skripsi akun

50
MEKANISME PEMUNGUTAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI OLEH BENDAHARAWAN PEMERINTAH (Studi Kasus Pada CV. SIGMA TIGA) Diajukan sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan Studi Program Diploma 3 Perpajakan Fakultas Ekonomi Universitas Katolik Soegijapranata Semarang Disusun oleh: ANIE TRIE HASTUTIE 05.31.0004 PROGRAM STUDI DIPLOMA 3 PERPAJAKAN FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA SEMARANG 2008

description

akun akuntansi

Transcript of skripsi akun

  • MEKANISME PEMUNGUTAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI

    OLEH BENDAHARAWAN PEMERINTAH

    (Studi Kasus Pada CV. SIGMA TIGA)

    Diajukan sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan

    Studi Program Diploma 3 Perpajakan Fakultas Ekonomi

    Universitas Katolik Soegijapranata Semarang

    Disusun oleh:

    ANIE TRIE HASTUTIE

    05.31.0004

    PROGRAM STUDI DIPLOMA 3 PERPAJAKAN

    FAKULTAS EKONOMI

    UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA

    SEMARANG

    2008

  • ii

    HALAMAN PERSETUJUAN KERTAS KARYA

    Nama : Anie Trie Hastutie

    NIM : 05.31.0004

    Fakultas : Ekonomi

    Program Studi : D3 Perpajakan

    Judul : MEKANISME PEMUNGUTAN PPN

    OLEH BENDAHARAWAN PEMERINTAH

    (Studi Kasus Pada CV. SIGMA TIGA).

    Disetujui di Semarang, 11 Juli 2008

    Pembimbing

    (Drs. Iwan Soekasno)

  • iii

    HALAMAN PENGESAHAN KERTAS KARYA

    KERTAS KARYA DENGAN JUDUL:

    MEKANISME PEMUNGUTAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI

    OLEH BENDAHARAWAN PEMERINTAH

    (Studi Kasus Pada CV. SIGMA TIGA).

    Yang dipersiapkan dan disusun oleh:

    Nama : Anie Trie Hastutie

    NIM : 05.31.0004

    Telah diuji dan dipertahankan di hadapan Dewan Penguji

    pada tanggal 11 Juli 2008 dan dinyatakan telah memenuhi

    syarat untuk diterima sebagai salah satu persyaratan untuk mencapai gelar

    Ahli Madya Perpajakan.

    Pembimbing Koordinator Penguji

    (Drs. Iwan Soekasno) (Agnes Arie MC. SE. Akt)

    Dekan Fakultas Ekonomi

    (Drs. Sentot Suciarto A, MP, PhD)

  • iv

    PERNYATAAN KEASLIAN KERTAS KARYA

    Saya yang bertandatangan di bawah ini:

    Nama :Anie Trie Hastutie

    NIM :05.31.0004

    Fakultas :Ekonomi

    Program Sudi :D3 Perpajakan

    Menyatakan bahwa Kertas Karya ini adalah hasil karya saya sendiri. Apabila

    dikemudian hari ditemukan adanya bukti plagiasi, manipulasi dan atau dalam

    bentuk-bentuk kecurangan yang lain, saya bersedia untuk menerima sanksi

    apapun dari Fakultas Ekonomi Universitas Katolik Soegijapranata Semarang

    Semarang, 11 Juli 2008

    (Anie Trie Hastutie)

  • v

    MOTTO DAN PERSEMBAHAN

    Hidup adalah perjuangan tanpa henti-henti, tak ada

    yang jatuh dari langit dengan Cuma-Cuma.

    Semua usaha, doa dan kemenangan hari ini bukanlah

    kemenangan esok hari, kegagalan hari ini bukanlah

    kegagalan esok hari.

    Persembahan:

    Saya persembahkan hasil karya ini

    kepada kedua orang tuaku tercinta

    yang tiada henti-hentinya membantu

    secara material dan spiritual.

  • vi

    ABSTRAKSI

    Berdasarkan pasal 1 angka 27 UU No.18 Tahun 2000 Tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, Pemungut PPN adalah Bendaharawan Pemerintah, Badan, atau Instansi Pemerintah yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan untuk memungut, menyetor, dan melaporkan pajak terutang atas Barang Kena Pajak maupun Jasa Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 550/KMK.04/2000 dan lampiran I Kep-DJP No.382/PJ./2002 mengatur tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang terutang atas penyerahan Barang Kena Pajak maupun Jasa Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak rekanan pemerintah yang tata cara pemungutan, penyetoran, dan pelaporan pajak dilakukan oleh Pemungut PPN, yaitu Bendaharawan Pemerintah.

    KATA PENGANTAR

    Dengan memanjatkan rasa syukur kepada Allah SWT atas segala rahmat

    dan hidayah-Nya yang telah diberikan kepada penulis sehingga dapat

    menyelesaikan kertas karya ini dengan baik dan lancar.

    Kertas Karya dengan judul MEKANISME PEMUNGUTAN PPN

    OLEH BENDAHARAWAN PEMERINTAH (STUDI KASUS PADA CV.

  • vii

    SIGMA TIGA) merupakan salah satu persyaratan akademis guna memenuhi

    sebagian syarat memperoleh gelar Ahli Madya Perpajakan pada Jurusan Program

    Studi D3 Perpajakan, Fakultas Ekonomi Universitas Katolik Soegijapranata

    Semarang.

    Penulis menyadari bahwa penyusunan kertas karya ini masih jauh dari

    sempurna, yang disebabkan karena keterbatasan kemampuan dan pengetahuan

    penulis. Oleh karena itu kami mohon kritik, saran serta masukan yang berifat

    membangun dari semua pihak untuk dapat menyempurnakan kertas karya ini.

    Pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima kasih yang

    sebesar-besarnya kepada:

    1. Bapak Sentot Suciarto A, MP, PhD selaku Dekan Fakultas Ekonomi

    Universitas Katolik Soegijapranata Semarang.

    2. Ibu Eny Trimeyningrum SE, Msi selaku Ketua Jurusan Perpajakan

    Program Diploma III Fakultas Ekonomi Universitas Katolik

    Soegijapranata Semarang.

    3. Bapak Drs. Iwan Soekasno selaku dosen pembimbing yang banyak

    meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan, masukan dan

    dorongan serta perhatian dalam penyusunan kertas karya ini.

    4. Ibu Agnes Arie Mientary Christy SE.Akt. selaku Dosen Wali

    Perpajakan Angkatan 2005 Fakultas Ekonomi Universitas Katolik

    Soegijapranata Semarang.

    5. Mbak Fifin selaku staf karyawan Jurusan Perpajakan yang telah

    membantu dan banyak memberikan informasi.

  • viii

    6. Papa, Mama, Kakakku Indah dan Mita, Adikku Arif yang selalu

    memberikan dorongan baik material maupun spiritual dalam

    penyusunan Kertas Karya ini.

    7. Nira (Kriwil) dan Varionya yang telah menjadi sahabat selama ini

    selalu mau direpotin, mau dijadikan tempat curhat dan semoga kita

    menjadi teman selamanya.

    8. Make (Pipit) terima kasih telah membantu dalam penyusunan Kertas

    Karya ini dan selalu mau direpotin, Lia, Rizka yang telah menjadi

    sahabat selama ini dan menghibur saat stress dalam mengerjakan

    Kertas karya ini.

    9. Cebol (Elven), jumbling (Bang Indra), Tukul (Helmi) yang telah

    menjadi teman dan semoga kita menjadi teman selamanya.

    10. Untuk teman-teman yang telah menjadi inspirasiku dan memberikan

    semangat dalam penyusunan Kertas Karya ini.

    11. Semua pihak yang tidak mungkin disebutkan satu persatu yang telah

    bersedia memberikan bantuannya secara langsung maupun tidak

    langsung selama proses penyusunan Kertas Karya ini.

    Harapan penulis, semoga kertas karya ini dapat diterima dan berguna dalam

    menambah wawasan bagi pembaca serta untuk kelanjutan studi.

    Semarang,11 Juli 2008

  • ix

    (Anie Trie Hastutie)

    DAFTAR ISI

    HALAMAN JUDUL .. i

    HALAMAN PERSETUJUAN KERTAS KARYA ... ii

    HALAMAN PENGESAHAN KERTAS KARYA .... iii

    HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KERTAS KARYA ... iv

    MOTTO DAN PERSEMBAHAN .. v

    ABSTRAKSI .. vi

    KATA PENGANTAR vii

  • x

    DAFTAR ISI .. x

    BAB I : PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang . 1

    1.2 Perumusan Masalah . 4

    1.3 Tujuan Penelitian . 4

    1.4 Manfaat Penelitian 4

    1.5 Sistematika Penulisan ... 5

    BAB II : LANDASAN TEORI

    2.1 Pengertian Pajak .. 7

    2.1.1 Pengertian PPN ... 10

    2.1.2 Karakteristik PPN ... 11

    2.1.3 Objek PPN .. 14

    2.1.4 Subjek PPN . 15

    2.2 Pemungut PPN 17

    2.3 Pembebasan Pemungutan PPN ... 18

    2.4 Dasar Hukum ... 19

    BAB III : GAMBARAN UMUM

    3.1 Sejarah Berdiri CV. SIGMA TIGA .. 21

    3.2 Susunan Pengurus Perusahaan .. 22

    3.3 Metode Penelitian . 23

    3.3.1 Jenis Data . 23

    3.3.2 Metode Pengumpulan Data .. 24

    3.4 Metode Analisis Data ... 24

  • xi

    BAB IV : PEMBAHASAN

    4.1 Penunjukan Bendaharawan Pemerintah dan KPKN 25

    4.2 Sarana Bukti untuk Memungut PPN 26

    4.3 Mekanisme Pemungutan oleh Pemungut PPN . 27

    4.4 Penghitungan PPN 29

    4.5 Sanksi-sanksi 32

    BAB V : PENUTUP

    5.1 Kesimpulan .. 37

    5.2 Saran 38

    DAFTAR PUSTAKA . 39

    LAMPIRAN

  • BAB I

    PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang

    Pembangunan nasional yang berlandaskan Garis-garis Besar

    Haluan Negara, yang telah dan akan dilaksanakan untuk mewujudkan

    masyarakat adil dan makmur berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945

    dan pancasila tidak hanya mengakibatkan keadaan kehidupan ekonomi

    dan sosial menjadi lebih baik bagi seluruh rakyat Indonesia, namun juga

    menimbulkan dorongan dan tuntutan untuk mengadakan modernisasi di

    segala bidang kehidupan masyarakat.

    Setiap pembangunan mempunyai titik berat yang berbeda membuat

    kesenjangan masyarakat Indonesia semakin meningkat. Hal tersebut

    disebabkan masih banyaknya hasil-hasil pembangunan yang belum

    sepenuhnya dirasakan secara merata di seluruh wilayah Indonesia terutama

    wilayah Indonesia bagian timur. Dengan demikian wilayah Indonesia

    bagian timur masih sangat memerlukan tangan-tangan yang bersedia

    membangun dan meningkatkan kesejahteraan penduduk menjadi daerah

    yang mandiri dan setara dengan daerah lain di Indonesia.

    Pada dasarnya jumlah penduduk yang besar dapat menjadi salah

    satu modal Pembangunan Nasional, tetapi karena penyebarannya kurang

  • 2

    merata menyebabkan pembangunan tersebut lebih terkonsentrasi di daerah

    yang jumlah penduduknya lebih besar, seperti Pulau Jawa.

    Untuk mencapai tujuan pembangunan nasional tersebut diperlukan

    investasi dalam jumlah yang besar, dimana pelaksanaannya harus

    berlandaskan kemampuan sendiri. Oleh sebab itu sudah saatnya diletakkan

    suatu landasan yang dapat menjamin tersedianya dana dari sumber-sumber

    di dalam negeri sebagai pencerminan kegotong-royongan nasional dalam

    usaha melepaskan diri dari ketergantungan pada sumber luar negeri,

    sehingga bantuan luar negeri merupakan pelengkap yang makin lama

    makin kecil peranannya. Tetapi diperlukan pula usaha yang sungguh-

    sungguh untuk mengerahkan dana investasi yang bersumber pada

    tabungan masyarakat, tabungan pemerintah, penerimaan devisa yang

    berasal dari ekspor, sehingga mampu membiayai sendiri pembangunan

    nasional.

    Salah satu sumber pendapatan negara berasal dari sektor pajak.

    Sebab dengan pajak kemampuan kita dalam membiayai penyelenggaraan

    Pembangunan Nasional semakin meningkat, sayangnya kesadaran

    membayar pajak pada masyarakat Indonesia saat ini masih sangat kurang.

    Sebagai upaya meningkatkan kepatuhan Pengusaha Kena Pajak (PKP)

    dalam rangka mengamankan penerimaan negara, maka orang pribadi

    tertentu atau badan tertentu ataupun instansi pemerintah tertentu ditunjuk

    untuk memungut, menyetor, dan melaporkan pajak yang terutang.

  • 3

    Salah satu jenis pajak adalah Pajak Pertambahan Nilai (PPN).

    Pengenaan obyek pajak selain Pajak Pertambahan Nilai, dikenakan juga

    Pajak Penjualan atas barang mewah. Dengan Peraturan Pemerintah

    ditetapkan kelompok Barang Kena Pajak yang tergolong mewah

    dikenakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dengan tarif antara 10%

    sampai dengan 75% dan Pajak Pertambahan Nilai tarif 0%. Penggunaan

    tarif 0% bukan berarti pembebasan dari pengenaan Pajak Pertambahan

    Nilai.

    Mekanisme pemungutan PPN pada dasarnya dilakukan oleh si

    penjual atau penerima uang, namun dalam hal untuk mengamankan dan

    mempercepat pemasukan ke kas negara, dilakukan sistem pemungutan dan

    penyetoran PPN oleh Pemungut PPN. Oleh karena itu, pemerintah

    menentukan badan-badan atau instansi yang harus melakukan pemungutan

    dan penyetoran PPN.

    Pemungut Pajak Pertambahan Nilai adalah Bendaharawan

    Pemerintah, badan atau instansi Pemerintah yang ditunjuk oleh Menteri

    Keuangan untuk memungut, menyetor, dan melaporkan pajak yang

    terutang oleh Pengusaha Kena Pajak atas penyerahan Barang Kena Pajak

    atau penyerahan Jasa Kena Pajak kepada Bendaharawan Pemerintah,

    badan, atau instansi Pemerintah.

  • 4

    Berdasarkan latar belakang uraian diatas maka penulis menyusun

    kertas karya ini dengan judul MEKANISME PEMUNGUTAN PPN

    OLEH BENDAHARAWAN PEMERINTAH (STUDI KASUS PADA

    CV SIGMA TIGA).

    1.2 Perumusan Masalah

    Berdasarkan uraian tersebut diatas, peneliti mengemukakan suatu

    perumusan masalah yaitu:

    1. Bagaimana pemungutan Pajak Pertambahan Nilai?

    2. Bagaimana tata cara pelaporan perpajakannya?

    3. Kendala-kendala apa saja yang dihadapi Pengusaha Kena Pajak

    Rekanan Pemerintah yang dipungut Bendaharawan Pemerintah?

    1.3 Tujuan Penelitian

    Tujuan dari penelitian ini adalah:

    1. Untuk mengetahui mekanisme pemungutan Pajak Pertambahan Nilai

    atas Jasa Konsultan yang dipungut oleh Bendaharawan Pemerintah.

    2. Untuk mengetahui cara pelaporan SPT masa dalam pemungutan Pajak

    Pertambahan Nilai oleh Bendaharawan Pemerintah.

