skripsi agin (Autosaved)
-
Upload
galakgalak -
Category
Documents
-
view
320 -
download
0
Transcript of skripsi agin (Autosaved)
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Pada masa global seperti sekarang ini, dimana persaingan semakin
kompetetif, dunia usaha kerja semakin penuh persaingan,dan banyak penganguran
di kota-kota besar, karena zaman telah berubah memasuki era globalisasi.
Seiring dengan berubahnya zaman, perusahaan-perusahaan pun terus
membenahi diri mempersiapkan segala konsekwensi menghadapi zaman era
globalisasi, salah satunya dengan memberi motivasi kerja pada karyawan, karena
motivasi kerja dapat mempengaruhi mutu dan kualitas output dari perusahaan itu.
Motivasi kerja para karyawan perlu di cermati secara sistematis
perkembangannya, dan juga memerlukan perhatiaan dari atasan perusahaan itu
sendiri, sehingga dapat meningkatkan perilaku kerja karyawan, dan jika motivasi
kerja pada karyawan tidak di perhatikan, maka prilaku kerja karyawan menurun.
Disinilah peran atasan itu diperlukan dalam memimpin karyawanya dalam
bekerja, karena kinerja (performance) adalah hasil dari interaksi antara motivasi
kerja, kemampuan (abilities) dan peluang (opportunities).
keberasilan seseorang dalam suatu pekerjaan ditentukan oleh tiga factor
utama, pertama, ia harus memiliki kemampuan untuk mengerjakan pekerjaan
tersebut, suatu kemampuaan yang merupakan kombinasi dari kemampuan alami
yang di bangun melalui pendidikan latihan. Kedua, ia harus mempunyai alat yang
tepat untuk pekerjaan tersebut, ketiga, ia harus memiliki dorongan atau motivasi
untuk melakukan pekerjaan tersebut.
Walaupun kita telah memiliki karyawan dengan baik berdasarkan pada
kemampuaannya, yang telah dilengkapi dengan latihan relavan, diseertai dengan
pearalatan yang tepat, akan tetapi motivasi juga harus me
Menurut Teori ( Munandar, 2001 : 5 ) orang yang memiliki motivasi kerja
yang bercorak reaktif, mereka memerlukan orang lain untuk mendorong mereka
untuk bekerja. Satu hal yang dapat mendukung motivasi kerja bawahan adalah
atasan. Atasan perlu mengenali sasaran-sasaran yang bernilai tinggi dari
bawahanya agar dapat membantu karyawan untuk mencapai, dan dengan
demikian berarti atasan telah memotivasi bawahannya. Atasan harus dapat m pin
dengan control yang cemat, baik, disiplin, tegas dalam mengambil keputusan,
karena itu atasan harus dapat menjadi pemimpin yang baik bagi para
karyawannya.
Kepemimpinan merupakan salah satu aspek manejerial dalam kehidupan
organisasi yag merupakan posisi kunci, karena seorang pemimpin, sebagai
penyelaras dalam proses kerja sama antar manusia dalam organisasinya.
Pada umumnya gaya kepemimpinan yang efektif, tepat dan dapat
menerima oleh bawahan adalah gaya kepemimpinan yang demokratis, dimana
pemimpin membantu dan mendorong bawah untuk membicarakan dan
memutuskan semua kebijakan (Gibb dalam Jewel dan Siengell, 1989 : 4 ).
Dengan memahami teori kepemimpinan, atasan akan dapat menentukan
gaya kepemimpinannya secara tepat sesuai tuntunan situasi kondisi bawahannya.
Dengan demikian seorang atasan jika ingin meningkatkan kemampuaan dan
kecakapan dalam mempimpin, perlu mengetahui ruang lingkup gaya
kepemimpinan yang efektif. Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik meneliti
mengenai “Gaya Kepemimpinan Demokratis dengan Motivasi Kerja Karyawan
pada PT. Suriatama Cunda Lestari (Suzuya) ”.
1.2 Rumusan Masalah
Maka berdasarkan latar belakang penelitian yang telah di uraikan diatas
dapat di rumuskan permasalahan adalah sebagai berikut :
1. Apakah ada hubungan antara gaya kepemimpinan demokratis dengan
motivasi kerja karyawan?
1.3 Tujuan Penelitian
Sesuai dengan permasalahan yang telah dikemukan dia atas maka
penelitian ini di lakukan dengan tujuan :
1. Untuk mengetahui hubungan gaya kepemimpinan demokratis dengan
motivasi kerja karyawan.
1.4 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini antara lain adalah :
1. Menjadi bahan masukan bagi PT.Suriatama Cunda Lestari dalam hal
menciptakan gaya kepemimpinan yang dapat menberikan motivasi kerja
pada karyawan yang membutuhkan.
2. Menambah pengetahuan mengenai hubungan gaya kepemimpinan
dengan motivasi kerja karyawan.
3. Memberikan pengalaman praktis yang terstruktur tentang hubungan gaya
kepemimpinan demokratis dengan motivasi kerja karyawan dengan
menggunakan pendekatan metedologis bagi karyawan.
1.5 Batasan Masalah dan Asumsi
1.5.1. Batasan Masalah
Tujuan pembatasan masalah agar pemecahan masalah yang dilakukan
tidak menyimpang dari lingkup yang telah ditetapkan. Dalam penelitian ini
penulis membatasi masalah hanya pada motivasi kerja karyawan dan tidak
menghitung gaji dan jam kerja hanya mengalami gaya kepemimpinan pada
PT.Suryatama Cunda Lestari.
1.5.2 Asumsi-Asumsi
Dalam pengumpulan data ataupun pembahasan masalah sering terjadi
kesulitan – kesulitan, untuk menghindari hal tersebut perlu adanya asumsi yaitu
karyawan di anggap termotivasi oleh pemimpin yang demokratis bukan otoritas.
1.6 Langkah-langkah Penelitian
Langkah-langkah penelitian merupakan suatu rangkaian langkah –
langkah atau tahap – tahap yang dilakukan secara sistematis guna mendapatkan
jawaban dan solusi atas permasalahan yang diteliti. Dalam melakukan aktivitas
penelitian diperlukan suatu langkah yang sesuai. Adapun langkah-langkah
dalam penelitian ini sebagai berikut:
Gambar 1.1 Diagram langkah-langkah Penelitian
Identifikasi dan Perumusan Masalah
Penetapan Tujuan Penelitian
Studi LapanganStudi Pustaka
Identifikasi Variabel Penelitian
Pengumpulan Data :Penyebaran Kuisioner :- Hubungan Gaya
Kepemimpinan Yang Demokratis dengan Motivasi Kerja Karyawan
Uji ReabilitasUji Validitas
Menentukan Hubungan Gaya Kepemimpinan Yang Demokratis dengan Motivasi Kerja
Karyawan
Analisa
Kesimpulan dan Saran
BAB 11
LANDASAN TEORI
Dalam tinjauan pustaka ini akan dikemukakan teori yang berhubungan
dengan masalah yang akan di bahas seperti prilaku , kepemimpinan dan motivasi
kerja karyawan sebagai acuan terhadap penelitian proposal skripsi yang dilakukan
di PT.Suryatama Cunda Lestari atau lebih dikenal dengan Suzuya Harun Squre .
2.1 Arti Tujuan Motivasi
Masalah yang sering dijumpai seorang manager dalam memimpin
bawahannya adalah mengapa karyawan anak yang lebih rajin dari karyawan yang
tidak rajin berbeda , untuk menjelaskan hal ini ada beberapa factor yang dapat
diteropong yaitu imbalan yang diterima , latar belakang dan tingkat kreatifitas
karyawan. Faktor - factor yang sering terjadi pada karyawan dalam bekerja
didorong keinginan atau adanya motivasi.
Keaneka ragaman tingkah laku karyawan berhubungan erat dengan
kebutuhan dan tujuan, karena kebutuhan dapat dipandang sebagai pembangkit,
penguat dan penggerak motivasi, artinya apabila ada kebutuhan karyawan tidak
terpenuhi maka karyawan tersebut lebih terhadap usaha motivasi dari pimpinan
atau manager. Jadi bagaimana pimpinan dapat memenuhi kebutuhan - kebutuhan
karyawan sambil bekerja untuk saran – saran perusahaan.
Berdasarkan uraian diatas, motivasi yang diarahkan untuk mencapai
penguat dan penggerak seorang karyawan yang diarahkan untuk mencapai tujuan
dan hasil. Karena tujuan dan hasil yang dicari karyawan inilah sebagai motivasi
kerja. Tercapainya tujuan karyawan akan sekaligus mengurangi kebutuhan yang
belum terpenuhi. ( Mulia Nasution, SE, 1994 : 8 ).
2.2 Pengertian Motivasi
Motivasi merupakan salah satu pekerjaan manajemen yang sederhana
tetapi juga paling rumit. Motivasi merupakan hal yang sederhana karena orang –
orang pada dasarnya termotivasi atau terdorong untuk berprilaku dalam cara
tertentu yang dirasakan mengarah kepada perolehan ganjaran (Gary Dessler, 1986
: 14 ).
Sebagaimana yang telah di singgung sedikit dalam beberapa pembicaraan
didepan bahwa motivasi merupakan salah satu unsur pokok prilaku seseorang.
Motivasi adalah suatu proses psikologi, namun demikian ini bukan berarti bahwa
motivasi adalah satu – satunya unsure yang bisa menjelaskan adanya prilaku
seseorang (Miftah Thoha, 1983 : 10 )
Perilaku manusia itu hakikatnya adalah berorientasi pada tujuan dengan
kata lain bahwa prilaku seseorang itu pada umumnya dirangsang oleh keinginan
untuk mencapai beberapa tujuan. Sebagai manusia, kita ini selalu mengerjakan
sesuatu, misalnya ada kalanya berjalan – jalan, berbicara, makan, tidur, bekerja
dan yang sejenisnya. Unsur – unsur itu secara pokok terdiri dari motivasi dan
tujuan. Atau kalau menurut Fred Luthans terdiri dari tiga unsur yakni kebutuhan
(neeti), dorongan (drive), dan tujuan (goals ).
Motivasi kadang – kadang dipakai silih berganti dengan istilah – istilah
berganti lainnya, seperti misalnya kebutuhan (neeti), keinginan (want), dan
dorongan (drive) atau impuls. Orang yang satu berbeda dengan yang lainnya
selain terletak pada kemampuannya untuk bekerja juga tergantung pada keinginan
mereka untuk bekerja atau tergantung pada. Dorongan ini yang menyebabkan
mengapa seorang itu berusaha mewncapai tujuan – tujuan, baik sadar ataupun
tidak sadar. Tujuan adalah suatu yang ingin dicapai yang berada diluar diri
individu.
Semua kebutuhan itu bersaing, artinya diantara semua kebutuhan itu
manakah yang paling kuat mendorong, sehingga prilakunya mengarah kepada
suatu tujuan berdasarkan kebutuhan. Suatu motivasi cenderung mengurangi
kebutuhannya mana kala tercapainya suatu kepuasan (Miftah Thoha, 1983 :2 ).
2.3 Model Umum Tentang Motivasi
Walaupun terdapat banyak pandangan yang bertentangan satu sama lain
tentang motivasi, hal mana disebabkan oleh konseptualisasi yang berbeda –
berbeda fenonim tersebut, studi tentang berbagai kelompok usia yang berbeda dan
jenis kelamin, penggunaan metode - metode observasi (pengamatan) yang berbeda
- beda, dan pengukuran pada unit - unit yang berbeda dengan pusat perhatian
pada variaebl – variable berbeda.
Model tersebut mempunyai 4 macam model yaitu :
1. Pembangkit tekanan ( Tension Arousal )
2. Tindakan ( Action )
3. Sebuah perangsang ( An Incentive )
4. Pengurangan tekanan ( Tension Treduction )
Model yang digenerasikan tersebut menujukan bahwa secara keseluruhan
motivasi dapat di anggap sebagai suatu proses homeostatik (Dr. Winardi, SE,
2000 : 8 )
2.4 Gaya Dasar Kepemimpinan
Dalam hubungannya dengan prilaku pemimpin ini, ada dua hal biasanya
dilakukan oleh pemimpin terhadap bawahan atau pengikutnya, yakni : prilaku
mengarahkan dan prilaku mengukung.
Perilaku mengarahkan dapat dirumuskan sebagai sejauh mana seorang
pemimpin melibatkan diri dalam komunikasi satu arah. Bentuk pengarahan dalam
komunikasi satu arah ini antara lain, menetapkan peranan yang seharusnya
dilakukan pengikut, memberitahukan pengikut tentang apa yang seharusnya bisa
dikerjakan.
Perilaku mendukung adalah sejauh mana seorang pemimpin melibatkan
diri dalam komunikasi dua arah, misalnya mendengar, menyediakan dukungan
dan dorongan, memudahkan interaksi dan melibatkan para pengikut ditempatkan
pada dua poros yang terpisah dan berbeda seperti terlihat dalam gambar 2.1
sehingga dapat diketahui empat gaya dasar kepemimpinan ( Miftah Thoha,
1983 :1 ) ( Kepemimpinan dalam manajemen ).
Tinggi
Rendah Perilaku Mengarahkan Tinggi
Dalam gaya 1 ( G 1 ), seorang pemimpin menunjukkan prilaku yang
banyak memberikan pengarahan namun sedikit dukungan. Pemimpin ini
memberikan intruksi yang spesifik tentang peranan dan tujuan bagi pengikutnya,
dan secara ketat mengawasi pelaksanaan tugas mereka. Dalam gaya 2 ( G 2 ),
pemimpin menunjukkan prilaku yang banyak mengarahkan dan banyak
memberikan dukungan. Pemimpin dalam gaya seperti ini mau menjelaskan
keputusan dan kebijaksanaan yang ia ambil dan mau menerima pendapat dari
pengikutnya. Tetapi pemimpin dalam gaya ini masih tetap harus turut
memberikan dukungan namum sedikit dalam dalam pengarahan. Dalam gaya
seperti ini pemimpin menyusun keputusan bersama – sama dengan para
pengikutnya. Pada gaya 3 ( G 3 ), prilaku pemimpin menekankan lebih banyak
Tinggi dukungan dan rendah pengarahan
G3
Tinggi pengarahan dan rendah dukungan
G1
Rendah dukungan dan rendah pengarahan
G4
Tinggi pengarahan dan Tinggi dukungan
G2
memberikan dukungan namun sedikit pengarahan. Dalam gaya seperti ini
pemimpin menyusun keputusan bersama dengan para pengikutnya dan
mendukung usaha – usaha mereka dalam menyelesaikan tugas. Adapun gaya 4
( G 4 ), pemimpin memberikan sedikit dukungan dan sedikit pengarahan.
Pemimpin dengan gaya seperti ini mendelekasikan keputusan – keputusan dan
tanggung jawab pelaksanaan tugas pada pengikutnya. ( Miftah Thoha, 1983 : 14 )
2.5 Tipe – Tipe Pemimpin
Pemimpin dapat dibedakan dari gaya yang leh pemimpin tersebut. Gaya
kepimpinan ini dapat dibedakan dalam beberapa tipe yaitu :
1. Tipe Pemimpin Diktator
Tipe pemimpin ini dapat mengendalikan bawahannya adalah dengan
bergaya diktator, pemimpin ini memegang kekuasaan mutlak, tidak terbatas dan
menggunakan kekuasaan sesuka hatinya. Tipe pemimpin banyak bersifat negatif.
Ia selalu menakut – nakuti bawahannya dengan berbagai ancaman dengan sanksi
sp, penurunan pangkat, pemotongan gaji, dan pemecatan. Dengan cara ini
pemimpin akan dapat mencapai sasarannya, tetapi sangat diragukan apakah
kualitas dan kuantitas hasil kerja bawahannya dapat dipertahankan. Tipe
pemimpin ini sangat sering menimbulkan suasana kerja yang tidak
menyenangkan, akhirnya menyebabkan terjadi mogok atau mangkir kerja
sehingga banyak karyawan yang akan dikeluarkan.
2. Tipe Pemimpin Otoriter
Pemimpin seperti ini ingin berkuasa sendiri dan tidak mau melimpahkan
wewenang terhadap bawahannya atau orang lain. Para bawahan harus patuh, taat
dan menuruti segala perintah. Pengawasan yang dilakukan sangat ketat, dan
pemimpin ini tidak memberikan informasi kepada bawahannya sehingga bawahan
sangat tergantung kepadanya. Apabila atasan tidak ada para bawahan tidak
bekerja sebagaimana mestinya, karena biasa di awasi secara ketat dan sangat
tergantung kepada pemimpin. Suasana kerja yang tercipta dalam kondisi
pimpinan seperti ini tidak akan nyaman, ketidak nyamanan ini bisa menjurus
kepada kekacauan.
3. Tipe Pemimpin Demokrasi
Dalam menjalankan pimpinan yang demokratis ini selalu minta bantuan
dan saran dari bawahannya, dan akan selalu mengajak mereka secara bersama-
sama memecahkan persoalan yang berhubunga dengan pekerjaan mereka. Pada
umumnya tipe pemimpin seperti ini tidak berhasil memimpin kelompok akan
tetap bekerja baik walaupun tidak ada pengawasan, juga mereka telah terbiasa
menghadapi persoalan dan terlatih untuk memecahkannya. Pemimpin yang
demokratis ini dengan sukarela mendelegasikan wewenang kepad bawahannya, ia
selalu berusaha menciptakan suasana kerja saling hormat menghormati.
4. Tipe Pemimpin Birokratis
Tipe pemimpin ini adalah berpegang teguh pada peraturan, kebijakan dan
prosedur kerja yang berlaku pada perusahaan. Pemimpin ini memandang
peraturan yang tercipta merupakan dasar wewenang dan kepastian untuk
mengambil tindakan terhadap bawahan. Dalam menjalankan tugasnya pemimpin
ini bersikap seperti seorang polisi yang menjalankan tugas serta mengawasi
peraturan.
5. Tipe Pemimpin Bebas
Orang yang termasuk pemimpin tipe ini sebenarnya bukanlah pemimpin
hanya karena di angkat sehingga dalam pelaksanaannya ia taidak berwibawa sama
sekali. Pemimpin bebas seperti ini mungkin saja seperti pemimpin symbol saja,
yang sedikit kekuasaannya. Ia tidak akan di hormati dan di taati oleh
bawahannya. Sebagai suatu gaya kepemimpinan dapat dirumuskan sebagai suatu
pola prilaku yang dibentuk untuk diselaraskan dengan kegiatan – kegiatan
organisasi dan karyawan untuk dapat mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
(Mulia Nasution, SE, 1994 : 34)
2.6 Penelitian Terdahulu
1. Menurut Abdullah ( 1992 ) dalam penelitiannya yang berjudul Motivasi
dan Produktivitas Sumber Daya Manusia pada PT. Asean Fertilizer,
Lhokseumawe menyimpulkan bahwa produktivitas perusahaan meningkat
bila terlebih dahulu ditetapkan sasaran produktivitas pada setiap faktor
atau kunci keberhasilan dan motivasi kerja karyawan masing – masing
dengan menggunakan motivasi yang sesuai dan penempatan personil pada
tempat yang tepat telah dilaksanakan oleh pihak manajemen.
2. Menurut Amru ( 2000 ) dalam penelitiannya yang berjudul Analisa
Motivasi dan Prestasi Kerja Pada Dinas Perdagangan Kabupaten Aceh
Utara, bahwa pemberian motivasi kerja karyawan dapat meningkatkan
semangat dan kegairahan kerja. Semangat kerja dan kegairahan kerja
dapat meningkatkan prestasi kerja.
3. Menurut Asnawi ( 2006 ) dalam penelitiannya dengan menggunakan
program SPSS ( Statistical package for social science ) menunjukan bahwa
variable gaya kepemimpinan autoriter tidak berpengaruh terhadap kinerja
karyawan pada tingkat signifikasi 95% yang diperlihatkan oleh t hitung
0,486 < t table 1,699, Jadi variable ini tidak berpengaruh nyata sehingga
hipotesa Ho ditolak dan Hi diterima.
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di PT. Suryatama Cunda Lestari di jalan baru,
Simpang jam, Lhokseumawe. Objek penelitian ini adalah karyawan PT.
Suryatama Cunda lestari, sedangkan ruang lingkup kajian penelitian ini adalah
mengenai motivasi kerja karyawan dilingkungan tersebut.
3.2 Responden
Untuk menggumpulkan beberapa data primer, responden yang penulis
ambil adalah pimpinan dan karyawassn PT, Suryatama Cunda Lestari yang
berjumlah 20 orang yang keseluruhannya merupakan karyawan PT. Suryatama
Cunda Lestari.
3.3 Sumber Data
Data primer di peroleh dengan melakukan serangkaian wawancara dengan
responden dan melakukan observasi langsung ke objek penelitian. Untuk
membantu penelitian ini diperlukan juga data sekunder yang dapat mendukung
data primer, data sekunder ini penulis peroleh dengan mengadakan penelitian di
perpustakaan, yaitu untuk mencari berbagai landasan teoritis dan hasil – hasil
penelitian yang pernah dilakukan yang relevan dengan masalah tersebut diatas.
3.4 Teknik Pengumpulan Data
Untuk mempermudah dalam mendapatkan data dan informasi yang
diperlukan, penulis menggunakan beberapa teknik pengumpulan data sebagai
berikut :
1. Observasi ( pengamatan ), yaitu dengan mengadakan pengamatan
langsung ketempat yang menjadi objek penelitian sehingga di peroleh
data yang sesuai. Objek yang di observasi yaitu melihat gaya
kepemimpinan demokrasi dengan motivasi kerja karyawan.
a. Interview ( wawancara ) yaitu dengan mengadakan wawancara
secara lansung dengan mengajukan pertanyaan – pertanyaan
dengan responden pada objek penelitian dan pimpinan PT.
Suryatama Cunda Lestari.
2. Quesioner yaitu dengan membuat daftar pertanyaan yang berisikan
serangkaian pertanyaan mengenai perusahaan yang berhubungan
dengan penulisan ini.
( daftar pertanyaan terlampir )
3.5 Pengumpulan data primer
Data primer adalah data yang diperoleh dari pengamatan dan penelitian
secara langsung dari lapangan. Data primer yang dimaksud adalah data hasil
penelitian, seperti hasisl wawancara atau pengisian kuesioner. Dalam
melakukan pegumpulan data primer, peneliti melakukan observasi dilapangan.
Besar jumlah data primer yang diperlukan sesuai dengan pendapat Slovil,
digunakan rumus :
n= N
1+N e2……………… ………………………………………… …………………………….(3.1)
Dimana :
n = Ukuran sampel
N = Ukuran populasi
e = Persen kelonggaran kesalahan dalam penelitian ( 50 % = 0,05 )
Besarnya tingkat kepercayaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
95 % dan tingkat kesalahan 5 %.
Adapun keuntungan yang diperoleh dengan menggunakan kuesioner
Yaitu :
1. Pada saat pengisian kuesioner oleh responden, kehadiran penelitian
tidak diperlukan.
2. Pembagian dapat dilakukan serentak kepada responden.
3. Pengisian kuesioner menurut waktu senggang ataupun kecepatan dari
tiap responden
4. Pembuatan kuesioner dapat anonym supaya responden bebas dan jujur
dalam menjawab.
5. Pembuatannya dapat distandarisasikan sehingga setiap responden akan
Memperoleh pertanyaan yang sama.
Selanjutnya yang perlu dipertimbangkan dengan baik adalah masalah
penentuan jumlah butiran pertanyaan. Sebab jika jumlah pertanyaan sedikit, maka
pengisian kuesioner bisa berlangsung cepat, tetapi cendrung tidak mampu
mengungkapan data yang ingin diteliti. Sebaliknya, jika jumlah pertanyaanss
banyak, maka kemungkinan besar data yang diperoleh sudah lengkap, tetapi
responden akan merasa letih dan malas untuk mengisi kuesioner itu. Oleh karena
itu yang penting untuk diperhatikan adalah pertama, bahwa semua dimensi yang
ingin di teliti sudah terwakili dalam pertanyaan, minimal satu butir untuk tiap
indicator. Kedua, bahwa peneliti tidak memasukan butir – butir pertanyaan yang
tidak diolah atau kurang perlu.
3.6 Pengumpulan Data Sekunder
Data sekunder merupakan data primer yang diperoleh oleh pihak lain atau data
pimer yang telah diolah lebih lanjut dan disajikan oleh pengumpulan data primer
atau pihak lain dalam bentuk tabel atau diagram. Umumnya, data ini digunakan
untuk memberikan gambaran tambahan, pelengkap ataupun untuk diproses lebih
lanjut. Metode pengumpulan data sekunder sering juga disebut pengumpulan
bahan dokumen karena penelitian meneliti dan memanfaatkan data atau dokumen
yang dihasilkan oleh pihak lain. Data dapat diperoleh oleh peneliti dari berbagai
media, Badan Pusat Statistik ( BPS ), lembaga pemerintah atau swasta, lembaga
penelitian, hasil penelitian individual, dan study pustaka.
3.7 Validitas
Validitas menunjukan seberapa jauh suatu alat ukur dapat mengungkapkan
Dengan jitu gejala atau bagian – bagian gejala yang hendak diukur dan seberapa
jauh alat pengukuran dapat memberikan reading yang teliti. Jadi ada dua unsure
yang tidak dapat dipisahkan dari prinsip validitas, yaitu kejituan dan ketelitian.
Menurut (Sutrisno Hadi, 1980 ), validitas dapat di bedakan atas lima jenis
yaitu :
1. Face Validity
Bagaimana kelihatannya suatu alat pengukuran benar – benar mengukur
apa yang hendak diukur disebut Face Validity, validitas lahi. Jika alat
pengukuran tampaknya sama sekali tidak ada hubungannya dengan apa yang
hendak diukur, objek akan menunjukan kegunaannya untuk melakukan secara
maksimal apa yang diminta kepadanya.
2. Logical validity
Validitas logical kadang – kadang disebut juga Construk Validity, validitas
kontruksi, atau validitas by definition karena bertitik dari kontruksi teoritis
tentang factor – factor yang hendak diukur oleh suatu alat pengukur. Misalnya,
jika suatu penelitian ingin mengukur pengetahuan perbendaharaan kata, dan jika
menurut defenisi peneliti bahwa apa yang dimaksud sebagai pengetahuan adalah
kecakapan membuat perbatasan – perbatasan, dan apa yang dimaksud sebagai “
perbendaharaan kata adalah kata – kata yang bisa digunakan oleh anak – anak
normal umur sepuluh tahun “ maka defenisi itu dapat di nilai apakah pengujian
tersebut benar – benar menyelidiki apa yang dimaksudkan. Jika ada kecocokan
yang valid antara item dengan definisi, maka item dipandang valid, dan
sebaliknya invalid.
3. Factory Validity
Penilaian terhadap validitas faktor suatu alat pengukur harus ditinjau dari
segi apakah item – item yang disangka mengukur faktor – faktor tertentu adalah
benar – benar telah memenuhi fungsi mengukur yang dimaksudkan.
4. Validity Content
Content validity adalah isi semakin mendapat perhatian yang luas ini
terutama dalam pengukuran – pengukuran kemajuan belajar. Validitas ini
digunakan bukanlah untuk mencari apa yang tidak diketahui oleh objek,
melainkan apa yang telah diketahui olehnya.
5. Empirical Validity
Validitas empiris selalu menggunakan bagaimana derajat kesesuaian
antara apa yang dinyatakan oleh hasil pengukuran sebagai kreteria dengan
keadaan yang nyata. Misalnya, suatu alat pengukur kecakapan dalam tinggi
kenyataannya sukses yang dicapai oleh alat itu dalam memprediksi orang – orang
yang dinyatakan baik atau buruk dalam memimpin perusahaan.
Metode perhitungan validitas yang dapat digunakan untuk menguji skala
continue dengan tiga atau lebih angka skala ( misalnya, skala likert dan bipolar )
adalah metode moment produk person. Untuk menghitung korelasi moment
produk metode ( Suharsimi Arikontu, 2000 : 255 ) dapat dinyatakan dengan
rumus :
r xy=N ¿¿¿
Dimana :
r xy = Korelasi produk moment
N = Jumlah Responden
∑x = Total Bobot Penelitian Peringkat
∑y = Total Penilaian Persepsi Responden Terhadap Atribut Pertanyaan
Korelasi atau r dalam kasus moment produk pearson berada dalam rentang
( r ) = -1,00 sampai r = + 1,00 sebagai nilai bebas. Jika r = 0, berarti tidak ada
hubungan antara variabel – variabel yang diteliti.
Untuk pengujian ini dilakukan statistic tujuan dengan menggunakan rumus
sebagai berikut :
t 0=√ n−21−r2 dengandk=n−2 ……………………………… ..(3.3)
Dimana :
R = Nilai korelasi produk moment
N = Jumlah kuesioner
t = Tabel tujuan dengan df = n – 2
Kriteria pengujian adalah tolak Ho jika harga dari rumus diatas lebih besar
dari pada tujuan yang didapat dari tabel distribusi tujuan dengan α yang dipilih.
Korelasi moment produk digunakan bila ditujukan untuk menentukan
keterkaitan atau kovariasi antara dua variabel. Subjek dalam pengukuran ini
mempunyai sekurang – kurangnya dua pengukuran, misalnya satu adalah variabel
x dan lainnya adalah variabel y, untuk x dan y berhubungan untuk tujuan ini,
secara umum digunakan sekitar 30 subjek penelitian ( Sylvia Adelina, 2002 ).
Yang menjadi masalah adalah kapan korelasi r dapat dipertimbangkan
tinggi atau rendah. Menurut Sevilla, dkk dalam bukunya yang berjudul Pengantar
Metode Penelitian, korelasi tinggi atau rendah secara umum tergantung pada sifat
variabel yang diteliti. Namun demikian, sudah ada pengkategorian khusus yang
dapat digunakan dan telah disepakati dalam statistiik.
Antara ± 0,80 sampai dengan ± 1,00 Korelasi tinggi
Antara ± 0,60 sampai dengan ± 0,79 Korelasi agak tinggi
Antara ± 0,40 sampai dengan ± 0,59 Korelasi sedang
Antara ± 0,20 sampai dengan ± 0,39 Korelasi rendah
Antara ± 0,01 sampai dengan ± 0,19 Korelasi tak berarti
Jika hasil penelitian ingin digenerasikan pada populasi yang telah
ditentukan, maka korelasi dapat diuji melalui signifikasi statistika. Untuk kasus
ini r yang diperoleh adalah estimasi parameter populasi ( rho ). Dapat juga
dibandingkan dengan nilai tujuan tabel dari korelasi moment produk pearson
dengan df – N dan tingkat signifikasi tertentu, biasanya 0,05 atau 0,01. ( Sylvia
Adelina, 2002 ).
3.8 Reliabilitas
Reliabilitas menunjukan sejauh mana hasil suatu pengukuran relative
konsisten apabila dilakukan pengukuran pada aspek yang sama dengan alat ukur
yang sama pula, atau disebut juga Internal Consistensy Rehability. Oleh karena
itu, persoalan kemantapan reading atau konstanta hasil pengukuran.
Prosedur yang lazim yang digunakan untuk menilai reliabilitas pengukuran
adalah mencari petunjuk atau indeks hubungan antara hasil pengukuran pertama
dengan hasil – hasil pengukuran ulangan. Indeks hubungan itu disebut kosefisien
korelasi.
Ada dua asumsi dasar dalam perhitungan koefisien korelasi, yaitu :
1. Bahwa gejala atau cirri gelaja berubah dari satu dengan pengukuran ke
pengukuran lainnya
2. Bahwa pengukuran berikutnya adalah pengukuran yang mendahuluin
pengukuran yang lain.
Secara konsep, reliabilitas mencerminkan bagaimana baiknya skor
observasi berkorelasi dengan skor sebelumnya. Dalam prakteknya ada
beberapa cara yang dapat digunakan untuk memperkirakan keandalan,
antara lain :
a. Teknik ulangan
Teknik ulangan menggunakan alat pengukuran yang sama
kepada sejumlah objek yang sama pada saat yang berbeda.
Kelemahan teknik ini adalah meskipun berasumsi bahwa tidak
ada perubahan gejala antara waktu pengukuran pertama dengan
pengukuran kedua, tetapi adanya pengukuran ulangan itu
sendiri cenderung dapat mengubah gejala. Misalnya, bila
pengukuran dilakukan dengan kuesioner, beberapa responden
mungkin akan mempersoalakan jawaban yang lama. Jika
terhadap sebuah pertanyaan dahulu mereka menjawab “ sangat
setuju “ , maka dalam pengukuran kedua jawabannya bisa
berubah menjadi “ ragu – ragu “ .
b. Teknik Belah Dua
Prosedur yang lazim digunakan pada metode ini adalah
dengan menggelompokan item – item ganjil dalam sebuah
kelompok dan item – item genap dalam kelompok lain. Ini
disebut teknik genap – ganjil. Item yang dibelah dua, baik
secara genap – ganjil maupun random, harus merupakan item –
item yang homogeny.
c. Cronbach’s Alpha
Metode ini menunjukan bagaimana tingginya butir – butir
dalam kuesioner berkorelasi. Alpha digunakan jika skor
instrument bukan 1 atau 0 dan uji coba dilakukan sekali saja
kemudian hasilnya dianalisa. Biasanya metode ini dikerjakan
dengan menggunakan bantuan paket statistic sebab memiliki
banyak butir ( pertanyaan ).
Metode cronbach’s alpha dihitung dengan menggunakan korelasi antara
butir – butir. Perkiraan konsistensi internal menggambarkan bagaimana baiknya
butir – butir dalam skala berkaitan satu sama lain. Makin tinggi interaksi antara
butir – butir, maka makin tinggi keandalan keseluruhan skala. Uji reliabilitas ini
bertujuan untuk melihat suatu instrument itu cukup handal dan dapat dipercaya
sebagai alat pengumpulan data. Rumus metode cronbach’s alpha ( Suharsimin
Arikunto, 2000 ) dapat dinyatakan dengan rumus :
r xy=[ kk−1
] [1−∑ αb2
α 12 ]…………. ……………………(3.4)
α b2=∑ x2−¿¿¿¿
Dimana :
r xy = Rehabilitasi Instrumen
k = Banyaknya Butir Pertanyaan
∑ α b2 = Jumlahj Varian Butir
α 12 = Varian Total
Dengan k adalah jumlah item, α b adalah varians butir, α 1 adalah varians
butir total, dan r adalah indeks reliabilitas.
Besar anggota sampel harus dihitung berdasarkan teknik – teknik tertentu
agar kesimpulan yang berlaku untuk populasi dapat dipertanggung jawabkan.
Penentuan besar anggota sampel berdasarkan pertimbangan – pertimbangan :
1. Kepraktisans
2. Ketetapan
3. Non respon
Ada 3 faktor yang menentukan ukuran sampel, tetapi tidak satupun
yang memiliki hubungan langsung dengan besarnya populasi ( Robert
D. mason, 1996 ), yaitu :
a. Derajat ( tingkat ) keyakinan
b. Kesalahan maksimum yang diperbolehkan
c. Variasi populasi
Suharsimi Arikunto ( 2000 ) menyatakan bahwa apabila jumlah populasi
penelitian adalah beberapa ratus, maka peneliti dapat menentukan kurang lebih 25
– 35 % dari jumlah tersebut. Jika jumlah populasi hanya berkisar antara 100 –
150 dan menggunakan angka sebagai instrument penelitian, maka seluruhnya
dapat diambil. Tetapi, jika penelitian tersebut dapat dikurangi menurut teknik
pengambilan sampel yang sesuai dengan kemam puan peneliti.
DAFTAR PUSTAKA
Amru, 2000, Analisa motivasi dan prestasi kerja pada Dinas perdagangan, Aceh
Utara, Skripsi.
Djarwanto, Pengestu Subagiyo, 1993, Statistik Induktif, edisi ke 111, Jakarta,
Erlangga.
J. Supranto, Pengukuran tingkat kepuasan pelanggan untuk menaikan pangsa
pasar, Rineka Cipta.
Kartono, Kartini, 1998, Pimpinan dan kepemimpinan, penerbit PT. Raja Grafindo
Pesada, Jakarta.
Marat, 1987, Pemimpin dan Kepemimpinan, Ghalia Indonesia, Jakarta
Mifta Thoha, 1983, Prilaku Organisasi Konsep Dasar dan Aplikasinya, Jakarta,
Divisi buku Perguruan Tinggi PT. Raja Grafindo Pesada.
Mulia Nasution, 2000, Managemen Personalia Aplikasi dalam Perusahaan,
Jakarta djambangan.
Siagian, Sondang P, 1999, Teori dan Praktek Kepemimpinan , penerbit, PT.
Rineka Cipta, Jakarta.
Wahyu Sumidjo, 1987, Kepemimpinan dan Motivasi, Ghalia, Indonesia, Jakarta.
Wijaya, Aw, 1986, Peranan Motivasi dan Kepemimpinan, Akademika Pressindo,
Cv, Jakarta..
Winardi, 2000, Kepemimpinan dalam Managemen, Jakarta, Rineka Cipta.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Antrian merupakan suatu fenomena yang dihadapi pelanggan pada industri
jasa. Antrian tidak dihendaki oleh pelanggan maupun penyedian jasa. Pelanggan
menilai waktunya cukup berharga sehingga mereka mungkin akan memilih
melakukan perjalanan yang lebih jauh atau mengeluarkan biaya yang lebih besar
sedikit untuk mendapakan pelayanan yang tidak menyebabkan antrian yang
panjang. Tidak jarang juga ditemukan pelanggan membatalkan niatnya
bergabung dengan antrian dan tidak pernah kembali karena menemukan antrian
yang cukup panjang.
Kehilangan pelanggan tentunya tidak diinginkan oleh penyedia jasa, tetapi
memenuhi keinginan pelanggan mengantri sesingkat mungkin atau bahkan tidak
perlu mengantri, bisa merugikan penyedia jasa. Meminimumkan waktu
mengantri sering mengakibatkan penambahan investasi dan biaya operasional.
Keinginan pelanggan dan penyedia jasa mendapatkan keuntungan kelihatannya
saling bertolak belakang. Teori antrian dapat digunakan untuk mengevaluasi
fenomena antrian dari sudut pandang pelanggan dan penyedia jasa, sehingga akan
dihasilkan solusi optimal. Penyedia jasa masih memperoleh untung dan
pelanggan tidak merasakan mengeluh waktu mengantri yang lama.
Tempat berbelanja ini setiap hari dibuka untuk melayani pengunjung.
Manajemen menyediakan beberapa kassa untuk melayani pembelian barang ,
sehingga antrian konsumen dapat diminimisasi. Pada hari libur biasanya antrian 1
pengunjung di kassa sangat panjang, tetapi kassa yang sudah ada tidak selalu
dioperasikan semua. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis antrian yang
terjadi.
Dari uraian diatas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang
jumlah antrian kassa di Suzuya dan merumuskan kedalam karya tulis dengan
judul Analisa Jumlah Kassa Dengan Metode Antria di Suzuya yang bertempat
disimpang jam.
1.2. Rumusan Masalah
Maka berdasarkan latar belakang penelitian yang telah di uraikan diatas
dapat di rumuskan permasalahan adalah sebagai berikut :
2. Berapa panjang antrian rata-rata pada kassa?
3. Jumlah rata-rata customer yang datang
4. Berapa waktu rata-rata customer dalam antrian dan waktu rata-rata
1.3. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan permasalahan yang telah dikemukan dia atas maka
penelitian ini di lakukan dengan tujuan :
2. Untuk mengetahui panjang antrian rata-rata customer pada kassa
3. Untuk mengetahui jumlah rata-rata customer dalam sistem
4. Untuk mengetahui waktu rata-rata customer dalam antrian dan waktu rata-
rata dalam sistem
1.4. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini antara lain adalah :
4. Menjadi bahan masukan bagi PT.Suriatama Cunda Lestari dalam hal
banyaknya antrian dalam kegiatan operasional toko.
5. Menambah pengetahuan mengenai Antrian dan pelayanan.
6. Memberikan pengalaman praktis yang terstruktur tentang pelayanan
disaat customer merasa capek dan lelah pada saat antrian.
1.5. Batasan Masalah dan Asumsi
1.5.1 Batasan Masalah
Tujuan pembatasan masalah agar pemecahan masalah yang dilakukan
tidak menyimpang dari lingkup yang telah ditetapkan. Dalam penelitian ini
penulis membatasi masalah hanya pada pelayanan pada antrian di Suzuya.
1.5.2 Asumsi-Asumsi
Untuk dapat memudahkan dalam analisis dan penyelesaian masalah,
penulis menetapkan asumsi sebagai berikut :
1. Pengadaan barang selama pengamatan dianggap lancar
2. Kondisi dan kemampuan kassa dianggap normal
3. Proses kedatangan customer didasarkan pada aturan pertama datang
yang pertama pula di layani.
1.6 Langkah-langkah Penelitian
Langkah-langkah penelitian merupakan suatu rangkaian langkah-langkah
atau tahap-tahap yang dilakukan secara sistematis guna mendapatkan jawaban dan
solusi atas permasalahan yang diteliti. Dalam melakukan aktivitas penelitian
diperlukan suatu langkah yang sesuai. Adapun langkah-langkah dalam penelitian
ini sebagai berikut:
Gambar 1.1Langkah-langkah penelitian
BAB II
Indentifikasi
Permasalahan
Studi Kepustakaan
Pengumpulan Data
Pengumpulan Data
- Tingkat Kedatangan ( λ )- Tingkat Pelayanan ( µ )
Analisa Data
- Panjang antrian rata-rata- Jumlah customer dalam sistem- Waktu rata-rata dalam antrian- Waktu rata-rata dalam sistem
Kesimpulan
TINJAUAN KEPUSTAKAAN
2.1. Landasan Teori
2.1.1 Arti Disiplin Antrian
Disiplin antrian adalah aturan bagaimana para pelanggan atau customer
dilayani. Aturan ini menunjukan pedoman keputusan yang digunakan untuk
menyeleksi individu atau pelanggan yang memasuki antrian untuk dilayani
terlebih dahulu. Menurut Purnomo, (2003:123) bentuk disiplin antrian yang
umum digunakan dalam praktek adalah lebih dahulu datang lebih dulu dilayani
misalnya antrian pada kassa di Suzuya. Dari bentuk aturan pelayanan diatas, juga
terdapat beberapa disiplin antrian lainnya yaitu yang pertama mengantri yang
pertama keluar.
Sistem ekonomi dalam dunia usaha saat ini sebagaian besar sumber daya
yang terbatas. Sering terjadi orang, barang, dan komponen atau kertas kerja yang
harus menunggu untuk mendapatkan pelayanan. Garis – garis tunggu ini disebut
antrian. Suatu antrian adalah formasi dari baris penungguan dari
pelanggan/customer yang membutuhkan pelayanan dari satu atau lebih pelayanan,
terjadiannya antrian merupakan fenomena yang biasa terjadi bila kebutuhan akan
pelayanan melebihi kapasitas pelayanan, sehingga pelanggan yang tiba tidak dapat
segera medapat pelayanan (Purnomo,2003:121).
Sistem antrian terlihat hampir setiap hari, antrian merupakan permasalahan
yang sering timbul akibat padatnya pelanggan atau customer, antrian yang
panjang dapat menibulkan kejenuhan dan kebosanan dan juga dapat menimbulkan
kerugian bagi pelanggan dan perusahaan sehingga pelanggan yang terlalu lama
menunggu atau mengantri dapat beralih ketempat lain yang dirasakan lebih baik
dan nyaman.
P. Siagian, (1987:390) menyatakan bahwa suatu antrian adalah suatu garis
tunggu dari satuan yang memerlukan pelayanan dari satu atau lebih pelayanan.
Teori antrian dikembangkan pertama kali pada tahun 1909 oleh A.K Erlang,
seorang ahli matematika yang berkebangsaan Denmark. Ia mengembangkan
model antrian untuk mempelajari kebutuhan kapasitas. Penggunaan model antrian
ini mulai meluas sejak tahun 1950 ketika para analis mulai menerapkan pada
masalah industrial.
Tujuan teori diatas adalah untuk menentukan jumlah optimal pelayanan
dan mengurangi kerugian-kerugian yang timbul dari adanya sistem pelayanan
yang kosong atau sebaliknya dari pihak pelanggan yang mengantri atau menunggu
terlalu lama akibat barisan antrian yang panjang sehingga nantinya didapat suatu
keseimbangan antara operasi pelayanan dan lamanya pelayanan menunggu.
Dari pendapat para ahli dapat disimpulkan bahwa disiplin pelayanan
merupakan suatu formasi baris-baris tunggu dari pelanggan,barang-barang dan
sebagainya yang menunggu giliran untuk mendapatkan pelayanan dimana setiap
unit harus melalui suatu aturan yang telah ditetapkan atau sering disebut dengan
antian. Pemilihan untuk mendapatkan pelayanan didasarkan pada aturan yang
disebut dengan disiplin pelayanan (Purnomo,2003:121).
1. Langkah-langkah Pelayanan
P. Siagian (1987:393) ada tiga aspek yang diperlukan dalam langkah
pelayanan yaitu :
- Aspek tesedianya pelayanan
- Aspek kapasitas pelayanan
- Aspek waktu pelayanan
2. Sumber Masukan
Sumber masukan dari suatu sistem antrian dapat terdiri darisuatu populasi
orang, barang, komponen atau kertas kerja yang datang pada sistem untuk
dilayani.
2.1.2. Notasi dalam sistem antrian
Didalam sistem antrian terdapat notasi yang umum digunakan adalah
sebagai berikut :
N : Jumlah pelanggan dalam sistem
S : Jumlah fasilitas pelayanan
1\λ : Waktu pelayanan kedatangan rata-rata
1\µ : Waktu pelayanan rata-rata
Wq : Waktu menunggu selama pelanggan dalam antrian
W : Waktu menunggu selama pelanggan dalam sistem
Pn : Probabilitas adanya n pelanggan dalam sistem
P : Tingkat intensitas pelayanan
Po : Probabilitas tidak ada pelanggan dalam sistem
L : Jumlah rata-rata pelanggan dalam sistem
Lq : Jumlah pelanggan yang menunggu dalam antrian
µ : Jumlah rata-rata pelanggan yang dilayani per satuan waktu
λ : Jumlah rata-rata pelanggan yang datang per satuan waktu
2.1.3. Pola Kedatangan dan Pelayanan Pada Model Antrian
Distribusi kedatangan pelanggan ditentukan dari tingkat kedatangan
dalam sistem. Walaupun kedatangan dapat digambarkan oleh distribusi manapun,
namun dari hasil penelitian selama bertahun-tahun serta berdasarkan pengalaman
dalam bidang antrian , jumlah kedatangan per unit waktu pada suatu fasilitas jasa
didefinisikan oleh distribusi poisson.
Distribusi kedatangan pelanggan menggambarkan bagaimana cara
pelanggan memasuki sistem (arrival distribusi). Para pelanggan mungkin datang
setiap lima menit (constant arrival pattern). Ada dua cara pola kedatangan (arrival
pattern) yaitu jumlah kedatangan per unit waktu atau jumlah kedatangan dalam
periode tertentu berturut-turut dalam waktu yang berbeda.
Seperti halnya tingkat kedatangan, waktu pelanggan juga dapat
didefenisikan sebagai distribusi probabilitas. Para peneliti bidang antrian telah
menentukan bahwa waktu pelayanan ditentukan oleh distribusi probabilitas
eksponensial, waktu pelayanan sering dinyatakan sebagai tingkat pelayanan untuk
dapat dihubungkan dengan tingkat kedatangan. Menurut Moore distribusi
(1987:135) kedatangan dan pelayanan antara lain :
1. Distribusi kedatangan
- Distribusi poisson
- Distribusi konstan (waktu kedatangan)
- Distribusi uniform
2. Distribusi pelayanan
- Distribusi erlang
- Distribusi eksponensial
- Distribusi konstan
- Distribusi uniform
Moere (1987:137) bentuk persamaan dari masing-masing distribusi tersebut
adalah :
1. Distribusi Poisson
Variabel acak diskrit memiliki distribusi poisson jika peluang berbentuk
P ( x )= λ2 .e− λ
x !……………………………… ………………………(2.1)
Dimana :
X : variabel acak
e : bilangan natural (2,718)
λ : kecepatan kedatangan rata-rata
1. Distribusi Erlang
Variabel acak kontinyu x berdistribusi erlang dengan fungsi
F ( x=µt )=ekx∑n=0
k−1
(kx )/n !………………… ………………… ..(2.2)
Dimana :
µ : kecepatan rata-rata pelayanan per satuan waktu
t : lama pelayanan
n : jumlah pengamatan pelayanan
k : bilangan bulat positif
Bilangan k dapat diketahui dengan menggunakan persamaan :
Mode=(k−1 )
µ k………………… …………………………………. (2.3 )
Varian= 1k µ
………………… ……………………………………… (2.4 )
2. Distribusi eksponensial
Variabel acak kontinyu x memiliki distribusi eksponensial dengan fungsi :
P(t)= µе..........................................................................................(2.5)
3. Distribusi Uniform
Jika variabel acak adalah x diasumsikan dengan nilai-nilai
x1,x2,x3,x4....xk mempunyai nilai probabilitas yang sama, maka distribusi
uniform dinyatakan sebagai berikut :
P ( x , k )❑=1k
……………… ……………………………………… (2.6 )
Dimana : k : bilangan random
2.1.4. Pengamatan Terhadap Tingkat Pelayanan
Untuk mengetahui berapa kali jumlah pengamatan yyang harus
dilaksanakan terhadap tingkat pelayanan, terlebih dahulu dilakukan pengamatan
utama atau pendahuluan.Dimana pegamatan akan mencukupi bila N’ < N.
Adapun persamaan yang akan digunakan dalam menentukan jumlah pengamatan
waktu pelayanan yaitu :
N=¿
Dimana :
N1 : Jumlah pengamatan sebenarnya
N : Jumlah pengamatan pendahuluan
X : Sampel yang diamati
k\s : Perbandingan antara tingkat kepercayaan dengan tingkat kelelitian.
Untuk tingkat kepercayaan 95% dan tingkat ketelitian 5% maka nilai
untuk k\s = 2\0,05 = 40. Dan jika tingkat ketelitian 10% maka k\s = 2\0,1 =20.
2.1.5. Membuat Daftar Distribusi Frekuensi
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam menyusun daftar distribusi
frekuensi adalah sebagai berikut :
1. Menentukan jumlah kelas interval dengan menggunakan aturan Sturgess yaitu
k = 1 + 3,3 log n, dimana n merupakan banyaknya pengamatan yang hasilnya
dibulatkan.
2. Menentukan range (R) yaitu selisih antara nilai terbesar dan nilai terkecil.
3. Menghitung panjang kelas interval (l) dengan persamaan adalah l=R\K
4. Selanjutnya pilih ujung kelas interval perkedua, dalam hal ini nilai terkecil
Diambil dari data dan diketahui dengan menggunakan nilai yang didapat.
2.1.6. Uji Kecocokan (The Goodnes Fit Of Test)
Uji kecocokan merupakan perbandingan antara frekuensi pengamatan
dengan frekuensi yang diharapkan. Pengujian dilakukan untuk mengetahui bahwa
data yang telah diamati dan telah diambil mendekati kebenarannya. Dalam
pengujian kecocokan data ini distribusi yang digunakan harus disesuaikan dengan
chi kuadrat dimana teknik chi kuarat memiliki dua kelumpok frekuensi yaitu
frekuensi hasil pengamatan (oi) dan frekuensi yang diharapkan (ei). Langkah-
langkah untuk menguji kecocokan tersebut adalah :
1. Menentukan frekuensi dari hasil pengamatan (oi)
2. Menentukan tingkat kepercayaan
3. Menghitung frekuensi teoritis (ei) dengan menggunakan distribusi
probabilitas yang akan diuji.
4. Jumlah frekuensi pengamatan (oi) dan frekuensi yang diharapkan (ei)
5. Menghitung X2 dengan persamaan :
x2=∑¿¿
6. Menentukan derajat kebebasan (dk) dengan persamaan dk = dk-1 dimana,
dk merupakan derajat kebebasan dari banyaknya frekuensi
7. Perumusan Hipotesa yaitu :
Ho diterima bila F uji < F table
x2=∑¿¿
Hi ditolak bila F uji > F table
x2=∑¿¿
Dimana, X2 (1-α).(dk) didapat dari table chi kuadrat
2.1.7. Model Antrian
Ada beberapa macam model antrian yang sering kita jumpai sehari-hari,
baik antrian dijalan raya maupun ditempat lain. Menurut Rizal (2000:6) ada 4
macam karakteristik antrian yang dapat mempengaruhi model antrian, yaitu :
6. Distribusi dari kedatangan
7. Distribusi waktu pelayanan
8. Jumlah fasilitas untuk pelayanan
9. Disiplin antrian
Persamaan yang akan digunakan dalam model antrian adalah untuk
fasilitas pelayanan ganda. Dalam bidang transportasi, hal ini biasa terjadi dengan
cara pertama datang pertama pula dilayani.
1. Tingkat intensitas fasilitas pelayanan (p)
Menurut yamit (2003:407), tingkat intensitas fasilitas pelayanan(p) adalah
perbandingan antara tingkat kedatangan (λ) dengan tingkat pelayanan (µ).
Teori antrian yang menggunakan dasar-dasar statistik ini sangat tergantungan
dengan harga yang dihasilkan distribusi frekuensi. Untuk menentukan tingkat
intensitas fasilitas pelayanan digunakan persamaan :
p= λµ
………… ………………………………………… …………………….(2.9)
Dimana : P : tingkat intensitas fasilitas pelayanan
λ : tingkat kedatangan rata-rata
µ : tingkat pelayanan rata-rata
2. Peluang tidak ada pelanggan dalam sistem (Po)
Po=[∑n=0
s−1 ( λ2
µ )n!
+( λ
µ )s ! (1− λ
s µ ) ]……………… ……………………(2.10)
Dimana: s : jumlah fasilitas pelayanan, dan
n : jumlah pelanggan dalan sistem
3. Model antrian untuk distribusi kedatangan poisson dan distribusi pelayanan
eksponensial
Jumlah customer yang menumggu dalam antrian (Lq)
Lq=Po( λ
µ )s
. P
s !¿¿
Jumlah customer selama dalam antrian (Wq)
Wq= Lqλ
… ………………………………………… ………………….(2.12)
Waktu customer selama dalam sistem (W)
W =Wq+ 1µ
………… ……………………………………… ………... (2.13)
Jumlah rata-rata customer dalam sistem (L)
L=λ W =Lq+ λµ
……… ………………………………………… ……¿
2.1.8 Struktur Antrian
Orang, barang, komponen atau kertas kerja harus menunggu untuk
mendapatkan jasa pelayanan. Garis tunggu ini disebut antrian. Ilmu yang
mempelajari antrian disebut dengan teori antrian. Teori antrian adalah teori
teori yang menyangkut studi sistematik dan antrian (baris-baris) penungguan
yang terjadi akiibat jumlah kebutuhan akan suatu pelayanan melebihi
kapasitas yang tersedia untuk menyelenggarakan pelayanan tersebut.
Analisa antrian merupakan bentuk probabilitas bukan merupakan teknik,
oleh karena itu hasil analisis disebut sebagai karakteristik operasi bersifat
probabilitas.
Elemen pokok dalam sistem antrian adalah pola kedatangan , tingkat
pelayanan, disiplin antrian, desain fasilitas pelayanan, kapasitas antrian,
populasi dan prilaku manusia. Pola kedatangan dan tingkat pelayanan pada
umumnya mengikuti distribusi poisson atau eksponensial. Disiplin antrian
pada umumnya mengikuti pertama datang pertama dilayani.
Menurut Handoko (1986:263), terdapat 4 model struktur antrian dasar yan
umum terjadi dalam seluruh sistem antrian. Struktur antrian tersebut adalah
sebagai berikut :
1. Single Channel-Single Phase
Sistem ini merupakan sistem yang paling sederhana. Single channel
berarti bahwa hanya ada satu jalur untuk memasuki sistem pelayanan. Sistem
ini menunjukan bahwa hanya ada satu stasion pelayanan atau sekumpulan
tunggal operasi yang dilaksanakan, setelah menerima pelayanan individu-
individu keluar dari sistem.
Contoh dari model struktur ini adalah tukang cukur, pembelian tiket kereta
api antar kota kecikl yang dilayani oleh satu loket, seorang pramuniaga toko
dan sebagainya.
2. Single Channel-Multiphase
Istilah multiphase menunjukkan ada dua atau lebih pelayanan yang
Sumber Sistem Antrian Keluar
Populasi
Gambar 2.1. Model Single Channel-Single Phase
M S
dilaksanakan secara berurutan dalam phase-phase. Sebagai contoh, pencucian
mobil, tukang cat dan sebagainya.
3. Multichannel-Single Phase
Sistem ini terjadi dan ada kapan saja atau lebih fasilitas pelayanan
dialiri oleh antrian tunggal. Sebagai contoh model ini adalah pelayanan
potong rambut dan sebagainya
4 .Multichannel-Multiphase
Contoh dari sistem ini adalah pelayanan pada pasien dirumah sakit dari
pendaftaran, diagnosa, penyembuhan sampai kepada pembayaran. Setiap
sistem-sistem ini mempunyai fasilitas pelayanan pada setiap tahap, sehingga
lebih dari satu individu dapat dilayani pada satuan waktu.
Sistem antrian
Sumber Keluar
Populasi
Gambar 2.2. Model Single Channel-Multiphase
M S M S
Sistem antrian
Sumber Keluar
Populasi
Gambar 2.3. Model Multichannel-Single Phase
M
S
S
Keterangan :
M : Antrian
S : Fasilitas pelayanan
2.2. Penelitian Terdahulu
Hasil penelitian Amri (1998) dengan judul Menentukan Jumlah Loket
yang Optimal pada PT. Pos Lhokseumawe. Dari hasil pembahasannya
disimpulkan bahwa jumlah yang optimal untuk loket adalah 2 unit dengan
biaya minimum.
Jasril (2000) dalam penelitiannya yang berjudul Analisa Sistem Antrian
pada Loket Tabungan Bank Bumi Daya. Dari hasil pembahasan dapat
disimpulkan bahwa panjang antrian pada loket tabungan adalah sebesar 0,70
nasabah per menit pada loket 1,096 nasabah per menit pada loket 2, dan 0,68
nasabah per menit pada loket 3.
Rahmawati (2007) dalam penelitian yang berjudul Analisa Sistem Antrian
pada Spbu Kutablang Lhokseumawe. Dari hasil pembahasan dapat
disimpulkan bahwa waktu rata-rata dalam sistem adalah sebesar 0,6 menit per
Sistem antrian
Sumber Keluar
Populasi
Gambar 2.4. Model Multichannel-Multiphase
M
S
S
M S
M S
kendaraan pada pompa kendaraan roda dua dan 1,62 menit pada kendaraan
penumpang.
2.3. Hipotesa
Berdasarkan landasan teori yang telah dijelaskan, maka hipotesa yang
diajukan dalam penelitian ini adalah :
1. Panjang antrian dan jumlah rata-rata dalam sistem pada kassa lebih besar
dari satu customer per menit
2. Waktu rata-rata dalam antrian dan waktu rata-rata dalam sistem pada kassa
lebih besar dari satu menit per customer
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Suzuya di jalan baru, Simpang jam,
Lhokseumawe. Objek penelitian ini adalah pelayanan Suzuya, sedangkan ruang
lingkup kajian penelitian ini adalah mengenai jumlah antrian kassa. Pengumpulan
data dilakukan secara manual dengan menggunakan alat bantu stopwatch,
lembaran pengisian data dan alat tulis seperti pensil dan pulpen. Pengamatan
pada penelitian ini dilakukan pada kassa ( tempat pembayaran ). Untuk
memudahkan pengumpulan data peneliti melakukan penelitian pendahulu untuk
mengetahui lama pelayanan (µ) dan jumlah sampel yang diperlukan untuk
mendapat nilai tingkat kedatangan pelanggan (λ) dilakukan secara acak dimana
jumlah kedatangan pelanggan ditentukan selama interval waktu 10 menit.
3.2. Responden
Untuk menggumpulkan beberapa data primer, responden yang penulis
ambil adalah pelanggan Suzuya yang berjumlah 80 orang yang keseluruhannya
merupakan pelanggan Suzuy
3.3. Teknik Pengumpulan Data
Untuk menyelesaikan masalah dalam penelitian ini diperlukan sejumlah
data melalui pengamatan langsung terhadap objek penelitian dan wawancara
19
dengan karyawan serta pimpinan Suzuya. Data primer di peroleh dengan
melakukan serangkaian wawancara dengan responden dan melakukan observasi
langsung ke objek penelitian.
Data primer adalah data yang diperoleh dari pengamatan dan penelitian
secara langsung dari lapangan. Data primer yang dimaksud adalah hasil
pengamatan dilapangan terhadap kassa dan sistem pelayanan. Data primer yang
diperlukan dalam penelitian ini adalah pengamatan terhadap kedatangan customer
dan terhadap waktu pelayanan.
1. Tingkat Kedatangan Customer
Pengamatan tingkat kedatangan customer dilakukan secara acak. Jumlah
kedatangan customer ditentukan selama iterval 10 menit.
2. Tingkat Pelayanan customer
Pengamatan waktu pelayanan dilakukan dengan cara sampling,
pengumpulan data ini dilakukan dengan alat bantu stopwatch, pengamatan
pecatatan ini dimulai ketika customer mulai mengantri didepan kassa
sampai transaksi selesai. Waktu sejak pertama mengantri hingga selesai
bertransaksi adalah nilai tingkat pelayanan yang kemudian dicatat dalam
lembar pencatatan, pola distribusi waktu pelayanan dapat diketahui dengan
mengolah data yang diperoleh.
3.4. Model Analisis
1. Tingkat intensitas pelayanan (P)
P= λs . µ
……………………………… ……………………………(2.9)
2. Peluang tidak ada pelanggan dalam sistem (PO)
P=∑n=0
s−1 ( λµ )n!
+( λ
µ )s ! (1− λ
s .µ )……………………… ……..(2.10)
3. Jumlah pelanggan yang menunggu dalam antrian (Lq)
Lq=Po( λ
µ )s
. P
s !¿¿
4. Waktu pelanggan selama dalam antrian (Wq)
Wq= Lqλ
… ………………………………………… ………… ..(2.12)
5. Waktu pelanggan selama dalam sistem (W)
W =Wq+ 1µ
………… ……………………………………… …. (2.13)
6. Jumlah rata-rata pelanggan dalam sistem (L)
L=λ W =Lq+ λµ
……… ……………………………………… .. (2.14 )
Dimana :
n : Jumlah pelanggan dalam sistem
λ : Jumlah rata-rata pelanggan yang datang persatuan waktu
µ : Jumlah rata-rata pelanggan yang dilayani persatuan waktu
s : Jumlah fasilitas pelayanan
P : Pelayanan
3.5. Devinisi Operasional Variabel
1. Tingkat kedatangan customer didapat dengan perbandingan antara jumlah
customer yang datang dengan interval waktu pengamatan ( menit ).
2. Laju pelayanan adalah rata-rata customer yang dapat dilayani oleh kassa
( menit )
3. Panjang antrian rata-rata adalah jumlah customer yang berada dalam
antrian yang ditentukan tidak berdasarkan pada panjang antrian kassa
( menit ).
4. Jumlah rata-rata customer dalam sistem adalah jumlah rata-rata customer
yang antri maupun yang tidak antri ( menit ).
5. Waktu rata-rata yang digunakan dalam sistem adalah waktu rata-rata yang
dipakai customer sejak berada antrian dan tepat ketika akan meninggalkan
antrian karena sudah selesai bertransaksi dikassa tersebut ( menit ).
6. Waktu rata-rata dalam antrian adalah waktu rata-rata yang digunakan
customer sejak berada dalam antrian dan disaat sudah mendapatkan
pelayanan ( menit ).
BAB IV
HASIL & PEMBAHASAN
4.1 Hasil
4.1.1. Tingkat kedatangan Pelanggan
Jumlah kedatangan pelanggan di catat selama interval sepuluh menit, dari hasil 80
kali pengamatan diperoleh frekuensi kedatangan untuk masing-masing kassa
sebagai berikut :
Tabel 4.1. Tingkat kedatangan costumer pada masing-masing kassa
Jumlah kedatangan(xi)
Frekuensi nyata(oi) xi.oi
K10 K11 K10 K1112345678910
4611141568565
12301610642---
4123356753656405450
12604840302414---
80 80 416 228Dari Tabel jumlah kedatangan dapat dihitung kecepatan kedatangan Pelanggan
yaitu :
- Jumlah kedatangan Pelanggan
Kassa 10 = 416 Pelanggan. Kassa 11 = 228 Pelanggan
- Jumlah Frekuensi kedatangan
Frekuensi kedatangan pelanggan untuk semua kassa dilakukan sebanyak 80 kali
kedatangan melalui pengambilan sampel secara acak. Jadi, jumlah kedatangan
rata-rata untuk masing-masing kassa adalah :
23
Kassa10=1λ= xi . xo
oi=416
80=5,2 costumer per sepulu hmenit
Kassa11=1λ= xi . xo
oi=228
80=2.85 costumer per sepulu hmenit
4.1.2. Tingkat Pelayanan
Pengamatan terhadap waktu pelayanan dilakukan dengan sampel
pendahuluan sebanyak 35 kali waktu pelayanan, dengan pengamatan selama tujuh
hari, maka diperoleh jumlah sampel dengan mengunakan persamaan 2.7.
N1=¿
Dimana : N1 : Jumlah pengamatan sebenarnya
N : Jumlah pengamatan pendahuluan
X : Sampel yang diamati
Pengamatan terhadap waktu pelayanan akan mencukupi apabila N1<N ,
data hasil pengamatan pendahuluan dan pengamatan lanjutan terhadap tingkat
pelayanan dapat dilihat pada lampiran 1 dan 2.
Untuk kassa 10
∑ X=15.33
∑ X 2=7.92
N = 35 dengan tingkat ketelitian 10% maka k/s = 20
N1=[ 20√20. ( 7.92 )−(15.33 )2
15.33 ]didapat nilai N 1=71.57
Ternyata N1>N maka pengamatan harus dilakukan lagi, dari hasil pengamatan
lanjutan didapat nilai :
∑ X=36.24
∑ X 2=19.55
N = 80
N1=[ 20√80. (19.55 )−(36.24) ²36.24 ]didapat nilai N1=76.21
Karena N1<N maka jumlah pengamatan sudah mencukupi
Untuk kassa 11
∑ X=37.76
∑ X 2=47.94
N = 35 dengan tingkat ketelitian 10% maka, k/s = 20
N1=[ 20√35. (47.94 )−(37.76) ²37.76 ]didapat nilai N1=69.68
Ternyata N1>N maka pengamatan harus dilakukan lagi, dari hasil pengamatan
lanjutan didapat nilai :
∑ X=78.08
∑ X 2=91.25
N = 80
N1=[ 20√80. (91.25 )−(78.08) ²78.08 ]didapat nilai N 1=78.85
Karena N1>N maka jumlah pengamatan sudah mencukupi dan dapat
dipergunakan untuk perhitungan selanjutnya
4.1.3. Kecepatan Pelayanan Rata-rata
Untuk mendapatkan nilai kecepatan pelayanan rata-rata terlebih dahulu harus
ditentukan distribusi frekuensinya sesuai dengan langkah-langkah :
- Menentukan range (R)
R = menentukan - nilai terkecil
Kassa 10 R = 1.00 - 0.29 = 0.71
Kassa 11 R = 2.00 - 0.37 = 1.63
- Menentukan jumlah kelas (k) interval dengan menggunakan aturan
Sturgess
K = 1 + 3.3 Log n
K = 1 + 3.3 Log 80, maka k = 7.28 = 7
Untuk semua kassa yang sama
- Menghitung panjang kelas interval (I) dengan persamaan : I=RK
Untuk kassa10 I=0.717
=0.10
Untuk kassa10 I=1.637
=0.23
Selanjutnya setelah nilai-nilai R,K,dan I maka dapat dihitung untuk memperoleh
distribusi frekuensi pada tabel berikut :
Tabel 4.2. Distribusi frekuensi waktu pelayanan kassa 10
No Kelas Interval Tanda kelas Frekuensi xi,fi1234567
0.29 – 0.390.40 – 0.500.51 – 0.610.62 – 0.720.73 – 0.830.84 – 0.940.95 – 1.05
fvv 0.34
0.45
0.56
0.67
0.78
556011224
1.72.70
7.731.561.78
4
0.89
1.00
Jumlah 80 36.11
- Waktu pelayanan rata-rata
1/ µ= xi . fifi
=36.1180
=0.45 menit per pelanggan
- Jumlah transaksi adalah 18380
=2.28 pcs. Jadi waktu pelayanan rata-rata
0.45 menit dapat melayani pelanggan dengan jumlah transaksi 2.28 pcs.
- Kecepatan pelayanan rata-rata
1/ µ= 10.45
=2.28 Pelanggan per menit
Tabel 4.3. Distribusi frekuensi waktu pelayanan kassa 11
No Kelas interval (xi) Tanda kelas
(xi)
Frekuensi (fi) xi.fi
1
2
3
4
5
6
0.37 – 0.60
0.61 – 0.84
o.85 – 1.08
1.09 – 1.32
1.33 – 1.56
1.57 – 1.80
0.49
0.37
0.97
1.21
1.45
1.69
25
9
21
6
7
9
12,73
6.53
20.27
7.23
10.12
15.17
7 1.81 – 2.04 1.93 3 5.73
Jumlah 80 77.20
- Waktu pelayanan rata-rata
1/ µ= xi . fifi
=77.2080
=0,96 menit per pelanggan
- Jumlah transaksi adalah 1040
80 ¿ 13.Jadi waktu pelayanan rata-rata 0.96 menit
dapat melayani pelanggan dengan jumlah transaksi 13 transaksi.
- Kecepatan pelayanan rata-rata
1/ µ= 10.96
=1.04 menit per pelanggan
4.1.4. Pengujian Distribusi Kedatangan Pelanggan
Pengujian distribusi untuk kedatangan pelanggan dilakukan dengan
penyesuaian (The goodness fit of test) terhadap distribusi poisson. Perhitungan
memenuhi syarat bila X² uji < X tabel dan selanjutnya digunakan dalam
menetapkan pemakaian rumus dari model antrian dalam pembahasan. Pengujian
terhadap distribusi normal, adapun rumus yang digunakan adalah :
F (x)= λ ˟ . e ˉ λ
x ᴉ
Dimana : x : 1,2,3...n
e : bilangan natural (2,7183)
λ : jumlah kedatangan pelanggan rata-rata
Untuk menghitung frekuensi teoritis diperoleh dengan menggunakan rumus ei
= {F (x)∑oi} Hasil dapat dilihat pada tabel berikut :
Untuk kassa 10 dengan nilai λ = 5.2 pelanggan/sepuluh menit.
Xi oi F(x) ei = {F (x)∑oi} X² = (oi−ei)
ei12345678910
4611141568565
0.0140.0740.1290.1680.1740.1510.1120.0730.0420.022
1.1445.94910.31113.40513.94112.0828.9755.8343.3711.753
7.1300.0000.0460.0260.0803.0620.1060.1192.0513,016
∑oi = 80 18.637 Untuk kassa 11 dengan nilai λ = 2.85 pelanggan/sepuluh menit
Tabel 4.5. Perbandingan antara frekuensi nyata (oi) dengan frekuensi teoritis (ei)
pada kedatangan pelanggan dengan distribusi Poisson serta uji kecocokan
kedatangan pelanggan terhadap distribusi Poisson
.Xi Oi F(x) ei = {F (x)∑oi} X² = (oi−ei) ²
Ei1234567
12301610642
0.1650.2350.2230.1590.0910.0430.018
13.17818.77917.84012.7717.2453.4421.401
0.1056.7050.1900.5780.2140.0910.256
∑oi = 80 8.139
Untuk mencari harga X²(1-ἁ) (dk) dapat dicari dengan menggunakan cara :
dk = k-1 dengan tingkat kepercayaan (ἁ) = 90% maka,(1-ἁ) = 1 – 0.90 = 0.1
Pada tabel chi kuadrat harga dari X²(1-ἁ) (dk) adalah
Pada kassa 10 harga dk = 10 – 1 = 9 adalah 21.666
Pada kassa 11 harga dk = 7 – 1 = 6 adalah 16.812
Ternyata X²uji < X² tabel pada masing-masing kassa. Jadi, kedatangan
pelanggan untuk masing-masing kassa berdistribusi Poisson.
4.1.5. Pengujian Distribusi Waktu Pelayanan
Pengujian distribusi waktu kedatangan dilakukan terhadap distribusi
eksponensial dengan uji kecocokan menggunakan distribusi chi kuadrat.
Persamaan yang digunakan dalam pengujian ini adalah :
P(t )=µ eˉ µ ᵗ
Dimana : t : waktu pelayanan t > 0
e : bilangan natural (2.718)
µ : waktu pelayanan rata-rata
Dengan hasil perhitungan kemudian dapat dihitung X² pengamatan untuk
diuji kecocokan dengan menggunakan distribusi eksponensial pada tabel dibawah
ini :
Untuk kassa 10 dengan harga µ = 2.22 pelanggan/sepuluh menit.
Tabel 4.6. perbandingan antara frekuensi nyata (oi) dengan frekuensi teoritis (ei)
serta uji kecocokan waktu pelayanan terhadap distribusi Eksponensial.
Waktu pelayanan(t)
Oi P (t) ei = {P(>t).∑oi}X² =
(oi−ei) ²Ei
0.00.290.400.510.620.730.840.95
802519198640
1.0000.3140.2020.1300.084
0.0540.0350.022
80.00025.12016.16010.4006.7204.3202.8001.760
0.0000.0010.4997.1120.2440.6530.5141.760
∑oi = 80 10.783
Untuk kassa 11 dengan harga µ = 1.04
Tabel 4.7. Perbandingan antara frekuensi nyata (oi) dengan frekuensi (ei) serta uji
kecocokan waktu pelayanan terhadap distribusi Eksponensial.
Waktu pelayanan(t)
Oi P (t) ei = {P(>t).∑oi}X² =
(oi−ei) ²Ei
0.000.370.610.851.091.33
805546251912
1.0000.6700.5170.3990.3070.237
80.00053.60041.36031.92024.56018.960
0.0000.0370.5121.5001.2592.555
1.571.81
30
0.1830.141
14.64011.280
9.25511.280
∑oi = 80 15.126
Untuk mencari harga X² (1-ἁ) (dk) dapat dicari dengan menggunakan cara dk
= k – 1 = 8 – 1 = 7 dengan tingkat kepercayaan (ἁ) = 90% maka, (1ἁ) = 1 – 0.90 =
0.91
Pada Tabel chi kuadrat harga dar X² (1ἁ) (dk) adalah X² (0.01) (7) = 14.017
ternyata X² uji < X² tabel pada masing-masing kassa yaitu :
Kassa 10 = 6.691 < 14.017
Kassa 11 = 12.424 < 14.017
Jadi waktu pelayanan untuk masing-masing kassa berdistribusi Eksponensial.
4.1.6. Menentukan Panjang Antrian Dan Waktu Dalam Antrian
Dari pengolahan data yang telah dilakukan, maka diperoleh kecepatan
kedatangan pelanggan (λ) dan kecepatan pelayanan rata-rata (µ) sebagai berikut :
- Kecepatan kedatangan pelanggan (λ)
Kassa 10 = 31 pelanggan/jam
Kassa 11 = 17 pelanggan/jam
- Kecepatan pelayanan rata-rata
Kassa 10 = 133 pelanggan/jam
Kassa 11 = 62 pelanggan /jam
Dari kedua parameter diatas, maka dapat dicari harga tingkat intensitas
pelayanan (P) yaitu :
Kassa 10
−Jika S=1maka , p= λs . µ
= 311.133
=0.233
−Jika S=2maka , p= λs . µ
= 312.133
=0.116
−Jika S=1maka , p= λs . µ
= 313.133
=0.07
Kassa 11
−Jika S=1maka , p= λs . µ
= 171.62
=0.274
−Jika S=2maka , p= λs . µ
= 172.62
=0.137
−Jika S=1maka , p= λs . µ
= 173.62
=0.091
Dari uji kecocokan distribusi diperoleh kedatangan pelanggan berdistribusi
poisson dan waktu pelayanan berdistribusi Eksponensial.
4.1.7. Panjang Antrian Waktu Menunggu, Jumlah Rata-rata Dalam
Antrian, Dan Jumlah Rata-rata Dalam Sistem
A. Perhitungan pada kassa 10
- Kemungkinan kassa kosong (P0)
P 0=[∑n=0
s−1 ( λµ )ⁿn !
+( λ
µ )s ! (1− λ
s µ ) ] .............................................(2.8)
Jika,S=1 maka ,P 0=[∑n=0
s−1 ( 31133 )
1
0 !+
( 31133 )
1!(1− 311.133 ) ]=1.303
Jika,S=1 maka ,P 0=[∑n=0
s−1 ( 31133 )
2
1 !+
( 31133 )
2!(1− 312.133 ) ]=0.185
Jika,S=1 maka ,P 0=[∑n=0
s−1 ( 31133 )
3
2 !+
( 31133 )
3 !(1− 313.133 ) ]=0.048
- Panjang Antrian (Lq)
Lq=P 0()s . P
s !¿¿
Jika S=1maka , Lq=1.303( 31
133 )1
.0 .233
1 !¿¿
Jika S=2maka , Lq=0.185( 31
133 )2
.0 .116
2 !¿¿
Jika S=3maka, Lq=0.048 ( 31
133 )3
.0 .077
3 !¿¿
- Lamanya pelanggan menunggu dalam Antrian (Wq)
Wq= Lqλ
..............................................................(2.10)
Jika S=1maka , Wq=0.11931
=0.003 jam
Jika S=2maka , Wq=0.000631
=0.00002 jam
Jika S=3maka, Wq=0.0000231
=2 x 10 ˉ ⁷ jam
- Lamanya pelanggan menunggu dalam sistem (W)
W =Wq+ 1λ
..............................................................(2.11)
Jika S=1maka , W=0.003+ 1133
=0.010 jam
Jika S=2maka , W=0.00002+ 1133
=0.007 jam
Jika S=3 maka, W =0.0000002+ 1133
=0.007 jam
- Jumlah rata-rata pelanggan dalam sistem (L)
L=λ .w=Lq+ λµ
.................................................. (2.12)
Jika S=1maka , L=0.199+ 31133
=0.352 pelanggan
Jika S=2maka , L=0.0006+ 31133
=0.233 pelanggan
Jika S=3maka, L=0.000007+ 31133
=0.233 pelanggan
B. Perhitungan pada kassa 11
- Kemungkinan kassa kosong (P0)
Jika,S=1 maka ,P 0=[∑n=0
s−1 ( 1762 )
1
0 !+
( 1762 )
1!(1− 171.62 ) ]=1.377
Jika,S=2maka , P0=[∑n=0
s−1 ( 1762 )
2
0 !+
( 1762 )
1!(1− 172.62 ) ]=0.317
Jika,S=3maka , P 0=[∑n=0
s−1 (1762 )
3
0!+
( 1762 )
1 !(1− 173.62 ) ]=0.044
- Panjang Antrian (Lq)
Lq=P 0()s . P
s !¿¿
Jika S=1maka , Lq=
1.3776( 1762 )
1
.0 .274
1 !¿¿
Jika S=2maka , Lq=1.0435( 17
62 )2
.0 .137
2 !¿¿
Jika S=3maka, Lq=1.0037 (17
62 )3
.0 .091
3 !¿¿
- Lamanya pelanggan menunggu dalam Antrian (Wq)
Wq= Lqλ
..................................................................(2.10)
Jika S=1maka , wq=0.19517
=0.011 jam
Jika S=21maka ,wq=0.00217
=0.0001 jam
Jika S=1maka , Wq=0.00001617
=9 x10 ˉ ⁷ jam
- Lamanya pelanggan menunggu dalam sistem (W)
W =Wq+ 1λ
...............................................................(2.11)
Jika S=1maka , W=0.011+ 162
=0.027 jam
jika S=2 maka, W =0.0001+ 162
=0.016 jam
Jika S=3maka, W =0.0000009+ 162
=0.016 jam
- Jumlah rata-rata pelanggan dalam sistem (L)
L=λ .w=Lq+ λµ
.....................................................(2.12)
Jika S=1maka , L=0.195+ 31133
=0.469 pelanggan
Jika S=2maka , L=0.002+ 31133
=0.276 pelanggan
Jika S=3maka, L=0.000016+ 31133
=0.274 pelanggan
4.2. Pembahasan
Setelah dilakukan perhitungan data seperti yang telah diuraikan, maka
dengan memperhatikan hasil perhitungan data tersebut dan hal-hal yang berkaitan
dengan antrian pada objek penelitian ini, dapat dianalisa panjang antrian dan
waktu menunggu kendaraan dalam antrian rata-rata pelanggan berada dalam
sistem dan jumlah yang optimal setiap hari kassa dibuka.
4.2.1. Tingkat Kedatangan Rata-rata (λ)
Sehubunagan dengan pertumbuhan pelanggan dari waktu ke waktu, maka
perlu diantisipasi kemungkinan kedatangan pelanggan dalam jumlah yang besar
dengan interval waktu yang singkat. Berdasarkan perhitungan data didapat nilai
tingkat kedatangan rata-rata pelanggan adalah sebesar 5.22 pelanggan per sepuluh
menit pada kassa 10 dengan dua kali transaksi, sadangkan tingkat kedatangan
rata-rata pada kassa 11 adalah sebesar 2.85 pelanggan per sepuluh menit dengan
dua kali transaksi.
4.2.2. Tingkat Pelayanan Rata-rata (µ)
Tingkat pelayanan rata-rata ini sangat bergantung pada struktur fasilitas
pelayanan dan pramuniaga. Dari hasil pengamatan didapat laju pelayanan pada
fasilitas pelayanan cenderung konstan. Dalam penelitian ini terlihat dari kapasitas
kassa bertransaksi yang mempunyai batasan volume sampai jumlah PCS tertentu.
4.2.3. Panjang Antrian Rata-rata (Lq)
Panjang antrian rata-rata adalah nilai yang konstan, karena yang didapat
adalah hasil rata-rata dari keseluruhan data yang dimiliki dari pengambilan data
secara acak, namun tidak tertutup kemungkinan untuk mengetahui panjang antrian
pada suatu waktu tertentu. Seperti yang tertera pada perhitungan, diperoleh
panjang antrian rata-rata adalah sebesar 0.119 pelanggan per menit pada kassa 10
dan 0.195 pelanggan per menit pada kassa 11.
4.2.4. Jumlah Rata-rata Pelanngan Dalam Sistem (L)
Jumlah rata-rata pelanggan didalam sistem adalah jumlah pelanggan yang
ada didaerah antrian pada masing-masing barisan pada kassa 10. Dari hasil
perhitungan diperoleh jumlah pelanggan dalam sistem 0.352 pelanggan per menit
pada kassa 10 dan 0.469 pelanggan per menit pada kassa 11.
4.2.5. Waktu Rata-rata Dalam Sistem (Wq)
Hasil perhitungan data sebelumnya menunjukkan bahwa waktu rata-rata
didalam sistem adalah sebesar 0.6 menit per pelanggan pada kassa 10 dan 1.62
menit per pelanggan pada kassa 11. Dengan demikian panjang antrian pada kassa
tidaklah begitu mengganggu karena semakin kecilnya waktu rata-rata didalam
sistem, maka akan semakin nyamanlah pengguna jasa tersebut. Nilai waktu rata-
rata pelanggan dalam sistem ini tidak hanya dipengaruhi oleh nilai tingkat
kedatangan saja, akan tetapi juga sangat bergantung pada tingkat pelayanannya.
Apabila semakin cepat waktu pelayanan terhadap pelanggan yang datang, maka
akan semakin kecil pula waktu menunggu di dalam sistem.
4.2.6. Waktu Rata-rata Dalam Antrian (W)
Waktu rata-rata dalam antrian pada kassa 10 adalah sebesar 0.18 menit per
pelanggan dan 0.66 menit per pelanggan pada kassa 11. Dengan demikian antrian
yang terjadi tidak begitu mengganggu apabila semakin cepat waktu pelayanan
terhadap pelanggan yang datang, maka akan semakin kecil pula waktu menunggu
dalam antrian.
Kapasitas antrian dan sumber populasi diasumsikan tidak terbatas dengan
disiplin antrian adalah yang pertama datang pertama dilayani. Kapasitas antrian
tidak terbatas sesuai karena pelanggan dapat menunggu sitempat lain selain
didepan kassa jika mereka memutuskan masih akan bergabung dengan antrian
tetapi malas berdiri lama-lama didepan kassa.
Sumber populasi tidak terbatas meskipun kita dapat menghitung jumlah
penduduk, karena manajemen tidak bisa memperhitungkan berapa banyak angka
pastinya pelanggan yang ingin berbelanja di SUZUYA pada waktu tertentu.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
46
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil perhitungan dan pengolahan data, maka dapat ambil
kesimpulan sebagai berikut:
1. Panjang antrian rata-rata pada kassa 10 adalah 0,119 pelanggan permenit dan
pada kassa 11 0,195 pelanggan permenit.
2. Jumlah pelanggan dalam sistem 0,352 pelanggan permenit pada kassa 10 dan
pasda kassa11 0,469 pelanggan permenit.
3. Waktu rata-rata pelanggan dalam antrian pada kassa 10 adalah sebesar 0,18
menit per pelanggan dan 0,66 menit per pelanggan pada kassa 11 dan waktu
rata-rata dalam sistem adalah sebesar 0,6 menit perpelanggan pada kassa 10
dan pada kassa 11 sebesar 1,62 menit per pelanggan.
5.2 Saran
Adapun saran-saran yang dapat diberikan berdasarkan hasil penelitian
adalah :
1. Sebagai masukan bagi pihak perusahaan hendaknya posisi kassa 10 dan 11
ditempatkan agak lebih luas sedikit sehingga pelanggan lebih mudah
mengantri
2. Sistem transaksi pada kassa-kassa yang ada sekarang ini adalah
multichannel-single-phase yaitu terjadi kapan saja atau lebih fasilitas
pelayanan dialiri oleh antrian tunggal.
DAFTAR PUSTAKA
Dergibson, Siagian, Sugianto, (2002) Metode Statistika Untuk Bisnis dan Manajemen Jilid 2, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Djarwanto, Pengestu Subagiyo, 1993, Statistik Induktif edisi ke 111, Jakarta: Erlangga.
Harri, Purnomo, 2003, Pengantar Teknik Industri, Bandung: Rineka Cipta .
Handoko, Hani, T, 1986, Dasar Operasional Riset edisi 2, yogyakarta: BPFE .
J. Supranto, Pengukuran tingkat kepuasan pelanggan untuk menaikan pangsa pasar,Bandung: Rineka Cipta.
Mifta Thoha, 1983, Prilaku Organisasi Konsep Dasar dan Aplikasinya, Jakarta: PT. Raja Grafindo Pesada.
Nasution Mulia, 2000, Managemen Personalia Aplikasi dalam Perusahaan, Jakarta: Rajawali Press.
Rizal M, 2000, Analisa Sistem Antrian Pada SPBU Kuta Alam, Banda Aceh: Unsiyah.
P, Siagian, 1987, Penelitian Operasional, Jakarta: Cet 1, U1 Press.
Skripsi, Rahmawati, 2007, Penelitian Analisa Sistem Antrian Pada SPBU Kuta Blang, Unima Lhokseumawe: Fakultas Teknik Industri Skripsi , Amri, 1998, Penelitian Menentukan Jumlah Loket Yang Optimum Pada Kantor Pos Lhokseumawe,Unimal Lhokseumawe: Fakultas Teknik Industri.
Yamit, Zulian, (2003), Manajemen Kuantitatif Untuk Bisnis, Edisi 1, BPFE, Yogyakarta.