 95 persen (α=0,05) degree of freedom for numerator (dfn = 26) dan
degree of freedom for denominator (dfd = 90) diperoleh F-tabel sebesar 1,57.
Tabel 4.13. Hasil Uji Statistik F
Effects Specification Cross-section fixed (dummy variables) R-squared 0.979400 Mean dependent var 71.35487
Adjusted R-squared 0.973741 S.D. dependent var 3.169697
S.E. of regression 0.513635 Akaike info criterion 1.698523
Sum squared resid 24.00773 Schwarz criterion 2.312340
Log likelihood -73.36361 F-statistic 173.0630
Durbin-Watson stat 0.922548 Prob(F-statistic) 0.000000
Sumber: Data sekunder yang diolah dari EViews 5 (Lampiran 2)
Dari hasil regresi diperoleh F-statistik sebesar 173,063 maka Fstatistik >
F-tabel (173,063 > 1,57). Jadi dapat disimpulkan bahwa variabel independen
secara bersama-sama berpengaruh terhadap variabel dependen.
4.3.2.3. Pengujian Signifikansi secara Parsial (Uji t)
Uji statistik t pada dasarnya menunjukkan seberapa jauh pengaruh
masing-masing variabel independen secara individual dalam menerangkan
variasi variabel dependen. Pengaruh pertumbuhan ekonomi dan tingkat
kemiskinan terhadap indeks pembangunan manusia pada kabupaten/kota di
Sulawesi Selatan tahun 2007-2011 dengan menggunakan taraf keyakinan 95
persen (α=0,05) dan degree of freedom (df = 90), maka diperoleh nilai t-tabel
sebesar 1,960 dan pada taraf keyakinan 90 persen (α=0,10) diperoleh nilai t-
tabel sebesar 1,645.
Tabel 4.14. Hasil Uji Statistik t
Dependent Variable: Y? Method: Pooled Least Squares Date: 02/28/13 Time: 22:15 Sample: 2007 2011 Included observations: 5 Cross-sections included: 24 Total pool (unbalanced) observations: 117
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C 75.22322 0.414927 181.2926 0.0000
X1? 0.041544 0.024913 1.667584 0.0988
X2? -0.320878 0.026818 -11.96488 0.0000
Sumber: Data sekunder yang diolah dari EViews 5 (Lampiran 2)
Dari hasil regresi secara parsial diperoleh t statistik variabel Pertumbuhan
Ekonomi (X1) > t tabel α=0,10 sebesar (1,667 > 1,645). Dan variabel Tingkat
Kemiskinan (X2) > t tabel α=0,05 sebesar (11,964 > 1,960). Jadi dapat
disimpulkan bahwa pertumbuhan ekonomi (X1) berpengaruh signifikan terhadap
Indeks Pembangunan Manusia (Y) pada α 10% atau pada taraf keyakinan 90%
dengan tingkat signifikansi 0.0988 ,sedangkan variabel tingkat kemiskinan (X2)
berpengaruh signifikan terhadap Indeks Pembangunan Manusia (Y) pada α 5%
atau pada taraf keyakinan 95% dengan tingkat signifikansi 0.0000
4.3.3. Interpretasi Model
Hasil regresi pengaruh pertumbuhan ekonomi dan tingkat kemiskinan
terhadap indeks pembangunan manusia pada kabupaten/kota di Sulawesi
Selatan tahun 2007-2011, dengan menggunakan metode Pooled Least Square
(PLS) diperoleh nilai koefisien regresi untuk setiap variabel yang digunakan
dalam penelitian (Lampiran 2).
Estimasi persamaan umum untuk semua kabupaten/kota sebagai berikut:
Y’ = β0 + β1X1 + β2X2 + µ
Y’ = 75,22322 + 0,041544 X1 – 0,320878 X2
Sedangkan pada masing-masing kabupaten/kota memiliki estimasi
persamaan yang berbeda. Berikut disajikan uji hasil estimasi persamaan pada
salah satu kabupaten/kota di Provinsi Sulawesi Selatan yaitu estimasi
persamaan di Kota Makassar:
Tahun Y Y' µ = (Y-Y')
2007 77.3 4.42+75.22+ 0.0415 (8.11)+ 0.321 (5.66) = 81.793425 -4.493425
2008 77.9 4.42+75.22+ 0.0415 (10.52)+ 0.321 (5.36) = 81.79714 -3.89714
2009 78.2 4.42+75.22+ 0.0415 (9.2)+0.321 (5.52) = 81.79372 -3.59372
2010 78.79 4.42+75.22+ 0.0415 (9.83)+ 0.321 (5.86) = 81.929005 -3.139005
2011 79.11 4.42+75.22+ 0.0415 (9.65)+ 0.321 (5.29) = 81.738565 -2.628565
Standar error (µ) menunjukkan ketidakakuratan persebaran nilai-nilai
pengamatan (Y) terhadap garis regresinya (Y’). Standar error di Kota Makassar
pada tahun 2011 semakin membaik karena nilainya semakin kecil yang
menunjukkan nilai pengamatan mendekati nilai regresi.
