Siti Ardian (1007113581)_TPS
Transcript of Siti Ardian (1007113581)_TPS
TEKNIK PENGOLAHAN SAMPAH “JENIS-JENIS TEKNOLOGI BERDASARKAN TUNGKU
PEMBAKARAN”
Dosen Pembimbing :
ELVI YENIE, ST, M.Eng
DISUSUN OLEH:
Siti Ardian (1007113581)
PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGANFAKULTAS TEKNIKUNIVERSITAS RIAU
PEKANBARU2012
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang
Maha Esa yang selalu melimpahkan karunia-Nya. Berkat rahmat-
Nya, penulis dapat menyelesaikan makalah pengolahan limbah
1
secara termal ini tepat pada waktunya. Materi yang ditampilkan
dalam makalah ini diharapkan dapat menambah pengetahuan
mahasiswa.
Penulis menyadari bahwa makalah ini belum sempurna.
Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan saran dan kritik
yang bersifat membangun guna perbaikan selanjutnya dan
kesempurnaan makalah ini.
Semoga Tuhan selalu menyertai dan membimbing kita
bersama dalam upaya menyelesaikan tugas kuliah. Amin.
Pekanbaru, 10 Desember
2012
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ................................................................ 1
DAFTAR ISI ............................................................................ 2
BAB I PENDAHULUAN............................................................ 3
1.1 Latar
Belakang ..........................................................................
3
2
1.2 Rumusan Masalah……………………………………………… 3
1.3 Tujuan pengolahan limbah
B3...................................................... 4
BAB II PEMBAHASAN.................................................................
5
2.1 Pengolahan Limbah Secara Termal dengan Menggunakan
Insenerator………………………………………………………. 5
2.2 Jenis-Jenis Insinerator…………………………………………… 6
2.3 Insinerator Rotary Kiln…………………………………………. 9
2.4 Kelebihan dan Keuntungan Penggunaan Insinerator
Rotary Kiln……………………………………………………..11
2.5 Kekurangan dan Kerugian Penggunaan Insinerator
Rotary Kiln……………………………………………………. 12
BAB IV PENUTUP .................................................................. 13
DAFTAR PUSTAKA.................................................................. 14
3
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.
Menurut PP No. 18 tahun 1999, yang dimaksud dengan limbah B3
adalah sisa suatu usaha dan atau kegiatan yang mengandung bahan
berbahaya dan atau beracun yang karena sifat dan atau konsentrasinya dan
atau jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat
mencemarkan dan atau merusakan lingkungan hidup dan atau
membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup manusia
serta mahluk hidup lain.
Pengolahan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) adalah proses
untuk mengubah jenis, jumlah dan karakteristik limbah B3 menjadi tidak
berbahaya dan/atau tidak beracun dan/atau immobilisasi limbah B3 sebelum
ditimbun dan/atau memungkinkan agar limbah B3 dimanfaatkan kembali
(daur ulang).
Proses pengolahan limbah B3 dapat dilakukan dengan berbagai
cara cara, salah satunya melalui proses pengolahan secara termal yaitu
insinerasi. Proses pengolahan secara termal bertujuan untuk mengurangi
daya racun limbah b3 dan/atau menghilangkan sifat/karakteristik limbah B3
dari berbahaya menjadi tidak berbahaya, selain itu untuk menghancurkan
senyawa B3 yang terkandung di dalamnya menjadi senyawa yang tidak
mengandung B3.
Teknologi insinerasi merupakan cara pengolahan yang baik bagi
materi combustible yang mempunyai nilai kalor yang memadai untuk itu,
misalnya limbah hidrokarbon (cair dan padat). Limbah berbahaya yang
patogen, seperti dari rumah sakit sangat ampuh ditangani dengan cara ini.
Keuntungan lainnya adalah pemanfaatan panas yang ditimbulkannya
menjadi energi. Kelemahan dari cara ini adalah modal awal yang relatif
tinggi dibanding cara lain.
4
1.2 Rumusan Masalah
Setiap limbah B3 harus diidentifikasi dan dilakukan uji analisis
kandungan guna menetapkan prosedur yang tepat dalam pengolahan
limbah tersebut. Setelah uji analisis kandungan dilaksanakan, barulah dapat
ditentukan metode yang tepat guna pengolahan limbah tersebut sesuai
dengan karakteristik dan kandungan limbah.
Perlakuan limbah B3 untuk pengolahan dapat dilakukan dengan
proses sebagai berikut :
1. Proses secara kimia
Meliputi: redoks, elektrolisa, netralisasi, pengendapan, stabilisasi,
adsorpsi, penukaran ion dan pirolisa.
2. Proses secara fisika
Meliputi: pembersihan gas, pemisahan cairan dan penyisihan
komponen-komponen spesifik dengan metode kristalisasi, dialisa,
osmosis balik, dll.
3. Proses secara biologi
Aerobic/anaerobic digestion, dan composting.
4. Proses secara termal
Proses secara termal dilakukan dengan cara melakukan pembakaran
materi limbah menggunakan alat khusus insinerator dengan efisiensi
pembakaran harus mencapai 99,99% atau lebih. Artinya, jika suatu
materi limbah B3 ingin dibakar (insinerasi) dengan berat 100 kg,
maka abu sisa pembakaran tidak boleh melebihi 0,01 kg atau 10 gr.
Makalah ini hanya khusus membahas teknologi pengolahan limbah
secara termal, sfesifiknya akan membahas mengenai insinerator rotary kiln.
Dengan rumusan masalah sebagai berikut :
Pengolahan Limbah Secara Termal dengan Menggunakan Insinerator.
Jenis-Jenis Insinerator.
Insinerator Rotary Kiln.
5
Kelebihan dan Keuntungan Penggunaan Penggunaan Insinerator
Rotary Kiln.
Kekurangan dan Kerugian Insinerator Penggunaan Insinerator
Rotary Kiln.
1.3 Tujuan pengolahan
Mengurangi daya racun limbah b3.
Dan/atau menghilangkan sifat/karakteristik limbah B3 dari berbahaya
menjadi tidak berbahaya.
Menghancurkan senyawa B3 yang terkandung di dalamnya menjadi
senyawa yang tidak mengandung B3.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengolahan Limbah Secara Termal dengan Menggunakan
Insenerator
Destruksi termal umumnya menjadi pilihan teknologi pengolahan
dalam pengelolaan limbah berbahaya. Dan insinerator merupakan teknologi
proses termal yang paling sering digunakan untuk mengolah limbah organik
berbahaya, karena teknologi ini memungkinkan destruksi yang tinggi dalam
banyak jenis limbah organik.
Insinerator adalah sebuah proses yang memungkinkan materi
combustible (bahan bakar) seperti halnya limbah organik mengalami
pembakaran, kemudian dihasilkan gas/partikulat, residu noncombustible dan
abu. Gas/partikulat tersebut dikeluarkan melalui cerobong setelah melalui
sarana pengolah pencemar udara yang sesuai. Residu yang bercampur
debu dikeluarkan dari insinerator dan disingkirkan pada lahan-urug.
Teknologi insinerasi merupakan cara pengolahan yang baik bagi
materi combustible yang mempunyai nilai kalor yang memadai untuk itu,
6
misalnya limbah hidrokarbon (cair dan padat). Limbah berbahaya yang
patogen, seperti dari rumah sakit juga sangat ampuh ditangani dengan cara
ini. Keuntungan lainnya adalah pemanfaatan panas yang ditimbulkannya
menjadi energi. Kelemahan dari cara ini adalah modal awal yang relatif
tinggi dibandingkan cara lain.
Disamping itu masalah pencemaran udara yang dapat ditimbulkan,
membutuhkan sarana yang baik dan cocok menanggulanginya. Kontrol atau
pengoperasian insinerator membutuhkan operator yang terlatih secara baik.
Operasi sebuah insinerator pengolah limbah berbahaya adalah jauh lebih
kompleks dibanding teknlogi lainnya, terutama dengan adanya variasi
komposisi limbah untuk mencapai efisiensi destruksi termal yang diinginkan.
Bila sebuah insinerator tidak dilengkapi dan difungsikan dengan
baik, maka akan menimbulkan dampak merugikan bagi kesehatan manusia
misalnya dengan timbulnya bau, partikulat, gas-gas berbahaya yang
mungkin lembur. Formasi pencemaran udara yang potensial seperti HCL,
CO, SO2, NO, logam berat dan abu partikulat lainnya dapat menimbulkan
dampak serius.
Secara umum tahapan proses dari sebuah insinerator dapat
dipisahkan menjadi beberapa langkah, yaitu :
- Penyiapan Limbah
- Pemasokan limbah
- Pembakaran limbah
- Pengolahan gas dan partikulat hasil pembakaran
- Penanganan residu abu
Prinsip kerja incenerator berlangsung melalui 3 tahapan, yaitu:
1. Tahapan pertama adalah membuat air dalam limbah B3 menjadi uap
air, hasilnya limbah menjadi kering dan siap terbakar.
2. Selanjutnya terjadi proses pirolisis, yaitu pembakaran tidak sempurna,
dimana
temperatur belum terlalu tinggi.
7
3. Fase berikutnya adalah pembakaran sempurna. Ruang bakar pertama
digunakan sebagai pembakar limbah, suhu dikendalikan antara 400 C -
600 C. Ruang bakar kedua digunakan sebagai pembakar asap dan bau
dengan suhu antara antara 600 C ~ 1200 Suplay oksigen dari udara
luar ditambahkan agar terjadi oksidasi sehingga materi-materi limbah
akan teroksidasi dan menjadi mudah terbakar, dengan terjadi proses
pembakaran yang sempurna, asap yang keluar dari cerobong menjadi
transparan.
2.2 Jenis-Jenis Insinerator
a) Insenerator dengan injeksi cair (liquid injection inceneration)
Metode insenerasi untuk limbah berbahaya yang paling umum
adalah didasarkan atas injeksi cair, baik horizontal, vertikal maupun
tangensial. Mayoritas dari insenerasi ini adalah melalui nozel-pengatoman
(atomizing nozzle) ke ruang pembakaran. Pemasok bahan bakar tambahan
(gas dan cair) atau auxiliary fuel digunakan. Temperatur yang digunakan
biasanya antara 1500 – 3000 0F (815 – 1650 0C). Limbah cair dengan
pengatoman disemburkan ke dalam ruang pembakaran dengan ukuran
partikel antara 40 sampai 100 µm. Efesiensi destruksi ditentukan oleh
banyaknya pengembunan dan uap yang bereaksi. Turbulensi sangat
diinginkan untuk mendapatkan destruksi limbah organik berbahaya setinggi
mungkin. Penambahan dan peletakan alat pembakar (fuel burner) serta
nozel penginjeksi akan tergantung pada aliran cairan yang akan diinsenerasi
(aksidal, radial ataupun tangensia l0 untuk mencapai temperatur, tingkat
turbulensi dan waktu tinggal yang diinginkan.
b) Insinerator rotary kiln
Jenis insinerator rotary kiln sering digunakan dalam menangani limbah
berbahaya (padat maupun cair) karena kemampuannya yang baik.
Kelebihan rotary kiln adalah kemampuannya yang dapat mengolah limbah
8
yang bervariasi, dioperasikan pada temperatur tinggi dan pencampuran
yang terus - menerus.
Insenerator ini dapat dioperasikan dalam kondisi kekurangan
oksigen (pirolisis). Tetapi insenerator ini membutuhkan biaya yang tinggi
serta tenaga yang terlatih untuk mengoperasikannya.
c) Insenerasi dengan media terfluidasi (fluidized bed)
Proses temperatur tinggi dengan fluidized bed telah digunakan lama
dalam industri. Pada awalnya teknologi ini digunakan dalam gasifikasi
batubara, kemudian berkembang pada aplikasi catalytic cracking dalam
refineri minyak. Teknologi fluized bed ini diadaptasi dalam berbagai proses
karena teknologi ini mempunyai kemampuan memberikan derajat turbulensi
yang tinggi, area transfer panas yang besar untuk mencampur limbah
berbahaya, oksigen dan media terfluidisasi. Dengan pencampuran yang baik
antara media inert (biasanya pasir) akan memberikan hasil insenerisasi yang
baik, dengan udara berlebih rendah dan gradien temperatur yang minimal di
seluruh media. Waktu tinggal yang digunakan antara 5-8 detik atau lebih,
pada temperatur 1400-16000F (760-8700C).
Kelebihan jenis insinerator ini adalah nilai DRE yang tinggi temperatur
yang relatif seragam (uniform), residu nya yang relatif tidak berbahaya serta
biaya operasi dan pemeliharaan yang rendah. Beberapa jenis fluidized bed
ini antara lain : bubling fluidized bed dan circulating fluidized bed.
Insinerasi bubling-bed mempunyai media dari pasir yang diaduk dengan
lewatnya udara melalui media serta yang memungkinkan media pasir
terekspensi dan terfluidisasi. Pemanasan awal dari media dilakukan melalui
sebuah burner. Aliran limbah dilakukan langsung ke media pasir. Dengan
terpaparnya limbah secara langsung dengan media, maka didapat efisiensi
insinerasi yang tinggi. Kedalaman media biasanya anatara 0,60 – 2,4 m.
Teknik circulating-bed merupakan pengembangan bubbling-bed dengan
kenaikan turbulensi per-unit area. Teknik ini membutuhkan kecepatan udara
yang tinggi dan sirkulasi padatan unuk menimbulkan turrbulensi yang tinggi
serta memungkinkan waktu tinggal yang cukup guna menghancurkan
9
limbah. Padatan dari area sirkulasi dipisahkan dari gas yang keluar melalui
cyclone dan dikembalikan pada insinerator. Temperatur dari jenis ini
biasanya lebih rendah dari jenis rotary klin atau bubling-bed, namun cukup
mampu untuk menghancurkan limbah berbahaya dengan pencampuran
yang lebih sempurna.
d) Insinerator di lautan
Di negara industri juga dikembangkan kapal insinerator menangani
limbah berbahaya. Insinerator ini mula-mula dikembangkan di Jerman
(1967) dengan menggunakan coastal tanker membakar limbah yang
berkhlor yang menghasilkan HCl.
Sejak saat itu beberapa negara Eropa dan Amerika
mengembangkan insinerator jenis ini terutama untuk limbah organik
berhorinasi. Insinerator vulkanis merupakan contoh insinerator yang
digunakan di USA, dengan kapasitas 25 metrik ton per jam, dilakukan
dengan liquid-injection pada tekanan pengembunan limbah yang dipasok
sekitar 100 – 150 psig, temperatur 2300 0F (1260 0C) dan waktu tinggal
sebesar 0,5 detik.
Sifat laut yang alkalin akan menetralisir asam yang keluar dari cerobong
bila berkontak dengan air laut, sehingga tidak dibutuhkan scrubber, dengan
demikian akan mengurangi biaya. Namun di Amerika jenis insinerator ini
mendapat kritik, salah satu alasannya karena sulit dipantau dampaknya
sebab tidak menetap di satu titik.
e) Insinerator kamar jamak
Rancangan insinerator tradisional yang biasa digunakan adalah
insinerator kamar-jamak (multiple chambre incineration), dikenal dua jenis
yaitu in-line hearth dan retort hearth. Pada model in-line, gas pembakaran
mengalir lurus melaui insinerator, dan membelok secara vertikal ke atas,
sedang pada model retort aliran gas disamping berbelok secara vertikal
tetapi juga berbelok ke samping. Model in-line berfungsi baik pada kapasitas
10
di atas 340 Kg/jam, sedang model retort berfungi baik pada kapasitas di
bawah 340 Kg/jam, dan biasa digunakan untuk limbah rumah sakit.
f) Insinerator dengan kontrol udara
Jenis insinerator yang sekarang banyak dikembangkan, misalya untuk
insinerasi limbah rumah sakit adalah dari jenis controlled-air, yang dikenal di
pasaran sebagai pembakaran secara starved air atau secara modular atau
secara pyrolytic.
Aspek penting dalam sistem insinerasi adalah nilai kandungan
energi (heating value) limbah. Selain menentukan kemampuan dalam
mempertahankan berlangsungnya proses pembakaran, heating value juga
menentukan banyaknya energi yang dapat diperoleh dari sistem insinerasi.
Dari semua jenis insinerator diatas, rotary kiln mempunyai kelebihan karena
alat tersebut dapat mengolah limbah padat, cair, dan gas secara simultan.
2.3 Insinerator Rotary Kiln.
Teknologi insinerasi merupakan teknologi yang mengkonversi
materi padat (dalam hal ini sampah) menjadi materi gas (gas buang), serta
materi padatan yang sulit terbakar, yaitu abu (bottom ash) dan debu (fly
ash). Panas yang dihasilkan dari proses insinerasi juga dapat dimanfaatkan
untuk mengkonversi suatu materi menjadi materi lain dan energi, misalnya
untuk pembangkitan listrik dan air panas. Di beberapa negara maju,
teknologi insinerasi sudah diterapkan dengan kapasitas besar (skala kota).
Teknologi insinerator skala besar terus berkembang, khususnya dengan
banyaknya penolakan akan teknologi ini yang dianggap bermasalah dalam
sudut pencemaran udara. Salah satu kelebihan yang dikembangkan terus
dalam teknologi terbaru dari insinerator ini adalah pemanfaatan enersi,
sehingga nama insinerator cenderung berubah seperti waste-to-energy,
thermal converter.
Insinerator adalah metode penghancuran limbah melalui
pembakaran dalam suatu sistem yang terkontrol dan terisolir dari
11
lingkungan sekitarnya. Insinerasi dan pengolahan sampah bertemperatur
tinggi lainnya didefinisikan sebagai pengolahan termal. Insinerasi material
sampah mengubah sampah menjadi abu, gas sisa hasil pembakaran,
partikulat, dan panas. Gas yang dihasilkan harus dibersihkan dari polutan
sebelum dilepas ke atmosfer. Panas yang dihasilkan bisa dimanfaatkan
sebagai energi pembangkit listrik.
Gambar 1 : Insinerator yang panasnya digunakan sebagai pembangkit
listrik
Jenis insinerator rotary kiln dirancang dengan menggunakan 2
ruang pembakaran, yaitu Ruang Bakar 1 (Primary Chamber) dan Ruang
Bakar 2 (Secondary Chamber). Tipe insinerator rotary kiln cocok untuk
menginsinerasi limbah yang mempunyai kandungan air (water content) yang
cukup tinggi dan volumenya cukup besar. System incinerator ini berputar
pada bagian Primary Chamber, dengan tujuan untuk mendapatkan
pembakaran limbah yang merata keseluruh bagian. Proses pembakarannya
terjadi dua kali, di primary chamber untuk limbah dan secondary chamber
untuk sisa-sisa gas yang belum sempurna terbakar dalam primary chamber.
12
Gambar 2 : Skema cara kerja insinerator rotary kiln
1.) Primary Chamber
Berfungsi sebagai tempat pembakaran limbah. Kondisi pembakaran
dirancang dengan jumlah udara untuk reaksi pembakaran kurang dari
semestinya, sehingga disamping pembakaran juga terjadi reaksi pirolisa.
Pada reaksi pirolisa material organik terdegradasi menjadi karbon monoksida
dan metana.
Temperatur dalam primary chamber diatur pada rentang 6000C-
8000C dan untuk mencapai temperatur tersebut, pemanasan dalam primary
chamber dibantu oleh energi dari burner dan energi pembakaran yang
timbul dari limbah itu sendiri. Udara (oksigen) untuk pembakaran di suplai
oleh blower dalam jumlah yang terkontrol.
Padatan sisa pembakaran di primary chamber dapat berupa
padatan tak terbakar (logam, kaca) dan abu (mineral), maupun karbon
berupa arang. Tetapi arang dapat diminimalkan dengan pemberian suplai
13
oksigen secara kontinyu selama pembakaran berlangsung. Sedangkan
padatan tak terbakar dapat diminimalkan dengan melakukan pensortiran
limbah terlebih dahulu.
2.) Secondary Chamber
Gas hasil pembakaran dan pirolisa perlu dibakar lebih lanjut agar
tidak mencemari lingkungan. Pembakaran gas-gas tersebut dapat
berlangsung dengan baik jika terjadi pencampuran yang tepat antara
oksigen (udara) dengan gas hasil pirolisa, serta ditunjang oleh waktu tinggal
(retention time) yang cukup. Udara untuk pembakaran di secondary
chamber disuplai oleh blower dalam jumlah yang terkontrol.Selanjutnya gas
pirolisa yang tercampur dengan udara dibakar secara sempurna oleh burner
didalam secondary chamber dalam temperatur tinggi yaitu sekitar 8000C-
10000C. Sehingga gas-gas pirolisa (Metana, Etana dan Hidrokarbon lainnya)
terurai menjadi gas CO2 dan H2O.
Kelebihan rotary kiln adalah kemampuannya untuk menerima limbah
yang bervariasi, dioperasikan pada temperatur tinggi dan pencampuran
yang menerus. Insenerator ini dapat dioperasikan walaupun dalam kondisi
kekurangan oksigen (pirolisis). Tetapi insenerator ini membutuhkan biaya
yang tinggi serta tenaga yang terlatih untuk mengoperasikannya.
4. TEKNOLOGI PEMBAKARAN (INCINERATION)
TEKNOLOGI MAXPELL
Selain menggunakan metode pemilahan limbah yang dapat didaur ulang atau yang dapat dijual kembali, Maxpell juga memiliki teknologi yang dapat memusnahkan limbah medis atau non medis padat (basah dan kering) dengan menggunakan Incinerator. Teknologi incinerator Maxpell adalah sebuah alat penghancur limbah berupa tungku pembakaran yang didesain secara sempurna dalam sistem pembakaran dengan menggunakan berbagai media bahan bakar yang terus dikembangkan baik dari sisi teknologi maupun kapasitas.
Teknologi Incinerator Maxpell dirancang agar memiliki beberapa kemudahan untuk dioperasikan. Beberapa keunggulan tersebut adalah:
14
Tidak membutuhkan tempat luas; Bisa membakar sampah kering hingga sampah basah; Daya musnah sistem pembakaran mencapai suhu diatas
1000 o C; Bekerja efektif dan irit bahan bakar; Tingkat dari pencemaran rendah. Dalam operasional
dibeberapa tempat terbukti asap hasil pembakaran yang keluar dari cerobong hampir tidak kelihatan dan tidak mengeluarkan bau yang menganggu;
Suhu pembuangan udara panas pada cerobong asap terkendali secara konstan;
Suhu dinding luar tetap dingin sama dengan suhu udara luar;
Perawatan yang mudah dan murah; Abu sisa pembakaran bisa diolah menjadi beragam produk
bahan bangunan.
Keunggulan teknologi Maxpell berbeda dengan teknologi lainnya, teknnologi lain biasanya hanya dapat melakukan penghancuran sampah kering dengan tungku pembakaran, akan tetapi teknologi Maxpell menggunakan teknologi khusus yang didesain untuk mengelola dan sekaligus menghancurkan hampir seluruh limbah pada medis atau non medis secara maksimal. Silkus atau proses pengolahan limbah medis atau non medis Maxpell dapat dilihat pada gambar dibawah ini.
15
Keunggulan lain teknologi Maxpell adalah dengan diterapkannya Teknologi Ramah Lingkungan pada incinerator Maxpell. Teknologi ini berbeda dengan teknologi pembakaran sampah konvensional, pada tungku Maxpell l imbah ditempatkan dalam ruangan yang kedap, lalu di injeck dengan bahan bakar yang sudah dicampur oksigen dan terbakar dengan suhu yang tinggi, asap hasil pembakaran di imbas dengan molekul air sehingga asap yang keluar menjadi hidrocarbon yang akan terbakar habis pada secondary chamber. Dengan demikian asap akan bersih dan ramah lingkungan
PRODUCT TEKNOLOGI MAXPELL
Maxpell memiliki beberapa produk pengolahan limbah medis atau non medis yang disesuaikan dengan kebutuhan Puskesmas/Rumah Sakit/Poliklinik. Penyesuaian kebutuhan ini dilakukan agar teknologi yang dipilih tepat guna bagi instansi tersebut. Penyesuaian kebutuhan dapat dilihat dari berapa banyak jumlah pasien dan tamu per hari, jumlah sampah yang dihasilkan per hari (dapat dilihat dari berapa banyak angkutan truk sampah yang mengambil sampah) yang terdapat di Puskesmas/Rumah Sakit/Poliklinik itu sendiri.
16
Berikut ini adalah beberapa produk teknologi Maxpell untuk pengolahan limbah padat medis maupun non medis beserta spesifikasinya.
Maxpell Needle Crusher
Spesifikasi Teknis
Motor Listrik 100 Watt / 220 Volt Pengaman motor dengan sensor panas
Ukuran : 293 x 197 x 163 mm Berat : 8,5 kg Body anti karat : Acrylic dan Fiberglass Penghancur Jarum : +/- 8 detik / jarum Bak penampung : +/- 300 jarum bertenaga listrik ramah
Keterangan Produk Pemusnah jarum suntik lingkungan
Needle Pit
Spesifikasi Teknis Needle Pit
Material : PVC pipe Dimensi : ¯ 6” x 1350 mm Volume : 26 liter Kapasitas : + 40.000 Jarum
Keterangan Produk : Penampung potongan jarum suntik
S 512 - Mini Incinerator
17
Spesifikasi Teknis
Dimensi : 1260 x 940 x 1270 Volume Reaktor : 120 liter Tipe : Cross draft Lining Material : Refractory Cement 1 70 0 o C Insulation : Insulation Cement 1400 o C Cover : Steel / Stainless Steel Kapasitas : 40 kg sampah / jam Temperatur kerja : > 1000 o C Bahan Bakar : Gas LPG
Keterangan Produk Pemusnah sampah medis dan non medis jenis padat (basah dan kering)
SS 01 - Incinerator Soft Metal
Spesifikasi Teknis
Dimensi : 600 x 800 x 1200 Volume Reaktor : 48 liter Tipe : Down Draft Lining Material : Refractory Cement 1 70 0 o C Insulation : Insulation Cement 1400 o C Cover : Steel / Stainless Steel Kapasitas : 10 kg sampah / jam Temperatur kerja : > 1300 o C Bahan Bakar : Gas LPG
Keterangan Produk Pemusnah sampah medis dan non medis jenis padat (basah dan kering) mampu menghancurkan metal/besi ringan
(1) Teknologi Pembakaran Stoker
18
Bagian utama fasilitas pembakaran, terdiri dari fasilitas receiving dansupply, fasilitas pembakaran, fasilitas pendinginan gas pembakaran, fasilitaspengolahan gas emisi, fasilitas pembangkit listrik, fasilitas pemanfaatan panas sisa, fasilitas pengeluaran abu, serta pengolahan air buangan.Tungku pembakaran yang menjadi jantung fasilitas pembakaran, dari formatnya dapat dibagi secara gamblang menjadi tipe stoker dan tipe aliran dasar. Tipe stoker adalah mainstream tungku pembakaran, memiliki sejarah panjang, dan jumlah fasilitasnya jauh lebih banyak. Dengan stoker yang bergerak ke depan-belakang sampah diaduk, untuk pengeringan dan pembakaran digunakan berbagai macam tungku dari tipe kecil hingga ke yang besar. Selain itu, bentuk tungku pembakaran dapat dibagi menjadi tungku aliran berlawanan, tungku aliran tengah, dan tungku aliran searah. Bentuk tungku yang digunakan untuk pembakaran berbeda-beda tergantung karakter sampah yang dijadikan obyek. Dalam rangka memajukan teknologi proses pembakaran, pengolahan gas emisi merupakan sarana yang menjamin pengurangan beban lingkungan. Sarana tersebut mendominasi sekitar separuh dari kapasitas total fasilitas pembakaran, dan proporsi dana konstruksi serta biaya operasional pun besar._ Penanganan dioksinDioksin tidak hanya dihasilkan dari pembakaran sampah, tetapi dapatdihasilkan olehsemua pembakaran. Gas emisi kendaraan, kebakaran hutan, asap rokok dan dari perkara lain di sekitar kita juga dihasilkan. Selain itu, juga proses pemutihan bubur kertas pun dihasilkan, dan ada kadangkala dihasilkan sebagai impurity pada proses produksi senyawa khlorinat organik.Terjadinya dioksin dalam pembakaran sampah, dapat dikendalikan denganpenguraian suhu tinggi dioksin atau prehormon melalui pembakaran sempurna yang stabil. Untuk itu, penting untuk mempertahankan suhu tinggi gas pembakaran dalam tungku pembakaran, menjaga waktu keberadaan yang cukup bagi gas pembakaran, serta pengadukan campuran antara gas yang belum terbakar dan udara dalam gas pembakaran. Kemudian terhadap pencegahan pembentukan senyawa de novo yang juga merupakan penyebab munculnya dioksin, pendinginan mendadak serta pengkondisian suhu rendah gas pembakaran akan efektif. Selain itu, terhadap debu terbang yang dikumpulkan dengan penghisap debu yang banyak mengandung dioksin, ada teknologi pemrosesan reduksi khlorinat dengan panas. Untuk udara atmosfir yang dikembalikan, karena menggunakan reaksi reduksi khlorinat dengan menukar khlor yang terkandung dalam dioksin dengan hidrogen, dengan terus memanaskan debu terbang pada suhu 350_ ke atas, 95_ dioksin dalam debu dari jumlah totalnya akan terurai. Ini
19
digunakan sebagai teknologi yang dapat menguraikan dioksin dengan energi input lebih sedikit dibandingkan dengan peleburan._ Pengolahan abuKarena debu yang dikumpulkan dengan penghisap debu banyak mengandung logam berat atau dioksin, ditetapkan sebagai sampah umum control khusus dan diwajibkan atasnya berbagai proses seperti proses sementasi, proses chelation, ekstraksi asam atau solvent/ netralisasi, peleburan, dan burning. Di antara ini semua, pada peleburan abu bakaran atau abu terbang dipanaskan pada suhu 1250_1450_ atau lebih dengan menggunakan panas pembakaran bahan bakar atau energi listrik, san abu dijadika slag. Karena diproses suhu tinggi, dioksin dalam residu pembakaran pun 99 % ke atas terurai. Abu yang telah dijadikan slag, selain mengalami penyusutan volume, juga mengalami netralisasi racun, karena itu pemanfaatan ulang terbuka lebar, sehingga dapat dipertimbangkan sebagai andil dalam memperpanjang umur tempat pembuangan akhir._ Pemanfaatan pembangkit listrik dan panas sisaUap panas tekanan tinggi yang dihasilkan boiler, dikirim ke turbin uap, danturbin melakukan kerja dengan berputar, semakin besar selisih panas anatara inlet dan outlet semakin besar pula daya listrik yang dibangkitkan oleh kerja turbin uap per kuantitas uap. Karena itu, improvisasi persyaratan inlet turbin dengan cara membuat boiler panas dan tekanan tinggi, di samping improvisasi tingkat kevakuuman pada outlet turbin (tekanan rendah outlet) merupakan jalan untuk mendapatkan daya listrik tinggi. Selain itu, sebagai pemanfaatan sisa panas, uap yang dihasilkan boiler dimanfaatkan secara langsung atau melalui alat penukar panas untuk membuat air hangat yang itu kemudian digunakan di internal atau eksternal fasilitas.(2) Tungku Pelelehan Berbahan Bakar GasAgenda permasalahan tungku pembakaran sampah yang sudah adaadalah pengurangan beban lingkungan dan penggalakan penarikan barang yang diperlukan pada proses pengolahan. Pada pertengahan tahun 1970 mulai pengembangannya dilakukan, sebagai upaya pemecahan masalah tersebut, dengan memperhatikan penguraian oleh panas. Tetapi, karena sampahnya mengandung elemen yang kompleks dan kuantitas panas yang dihasilkan rendah, sulit untuk direalisasikan karena membutuhkan energi pembantu dalam jumlah besar. Tetapi, akhir-akhir ini, permasalahan ini memiliki prospek pemecahan tungku pelelehan berbahan bakar gas dilirik kembali karena kuatnya dorongan kebutuhan akan pengurangan kuantitas emisi dioksin, serta tuntutan cost down yang dikeluarkan untuk pelelehan abu mengingat proses pelelehan abu bakaran sudah menjadi umum. Sebagai formatnya, ada 3 jenis tungku pelelehan berbahan bakar gas: tipe fluida dasar, tipe kiln, serta tipe tungku shaft. Ada berbagai karakteristik seperti pengurangan drastis jumlah emisi dioksin dengan pembakaran suhu tinggi, perampingan fasilitas pengolahan gas emisi dengan pembakaran rasio udara
20
rendah, serta tidak diperlukannya sumber panas eksternal karena pemanfaatan panas yang dimiliki sampah untuk pelelehan abu sampah. Memang mesin ini memiliki reputasi pengoperasian yang semakin bertambah, di satu ia dikritisi khususnya karena memerlukan input energy pembantu, ketidakcocokan dengan sampah kalori rendah, kesulitan penanganan slag, serta parahnya kerusakan bahan tahan api.(3) Tungku Stoker Generasi BaruPada tungku pelelehan berbahan bakar gas terdapat permasalahansebagaimana disebutkan di depan, dan konfigurasi sistem pengolahan gas emisi pun tidak terlalu jauh berbeda dari tungku pembakaran stoker konvensional, tetapi jika pembakaran suhu tinggi rasio udara rendah dengan tipe tungku stoker konvensional, dapat dihasilkan efek yang serupa dengan tungku pelelehan berbahan bakar gas, karena itulah penggunaan tungku stoker generasi baru mulai dipertimbangkan. Tungku stoker memiliki reputasi nyata, dan reliabilitasnya tinggi. Selain itu, karena suhu pembakarannya sekitar 1100_, keuntungannya adalah kerusakan bahan tahan api yang kecil. Dewasa ini, di berbagai perusahaan,sedang giat diterapkan uji demonstrasi atau uji mesin, dan konsep total tungku stoker generasi baru, kini bergeser dari pemapanan teknologi, menuju pelemparan ke pasaran. Konsep total masing-masing perusahaan mengenai tungku stoker generasi baru berbeda dalam hal pembakaran suhu tinggi dengan rasio udara rendah dan pencapaian efisiensi pembakaran tinggi, penurunan konsentrasi dioksin, pengurangan kunatitas gas emisi, rasio pemanfaatan panas dan peningkatan efisiensi pembangkit listrik, serta tingkat kebersihan dari debu, dan kedepan perkembangan ini perlu diamati terus.(4) Pembuatan RDF dan Pengolahan Wilayah LuasRDF (Refuse Derived Fuel) adalah bahan bakar yang dibentuk sepertikrayon dengan mencampurkan batu abu ke sampah yang telah dipisahkan dari sampah tidak terbakar. Dengan melakukan ini, tidak akan membusuk walau disimpan dalam waktu lama, serta sangat praktis untuk pengangkutan. Jika kualitasnya homogen pembakaran pun stabil. Karena itu, fasilitas pembuatan RDF dibangun di berbagai tempat, lalu RDF yang dibuat di masing-masing tempat di wilayah yang luas tersebut diangkut dan dikumpulkan ke satu tempat, sehingga dapat diadopsi suatu sistem fasilitas pembangkit listrik yang mengelolah RDF dalam skala besar. Mengingat kasus ini merupakan contoh pengolahan sampah area luas, untuk meningkatkan nilai komersial sistem secara luas, perlu memikirkan pembangkit listrik efisiensi tinggi dan biaya operasionalnya ditutupi oleh hasil penjualan listrik tersebut.(5) Poin-poin Penting serta Saran Antisipasi untuk Fasilitas InsineratorSampah tetap akan dihasilkan karena semaksimal apa pun upaya untuk
21
3R (Refuse, Reuse, dan Recycle), penurunan kualitas barang tidak bisa dielakkan. Proses pembakaran sampah yang dapat melakukan daur ulang termal, akhir-akhir ini menjadi teknologi yang mutlak diperlukan. Tetapi fasilitas pembakaran dengan beban lingkungan yang rendah serta biaya operasional yang murah selalu menjadi tuntutan. Sebagai teknologi pembakaran yang dapat bertahan, pengurangan jumlah emisi dioksin, suplai energi efisiensi tinggi, pengurangan kuantitas produksi gas efek rumah kaca, seta peringanan lainnya menjadi target sasaran.5. TEKNOLOGI FERMENTASI METANAPada tauhn 2002, di Jepang, telah dicanangkan “biomass - strategi totalJepang” sebagai kebijakan negara. Sebagai salah satu teknologi pemanfaatan biomass sumber daya alam dapat diperbaharui yang dikembangkan di bawah moto bendera ini, dikenal teknologi fermentasi gas metana. Sampah dapur serta air seni, serta isi septic tank diolah dengan fermentasi gas metana dan diambil biomassnya untuk menghasilkan listrik, lebih lanjut panas yang ditimbulkan juga turut dimanfaatkan. Sedangkan residunya dapat digunakan untuk pembuatan kompos. Karena sampah dapur mengandung air 70 – 80 %, sebelum dibakar, kandungan air tersebut perlu diuapkan. Di sini, dengan pembagian berdasarkan sumber penghasil sampah dapur serta fermentasi gas metana, dapat dihasilkan sumber energi baru dan ditingkatkan efisiensi termal secara total.2.4 Kelebihan dan Keuntungan Penggunaan Insinerator
Rotary Kiln.
Beberapa kelebihan insinerator rotary kiln adalah berikut :
Dapat mengolah limbah yang bervariasi, baik itu berupa
padat, cair maupun gas.
Cocok untuk menginsinerasi limbah yang mempunyai
kandungan air (water content) yang cukup tinggi dan volumenya
cukup besar.
Kontrol emisinya jauh lebih baik, yang dapat mengurangi jumlah
emisi dioksin dan furan.
Jika ditambahkan fasilitas insinerasi yang dapat menghasilkan
energi listrik dan panas, bisa menggantikan pembangkit listrik
tenaga bahan bakar fosil dan bisa menjadi distributor
pemanas di negara beriklim dingin dan sedang.
22
Karena inovasi-inovasi baru, residu abu padat yang tersisa
setelah pembakaran telah diketahui tidak berbahaya dan bisa
dibuang dengan aman di lahan pembuangan.
Di lokasi berpopulasi padat, mencari lahan pembuangan
sampah amatlah sulit sehingga insinerasi menjadi jalan
terbaik dalam menangani sampah karena hanya
membutuhkan lahan yang minim.
Partikel halus sisa pembakaran bisa secara efisien dihilangkan
dengan baghouse filter.
Insinerasi sampah padat dapat mencegah terbentuknya gas
metana yang merupakan gas rumah kaca. Meski insinerasi
menghasilkan gas karbon dioksida, namun gas metana
merupakan gas yang memiliki efek rumah kaca yang tinggi
dari pada karbon dioksida.
Insinerasi sampah medis dan sampah sisa metabolisme
manusia menghasilkan sisa pembakaran (abu) yang steril dan
cukup aman bagi lingkungan dan kesehatan selama ditangani
dengan baik.
Efisien dan tidak terpengaruh iklim.
Volume sampah yang dibakar berkurang hingga sekitar 90%,
sehingga banyak mengurangi penggunaan lahan untuk
pembuangan sampah akhir.
2.5 Kekurangan dan Kerugian Penggunaan Insinerator Rotary Kiln.
Beberapa kekurangan insinerator rotary kiln adalah berikut :
Membutuhkan modal awal yang relatif besar dibandingkan cara
lain.
Memerlukan kemampuan manajemen operasional yang baik
serta tenaga ahli yang terlatih untuk mengoperasikannya.
Biaya operasional dan perawatannya mahal.
23
Bila tidak dilengkapi dengan alat dan difungsikan dengan
baik, maka akan menimbulkan polusi dan dampak merugikan
bagi kesehatan manusia.
Masih memerlukan langkah-langkah lanjutan pada akhir
proses (abu dan sisa pembakaran) di buang ke lahan lain.
BAB III PENUTUP
Proses pengolahan limbah B3 bertujuan untuk mengurangi daya racun
limbah b3 dan/atau menghilangkan sifat/karakteristik limbah B3 dari
berbahaya menjadi tidak berbahaya, selain itu untuk menghancurkan
senyawa B3 yang terkandung di dalamnya menjadi senyawa yang tidak
mengandung B3.
Teknologi insinerator rotary kiln adalah alternatif yang baik dalam
teknologi pengolahan limbah. Insinerasi ini dapat mengurangi volume dan
massa limbah hingga sekitar 90% (volume) dan 75% (berat), sehingga
banyak mengurangi penggunaan lahan untuk pembuangan sampah akhir.
Teknologi ini sebenarnya bukan solusi final dari sistem pengolahan
limbah padat karena pada dasarnya hanya memindahkan limbah dari bentuk
padat yang kasat mata ke bentuk gas yang tidak kasat mata, dan
24
dibutuhkan proses lebih lanjut agar emisi yang dihasilkan tidak mencemari
lingkungan.
Proses insinerasinya menghasilkan energi panas yang dapat
dikonversikan dalam bentuk energi listrik. Bisa menggantikan pembangkit
listrik tenaga bahan bakar fosil dan bisa menjadi distributor pemanas di
negara beriklim dingin dan sedang.
Namun dalam pembuatannya membutuhkan modal awal yang
relatif besar dibandingkan cara lain, biaya operasional dan perawatannya
juga mahal. Disamping itu teknologi ini dapat menyebabkan pencemaran
udara, sehingga dibutuhkan sarana yang baik dan cocok menanggulanginya.
Kontrol atau pengoperasian insinerator membutuhkan operator
yang terlatih secara baik. Operasi sebuah insinerator pengolah limbah
berbahaya adalah jauh lebih kompleks dibanding teknologi lainnya, terutama
dengan adanya variasi komposisi limbah untuk mencapai efisiensi destruksi
termal yang diinginkan.
Bila sebuah insinerator tidak dilengkapi dan difungsikan dengan
baik, maka akan menimbulkan dampak merugikan bagi kesehatan manusia
misalnya dengan timbulnya bau, gas-gas berbahaya seperti HCL, CO, SO2,
NO, logam berat dan abu partikulat lainnya.
25
Proses Konversi Thermal
Proses konversi thermal dapat dicapai melalui beberapa cara, yaitu insinerasi, pirolisa, dan gasifikasi. Insinerasi pada dasarnya ialah proses oksidasi bahan-bahan organik menjadi bahan anorganik. Prosesnya sendiri merupakan reaksi oksidasi cepat antara bahan organik dengan oksigen. Apabila berlangsung secara sempurna, kandungan bahan organik (H dan C) dalam sampah akan dikonversi menjadi gas karbondioksida (CO2) dan uap air (H2O). Unsur-unsur penyusun sampah lainnya seperti belerang (S) dan nitrogen (N) akan dioksidasi menjadi oksida-oksida dalam fasa gas (SOx, NOx) yang terbawa di gas produk. Beberapa contoh insinerator ialah open burning, single chamber, open pit, multiple chamber, starved air unit, rotary kiln, dan fluidized bed incinerator.
26
Incinerator. Sebuah ilustrasi bagian-bagian dalam sebuah incinerator.
Pirolisa merupakan proses konversi bahan organik padat melalui pemanasan tanpa kehadiran oksigen. Dengan adanya proses pemanasan dengan temperatur tinggi, molekul-molekul organik yang berukuran besar akan terurai menjadi molekul organik yang kecil dan lebih sederhana. Hasil pirolisa dapat berupa tar, larutan asam asetat, methanol, padatan char, dan produk gas.
Gasifikasi merupakan proses konversi termokimia padatan organik menjadi gas. Gasifikasi melibatkan proses perengkahan dan pembakaran tidak sempurna pada temperatur yang relatif tinggi (sekitar 900-1100 C). Seperti halnya pirolisa, proses gasifikasi menghasilkan gas yang dapat dibakar dengan nilai kalor sekitar 4000 kJ/Nm3.
27
Proses Konversi Biologis
Proses konversi biologis dapat dicapai dengan cara digestion secara anaerobik (biogas) atau tanah urug (landfill). Biogas adalah teknologi konversi biomassa (sampah) menjadi gas dengan bantuan mikroba anaerob. Proses biogas menghasilkan gas yang kaya akan methane dan slurry. Gas methane dapat digunakan untuk berbagai sistem pembangkitan energi sedangkan slurry dapat digunakan sebagai kompos. Produk dari digester tersebut berupa gas methane yang dapat dibakar dengan nilai kalor sekitar 6500 kJ/Nm3.
Modern Landfill. Konsep landfill seperti di atas ialah sebuah konsep landfill modern yang di dalamnya terdapat suatu sistem
pengolahan produk buangan yang baik.
Landfill ialah pengelolaan sampah dengan cara menimbunnya di dalam tanah. Di dalam lahan landfill, limbah organik akan didekomposisi oleh mikroba dalam tanah menjadi senyawa-senyawa gas dan cair. Senyawa-senyawa ini berinteraksi dengan air yang dikandung oleh limbah dan air hujan yang masuk ke dalam tanah dan membentuk bahan cair yang disebut lindi (leachate). Jika landfill tidak didesain dengan baik, leachate akan mencemari tanah dan masuk ke dalam badan-badan air di dalam tanah. Karena itu, tanah di landfill harus mempunya permeabilitas yang rendah. Aktifias mikroba dalam landfill menghasilkan gas CH4 dan CO2 (pada tahap awal – proses
28
aerobik) dan menghasilkan gas methane (pada proses anaerobiknya). Gas landfill tersebut mempunyai nilai kalor sekitar 450-540 Btu/scf. Sistem pengambilan gas hasil biasanya terdiri dari sejumlah sumur-sumur dalam pipa-pipa yang dipasang lateral dan dihubungkan dengan pompa vakum sentral. Selain itu terdapat juga sistem pengambilan gas dengan pompa desentralisasi.
Pemilihan Teknologi
Tujuan suatu sitem pemanfaatan sampah ialah dengan mengkonversi sampah tersebut menjadi bahan yang berguna secara efisien dan ekonomis dengan dampak lingkungan yang minimal. Untuk melakukan pemilihan alur konversi sampah diperlukan adanya informasi tentang karakter sampah, karakter teknis teknologi konversi yang ada, karakter pasar dari produk pengolahan, implikasi lingkungan dan sistem, persyaratan lingkungan, dan yang pasti: keekonomian.
Kembali ke Bandung. Kira-kira teknologi mana yang tepat sebagai solusi pengolahan sampah menjadi bahan berguna? Apakah PLTSa sudah merupakan teknologi yang tepat??
29
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2010. Bahan Berbahaya dan Beracun.
http://Limbahb3.Com/Index.Php/Pengelolaan-Limbah-Bahan-Berbahaya-Dan-
Beracun-B3.Html 2010.
Diakses Tanggal 26 November 2012
Anonim, 2010. Metode Pengolahan B3.
http://limbahb3.com/index.php/metode-pengolahan-limbah-padat-b3.html
Diakses Tanggal 27 November 2012
Damanhuri, Enri.2010. Diktat Pengelolaan Sampah.FTSL ITB. Bandung.
Fachrozi Muallif, 2010. Mengenal Limbah Radiaktif dalam Limbah B3.
http://www.jasamedivest.com/files/kep-03-bapedal-09-1995.pdf
Diakses Tanggal 26 November 2012
Maxpell, 2012. Incinerator Medis Alat Pengolahan Sampah Klinik/Puskesmas/Rumah Sakit
http://www.maxpelltechnology.com/images/incineratormedis_image006.gif
Diakses tanggal 26 November 2012
PT. Oxtrimed Reka Mandiri , 2010. Incinerator.
http://www.produkdalamnegeri.com/pt.php?
page=pt_produk&id=109&produk=212
Diakses Tanggal 27 November 2012
PT. Tenang Jaya Sejahtera, 2010. Limbah B3 dan Kesehatan.
http://limbahb3.com/index.php/limbah-b3-dan-kesehatan.html
Diakses Tanggal 10 Desember 2012
30