sirosis hepatis

33
BAB I TINJAUAN TEORITIS 1. LANDASAN TEORI A. PENGERTIAN Sirosis hepatis adalah stadium akhir penyakit hati menahun dimana secara anatomis didapatkan proses fibrosis dengan pembentukan nodul regenerasi dan nekrosis. Ditandai dengan adanya pembentukan jaringan ikat disertai nodul. Biasanya dimulai dengan adanya proses peradangan nekrosis sel hati yang luas, pembentukan jaringan ikat dan usaha regenerasi nodul. Distorsi arsitektur hati akan menimbulkan perubahan sirkulasi mikro dan makro menjadi tidak teratur akibat penambahan jaringan ikat dan nodul tersebut (Suzanne C. Smeltzer dan Brenda G. Bare, 2001). Sirosis adalah penyakit hati kronis yang dicirikan dengan distorsi arsitektur hati normal oleh lembar-lembar jaringan ikat dan nodul-nodul regenerasi sel hati, yang tidak berkaitan dengan vaskulatur normal ( Price & Wilson, 2005, hal. 493). Sirosis hati adalah penyakit kronis hati yang dikarakteristikkkan oleh gangguan struktur dan perubahan degenerasi, gangguan fungsi seluler, dan selanjutnya aliran darah ke hati. Penyebab meliputi malnutrisi, inflamasi (bakteri atau virus), dan keracunan (alcohol, karbon tetraklorida, acetaminoven)(Doenges, dkk, 2000, hal. 544).

description

kmb

Transcript of sirosis hepatis

Page 1: sirosis hepatis

BAB I

TINJAUAN TEORITIS

1. LANDASAN TEORI

A. PENGERTIAN

      Sirosis hepatis adalah stadium akhir penyakit hati menahun dimana secara anatomis didapatkan

proses fibrosis dengan pembentukan nodul regenerasi dan nekrosis. Ditandai dengan adanya

pembentukan jaringan ikat disertai nodul. Biasanya dimulai dengan adanya proses

peradangan nekrosis sel hati yang luas, pembentukan jaringan ikat dan usaha regenerasi

nodul. Distorsi arsitektur hati akan menimbulkan perubahan sirkulasi mikro dan makro

menjadi tidak teratur akibat penambahan jaringan ikat dan nodul tersebut (Suzanne C.

Smeltzer dan Brenda G. Bare, 2001).

Sirosis adalah penyakit hati kronis yang dicirikan dengan distorsi arsitektur hati normal

oleh lembar-lembar jaringan ikat dan nodul-nodul regenerasi sel hati, yang tidak berkaitan

dengan vaskulatur normal ( Price & Wilson, 2005, hal. 493). Sirosis hati adalah penyakit

kronis hati yang dikarakteristikkkan oleh gangguan struktur dan perubahan degenerasi,

gangguan fungsi seluler, dan selanjutnya aliran darah ke hati. Penyebab meliputi malnutrisi,

inflamasi (bakteri atau virus), dan keracunan (alcohol, karbon tetraklorida, acetaminoven)

(Doenges, dkk, 2000, hal. 544).

B.  ETIOLOGI

Meskipun ada beberapa faktor yang terlibat dalam etiologi dari sirosis hepatis,

konsumsi alkohol dianggap sebagai penyebab yang utama. Sirosis sering terjadi dengan

frekwensi paling tinggi adalah pada peminum minuman keras, meskipun defisisensi gizi

dengan penurunan asupan protein turut menimbulkan kerusakan hati pada sirosis, namun

asupan alkohol yang berlebihan merupakan faktor penyebab yang utama pada

perlemakan hati dan konsekwensi yang ditimbulkanya. Sirosis juga pernah terjadi pada

Page 2: sirosis hepatis

individu yang tidak memiliki kebiasaan minum minuman keras dan pada individu yang

dietnya normal tetapi dengan konsumsi alkohol yang tinggi.

Sebagian individu, tampaknya lebih rentan terhadap penyakit ini dibanding

individu yang lain tanpa ditentukan apakah individu tersebut mempunyai kebiasaan

minum minuman keras ataukah menderita malnutrisi. Faktor lain yang dapat memainkan

peranan adalah pajanan dengan zat kimia tertentu (karbon tetraklorida, naftul terklorinasi,

arsen atau fosfor) atau infeksi skistosomia yang menular. Jumlah penderita laki-laki lebih

banyak dari pada wanita dan mayoritas klien sirosis berusia 40 hingga 60 tahun.

C. TIPE SIROSIS HEPATITIS

a.Sirosis Laennec

Sirosis Laennec merupakan suatu pola khas sirosis terkait penggunaan alkohol.

Perubahan pertama pada hati yang ditimbulkan alkohol adalah akumulasi lemak secara

bertahap di dalam sel-sel hati (ilfiltrasi lemak). Penyebab utama kerusakan hati

merupakan efek langsung alkohol pada sel hati. Secara makroskopis hati membesar,

rapuh, tampak berlemak, dan mengalami gangguan fungsional akibat akumulasi lemak

dalam jumlah yang banyak. Pada kasus sirosis Laennec sangat lanjut, lembaran-lembaran

jaringan ikat yang tebal terbentuk pada tepian lobules, membagi parenkim menjadi nodul-

nodul halus. Nodul-nodul ini dapat membesar akibat aktivitas regenerasi dan degenerasi

yang dikemas padat dalam kapsula fibrosa yang tebal. Penderita sirosis Laennec lebih

berisiko menderita karsinoma sel hati primer (hepatoseluler).

b. Sirosis Pascanekrotik

Sirosis pascanekrotik terjadi setelah nekrosis berbercak pada jaringan hati. Hepatosit

dikelilingi dan dipisahkan oleh jaringan parut dengan kehilangan banyak sel hati dan

diselingi dengan parenkim hati normal. Sekitar 75% kasus cenderung berkembang dan

berakhir dengan kematian dalam 1 hingga 5 tahun. Sekitar 25 hingga 75% kasus

memiliki riwayat hepatitis virus sebelumnya. Sejumlah kecil kasus akibat intoksikasi

Page 3: sirosis hepatis

yang pernah diketahui adalah dengan bahan kimia industry, racun, ataupun obat-obatan

seperti fosfat, kontrasepsi oral, metal-dopa, arsenic, dan karbon tetraklorida.

c. Sirosis Biliaris

Kerusakan sel hati dimulai dari sekitar duktus biliaris. Tipe ini merupakan 2%

penyebab kematian akibat sirosis. Penyebab tersering sirosis biliaris adalah obstruksi

biliaris pasca hepatik. Hati membesar, keras, bergranula halus, dan berwarna kehijauan.

Ikterus selalu menjadi bagian awal dan utama dari sindrom ini, pruritus, malabsorpsi,

dan steatorea.

D.  MANIFESTASI KLINIS

Gejala dini bersifat samar dan tidak spesifik yang meliputi :

         Kelelahan

         Anoreksia

         Dispepsia

         Flatulen

         Perubahan kebiasaan defekasi (konstipasi atau diare)

         Berat badan sedikit berkurang

         Mual dan muntah (terutama pagi hari)

         Nyeri tumpul atau perasaan berat pada epigastrium atau kuadran kanan atas

         Hati keras dan mudah retaba tanpa memandang apakah hati membesar atau

mengalami atrofi.

Gejala lanjut : kegagalan fungsi hati dan hipertensi portal

Manifestasi gagal hepatoseluler :

         Ikterus

         Edema perifer

         Kecenderungan perdarahan

         Eritema palmaris (telapak tangan merah)

         Spider nevi : gambaran seperti jaring laba-laba di dada dan di bahu karena

peningkatan estrogen secara relatif.

Page 4: sirosis hepatis

         Atrofi testis

         Ginekomastia

         Alopesia

Gangguan perdarahan, anemia, lekopenia, dan trombositopeni, mudah memar,

perdarahan hidung dan gusi, menstruasi yang berat merupakan akibat berkurangnya faktor

pembekuan dalam darah.

Gambaran klinis yang terutama berkaitan dengan hipertensi portal :

         Splenomegali

         Varises esofagus dan lambung

         Asites (cairan dalam rongga peritonium)

         Caput medusa/pelebaran vena dinding abdomen

         Hemoroid internal

Gejala lain :

         Gangguan distribusi rambut

         Amenore, atropi testis, ginekomastia

         Tendensi perdarahan terutama GIT, anemia, kerusakan ginjal, infeksi

         Gejala awal/hepatitis berulang

E.  PATOFISOLOGI

Konsumsi minuman beralkohol dianggap sebagai faktor penyebab yang utama.

Sirosis terjadi paling tinggi pada peminum minuman keras. Meskipun defisiensi gizi

dengan penurunan asupan protein turut menimbulkan kerusakan hati pada sirosis, namun

asupan alkohol yang berlebihan merupakan faktor penyebab utama pada perlemakan hati

dan konsekuensi yang ditimbulkannya. Namun demikian, sirosis juga pernah terjadi pada

individu yang tidak memiliki kebiasan minum dan pada individu yang dietnya normal

tapi dengan konsumsi alkohol yang tinggi. Faktor lain diantaranya termasuk pajanan

dengan zat kimia tertentu (karbon tetraklorida, naftalen, terklorinasi, arsen atau fosfor)

atau infeksi skistosomiastis dua kali lebih banyak daripada wanita dan mayoritas pasien

sirosis berusia 40 – 60 tahun.

Page 5: sirosis hepatis

Sirosis laennec merupakan penyakit yang ditandai oleh nekrosis yang melibatkan sel-

sel hati dan kadang-kadang berulang selama perjalanan penyakit sel-sel hati yang

dihancurkan itu secara berangsur-angsur digantikan oleh jaringan parut yang melampaui

jumlah jaringan hati yang masih berfungsi. Pulau-pulau jaringan normal yang masih

tersisa dan jaringan hati hasil regenerasi dapat menonjol dari bagian-bagian yang

berkonstriksi sehingga hati yang sirotik memperlihatkan gambaran mirip paku sol sepatu

berkepala besar (hobnail appearance) yang khas. Sirosis hepatis biasanya memiliki

awitan yang insidus dan perjalanan penyakit yang sangat panjang sehingga kadang-

kadang melewati rentang waktu 30 tahun/lebih.

F. TANDA DAN GEJALA

Penyakit sirosis hepatis mempunyai gejala seperti ikterus dan febris yang intermiten. Adanya pembesaran pada hati. Pada awal perjalanan sirosis hepatis ini, hati cenderung membesar dan sel-selnya dipenuhi oleh lemak. Hati tersebut menjadi keras dan memiliki tepi tajam yang dapat diketahui melalui palpasi. Nyeri abdomen dapat terjadi sebagai akibat dari pembesaran hati yang cepat dan baru saja terjadi sehingga mengakibatkan regangan pada selubung fibrosa hati (kapsula Glissoni). Pada perjalanan penyakit yang lebih lanjut, ukuran hati akan berkurang setelah jaringan parut menyebabkan pengerutan jaringan hati. Apabila dapat dipalpasi, permukaan hati akan teraba benjol-benjol (noduler). Obstruksi Portal dan Asites. Semua darah dari organ-organ digestif praktis akan berkumpul dalam vena portal dan dibawa ke hati. Karena hati yang sirotik tidak memungkinkan pelintasan darah yang bebas, maka aliran darah tersebut akan kembali ke dalam limpa dan traktus gastrointestinal dengan konsekuensi bahwa organ-organ ini menjadi tempat kongesti pasif yang kronis; dengan kata lain, kedua organ tersebut akan dipenuhi oleh darah dan dengan demikian tidak dapat bekerja dengan baik. Pasien dengan keadaan semacam ini cenderung menderita dispepsia kronis atau diare. Berat badan pasien secara berangsur-angsur mengalami penurunan. Cairan yang kaya protein dan

Page 6: sirosis hepatis

menumpuk di rongga peritoneal akan menyebabkan asites. Hal ini ditunjukkan melalui perfusi akan adanya shifting dullness atau gelombang cairan. Splenomegali juga terjadi. Jaring-jaring telangiektasis, atau dilatasi arteri superfisial menyebabkan jaring berwarna biru kemerahan, yang sering dapat dilihat melalui inspeksi terhadap wajah dan keseluruhan tubuh. Varises Gastrointestinal. Obstruksi aliran darah lewat hati yang terjadi akibat perubahan fibrofik juga mengakibatkan pembentukan pembuluh darah kolateral sistem gastrointestinal dan pemintasan (shunting) darah dari pernbuluh portal ke dalam pernbuluh darah dengan tekanan yang lebih rendah. Sebagai akibatnya, penderita sirosis sering memperlihatkan distensi pembuluh darah abdomen yang mencolok serta terlihat pada inspeksi abdomen (kaput medusae), dan distensi pembuluh darah di seluruh traktus gastrointestinal. Esofagus, lambung dan rektum bagian bawah merupakan daerah yang sering mengalami pembentukan pembuluh darah kolateral. Karena fungsinya bukan untuk menanggung volume darah dan tekanan yang tinggi akibat sirosis, maka pembuluh darah ini dapat mengalami ruptur dan menimbulkan perdarahan. Karena itu, pengkajian harus mencakup observasi untuk mengetahui perdarahan yang nyata dan tersembunyi dari traktus gastrointestinal. Edema. Gejala lanjut lainnya pada sirosis hepatis ditimbulkan oleh gagal hati yang kronis. Konsentrasi albumin plasma menurun sehingga menjadi predisposisi untuk terjadinya edema. Produksi aldosteron yang berlebihan akan menyebabkan retensi natrium serta air dan ekskresi kalium

G. PEMERIKSAAN DIAGNOSIS

1. Pemeriksaan Laboratorium

Pada Darah dijumpai HB rendah, anemia normokrom normositer, hipokrom mikrositer

hipokrom makrositer, anemia dapat dari akibat hipersplemisme dengan leukopenia dan

Page 7: sirosis hepatis

trombositopenia, kolesterol darah yang selalu rendah mempunyai prognosis yang kurang

baik. Kenaikan kadar enzim transaminase - SGOT, SGPT bukan merupakan petunjuk

berat ringannya kerusakan parenkim hati, kenaikan kadar ini timbul dalam serum akibat

kebocoran dari sel yang rusak, pemeriksaan bilirubin, transaminase dan gamma GT tidak

meningkat pada sirosis inaktif. Albumin akan merendah karena kemampuan sel hati yang

berkurang, dan juga globulin yang naik merupakan cerminan daya tahan sel hati yang

kurang dan menghadapi stress. Pemeriksaan CHE (kolinesterase). Ini penting karena bila

kadar CHE turun, kemampuan sel hati turun, tapi bila CHE normal / tambah turun akan

menunjukan prognasis jelek.

Kadar elektrolit penting dalam penggunaan diuretic dan pembatasan garam dalam diet,

bila ensefalopati, kadar Na turun dari 4 meg/L menunjukan kemungkinan telah terjadi

sindrom hepatorenal. Pemanjangan masa protrombin merupakan petunjuk adanya

penurunan fungsi hati. Pemberian vit K baik untuk menilai kemungkinan perdarahan baik

dari varises esophagus, gusi maupun epistaksis. Peningggian kadar gula darah. Hati tidak

mampu membentuk glikogen, bila terus meninggi prognosis jelek. Pemeriksaan marker

serologi seperti virus, HbsAg/HbsAb, HbcAg/ HbcAb, HBV DNA, HCV RNA., untuk

menentukan etiologi sirosis hati dan pemeriksaan AFP (alfa feto protein) penting dalam

menentukan apakah telah terjadi transpormasi kearah keganasan.

2. Pemeriksaan Radiologis

USG Abdomen, sudah secara rutin digunakan karena pemeriksaannya noninvasif dan

mudah dilakukan. Pemeriksaan USG meliputi sudut hati, permukaan hati, ukuran,

homogenitas, dan adanya massa. Pada sirosis lanjut, hati mengecil dan noduler,

permukaan irreguler, dan ada peningkatan ekogenitas parenkim hati. Selain itu USG juga

dapat menilai asites, splenomegali, thrombosis vena porta, pelebaran vena porta, dan

skrining karsinoma hati pada pasien sirosis.

H. KOMPLIKASI

1.      Ulkus peptikum

2.      Perdarahan saluran cerna

3.      Ensefalopati hepatik

Page 8: sirosis hepatis

4.      Carsinoma hepatoseluler

5.      Koma hepatikum

I.  PENATALAKSANAAN

a. Asites

- Asites diterapi dengan tirah baring total dan diawali dengan diet rendah garam,

konsumsi garam sebanyak 5,2 gram atau 90 mmol/hari.

- Diet rendah garam dikombinasi dengan obat-obatan diuretik.

- Awalnya dengan pemberian spironolakton dengan dosis 100-200mg sekali sehari.

- Respons diuretik bisa dimonitor dengan penurunan berat badan 0,5 kg/hari, tanpa

adanya edema kaki atau 1 kg/ hari bila edema kaki ditemukan.

- Bila pemberian spironolaktin belum adekuat maka bisa dikombinasi dengan

furosemide dengan dosis 20-40 mg/hari. Parasintesis dilakukan jika jumlah asites

sangat besar.

b. Encephalophaty

Pada pasien dengan adanya ensephalophaty hepatik dapat digunakan laktulosa untuk

mengeluarkan amonia dan neomisin dapat digunakan untuk mengeliminasi bakteri usus

penghasil amonia.

c. Pendarahan Esofagus

Untuk perdarahan esofagus pada sebelum dan sesudah berdarah dapat diberikan

propanolol. Waktu perdarahan akut, dapat diberikan preparat somatostatin atau okreotid

dan dapat diteruskan dengan tindakan ligasi endoskopi atau skleroterapi.

.2.  KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

a.    Data Fokus1)    Data Subyektif

a)    Keluhan perut tidak enak, mual dan nafsu makan menurun.b)    Mengeluh cepat lelah.c)    Mengeluh sesak nafas

2)    Data Obyektif

Page 9: sirosis hepatis

a)    Penurunan berat badanb)    Ikterus.c)    Spider naevi.d)    Anemia.Air kencing berwarna gelap.e)    Kadang-kadang hati teraba keras.f)     Kadar cholesterol rendah, albumin rendah.g)    Hematemesis dan melena.

b.    Diagnosa KeperawatanDiagnosa keperawatan yang mungkin timbul adalah:

1)    Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh b/d anoreksia.2)    Intolerans aktifitas b/d kelemahan otot.3)    Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit b/d hipertensi portal.4)    Gangguan perfusi jaringan b/d hematemesis dan melena.5)    Cemas b/d hematemesis dan melena.6)    Gangguan pola nafas b/d asites.7)    Kerusakan komunikasi verbal b/d gangguan persarafan bicara.8)    Resiko tinggi cedera b/d gerakan yang tidak terkontrol.9)    Kerusakan mobilitas fisik b/d efek kekakuan otot.10) Defisit perawatan diri b/d keadaan koma.

c. Rencana Tindakan

1)    Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh b/d anoreksia.Tujuan: kebutuhan nutrisi terpenuhi.Kriteria hasil: menunjukkan peningkatan nafsu makan.Rencana tindakan:

Intervensi Rasional1.  Diskusikan tentang pentingnya nutrisi

bagi klien.2.  Anjurkan makan sedikit tapi sering.

3.  Batasi cairan 1 jam sebelum dan sesudah makan.

4.  Pertahankan kebersihan mulut.

5.  Batasi makanan dan cairan yang tinggi lemak.

6.  pantau intake sesuai dengan diet yang telah disediakan.

Nutrisi yang baik dapat mempercepat proses penyembuhan.Peningkatan tekanan intra abdominal akibat asites menekan saluran GI dan menurunkan kapasitasnya.

Cairan dapat menurunkan nafsu makan dan masukan.Akumulasi partikel makanan di mulut dapat menambah bau dan rasa tak sedap yang menurunkan nafsu makan.Kerusakan aliran empedu mengakibatkan malabsorbsi lemak.Untuk mencukupi nutrisi intake harus adekuat.

Page 10: sirosis hepatis

2)    Intolerans aktifitas b/d kelemahan otot.Tujuan: Klien dapat beraktifitas sesuai dengan batas toleransi.Kriteria hasil: menunjukkan peningkatan dalam beraktifitas.Rencana tindakan:

Intervensi Rasional1.  Kaji kesiapan untuk meningkatkan

aktifitas contoh: apakah tekanan darah stabil, perhatian terhadap aktifitas dan perawatan diri.

2.  jelaskan pola peningkatan bertahap dari aktifitas contoh: posisi duduk di tempat tidur, bangun dari tempat tidur, belajar berdiri dst.

3.  Berikan bantuan sesuai dengan kebutuhan (makan, minum, mandi, berpakaian dan eleminasi).

Stabilitas fisiologis penting untuk menunjukkan tingkat aktifitas individu.

Kemajuan aktifitas bertahap mencegah peningkatan tiba-tiba pada kerja jantung.

Teknik penghematan energi menurunkan penggunaan energi.

Page 11: sirosis hepatis

BAB II

ASUHAN KEPERAWATAN SIROSIS HEPATITIS

3. ASKEP TEORITIS

1.  PENGKAJIAN

a. Identitas klien

Nama, umur, alamat, pekerjaan, dll.

b.  Riwayat Kesehatan

1.      Riwayat kesehatan sekarang

-          Letih atau lemah                               - Perdarahan gusi

-          Nafsu makan menurun                      - BAK seperti teh pekat

-          Kembung                                          - Diare/konstipasi

-          Mual                                                  - hematemesis dan melena

-          BB menurun

2.      Riwayat Kesehatan Dahulu

Apakah ada riwayat konsumsi alkohol, menderita penyakit hepatitis viral

sebelumnya, riwayat malaria, menderita penyakit

3.      Riwayat Kesehatan Keluarga

Apakah keluarga ada yang menderita penyakit hepatitis/sirosis hepatis,

malaria.

c.  Data Fisik

1.      Aktivitas/Istirahat

-          Kelemahan

-          Letargi

-          Penurunan tonus otot

2        Sirkulasi

-          Perikarditis

-          Penyakit jantung rematik

3        Eliminasi

-          Flatus                        - Penurunan/tidak adanya bising usus

-          Distensi abdomen

-          Urin gelap, pekat       - Feses warna tanah liat, melena

Page 12: sirosis hepatis

4        Makanan/Cairan

-          Anoreksia, mual/muntah, berat badan menurun atau peningkatan berat badan,

edem umum, kulit kering, turgor buruk, perdarahan gusi, spidernevi, ikterik

5        Nyeri/kenyamanan

-          Nyeri tekan abdomen, perilaku waspada, fokus pada diri sendiri

6        Pernafasan

-          Dispnea, takipnea, pernafasan dangkal, bunyi nafas tambahan, ekspansi paru

terbatas.

7        Keamanan

-          Demam, ikterik, ekimosis, eritema palmaris

8        Seksualitas

-          Impotensi, gangguan menstruasi

9        Neurosensorik

-          Perubahan mental, bingung, bicara lambat/tidak puas, ensepalopati hepatik.

2, DIAGNOSA KEPERAWATAN

a.       Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh b.d diit tak adekuat,

ketidakmampuan memproses/ mencerna makanan, anoreksia, mual/muntah.

b.      Kelebihan volume cairan b.d kelebihan natrium/masukan cairan, penurunan protein

plasma, malnutrisi.

c.       resiko tinggi kerusakan integritas kulit b.d gangguan sirkulasi/status metabolik,

akumulasi garam empedu kulit, asites

d.      resiko tinggi pernafasan tak efektif b.d penggumpalan cairan intra abdomen,

penurunan ekspansi paru.

e.       resiko tinggi terhadap cidera b.d profil darah abnormal, gangguan faktor pembekuan,

hipertensi portal.

f.       resiko tinggi perubahan proses pikir b.d peningkatan kadar amoniak serum

Page 13: sirosis hepatis

3.  INTERVENSI KEPERAWATAN

a.  Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh b.d diet tak adekuat,

ketidakmampuan memproses atau mencerna makanan, anoreksia, mual atau

muntah.

Kriteria hasil:

           Klien mengatakan makannya enak

           Porsi makanan yang disediakan Rumah Sakit dapat dihabiskan

           BB meningkat mencapai BB ideal

           Mual dan muntah hilang

           Klien Tampak kuat

           Hb dan TTV dalam batas normal

Intervensi Rasional

Mandiri

1. Kaji status nutrisi

klien,kebiasaan makan,

makanan yang disukai dan

tidak disukai

2. Motivasi klien untuk makan

makanan dan suplemen

makanan

3. Anjurkan klien makan

makanan dengan porsi kecil

tapi sering

4. Hidangkan makanan yang

menimbulkan selera dan

menarik dalam penyajiannya

5. Lakukan oral hygiene

sebelum dan sesudah makan

Untuk mengetahui sejauh mana masalah

nutrisi yang dirasakan klien dan kebiasaan

makan sebelum sakit

Motivasi sangat penting bagi penderita

anoreksia dan gangguan intestinal

Makanan dengan porsi kecil dan sering

ditolerir oleh penderita anoreksia

Makanan dengan sajian yang menarik

meningkatka selera makan klien

Kebersihan mulut yang terjaga dapat

mengurangi  cita rasa tidak enak dan

merangsang selera makan

Makanan yang dimakan akan dirasakan

lebih menarik atau enak pada ruangan dan

kenyamanan tersedia

Page 14: sirosis hepatis

6. Ciptakan lingkungan yang

tenang dan nyaman pada saat

klien makan

7. Berikan klien diet hati

8. Timbang berat badan klien

setiap hari sesuai toleransi dan

kekuatan klien untuk timbang

BB

Kolaborasi

1.kolaborasi dengan dokter

dalam pemberian cairan

parenteral : D10% Aminofusin

2. kolaborasi dalam pemberian

obat-obatan penambah nafsu

makan, antimual,muntah.

 Hati dapat mengurangi beban kerja

Dari BB dapat diketahui kemajuan dan

kemunduran pola nutrisi klien

Dektrase dapat diberikan pada klien

dengan kekurangan asupan nutrisi

Pemberian vitamin dapat meningkatkan

nafsu makan dan pemberian obat anti

muntah dan mual dapat meningkatkan

nafsu makan

b.  kelebihan volume cairan b.d kelebihan natrium atau masukan cairan, penurunan

protein plasma, malnutrisi

Kriteria hasil:

           input dan output seimbang

           BB ideal

           Udema negatif

Intervensi Rasional

Page 15: sirosis hepatis

1        Batasi asupan natrium

jika diinstruksikan

2.      Catat asupan dan keluaran

cairan

3.      Ukur dan catat lingkar

perut tiap hari

4.      Jelaskan pada klien dan

keluarga mengapa harus

dibatasi natrium/garam

5.      Kolaborasi dengan dokter

dalam pemberian diuretik,

suplemen, kalium dan

protein

Miminimalkan retensi cairan, dan mengurngi asites dan oedemaMenilai efektifitas terapi dan kecukupan asupan cairanMemantau perubahan pada pembentukan asites dan penumpukan cairan

Meningkatkan pemahaman dan kerja sma klien dalam menjalani dan melaksanakan pembatasan cairan

Meningkatkan eksresi cairan lewat ginjal dan mempertahankan keseimbangan cairan serta elektrolit yang normal

c.  risiko tinggi kerusakan integritas kulit b.d gangguan sirkulasi atau status

metabolik, akumulasi garam empedu pada kulit, asites.

Kriteria Hasil :

         Turgor kulit baik

         Edema, asites tidak ada

         Sirkulasi baik, kulit lembab

Intervensi

1. Lihat permukaan kulit,

adanya edema, gunakan

lotion / minyak untuk

pijak

2. Ubah posisi tidur secara

teratur tiap 2 jam bantu

latihan tentang gerak

aktif / pasif

Rasional

Edema jaringan lebih cenderung untuk

mengalami kerusakan dan terbentuk

dekubitus

Pengubahan posisi menurunkan tekanan

pada jaringan edema untuk

memperbaharui sirkulasi, latihan

meningkatkan sirkulasi

Meningkatkan aliran balik vena dan

Page 16: sirosis hepatis

3. Pertahankan alat timun

dan zeil tetap bebas dari

basa dan usahakan kering

dan bebas dari lipatan

4. Berikan perawatan

perineal setelah berkemih

dan devikasi

5. Usakan kuku klien dan

perawat pindah

menurunkan edema pada ekstremitas

Kelembaban meningkatkan prioritas dan

meningkatkan resiko kerusakan kulit

Mencegah deskosiasi dari garam empedu

Mencegah terjadinya goresan pada kulit

sehingga meningkat cedera kulit

d.  risiko tinggi pola nafas tak efektif b.d penumpukan cairan intraabdomen,

penurunan ekspansi paru

Kriteria Hasil :

         Klien nampak tenang

         Klien mengatakan sesak berkurang

          Pernafasan normal 16- 24 x /mnt

Intervensi

1. Kaji pola pernafasan,

adanya tholepnae /

sinosis

2. Atur posisi semi fowler

jika sesak napas

3. Berikan O2 sesuai

kebutuhan

4. Monitor tanda- tanda

Rasional

Untuk mengetahui masalah pernafasan dan

sejauh mana masalah dirasakan.

Posisi semi fowler meningkatkan ekspansi

paru

Pemberian O2 dapat memnbantu dalam

pemenuhan kebutuhan O2

Mengetahui sejauh mana masalah

pernafasan berpengaruh pada fisiologis

tubuh

Page 17: sirosis hepatis

vital tiap 2 jam

5. Anjurkan klien banyak

istirahat dan mengirangi

pikiran

Aktifitas dan pikiran membuat

peningkatan metabolisme yang

memerlukan O2 sehingga nafas semakin

sesak untuk memenuhi O2

4. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN

1) Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh b/d anoreksia.

implementasi:

• Mendiskusikan tentang pentingnya nutrisi bagi klien.

• Menganjurkan makan sedikit tapi sering.

• Membatasi cairan 1 jam sebelum dan sesudah makan.

• Mempertahankan kebersihan mulut.

• membatasi makanan dan cairan yang tinggi lemak.

• Pantau intake sesuai dengan diet yang telah disediakan

Hasil:

• Klien tepat dalam pemberian nutrisi

• Pasien menghabiskan porsi makanan yang disediakan.

• Pemberian cairan berlebihan dapat dikontrol agar klien dapat makan

• Mulut pasien tampak bersih dengan diberikan perawatan mulut

• Klien tidak mengkonsumsi makanan yang tinggi lemak

• Intake selalu dikontrol agar adekuat

2) Intoleransi aktifitas b/d kelemahan otot..

Implementasi :

• Mengkaji kesiapan untuk meningkatkan aktifitas contoh: apakah tekanan darah

stabil, perhatian terhadap aktifitas dan perawatan diri.

• Menjelaskan pola peningkatan bertahap dari aktifitas contoh: posisi duduk di

tempat tidur, bangundari tempat tidur, belajar berdiri dst.

Page 18: sirosis hepatis

• Memberikan bantuan sesuai dengan kebutuhan (makan, minum, mandi,

berpakaian dan eleminasi).

Hasil:

• Aktivitas klien tampak imobilisasi dan tidak dapat melakukan perawatan secara

mandiri

• Pola peningkata bertahap dari aktifitas pasien selalu dipantau

• Klien selalu mendapatkan bantuan dari keluarganya dalam melakukan aktifitasnya

3) Gangguan integritas kulit berhubungan dengan pembentukan edema.

Implementasi :

• membatasi natrium seperti yang diresepkan.

• Memberikan perhatian dan perawatan yang cermat pada kulit.

• mengubah posisi tidur pasien dengan sering.

• Menimbang berat badan dan catat asupan serta haluaran cairan setiap hari.

• melakukan latihan gerak secara pasif, tinggikan ekstremitas edematus.

• Meletakkan bantalan busa yang kecil dibawah tumit, maleolus dan tonjolan

tulang lainnya.

Hasil:

• Natrium terkontrol seperti yang diresepkan

• Perawatan kulit tetap dilakukan agar kondisi kulit pasien terhindar dari edema

• Posisi tidur pasien seriang diubah untuk mencegah terjadinya edema

• Bb klien tampak menurun drastis dan asupan selalu serta haluan cairan selalu

dikontrol

• Pasien dapat melakukan gerak pasif ,

• Bantalan busa terpasang dibawah tumit, maleolus dan tonjolan tulang lainnya.

Page 19: sirosis hepatis

5.   EVALUASI

a.    Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan diet tidak adekuat,

kemampuan untuk memproses dan mencerna makanan, anoreksia

Evaluasi : Diharapkan klien akan menunjukkan peningkatan berat badan progresif,

nilai laboratorium normal dan tidak mengalami malnutrisi lebih lanjut.

b.    Kelebihan volume cairan berhubungan dengan gangguan mekanisme regulasi,

kelebihan natrium dan berkurangnya protein plasma

Evaluasi : diharapkan klien akan menunjukkan volume cairan stabil, dengan

keseimbangan pemasukan dan pengeluaran, berata badan stabil, tanda vital dalam

rentang normal dan tak ada edema.

c.    Resiko tinggi terhadap perdarahan berhubungan dengan gangguan faktor pembekuan,

hipertensii portal

Evaluasi : diharapkan klien akan mempertahankan homeostasis dengan tanpa

perdarahan dan menunjukkan penurunan perilaku resiko perdarahan.

d.    Gangguan body image gambaran diri berhubungan dengan  gangguan fisik,

perubahan fungsi peran

Evaluasi : diharapkan klien akan menyatakan pemahaman akan perubahan dan

penerimaan diri pada situasi yang ada.

e.    Resiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit berhubungan dengan turgor kulit

buruk, penonjolan tulang, adanya edema dan asites, akumulasi garam empedu pada

kulit, gangguan sirkulasi atau status metabolik

Evaluasi : Diharapkan klien dapat mempertahankan integritas kulit, mengidentifikasi

faktor resiko dan menunjukkan perilaku atau teknik untuk mencegah kerusakan kulit.

f.     Resiko tinggi terhadap pola pernapasan tidak efektif  berhubungan dengan asites,

penurunan akumulasi paru, akumulasi sekret serta penurunan energi dan kelemahan

Page 20: sirosis hepatis

Evaluasi : Diharapkan klien mampu mempertahakan pola pernapasan efektif, bebas

dispnea dan sianosis, dengan nilai GDA dan kapasitas vital dalam batas normal.

g.    Resiko tinggi terhadap perubahan proses pikir berhubungan dengan perubahan

fisiologis, peningkatan kadar amonia serum, ketidakmampuan hati untuk

mendetoksikasi enzim atau obat tertentu.

Evaluasi : Diharapkan klien mampu mempertahankan tingkat mental atau orientasi

kenyataan, menunjukkan perilaku atau perubahan pola hidup untuk mencegah atau

meminimalkan perubahan mental.

h.    Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar), tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan

pengobatan

Evaluasi : Diharapkan klien dapat menyatakan pemahaman tentang proses penyakit

atau prognosis, menghubungkan gejala dengan faktor penyebab, melakukan

perubahan pola hidup dan berpartisipasi dalam perawatan.

i.      Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan fisik

Evaluasi : Diharapkan klien dapat beraktifitas sesuai dengan toleransinya baik dengan

atau tanpa bantuan sama sekali

j.      Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan invasif dan hipoalbumin

Evaluasi : Diharapkan klien tidak mengalami infeksi selama terdapat terapi invasif

dan hipoalbumin

Page 21: sirosis hepatis

BAB III

PENUTUP

A.  KESIMPULAN

Sirosis hati adalah penyakit hati menahun yang difus ditandai dengan adanya

pembentukan jaringan ikat disertai nodul. Biasanya dimulai dengan adanya proses

peradangan nekrosis sel hati yang luas, pembentukan jaringan ikat dan usaha regenerasi

nodul. Distorsi arsitektur hati akan menimbulkan perubahan sirkulasi mikro dan makro

menjadi tidak teratur akibat penambahan jaringan ikat dan nodul tersebut (Suzanne C.

Smeltzer dan Brenda G. Bare, 2001). Penyebab sirosis hepatis adalah alkohol, sirosis pasca

nekrostik, obstruksi biliaris pasca hepatic.

Page 22: sirosis hepatis

DAFTAR PUSTAKA

Doenges, Marilynn E, Mary Frances Moorhouse dan Alice C. Geisser. (1999). Rencana

asuhan keperawatan : pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian perawatan

pasien. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran (EGC).

Price, Sylvia A dan Lorraine M. Wilson. (1994). Patofisiologi, konsep klinis proses-

proses penyakit. Jakarta: Penerbit EGC.

Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G. Bare. (2001). Keperawatan medikal bedah 2. (Ed 8).

Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran (EGC).

Soeparman. 1987. Ilmu Penyakit Dalam Jilid I. Jakarta : FKUI.

Tjokronegoro dan Hendra Utama. (1996). Ilmu penyakit dalam jilid 1. Jakarta: FKUI.

http://smkkesehatansumbawabarat2.blogspot.com/2010/08/askep-penyakit-sirosis-hepatis.html

http://khoiriyanirizki.blogspot.com/2011/12/blog-post.html

Page 23: sirosis hepatis

TUGAS KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH I

HEPATITIS DAN SIROSIS HEPATITIS

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK 4

AFIF DWI PASANA PO.71.20.1.11.0

EMI VALENTINA PO.71.20.1.11.0

INDAH MULYA SARI PO.71.20.1.11.0

MARETTA FITRIANTI PO.71.20.1.11.0

TINGKAT : 2B.1

DOSEN PEMBIMBING : Sukma Wicaturatmashudi

KEMENTRIAN REPUBLIK INDONESIA

POLTEKKES KEMENKES PALEMBANG

JURUSAN KEPERAWATAN

2011/2012