SKRIPSI (2) (Autosaved)

download SKRIPSI (2) (Autosaved)

of 36

Transcript of SKRIPSI (2) (Autosaved)

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Eksistensi inkuiri sudah tidak diragukan lagi. Inkuiri menyentuh seluruh aspek hidup kita dan menyentuh seluruh aspek di segala bidang. Manusia senantiasa menguji kebenaran sesuatu, sampai melewati batas intelektualnya. Manusia menduga dan menentukan secara alamiah, seperti memungut dan menyebar, serta menghasilkan dan merubah nilai komoditi. Inkuiri dapat digunakan untuk mempelajari sesuatu secara objektif. Karena cara untuk mengkaji dan memutuskan sesuatu serta kesimpulan yang diperoleh melalui inkuiri, sesuai dengan pengelolaan hidup manusia (Dewey, 1939). Pendekatan Inkuiri hipotetik memberi kesempatan kepada siswa berpikir tentang dunia sekitarnya. Jika laboratorium sains dirancang dengan baik, maka dapat menyentuh kemampuan kognitif dan siswa dapat memahami prosesproses ilmiah. Dalam pembelajaran inkuiri hipotetik, siswa diberi pertanyaan inkuiri (penyelidikan). Tujuan dari pertanyaan inkuiri h. adalah untuk mendorong siswa berpikir tentang konsep dan merumuskan tanggapannya. Inkuiri h. tidak hanya mengembangkan siswa dari segi konten tetapi juga keragaman pemikiran dan proses yang dilalui siswa dengan penuh tanggung jawab (Ali, 2009:43). Melalui jurnal JPTEO (Journal of Physics Teacher Education Online), Manzoor Ali (2009:61-62) menyampaikan hasil researchnya bahwa dalam

FMIPA Universitas Negeri Makassar

2

menerapkan p. Inkuiri hipotetik (hypothetical inquiry approach) pada pembelajaran suhu dan kalor diperlukan kemampuan analisis tinggi untuk melatih kemampuan berpikir kritis siswa. Dari hasil analisisnya juga menunjukkan bahwa melalui pendekatan ini, siswa mampu menghubungkan konsep dengan kegiatan yang dipraktekkan. Ali juga menambahkan bahwa pendekatan ini mengandung faktor pendukung (facilitating factors) sehingga pembelajaran menjadi efektif dan bermakna (purposeful). Seorang peneliti dari Department of Physics, Illinois State University, USA, Wennings (2010) menyatakan bahwa pada pendekatan inkuiri hipotetik, siswa terutama melibatkan kemampuan proses intelektualnya. Kegiatan ini membuat siswa memiliki wawasan yang lebih luas mengenai ilmu pengetahuan alam dan memperhatikan proses yang ada di dalamnya. Siswa menjadi lebih terampil dan aktif dalam mengevaluasi fenomena (defenisi dari berpikir kritis). Setelah melakukan observasi di MAN MODEL Makassar tentang proses belajar mengajar yang berlangsung, diperoleh informasi yakni siswanya termasuk siswa aktif dalam menerima pelajaran. Laboratorium fisikanya juga sudah cukup memadai untuk melakukan eksperimen. Kondisi ini

memungkinkan untuk menerapkan pembelajaran inkuiri hipotetik. Untuk itu penulis mengambil judul penelitian Peranan Pendekatan Inkuiri Hipotetik (Hypothetical Inquiry Approach) terhadap Kemampuan Berpikir Kritis Siswa pada Pembelajaran Fisika Kelas XI IPA MAN MODEL Makassar.

FMIPA Universitas Negeri Makassar

3

B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Seberapa besar skor rata-rata kemampuan berpikir kritis siswa kelas XI IPA1 MAN Model Makassar pada pembelajaran fisika yang diajar melalui pembelajaran dengan pendekatan inkuiri hipotetik tahun ajaran 2010/2011? 2. Seberapa besar skor rata-rata kemampuan berpikir kritis siswa kelas XI IPA2 MAN Model Makassar pada pembelajaran fisika yang tidak diajar melalui pembelajaran dengan pendekatan inkuiri hipotetik tahun ajaran 2010/2011? 3. Seberapa besar perbedaan skor rata-rata kemampuan berpikir kritis siswa kelas XI IPA MAN 2 Model Makassar antara yang diajar dengan yang tidak diajar tahun ajaran 2010/2011?

FMIPA Universitas Negeri Makassar

4

C. Tujuan Penelitian Pada prinsipnya tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk menjawab permasalahan yang dirumuskan di atas, maka tujuan penelitian ini yaitu: 1. untuk mengetahui besarnya skor rata-rata kemampuan berpikir kritis pada pembelajaran fisika siswa kelas XI1 IPA MAN MODEL Makassar yang diajar melalui pembelajaran dengan pendekatan inkuiri hipotetik tahun ajaran 2010/2011. 2. untuk mengetahui besarnya skor rata-rata kemampuan berpikir kritis pada pembelajaran fisika siswa kelas XI IPA2 MAN MODEL Makassar yang tidak diajar melalui pembelajaran dengan pendekatan inkuiri hipotetik tahun ajaran 2010/2011. 3. untuk mengetahui seberapa besar perbedaan skor rata-rata kemampuan berpikir kritis siswa kelas XI IPA MAN 2 Model Makassar antara yang diajar dengan yang tidak diajar tahun ajaran 2010/2011.

FMIPA Universitas Negeri Makassar

5

D. Manfaat Penelitian Adapun manfaat yang dapat diperoleh dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Sebagai bahan pertimbangan dalam pengembangan pembelajaran dengan pendekatan inkuiri hipotetik yang dapat pula diterapkan pada mata pelajaran lain. 2. Memberi pengalaman langsung dalam melakukan penelitian dan dapat menjadi latihan dalam penulisan karya ilmiah selanjutnya dan profesional dalam mengajar.

FMIPA Universitas Negeri Makassar

6

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR

A. Kajian Pustaka

1. Inkuiri secara Umum Inkuiri adalah salah satu pendekatan pembelajaran inovatif dan pembelajaran yang digunakan dalam pembelajaran sains. Inkuiri sebagian besar mengacu pada kegiatan siswa di mana mereka mengembangkan pengetahuan dan ide-ide ilmiah serta pemahaman tentang bagaimana ilmuwan bekerja. Pendekatan ini melibatkan keterampilan memperoleh makna dan sikap yang memungkinkan mereka untuk mencari solusi dari pertanyaan, isu-isu dan masalah secara logis (Ali, 2009). Menemukan merupakan bagian inti dari kegiatan pembelajaran yang berbasis kontekstual. Pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa diharapkan bukan hasil mengingat seperangkat fakta-fakta, tetapi hasil dari menemukan sendiri. Guru harus merancang kegiatan pembelajaran yang merujuk pada kegiatan menemukan, baik berupa konsep, prosedur dan sebagainya. Contoh: konsep mengenai adanya bahan konduktor dan isolator sudah seharusnya ditemukan sendiri oleh siswa bukan menurut buku (Natsir, 2004:59).

FMIPA Universitas Negeri Makassar

7

2. Perbandingan Inkuiri Hipotetik dengan Inkuiri Lainnya a. Inquiry lesson Inkuiri jenis ini hampir sama dengan demonstrasi interaktif, hanya saja eksperimennya lebih kompleks. Proses inkuiri ini akan membantu siswa memahami alam. Guru menyediakan petunjuk, pembimbingan, dan pertanyaan. Guru mengawasi jalannya eksperimen dengan membantu merumuskan, mengidentifikasi, mengontrol variabel dan mendefenisikan sistem. Contohnya: Hukum ohm dan rangkaian listrik Guru membantu siswa untuk memperoleh hubungan matematik antara arus dan tegangan dari rangkaian seri dengan sebuah power suplay dan ressistor tunggal. Pada perlakuan yang lain resistor tunggal nilainya tetap tapi jumlah arus yang disuplai dilipat gandakan, dan diamati perubahannya. Akibatnya, siswa menemukan berbagai dari hukum ohm. Akhirnya diperoleh hubungan V=IR. b. Inquiry Labs Inkuiri labs merupakan tingkatan berikutnya praktek pendidikan. Siswa mengembangkan eksperimen secara bebas dan mengeksekusi rancangan eksperimen dan mengumpulkan data secara tepat. Data ini kemudian dianalisis untuk menghasilkan hukum dengan menemukan hubungan yang tepat antar variable. Contoh : Hukum ohm dan rangkaian listrik Siswa menemukan hubungan antar resistor dalam rangkaian seri dan paralel yang bekerja dalam kelompok kecil. Sebelum siswa memulai bekerja di

FMIPA Universitas Negeri Makassar

8

rangkaian paralel, siswa terlebih dahulu diperkenalkan kebalikan dari ohm yaitu mho yang dibutuhkan dalam pengukuran reaktansi dan admitansi. Sehingga dengan mudah, siswa dapat menemukan hubungan paralelnya. c. Inkuiri Hipotetik (Hypothetical Inquiry) Inkuiri ini sesuai dengan siswa sekarang yang suka berhipotesis dan mencoba sesuatu. Inkuiri ini menyediakan dan mengetes penjelasan tentang bagaimana sesuatu terjadi. Siswa kemudian melaporkan hasil pengamatan dan hukum tertentu yang berhasil dirumuskan. Oleh karena itu siswa yang diajar dengan pendekatan ini harus punya rasa ingin tahu tinggi dan aktif dalam belajar. Contoh : Hukum ohm dan rangkaian listrik Siswa ditunjukkan sebuah susunan teka-teki rangkaian. Mereka kemudian membentuk hipotesis tentang bagaiamana arus mengalir dalam rangkaian yang diberikan. Siswa menggunakan pemahaman awal mereka, hukum konservasi energy dan muatan. Dengan itu, siswa memprediksi arah dan jumlah arus yang mengalir dalam rangkaian. Kemudian dia mengetes hipotesisnya melalui pengukuran. Selanjutnya siswa merevisi dan

mengembangkan hipotesisnya berdasarkan fakta-fakta yang diperoleh untuk penyelidikan selanjutnya (Ali, 2009). 3. Pendekatan Inkuiri Hipotetik (Hypothetical Inquiry Approach) Secara umum, inkuiri adalah salah satu pendekatan pembelajaran inovatif dan pembelajaran yang digunakan dalam pembelajaran sains. Inkuiri sebagian besar mengacu pada kegiatan siswa di mana mereka mengembangkan

FMIPA Universitas Negeri Makassar

9

pengetahuan dan ide-ide ilmiah serta pemahaman tentang bagaimana ilmuwan bekerja. Pendekatan ini melibatkan keterampilan memperoleh makna dan sikap yang memungkinkan mereka untuk mencari solusi dari pertanyaan, isu-isu dan masalah secara logis (Ali, 2009). Saud (2008) menambahkan bahwa proses pembelajaran berbasis kontekstual, dapat dilakukan dengan pendekatan inkuiri. Inkuiri dimulai dengan memperjelas masalah siswa dengan menyadarkan akan adanya masalah. Siswa didorong untuk menemukan masalah. Apabila masalah telah dipahami dengan jelas, siswa dapat mengajukan hipotesis. Hipotesis inilah yang akan menuntun siswa untuk melakukan observasi dalam mengumpulkan data. Siswa kembali dituntut menguji kebenaran hipotesis untuk menarik kesimpulan. Lebih lanjut Sanjaya (2010) menambahkan bahwa hipotesis yang dimaksud adalah jawaban sementara dari suatu permasalahan yang sedang dikaji. Hipotesis lahir karena manusia memiliki potensi pikir dengan menduga permasalahan. Manakala individu mampu membuktikan tebakannya maka ia akan sampai pada posisi yang bisa mendorong berpikir lebih lanjut. Menurut Marzano dan Pickering (1997) pendekatan inkuiri hipotetik (hypothetical inquiry approach) adalah pendekatan proses yang menggunakan berbagai percobaan untuk memahami apa yang telah diamati seperti yang telah dilakukan ilmuan dan peneliti. Pendekatan ini dapat digambarkan dengan lima pertanyaan dasar, yaitu: apa yang telah diamati? bagaimana cara menjelaskan apa yang diamati?

FMIPA Universitas Negeri Makassar

10

bagaimana cara membangun hipotesis dari apa yang diamati? bagaimana cara menguji hipoteesis? Inkuiri hipotetik terdapat dalam dua bentuk yaitu inkuiri hipotetik murni (pure h. i.) dan inkuiri hipotetik terapan (applied h. i.). kedua versi ini diguankan untuk melakukan penyelidikan tentang kemengapaan dan

bagaimana cara kerja sesuatu.

Inkuiri hipotetik murni diguanakan untuk

melakukan penyelidikan tanpa menerapkan ke masalah dunia nyata (real-word problems). Pendekatan ini semata-mata memperluas wawasan kita mengenai hukum alam. Sedangkan inkuiri hipotetik terapan digunakan menyelidiki

aplikasi dari pengetahuan awal ke masalah baru yang dihadapi. Tetapi esensinya, kedua tipe inkuiri hipotetik ini menuntut proses intelektual yang sama (Wenning, 2010). Pada pendekatan inkuiri hipotetik, siswa terutama melibatkan

kemampuan proses intelektual. Proses intelektual yang dimaksud yaitu sintesis, analisis dan mengevaluasi penjelasan ilmiah, dan mengeneralkan prediksi melalui proses deduktif, merevisi hipotesis dan prediksi dengan

mempertimbangkan fakta-fakta baru, dan menyelesaikan masalah yang ada di dunia nyata. Kegiatan ilmiah semacam ini membantu siswa memecahkan

misteri melalui kegiatan ilmiah. Siswa memiliki wawasan yang lebih luas mengenai ilmu pengetahuan alam dan memperhatikan proses yang ada di dalamnya (Wenning, 2010). Pada pendekatan inkuiri hipotetik masalah yang sesuai dengan tujuan intruksional diberikan oleh guru. Biasanya masalah yang diberikan berupa

FMIPA Universitas Negeri Makassar

11

masalah yang memungkinkan terjadi pertentangan antara gagasan pribadi siswa dengan konsep keilmuan. Masalah dapat diajukan dalam kalimat tanya dengan kata tanya mengapa atau berupa pertanyaan. Masalah ini berada pada sejumlah informasi yang ditanyakan. Untuk sampai di informasi yang diberikan, kesimpulan yang sesuai dengan tujuan instruksional harus melalui beberapa tahap pembelajaran. Tiap tahap merupakan kegiatan eksplorasi dan akan memperoleh kesimpulan yang dapat dianggap sebagai pengenalan konsep. Kemudian konsep ini diterapkan dalam konteks lain sehingga diperoleh kesimpulan akhir atau masuk pada informasi yang diberikan. Dilihat dari siklus belajar yang dikembangkan oleh Herron dalam Zuhdan (2006), berarti kegiatan pembelajaran di atas juga telah melakukan fase eksplorasi, fase pengenalan konsep dan fase aplikasi konsep. Dalam fase eksplorasi, siswa telah diberikan kesempatan untuk mengemukakan

gagasannya dan menemukan pola keteraturan pada fenomena yang diselidiki. Dengan bantuan minimal dari guru, siswa dapat sampai pada pemahaman konsep dan aplikasi konsep ( Zuhdan, 2006). Pendekatan inkuiri termasuk pendekatan modern. Syarat yang harus dipenuhi seorang guru untuk menerapkan inkuiri yaitu: 1) guru harus terampil memilih persoalan, 2) guru harus terampil dalam menumbuhkan motivasi belajar, 3) mampu menciptakan suasana bebas berpendapat, 4) guru tidak banyak campur tangan (Sagala, 2003). Langkah-langkah utama dalam kegiatan pembelajaran inkuiri hipotetik dapat dilihat pada tabel berikut.

FMIPA Universitas Negeri Makassar

12

No. Sintaks a. Memunculkan ide-ide siswa dan diarahkan ke kegiatan hands-on

Kegiatan Siswa Memperhatikan guru/siswa lain melakukan demonstrasi b. Melihat masalah Mencoba muncul memikirkan masalah yang dimaksud c. Merumuskan hipotesis Membimbing siswa Membuat berdasar masalah yang membuat hipotesis hipotesis diperoleh kegiatan hands-on d. Siswa membuat dan Menyediakan alat Melakukan melakukan eksperimen yang diperlukan eksperimen untuk mencari kebenaran siswa dan dari hipotesisnya menjelaskan prinsip kerjanya e. Mengumpulkan data Mengamati hasil Mencatat di eksperimen yang diperoleh siswa LKS hasil pengamatannya f. Menginterpretasi data untuk Membantu siswa Mencoba membuktikan hipotesisnya menjelaskan arti data mencari makna yang diperoleh dari data-data yang diperoleh g. Siswa mengecek kebenaran Membantu Mengaitkan hipotesisnya dan mengalihkan siswa hasil membiarkan siswa untuk meninjau interpretasi data merumuskan kembali kembali hipotesisnya dengan hipotesis mereka untuk hipotesis yang diselidiki kembali sesuai telah dibuat dan perkembangan materi membuat kesimpulan (Ali, 2009: 45-46).

Kegiatan Guru Melakukan demonstrasi/meminta bantuan siswa melakukannya yang Memberikan pertanyaan

FMIPA Universitas Negeri Makassar

13

Dari berbagai referensi di atas penulis dapat menyimpulkan bahwa pendekatan inkuiri hipotetik adalah pendekatan yang membawa pembelajaran pada proses untuk memperoleh jawaban dari hipotesis yang dibuat siswa sendiri yang telah muncul dari hasil pengamatan dan membiarkan siswa merumuskan kembali hipotesisnya sesuai perkembangan masalah untuk dieksperimenkan kembali. 4. Berpikir Kritis Pembelajaran pendekatan inkuiri hipotetik menghendaki para siswa untuk belajar secara mandiri, untuk itu mereka harus berpikir kritis untuk menemukan solusi ditiap permasalahan yang mereka hadapi. Tujuan dari berpikir kritis adalah untuk mencapai pemahaman yang mendalam. Pemahaman membuat kita mengerti maksud di balik ide yang mengarahkan hidup kita setiap hari. Pemahaman mengungkapkan makna di balik suatu kejadian. Berikut ini akan dikemukakan beberapa pendapat dari berbagai pakar mengenai kemampuan berpikir kritis. a. Definisi Berpikir Kritis Menurut Justin Mankes (2002) bahwa berpikir kritis merupakan kemampuan mental esensial untuk menciptakan kesuksesan dalam bertindak. Berpikir kritis tidak membutuhkan penjelasan yang mendetail tentang bagaimana sesuatu terjadi. Alec Fisher (2009) menjelaskan bahwa berpikir kritis adalah interpretasi dan evaluasi yang terampil dan aktif terhadap observasi dan komunikasi, informasi dan argumentasi. Agar kritis, berpikir harus memenuhi standar-standar tertentu mengenai kejelasan, relevansi, masuk akal dan seseorang bisa kurang lebih FMIPA Universitas Negeri Makassar

14

terampil dalam hal ini. Ia melibatkan aktif, sebagian karena ia melibatkan tanyajawab dan sebagian karena peran yang dimainkan oleh metakognisi (berpikir tentang pemikiran sendiri). Ia memasukkan kata interpretasi karena kata ini mencakup mengkonstruksi dan menyeleksi yang paling baik dari beberapa alternatif adalah awal yang krusial untuk menarik kesimpulan-kesimpulan tentang klaim-klaim yang kompleks. Ia memasukkan kata evaluasi karena hal ini merupakan proses menentukan manfaat, kualitas, harga, atau nilai sesuatu. Berpikir kritis umumnya berurusan dengan mengevaluasi kebenaran, probabilitas, atau realibiitas klaim-klaim. Berpikir kritis adalah berpikir dengan baik, dan merenungkan tentang proses berpikir merupakan bagian dari berpikir dengan baik. John Dewey mengatakan bahwa sekolah harus mengajarkan cara berpikir yang benar pada anak-anak. Vincent Ruggiero dalam Johnson (2007 ), mengartikan berpikir sebagai segala aktivitas mental yang membantu merumuskan atau memecahkan masalah, membuat keputusan, atau memenuhi keinginan untuk memahami. Berpikir adalah sebuah pencarian jawaban, sebuah pencapaian makna. John Chaffee dalam Johnson (2007), Direktur Pusat Bahasa dan Pemikir Kritis di LaGuardi College, City University of New York, menjelaskan bahwa berpikir sebagai sebuah proses aktif, teratur, dan penuh makna yang kita gunakan untuk memahami dunia ( Johnson, 2007 ). Pemikiran kritis bukanlah sesuatu yang sulit dan esoteris yang hanya bisa dilakukan oleh mereka yang memiliki nilai IQ berkategori genius. Sebaliknya, berpikir kritis merupakan sesuatu yang dapat dilakukan oleh semua orang. Hanya

FMIPA Universitas Negeri Makassar

15

berpikir kritis (berpikir secara terorganisasi mengenai proses berpikir kita sendiri dan proses berpikir orang lain) yang akan membekali peserta didik sebaik mungkin menanggapi informasi yang mereka dengar dan baca, kejadian yang mereka alami, dan keputusan yang mereka buat setiap hari. b. Berpikir Kritis Sebuah Proses Sistematis Sebagian besar ahli berpikir kritis setuju bahwa meneliti proses berpikir harus dilakukan dengan sistematis. Satu alasan mengapa kita membutuhkan pendekatan sistematis dan terorganisasi untuk berpikir kritis karena pada dasarnya berpikir sulit untuk dipahami. Untuk menghindari jebakan yang terjadi, pemikir kritis bertanya, memeriksa dengan teliti asumsi-asumsi, dan memandang segala sesuatu dari sudut pandang yang berbeda. Mereka melakukan hal tersebut dengan cara yang sistematis dan teratur rapi. Sistem berikut ini menuntun siswa untuk berpikir kritis. Indikator-indikator kemampuan berpikir kritis yang dapat

dikembangkan dalam pembelajaran fisika, antara lain adalah: a. Mengidentifikasi elemen-elemen dalam kasus yang dipikirkan khususnya alasan-alasan dan kesimpulan-kesimpulan.

b. Mengidentifikasi dan mengevaluasi asumsi-sasumsi. c. Mengklarifikasi dan menginterpretasi pertanyaan-pertanyaan dan gagasangagasan.

d. Mengevaluasi argumen-argumen yang beragam jenisnya. e. Menganalisis, mengevaluasi, dan menghasilkan penjelasan-penjelasan. f. Menganalisis, mengevaluasi, dan membuat keputusan-keputusan.FMIPA Universitas Negeri Makassar

16

g. Menarik inferensi-inferensi (Fisher, 2009).Dari berbagai macam referensi, penulis menyimpulkan bahwa kemampuan berpikir kritis merupakan kemampuan memfokuskan, menganalis dan

mengajukan pertanyaan serta menyimpulkan secara aktif dan terampil terhadap hasil observasi, komunikasi, informasi, dan argumentasi.

B. Kerangka Pikir Penelitian ini intinya akan memperlihatkan variabel kemampuan berpikir kritis siswa. Kemampuan berpikir kritis adalah skor yang diperoleh siswa dari tes kemampuan berpikir kritis yang disusun oleh peneliti dan telah diujicobakan sebelumnya dengan indikator kognitif. Indikator-indikator kemampuan berpikir kritis yang dapat dikembangkan dalam pembelajaran fisika, antara lain adalah: a. Mengidentifikasi elemen-elemen dalam kasus yang dipikirkan khususnya alasan-alasan dan kesimpulan-kesimpulan. b. Mengidentifikasi dan mengevaluasi asumsi-sasumsi. c. Mengklarifikasi dan menginterpretasi pertanyaan-pertanyaan dan gagasangagasan. d. Mengevaluasi argumen-argumen yang beragam jenisnya. e. Menganalisis, mengevaluasi, dan menghasilkan penjelasan-penjelasan. f. Menganalisis, mengevaluasi, dan membuat keputusan-keputusan. g. Menarik inferensi-inferensi (Fisher, 2009).

FMIPA Universitas Negeri Makassar

17

Penulis menggunakan pendekatan inkuiri hipotetik yang diharapkan bisa meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa. Pendekatan inkuiri hipotetik (Hipothetical Inquiry) adalah salah satu alternatif yang dapat mengatasi masalah seperti yang dikemukakan di atas, karena penekanan pendekatan Inkuiri Hipotetik adalah keaktifan serta cara berpikir kritis siswa dalam belajar, dimana memerlukan proses mental untuk menemukan konsep atau prinsip. Hal ini karena pendekatan ini menempuh proses intelektual yaitu mengamati, berhipotesis, bereksperimen, mengelolah data, dan menentukan kevalidan hipoteisnya dan berhipotesis ulang sesuai perkambangan masalah yang dihadapi dalam proses pembelajaran (Ali, 2009).

FMIPA Universitas Negeri Makassar

18

BAGAN ALIR KERANGKA PIKIR

PROSES BELAJAR MENGAJAR DI MAN MODEL MAKASSAR KELAS XI IPA

KELAS EKSPERIMEN

KELAS KONTROL

PEMBELAJARAN DENGAN PENDEKATAN INKUIRI HIPOTETIK

PEMBELAJARAN TANPA PENDEKATAN INKUIRI HIPOTETIK

SKOR RATA-RATA KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA

Keterangan : Pembelajaran dengan Pendekatan Inkuiri Hipotetik (X) : Variabel Bebas Kemampuan Berpikir Kritis (Y) Gambar 1.1 Bagan Alir Kerangka Pikir Penelitian : Variabel Terikat

FMIPA Universitas Negeri Makassar

19

BAB III METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan jenis penelitian Pra-Eksperimental Design. Penilaian dalam penelitian ini yaitu dengan membandingkan antara skor rata-rata kemampuan berpikir kritis siswa yang diajar dengan yang tidak diajar dengan pendekatan inkuiri hipotetik. Penelitian ini menggunakan disain intac-group comparison yang dapat digambarkan sebagai berikut: X O1

O2Keterangan: O1 : hasil observasi yang diberi perlakuan/treatmen (hasil test kemampuan berpikir kritis yang diberikan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan inkuiri hipotetik). X : perlakuan yang diberikan/treatmen (pembelajaran dengan menggunakan pendekatan inkuiri hipotetik) O2 : hasil observasi kelas yang tidak diberi perlakuan/treatmen (hasil test kemampuan berpikir kritis yang tidak diberikan pembelajaran dengan pendekatan inkuiri hipotetik (Sugiyono, 2011: 111).

FMIPA Universitas Negeri Makassar

20

Bila kemampuan berpikir kritis siswa yang diajar fisika melalui pendekatan inkuiri hipotetik lebih tinggi dibanding dengan siswa yang diajar fisika tanpa menggunakan pendekatan inkuiri hipotetik, maka pendekatan inkuiri hipotetik berpengaruh positif terhadap kemampuan berpikir kritis siswa (O1-O2) (Sugiyono, 2011: 111). B. Variabel dan Defenisi Operasional Variabel 1. Variabel penelitian a. Variabel bebas

Variabel bebas penelitian ini yaitu: 1) pendekatan inkuiri hipotetik (diterapkan di kelas eksperimen/kelas IPA1) dan 2) tanpa pendekatan inkuiri hipotetik (diterapkan di kelas kontrol/kelas IPA2). b. Variabel terikat Variabel terikat penelitian ini adalah kemampuan berpikir kritis. 2. Definisi konseptual dan operasional variabel a. Definisi konseptual variabel 1) Pendekatan inkuiri hipotetik adalah pendekatan dimana guru

memberikan aktivitas hands-on untuk memunculkan ide-ide siswa. Dari sini siswa dapat membuat hipotesis yang selanjutnya diuji melalui eksperimen. Siswa sendiri menentukan kebenaran hipotesisnya melalui data hasil pengamatan. Siswa dibiarkan merumuskan kembali hipotesisnya dan mengujinya sesuai

perkembangan masalah yang diperoleh. 2) Tanpa pendekatan inkuiri hipotetik adalah guru penanggungjawab

matapelajaran menggunakan metode ceramah, penugasan, dan tanya jawab. FMIPA Universitas Negeri Makassar

21

b. Defenisi Operasional variabel Kemampuan berpikir kritis adalah skor yang diperoleh siswa dari tes kemampuan berpikir kritis divalidasi sebelumnya dengan indikator kemampuan berpikir kritis. Indikator-indikator kemampuan berpikir kritis yaitu: (1) Mengidentifikasi elemen-elemen dalam kasus yang dipikirkan khususnya alasanalasan dan kesimpulan-kesimpulan, (2) Mengidentifikasi dan mengevaluasi asumsi-sasumsi, (3) Mengklarifikasi dan menginterpretasi pertanyaan-pertanyaan dan gagasan-gagasan, (4) Mengevaluasi argumen-argumen yang beragam jenisnya, (5) Menganalisis, mengevaluasi, dan menghasilkan penjelasanpenjelasan, (6) Menganalisis, mengevaluasi, dan membuat keputusan-keputusan, (7) Menarik inferensi-inferensi (Fisher, 2009). C. Populasi dan Sampel 1. Populasi Penelitian Subjek populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas XI IPA MAN 2 MODEL Makassar tahun pelajaran 2010/2011. Kelas XI IPA terdiri atas tiga kelas. Jumlah siswa sebesar 103 orang. 2. Sampel Penelitian Sampel dipilih dengan teknik purposive sampling pengambilan dua kelas secara utuh. Peneliti memilih kelas XI1 dan XI2 IPA MAN 2 MODEL Makassar karena beberapa pertimbangan. Rata-rata kemampuan awal berpikir kritis siswa di kedua kelas ini yang paling mendekati satu sama lain.

FMIPA Universitas Negeri Makassar

22

IPA1 Skor rata-rata awal kemampuan berpikir kritis siswa6,47

Kelas IPA26,93

IPA35,56

Hasil tes awal untuk pemilihan kelas eksperimen dan kelas kontrol Pemilihan kelas ini juga didasarkan pada hasil wawancara guru penanggung jawab ketiga kelas di atas. Data di atas sesuai dengan pengamatan guru bahwa kemampuan berpikir kritis siswa kelas IPA1dan IPA2 hampir sama dibandingkan dengan kelas IPA3. D. Teknik Pengumpulan Data 1. Tahap persiapan Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini adalah: Melakukan observasi di MAN 2 Model Makassar. a. b. Mengembangkan instrumen dan bahan pembelajaran. Membuat persiapan mengajar dengan pembelajaran melalui pendekatan inkuiri hipotetik. c. Mengambil masing-masing nilai rata-rata kemampuan berpikir kritis siswa kelas IPA1, IPA2, dan IPA3 dengan mengerjakan sepuluh item soal dari setiap indikator kemampuan berpikir kritis yang telah divalidasi ahli. d. Uji validitas dan reliabilitas instrumen kemampuan berpikir kritis yang dilaksanakan di MAN 2 Model Makassar kelas XI3 IPA.

FMIPA Universitas Negeri Makassar

23

2. a.

Tahap pelaksanaan Perlakuan eksperimen dengan mengajar di kelas dengan menerapkan pembelajaran pendekatan inkuiri hipotetik.

b. 3.

Pelaksanaan tes kemampuan berpikir kritis (posttest). Tahap akhir Menganalisis data yang diperoleh berdasarkan tes kemampuan berpikir kritis secara deskriptif.

E. Teknik Analisis Data Analisis statistik deskriptif digunakan untuk mendeskripsikan skor kemampuan berpikir kritis siswa pada pembelajaran fisika yang diperoleh dari hasil pengajaran pendekatan inkuiri hipotetik. Hasil analisis deskriptif ditampilkan dalam bentuk rata-rata, standar deviasi, skor maksimum, skor minimum, persentase dan

distribusi frekuensi. Peneliti tidak menggunakan analisis inferensial karena sampel dipilih secara

purposif, tidak dengan random. Peneliti hanya ingin mendeskripsikan data sampel, dan tidak ingin membuat kesimpulan yang berlaku untuk populasi.

FMIPA Universitas Negeri Makassar

24

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. HASIL PENELITIAN Berikut ini dikemukakan hasil analisis deskriptif siswa kelas XI IPA MAN 2 Model Makassar tahun ajaran 2010/2011 yang diajar dengan menggunakan pendekatan inkuiri hipotetik dan yang tidak menggunakan pendekatan inkuiri hipotetik. 1. Kelas Eksperimen Analisis deskriptif skor kemampuan berpikir kritis siswa kelas eksperimen dapat dilihat pada tabel 4.1. Tabel 4.1. Deskriptif Skor Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Kelas Eksperimen

Deskripsi Skor maksimum yang mungkin dicapai Jumlah sampel Skor Maksimum Skor Minimum Skor Rata-Rata Rentang Data Variansi Standar Deviasi

Skor 21 34 20 8 14,03 12 8,39 2,90

FMIPA Universitas Negeri Makassar

25

Jika skor kemampuan berpikir kritis siswa kelas XI IPA MAN 2 MODEL Makassar dikategorikan berdasarkan pengkategorian yang dikemukakan oleh Arikunto, maka dapat dibuat tabel distribusi frekuensi sebagai berikut. Pengkategorian deskriptif kemampuan berpikir kritis siswa berdasarkan pengkategorian yang dikemukakan oleh Suharsimi Arikunto disajikan pada tabel berikut. Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi dan Persentase Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Kelas XI IPA MAN 2 Model Makassar yang Diajar Melalui Pendekatan Inkuiri Hipotetik dalam Pembelajaran Fisika Tahun Ajaran 2010/2011 Interval Persentase Kemampuan Berpikir Kritis Siswa pada Pembelajaran Fisika (%) 80-100 66-79 56-65 40-55 0-39

Interval Skor

Kategori Kemampuan Berpikir Kritis Baik Sekali Baik Cukup Baik Kurang Baik Gagal

Frekuensi

Persentase (%)

17-21 14-16 12.-13 9-11, 0-8 Jumlah

9 15 3 6 1 34

26,47 44,12 8,82 17,65 2,94 100,00

Dari tabel 4.2 di atas tampak jelas bahwa persentase jumlah siswa terbesar (44,12 %) berada pada kategori kemampuan berpikir kritis baik. Separuh dari besar ini (26,47%) berada pada kategori baik sekali. Berdasarkan Tabel 4.2 tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa siswa yang diberikan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan inkuiri hipotetik

FMIPA Universitas Negeri Makassar

26

dalam pembelajaran fisika mempunyai kemampuan berpikir kritis dalam kategori baik. Jumlah siswa keseluruhan adalah 34 orang dan semua hadir. Gambaran yang lebih jelas dari deskripsi ini, dapat dilihat pada Gambar 4.1 berikut.16

Jumlah siswa paling banyak yang mendapatkan skor 14 dan jumlah siswa paling sedikit mendapatkan skor terendah. 2. Kelas Kontrol Analisis deskriptif skor kemampuan berpikir kritis siswa kelas kontrol dapat dilihat pada Tabel 4.1.

Jumlah siswa (fi)

14 12 10 8 6 4 2 0 8 11 14 15 20

Skor (Xi)

Gambar 4.1 Histogram Skor Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Kelas XI MAN 2 Model Makassar yang Diajar Melalui Pendekatan Inkuiri Hipotetik

FMIPA Universitas Negeri Makassar

27

Tabel 4.3 Deskriptif Skor Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Kelas Kontrol Skor Deskripsi Skor maksimum yang mungkin dicapai Jumlah sampel Skor Maksimum Skor Minimum Skor Rata-Rata Rentang Data Variansi Standar Deviasi 30 18 8 12,00 10 8,28 2,88 21

Jika skor kemampuan berpikir kritis siswa kelas XI IPA MAN 2 Model Makassar dikategorikan berdasarkan pengkategorian yang

dikemukakan oleh Arikunto, maka dapat dibuat tabel distribusi frekuensi sebagai berikut.

FMIPA Universitas Negeri Makassar

28

Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi dan Persentase Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Kelas XI IPA MAN 2 Model Makassar yang tidak diajar Melalui Pendekatan Inkuiri Hipotetik dalam Pembelajaran Fisika Tahun Ajaran 2010/2011 Interval Persentase Kemampuan Berpikir Kritis Siswa pada Pembelajaran Fisika (%) 80-100 66-79 56-65 40-55 0-39

Interval Skor

Kategori Kemampuan Berpikir Kritis Baik Sekali Baik Cukup Baik Kurang Baik Gagal

Frekuensi

Persentase (%)

17-21 14-16 12.-13 9-11, 0-8 Jumlah

3 6 6 13 2 30

10,00 20,00 20,00 43,33 6,67 100,00

Dari tabel 4.4 di atas tampak jelas bahwa persentase jumlah siswa terbesar (43,33 %) berada pada kategori kemampuan berpikir kritis kurang baik. Separuh dari besar ini (20,00%) berada pada kategori cukup baik dan baik. Berdasarkan tabel 4.4 tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa siswa yang diberikan pembelajaran tanpa menggunakan pendekatan inkuiri hipotetik dalam pembelajaran fisika mempunyai kemampuan berpikir kritis dalam kategori kurang baik. Jumlah siswa keseluruhan adalah 34 orang dan yang hadir 30 orang dan 4 orang iziin. Gambaran yang lebih jelas dari deskripsi ini, dapat dilihat pada Gambar 4.2 berikut.

FMIPA Universitas Negeri Makassar

29

14

Jumlah siswa paling banyak yang mendapatkan skor 10 dan jumlah siswa paling sedikit mendapatkan skor tertinggi. Perbedaan skor rata-rata kemampuan berpikir kritis antara kelas eksperimen dengan kelas kontrol Skor rata-rata kelas eksperimen ialah 14,03 dan skor rata-rata kelas kontrol 12,00 sehingga selisihnya sebesar 2,03 (Standar deviasi O1 dan O2 berturut-turut adalah 2,90 dan 2,88). Jadi secara deskriptif terdapat perbedaan skor rata-rata kemampuan berpikir kritis siswa kelas XI MAN 2 Model Makassar antara yang diajar dengan yang tidak diajar melalui pendekatan inkuiri hipotetik sebesar 2,03. Untuk melengkapi analisis ini, penulis juga menyediakan hasil analisis persentase skor rata-rata setiap indikator kemampuan berpikir kritis seperti berikut ini.

Jumlah siswa (fi)

12 10 8 6 4 2 0 7 10 13 16 19

Skor (Xi)

Gambar 4.1 Histogram Skor Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Kelas XI MAN 2 Model Makassar yang tidak Diajar Melalui Pendekatan Inkuiri Hipotetik

FMIPA Universitas Negeri Makassar

30

Tabel 4.5 Skor Rata-Rata dan Persentase setiap Indikator Kemampuan Berpikir Kritis Siswa yang Diajar dengan Pendekatan Inkuiri Hipotetik (Kelas IPA1)

INDIKATOR NO 1 COUNT JUMLAH SKOR RATARATA PERSENTASE 100 75 1 2 3 68 40 2 4 5 3 6 102 87 7 8 9 4 10 136 86 11 12 5 13 100 30 14 15 16 6 17 169 131 18 19 20 68 42 7 21

0,75 16,61%

0,59 13,02%

0,85 18,88%

0,63 14,00%

0,30 6,64%

0,78 17,16%

0,62 13,68%

Tabel 4.5 menunjukkan bahwa kemampuan berpikir kritis siswa paling rendah pada indikator ke-5 yaitu menganalisi, mengevaluasi dan menghasilkan penjelasan-penjelasan, sedangkan paling tinggi pada indikator ke-3 yaitu mengklarifikasi dan menginterpretasi pertanyaan-pertanyaan dan gagasangagasan. Tabel 4.5 Skor Rata-Rata dan Persentase setiap Indikator Kemampuan Berpikir Kritis Siswa yang tidak Diajar dengan Pendekatan Inkuiri

INDIKATOR NO 1 COUNT JUMLAH SKOR RATARATA PERSENTASE 89 62 1 2 3 60 30 2 4 5 3 6 90 51 7 8 9 45 4 10 119 11 12 5 13 90 26 14 15 16 6 17 150 106 18 19 20 59 32 7 21

0,70 18,93%

0,50 13,59%

0,57 15,40%

0,38 10,28%

0,29 7,85%

0,71 19,21%

0,54 14,74%

Hipotetik (Kelas IPA2)

FMIPA Universitas Negeri Makassar

31

Tabel 4.6 menunjukkan bahwa kemampuan berpikir kritis siswa paling rendah pada indikator ke-5 yaitu menganalisi, mengevaluasi dan menghasilkan penjelasan-penjelasan, sedangkan paling tinggi pada indikator ke-6 yaitu menganalisis, mengevaluasi, dan membuat keputusan-keputusan.

B.

PEMBAHASAN

Melalui jurnal JPTEO (Journal of Physics Teacher Education Online), Manzoor Ali (2009:61-62) memaparkan hasil researchnya bahwa dalam menerapkan pendekatan Inkuiri hipotetik (hypothetical inquiry approach) diperlukan kemampuan analisis tinggi untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa. Penulis menggunakan pendekatan ini dalam pembelajaran materi usaha dan energi. Hasil analisis deskriptif memberikan gambaran bahwa terdapat perbedaan antara kemampuan berpikir kritis siswa dalam pembelajaran fisika yang diajar dan yang tidak diajar dengan menggunakan pendekatan inkuiri hipotetik. Hal ini dapat dilihat dari perolehan skor yang dicapai oleh siswa yang diajar dan yang tidak diajar dengan pendekatan inkuiri hipotetik. Skor rata-rata yang diperoleh menunjukkan perbedaan pada kelas eksperimen dan kelas kontrol berturut-turut 14,03 dan 12,00. Perbedaan ini tanpak semakin jelas dengan melihat standar deviasi data dari kedua kelas yang hampir sama (2,89 dan 2,88). Hal ini berarti data-data dari masing-masing kelas menyimpang dari nilai rata-ratanya dengan besar yang hampir sama. Sehingga untuk melihat perbedaan kemampuan berpikir kritis siswa, kita tinggal melihat pemusatan data (mean, modus, atau median) yang sesuai.

FMIPA Universitas Negeri Makassar

32

Gambaran yang lebih jelas dari deskripsi ini, dapat melalui perbandingan antara Gambar 4.1 (dengan pend. Inkuiri hipotetik) dan Gambar 4.2(tanpa pend. Inkuiri hipotetik). Pada Gambar 4.1 jumlah siswa paling banyak mendapatkan skor kemampuan berpikir kritis titik tengah 14 dan paling sedikit mendapatkan skor terendah. Berbeda halnya pada Gambar 4.2, jumlah siswa paling banyak mendapatkan skor kem. berpikir kritis di titik tengah 10 dan paling sedikit mendapatkan skor tertinggi. Hal ini berarti kem. berpikir kritis siswa yang diajar dengan pend. inkuiri hipotetik lebih tinggi dibanding yang tidak menggunakan pendekatan inkuiri hipotetik. Secara deskriptif penelitian ini juga memperlihatkan bahwa kemampuan berpikir kritis dalam pembelajaran fisika yang diajar dengan menggunakan pendekatan inkuiri hipotetik berada pada kategori baik. Sedangkan kemampuan kemampuan berpikir siswa dalam pembelajaran fisika yang tidak diajar melalui pendekatan inkuiri hipotetik berada pada kategori kurang baik. Hal ini dapat dilihat jelas pada persentase jumlah siswa terbanyak yang menempati suatu kategori tertentu (dapat dilihat pada Tabel 4.2 dan Tabel 4.4). Hasil percobaan ini menggambarkan bahwa pembelajaran fisika dengan pendekatan inkuiri hipotetik memberikan dampak positif pada kemampuan berpikir kritis siswa. Pada pendekatan ini siswa dituntut untuk dapat behipotesis terhadap fenomena yang diamati. Meskipun awalnya sulit membuat hipotesis tapi berkat bimbingan peneliti siswa sedikit-demi sedikit mengetahui cara membuat hipotesis. Siswa difasilitasi untuk dapat menemukan sendiri konsep atau informasi dengan memberikan suatu masalah yang harus dipecahkan. Siswa dapat

FMIPA Universitas Negeri Makassar

33

melakukan percobaan sederhana dan analisis gambar sampai dapat menemukan jawaban dari hipotesisnya. Proses pengajarannya tidak berpusat pada guru, tetapi siswalah yang lebih aktif mencari. Pada akhir pembelajaran siswa menyimpulkan hasil percobaannya yang mengarah pada hipotesis yang dibuat. Seiring berkembangnya materi, hipotesis juga dikembangkan oleh siswa. Tabel 4.5 dan Tabel 4.6 menunjukkan bahwa pada kelas eksperimen dan kelas kontrol kemampuan berpikir kritis siswa paling rendah pada indikator ke-5 yaitu menganalisi, mengevaluasi dan menghasilkan penjelasan-penjelasan masingmasing sebesar 6,4% dari 7,85% dari ketujuh indikator. Hal yang berbeda

ditunjukkan pada skor rata-rata tertinggi untuk kedua kelas. Kelas eksperimen unggul pada indikator ke-3 yaitu mengklarifikasi dan menginterpretasi pertanyaan-pertanyaan dan gagasan-gagasan sebesar 0,88 dengan persentase 18,85% dari ketujuh indikator. Sedangkan pada kelas eksperimen paling tinggi pada indikator ke-6 yaitu menganalisis, mengevaluasi, dan membuat keputusankeputusan sebesar 0,70 dengan persentase 19,21% dari ketujuh indikator.

FMIPA Universitas Negeri Makassar

34

BAB V PENUTUP A. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa: 1. Kemampuan berpikir kritis siswa kelas XI IPA1 MAN 2 Model Makassar pada pembelajaran fisika yang diajar melalui pendekatan inkuiri hipotetik berada pada kategori baik yang ditunjukkan oleh skor rata-rata kemampuan berpikir kritis sebesar 14,03 dengan standar deviasi sebesar 2,90. 2. Kemampuan berpikir kritis siswa kelas XI IPA2 MAN 2 Model Makassar pada pembelajaran fisika yang tidak diajar melalui pendekatan inkuiri hipotetik berada pada kategori cukup baik yang ditunjukkan oleh skor rata-rata kemampuan berpikir kritis sebesar 12,00 dengan standar deviasi sebesar 2,88. 3. Terdapat perbedaan skor rata-rata kemampuan berpikir kritis siswa kelas XI IPA MAN 2 Model Makassar antara yang diajar dengan yang tidak diajar melalui pendekatan inkuiri hipotetik sebesar 2,03.

FMIPA Universitas Negeri Makassar

35

B. Saran 1. Guru sebagai pendidik dianjurkan agar tidak menjadi pemegang kekuasaan dalam mengajar, tetapi menjadi fasilitator agar siswa menjadi lebih aktif dalam belajar. Pada akhirnya siswa mampu berpikir kritis dalam menyelesaikan masalah. 2. Sebagai bahan dukungan, peneliti selanjutnya sebaiknya menggunakan eksperimen sesungguhnya supaya bisa menjadi pembanding dengan penilitian ini. Hal ini karena melihat penulis menggunakan purposive sampling yang tidak menutup kemungkinan banyaknya variabel luar yang ikut berpengaruh.

FMIPA Universitas Negeri Makassar

36

DAFTAR PUSTAKA

Ali, Manzoor. (2009). Teaching of Heat and Temperature by Hypothetical Inquiry Approach: A Sample of Inquiry Teaching. Journal of Physics Teacher Education Online, 5(2), 43-45. Arikunto, Suharsimi. 2006. Proses Penelitian (Suatu Pendekatan Praktik). Jakarta: Penerbit Rineka Cipta. Dewey, John.1939. Logic The Theory of Inquiry. New York: Henry Holt and Company. Fisher, Alec. 2009. Berpikir Kritis. Jakarta: PT. Erlangga. Johnson, Larry. 2007. Critical and Creative Thinking - Bloom's Taxonomy. Tersedia pada http://eduscapes.com/tap/topic69.htm. Diakses pada tanggal 26 Januari 2010. Marzano, Robert J. dan Pickering , Debra J. 1997. Dimensions of Learning. Alexandria: Mid-continent Regional Educational Laboratory Aurora. Menkes, Justin. 2002. Executive Intelligence. Ann Arbor: PerfectBound. Natsir, Muhammad. 2004. Startegi Pembelajaran Fisika. Makassar. Makassar: Laboratorium Jurusan Fiska Universitas Negeri Makassar. Sagala, Syaiful. 2003. Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: Alfabeta. Sanjaya, wina. 2010. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Prenada Media Group. Saud, Syaefudin. 2008. Inovasi Pendidikan. Bandung : Alfabeta. Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D). Bandung: Alfabeta. Wenning, C.J. (2010). Levels of Inquiry: Using Inquiry Spectrum Learning Sequences to Teach Science. Journal of Physics Teacher Education Online, 5(4), 11-19. Zuhdan, K. Prasetyo. 2006. Kapita Selekta Pembelajaran Universitas Terbuka. Fisika. Jakarta :

FMIPA Universitas Negeri Makassar