skizo tak terinci Kel. 2.docx
Transcript of skizo tak terinci Kel. 2.docx
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN GANGGUAN JIWA
(SKIZOFRENIA TAK TERINCI)
Disusun untuk memenuhi tugas mata ajar Keperawatan Jiwa
Dosen pengampu
Ns. Sri Padma Sari, S.Kep., MNS
Disusun oleh :
KELOMPOK 2
Susi Septyati Ningsih 22020115183002
Dwi Istiyaningsih 22020115183003
Wiwik Sumbogo 22020115183006
Yaser Woretma 22020115183008
Indah Ayu S. 22020115183010
Fachrudin AR 22020115183026
JURUSAN ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG 2016
DAFTAR ISI
COVER..........................................................................................................................0
DAFTAR ISI...............................................................................................................i-ii
BAB I : PENDAHULUAN..........................................................................................1
A. Latar Belakang....................................................................................................1
B. Tujuan................................................................................................................. 2
BAB II : TINJAUAN TEORI.....................................................................................4 1. SCHIZOFRENIA.......................................................................................................4
A. Definisi............................................................................................................... 4
B. Etiologi................................................................................................................4
C. Tanda Dan Gejala Schizofrenia...........................................................................6
D. Patofisiologi.........................................................................................................8
E. Pohon Masalah..................................................................................................10
F. Fase-Fase Schizofrenia......................................................................................10
G. Faktor-Faktor Penyebab Schizofrenia...............................................................12
H. Jenis-Jenis Schizofrenia....................................................................................12
I. Penatalaksanaan.................................................................................................13
2. SKIZOFRENIA TAK TERINCI...............................................................................15
A. Definisi...............................................................................................................15
B. Tanda dan Gejala................................................................................................15
C. Kriteria Diagnostik.............................................................................................16
D. Penatalaksanaan..................................................................................................16
BAB III. TINJAUAN KASUS....................................................................................18
A. Pengkajian.........................................................................................................18
B. Rencana Asuhan Keperawatan..........................................................................29
C. Implementasi.....................................................................................................33
D. Evaluasi.............................................................................................................37
BAB III : PENUTUP...............................................................................40A. Kesimpulan........................................................................................................40
B. Saran..................................................................................................................41
i
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................42
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Masalah gangguan jiwa di seluruh dunia memang sudah menjadi
masalah yang sangat serius. Skizofrenia merupakan salah satu gangguan
kesehatan jiwa yang menjadi perhatian dan dikategorikan dalam gangguan psikis
yang paling serius karena dapat menyebabkan menurunnya fungsi manusia
dalam melaksanakan aktivitas kehidupan sehari-hari seperti kesulitan dalam
merawat diri sendiri, bekerja atau bersekolah, memenuhi kewajiban peran, dan
membangun hubungan yang dekat dengan seseorang (Jeste & mueser, 2008).
Beberapa pendapat tentang pengertian skizofrenia yaitu menurut Gunadi,
skizofrenia berasal dari bahasa Yunani, “schizein” yang berarti “terpisah” atau
“pecah”, dan “phren” yang artinya “jiwa”. Pada skizofrenia terjadinya pecahnya
atau ketidakserasian antara afeksi, kognitif dan perilaku. Jadi, skizofrenia
mengacu kepada pepecahan ego-aspek rasional dalam jiwa-sehingga
penderitanya tidak lagi dapat membedakan antara alam khayal dan alam riil.
Menurut catatan tak resmi Kementerian Kesehatan saat ini sedikitnya
terdapat 20.000 kasus pemasungan akibat penyakit jiwa di seluruh Indonesia.
Ditambahkan, data riset kesehatan dasar (riskesdas) tahun 2013, proporsi
keluarga yang pernah memasung klien gangguan jiwa berat adalah 14,3 persen
dan terbanyak pada penduduk yang tinggal di perdesaan (18,2%), serta pada
kelompok penduduk dengan kuintil indeks kepemilikan terbawah (19,5%).
Tentu dengan melihat fakta seperti ini sangat ironis ditengah masyarakat
Indonesia yang masih menjunjung tinggi keberadaban.
Insidensi terjadinya skizophrenia adalah 20 dari 100,000 kasus per tahun
dengan 2 milion kasus baru dijumpai setiap tahun di seluruh dunia. Kasus
skizophrenia paling sering dijumpai antara 15 – 35 tahun dan ratio antar
perempuan dan laki – laki 1:1, dimana laki – laki mempunyai onset lebih awal.
Studi menunjukkan bahwa genetika, lingkungan awal, neurobiologi, proses
1
psikologis dan sosial merupakan faktor penyumbang penting. Diagnostic and
Statistical manual of Mental Disorders Fourth Edition Text Revised ( DSM-IV-
TR) membagi skizofrenia atas subtype secara klinik, berdasarkan kumpulan
simtom yang paling menonjol; tipe katatonik, tipe disorganized, tipe paranoid
dan tipe tak terinci ( undifferentiated).
Skizofrenia tak terinci (undifferentiated) adalah skizofrenia dengan
adanya gambaran simtom fase aktif tetapi tidak sesuai dengan criteria untuk
skizofrenia katatonik, disorganized atau paranoid. Atau semua criteria untuk
skizofrenia katatonik, disorganized dan paranoid terpenuhi. Menurut Arif
schizophrenia tak terinci merupakan sejenis schizophrenia dimana gejala-gejala
yang muncul sulit untuk digolongkan pada tipe schizophrenia tertentu.
Schizophrenia tak terinci dikarakteristik dengan perilaku yang disorganisasi dan
gejala- gejala psikosis yang mungkin memenuhi lebih dari satu tipe kelompok
kriteria, klien schizophrenia tak terinci merupakan gangguan jiwa yang
memenuhi kriteria umum schizophrenia tetapi tidak memenuhi kriteria untuk
memenuhi kriteria residual atau depresi pasca schizophrenia. Schizophrenia tak
terinci (undifferentiated) didiagnosis dengan memenuhi kriteria umum untuk
diagnosa schizophrenia, tidak memenuhi kriteria untuk schizophrenia paranoid,
hebefrenik, katatonik dan tidak memenuhi kriteria untuk schizophrenia tidak
terinci atau depresi pasca schizophrenia.
Fenomena ini membuat mahasiswa tertarik untuk mempelajari dan
membahasnya lebih dalam dengan mengenali ciri khas dari skizofenia tak
terinci, serta membuat dalam bentuk rencana atau tindakan asuhan keperawatan
baik dalam bentuk pendidikan kesehatan didalam keluarga klien maupun dalam
memenuhi kebutuhan dasar manusia di tempat pelayanan dan Rumah Sakit Jiwa.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mampu memberikan asuhan keperawatan secara komprehensif pada pasien
dengan skizoferinia dengan berbagai tipe, khususnya Skizofrenia tak terinci.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui konsep teori skizofrenia tak terinci
2
b. Mengetahui tindakan asuhan keperawatan pada pasien skizofrenia tak
terinci
3
BAB II
KONSEP TEORI
1. SCHIZOFRENIA
A. Definisi
Kata skizofrenia terdiri dari dua kata, yaitu skhizein = spilit = pecah dan
phrenia = mind = pikiran. Jadi skizofrenia adalah gangguan psikotik yang sifatnya
merusak, melibatkan gangguan berfikir, persepsi, pembicaraan, emosional, dan
gangguan perilaku. Skizofrenia merupakan suatu deskripsi sindrom dengan variasi
penyebab dan perjalanan penyakit yang luas, serta sejumlah akibat tergantung
pada pertimbangan pengaruh genetik dan sosial budaya (Rusdi Maslim, 2000: 46).
Menurut PPDGJ III, skizofrenia adalah sekelompok gangguan psikotik
dengan gangguan dasar pada kepribadian, distorsi khas pada proses pikir, kadang-
kadang mempunyai perasaan bahwa dirinya sedang dikendalikan oleh kekuatan
dari luar, waham yang kadang-kadang aneh, gangguan persepsi, afek abnornal
yang tak terpadu, dengan situasi nyata yang sebenarnya, dan autisme.
Sedangkan dalam DSM-IV dan DSM-IV-TR, skizofrenia didefinisikan
sebagai sekelompok ciri dari gejala positif dan negatif; ketidakmampuan dalam
fungsi sosial, pekerjaan ataupun hubungan antar pribadi dan menunjukan terus
gejala-gejala ini selama paling tidak 6 bulan. Sebagai tambahan, gangguan
skizoafektif dan gangguan afek dengan gejala psikotik tidak didefinisikan sebagai
skizofrenia dan juga skizofrenia tidak disebabkan oleh karena efek langsung
karena psikologi dari zat atau kondisi medis.
Menurut Eugen Bleuler (Maramis, 1998: 217) Skizofrenia adalah suatu
gambaran jiwa yang terpecah belah, adanya keretakan atau disharmoni antara
proses pikir, perasaan dan perbuatan.
B. Etiologi
Dengan beragamnya presentasi gejala dan prognostik, maka tidak ada
faktor etiologi yang dianggap kausatif. Oleh karena itu terdapat berbagai
penyebab, antara lain:
4
1. Model Diatesis Stress.
Merupakan model yang sering di gunakan. Model ini mengemukakan
bahwa seseorang mungkin memiliki suatu kerentanan spesifik (diatesis).
Apabila hal tersebut dipengaruhi oleh stressor baik biologis, genetik,
psikososial, dan lingkungan akan menimbulkan perkembangan gejala
skizofrenia.
2. Faktor Biologis
Area otak utama yang terlibat dalam skizofrenia adalah sistem limbik,
ganglia basalis, lobus frontalis. Sistem limbik berfungsi mengendalikan
emosi. Pada skizofrenia terjadi penurunan daerah amigdala, hipokampus
dan girus parahipokampus. Jika fungsi ini terganggu maka akan
menimbulkan gejala skizofrenia yaitu terjadi gangguan emosi. Ganglia
basalis berkaitan dengan pengendali pergerakan. Pada pasien dengan gejala
skizofrenia memperlihatkan pergerakan yang aneh, seperti gaya berjalan
yang kaku, menyeringaikan wajah dan stereotipik. Selain itu ganglia basalis
berhubungan timbal balik dengan lobus frontalis sehingga jika terjadi
kelainan pada area lobus frontalis maka akan mempengaruhi fungsi ganglia
basalis.
3. Genetik
Telah banyak penelitian yang memastikan bahwa pengarus genetik sangat
besar pada pasien skizofrenia. Kembar monozigot memiliki angka
kesesuaian yang tertinggi. Penelitian yang mutakhir telah menemukan
bahwa pertanda kromosom yang berhubungan dengan skizofrenia adalah
kromosom 5,11 dan 18 pada bagian lengan panjang dan kromosom 19 pada
bagian lengan pendek, dan yang paling sering dilaporkan adalah terjadi pada
kromosom X. Pada skizofrenia kromososm-kromosom ini mengalami
kelainan yaitu saat mengkode dapat terjadi kekacauan seprti translokasi.
4. Faktor Psikososial
a. Teori Psikoanalitik
Teori psikoanalitik mengemukakan bahwa gejala skizofrenia
mempunyai arti simbolik bagi pasien individual. Misalnya, fantasi
tentang dunia akan berakhir mungkin menyatakan suatu perasaan
5
bahwa dunia internal seseorang telah mengalami kerusakan. Perasaan
kebesaran dapat mencerminkan narsisme yang direaktivasi dimana
orang percaya bahwa mereka adalah maha kuasa.
b. Teori Psikodinamik
Dasar dari teori dinamika adalah untuk mengerti dinamika pasien dan
untuk mengerti makna simbolik dari gejala. Teori ini menganggap
bahwa hipersensitivitas terhadap stimuli persepsi yang didasarkan
secara kontitusional sebagai suatu defisit. Pendekatan psikodinamika
berdasar bahwa gejala psikotik punya arti pada skizofrenia.
C. Tanda Dan Gejala Schizofrenia
Tanda dan gejala skizofrenia menurut Maslim (2000: 46) adalah sebagai
berikut:
1. Though echo: isi pikiran dirinya yang berulang atau berguna dalam kepalanya
dan isi pikiran ulangan, walaupun isinya sama namun kualitasnya berbeda.
Though isertion atau withdrawl: isi pikiran asing dari luar masuk ke dalam
pikirannya oleh sesuatu dari luar dirinya.
Thought broadcasting: isi pikirnya keluar sehingga orang lain atau umum
mengetahuinya.
2. Waham dikendalikan (delusion of control), waham dipengaruhi (delsion of
influence), waham ketidakberdayaan (delision of passivity), persepsi terhadap
mistik (delusional perception).
3. Halusinasi
4. Waham menetap jenis lainnya, yang menurut budaya setempat dianggap tidak
wajar dan mustahil, misalnya perihal keyakinan agama atau politik tertentu,
atau kekuatan dan kemampuan diatas manusia biasa.
5. Arus pikir yang terputus atau yang mengalami sisipan, yang berakibat
inkoherensi atau pembicaraan yang tidak relevan.
6. Perilaku katatonik
7. Gejala-gejala negatif seperti sikap apatis, bicara yang jarang dan respon
emosional yang menumpul atau tidak wajar, biasanya yang mengakibatkan
penarikan diri dari pergaulan sosial.
6
8. Adanya suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam suatu
keseluruhan dari beberapa aspek perilaku pribadi, bermanifestasi sebagai
hilangnya minat, hidup tak bertujuan, sikap malas, sikap larut dalam diri
sendiri, dan penarikan diri secara sosial.
Menurut Bleurer, gejala skizofrenia dibagi dua, yaitu:
1. Gejala primer
a. Gangguan proses pikir (bentuk, langkah, dan isi pikir)
Dimana terjadi gangguan baik pada bentuk, arus maupun isi pikiran.
Terdapat asosiasi longgar maupun inkoheren.
b. Gangguan afek dan emosi
Kadangkala efek dan emosi sehingga klien menjadi acuh tak acuh.
Terdapat dua hal yang berlawanan yang terjadi secara bersamaan akibat
dari kepribadian yang terpecah belah, misalnya mencintai dan
membenci orang yang sama.
c. Gangguan memori
d. Gangguan kemauan
Dalam hal ini klien tidak dapat mengambil keputusan, tidak dapat
bertindak dalam suatu keadaan dan selalu memberikan alasan meskipun
alasannya tidak tepat. kadang klien melamin berhari-hari lamanya
bahkan berbulan-bulan, dinama perilaku ini erat kaitannya dengan
austisme dan stupor katatonik.
e. Gejala psiomotor / gejala katatonik gangguan perbuatan
1) Katatonik
Adalah suatu sikap yang selalu bergerak dan gelisah.
2) Mutisme
Adalah suatu sikap dimana penderita tidak mau bicara, hal
disebabkan oleh halusinasi yang tidak mengijinkan bila dia
bicara.
3) Stereotipi
Adalah melakukan-melakukan suatu gerakan atau sikap yang
berulang-ulang sedangkan stereotipi pada pebiraan disebut
Verbigerasi.
7
2. Gejala sekunder
a. Waham
Sering tidak logis sama sekali, klien beranggapan bahwa hal tersebut
merupakan suatu fakta sehingga tidak bisa diubah oleh siapapun.
b. Halusinasi
Timbul tanpa penurunan kesadaran. Paling sering adalah halusinasi
pendengaran, kadang-kadang halusinasi penciuman, dll.
D. Patofisiologi
Patofisiologi skizofrenia melibatkan sistem dopaminergik dan
serotonergik. Skizofrenia terjadi akibat dari peningkatan aktivitas neurotransmitter
dopaminergik. Peningkatan ini mungkin merupakan akibat dari meningkatnya
pelepasan dopamine, terlalu banyaknya reseptor dopamine, turunnya nilai
ambang, atau hipersentivitas reseptor dopamine, atau kombinasi dari faktor-faktor
tersebut.
Peningkatan ukuran ventrikular, penurunan ukuran otak, dan asimetri
otak telah dilaporkan. Penurunan ukuran hipokampus mungkin berhubungan
dengan penurunan uji neuropsikologi dan respon yang lebih buruk terhadap
antipsikotik generasi pertama (FGAs).
Hipotesa dopaminergik adalah psikosis dapat berasal dari hiper- atau
hipoaktivitas dari proses dopaminergik pada daerah otak tertentu. Disfungsi
glutamatergik adalah saluran glutamatergic berinteraksi dengan saluran
dopaminergik. Kekurangan aktivitas glutamatergic menghasilkan gejala-gejala
mirip dengan hiperaktif dopaminergik dan mungkin yang terlihat pada
skizofrenia.
Abnormalitas Serotonin (5-HT) merupakan pasien skizofrenia dengan
scan otak yang abnormal memiliki konsentrasi 5-HT darah yang lebih tinggi.
Kelainan primer dapat terjadi dalam satu neurotransmitter dengan perubahan
sekunder dalam neurotransmitter lainnya. Penelitian molekuler yang melibatkan
perubahan halus dalam protein-G, metabolism protein, dan proses subselular
lainnya mungkin mengidentifikasi gangguan biologis dalam skizofrenia.
Hipotesis/teori tentang patofisiologi skizofrenia:
8
1. Pada pasien skizofrenia terjadi hiperaktivitas sistem dopaminergik
2. Hiperdopaminegia pada sistem meso limbikà berkaitan dengan gejala
positif
3. Hipodopaminergia pada sistem meso kortis dan nigrostriatalà
bertanggungjawab terhadap gejala negatif dan gejala ekstrapiramidal.
Jalur dopaminergik saraf:
1. Jalur nigrostriatal: dari substansia nigra ke basal gangliaà fungsi gerakan,
EPS
2. Jalur mesolimbik: dari tegmental area menuju ke sistem limbik à memori,
sikap, kesadaran, proses stimulus.
3. Jalur mesokortikal: dari tegmental area menuju ke frontal cortex à kognisi,
fungsi sosial, komunikasi, respons terhadap stress.
