Skenario 1

97
Skenario 1 KORBAN TSUNAMI Warga menemukan pemuda berumur sekitar 25 tahun dalam keadaan sadar terdampar di atas sampah yang disertai reruntuhan pohon dan beberapa kendaraan yang terbawa arus air sunami. Pemuda tersebut merintih meminta tolong karena luka terbuka sekitar 15 cm yang disertai perdarahan dengan dasar luka berupa patahan tulang kering kaki kiri yang tampak tajam. Warga membawa pemuda tersebut ke RSUD setempat untuk diberikan pertolongan medis. 1

description

emergency

Transcript of Skenario 1

Skenario 1

KORBAN TSUNAMI

Warga menemukan pemuda berumur sekitar 25 tahun dalam keadaan sadar terdampar di atas sampah yang disertai reruntuhan pohon dan beberapa kendaraan yang terbawa arus air sunami. Pemuda tersebut merintih meminta tolong karena luka terbuka sekitar 15 cm yang disertai perdarahan dengan dasar luka berupa patahan tulang kering kaki kiri yang tampak tajam. Warga membawa pemuda tersebut ke RSUD setempat untuk diberikan pertolongan medis.

Step 1Tidak ditemukan kata-kata sulit pada skenario kali ini.

Step 2

1. Konsep kegawatdaruratan.2. Tindakan awal bagi korban dalam kondisi kegawatdaruratan?

3. Fraktur dan penanganannya.

4. Jenis-jenis luka.

Step 3

1. Konsep kegawatdaruratan.Kondisi seorang pasien atau korban dapat dibagi menjadi beberapa kategori:

a. Gawat darurat

b. Gawat tidak darurat

c. Darurat tidak gawat

d. Tidak gawat tidak darurat

2. Tindakan awal bagi korban dalam kondisi kegawatdaruratan?

Tindakan awal bagi korban dalam kondisi kegawatdaruratan adalah melakukan initial assessment.Proses initial assessment ini meliputi:

a. Persiapan penderita

b. Triase

c. Survey primer

d. Resusitasi

e. Tambahan terhadap survey primer dan resusitasi

f. Survey sekunder

g. Tambahan terhadap survey sekunderh. Pemantauan dan re-evaluasi berkesinambungan

i. Transfer ke pusat rujukan yang lebih baikj. Terapi definitif

3. Fraktur dan penanganannya.

Fraktur adalah hilangnya kontinuitas tulang, tulang rawan sendi, tulang rawan epifisis, baik yang bersifat total maupun yang parsial.Jenis jenis fraktur:

a. Fraktur kompletb. Fraktur tidak kompletc. Fraktur tertutupd. Fraktur terbuka 1) Grade I 2) Grade II3) Grade III

e. Jenis khusus fraktur

1) Greenstick

2) Tranversal3) Oblik

4) Spiral5) Kominutif6) Depresi

7) Kompresi

8) Patologik

9) Avulsi

10) Epifiseal

11) Impaksi

Klasifikasi fraktur :

a. Menurut penyebab terjadinya

1) Faktur traumatik

2) Fraktur fatik atau stress

3) Trauma berulang, kroni

4) Fraktur patologis

b. Menurut hubungan dg jaringan ikat sekitarnya1) Fraktur tertutup / closed / fraktur simpleks

2) Fraktur terbuka / open

3) Fraktur komplikasic. Menurut bentuk

1) Fraktur komplet2) Fraktur inkomplet3) Fraktur kominutif4) Fraktur kompresi / crush fracture4. Jenis-jenis luka.

a. Berdasarkan kategori

Luka accidental

Luka bedahb. Berdasarkan integritas kulit

Luka terbuka

Luka tertutup

c. Berdasarkan descriptors

Aberasi

Puncture

Laserasi

Kontusio

d. Berdasarkan penyebab

Luka pembedahan atau bukan pembedahan

Akut atau kronik

e. Kedalaman jaringan yang terlibat

Superficial

Partial thickness

Full thickness

f. Berdasarkan tingkat kontaminasi Clean wounds (luka bersih) Clean-contamined wounds (luka bersih terkontaminasi) Contamined wounds (luka terkontaminasi)

Dirty or infected Wounds (luka kotor atau infeksi)

g. Berdasarkan kedalaman dan luasnya luka

Stadium I

Stadium II

Stadium III

Stadium IV

h. Berdasarkan waktu penyembuhan luka

Luka akut

Luka kronis

Step 4

1. Konsep kegawatdaruratan.Kondisi seorang pasien atau korban dapat dibagi menjadi beberapa kategori:

a. Gawat darurat

Kondisi dimana pasien atau korban mendadak berada dalam keadaan gawat dan terancam jiwanya atau anggota badannya (akan menjadi cacat) bila tidak mendapatkan pertolongan secepatnya.

Contoh: AMI, fraktur terbuka, trauma kepalab. Gawat tidak darurat

Kondisi dimana pasien atau korban memerlukan pertolongan segera tetapi tidak terancam jiwanya atau tidak menimbulkan kecacatan bila tidak mendapatkan pertolongan secepatnya.

Contoh: Pasien penderita kanker stadium lanjutc. Darurat tidak gawat

Kondisi dimana pasien atau korban mendapatkan musibah yang datang secara tiba-tiba tetapi tidak terancam jiwanya atau tidak menimbulkan kecacatan bila tidak mendapatkan pertolongan secepatnya.

Contoh: luka sayat dangkald. Tidak gawat tidak darurat

Kondisi dimana pasien atau korban menderita penyakit yang tidak mengancam jiwa atau tidak menimbulkan kecacatan.

Contoh: pasien diabetes melitus terkontrol, penderita flu, dll.2. Tindakan awal bagi korban dalam kondisi kegawatdaruratan?

Tindakan awal bagi korban dalam kondisi kegawatdaruratan adalah melakukan initial assessment.

Proses initial assessment ini meliputi:

a. Persiapan penderita

Koordinasi yang baik antara dokter di rumah sakit dengan petugas di lapangan akan menguntungkan penderita. Sebaiknya rumah sakit sudah diberitahukan sebelum pasien mulai diangkut dari tempat kejadian sehingga rumah sakit dapat mempersiapkan peralatan dan tim trauma pada saat penderita tiba di rumah sakit.

Ada dua tahap persiapan penderita :

Tahap pra rumah sakit

Merupakan fase yang cukup menentukan untuk keselamatan pasien, mulai dari penanganan awal hingga rujukan pasien ke rumah sakit yang tepat. Di Indonesia pelayanan pra rumah sakit ini merupakan bagian yang sangat terbelakang dari pelayanan penderita gawat darurat secara menyeluruh.

Terapkan prinsip Do No Further Harm yaitu bentuk keadaan yang ideal adalah dimana Unit Gawat Darurat (UGD) yang datang ke penderita, bukan sebaliknya, karena itu ambulans yang datang sebaiknya memiliki peralatan yang lengkap. Petugas atau paramedis yang datang membantu penderita sebaiknya mendapatkan latihan khusus, karena pada saat menangani penderita mereka harus menguasai ketrampilan khusus yang dapat menyelamatkan jiwa.

Hal-hal yang perlu dipertimbangkan meliputi :

Koordinasi dengan rumah sakit tujuan yang disesuaikan dengan kondisi dan jenis perlukaannya

Penjagaan jalan nafas, control perdarahan dan imobilisasi penderita

Koordinasi dengan petugas lapangan lainnya

Pada tahap pra rumah sakit harus dipersiapkan petugas dan perlengkapannya sebelum penderita tiba di rumah sakit. Persiapan tersebut meliputi :

Alat perlindungan diri

Kesiapan perlengkapan dan ruangan untuk resusitasi

Persiapan untuk tindakan resusitasi yang lebih kompleks

Persiapan untuk terapi definitif

Yang harus dilakukan oleh seorang paramedis adalah :

Menjaga airway dan breathing

Kontrol perdarahan dan syok

Imobilisasi penderita

Pengiriman kerumah sakit terdekat yang cocok.

Tahap rumah sakit

Dalam keadaan dimana penderita trauma yang dibawa ke rumah sakit tanpa persiapan pada pra rumah sakit maka sebaiknya evakuasi dari kendaraan ke brankar dilakukan oleh petugas rumah sakit dengan berhati-hati. Selalu harus diperhatikan control servikal dan ingat prinsip Do No Further Harm.b. Triase

Triase adalah tindakan untuk mengelompokkan penderita berdasar pada beratnya cedera yang diprioritaskan berdasarkan ada tidaknya gangguan pada A (Airway), B (Breathing) dan C (Circulation). Triase adalah cara pemilahan penderita berdasarkan kebutuhan terapi dan sumber daya yang tersedia.

Penderita yang mengalami gangguan jalan nafas (airway) harus mendapatkan prioritas penanganan pertama mengingat adanya gangguan jalan nafas adalah penyebab tercepat kematian pada penderita. Triase juga mencakup pengertian mengatur rujukan sedemikian rupa sehingga penderita mendapatkan tempat perawatan yang semestinya

Pada umumnya kita akan melakukan triase, tidak peduli penderita hanya satu atau banyak.

Bila satu penderita, akan mencari masalah penderita (selection of problems)

Bila banyak penderita, akan mencari penderita yang paling bermasalah.

Pemilahan akan didasarkan pada keadaan ABC (Airway, Breathing, Circulation).

Dua jenis keadaan triase yang dapat terjadi :

1) Multiple Casualties

Jumlah penderita dan beratnya trauma tidak melampaui kemampuan rumah sakit. Penderita dengan masalah yang mengancam jiwa dan multi trauma akan mendapatkan prioritas penanganan lebih dahulu.

2) Mass Casualties

Jumlah penderita dan beratnya trauma melampaui kemampuan rumah sakit. Penderita dengan kemungkinan survival yang terbesar dan membutuhkan waktu, perlengkapan dan tenaga yang paling sedikit akan mendapatkan prioritas penanganan lebih dahulu.Pemberian label kondisi pasien pada musibah massal :

Label hijau

Penderita tidak luka. Ditempatkan di ruang tunggu untuk dipulangkan.

Label kuning

Penderita hanya luka ringan. Ditempatkan di kamar bedah minor UGD.

Label merah

Penderita dengan cedera berat. Ditempatkan di ruang resusitasi UGD dan disiapkan dipindahkan ke kamar operasi mayor UGD apabila sewaktu-waktu akan dilakukan operasi.

Label biru

Penderita dalam keadaan berat terancam jiwanya. Ditempatkan di ruang resusitasi UGD disiapkan untuk masuk intensive care unit atau masuk kamar operasi.

Label hitam

Penderita sudah meninggal. Ditempatkan di kamar jenazah.

Gambar 1. Alur Skema Triase

c. Survey primer

Survey primer atau primary survey adalah pemeriksaan secara cepat fungsi vital pada penderita dengan cedera berat dengan prioritas pada ABCD, fase ini harus dikerjakan dalam waktu singkat dan kegawatan pada penderita sudah harus dapat ditegakkan pada fase ini. Pada tahap ini harus dicari keadaan yang mengancam nyawa, tetapi sebelum memegang penderita trauma selalu harus proteksi diri terlebih dahulu untuk menghindari tertular penyakit seperti Hepatitis dan AIDS.

Alat proteksi diri sebaiknya :

Sarung tangan

Kaca mata, terutama apabila penderita menyemburkan darah

Apron, melindungi pakaian sendiri

Sepatu

Tindakan resusitasi untuk menyelamatkan harus segera dikerjakan apabila dijumpai kegawatan pada survey primer meliputi penilaian A (Airway), B (Breathing), C (Circullation), D (Disability), E (Exposure/Environment):

Airway dengan kontrol servikal

1) Penilaian

a. Mengenal patensi airway (inspeksi, auskultasi, palpasi)

b. Penilaian secara cepat dan tepat akan adanya obstruksi

2) Pengelolaan airway

a. Lakukan chin lift dan/atau jaw thrust dengan kontrol servikal in-line immobilisasi

Gambar 2. Teknik chin lift dan jaw thrust

b. Bersihkan airway dari benda asing bila perlu suctioning dengan alat yang rigidc. - Pasang pipa nasofaringeal atau orofaringeal- Pasang airway definitif sesuai indikasi (lihat tabel 1)

3) Fiksasi leher4) Anggaplah bahwa terdapat kemungkinan fraktur servikal pada setiap penderita multi trauma, terlebih bila ada gangguan kesadaran atau perlukaan diatas klavikula. Bila perlu gunakan collar neck untuk memfiksasi leher.

Gambar 3. Pemasangan collar neck

5) Evaluasi

Tabel 1. Indikasi airway definitif

Kebutuhan untuk perlindungan airwayKebutuhan untuk ventilasi

Tidak sadarApnea

Paralisis neuromuskular

Tidak sadar

Fraktur maksilofasialUsaha nafas yang tidak adekuat

Takipnea

Hipoksia

Hiperkarbia

Sianosis

Bahaya aspirasi

Perdarahan

Muntah-muntahCedera kepala tertutup berat yang membutuhkan hiperventilasi singkat, bila terjadi penurunan keadaan neurologis

Bahaya sumbatan

Hematoma leher

Cedera laring, trakea

Stridor

Breathing dan Ventilasi-Oksigenasi

1) Penilaiana. Buka leher dan dada penderita, dengan tetap memperhatikan kontrol servikal in-line immobilisasib. Tentukan laju dan dalamnya pernapasanc. Inspeksi dan palpasi leher dan thoraks untuk mengenali kemungkinan terdapat deviasi trakhea, ekspansi thoraks simetris atau tidak, pemakaian otot-otot tambahan dan tanda-tanda cedera lainnya

d. Perkusi thoraks untuk menentukan redup atau hipersonore. Auskultasi thoraks bilateral

2) Pengelolaana. Pemberian oksigen konsentrasi tinggi (nonrebreather mask 11-12 liter/menit)b. Ventilasi dengan Bag Valve Maskc. Menghilangkan tension pneumothoraxd. Menutup open pneumothoraxe. Memasang pulse oxymeterf. Evaluasi

Circulation dengan kontrol perdarahan

1) Penilaiana. Mengetahui sumber perdarahan eksternal yang fatalb. Mengetahui sumber perdarahan internalc. Periksa nadi : kecepatan, kualitas, keteraturan, pulsus paradoksus. Tidak diketemukannya pulsasi dari arteri besar merupakan pertanda diperlukannya resusitasi masif segera.d. Periksa warna kulit, kenali tanda-tanda sianosis.e. Periksa tekanan darah

2) Pengelolaana. Penekanan langsung pada sumber perdarahan eksternalb. Kenali perdarahan internal, kebutuhan untuk intervensi bedah serta konsultasi pada ahli bedah

c. Pasang kateter IV 2 jalur ukuran besar sekaligus mengambil sampel darah untuk pemeriksaan rutin, kimia darah, tes kehamilan (pada wanita usia subur), golongan darah dan cross-match serta Analisis Gas Darah (BGA).d. Beri cairan kristaloid yang sudah dihangatkan dengan tetesan cepat.e. Pasang PSAG/bidai pneumatik untuk kontrol perdarahan pada pasien-pasien fraktur pelvis yang mengancam nyawa.f. Cegah hipotermia

3) Evaluasi

Dissability

1) Tentukan tingkat kesadaran memakai skor GCS/PTS2) Nilai pupil : besarnya, isokor atau tidak, reflek cahaya dan awasi tanda-tanda lateralisasi3) Evaluasi dan Re-evaluasi airway, oksigenasi, ventilasi dan circulation.

Exposure/Environment

1) Buka pakaian penderita2) Cegah hipotermia : beri selimut hangat dan tempatkan pada ruangan yang cukup hangat.

d. Resusitasi

1) Re-evaluasi ABCDE2) Dosis awal pemberian cairan kristaloid adalah 1000-2000 ml pada dewasa dan 20 mL/kg pada anak dengan tetesan cepat (lihat tabel 2)3) Evaluasi resusitasi cairan

Nilailah respon penderita terhadap pemberian cairan awal (lihat tabel 3 dan tabel 4)

Nilai perfusi organ ( nadi, warna kulit, kesadaran dan produksi urin ) serta awasi tanda-tanda syok

4) Pemberian cairan selanjutnya berdasarkan respon terhadap pemberian cairan awal.

Respon cepat

Pemberian cairan diperlambat sampai kecepatan maintenance Tidak ada indikasi bolus cairan tambahan yang lain atau pemberian darah

Pemeriksaan darah dan cross-match tetap dikerjakan

Konsultasikan pada ahli bedah karena intervensi operatif mungkin masih diperlukan

Respon Sementara

Pemberian cairan tetap dilanjutkan, ditambah dengan pemberian darah

Respon terhadap pemberian darah menentukan tindakan operatif

Konsultasikan pada ahli bedah (lihat tabel 5)

Tanpa respon

Konsultasikan pada ahli bedah

Perlu tindakan operatif sangat segera

Waspadai kemungkinan syok non hemoragik seperti tamponade jantung atau kontusio miokard

Pemasangan CVP dapat membedakan keduanya (lihat tabel 6)

Tabel 2. Perkiraan kehilangan cairan dan darahKELAS I

(Terkompensasi)KELAS II

(Ringan)KELAS III

(Sedang)KELAS IV

(Berat)

Kehilangan darah< 15%

(750 1000 ml)15% 120 kali/menit)Takikardi(>140 kali/menit)

Tekanan darahNormal; vasokonstriksi aliran darah, terlihat peningkatan ringan pada tekanan diastolPerubahan ortostatik pada tekanan darah; vasokonstriksi intensif pada organ yang kurang vitalPenurunan yang nyata (tekanan darah siastol 3 detik; dingin, kulit pucat>3 detik; dingin, mottled skin

Bising ususAda di keempat kuadranHipoaktifTidak ada (ileus paralitik)Tidak ada (ileus paralitik, nekrosis mukosa)

Jumlah urin>30 ml/jam20 30 ml/jam 25%

Prioritas II (medium) warna kuning. Potensial mengancam nyawa atau fungsi vital bila tidak segera ditangani dalam jangka waktu singkat. Penanganan dan pemindahan bersifat jangan terlambat. Contoh: patah tulang besar, combutio (luka bakar) tingkat II dan III < 25 %, trauma thorak/abdomen, laserasi luas, trauma bola mata.

Prioritas III(rendah) warna hijau. Perlu penanganan seperti pelayanan biasa, tidak perlu segera. Penanganan dan pemindahan bersifat terakhir. Contoh luka superficial, luka-luka ringan

Prioritas 0 warna Hitam. Kemungkinan untuk hidup sangat kecil, luka sangat parah. Hanya perlu terapi suportif. Contoh henti jantung kritis, trauma kepala kritis.

Sistem TriageSistem triage ada 2 yaitu :

1. Non DisasterUntuk menyediakan perawatan sebaik mungkin bagi setiap individu pasien

2. DisasterUntuk menyediakan perawatan yang lebih efektif untuk pasien dalam jumlah banyak

Tipe-tipe Triage di Rumah Sakit1. Type 1 : Traffic Director or Non Nurse

a. Hampir sebagian besar berdasarkan system triage

b. Dilakukan oleh petugas yang tak berijasah

c. Pengkajian minimal terbatas pada keluhan utama dan seberapa sakitnya

d. Tidak ada dokumentasi

e. Tidak menggunakan protocol

2. Type 2 : Cek Triage Cepat

a. Pengkajian cepat dengan melihat yang dilakukan perawat beregristrasi atau dokter

b. Termasuk riwayat kesehatan yang berhubungan dengan keluhan utama

c. Evaluasi terbatas

d. Tujuan untuk meyakinkan bahwa pasien yang lebih serius atau cedera mendapat perawatan pertama

3. Type 3 : Comprehensive Triage

a.Dilakukan oleh perawat dengan pendidikan yang sesuai dan berpengalaman

b. 4 sampai 5 sistem katagori

c. Sesuai protokol

Penilaian dalam triage

Primary survey (A,B,C) untuk menghasilkan prioritas I dan seterusnya

Secondary survey (Head to Toe) untuk menghasilkan prioritas I, II, III,0 dan selanjutnya

Monitoring korban akan kemungkinan terjadinya perubahan-perubahan pada A, B, C, derajat kesadaran dan tanda vital lainnya.

Perubahan prioritas karena perubahan kondisi korban

Perencanaan triage

Persiapan sebelum bencana

Pengorganisasian personal (bentuk tim triage)

Pengorganisasian ruang/tempat

Pengorganisasian sarana/peralatan

Pengorganisasian suplai

pelatihan

komunikasi

Dokumentasi/rekam medis triage

Informasi dasar : nama, umur, jenis kelamin, cedera, penyebab cedera, pertolongan pertama yang telah diberikan

Tanda-tanda vital : tensi, nadi, respirasi, kesadaran

Diagnosis singkat tapi lengkap

Kategori triage

Urutan tindakan preoperatif secara lengkap

Perhatian :

Jika fasilitas kurang memadai maka lebih diutamakan yang potensial selamat. Contoh : jika korban label merah lebih potensial selamat maka label biru dapat berubah menjadi label hitam

Dalam keadaan bencana, lebih baik memberi bantuan lebih daripada kurang

Pikirkan kemungkinan yang paling buruk sehingga dapat mempersiapkan lebih baik.

Gambar skema triage lapangan :

Gambar Skema Triage Rumah Sakit

2. Luka adalah rusaknya kesatuan atau komponen jaringan yang secara spesifik terdapat substansi jaringan yang rusak atau hilang.Adapun efek dari timbulnya luka sebagai berikut:1. Hilangnya seluruh atau sebagian fungsi organ2. Respon stres simpatis3. Perdarahan dan pembekuan darah4. Kontaminasi bakteri5. Kematian sel

Jenis-jenis luka dan proses terjadinya:1. Luka insisi (Incised wounds), terjadi karena teriris oleh instrumen yang tajam. Misal yang terjadi akibat pembedahan. Luka bersih (aseptik) biasanya tertutup oleh sutura seterah seluruh pembuluh darah yang luka diikat (Ligasi)2. Luka memar (Contusion Wound), terjadi akibat benturan oleh suatu tekanan dan dikarakteristikkan oleh cedera pada jaringan lunak, perdarahan dan bengkak.3. Luka lecet (Abraded Wound), terjadi akibat kulit bergesekan dengan benda lain yang biasanya dengan benda yang tidak tajam.4. Luka tusuk (Punctured Wound), terjadi akibat adanya benda, seperti peluru atau pisau yang masuk kedalam kulit dengan diameter yang kecil.5. Luka gores (Lacerated Wound), terjadi akibat benda yang tajam seperti oleh kaca atau oleh kawat.6. Luka tembus (Penetrating Wound), yaitu luka yang menembus organ tubuh biasanya pada bagian awal luka masuk diameternya kecil tetapi pada bagian ujung biasanya lukanya akan melebar.7. Luka Bakar (Combustio)

Derajat Kontaminasi terhadap luka sebagai berikut:1. Clean Wounds (Luka bersih), yaitu luka bedah takterinfeksi yang mana tidak terjadi proses peradangan (inflamasi) dan infeksi pada sistem pernafasan, pencernaan, genital dan urinari tidak terjadi. Luka bersih biasanya menghasilkan luka yang tertutup; jika diperlukan dimasukkan drainase tertutup (misal; Jackson Pratt). Kemungkinan terjadinya infeksi luka sekitar 1% 5%.2. Clean-contamined Wounds (Luka bersih terkontaminasi), merupakan luka pembedahan dimana saluran respirasi, pencernaan, genital atau perkemihan dalam kondisi terkontrol, kontaminasi tidak selalu terjadi, kemungkinan timbulnya infeksi luka adalah 3% 11%.3. Contamined Wounds (Luka terkontaminasi), termasuk luka terbuka, fresh, luka akibat kecelakaan dan operasi dengan kerusakan besar dengan teknik aseptik atau kontaminasi dari saluran cerna; pada kategori ini juga termasuk insisi akut, inflamasi nonpurulen. Kemungkinan infeksi luka 10% 17%.4. Dirty or Infected Wounds (Luka kotor atau infeksi), yaitu terdapatnya mikroorganisme pada luka.

Berdasarkan kedalaman dan luasnya luka, dibagi menjadi :Stadium I : Luka Superfisial (Non-Blanching Erithema) : yaitu luka yang terjadi pada lapisan epidermis kulit.Stadium II : Luka Partial Thickness : yaitu hilangnya lapisan kulit pada lapisan epidermis dan bagian atas dari dermis. Merupakan luka superficial dan adanya tanda klinis seperti abrasi, blister atau lubang yang dangkal.Stadium III : Luka Full Thickness : yaitu hilangnya kulit keseluruhan meliputi kerusakan atau nekrosis jaringan subkutan yang dapat meluas sampai bawah tetapi tidak melewati jaringan yang mendasarinya. Lukanya sampai pada lapisan epidermis, dermis dan fasia tetapi tidak mengenai otot. Luka timbul secara klinis sebagai suatu lubang yang dalam dengan atau tanpa merusak jaringan sekitarnya.Stadium IV : Luka Full Thickness yang telah mencapai lapisan otot, tendon dan tulang dengan adanya destruksi/kerusakan yang luas.

Menurut waktu penyembuhan luka dibagi menjadi :1. Luka akut : yaitu luka dengan masa penyembuhan sesuai dengan konsep penyembuhan yang telah disepakati.2. Luka kronis yaitu luka yang mengalami kegagalan dalam proses penyembuhan, dapat karena faktor eksogen dan endogen.

TAHAP-TAHAP PENYEMBUHAN LUKATubuh secara normal akan berespon terhadap cedera dengan jalan proses peradangan, yang dikarakteristikkan dengan lima tanda utama: bengkak (swelling), kemerahan (redness), panas (heat), Nyeri (pain) dan kerusakan fungsi (impaired function). Proses penyembuhannya mencakup beberapa fase :1. Fase InflamasiFase inflamasi adalah adanya respon vaskuler dan seluler yang terjadi akibat perlukaan yang terjadi pada jaringan lunak. Tujuan yang hendak dicapai adalah menghentikan perdarahan dan membersihkan area luka dari benda asing, sel-sel mati dan bakteri untuk mempersiapkan dimulainya proses penyembuhan. Pada awal fase ini kerusakan pembuluh darah akan menyebabkan keluarnya platelet yang berfungsi sebagai hemostasis. Platelet akan menutupi vaskuler yang terbuka (clot) dan juga mengeluarkan substansi vasokonstriksi yang mengakibatkan pembuluh darah kapiler vasokonstriksi. Selanjutnya terjadi penempelan endotel yang akan menutup pembuluh darah. Periode ini berlangsung 5-10 menit dan setelah itu akan terjadi vasodilatasi kapiler akibat stimulasi saraf sensoris (Local sensory nerve endding), local reflex action dan adanya substansi vasodilator (histamin, bradikinin, serotonin dan sitokin). Histamin juga menyebabkan peningkatan permeabilitas vena, sehingga cairan plasma darah keluar dari pembuluh darah dan masuk ke daerah luka dan secara klinis terjadi oedema jaringan dan keadaan lingkungan tersebut menjadi asidosis.Secara klinis fase inflamasi ini ditandai dengan : eritema, hangat pada kulit, oedema dan rasa sakit yang berlangsung sampai hari ke-3 atau hari ke-4.

2. Fase ProliferatifProses kegiatan seluler yang penting pada fase ini adalah memperbaiki dan menyembuhkan luka dan ditandai dengan proliferasi sel. Peran fibroblas sangat besar pada proses perbaikan yaitu bertanggung jawab pada persiapan menghasilkan produk struktur protein yang akan digunakan selama proses reonstruksi jaringan.Pada jaringan lunak yang normal (tanpa perlukaan), pemaparan sel fibroblas sangat jarang dan biasanya bersembunyi di matriks jaringan penunjang. Sesudah terjadi luka, fibroblas akan aktif bergerak dari jaringan sekitar luka ke dalam daerah luka, kemudian akan berkembang (proliferasi) serta mengeluarkan beberapa substansi (kolagen, elastin, hyaluronic acid, fibronectin dan proteoglycans) yang berperan dalam membangun (rekontruksi) jaringan baru. Fungsi kolagen yang lebih spesifik adalah membentuk cikal bakal jaringan baru (connective tissue matrix) dan dengan dikeluarkannya substrat oleh fibroblas, memberikan pertanda bahwa makrofag, pembuluh darah baru dan juga fibroblas sebagai kesatuan unit dapat memasuki kawasan luka. Sejumlah sel dan pembuluh darah baru yang tertanam didalam jaringan baru tersebut disebut sebagai jaringan granulasi.Fase proliferasi akan berakhir jika epitel dermis dan lapisan kolagen telah terbentuk, terlihat proses kontraksi dan akan dipercepat oleh berbagai growth faktor yang dibentuk oleh makrofag dan platelet.

3. Fase MaturasiFase ini dimulai pada minggu ke-3 setelah perlukaan dan berakhir sampai kurang lebih 12 bulan. Tujuan dari fase maturasi adalah ; menyempurnakan terbentuknya jaringan baru menjadi jaringan penyembuhan yang kuat dan bermutu. Fibroblas sudah mulai meninggalkan jaringan granulasi, warna kemerahan dari jaringa mulai berkurang karena pembuluh mulai regresi dan serat fibrin dari kolagen bertambah banyak untuk memperkuat jaringan parut. Kekuatan dari jaringan parut akan mencapai puncaknya pada minggu ke-10 setelah perlukaan.Untuk mencapai penyembuhan yang optimal diperlukan keseimbangan antara kolagen yang diproduksi dengan yang dipecahkan. Kolagen yang berlebihan akan terjadi penebalan jaringan parut atau hypertrophic scar, sebaliknya produksi yang berkurang akan menurunkan kekuatan jaringan parut dan luka akan selalu terbuka.

Luka dikatakan sembuh jika terjadi kontinuitas lapisan kulit dan kekuatan jaringan parut mampu atau tidak mengganggu untuk melakukan aktifitas normal. Meskipun proses penyembuhanluka sama bagi setiap penderita, namun outcome atau hasil yang dicapai sangat tergantung pada kondisi biologis masing-masing individu, lokasi serta luasnya luka. Penderita muda dan sehat akan mencapai proses yang cepat dibandingkan dengan kurang gizi, diserta penyakit sistemik (diabetes mielitus).

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYEMBUHAN LUKA1. UsiaSemakin tua seseorang maka akan menurunkan kemampuan penyembuhan jaringan

2. InfeksiInfeksi tidak hanya menghambat proses penyembuhan luka tetapi dapat juga menyebabkan kerusakan pada jaringan sel penunjang, sehingga akan menambah ukuran dari luka itu sendiri, baik panjang maupun kedalaman luka.3. HipovolemiaKurangnya volume darah akan mengakibatkan vasokonstriksi dan menurunnya ketersediaan oksigen dan nutrisi untuk penyembuhan luka.4. HematomaHematoma merupakan bekuan darah. Seringkali darah pada luka secara bertahap diabsorbsi oleh tubuh masuk kedalam sirkulasi. Tetapi jika terdapat bekuan yang besar hal tersebut memerlukan waktu untuk dapat diabsorbsi tubuh, sehingga menghambat proses penyembuhan luka.5. Benda asingBenda asing seperti pasir atau mikroorganisme akan menyebabkan terbentuknya suatu abses sebelum benda tersebut diangkat. Abses ini timbul dari serum, fibrin, jaringan sel mati dan lekosit (sel darah merah), yang membentuk suatu cairan yang kental yang disebut dengan nanah (Pus).6. IskemiaIskemi merupakan suatu keadaan dimana terdapat penurunan suplai darah pada bagian tubuh akibat dari obstruksi dari aliran darah. Hal ini dapat terjadi akibat dari balutan pada luka terlalu ketat. Dapat juga terjadi akibat faktor internal yaitu adanya obstruksi pada pembuluh darah itu sendiri.7. DiabetesHambatan terhadap sekresi insulin akan mengakibatkan peningkatan gula darah, nutrisi tidak dapat masuk ke dalam sel. Akibat hal tersebut juga akan terjadi penurunan protein-kalori tubuh.

. Pengobatan Steroid : akan menurunkan mekanisme peradangan normal tubuh terhadap cedera Antikoagulan : mengakibatkan perdarahan Antibiotik : efektif diberikan segera sebelum pembedahan untuk bakteri penyebab kontaminasi yang spesifik. Jika diberikan setelah luka pembedahan tertutup, tidak akan efektif akibat koagulasi intravaskular.

PERAWATAN LUKADressing/PembalutanTujuan :1. memberikan lingkungan yang memadai untuk penyembuhan luka2. absorbsi drainase3. menekan dan imobilisasi luka4. mencegah luka dan jaringan epitel baru dari cedera mekanis5. mencegah luka dari kontaminasi bakteri6. meningkatkan hemostasis dengan menekan dressing7. memberikan rasa nyaman mental dan fisik pada pasien

ALAT DAN BAHAN BALUTAN UNTUK LUKABahan untuk Membersihkan Luka Alkohol 70% Aqueous and tincture of chlorhexidine gluconate (Hibitane) Aqueous and tincture of benzalkonium chloride (Zephiran Cloride) Hydrogen Peroxide Natrium Cloride 0.9%

Bahan untuk Menutup Luka Verband dengan berbagai ukuran

Bahan untuk mempertahankan balutan Adhesive tapes Bandages and binders

KOMPLIKASI DARI LUKAa. Hematoma (Hemorrhage)Perawat harus mengetahui lokasi insisi pada pasien, sehingga balutan dapat diinspeksi terhadap perdarahan dalam interval 24 jam pertama setelah pembedahan.b. Infeksi (Wounds Sepsis)Merupakan infeksi luka yang sering timbul akibat infeksi nosokomial di rumah sakit. Proses peradangan biasanya muncul dalam 36 48 jam, denyut nadi dan temperatur tubuh pasien biasanya meningkat, sel darah putih meningkat, luka biasanya menjadi bengkak, hangat dan nyeri.Jenis infeksi yang mungkin timbul antara lain : Cellulitis merupakan infeksi bakteri pada jaringan Abses, merupakan infeksi bakteri terlokalisasi yang ditandai oleh : terkumpulnya pus (bakteri, jaringan nekrotik, Sel Darah Putih). Lymphangitis, yaitu infeksi lanjutan dari selulitis atau abses yang menuju ke sistem limphatik. Hal ini dapat diatasi dengan istirahat dan antibiotik.c. Dehiscence dan EviscerasiDehiscence adalah rusaknya luka bedahEviscerasi merupakan keluarnya isi dari dalam lukad. KeloidMerupakan jaringan ikat yang tumbuh secara berlebihan. Keloid ini biasanya muncul tidak terduga dan tidak pada setiap orang.

3. Perdarahan dapat dibedakan menjadi dua yaitu perdarahan eksternal dan perdarahan internal. Perdarahan eksternal adalah perdarahan yang berasal dari luka terbuka sehingga dapat dilihat. Sedangkan perdarahan internal adalah perdarahan yang terjadi pada luka tertutp sehingga sulit untuk di identifikasi.

Perdarahan pada arteri dapat menyebabkan kondisi kritis, sebab darah yang terpompa keluar dengan kecepatan melebihi rata-rata. Akibatnya, korban akan banyak kehilangan darah.

Perdarahan eksternal, ciri perdarahan eksternal mudah untuk diketahui karena pada jenis perdarahan ini terdapat luka terbuka yang dapat dilihat. Terdapat beberapa jenis luka terbuka yaitu:

1. Luka Gores/ Abrasi

Bagian kulit lapisan atas terkelupas sehingga hanya sedikit kehilangan darah

2. Laserasi

Bagian kulit yang terpotong bergerigi

3. Insisi

Kulit terpotong rata seperti potongan pisau

4. Pungsi

Cedera benda tajam yang menembus permukaan kulit

5. Avulsi

Kulit yang terpotong masih menggantung di bagian lainnya

6. Amputasi

Terpotongnya bagian tubuh

Perawatan untuk perdarahan eksternal, perawatan ini meliputi kontrol perdarahan dan melindungi luka dari cedera selanjutnya. berikut adalah langkah-langkah pertolongan pertama perdarahan eksternal:

1. Gunakan APD (Alat Pelindung Diri), minimal sarung tangan.

2. Ekspos luka dengan cara merobek atau melepaskan pakaian untuk menemukan sumber perdarahan.

3. Beri pembalut atau kasa pada sumber perdarahan dan tekan dengan tangan anda secara langsung (tindakan ini dapat menghentikan sebagian besar perdarahan)

4. Jika perdarahan terjadi di sekitar lengan atau tungkai, maka tinggikan bagian tersebut di atas tinggi jantung.

5. Agar dapat menangani cedera lain anda dapat menggunakan perban tekan untuk menahan pembalut pada luka.

6. Jika darah masih merembes hingga kasa dan perban di penuhi darah, maka jangan angkat perban atau pembalut tersebut. Lebih baik gunakan kasa tambahan dan perban di ats titik tekan yang sama.

7. Jika perdarahan masih belum dapat dikontrol maka beri tekanan pada titik tekan ( TT brakhial pada kedua lengan atas dan TT femoral dapa lipatan paha) sambil tetap menjaga tekanan pada luka.

Untuk lebih mempermudah mengingat penanganan pada perdarahan eksternal maka kita singkat pertolongan perdarahan eksternal dengan TET (Tekan, Elevasi, dan Titik Tekan).

Perdarahan internal, terdapat beberapa tanda-tanda terjadinya perdarahan internal antara lain yaitu,

1. Memar

2. Area yang terdapat nyeri tekan

3. Muntah ataupun batuk darah

4. Feses berwarna hitam atau mengandung darah merah terang

Perawatan yang diberikan saat terjadi perdarahan internal adalah sebagai berikut,

1. Mengistirahatkan area yang cidera

2. Kompres bagian yang cidera denagn es atau kantung dingin

3. Tekan bagian yang cidera menggunakan perban kompresi

4. Tinggikan bagian yang cidera apabila tidak terjadi fraktur

Untuk mempermudah mengingat penanganan perdarahan internal ini dengan singkatan RICE (Rice, Ice, Compress dan Elevasi).

4.Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya atau setiap retak atau patah pada tulang yang utuh.

Fraktur adalah masalah yang akhir-akhir ini sangat banyak menyita perhatian masyarakat, pada arus mudik dan arus balik hari raya idulfitri tahun ini banyak terjadi kecelakaan lalu lintas yang sangat banyak yang sebagian korbannya mengalami fraktur. Banyak pula kejadian alam yang tidak terduga yang banyak menyebabkan fraktur.

Fraktur lebih sering terjadi pada orang laki-laki daripada perempuan dengan umur dibawah 45 tahun dan sering berhubungan dengan olahraga, pekerjaan atau kecelakaan. Sedangkan pada Usila prevalensi cenderung lebih banyak terjadi pada wanita berhubungan dengan adanya osteoporosis yang terkait dengan perubahan hormon.

Jenis-Jenis Fraktur :

1. Complete fraktur (fraktur komplet), patah pada seluruh garis tengah tulang,luas dan melintang. Biasanya disertai dengan perpindahan posisi tulang.

2. Closed frakture (simple fracture), tidak menyebabkan robeknya kulit, integritas kulit masih utuh.

3. Open fracture (compound frakture / komplikata/ kompleks), merupakan fraktur dengan luka pada kulit (integritas kulit rusak dan ujung tulang menonjol sampai menembus kulit) atau membran mukosa sampai ke patahan tulang. Fraktur terbuka digradasi menjadi:

Grade I: luka bersih dengan panjang kurang dari 1 cm.

Grade II: luka lebih luas tanpa kerusakan jaringan lunak yang ekstensif.

Grade III: sangat terkontaminasi, dan mengalami kerusakan jaringan lunak ekstensif.

4. Greenstick, fraktur dimana salah satu sisi tulang patah sedang sisi lainnya membengkok.

5. Transversal, fraktur sepanjang garis tengah tulang.

6. Oblik, fraktur membentuk sudut dengan garis tengah tulang.

7. Spiral, fraktur memuntir seputar batang tulang.

8. Komunitif, fraktur dengan tulang pecah menjadi beberapa fragmen.

9. Depresi, fraktur dengan frakmen patahan terdorong ke dalam (sering terjadi pada tulang tengkorak dan wajah).

10. Kompresi, fraktur dimana tulang mengalami kompresi (terjadi pada tulang belakang).

11. Patologik, fraktur yang terjadi pada daerah tulang berpenyakit (kista tulang, paget, metastasis tulang, tumor).

12. Avulsi, tertariknya fragmen tulang oleh ligamen atau tendo pada prlekatannya.

13. Epifisial, fraktur melalui epifisis.

14. Impaksi, fraktur dimana fragmen tulang terdorong ke fragmen tulang lainnya.

Fraktur Tibia ProksimalFraktur ini disebut juga bumper fracture atau fraktur tibia plateau. Fraktur tibia proksimal biasanya terjadi akibat trauma langsung dari arah samping lutut dengan kaki yang masih terfiksasi ke tanah. Contohnya pada orang yang sedang berjalan lalu ditabrak mobil dari samping, yang disebut bumper fracture.

Manifestasi Klinis

Luka pada daerah yang cedera membengkak dan disertai rasa sakit, kadang-kadang ditemukan deformitas varus atau valgus pada lutut.

Penatalaksanaan

1. Nonoperatif

Untuk fraktur yang tidak mengalami dislokasi dapat ditanggulangi dengan beberapa cara, antara lain:

a. Perban elastik (teknik Robert Jones)

b. Memasang gips (long leg plaster)

c. Traksi skeletal menurut cara Appley. Pasien tidur terlentang, pada tibia 1/3 proksimal dipasang Steinmann pin, langsung ditarik dengan beban yang cukup (> 6 kg). Sementara dilakukan traksi, lutut pasien yang cedera dapat digerakkan.

2. Operatif

Apabila terjadi dislokasi yang cukup lebar atau permukaan sendi tibia amblas lebih dari 2 mm, dilakukan reduksi terbuka dan dipasang fiksasi interna dengan butress plate dan cancellous screw.

Fraktur Antebrakial DistalAda empat macam fraktur yang khas:

1. Fraktur Colles

2. Fraktur Smith

3. Fraktur Galeazzi

4. Fraktur Montegia

Fraktur CollesDeformitas pada fraktur ini berbentuk seperti sendok makan (dinner fork deformity). Pasien terjatuh dalam keadaan tangan terbuka dan pronasi, tubuh beserta lengan berputar ke ke dalam (endorotasi). Tangan terbuka yang terfiksasi di tanah berputar keluar (eksorotasi/supinasi).

Manifestasi Klinis

o Fraktur metafisis distal radius dengan jarak _+ 2,5 cm dari permukaan sendi distal radius

o Dislokasi fragmen distalnya ke arah posterior/dorsal

o Subluksasi sendi radioulnar distal

o Avulsi prosesus stiloideus ulna.

Penatalaksanaan

Pada fraktur Colles tanpa dislokasi hanya diperlukan imobilisasi dengan pemasangan gips sirkular di bawah siku selama 4 minggu. Bila disertai dislokasi diperlukan tindakan reposisi tertutup. Dilakukan dorsofleksi fragmen distal, traksi kemudian posisi tangan volar fleksi, deviasi ulna (untuk mengoreksi deviasi radial) dan diputar ke arah pronasio (untuk mengoreksi supinasi). Imobilisasi dilakukan selama 4 - 6 minggu.

Fraktur SmithFraktur Smith merupakan fraktur dislokasi ke arah anterior (volar), karena itu sering disebut reverse Colles fracture. Fraktur ini biasa terjadi pada orang muda. Pasien jatuh dengan tangan menahan badan sedang posisi tangan dalam keadaan volar fleksi pada pergelangan tangan dan pronasi. Garis patahan biasanya transversal, kadang-kadang intraartikular.

Manifestasi Klinis

Penonjolan dorsal fragmen proksimal, fragmen distal di sisi volar pergelangan, dan deviasi ke radial (garden spade deformity).

Penatalaksanaan

Dilakukan reposisi dengan posisi tangan diletakkan dalam posisi dorsofleksi ringan, deviasi ulnar, dan supinasi maksimal (kebalikan posisi Colles). Lalu diimobilisasi dengan gips di atas siku selama 4 - 6 minggu.

Fraktur GaleazziFraktur Galeazzi merupakan fraktur radius distal disertai dislokasi sendi radius ulna distal. Saat pasien jatuh dengan tangan terbuka yang menahan badan, terjadi pula rotasi lengan bawah dalam posisi pronasi waktu menahan berat badan yang memberi gaya supinasi.

Manifestasi Klinis

Tampak tangan bagian distal dalam posisi angulasi ke dorsal. Pada pergelangan tangan dapat diraba tonjolan ujung distal ulna.

Penatalaksanaan

Dilakukan reposisi dan imobilisasi dengan gips di atas siku, posisi netral untuk dislokasi radius ulna distal, deviasi ulnar, dan fleksi.

Fraktur MontegiaFraktur Montegia merupakan fraktur sepertiga proksimal ulna disertai dislokasi sendi radius ulna proksimal. Terjadi karena trauma langsung.

Manifestasi Klinis

Terdapat 2 tipe yaitu tipe ekstensi (lebih sering) dan tipe fleksi. Pada tipe ekstensi gaya yang terjadi mendorong ulna ke arah hiperekstensi dan pronasi. Sedangkan pada tipe fleksi, gaya mendorong dari depan ke arah fleksi yang menyebabkan fragmen ulna mengadakan angulasi ke posterior.

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan radiologis dilakukan untuk menentukan ada/tidaknya dislokasi. Lihat kesegarisan antara kondilus medialis, kaput radius, dan pertengahan radius.

Penatalaksanaan

Dilakukan reposisi tertutup. Asisten memegang lengan atas, penolong melakukan tarikan lengan bawah ke distal, kemudian diputar ke arah supinasi penuh. Setelah itu, dengan jari kepala radius dicoba ditekan ke tempat semula. Imobilisasi gips sirkuler dilakukan di atas siku dengan posisi siku fleksi 90 dan posisi lengan bawah supinasi penuh. Bila gagal, dilakukan reposisi terbuka dengan pemasangan fiksasi interna (plate-screw).

Fraktur SternumFraktur sternum terjadi sebagai akibat trauma yang sangat keras. Biasanya fraktur ini disertai dengan kontusio jantung.

Manifestasi Klinis

Didapatkan keluhan nyeri waktu bernapas, pernapasan dangkal, dan cepat. Mungkin terdapat deformitas pada tempat hubungan antara manubrium sternum dengan korpus sternum. Pada auskultasi tentukan ada atau tidaknya aritmia atau bising jantung untuk mengetahui adanya kontusio jantung.

Penatalaksanaan

Dengan pemberian analgetik dan fisioterapi. Bila diperlukan, dapat dengan anestesi setempat infiltrasi atau blok.

Flail ChestTrauma hancur pada sternum atau iga dapat berakibat terjadinya pemisahan total dari suatu bagian dinding dada, sehingga dinding dada tersebut bersifat lebih mobil. Pada setiap gerakan respirasi, maka fragmen yang mobil tersebut akan terhisap ke arah dalam. Pengembangan normal rongga pleura tidak dapat lagi berlangsung, sehingga pertukaran gas respiratorik yang efektif sangat terbatas.

Manifestasi Klinis

Biasanya karena ada pembengkakan jaringan lunak di sekitar dan terbatasnya gerak pengembangan dinding dada, deformitas, dan gerakan paradoksal, flail chest yang ada akan tertutupi. Pada mulanya, penderita mampu mengadakan kompensasi terhadap pengurangan cadangan respirasinya. Namun bila terjadi penimbunan sekret-sekret dan penurunan daya pengembangan paru-paru akan terjadi anoksia berat, hiperkapnea, dan akhirnya kolaps.

Penatalaksanaan

Tindakan stabilisasi yang bersifat sementara terhadap dinding dada akan sangat menulong penderita, yaitu dengan menggunakan towl-clip traction atau dengan menyatukan fragmen-fragmen yang terpisah dengan pembedahan. Takipnea, hipoksia, dan hiperkarbia merupakan indikasi untuk intubasi endotrakeal dan ventilasi dengan tekanan positip.

Fraktur HumerusDibagi menjadi:

1. Fraktur suprakondilar humerus

2. Fraktur interkondilar humerus

3. Fraktur batang humerus

4. Fraktur kolum humerus

Fraktur Suprakondilar HumerusBerdasarkan mekanisme terjadinya fraktur:

a. Tipe ekstensi. Trauma terjadi ketika siku dalam posisi hiperekstensi, lengan bawah dalam posisi supinasi. Hal ini akan menyebabkan fraktur pada suprakondilar, fragmen distal humerus akan mengalami dislokasi ke anterior dari fragmen proksimalnya.

b. Tipe fleksi. Trauma terjadi ketika posisi siku dalam fleksi, sedang lengan bawah dalam posisi pronasi. Hal ini menyebabkan fragmen distal humerus mengalami dislokasi ke posterior dari fragmen proksimalnya.

Apabila terjadi penekanan pada arteri brakialis, dapat terjadi komplikasi yang disebut dengan iskemia Volkmanns. Timbulnya sakit, denyut arteri radialis yang berkurang, pucat, rasa kesemutan, dan kelumpuhan merupakan tanda-tanda klinis adanya iskemia ini (Ingat 5P: Pain, Pallor, Pulselessness, Puffyness, Paralyses).

Manifestasi Klinis

Pada tipe ekstensi posisi siku dalam posisi ekstensi. Pada tipe fleksi posisi siku dalam posisi fleksi (semifleksi).

Penatalaksanaan

Bila pembengkakan tak hebat, dapat dicoba reposisi dalam narkosis umum. Setelah tereposisi, posisi siku dibuat fleksi secara perlahan-lahan. Gerakan fleksi diteruskan sampai arteri radialis mulai tak teraba. Kemudian siku diekstensikan sedikit untuk memastikan arteri radialis teraba lagi. Dalam posisi fleksi maksimal ini dilakukan imobilisasi dengan gips spalk (foreslab). Pascareposisi harus juga diperiksa denyut arteri radialis untuk menghindarkan terjadi komplikasi iskemia Volksmann.

Fraktur Interkondilar HumerusPada fraktur ini bentuk garis patah yang terjadi berupa bentuk huruf T atau Y

Manifestasi Klinis

Di daerah siku tampak jelas pembengkakan, kubiti varus atau kubiti valgus.

Penatalaksanaan

Permukaan sendi harus dikembalikan secara anatomis. Bila hanya konservatif, biasanya akan timbul kekakuan sendi (ankilosis). Untuk mengatasi keadaan ini dilakukan tindakan operasi reduksi dengan pemasangan fiksasi interna dengan lag-screw.

Fraktur Batang HumerusBiasanya terjadi pada penderita dewasa, terjadi karena trauma langsung yang menyebabkan garis patah transveral atau kominutif.

Manifestasi Klinis

Terjadi functio laesa lengan atas yang cedera, untuk menggunakan siku harus dibantu oleh tangan yang sehat. Bila terjadi gangguan pada nervus radialis, akan terjadi wrist drop (drop hand).

Penatalaksanaan

Tindakan konservatif memberikan hasil yang baik karena fraktur humerus ini sangat baik daya penyembuhannya. Imobilisasi dengan gips berupa U-slab atau hanging cast selama 6 minggu.

Fraktur Kolum HumerusSering terjadi pada wanita tua karena osteoporosis. Biasanya berupa fraktur impaksi.

Manifestasi Klinis

Sakit di daerah bahu tetapi fungsi lengan masih baik karena fraktur impaksi merupakan fraktur yang stabil.

Penatalaksanaan

Pada fraktur impaksi tidak diperlukan reposisi, lengan yang cedera cukup diistirahatkan dengan memakai gendongan (sling) selama 3 minggu. Bila disertai dislokasi abduksi, dilakukan reposisi dan diimobilisasi dengan gips spica, posisi lengan dalam abduksi posisi overhead.

Fraktur IgaMerupakan cedera toraks terbanyak, dan komplikasi yang sering terjadi akibat luka tembus. Fraktur iga bisa disebabkan pukulan, kontusio, atau penggilasan.

Manifestasi Klinis:

Terlihat gerak pernapasan penderita yang terbatas dan sangat nyeri pada sisi dada yang terkena trauma, apalagi bila disuruh bernapas dalam. Usahakan mencari jejas luka.

Pada palpasi, tentukan adanya krepitasi akibat adanya udara dalam jaringan subkutan pada daerah dada yang sakit. Kemudian tiap tulang iga ditekan secara lembut. Bila terdapat fraktur, akan timbul rasa nyeri yang hebat. Pada kasus yang meragukan, dada ditekan secara lembut dengan kedua tangan pemeriksa yang masing-masing diletakkan di bagian anterior dan posterior bagian yang sakit. Biasanya timbul nyeri bila terdapat fraktur iga di daerah tersebut. Cara ini tidak boleh dila.kukan bila terdapat tanda-tanda efusi pleura atau tanda-tanda trauma intratorakal lainnya.

Pada perkusi dan auskultasi, tentukan posisi trakea dan jantung untuk melihat adanya pergeseran mediastinum. Pada fraktur iga sederhana biasanya tidak ditemukan tanda-tanda trauma intratorakal. Fraktur iga-iga atas, klavikula, atau skapula secara tidak langsung menunjukkan trauma yang bermakna. Selain itu cedera vaskular harus dicurigai.

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Rontgen toraks harus dilakukan untuk menyingkirkan cedera toraks lain, namun tidak perlu untuk identifikasi fraktur iga.

Penatalaksanaan

Dengan blok saraf interkostal, yaitu pemberian narkotik ataupun relaksan otot merupakan pengobatan yang adekuat. Pada cedera yang lebih hebat, perawatan rumah sakit diperlukan untuk menghilangkan nyeri, penanganan batuk, dan pengisapan endotrakeal.

Fraktur Jari-jari Tangan

Ada tiga macam fraktur yang khas:

1. Baseball finger (Mallet finger)

2. Boxer fracture (street fighters fracture)

3. Fraktur Bennet

Baseball FingerBaseball finger (Mallet finger) merupakan fraktur dari basis falang distal pada insersio dari tendon ekstensor. Ujung jari yang dalam keadaan ekstensi tiba-tiba fleksi pasif pada sendi interfalang distal karena trauma, sehingga terjadi avulsi fragmen tulang basis falang distal pada insersi tendon ekstensor jari.

Manifestasi Klinis

Pasien tidak dapat melakukan gerakan ekstensi penuh pada ujung distal falang. Ujung distal falang selalu dalam posisi fleksi pada sendi interfalang distal dan terdapat hematoma pada dorsum sendi tersebut.

Penatalaksanaan

Dilakukan imobilisasi menggunakan gips atau metal splinting dengan posisi ujung jari hiperekstensi pada sendi interfalang distal sedangkan sendi interfalang proksimal dalam posisi sedikit fleksi (Mallet splint).

Boxer FractureBoxer fracture (street fighters fracture) merupakan fraktur kolum metakarpal V, dan posisi kaput metakarpal angulasi ke volar/palmar. Terjadi pada keadaan tidak tahan terhadap trauma langsung ketika tangan mengepal.

Penatalaksanaan

Reposisi tertutup dengan cara membuat sendi metakarpofalangeal dan interfalang proksimal dalam keadaan fleksi 90, kaput metakarpal V didorong ke arah dorsal, lalu imobilisasi dengan gips selama 3 minggu.

Fraktur BennetFraktur Bennet merupakan fraktur dislokasi basis metakarpal I.

Manifestasi Klinis

Tampak pembengkakan di daerah karpometakarpal (CMC) I, nyeri tekan, dan sakit ketika digerakkan.

Penatalaksanaan

Dilakukan reposisi tertutup dengan cara melakukan ekstensi dan abduksi dari ibu jari tangan, diimobilisasi. Kadang-kadang pada keadaan yang tidak stabil, perlu reposisi terbuka dengan kawat Kirschner atau dilakukan reposisi tertutup di bawah C arm dan diikuti dengan asi dengan memakai wire (percutaneus pinning).

Fraktur Kompresi Tulang BelakangBiasanya merupakan fraktur kompresi karena trauma indirek dari atas dan dari bawah. Dapat menimbulkan fraktur stabil atau tidak stabil.

Manifestasi Klinis

Pada daerah fraktur biasanya didapatkan rasa sakit bila digerakkan dan adanya spasme otot paravertebra. Bila kepala ditekan ke bawah terasa nyeri. Perlu diperiksa keadaan neurologis serta kemampuan miksi dan defekasi.

Penatalaksanaan

1. Bila sederhana (stabil atau tak ada gejala neurologik):

a. Istirahat di tempat tidur, telentang dengan dasar keras dan posisi miring ke kiri dan ke kanan untuk mencegah dekubitus (5 pillow nursing) selama 2 minggu.

b. Bila sakit, diberikan analgetik.

c. Pada fraktur yang stabil, kalau tak merasa sakit lagi setelah 2 minggu latih otot-otot punggung dalam 1 -2 minggu. Dilanjutkan dengan mobilisasi; belajar duduk, jalan, memakai brace, dan bila tak ada apa-apa pasien dapat pulang. Pada fraktur yang tidak stabil ditunggu lebih lama 3 - 4 minggu.

2. Bila dengan kelainan neurologik:

Kelainan neurologik dapat timbul karena edema, hematomieli, kompresi dari fraktur, dan karena luksasi tulang belakang. Kelainan dapat komplit atau inkomplit. Kalau pada observasi keadaan neurologis memburuk, segera dilakukan operasi dekompresi, misalnya tindakan laminektomi dan fiksasi tulang belakang. Pada fraktur tulang belakang dengan defisit neurologis, indikasi tindakan operatif adalah untuk stabilisasi fraktur, untuk rehabilitasi dini (duduk, berdiri, dan berjalan). Pada fraktur tulang belakang dengan defisit neurologis yang dilakukan tindakan konservatif (tanpa operasi), setelah 6 minggu atau fraktur kuat, dilakukan mobilisasi duduk/berdiri dengan menggunakan external support seperti gips Bohler, gips korset, jaket Minerva, tergantung dari tempat fraktur. Pemasangan gips korset harus meliputi manubrium sterni, simfisis, daerah fraktur, dan di bawah ujung skapula.

Fraktur KrurisFraktur kruris merupakan akibat terbanyak dari kecelakaan lalu lintas.

Manifestasi Klinis

Gejala yang tampak adanya deformitas angulasi atau endo/eksorotasi. Daerah yang patah tampak bengkak, juga ditemukan nyeri gerak dan nyeri tekan.

Penatalaksanaan

Pada fraktur tertutup dilakukan reposisi tertutup dan imobilisasi dengan gips. Caranya pasien tidur terlentang di atas meja operasi. Kedua lutut dalam posisi fleksi 90, sedang kedua tungkai bawah menggantung di tepi meja. Tungkai bawah yang patah ditarik ke arah bawah. Rotasi diperbaiki. Setelah tereposisi baru dipasang gips melingkar.

Ada beberapa cara pemasangan gips, yaitu:

1. Cara long leg plaster. Gips dipasang mulai dari pangkal jari kaki sampai proksimal femur dengan sendi talokrural dalam posisi netral, sedang posisi lutut dalam fleksi 15-20.

2. Cara Sarmiento. Pemasangan gips dimulai dari jari kaki sampai di atas sendi talokrural dengan molding sekitar maleolus. Setelah kering segera dilanjutkan ke atas sampai 1 inci di bawah tuberositas tibia dengan molding pada permukaan anterior tibia. Gips dilanjutkan sampai ujung proksimal patela.

Pada fraktur terbuka dilakukan debrideman luka. Kemudian dilakukan reposisi secara terbuka tulang yang patah, dilanjutkan dengan imobilisasi. Dapat digunakan cara long leg plaster, hanya saja untuk fraktur terbuka dibuat jendela di atas luka setelah beberapa hari. Dari lubang jendela ini luka dirawat sampai sembuh. Dapat juga dengan memakai pen di luar tulang untuk fraktur terbuka grade III (fiksasi eksterna), contohnya dengan fiksasi eksterna Judet, Roger Anderson, Hoffman, Screw dan metil metakrilat (INOE teknik).

5. Komplikasi akibat fraktur yang mungkin terjadi antara lain:

A.Komplikasi Dalam Waktu Cepat

Shock NeurogenikPada fraktur sering terjadi nyeri yang sangat hebat terutama apabila penanganan awal dilakukan dengan cara yang kurang benar (cara mengangkat, pembidaian dan pengangkutan). Shock bisa juga terjadi sebagai kompensasi jika terjadi perdarahan hebat.

InfeksiBiasanya terjadi pada fraktur akibat trauma dan berupa fraktur terbuka. Kerusakan jaringan lunak akan memudahkan timbulnya infeksi baik pada jaringan lunak itu sendiri maupun sampai di jaringan tulang itu sendiri ( osteomyelitis ).

Nekrosis divaskulerJaringan nekrosis bila masuk ke pembuluh darah vaskuler akan menjadi emboli (benda asing yang terangkut mengikuti aliran darah dari tempat asalnya dan dapat tersangkut pada suatu tempat menyebabkan sumbatan aliran darah.)dan dapat mengganggu system peredaran darah dibawahnya.

Cedera vaskuler dan sarafCedera vaskuler dan saraf pada kondisi fraktur dapat terjadi baik secara langsung oleh trauma bersamaan dengan terjadinya fraktur, ataupun secara tidak langsung karena tertusuk fragmen tulang atau tertekan edem disekitar fraktur.

Kerusakan ArteriPecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak adanya nadi, CRT menurun, cyanosis bagian distal, hematoma yang lebar, dan dingin pada ekstrimitas yang disebabkan oleh tindakan emergensi splinting, perubahan posisi pada yang sakit, tindakan reduksi, dan pembedahan.

Kompartement SyndromKompartement Syndrom merupakan komplikasi serius yang terjadi karena terjebaknya otot, tulang, saraf, dan pembuluh darah dalam jaringan parut. Ini disebabkan oleh edema atau perdarahan yang menekan otot, saraf, dan pembuluh darah. Selain itu karena tekanan dari luar seperti gips dan pembebatan yang terlalu kuat.

Fat Embolism SyndromFat Embolism Syndrom (FES) adalah komplikasi serius yang sering terjadi pada kasus fraktur tulang panjang. FES terjadi karena sel-sel lemak yang dihasilkan bone marrow kuning masuk ke aliran darah dan menyebabkan tingkat oksigen dalam darah rendah yang ditandai dengan gangguan pernafasan, tachykardi, hypertensi, tachypnea, demam.

B.Komplikasi Dalam Waktu Lama

Delayed UnionDelayed Union merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi (patah tulang tidak nyambung kembali) sesuai dengan waktu yang dibutuhkan tulang untuk menyambung. Ini disebabkan karena penurunan suplai darah ke tulang.

NonunionNonunion merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi dan memproduksi sambungan yang lengkap, kuat, dan stabil setelah 6-9 bulan. Nonunion ditandai dengan adanya pergerakan yang berlebih pada sisi fraktur yang membentuk sendi palsu atau pseudoarthrosis. Ini juga disebabkan karena aliran darah yang kurang.

MalunionMalunion merupakan penyembuhan tulang namun posisi anatominya tidak tepat/ tidak normal, misalnya tulangnya sembuh tapi bengkok.

Malunion dapat disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain interposisi jaringan lunak, fraktur communited, fraktur tulang dengan vaskulerisasi kurang baik, reposisi kurang baik, immobilisasi yang salah dan infeksi.

Luka akibat tekananLuka ini biasanya timbul pada fase immobilisasi,suatu keadaan tidak dapat bergerak karena pasien tidur dengan posisi menetap dalam jangka waktu yang lama.

Kaku sendiHal ini terjadi apabila sendi sendi disekitar fraktur tidak/ kurang digerakkan sehingga terjadi perubahan synovial sendi, penyusutan kapsul, inextensibility otot, pengendapan callus dipermukaan sendi dan timbulnya jaringan fibrous pada ligament.

6. Prinsip pengobatan fraktur menurut Robert Bruce Salter :1. Jangan merusak2. Berdasarkan diagnosa yang akurat serta prognosisnya3. Pilih pengobatan dengan tujuan spesifik4. Bekerja sama dengan hukum alam5. Pengobatan realistik dan praktis6. Pilih pengobatan dengan pertimbangan individuPenatalaksanaan awal fraktur selalu dipakai prinsip ATLS ( Advanced Trauma Life Support ) artinya SELAMATKAN JIWA PASIEN, baru ditanggulangi frakturnya. Hindari trauma yang terselubung yang fatal, sistematis, tegas, menelusuri tanda, keluhan dan anamnesa serta kerjasama terpadu.

Advanced Trauma Life Support (ATLS ) terdiri dua tahap berupa :PRIMARY SURVEYA : Airway + C spine controlB : Breathing + Ventilation supporte C : Circulation + Hemorrhage controlD : Disability Evaluasi neorologis untuk menilai tingkat kesadaran secara sederhana dengan metoda AVPUA : alert (sadar)V : respons suaraP : respons nyeriU : Unresponsive ( tidak ada respons )E : Exposure + Environment

SECONDARY SURVEYSetelah keadaan umum stabil, baru dimulai penatalaksanaan fraktur. Ancaman hidup yang mengancam berupa :- Tension pneumothorax- Open pneumothorax- Flail chest- Massive hemothorax- Cardiac tamponade- Commotio cordis Satu hal yang paling sering dilupakan atau luput dari pemeriksaan adalah : TRAUMA PELVIS, walaupun telah dilakukan resusitasi, masih dalam keadaan shock, curigai keadaan ini dan lakukan TEST KOMPRESI dan test dekompresi pelvis. Sebab trauma daerah ini perdarahan bisa 2-3 liter.

Dasar penatalaksaan adalah 4 R

RECOGNITION artinya diagnosaREDUCTION/REPOSITION : dilakukan kedudukan fragmen fraktur bergeser terhadap alignment.RETAINING artinya tindakan fiksasi untuk mempertahankan kedudukanREHABILITATION artinya untuk mengembalikan fungsi dari anggota gerak

FRAKTUR TERTUTUPPada fraktur tertutup tindakannya adalah reposisi tertutup dalam pembiusan dan difixasi / imobilisasi berupa traksi dan gips. Operasi baru dilakukan setelah reposisi tertutup gagal.FRAKTUR TERBUKAAda 3 hal yang merupakan kedaruratan atau emergency pada trauma Orthopaedi yang memerlukan tindakan segera yaitu :1. Fraktur terbuka2. Fraktur tertutup dengan gangguan neurovaskuler3. DislokasiKlasifikasi fraktur terbuka menurut Gustillo dan Anderson Grade I : Luka bersih < dari 1 cm (biasanya luka berasal dari fragmen tulang (from within) dengan kerusakan jaringan lunak yang minimal Grade II : laserasi atau luka > 1 cm dengan kerusakan jaringan lunak yang minimal Grade III : Luka dengan kerusakan jaringan lunak yang luas,avulsi, trauma pada otot dan nervus Gustillo membagi menjadi 3 Grade IIIA : Luka dengan kerusakan jaringan lunak yang luas tapi dengan jaringan yang masih menutupi tulang yang adekuat Grade IIIB : Luka dengan kerusakan jaringan lunak yang luas disertai dengan jaringan penutup tulang yang tidak adekuat (bone expose), devaskularisasi tulang, kontaminasi luka yang luas, biasanya memerlukan skin graft atau skin flap Grade IIIC : Luka dengan kerusakan pada neurovaskular

Penatalaksanaan fraktur terbuka :Golden period dalam tatalaksana fraktur terbuka adalah 6 sampai 7 jam 1. Bersihkan lukaDengan menggunakan larutan aquades steril atau isotonik salin (NaCl 0,9 %) untuk membersihkan luka dari benda-benda asing yang mungkin terkontaminasi dengan luka. Tekniknya dilakukan dengan cara menyemprotkan larutan pada luka (pulsating irrigation). Hal ini lebih baik dilakukan daripada memberikan larutan antiseptik yang bisa menyebabkan kerusakan jaringan 2. AntibacterialPembeian antibakteri dilakukan sebelum, selama dan sesudah treatment dari fraktur terbuka. Bagaimanapun pemberian antibakteri tidak akan menjamin kemampuannya untuk melawan kuman pada fraktur terbuka, disebabkan oleh ketidakmampuan dari antibakteri untuk mencapai tempat infeksi karena jaringan kehilangan blood supplynya dan banyaknya antibakteri yang dewasa ini mengalami resistensi. Untuk itu diperlukan debridement yang adekuat dan perawatan luka yang maksimal atau dilakukan kultur 3. AntitetanusSemua pasien fraktur terbuka memerlukan pencegahan terhadap tetanus. Jika pasien sebelumnya telah diimunisasi tetanus toxoid, dapat dilakukan booster toxoid terhadap pasien. Jika tidak ada, atau tidak ada informasi yang adekuat maka imunitas pasif dapat diberikan dengan menggunakan 250 units human tetanus immune globulin 4. DebridementAdalah membuang jaringan devitalized (jaringan mati) dari tempat fraktur baik itu kulit, subkutis, lemak, fascia, otot, dan ujung tulang. Karena jaringan yang kehilangan supplay darahnya akan mencegah terjadinya penyembuhan luka dan menjadi fokus infeksi. Ada baiknya di kamar operasi juga dilakukan kultur terhadap luka 5. Tatalaksana untuk tulang yang frakturJika luka pada fraktur kecil seperti pada fraktur terbuka grade I maka dapat dilakukan tatalaksana secara tertutup (reposisi dan pemasangan gips ) dengan syarat luka sudah dibersihkan dan didebridement terlebih dahulu. Jika terjadi kerusakan jaringan lunak yang luas dan posisi dari tulang yang tidak stabil atau disertai dengan trauma vaskular dapat dipertimbangkan untuk ORIF (open reduction internal fixation). Sedangkan pada kerusakan jaringan lunak yang luas disertai dengan fraktur yang komunitif (lebih dari 3 fragmen) dapat dipertimbangkan eksternal fiksasi

Fraktur tertutup dengan Gangguan Neurovaskuler COMPARTMENT SYNDROMEPerdarahan yang timbul akibat fraktur yang tidak bisa keluar, berada dalam kompartment otot dan menimbulkan pembengkakan sehingga peninggian tekanan intrakompartemen. Tekanan ini menyebabkan gangguan sirkulasi balik dan akhirnya gangguan pada arteri ke arah distal sehingga bagian distal menjadi non vital dan nekrosis. Inilah pentingnya pemeriksaan bagian distal /akral dari fraktur. Hal lain yang dapat mengganggu sirkulasi adalah tertekannya arteri oleh fragmen sehingga terjadi Ischaemia dan rasa sakit yang hebat. Dalam hal ganguan arteri, pada Volkmanns Ischaemic Contraction perlu dilakukan eksplorasi dan release untuk memperbaiki sirkulasinya.

DISLOKASI SENDI

Merupakan emergency bidang Orthopaedi yang harus reposisi dalam jangka waktu golden period. Pembuatan X ray untuk mengetahui apa hanya dislokasi murni atau ada fraktur, jika tercakup keduanya disebut fraktur dislokasi.

JARINGAN LUNAK

Kerusakan jaringan lunak lebih sulit ditegakkan diagnosisnya oleh karena pencitraan tidak dapat terlihat dengan baik, di daerah persendian mungkin hanya terlihat sebagai pembengkakan jaringan lunak sekitar sendi, misalnya terjadinya perdarahan intra artikuler. Pemeriksaan diperlukan pembiusan.Bila kelak terjadi perdarahan sendi maka diagnosis ditegakkan dengan mengaspirasi darah dari sendi sehingga dapat diperkirakan ada atau tidaknya fraktur berdasarkan ditemukannya Fat Bubbles.

Dapat juga dengan reposisi,yaitu mengembalikan posisi patahan tulang ke posisi semula dan mempertahankan posisi itu selama masa penyembuhan. Reposisi yang dilakukantidak harus mencapai keadaan sempurna seperti semula karena tulang mempunyai kemampuan remodeling (proses swapugar).

Cara pertama penanganan adalah proteksi saja tanpa reposisi dan imobilisasi. Pada fraktur dengan dislokasi fragmen patahan yang minimal atau tidak akan menyebabkan cacat dikemudian hari, cukup dilakukan dengan proteksi saja, misalnya dengan mengenakan mitela atausling.Contoh kasus yang ditangani dengan cara ini adalah fraktur iga, fraktur klavikula padaanak, dan fraktur vertebra dengan kompresi minimal.

Cara kedua ialah imobilisasi luar tanpa reposisi, tetapi tetap diperlukan imobilisasi agartidak terjadi dislokasi fragmen. Contoh cara ini adalah pengelolaan patah tulang tungkai bawah tanpa dislokasi yang penting.

Cara ketiga berupa reposisi dengan cara manipulasi yang diikuti imobilisasi. Inidilakukan pada patah tulang dengan dislokasi fragmen yang berarti, seperti patah tulang radius distal.

Cara keempat berupa reposisi dengan traksi terus menerus selama masa tertentu,misalnya beberapa minggu, lalu diikuti dengan imobilisasi. Hal ini dilakukan pada patah tulangyang bila direposisi akan terdislokasi kembali ke dalam gips, biasanya pada fraktur yangdikelilingi oleh otot yang kuat seperti pada patah tulang femur.

Cara kelima berupa reposisi yang diikuti dengan imobilisasi dengan fiksasi luar. Fiksasifragmen fraktur menggunakan pipa baja yang ditusukkan pada fragmen tulang, kemudian pinbaja tadi disatukan secara kokoh dengan batangan logam di luar kulit. Alat ini dinamakanfiksator eksterna.

Cara keenam berupa reposisi secara non-operatif diikuti dengan pemasangan fiksatortulang secara operatif, misalnya reposisi patah tulang kolum femur. Fragmen direposisi secaranon-operatif dengan meja traksi, setelah tereposisi, dilakukan pemasangan prostesis pada kolumfemur secara operatif.

Cara ketujuh berupa reposisi secara operatif diikuti dengan fiksasi interna. Cara inidisebut juga sebagai reduksi terbuka fiksasi interna (open reduction internal fixation, ORIF). Fiksasi interna yang dipakai biasanya berupa pelat den sekrup.

DAFTAR PUSTAKA

62