Situs Sangiran

download Situs Sangiran

of 23

description

sangiran

Transcript of Situs Sangiran

Situs Sangiran

Peta Lokasi Museum Sangiran

Profil Situs Sangiran Sangiran adalah sebuah situs arkeologi (Situs Manusia Purba) di Jawa, Indonesia. Sangiran terletak di sebelah utara Kota Solo dan berjarak sekitar 15 km (tepatnya di desa krikilan, kec. Kalijambe, Kab.Sragen). Gapura Situs Sangiran berada di jalur jalan raya SoloPurwodadi dekat perbatasan antara Gemolong dan Kalioso (Kabupaten Karanganyar). Gapura ini dapat dijadikan penanda untuk menuju Situs Sangiran, Desa Krikilan. Jarak dari gapura situs Sangiran menuju Desa Krikilan 5 km.Situs Sangiran memunyai luas sekitar 59, 2 km (SK Mendikbud 070/1997) secara administratif termasuk kedalam dua wilayah pemerintahan, yaitu: Kabupaten Sragen (Kecamatan Kalijambe, Kecamatan Gemolong, dan Kecamatan Plupuh) dan Kabupaten Karanganyar (Kecamatan Gondangrejo), Provinsi Jawa Tengah (Widianto & Simanjuntak, 1995). Pada tahun 1977 Sangiran ditetapkan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia sebagai cagar budaya. Oleh Karenanya Dalam sidangnya yang ke 20 Komisi Warisan Budaya Dunia di Kota Marida, Mexico tanggal 5 Desember 1996, menetapkan Sangiran sebagai salah satu Warisan Budaya Dunia World Heritage List Nomor : 593. Dengan demikian pada tahun tersebut situs ini terdaftar dalam Situs Warisan Dunia UNESCO.

Pintu Gapura menuju Museum Sangiran

Tahun 1934 antropolog Gustav Heinrich Ralph von Koenigswald memulai penelitian di area tersebut. Pada tahun-tahun berikutnya, hasil penggalian menemukan fosil dari nenek moyang manusia pertama, Pithecanthropus erectus (Manusia Jawa). Ada sekitar 60 lebih fosil lainnya di antaranya fosil Meganthropus palaeojavanicus telah ditemukan di situs tersebut. Di museum Sangiran dipaparkan sejarah manusia purba sejak sekitar 2 juta tahun yang lalu hingga 200.000 tahun yang lalu, yaitu dari kala Pliosen akhir hingga akhir Pleistosen tengah. Di museum ini terdapat 13.086 koleksi fosil manusia purba dan merupakan situs manusia purba berdiri tegak yang terlengkap di Asia. Selain itu juga dapat ditemukan fosilbatu. Fosil-fosil yang diketemukan di kawasan Sangiran merupakan 50 % dari temuan fosil di Dunia dan merupakan 65 % dari temuan di Indonesia. hewan bertulang belakang, fosil binatang air, batuan, fosil tumbuhan laut serta alat-alatHingga saat ini telah ditemukan lebih dari 13.685 fosil 2.931 fosil ada di Museum, sisanya disimpan di gudang penyimpanan. Sebagai World Heritage List (Warisan Budaya Dunia). Museum ini memiliki fasilitas-fasilitas diantaranya: ruang pameran (fosil manusia, binatang purba), laboratorium, gudang fosil, ruang slide, menara pandang, wisma Sangiran dan kios-kios souvenir khas Sangiran. Fosil SangiranTermasuk dalam koleksi Museum Sangiran, adalah:1. Fosil manusia, antara lain: Australopithecus africanus , Pithecanthropus mojokertensis (Pithecantropus robustus ), Meganthropus palaeojavanicus , Pithecanthropus erectus , Homo soloensis , Homo neanderthal Eropa, Homo neanderthal Asia, dan Homo sapiens.2. Fosil binatang bertulang belakang, antara lain Elephas namadicus (gajah), Stegodon trigonocephalus (gajah), Mastodon sp (gajah), Bubalus palaeokarabau (kerbau), Felis palaeojavanica (harimau), Sus sp (babi), Rhinocerus sondaicus (badak), Bovidae (sapi, banteng), dan Cervus sp (rusa dan domba).3. Fosil binatang air, antara lain Crocodillus sp (buaya), ikan dan kepiting, gigi ikan hiu, Hippopotamus sp (kuda nil), Mollusca (kelas Pelecypoda dan Gastropoda ), Chelonia sp (kura-kura), dan foraminifera.4. Batu-batuan , antara lain Meteorit/Taktit, Kalesdon, Diatome, Agate, Ametis , Alat-alat batu, antara lain serpih dan bilah.5. Serut dan gurdi, kapak persegi, bola batu dan kapak perimbas-penetak.Keistimewaan Sangiran, berdasarkan penelitian para ahli Geologi dulu pada masa purba merupakan hamparan lautan. Akibat proses geologi dan akibat bencana alam letusan Gunung Lawu, Gunung Merapi, dan Gunung Merbabu, Sangiran menjadi Daratan. Hal tersebut dibuktikan dengan lapisan-lapisan tanah pembentuk wilayah Sangiran yang sangat berbeda dengan lapisan tanah di tempat lain. Tiap-tiap lapisan tanah tersebut ditemukan fosil-fosil menurut jenis dan jamannya. Misalnya, Fosil Binatang Laut banyak diketemukan di Lapisan tanah paling bawah, yang dulu merupakan lautan.Situs purbakala di lembah-lembah sungaiSitus purbakala tertua dari masa Prasejarah di Jawa berada di lembah Bengawan Solo, Sungai Madiun, dan Sungai Brantas. Lokasi situs-situs tersebut adalah sebagai berikut.