4. Jalur tuberoinfendibular: dari hipotalamus ke kelenjar pituitary à pelepasan
prolaktin.
Gambar Otak normal dan otak yang mengalami schizophrenia:
9
E. Pohon Masalah
F. Fase-Fase Schizofrenia
Perjalanan berkembangnya skizofrenia sangatlah beragam pada setiap
kasus. Namun, secara umum melewati tiga fase utama, yaitu fase prodromal, fase
aktif gejala dan fase residual.
1. Fase prodromal
Fase prodromal ditandai dengan deteriorasi yang jelas dalam fungsi
kehidupan, sebelum fase aktif gejala gangguan, dan tidak disebabkan oleh
gangguan afek atau akibat gangguan penggunaan zat, serta mencakup
paling sedikit dua gejala dari kriteria A pada kriteria diagnosis skizofrenia.
Awal munculnya skizofrenia dapat terjadi setelah melewati suatu periode
10
Perilaku Kekerasan
Isolasi sosial: menarik diri
Perubahan persepsi sensori: Halusinasi
Kegagalan perpisahan/kehilangan
Koping keluarga/individu tidak efektif
Penampilan diri terganggu
Defisit perawatan diri
Kemauan menurun
Harga diri rendah
Faktor predisposisi dan presipitasi
yang sangat panjang, yaitu ketika seorang individu mulai menarik diri
secara sosial dari lingkungannya
2. Fase aktif gejala
Fase aktif gejala ditandai dengan munculnya gejala-gejala skizofrenia
secara jelas. Sebagian besar penderita gangguan skizofrenia memiliki
kelainan pada kemampuannya untuk melihat realitas. Sebagai akibatnya
episode psikosis dapat ditandai oleh adanya kesenjangan yang semakin
besar antara individu dengan lingkungan sosialnya
3. Fase residual
Fase residual terjadi setelah fase aktif gejala paling sedikit terdapat dua
gejala dari kriteria A pada kriteria diagnosis skizofrenia yang bersifat
mentap dan tidak disebabkan oleh gangguan afek atau gangguan
penggunaan zat. Dalam perjalanan gangguannya beberapa pasien
skizofrenia mengalami kekambuhan hingga lebih dari lima kali. Oleh
karena itu, tantangan terapi saat ini adalah untuk mengurangi dan
mencegah terjadinya kekambuhan.
11
G. Faktor-Faktor Penyebab Schizofrenia
1. Faktor Keturunan
Dari hasil penelitian dibuktikan mengenai prosentasi angka kesakitan pada
keluarga Schizofrenia.
a. Saudara tiri : 0.9-1.8%
b.Saudara kandung : 7-15%
c. Bagi anak yang salah satu orang tuanya menderita Schizofrenia: 7-15%
d.Bila kedua orang tuanya menderita Schizofrenia : 40-60%
e. Bayi kembar dua telur : 2-15%
f. Bayi kembar satu telur : 61-86%
2. Faktor Endokrin
Teori ini dikemukakan berhubungan dengan angka kejadian Schizofrenia
yang sering pada waktu pubertas, kehamilan ataupun purperium dan fase
klimakterium.
3. Faktor Metabolisme
Apa pendapat yang mengatakan bahwa Schizofrenia disebabkan oleh suatu
gangguan proses metabolisme. Hal ini atas dasar keadaan penderita
Schizofrenia yang tampak pucat, lemah dan ujung extremitasnya agak
cyanosis, nafsu makan berkurang, berat badan yang menurun. Dewasa ini
teori metabolisme mendapat perhatian lagi berhubungan dengan telah
dilakukan terhadap pemakian obat halusinogenik dapat menyebabkan gejala
yang mirip dengan gelah Schizofrenia tetapi revesible.
H. Jenis-Jenis Schizofrenia
Tipe skizofrenia dikelompokkan atas lima bagian yaitu:
1. Tipe Paranoid.
2. Tipe Katatonik.
3. Tipe Tak Terperinci atau tak terbedakan.
4. Tipe Disorganisasi.
5. Tipe Residual.
12
I. Penatalaksanaan
Pengobatan pada skizofren sebenarnya tidak ada pengobatan yang
spesifik untuk masing-masing subtipe skizofrenia. Pengobatan hanya dibedakan
berdasarkan gejala apa yang menonjol pada pasien. Adalah beberapa macam
terapi yang dapat dilakukan dirumah sakit jiwa, antara lain:
1. Farmakoterapi
Yaitu terapi dengan pemberian obat-obatan neuroleptika dosis tinggi, seperti
Klorpremazine, stelasin, Artan dll.
Chlorpromazin termasuk obat psikotik tipikal yang mempunyai aktivitas
memblokade dopamin pada reseptor pascasinaptik neuron di otak, terutama di
simtem limbik dan sistem ekstrapiramidal (dopamin D2 reseptor antagonis).
Efek samping dapat berupa sedasi dan inhibisi psikomotor (mengantuk,
kemampuan kognitif menurun), gangguan otonomik (hipotensi,
antikolinergik), ganguan ekstrapiramidal (distonia akut, sindrom Parkinson),
gangguan endokrin (ginekomastia) biasanya pada pemakaian jangka panjang.
Halloperidol untuk menghilangkan gejala psikotik berupa halusinasi.
Trihexaperidil digunakan untuk memperbaiki sosialisasi pada pasien.
2. ECTs Terapi
Terapi jenis ini belum diketahui cara kerjanya secara pasti, namun ada yang
berpendapat bahwa ECT dapat memperpendek lamanya serangan.
3. Terapsi koma insulin
Meskipun pengobatan ini tidak khusus tetapi hasilnya lebih memuaskan,
prosentase kesembuhan lebih besar bila pengobatan dimulai dalam waktu 6
bulan sesudah penderita jatuh sakit.
4. Psikoterapi
Yang dimaksud disini adalah psikoterapi suportif individual atau kelompok
serta bimbingan yang praktis dengan maksud untuk mengembalikan klien
ketengah masyarakat.
5. Okupasi terapi
Yaitu terapi yang bertujuan untuk meningkatkan produktivitas klien,
mengurangi ketidak normalan atau meningkatkan derajat kesehatan.
13
6. Terapi lain
Misalnya terapi psikomotor, terapi rekreasi, terapi tingkah laku, terapi
keluarga, terapi agama dll. Yang kesemuanya itu mempunyai efek terapi yang
dapat memperbaiki tingkah laku klien.
7. Rehabilitasi
Yaitu suatu fungsi refungsional dan pengembangan bagi klien gangguan jiwa
agar mampu melaksanakan fungsi sosialnya secara wajar dan optimal dalam
kehidupan ditengah-tengah masyarakat.
Inti terapi skizofrenia adalah medikasi antipsikotik. Namun penelitian
menemukan bahwa intervensi psikisosial dapat memperkuat perbaikan klinis
karena skizofrenia termasuk kategori penyakit otak, tidak hanya kelainan
psikologikal. Modalitas psikososial harus diintegrasikan secara cermat ke dalam
regimen terapi obat dan harus mendukung regimen tersebut. Sebagian besar
pasien skizofrenia mendapatkan manfaat dari pemakaian kombinasi pengobatan
antipsikotik dan psikososial. Penelitian mengindikasikan terapi kombinasi lebih
baik untuk mencegah kekambuhan dari pada pengobatan yang hanya
menggunakan satu jenis terapi (pengunaan obat, pemantauan, dan program
rehabilitasi).
Terapi kombinasi (Integrated Approach) dalam menagani pasien
skizofrenia antara lain:
1. Memotivasi untuk meningkatkan semangat agar pasien tetap pada
pendiriannya untuk berubah.
2. Menggunakan obat antipsikotik (atipikal atau tipikal) dengan pengawasan.
3. Rehabilitasi berbasis pada lingkungan dan latihan ketrampilan sosial.
4. Psikoterapi keluarga.
5. Terapi kognitif dan perilaku untuk mengurangi waham dan halusinasi.
14
2. SCHIZOFRENIA TAK TERINCI
A. Definisi
Skizofrenia tak terinci (undifferentiated) adalah skizofrenia dengan
adanya gambaran simtom fase aktif tetapi tidak sesuai dengan kriteria untuk
skizofrenia katatonik, disorganized atau paranoid. Atau semua kriteria untuk
skizofrenia katatonik, disorganized dan paranoid terpenuhi.
Skizofrenia Tak Terinci adalah suatu tipe yang seringkali dijumpai pada
skizofrenia. Pasien yang jelas skizofrenik tidak dapat dengan mudah dimasukkan
ke dalam salah satu tipe dimasukkan dalam tipe ini.
Menurut Arif schizophrenia tak terinci merupakan sejenis schizophrenia
dimana gejala-gejala yang muncul sulit untuk digolongkan pada tipe
schizophrenia tertentu. Schizophrenia tak terinci dikarakteristik dengan perilaku
yang disorganisasi dan gejala- gejala psikosis yang mungkin memenuhi lebih dari
satu tipe/ kelompok kriteria, klien schizophrenia tak terinci merupakan gangguan
jiwa yang memenuhi kriteria umum schizophrenia tetapi tidak memenuhi kriteria
untuk memenuhi kriteria residual atau depresi pasca schizophrenia. Schizophrenia
tak terinci (undifferentiated) didiagnosis dengan memenuhi kriteria umum untuk
diagnosa schizophrenia, tidak memenuhi kriteria untuk schizophrenia paranoid,
hebefrenik, katatonik dan tidak memenuhi kriteria untuk schizophrenia tidak
terinci atau depresi pasca schizophrenia.
B. Tanda dan Gejala
Skizofrenia tak terinci umumnya ditandai oleh penyimpangan yang
fundamental dan karakteristik dari persepsi serta efek yang tak wajar, kesadaran
yang jernih dan kemauan yang intetelektual biasanya tetap terpilihara walaupun
kemunduran kongitif tertentu dapat berkembang.
Klien dengan skizofrenia paling sedikit dua gejala dibawah ini yang terus
ada secara jelas yaitu:
1. Halusinasi yang menetap yang disertai dengan waham yang mengembang.
2. Arus pikir yang terputus (break) atau yang mengalami sisipan
3. Perilaku katatonik seperti gaduh dan gelisah
15
4. Gejala-gejala seperti sikap apatis, bicara yang jarang dan cenderung menarik
diri.
C. Kriteria Diagnostik
PPDGJ III mengklasifikasikan pasien sebagai tipe tidak terinci dengan
kriteria diagnostic, yaitu:
1. Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia
2. Tidak memenuhi kriteria untuk diagnosis skizofrenia paranoid, hebefrenik,
atau katatonik.
3. Tidak memenuhi kriteria untuk skizofrenia residual atau depresi pasca
skizofrenia.
Kriteria diagnostic menurut DSM-IV yaitu:
Suatu tipe skizofrenia di mana ditemukan gejala yang memenuhi kriteria A tetapi
tidak memenuhi kriteria untuk tipe paranoid, terdisorganisasi atau katatonik.
Kriteria Diagnostik A:
a. Gejala karakteristik: dua atau lebih berikut, masing – masing ditemukan
untuk bagian waktu yang bermakna selama periode 1 bulan (atau kurang
jika diobati dengan berhasil):
b. Waham
c. Halusinasi
d. Bicara terdisorganisasi (misalnya sering menyimpang atau inkoheren)
e. Perilaku terdisorganisasi atau katatonik yang jelas
f. Gejala negative yaitu, pendataran afektif, alogia atau tidak ada
kemauan(avolition)
Catatan: hanya satu gejala kriteria A yang diperlukan jika waham adalah kacau
atau halusinasi terdiri dari suara yang terus menerus mengkomentari perilaku atau
pikiran pasien, atau dua atau lebih suara yang saling bercakap satu sama lainnya.
D. Penatalaksanaan
Pada skizofrenia tak terinci, gejala ”positif” lebih menonjol, maka
pengobatan yang disarankan kepada pasien obat-obat antipsikotik golongan tipikal
16
yang dapat memblokade dopamin pada reseptor pascasinaptik neuron di otak.
Contohnya, Chlorpromazin.
17
BAB. III
TINJAUAN KASUS
ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PADA TN. B DENGAN SKIZOPRENIA TAK
TERINCI DI RUANG HUDOWO RSUD AMINO GONDOHUTOMO
SEMARANG
A. PENGKAJIAN 1. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. B
Umur : 36 tahun
Jenis Kelamin : Laki - laki
Agama : Islam
Alamat :Desa Pasir, Rt 04, Demak
Pendidikan : SMP
Pekerjaan : Swasta
Tgl. Masuk RS : 18 Februari 2016
Tgl Pengkajian : 20 Februari 2016
Dx. Medis : Skizofrenia Tak Terinci
No. CM : C 987656
2. ALASAN MASUK
Pasien dibawa oleh adiknya dan polisi dari rumahnya di Demak ke RSJ Semarang
karena pasien mengamuk, gaduh gelisah dan sering berbicara sendiri.
3. FAKTOR PREDISPOSISI DAN PRESIPITASI
a. Faktor Predisposisi
Pasien mengatakan dibawa ke IGD RSJ Semarang oleh adiknya
keluarganya 3 hari yang lalu. Saat ditanya identitas pasien menjawab dengan
Tn. B, usia 36 tahun, alamat di Desa Pasir, Demak. Dan mempunyai anak yang
masih sekolah dibangku SD. Saat ditanya alasan masuk rumah sakit, pasien
mengatakan tidak tahu. Pasien mengaku dibangunkan adiknya saat tidur untuk
dibawa ke suatu tempat, yang ternyata RSJ Semarang. Saat ini, pasien merasa
18
senang, karena dapat bertemu dengan istrinya yang bernama Lina Verniawati
yang menjelma dalam tubuh dr. Andri. Pasien mengaku sangat mencintai
istrinya. Dan merasa istrinya mencintainya juga. Sehingga, walaupun diri
pasien sedang dirawat, istrinya juga masih mengunjunginya. Pasien mengaku
tidak memiliki musuh di desanya, namun pasien merasa jengkel terhadap
seseorang berinisial AI yang merupakan teman masa kecilnya. Karena AI
sering mengajak istrinya untuk pergi ke luar, dan ada yang suara yang
membisiki klien bahwa orang tersebut akan merebut istrinya. walaupun pasien
mengaku masih percaya terhadap Lina dan menyangkal adanya perselingkuhan.
b. Faktor Presipitasi
Pasien mengaku tidak pernah marah-marah dan mengamuk, pasien
merasa dapat menahan emosinya karena menurutnya setiap orang harus
diperlakukan secara baik. Tetapi ada tetangganya yang bersikap kelewatan,
Tetangga pasien tinggal di rumah yang besar, sedangkan pasien tinggal
dirumah yang lebih kecil yang merupakan warisan dari neneknya. Tetangga
pasien merupakan pengusaha rongsokan yang sukses. Seringkali tetangga
pasien menempatkan barang dagangannya di rumah pasien. Klien sering
mendengar suara ejekan dari tetangganya tersebut sehingga pasien merasa
marah .
Klien nampak putus asa, Menurut klien barang dagangan tetangganya
seharusnya ditempatkan di rumahnya sendiri karena rumahnya lebih besar dan
lebih luang. Beberapa kali pasien sudah mencoba untuk memperingatkan,
namun tetangganya tidak menggubrisnya sehingga pasien merasa marah.
Ketika marah, pasien mengaku tidak mengamuk, hanya mengembalikan barang
- barang rongsokan tadi ke rumah tetangganya. Hal yang memotivasi pasien
untuk berbuat demikian adalah pesan khusus dari almarhumah nenek pasien
yang berpesan pada pasien untuk menjaga baik- baik rumah nenek pasien.
Pasien mengaku ibu, kakek dan nenek pasien yang sudah meninggal masih
sering mengunjunginya baik di rumah maupun di RSJ. Meskipun mereka sudah
meninggal tetapi pasien meyakini arwahnya lah yang datang mengunjungi
pasien. Sedangkan ibu pasien masih hidup, sehingga hanya sukma saja yang
19
II -------------------------
III -------
datang. Pasien mengaku dapat melihat dan berkomunikasi dengan mereka,
namun menolak ketika diminta menunjukkan keberadaan mereka. Pasien
mengaku mereka tidak pernah berkomentar aneh, namun sering meminta pasien
untuk berbuat baik kepada sesama penghuni bangsal. Pasien mengaku beberapa
roh halus sering menarik pikirannya, namun pasien tidak memiliki daya untuk
menolak. Pasien mengatakan akan selalu ikhlas jika pikirannya ditarik.
4. FISIK TTV, TB, BB, KELUHAN FISIK.
a. Kesadaran
Kesadaran klien composmentis (E4M5V6)
b. Tanda-tanda vital
1. Tekanan darah : 110/80 mmHg
2. Frekuensi nadi : 86 x/ menit
3. Frekuensi nafas : 18 x/ menit
4. Suhu : 36 0C
c. Data Antropometri
TB : 165 cm
BB : 65 kg
IMT : BB (kg )
1,652 (m )= 65
1,652=18,36 kg/m2
d. Keluhan Fisik
Klien mengatakan kepalanya pusing.
5. PSIKOSOSIAL
a. Genogram
20
tn. B. (36 th)
I --------------------------
Keterangan :
: Laki-laki/Perempuan meninggal
: Laki-laki
: Perempuan
: Menikah
: Anak
: Tinggal satu rumah
: Hubungan komunikasi paling dekat
: Pasien
b. Konsep diri
Gambaran diri
Klien mengatakan bahwa dirinya biasa saja, tidak ganteng juga tidak jelek.
Bagian tubuh yang paling klien sukai adalah tangannya.
Identitas diri
Klien mengatakan bahwa dia beragama islam. Sudah menikah untuk dan
memiliki seorang anak dari pernikahannya. Klien dapat menjelaskan
dimana tempat tinggalnya.
Peran
Klien mengatakan bahwa dia adalah seorang ayah dan sekaligus seorang
suami yang sangat menyayangi istrinya. Klien menyadari ekonomi
keluarganya masih lemah, klien bekerja sebagai buruh bangunan dan
serabutan tidak menetap dengan satu pekerjaan.
Ideal diri
Klien mengatakan ingin ekonomi keluarganya lebih baik sehingga bisa
membahagiakan istri dan anaknya. Klien ingin memiliki rumah yang besar
dan kendaraan pribadi dan tabungan agar bisa seperti orang lain pada
umumnya yang bisa mengajak keluarganya jalan-jalan.
Harga diri
21
Klien mengatakan terkadang malu dengan tetangganya yang memiliki usaha
rongsokan yang maju. Klien merasa sekarang dijauhi karena dianggap
membahayakan masyarakat. Klien juga malu jika nanti pulang tetangganya
akan mengetahui dia dirawat di rumah sakit jiwa.
c. Hubungan sosial
Orang yang berarti
Klien mengatakan dahulu ketika kakek nenek dan ibunya masih hidup,
klien sangat dekat dengan mereka, terlebih dengan neneknya. Setelah
semua orang yang dekat dengannya meninggal, klien mengatakan istri dan
anaknya lah yang membuatnya semangat untuk menjalani hidup.
Peran serta dalam kegiatan kelompok/ masyarakat di rumah dan di RS
Di Rumah
Klien bekerja sebagai buruh bangunan dan serabutan. Klien juga
mengikuti kegiatan poskamling di desanya.
Di Rumah Sakit
Klien bisa menjaga peralatan pribadi miliknya sendiri. Klien bersedia
mengikuti semua kegiatan yang dijadwalkan Rumah Sakit seperti
senam, pemeriksaan kesehatan, minum obat secara rutin dan melakukan
kebersihan diri.
Hambatan dalam berhubungan dengan orang lain
Klien adalah termasuk tipe pendiam dan jarang berkumpul dengan klien
lain di RS. Klien mengatakan merasa lebih senang menyendiri karena sudah
ada arwah dari keluarganya yang menemaninya. Klien mengatakan
semenjak ada yang ingin merebut istrinya klien mulai tidak menyukai
teman masa kecilnya itu, klien mulai tidak percaya kepada orang lain. Dan
membenci tetangganya yang selalu ingin pamer kekayaan dan menghina
kehidupannya. Klien mengaku kehilangan sebagian memorinya ketika
dibawa ke rumah sakit ini. Klien merasa masih tidak bisa menerima
kenyataan bahwa rumahnya dijadikan penampungan usaha orang lain dan
tidak percaya kepada teman masa kecilnya yang ingin merebut istrinya.
d. Spiritual
Nilai dan keyakinan
22
Klien mengatakan beragama islam. Klien menganggap sakit yang dialami
saat ini adalah ujian dari Tuhan. klien merasa sedih karena berpisah dengan
istri dan anaknya. Klien menyadari bahwa klien dirawat di RS ini karena
mengalami sedikit stress. Klien yakin bahwa dirinya tidak mengalami
gangguan jiwa yang parah tetapi hanya sedikit stress.
Kegiatan ibadah
Klien mengatakan ketika dirumah klien selalu shalat 5 waktu. Namun
setelah di RS klien mengaku sholatnya bolong-bolong.
6. STATUS MENTAL
a. Penampilan dan Sikap
Laki-laki, sesuai umur, perawatan diri cukup, pakaian yang digunakan sesuai.
Penampilan dan wajah klien sesuai dengan usianya. Tidak terlihat lebih tua dari
usia klien. Klien menunjukkan sikap bersahabat, tidak ada sikap bermusuhan
dengan pemeriksa.
b. Pembicaraan
Pembicaraan klien mudah dimengerti. Arah pembicaraan sering melebar namun
bisa dikontrol. Klien berespon normal terhadap petunjuk dari pemeriksa,
volume cukup, intonasi dan artikulasi jelas
c. Aktifitas motorik
Ketika berbincang-bincang dengan perawat, pandangan klien tidak terarah pada
satu tititk. kontak mata kurang. Klien sering menunjukkan ekspresi jengkel
dengan seseorang dan mulai menggumam tidak jelas bila arah pembicaraan
tidak dikontrol/diarahkan.
d. Alam perasaan
Klien tampak sedih dan murung. Klien ingin segera pulang. Klien nampak
putus asa saat menceritakan keadaannya sekarang.
e. Afek
Berkurangnya intensitas nada perasaan yang kadarnya tidak begitu parah.
f. Interaksi
23
Klien tampak kooperatif saat berbicara dengan perawat. Klien mampu
menjawab semua pertanyaan perawat dengan baik. Klien belum mampu
menjaga kontak mata lebih lama selama berinteraksi dengan perawat.
g. Persepsi
klien mengatakan sering mendengar suara bisikan ada yang ingin merebut
istrinya dan suara tetangga yang selalu mengejek perekonomiannya. Klien juga
sering di datangi arwah ibunya dan arwah kakek neneknya selama dirumah dan
di rumah sakit.
h. Proses fikir
Klien terkadang mengalami blocking dimana klien belum bisa mengingat
kejadian sesaat sebelum klien di bawa ke RS.
i. Isi fikir
Klien berfikir ada orang yang ingin ingin merebut istrinya. Dan Klien merasa
tetangga yang sudah sukses usahanya ingin pamer kekayaan dan menghina
dirinya.
j. Waham
Klien diduga mengalami waham curiga di mana klien merasa ada orang jahat
yang ingin merebut istri dan menganggu kebahagiaan keluarganya. Klien juga
mengaku merasa tetangganya selalu ingin memamerkan kekayaan dan
menghina kehidupannya yang miskin. Dengan dibawanya klien ke RS ini, klien
merasa keluarganya tidak menyayanginya. Klien merasa ibu dan kakek
neneknya masih hidup dan sering mengunjungi klien di RS.
k. Tingkat Kesadaran
Tingkat kesadaran composmentis. Orientasi klien terhadap waktu, tempat dan
orang jelas. Klien mengetahui saat ini berada di RS dan pengkajian dilakukan
pagi hari.
l. Memori
Memori jangka pendek
Klien hanya tidak bisa mengingat kejadian secara pasti sesaat sebelum
dibawa klien dibawa ke RS. Klien mampu mengingat kejadian yang baru
terjadi seperti jenis makanan yang klien makan tadi pagi dan kemarin.
24
Memori jangka menengah
Klien dapat mengingat penghasilan rata-rata yang didapat setiap bulan.
Klien juga dapat mengingat anaknya masih sekolah dibangku SD.
Memori jangka panjang
Memori klien cukup baik. Klien mampu mengingat kejadian masa lalu
klien. Klien mampu menceritakan kejadian masa lalu yang tidak
menyenangkan dan juga kejadian yang menyenangkan. Akan tetapi
terkadang bicaranya kacau.
m. Tingkat konsentrasi dan berhitung
Tingkat konsentrasi klien baik. Klien mampu berkonsentrasi serta berhitung
sederhana dengan benar, namun sering mengalihkan pembicaraan.
n. Kemampuan penilaian
Klien mampu mengambil keputusan sederhana, seperti klien bisa
membersihkan tempat tidurnya sendiri dan membersihkan peralatan makan
minumnya sendiri dan bisa mengenali peralatan pribadi yang dibawakan
istrinya.
o. Daya tilik diri
Klien mengatakan klien mengalami sedikit stress sehingga dibawa kesini. Klien
meyakini bahwa klien tidak mengalami gangguan jiwa yang parah.
7. KEBUTUHAN PERSIAPAN PULANG
a. Makan
Klien mampu makan dan minum secara mandiri. Klien mampu menggunakan
alat makan dengan benar, menghabiskan sertiap porsi makanan yang
disediakan.
b. BAB/ BAK
Klien mampu memenuhi kebutuhan BAB dan BAK secara mandiri. Klien BAB
dan BAK di kamar mandi.
c. Mandi
Klien mampu memenuhi kebutuhan personal hygiene secara mandiri. Klien
menggosok gigi dua kali sehari dan mandi dua kali sehari dengan menggunakan
sabun, shampoo dan air.
25
d. Berpakaian/ berhias
Klien mampu berpakaian secara mandiri.
e. Istirahat dan tidur
Klien mengatakan tidur siang + 2 jam, tidur malam + 8 jam, aktivitas sebelum
tidur berdoa, klien tidak kesulitan untuk memulai tidur dan tidak sering
terbangun di malam hari.
f. Penggunaan obat
Klien mengkonsumsi obat chlorpromazine 50 mg- 0 – 100 mg. Efek samping
dari pengkonsumsian tersebut klien menjadi sering pusing, mengantuk, lesu.
Perhatikan dan awasi klien dalam mengonsumsi obat dan persiapkan pengawas
minum obat (PMO) dengan baik.
g. Pemeliharaan kesehatan
Usahakan klien minum obat secara teratur. Jika klien mengalami tanda-tanda
kekambuhan seperti gelisah berlebih, marah-marah tanpa sebab, segera bawa
klien ke RSJD atau hubungi tenaga kesehatan terdekat.
h. Kegiatan di dalam rumah
Klien mampu makan dan minum secara mandiri. Klien mampu mandi sehari 2
kali secara mandiri. Dan menjalankan ibadah sholat 5 waktu dengan waktu
yang sesuai. Klien dapat melanjutkan kegiatannya sebagai buruh bangunan
dirumah dan kadang serabutan.
i. Kegiatan di luar rumah
Klien mampu bersosialisasi kembali dengan tetangga lainnya dan klien bisa
mengikuti kegiatan yang ada di desanya.
8. MEKANISME KOPING
Mekanisme koping yang dilakukan klien adalah mekanisme maladaptif. Klien
mengatakan jika ada masalah lebih sering memendamnya sendiri.
9. MASALAH PSIKOSOSIAL DAN LINGKUNGAN
Klien tidak mengalami masalah dengan lingkungan disekitarnya. Namun semenjak
mengalami gangguan jiwa klien tidak mau bergaul lagi dan memilih berdiam diri
26
dirumah karena bila keluar merasa di ejek. Hubungan sosial dengan anggota
keluarga yang lain baik.
10. PENGETAHUAN KURANG TENTANG :
Klien mengatakan belum mengetahui gangguan jiwa, sistem pendukung
lingkungan, faktor pencetus, obat-obatan serta koping yang adaptif ketika
masalahnya timbul.
11. ANALISA DATA
NO DATA MASALAH
1 DS ;
- klien mengatakan jengkel pada temannya
karena ingin merebut istrinya
- klien mengatakan tidak suka dan marah dengan
tetangganya yang menaruh barang dirumahnya
DO ;
- ekspresi nampak marah dan mudah tersinggung
saat menceritakan tetangga dan teman masa
kecilnya
Resiko perilaku kekerasan
terhadap orang lain
2 DS ;
- Klien mengatakan ada suara yang membisiki
klien bahwa ada yang ingin merebut istrinya
- Klien mengatakan mendengar suara – suara
ejekan tetangga
- klien mengatakan mendengar Suara neneknya
untuk selalu menjaga rumah warisannya
DO;
- Klien menolak ketika diminta menunjukkan
keberadaan arwah keluarga yang meninggal.
- Arah pembicaraan kadang ngelantur bila tidak
Perubahan persepsi sensori ;
halusinasi pendengaran
27
diarahkan kembali
- Bicara sendiri tetapi tidak focus masalahnya
3 DS;
- Klien mengatakan tidak percaya orang lain .
- Klien mengatakan jika ada masalah lebih
sering memendamnya sendiri
- Klien mengatakan tidak mau bergaul lagi dan
memilih berdiam diri dirumah karena bila
keluar merasa di ejek
DO;
- Klien nampak sedih dan murung
- Klien nampak putus asa
- Klien lebih suka menyendiri dan tidak mau
bergabung dengan klien lainnya
Isolasi sosial ; menarik diri
4 DS ;
- Klien mengatakan dapat melihat dan
berkomunikasi dengan arwah keluarga yang
sudah meninggal
- Klien mengatakan ibu, kakek dan nenek pasien
yang sudah meninggal masih sering
mengunjunginya baik di rumah maupun di RS.
- Pasien mengatakan beberapa roh halus sering
menarik pikirannya,
- Pasien mengatakan akan selalu ikhlas jika
pikirannya ditarik
DO ;
- Klien menolak ketika diminta menunjukkan
keberadaan arwah keluarga yang meninggal.
- Suka bicara sendiri dan tidak jelas
Perubahan persepsi sensori ;
halusinasi penglihatan
5 DS ; Harga diri rendah
28
- Klien mengatakan malu jika nanti pulang
tetangganya akan mengetahui dia dirawat di
rumah sakit jiwa
- Klien mengatakan kadang malu karena
tetangga punya usaha dan rumah yang besar
sedangkan dia hanya pekerja buruh dan
mempunyai rumah kecil.
DO;
- Klien nampak sedih dan murung
- Klien nampak putus asa
12. ASPEK MEDIK
Diagnosa Medik : Skizoprenia Tak Terinci
Terapi Medik : Chlorpromazine 50 mg-0-100 mg
13. DAFTAR MASALAH KEPERAWATAN
a. Halusinasi pendengaran, penglihatan
b. Isolasi sosial
c. Resiko perilaku kekerasan
d. Harga diri rendah
14. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan halusinasi pendengaran,
penglihatan
b. Isolasi sosial ; menarik diri berhubungan dengan mekanisme koping tidak
efektif
c. Resiko perilaku kekerasan terhadap orang lain berhubungan dengan
halusinasi
d. Harga diri rendah
B. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
29
No Tanggal/Jam
Diagnosa Keperawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil
Intervensi
1. 20 Feb 2016 jam 10.00
Gangguan sensori persepsi : halusinasi pendengaran, penglihatan
Tujuan : Klien :1. Pasien
mengenali halusinasi yang dialami
2. Pasien dapat mengontrol halusinasinya
3. Pasien mengikuti program pengobatan secara optimal
Keluarga :1. Dapat
terlibat dalam perawatan klien baik di rumah sakit maupun di rumah
2. Dapat menjadi sistem pendukung yang efektif untuk pasien.
Klien :1. Bantu klien mengenali halusinasi2. Jelaskan cara mengontrol
halusinasi3. Ajarkan klien mengontrol
halusinasi dengan cara pertama : menghardik
4. Evaluasi klien cara mengontrol halusinasi dengan cara menghardik
5. Latih klien mengontrol halusinasi dengan cara kedua : bercakap-cakap dengan orang lain
6. Evaluasi klien cara mengontrol halusinasi dengan cara menghardik dan bercakap-cakap
7. Latih klien mengontrol halusinasi dengan cara ketiga : melaksanakan aktivitas terjadwal
8. Latih klien mengkonsumsi obat secara teratur
Keluarga :1. Beri pendidikan kesehatan tentang
halusinasi, jenis halusinasi yang dialami klien, tanda dan gejala, proses terjadinya halusinasi dan cara merawat klien dengan halusinasi
2. Latih keluarga praktik merawat klien langsung dihadapan klien
3. Buat perencanaan pulang dengan keluarga
4. Beri pendidikan kesehatan pada klien dan keluarganya tentang manfaat, dosis dan efek samping obat
5. Latih dan damping klien mengkonsumsi obat secara teratur
2. 20 Febr 2016 jam 10.00
Isolasi sosial Tujuan : klien mampu :
1. Membina hubungan saling percaya
Klien :1. Bina hubungan saling percaya2. Bantu klien mengenal menyebab
isolasi social3. Bantu klien mengenal keuntungan
berhubungan dengan orang lain
30
2. Menyadari penyebab isolasi social
3. Berinteraksi dengan orang lain
Tujuan keluarga :Keluarga mampu merawat klien dengan isolasi sosial
4. Bantu klien mengenal kerugian tidak berhubungan dengan orang lain
5. Bantu klien untuk berinteraksi dengan orang lain secara bertahap
Keluarga :
1. Diskusikan masalah yang dirasakn keluarga dalam merawat klien
2. Jelaskan tentang isolasi social3. Peragakan cara merawat klien
dengan isolasi social4. Bantu keluarga mempraktekkan
cara merawat yang telah dipelajari5. Susun perencanaan pulang
bersama keluarga3. 20 Febr
2016 jam 10.00
Resiko perilaku kekerasan terhadap orang lain
Tujuan Umum :Klien tidak mencederai diri sendiri, orang lain, dan lingkunganTujuan khusus :1. Klien dapat
mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan
2. Klien dapat mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan
3. Klien dapat menyebutkan jenis perilaku kekerasan yang pernah dilakukan
4. Klien dapat menyebutkan akibat dari perilaku kekerasan yang dilakukannya
Klien :1. Bina hubungan saling percaya2. Diskusikan bersama klien
penyebab perilaku kekerasan saat ini dan yang lalu
3. Diskusikan perasaan klien jika terjadi penyebab perilaku kekerasan
4. Diskusikan bersama klien perilaku kekerasan yang biasa dilakukan saat marah
5. Diskusikan bersama klien akibat perilakunya
6. Diskusikan bersama pasien cara mengontrol perilaku kekerasan
7. Latih pasien mengontrol perilaku kekerasan secara fisik
8. Latih pasien mengontrol perilaku kekerasan secara social/verbal
9. Latih mengontrol perilaku kekerasan secara spiritual
10. Latih mengontrol perilaku kekerasan dengan patuh minum obat
11. Ikut sertakan klien dalam terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi mengontrol perilaku kekerasan
31
5. Klien dapat menyebutkan cara mencegah/mengontrol perilaku kekerasannya
6. Klien dapat mencegah/mengontrol perilaku kekerasannya secara fisik, spiritual, social, dan dengan terapi psikofarmaka
Tujuan untuk keluarga :Keluarga dapat merawat klien di rumah
Keluarga :1. Diskusikan masalah yang
dihadapi dalam merawat klien2. Diskusikan tentang perilaku
kekerasan3. Diskusikan bersama keluarga
kondisi klien yang perlu segera dilaporkan kepada perawat
4. Latih keluarga merawat klien dengan perilaku kekerasan
5. Buat perencanaan pilang bersama keluarga
4. 20 Febr 2016 jam 10.00
Harga diri rendah
Tujuan pada klien :1. Klien dapat
mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
2. Klien dapat menilai kemampuan yang dapat digunakan
3. Klien dapat menetapkan/memilih kegiatan yang sesuai kemampuan
4. Klien dapat
Klien :Identifikasi kemampuan dan aspek positif yang masih dimiliki pasien.1. Diskusikan sejumlah kemampuan
dan aspek positif yang dimiliki klien
2. Beri pujian yang realistic3. Hindari penilaian negative
terhadap klienBantu pasien menilai kemampuan yang dapat digunakan.1. Diskusikan dengan klien
kemampuan yang masih dapat digunakan saat ini
2. Beri klien untuk menyebutkannya3. Beri penguatan terhadap
32
melatih kegiatan yang sudah dipilih, sesuai kemampuan
5. Klien dapat menyusun jadwal untuk melakukan kegiatan yang sudah dipilih
Tujuan pada keluarga :1. Membantu klien
mengidentifikasi akan kemampuan yang dimiliki
2. Memfasilitasi pelaksanaan kemampuan yang masih dimiliki klien
3. Memotivasi klien untuk melakukan kegiatan yang sudah dilatih dan
kemampuan diri yang diungkapkan klien
4. Perlihatkan respon yang kondusif5. Jadi pendengar yang aktifBantu pasien memilik/menetapkan kemampuan yang akan dilatih.1. Diskusikan dengan klien kegiatan
yang dapat dilakukan dan dipilih2. Bantu klien menetapkan kegiatan
mana yang dapat dilakukan secara mandiri, atau dengan bantuan
Latih kemampuan yang dipilih klien.1. Diskusikan dengan klien untuk
melatih kemampuan yang dipilih2. Bersama klien memperagakan
kegiatan yang ditetapkan3. Beri dukungan dan pujian pada
setiap kegiatan yang dapat dilakukan klien
Bantu menyusun jadwal pelaksanaan kemampuan yang dilatih.1. Beri kesempatan klien untuk
mencoba kegiatan yang telah dilatihkan
2. Beri pujian atas kegiatan yang dapat dilakukan klien setiap hari
3. Susun jadwal untuk melaksanakan kegiatan yang telah dilatih.
Keluarga :1. Diskusikan masalah yang
dihadapi keluarga dalam merawat klien
2. Jelaskan kepada keluarga tentang harga diri rendah rendah yang ada pada klien
3. Diskusikan dengan keluarga kemampuan yang dimiliki klien dan memuji klien atas kemampuannya
4. Jelaskan cara-cara merawat klien dengan harga diri rendah
5. Demonstrasikan cara merawat klien dengan harga diri rendah
6. Beri kesempatan pada keluarga untuk mendemonstrasikan cara
33
memberikan pujian atas keberhasilan klien
4. Mampu menilai perkembangan perubahan kemampuan klien
merawat klien7. Bantu keluarga menyusun rencana
kegiatan klien di rumah
C. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
No
Tanggal/Jam
Diagnosa Keperawatan
Implementasi
1. 20 Feb 2016 jam 10.00
Gangguan sensori persepsi : halusinasi pendengaran, penglihatan
Klien :1. Melakukan BHSP2. Membantu klien mengenali halusinasi3. Menjelaskan cara mengontrol halusinasi4. Mengajarkan klien mengontrol halusinasi
dengan cara pertama : menghardik5. Mengevaluasi klien cara mengontrol
halusinasi dengan cara menghardik6. Latih klien mengontrol halusinasi dengan
cara kedua : bercakap-cakap dengan orang lain
7. Mengevaluasi klien cara mengontrol halusinasi dengan cara menghardik dan bercakap-cakap
8. Melatih klien mengontrol halusinasi dengan cara ketiga : melaksanakan aktivitas terjadwal
9. Melatih klien mengkonsumsi obat secara teratur
Keluarga :1. Memberikan pendidikan kesehatan tentang
halusinasi, jenis halusinasi yang dialami klien, tanda dan gejala, proses terjadinya halusinasi dan cara merawat klien dengan halusinasi
2. Melatih keluarga praktik merawat klien langsung dihadapan klien
3. Membuat perencanaan pulang dengan keluarga
4. Memberi pendidikan kesehatan pada klien dan keluarganya tentang manfaat, dosis dan efek samping obat
34
5. Melatih dan damping klien mengkonsumsi obat secara teratur
2. 21 Feb 2016 jam 10.00
Isolasi sosial Klien :6. Membina hubungan saling percaya7. Membantu klien mengenal menyebab
isolasi sosial8. Membantu klien mengenal keuntungan
berhubungan dengan orang lain dengan cara mengajak berdiskusi klien
9. Membantu klien mengenal kerugian tidak berhubungan dengan orang lain dengan cara mendiskusikan dengan klien
10. Membantu klien untuk berinteraksi dengan orang lain secara bertahap dengan cara mengajak klien berkenalan dengan salah satu pasien lain dalam satu ruangan
Keluarga :1. Mendiskusikan masalah yang dirasakan
keluarga dalam merawat klien2. Menjelaskan tentang isolasi social seperti
pengertian,penyebab,tanda dan gejala serta cara mengatasinya
3. Memperagakan cara merawat klien dengan isolasi sosial
4. Membantu keluarga mempraktekkan cara merawat yang telah dipelajari
5. Menyusun perencanaan pulang bersama keluarga
3. 22 Feb 2016 jam 10.00
Resiko perilaku kekerasan terhadap orang lain
Klien :1. Membina hubungan saling percaya2. Mendiskusikan bersama klien penyebab
perilaku kekerasan saat ini dan yang lalu3. Mendiskusikan perasaan klien jika terjadi
penyebab perilaku kekerasan4. Mendiskusikan bersama klien perilaku
kekerasan yang biasa dilakukan saat marah5. Mendiskusikan bersama klien akibat
perilakunya6. Mendiskusikan bersama pasien cara
mengontrol perilaku kekerasan7. Melatih pasien mengontrol perilaku
kekerasan secara fisik dengan melakukan olah raga sederhana seperti push up
8. Melatih pasien mengontrol perilaku kekerasan secara sosial/verbal dengan meluapkan kemarahan seperti bernyanyi dengan keras
9. Melatih mengontrol perilaku kekerasan
35
secara spiritual dengan cara berdzikir atau melafalkan surat pendek Al Qur’an
10. Melatih mengontrol perilaku kekerasan dengan patuh minum obat sesuai dosis dan waktu
11. Mengikutsertakan klien dalam terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi mengontrol perilaku kekerasan
Keluarga :1. Mendiskusikan masalah yang dihadapi
dalam merawat klien2. Mendiskusikan tentang perilaku kekerasan
yang belum diketahui oleh keluarga seperti penyebab,tanda dan gejala
3. Mendiskusikan bersama keluarga kondisi klien yang perlu segera dilaporkan kepada perawat
4. Melatih keluarga merawat klien dengan perilaku kekerasan dengan tidak melakukan tindakan memasung pada klien
5. Membuat perencanaan pulang bersama keluarga
4. 23 Feb 2016 jam 10.00
Harga diri rendah Klien :Mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang masih dimiliki pasien.1. Mendiskusikan sejumlah kemampuan dan
aspek positif yang dimiliki klien selama dirawat di RS atau dirumah
2. Memberi pujian yang realistik seperti mengatakan pasien hebat saat pasien dapat menjawab pertanyaan dengan tepat
3. Menghindari penilaian negatife terhadap klien seperti merendahkan kemampuan klien dalam melakukan kegiatan sederhana (perawatan diri : mandi,berpakaian, dll)
Membantu pasien menilai kemampuan yang dapat digunakan.
1. Memberi kesempatan klien untuk menyebutkan kemampuan yang dimiliki
2. Menjadi pendengar yang aktifMembantu pasien memilik/menetapkan kemampuan yang akan dilatih.1. Mendiskusikan dengan klien kegiatan yang
dapat dilakukan dan dipilih2. Membantu klien menetapkan kegiatan
mana yang dapat dilakukan secara mandiri, atau dengan bantuan
36
Melatih kemampuan yang dipilih klien.1. Memperagakan bersama klien kegiatan yang
ditetapkan2. Memberi dukungan dan pujian pada setiap
kegiatan yang dapat dilakukan klienMembantu menyusun jadwal pelaksanaan kemampuan yang dilatih.1. Memberi kesempatan klien untuk mencoba
kegiatan yang telah dilatihkan2. Menyusun jadwal untuk melaksanakan
kegiatan yang telah dilatih.
Keluarga :1. Mendiskusikan masalah yang dihadapi
keluarga dalam merawat klien2. Menjelaskan kepada keluarga tentang harga
diri rendah rendah yang ada pada klien3. Mendiskusikan dengan keluarga
kemampuan yang dimiliki klien dan memuji klien atas kemampuannya
4. Menjelaskan cara-cara merawat klien dengan harga diri rendah
5. Mendemonstrasikan cara merawat klien dengan harga diri rendah dengan memberikan kepercayaan pada klien melakukan kegiatan sederhana dirumah seperti menyapu, menyiram tanaman
6. Memberi kesempatan pada keluarga untuk mendemonstrasikan cara merawat klien
7. Membantu keluarga menyusun rencana kegiatan klien di rumah
D. EVALUASI
No
DX
Tanggal/Jam
Evaluasi
1. 20 Feb 2016 jam 14.00
S : Klien mampu dan mau menyebutkan nama Klien mengatakan sering mendengar bisikan kalau istrinya akan
direbut temannya sendiri Klien mengatakan belum dapat menghilangkan bisiskan itu dari
pikirannyaO :
Nampak klien mencoba memperagakan menghardik diri sendiri
37
bila bisikan itu datang lagi Nampak klien mau mengobrol dengan pasien lain Nampak Klien membantu menyiapkan makan siang diruangan Nampak klien mengkonsumsi obat yang diberikan petugas
kesehatanA : Masalah teratasi sebagian
P : Lanjutkan intervensi agar pasien dapat secara mandiri mengontrol halusinasinya.
2. 21 Feb 2016 jam 14.00
S : Klien menyebutkan namanya kembali Klien mengatakan kadang tidak mau ngobrol dengan pasien lain
karena merasa keluarganya yang telah meninggal menemaninya ngobrol.
Klien menyebutkan keuntungan berhubungan dengan orang lain adalah ada teman yang bisa diajak berdiskusi, dapat saling membantu satu sama lain
Klien menyebutkan kerugian tidak berhubungan dengan orang lain yaitu tidak ada yang membantu kegiatan yang dilakukan, cepat merasa bosan.
O : Nampak klien mengajak berkenalan teman dalam satu ruangannya Nampak ekspresi klien relaks
A : Masalah teratasiP : -
3. 22 Feb 2016 jam 14.00
S : Klien menyebutkan nama dan mengajak berjabat tangan Klien mengatakan penyebab ia berperilaku kekerasan seperti
mengepalkan tangannya bila ingat istrinya mau direbut oleh temannya
Klien mengatakan akan mencoba untuk melakukan olah raga sederhana untuk mengontrol perilaku kekerasan
O : Klien nampak memeragakan cara mengontrol perilaku kekerasan
dengan cara berdzikir Klien nampak meminum obat yang diberikan petugas kesehatan Klien nampak mengikuti kegiatan berkelompok yang diadakan
diruanganA : Masalah teratasi sebagianP : Lanjutkan intervensi untuk mengontrol perilaku kekerasan yang terjadi pada klien.
4. 23 Feb 2016 jam 14.00
S : Klien mengatakan kemampuan yang dapat dia lakukan saat di RS
seperti menyapu, membersihkan / mencabuti rumput dihalaman, membantu menyiapkan makanan untuk teman – teman satu
38
ruangan. Klien mengatakan ingin mencoba kegiatan lain yang diadakan RS
seperti membuat kerajinan sapu lidiO : Nampak klien mencabuti rumput yang berada dihalaman saat
diadakan kegiatan bersih – bersih diruangan Nampak senang saat diberikan pujian atas kegiatan yang dapat
dilakukan Klien nampak antusias untuk melakukan kegiatan lain yang sudah
direncanakan dan dijadwalkan bersamaA : Masalah TeratasiP : -
39
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Skizofrenia adalah merupakan suatu deskripsi sindrom dengan variasi
penyebab dan perjalanan penyakit yang luas, serta sejumlah akibat yang
bergantung pada pertimbangan pengaruh genetik, fisik dan social budaya.
Terdapat beberapa teori penyebab terjadinya skizofrenia namun yang yang
paling utama adalah faktor neurobiologi, faktor psikoedukatif dan faktor social
budaya.
Fase perjalanan skizofrenia terdiri dari 3 fase. Pertama, fase premorbid,
kedua fase prodronal dan ketiga fase psikotik yang terdiri dari fase akut,
stabilisasi dan stabil. Gejala utama skizofrenia terbagi kepada gejala positif,
gejala negative dan gejala psikopatalogi umum. Kriteria diagnostic untuk
mengelompokkan gejala digunakan PPGDJ- III dan DSM-IV. Tipe-tipe
skizofrenia terdiri dari katatonik, paranoid, hebefrenik dan tak terinci.
Skizofrenia tak terinci merupakan suatu tipe yang seringkali dijumpai
pada skizofrenia. Pasien yang jelas skizofrenik tidak dapat dengan mudah
dimasukkan ke dalam salah satu tipe dimasukkan dalam tipe ini. PPDGJ
mengklasifikasikan pasien tersebut sebagai tipe tidak terinci. Kriteria diagnostic
menurut PPDGJ III yaitu memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia, tidak
memenuhi kriteria untuk diagnosis skizofrenia paranoid, hebefrenik, atau
katatonik, tidak memenuhi kriteria untuk skizofrenia residual atau depresi pasca
skizofrenia. Kriteria diagnostic menurut DSM-IV yaitu suatu tipe skizofrenia di
mana ditemukan gejala yang memenuhi kriteria A tetapi tidak memenuhi kriteria
untuk tipe paranoid, terdisorganisasi atau katatonik.
Pengobatan skizofrenia adalah medikasi antipsikotik dan intervensi
terapi psikososial. Kedua – dua pengobatan ini diberikan pada pasien untuk
mendapatkan hasil yang efektif. Jika pasien mempunyai skizofrenia dengan
onset lambat, jelas, faktor pencetus yang jelas, tahu stressor psikososial,
prognosis menjadi baik dengan dilakukan pengobatan. Keberhasilan
penanggulangan skizofrenia agar mencapai hasil yang diharapkan, diper lukan
40
dukungan dari keluarga, baik dalam menciptakan suasana yang tidak
menimbulakan stressor dari segi financial dan melibatkan individu dalam
bersosialisasi.
B. Saran
Sebagai mahasiswa keperawatan, tentu kita juga memiliki andil besar
terhadap masalah gangguan kejiwaan ini. dengan memberikan pemahaman
terhadap masyarakat dan anggota keluarga klien serta tindakan asuhan
keperawatan yang tepat dan berkesinambungan mungkin akan sangat membantu
menurunkan jumlah penderita, juga perlu adanya keterlibatan pemerintah dalam
hal ini dalam kaitannya dengan pencerahan kepada masyarakat tentang
pentingnya perlakuan manusiawi kepada penderita skizofrenia. Saat ini, kita
telah memiliki sebuah undang-undang yang menjamin upaya kesehatan ODGJ
dan ODKM, yaitu UU No. 18 Tahun 2014 Tentang Kesehatan Jiwa, Undang-
undang ini tentu memiliki pengaruh yang cukup signifikan jika benar-benar
diterapkan.
Penderita skizofrenia memang memiliki sebuah realitas sendiri, namun
bukan berarti harus dikucilkan atau dicabut hak hidupnya sebagai manusia.
Bukan saja memberikan obat-obatan melalui resep dari psikiater, namun juga
dukungan sosial terhadap mereka pun menjadi penting dalam menentukan
kesembuhan sang penderita. Dukungan seperti apa yang dibutuhkan oleh
penderita skizofrenia? Tentu motivasi untuk melakukan terapi, menemani ketika
ke dokter, membantu membersihkan rumah tangga dan pribadi. Dan yang
terpenting adalah menghormatinya sebagai manusia yang memiliki hak untuk
hidup. Mari kita hidup berdampingan dan tetap mendukungnya untuk terus
berobat & terapi, walaupun kemungkinan untuk kembali menjadi “normal” itu
sedikit, Salam sejawat.
41
DAFTAR PUSTAKA
Goodman dan Gilman. (2007). Dasar Farmakologi Terapi vol 1. Jakarta: EGC.
Stefan M., Travis M., Murray R.M. (2002). Epidemiology and Risk Factors. In: An
Atlas of Schizophrenia.USA: The Parthenon Publishing Group.
Maslim R. (2001). Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas dari PPDGJ-III.
Arif L.S. (2006). Skizofrenia, memahami dinamika keluarga pasien. Jakarta: Penerbit
Refika Aditama.
FKUI dan WHO. (2006). Model-model praktik keperawatan profesional jiwa (MPKP
jiwa). Jakarta: FKUI.
Sinaga BR. (2007). Skizofrenia dan Diagnosis banding. Jakarta.
Hawari D. (2006). Pendekatan holistik pada gangguan jiwa skizofrenia. Jakarta: Balai
penerbit FKUI.
Isaac A. (2005). Panduan belajar keperawatan kesehatan jiwa dan psikiatrik
(terjemahan), 3th edition. Jakarta: EGC.
Syamsulhadi dan Lumbantobing. (2007). Skizofrenia. Jakarta: FK UI.
Rasmun. (2001). Keperawatan kesehatan mental psikiatri terintegrasi dengan keluarga
untuk perawat dan mahasiswa keperawatan. Jakarta: penerbit CV Sagung
Seto.
Maslim R. Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas dari PPDGJ-III. 2001. p.46-50.
42