4.3.3.1. Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi terhadap IPM
Dari hasil regresi menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi (X1)
mempunyai pengaruh positif dan signifikan secara statistik terhadap indeks
pembangunan manusia (Y), dengan demikian hipotesis terbukti. Koefisien
pengaruh pertumbuhan ekonomi terhadap indeks pembangunan manusia yaitu
sebesar 0,041544 atau 0,041%. Artinya apabila pertumbuhan ekonomi naik
sebesar 1% maka indeks pembangunan manusia akan mengalami peningkatan
sebesar 0,041%. Sebaliknya apabila pertumbuhan ekonomi turun sebesar 1%
maka indeks pembangunan manusia akan turun sebesar 0,041%.
Meskipun teruji bahwa pertumbuhan ekonomi memiliki pengaruh positif
terhadap indeks pembagunan manusia, tetapi pengaruhnya sangat rendah
sehingga dapat dikatakan bahwa pertumbuhan ekonomi belum efektif dalam
mendorong indeks pembangunan manusia pada kabupaten/kota di Sulawesi
Selatan. Indikator utama pertumbuhan ekonomi Sulawesi Selatan adalah
pendapatan domestik regional bruto (PDRB) dan ini bersifat fisik, untuk itu harus
dilihat bahwa pendapatan PDRB yang tertinggi di Sulawesi Selatan itu ada di
Makassar melalui sektor industri pengolahan, konstruksi, perdagangan dan
lainnya serta peringkat kedua Luwu melalui sektor pertambangan. Jadi,
pertumbuhan ekonomi ternyata juga belum mampu menjamin kualitas manusia
Sulawesi Selatan menjadi baik sesuai standar IPM karena pertumbuhan ekonomi
itu tidak merata di 24 kabupaten/kota di Sulawesi Selatan. Sebab, Makassar dan
Luwu memiliki prestasi besar dalam mendongkrak pertumbuhan ekonomi
Sulawesi Selatan, sehingga pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan merata perlu
diperhatikan agar mampu meningkatkan peringkat Indeks Pembangunan
Manusia Sulawesi Selatan.
Dengan mengamati data sekunder, pertumbuhan ekonomi yang tinggi
tidak memacu kenaikan angka IPM yang tinggi terlihat di beberapa
kabupaten/kota salah satunya yaitu Kabupaten Bulukumba pada tahun 2008
mampu menaikkan pertumbuhan ekonominya sebesar 2,7 persen dari 5,37
hingga 8,06 tetapi hanya menaikkan angka IPM sebesar 0,6 persen dari 69,3
hingga 69,9. Sedangkan pada tahun 2009 ketika pertumbuhan ekonominya
mengalami penurunan menjadi 6,47 persen, angka IPM nya tetap mengalami
kenaikan sebesar 0,7 persen. Hal ini menunjukkan bahwa laju pertumbuhan
ekonomi yang tinggi pada suatu daerah tidaklah menjadi suatu hal yang mampu
menaikkan angka IPM yang tinggi.
Namun pada beberapa kabupaten/kota yang dimana ketika laju
pertumbuhan meningkat maka IPM kabupaten/kota tersebut juga naik antara lain
adalah Kabupaten Selayar dan Takalar di 5 tahun terakhir (2007-2011) terus
mengalami peningkatan laju pertumbuhan ekonomi diikuti peningkatan angka
IPM nya. Sedangkan pada kabupaten Wajo yang mengalami pertumbuhan
ekonomi tertinggi pada tahun 2011 juga mampu meningkatkan angka IPM yang
cukup besar yaitu sebesar 0,82 persen.
4.3.3.2. Pengaruh Tingkat Kemiskinan terhadap IPM
Dari hasil regresi menunjukkan bahwa tingkat kemiskinan (X2)
mempunyai pengaruh negatif dan signifikan secara statistik terhadap indeks
pembangunan manusia (Y), dengan demikian hipotesis terbukti. Koefisien
pengaruh tingkat kemiskinan terhadap indeks pembangunan manusia yaitu
sebesar -0,320878 atau 0,321%. Artinya apabila tingkat kemiskinan naik sebesar
1% maka indeks pembangunan manusia akan mengalami penurunan sebesar
0,321%. Sebaliknya apabila tingkat kemiskinan turun sebesar 1% maka indeks
pembangunan manusia akan naik sebesar 0,321%.
Jika dilihat dari data sekunder, tingkat kemiskinan 5 tahun terakhir
(2007-2011) cenderung menunjukkan penurunan yang juga diikuti dengan
kenaikan angka IPM dari tahun ke tahun. Seperti pada kabupaten Enrekang di
tahun 2008 terlihat perubahan tingkat kemiskinan menurun dan angka IPM nya
naik. Namun sebaliknya ada juga kabupaten/kota yang tidak serta merta
mengikuti pergerakan tersebut dimana terjadi kenaikan tingkat kemiskinan pada
beberapa kabupaten/kota di tahun 2010 yaitu kabupaten Bantaeng, Sidrap, Luwu
Timur, Makassar dan Pare-pare tetapi angka IPM nya juga tetap mengalami
kenaikan. Di tahun 2011, pada semua kabupaten/kota di provinsi Sulawesi
Selatan mengalami penurunan yang disertai kenaikan angka IPM nya.
Hal ini tentu menunjukkan secara nyata bahwa kemiskinan menyebabkan
seseorang sulit untuk memenuhi kebutuhan akan pendidikan dan kesehatan
yang baik serta memiliki daya beli yang rendah dan akan berdampak pada
indeks pembangunan manusia rendah. Sehingga penurunan kemiskinan di
Sulawesi Selatan dari tahun 2007 hingga 2011 telah memberi arti pada
peningkatan angka indeks pembangunan manusia walaupun secara perlahan.
4.3.3.3. Elastitisitas Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi dan Tingkat
Kemiskinan terhadap IPM
Berdasarkan pengamatan data sekunder dalam penelitian ini
menunjukkan bahwa elastisitas pengaruh tingkat kemiskinan terhadap IPM lebih
baik dibandingkan elastisitas pengaruh pertumbuhan ekonomi terhadap IPM
dimana perubahan penurunan tingkat kemiskinan lebih sejalan dengan
perubahan peningkatan IPM dalam kurun waktu 5 tahun terakhir (2007-2011)
dibandingkan dengan perubahan kenaikan pertumbuhan ekonomi yang pada
beberapa tahun tertentu seperti tidak sejalan dengan perubahan kenaikan IPM
seperti yang telah dijelaskan sebelumnya pada pengaruh pertumbuhan ekonomi
terhadap IPM. Oleh karena itu, upaya untuk dapat meningkatkan angka IPM
dengan menurunkan tingkat kemiskinan lebih berpengaruh ketimbang pada
upaya dengan meningkatkan pertumbuhan ekonomi
4.3.3.4. Perbandingan Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi dan Tingkat
Kemiskinan terhadap IPM di masing-masing Kabupaten/Kota
Dalam penelitian ini, dengan mengestimasi model regresi panel data
dengan pendekatan fixed effect dapat diperoleh persamaan masing-masing tiap
kabupaten/kota. Dari hasil tersebut estimasi persamaan masing-masing
kabupaten/kota menunjukkan nilai konstanta yang berbeda (Lampiran 3).