1. Situs Purbakala di Lembah Bengawan Solo1.1. Situs Punung. Situs ini terletak di dekat hulu Bengawan Solo, di dekat Desa Donorejo, sekitar 10 km sebelah barat laut Pacitan. Di situs Punung ini ditemukan alat-alat batu dari masa Paleolitik (masa berburu tingkat sederhana) dan Neolitik (masa bercocok tanam).1.2. Situs Sangiran. Situs ini terletak di tepi Sungai Cemoro, yakni anak Bengawan Solo sekitar 10 km di utara kota Surakarta (Solo). Di lembah sungai ini banyak ditemukan alat-alat batu tulang rangka hewan dan manusia. Di antara rangka manusia purba itu ada sebuah fosil tengkorak manusia yang diberi nama Pithecanthropus erectus (manusia-kera yang berdiri tegak). Meganthropus paleojavanicus (manusia besar Jawa Kuna) dan Pithecanthropus soloensis (manusia-kera dari Solo) (Manusia Solo).1.3. Situa Masaran. Situs ini teretak di dekat kota Sragen dan merupakan situs baru yang mulai dibuka tahun 1989. Di situs ini ditemukan alat-alat dari besi, gerabah dan logam mas. Benda mas ini berupa penutup mata mayat. Menurut informasi, penduduk juga menemukan tulang dan tengkorak, tetapi belum diidentifikasikan.1.4. Situs Sambungmacan. Lokasinya ada di dekat kota Mantingan di barat Ngawi. Di situs ini ditemukan tengkorak jenis Pithecanthropus soloensis. 1.5. Situs Di situs ini ditemukan tengkorak pithecanthropus erectus dari masa yang lebih tua.1.6. Situs Ngandong. Di situs di utara Trinil ini dtemukan sebelas tengkorak Pithecanthropus soloensis dan alat-alat batu yang dihasilkan oleh makhluk tersebut.

2. Situs Purbakala di Lembah Sungai MadiunSitus Sampung. Lokasinya berupa gua payung yang ada di dekat kota Ponorogo, jadi di bagian hulu Bengawan Madiun. Di sini ditemukan sejumlah besar peralatan dari tulang (sudip tulang). Bengawan Madiun ini bertemu dengan Bengawan Solo di utara kota Ngawi.

3. Situs di Lembah Sungai Brantas3.1. Situas Wajak. Situs ini terletak di timur kota Tulung Agung, jadi masih termasuk bagian hulu Sungai Brantas. Di situs ini ditemukan tengkorak manusia yang disebut Homo wajakensis.3.2. Situs Perning. Lokasinya 7 km di timur laut kota Mojokerto, jadi di Lembah Brantas bagian agak ke hilir, ditemukan tengkorak Pithecanthropus mojokertensis.

Riwayat PenelitianRiwayat penelitian situs Sangiran cukup panjang karena telah dimulai sejak 100 tahun silam yang dirintis oleh Eugene Dubois. Pada 1931 Van Es menerbitkan peta geologi daerah Sangiran dengan skala 1:20.000 tetapi kemudian direvisi oleh H.R. Von Koenigswald pada 1940. Selanjutnya Sartono meneliti Sangiran pada 1961, 1970, 1975 dan seterusnya dan juga menerbitkan peta geologinya.Para pakar geologi Jepang dan Indonesia telah bekerjasama meneliti Sangiran sejak 1976. Para geolog Indonesia juga sudah meneliti Sangiran sejak 1966, misalnya Kadar D (1966). Otto Sudarmadji (1976), B.W. Hariadi (1978), S. Mahadi (1979) dan Widiasmoro (1976-1978).Lapis Bumi Situs SangiranJika situs Sangiran dipotong untuk dilihat lapisan tanahnya, maka akan tampak beberapa lapisan tanah dengan ciri-ciri khusus sebagai hasil dari proses pembentukan bumi di masa silam. Prof. Dr. S. Sartono, seorang pakar geologi yang selalu bekerjasama dengan para pakar arkeologi, membagi situs Sangiran dalam beberapa lapisan (istilahnya formasi) mulai yang termuda hingga yang tertua beserta uraian tentang bahan batuan yang dikandungnya.Kondisi Bumi dan Keberadaan Fauna dan ManusiaKondisi lapisan bumi dan lingkungan alamnya akan menentukan jenis makhluk apa yang dapat hidup di masa purba. Indikasi yang dapat dilihat sekarang hanyalah pada lapisan tanahnya yang terbentuk karena berbagai faktor. Sebagai misal pada formasi pucangan (lebih tua dari formasi kabuh dan notopuro), hanya ada lapisan lempung dan vulkanik saja. Lapisan lempung ini mengandung tiga jenis moluska laut yang bercampur dengan gigi ikan hiu: ini sebagai tanda bahwa di situ pernah terjadi transgresi singkat. Adanya asosiasi moluska yang bercampur dengan kayu, belerang, bulus, dan buaya menunjukkan adanya lingkungan paya-paya tepi laut.Paya-paya tepi laut berkembang di tepi laut dan merupakan lingkungan transisi darat-laut yang mengendapkan sedimen-sedimen berbutir halus dan sejumlah besar material tumbuh-tumbuhan. Penambahan material asal daratan lebih dominan pada suasana dengan tingkatan energi rendah hingga dismpulkan bahwa fosil-fosilnya masih in situ dan diduga asal materialnya dari utara.Lapisan vulkanik yang secara umum semakin menipis ke arah utara menunjukkan bahwa asalnya dari selatan dan diendapkan oleh sistem atau arus pekat, yang dikenal dengan istilah populer lahar hujan (lahar dingin). Pengendapannya berjalan cepat dalam waktu yang singkat. Sistem pengendapan tipa laharik tersebut diselingi oleh pengendapan sungai yang menghasilkan konglomerat dan baru pasir silang siur.Berdasarkan lingkungan pengendapan dan pada pola arah arus purba maka perubahan geografi purba sejak Plestosen Bawah hingga Plestosen Tengah dapat ditentukan. Pada awal sejarah kehidupan Pithecanthropus dan Meganthropus bersama-sama hewan maupun tumbuh-tumbuhannya daerah Sangiran masih merupakan paya-paya tepi laut. Pada saat tersebut berlangsung banjir lahar hujan yang merupakan bencana bagi perkembangan kehidupannya.Suatu kehidupan di sekitar paya-paya tepi pantai kemudian diteruskan dengan perkembangan daerah permukiman di sekitar pantai atau muara sungai pada masa awal Plestosen Tengah dan kemungkinan hanya berkembang di daerah sebelah utara Kali Cemoro. Di bagian ini kehidupan manusia berlangsung di sekitar sungai bercander di atas daerah delta.Kondisi alam masa Plestosen Tengah yang direkonstruksikan seperti tersebut di atas sungguh-sungguh sangat sulit bagi manusia Pithecanthropus. Baru pada masa Plestosen Atas kondisi alam lebih kondusif sehingga memungkinkan hidupnya makhluk seperti Pithecanthropus soloensis dan Homo wadjakensisi dan Homo sapiens.Situs Sangiran sebagai lokasi temuan makhluk purba (jenis reptilia dan mamalia antara laian Pithecanthropus erectus) merupakan suatu situs yang berkatian dengan situs purba lainnya di sepanjang Bengawan Solo. Bengawan Madiun maupun Sungai Brantas. Di formasi notopuro misalnya juga ditemukan pada situs lain di luar Ngandong. Secara geologis formasi bumi dihasilkan oleh proses pengendapan purba secara vulkanik, laharik dan sedimentasi arus purba. Pada formasi Kabuh di Sangiran dapat hidup jenis Pithecanthropus erectus, sedangkan pada kondisi geologis yang lebih kondusif, misalnya pada formasi Notopuro (fauna Ngandong) dapat hidup makhluk jenis manusia yang dikenal dengan nama Homo soloensis dan Homo wadjakensis (dari masa kurang lebih 100.000 50.000 tahun yang lalu).Situs Trinil dengan temuan Pithecanthropus erectus telah dikenal sejak 100 tahun yang lalu dan kini telah didirikan museum khusus serta sebuah tugu peringatan di tempat temuan Pithecanthropus erectus tersebut. Bagaimana pun halnya situs Sangiran telah menjadi suatu kiblat penelitian purba bagi para pakar geologi, paleobiologi, paleo-antropologi dan arkeoogi seluruh dunia.Sumber:Tim Koordinasi Siaran Direktorat Jenderal Kebudayaan. 1995. Aneka Ragam Khasanah Budaya Nusantara VI. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.Wikipedia Indonesia Daftar pustaka: http://serbasejarah.blogspot.com/2011/05/situs-sangiran.html

Daftar pustaka: http://www.indosiar.com/ragam/sangiran-warisan-dunia-masa-silam_39125.htmlindosiar.com, Sragen - Sangiran, daerah pedalaman di kaki bukit Gunung Lawu, sekitar tujuh belas kilometer dari kota Solo, Jawa Tengah, dikenal sebagai kawasan yang menyimpan sisa-sisa kehidupan masa lampau. Setidaknya telah ditemukan sekitar empat belas ribu fosil, atau sisa-sisa kehidupan masa silam yang telah membatu.Di kawasan Sangiran ini pula, fosil homo erectus, manusia purba yang sudah maju ditemukan. Dengan luas wilayah hampir enam puluh kilometer persegi, Sangiran menyimpan lima puluh persen jumlah fosil yang ditemukan di dunia, serta enam puluh lima persen fosil yang ada di Indonesia. Tahun 1977, Sangiran resmi ditetapkan sebagai daerah cagar budaya, diperkuat dengan ketetapan Komite World Heritage, UNESCO, Sangiran sebagai salah satu warisan dunia. Bisa dibayangkan, bagaimana Sangiran menjadi suatu kawasan istimewa bagi Indonesia.Bangunan museum Sangiran yang terletak di lokasi situs purbakala ini tergolong biasa saja. Padahal di bangunan sederhana inilah tersimpan sebagian rahasia kehidupan masa prasejarah yang penuh misteri. Ruang pamernya menghadirkan berbagai fosil yang ditemukan di Sangiran, baik fosil hewan maupun manusia. Dari koleksi fosil yang ada, bisa diketahui serta dipelajari pola hidup hewan dan manusia, berjuta-juta tahun lalu. Fauna yang pernah ditemukan antara lain, buaya dan kura-kura raksasa, dan fosil gading gajah sepanjang 4 meter, serta rahang badak, rhinocerus sondaicus. Hewan-hewan ini diperkirakan hidup di Sangiran sekitar 500 ribu hingga 700 ribu tahun lalu.Selain hewan bertulang belakang, di museum Sangiran juga dapat dijumpai fosil-fosil manusia purba. Bahkan, koleksi Sangiran merupakan koleksi terlengkap yang dapat menjelaskan tentang tahap perkembangan manusia, mulai dari yang belum mengenal peradaban, hingga yang sudah maju. Hal ini bisa diketahui dari bentuk fisik, seperti volume otak, cara berjalan, hingga penemuan alat-alat batu yang membuktikan pola pikir manusia saat itu, sudah maju. Seperti ciri-ciri homo erectus, dengan tinggi badan 165 hingga 180 senti meter, postur tegap, serta cara berjalan tegak, merupakan contoh manusia purba sempurna, tidak berbeda dengan manusia sekarang. Dengan koleksi yang tergolong lengkap, bukan satu keanehan, jika Sangiran menjadi salah satu tempat penelitian utama bagi arkeolog dalam dan luar negeri. Namun sebagai tempat wisata, Sangiran menjadi pilihan terakhir bagi wisatawan, jika hanya menawarkan temuan fosil.Berbagai koleksi di museum ini, tidak bisa dilepaskan dari kerja keras para ahli purbakala yang ada. Perlu kehati-hatian dalam menjaga serta merawat keutuhan sebuah fosil, karena ciri khas fosil yang mudah hancur akibat lapuk. Namun pada kenyataannya, masih banyak pegawai museum yang mendapatkan gaji di bawah standar, yakni sebesar 140 ribu rupiah perbulan. Bahkan, selama 12 tahun bekerja, beberapa karyawan museum masih belum diangkat sebagai pegawai resmi museum.Museum Sangiran dalam perkembangannya sendiri, juga melalui masa-masa sulit. Bahkan sebelum resmi menjadi museum seperti sekarang ini, benda purbakala di Sangiran berpindah-pindah ke beberapa tempat. Seperti di Balai Desa Krikilan, yang dikenal sebagai museum Plestosin tahun 1975 hingga 1987. Sangiran baru diresmikan sebagai museum prasejarah nasional di tanah air tahun 1988, seiring bertambahnya penemuan fosil di kawasan tersebut.Proses penemuan fosil di Sangiran sendiri tergolong unik. Dari 14 ribu fosil yang ada, 80 persen merupakan hasil penemuan masyarakat sekitar, sementara hanya 20 persen murni hasil penelitian. Bertani sebagai mata pencaharian mayoritas masyarakat setempat, semakin mendukung temuan fosil oleh warga sekitar, mengingat temuan tersebut lebih banyak ditemukan saat mereka bercocok tanam.Setelah sekian lama, masyarakat Sangiran sendiri, kini sudah memiliki keahlian untuk membedakan apakah temuan mereka tersebut fosil atau hanya batu biasa. Keahlian ini mereka peroleh dari keterlibatan mereka saat para peneliti seperti von koenigswald tahun 1934, melakukan pencarian fosil di kawasan tersebut.Rata-rata masyarakat setempat menemukan fosil manusia serta binatang purba, karena ketidak sengajaan. Misalnya saja fosil-fosil yang terletak di antara situs Sangiran yang berupa tebing-tebing. Akibat terkikis air, fosil tersebut akan nampak ke permukaan. Bahkan tidak jarang, saat musim tanam tiba, masyarakat justru disibukkan oleh penemuan fosil baru. Hasil temuan mereka selanjutnya, akan diserahkan kepada museum Sangiran. Sebagai imbalan, pihak museum akan memberikan uang imbalan yang disesuaikan dengan besar kecilnya fosil. Untuk fosil gading gajah sepanjang 4 meter misalnya, museum mengganti uang sebesar 300 ribu rupiah. Bahkan untuk fosil tulang kepala manusia, museum memberikan imbalan hingga 3 juta rupiah, mengingat kelangkaan fosil tersebut.Di sisi lain, benda-benda purbakala di Sangiran juga kerap diperjual belikan secara gelap, dengan harga yang cukup menggiurkan. Kabarnya, seorang arkeolog Jepang pernah membeli sebuah fosil tengkorak manusia dari Sangiran, seharga 3 milyar rupiah dari pasar gelap. Pengawasan terhadap tindak pencurian ini diakui cukup sulit, karena hanya mengandalkan petugas museum. Saat ini laporan temuan dari masyarakat dirasakan semakin menurun, sehingga ada kekhawatiran hal itu akibat warga setempat menjual temuan-temuan mereka secara diam-diam, ditampung pihak-pihak yg tidak berhak.Ada rencana untuk menjadikan Sangiran menjadi lokasi wana wisata yang lebih menarik minat wisatawan. Diantaranya pembangunan menara pandang, serta membenahi ruang museum yang sudah tidak mampu menampung fosil yang ada saat ini.Sangiran, selintas memang seolah tak berbeda dengan daerah pertanian lainnya. Namun disinilah terkubur berbagai jawaban tentang rahasia kehidupan masa prasejarah, yang bisa dijadikan tuntunan umat manusia dalam menghadapi tantangan di masa depan. Pemikiran untuk menjadikan Sangiran sebagai salah satu obyek wisata perlu dipertimbangkan matang, agar warisan dunia ini tetap terjaga keutuhannya.(Idh)

Daftar pustaka : http://zazanakhira.blogspot.com/2013/10/jenis-jenis-manusia-purba-yang.html Berikut adalah beberapa jenis manusia purba yang fosilnya pernah ditemukan di IndonesiaManusia purba yang pernah di temukan di Indonesia ada 3 jenis yaitu :1. PITHECANTHROPUS2. MEGANTHROPUS3. HOMO

A. PITHECANTHROPUSa. PITHECANTHROPUS ERECTUSPithecanthropus erectus, yang artinya Manusia kera yang berjalan tegak, berdasarkan fosil yang di temukan di desa Trinil lembah bengawan solo oleh E. Dubois (1890). Fosil yang ditemukan berupa tulang rahang atas, tengkorak, dan tulang kaki.piterchanthropus erectus

b. PITHECANTHROPUS MOJOKERTENSISPithecanthropus mojokertensis, disebut juga dengan Pithecanthropus robustus. Fosil manusia purba ini ditemukan oleh Von Koeningswald pada tahun 1936 di Mojokerto, Jawa Timur. Fosil yang ditemukan hanya berupa tulang tengkorak anak-anak.Pithecanthropus mojokertensis

c. PITHECANTHROPUS SOLOENSISPithecanthropus soloensis, ditemukan di dua tempat terpisah oleh Von Koeningswald dan Oppernoorth di Ngandong dan Sangiran antara tahun 1931-1933. Fosil yang ditemukan berupa tengkorak dan juga tulang kering.Pithecanthropus soloensis

Ciri-ciri Pithecanthropus Memiliki tinggi tubuh antara 165-180 cm. Badan tegap, namun tidak setegap Meganthrophus. Volume otak berkisar antara 750 1350 cc. Tonjolan kening tebal dan melintang sepanjang pelipis. Hidung lebar dan tidak berdagu. Mempunyai rahang yang kuat dan geraham yang besar. Makanan berupa tumbuhan dan daging hewan buruan.

B. MEGANTHROPUSMeganthropus Paleojavanicus ditemukan di Sangiran Jawa tengah pada tahun 1941 oleh van koenigswald. Meganthropus paleojavanicus merupakan manusia yang berasal dari Jawa dan mempunyai tubuh yang besar. Fosil tersebut tidak ditemukan dalam keadaan lengkap, melainkan hanya berupa beberapa bagian tengkorak, rahang bawah, serta gigi-gigi yang telah lepas. Fosil yang ditemukan di Sangiran ini diperkirakan telah berumur 1-2 Juta tahun.Meganthropus paleojavanicus

Ciri-Ciri Meganthropus paleojavanicus Mempunyai tonjolan tajam di belakang kepala. Bertulang pipi tebal dengan tonjolan kening yang mencolok. Tidak mempunyai dagu, sehingga lebih menyerupai kera. Mempunyai otot kunyah, gigi, dan rahang yang besar dan kuat. Makanannya berupa tumbuh-tumbuhan.

C. HomoManusia purba dari genus Homo adalah jenis manusia purba yang berumur paling muda, fosil manusia purba jenis ini diperkirakan berasal dari 15.000-40.000 tahun SM. Dari volume otaknya yang sudah menyerupai manusia modern, dapat diketahui bahwa manusia purba ini sudah merupakan manusia (Homo) dan bukan lagi manusia kera (Pithecanthrupus). Homo merupakan manusia purba yang memiliki fikiran yang cerdas Di Indonesia sendiri ditemukan tiga jenis manusia purba dari genus Homo, antara lain Homo soloensis, Homo wajakensis, dan Homo floresiensis.a. HOMO SOLOENSISHomo soloensis, ditemukan oleh Von Koeningswald dan Weidenrich antara tahun 1931-1934 disekitar sungai bengawan solo. Fosil yang ditemukan hanya berupa tulang tengkorak.b. HOMO WAJAKENSISHomo wajakensis, ditemukan oleh Eugene Dubois pada tahun 1889 di Wajak, Jawa Timur. Fosil yang ditemukan berupa rahang bawah, tulang tengkorak, dan beberapa ruas tulang leher.C. HOMO FLORENSISHomo floresiensis, ditemukan saat penggalian di Liang Bua, Flores oleh tim arkeologi gabungan dari Puslitbang Arkeologi Nasional, Indonesia dan University of New England, Australia pada tahun 2003. Saat dilakukan penggalian pada kedalaman lima meter, ditemukan kerangka mirip manusia yang belum membatu (belum menjadi fosil) dengan ukurannya yang sangat kerdil. Manusia kerdil dari Flores ini diperkirakan hidup antara 94.000 dan 13.000 tahun SM.Homo Sapiens,diduga merupaka nenek moyang bangsa indonesia yg berasal dari yunan-daratan cina selatan yg menyebar di kepulauan indonesia tahun 1500 SM.

Ciri-ciri Manusia Purba Homo atau Homo Sapiens :

Memiliki bentuk tubuh yang hampir sama dengan bentuk tubuh manusia pada zaman sekarang. Banyak meninggalkan benda-benda budaya. Memilki Kehidupan sederhana.

Daftar pustaka: http://sejarah-smu.blogspot.com/2014/05/situs-sangiran.html Wilayah Sangiran berada diperbatasan Kabupaten Sragen dan Kabupaten Karanganyar. Lahan itu dikenal dengan nama Situs Sangiran. Sangiran merupakan sebuah kompleks situs manusia purba dari Kala Pleistosen yang paling lengkap dan paling penting di Indonesia, dan bahkan di Asia.

pithecantropus erecFosil Tengkorak Homo ErectusLokasi tersebut merupakan pusat perkembangan manusia dunia, yang memberikan petunjuk tentang keberadaan manusia sejak 150.000 tahun yang lalu. Situs Sangiran itu mempunyai luas delapan kilometer pada arah utara-selatan dan tujuh kilometer arah timur-barat. Berdasarkan materi tanahnya, Situs Sangiran berupa endapan lempung hitam dan pasir fluviovolkanik, tanahnya tidak subur dan terkesan gersang pada musim kemarau.Sangiran pertama kali ditemukan oleh P.E.C. Schemulling tahun 1864, dengan laporan penemuan fosil vertebrata dari Kalioso, bagian dari wilayah Sangiran. Semenjak dilaporkan Schemulling situs itu seolah-olah terlupakan dalam waktu yang lama. Eugene Dubois juga pernah datang ke Sangiran, akan tetapi ia kurang tertarik dengan temuan-temuan di wilayah Sangiran.

Pada 1934, G.H.R von Koenigswald menemukan artefak litik di wilayah Ngebung yang terletak sekitar dua km di barat laut kubah Sangiran. Artefak litik itulah yang kemudian menjadi temuan penting bagi Situs Sangiran.

Semenjak penemuan von Koenigswald, Situs Sangiran menjadi sangat terkenal berkaitan dengan penemuan-penemuan fosil Homo erectus secara sporadis dan berkesinambungan. Homo erectus adalah takson paling penting dalam sejarah manusia, sebelum masuk pada tahapan manusia Homo sapiens, manusia modern.

Situs Sangiran tidak hanya memberikan gambaran tentang evolusi fisik manusia saja, akan tetapi juga memberikan gambaran nyata tentang evolusi budaya, binatang, dan juga lingkungan. Beberapa fosil yang ditemukan dalam seri geologis-stratigrafis yang diendapkan tanpa terputus selama lebih dari dua juta tahun, menunjukan tentang hal itu.

Situs Sangiran telah diakui sebagai salah satu pusat evolusi manusia di dunia. Situs itu ditetapkan secara resmi sebagai Warisan Dunia pada 1996, yang tercantum dalam nomor 593 Daftar Warisan Dunia (World Heritage List) UNESCO.

Fosil itu merupakan fosil Homo erectus yang terbaik di Sangiran. Ia ditemukan di endapan pasir fluvio-volkanik di Pucang, bagian wilayah Sangiran. Fosil itu merupakan dua di antara Homo erectus di dunia yang masih lengkap dengan mukanya. Satu ditemukan di Sangiran dan satu lagi di Afrika.

Lingkungan Situs Prasejarah Sangiran ( Catatan lain kegiatan Studi Sejarah)Jan 7Posted by rusdi1978Sangiran merupakan situs prasejarah yang berada di kaki gunung lawu, tepatnya di depresi Solo sekitar 17 km ke arah utara dari kota solo dan secara administrative terletak diwilayah Kabupaten Sragen dan sebagian terletak di kabupaten karanganyar, propinsi Jawa Tengah. Luas wilayah 56 KM yang mencakup tiga kecamatan di kabupaten Sragen. Surat keputusan Menteri Pendidikan & Kebudayaan NO 070/0/1977, Sangiran ditetapkan sebagai cagar budaya dengan luas wilayah 56 KM, dan selanjutnya Sangiran pada tahun 1996 oleh UNESCO ditetapkan sebagai World Heritage dengan nomor 593.Menurut sejarah Geologi, daerah Sangiran mulai terbentuk pada akhir kala plestosen. Situs Sangiran terkenal karena mempunyai stratigrafi yang lengkap dan menjadi yang terlengkap di benua Asia, sehingga itu diakui dapat menyumbangkan data penting bagi pemahaman sejarah evolusi fisik manusia, maupun lingkungan keadaan alam purba. Stratigrafi di kawasan situs Sangiran menunjukkan proses perkembangan evolusi dari lingkungan laut yang berangsur-angsur berubah menjadi lingkungan daratan, seperti tercermin dari fosil-fosil yang ditemukan pada masing-masing formasi. Berdasarkan proses terbentuknya & kandungannya, lapisan tanah situs Sangiran dibedakan menjadi lima lapisan.Lima Lapisan SangiranDi Situs Sangiran ada 5 formasi tanah dengan lapisannya yang dapat dilihat secara langsung dimana merupakan salah satu keajaiban Sangiran. Formasi tanahnya antara lain:Formasi Kalibeng (Puren)berumur 5 juta s/d 1.8 juta tahun lalu. Dengan lapisan:01. Lapisan napal (Marl)02. Lapisan lempung abu-abu (biru) dari endapan laut dalam03. Lapisan foraminifera dari endapan laut dangkal04. Lapisan balanus batu gamping05. Lapisan lahar bawah dari endapan air payau.Formasi Pucangan (Sangiran)berumur 1.8 juta s/d 1 juta tahun lalu. Dengan lapisan:01. Lapisan lempung hitam (kuning) dari endapan air tawar02. Lapisan batuan kongkresi03. Lapisan lempung volkanik (Tuff) (ada 14 tuff)04. Lapisan batuan nodul05. Lapisan batuan diatome warna kehijauanFormasi Kabuh (Bapang) berumur 1 juta s/d 250 ribu tahun lalu. Dengan Lapisan:01. Lapisan konglomerat02. Lapisan batuan grenzbank sebagai pembatas03. Lapisan lempeng vulkanik (tuff) (ada 3 tuff)04. Lapisan pasir halus silang siur05. Lapisan pasir gravel.Formasi Notopuro (Phojajar)berumur 250 ribu s/d 15 ribu tahun lalu. Dengan lapisan:01. Lapisan lahar atas02. Lapisan teras03. Lapisan batu pumiceFormasi Teras Solo (Kali Pasir)berumur 15 ribu s/d 1.5 ribu tahun lalu. Dimana hanya memiliki lapisan endapan sungai batu kerikil dan kerakal.Lingkungan Situs Sangiran dan KebudayaannyaSangiran merupakan sebuah kubah yang terbentuk oleh adanya proses deformasi, baik secara lateral maupun vertikal. Proses erosi pada puncak kubah telah menyebabkan terjadinya reveerse, kenampakan terbalik, sehingga daerah tersebut menjadi daerah depresi. Bagian tengah kubah sangiran ditoreh oleh kali Cemoro sebagai sungai enteseden, sehingga menyebabkan formasi batuan tersingkap dan menunjukkan bentuk melingkar. Pada kala pliosen daerah ini menjadi laut dangkal kemudian terjadi gunung berapi akibatnya terjadi formasi Kalibeng, adanya regresi lebih lanjut pada daerah ini menyebabkan Sangiran menjadi daratan. Pada permulaan kala Plestosen bawah kegiatan Vulkanis semakin meningkat, sehingga terjadi aliran lahar dingin dan membentuk breksi vulkanik. Fosil Meganthropus mungkin muncul pada saat kegiatan vulkanis meleleh. Pada kala plestosen tengah sangiran menjadi daratan lagi, disusul dengan kegiatan vulkanis yang makin menghebat sehingga menimbulkan endapan tufa yang berlapis-lapis, proses pengangkatan tanah pada daerah ini terjadi pada kala plestosen atas dan awal kala Holosen. Adanya pelapukan dan erosi pada puncak kubah serta pengendapan material kali Cemoro, menyebabkan kenampakan sangiran menjadi seperti sekarang ini. Manusia yang hidup pada saat itu misalnya Meganthropus paleojavanicus, Pithecanthropus erectus, dan phitecanthropus soloensis.Secara umum situs sangiran saat ini merupakan daerah berlahan tandus, terlihat dari banyaknya tempat yang gundul tak berpohon. Hal ini disebabkan karena kurangnya akumulasi sisa2 vegetasi yang mengalami humifikasi membentuk humus. Jenis tanaman yang ada di Situs Sangiran, antara lain lamtoro, angsana, akasia, johar, sengon mahoni. Terdapat sungai-sungai yang terus melakukan deformasi di situs sangiran antara lain adalah Kali Cemoro dan Kali Ngrejeng. Sungai ini memiliki peranan bagi masyarakat sekitar. Bukti-bukti kehidupan ditemukan didalam endapan teras sungai purba. Di daerah tropis ini tidak banyak mengalami perubahan iklim dan memungkinkan manusia purba untuk hidup.Pada tahun 1934, daerah Jawa dipakai sebagai ajang penelitian manusia purba dan alatnya. G.H.R Von Koenigwald melakukan penggalian pada sebuah bukit di sebelah timur laut sangiran, menemukan sebuah alat batu yang berupa serpih. Teknologi yang lebih baik menggambarkan perkembangan keterampilan yang dimiliki oleh manusia pendukungnya yang hidup di Sangiran. Alat-alat yang dihasilkan, setingkat lebih maju dibandingkan dengan alat-alat sejenis dari himpunan alat Pacitan. Alat Pacitan diperkirakan berasal dari kala plestosen tengah bagian akhir. Sedangkan alat-alat batu sangiran ditemukan dilapisan tanah kala plestosen atas pada formasi Notopuro. Alat-alat yang banyak ditemukan adalah serpih, dan bilah. Sebagian alat-alat serpih Sangiran berbentuk pendek, lebar dan tebal, dengan panjang antara 2-4 Cm. Teknologi yang umumnya digunakan pada alat batu Sangiran adalah teknik clacton, dengan ciri alat serpih tebal. Selain itu untuk mendapatkan bentuk-bentuk alat yang diinginkan lebih khusus, dilakukanlah penyerpihan kedua. Disamping alat serpih dan bilah yang kemungkinan digunakan sebagai alat pemotong dan penyerut kayu, ditemukan juga alat-alat yang terbuat dari batu lain, yaitu: bola batu, kapak batu, serut, beliung persegi, kapak perimbas, batu inti, dll. Bahan yang digunakan untuk untuk peralatan tersebut adalah kalsedon, tufa kersikan, kuarsa,dll. Alat-alat pada situs Sangiran merupakan hasil teknologi kala plestosen yang dicirikan dengan pola perburuan binatang dan pengumpulan makanan sebagai mata pencahariannya. Kemungkinan juga berdasarkan ukuran alat-alat Sangiran yang relatif kecil, telah ada kecenderungan untuk memilih hewan buruan yang lebih kecil. Informasi lapisan ini hanyalah sebagai tambahan dan catatan saja dikarenakan takut hilang. Maklum bukan ahli tanah, bila coretan di kertas terbuang maka informasi yang sukar didapat ini tak akan kembali. Lapisan tanah ini juga dijadikan bahan penelitian untuk menentukan usia bumi ini.Sebelum Lupa, di tengah area ladang sawah Sangiran terdapat kubangan yang menyemburkan bui air asin yang aktif. Dari informasi awal, lapisan tanah dan kubangan aku menarik kesimpulan bahwa pulau Jawa dahulu adalah lautan dimana akibat pergeseran lempengan sehingga muncul Jawa (Sumatra, Kalimantan, Jawa merupakan satu daratan) dan akibat ketidakstabilan kerak bumi dan erosi sehingga permukaan air laut meninggi sehingga muncul yang namanya pulau. Mohon maaf jika kesimpulanku salah, karena aku bukan ahli geologi. Akhir kata, satu dari rahasia dunia (meskipun belum terungkap secara keseluruhan) terdapat di Sangiran, Jawa Tengah. Perlukah kita malu sebagai manusia yang tinggal di Indonesia. ( Sangiran, 12 Desember 2011)Daftar pustaka : http://history1978.wordpress.com/2012/01/07/lingkungan-situs-prasejarah-sangiran-catatan-lain-kegiatan-studi-sejarah/