    3. Untuk mengetahui kendala yang dihadapi PKP Rekanan Pemerintah.

    1.4 Manfaat Penelitian

    Bagi Penulis:

    Untuk memperdalam pengetahuan dan memperbanyak wawasan dalam

    bidang perpajakan khususnya Pajak Pertambahan Nilai.

  • 5

    Bagi Pembaca:

    1. Memberikan keterangan sejelas-jelasnya kepada pihak-pihak yang

    membutuhkan mengenai mekanisme pemungutan yang

    pembayarannya melalui Bendaharawan pemerintah.

    2. Memberikan sumbangan pemikiran terhadap ilmu pengetahuan

    khususnya dibidang perpajakan.

    Bagi UNIKA Soegijapranata:

    Sebagai referensi di bidang perpajakan khususnya perpustakaan Unika

    Soegijapranata.

    Bagi CV. SIGMA TIGA:

    Untuk membantu memahami mekanisme pemungutan PPN yang

    pemungutannya dilakukan oleh Bendaharawan Pemerintah.

    1.5 Sistematika Penulisan

    Untuk mempermudah pembahasan, penulisan ini dilakukan secara

    sistematis dengan pembagian sebagai berikut:

    BAB I: PENDAHULUAN

    Dalam bab ini diuraikan secara singkat mengenai Latar

    Belakang, Perumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat

    Penelitian dan Sitematika Penulisan.

    BAB II: LANDASAN TEORI

    Bab ini membicarakan teori-teori yang berhubungan dengan

    mekanisme pemungutan pajak yang dilakukan oleh

  • 6

    Bendaharawan Pemerintah.

    BAB III: GAMBARAN UMUM

    Bab ini terdiri dari Lokasi Penelitian, Metode Pengumpulan

    Data dan Teknik Analisa Data.

    BAB IV: PEMBAHASAN

    Dalam pembahasan bab ini menguraikan tentang Mekanisme

    Pemungutan Pajak Pertambahan Nilai yang dilakukan oleh

    Bendaharawan Pemerintah pada CV. SIGMA TIGA.

    BAB V: PENUTUP

    Bab penutup menguraikan Kesimpulan, Saran, Daftar Pustaka

    dan Lampiran.

  • 7

    BAB II

    LANDASAN TEORI

    2.1 Pengertian Pajak

    Pengertian pajak menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, S.H. dalam

    Dasar-dasar Hukum Pajak dan Pajak Pendapatan(Sunarto, SE, MM,

    2002) adalah sebagai berikut:

    Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara bedasarkan undang-

    undang dengan tidak mendapat jasa timbal (kontraprestasi), yang

    langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar

    pengeluaran umum.

    Ciri-ciri yang melekat pada pengertian pajak:

    1. Pajak dipungut berdasarkan Undang-undang serta aturan

    pelaksanaannya yang sifatnya dapat dipaksakan;

    2. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya kotraprestasi

    individual oleh pemerintah;

    3. Pajak dipungut oleh negara baik pusat maupun daerah;

    4. Pajak diperuntukkan bagi pengeluaran pemerintah, bila dari

    pemasukannya surplus, dipergunakan untuk membiayai public

    investment;

    5. Pajak dapat pula mempunyai tujuan selain budgeter, yaitu mengatur.

    Pembagian pajak menurut golongan, sifat, dan pemungutannya:

  • 8

    1. Pajak Menurut golongan dibagi menjadi 2:

    1. Pajak Langsung adalah pajak yang pembebanannya tidak dapat

    dilimpahkan kepada pihak lain, tetapi harus menjadi beban wajib

    Pajak yang bersangkutan.

    Contoh: Pajak Penghasilan

    2. Pajak Tidak Langsung adalah pajak yang pembebanannya dapat

    dilimpahkan ke pihak lain.

    Contoh: Pajak Pertambahan Nilai.

    2. Pajak menurut sifatnya dibagi menjadi 2:

    a) Pajak Subjektif adalah berdasarkan pada subjeknya yang

    selanjutnya dicari syarat objektifnya, dalam arti memperhatikan

    keadaan diri Wajib Pajak.

    Contoh: Pajak Penghasilan

    b) Pajak Objektif adalah berdasarkan pada objeknya, tanpa

    memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak.

    Contoh: Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang

    Mewah.

    3. Pajak menurut pemungutannya dibagi menjadi 2:

    1. Pajak Pusat adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan

    digunakan untuk membiayai rumah tangga negara.

    Contoh: Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak

    Penjualan atas Barang Mewah, Pajak Bumi dan Bangunan, dan Bea

  • 9

    Materai.

    2. Pajak Daerah adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah

    dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah.

    Contoh: Pajak reklame dan pajak hiburan.

    4. Sistem pemungutan pajak dapat dibagi menjadi 3:

    a. Official Assessment System adalah sistem pemungutan pajak yang

    memberi wewenang kepada pemerintah (fiskus) untuk menentukan

    besarnya pajak yang terutang.

    Ciri-ciri Official Assessment System:

    1. Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang pada

    fiskus;

    2. Wajib Pajak bersifat pasif;

    3. Utang pajak timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan pajak

    oleh fiskus.

    b. Self Assessment System adalah sistem pemungutan pajak yang

    memberi wewenang kepercayaan, tanggung jawab kepada Wajib

    Pajak untuk menghitung, memperhitungkan, membayar, dan

    melaporkan sendiri besarnya pajak yang harus dibayar.

    c. Witholding System adalah sistem pemungutan pajak yang memberi

    wewenang kepada pihak ketiga untuk memotong atau memungut

    pajak yang terutang oleh Wajib Pajak

  • 10

    2.1.1 Pengertian Pajak Pertambahan Nilai

    Sesuai dengan suatu sistemnya Undang-undang Pajak

    Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, pajak

    dikenakan oleh karena adanya perbuatan, yaitu penyerahan barang dan

    jasa di Daerah Pabean di Indonesia. Dapat dikatakan, Pajak

    Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dikenakan

    oleh karena adanya kejadian lalu lintas barang dan jasa di dalam

    negeri. Dalam hal ini PPN dan PPnBM semua jenis lalu lintas barang

    dan jasa, kecuali jasa ke luar Daerah Pabean akan dikenakan pajak

    (walaupun ekspor tarifnya adalah 0%).

    Pajak Pertambahan Nilai didalamnya terdapat Pajak Masukan

    dan Pajak Keluaran. Pajak Masukan adalah Pajak Pertambahan Nilai

    yang dibayar oleh Pengusaha Kena Pajak yang berasal dari perolehan

    Barang Kena Pajak atau penerimaan Jasa Kena Pajak, serta

    pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar Daerah

    Pabean atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean

    maupun impor Barang Kena Pajak. Pajak Keluaran adalah Pajak

    Pertambahan Nilai terutang yang wajib dipungut oleh Pengusaha Kena

    Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak atau

    penyerahan Jasa Kena Pajak atau ekspor Barang Kena Pajak.

    Menurut (Sialagan dan Lubis,2002) Dalam rangka

    mengamankan dan meningkatkan penerimaan negara dari pajak pusat

  • 11

    yang akan digunakan untuk pembiayaan penyelenggaraan

    pemerintahan dan pembangunan, diperlukan peran aktif dari seluruh

    masyarakat Wajib Pajak, termasuk Bendaharawan Pemerintah di

    tingkat Pusat maupun Daerah. Penunjukan Bendaharawan sebagai

    wajib pungut pajak-pajak pusat juga ditegaskan kembali dalam

    Keputusan Presiden nomor 17 Tahun 2000 mengenai pembayaran atas

    beban APBN/APBD. Pengusaha Kena Pajak melakukan penyerahan

    Barang Kena Pajak atau penyerahan Jasa Kena Pajak kepada

    Pemungut Pajak Pertambahan Nilai, maka Pemungut Pajak

    Pertambahan Nilai berkewajiban memungut, menyetor, dan

    melaporkan pajak yang dipungutnya. Meskipun demikian, Pengusaha

    Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak atau

    penyerahan Jasa Kena Pajak kepada Pemungut Pajak Pertambahan

    Nilai tetap berkewajiban untuk melaporkan pajak yang dipungut oleh

    Pemungut Pajak Pertambahan Nilai.