Tabel 4.15. Model Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi dan Tingkat Kemiskinan
terhadap IPM di masing-masing Kabupaten/Kota
Kabupaten/Kota Model
Selayar 73.89 + 0.04154433405 X1 - 0.3208781406 X2
Bulukumba 73.71 + 0.04154433405 X1 - 0.3208781406 X2
Bantaeng 72.54 + 0.04154433405 X1 - 0.3208781406 X2
Jeneponto 70.84 + 0.04154433405 X1 - 0.3208781406 X2
Takalar 71.52 + 0.04154433405 X1 - 0.3208781406 X2
Gowa 73.36 + 0.04154433405 X1 - 0.3208781406 X2
Sinjai 72.63 + 0.04154433405 X1 - 0.3208781406 X2
Maros 75.56 + 0.04154433405 X1 - 0.3208781406 X2
Pangkep 75.09 + 0.04154433405 X1 - 0.3208781406 X2
Barru 73.75 + 0.04154433405 X1 - 0.3208781406 X2
Bone 74.29 + 0.04154433405 X1 - 0.3208781406 X2
Soppeng 74.01 + 0.04154433405 X1 - 0.3208781406 X2
Wajo 72.23 + 0.04154433405 X1 - 0.3208781406 X2
Sidrap 74.01 + 0.04154433405 X1 - 0.3208781406 X2
Pinrang 75.25 + 0.04154433405 X1 - 0.3208781406 X2
Enrekang 79.88 + 0.04154433405 X1 - 0.3208781406 X2
Luwu 78.81 + 0.04154433405 X1 - 0.3208781406 X2
Tator 76.28 + 0.04154433405 X1 - 0.3208781406 X2
Luwu Utara 78.49 + 0.04154433405 X1 - 0.3208781406 X2
Luwu Timur 75.29 + 0.04154433405 X1 - 0.3208781406 X2
Toraja Utara 75.67 + 0.04154433405 X1 - 0.3208781406 X2
Makassar 79.64 + 0.04154433405 X1 - 0.3208781406 X2
Pare-pare 79.24 + 0.04154433405 X1 - 0.3208781406 X2
Palopo 79.61 + 0.04154433405 X1 - 0.3208781406 X2
Berdasarkan hasil regresi data panel, dapat diketahui nilai konstanta
masing-masing kabupaten/kota. Nilai konstanta tertinggi adalah Kabupaten
Enrekang yaitu sebesar 79,88 berarti Indeks Pembangunan Manusia (Y) di
Enrekang sebesar 79,88% pada saat pertumbuhan ekonomi (X1) dan tingkat
kemiskinan (X2) sama dengan atau dianggap nol (konstan). Hal ini
mengindikasikan ketika pertumbuhan ekonomi (X1) dan tingkat kemiskinan (X2)
dalam kondisi konstan, maka Indeks Pembangunan Manusia tertinggi akan
terjadi di Kabupaten Enrekang, disusul Kota Makassar (79,64), Kota Palopo
(79,61) dan Kota Pare-Pare (79,24).
Sementara konstanta terendah adalah Kabupaten Jeneponto yaitu
sebesar 70,84 yang berarti Indeks Pembangunan Manusia (Y) di Jeneponto
sebesar 70,84% pada saat pertumbuhan ekonomi (X1) dan tingkat kemiskinan
(X2) sama dengan atau dianggap nol (konstan). Rendahnya IPM di Jeneponto
dipengaruhi tingkat pendapatan masyarakat Jeneponto yang masih rendah.
Pendapatan yang rendah membuat mereka kesulitan membiayai pendidikan,
sehingga indeks pendidikan di Jeneponto juga rendah seperti yang terlihat pada
tabel 4.4 sebelumnya.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang telah dikemukakan,
maka dapat disajikan beberapa kesimpulan yaitu sebagai berikut :
1. Variabel pertumbuhan ekonomi (X1) berpengaruh positif dan signifikan
terhadap indeks pembangunan manusia (IPM) pada kabupaten/kota di
Provinsi Sulawesi Selatan, dengan demikian hipotesis terbukti.
2. Variabel tingkat kemiskinan (X2) berpengaruh negatif dan signifikan terhadap
indeks pembangunan manusia (IPM) pada kabupaten/kota di Provinsi
Sulawesi Selatan, dengan demikian hipotesis terbukti.
3. Elastisitas pengaruh variabel tingkat kemiskinan terhadap indeks
pembangunan manusia lebih besar dibandingkan pengaruh variabel
pertumbuhan ekonomi terhadap indeks pembangunan manusia pada
kabupaten/kota di Provinsi Sulawesi Selatan.
4. Pada saat pertumbuhan ekonomi (X1) dan tingkat kemiskinan (X2) sama
dengan atau dianggap nol (konstan) maka besar indeks pembangunan
manusia (Y) tertinggi yaitu di Kabupaten Enrekang diikuti oleh Kota
Makassar, Kota Palopo dan Kabupaten Luwu, sedangkan indeks
pembangunan manusia terendah yaitu Kabupaten Jeneponto, Kabupaten
Takalar dan Kabupaten Wajo.
5.2. Saran
Adapun saran-saran yang dapat penulis berikan sehubungan dengan
hasil penelitian ini yaitu sebagai berikut :
1. Untuk meningkatkan indeks pembangunan manusia di Sulawesi Selatan,
perlu diperhatikan masalah pertumbuhan ekonomi yang harus
dikombinasikan dengan pemerataan hasil-hasilnya pada tiap kabupaten/kota
terutama pada kabupaten yang masih memiliki IPM rendah. Kebijakan
pemerintah kabupaten/kota dalam mengalokasikan sumber daya yang
dimilikinya, dapat diwujudkan melalui alokasi pengeluaran pemerintah pada
kegiatan pemenuhan berbagai kebutuhan dasar seperti kesehatan,
pendidikan, air bersih, perlistrikan desa.
2. Pemerintah Kabupaten/Kota Sulawesi Selatan perlu memperhatikan masalah
yang berhubungan dengan pengurangan kemiskinan dengan peningkatan
produktivitas masyarakat melalui investasi di bidang pendidikan dan
kesehatan agar Indeks Pembangunan Manusia dapat lebih ditingkatkan.
3. Bagi peneliti selanjutnya dengan topik sejenis disarankan untuk melakukan
kajian lebih lanjut dengan memasukkan variabel independen lainnya. Serta
memperpanjang periode penelitian, dan menggunakan alat analisis yang
lebih akurat untuk mendapatkan hasil penelitian yang lebih bisa mendekati
fenomena sesungguhnya.
DAFTAR PUSTAKA
Agung Nugroho, Bhuoro. 2007. Strategi Jitu Memilih Metode Statistik Penelitian
dengan SPSS. Yogyakarta: Penerbit ANDI.
Agussalim. 2009. Mereduksi Kemiskinan; Sebuah Proposal Baru untuk
Indonesia. Makassar: Nala Cipta Litera.
_________. 2012. Penanganan Kemiskinan Di Sulawesi Selatan: Pendekatan
dan Agenda Kebijakan. Makassar: Policy Paper.
Arsyad, Lincolin. 1999. Ekonomi Pembangunan. Yogyakarta: STIE YKPN.
Badan Pusat Statistik. 2010. Indeks Pembangunan Manusia Sulawesi Selatan.
Makassar: BPS
______________. 2010. Profil Kemiskinan di Indonesia. Makassar: BPS
______________. 2011. Analisis IPM Provinsi Sulawesi Selatan. Makassar: BPS
______________. 2012. Sulawesi Selatan Dalam Angka 2012. Makassar: BPS
Christina Usmaliadanti. 2011. Analisis Pengaruh Tingkat Kemiskinan,
Pengeluaran Pemerintah Sektor Pendidikan dan Kesehatan
terhadap Indeks Pembangunan Manusia. Skripsi.www.google.com
Friedman, John. 1992. Empowerment: Politics of Alternation Development,
Massachusetts. Blackwell Publisher.
Ginting, Charisma K. 2008. Pembangunan Manusia di Indonesia. Jurnal
Perencanaan dan Pengembangan Wilayah, vol. 04, no. 01,
Wahana Hijau.
Gujarati, Damodar. 2003. Basic Econometrics, Fourth edition. New York: The
McGraw-Hill Companies.
Ilham Irawan. 2009. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Indeks
Pembangunan Manusia (IPM) di Indonesia, Jakarta : Fakultas
Ekonomi Universitas Indonesia.
Kuncoro, Mudrajat. 2003. Ekonomi Pembangunan: Teori, Masalah dan
Kebijakan. Yogyakarta: UPP AMP YKPN.
Lanjouw, P., M. Pradhan, F. Saadah, H. Sayed, R. Sparrow, 2001. Poverty,
Education and Health in Indonesia: Who Benefits from Public
Spending?. World Bank Working Paper No. 2739. Washington
D.C.: World Bank. dalam http://papers.ssrn.com. diakses pada 10
Desember 2012.
Mankiw, N. Gregory. 2003. Teori Makro Ekonomi Terjemahan. Jakarta:
PT.Gramedia Pustaka Utama.
Mirza, Denni Sulistio. 2012. Pengaruh Kemiskinan, Pertumbuhan Ekonomi, Dan
Belanja Modal Terhadap Indeks Pembangunan Manusia Di Jawa
Tengah. Economics Development Analysis Journal.
Phillip M.cs. 1985. Penduduk dan Masa Depan Perkotaan. Jakarta: Penerbit
Yayasan Obor Indonesia.
Ramires, Ranis G, and Stewart F. 1998. Economic Growth and Human Capital.
dalam http://economics.ouls.ox.ac.uk/12332/1/qehwps18.pdf.
diakses pada 11 Februari 2013.
Ranis, Gustav. 2004. Human Development and Economic Growth. Yale
University.
Ranis , G and Stewart, F. 2001. Economic Growth and Human Development.
Journal. www. google.com.
Romer dan Weil. 2002. A Contribution to the Empirics of Economic Growth.
Quartely Journal of Economics dalam http://elsa.barkeley.edu/
dromer/papers/MRW_QJE1992.pdf.diakses pada 5 Februari 2013.
R.Abdul Maqin. 2006. Analisis Hubungan Pertumbuhan Ekonomi Dengan
Pembangunan Manusia di Jawa Barat Periode 1993-2003.
Skripsi. www. google.com
Suharyadi. 2003. Statistika Untuk Ekonomi & Keuangan Modern, Jakarta:
Salemba Empat.
Sukirno, Sadono. 2000. Makroekonomi Modern: Perkembangan Pemikiran Dari
Klasik Hingga Keynesian Baru. Jakarta: PT.Raja Grafindo
Persada.
Tarigan, Robinson. 2004. Ekonomi Regional: Teori dan Aplikasi. Jakarta: Bumi
Aksara.
Todaro, Michael P. 2003. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga.
Penerjemah: Haris Munandar. Jakarta: Erlangga.
Todaro, Michael P. dan Stephen C. Smith. 2006. Pembangunan Ekonomi di
Dunia Ketiga, Edisi kesembilan. Jakarta: Erlangga.
UNDP. 1995. Human Development Report 1995. New York: Oxford University
Press.
______. 1996. Human Development Report 1996. New York: Oxford University
Press.
Lampiran 1
Data Pertumbuhan Ekonomi, Tingkat Kemiskinan dan Indeks
Pembangunan Manusia pada Kabupaten/Kota di Sulawesi Selatan Tahun
2007-2011
Kabupaten/Kota Tahun Pertumbuhan
Ekonomi Tingkat
Kemiskinan
Indeks
Pembangunan Manusia
(1) (2) (3) (4) (5)
1
Selayar
2007 6.45 20.45 67.7 2008 7.27 18.49 68.2 2009 7.89 16.41 68.9 2010 8.01 14.98 69.34
2011 8.52 13.49 70
2
Bulukumba
2007 5.36 13.56 69.3 2008 8.06 12.26 69.9 2009 6.47 10.5 70.6 2010 6.27 9.02 71.19
2011 6.38 8.12 71.77
3
Bantaeng
2007 5.37 12.12 68.3 2008 6.73 10.94 68.9 2009 7.61 9.96 69.4 2010 7.9 10.24 70.1
2011 8.43 9.21 70.66
4
Jeneponto
2007 4.06 24.55 63.4 2008 5.78 22.48 64 2009 5.38 20.58 64.5 2010 7.25 19.09 64.92
2011 7.32 17.16 65.27
5
Takalar
2007 6.04 13.8 66.9 2008 6.19 12.68 67.5 2009 6.58 11.06 68 2010 6.85 11.16 68.62
2011 7.34 10.04 69.09
6
Gowa
2007 6.19 14.13 68.9 2008 6.92 12.79 69.4 2009 7.99 10.93 70 2010 6.05 9.49 70.67
2011 6.2 8.55 71.29
(1) (2) (3) (4) (5)
7
Sinjai
2007 5.43 13.87 68.2 2008 7.45 12.73 68.7 2009 7.02 11.37 69.2 2010 6.03 10.68 69.53
2011 5.9 9.63 70.16
8
Maros
2007 4.58 20.08 69.2 2008 5.61 18.55 69.9 2009 6.27 16.35 70.6 2010 7.03 14.62 71.12
2011 7.57 13.14 71.74
9
Pangkep
2007 6.12 23.93 67.7 2008 7.16 21.36 68.3 2009 5.91 19.35 69.1 2010 6.34 19.26 69.43
2011 9.17 17.36 69.89
10
Barru
2007 4.94 14.73 69 2008 6.98 13.49 69.5 2009 5.72 11.43 70.3 2010 6.54 10.68 70.86
2011 7.41 9.59 71.19
11
Bone
2007 6.01 18.84 68.3 2008 7.76 17.35 69 2009 7.51 15.19 69.6 2010 7.63 14.08 70.17
2011 6.2 12.67 70.77
12
Soppeng
2007 5.37 5.45 70.3 2008 7.76 11.22 70.8 2009 6.81 9.95 71.3 2010 4.45 10.41 71.89
2011 7.95 9.36 72.23
13
Wajo
2007 5.87 11.36 68 2008 7.4 10.16 68.7 2009 5.1 8.93 69.4 2010 5.71 8.96 70.22
2011 10.93 8.06 71.04
(1) (2) (3) (4) (5)
14
Sidrap
2007 5.46 8.05 71.2 2008 8.23 7.64 71.7 2009 6.66 6.73 72.1 2010 4.45 6.99 72.37
2011 11.82 6.29 72.74
15
Pinrang
2007 5.14 10.44 71.4 2008 6.73 9.65 71.9 2009 7.65 8.7 72.6 2010 6.23 9.01 73.21
2011 7.12 8.12 73.8
16
Enrekang
2007 5.11 22.79 73.3 2008 6.49 20.51 73.8 2009 6.62 18.1 74.2 2010 5 16.84 74.55
2011 6.9 15.18 74.84
17
Luwu
2007 5.53 21.24 72.5 2008 5.73 19.44 73 2009 6.82 16.96 73.6 2010 6.95 15.43 73.98
2011 7.47 13.93 74.42
18
Tator
2007 5.35 19.19 70.2 2008 7.18 18.57 70.8 2009 6.1 16.14 71.4 2010 6.31 14.61 71.87
2011 7.88 13.22 72.29
19
LuwuUtara
2007 6.83 14.03 72.5 2008 9.65 18.38 73.2 2009 6.68 16.4 73.7 2010 5.93 16.24 74.32
2011 7.29 14.64 74.69
20
LuwuTimur
2007 5.75 10.21 71.7 2008 -2.44 10.98 71.7 2009 -4.04 8.91 72.3 2010 15.39 9.18 72.79
2011 -5.33 8.29 73.11
(1) (2) (3) (4) (5)
21
TorajaUtara
2007 * * *
2008 * * 68.4 2009 5.74 - 68.9 2010 7 19.08 69.56
2011 7.9 19.08 70.15
22
Makassar
2007 8.11 5.66 77.3 2008 10.52 5.36 77.9 2009 9.2 5.52 78.2 2010 9.83 5.86 78.79
2011 9.65 5.29 79.11
23
ParePare
2007 6.98 7.65 76.5 2008 7.56 7.1 77 2009 8.09 6.52 77.5 2010 8.26 6.53 77.78
2011 7.79 5.91 78.19
24
Palopo
2007 6.53 12.71 75.4 2008 7.44 12.83 75.8 2009 7.86 11.85 76.1 2010 7.29 11.28 76.55
2011 8.16 10.22 76.85 Sumber : BPS Provinsi Sulawesi Selatan
*) Kabupaten Toraja Utara belum terbentuk
Lampiran 2
Hasil Regresi Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi (X1) dan Tingkat Kemiskinan (X2)
terhadap Indeks Pembangunan Manusia (Y) pada Kabupaten/Kota di Sulawesi
Selatan periode tahun 2007-2011
Dependent Variable: Y? Method: Pooled Least Squares Date: 02/28/13 Time: 22:15 Sample: 2007 2011 Included observations: 5 Cross-sections included: 24 Total pool (unbalanced) observations: 117
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C 75.22322 0.414927 181.2926 0.0000
X1? 0.041544 0.024913 1.667584 0.0988 X2? -0.320878 0.026818 -11.96488 0.0000
Fixed Effects (Cross) _SELAYAR—C -1.332919
_BULUKUMBA—C -1.510762 _BANTAENG—C -2.683377
_JENEPONTO—C -4.387461 _TAKALAR—C -3.705737
_GOWA—C -1.861545 _SINJAI—C -2.589536
_MAROS—C 0.340598 _PANGKEP—C -0.129114
_BARRU—C -1.470294 _BONE—C -0.932903
_SOPPENG—C -1.210822 _WAJO—C -2.995697
_SIDRAP—C -1.214421 _PINRANG—C 0.032612
_ENREKANG—C 4.659804 _LUWU—C 3.590021 _TATOR—C 1.061157
_LUWUUTARA—C 3.270659 _LUWUTIMUR—C 0.072093
_TORAJAUTARA—C 0.444629 _MAKASSAR—C 4.420710 _PAREPARE—C 4.012753
_PALOPO—C 4.386328 Effects Specification Cross-section fixed (dummy variables) R-squared 0.979400 Mean dependent var 71.35487
Adjusted R-squared 0.973741 S.D. dependent var 3.169697 S.E. of regression 0.513635 Akaike info criterion 1.698523 Sum squared resid 24.00773 Schwarz criterion 2.312340 Log likelihood -73.36361 F-statistic 173.0630 Durbin-Watson stat 0.922548 Prob(F-statistic) 0.000000
Lampiran 3
Estimasi Persamaan Regresi Masing-Masing Kabupaten/Kota di Sulawesi Selatan
Estimation Equations: ===================== Y_SELAYAR = -1.332919349 + 75.22322032 + 0.04154433405*X1_SELAYAR - 0.3208781406*X2_SELAYAR Y_BULUKUMBA = -1.510761765 + 75.22322032 + 0.04154433405*X1_BULUKUMBA - 0.3208781406*X2_BULUKUMBA Y_BANTAENG = -2.683376671 + 75.22322032 + 0.04154433405*X1_BANTAENG - 0.3208781406*X2_BANTAENG Y_JENEPONTO = -4.387460724 + 75.22322032 + 0.04154433405*X1_JENEPONTO - 0.3208781406*X2_JENEPONTO Y_TAKALAR = -3.705736527 + 75.22322032 + 0.04154433405*X1_TAKALAR - 0.3208781406*X2_TAKALAR Y_GOWA = -1.861545171 + 75.22322032 + 0.04154433405*X1_GOWA - 0.3208781406*X2_GOWA Y_SINJAI = -2.589535942 + 75.22322032 + 0.04154433405*X1_SINJAI - 0.3208781406*X2_SINJAI Y_MAROS = 0.3405977492 + 75.22322032 + 0.04154433405*X1_MAROS - 0.3208781406*X2_MAROS Y_PANGKEP = -0.1291138932 + 75.22322032 + 0.04154433405*X1_PANGKEP - 0.3208781406*X2_PANGKEP Y_BARRU = -1.470293784 + 75.22322032 + 0.04154433405*X1_BARRU - 0.3208781406*X2_BARRU Y_BONE = -0.932902807 + 75.22322032 + 0.04154433405*X1_BONE - 0.3208781406*X2_BONE Y_SOPPENG = -1.210821683 + 75.22322032 + 0.04154433405*X1_SOPPENG - 0.3208781406*X2_SOPPENG Y_WAJO = -2.995696679 + 75.22322032 + 0.04154433405*X1_WAJO - 0.3208781406*X2_WAJO Y_SIDRAP = -1.214421097 + 75.22322032 + 0.04154433405*X1_SIDRAP - 0.3208781406*X2_SIDRAP Y_PINRANG = 0.03261207284 + 75.22322032 + 0.04154433405*X1_PINRANG - 0.3208781406*X2_PINRANG Y_ENREKANG = 4.659803792 + 75.22322032 + 0.04154433405*X1_ENREKANG - 0.3208781406*X2_ENREKANG Y_LUWU = 3.590021157 + 75.22322032 + 0.04154433405*X1_LUWU - 0.3208781406*X2_LUWU
Y_TATOR = 1.061156759 + 75.22322032 + 0.04154433405*X1_TATOR - 0.3208781406*X2_TATOR Y_LUWUUTARA = 3.270658912 + 75.22322032 + 0.04154433405*X1_LUWUUTARA - 0.3208781406*X2_LUWUUTARA Y_LUWUTIMUR = 0.07209258396 + 75.22322032 + 0.04154433405*X1_LUWUTIMUR - 0.3208781406*X2_LUWUTIMUR Y_TORAJAUTARA = 0.4446293156 + 75.22322032 + 0.04154433405*X1_TORAJAUTARA - 0.3208781406*X2_TORAJAUTARA Y_MAKASSAR = 4.420710335 + 75.22322032 + 0.04154433405*X1_MAKASSAR - 0.3208781406*X2_MAKASSAR Y_PAREPARE = 4.012753137 + 75.22322032 + 0.04154433405*X1_PAREPARE - 0.3208781406*X2_PAREPARE Y_PALOPO = 4.386327867 + 75.22322032 + 0.04154433405*X1_PALOPO - 0.3208781406*X2_PALOPO
Lampiran 4
Lampiran 5
BIODATA Identitas Diri
Nama : SASKIA DARWIS
Tempat/Tanggal lahir : Watampone / 22 Februari 1991
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat Rumah : Jl.Sejati ―Pondok Arda‖
Komp.Unhas Makassar
Nomor HP : 085299379680
Alamat Email : [email protected]
Riwayat Pendidikan
1. SD Negeri 1 Watampone Tahun 1997-2003
2. SMP Negeri 1 Watampone Tahun 2003-2006
3. SMA Negeri 2 Watampone Tahun 2006-2009
4. Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Hasanuddin Tahun 2009-2013
Riwayat Prestasi
Juara ke2 Lomba Matematika dalam kegiatan ekstrakurikuler sekolah, tahun
ajaran 2003/2004.
Demikian biodata ini dibuat dengan sebenarnya.
Makassar, 27 Mei 2013
SASKIA DARWIS