skenario 2 blok endokrin

download skenario 2 blok endokrin

of 18

description

tiroid

Transcript of skenario 2 blok endokrin

YAYU PUJI ASTUTI (1102010295) | nodul tiroid

1. MM. Makroskopis dan Mikroskopis kelenjar Tiroid1.1 Makroskopis

Secara anatomi, tiroid merupakan kelenjar endokrin (tidak mempunyai ductus) dan bilobular (kanan dan kiri), dihubungkan oleh isthmus (jembatan) yang terletak di depan trachea tepat di bawah cartilago cricoidea. Kadang juga terdapat lobus tambahan yang membentang ke atas (ventral tubuh), yaitu lobus piramida.Secara embriologi, tahap pembentukan kelenjar tiroid adalah:

A. Kelenjar tiroid mulanya merupakan dua buah tonjolan dari dinding depan bagian tengah farings, yang terbentuk pada usia kelahiran 4 minggu. Tonjolan pertama disebut pharyngeal pouch, yaitu antara arcus brachialis 1 dan 2. Tonjolan kedua pada foramen ceacum, yang berada ventral di bawah cabang farings I.

B. Pada minggu ke-7, tonjolan dari foramen caecum akan menuju pharyngeal pouch melalui saluran yang disebut ductus thyroglossus.

C.Kelenjar tiroid akan mencapai kematangan pada akhir bulan ke-3, dan ductus thyroglossus akan menghilang. Posisi akhir kelenjar tiroid terletak di depan vertebra cervicalis 5, 6, dan 7.

D. Namun pada kelainan klinis, sisa kelenjar tiroid ini juga masih sering ditemukan di pangkal lidah (ductus thyroglossus/lingua thyroid) dan pada bagian leher yang lain.Kelenjar tiroid dialiri oleh beberapa arteri:1. A. thyroidea superior (arteri utama).

2. A. thyroidea inferior (arteri utama).

3. Terkadang masih pula terdapat A. thyroidea ima, cabang langsung dari aorta atau A. anonyma.

Kelenjar tiroid mempunyai 3 pasang vena utama:1. V. thyroidea superior (bermuara di V. jugularis interna).

2. V. thyroidea medialis (bermuara di V. jugularis interna).

3. V. thyroidea inferior (bermuara di V. anonyma kiri).

Aliran limfe terdiri dari 2 jalinan:1. Jalinan kelenjar getah bening intraglandularis

2. Jalinan kelenjar getah bening extraglandularis

Kedua jalinan ini akan mengeluarkan isinya ke limfonoduli pretracheal lalu menuju ke kelenjar limfe yang dalam sekitar V. jugularis. Dari sekitar V. jugularis ini diteruskan ke limfonoduli mediastinum superior.

Persarafan kelenjar tiroid:1. Ganglion simpatis (dari truncus sympaticus) cervicalis media dan inferior

2. Parasimpatis, yaitu N. laryngea superior dan N. laryngea recurrens (cabang N.vagus)

N. laryngea superior dan inferior sering cedera waktu operasi, akibatnya pita suara terganggu (stridor/serak)

1.2 Mikroskopis

Secara histologi, parenkim kelenjar ini terdiri atas:1. Folikel-folikel dengan epithetlium simplex kuboideum yang mengelilingi suatu massa koloid. Sel epitel tersebut akan berkembang menjadi bentuk kolumner katika folikel lebih aktif (seperti perkembangan otot yang terus dilatih).

2. Cellula perifolliculares (sel C) yang terletak di antara beberapa folikel yang berjauhan.

2. MM. Fisiologi Hormon Tiroid

2.1 peranan Iodium terhadap Pembentukan hormon tiroid

Iodide Trappingyaitu pejeratan iodium oleh pompa Na+/K+ ATPase. Yodium masuk ke dalam koloid dan mengalami oksidasi. Kelenjar tiroid merupakan satu-satunya jaringan yang dapat mengoksidasi I hingga mencapai status valensi yang lebih tinggi. Tahap ini melibatkan enzim peroksidase. Iodinasi tirosindimana yodium yang teroksidasi akan bereaksi dengan residu tirosil dalam tiroglobulin di dalam reaksi yang mungkin pula melibatkan enzim tiroperoksidase (tipe enzim peroksidase). Perangkaian iodotironilyaitu perangkaian dua molekul DIT (diiodotirosin) menjadi T4 (tiroksin, tetraiodotirosin) atau perangkaian MIT (monoiodotirosin) dan DIT menjadi T3 (triiodotirosin). reaksi ini diperkirakan juga dipengaruhi oleh enzim tiroperoksidase. Hidrolisis yang dibantu oleh TSH (Thyroid-Stimulating Hormone) tetapi dihambat oleh I, sehingga senyawa inaktif (MIT dan DIT) akan tetap berada dalam sel folikel. Tiroksin dan triiodotirosin keluar dari sel folikel dan masuk ke dalam darah. Proses ini dibantu oleh TSH. MIT dan DIT yang tertinggal dalam sel folikel akan mengalami deiodinasi, dimana tirosin akan dipisahkan lagi dari I. Enzim deiodinase sangat berperan dalam proses ini. Tirosin akan dibentuk menjadi tiroglobulin oleh retikulum endoplasma dan kompleks golgi.

2.2 fungsi hormon tiroid

1. Meningkatkan transkripsi gen ketika hormon tiroid (kebanyakan T3) berikatan dengan reseptornya di inti sel.

2. Meningkatkan jumlah dan aktivitas mitokondria sehingga pembentukkan ATP (adenosin trifosfat) meningkat.

3. Meningkatkan transfor aktif ion melalui membran sel.

4. Meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan otak, terutama pada masa janin.

2.3 Mekanisme sintesis, sekresi, dan faktor yang mempengaruhi hormon tiroid

Ada 7 tahap, yaitu:

1. Trapping Proses ini terjadi melalui aktivitas pompa iodida yang terdapat pada bagian basal sel folikel. Dimana dalam keadaan basal, sel tetap berhubungan dengan pompa Na/K tetapi belum dalam keadaan aktif. Pompa iodida ini bersifat energy dependent dan membutuhkan ATP. Daya pemekatan konsentrasi iodida oleh pompa ini dapat mencapai 20-100 kali kadar dalam serum darah. Pompa Na/K yang menjadi perantara dalam transport aktif iodida ini dirangsang oleh TSH.

2. OksidasiSebelum iodida dapat digunakan dalam sintesis hormon, iodida tersebut harus dioksidasi terlebih dahulu menjadi bentuk aktif oleh suatu enzim peroksidase. Bentuk aktif ini adalah iodium. Iodium ini kemudian akan bergabung dengan residu tirosin membentuk monoiodotirosin yang telah ada dan terikat pada molekul tiroglobulin (proses iodinasi). Iodinasi tiroglobulin ini dipengaruhi oleh kadar iodium dalam plasma. Sehingga makin tinggi kadar iodium intrasel maka akan makin banyak pula iodium yang terikat sebaliknya makin sedikit iodium di intra sel, iodium yang terikat akan berkurang sehingga pembentukan T3 akan lebih banyak daripada T4.

3. CouplingDalam molekul tiroglobulin, monoiodotirosin (MIT) dan diiodotirosin (DIT) yang terbentuk dari proses iodinasi akan saling bergandengan (coupling) sehingga akan membentuk triiodotironin (T3) dan tiroksin (T4). Komponen tiroglobulin beserta tirosin dan iodium ini disintesis dalam koloid melalui iodinasi dan kondensasi molekul tirosin yang terikat pada ikatan di dalam tiroglobulin. Tiroglobulin dibentuk oleh sel-sel tiroid dan dikeluarkan ke dalam koloid melalui proses eksositosis granula.

4. Penimbunan (storage)Produk yang telah terbentuk melalui proses coupling tersebut kemudian akan disimpan di dalam koloid. Tiroglobulin (dimana di dalamnya mengandung T3 dan T4), baru akan dikeluarkan apabila ada stimulasi TSH.5. DeiodinasiProses coupling yang terjadi juga menyisakan ikatan iodotirosin. Residu ini kemudian akan mengalami deiodinasi menjadi tiroglobulin dan residu tirosin serta iodida. Deiodinasi ini dimaksudkan untuk lebih menghemat pemakaian iodium.

6. ProteolisisTSH yang diproduksi oleh hipofisis anterior akan merangsang pembentukan vesikel yang di dalamnya mengandung tiroglobulin. Atas pengaruh TSH, lisosom akan mendekati tetes koloid dan mengaktifkan enzim protease yang menyebabkan pelepasan T3 dan T4 serta deiodinasi MIT dan DIT.

7. Pengeluaran hormon dari kelenjar tiroid (releasing)Proses ini dipengaruhi TSH. Hormon tiroid ini melewati membran basal dan kemudian ditangkap oleh protein pembawa yang telah tersedia di sirkulasi darah yaitu Thyroid Binding Protein (TBP) dan Thyroid Binding Pre Albumin (TBPA). Hanya 0,35% dari T4 total dan 0,25% dari T3 total yang berada dalam keadaan bebas. Ikatan T3 dengan TBP kurang kuat daripada ikatan T4 dengan TBP. Pada keadaan normal kadar T3 dan T4 total menggambarkan kadar hormon bebas. Namun dalam keadaan tertentu jumlah protein pengikat bisa berubah. Pada seorang lansia yang mendapatkan kortikosteroid untuk terapi suatu penyakit kronik cenderung mengalami penurunan kadar T3 dan T4 bebas karena jumlah protein pembawa yang meningkat. Sebaliknya pada seorang lansia yang menderita pemyakit ginjal dan hati yang kronik maka kadar protein binding akan berkurang sehingga kadar T3 dan T4 bebas akan meningkat.

Penangkapan yodida oleh sel-sel folikel tiroid merupakan suatu proses aktif yang membutuhkan energi yang didapat melalui metabolisme oksidatif dalam kelenjar. Yodida berasal dari bahan makanan dan air, atau yang dilepaskan pada deyodinasi hormon tiroid atau bahan-bahan yang mengalami yodinasi. Tiroid mengambil dan mengonsentrasikan yodida 20 hingga 30 kali kadarnya di dalam plasma. Yodida diubah menjadi yodium, dikatalis oleh enzim yodida peroksidase. Yodium kemudian digabungkan dengan molekul tirosin, yaitu proses yang dijelaskan sebagai organifikasi yodium. Proses ini terjadi pada interfase sel-koloid. Senyawa yang terbentuk, monoioditirosin dan diiodotirosin, kemudian digabungkan sebagai berikut : dua molekul diiodotirosin membentuk tiroksin (T4), satu molekul diiodotirosin dan satu molekul monoiodotirosin menghasilkan triyodotirosin (T3). Penggabungan senyawa ini dan penyimpanan hormon yang dihasilkan berlangsung dalam tiroglobulin. Pelepasan hormon dari tempat penyimpanan terjadi dengan masuknya tetes-tetes koloid ke dalam sel-sel folikel dengan proses yang disebut pinositosis. Di dalam sel-sel ini tiroglobulin dihidrolisis dan hormon dilepaskan ke dalam sirkulasi. Berbagai langkah yang dijelaskan tersebut dirangsang oleh tirotropin (throid stimulating hormone (TSH)). Rangkuman dari berbagai langkah sintesis dan sekresi hormon tiroid dapat dilihat dalam gambar disamping

Fungsi tiroid dikontrol oleh hormon glikoprotein hipofisis hormon TSH, yang diatur pula oleh thyroid releasing hormon (TRH), suatu neurohormon hipotalamus. Tiroksin menunjukkan pengaturan timbal balik negatif dari sekresi TSH dengan bekerja langsung pada tirotropin hipofisis

Peningkatan kadar hormon tiroid akan menimbulkan umpan balik negatif (negative feedback) menghambat hipofisis anterior untuk melepaskan TSH yang lebih banyak dan pelepasan TRH dari hipotalamus (gambar dibawah)

2.4 Mekanisme transport hormon tiroid dalam darah

Setelah dikeluarkan ke dalam darah, hormon tiroid yang sangat lipofilik secara cepat berikatan dengan beberapa protein plasma. Kurang dari 1% T3 dan kurang dari 0,1% T4 tetap berada dalam bentuk tidak terikat (bebas). Keadaan ini memang luar biasa mengingat bahwa hanya hormon bebas dari keseluruhan hormon tiroid memiliki akses ke sel sasaran dan mampu menimbulkan suatu efek.

Terdapat 3 protein plasma yang penting dalam pengikatan hormon tiroid:

1. TBG (Thyroxine-Binding Globulin) yang secara selektif mengikat 55% T4 dan 65% T3 yang ada di dalam darah.

2. Albumin yang secara nonselektif mengikat banyak hormone lipofilik, termasuk 10% dari T4 dan 35% dari T3.

3. TBPA (Thyroxine-Binding Prealbumin) yang mengikat sisa 35% T4.Di dalam darah, sekitar 90% hormon tiroid dalam bentuk T4, walaupun T3 memiliki aktivitas biolorgis sekitar empat kali lebih poten daripada T4. Namun, sebagian besar T4 yang disekresikan kemudian dirubah menjadi T3, atau diaktifkan, melalui proses pengeluaran satu yodium di hati dan ginjal. Sekitar 80% T3 dalam darah berasal dari sekresi T4 yang mengalami proses pengeluaran yodium di jaringan perifer. Dengan demikian, T3 adalah bentuk hormon tiroid yang secara biologis aktif di tingkat sel.

2.5 Efek terhadap hormon lain

Sel-sel sasaran untuk hormon tiroid adalah hampir semua sel di dalam tubuh. Efek primer hormon tiroid adalah:

a) Merangsang laju metabolik sel-sel sasaran dengan meningkatkan metabolisme protein, lemak, dan karbohidrat.b) Merangsang kecepatan pompa natrium-kalium di sel sasaran

Kedua fungsi bertujuan untuk meningkatkan penggunaan energi oleh sel, terjadi peningkatan laju metabolisme basal, pembakaran kalori, dan peningkatan produksi panas oleh setiap sel.c) Meningkatkan responsivitas sel-sel sasaran terhadap katekolamin sehingga meningkatkan frekuensi jantung.d) meningkatkan responsivitas emosi.e) Meningkatkan kecepatan depolarisasi otot rangka, yang meningkatkan kecepatan kontraksi otot rangka.f) Hormon tiroid penting untuk pertumbuhan dan perkembangan normal semua sel tubuh dan dibutuhkan untuk fungsi hormon pertumbuhan.

Efek hormon tiroid dalam meningkatkan sintesis protein adalah :(1) Meningkatkan jumlah dan aktivitas mitokondria;(2) Meningkatkan kecepatan pembentukan ATP.Efek tiroid dalam transpor aktif :meningkatkan aktifitas enzim NaK-ATPase yang akan menaikkan kecepatan transpor aktif dan tiroid dapat mempermudah ion kalium masuk membran sel.Efek pada metabolisme karbohidrat :menaikkan aktivitas seluruh enzim,Efek pada metabolisme lemak:mempercepat proses oksidasi dari asam lemak.Pada plasma dan lemak hati hormon tiroid menurunkan kolesterol, fosfolipid, dan trigliserid dan menaikkan asam lemak bebas.

Efek tiroid pada metabolisme vitamin:menaikkan kebutuhan tubuh akan vitamin karena vitamin bekerja sebagai koenzim dari metabolisme (Guyton 1997).Oleh karena metabolisme sebagian besar sel meningkat akibat efek dari tiroid, maka laju metabolisme basal akan meningkat. Dan peningkatan laju basal setinggi 60 sampai 100 persen diatas normal.Efek Pada berat badan.Bila hormone tiroid meningkat, maka hampir selalu menurunkan berat badan, dan bila produksinya sangat berkurang, maka hampir selalu menaikkan berat badan. Efek ini terjadi karena hormone tiroid meningkatkan nafu makan.Efek terhadap Cardiovascular.Aliran darah, Curah jantung, Frekuensi deny jantung, dan Volume darah meningkat karena meningkatnya metabolism dalam jaringan mempercepat pemakaian oksigen dan memperbanyak produk akhir yang dilepas dari jaringan. Efek ini menyebabkan vasodilatasi pada sebagian besar jaringan tubuh, sehingga meningkatkan aliran darah.Efek pada Respirasi.Meningkatnya kecepatan metabolism akan meningkatkan pemakaian oksigen dan pembentukan karbondioksida.

Efek pada saluran cerna.Meningkatkan nafsu makan dan asupan makanan. Tiroid dapat meningkatkan kecepatan sekresi getah pencernaan dan pergerakan saluran cerna.

2.6 Pengaturan sekresi dan mekanisme umpan balik

Ada 3 macam kontrol terhadap faal kelenjar tiroid :

1. TRH (Thyrotrophin Releasing Hormone)Hormon ini merupakan tripeptida, yang telah dapat disintesis, dan dibuat di hipotalamus. TRH menstimulasi keluarnya prolaktin, kadang-kadang juga Follicle Stimulating Hormone (FSH) dan Luteinizing Hormone (LH).

2. TSH ( Thyroid Stimulating Hormone)TSH yang masuk dalam sirkulasi akan mengikat reseptor di permukaan sel tiroid (TSH-Reseptor-TSH-R) dan terjadilah efek hormonal sebagai kenaikan trapping, peningkatan iodinasi, coupling, proteolisis sehingga hasilnya adalah produksi hormon meningkat.

3. Umpan balik sekresi hormonKedua hormon ini mempunyai efek umpan balik di tingkat hipofisis. T3 selain berefek pada hipofisis juga pada tingkat hipotalamus. Sedangkan T4 akan mengurangi kepekaan hipofisis terhadap rangsangan TRH.

Tubuh memiliki mekanisme yang rumit untuk menyesuaikan kadar hormon tiroid. Hipotalamus menghasilkan Thyrotropin-Releasing Hormone, yang menyebabkan kelenjar hipofisa mengeluarkan TSH. TSH merangsang kelenjar tiroid untuk menghasilkan hormon tiroid dalam darah mencapai kadar tertentu, maka kelenjar hipofisa menghasilkan TSH dalam jumlah yang lebih sedikit, jika kadar hormon tiroid dalam darah berkurang, maka kelenjar hipofisa mengeluarkan lebih banyak TSH.

2.7 Perubahan yang terjadi pada hipotiroid dan hipertiroid

Eutiroid adalah keadaan dimana besar dan fungsi kelenjar gondok dalam keadaan normal. Hipertiroid, berarti kelenjar gondok bekerja melebihi kerja normal sehingga biasanya kelenjar gondok membesar dan juga akan didapatkan hasil laboratorium untuk hormon TSH, T3 dan T4 yang berada diatas ambang normal. Hipotiroid kebalikan dari hipertiroid, disini kelenjar gondok bekerja dibawah normal, sehingga ketiga hormon tadi kadarnya didalam serum dibawah angka normal. Apa gejala dan dampak dari kelainan kelenjar gondok ini?

Gejala hipertiroid biasanya : si penderita hiperaktif, gelisah, tidak bisa diam. Badan berkeringat berlebihan, suhu tubuh hangat, jantung berdebar-debar/ denyutnya cepat, tangan sering gemetar, bola mata agak menonjol (membengkak, memerah dan menonjol), mata peka terhadap cahaya, mata seakan menatap, kebingungan. Banyak bicara susah diam, makan banyak akan tetapi badan tetap kurus, tekanan darah tinggi, sering buang air besar dan diare, sulit tidur serta kulit diatas tulang kering menonjol dan menebal.

Penderita hipotiroid umumnya badan suhunya dingin, lembab. Orangnya rada obese, malas bergerak dan malas bicara. Biasanya lidahnya tampak besar dan tebal. Makan tidak banyak, akan tetapi tubuhnya tambun. Denyut nadi lambat, suara serak, alis mata rontok, kelopak mata turun, tidak tahan cuaca dingin, susah buang air besar,Rambut kering ( tipis & kasar), Kulit kering ( bersisik, tebal, kasar),kebingunan, depresi dan demensia (pelupa). Semuanya kebalikan dari gejala hipertiroid.

Pada hipertiroid , peradangan kelenjar tiroid maupun adanya neoplasma atau tumor kelenjar gondok, maka kelenjar itu akan membesar, berupa benjolan atau massa yang bisa diraba pada leher tengah bagian depan. Ciri khasnya : benjolan itu akan turut bergerak saat penderita melakukan gerakan menelan. Artinya bila penderita disuruh melakukan gerakan menelan, maka si benjolan tadi bergerak keatas dan kebawah, sesuai dan mengikuti irama gerakan menelan si penderita.

3. MM. Nodul Tiroid

3.1 Definisi

Istilah modul thyroid sering digunakan pula istilah adenomia thyroid. Istilah ademonia mempunyai arti yang lebih spesifik yaitu suatu pertumbuhan jinak jaringan baru dari struktur kelenjar, sedangkan istilah nodul tidak spesifik karena dapat berubah kista, tarsinoma, lobul dari jaringan normal, atau lesifokal lain yang berbeda dari jaringan normal.

3.2 etiologi

Beberapa etiologi nodul tiroid yang sering adalah koloid, kista, tiroiditis limfositik, neoplasma jinak (Hurtle dan Folikulare), dan neoplasma ganas (papilare dan folikulare). Penyebab yang jarang adalah tiroiditis granulomatosa, infeksi (abses, tuberkulosis), dan neoplasma ganas (medulare, anaplastik, metastasis, dan limfoma)

3.3 klasifikasi

1. Berdasarkan jumlah nodul .

Bila jumlah nodul hanya satu disebut struma nodosa soliter (uninodosa) dan bila lebih dari satu disebut struma multinodosa.2. Berdasarkan kemampuan menangkap iodium aktif, dikenal 3 bentuk nodul tiroid yaitu : nodul dingin, nodul hangat dan nodul panas.3. Berdasarkan konsistensinya : Nodul lunak, kistik, keras dan sangat keras.

3.4 patofisiologi

3.5 patogenesisLingkungan genetic dan proses autoimun dianggap merupakan factor-faktor penting dalam patogenesis nodul thyroid. Namun masih belum dimengerti sepenuhnya proses perubahan atau pertumbuhan. Sel-sel Folikel Thyroid menjadi Nodul. Konsep yang selama ini dianut bahwa ( hormone perangsang thyroid ) TSH secara sinergistik bekerja dengan insulin dan/atau insulin like growth factor 1 dan memengang peranan penting dalam pengaturan pertumbuhan sel-sel thyroid perlu ditinjau kembal. Berbagai temuan akhir-akhir ini menunjukkan TSH mungkin hanya merupakan salah satu dari mata rantai di dalam suatu jejaring sinyal-sinyal yang kompleks yang memodulasi dan mengontrol stimulasi pertumbuhan dan fungsisel thyroid. Penelitian yang mendalam berikut implikasi klinik dari jejaring sinyal tersebut sangat diperlukan untuk memahami patogenesis nodul thyroid.

Adenomia thyroid merupakan pertumbuhan baru monoklonat yang terbentuk sebagai respon terhadap satu rangsangan. Faktor herediter tampaknya tidak memengang peranan penting. Nodul thyroid ditentukan empat kali lebih sering pada wanita di bandingkan pria, walaupun tidak ada bukti kuat keterkaitan antara estrogen dengan pertumbuhan sel. Adenomia thyroid tumbuh perlahan dan menetap selama bertahun-tahun. Kehamilan cenderung menyebabkan nodul bertambah besar dan menimbulkan pertumbuhan nodul baru. Kadang-kadang dapat terjadi perdarahan kedalam nodul menyebabkan pembesaran mendadak serta keluhan nyer. Pada waktu terjadi T4 dan penurunan penangkapan iodium (radiodiodine uptake)

Sekitar 10% adonema folikuler merupakan nodul yang berfungsi tampak sebagai nodul panas ( hod nodule) pada sidik thyroid yang menekan fungsi jaringan thyroid normal di sekitarnya dan disebut sebagai nodul thyroid autonom ( autonomously functioning nodule = AFTN) nodul tersebut dapat menetap selama bertahun-tahun, beberapa diantaranya menyebabkan hiperthyroidisme subklinik (kadar T4 masih dalam batas normal tetapi kadar TSH tersupresi) atau berubah menjadi nodul autonom toksik terutama bila diameternya lebih dari 3 cm. sebagaian lagi akan mengalami nekrosis spontan. Sekitar 20% dari seluruh kasus tirotoksikosi disebabkan oleh nodul thyroid autonom toksik.

3.6 manifestasi klinik

Gejala utama :

1. Pembengkakan, mulai dari ukuran sebuah nodul kecil untuk sebuah benjolan besar, di bagian depan leher tepat di bawah Adams apple.

2. Perasaan sesak di daerah tenggorokan.

3. Kesulitan bernapas (sesak napas), batuk, mengi (karena kompresi batang tenggorokan).

4. Kesulitan menelan (karena kompresi dari esofagus).

5. Suara serak.

6. Distensi vena leher.

7. Pusing ketika lengan dibangkitkan di atas kepala

8. Kelainan fisik (asimetris leher)

Dapat juga terdapat gejala lain, diantaranya :

1. Tingkat peningkatan denyut nadi

2. Detak jantung cepat

3. Diare, mual, muntah

4. Berkeringat tanpa latihan

5. Goncangan

6. Agitasi

3.7 diagnosis

AnamnesisAnamnesis sangatlah penting untuk mengetahui patogenesis/macam kelainan dari struma nodosa non toksik tersebut. Perlu ditanyakan :

a. Umur, sex, asal.

Penting sekali menanyakan asal penderita, apakah penderita tinggal di daerah pegunungan atau dataran rendah, bertujuan apakah berasal dari daerah endemik struma.b. Pembengkakan : mulainya kapan (jangka waktu) dan kecepatan tumbuh.c. Keluhan penekanan : adakah dysphagia, dyspnea dan suara serak.d. Keluhan toksik seperti : tremor, banyak keringat, BB turun, nafsu makan, palpitasi, nervous/gelisah tidak tenang.e. Apakah ada keluarganya yang menderita penyakit yang sama dan meninggal.

Pada anamnesis awal, kita harus menentukan apakah nodul tiroid pada pasien toksik atau non-toksik. Keluhan-keluhan yang menandakan nodul toksik, antara lain jantung berdebar, keringat banyak, cepat lelah, berat badan turun, sering buang air besar, sulit tidur, dan rambut rontok. Pasien dengan nodul non-toksik, baik jinak maupun ganas, tidak memiliki keluhan metabolisme, kecuali datang dengan masalah kosmetik atau ketakutan terhadap keganasan. Sebagian besar keganasan tiroid tidak memberikan gejala yang berat kecuali jenis anaplastik yang cepat membesar dalam hitungan minggu. Sebagian kecil pasien khususnya dengan nodul yang besar mengeluhkan penekanan pada esofagus dan trakea. Biasanya nodul tiroid tidak nyeri kecuali adanya perdarahan dalam nodul atau kelainan tiroiditis akut/subakut. Keluhan lain pada keganasan adalah suara serak.

Ada beberapa faktor yang menentukan apakah sebuah nodul tiroid ganas atau tidak. Usia pasien saat pertama kali nodul ditemukan, riwayat radiasi sinar pengion, jenis kelamin merupakan faktor-faktor penentu keganasan. Jenis kelamin laki-laki, meskipun prevalensi lebih rendah, tetapi kecenderungan menjadi ganas lebih tinggi daripada wanita. Respon terhadap pengobatan dengan hormon tiroid juga dapat digunakan sebagai petunjuk dalam evaluasi nodul tiroid.Pemeriksaan fisisPemeriksaan diarahkan pada kemungkinan adanya keganasan. Pertumbuhan nodul yang cepat merupakan salah satu tanda keganasan, terutama jenis yang tidak berdiferensiasi. Tanda yang lain adalah konsistensi nodul keras dan melekat di jaringan sekitarnya, serta terdapat pembesaran kelenjar getah bening di daerah leher. Pada tiroiditis, perabaan nodul nyeri dan berfluktuasi akibat adanya abses atau pus. Sementara jenis nodul tiroid lain biasanya tidak memberikan kelainan fisik kecuali benjolan leher. Untuk memudahkan pendekatan diagnostik, berikut ini adalah kumpulan riwayat kesehatan dan pemeriksaan fisis yang mengarah pada nodul tiroid jinak, tanpa menghilangkan kemungkinan keganasan.1. riwayat keluarga dengan tiroiditis Hashimoto atau penyakit tiroid autoimun2. riwayat keluarga dengan nodul tiroid jinak atau goiter

3. gejala hipotiroidisme dan hipertiroidisme

4. nyeri dan kencang pada nodul

5. lunak, rata, tidak terfiksir

6. struma multinodular tanpa nodul yang dominan dan konsistensi sama

Berikut adalah kumpulan riwayat kesehatan dan pemeriksaan fisis yang meningkatkan kecurigaan keganasan tiroid.1. usia kurang dari 20 tahun atau lebih dari 70 tahun

2. nodul pada laki-laki memiliki kemungkinan dua kali lebih tinggi menjadi ganas daripada wanita

3. keluhan disfagia dan suara serak

4. riwayat radiasi sinar pengion pada saat kanak-kanak

5. padat, keras, tidak rata, terfiksir

6. limfadenopati servikal

7. riwayat keganasan tiroid sebelumnya

Inspeksi

- Posisi penderita duduk dengan leher terbuka, sedikit hiperekstensi. Pembengkakan : bentuk : - diffus atau lokal ukuran : besar dan kecil permukaan halus atau modular keadaan : kulit dan tepi gerakan : pada waktu menelan.

Adanya pembesaran tiroid dapat dipastikan dengan menelan ludah dimana kelenjar tiroid akan mengikuti gerakan naik turunnya trakea untuk menutup glotis. Karena tiroid dihubungkan oleh ligamentum cartilago dengan thyroid yaitu ligamentum Berry.

Palpasi Diperiksa dari belakang dengan kepala diflexikan diraba perluasan dan tepinya. Ditentukan lokalisasi benjolan terhadap trakea (mengenai lobus kiri, kanan atau keduanya). Ditentukan ukuran (diameter terbesar dari benjolan). Konsistensi (lunak, kistik, keras atau sangat keras). Mobilitas. Infiltrasi terhadap kulit/jaringan sekitar. Pembesaran kelenjar getah bening disekitar tiroid : ada atau tidak. Nyeri pada penekanan atau tidak.Perkusi Jarang dilakukan Hanya untuk mengetahui apakah pembesaran sudah sampai ke retrosternal.

Auskultasi

-Jarang dilakukan Dilakukan hanya jika ada pulsasi pada pembengkakan.

Pemeriksaan PenunjangLaboratorium

Langkah pertama adalah menentukan status fungsi tiroid pasien dengan memeriksa kadar TSH (sensitif) dan T4 bebas (Free T4 atau FT4). Pada keganasan tiroid, umumnya fungsi tiroid normal. Namun, perlu diingat bahwa abnormalitas fungsi tiroid tidak menghilangkan kemungkinan keganasan meskipun memang kecil.

Pemeriksaan kadar antibodi antitiroid peroksidase dan antibodi antitiroglobulin penting untuk diagnosis tiroiditis kronik Hashimoto, terutama bila disertai peningkatan kadar TSH. Sering pada Hashimoto juga timbul nodul baik uni/bilateral sehingga pada tiroiditis kronik Hashimoto pun masih mungkin terdapat keganasan.

Pemeriksaan kadar tiroglobulin serum untuk keganasan tiroid cukup sensitif tetapi tidak spesifik karena peningkatan kadar tiroglobulin juga ditemukan pada tiroiditis, penyakit Graves, dan adenoma tiroid. Pemeriksaan kadar tiroglobulin sangat baik untuk monitor kekambuhan karsinoma tiroid pascaterapi. Pada pasien dengan riwayat keluarga karsinoma tiroid medulare, tes genetik, dan pemeriksaan kadar kalsitonin perlu dikerjakan. Bila tidak ada kecurigaan ke arah karsinoma tiroid medulare atau neoplasia endokrin multipel II, pemeriksaan kalsitonin tidak dianjurkan sebagai pemeriksaan rutin.Pencitraan

Pencitraan pada nodul tiroid tidak dapat menentukan jinak atau ganas, tetapi dapat membantu mengarahkan dugaan nodul tiroid tersebut cenderung jinak atau ganas. Modalitas yang sering dgunakan adalah sidik tiroid (scanning) dan USG. Sidik tiroid dapat dilakukan dengan menggunakan dua macam isotop yaitu iodium radioaktif (I-123) dan teknetium perteknetat (Tc-99m). USG pada evaluasi awal nodul tiroid dilakukan untuk menentukan ukuran dan jumlah nodul, meskipun sebenarnya USG tidak dapat membedakan nodul jinak maupun ganas.

Modalitas pencitraan yang lain seperti Computed Tomographic Scanning (CT Scan) dan Magnetic Resonance Imaging (MRI) tidak dianjurkan pada evaluasi awal nodul tiroid karena di samping tidak memberikan keterangan berarti untuk diagnosis, juga sangat mahal. CTScan dan MRI baru diperlukan bila ingin mengetahui adanya perluasan struma substernal atau terdapat penekanan trakea.a. Biopsi Aspirasi Jarum Halus

Sebagian besar ahli endokrin sepakat menggunakan biopsy aspirasi jarum halus sebagai langkah diagnostik awal daalm pengelolaan nodul thyroid, dengan catatan harus dilakukan oleh operator dan di nilai oleh ahli sitologi yang berpengalaman. Ditangan ahli, ketetapan diagnosis BAJAH berkisar antara 70-80%, dengan hasil negatif palsu keganasan antara 1-6% sekitar 10% hasil sitologi positif ganas dan sepertiganya (3-6%) positif palsu, yang sering kali disebabkan tiroiditis Hashimoto. Sebagian besar (80%) nodul demikian memberikan gambaran nodul dingin pada sidik thyroid. Ketepatan diagnonostik BAJAH akan meningkat bila sebelum biopsy dilakukan penyidikkan isotopic atau ultrasonografi. Sidik thyroid diperlukan untuk menyingkirkan nodul thyroid otonom dan nodul fungsional hiperplastik, sedangkan ultrasonografi selain untuk membedakan nodul kistik dari padat dan menetukan ukuran nodul, juga berguna untuk menuntun biopsy.

Teknik BAJAH aman, murah, dan dapat dipercaya, serta dapat dilakukan pada pasien rawat jalan dengan resikoyang kecil. Dengan BAJAH, tindakan bedah dapat di kurangi sampai 50% kasus nodul thyroid, dan pada waktu bersamaan meningkakan ketepatan kasus kegansan pada tiroidektomi.

b. Ultrasonografi

Ultrasonografi memberikan informasi tentang morfologi kelenjar thyroid dan merupakan modalitas yang andal dalam menentukan ukuran dan volume kelenjar thyroid serta dapat membedakan apakah nodul tersebut bersifst kistik, pada, atau campuran kistik-padat. ultrasonografi juga digunakan sebagai penuntun biopsy. Sekitar 20-40% nodul yang secara klinis soliter, ternyata multiple pada gambaran ultrasonogram. Gambaran ultrasonogram dengan karakteristik dan resiko kemungkinan ganas adalah apabila ditemukan nodul yang hipoechogenik, milerokalsifikasi, batas ireguler. Peningkatan aliran vascular pada nodul (melalui pemeriksaan dengan teknik Doppler), serta bila ditemukan invasi atau limfadenopati regional.

c. Sidik thyroid

Sidik thyroid (sintigrafi thyroid, thyroid scan) merupakan pencitraan isotopic yang akan memberikan gambaran morfologi fungsional, yang berarti hasil pencitraan merupakan refleksi dari fungsi jaringan thyroid. Radiofarmaka yang digunakan adalah 1-131, Tc-99m pertechnetate, Tc-99m MIBI, T1-201 atau F-18 FDG, 1-131memiliki perilaku sama dengan iodium stabil yaitu ikut dalam proses trapping dan organifikasi untuk membentuk hormone thyroid. Sedangkan Tc-99m hanya ikut dalam proses trapping. Pencitraan dengan Tc-99m MIBI, T1-201 atau F-18 FDG digunakan untuk mendeteksi sisa jaringan residif karsinoma thyroid pasca tiroidekromi atau radiotiroablasi. Nodul thyroid autonom (autonomously fuctioning thyroid nodul = AFTN) adalah nodul thyroid fungsional yang tampak sebagai nodul panas dan menekan nodul jaringan thyroid normal sekitarnya.

d. CT scan atau MRI

Seperti halnya ultrasonografi, CT scan atau MRI merupakan pencitraan anatomi dan tidak digunakan secara rutin untuk evaluasi nodul thyroid. Penggunaannya lebih diutamakan untuk mengetahui posisi anatomi dan nodul atau jaringan thyroid terhadap organ sekitarnya seperti diagnosis struma sub-sternal dan kompresi trathea karena nodul

e. Studi in-vitro

Penentuan kadar hornon thyroid dan TsHs diperlukan untuk mengetahui fungsi thyroid. Nodul yang fungsional (nodul autonom) dengan kadar TsHs tersupresi dan hormone thyroid normal dapat menyingkirkan kegansan. Kadar kalsitoni perlu diperiksa bila ada riwayat keluarga dengan thyroid medulase atau multiple endocrine neopasia tipe 2.

diagnosis banding

Diagnosis bandingnya adalah goiter jinak, intrathyroideal cysts, tiroiditis, atau tumor jinak dan ganas3.8 penatalaksanaan

a) terapi supresi dengan I-tiroksin

terapi supresi dengan hormone thyroid (levotiroksin) merupakan pilihan yang paling sering dan mudah dilakukan.terapi supresi dapat menghambat pertumbuhan nodul serta mungkin bermamfaat pada nodul yang kecil. Tetapi tidak semua ahli setuju melakukan terapi supresi secara rutin, karena hanya sekitar 20% nodul yang reponsif. Bila kadar TSH sudah dalam keadaan tersupresi, terapi supresi dengan I-tiroksin tidak diberikan. Terapi supresi dilakukan dengan memberikan I-tiroksin dalam dosis supresi dengan sasaran kadar TSH sekitar 0,1-0,3 mlu/ml. Biasanya diberikan selama 6-12 bulan, dan bila dalam waktu tersebut nodul tidak mengecil atau bertambah besar perlu dilakukan biopsy ulang atau disarankan operasi. Bila setelah satu tahun nodul mengecil, terapi supresi dapat dilanjutkan, pada pasien tertentu terapi supresi hormonal dapat diberikan seumur hidup, walaupun belum diketahui pasti mamfaat terapi supresi jangka panjang tersebut.

Yang perlu di waspadai adalah terapi supresi hormonal jangka panjang yang dapat menimbulkan keadaan hiperthyroidisme subklinik dengan efek samping berupa osteopeni atau gangguan pada jantung. Terapi supresi hormonal tidak akan menimbulkan osteopeni pada pria atau wanita yang masih dalam usia produktif namun dapat memicu terjadinya osteoporosis pada wanita pasca-monopause walaupun ternyata tidak selalu disertai peningkatan kejadian fraktur.

b) Suntikan etanol perkutan

Penyuntikan etanol pada jaringan thyroid akan menyebabkan dehidrasi seluler, denaturasi protein, dan nekrosis pada jaringan thyroid dan infark hemoragik akibat trombosis vascular, akan terjadi juga penurunan aktivitas enzim pada sel-sel yang masih viable yang mengelilingi jaringan nekrotik. Nodul akan dikelilingi oleh reaksi granulomatosa dengan multinucleated giant cell, dan kemudian secara bertahap jaringan thyroid diganti dengan jaringan parut granulomatosa.

Terapi sklerosing dengan etanol dilakukan pada nodul jinak padat atau kistik dengan menyuntikkan larutan etanol (alcohol) tidak banyak senter yang melakukan hal ini secar rutin karena tingkat keberhasilannya tidak begitu tinggi, dalam 6 bulan ukuran nodul bisa berkurang sebesar 45%. Di samping itudapat terjadi efek samping yang serius terutama bila dilakukan oleh operator yang tidak berpengalaman. Efek samping yang mungkin terjadi adalah rasa nyeri yang hebat, renbesan (leakage) alcohol kejaringan ekstrathyroid, juga ada resiko tirotoksikosis dan poralisi pita suara

c) Terapi iodium radioaktif

Terapi dengan iodium radioaktif (I-131) dilakukan pada nodulthyroid autonom atau nodul panas (fungsional) baik dalam keadaan eutiroid maupun hyperthyroid. Tetapi iodium radioaktif juga dapat diberikan pada struma multinodosa non-toksik terutama bagi pasien yang tidak bersedia di operasi atau mempunyai resiko tinggi untuk operasi. Iodium radioaktif dapat mengurangi volume modul thyroid dan memperbaiki keluhan dan gejala penekanan pada sebagian besar pasien. Yang perlu diperhatikan adalah kemungkinan terjadinya thyroiditis radiasi (jarang) dan disfungsi thyroid pasca-radiasi seperti hiperthyroidisme selintas dan hipothyroidisme.d) Pembedahan

Melauli tindakan bedah dapat dilakukan dekompresi terhadap jaringan vital disekitar nodul disamping dapat diperoleh specimen untuk pemeriksaan patologi. Hemithyroidektomi dapat dilakukan pada nodul jinak, sedanmgkan berapa luas thyroidektomi yang akan dilakukan pada nodul ganas tergantung pada jenis histology dan tingkat resiko prognostic. Hal yang perlu diperhatiakn adalah pengulit seperti perdarahan pasca-pembedahan, obstruksi trachea pasca-pembedahan, gangguan pada nervus rekurens laringeus, hipoparathyroiidi, hypothyroid atau nodul kambuh.untuk menekan kejadian penyulit tersebut, pembedahan hendaknya dilakukan oleh ahli bedah yang berpengalamn dalam bidangnya.

Indikasi :

1. Pasien umur muda dengan struma besar serta tidak berespons terhadap obat antitiroid.

2. Pada wanita hamil (trimester kedua) yang memerlukan obat antitiroid dosis besar

3. Alergi terhadap obat antitiroid, pasien tidak dapat menerima yodium radioaktif

4. Adenoma toksik atau struma multinodular toksik

5. Pada penyakit Graves yang berhubungan dengan satu atau lebih nodul

6. Multinodular

Komplikasi tiroidektomi1. Perdarahan.2. Masalah terbukanya vena besar dan menyebabkan embolisme udara. 3. Trauma pada nervus laryngeus recurrens.4. Memaksa sekresi glandula ini dalam jumlah abnormal ke dalam sirkulasi dengan tekanan.5. Sepsis yang meluas ke mediastinum.6. Hipotiroidisme pasca bedah akibat terangkatnya kelenjar para tiroid.7. Trakeumalasia (melunaknya trakea).Trakea mempunyai rangka tulang rawan. Bila tiroid demikian besar dan menekan trakea, tulang-tulang rawan akan melunak dan tiroid tersebut menjadi kerangka bagian trakea.e) Terapi laser interstisial denagn tuntunan ultrasonografi.

Nodul thyroid dengan laser masih dalam tahap eksperimantal. Dengan menggunakan low power laser energy, energi termik yang diberikan dapat mengakibatkan nekrosis nodul tanpa atau sedikit sekali kerusakna pada jaringan sekitarnya. Suatu studi tentang terapi laser yang dilakukan oleh Dossing dkk (2005) pada 30 pasien dengan nodul padat-dingin soliter jinak (benign solitary solid-cold nodule) mendapatkan hasil sebagai berikut : pengecilan volumenodul sebesar 44% ( median) yang berkorelasi denganpenurunan gejala penekanandan keluhan kosmetik, sedangkan pada kelompok control ditemukan peningkatan volume nodul yang tidak signifikan sebesar 7% (median) setelah 6 bulan. Tidak ditemukan efek samping yang berati. Tidak ada korelasi antara deposit energi termal dengan penguirangan volume nodul serta tidak ada perubahan pada fungsi thyroid.

3.9 Pencegahan

Penggunaan yodium yang cukup, makan makanan yang banyak mengandung yodium, seperti ikan laut, ganggang-ganggangan dan sayuran hijau. Untuk penggunaan garam beryodium dalam masakan perlu diperhatikan. Garam yodium bisa ditambahkan setelah masakan matang, bukan saat sedang memasak sehingga yodium tidak rusak karena panas.

1. Pada ibu hamil dianjurkan agar tidak menggunakan obat-obatan yang beresiko untuk ketergantungan goiter kongenital.

2. Hindari mengkonsumsi secara berlebihan makanan-makanan yang mengandung goitrogenik glikosida agent yang dapat menekan sekresi hormone tiroid seperti ubi kayu, jagung, lobak, kankung, dan kubis.

3.10 Komplikasi3.11 Prognosis4. MM. Operasi dalam pandangan islam

https://docs.google.com/viewer?a=v&q=cache:8B2YzFW4m2sJ:images.mailmkes.multiply.com/attachment/0/SAlJwQoKCEMAAAxHP-s1/1.%2520Fisiologi%2520hormon.pdf?nmid%3D91864416+fisiologi+hormon+tiroid&hl=id&gl=id&pid=bl&srcid=ADGEESgTTQicGlLXBB4nHaSYQtpx7oyV88x6BuhMsudibAQMf6pmobJSCnrjkpBxbZPghtAtmffr5R4loSLdBkaxTRFaG1_i1MI1IVVriOOnPPCYIeGxEu6R8Ww4k1-WpKVau2I4jBkT&sig=AHIEtbSyyhSWZLv-Cvi36u-QAei7rwzgvAhttp://www.abclab.co.id/?p=815http://www.medicinesia.com/kedokteran-dasar/metabolik-endokrin/aspek-anatomi-dan-histologi-kelenjar-endokrin/15