SKENARIO 3

download SKENARIO 3

of 25

Transcript of SKENARIO 3

SKENARIO 3

NYERI LUTUT (OSTEOARTRITIS) Seorang perempuan, berusia 45 tahun, sering merasa nyeri dan pegal pada kedua lututnya terutama bila naik dan turun tangga, serta bila berjalan cukup jauh. Nyeri dirasakan terutama pada malam hari, berkurang setelah pasien beristirahat dan diberi analgetik lokal. Berat badannya 70 kg dengan tinggi badan 155 cm. Saat dilakukan pemeriksaan artikulatio genu terdengar bunyi gemeretuk bila sendi digerakkan (krepitasi), namun tidak ada edema ataupun nyeri tekan. Kemudian dilakukan pemeriksaan radiologi foto genu, dan terlohat osteofit di tepi artikutaio genu, sklerosis tulang subkondral dan penyempitan celah sendi. Hasil pemeriksaan laboratorium tidak menunjukkan adanya kelainan. Sehingga dokter mendiagnosis osteoartritis dan memberikan terapi analgetik dan anti inflamasi non steroid.

1

STEP 1Clarify unfamiliar terms 1. Articulatio genu : sendi gabungan yang dibentuk oleh permukaan sendi patela, condyluscondulus dan permukaan sendi femur serta permukaan sendi superior tibia. 2. Krepitasi : suara terdengar seperti ketika kedua ujung tulang yang patah bergesekan seperti bunyi kertas yg diremas 3. Osteofit : tulang yang mengalami pertumbuhan yang berlebihan dipinggiran sendi berupa benjolan. 4. Sklerosis : indurasi / pengerasan khususnya dari peradangan dan pada susbstansi interstitial terutama untuk pengerasan sistem saraf dan pembuluh darah5. Subkondral : bagian dibawah kartilago. 6. Osteoartritis : gangguan sendi bergerak yang bersifat kronik, nerjalan progresif , lambat,

tidak meradang dan ditandai dengan deteorasi dan abrasi rawan sendi dan adanya pembentukan tulang baru pada permukaan sendi.

2

STEP 2Define Problems 1. Mengapa nyeri timbul pada malam hari? 2. Apa faktor resiko dari OA? 3. Apa ada hubungan antara berat badan dengan risiko OA? 4. Mengapa dokter menduga OA, semntara dalam pemeriksaan laboratorium tidak ada kelainan? 5. Bagaimana patogenesis OA? 6. Apa saja gejala klinis OA? 7. Bagaimana penatlaksanaannya? 8. Mengapa terdengar bunyi gemeretuk pada sendi? 9. Bagian sendi mana sajakah yang dapat terserang OA? 10. Bagaimana pemeriksaan untuk diagnosis dari OA?

3

STEP 3Brainstorm possible explanation for the problems 1. Karena setelah aktivitas yang berlebih pada siang hari, maka pada articulatio genu megalami kelelahan dan pengaruh suhu yang dingin pada malam hari 2. Usia, jenis kelamin, aktifitas, genetik, obesitas, gizi, gaya hidup, riwayat fraktur 3. Ada, karena tulang / sendi tidak kuat menopang berat badan yang berlebih 4. Karena termasuk penyakit degeneratif sendi terlokalisasi dan tidak ada vaskularisasi pada tulang rawan, sehingga tidak menunjukkan kelainan pada pemeriksaan laboratorium 5. bertambahnya usia -aktifitas metabolik sendi (proteoglikan dan kolagen dalam kartilago sendi) -menurunnya daya regang -penipisan sendi -kemampuan kondrosit untk mempertahankan matrik kartilago menurun -fisura meluas ke daerah subkondral -erosi tulang rawan eburnasi - membentuk tulang joint mice -sinovial mengalami kebocoran sinocial menurun -terbentuk osteofit

6. Nyeri sendi, krepitasi, dan keterbatasan gerak 7. Obar analgetik, aspirin, asetaminoven, asam mefenamat, evaluasi aktivitas, penurunan berat badan8. Karena cairan sinovial yang menurun, terbentuknya rongga-rongga, pementukan

osteofit, terjadi sklerosis, sehingga permukaan sendi bengkak an bila digerakkan terjadi krepitasi 9. Vertebrae (cervikal dan lumbal) , pangggul, pergelangan kaki dan tangan, phalnx proksimal dan distal, femur 10. Radiologi, aspirasi sendi, pemeriksaan fisik.

4

STEP 4Arrange explanation into a tentative solution or hypotesis Osteoartritis adalah gangguan sendi bergerak yang bersifat kronik, nerjalan progresif , lambat, tidak meradang dan ditandai dengan deteorasi dan abrasi rawan sendi dan adanya pembentukan tulang baru pada permukaan sendi. Osteoartritis biasa menyerang Vertebrae (cervikal dan lumbal) , pangggul, pergelangan kaki dan tangan, phalnx proksimal dan distal, femur. Gejala dari osteoartritis diantaranya Nyeri sendi, krepitasi, dan keterbatasan gerak. Faktor resiko dari osteoartritis diantaranya adalah Usia, jenis kelamin, aktifitas, genetik, obesitas, gizi, gaya hidup, riwayat fraktur.

5

STEP 5Define learning objectives 1. Memahami dan menjelaskan anatomi makroskopik articulatio genu 1.1 Menjelaskan anatomi makroskopik ariculatio genu 1.2 Menjelaskan anatomi mikroskopik articulatio genu 2. Memahami dan menjelaskan osteoartritis 2.1 Menjelaskan definisi OA 2.2 Menjelaskan sendi yang sering mengalami OA2.3 Menjelaskan etiopatogenesa OA

2.4 Menjelaskan faktor resiko OA 2.5 Menjelaskan gejala klinis OA2.6 Menjelaskan pemeriksaan radiologis OA

2.7 Menjelaskan penatalaksanaa OA (farmakoterapi).

6

STEP 6Gather information and individual study

7

STEP 7TIU 1 Memahami dan Menjelaskan Makroskopik dan Mikroskopik Articulatio Genus TIK 1.1 Makroskopik Articulation Genus Articulatio genus merupakan articulatio composita yaitu: Articulatio patella femoralis dan articulatio tibia femoralis. Sendi lutut atau Articulatio genus merupakan sendi yang terbesar pada tubuh manusia. Sendi ini merupakan sendi engsel yang jenis gerak frocheginglymus pada posisi memungkinkan sedikit rotasi. Articulatio patella femoralis Patella merupakan tulang sesamoid yang berkembang dalam tendo M.Rectus femoris. Fungsi tulang ini sebagai pelindung bagian anterior articulatio genu dan merupakan sistem katrol yang pendek. Articulatio Tibia femoralis Articulatio genus merupakan suatu sendi yang merupakan pertemuan condylus femoris yang cembung dan condylus tibiae yang cekung dangkal. Bentuk permukaan sendi seperti ini mengakibatkan sendi tersebut tidak stabil. Untuk menstabilkan sendi tersebut salah satu diantaranya diperlukan discus atau meniscus yang dapat memperdalam cekungan facies articularis tibiae tersebut. Selain itu, meniscus dapat merupakan shock absorben (peredam kejut) dan memindahkan beban pada articulatio genus terdapat meniscus medialis dan meniscus lateralis yang mengelilingi pinggir facies articularistibiae. Pada bagian atas terdapat condylus femoris yang bulat, sedangkan pada bagian bawah terdapat condylus tibiae dan kartilago semiulnarisnya. Pada bagian depan terdapat artikulasi antara ujung bawah femur dan patella. Facies artikularis femoris, tibia dan patella diliputi tulang rawan hialin. Kemudian membran synovialis dan fibrosa dari capsula artikularis, dipisahkan oleh timbunan lemak pada facies anterior dan posterior. Refleksi membrana synovialis terletak pada sebelah anterior femur, biasanya pada jarak tertentu dari tepi kartilago dimana membrana synovialis berasal. Hal ini karena adanya bursa supra patellaris yang berhubungan dengan rongga sendi. Jenis sendi Gerak sendi : gynglymus : fleksi,ekstensi,dan sedikit rotasi pada sikap fleksi.

Gerak sendi pada articulatio genus dilakukan oleh dua belas otot yang dikategorikan sebagai berikut: Otot Hamstring Tidak berkelompok :M.biceps femoris M.quadriceps femoris. caput longum, M.semimembranosus,

: M.sartorius, M.popliteus, M.gastrocnemius, dan M.plantaris8

Fleksi : M.semimembranosus, M.semitendinosus, M.biceps femoris caput longum, M.sartorius, M.popliteus, M.gastrocnemius, dan M.plantaris. Ekstensi Rotasi medialis Fleksi lateralis : M.quadriceps femoris dan tensor fascia latae : M.popliteus, M.semimembranosus, M.semitendinosus, M.sartorius, dan M.gracilis. : M.biceps femoris caput brevis

Bursa pada sendi lutut:1.

Bursa anterior: -Bursa superpatellaris : berhubungan dengan rongga sendi. -Bursa prepatellaris -Bursa intrapatellaris superficialis -Bursa infrapatellaris

dibawah

M.quadriceps,

: dijaringan subkutan. : di jaringan subkutan

profunda : diantara Ligamentum patellae dan tibiae. : M.popliteus berhubungan dengan ruang sendi. M.semimembranosus

2.

Bursa posterior: -Recessus subpopliteus

-Bursa M.semimembranosus: Insertion berhubungan dengan rongga sendi. Persyarafan

: n.femoralis, n.obturatorius, n.peqenous communis, dan n.tibialis.

TIK 1.2 Mikroskopik Articulatio genus Tulang rawan hialin merupakan tulang rawan yang tersebar luas 40% dari matriksnya berupa serat kolagen, sisanya substansia dasar proteoglikan terutama berupa kondroitin sulfat. Matriks tulang rawan hialin terikata homogen disekitar lakuna terlihat berwarna lebih basofil karena konsentrasi proteogilkan bersulfat lebih tinggi dari sekitarnya, daerah ini disebut teritorium. Sedangkan matriks yang terdapat diantara lakuna yang satu dengan lainnya terlihat lebih terang, disebut daerah interteritorium. Kondrosit terdapat dalam lakuna, dapat tunggal atau terdiri dari dua,tiga,atau delapan sel isogen. Tulang rawan hialin dibungkus oleh perikondrium.

9

TIU.2. Memahami dan Menjelaskan Osteoartritis TIK.2.1. Menjelaskan Definisi Osteoartritis Osteoartritis adalah gangguan penyakit pada sendi yang bergerak, penyakit ini bersifat kronik, berjalan progressif lambat, tidak meradang dan ditandai oleh adanya detoriorasi dan abrasi rawan sendi dan adanya pembentukan tulang baru (osteofit), dan menyerang pada usia diatas 45 tahun. (Patofisiologi 2, Price). Osteoartritis merupakan penyakit sendi degeneratif yang berkaitan dengan kerusakan kartilago sendi (Ilmu Penyakit Dalam 2, FKUI)

TIK.2.2. Menjelaskan Persendian yang Paling Sering Terkena Osteoartritis Sendi sendi yang sering terkena osteoartritis antaralain adalah sendi sendi yang sering memikul beban berat seperti Lutut, Panggul, Vertebra Lumbal, Vertebra Servical, dan Sendi sendi pada jari yaitu sendi phalanx distal dan proksimal. (Patofisiologi 2, Price) Pada Laki laki bagian yang paling sering terkena osteoartritis antara lain adalah Paha, Pergelangan Tangan,dan leher. Jika pada wanita bagian yang sering terkena osteoartritis adalah lutut. (Ilmu Penyakit Dalam 2, FKUI)

TIK.2.3. Menjelaskan Etiopatogenesa Osteoartritis Perubahan struktural paling dini pada OA adalah pembesaran dan disorganisasi kondrosit di bagian superfisial tulang rawan sendi. Hal ini disertai perubahan dalam matriks kartilaginosa,termasuk fibrilasi(pemisahan) di permukaan sendi. Fisura secara bertahap meluas hingga mengenai seluruh ketebalan tulang rawan dan mencapai tulang subkondral. Sebagian tulang rawan sendi akhirnya mengalami erosi total,dan permukaan tulang subkondral yang terpajan menjadi tebal dan berkilap seperti gading(eburnasi).Potongan tulang rawan dan tulang sering terlepas dan membentuk joint mice yang mengapung bebas di rongga sendi. Cairan sinovium mungkin bocor melalui defek di TR dan tulang dibawahnya untuk membentuk kista dalam tulang. Tulang trabekular dibawahnya mengalami sklerosis sebagai respon terhadap meningkatnya tekanan di permukaan.Proliferasi tulang tambahan terjadi di tepi sendi sehingga membentuk tonjolan tulang yang disebut osteofit. Karena integritas sendi semakin menurun, terjadi trauma pada membran sinovium yang menyebabkan terjadinya peradangan nonspesifik.

10

TIK.2.4. Menjelaskan Faktor Resiko Osteoatritis FAKTOR PREDISPOSISI Ada beberapa faktor predisposisi yang diketahui berhubungan erat dengan terjadinya osteoartritis sendi lutut, yaitu umur, jenis kelamin, obesitas, ras dan trauma. Umur merupakan faktor risiko yang penting. Rata-rata laki-laki mendapatkan osteoartritis sendi lututpada umur 59,7 tahun dengan puncaknya pada usia 5564 tahun, sedangkan wanita 65,3 tahun dengan puncaknya pada usia 6574 tahun. Selain itu juga didapatkan bahwa penderita osteoartritis yang berumur lebih tua ternyata sudah menderita osteoartritis lebih lama dibandingkan yang berusia lebih muda. Penderita osteoartritis sendi lutut meningkatpada usia lebih dari 65 tahun, baik secara klinik, maupun radiologik. Gambaran radiologik yang berat (grade III dan IV menurut kriteria Kellgreen-Lawrence) makin meningkat dengan bertambahnya umur, yaitu 11,5% pada usia kurang dari 70 tahun, 17,8% pada umur 7079 tahun dan 19,4% pada usia lebih dari 80 tahun; wanita yang mempunyai gambanan radiologik osteoartnosis berat adalah 10,6% pada umur kurang dani 70 tahun, 17,6% pada umur 70-79 tahun dan 21,1% pada umur lebih dari 80 tahun; sedangkan pada laki-laki 12,8% pada umur kurang dani 70 tahun, 18,2% pada umur 7079 tahun dan 17,9% pada umur lebih dani 80 tahun. Prevalensi radiologik osteoartritis akan meningkat sesuai dengan umur. Pada umur di bawah 45 tahun jarang didapatkan gambaran radiologik yang berat. Pada usia tua gambanan radiologik osteoartritis sendi lutut yang berat mencapai 20%(8). Pada penelitian lain didapatkan bahwa dengan makin meningkatnya umur, maka beratnya osteoartritis secara radiologik akan meningkat secara eksponensial. Hubungan antara osteoartritis dengan umur sampai saat ini belum jelas. Penelitian biokimiawi menunjukkan adanya perbedaan kelainan rawan sendi yang disebabkan oleh proses menua dengan yang disebabkan oleh osteoartritis. Selain perubahan pada rantai proteoglikan dan kandungan air pada rawan sendi, ternyata perubahan pada pembuluh darah sendi akan mengurangi aliran darah ke sendi yang bersangkutan sehingga akan mempengaruhi proses perbaikan sendi bila terjadi kerusakan. Jenis kelamin mempengaruhi timbulnya osteoartritis. Pada usia di bawah 45 tahun, frekuensi osteoartritis pada kedua jenis kelamin sama, sedangkan di atas 50 tahun lebih sering terjadi pada wanita. Dari 500 pasien dengan osteoartritis pada anggota badan, ternyata 41,9% adalah penderita osteoartritis sendi lutut dan jumlah wanita lebih banyak dari laki-laki (1,3: 1). Wanita dan orang kulit hitam akan mendapatkan osteoarthritis sendi lutut lebih berat dibandingkan laki-laki yang menderita osteoartritis sendi lutut yang berderajat sedang adalah 7%, sedangkan wanita 15,5% dan pada orang kulit hitam, laki-laki 15,6% sedangkan wanita 28,6%. Rasa nyeri juga lebih banyak didapatkan pada wanita dibandingkan laki-laki. Pada orang kulit putih 45,9% wanita merasakan nyeri, sedangkan pada laki-laki hanya 32,5% dan pada orang kulit hitam, wanita yang merasakan nyeri 51,9% sedangkan laki-laki hanya 38,9%. Faktor lain yang berperan pada timbulnya osteoartritis sendi lutut adalah obesitas. Pada penelitian Framingham didapatkan hubungan yang kuat antara obesitas dan osteoartritis sendi lutut, terutama pada wanita. Pada penelitian Cushnagan ternyata sebagian besar pasien osteoartritis mempunyai berat rata-rata di atas normal. Pada penelitian HANES I, ternyata didapatkan pula hubungan yang erat antara berat badan dengan osteoartritis sendi lutut. Penelitian Silberger menunjukkan bahwa faktor kegemukan bukan hanya berperan dari segi biomekanik tapi juga dari segi metabolik. Tikus yang diberi makan makanan yang11

mengandung asam lemak jenuh, akan lebih banyak yang menderita osteoartritis dibandingkan tikus yang diberi makan makanan yang banyak mengandung asam lemak tak jenuh. Maquet berusaha menjelaskan secara biomekanika beban yang diterima lutut pada obesitas. Pada keadaan normal, gaya berat badan akan melalui medial sendi lutut dan akan diimbangi oleh otot-otot paha bagian lateral sehingga resultannya akan jatuh pada bagian sentral sendi lutut. Pada keadaan obesitas, resultan gaya tersebut akan bergeser ke medial sehingga beban yang diterima sendi lutut tidak seimbang. Pada keadaan yang berat dapat timbul perubahan bentuk sendi menjadi varus yang akan makin menggeser resultan gaya tersebut ke medial. Faktor ras diduga mempengaruhi timbulnya osteoartritis. Osteoartritis lutut lebih sering ditemukan pada orang Asia, sedangkan osteoartritis panggul lebih sering pada orang Kaukasia. Pekerjaan dan olah raga juga merupakan faktor predisposisi osteoartritis sendi lutut. Penelitian HANES I mendapatkan bahwa pekerja yang banyak membebani sendi lutut akan mempunyai risiko terserang osteoartritis lebih besar dibandingkan pekerja yang tidak banyak membebani lutut. Faktor lain adalah merokok. Makin berat perokok, maka makin rendah frekuensi osteoartritis pada kelompok tersebut. Hal yang sama juga didapatkan pada penelitian HANES I dan Framingham. Hubungan antana merokok dan rendahnya prevalensi osteoartritis sendi lutut, belum dapat dijelaskan secara pasti. Beberapa faktor metabolik seperti diabetes melitus, hipertensi, hiperurisemi dan Calcium pyrophosphare deposition disease dikatakan juga berperan sebagai faktor predisposisi timbulnya osteoartritis.

TIK.2.5. Menjelaskan Gejala Klinis Osteoartritis Pada umumnya pasien OA mengatakan bahwa keluhan keluhannya sudah berlangsung lama, tetapi berkembang secara perlahan lahan. Nyeri sendi Keluhan ini merupakan keluhan utama yang seringkali membawa pasien ke dokter (meskipun mungkin sebelumnya sendi sudah kaku dan berubah bentuknya). Nyeri biasanya bertanmbah dengan gerakan dan sedikit berkurang dengan istirahat. Beberapa gerakn tertentu kadang kadang menimbilkan rasa nyeri yang lebih dibanding gerakan lain. Nyeri pada OA juga dapat berupa penjalaran atau akibat radikulopati, misalnya pada OA servikal dan lumbal. Oa lumbal yang menimbulkan stenosis spinal mungkin menimbulkan keluhan nyeri dibetis, yang biasa disebut dengan claudicatio intermitten. Hambatan gerakan sendi Gangguan ini biasanya semakin bertambah berat dengan pelan pelan sejalan dengan bertambahnya rasa nyeri. Kaku pagi

12

Pada beberapa pasien, nyeri atau kaku sendi dapat timbul setelah imobilitas, seperti duduk di kursi atau mobil dalam waktu yang cukup lama atau bahkan seetelah bangun tidur. Krepitasi Rasa gemeretak (kadang kadang dapat terdengar) pada sendi yang sakit. Pembesaran sendi (deformitas) Pasien mungkin menunjukkan bahwa salah satu sendinya (seringkali terlihat di lutut atau tangan) secara pelan pelan membesar. Perubahan gaya berjalan Gejala ini merupakan gejala yang menyusahkan pasien. Hampir semua pasien OA pergelangan kaki, tumit, lutut atau panggul berkembang menjadi pincang. Gangguan fungsi sendi yang lain merupakan ancaman yang besar untuk kemandirian pasien OA yang umumnya tua.

TIK.2.6. Menjelaskan Pemeriksaan Radiologi Osteoartritis Ciri khas yang sering terlihat pada gambaran radiogram osteoartritis adalah penyempitan ruang sendi dan osteofit pada pinggir sendi.keadaan ini terjadi karena tulang rawan sendi menyusut yang diawali dengan retak dan terbelahnya permukaan sendi di beberapa tempat yang kemudian menyatu dan disebut dengan fibrilasii. Di lain pihak pada tulang akan terjadi pula perubahan sebagai reaksi tubuh untuk memperbaiki kerusakan, perubahan tersebut merupakan penebalan tulang subkondral atau terjadi peningkatan densitas tulang dan pembentukan osteofit marginal, disusul kemudian dengan perubahan komposisi molekuar dan struktur tulang.penipisan kartilago sendi akibat proses degeneratif memberi gambaran penyempitan celah sendi yang tidak simetris pada polos radiologi.fungsi kartilago sendi berkurang bahkan menghilang mengakibatkan beban stres di daerah sub kondral bertambah.beberapa subkondral tersebut dapat diamati pada photo polos radiologi berupa pembentukan osteofit,subkondral sklerotik,maupu pembentukan krista subkondral. Beratnya perubahan pada sendi yang terlihat secara radiolografis dapat tidak berhubungan dengan gejala-gejala yang ada.bukti radiologis penderita osteoartritis dapat ditemukan pada hampir 85% penderita diatas 75 tahun,sedangkan penderita yang mengeluh nyeri dan kaku sendi persentase jauh lebih rendah. Radiogram khusus dapat membantu untuk menevaluasi osteoartritis.radiogram sendi lutut yang sedang memikul beben tubuh dapat memberi gambaran yang lebih baik tentang efek penyakit bila dibandingkan dengan gambaran sendi yang tidak sedang memikul beban tubuh.osteoartritiis buka n penyakit yang simetris,sehingga pembuatan gambar radiogram sendi kontralateral akan dapat membantu.13

TIK.2.7. Menjelaskan Penatalaksanaan Osteoartritis Rehabilitasi Medik. Di bagian Rehabilitasi Medik terdapat berbagai modalitas panas (SWD= Short Wave Diathermy, US=Ultra Sound) maupun dingin (Cold Pack, Criojet) yang dapat membantu mengurangi nyeri dan peradangan sendi yang terkena. Pada pasien yang sedang mengalami serangan akut (sendi panas, bengkak, nyeri sekali) dianjurkan untuk istirahat dan mengurangi aktivitas, sambil minum obat. Apabila serangan akut telah lewat, atau pada pasien yang Osteoartritis yang tidak mengalami serangan akut, diberikan latihan. Latihan berguna untuk menguatkan otot-otot sekitar sendi, mencegah timbulnya kaku sendi, meningkatkan dan mempertahankan pergerakan sendi, membantu mengurangi berat badan dan meningkatkan ketahanan. Olahraga yang diajurkan adalah berenang, berjalan, dan sepeda statis. Bagian Rehabilitasi Medik juga meresepkan berbagai alat bantu yang berfungsi untuk mengurangi stres pada sendi yang terserang. Sebagai contoh: dynamic splint digunakan pada pasien Osteoartritis lutut untuk mengurangi beban mekanik lutut sehingga nyeri berkurang. Terapis okupasi, yang merupakan bagian dari Rehabilitasi Medik, akan melatih penderita Osteoartritis dalam melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari. Dilakukan penilaian terhadap pekerjaan dan keadaan rumah pasien Osteoartritis, dan dilakukan penyesuaian. Misalnya pada pasien Osteoartritis kamar tidur sebaliknya di lantai dasar. Kalaupun pasien terpaksa harus menaiki tangga, diajarkan untuk naik tangga dengan tungkai yang sehat (tidak sakit) terlebih dahulu dan turun tangga dengan tungkai yang sakit terlebih dahulu. Pasien juga diberi edukasi mengenai cara pemeliharaan dan melindungi sendi. Diet Penurunan berat badan seringkali mengurangi timbulnya keluhan. Operasi Operasi perlu dipertimbangkan pada pasien OA dengan kerusakan sendi yang nyata dengan nyeri menetap dan kelemahan fungsi. Tindakan yang dapat dilakukan adalah osteotomi untuk mengoreksi ketidaklurusan atau ketidak sesuaian, debridemen sendi untuk mengghilangkan fragmen tulang rawan sendi, pembersihan osteofit, artroplasti parsial dan total, artrodesis dan kondroplasia FARMAKOTERAPI OSTEOARTHRITIS Obat analgesik antipiretik serta obat anti inflamasi non steroid (AINS) merupakan suatu kelompok yang heterogen, secara kimia. Walaupun demikian obat-obat ini ternyata memiliki banyak persamaan dalam efek terapi maupun efek samping. Sebagian besar efek terapi dan efek sampingnya berdasarkan atas penghambatan biosintesis prostaglandin (PG). Golongan ini sering disebut juga sebagai obat mirip aspirin.

14

OAINS (Obat Anti-Inflamasi Non-Steroid)

Asam Karboksilat

Asam Enolat

As. Derivat Derivat Derivat Derivat Asetat as. Salisilat as. Propionate as. Fenamat Pirazolon * Aspirin * As. tiaprofenat * As. mefenamat * Azapropazon * Benorilat * Fenbufen * Meklofenamat * Fenilbutazon * Difflunisa * Fenoprufen * Oksifenbutazon * Salsalat * Flurbiprofen * Ibuprofen * Ketoprofen * Naproksen

Derivat Oksikam *Piroksikam *Tenoksikam

Derivat as. Fenilasetat * Diklofenak * Fenklofenak

Derivat as. Asetat-inden0indol * Indometasin * Sulindak * Tolmetin

Mekanisme Kerja Berhubungan dengan sistem biosintesis PG. Penelitian telah membuktikan bahwa produksi PG akan meningkat bila sel mengalami kerusakan. Golongan obat ini menghambat enzim siklooksigenase sehingga konversi asam arakidonat menjadi PGG2 terganggu. Setiap obat menghambat siklooksigenase dengan kekuatan dan selektivitas yang berbeda. Enzim siklooksigenase terdapat dalam 2 isoform disebut KOKS-1 dan KOKS-2. Kedua isoform tersebut dikode oleh gen yang berbeda dan ekspresinya bersifat unik.15

KOKS-1 esensial dalam pemeliharaan berbagai fungsi dalam kondisi normal di berbagai jaringan khususnya ginjal, saluran cerna dan trombosit. Di mukosa lambung aktivitas KOKS-1 menghasilkan prostasiklin yang bersifat sitoprotektif. Tromboksan A2 yang disintesis trombosit oleh KOKS-1, menyebabkan agregasi trombosit, vasokonstriksi dan poliferasi otot polos. Sebaliknya prostasiklin (PGI2) yang disintesis oleh KOKS-2 di endotel makrovaskular melawan efek tersebut dan menyebabkan penghambatan agregasi trombosit, vasodilatasi dan efek anti-proliferatif. Aspirin lebih kuat menghambat KOKS-1 daripada KOKS-2. Khusus parasetamol hambatan biosintesis PG hanya terjadi bila lingkunganya rendah kadar peroksid seperti di hipotalamus. Lokasi inflamasi biasanya mengandung banyak peroksid yang dihasilkan oleh leukosit. Untuk fungsi pembekuan darah 20% aktivitas siklooksigenase mencukupi. INFLAMASI Respon inflamasi terjadi dalam 3 fase dan diperantarai mekanisme yang berbeda : Fase askut, dengan ciri vasodilatasi lokal dan peningkatan permeabilitas kapiler Reaksi lambat, tahap subakut dengan ciri infiltrasi sel leukosit dan fagosit Fase proliferatif kronik, pada masa degenarsi dan fibrosa terjadi Migrasi leukosit ke jaringan radang merupakan aspek penting dalam proses inflamasi. Obat mirip aspirin tidak menghambat sistem lipooksigenase yang menghasilkan leukotrien sehingga obat ini tidak menekan migrasi sel. Pada dosis tinggi terlihat penghambatannya. Obat yang menghambat biosintesis PG maupun leukotrien diharapkan akan lebih poten menekan proses inflamasi. NYERI PG hanya berperan pada nyeri yang berkaitan dengan kerusakan jaringan atau inflamasi. Obat mirip aspirin tidak mempengaruhi nyeri yang ditimbulkan oleh efek langsung PG. Ini menunjukkan bahwa sintesis PG dihambat oleh golongan obat ini, dan bukannya blokade langsung pada reseptor PG. DEMAM Pada keadaan demam dapat dikembalikan ke normal oleh obat mirip aspirin. Ada bukti bahwa peningkatan suhu tubuh pada keadaan patologik diawali pelepasan suatu zat pirogen endogen yang memacu penglepasan PG ynag berlebihan. Obat mirip aspirin menekan efe zat pirogen endogen dengan menghambat sintesis PG. EFEK FARMAKOLOGIK EFEK ANALGESIK Obat mirip aspirin hanya efektif terhadap nyeri dengan intensitas rendah sampai sedang, juga efektif terhadap nyeri yang berkaitan dengan inflamasi. Obat mirip aspirin tidak menimnbulkan ketagihan dan tidak menimbulkan efek samping sentral yang merugikan.16

EFEK ANTIPIRETIK Akan menurunkan suhu badan hanya pada keadaan demam. Tidak semua bersifat antipiretik karena bersifat toksik bila digunakan secara rutin atau terlalu lama, contohnya fenil butazon dan antireumatik. EFEK ANTI-INFLAMASI Kebanyakan obat mirip aspirin lebih dimanfaatkan sebagai anti-inflamasi pada pengobatan kelainan muskuloskeletal, seperti arthritis reumatoid, osteoarthritis dan spondilitis ankilosa. Terapi obat ini hanya meringankan gejala nyeri dan inflamasi yang berkaitan dengan penyakitnya secara simtomatik, tidak menghentikan, memperbaiki atau mencegah kerusakan jaringan pada kelainan muskuloskeletal. EFEK SAMPING Efek samping yang paling sering terjadi adalah induksi tukak lambung yang kadang-kadang disertai anemia sekunder akibat pendarahan saluran cerna. Dua mekanisme terjadinya iritasi lambung adalah : 1. Iritasi bersifat lokal yang menimmbulkan difusi kembali asam lambung ke mukosa dan menyebabkan kerusakan jaringan. 2. Iritasi atau pendarahan lambungnya bersifat sistemik melalui hambatan biosintesis PGE2 dan PGEI1. Kedua PG ini banyak ditemukan di mukosa lambung dengan fungsi menghambat sekresi mukus usus halus yang bersifat sitoprotektif. Terjadi pada pemberian parenteral. Uji klinik dengan penghambat KOKS-2 menyimpulkan bahwa gangguan saaluran cerna lebih ringan daripada pengunaan KOKS-1. Maproksen, ibuprofen dan diklofenak termasuk OAINS yang kurang menimbulkan gangguan lambung dibandingkan piroksikam dan indometasin pada dosis terapi. ES lain adalah gangguan fungsi trombosit akibat penghambatan biosintesis tromboksan A2 engan akibat perpanjangan. Penghambatan biosintesis PG di ginjal, berperan dalam gangguan homeostasis ginjal yang ditimbulkan oleh obat ini. Pada orang normal tidak banyak berpengaruh, tetapi pada pasien hipovolemia, sirosis hepatis yang disertai asites dan pasien gagal jantung, aliran darah ginjal dan kecepatan filtrasi glomeruli akan berkurang, bahkan dapat terjadi gagal ginjal akut. Juga dapat terjadi hipersensitivitas.

CONTOH OBAT SALISILAT17

Farmakodinamik, sangat luas digunakan dan digolongkan dalam obat bebas. Paling banyak digunakan untuk analgesik, antipiretik dan anti-inflamasi. Bekerja cepat dan efektif untuk antipiretik. Untuk memperoleh efek anti-inflamasi yang baik kadar plasma perlu dipertahankan antara 250-300g/ml, tercapai dengan dosis terapi 4gr/hari untuk orang dewasa. Pada penyakit demam reumatik, aspirin belum dapat digantikan OAINS lain. o Efek terhdap pernafasan : alkalosis respiratorik (CO2 melalui alveoli bertambah dan PCO2 dalam plasma berkurang). o Efek terhadap keseimbangan asam basa : kompensasi dari alkalosis respiratorik adalah asidosis metabolik o Efek terhadap urikosurik : dosis rendah salisilat menghambat sekresi tubuli sedangkan pada dosis tinggi salisilat juga menghambat reabsorpsinya dengan hasil akhir peningkatan eksresi asam urat. o Efek terhadap darah : memperpanjang masa pendarahan o Efek terhadap hati dan ginjal : bersifat hepatotoksik, berkaitan dengan dosis. Gejala : kenaikan SGOT dan SGPT, beberapa pasien mengalami hepatomegali, anoreksia, mual, dan ikterus. o Efek terhadap saluran cerna : iritasi saluran cerna, pendarahan lambung pada dosis besar. Farmakokinetik, pemberian oral, diabsorpsi cepat dalam bentuk utuh di lambung, sebagian besar di usus halus bagian atas. Absorpsi pemberian rektal lambat dan tidak sempurna. Diabsorpsi cepat pada kulit sehat. Kadar tertinggi dalam 2 jam. Setelah absorpsi menyebar ke seluruh tubuh dan cairan intraseluler. Mudah menembus sawar otak dan uri. 80-90% terikat albumin. Dihidrolisis menjadi asam salisilat terutama di hati. Biotransformasi banyak di jaringan.diekskresi melalui ginjal, sebagian melalui keringat dan empedu. Kontraindikasi, pasien dengan kerusakan hati, hipoprotrombinemia, defisiensi vitamin K,hemofilia dan hipovolemia/gagal ginjal. Indikasi, ntipiretik, analgesik, demam reumatik akut, arthritis reumatoid, penggunaan lain seperti untuk mencegah trombus koronar dan trombus vena dalam berdasarkan efek penghambatan agregasi trombosit.

SALISILAMID Farmakodinamik, adalah amida asam salisilat yang memperlihatkan efek analgesik dan antipiretik mirip asetosal, walaupun dalam badan salisilamid tidak diubah menjadi salisilat. Efek analgesik antipiretik salisilamid lebih rendah daripada salisilat, karena salisilamid dalam mukosa usus mengalami metabolisme lintas pertama, sehingga hanya sebagian salisilamid yang diberikan masuk sirkulasi sebagai zat aktif. Farmakokinetik, mudah diabsorpsi usus dan cepat didistribusi ke jaringan. Kerja menghambat glukoronidasi obat analgesik lain di hati misalnya Na salisilat dan asetaminefen, sehingga pemberian bersama dapat meningkatkan efek terapi dan toksositas obat tersebut. Dosis analgetik antipiretik untuk orang dewasa 3-4 kali 300600 mg/hari, untuk anak 65 mg/kgBB/hari diberikan 6 kali/hari.18

DIFLUNISAL Farmakodinamik, merupakan derivat difluorofenil dari asam salisilat, tetapi ini vivo tidak diubah menjadi asam salisilat. Bersifat analgesik dan anti-inflamasi tetapi hampir tidak bersifat antipiretik. Farmakokinetik, setelah pemberian oral, kadar puncak dicapai dalam 2-3 jam. 99% diflunasi terikat albumin plasma dan waktu paruh berkisar 8-12 jam. Indikasi, diflunasi hanya sebagai analgesik ringan sampai sedang dengan dosis awal 500 mg disusul 250-500 mg tiap 8-12 jam. Untuk osteoarthritis dosis awal 2 kali 250500 mg sehari dengan dosis pemeliharan tidak melampaui 1,5 gram sehari. Efek Samping, lebih ringan daripada asetosal dan tidak dilaporkan menyebabkan gangguan pendengaran. PARA AMINO FENOL Derivat para amino fenol adalah fenasetin dan asetaminofen. Asetaminofen (parasetamol) merupakan metabolit fenasetin dengan efek antipiretik yang sama. Farmakodinamik, fenasetin dan asetaminofen menghilangkan atau mengurangi nyeri ringan sampai sedang. Keduanya menurunkan suhu tubuh dengan mekanisme yang diduga juga berdasarkan efek sentral. Efek- anti inflamasinya sangat lemah, oleh karena itu tidak digunakan sebagai antireumatik. Parasetamol merupakan penghambat biosintesis PG yang lemah. Efek iritasi, erosi dan pendarahan lambung tidak terlihat pada kedua obat ini, demikian juga gangguan pernafasan dan keseimbangan asam basa. Farmakokinetik, diabsorpsi cepat dan sempurna melalui saluran cerna. Konsentrasi tertinggi di plasma dicapai dalam waktu jam dan masa paruh plasma antara 1-3 jam. Tersebar diseluruh cairan tubuh. Dalam plasma, 25% parasetamol dan 30% fenasetin terikat protein plasma. Dimetabolisme oleh enzim mikrosom hati. Sebagian asetaminofen (80%) dikonjugasi dengan asam glukoronat dan sebagian lain dengan asam sulfat. Mengalami hidroksilasi, metabolitnya dapat menimbulkan methemoglobinemiadan hemolisis eritrosit. Dieksresi melalui ginjal sebagian besar dalam bentuk konjugasi. Indikasi, karena hampir tidak mengiritasi lambung, parasetamol sering dikombinasikan dengan OAINS untuk efek analgesik. Kontraindikasi, jangan diberikan untuk jangka panjang. Efek samping, alergi jarang terjadi. Fenasetin anemia hemolitik. Penggunaan semua jenis analgesik dosis besar secara menahun terutama dalam kombinasi berpotensi menyebabkna nefroti analgesik. Posologi, parasetamol tablet 500 mg atau sirup mengandung 120 mg/5 ml. Untuk dewasa 300 mg-1 g/kali max 4 g/hari. Untuk anak 6-12 tahun : 150-300 mg/kali, max 1,2 g/hari. Untuk anak 1-6 tahun : 60-120 mg/kali dan bayi < 1 th : 60 mg/kali, max 6 kali/hari.19

PIRAZOLON DAN DERIVAT Termasuk dipiron, fenil butazon, antipirin dan aminopirin. Indikasi, dipiron hanya digunakan sebagai analgesik antipiretik, efek anti-inflamasi rendah. Antipirin dan aminopirin tidak dianjurkan lagi untuk digunakan. Sebaiknya dipiron hanya diberikan bila dibutuhkan analgesik antipiretik suntikan. Dapat digunakan untuk meredakan demam yang sukar diobati dengan obat lain. Fenil butazon dan oksifenbutazon sudah tidak dipakai lagi. Efek samping, dipiron dapat menyebabkan agranulositosis, anemia aplastik dan trombositopenia, juga menimbulkan hemolisis, edema, tremor, mual, muntah, pendarahan dan aanuria. ANALGESIK ANTI-INFLAMASI NON-STEROID LAINNYA Beberapa OAINS dibawah ini biasanya bersifat anti-inflamasi, analgesik dan antipiretik. Semua OIANS merupakan iritan mukosa lambung walupun ada perbedaan gradasi antar obatobat ini. Asam Mefenamat dan Meklofenamat o Digunakan sebagai analgetik, anti-inflamasi. Meklofenat digunakan sebagai obat anti-inflamasi pada terapi arthritisreumatoid dan osteoarthritis. As. Mefenamat terikat sangat kuat pada protein plasma. Penggunaan saat haid mengurangi kehilangan darah secara bermakna. o Efek samping, dispepsia, diare dan gejala iritasi lain terhadap mukosa lambung, bisa terjadi hipersensitivitas dan anemia hemolitik. o Dosis, as. Mefenamat 2-3 kali 250-500 mg/hari ; meklofenamat 200400 mg/hari o Kontraindikasi, anak 7 hari. Diklofenak o Farmakokinetik, absorpsi melalui saluran cerna cepat dan lengkap. 99% terikat protein dan mengalami metabolisme lintas pertama. Waktu paruh 1-3 jam. o Efek samping, mual, gastritis, eritema kulit dan sakit kepala. o Kontraindikasi, wanita hamil, pasien dengan tukak lambung. o Dosis, dewasa 100-150 mg/hari 2-3 dosis Fenubfen o Farmakokinetik, merupakan pro-drug, metabolit aktifnya asam-4-binefilasetat. Waktu paruh 10 jam absorpsi obat melalui lambung. Kadar puncak metabolit dicapai dalam 7,5 jam. o Kontraindikasi, pasien tukak lambung, gangguan ginjal dosis dikurangi. o Dosis, untuk indikasi reumatik sendi 2 kali 300 mg sehari dan dosis pemeliharaan 1 kali sehari 600 mg. Ibuprofen o Farmakodinamik, bersifat analgesik, anti-inflamasi tidak terlalu kuat.20

o Farmakokinetik, absorpsi cepat melalui lambung dan kadar max dalam plasma dicapai setelah 1-2 jam. Waktu paruh dalam plasma 2 jam. 90% terikat protein plasma. Eksresi cepat dan lengkap melalui urin. Metabolit utama hasil dari hidroksilasi dan karboksilasi. o Efek samping, pada saluran cerna lebih ringan dari aspirin. Jarang terjadi : eritema, sakit kepala, trombosipenia, ambliopia toksik. o Kontraindikasi, wanita hamil dan menyusui. Ketoprofen o Farmakodinamik, sifat anti-inflamasi sedang. o Farmakokinetik, absorpsi berlangsung baik dari lambung. Waktu paruh plasma 2 jam. o Efek samping, gangguan saluran cerna dan reaksi hipersensitivitas. o Dosis, 2 kali 100 mg sehari, bentuk individual. Naproksen o Farmakokinetik, absorpsi baik melalui lambung dan kadar puncak plasma dicapai dalam 2-4 jam. Waktu paruh 14 jam. 98-99% terikat protein. Eksresi melaui urin. o Efek samping, dispepsia ringan sampai pendarahan lambung. Terhadap SSP berupa sakit kepala, pusing, rasa lelah dan ototoksisitas. Gangguan hepar dan ginjal. o Dosis, untuk terapi penyakit reumatik sendi 2 kali 250-375 mg/hari, bila perlu 2 kali 500 mg/hari. Asam Tiaprofenat o Farmakokinetik, waktu paruh dalam plasma 2 jam dan eksresi terutama melalui ginjal. o Efek samping, sama seperti OAINS lain. o Dosis, 3 kali 200 mg/hari Indometasin o Farmakodinamik, memiliki efek anti-inflamasi dan analgesik antipiretik. In vitro menghambat enzim siklooksigenase. o Farmakokinetik, absorpsipemberian oral baik. 92-99% terikat protein. Metabolisme di hati, eksresi melalui urin dan empedu. o Efek samping, nyeri abdomen, diare pendarahn lambung, dan pankreatitis, selain itu pusing, depresi dan rasa bingung. Agranulosa, anemia aplastik dan trombositopenia, hiperkalemia. o Kontraindikasi, anak, wanita hamil, pasien gangguan psikiatri, dan pasien penyakit lambung. o Dosis, 2-4 kali 2 mg sehari. Untuk mengurangi gejala reumatik di malam hari 50-100 mg sebelum tidur. Peroksikam dan Meloksikamnabumeton o Peroksikam21

Farmakokinetik, waktu paruh > 45 jam, absorpsi cepat di lambung, terikat 99% dengan protein, menjalani siklus enterohepatik Efek samping, tukak lambung, efek samping lain, pusing, tinitus, nyeri kepala dan eritema kulit. Kontraindikasi, wanita hamil, pasien tukaklambung, pasien yang minum antikoagulan. Indikasi, RA, osteoarthritis, spondilitis ankilosa. o Meloksikam Farmakodinamik, cenderung menghambat KOKS-2 > KOKS-1. Efek samping, sama seperti peroksikam. Nabumeton o Merupakan produg o Farmakodinamik, menghambat iso enzim PG untuk peradangan tetapi kurang menghambat prostesiklin yang bersifat sitoprotektif. o Farmakokinetik, diserap cepat dari saluran cerna. Metabolitnya (6-MNA) penghambat kuat dari enzim siklooksigenase. Waktu paruh yang panjang jadi cukup diberikan 1 kali sehari 60mg.

OBAT PIRAI Ada 2 kelompok : 1) obat yang menghentikan proses inflamasi akut, 2) obat yang mempengaruhi kadar asam urat tidak berguna mengatasi serangan klinis. Kolkisin o Farmakodinamik, sifat anti radang spesifik terhadap penyakit pirai dan beberapa artritis lainnya. Tidak mempunyai efek analgesik. Berkaitan dengan protein mikrotubular dan menyebabkan depolimerasi dan menghilangnya mikrotubul fibrilar granulositdan sel bergerak lainnya. o Farmakokinetik, absorpsi melaui saluran cerna baik. Kadar tinggi terdapat di ginjal, hati, limpa dan saluran cerna, tidak terdapat dalam otot rangka, jantung dan otak. Eksresi melalui tinja dan urin. o Efek samping, muntah, mual, kadang diare. Depresi sumsum tulang, purpura, neuritis perifer, miopati, anuria, alopesia, gangguan hati, reaksi, alergi, kolitis hemoragik jarang terjadi. o Kontraindikasi, pasien usia lanjut, lemah atau pasien dengan gangguan ginjal, kardiovaskuler dan saluran cerna. Alopurinol o Farmakodinamik, berguna mengobati penyakit pirai karena menurunkan kadar asam urat. Pengobatan jangka panjang mengurangi frekuensi serangan, menghambat pembentukan tofi, memobilisasi asam urat dan mengurangi besarnya tofi. o Farmakokinetik, alopurinol mengalami biotransformasi menjadi aloxantin yang masa paruhnya lebih panjang daripada alupurinol.22

o Efek samping, reaksi kulit, reaksi alergi demam mengigil, artralgia dan priritus, gangguan saluran cerna kadang terjadi. Probenesid o Farmakodinamik, berefek mencegah dan mengurangi kerusakan sendi. o Efek samping, paling sering adalah gangguan saluran cerna. Sulfinipirazon o Farmakodinamik, berefek mencegah dan mengurangi kelainan sendi. Kurang efektif mengurangi kadar asam urat. o Kontraindikasi, tidak boleh diberikan untuk pasien dengan riwayat ulkus peptik. o Efek samping, anemia, leukopeni, agranulosit. Ketorolak o Farmakodinamik, analgesik poten dengan efek anti-inflamasi sedang. o Farmakokinetik, absorpsi oral dan intramuskular berlangsung cepat dan mencapai puncak dalam 30-50 menit. Bioavailibilitas oral 80% dan hampir seluruhnya terikat protein plasma. o Efek samping, lebih ringan berupa nyeri di tempat suntikan, gangguan saluran cerna, kantuk, pusing, dan sakit kepala. Etidolak o Farmakodinamik, lebih selektif terhadap KOKS-2 dibandingkan AINS umunya. Masa kerja pendek.

ANTIREUMATIK PEMODIFIKASI PENYAKIT Metrotreksat o APP terpilih saat ini. o Efek samping, umum adalah mual dan ulkus mukosa saluran cerna. Hepatotoksisitas jarang terjadi. Azatioprin o Farmakodinamik, zat aktif nya 6-tioguanin menghambat sintesis asam inosinat, fungsi sel dan sel T, produksi imunoglobulin dan sekresi IL-2. o Efek samping, berupa supresi sumsum tulang, saluran cerna dan penurunan daya tahan tubuh terhadap infeksi. Klorokuinidin dan Hidroksiklorokuin o Belum cukup bukti sebagai APP. Relatif aman untuk kehamilan Garam Emas o Karena tosisitas obat ini jarang digunakan. Sulfasalazin o Efek samping, berupa mual, muntah, nyeri kepala, dan rash. o Pemilih obat o Sebagai analgesik antipiretik untuk anak aspirin atau parasetamol.23

24

DAFTAR PUSTAKA

1. Sylvia A. Price (2005), Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit 2, 6 ed, ab. H.

Hartanto, Jakarta, EGC.2. (2006), Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II, IV ed, Jakarta, IPD-FKUI. 3. Dorland, W. A. Newman. 2006. Kamus Kedokteran Dorland, Edisi 29. Jakarta: EGC 4. Robbin, Stanley L. 1999. Buku Saku Dasar Patologi Penyakit Edisi 5. Jakarta: EGC 5. Buku Ajar Patologi 11 edisi 4, (Stanley L. Robbins,MD.) & (Vinay Kumar,M.D). Jakarta. 6. Anatomi Klinik, Snell,1999. 7. Histologi. Lesson dkk. 1996. EGC: Jakarta. 8. Gunawan, sulista G dan Rianto Setiabudy (2007). Farmakologi dan Terapi. Edisi 5,

Jakarta : Departemen Farmakologi dan Terapeutik FK UI.

25