SKENARIO E_blok19_L8 Hampir Jadi

45
SKENARIO E BLOK 19 Seorang laki-laki berumur 28 tahun dirujuk ke RSMH Palembang dari RSUD Sekayu sekitar jam 19.00 WIB karena tanpa sengaja dia meminum air di dalam botol akua yang ternyata berisi cairan cuka para sehingga laki-laki tersebut tib-tiba mengerang kesakitan hebat di dada dan kesulitan bicara akibat tertelan cairan cuka para tadi. Pada saat itu, dirumahnya yang berbentuk panggung masih suasana gelap karena lampu mati, os terjatuh 2 meter keluar rumahnya dan kepalanya terbentur bebatuan si luar rumah sesaat setelah tertelan air keras. Selama di dalam mobil ambulan, os tampak kesakitan berat, gelisah, tidak bisa bicara dan kesulitan bernafas walaupun os telah diberikan intravena fluid drip dan oksigen. Sekitar jam 23.00 WIB, os sampai di Ruang Emergensi RSMH Palembang dan diberikan kembali oksigen namun os tampak sangat sesak nfas dengan kesadaran yang menurun. Pada pemeriksaan fisik didapatlah Temperatur 38,5°C, Heart Rate 122x/m, Tekanan darah 160/100 mmHG, Reapiratory Rate 28x/m dan saturasi oksigen 98%. Laki- laki tersebut mengalami disorientasi tempat dan waktu. Pada pemeriksaan fisik organ, tampak ada balutan perban di kepala yang luka akibat terbentur, pupilnya melebar tetapi masih ada refleks cahaya, dan tubuhnya banyak 1

Transcript of SKENARIO E_blok19_L8 Hampir Jadi

Page 1: SKENARIO E_blok19_L8 Hampir Jadi

SKENARIO E BLOK 19

Seorang laki-laki berumur 28 tahun dirujuk ke RSMH Palembang dari RSUD

Sekayu sekitar jam 19.00 WIB karena tanpa sengaja dia meminum air di dalam

botol akua yang ternyata berisi cairan cuka para sehingga laki-laki tersebut tib-tiba

mengerang kesakitan hebat di dada dan kesulitan bicara akibat tertelan cairan cuka

para tadi. Pada saat itu, dirumahnya yang berbentuk panggung masih suasana

gelap karena lampu mati, os terjatuh 2 meter keluar rumahnya dan kepalanya

terbentur bebatuan si luar rumah sesaat setelah tertelan air keras. Selama di dalam

mobil ambulan, os tampak kesakitan berat, gelisah, tidak bisa bicara dan kesulitan

bernafas walaupun os telah diberikan intravena fluid drip dan oksigen. Sekitar jam

23.00 WIB, os sampai di Ruang Emergensi RSMH Palembang dan diberikan

kembali oksigen namun os tampak sangat sesak nfas dengan kesadaran yang

menurun.

Pada pemeriksaan fisik didapatlah Temperatur 38,5°C, Heart Rate 122x/m,

Tekanan darah 160/100 mmHG, Reapiratory Rate 28x/m dan saturasi oksigen

98%. Laki-laki tersebut mengalami disorientasi tempat dan waktu. Pada

pemeriksaan fisik organ, tampak ada balutan perban di kepala yang luka akibat

terbentur, pupilnya melebar tetapi masih ada refleks cahaya, dan tubuhnya banyak

mengeluarkan keringat. Auskultasi dada: tidak dijupai bunyi ronkhi, namun

dijumpai bunyi stridor yang hebat, ritme jantungnya takikardi reguler namun

masih reguler, abdomen dalam batas normal.

I. KLARIFIKASI ISTILAH

A. Cuka para : Asam formiat ( HCOOH)

B. Kesakitan hebat di dada : Rasa nyeri yang berasa ldari organ-organ

yang berada di dalam rongga toraks (paru-paru, jantung, esofagus,dll)

C. Kesulitan bernapas : Hambatan dalam mengungkapkan pikiran

melalui kata-kata yang mempunyai makna, kemungkinan karena ada

gangguan pada pusat yang mengatur suara (pita suara)

D. Sesak nafas :

1

Page 2: SKENARIO E_blok19_L8 Hampir Jadi

E. Saturasi oksigen : ukuran derajat pengikatan oksigen pada

hemoglobin, biasa diukur dengan menggunakan oksimeter, yang

dinyatakan dalam persentase pembagian kandungan oksigen sebenarnya

dengan kapasitas oksigen maksimum dan dikalikan 100

F. Disorientasi tempat : kesalahan persepsi terhadap tempat

G. Refleks cahaya : Stimulasi cahaya yang diarahkan ke mata

H. Ronki : Suara napas tambahan saat inspirasi,

kemungkinan karena ada gangguan pada saluran napas bawah

I. Stridor : Suara napas tambahan karena penyempitan

saluran napas atas, bisa inspirasi/ekspirasi

II. IDENTIFIKASI MASALAH

A. Seorang laki-laki (28 tahun) dirujuk dari RSUD Sekayu karena tanpa

sengaja telah meminum air cuka para sehinggga pasien mengerang

kesakitan hebat di dada dan kesulitan bicara

B. Sesaat setelah terminum cuka para, dimana suasana rumahnya yang gelap,

os terjatuh 2 meter dari rumah panggungnya dan kepalanya terbentur

bebatuan

C. Os dirujuk dari RSUD Sekayu pada pukul 19.00 WIB dan tiba di RSMH

Palembang pada pukul 23.00

D. Selama di dalam mobil ambulan, os tampak kesakitan berat, gelisah, tidak

bisa bicara dan kesulitan bernafas walaupun os telah diberikan intravena

fluid drip dan oksigen.

E. Tiba di UGD os diberi O2 namun RR 28x/menit dengan kesadaran

menurun

F. Pemeriksaan fisik umum:

Temperatur 38,5°C, Heart Rate 122x/m, Tekanan darah 160/100 mmHG,

Reapiratory Rate 28x/m dan saturasi oksigen 98%. Laki-laki tersebut

mengalami disorientasi tempat dan waktu

G. Pemeriksaan fisik organ:

2

Page 3: SKENARIO E_blok19_L8 Hampir Jadi

tampak ada balutan perban di kepala yang luka akibat terbentur, pupilnya

melebar tetapi masih ada refleks cahaya, dan tubuhnya banyak

mengeluarkan keringat. Auskultasi dada: tidak dijupai bunyi ronkhi,

namun dijumpai bunyi stridor yang hebat, ritme jantungnya takikardi

reguler namun masih reguler, abdomen dalam batas normal.

III. ANALISIS MASALAH

A. Apa saja kandungan , rumus kimia, dan sifat dari cuka para?

B. Apa dampak dari terminum cuka para?

C. Bagaimana mekanisme terjadinya kesakitan hebat di dada dan kesulitan

bicara pada pasien?

D. Secara anatomis, bagian tubuh mana yang terkena dampak dari terminum

cuka para?

E. Apa dampak terjatuh 2 meter dan kepala terbentur bebatuan?

F. Bagaimana hubungan antara benturan kepala tersebut dengan

terminumnya cuka para pada pasien?

G. Bagaimana dampak lamanya waktu tertelan yang dialami pasien hingga

akhirnya mendapatkan tindakan?

H. Mengapa os tampak kesakitan berat, gelisah, tidak bisa bicara dan

kesulitan bernafas walaupun os telah diberikan intravena fluid drip dan

oksigen?

I. Bagaimana mekanisme dari gelisah dan sesak nafas?

J. Bagaimana mekanisme kesadaran pasien yang makin lama makin menurun

dan tampak sangat sesak nafas?

K. Bagaimana interpretasi pemeriksaan fisik umum?

L. Bagaimana interpretasi pemeriksaan fisik khusus?

M. Bagaimana penegakkan diagnosis pada kasus ini?

N. Apa diagnosis banding dari kasus ini?

O. Apa diagnosis kerja pada kasus ini?

P. Bagaimana penatalaksaan pada kasus ini?

Q. Apa prognosis dari kasus ini?

3

Page 4: SKENARIO E_blok19_L8 Hampir Jadi

R. Apa komplikasi yang diakibatkan dari kasus ini?

S. Apa kompetensi dokter umum pada kasus ini?

HIPOTESIS

Seorang laki-laki, 28 tahun, mengalami obstruksi saluran napas et causa

intoksikasi cuka para dan trauma kapitis

IV. SINTESIS

A. Cuka Para

1. Defenisi dan Kandungan Cuka Para

- Asam format (nama sistematis: asam metanoat).

- Nama asam format berasal dari kata Latin formica yang berarti semut.

Asam formiat (nama sistematis: asam metanoat) adalah asam karboksilat

yang paling sederhana. Asam formiat secara alami terdapat pada antara lain

sengat lebah dan semut. Asam formiat juga merupakan senyawa intermediet

(senyawa antara) yang penting dalam banyak sintesis kimia. Rumus kimia

asam formiat dapat dituliskan sebagai H C O OH atau CH2O2.

Di alam, asam formiat ditemukan pada sengatan dan gigitan banyak serangga

dari ordo Hymenoptera, misalnya lebah dan semut. Asam format juga

merupakan hasil pembakaran yang signifikan dari bahan bakar alternatif,

yaitu pembakaran metanol (dan etanol yang tercampur air), jika dicampurkan

dengan bensin. Nama asam format berasal dari kata Latin formica yang

berarti semut. Pada awalnya, senyawa ini diisolasi melalui distilasi semut.

Senyawa kimia turunan asam format, misalnya kelompok garam dan ester,

dinamakan format atau metanoat. Ion format memiliki rumus kimia HCOO−.

2. Toksikologi

Untuk kasus ini harus dianalisa toksikologinya yaitu :

a. Sifat fisik dan kimia : cuka para merupakan salah satu asam kuat

yang bersifat korosif.

4

Page 5: SKENARIO E_blok19_L8 Hampir Jadi

b. Cara Masuk : masuk secara pars oralis dan tertelan

c. Mekanisme kerja : menyebabkan iritasi pada kulit dan mukosa

d. Gejala klinis : segera setelah kontak, timbul rasa nyeri yang hebat

seperti terbakar sekitar mulut, faring, dan abdomen. Lalu timbul

muntah, diare, dan kolaps. Muntahan sering disertai darah segar,

dapat timbul gejala asfiksia akibat edema glottis. Adanya demam

yang tinggi dapat disebabkan timbulnya mediastinitis/peritonitis,

perforasi esophagus/lambung.

e. Terapi

3. Dampak bagi tubuh

Menelan cuka para dapat menyebabkan perdarahan, nekrosis, dan

perforasi dari system gastrointestinal. Bagian inferior mulut bisa terkikis,

lidah tertelan atau menciut tergantung bahan racunnya. Faring, laring dan

esofagus terkikis dan dalam beberapa menit glotis akan edema. Mukosa

saluran nafas bisa rusak dan terjadi adspirasi cairan keparu sehingga

terjadi edema paru dan hemoragik. Bagian bawah esofagus dan perut

mengalami perubahan warna, deskuamasi dan perforasi. Setelah beberapa

menit racun bisa mengalir lebih dalam dan dapat merusak usus halus tapi

ini jarang terjadi karena faktor waktu dan adanya spasme pilorus.

Tumpahan racun keparu bisa menimbulkan edema paru dan

bronkopneumonia akibatnya terjadi kematian.

5

Page 6: SKENARIO E_blok19_L8 Hampir Jadi

Iritasi yang akhirnya menjadi peradangan pada mukosa faring, esophagus, glottis, lambung

Merangsang saraf n. vagus

Nyeri pada dada

Edema Glottis

Kesulitan bicara

Menelan cuka para

4. Mekanisme

Faktor-faktor yang berpengaruh dan mempercepat korosi

a) Air dan kelembapan udara

Air merupakan salah satu factor penting untuk berlangsungnya proses

korosi. Udara yang banyak mengandung uap air akan mempercepat

berlangsungnya proses korosi.

b) Elektrolit

Elektrolit (asam atau garam) merupakan media yang baik untuk

melangsungkan transfer muatan. Electron lebih mudah diikat oleh

oksigen.

c) Adanya oksigen.

5. Anatomi yang terlibat pada kasus

Anatomi saluran cerna

6

Page 7: SKENARIO E_blok19_L8 Hampir Jadi

Struktur dan histology saluran cerna

Saluran cerna pada umumnya di lapisi oleh mucosa yang secara histologis

tersusun atas:

- Lines / lumen

- Epithelium: simple columnar, goblet cells: mucus

- Lamina propria: lapisan jaringan ikat tipis

- Musucularis mucosa: lapisan otot polos tipis

ESOFAGUS

Anatomi

Salah satu organ silindris berongga dengan panjang sekitar 25 cm dan

berdiameter 2 cm, terbentang dari hipofaring sampai cardia lambung, kira-

7

Diagram sistem pencernaan

1. Kelenjar ludah 2. Parotis 3. Submandibularis (bawah rahang)4. Sublingualis (bawah lidah)5. Rongga mulut 6. Tekak / Faring7. Lidah 8. Kerongkongan / Esofagus9. Pankreas 10. Lambung 11. Saluran pankreas 12. Hati 13. Kantung empedu 14. Usus dua belas jari (duodenum)15. Saluran empedu 16. Usus tebal / Kolon17. Kolon datar (tranverse)18. Kolon naik (ascending)19. Kolon turun (descending)20. Usus penyerapan (ileum)21. Sekum 22. Umbai cacing 23. Poros usus / Rektum24. Anus

Page 8: SKENARIO E_blok19_L8 Hampir Jadi

kira 2-3 cm di bawah diafragma. Esofagus terletak posterior terhadap jantung

dan trakea, anterior terhadap vertebra dan berjalan melalui lubang diafragma

tepat anterior terhadap aorta.

Pada kedua ujung esofagus, terdapat otot-otot spingter, diantaranya :

- Krikifaringeal

Membentuk sfingter esofagus bagian atas dan terdiri atas serabut-serabut

otot rangka. Dalam keadaan normal berada dalam keadaan tonik, atau

kontraksi kecuali waktu menelan.

- Sfingter Esofagus bagian bawah

Bertindak sebagai sfingter dan berperan sebagai sawar terhadap refluks isi

lambung ke dalam esofagus. Dalam keadaan normal, sfingter ini menutup

kecuali bila makanan masuk ke dalam lambung atau waktu bertahak atau

muntah.

Dinding esofagus terdiri dari 4 lapisan, yaitu :

1) Mukosa

Terbentuk dari epitel berlapis gepeng bertingkat yang berlanjut ke faring

bagian atas, dalam keadaan normal bersifat alkali dan tidak tahan terhadap

isi lambung yang sangat asam

2) Sub Mukosa

Mengandung sel-sel sekretoris yang menghasilkan mukus yang dapat

mempermudah jalannya makanan sewaktu menelan dan melindungi

mukosa dari cedera akibat zat kimia.

3) Muskularis

otot bagian esofagus, merupakan otot rangka. Sedangkan otot pada

separuh bagian bawah merupakan otot polos, bagian yang diantaranya

terdiri dari campuran antara otot rangka dan otot polos.

4) Lapisan bagian luar (Serosa)

Terdiri dari jaringan ikat yang jarang menghubungkan esofagus dengan

struktur-struktur yang berdekatan, tidak adanya serosa mengakibatkan

penyebaran sel-sel tumor lebih cepat (bila ada kanker esofagus) dan

kemungkinan bocor setelah operasi lebih besar.

8

Page 9: SKENARIO E_blok19_L8 Hampir Jadi

Persarafan utama :

Serabut simpatis dan parasimpatis dari sistem saraf otonom. Serabut-serabut

parasimpatis dibawa oleh nervus vagus yang dianggap merupakan saraf

motorik. Selain persarafan ekstrinsik tersebut, terdapat juga jala-jala

longitudinal (Pleksus Allerbach) mengatur peristaltik esofagus normal.

Vaskularisasi

Mengikuti pola segmental,

Bagian atas disuplai oleh cabang-cabang arteria tiroide inferior dan

subklavia.

Bagian tengah disuplai oleh cabang-cabang segmental aorta dan artetia

bronkiales, sedangkan,

Bagian sub diafragmatika disuplai oleh arteria gastrika sinistra dan frenika

inferior.

B. Terjatuh dari Ketinggian 2 meter dengan Benturan Kepala

1. Dampak

Pada kasus, korban jatuh dengan kepala membentur batu, artinya seluruh

energi transfer ditujukan pada suatu area yang kecil dan terfokus pada suatu

titik dalam (frontal) . Trauma tumpul kepala kerusakan jaringan terjadi

sewaktu energy/ kekuatan akibat trauma diteruskan ke otak energy diserap

oleh lapisan pelindung otak yaitu rambut, kulit kepala, & tengkorak

(kerusakan jaringan pelindung otak, dasar tulang terlihat) trauma hebat

penyerapan tidak cukup untuk melindungi otak sisa energy diteruskan

ke otak

Suatu komplikasi yang serius tetapi relatif jarang terjadi adalah perdarahan

diantara lapisan selaput yang membungkus otak atau perdarahan di dalam otak:

a) Hematoma epidural adalah suatu perdarahan diantara tulang tengkorak

dan selaputnya/duramater. Perdarahan ini terjadi akibat kerusakan pada

arteri atau vena pada tulang tengkorak. Perdarahan menyebabkan

meningkatnya tekanan di dalam otak sehingga lama-lama kesadaran

anak akan menurun.

9

Page 10: SKENARIO E_blok19_L8 Hampir Jadi

b) Hematoma subdural adalah perdarahan dibawah duramater, biasanya

disertai dengan cedera pada jaringan otak. Gejalanya berupa rasa

mengantuk sampai hilangnya kesadaran, hilangnya sensasi atau

kekuatan dan pergerakan abnormal (termasuk kejang).

c) Hematoma intraventrikuler (perdarahan di dalam rongga

internal/ventrikel), hematoma intraparenkimal (perdarahan di dalam

jaringan otak) maupun hematoma subaraknoid (perdarahan di dalam

selaput pembungkus otak), merupakan pertanda dari cedera kepala

yang berat dan biasanya menyebabkan kerusakan otak jangka panjang.

Dan dampak terhadap sistem lain:

a) Sistem Kardiovaskuler

Trauma kepala bisa menyebabkan perubahan fungsi jantung

mencakup aktivitas atipikal miokardial, perubahan tekanan

vaskuler dan edema paru.

Perubahan otonom pada fungsi ventrikel adalah perubahan

gelombang T, P dan disritmia, vibrilisi atrium serta ventrikel

takhikardia. Akibat adanya perdarahan otak akan mempengaruhi

tekanan vaskuler, dimana penurunan tekanan vaskuler pembuluh

darah arteriol berkontraksi.

Aktivitas myokard berubah termasuk peningkatan frekuensi

jantung dan menurunnya stroke work dimana pembacaan CVP

abnormal.

Tidak adanya stimulus endogen saraf simpatis mempengaruhi

penurunan kontraktilitas ventrikel. Hal ini bisa menyebabkan

terjadinya penurunan curah jantung dan meningkatkan atrium kiri,

sehingga tubuh akan berkompensasi dengan meningkatkan tekanan

sistolik. Pengaruh dari adanya peningkatan tekanan atrium kiri

adalah terjadinya edema paru.

10

Page 11: SKENARIO E_blok19_L8 Hampir Jadi

b) Sistem Respirasi

Adanya edema paru pada trauma kepala dan vasokonstriksi paru

atau hipertensi paru menyebabkan hiperapneu dan bronkho

kontriksi.

Terjadinya pernafasan chynestoke dihubungkan dengan adanya

sensitivitas yang menigkat pada mekanisme terhadap

karbondioksida dan episode pasca hiperventilasi apneu.

Konsenterasi oksigen dan karbondioksida dalam darah arteri

mempengaruhi aliran darah.

Bila tekanan oksigen rendah, aliran darah bertambah karena terjadi

vasodilatasi, jika terjadi penurunan tekanan karbondioksida akan

menimbulkan alkalosis sehingga terjadi vasokontriksi dan

penurunan CBF (Cerebral Blood Fluid). Bila tekanan

karbondioksida bertambah akibat gangguan sistem pernafasan akan

menyebabkan asidosis dan vasodilatasi. Hal tersebut menyebabkan

penambahan CBF yang kemudian terjadi peningkatan tingginya

TIK.

Edema otak akibat trauma adalah bentuk vasogenik. Pada kontusio

otak terjadi robekan pada pembuluh kapiler atau cairan traumatic

yang mengandung protein yang berisi albumin. Albumin pada

cairan interstisial otak normal tidak didapatkan. Edema otak terjadi

karena penekanan pembuluh darah dan jaringan sekitarnya. Edema

otak ini dapat menyebabkan kematian otak (iskemia) dan tingginya

TIK yang dapat menyebabkan terjadinya herniasi dan penekanan

batang otak atau medula oblongata. Akibat penekanan pada

medulla oblongata menyebabkan pernafasan ataksia dimana

ditandai dengan irama nafas tidak teratur atau pola nafas tidak

efektif.

11

Page 12: SKENARIO E_blok19_L8 Hampir Jadi

c) Sistem Genito-Urinaria

Pada trauma kepala terjadi perubahan metabolisme yaitu

kecenderungan retensi natrium dan air serta hilangnya sejumlah

nitrogen.

Keluaran Urin sedikit dan Meningkatnya konsentrasi elektrolit.

Retensi Cairan Pelepasan ADH Trauma

Retensi natrium juga disebabkan karena adanya stimulus terhadap

hipotalamus, yang menyebabkan pelepasan ACTH dan sekresi

aldosteron. Ginjal mengambil peran dalam proses hemodinamik

ginjal untuk mengatasi retensi cairan dan natrium. Setelah tiga

sampai 4 hari retensi cairan dan natrium mulai berkurang dan pasca

trauma dapat timbul hiponatremia. Untuk itu, selama 3-4 hari tidak

perlu dilakukan pemberian hidrasi. Hal tersebut dapat dilihat dari

haluaran urin. Pemeberian cairan harus hati – hati untuk mencegah

TIK. Demikian pula sangatlah penting melakukan pemeriksaan

serum elektrolit. Hal ini untuk mengantisipasi agar tiadk terjadi

kelainan pada kardiovaskuler.

d) SistemPencernaan

Setelah 3 hari terdapat respon tubuh yang merangsangtrauma

kepala ( aktivitas hipotalamus dan stimulus vagal. Hal ini akan

merangsang lambung untuk terjadi hiperasiditas. Hipotalamus

merangsang anterior hipofise untuk mengeluarkan steroid adrenal.

Hal ini adalah kompensasi tubuh untuk menangani edema serebral,

namun pengaruhnya terhadap lambung adalah terjadinya

peningkatan ekskresi asam lambung yang menyebabkan

hiperasiditas. Selain itu juga hiperasiditas terjadi karena adanya

peningkatan pengeluaran katekolamin dalam menangani stress

yang mempengaruhi produksi asam lambung. Jika hiperasiditas ini

tidak segera ditangani, akan menyebabkan perdarah lambung.

12

Page 13: SKENARIO E_blok19_L8 Hampir Jadi

e) Sistem Muskuloskeletal

Akibat utama dari cederaotak dapat mempengaruhi gerakan tubuh.

Hemisfer atau hemiplegia dapat terjadi sebagai akibat dari

kerusakan pada area motorik otak. Selain itu, pasien dapat

mempunyai control vaolunter terhadap gerakan dalam menghadapi

kesulitan perawatan diri dan kehidupan sehari – hari yang

berhubungan dengan postur, spastisitas atau kontraktur. Gerakan

volunter terjadi sebagai akibat dari hubungan sinapsis dari 2

kelompok neuron yang besar. Sel saraf pada kelompok pertama

muncul pada bagian posterior lobus frontalis yang disebut girus

presentral atau “strip motorik “. Di sini kedua bagian saraf itu

bersinaps dengannkelompok neuron – neuron motorik bawah yang

berjalan dari batang otak atau medulla spinalis atau otot – otot

tertentu. Masing – masing dari kelompok neuron ini

mentransmisikan informasi tertentu pada gerakan. Sehingga ,pasien

akan menunjukan gejala khusus jika ada salah satu dari jaras

neuron ini cidera. Pada disfungsi hemisfer bilateral atau disfungsi

pada tingkat batang otak, terdapat kehilangan penghambatan

serebral dari gerakan involunter. Terdapat gangguan tonus otot dan

penamilan postur abnormal, yang pada saatny dapat membuat

komplikasi seperti peningkatan saptisitas dan kontraktur

2. Tidak ada perbaikan walau sudah di berikan oksigen dan IVFD

Pada kasus terjadi :

a) Obstruksi airway

Hal ini dikarenakan terjadi striktura sel-sel faring (dan supraglottis)

yang mengalami luka bakar sehingga terbentuk obstruksi jalan

napas.

Obstruksi jalan napas ini akan mengakibatkan pemberian oksigen

kurang maksimal keran aliran oksigen terhambat.

13

Page 14: SKENARIO E_blok19_L8 Hampir Jadi

↑ usaha bernafas

Tacypnea & retraksi dinding dada

Menyumbat saluran pernafasan atasStridor inspirasi & Kesulitan bicara

Merangsang reseptor nyeri

Tampak kesakitan berat

Di esophagus →Kesakitan di dada

Edema laring & glotis

Permeabilitas vaskuler ↑vasodilatasi pembuluh darah

Eritema perioral, mulut, & dada

merangsang kelenjar mucus → sekresi mucus↑

Pengeluaran mediator2 kimia (kinin, bradikinin)

Inflamasi

Tertelan cuka paraAsam kuat yang bersifat korosif

Iritasi mukosa perioral & mulutNekrosis koagulatif

Faring, laring dan esofagus terkikis

Kesulitan bernafasberlanjut→hipoksia

Penurunan kesadaran

b) Retensi CO2

Dalam mekanisme ventilasi, terjadi pergantian udara dimana oksigen

masuk kedalam aliran darah dan CO2 keluar ke atmosfer. Pada

kasus penyempitan jalan nafas, “jalan” keluar untuk ekspirasi

mengeluarkan CO2 sudah sempit ditambah lagi dengan

penekanan oksigen dari resusitasi oksigen menyebabkan retensi

CO2.

Retensi CO2 ini akan menghalangi proses pertukaran O2 dan CO2

pada alveoli.

3. Mekanisme

14

Page 15: SKENARIO E_blok19_L8 Hampir Jadi

C. Interpretasi Pemeriksaan Fisik Dan Khusus

Hasil pemeriksaan Nilai normal Interpretasi dan mekanisme

T: 38,50 C Normal : 36,5-37,5 Demam, respon peradangan

HR:122x/m Normal : 60-100x/m Takikardi, kompensasi

berkurangnya suplai oksigen

TD : 160/100 mmHg Normal:120/80 mmHg Meningkat, kompensasi

kurangnya suplai darah ke

jaringan tubuh, Terjadi

vasokontriksi akibat kinerja

simpatis dan juga penambahan CO

akibat peningkatan frekuensi

kontraksi jantung

RR : 28 x/m Normal : 16-24 x/m Meningkat, kompensasi

kurangnya suplai oksigen

SpO2 : 98% Cara mengukur jumlah

oksigen yang ada didalam

tubuh adalah dengan

mengukur saturasi oksigen

di dalam darah, yaitu sekitar

96 - 99%

Normal ataupun kemungkinan

terjadi prosedur pemeriksaannya

salah

Pasien mengalami

disorientasi tempat dan

waktu

Sadar, kompos mentis Gangguan kesadaran akibat

kurangnya suplai oksigen ke otak

kemungkinan akibat trauma

kapitis dan gangguan napas

Tampak balutan perban di

kepala yang luka akibat

benturan

Trauma kepala, kemungkinan

kontusio atau hematom

Pupil melebar Normal selebar 3mm Penurunan kesadaran akibat

trauma kepala

Reflek cahaya (+) (+) Normal

Tubuhnya banyak Perangsangan simpatis akibat

15

Page 16: SKENARIO E_blok19_L8 Hampir Jadi

mengeluarkan keringat stress tubuh, gangguan

hemodinamik

Auskultasi dada :

Ronkhi (–)

Stridor (++)

Ritme jantung takikardi

reguler

Normal

Normal: tak ada

Normal: tak takikardi

Obstruksi saluran nafas atas,

peradangan saluran napas

Kompensasi akibat kurangnya

suplai darah ke jaringan tubuh

Abdomen dalam batas

normal

Normal Zat asam kuat tidak sampai ke

saluran pencernaan bawah karena

kemungkinan dimuntahkan

sebelum sampai lambung

Pemeriksaan tambahan yang bisa digunakan untuk lebih lanjut:

Tes pH pada zat kimia  

◦ pH dibawah 2 atau lebih dari 12.5 mengindikasikan keruskan berat

pada jaringan

◦ pH diluar range ini, tidak menimbulkan kerusakan jaringan yang

serius.

Tes pH saliva

◦ pH yang tinggi mengindikasikan zat kimia terminum. Hasil tes ph

saliva yang normal tidak menyingkirkan kemungkinan terminum

zat kimia.

Complete blood count (CBC), electrolyte levels, BUN levels,

creatinine level, dan ABG levels

◦ Membantu dalam mendiagnosa terjadinya toksisitas sistemik.

Liver function tests dan DIC panel dapat membantu dalam

mendiagnosa kerusakan jaringan berat dari terminum zat kimia.

Analisa toksikologi

16

Page 17: SKENARIO E_blok19_L8 Hampir Jadi

◦ Sampel yang dikirim adalah 50 ml urin,10 ml serum,bahan

muntahan.feses

Foto rontgen kepala

◦ Menilai adanya fraktur

Foto Rontgen dada

◦ Menilai adanya kerusakan paru atau mediastinum

Esofagoskopi

◦ Untuk menentukan adanya dan seberapa luas luka bakar akibat

larutan yang tertelan pada esophagus

Endoskopi, indikasi endoskopi meliputi :

◦ Anak kecil

◦ Dewasa yang simtomatik

◦ Pasien dengan penurunan kesadaran dan status mental yang

abnormal

◦ Pasien yang sengaja meminum zat kimia (usaha bunuh diri)

Namun oleh karena endoskopi dapat meningkatkan kerusakan

jaringan, maka endoskopi tidak boleh dilakukan pada :

◦ pasien yang dicurigai terdapat perforasi esfagus

◦ perforasi gastrointestinal,

◦ edema jalan nafas yang signifikan,

◦ status hemodinamik pasien yang tidak stabil

Melihat kerusakan mukosan

◦ Derajat I : Fribialitis mukosa, hiperemis, edema. Meskipun ada

beberapa lesi erosif, tetapi secara keseluruhan mukosa masih baik.

Penderita akan dapat menelan kembali dalam waktu singkat secara

normal.

◦ Derajat II : Keadaan sudah lebih berat, terjadinya erosi pada

mukosa dengan mukosa yang pariable, erosif, banyak terdapat

tukak dengan eksudat, sering ada spasme dan perdarahan di

mukosa esofagus.

17

Page 18: SKENARIO E_blok19_L8 Hampir Jadi

◦ Derajat III : Derajat II + perforasi akibat dari nekrosis pada mukosa

submukosa s/d otot.

Pemeriksaan fungsi hati

Pemeriksaan fungsi ginjal

D. Penegakan Diagnosis

Trauma kepala

- Survey primer: ABCDE, imobilisasi, stabilisasi servikal,

pem.neurologis singkat (respon pupil, GCS)

GCS

o Mild traumatic brain injury (GCS 13-15)

o Moderate traumatic brain injury (GCS 9-12)

o Severe traumatic brain injury (GCS 3-8)

- Survey sekunder:

Cinical assessment:

o Mechanism of injury

o Time from injury to treatment

o State of conscioussness

o Vital sign (Airway,Breathing,Circulation)

o Minineurologic examination

o Other injuries

Inspeksi keseluruhan kepala, wajah (fraktur, adanya LCS pada

hidung, telinga)

Palpasi keseluruhan kepala, wajah (fraktur, laserasi)

Inspeksi semua laserasi kulit kepala (jaringan otak, fraktur depresi

tulang tengkorak, debris, kebocoran LCS)

GCS, respon pupil

Pemeriksaan vertebra servikal palpasi, rontgen

Radiologis:

18

Page 19: SKENARIO E_blok19_L8 Hampir Jadi

o CT Scan: tanpa/dengan kontras) mengidentifikasi adanya

hemoragik, menentukan ukuran ventrikuler, pergeseran

jaringan otak.

o Angiografi serebral: menunjukkan kelainan sirkulasi serebral,

seperti pergeseran jaringan otak akibat edema, perdarahan,

trauma.

o X-Ray: mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur),

perubahan struktur garis (perdarahan / edema), fragmen tulang.

o Analisa Gas Darah: medeteksi ventilasi atau masalah

pernapasan (oksigenasi) jika terjadi peningkatan tekanan

intrakranial.

o Elektrolit: untuk mengkoreksi keseimbangan elektrolit sebagai

akibat peningkatan tekanan intrakranial.

Penilaian beratnya cedera

Pemeriksaan ulang secara kontinyu-observasi tanda-tana

perburukan

Iritasi Cuka Para

Anamnesis dengan sangat jelas dapat menunjukan adanya injury pada pasien yg

disebabkan oleh bahan kimia korosif.

a. Pemeriksaan esofagogram : Adanya perforasi atau mediastinitis.

b. Pemeriksaan endoskopi. Melihat kerusakan mukosa :

Derajat I : Fribialitis mukosa, hiperemis, edema. Meskipun ada beberapa

lesi erosif, tetapi secara keseluruhan mukosa masih baik. Penderita akan

dapat menelan kembali dalam waktu singkat secara normal.

Derajat II : Keadaan sudah lebih berat, terjadinya erosi pada mukosa

dengan mukosa yang pariable, erosif, banyak terdapat tukak dengan

eksudat, sering ada spasme dan perdarahan di mukosa esofagus.

Derajat III : Derajat II + perforasi akibat dari nekrosis pada mukosa

submukosa s/d otot.

19

Page 20: SKENARIO E_blok19_L8 Hampir Jadi

E. Diagnosis Banding

- Hematoma epidural khas: periode lusid (tapi hati2!!karena

terkadang periode lusid hanya terjadi sekejap, sehingga tidak disadari

pemeriksa)

- Hematoma subdural akutkhas:terdapat deficit neurologis yang

progresif

- Hematoma subdural subakutkhas:terdapat riwayat cedera kepala

dengan kehilangan kesadaran diikuti dengan perbaikan status

neurologic

- Konkusio serebrikhas: amnesia ante/retrograde sementra sesaat

setelah trauma

- Kontusio kehilangan kesadaran, sering terdapat dengan farktur

tengkorak

F. Diagnosis Kerja

1. Cuka Para ( Asam Formiat)

Suatu cairan yang tidak berwarna, berbau tajam/menyengat,

menyebabkan iritasi pada hidung, tenggorokan dan dapat

membakar kulit

Istilah /nama yang dipakai oleh orang Palembang untuk menyebut

cairan yang digunakan dalam proses pembuatan karet

Asam formiat ini sulit diekskresikan keluar dari tubuh, akibatnya

terjadilah asidosis parah (penurunan pH dibawah 7,37)

Penurunan pH dibawah 7,20 akan mengakibatkan turunnya

volume menit jantung, gangguan ritmus jantung, hipotensi

(sampai terjadi syok), gangguan kesadaran dan akhirnya koma

Dampak bila terminum

Sakit di dada

Kesulitan bicara, mengerang kesakitan

20

Page 21: SKENARIO E_blok19_L8 Hampir Jadi

Nyeri yang hebat seperti terbakar sekitar mulut, faring dan

abdomen

Muntah, diare

Kolaps

Gejala asfiksia akibat edema glottis

Patofisiologi

Acid ingestion (meminum zat asam):

- menyebabkan kerusakan jaringan dengan nekrosis koagulasi,

- terjadi denaturasi dari protein di lapisan superficial jaringan.

- Nekrosis ini kemudian akan membentuk koagulum yang disebut

eschar.

- Eschar ini bersifat protektif untuk lapisan dibawahnya.

- Lapisan eschar akan terlepas dalam 3-4 hari setelah terminum zat

kimia,

- dan defect dari lepasnya eschar ini akan dipenuhi oleh sel-sel

granulasi.

- Kemudian perforasi akan terbentuk setelah 3 – 4 hari setelah

lapisan eschar terlepas.

- Tidak seperti kasus terminum zat basa, gaster umumnya terkena

pada kasus terminum zat asam.

- Kerusakan usus halus terjadi pada 20% kasus.

- Dan pada setiap kasus terminum zat asam, tidak diperbolehkan

untuk mencetuskan reflex muntah, karena dapat menyebabkan

spasme pylorus dan antral.

Organ pencernaan yang mengalami kerusakan:

• Bibir bisa terbakar dan kemungkinan tetesan racun bisa mengenai

dagu, leher dan dada.

21

Page 22: SKENARIO E_blok19_L8 Hampir Jadi

• Bagian inferior mulut bisa terkikis, lidah tertelan atau menciut

tergantung bahan racunnya

• Faring, laring dan esofagus terkikis dan dalam beberapa menit

glotis akan edema

• Esofagitis korosif

- Asam kuat yang tertelan akan menyebabkan nekrosis

koagulatif. Secara histologik dinding esofagus hingga lapisan

otot seolah-olah menggumpal.

Organ pernapasan yg mengalami kerusakan:

• Kulit di sekitar hidung terbakar

• Tumpahan racun dapat masuk ke saluran hidung

• Mukosa saluran nafas bisa rusak

• Tumpahan racun ke paru bisa menimbulkan edema paru dan

bronkopneumonia

2. Cedera Kepala (Trauma Kapitis)

Trauma kapitis Adalah cedera kepala yang dapat menyebabkan

kerusakan yang kompleks di kulit kepala, tulang tempurung kepala,

selaput otak dan jaringan otak itu sendiri.

- Penderita jatuh tertelungkup 2 meter dari rumah panggungnya dan

kepalanya terbentur batu

- Biomekanika trauma:

Saat terminum cuka para pasien merasa sakit yang hebat hal

ini menyebabkan tubuh pasien berespon terhadap rasa sakit tersebut

tubuh pasien dalam keadaan tidak stabil akibat respon rasa sakit

yang dialami terjatuhdari rumah panggung setinggi 2 meter

kepala terbentur bebatuan trauma kapitis

G. Tatalaksana untuk Intoksikasi Cuka Para

1. Perawatan di tempat kejadian

22

Page 23: SKENARIO E_blok19_L8 Hampir Jadi

a) Langsung caritahu agen yang terminum/ teringesti, volume dan

jumlah teringesti

b) Jangan rangsang muntah

c) (KONTROVERSIAL) Jumlah sedikit diluen, secepatnya berikan

air atau susu untuk mencegah menempelnya (adhering) partikel

terhadap mukosa esofagus. > 30 menit setelah kejadian jangan

lagi dilakukan.

2. Perawatan intensif di UGD :

a) Diprioritaskan – jalur napas dan tanda vital, monitoring jantung

segera dan akses intravena.

b) Kontrol jalur napas

o Karena resiko yang sangat cepat dari edema jalur napas,

evakuasi segera jalur napas dan kondisi kesadaran. Persiapkan

segera alat intubasi endotrakeal dan krikotirotomi. Intubasi

orotrakeal atau intubasi dengan bantuan optik fiber lebih baik

daripada nasotrakeal untuk mencegah perforasi jaringan lunak

o Sebisanya, hindari induksi paralisis saat intubasi karena resiko

dari distorsi anatomi akibat perdarahan dan nekrosis.

o Krikotirotomi atau percutaneous needle cricothyrotomy

penting dilakukan bila didapat tanda friabilitas ekstrem

jaringan atau edema yang signifikan.

c) Pengosongan lambung dan dekontaminasi :

o Jangan diberi obat perangsang muntah, cegah re-eksposur

dengan agen kaustil

o Gastric lavage

o NGT suction – spasme dari spingter pilorik mencegah

terpaparnya agen terhadap mukosa gaster sampai 90 menit –

mencegah terpaparnya intestinal

d) Pemberian cairan intravena.

23

Page 24: SKENARIO E_blok19_L8 Hampir Jadi

3. Medikamentosa

a) Terapi suportif

b) Penggunaan kortikosteroid

c) Antibiotik – sefalosporin (ceftriaxone) 1-2 gram IV per 24 jam,

tidak melebihi 4 g/hari

d) Antibiotik – penisilin dan Beta-lactamase Inhibitor – jika terjadi

perforasi

e) Ampisilin dan sulbactam

f) PPI – proton pump inhibitor – mencegah terpajannya esofagus

yang terluka terhadap asam lambung, yang dapat menyebabkan

striktura esofagus

g) Pantoprazole – terapi untuk GER dan esofagitis erosif.

h) Analgesik parenteral, monitor tanda sedasi dan depresi dari

respirasi.

4. Follow up

a) Pasien yang tidak sengaja tertelan agen penyebab yang asimtomatik

dan tidak menunjukkan gejala apapun, boleh dipulangkan 2-4 jam

setelah observasi, tak ada kelainan anatomi, pasien harus bisa

meminum cairan tanpa kesulitan, tak ada gangguan berbicara

b) NPO (nothing per mouth)

c) Esofagram setelah 3-4 minggu

5. Terapi nutrisi (intake makanan)

a) Prinsip : NPO (nothing per mouth) – jangan berikan apapun peroral

b) FEEDING tube

o Alat kedokteran yang digunakan untuk pemberian makanan,

dikarenakan pasien tidak dapat mengkonsumsi makanan

dengan mengunyah

o Dinamakan enteral feeding / tube feeding

24

Page 25: SKENARIO E_blok19_L8 Hampir Jadi

c) Tipe enteral feeding :

o Nasogastrik – dengan selang nasogastrik (nares – esofagus –

lambung)

o Gastric feeding tube – insersi melalui insisi di abdomen ke

lambung (digunakan untuk pemasukan nutrisi enteral jangka

panjang. Tipe paling umum adalah percutaneous endoscopic

gastrostomy (PEG) tube

d) Efektivitas

Dapat digunakan untuk bolus ataupun pemberian makan terus

menerus

6. Yang perlu diperhatikan (yang salah) :

a) Gagal mengevaluasi dan pertolongan jalur napas yang agresif

b) Upaya menetralkan zat yang tertelan dengan asam atau basa lemah

c) Menginduksi muntah – karena dapat membuat esofagus terpajan

ulang dengan bahan

d) Asumsi bahwa tidak adanya luka bakar pada orofaring akan

menyingkirkan kerusakan jaringan distal

e) Gagal dalam memperoleh data zat/bahan yang tertelan

f) Tidak segera merujuk ke dokter spesialis gastrointestinal / bedah

digestif

25

Page 26: SKENARIO E_blok19_L8 Hampir Jadi

Observasi atau dirawat di RSCT scan tidak adaCT scan abnormalSemua cedera tembusRiwayat kehilangan kesadaranKesadaran menurunSakit kepala sedang-beratIntoksikasi alcohol/obat-obatanKebocoran likuor: rhinorea-otoreaCedera penyerta yang bermaknaTak ada keluarga di rumahGCS < 15Deficit neurologis fokal

Dipulangkan dari RSTidak memenuhi criteria rawatDiskusikan kemungkinan kembali ke RS bila memburuk dan berikan lembarobservasiJadwalkan control ulang

Definisi: penderita sadar dan berorientasi (GCS 13-15)Riwayat:Nama, umur, jenis kelamin, ras, pekerjaanMekanisme cederaWaktu cederaTidak sadar segera setelah sadarTingkat kewaspadaanAmnesia: retrograde, antegradeSakit kepala: ringan, sedang, beratPemeriksaan umum untuk menyingkirkan cedera sistemikPemeriksaan neurologis terbatasPemeriksaan rontgen vertebra servikal dan lainnya sesuai indikasiPemeriksaan kadar alcohol darah dan zat toksik dalam urinePemeriksaan CT scan kepala sangat ideal pada setiap penderita, kecuali bila memang sam sekali asimtomatik dan pemeriksaan neurologis normal

Tata Laksana pada Traum Kepala

Alogaritma cedera kepala ringan

26

Page 27: SKENARIO E_blok19_L8 Hampir Jadi

Definisi: penderita biasanya tampak kebingungan atau mengantuk, namun masih mampu menuruti perintahGCS: 9-12Pemeriksaan awalSama dengan untuk cedera kepala ringan ditambah pemeriksaan darah sederhanaCT scan kepala pada semua kasusDirawat untuk observasiSetelah dirawat:Pemeriksaan neurologis periodicPemeriksaan CT scan ulang bila kondisi penderita memburuk atau bila penderita akan dipulangkan

Bila kondisi memburukBila penderita tidak mampu melakukan perintah lagi, segera lakukan pemeriksaan CT scan ulang dan penatalaksanaan sesuai protocol cedera kepala berat

Bila kondisi membaikPulang bila memungkinkanControl di poliklinik

Alogaritma penatalaksanaan awal cedera otak sedang

27

Page 28: SKENARIO E_blok19_L8 Hampir Jadi

Alogaritma penatalaksanaan cedera otak berat

Tatalaksana pembedahan:

- Luka kult kepala

- Fraktur depresi tengkorak

28

- Definisi: penderita tidak mampu melakukan perintah sederhana karena kesadaran menurun (GCS 3-8)

- Pemeriksaan dan penatalaksanaano Primary survey dan resusitasi

ABCDEAirway dan breathing- Pada koma harus segera dilakukan intubasi endotrakeal.- Ventilasi dengan oksigen 100% sampai diperoleh hasil pemeriksaan analisi gas

darah dan dapat dilakukan penyesuaian yang tepat terhadap FiO2- Untuk memonitor saturasi O2 pulse oksimeter (target > 98%)Sirkulasi- Sementara penyebab hipotensi dicari, segera lakukan pemberian cairan untuk

mengganti volume yang hilang.- DPL atau USG (bila tersedia) merupakan pemeriksaan rutin pada pasien hipotensi

yang koma.DisabilityExposure

o Secondary survey dan riwayat AMPLE (allergies, medications, past illness, last meal,

exposure)o Reevaluasi neurologis: GCS

Respon buka mata Motorik Verbal Reflex cahaya pupil

o Obat-obatan

Manitol untuk menurunkan TIK yang meningkat. Sediaan cairn dengan konsentrasi 20%. Dosis 1 g/kgBB i.v. jangan diberikan pada pasien hipotensi karena bersifat diuretic osmotic yang poten. Indikasi deteriorasi neorologis akut (dilatasi pupil, hemiparesis, atau kehilangn kesadaran saat observasi)

Hiperventilasi sedang (PCO2 < 35 mmHg) jangan sampai < 30 mmHg, karena bisa terjadi iskemia otak.

Page 29: SKENARIO E_blok19_L8 Hampir Jadi

- Lesi masa intracranial

Pertolongan Pertama (ATLS)

Penderita harus dilakukan resusitasi dalam usaha membuat penderita

dalam keadaan penderita sestabil mungkin, seperti dianjurkan dibawah ini:

1. Airway

a. Pasang airway atau intubasi bila perlu

b. Suction dimana perlu

c. Pasang NGT untuk mencegah aspirasi

2. Breathing

a. Tentukan laju pernafasan, berikan oksigen

b. Ventilasi mekanik bila diperlukan

c. Pasang chest tube dimana perlu

3. Circulation

a. Control perdarahan luar

b. Pasang 2 jalur infuse, mulai pemberian kristaloid

c. Perbaiki kehilangan darah dengan kristaloid atau darah dan

teruskan pemberian selama transportasi

d. Pasang kateter uretra untuk monitor keluaran urin

e. Monitor kecepatan dan irama jantung

4. Susunan syaraf pusat

a) Bila penderita tidak sadar, bantuan pernafasan

b) Berikan manitol atau diuretika dimana diperlukan

c) Imobilisasi kepala, leher, toraks, dan/atau vertebrae lumbalis

5. Pemeriksaan diagnostic

a. Foto ronsen servikal, toraks, pelvis, ekstremitas

b. Pemeriksaan lanjutan seperti CT scan dan aortogarfi biasanya tidak

ada indikasi

c. Pemeriksaan Hb, Ht, golongan darah dan cross match, analisis gas

darah, tes kehamilan semua wanita usia subur

29

Page 30: SKENARIO E_blok19_L8 Hampir Jadi

d. Penentuan denyut jantung dan saturasi Hb (EKG dan pulse

oximetry)

6. Luka

a. Setelah control perdarahan, bersihkan dan perban luka

b. Berikan profilaksis tetanus

c. Antibiotika dimana diperlukan

H. Prognosis

Prognosis trauma kapitis tergantung pada :

- Lokasinya ( infratentorial lebih jelek )

- Besarnya

- Kesadaran saat masuk kamar operasi.

Dubia, bergantung pada beratnya luka bakar yang ditemukan akibat bahan korosif.

Jika ditangani dengan cepat, prognosis hematoma epidural biasanya baik, karena

kerusakan otak secara menyeluruh dapat dibatasi. Angka kematian berkisar antara

7-15% dan kecacatan pada 5-10% kasus. Prognosis sangat buruk pada pasien yang

mengalami koma sebelum operasi.

I. Komplikasi

- Peritonitis

- Hematoma epidural/subdural

- Syok neurogenik

- Kejang post trauma

- Koma

- Edema laring

- Pneumonia aspirasi

- Perforasi esophagus

- Mediastinis

30

Page 31: SKENARIO E_blok19_L8 Hampir Jadi

- Kematian

J. Kompetensi Dokter Umum

Kompetensi dokter umum untuk trauma kepala dan keracunan adalah 3B,

mampu membuat diagnosis berdasarkan pemeriksaan fisik dan tambahan,

dapat memutuskan dan memberikan terapi awal merujuk ke spesialis yang

relevan pada kasus gawat darurat

V. DAFTAR PUSTAKA

De Jong, Wim, Buku Ajar Ilmu Bedah Ed.2, Jakarta, EGC, 2004.

Sylvia A.P., Lorraine M.W., 1995, Fisiologis Proses-proses Penyakit, ed. 4, Buku

II, EGC, Jakarta.

31