    2.1.2 Karakteristik Pajak Pertambahan Nilai

    Karakteristik Pajak Pertambahan Nilai, dapat dirinci sebagai

    berikut:

    1. Pajak Pertambahan Nilai merupakan Pajak Tidak Langsung

    (Soemarso S. R.,2007)

    Pajak Pertambahan Nilai termasuk dalam kategori pajak

    pusat. Artinya, pajak yang dikenakan oleh pemerintah pusat dan

  • 12

    digolongkan ke dalam pajak tidak langsung. Maka pihak yang

    bertanggung jawab terhadap administrasi pajak (penanggung jawab

    pajak) tidak harus merupakan pihak yang menanggung beban pajak

    (penanggung beban pajak) atau pemikul beban pajak.

    2. Pajak Objektif (Sukardji,2006)

    Yang dimaksud Pajak Objektif adalah suatu jenis pajak

    yang timbulnya kewajiban pajaknya sangat ditentukan pertama-

    tama oleh objek pajak, yaitu adanya taatbestand. Yang dimaksud

    taatbestand adalah keadaan, peristiwa atau perbuatan hukum yang

    dapat dikenakan pajak yang disebut dengan objek pajak. Sebagai

    Pajak Objektif, timbulnya kewajiban untuk membayar Pajak

    Pertambahan Nilai ditentukan oleh objek pajak.

    3. Multi Stage tax

    Multi stage tax merupakan karakteristik Pajak Pertambahan

    Nilai yang dikenakan pada setiap mata rantai jalur produksi

    maupun jalur distribusi. Penyerahan barang menjadi objek Pajak

    Pertambahan Nilai mulai dari tingkat pabrikan (manufactur)

    kemudian tingkat pedagang besar (wholesaler) dalam berbagai

    bentuk sampai dengan tingkat pedagang pengecer (retailer)

    dikenakan Pajak Pertambahan nilai.

  • 13

    4. Pajak Pertambahan Nilai Terutang yang dibayar ke kas negara

    dihitung menggunakan Credit Method.

    Metode pengkreditan (Credit Method) merupakan pajak

    yang dikurangkan dengan pajak untuk memperoleh jumlah pajak

    yang akan dibayar ke kas negara dinamakan tax credit. Sebagai

    konsekuensi penggunaan credit method untuk menghitung Pajak

    Pertambahan Nilai yang terutang maka satiap penyerahan Barang

    Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak, Pengusaha Kena Pajak

    bersangkutan wajib membuat Faktur Pajak sebagai bukti

    pemungutan pajak.

    5. Pajak Pertambahan Nilai adalah Pajak atas Konsumsi Umum

    Dalam Negeri

    Sebagai pajak atas konsumsi umum dalam negeri, Pajak

    Pertambahan Nilai hanya dikenakan atas konsumsi Barang Kena

    Pajak dan / atau Jasa Kena Pajak yang dilakukan di dalam negeri.

    6. Pajak Pertambahan Nilai bersifat Netral

    Netralitas Pajak Pertambahan Nilai dibentuk oleh dua

    faktor, yaitu:

    a. Pajak Pertambahan Nilai dikenakan baik atas konsumsi

    barang maupun jasa.

    b. Dalam pemungutannya, Pajak pertambahan Nilai menganut

    prinsip tempat tujuan (destination principle).

  • 14

    Dalam mekanisme pemungutannya, Pajak Pertambahan

    Nilai mengenal dua prinsip pemungutan, yaitu:

    1) Prinsip tempat asal (origin principle)

    2) Prinsip tempat tujuan (destination principle)

    7. Tidak Menimbulkan Dampak Pengenaan Pajak Berganda

    Kemungkinan pengenaan pajak berganda seperti yang

    dialami dalam era Undang-Undang Pajak Penjualan (PPn) 1951

    dapat dihindari sebanyak mungkin karena Pajak Pertambahan Nilai

    dipungut atas nilai tambah saja.

    2.1.3 Objek Pajak Pertanbahan Nilai

    Dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 sebelum diubah,

    objek pajak diatur dalam pasal 4 Undang-Undang Tahun 1984 tentang

    PPN, berbeda dengan ketentuan yang lama, dalam UU Tahun 1984

    tentang PPN pasca perubahan objek pajak tidak hanya diatur dalam

    pasal 4, tetapi diatur juga dalam pasal 16C dan pasal 16D Undang-

    Undang Nomor 8 Tahun 1983 sebagaimana diubah menjadi UU

    Nomor 11 Tahun 1994 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan

    Jasa Pajak Penjualan atas Barang Mewah disebutkan bahwa Objek

    Pajak Pertambahan Nilai yaitu:

    1. Penyerahan Barang Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang

    dilakukan dalam lingkungan perusahaan oleh Pengusaha Kena

    Pajak;

  • 15

    2. Impor Barang Kena Pajak;

    3. Penyerahan Jasa Kena Pajak yang terutang Pajak Pertambahan

    Nilai dan yang harus dipungut oleh Bendaharawan adalah

    penyerahan Jasa Kena Pajak yang dilakukan oleh Pengusaha Kena

    Pajak;

    4. Pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar Daerah

    Pabean di dalam Daerah Pabean;

    5. Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari Daerah Pabean di dalam Daerah

    Pabean;

    6. Ekspor Barang Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak;

    7. Kegiatan membangun sendiri yang dilakukan oleh orang pribadi

    atau badan, baik yang hasilnya digunakan sendiri atau pihak lain;

    8. Penyerahan aktiva oleh Pengusaha Kena Pajak yang tidak untuk

    diperjual belikan, sepanjang Pajak Pertambahan Nilai yang dibayar

    saat perolehannya dapat dikreditkan.

    2.1.4 Subjek Pajak Pertambahan Nilai

    Dari ketentuan yang mengatur tentang objek Pajak

    Pertambahan Nilai dalam pasal 4, 16C dan 16D Undang-Undang

    Pajak Pertambahan Nilai 1984 dapat diketahui bahwa subjek Pajak

    Pertambahan Nilai dapat dikelompokkan menjadi 2:

    a. Pengusaha Kena Pajak

    Ketentuan yang mengatur Subjek Pajak Pertambahan Nilai

  • 16

    harus Pengusaha Kena Pajak adalah pasal 4 huruf a, huruf c, dan

    huruf f serta pasal 16D jo pasal 1 huruf 1 Undang-Undang Pajak

    Pertambahan Nilai 1984 jo pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 50

    Tahun 1994, dapat diketahui:

    1. Yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan atau Jasa

    Kena Pajak yang dapat dikenakan PPN adalah Pengusaha Kena

    Pajak;

    2. Yang mengekspor Barang Kena Pajak yang dapat dikenakan

    PPN adalah Pengusaha Kena Pajak;

    3. Yang menyerahkan aktiva yang menurut tujuan semula tidak

    untuk diperjualbelikan adalah Pengusaha Kena Pajak;

    4. Bentuk kerja sama operasi yang apabila menyerahkan Barang

    Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak dapat dikenakan PPN

    adalah Pengusaha Kena Pajak.

    b. Bukan Pengusaha Kena Pajak

    Subjek tidak harus Pengusaha Kena Pajak, tetapi bukan

    Pengusaha Kena Pajak juga dapat menjadi Subjek Pajak

    Pertambahan Nilai dimana telah diatur dalam pasal 4 huruf b, huruf

    d, dan huruf e serta pasal 16C Undang-Undang PPN 1984, dapat

    diketahui:

    a. Siapapun yang mengimpor Barang Kena Pajak;

    b. Siapapun yang memanfaatkan Barang Kena Pajak tidak

  • 17

    berwujud dan atau Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di

    dalam Daerah Pabean;

    c. Siapapun yang membangun sendiri tidak dalam lingkungan

    perusahaan.

    2.2 Pemungut Pajak Pertambahan Nilai

    Pemungut Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas

    Barang Mewah (Sialagan dan Lubis,2002) berdasarkan Keputusan Menteri

    Keuangan Nomor 547/KMK.04/2000 dan Keputusan Menteri Keuangan

    Nomor 548/KMK.04/2000 adalah:

    a. Bendaharawan Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara (KPKN);

    b. Bendaharawan pemerintah pusat dan daerah;

    c. Pertamina, kontrak karya, dan kontrak bagi hasil di bidang minyak, gas

    bumi dan pertambangan umum lainnya;

    d. Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah;

    e. Bank milik negara, Bank milik daerah, dan Bank Indonesia.

    Sedangkan berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor

    550/KMK.04/2000 dan lampiran I Kep-DJP No.382/PJ./2002 (Setiawan

    dan Hardi,2006) ditentukan sebagai berikut:

    a. Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas barang Mewah

    yang terutang atas penyerahan Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena

    Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak Rekanan Pemerintah yang

    pembayarannya melalui KPPN (Kantor Pelayanan Perbendaharaan

  • 18

    Negara) dipungut oleh KPPN.

    b. Pemungutan tersebut dilakukan saat pembayaran dengan cara

    pemotongan secara langsung dari tagihan rekanan pemerintah pada

    saat Surat Perintah Membayar (SPM) yang bersangkutan.

    c. Ketentuan penghitungan, pemungutan, penyetoran, dan pelaporan

    sama seperti transaksi ke bendaharawan pemerintah.

    2.3 Pembebasan Pemungutan Pajak Pertambahan Nilai

    Beberapa barang yang atas impor/penyerahannya diberi fasilitas

    pembebasan PPN harus mensyaratkan adanya Surat Keterangan Bebas

    (SKB) PPN. Tidak dilakukan pemungutan PPN oleh Bendaharawan atas:

    a. Pembayaran yang tidak melebihi Rp 1000.000,00 (satu juta rupiah) dan

    tidak merupakan pembayaran yang terpecah-pecah;

    b. Pembayaran untuk pembebasan tanah;

    c. Pembayaran atas penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena

    Pajak yang menurut ketentuan perundang-undangan yang berlaku,

    mendapat fasilitas Pajak Pertambahan Nilai tidak dipungut dan/atau

    dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai;

    d. Pembayaran atas penyerahan Bahan Bakar dan Bukan Bahan Bakar

    Minyak oleh PT. PERTAMINA;

    e. Pembayaran atas rekening telepon, pembayaran atas jasa Angkutan

    Udara yang diserahkan oleh perusahaan penerbangan;

    f. Pembayaran lainnya untuk penyerahan barang atau jasa yang menurut

  • 19

    ketentuan Perundang-undangan yang berlaku tidak dikenakan Pajak

    Pertambahan Nilai.

    2.4 Dasar Hukum

    Dasar Hukum Tata Cara Pemungutan Pajak oleh Pemungut Pajak

    Pertambahan Nilai:

    1) Pasal 1 angka 27 Undang-Undang No.18 Tahun 2000 tentang Pajak

    Pertambahan Nilai dan atau Pajak Penjualan Atas Barang Mewah,

    yaitu: Pemungut Pajak Pertambahan Nilai adalah Bendaharawan

    Pemerintah, badan, atau instansi Pemerintah yang ditunjuk oleh

    Menteri Keuangan untuk memungut, menyetor, dan melaporkan

    pajak yang terutang atas Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak

    2) Pasal 3A ayat (1) Undang-Undang No.18 Tahun 2000 tentang Pajak

    Pertambahan Nilai, yaitu kewajiban pemungut untuk memungut,

    menyetor dan melaporkan pajak yang terutang atas penyerahan

    Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang dilakukan oleh

    Pengusaha Kena pajak.

    3) Pasal 16A ayat (2) Undang-Undang No.18 Tahun 2000 tentang Pajak

    Pertambahan Nilai, menentukan bahwa tata cara pemungutan,

    penyetoran dan pelaporan pajak oleh Pemungut Pajak Pertambahan

    Nilai diatur oleh Menteri Keuangan.

    4) Keputusan Menteri Keuangan 563/KMK.03/2003 tanggal 24

    Desember 2003 pada dasarnya mengatur ulang penunjukan

  • 20

    Pemungut Pajak Pertambahan Nilai dan Pedoman Pemungutan,

    Penyetoran, dan Pelaporan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak

    Penjualan atas Barang Mewah oleh Pemungut Pajak Pertambahan

    Nilai.

  • 21

    BAB III

    GAMBARAN UMUM

    3.1 Sejarah Berdirinya CV. SIGMA TIGA

    Pada kertas karya ini peneliti melakukan penelitian didaerah

    Semarang Timur, yaitu di sebuah perusahaan yang bergerak dibidang jasa

    konsultan. Jasa konsultan sendiri dalam pengertian umum dapat diartikan

    layanan jasa keahlian professional dalam berbagai bidang yang meliputi

    jasa perencanaan konstruksi, jasa penyesuaian konstruksi, dan jasa

    pelayanan profesi lainnya, dalam rangka mencapai sasaran tertentu yang

    keluarannya berbentuk peralatan lunak yang disusun secara sistematis

    berdasarkan kerangka acuan kerja yang ditetapkan pengguna jasa.

    Tujuan perusahaan ini didirikan pada tahun 1983 sebagai tempat

    untuk berwiraswasta. Dengan melihat letak bangunan yang terletak di

    tengah kampung dan tidak begitu jauh dari pusat kota maka pendiri

    optimis dengan usaha yang dirintis akan bekembang dan maju.

    CV. SIGMA TIGA adalah perusahaan jasa konsultan teknik yang

    bergerak di bidang perencanaan dan pengawasan teknik. Ruang lingkup

    pelayanan dari perusahaan ini adalah pengukuran dan pemetaan,

    penyelidikan, desain dan perencanaan, supervisi, arsitektur, pertanian,

    peledakan (blasting), lingkungan hidup, geologi teknik, grouting,

    geofisika, hidrogeologi, pertambangan dan terowongan.

  • 22

    Kerjasama yang telah dilakukan selama ini, meliputi kerjasama

    dengan Instansi Pemerintah, Dinas Pekerjaan Umum Kota/Kabupaten,

    juga Perguruan Tinggi, baik negeri atau swasta.

    3.2 Susunan Pengurus Perusahaan

    Dalam sebuah perusahaan terdiri dari beberapa pengurus dan para

    pengurus tersebut memiliki beberapa presentase kepemilikan, yaitu:

    1. Direktur Utama I sebesar 40%,

    2. Direktur Utama II sebesar 40%,

    3. Staff Teknik sebesar 20%.

    Selain beberapa pengurus juga terdapat tenaga ahli dan pendukung

    yang membantu berjalannya perusahaan tersebut, terdiri dari:

    a. Tenaga keahlian teknik Sipil

    b. Bidang keahlian teknik Penyehatan/Lingkungan

    c. Bidang keahlian teknik Arsitektur

    d. Bidang keahlian teknik Geologi

    e. Bidang keahlian Geologi

    f. Bidang keahlian Geofisika

    g. Bidang keahlian Teknik pertambangan

    h. Bidang keahlian Sistem informasi dan GIS

    i. Bidang keahlian Ekonomi

    j. Bidang keahlian Komputer

  • 23

    Tenaga ahli tersebut dalam melaksanakan pekerjaan jasa konsultan,

    harus memenuhi beberapa syarat:

    a. Memiliki NPWP dan bukti penyelesaian kewajiban pajak.

    b. Lulusan perguruan tinggi negeri atau perguruan tinggi swasta yang

    telah diakreditasi oleh instansi yang berwenang atau yang lulus ujian

    negara, atau perguruan tinggi luar negeri yang ijasahnya telah disahkan

    atau diakui oleh instansi pemerintah yang berwenang dibidang

    pendidikan tinggi.

    c. Mempunyai pengalaman dibidangnya.

    3.3 Metode Penelitian

    3.3.1 Jenis Data

    Dalam kertas karya ini, penulis menggunakan data sekunder, dimana

    penulis memperoleh data dari pihak kedua atau dari buku yang terkait

    dengan masalah yang akan dibahas dalam kertas karya ini.

    3.3.2 Metode Pengumpulan Data

    1. Wawancara / interview

    Dimaksudkan untuk memperileh data primer, penulis melakukan

    wawancara dengan Wajib Pajak mengenai usaha jasa konsultan dan

    keterkaitannya dengan pemungutan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak

    Penjualan Atas Barang Mewah oleh Bendaharawan Pemerintah.

    2. Dokumentasi

    Dimaksudkan untuk memperoleh data sekunder. Melalui data sekunder

  • 24

    ini penulis dapat mengetahui informasi-informasi yang dapat dijadikan

    sebagai landasan dalam penyusunan kertas karya, antara lain syarat

    pengenaan Pajak Pertambahan Nilai atas jasa konsultan dan

    mekanisme penghitungan, penyetoran dan pelaporan Pajak

    Pertambahan Nilai terkait dengan penyerahan jasa konsultan.

    3.4 Metode Analisis Data

    Dalam penyusunan kertas karya ini, penulis menggunakan metode analisis

    data deskriptif kualitatif, dimana penulis mengumpulkan, mengolah dan

    menganalisis data untuk menjelaskan keterkaitan antara pemungutan Pajak

    Pertambahan Nilai dengan penyerahan jasa konsultan yang dilakukan oleh

    Bendaharawan Pemerintah.

  • 25

    BAB IV

    PEMBAHASAN

    4.1 Penunjukan Bendaharawan Pemerintah Dan Kantor Perbendaharaan

    Dan Kas Negara

    Bendaharawan Pemerintah adalah Bendaharawan atau Pejabat

    yang melakukan pembayaran yang dananya berasal dari Anggaran

    Pendapatan dan Belanja Negara atau Anggaran Pendapatan dan Belanja

    Daerah, yang terdiri dari Bendaharawan Pemerintah Pusat dan Daerah baik

    Propinsi, Kabupaten, atau Kota (Ilyas dan Suhartono,2007).

    Menurut Keputusan Menteri Keuangan No.563/KMK.03/2003

    Bendaharawan Pemerintah dan Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara

    ditetapkan sebagai Pemungut Pajak Pertambahan Nilai dan wajib

    memungut, menyetor, dan melaporkan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak

    Penjualan Atas Barang Mewah yang terutang pada saat melakukan

    pembayaran atas penyerahan Barang Kena Pajak dan/ atau Jasa Kena

    Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak Rekanan Pemerintah atas nama

    Pengusaha Kena Pajak Rekanan Pemerintah.

    Bendaharawan Pemerintah yang melakukan pembayaran melalui

    Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara, wajib melaporkan Pajak

    Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah yang terutang

    oleh Pengusaha Kena Pajak yang telah dipungut oleh Kantor

  • 26

    Perbendaharaan dan Kas Negara yang dimaksud.

    4.2 Sarana Bukti Untuk Memungut PPN

    Sarana yang dijadikan sebagai bukti untuk memungut PPN tersebut

    bernama Faktur Pajak (Ilyas dan Suhartono,2007). Faktur Pajak adalah

    bukti pungutan pajak yang dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak yang

    melakukan penyerahan Barang Kena Pajak atau penyerahan Jasa Kena

    Pajak, atau bukti pungutan pajak karena impor Barang Kena Pajak yang

    digunakan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (Pasal 1 angka 23 UU

    No.18 Tahun 2000 Tentang PPN dan PPnBM). Berdasarkan atas Pasal 15

    PP 143 Tahun 2000 faktur pajak terdiri dari tiga jenis, yaitu:

    A. Faktur Pajak Standar

    B. Faktur Pajak Sederhana

    C. Faktur Pajak Gabungan

    Dari ketiga jenis faktur pajak diatas, hanya Faktur Pajak Standar

    dan dokumen tertentu yang dapat digunakan sebagai bukti pengkreditan

    Pajak Masukan. Faktur Pajak Standar pada umumnya dibuat pada saat

    penyerahan kepada pembeli yang dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena

    Pajak tersebut berkepentingan mengkreditkan Pajak Masukan. Dalam

    Faktur Pajak Standar yang memuat keterangan dan pengisiannya harus

    sesuai ketentuan Pasal 13 ayat (5), yaitu:

    1. Nama, alamat, Nomor Pokok Wajib Pajak yang menyerahkan Barang

    Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak;

  • 27

    2. Nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak pembeli Barang Kena

    Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak;

    3. Jenis barang atau jasa, jumlah harga jual atau penggantian, dan

    potongan harga;

    4. Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut;

    5. Pajak Penjualan Atas Barang Mewah yang dipungut;

    6. Kode, nomor seri dan tanggal pembuatan Faktur Pajak;

    7. Nama, jabatan dan tanda tangan yang berhak menandatangani Faktur

    Pajak, (penjelasan pasal 13 ayat (5) UU No.18 Tahun 2000 tentang

    PPN).

    Bentuk, isi, dan tata cara pengisian Faktur Pajak Standar telah

    diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak No. Per-159/PJ/2006 dan

    harus dibuat paling lambat:

    a. Pada akhir bulan berikutnya setelah bulan terjadinya penyerahan

    Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak dalam hal pembayaran

    diterima setelah akhir bulan berikutnya setelah bulan penyerahan

    Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak.

    b. Pada saat penerimaan pembayaran dalam hal pembayaran terjadi

    sebelum akhir bulan berikutnya setelah bulan penyerahan Barang Kena

    Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak.

    4.3 Mekanisme Pemungutan Oleh Pemungut Pajak Pertambahan Nilai

    Sesuai dengan pasal 16A ayat (1) UU No.18 Tahun 2000 tentang

  • 28

    PPN (Sukardji, 2006) yang mengatur tentang pajak yang terutang atas

    penyerahan Barang Kena Pajak dan atau penyerahan Jasa Kena Pajak

    kepada Pemungut PPN, dipungut, disetor, dan dilaporkan oleh Pemungut

    PPN serta tata cara pemungutan, penyetoran, dan pelaporan pajak oleh

    Pemungut PPN, diatur dengan Keputusan Menteri Keuangan.

    Sebagai peraturan pelaksanaan yang mengatur tentang mekanisme

    pemungutan PPN atau dan PPnBM yang diatur sesuai pasal 16A ayat (1)

    UU No.18 Tahun 2000 tentang PPN dan PPnBM dalam hal Pengusaha

    Kena Pajak yang menyerahkan Barang Kena Pajak (BKP) atau Jasa Kena

    Pajak (JKP) kepada Pemungut PPN, maka Pemungut PPN mempunyai

    kewajiban memungut, menyetor, dan melaporkan pajak yang dipungut.

    Mekanisme pemungutan sesuai pasal 16A ayat (2) UU No.18 Tahun 2000

    diatur bahwa:

    1. Pajak terutang dikenakan pada saat pembayaran (bukan pada saat

    penyerahan ).

    2. Dalam jumlah pembayaran yang dilakukan oleh Bendaharawan

    Pemerintah Dan Kantor Perbendaharaan Kas Negara (KPKN) sudah

    termasuk PPN dan PPnBM atau bahkan hanya PPN saja.

    3. Pada saat Pengusaha Kena pajak Rekanan ( PKP yang melakukan

    penyerahan BKP atau JKP kepada Bendaharawan Pemerintah atau

    KPKN) memasukkan tagihan, wajib:

    a. Membayar faktur pajak yang telah diisi secara lengkap; dan

  • 29

    b. Mengisi SSP hanya pada kolom identitas dan jumlah pajak terutang

    saja.

    4. Penyerahan BKP atau JKP kepada Pemungut PPN dilaporkan dalam

    SPT masa PPN pada bulan diterimanya pembayaran.

    5. PPnBM hanya dipungut dalam hal PKP Rekanan adalah pabrikan dari

    BKP yang tergolong mewah.

    6. Pembayaran yang tidak melebihi Rp 1000.000,00 (termasuk PPN dan

    PPnBM) dan tidak merupakan jumlah yang terpecah-pecah, pajak yang

    terutang tidak perlu dipungut oleh Pemungut PPN.

    7. Pemungut PPN tidak perlu memungut PPN dan PPnBM atas

    penyerahan BKP dan atau JKP yang dilakukan oleh bukan PKP.

    8. Dalam hal pembayaran dilakukan menggunakan mata uang asing,

    penghitungan PPN dan/atau PPnBM yang terutang dikonversi ke

    dalam mata uang rupiah meggunakan nilai kurs berdasarkan KMK

    yang berlaku pada saat pembayaran dilakukan (pasal 11 ayat (2) PP

    No.143 Tahun 2000).

    4.4 Perhitungan Pajak Pertambahan Nilai

    Berdasarkan Pasal 1 angka 27 UU No.18 Tahun 2000 tentang PPN

    dan PPnBM, dengan direalisasikan Keputusan Presiden Nomor 180 Tahun

    2000 dan mencabut Keputusan Presiden Nomor 56 Tahun 1988, serta

    Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-382/PJ.2002, Keputusan

    Menteri Keuangan Nomor 548/KMK.04/2000, Keputusan Menteri

  • 30

    Keuangan Nomor 549/KMK.04/2000, Keputusan Menteri Keuangan

    Nomor 550/KMK.04/2000 dimana seluruh Keputusan Menteri Keuangan

    dan Keputusan Direktur Jenderal Pajak tersebut diganti dengan Keputusan

    Menteri Keuangan Nomor 563/KMK.03/2003 tanggal 24 Desember 2003,

    yang menunjuk Bendaharawan Pemerintah dan Kantor Perbendaharaan

    dan Kas negara sebagai Pemungut Pajak Pertambahan Nilai. Pemungutan

    PPN dan PPnBM dilakukan oleh Pemungut PPN dengan ketentuan:

    Tarif pemungutan PPN untuk jasa konsultan tersebut sebesar:

    Adapun Tarif Inklusif (sudah termasuk PPN) pada jasa konsultan sebesar:

    Dari keterangan yang penulis terima, penghitungan PPN atas

    penyerahan jasa konsultan yang dipungut oleh Bendaharawan pemerintah,

    secara garis besar dapat dirumuskan sebagai berikut:

    Perhitungan

    CV. SIGMA TIGA pada bulan September 2007 menerima dua kali

    pembayaran atas penyerahan jasa konsultan kepada Kanpedal dalam

    mengerjakan kajian kelayakan kegiatan pertambangan bahan galian

    golongan C di Kecamatan Cepogo Kabupaten Boyolali dengan jumlah

    harga Jasa Kena Pajak dalam kontrak sebesar Rp 42.997.818,27. Besarnya

    PPN yang harus dipungut oleh Bendahara Pengeluaran Kantor Pengendali

    Dampak Lingkungan Boyolali adalah sebagai Berikut:

    Tarif pemungutan = 10% x Dasar Pemungutan (DPP)

    Tarif Inklusif = 10/110 x Jumlah Bruto

  • 31

    a. Penerimaan pembayaran pertama yang diterima CV. SIGMA TIGA

    yaitu sebesar Rp 13.513.600,- (sudah termasuk PPN) dan jumlah PPN

    yang dipungut adalah 10/110 bagian dari jumlah pembayaran pada

    tanggal 5 September 2007 dapat dirumuskan sebagai berikut:

    Jumlah pembayaran: Rp 13.513.600,00

    Jumlah PPN: 10/110 x Rp 13.513.600,00 = Rp 1.228.509,091

    dibulatkan menjadi Rp 1.228.509,01

    Sisa yang dibayarkan kepada PKP Rekanan (CV. SIGMA TIGA)

    Rp 13.513.600,00 - Rp 1.228.509,01 = Rp 12.285.090,99

    b. Penerimaan pembayaran kedua yang diterima CV. SIGMA TIGA yaitu

    sebesar Rp 33.784.000,- (sudah termasuk PPN) dan jumlah PPN yang

    dipungut adalah 10/110 bagian dari jumlah pembayaran pada tanggal 8

    September 2007 dapat dirumuskan sebagai berikut:

    Jumlah pembayaran: Rp 33.784.000,00

    Jumlah PPN: 10/110 x Rp 33.784.000,00 = Rp 3.071.272,727

    dibulatkan menjadi Rp 3.071.272,73

    Sisa yang dibayarkan kepada PKP Rekanan (CV. SIGMA TIGA)

    Rp 33.784.000,00 - Rp 3.071.272,73 = Rp 30.712.727,27

    Perhitungan PPN

    Jadi perhitungan PPN dapat dirumuskan sebagai berikut:

    PPN = 10% x Rp 42.997.818,26

    = Rp 4.299.781,826 dibulatkan menjadi Rp 4.299.781,83

  • 32

    4.5 Sanksi Sanksi

    Dalam pasal 10 Keputusan Menteri Keuangan ini ditetapkan bahwa

    atas pembayaran yang dilakukan oleh Badan-badan tertentu kepada PKP

    Rekanan sehubungan dengan penyerahan Jasa Kena Pajak yang dilakukan

    sampai dengan tanggal 31 Desember 2003, yang Faktur Pajaknya dibuat

    sebelum 31 Januari 2004, PPN dan PPnBM atau PPN yang terutang wajib

    dipungut oleh Badan-badan tertentu dan disetorkan ke kas negara paling

    lambat tanggal 31 Januari 2004. jika ketentuan ini tidak dilaksanakan,

    maka PKP Rekanan atau Badan-badan tertentu yang terkait akan

    dikenakan sanksi administrasi sesuai dengan ketentuan perpajakan dapat

    berupa:

    A. Bunga 2% per Bulan, dikenakan karena:

    1. kekurangan pembayaran pajak akibat pembetulan sendiri dalam

    jangka waktu dua tahun sesudah berakhirnya tahun pajak dengan

    syarat Direktur Jenderal Pajak belum melakukan pemeriksaan

    {Pasal 8 ayat (2) UU KUP};

    2. kekurangan pembayaran pajak akibat perpanjangan SPT {Pasal19

    ayat (3) UU KUP};

    3. kekurangan pembayaran pajak akibat pemeriksaan pajak yang

    menimbulkan pajak terutang lebih tinggi {Pasal 13 ayat (2) UU

    KUP};

    4. kekurangan pembayaran pajak akibat Wajib Pajak membayar lewat

  • 33

    jatuh tempo pembayaran atas pajak yang terutang menurut

    SKPKB, SKPKBT, tambahan jumlah pajak yang harus dibayar

    berdasarkan SKP Pembetulan, SK Keberatan, atau Putusan

    Banding {Pasal 19 ayat (1) UU KUP};

    5. Wajib Pajak diperbolehkan mengangsur atau menunda pembayaran

    Pasal 19 ayat (2) UU KUP, Kep-DJP No.325/PJ./2001.

    B. Kenaikan 50% dikenakan dalam hal berikut:

    1. WP badan atau WP orang pribadi yang tidak menyampaikan SPT

    dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 UU

    KUP dan setelah ditegur secara tertulis tidak disampaikan pada

    waktunya sebagaimana ditentukan dalam surat teguran {Pasal 13

    ayat (3) UU KUP}.

    2. WP badan atau WP orang pribadi yang tidak memenuhi kewajiban

    sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 tentang pembukuan dan

    Pasal 29 tentang kewajiban saat dilakukan pemeriksaan {Pasal 13

    ayat (3) UU KUP}.

    C. Kenaikan 100% dikenakan dalam hal berikut:

    1. untuk PPh pemotongan dan pemungutan serta PPN yang tidak

    menyampaikan SPT dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud

    dalam Pasal 3 UU KUP dan setelah ditegur secara tertulis tidak

    disampaikan pada waktunya sebagaimana ditentukan dalam surat

    teguran {Pasal 13 ayat (3) UU KUP};

  • 34

    2. untuk PPh pemotongan dan pemungutan serta PPN yang tidak

    memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28

    tentang pembukuan dan Pasal 29 tentang kewajiban saat dilakukan

    pemeriksaan {Pasal 13 ayat (3) UU KUP};

    3. berdasarkan hasil pemerikasaan dikeluarkan SKPKB atas

    Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak {Pasal

    17C (5) UU KUP};

    4. berdasarkan hasil pemeriksaan PPN atau PPnBM, ternyata tidak

    seharusnya dikompensasikan kelebihan pajaknya atau tidak

    seharusnya dikenakan tarif 0% dikenakan sanksi sebesar 100%

    {Pasal 13 ayat (3) UU KUP};

    5. Wajib Pajak mengungkapkan ketidakberatan SPT dengan kemauan

    sendiri dan melebihi batas waktu dua tahun serta belum dilakukan

    pemeriksaan {Pasal 8 ayat (4) dan (5) UU KUP}.

    D. Kenaikan 200% dikenakan dalam:

    1. Apabila Wajib Pajak karena kealpaannya tidak menyampaikan SPT

    Tahunan atau menyampaikan, tetapi isinya tidak benar atau tidak

    lengkap sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan

    negara, diancam pidana kurungan selama-lamanya satu tahun dan

    denda setinggi-tingginya dua kali jumlah pajak yang terutang yang

    tidak atau kurang bayar (Pasal 38 UU KUP).

  • 35

    E. Denda dikenakan dalam hal berikut:

    1. Jika WP tidak menyampaikan atau terlambat menyampaikan SPT

    Masa dikenakan denda sebesar Rp 500.000,00 setiap SPT Masa.

    2. Jika WP tidak menyampaikan atau terlambat menyampaikan SPT

    Tahunan, dikenakan denda sebesar Rp 1000.000,00 setiap SPT

    tahunan.

    3. Dikenakan denda sebesar 2% dari pengenaan pajak jika:

    a. Pengusaha tidak melaporkan kegiatan usaha untuk dikukuhkan

    sebagai pengusaha kena pajak, di mana peredaran usahanya

    sudah melampui batas Rp 1.800.000.000,00;

    b. Bukan pengusaha kena pajak membuat faktur pajak;

    c. Pengusaha Kena Pajak (PKP), tetapi tidak membuat faktur

    pajak;

    d. PKP membuat faktur pajak, tetapi tidak lengkap;

    e. PKP membuat faktur pajak, tetapi tidak tepat waktu.

    4. Dikenakan denda dua kali jumlah pajak yang kurang bayar dalam

    hal Wajib Pajak setelah dilakukan tindakan pemeriksaan sebelum

    dilakukan tindakan penyidikan mengungkapkan ketidakbenaran

    perbuatannya dengan disertai pelunasan kekurangan pembayaran

    jumlah pajak yang sebenarnya terutang.

  • 36

    F. Pidana diterapkan dalam:

    1. Apabila Wajib Pajak dengan sengaja tidak menyampaikan SPT

    Tahunan atau menyampaikan, tetapi isinya tidak benar atau tidak

    lengkap sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan

    negara, diancam pidana penjara paling singkat 6 bulan dan paling

    lama 6 tahun dan denda paling sedikit 2 kali jumlah pajak terutang

    yang tidak atau kurang dibayar dan paling banyak 4 kali jumlah

    pajak terutang yang tidak atau kurang bayar.

  • 37

    BAB V

    PENUTUP

    5.1 Kesimpulan

    Pada mekanisme pemungutan Pajak Pertambahan Nilai sarana

    yang dijadikan sebagai bukti untuk memungut PPN adalah faktur pajak.

    Adapun faktur pajak yang sering digunakan sebagai bukti pengkreditan

    pajak masukan adalah Faktur Pajak Standar. Dalam mekanisme

    pemungutan Pajak Pertambahan Nilai menggunakan ketentuan:

    - pajak keluaran lebih besar dari pajak masukan, maka pajak akan

    disetorkan ke Negara;

    - sebaliknya, pajak keluaran lebih kecil dari pajak masukan, maka pajak

    akan direstitusi.

    Bendaharawan Pemerintah yang melakukan pemungutan dan

    penyetoran PPN dan atau PPnBM diwajibkan melaporkan PPN dan atau

    PPnBM yang telah dipungut dan disetor, setiap bulan ke Kantor Pelayanan

    Pajak tempat Bendaharawan Pemerintah tersebut terdaftar dengan

    menggunakan formulir Surat Pemberitahuan Masa bagi Pemungut

    Pajak Pertambahan Nilai yang dibuat dalam rangkap 3 (tiga) paling lambat

    14 hari setelah berakhirnya bulan dilakukan pembayaran atas tagihan,

  • 38

    yang masing-masing diperuntukkan:

    - Lembar ke-1, dilampiri Faktur Pajak lembar ke-3 untuk KPP.

    - Lembar ke-2, untuk KPKN.

    - Lembar ke-3, untuk arsip Bendaharawan Pemerintah.

    5.2 Saran

    Berdasarkan hasil keseluruhan pembahasan dalam Kertas Karya

    ini, maka penulis berusaha memberikan sumbangan pikiran yang berkaitan

    dengan Kertas Karya sebagai berikut:

    a. Pengusaha yang dikenakan PPN, sebaiknya memiliki kesadaran

    melaporkan usahanya pada KPP yang wilayah kerjanya meliputi

    tempat tinggal atau tempat kedudukan Pengusaha dan tempat kegiatan

    usaha dilakukan untuk dikukuhkan menjadi PKP.

    b. Setiap Bendaharawan Pemerintah harus dapat menerapkan peraturan

    perpajakan secara benar termasuk melakukan pengecekan faktur pajak

    yang diterima dari Rekanan telah sesuai dengan ketentuan sehingga

    tidak menimbulkan sanksi di masa mendatang.

    c. KPP harus lebih sering memberikan penyuluhan tentang pentingnya

    membayar pajak bukan hanya bagi Wajib Pajak saja, tetapi juga

    Pemungut PPN agar tertib dalam menyapaikan laporan agar

    Bendaharawan Pemerintah terhindar dari sanksi.

  • 39

    DAFTAR PUSATAKA

    Setiawan, Agus dan Hardi, Pepajakan Bendaharawan Pemerintah, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada,2006.

    Sialagan, Benny P. dan Lubis, Irwansyah, Pedoman Perpajakan Bagi

    Bendaharawan Pemerintah Pusat Dan Daerah Serta Rekanan Pemerintah, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama,2002.

    Soemarso S.R,. Perpajakan Pendekatan Komprehensif, Jakarta: Salemba

    Empat,2007. Sukardji, Untung, Pajak Pertambahan Nilai, Edisi Revisi, Jakarta: PT. Raja

    Grafindo Persada,2006. Sunarto, Perpajakan, Yogyakarta: BPFE Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa,

    2002. Illyas Wirawan B. dan Suhartono, Panduan Komprehensif Dan Praktis Pajak,

    Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 2007.

    logo: