SKRIPSI · 2018. 10. 1. · Unsur geometri utama ini sering disebut geometri abstrak atau disebut...
Transcript of SKRIPSI · 2018. 10. 1. · Unsur geometri utama ini sering disebut geometri abstrak atau disebut...
-
KAJIAN TIPOLOGI RUMAH ADAT TANAH LUWU
LANGKANAE DI KOTA PALOPO SULAWESI SELATAN
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar
Sarjana (S.1) pada Program Studi Pendidikan Seni Rupa Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah
Makassar
Oleh :
IHRAMUDDIN
10541 0101 09
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SENI RUPA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
2016
-
KAJIAN TIPOLOGI RUMAH ADAT TANAH LUWU
LANGKANAE DI KOTA PALOPO SULAWESI SELATAN
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar
Sarjana (S.1) pada Program Studi Pendidikan Seni Rupa Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah
Makassar
Oleh :
IHRAMUDDIN
10541 0101 09
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SENI RUPA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
2016
-
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKANUNIVERSITAS
MUHAMMADIYAH MAKASSAR
SURAT PERNYATAAN
Saya yang bertandatangan di bawahini:
Nama : IHRAMUDDIN
Stambuk : 10541101 09
Jurusan : Pendidikan Seni Rupa
JudulSkripsi : Kajian Tipologi Rumah Adat Tanah Luwu
Langkanae di Kota Palopo Sulawesi Selatan
Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang saya ajukan di depan tim
penguji adalah hasil karya saya sendiri dan bukan hasil ciptaan orang lain atau
dibuatkan oleh siapapun.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya dan saya bersedia
menerima sanksi apabila pernyataan ini tidak benar.
Makassar, Agustus 2016
Yang Membuat Pernyataan
Ihramuddin
Nim: 10541 105 09
-
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKANUNIVERSITAS
MUHAMMADIYAH MAKASSAR
SURAT PERJANJIAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : IHRAMUDDIN
Stambuk : 10541101 09
Jurusan : Pendidikan Seni Rupa
JudulSkripsi : Kajian Tipologi Rumah Adat Tanah Luwu
Langkanae di Kota Palopo Sulawesi Selatan
Dengan ini menyatakan Perjanjian sebagai berikut:
1. Mulai dari penyusunan proposal penelitian sampai selesainya skripsi
ini. Saya yang menyusunnya sendiri (tidak dibuat oleh siapapun).
2. Dalam penyusunan skripsi ini, saya selalu melakukan konsultasi dengan
pembimbing yang telah ditetapkan oleh pimpinan fakultas.
3. Saya tidak melakukan penjiplakan (plagiat) dalam penyusunan skripsi
ini.
4. Apabila saya melanggar perjanjian seperti yang tertera pada butir 1, 2,
dan 3, maka saya bersedia menerima sanksi sesuai dengan aturan yang
berlaku.
Demikian surat perjanjian ini saya buat dengan sebenarnya dan penuh kesadaran.
Makassar, Agustus 2016
Yang Membuat Pernyataan
Ihramuddin
Nim: 10541 101 09
-
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKANUNIVERSITAS
MUHAMMADIYAH MAKASSAR
PERSETUJUAN PEMBIMBING
JudulSkripsi : Kajian Tipologi Rumah Adat Tanah Luwu Langkanae
di Kota Palopo Sulawesi Selatan
Mahasiswa yang bersangkutan :
Nama Mahasiswa : IHRAMUDDIN
NIM : 10541 101 09
Jurusan : Pendidikan Seni Rupa
Fakultas : Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Setelah diperiksa dan diteliti secara seksama, maka skripsi ini sudah layak
memenuhi persyaratan untuk diajukan dalam ujian skripsi.
Makassar, Agustus 2016
Disetujui Oleh
Pembimbing I Pembimbing II
Andi Baetal Mukaddas, S.Pd.,M.Sn Muh. Faisal, S. Pd., M.Pd
NBM: 431 879 NBM: 1190443
Diketahui :
Dekan FKIP Ketua Prodi
UNISMUH Makassar Pendidikan Seni Rupa
Dr. Andi Sukri Syamsuri, M. Hum. Andi Baetal Mukaddas, S.Pd.,M.Sn.
NBM.858 610 NBM.431 879
-
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, karenah
berkat rahmat-Nya sehingga penulis mampu menyelesaikan penyusunan Skripsi
ini. Suka cita mewarnai proses dalam menjalani penulisan skripsi ini. Walaupun
demikian, sebuah kata yang mampu membuat bertahan yakni semangat sehingga
segala tantangan mampu ditaklukan sampai akhir penyelesaian penulisan skripsi
ini, sebagai salah satu syarat guna mengikuti ujian skripsi pada Program Studi
Pendidikan Seni Rupa Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas
Muhammadiyah Makassar dengan judul “Kajian Tipologi Rumah Adat Tanah
Luwu Langkanae di Kota Palopo Sulawesi Selatan”.
Dalam penyusunan skripsi ini, penulis menemui berbagai hambatan dan
masalah, namun berkat ketabahan dan ketekunan yang ada pada penulis hambatan
dan masalah itu dapat diatasi dan terwujudlah skripsi ini. Penulis menyadari
sepenuhnya bahwa apa yang diuraikan dan dikemukakan dalam skripsi ini sangat
terbatas akibat pada kemampuan dan pengetahuan penulis. Dengan demikian,
skripsi ini tidak luput dari kesalahan. Oleh karena itu, penulis senantiasa
mengharapkan saran dan kritik yang sifatnya membangun dari berbagai pihak
demi kesempurnaan skripsi ini.
Dengan penuh kerendahan hati tak lupa penulis menyampaikan terima
kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada:
1. Bapak Dr. H. Rahman Rahim. SE.,MM Selaku Rektor Universitas
Muhammadiyah Makassar.
-
2. Bapak Dr. Andi Syukri Syamsuri, M. Hum. Selaku Dekan Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Makassar.
3. Bapak A. Baetal Mukaddas, S. Pd, M. Sn. Selaku Ketua Jurusan
Pendidikan Seni Rupa Universitas Muhammadiyah Makassar
4. Bapak Muhammad Thahir, S.Pd. Selaku Sekertaris Jurusan Pendidikan
Seni Rupa Universitas Muhammdiyah Makassar.
5. Bapak Drs. Sumardi PS. M. Pd Selaku pembimbing I.
6. Bapak Muh.Faisal, S. Pd, M. Pd. Selaku Pembimbing II.
7. Kedua orang tua yang dengan tulus dan penuh kasih sayang mendukung
langkah kemajuan ananda.
8. Segenap rekan-rekan mahasiswa Seni Rupa yang telah mendukung
kelancaran dan penyelesaian proposal ini.
Penulis menyadari bahwa sebagai hamba Allah SWT, tidak akan terlepas
dari segala kekhilafan dan keterbatasan. Terima kasih atas segala kritikan
pembaca, semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca. Penulis berharap semoga
segala aktifitas senantiasa bernilai ibadah di sisi Allah SWT.
Billahi Fisabilil Haq Fastabiqul Khaerat
Assalamu Alikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Makassar, Agustus 2016
penulis
-
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN SAMPUL
PERSETUJUAN PEMBIMBING
KARTU KONTROL PEMBIMBING I
KARTU KONTROL PEMBIMBING II
PERMOHONAN JUDUL SKRIPSI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
I PENDAHULUAN .................................................................................1
A. Latar Belakang ................................................................................1
B. Rumusan Masalah ............................................................................2
C. Tujuan Penelitian..............................................................................3
D. Manfaat Hasil Penelitian ..................................................................3
II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR .............................5
A. Kajian Pustaka .................................................................................5
B. Kerangka Pikir .................................................................................23
III METODE PENELITIAN ...................................................................25
A. Jenis dan Lokasi Penelitian ..............................................................25
B. Variabel dan Desain Penelitian ........................................................26
C. Definisi Operasional Variabel ..........................................................27
D. Objek Penelitian ...............................................................................28
-
E. TeknikPengumpulan Data ................................................................28
F. Teknik Analisis Data .......................................................................29
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil penelitian .......................................................................................31
B. Pembahasan ............................................................................................34
BAB V KESIMULAN
A. Kesimpulan ............................................................................................41
B. Saran .......................................................................................................42
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………43
-
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Rumah adat toraja 20
Gambar 2. Rumah adat karampuang 21
Gambar 3. Rumah adat saoraja la pinceng 22
Gambar 4. Denah lokasi penelitian 25
Gambar 5. Rumah adat langkanae 35
Gambar 6. Rumah adat langkanae 37
Gambar 7. Rumah adat langkanae 39
-
DAFTAR SKEMA
Skema 1. Kerangka pikir 24
Skema 2.desain penelitian 27
-
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam pembangunan nasional di bidang kebudayaan, pemerintah
mengamanatkan agar kebudayaan bangsa terus dibina dan dikembangkan untuk
meningkatkan harkat dan martabat manusia, jatidiri dan kepribadian bangsa,
mempertebal harga diri dan kebanggaan nasional serta memperkokoh semangat
persatuan dan kesatuan bangsa sebagai pencerminan pembangunan yang
berbudaya. Untuk mencapai sasaran tersebut, berbagai upaya telah dilakukan oleh
pemerintah dalam rangka penyebarluasan informasi kebudayaan Indonesia
melalui berbagai kegiatan. Aktualisasi dan usaha-usaha pemerintah dalam rangka
penyebarluasan informasi kebudayaan Indonesia dapat dilihat dari berbagai segi.
Diantaranya adalah kegiatan dokumentasi dan inventarisasi hasil-hasil
kebudayaan dan kesenian daerah melalui penulisan atau penerbitan buku dan
album seni budaya, melalui penelitian, penulisan artikel pada jurnal, dan
sebagainya.
Karya seni sebagai ekspresi perasaan, ungkapan pengalaman emosional
yang mengandung makna simbolik tidak untuk dimengerti, melainkan untuk
diresapi. Di dalam menilai suatu karya seni tidak dikenal istilah mengerti atau
tidak mengerti tetapi yang muncul adalah kadar apresiasi yang lentur, dialog
berjalan dengan lemah atau intensif. Dari sini yang dihasilkan adalah pengetahuan
keindahan (insight estetis).
1
-
Ragam hias hadir ditengah-tengah kehidupan masyarakat sebagai media
ungkapan perasaan yang diwujudkan dalam bentuk visual, yang proses
penciptaannya tidak lepas dari pengaruh lingkungan. Ragam hias untuk satu
benda pada dasarnya merupakan sebuah pendandanan (Make Up) yang diterapkan
sebagai untuk mempercantik atau mengagumkan suatu karya yang mengandung
makna tertentu dan mewakili karakter setiap lingkungan masyarakat.
Ragam hias merupakan karya seni yang di wujudkan secara visual dalam
bentuk rupa yang bertujuan untuk memperindah atau mempercantik benda. Secara
fisik ragam hias dikenakan pada benda-benda yang dihias agar memiliki nilai
estetis yang tinggi. Di samping itu dapat pula mempunyai nilai simbolik atau
makna tertentu (A.Kahar Wahid, 1989:8)
Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan, maka penulis berkeinginan
untuk meneliti “kajian tipologi rumah adat tanah luwu langkanae di kota
palopo Sulawesi Selatan”. Penelitian ini dilaksanakan dengan maksud untuk
menghimpun hasil kajian ragam hias rumah adat bugis di Pancana Kabupaten
Barru sekaligus mempublikasikan pada masyarakat tentunya bahwa rumah adat
bugis di Pancana memiliki ragam hias pada bagian-bagian tertentu.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah yang dikemukakan tersebut,
dapat diuraiakan beberapa permasalahan sebagai berikut :
1. Bagaimanakah bentuk rumah adat tanah luwu langkanae di kota
palopo?
-
2. Bagaimana ciri khas rumah adat tanah luwu langkanae di kota palopo?
3. Apa fungsi dan makna ragam hias yang ada di rumah adat tanah luwu
langkanae di kota palopo?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah tersebut di atas, maka penelitian ini
bertujuan memperoleh data akurat, jelas dan benar atas masalah yang dirumuskan,
Secara terperinci tujuan penelitian ini adalah:
1. Untuk mendeskripsikan bentuk rumah adat tanah luwu langkanae di
kota palopo.
2. Untuk mendeskripsikan ciri khas rumah adat tanah luwu langkanae di
kota palopo.
3. Untuk mendeskripsikan fungsi dan makna rumah adat tanah luwu
langkanae di kota palopo.
D. Manfaat Hasil Penelitian
Jika tujuan penelitian ini dapat dicapai, maka hasil penelitian ini
diharapkan memiliki manfaat sebagai berikut :
1. Meningkatkan kesadaran masyarakat dan apresiasi budaya
masyarakat, khususnya bagi generasi muda agar semakin cinta dengan
budaya bangsa.
2. Penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khazanah ilmu di bidang
seni khususnya seni rupa, terkait dengan rumah adat yang ada di
nusantara
-
3. Dijadikan referensi budaya, khususnya pada pemerhati rumah adat
guna melestarikan budaya bangsa.
4. Sebagai bahan referensi bagi Mahasiswa Program Studi Pendidikan
Seni Rupa pada Fakultas Keguruan dan dan Ilmu Pendidikan,
Universitas Muhammadiyah Makassar.
-
BAB II
KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR
A. Kajian Pustaka
1. Pengertian Tipologi
Tipologi adalah kajian tentang tipe. Tipe berasal dari kata Typos (bahasa
Yunani), yang bermakna impresi, gambaran (imej), atau figur dari sesuatu
Secara umum, tipe sering digunakan untuk menjelaskan bentuk
keseluruhan, struktur, atau karakter dari suatu bentuk atau objek tertentu3.
Bila ditinjau dari objek bangunan, tipologi terbagi atas tiga hal pokok,
yaitu site (tapak) bangunan, form(bentuk) bangunan, dan organisasi
bagian-bagian bangunan tersebut. ( Rossi. 1982).
Sementara itu, untuk kepentingan praktis penelitian ini, pengertian tipologi
dikaitkan langsung dengan objek arsitektural, karena pada dasarnya
arsitektur adalah aktifitas yang menghasilkan objek tertentu. Dengan
demikian, tipologi adalah kajian yang berusaha menelusuri asal-usul atau
awal mula terbentuknya objek-objek arsitektural. Untuk itu, ada tiga tahap
yang harus ditempuh. Pertama, menentu-kan bentuk-bentuk dasar (formal
structure) yang ada dala m tiap objek arsitektural. Kedua, menentukan
sifat-sifat dasar (properties) yang dimiliki oleh setiap objek, berdasarkan
bentuk dasar yang ada padanya.Ketiga, mempelajari proses perkembangan
bentuk dasar tersebut sampai pada perwujudannya saat ini. (Budi A.
Sukada. 1997).
5
-
Bentuk dasar, adalah unsur-unsur geometri utama seperti segitiga, segi
empat, lingkaran, dan ellips, serta berbagai variasi yang terkait dengannya.
Unsur geometri utama ini sering disebut geometri abstrak atau disebut juga
deeper geometry. Disebut abstrak, karena unsur ini seringkali dijumpai
dalam keadaan tidak terwujud secara nyata tetapi hanya teridentifikasikan
saja akibat sejumlah variasi atau kombinasi unsur geometri. Sebuah atap
kubah misalnya, bisa dianggap terdiri dari beberapa unsur setengah
lingkaran yang disatukan. Sifat dasar, adalah gambaran (feature)yang
membentuk orientasi, kesan, atau ungkapan tertentu. Misalnya kesan
memusat, memencar, simetris, statis, dina mis, dan sebagainya. Beberapa
sifat dasar ini sudah menjadi milik beberapa bentuk dasar dengan
sendirinya (inheren). Misalnya, sebuah lingkaran memiliki sifat dasar
memusat, sedangkan sebuah segi empat emiliki sifat dasar statis.
Sebaliknya, jika beberapa bentuk dasar yang berlainan digabungkan, maka
akan membentuk sifat-sifat dasar yang baru dan berbeda. Asal usul
arsitektur dan proses perkembangan-nya sampai saat ini, sering dilihat
dalam dua kaca mata pandangan yang berbeda. Pertama, objek arsitektural
dianggap sebagai sesuatu yang unik dan orisinal, karena merupakan
ekspresi yang dipikirkan oleh pembuatnya. Dengan demikian seharusnya
tidak mungkin ada dua objek arsitektural yang persis sama, sekalipun
dibuat oleh orang yang sama. Pandangan kedua, mengatakan sebaliknya,
bahwa objek-objek arsitektural dapat memiliki nilai yang sama dengan
objek lain yang dihasilkan dari sebuah aktivitas yang bersifat repetitif
-
(berulang kali) dan bahkan sengaja dibuat agar untuk seterusnya dapat
diulangi lagi
2. Sejarah Arsitektur
Arsitektur lahir dari dinamika antara kebutuhan (kebutuhan kondisi
lingkungan yang kondusif, keamanan, dsb), dan cara (bahan bangunan
yang tersedia dan teknologi konstruksi). Arsitektur prasejarah dan primitif
merupakan tahap awal dinamika ini. Kemudian manusia menjadi lebih
maju dan pengetahuan mulai terbentuk melalui tradisi lisan dan praktik-
praktik, arsitektur berkembang menjadi ketrampilan. Pada tahap ini lah
terdapat proses uji coba, improvisasi, atau peniruan sehingga menjadi hasil
yang sukses. Seorang arsitek saat itu bukanlah seorang figur penting, ia
semata-mata melanjutkan tradisi. Arsitektur Vernakular lahir dari
pendekatan yang demikian dan hingga kini masih dilakukan di banyak
bagian dunia.
Permukiman manusia pada masa lalu pada dasarnya bersifat rural.
Kemudian timbullah surplus produksi, sehingga masyarakat rural
berkembang menjadi masyarakat urban. Kompleksitas bangunan dan
tipologinya pun meningkat. Teknologi pembangunan fasilitas umum
seperti jalan dan jembatan pun berkembang. Tipologi bangunan baru
seperti sekolah, rumah sakit, dan sarana rekreasi pun bermunculan.
Arsitektur Religius tetap menjadi bagian penting di dalam masyarakat.
Gaya-gaya arsitektur berkembang, dan karya tulis mengenai arsitektur
mulai bermunculan. Karya-karya tulis tersebut menjadi kumpulan aturan
https://id.wikipedia.org/wiki/Bahan_bangunanhttps://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Teknologi_konstruksi&action=edit&redlink=1https://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Ketrampilan&action=edit&redlink=1https://id.wikipedia.org/wiki/Arsitektur_Vernakularhttps://id.wikipedia.org/wiki/Ruralhttps://id.wikipedia.org/wiki/Urbanhttps://id.wikipedia.org/wiki/Bangunanhttps://id.wikipedia.org/wiki/Bangunan
-
(kanon) untuk diikuti khususnya dalam pembangunan arsitektur religius.
Contoh kanon ini antara lain adalah karya-karya tulis oleh Vitruvius, atau
Vaastu Shastra dari India purba. Di periode Klasik dan Abad Pertengahan
Eropa, bangunan bukanlah hasil karya arsitek-arsitek individual, tetapi
asosiasi profesi (guild) dibentuk oleh para artisan / ahli keterampilan
bangunan untuk mengorganisasi proyek.
Pada masa Pencerahan, humaniora dan penekanan terhadap individual
menjadi lebih penting daripada agama, dan menjadi awal yang baru dalam
arsitektur. Pembangunan ditugaskan kepada arsitek-arsitek individual -
Michaelangelo, Brunelleschi, Leonardo da Vinci - dan kultus individu pun
dimulai. Namun pada saat itu, tidak ada pembagian tugas yang jelas antara
seniman, arsitek, maupun insinyur atau bidang-bidang kerja lain yang
berhubungan. Pada tahap ini, seorang seniman pun dapat merancang
jembatan karena penghitungan struktur di dalamnya masih bersifat umum.
Bersamaan dengan penggabungan pengetahuan dari berbagai bidang ilmu
(misalnya engineering), dan munculnya bahan-bahan bangunan baru serta
teknologi, seorang arsitek menggeser fokusnya dari aspek teknis bangunan
menuju ke estetika. Kemudian bermunculanlah "arsitek priyayi" yang
biasanya berurusan dengan bouwheer (klien)kaya dan berkonsentrasi pada
unsur visual dalam bentuk yang merujuk pada contoh-contoh historis.
Pada abad ke-19, École des Beaux-Arts di Prancis melatih calon-calon
arsitek menciptakan sketsa-sketsa dan gambar cantik tanpa menekankan
konteksnya. Sementara itu, Revolusi Industri membuka pintu untuk
https://id.wikipedia.org/wiki/Kanonhttps://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Vaastu_Shastra&action=edit&redlink=1https://id.wikipedia.org/wiki/Indiahttps://id.wikipedia.org/wiki/Klasikhttps://id.wikipedia.org/wiki/Abad_Pertengahanhttps://id.wikipedia.org/wiki/Eropahttps://id.wikipedia.org/wiki/Bangunanhttps://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Guild&action=edit&redlink=1https://id.wikipedia.org/wiki/Bangunanhttps://id.wikipedia.org/wiki/Pencerahanhttps://id.wikipedia.org/wiki/Michaelangelohttps://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Brunelleschi&action=edit&redlink=1https://id.wikipedia.org/wiki/Leonardo_da_Vincihttps://id.wikipedia.org/wiki/Senimanhttps://id.wikipedia.org/wiki/Arsitekhttps://id.wikipedia.org/wiki/Insinyurhttps://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Engineering&action=edit&redlink=1https://id.wikipedia.org/wiki/Bangunanhttps://id.wikipedia.org/wiki/Bangunanhttps://id.wikipedia.org/wiki/Estetikahttps://id.wikipedia.org/w/index.php?title=%C3%89cole_des_Beaux-Arts&action=edit&redlink=1https://id.wikipedia.org/wiki/Revolusi_Industri
-
konsumsi umum, sehingga estetika menjadi ukuran yang dapat dicapai
bahkan oleh kelas menengah. Dulunya produk-produk berornamen estetis
terbatas dalam lingkup keterampilan yang mahal, menjadi terjangkau
melalui produksi massal. Produk-produk sedemikian tidaklah memiliki
keindahan dan kejujuran dalam ekspresi dari sebuah proses produksi.
Ketidakpuasan terhadap situasi sedemikian pada awal abad ke-20
melahirkan pemikiran-pemikiran yang mendasari Arsitektur Modern,
antara lain, Deutscher Werkbund (dibentuk 1907) yang memproduksi
obyek-obyek buatan mesin dengan kualitas yang lebih baik merupakan
titik lahirnya profesi dalam bidang desain industri. Setelah itu, sekolah
Bauhaus (dibentuk di Jerman tahun 1919) menolak masa lalu sejarah dan
memilih melihat arsitektur sebagai sintesa seni, ketrampilan, dan
teknologi. Ketika Arsitektur Modern mulai dipraktikkan, ia adalah sebuah
pergerakan garda depan dengan dasar moral, filosofis, dan estetis.
Kebenaran dicari dengan menolak sejarah dan menoleh kepada fungsi
yang melahirkan bentuk. Arsitek lantas menjadi figur penting dan dijuluki
sebagai "master". Kemudian arsitektur modern masuk ke dalam lingkup
produksi masal karena kesederhanaannya dan faktor ekonomi. Namun,
masyarakat umum merasakan adanya penurunan mutu dalam arsitektur
modern pada tahun 1960-an, antara lain karena kekurangan makna,
kemandulan, keburukan, keseragaman, serta dampak-dampak
psikologisnya. Sebagian arsitek menjawabnya melalui Arsitektur Post-
Modern dengan usaha membentuk arsitektur yang lebih dapat diterima
https://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Arsitektur_Modern&action=edit&redlink=1https://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Deutscher_Werkbund&action=edit&redlink=1https://id.wikipedia.org/wiki/Desain_industrihttps://id.wikipedia.org/wiki/Bauhaushttps://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Garda_depan&action=edit&redlink=1https://id.wikipedia.org/wiki/1960-anhttps://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Arsitektur_Post-Modern&action=edit&redlink=1https://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Arsitektur_Post-Modern&action=edit&redlink=1
-
umum pada tingkat visual, meski dengan mengorbankan kedalamannya.
Robert Venturi berpendapat bahwa "gubuk berhias / decorated shed"
(bangunan biasa yang interior-nya dirancang secara fungsional sementara
eksterior-nya diberi hiasan) adalah lebih baik daripada sebuah "bebek /
duck" (bangunan di mana baik bentuk dan fungsinya menjadi satu).
Pendapat Venturi ini menjadi dasar pendekatan Arsitektur Post-Modern.
Sebagian arsitek lain (dan juga non-arsitek) menjawab dengan
menunjukkan apa yang mereka pikir sebagai akar masalahnya. Mereka
merasa bahwa arsitektur bukanlah perburuan filosofis atau estetis pribadi
oleh perorangan, melainkan arsitektur haruslah mempertimbangkan
kebutuhan manusia sehari-hari dan menggunakan teknologi untuk
mencapai lingkungan yang dapat ditempati. Design Methodology
Movement yang melibatkan orang-orang seperti Chris Jones atau
Christopher Alexander mulai mencari proses yang lebih inklusif dalam
perancangan, untuk mendapatkan hasil yang lebih baik. Peneilitian
mendalam dalam berbagai bidang seperti perilaku, lingkungan, dan
humaniora dilakukan untuk menjadi dasar proses perancangan.
Bersamaan dengan meningkatnya kompleksitas bangunan,arsitektur
menjadi lebih multi-disiplin daripada sebelumnya. Arsitektur sekarang ini
membutuhkan sekumpulan profesional dalam pengerjaannya. Inilah
keadaan profesi arsitek sekarang ini. Namun, arsitek individu masih
disukai dan dicari dalam perancangan bangunan yang bermakna simbol
budaya. Contohnya, sebuah museum senirupa menjadi lahan
https://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Robert_Venturi&action=edit&redlink=1https://id.wikipedia.org/wiki/Bangunanhttps://id.wikipedia.org/wiki/Bangunanhttps://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Design_Methodology_Movement&action=edit&redlink=1https://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Design_Methodology_Movement&action=edit&redlink=1https://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Chris_Jones&action=edit&redlink=1https://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Christopher_Alexander&action=edit&redlink=1https://id.wikipedia.org/wiki/Bangunanhttps://id.wikipedia.org/wiki/Bangunan
-
eksperimentasi gaya dekonstruktivis sekarang ini, namun esok hari
mungkin sesuatu yang lain. (https://id.wikipedia.org/wiki/Arsitektur)
Saat orang berpikir tentang arsitektur klasik, umumnya mereka berpikir
sebuah bangunan yang terbuat dari kayu, batu, dll. Dalam beberapa kasus
hal tersebut benar, namun arsitektur klasik juga banyak memiliki napas
modern dan desain gedung yang rumit. Misalnya, atap, tiang, bahkan
struktur batu atau marmer dibuat dengan detail sempurna.
Langgam Arsitektur Klasik muncul bersamaan dengan dimulainya
peradaban tulisan secara formal. Belum ditemukan secara spesifik kapan
era ini dimulai maupun berakhir. Namun, jenis langgam ini banyak
dijumpai di benua Eropa. Dalama beberapa alasan, jenis arsitektur ini
dibangun dengan tiga tujuan: sebagai tempat berlindung (fungsi rumah
tinggal, sebagai wadah penyembahan Tuhan (fungsi rumah peribadatan)
dan tempat berkumpul (balai kota, dsb). Untuk alasan kedua dan ketiga
inilah bangunan ini dibuat sedetail mungkin dan seindah mungkin dengan
memberi ornamen-ornamen hiasan yang rumit.
Seiring waktu berlalu, bangunan menjadi lebih rumit dan lebih rinci.
Beberapa peradaban yang tumbuh dari batu dan lumpur turut memperkaya
ragam bentuk Arsitektur Klasik, misalnya candi dan kuburan orang-orang
Mesir. (Adam, Robert, Classical Architecture: A Comprehensive
Handbook to the Tradition of Classical Style, New York, Harry N.
Abrams, Inc., 1990)
https://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Dekonstruktivis&action=edit&redlink=1https://id.wikipedia.org/wiki/Arsitekturhttps://id.wikipedia.org/wiki/Arsitektur
-
3. Jenis-jenis Langgam Arsitektur
a. Langgam Klasik
Langgam Arsitektur klasik adalah gaya bangunan dan teknik
mendesain yang mengacu pada zaman klasik Yunani atau Romawi,
seperti yang digunakan di Yunani kuno pada periode Helenistik dan
Kekaisaran Romawi. Dalam sejarah arsitektur, Arsitektur Klasik ini
juga nantinya terdiri dari gaya yang lebih modern dari turunan gaya
yang berasal dari Yunani. Saat orang berpikir tentang arsitektur klasik,
umumnya mereka berpikir sebuah bangunan yang terbuat dari kayu,
batu, dll. Dalam beberapa kasus hal tersebut benar, namun arsitektur
klasik juga banyak memiliki nafas modern dan desain gedung yang
rumit. Misalnya, atap, tiang, bahkan struktur batu atau marmer dibuat
dengan detail sempurna. Langgam Arsitektur Klasik muncul
bersamaan dengan dimulainya peradaban tulisan secara formal. Belum
ditemukan secara spesifik kapan era ini dimulai maupun berakhir.
Namun, jenis langgam ini banyak dijumpai di benua Eropa. Dalam
beberapa alasan, jenis arsitektur dan dibangun dengan tiga tujuan:
sebagai tempat berlindung (fungsi rumah tinggal, sebagai wadah
penyembahan Tuhan (fungsi rumah peribadatan) dan tempat
berkumpul (balai kota, dsb). Untuk alasan kedua dan ketiga inilah
bangunan ini dibuat sedetail mungkin dan seindah mungkin dengan
memberi ornamen-ornamen hiasan yang rumit. Bentuk-bentuk
arsitektur klasik masih eksis hingga saat ini dan diadopsi dalam
http://deasy86.blogdetik.com/index.php/2011/02/langgam-arsitektur/%5Chttp://deasy86.blogdetik.com/index.php/2011/02/langgam-arsitektur/%5Chttp://deasy86.blogdetik.com/index.php/2011/02/langgam-arsitektur/%5Chttp://deasy86.blogdetik.com/index.php/2011/02/langgam-arsitektur/%5Chttp://deasy86.blogdetik.com/index.php/2011/02/langgam-arsitektur/%5C
-
bangunan-bangunan modern. Pilar-pilar besar, bentuk lengkung di atas
pintu, atap kubah, dsb adalah sebagian ciri Arsitektur Klasik.
Ornamen-ornamen ukiran yang rumit dan detail juga kerap menghiasi
gedung-gedung yang dibangun di masa sekarang.
b. Langgam Arsitektur Modern (Cubism, de stijl, Bauhauss, dan
International Style).
Arsitektur modern merupakan Internasional Style yang menganut
Form Follows Function (bentuk mengikuti fungsi). Bentukan platonic
solid yang serba kotak, tak berdekorasi, perulangan yang monoton,
merupakan ciri arsitektur modern. Arsitektur modern mempunyai
pandangan bahwa arsitektur adalah olah pikir dan bukan olah rasa
(tahun 1750), dan permainan ruang dan bukan bentuk.
Ciri ciri dari arsitektur modern adalah : Satu gaya Internasional atau
tanpa gaya (seragam) Merupakan suatu arsitektur yang dapat
menembus budaya dan geografis.Berupa khayalan, idealis Bentuk
tertentu, fungsional Bentuk mengikuti fungsi, sehingga bentuk menjadi
monoton karena tidak diolah. Semakin sederhana merupakan suatu
nilai tambah terhadap arsitektur tersebut. Ornamen adalah suatu
kejahatan sehingga perlu ditolak. Penambahan ornamen dianggap
suatu hal yang tidak efisien. Karena dianggap tidak memiliki fungsi,
hal ini disebabkan karena dibutuhkan kecepatan dalam membangun
setelah berakhirnya perang dunia II. Singular (tunggal) Arsitektur
-
modern tidak memiliki suatu ciri individu dari arsitek, sehingga tidak
dapat dibedakan antara arsitek yang satu dengan yang lainnya
(seragam). Nihilism Penekanan perancangan pada space, maka desain
menjadi polos, simple, bidang-bidang kaca lebar. Tidak ada apaapanya
kecuali geometri dan bahan.
c. Langgam Post Modern
Ciri ciri umum Arsitektur post modern : Untuk lebih memperjelas
pengertian arsitektur post modern, Charles Jencks memberikan daftar
ciriciri sebagai berikut :
1. Ideological
Suatu konsep bersistem yang menjadi asas pendapat untuk
memberikan arah dan tujuan. Jadi dalam pembahasan Arsitektur
post modern, ideological adalah konsep yang memberikan arah
agar pemahaman arsitektur post modern bisa lebih terarah dan
sistematis.
2. Stylitic (ragam)
Gaya adalah suatu ragam (cara, rupa, bentuk, dan sebagainya) yang
khusus. Pengertian gaya gaya dalam arsitektur post modern adalah
suatu pemahaman bentuk, cara, rupa dan sebagainya yang khusus
mengenai arsitektur post modern:
-
3. Design Ideas (Ide-Ide Desain)
Ide-ide desain adalah suatu gagasan perancangan. Pengertian ide-
ide desain dalam Arsitektur Post Modern yaitu suatu gagasan
perancangan yang mendasari Arsitektur Post Modern. Contextual
Urbanism and Rehabilitation Kebutuhan akan suatu fasilitas yang
berkaitan dengan suatu lingkungan urban.
d. Langgam Purna Modern
Purna Modern merupakan pengindonesiaan dari sebutan post-modern
versi Charles Jencks. Ditandai dengan munculnya ornamen, dekorasi
dan unsur-unsur kuno (dari Pra Modern) tetapi dengan melakukan
transformasi atas yang kuno. Menyertakan warna dan tekstur menjadi
eleman arsitektur yang penting yang ikut diproses dengan bentuk dan
ruang. Tokohnya antara lain Robert Venturi, Michael Graves, Terry
Farrell. Langgam Arsitektur purna modern ini yang lebih di tonjolkan
dalam fungsinya adalah fungsifungsi metaforit (simbolik) dan
historical. Arsitektur purna modern dimana bentuk-bentuk tersebut
menempati posisi yang lebih dominan dari pada ruang. Arsitektur
purna modern memiliki kepedulian yang besar kepada masa silam
(The Past).
-
e. Dekonstruksi
Arsitektur Dekonstruksi tidak mengikatkan diri ke dalam salah satu
dimensi Waktu (Timelessness). Pandangan seperti ini mengakibatkan
timbulnya pandangan terhadap Dekonstruksi yang berbunyi Ini
merupakan kesombongan dekonstruksi. Dekonstruksi tidak ada yang
dominan, tidak ada yang tidak dominan, bentuk dan ruang memiliki
kekuatan yang sama. Dekonstruksi yang dikomunikasikan adalah :
a. unsur-unsur yang paling mendasar, esensial, substansial yang
dimiliki oleh arsitektur.
b. Kemampuan maksimal untuk berarsitektur dari elemen-elemen
yang essensial maupun substansial.
c. Dekonstruksi menunjuk pada kejujuran yang sejujur-jujurnya.
(https://sarisanisah.wordpress.com/2014/01/10/jenis-jenis-langgam-arsitektur/)
4. Rumah Adat
Rumah Adat merupakan Bangunan rumah yang mencirikan atau
khas bangunan suatu daerah di Indonesia yang melambangkan kebudayaan
dan ciri khas masyarakat setempat. Indonesia dikenal sebagai negara yang
memiliki keragaman dan kekayaan budaya, beraneka ragam bahasa dan
suku dari sabang sampai Merauke sehingga Indonesia memiliki banyak
koleksi rumah adat.
-
Hingga saat ini masih banyak suku atau daerah-daerah di Indonesia
yang masih mempertahankan rumah adat sebagai usaha untuk memelihara
nilai – nilai budaya yang kian tergeser oleh budaya modernisasi. Biasanya
rumah adat tertentu dijadikan sebagai aula (tempat pertemuan), musium
atau dibiarkan begitu saja sebagai obyek wisata.
Bentuk dan arsitektur rumah-rumah adat di indonesia masing-
masing daerah memiliki bentuk dan arsitektur berbeda sesuai dengan
nuansa adat setempat. Rumah adat pada umumnya dihiasi ukiran-ukiran
indah, pada jaman dulu, rumah adat yang tampak paling indah biasa
dimiliki para keluarga kerajaan atau ketua adat setempat menggunakan
kayu-kayu pilihan dan pengerjaannya dilakukan secara tradisional
melibatkan tenaga ahli dibidangnya, Banyak rumah-rumah adat yang saat
ini masih berdiri kokoh dan sengaja dipertahankan dan dilestarikan
sebagai simbol budaya Indonesia.
5. Macam – Macam Rumah Adat di Indonesia
1. Rumah Adat
Rumah Adat merupakan Bangunan rumah yang mencirikan atau khas
bangunan suatu daerah di Indonesia yang melambangkan kebudayaan dan ciri
khas masyarakat setempat. Indonesia dikenal sebagai negara yang memiliki
keragaman dan kekayaan budaya, beraneka ragam bahasa dan suku dari sabang
sampai Merauke sehingga Indonesia memiliki banyak koleksi rumah adat.
Hingga saat ini masih banyak suku atau daerah-daerah di Indonesia yang
masih mempertahankan rumah adat sebagai usaha untuk memelihara nilai – nilai
-
budaya yang kian tergeser oleh budaya modernisasi. Biasanya rumah adat tertentu
dijadikan sebagai aula (tempat pertemuan), musium atau dibiarkan begitu saja
sebagai obyek wisata.
Bentuk dan arsitektur rumah-rumah adat di indonesia masing-masing
daerah memiliki bentuk dan arsitektur berbeda sesuai dengan nuansa adat
setempat. Rumah adat pada umumnya dihiasi ukiran-ukiran indah, pada jaman
dulu, rumah adat yang tampak paling indah biasa dimiliki para keluarga kerajaan
atau ketua adat setempat menggunakan kayu-kayu pilihan dan pengerjaannya
dilakukan secara tradisional melibatkan tenaga ahli dibidangnya, Banyak rumah-
rumah adat yang saat ini masih berdiri kokoh dan sengaja dipertahankan dan
dilestarikan sebagai simbol budaya Indonesia.
2. Rumah Adat Sulawesi Selatan
a. Tongkonan
Rumah asli Toraja disebut Tongkonan, berasal dari kata „tongkon„ yang
berarti „duduk bersama-sama‟. Tongkonan selalu dibuat menghadap kearah utara,
yang dianggap sebagai sumber kehidupan. Berdasarkan penelitian arkeologis,
orang Toraja berasal dari Yunan, Teluk Tongkin, Cina. Pendatang dari Cina ini
kemudian berakulturasi dengan penduduk asli Sulawesi Selatan. Tongkonan
berupa rumah panggung dari kayu, dimana kolong di bawah rumah biasanya
dipakai sebagai kandang kerbau. Atap tongkonan berbentuk perahu, yang
melambangkan asal-usul orang Toraja yang tiba di Sulawesi dengan naik perahu
dari Cina. Di bagian depan rumah, di bawah atap yang menjulang tinggi, dipasang
tanduk-tanduk kerbau. Jumlah tanduk kerbau ini melambangkan jumlah upacara
-
penguburan yang pernah dilakukan oleh keluarga pemilik tongkonan. Di sisi kiri
rumah (menghadap ke arah barat) dipasang rahang kerbau yang pernah di
sembelih, sedangkan di sisi kanan (menghadap ke arah timur) dipasang rahang
babi.
Di depan tongkonan terdapat lumbung padi, yang disebut „alang„. Tiang-
tiang lumbung padi ini dibuat dari batang pohon palem („bangah„) yang licin,
sehingga tikus tidak dapat naik ke dalam lumbung. Di bagian depan lumbung
terdapat berbagai ukiran, antara lain bergambar ayam dan matahari, yang
merupakan simbol untuk menyelesaikan perkara. Dalam paham orang Toraja,
tongkonan dianggap sebagai „ibu„, sedangkan alang adalah sebagai „bapak„.
Tongkonan berfungsi untuk rumah tinggal, kegiatan sosial, upacara adat, serta
membina kekerabatan.
Bagian dalam rumah dibagi menjadi tiga bagian, yaitu bagian utara,
tengah,dan selatan. Ruangan di bagian utara disebut „tangalok„, berfungsi sebagai
ruang tamu, tempat anak-anak tidur, juga tempat meletakkan sesaji. Ruangan
bagian tengah disebut „Sali„, berfungsi sebagai ruang makan, pertemuan keluarga,
tempat meletakkan orang mati, juga dapur. Adapun ruangan sebelah selatan
disebut „sumbung„, merupakan ruangan untuk kepala keluarga. Ruangan sebelah
selatan ini juga dianggap sebagai sebagai sumber penyakit.
Mayat orang mati tidak langsung dikuburkan, tetapi disimpan di
tongkonan. Sebelum dilakukan upacara penguburan mayat tersebut dianggap
sebagai „orang sakit„. Supaya tidak busuk, mayat dibalsem dengan ramuan
tradisional semacam formalin, yang terbuat dari daun sirih dan getah pisang. Jika
-
akan dilakukan upacara penguburan, mayat terlebih dulu disimpan di lumbung
padi selama 3 hari. Peti mati tradisional Toraja disebut „erong„, berbentuk babi
untuk perempuan dan kerbau untuk laki-laki. Untuk bangsawan, erong dibuat
berbentuk rumah adat.
Gambar 1 : Rumah Adat Toraja
(Sumber ;http://rumahadattradisionalindonesia.
blogspot.com/2016/02)
b. Rumah Adat Karampuang
Bangunan ini merupakan rumah purba yang konon merupakan tempat
bertemunya raja-raja dari Suku Makassar (Karaeng) dan raja-raja dari Suku Bugis
(Puang), sehingga akhirnya disebut Karaengpuang atau Karampuang, berada di
Kecamatan Bulupoddo, berjarak 30 km tepatnya di Desa Tompobulu, dan dapat
ditempuh selama 1 jam dengan menggunakan mobil atau sepeda motor. Rumah
purba Karampuang mengikuti model rumah adat Bugis Makassar. Keunikan dari
Rumah ini antara lain : Tiangnya terbuat dari kayu bitti, antara pasak dengan tiang
tidak dipaku, lantai terbuat dari bambu yang hanya diikat dengan rotan pada
pasak, serta tangganya berada di bawah kolong rumah bagian tengah, sehingga
http://2.bp.blogspot.com/-Gmsiya_9OBA/URW32jWVf1I/AAAAAAAAABg/uiwfZux8xSM/s1600/tongkonan.jpg
-
pintu rumah dibuka dari bawah, dan dapur berada di bagian depan setelah pintu
dibuka. Setiap tahun (pada bulan nopember) diadakan upacara adat Mappogau
Sihanua yang dilaksanakan oleh pemimpin adat, dengan menggelar berbagai
atraksi. Lain lagi dengan atraksi Maddui yang digelar jika ada tiang/ kayu dari
rumah adat yang rusak dan harus diganti olch kayu yang baru denganjenis sama
yang harus dicari dan ditarik dari dalam hutan selama satu hari menuju kerumah
adat.
Kegiatan ini dipimpin oleh pemimpin adat dan dilakukan dengan prosesi
adat, serta melibatkan masyarakat di kawasan rumah adat. Selain atraksi ini, jenis
seni dan budaya tradisional di Kabupaten Sinjai yaitu tarian tradisional Pasere
Pitupitu, tari Massellung Tana, Tari Maddongi, dan tari Marumatang.
Gambar 2 : Rumah Adat Karampuang
(Sumber; http://rumahadatsulawesiselatan.
blogspot.com/2016/02)
http://3.bp.blogspot.com/-lHNeklYyTwU/T60bYrrKmWI/AAAAAAAAADw/2ujCotAxMBI/s280/karampuang3.jpg
-
c. Saoraja La Pinceng
Saoraja La Pinceng merupakan salah satu rumah atau istana peninggalan
peninggalan kerajaan Balusu, Kabupaten Barru. Istana ini menjadi salah satu saksi
kerajaan Balusu melawan penjajahan Belanda.
Ukuran Ale Bola atau bangunan rumah induk berukuran kurang lebih
23,50 x 11 meter. Jumlah tiang Soraja La Pinceng sebanyak 35 buah dengan
panjang sekitar 6,50 meter, dan lebar sekitar 5,50 meter. Selain itu juga terdapat
sembilan buah tiang dengan ukuran 3 x 3 meter. Bangunan rumah dapur memiliki
panjang sekitar 11 meter dan lebar sekitar 8 meter, dengan jumlah tiang 20 buah
(5 x 4), ditambah dua buah tiang antara Ale Bola dengan rumah dapur yang
berfungsi sebagai penyambung dan tempat penyanggah tangga belakang.
Selain itu, di dalam lokasi Soraja La Pinceng terdapat pula beberapa
bangunan antara lain, rumah jaga dengan ukuran sekitar 7,50 x 4 meter, bangunan
panggung pementasan dengan ukuran sekitar 9,50 x 5 meter. Juga terdapat
bangunan kamar mandi dan sumur dengan ukuran sekitar 8,50 x 6,20 meter. Luas
lokasi secara keseluruhan sekitar 4.000 meter persegi.
Gambar 3 : Rumah Adat Saoraja La Pinceng
(Sumber; http://rumahadattradisionalindonesia.
blogspot.com/2016/02)
-
d. Bola Soba atau Soraja (Rumah Raja Bugis Bone)
Bola Soba atau Soraja (Rumah Raja Bugis) adalah rumah tinggal
Panglima Perang Kerajaan Bone dimasa pemerintahan Raja Bone XXXII tahun
1895-1905, yaitu “Andi Abdul Hamid Baso Pagilingi Petta Ponggawae” salah
seorang putra Raja Bone XXXI (Lapawawoi Karaeng Sigeri). Namun setelah
Bone di bawah kekuasaan Belanda, rumah ini dijadikan sebagai penginapan para
tamu dari kalangan penguasa ketika itu. Sehingga seterusnya menjadi lazim
dengan sebutan “Bola Soba”. Lokasi Bola Soba ini, terletak di pusat kota
Watampone
B. Kerangka Pikir
Seperti yang dijelaskan sebelumnya bahwa ragam hias dapat ditemui
diseluruh penjuru nusantara, dan memiliki ciri-ciri dan kekhasan yang berbeda –
beda. Ragam hias yang dibuat tidak hanya untuk keindahan, tetapi mengandung
makna–makna yang menjadi acuan kebudayaan setempat. Ragam hias merupakan
simbol yang memiliki arti tertentu, dan tidak hanya untuk keindahan atau hiasan
belaka, tetapi juga untuk kebutuhan lain yang berhubungan dengan seni,
diantaranya sebagai perwakilan rasa cinta kepada alam sekitar.
Dapat ditarik kesimpulan bahwa penggunaan ragam hias tidak hanya
sebagai hiasan saja tetapi mengandung makna simbolik tertentu, namun disetiap
daerah mungkin memiliki arti yang berbeda – beda mengenai arti dari ragam hias
tersebut, hal ini disebabkan karena perbedaan kejiwaan, kepercayaan, maka dari
-
itu tidak menutup kemungkinan ada yang sama dan ada yang tidak dalam cara
memandang sebagai hiasan atau makna simboliknya.
Berdasarkan uraian dan tinjauan pustaka, maka dibuat skema yang
dijadikan sebagai kerangka pikir.
Skema 1 : Kerangka Pikir
Rumah Adat Luwu
di Palopo
Ragam Hias Rumah Adat
Luwu di Kota Palopo
Bentuk dan jenis
Rumah Adat Luwu
di Kota Palopo
Ciri khas Rumah Adat
Luwu di Kota Palopo
Fungsi dan makna
Rumah Adat Luwu di
Kota Palopo
Hasil Penelitian
-
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Lokasi Penelitian
1. Jenis Penelitian
Penelitian ini termasuk penelitian deskriptif kualitatif, yang artinya
metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat postpositivisme yang hiasanya
digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang alamiah, dimana peneliti
berperan sebagai instrumen kunci. (Sugiyono, 2008 : 15). Dalam arti lain yakni
bagaimana cara memberikan pemaparan suatu objek berdasarkan kenyataan yang
ada mengenai ragam hias rumah adat bugis di Pancana Kabupaten Barru.
2. Lokasi Penelitian
Penelitian ini terletak daerah pantai di Desa Pancana yang jaraknya kurang
lebih 2 km dari jalan poros Makassar-Pare-pare Provinsi Sulawesi Selatan, sekitar
100 km dari Kota Makassar. Denah lokasi penelitian dapat dilihat sebagai berikut:
Gambar 4 : Denah Lokasi Penelitian
25
-
B. Variabel dan Desain Penelitian
1. Variabel Penelitian
Menurut (Setyosari, 2010 : 108) Variabel adalah segala sesuatu yang
menjadi objek pengamatan dalam penelitian. Melihat judul tersebut maka variabel
penelitian ini adalah “kajian tipologi rumah adat langkanae tanah luwu di kota
palopo Sulawesi selatan”. Adapun keadaan variabel-variabel sebagai berikut :
1. Bentuk dan jenis rumah adat Luwu di Kota Palopo
2. Ciri khas rumah adat Luwu di Kota Palopo
3. Fungsi dan makna rumah adat Luwu di kota palopo
Penelitian ini dilakukan untuk memperoleh data tentang bentuk rumah
adat di kota palopo, Ciri khas rumah adat di kota palopo, fungsi dan makna rumah
adat di kota palopo.
2. Desain Penelitian
Seperti yang kita ketahui bahwa fungsi dari desain penelitian adalah untuk
mengatur setting penelitian dan sebagai kerangka acuan dalam penelitian. Maka
dari itu untuk membuat penelitian ini menjadi mudah dan baik haruslah memiliki
desain penelitian yang baik pula.
Adapun bentuk desain penelitian ini digambarkan dalam skema seperti di
bawah ini :
-
Skema 2 : Desain Penelitian.
C. Defenisi Operasional Variabel
Sesuai dengan judul proposal ini yaitu kajian tipologi rumah adat
langkanae tanah luwu di kota palopo Sulawesi selatan. Maka dari itu untuk
memperjelas arti dari variabel – variabel yang ada, maka pendefenisian dari
maksud variabel sangat penting, variabel tersebut sebagai berikut :
1. Bentuk rumah adat
Variabel ini dapat didefinisikan tentang bagaimana bentuk rumah adat
luwu di Kota Palopo.
Bentuk Rumah
Adat Luwu di Kota
Palopo
Ciri khas Rumah Adat
Luwu di Kota Palopo
Fungsi dan makna
Rumah Adat Luwu di
Kota Palopo
Penyajian Data
Analisis Data
Kesimpulan
Pengumpulan Data
-
2. Ciri khas
Variabel ini dapat didefinisikan tentang bagaimana ciri khas rumah
adat tanah luwu di Kota Palopo.
3. Fungsi dan makna
Variabel ini dapat didefinisikan tentang bagaimana fungsi dan makna
rumah adat luwu di Kota Palopo.
D. Objek Penelitian
Objek penelitian merupakan sasaran atau permasalahan yang akan diteliti.
Objek dari penelitian ini adalah bentuk,fungsi,dan makna rumah adat luwu di
Kota Palopo.
E. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data menyangkut cara yang dilakukan dalam
mengumpulkan informasi dalam kaitannya dengan penelitian. Teknik yang
digunakan dalam mengumpulkan data adalah teknik observasi, wawancara dan
dokumentasi. Penjelasan ketiga teknik ini diuraikan sebagai berikut:
1. Teknik observasi
Teknik ini digunakan dengan cara mendatangi objek yang akan diteliti dan
mengamati secara langsung objek yang akan diteliti tersebut, guna mendapatkan
data yang akurat dan pasti.
2. Teknik wawancara
Dalam teknik ini penulis akan mengadakan dialog langsung dengan
narasumber mengenai objek yang akan diteliti, dengan mengajukan beberapa
-
pertanyaan yang akan dijawab langsung oleh narasumber mengenai objek yang
diteliti, dimana penulis akan memberikan pertanyaan yang berhubngan dengan
variabel penelitian dan hal–hal lain yang dianggap penting oleh penulis.
3. Dokumentasi
Teknik dokumentasi dapat pula dikatakan sebagai “pemberian atau
pengumpulan bukti-bukti dan keterangan seperti gambar-gambar dan sebagainya”.
(Tim penyusun Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1990 : 211). Teknik ini dilakukan
untuk memperkuat data-data sebelumnya, teknik dokumentasi dibutuhkan sebagai
alat pengumpul data yang bersifat dokumenter. Sumber informasi dari
dokumenter pada dasarnya segala bentuk sumber informasi yang berhubungan
dengan dokumentasi baik resmi maupun tidak, baik diterbitkan maupun tidak.
Teknik ini digunakan untuk memperoleh data dan dokumen atau catatan
dengan menggunakan kamera foto untuk pengambilan gambar yang dapat
dilakukan sewaktu-waktu.
F. Teknik Analisis Data
Berdasarkan teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian
mengenai ragam hias rumah adat bugis Pancana di Kabupaten Barru yaitu:
1. Data hasil observasi, Interview/wawancara dan dokumentasi
dikumpulkan dan diperiksa kembali.
2. Menganalisis permasalahan yang ada serta menyusun kembali untuk
dikaji lebih lanjut.
-
3. Mengadakan kategorisasi data dan membuat kriterianya baik data
yang diperoleh melalui observasi, wawancara, maupun hasil
dokumentasi.
4. Teknik analisis data adalah non statistik atau analisis kualitatif karena
data yang terkumpul merupakan data kualitatif.
5. Memaparkan kajian tersebut kedalam uraian secara deskripsi.
-
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
Dalam bab ini dibahas secara rinci hasil penelitian sesuai dengan
permasalahan yang dikemukakan sebelumnya. Pokok permasalahan yang
dikemukakan adalah bagaimana Kajian Tipologi Rumah Adat Tanah Luwu
Langkanae di Kota Palopo Sulawesi Selatan.
Palopo, merupakan kota yang memiliki keragaman budaya dan tradisi
yang selalu menarik untuk diperhatikan. Tidak hanya itu, kota yang terletak di
ujung utara Propinsi Sulawesi Selatan itu, berjarak 362 km dari Makassar, juga
memiliki sejumlah lokasi wisata budaya dan alam yang potensial untuk
dikembangkan. Kota Palopo juga tergolong kota yang bersih. buktinya, Kota
Palopo sudah beberapa kali mengantongi penghargaan bergengsi di Bidang
Kebersihan. diantaranya, Piala Adipura, dan masih banyak lagi. Kota yang
berjuluk Kota IDAMAN (Indah, Damai, Aman) dikelilingi gunung-gunung yang
sangat indah bila dipandang.
Tanah Luwu sudah berawal jauh sebelum masa pemerintahan Hindia
Belanda bermula. Sebelumnya Luwu telah menjadi sebuah kerajaan yang wilayah
kerajaan Luwu meliputi mulai dari Selatan, Pitumpanua ke utara Poso, dan dari
Tenggara Kolaka (Mengkongga) ke Barat Tana Toraja. Hal sejarah Luwu ini
dikenal pula dengan nama Tanah Luwu yang dihubungkan dengan nama La
Galigo dan Sawerigading.
31
https://id.wikipedia.org/wiki/Luwuhttps://id.wikipedia.org/wiki/Kerajaanhttps://id.wikipedia.org/wiki/Sawerigading
-
Penelitian ini tidak menggunakan data kuantitatif melainkan menggunakan
data kualitatif. Data yang telah diolah dan dianalisa, disajikan dalam bentuk
deskriptif, sesuai dengan indikator dalam variabel, penulis memperoleh data
sebagai berikut:
1. Bentuk Rumah Adat Tanah Luwu Langkonae di Kota Palopo
Saya rasa sangat jauh berbeda arsitektur bangunannya dengan yang
ada sekarang. Dalam gambar yang terdapat pada lembaran ilagaligo saya
berasumsi, tentu ada alasan2 atau maksud daripada leluhur kita mengenai
bentuk bangunannya, sebab konon, Istana Awal Kerajaan Luwu, adalah istana
yang diberikan Patotoe (sebagai penguasa Langit) kepada anaknya, yaitu
Batara Guru pada saat dia turun ke dunia tengah untuk memimpin dunia
tengah, naumun oleh Pa Totoe ini dilihatnya Batara Guru belum mempunyai
Istana, maka pa totoe memberi ia sebuah istana lengkap beserta isi dan
bahkan pegawai istana yang akan mengurus istana tersebut.
Karena itu penulis berpendapat bahwa, bentuk bangunan yang
dulunya menjadi pusat kerajaan Luwu ini, tidaklah menyerupai rumah
tradisional salah satu suku yang ada di wilayah kerajaan Luwu.
Rumah Adat Langkanae ini adalah istana kediaman Raja Luwu,
namun sangat di sayangkan karena rumah adat Luwu ini dibongkar karena
belanda tidak ingin adanya jejak sejarah tentang kerajaan Luwu. Rumah adat
Luwu atau disebut Rumah Adat Langkanae ini terbuat dari bahan utama kayu
yang di mana rumah adat ini memiliki 88 tiang. Meski Rumah Adat
Luwu pernah dihancurkan oleh Belanda, namun kita masi dapat melihat
http://www.rumahperumahan.com/2016/07/desain-bentuk-rumah-adat-luwu-dan.htmlhttp://www.rumahperumahan.com/2016/07/desain-bentuk-rumah-adat-luwu-dan.html
-
replika dari rumah adat Luwu di Museum Lagaligo Benteng Rotterdam, kota
Makassar.
2. Ciri Khas Rumah Adat Tanah Luwu Langkonae Di Kota Palopo
Rumah adat Luwu juga hampir sama dengan rumah adat Makassar di
mana status sosialnya bisa kita lihat dengan banyaknya tingkatan pada rumah
tersebut, biasaya rumah adat Luwu terdiri dari 3-5 bubungan yang
menandakan status social sang pemiliki rumah. Rumah adat luwu langkanae
yaitu mudah dikenali karna ciri dan arsitekturnya tidak terlalu rumit tetapi
memiliki khas disetiap sisinya, serta memiliki tiang 88, di samping itu juga
rumah adat ini memiliki kamar yang berbeda ukuranya.
Rumah adat langkanae ini juga merupakan tempat dimana
berkumpulnya para petua adat dalam rangka membicarakan hal-hal penting.
Rumah adat ini tidak serta merta kita dapat masuk kerumah tersebut,
dikarenakan rumah ini sangat di perhatikan dan di lestarikan oleh masyarakat
setempat.
3. Fungsi Dan Makna Rumah Adat Tanah Luwu Langkonae Di Kota
Palopo
Bagi sebagian besar orang mungkin artikel berikut kurang menarik
dan tidak banyak penyukanya. Tapi menurut penulis sendiri sebenarnya
informasi seputar Fungsi Rumah Adat Langkanae sangatlah penting untuk
diketahui sebab hal tersebut merupakan bagian dari kebudayaan kita yang
patut untuk tetap dilestarikan keberadaannya hingga nanti. Ya paling tidak
http://www.rumahperumahan.com/
-
kita mengetahui sekilas informasinya untuk kemudian dilestarikan kepada
anak cucu penerus bangsa berikutnya. Pasti semoga artikel penulis sekarang
gak kalah bermanfaat bagi kita semua layaknya.
Rumah adat yang terdapat di Sulawesi Selatan terdiri dari beberapa
jenis, diantaranya adalah Tongkonan (Tana Toraja), Bola Soba (Bugis Bone)
dan Balla Lompoa (Makassar Gowa). Tongkonan: Konon kata tongkonan
berasal dari tongkon, yang berarti duduk. Dahulu rumah ini merupakan pusat
pemerintahan, kekuasaan adat, dan perkembangan kehidupan sosial budaya
masyarakat Toraja. Rumah ini tidak bisa dimiliki oleh perseorangan
melainkan turun temurun oleh keluarga atau marga suku Tana Toraja.
Dengan sifatnya yang demikian, tongkonan mempunyai beberapa
fungsi. Antara lain sebagai pusat budaya, pusat pembinaan keluarga serta
pembinaan peraturan keluarga dan kegotong royongan, pusat dinamisator,
motivator, dan stabilator social.
B. Pembahasan
1. Bentuk Rumah Adat Tanah Luwu Langkonae di Kota Palopo
Rumah Adat Langkanae ini adalah istana kediaman Raja Luwu,
namun sangat di sayangkan karena rumah adat Luwu ini dibongkar karena
belanda tidak ingin adanya jejak sejarah tentang kerajaan Luwu. Rumah
adat Luwu atau disebut Rumah Adat Langkanae ini terbuat dari bahan
utama kayu yang di mana rumah adat ini memiliki 88
tiang. Meski Rumah Adat Luwu pernah dihancurkan oleh Belanda,
http://www.rumahperumahan.com/2016/07/desain-bentuk-rumah-adat-luwu-dan.html
-
namun kita masi dapat melihat replika dari rumah adat Luwu di Museum
Lagaligo Benteng Rotterdam, kota Makassar.
Jika di perhatikan bentuk arsitektur bangunan istananya justru agak
lebih mirip dengan gambar yang terdapat pada lembaran kitab Lagaligo
diatas. ini kemudian kembali menimbulkan tanda tanya, semakin
meragukanlah status bangunan yang di bangun oleh Pemerintah, yang
berdampingan dengan istana yang dibangun oleh belanda di pusat kota
palopo itu.
Gambar 5. Rumah Adat Langkanae
Dokumentasi Ihramuddin. 20 Juni 2016
Bentuk bangunan ini adalah istana yang ada di Nusantara, dan semua
mengakui bahwa asal-usulnya dari Tana Luwu, ini adalah istana-istananya, bukan
rumah biasa buat mereka. Bentuknya hampir mirip yaitu berbentuk persegi empat.
Desain bentuk jendela dan pintu pada rumah adat Luwu ini hampir sama
panjangnya. Hal ini dikarenakan untuk memaksimalkan penghawaan alami disaat
siang hari, sehingga ukuran jendela dibuat sebesar pintu. Yang membedakan
https://1.bp.blogspot.com/-Dort1l83D3w/Vto_YChLMMI/AAAAAAAAAXA/vmQk11Pjpsc/s1600/DSC06856.JPG
-
antara rumah adat Luwu dengan rumah adat lainnya di Indonesia ialah ukiran dan
pahatan dari ornament rumah adatnya. Ornament pada Rumah adat Luwu ini
memiliki ciri tersendiri yang di sebut bunga Prengreng yang memiliki filosofi
hidup menjalar sulur yang berarti hidupnya tidak putus-putus. Ornament ini
biasanya terdapat pada induk tangga, papan jendela, dan Anjong (tutup
bangunan).
2. Ciri Khas Rumah Adat Tanah Luwu Langkonae Di Kota Palopo
Replika Istana LangkanaE' ini atau sering juga disebut rumah adat
LangkanaE', merupakan saksi kejayaan dari Kerajaan Luwu pada masa lalu.
Terdapat beberapa bangunan gedung bersejarah yang memiliki histori di
sekelilingnya. Sebut saja, museum Batara Guru yang juga disebut museum
Lagaligo dan monumen Toddopuli Temmallara, simbol perjuangan rakyat
Luwu melawan penjajah. Bila kita mencoba untuk masuk kedalam Istana
LangkanaE tersebut, para pengunjung lebih dulu harus melepas alas kaki.
Bangunan Istana yang dibangun pada tahun 1920 ini, masih tetap kokoh
yang dibangun dari kayu tanpa adanya material besi sebagai penopang. Di
dalamnya terdapat ruangan besar yang kira-kira bisa menampung ribuan
orang. Ruangan tersebut kerap dijadikan sebagai tempat Tudang Sipulung
untuk membicarakan masalah kerjaan dan rakyat. Di tengah-tengah
bangunan ada 2 kamar luas yang diyakini sebagai tempat istirahat dari datu
dan raja. Sedangkan di belakang bangunan ada 2 kamar yang ukurannya
kecil.
http://www.rumahperumahan.com/search/label/rumahadatid
-
Gambar 6. Rumah Adat Langkanae
Dokumentasi Ihramuddin. 20 Juni 2016
Rumah adat Luwu juga hampir sama dengan rumah adat Makassar di
mana status sosialnya bisa kita lihat dengan banyaknya tingkatan pada rumah
tersebut, biasaya rumah adat Luwu terdiri dari 3-5 bubungan yang
menandakan status social sang pemiliki rumah. Rumah adat luwu langkanae
yaitu mudah dikenali karna ciri dan arsitekturnya tidak terlalu rumit tetapi
memiliki khas disetiap sisinya, serta memiliki tiang 88, di samping itu juga
rumah adat ini memiliki kamar yang berbeda ukuranya.
Rumah adat langkanae ini juga merupakan tempat dimana
berkumpulnya para petua adat dalam rangka membicarakan hal-hal penting.
Rumah adat ini tidak serta merta kita dapat masuk kerumah tersebut,
dikarenakan rumah ini sangat di perhatikan dan di lestarikan oleh masyarakat
setempat.
http://www.rumahperumahan.com/https://2.bp.blogspot.com/-9IfnC-Z5U9w/Vto7mdkTYdI/AAAAAAAAAWU/zMkmNXyYXtI/s1600/Rumah-Adat-Sao-Mario.jpeg
-
3. Fungsi Dan Makna Rumah Adat Tanah Luwu Langkonae Di Kota
Palopo
Rumah adat yang terdapat di Sulawesi Selatan terdiri dari beberapa
jenis, diantaranya adalah Tongkonan (Tana Toraja), Bola Soba (Bugis Bone)
dan Balla Lompoa (Makassar Gowa). Tongkonan: Konon kata tongkonan
berasal dari tongkon, yang berarti duduk. Dahulu rumah ini merupakan pusat
pemerintahan, kekuasaan adat, dan perkembangan kehidupan sosial budaya
masyarakat Toraja. Rumah ini tidak bisa dimiliki oleh perseorangan
melainkan turun temurun oleh keluarga atau marga suku Tana Toraja.
Dengan sifatnya yang demikian, tongkonan mempunyai beberapa
fungsi. Antara lain sebagai pusat budaya, pusat pembinaan keluarga serta
pembinaan peraturan keluarga dan kegotong royongan, pusat dinamisator,
motivator, dan stabilator sosial.
Tongkonan mempunyai fungsi sosial dan budaya yang bertingkat-
tingkat di masyarakat. Dikenal beberapa jenis, antara lain tongkonan layuk
atau tongkonan pesio'aluk, yaitu tempat menyusun aturan-aturan sosial
keagamaan.
Fungsi rumah langkanae yang juga penting adalah sebagai iringan
adat, seperti menetapkan adat atau tempat melaksanakan acara seremonial
adat seperti kematian, kelahiran, perkawinan, mengadakan acara kebesaran
adat, tempat mufakat dan lain-lain. Perbandingan ruang tempat tidur dengan
ruang umum adalah sepertiga untuk tempat tidur dan dua pertiga untuk
-
kepentingan umum. Pemberian ini memberi makna bahwa kepentingan
umum lebih diutamakan daripada kepentingan pribadi.
Gambar 7. Rumah Adat Langkanae
Dokumentasi Ihramuddin. 20 Juni 2016
Rumah merupakan sebuah bangunan, tempat manusia tinggal dan
melangsungkan kehidupannya. Disamping itu rumah juga merupakan tempat
berlangsungnya proses sosialisasi pada saat seorang individu diperkenalkan
kepada norma dan adat kebiasaan yang berlaku di dalam suatu masyarakat.Jadi
setiap perumahan memiliki sistem nilai yang berlaku bagi warganya.Sistem nilai
tersebut berbeda antara satu perumahan dengan perumahan yang lain, tergantung
pada daerah ataupun keadaan masyarakat setempat. (Sarwono dalam Budihardjo,
1998 : 148).
Rumah berfungsi sebagai wadah untuk lembaga terkecil masyarakat
manusia,yang sekaligus dapat dipandang sebagai “shelter” bagi tumbuhnya rasa
aman atau terlindung. Rumah juga berfungsi sebagai wadah bagi berlangsungnya
segala aktivitas manusia yang bersifat intern dan pribadi. Jadi, rumah tidak
https://3.bp.blogspot.com/-1ofmfSdyOwE/Vto7nGHFRPI/AAAAAAAAAWU/c4EsBQ46q2I/s1600/kerajaan+wajo.jpg
-
semata-mata merupakan tempat bernaung untuk melindungi diri dari segala
bahaya, gangguan dan pengaruh fisik belakang melainkan juga merupakan tempat
bernaung untuk melindungi diri dari segala bahaya, gangguan, dan pengaruh fisik
belaka, melainkan juga merupakan tempat tinggal, tempat berisitirahat setelah
menjalani perjuangan hidup sehari-hari. (Ridho, 2001 : 18)
-
BAB V
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Istana Luwu berlokasi di tengah Kota Palopo, Pusat Kerajaan Luwu
(sekarang salah satu kota kelas menengah di Provinsi Sulawesi Selatan).
Dibangun oleh Pemerintah Kolonial Belanda sekitar tahun 1920-an di atas tanah
bekas "Saoraja" (Istana sebelumnya terbuat dari kayu, konon bertiang 88 buah)
yang diratakan dengan tanah oleh Pemerintah Belanda.
Di Istana Luwu terdapat dua bangungan, yaitu Langkanae dan Salassae.
Langkanae adalah sebutan kata lain dari istana. Langkanae ini dijadikan cagar
budaya buatan Belanda untuk menggantikan Langkane yang dulu. Belanda
membangunnya untuk kedatuan ketika Langkanae terbakar. sedangkan Salassae
adalah tempat pertemuan atau perjamuan para tamu-tamu istana.
Di dalam Istana Kedatuan Luwu terdapat berbagai benda pusaka. Di
antaranya, terpajang dalam lemari kaca, sertifikat Pahlawan Nasional RI bagi
(almarhum) Andi Jemma ditandatangani Presiden Megawati Soekarnoputri pada
2004.
Peninggalan yang ada di Istana Luwu tidak berupa Mahkota, tetapi
berbentuk Besi Pakka dan Bunga Waru, yang hanya dipakai oleh datu, yang
merupakan simbol Dewata Matenruliwawo. Di Istana Luwu juga terdapat
Songko‟ Pameri.
41
http://id.wikipedia.org/wiki/Palopohttp://id.wikipedia.org/wiki/Sulawesi_Selatanhttp://id.wikipedia.org/wiki/Hindia-Belandahttp://id.wikipedia.org/wiki/1920-an
-
B. SARAN
Laporan penelitian ini masih jauh dari kata sederhana, jadi kami sebagai
penulis, memohon saran dari para kawan-kawan untuk menyempurnakan laporan
penelitian ini.
Rumah adat di Indonesia sangat beranekaragam dengan ciri khas dan
keunikan masing-masing, hal tersebut merupakan kekayaan negeri ini yang tak
ternilai. Walaupun tiap daerah memiliki perbedaan termasuk rumah adatnya, kita
tetap Indonesia yang berjiwa “Bhinneka Tunggal Ika”.
-
DAFTAR PUSTA
Abdul Kahar Wahid, 1988. Ragam Hias Sulawesi Selatan dan Pengembangannya.
Disampaikan dalam Ceramah Pembukaan Pameran Khusus Ragam Hias
Tradisional Sulawesi Selatan di Museum Negeri La Galigo.
Abdul Kadir dan Gustami SP,1980:77. Ragam hias Animal yang dibuat dengan
media kayu dari Jepara. Jawa Tengah
Gareng, Yosef. 1983. Pengetahuan Ragam Hias Minangkabau, Jakarta:
Depatemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Muchtar, dan Syahriah MY. 1991. Seni Ragam Hias Kain Tenun Sulawesi
Selatan, Ujung Pandang : Museum Negeri Propinsi Sulawesi Selatan.
Poerwadarminta, W.J.S. 1982. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Suntingan pusat
Pembinaan dan Pengembangan bahasa, Jakarta: Balai Pustaka
Rasjoyo, Pendidikan Seni Rupa, Erlangga, Jakarta, 1997
Setyosari, Punaji, 2010. Metode Penelitian Pendidikan dan Pengembangan.
Jakarta
Sugiyono. Metode Penelitian Pendidikan. Pendekatan Kuantitatif, Kualitati
(Bandung : Alfabeta, 2008). Cet.IV : 15.
Sulastianto, DKK, Harry. 2006. Seni Budaya Kelas XII.Grafindo
Tim Penyusun Kamus Indonesia (Depdikbud), 1989/1990, Kamus Besar Bahasa
Indonesia, Jakarta : Balai Pustaka
Toekio M, Soegeng. 1987. Mengenal Ragam Hias Indonesia. Bandung : Penerbit
Angkasa
Wikipedia ,2011.Ragam hias indonesia. http://id.wikipedia.org/wiki/Ragam_hias
Wikipedia bahasa Indonesia (2012), ensiklopedia bebas online
http://id.wikipedia.org/wiki/Teknik
43
http://id.wikipedia.org/wiki/Ragam_hiashttp://id.wikipedia.org/wiki/Teknik
-
Wojowasito S.1999. “Kamus Bahasa Indonesia(Edisi Revisi). C.V. Pengarang.
Malang
Yosef DT. GarangTamsil Muhammad, (1998: 19)
Yuku.2012”Kamus Besar Bahasa Indonesia Android”. Suntingan KBBI Online
Departemen Pendidikan Nasional.
http://rumahadattradisionalindonesia.blogspot.com/2013/02)
http://rumahadattradisionalindonesia.blogspot.com/2013/02
-
LAMPIRAN
-
LEMBAR OBSERVASI TENTANG RUMAH ADAT TANAH LUWU
LANGKANAE KABUPATEN PALOPO
Penerapan metode observasi dilakukan dengan cara mengamati secara
langsung tentang Kajian Tipologi Rumah Adat Tanah Luwu Langkanae Di Kota
Palopo Sulawesi Selatan. Pedoman observasi ini bertujuan untuk memperoleh
gambaran yang jelas mengenai Kajian Tipologi Rumah Adat Tanah Luwu
Langkanae Di Kota Palopo Sulawesi Selatan. Untuk maksud tersebut penulis
membuat pedoman observasi guna mendapatkan informasi yang akurat.
a. Bagaimanakah bentuk rumah adat tanah luwu langkanae di kota palopo.
b. Bagaimana ciri khas rumah adat tanah luwu langkanae di kota palopo.
c. Bagaimana fungsi dan makna ragam hias rumah adat tanah luwu
langkanae di kota palopo.
-
FORMAT WAWANCARA RUMAH ADAT TANAH LUWU
LANGKANAE KABUPATEN PALOPO
Format wawancara ini bertujuan untuk memperoleh gambaran yang jelas
mengenai Kajian Tipologi Rumah Adat Tanah Luwu Langkanae Di Kota Palopo
Sulawesi Selatan. Untuk maksud tersebut penulis membuat pedoman wawancara
guna mendapatkan informasi yang akurat mengenai Kajian Tipologi Rumah Adat
Tanah Luwu Langkanae Di Kota Palopo Sulawesi Selatan., sebagai berikut:
1. Bagaimanakah bentuk rumah adat tanah luwu langkanae di kota palopo?
Jawab:………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………
2. Bagaimana ciri khas rumah adat tanah luwu langkanae di kota palopo?
Jawab:………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………
3. Bagaimana fungsi dan makna ragam hias rumah adat tanah luwu langkanae
di kota palopo?
Jawab:………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………
-
RIWAYAT HIDUP PENULIS
Ihramuddin, lahir di Bantaeng Kecamatan Bantaeng
Kabupaten Bantaeng Propinsi Sul-Sel pada tanggal 11 Juni
1990, putra kelima dari 5 bersaudara dari pasangan Alimuddin
dan Nurlaelah.
Penulis menghabiskan masa kecil di kampung halaman sendiri dan pertama kali
mengikuti pendidikan formal pada tahun 1997 di Sekolah Dasar (SD) Pitulua
tamat pada tahun 2003, kemudian melanjutnya pendidikan di SLTP 1 Tsnawiyah
dan tamat pada tahun 2006. Dan pada tahun yang sama penulis melanjutnya
pendidikan ke Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 1 Lasusua dan tamat pada
tahun 2009. Selanjutnya penulis melanjutkan pendidikan ke Universitas
Muhammadiyah Makassar (UMM) dan diterima di Program Studi Pendidkan Seni
Rupa Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP).