sirosis hepatis
-
Upload
kiky-effendy -
Category
Documents
-
view
36 -
download
0
description
Transcript of sirosis hepatis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sirosis hati adalah penyakit hati menahun yang mengenai seluruh organ hati,
ditandai dengan pembentukan jaringan ikat disertai nodul. Keadaan tersebut terjadi
karena infeksi akut dengan virus hepatitis dimana terjadi peradangan sel hati yang luas
dan menyebabkan banyak kematian sel. Kondisi ini menyebabkan terbentuknya banyak
jaringan ikat dan regenerasi noduler dengan berbagai ukuran yang dibentuk oleh sel
parenkim hati yang masih sehat. Akibatnya bentuk hati yang normal akan berubah
disertai terjadinya penekanan pada pembuluh darah dan terganggunya aliran darah vena
porta yang akhirnya menyebabkan hipertensi portal. Pada sirosis dini biasanya hati
membesar, teraba kenyal, tepi tumpul, dan terasa nyeri bila ditekan (wordpress.com).
Di negara maju, sirosis hati merupakan penyebab kematian terbesar ketiga pada
pasien yang berusia 45 – 46 tahun (setelah penyakit kardiovaskuler dan kanker). Di
seluruh dunia sirosis menempati urutan ke tujuh penyebab kematian. Sekitar 25.000
orang meninggal setiap tahun akibat penyakit ini. Sirosis hati merupakan penyakit hati
yang sering ditemukan dalam ruang perawatan Bagian Penyakit Dalam. Perawatan di
Rumah Sakit sebagian besar kasus terutama ditujukan untuk mengatasi berbagai penyakit
yang ditimbulkan seperti perdarahan saluran cerna bagian atas, koma 2 peptikum,
hepatorenal sindrom, dan asites, Spontaneous bakterial peritonitis serta Hepatoselular
karsinoma (library.usu.ac.id). Di negara barat yang tersering akibat alkoholik sedangkan
di Indonesia terutama akibat infeksi virus hepatitis B maupun C. Hasil penelitian di
Indonesia menyebutkan virus hepatitis B menyebabkan sirosis sebesar 40 – 50% dan
virus hepatitis C 30 – 40 %, sedangkan 10 – 20 % penyebabnya tidak diketahui dan
termasuk virus bukan B dan C (non B – non C). Alkohol sebagai penyebab sirosis di
Indonesia mungkin frekuensinya kecil sekali karena belum ada datanya (Perhimpunan
Dokter Spesialis Penyakit DalamIndonesia, 2006). Keluhan yang timbul umumnya
tergantung apakah sirosisnya masih dini atau sudah fase dekompensasi. Selain itu apakah
timbul kegagalan fungsi hati akibat proses hepatitis kronik aktif atau telah terjadi
hipertensi portal. Bila masih dalam fase kompensasi sempurna maka sirosis kadangkala
ditemukan pada waktu orang melakukan pemeriksaan kesehatan menyeluruh (general
1
check-up) karena memang tidak ada keluhan sama sekali. Namun, bisa juga timbul
keluhan yang tidak khas seperti merasa badan tidak sehat, kurang semangat untuk
bekerja, rasa kembung, mual, mencret kadang sembelit, tidak selera makan, berat badan
menurun, otot - otot melemah, dan rasa cepat lelah. Banyak atau sedikitnya keluhan yang
timbul tergantung dari luasnya kerusakan parenkim hati. Bila timbul ikterus maka sedang
terjadi kerusakan sel hati. Namun, jika sudah masuk ke dalam fase dekompensasi maka
gejala 3 yang timbul bertambah dengan gejala dari kegagalan fungsi hati dan adanya
hipertensi portal (wordpress.com).
Sirosis hati secara klinis dibagi menjadi sirosis hati kompensata yang berarti
belum adanya gejala klinis yang nyata dan sirosis hati dekompensata yang ditandai
gejala-gejala dan tanda klinis yang jelas. Sirosis hati kompensata merupakan kelanjutan
dari proses hepatitis kronik dan satu tingkat tidak terlihat perbedaan secara klinis. Hal ini
dapat dibedakan melalui pemeriksaan biopsi hati. Keseluruhan insidensi sirosis di
Amerika diperkirakan 360 per 100.000 penduduk. Di Indonesia data prevalensi sirosis
hati belum ada, hanya laporan - laporan dari beberapa pusat pendidikan saja
(Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia, 2006). Penderita sirosis hati
lebih banyak dijumpai pada kaum laki-laki jika dibandingkan dengan kaum wanita
sekitar 1,6 : 1 dengan umur rata-rata terbanyak antara golongan umur 30 – 59 tahun
dengan puncaknya sekitar 40 – 49 tahun (library.usu.ac.id). Sirosis Hepatis merupakan
penyakit yang memerlukan perawatan dan penanganan teliti. Kebanyakan yang terjadi
pada pasien yang keluar masuk Rumah Sakit untuk melakukan pengobatan. Oleh karena
itu peran perawat sangat diharapkan tidak hanya terhadap keadaan fisik pasien tetapi juga
psikologis pasien. Perawat hendaknya menjelaskan bagaimana perawatan secara umum
untuk penderita Sirosis Hepatis yang meliputi diit tinggi kalori 4 tinggi protein, untuk
memberikan tenaga dan mempercepat proses kesembuhan. Selain itu pembatasan asupan
lemak dan natrium juga dipertimbangkan untuk mengurangi kinerja hati serta mengurangi
resiko edema dan asites. Latihan ringan dan istirahat di tempat tidur juga merupakan
salah satu bentuk perawatan yang harus diperhatikan untuik meminimalkan terjadinya
kelelahan. Perawat diharapkan dapat memberikan motivasi dan edukasi kepada pasien
mengenai pentingnya kesadaran pasien terhadap proses penatalaksanaan penyakit Sirosis
Hepatis dengan mempertimbangkan aspek asuhan keperawatan yang lain.
2
B. Rumusan masalah
Apakah definisi dari sirosis hepatis ?
Bagaimana etiologi sirosis hepatis ?
Bagaimana manifestasi klinis dari sirosis hepatis ?
Bagaimana patofisiologi dari sirosis hepatis ?
Bagaimana WOC dari sirosis hepatis ?
Bagaimana pemeriksaan diagnostik dari sirosis hepatis ?
C. Tujuan penulisan
1. Mengetahui definisi sirosis hepatis
2. Mengetahui hal-hal yang terkaji dalam pengkajian klien dengan chusing sindrome
dan macam-macam pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada klien dengan sirosis
hepatis
3. Mengetahui diagnosa dan intervensi keperawatan kepada klien dengan sirosis hepatis
3
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi
Serosis adalah suatu keadaan patologis yang menggambarkan stadium akhir
fibrosis hepatic yang berlangsung progesif yang ditandai dengan distorsi dari arsitektur
hepar dan pembentukan nodulus regenerative (Sudoyo Aru,dkk 2009)
Sesosis hepatis adalah suatu keadaan yang mewakili stadium akhir jalur histologis
umum untuk berbagai penyakit hati kronis.
Istilah “sirosis” pertama kali digunakan oleh Rene Laennec (1781-1826) untuk
menggambarkan warna hati yang abnormal pada individu dengan penyakit hati akibat
riwayat alkohol. Kata sirosis berasal dari kata Yunani scirrhus, digunakan untuk
menggambarkan permukaan oranye atau coklat dari hati yang telah diotopsi (Bielski,
1965).
Histologis sirosis di definisikan sebagai proses hepatic difus ditandai oleh fribosis
dan konversi arsitektur hati normal ke struktur nodul yang abnormal. Perkembangan
cedera pada serosis hati dapat terjadi selama minggu ke tahun. Memang, pasien dengan
hepatitis C mungkin hepatitis kronis selama 40 tahun sebelum maju ke serosis (Sargent,
2006).
Sering kali ada kolerasi yang buruk antara temuan histolgis dan gambaran klinis.
Beberapa pasien dengan serosis sama sekali asimtomatik dan memiliki harapan hidup
cukup normal. Individu lain memiliki banyak gejala yang paling parah dari stadium akhir
penyakit hati dan memiliki kesempatan terbatas untuk bertahan hidup. Tanda-tanda dan
gejalaumumnya mungkin bersumber pada penuruna fungsi sintetis hepatik (misalnya
koagulopati), penurunan kemampuan detoksifikasi hati (misalnya: hepatik ensafalopati),
atau hipertensi portal (misalnya: pendarahan farises).
B. Etiologi
Price dan Wilson (1995) menyebutkan 50% serosis hepatis disebabkan oleh
alkohol, tetapi menurut Wolf (2008), saat ini Hepatitis C telah muncul sebagai penyebab
utama terjadinya hepatitis kronis dan serosis, khususnya yang terjadi di Amerika Serikat.
Banyak kasus sirosis kriptogenik tampaknya dihasilkan penyakit hati non-alkohol
berlemak (NAFLD). Ketika kasus serosis kriptogenik diperiksa, banyak pasien memiliki
4
satu atau lebih dari faktor resiko klasik untuk NAFLD. Sekitar 2-3 % dari penduduk
amerika serikat mengalami non- alkoholik steatohepatis (NASH), dimana penumpukan
lemak di hepatosit diperumit oleh perdangan dan fibrosis hati. Diperkirakan bahwa 10%
dari pasien NASH pada akhirnya akan mengembangkan sirosis (Lewis, 2000)
Penyakit hati kronis dan sirosis mengakibatkan sekitar 35.000 kematian setiap
tahun di Amerika Serikat. Serosis adalah Sembilan penyebab utama kematian di Amerika
Serikat dan bertanggung jawab atas 1,2 % dari semua kematian Amerika Serikat. Banyak
pasien meninggal akibat penyakit dalam decade kelima atau keenam kehidupan. Setiap
tahun, 2.000 kematian tambahan diberikan ke gagalan hepatic fulminan (FHF). FHF
dapat disebabkan oleh virus hepatitis (misalnya: hepatitis A dan B), obat-obatan misalnya
(misalnya asetaminofen), toksin lainnya. Pasien dengan sindrom FHF memiliki angka
kematian 50-80% kecuali mereka yang diselamatkan oleh transplantasi hati (Wolf, 2008).
Penyebab paling umum sirosis sebagai berikut:1. Hepatitis C (26%)2. Penyakit hati alkoholik/ sirosis Leannec (21%)3. Hepatitis C ditambah penyakit hati alkoholik (15%)4. Penybab kriptogenik (18%)5. Hepatitis B (5%)6. Lain-lain(5%), meliputi hal-hal :
a) Autoimmune hepatitisb) Sirosis bilier primer dan sekunderc) Sclerosing primer kolangitisd) Hemochromatosise) Penyakit Wilsonf) Defisisensi Alpha-1 antritripsing) Penyakit granulomatosa (misalnya sarcoidosis)h) Jenis IV penyakitn penyimpanan glikogeni) Obat yang menginduksi penyakit hatij) Obstruksi venak) Regurgitasi trikuspidali
Ada 3 tipe sirosis hepatis :
1. Sirosis laennec
a) (disebut juga sirosis alkoholik, portal, dan sirosis gizi), dimana jaringan parut
secara khas mengelilingi daerah portal. Sering disebabkan oleh alkoholis kronik.
5
b) ± 50% atau lebih dari seluruh kasus sirosis
c) Alkohol efek toksik langsung terhadap hati dan akumulasi lemak didalam sel-
sel hati menyebabkan perubahan hebat pada struktur dan fungsi sel-sel hepar.
2. Sirosis pasca nekrotik
a) dimana terdapat pita jaringan parut yang lebar sebagai akibat lanjut dari hepatitis
virus akutyang terjadi sebelumnya.
b) ± 20% dari seluruh kasus
c) Terjadi karena kelainan metabolik infeksi dan post intoksikasi zat kimia.
3. Sirosis bilier
a) dimana pembentukan jaringan parut terjadi dalam hati disekitar saluran empedu.
Terjadi akibat obstruksi bilier yang kronis dan infeksi (kolangitis).
b) ± 15% kasus sirosis
c) Terjadi akibat obstruksi biliaris post hepatik statis empedu penumpukan
empedu dalam masa hati terjadi kerusakan sel-sel hati
4. Sirosis cardiac
a) CHF jangka lama yang berat
C. Manifestasi klinis
1. Keluhan pasien :
a) Pruritis
b) Urin berwarna gelap
c) Ukuran lingkar pinggang meningkat
d) Anoreksia
e) Berat badan menurun
f) Ikterus, edema, pretibia dan asites.
g) Perasaan perut gembung & Mual-mual
2. Tanda klasik :
a) Telapak tangan merah
b) Pelebaran pembuluh darah
c) Ginekomastia bukan tanda yang spesifik
d) Peningkatan waktu protombin adalah tanda yang lebih khas
6
e) Ensefelopati hepatitis denganhepatitis fulminan akut dapat terjadi dalam waktu
singkat dan pasien akan merasa mengantuk, delirium, kejang, dan koma dalam
waktu 24 jam
f) Onset enselopati hepatitis dengan gagal hati kronik lebih lambat dan lemah.
(Yuliana elin, 2009)
D. Potofisiologi
Beberapa faktor yang terlibat dalam kerusakan sel hati adalah defisiensi ATP
(akibat gangguan metabolisme sel), peningkatan pembentukan metabolit oksigen yang
sangat reaktif dan defisiensi antioksidasn atau kerusakan enzim perlindungan (glutatoin
piroksida) yang timbul secara bersamaan. Sebagai contoh metabolit oksigen akaan
bereaksi dengan asam lemak tak jenuh pada fosfolipit. Hal ini membantu kerusakan
membran plasma organel sel (lisosom, retikulumendoplasma), akibatnya konsentrasi
kalsium disitosol meningkat, serta mengaktifkan protease dan enzim lain yang akhirnya
kerusakan sel menjadi ireferssibel (Sibernagengl, 2007).
Pembentukan jaringan fibrotik didalam hati terjadi dalam beberapa tahap, jika
hepatosit (sel hati) yang rusak atau mati, diantaranya akan terjadi kebocoran enzim
lisosom dan pelepasa sitokin dari matrixs extra sel. Sitokin dengan debris sel yang mati
akan mengaktifkan sel Kufler disinusoid hati dan menarik sel inflamasi (granulosid,
limfosid, dan monosid). Berbagai faktor pertumbuhan dan sitokin kemudian dilepaskan
dari sel kufler dan dari sel inflamasi yang terlibat.
faktor pertumbuhan ini dan sitokin akan memberikan manifestasi sebagai berikut
1. Mengubah sel penyimpan lemak menjadi miofibroblast.
2. Mengubah monosit yang bermigrasi menjadi makrofag aktif.
3. Memicu proliferasi fibroblast .
Berbagai interaksi ini (penjelasan yang lebih rinci belum sepenuhnya dipahami)
memberikan manifestasi peningkatan pembentukan matrik extra sel oleh miofibroblast.
Hal ini menyebabkan peningkatan akumulasi kolagen dalam kurung tipe I, III, dan IV,
proteoglikan dan glikoprotein dihati.
7
Jumlah matrik yang berlebihan dapat dirusak (mula mula oleh metaloprotease) dan
hepatosit dapat mengalami regenerasi. Jika nekrosis terbatas pada lobulus hati, maka
pergantian struktur hati yang sempurna memungkinkan terjadi. Namun, jika nikrosis
mulai meluas telah menembus parenkim perifer lobular hati, maka akan terbentuk
jaringan ikat. Akibatnya, terjadi regenerasi fungsional dan arsitektur yang tidak sempurna
dan terbentuk nodul nodul (sirosis)
8
E. WOC
9
Alkohol, Hepatitis Virus dll.
Peradangan
Kerusakan Hati
Nekrosis heparseluler
Koleps Lobulus Hati
Leukosit
Toksisitas
Distrosi pembuluh Darah
Hipertensi Portal
Sirosis Hepatis
Kerja Hati
Tekanan Onkotik
Penimbunan Cairan
Reapsorsi
Ailran darah ke ginjal
Tonus otot
Nutrisi
HCL
Kerja Lambung
Aliran darah pencernaan
10
B1
Asites
G3 pola nafas (MK)
Dipsnea
G3 sistem kerja paru
Menekan diagfragma
B2
G3 fungsi hati
Anemia
Fungsi Penyarigan darah rusak
Resiko Cidera (MK)
Memakan hemoglobin yang
sehat.
B3
Penurunan suplai O2
ke otak
G3 perfusi Jarinagan serebral
(MK)
Penurunan Fungsi serebral
Penurunan tingkat kesadaran
B4
Disuria
Hipopefusi ginjal
G3 eliminasi urine (MK)
B5
G3 pemenuhan nutrisi (MK)
Nausea, Vomit
Anoreksi
B6
Intoleransi Aktifitas (MK)
Kelelahan
Penurunan O2 pada jarinagn
F. Pemeriksaan diagnostik
1. Imaging examination: USG hati, kantung empedu, dan limpa. USG hati dapat
menggambarkan seberapa jauh kerusakannya.
2. Pemeriksaan patologis: Pemeriksaan patologis untuk tanda-tanda virus hepatitis
3. Tes fungsi hati: Dengan tes fungsi hati, kita dapat memahami seberapa jauh
keparahan sirosis hatinya.
4. Four indicators of hepatic fibrosis: Fibrosis liver adalah penyakit yang kronik.
Pemeriksaan dini menggunakan four indicator of hepatic fibrosis dapat membantu
mendiagnosa lebih cepat ada tidaknya fibrosis liver.
5. Biopsi liver: Biopsi dapat menunjukan ada tidaknya sirosis pada hati.
6. Laparoscopy: Pemeriksaan langsung yang dapat dilakukan di organ hati, limpa,
organ pencernaan.
11
BAB III
PEMERIKSAAN FISIK
A. Pemeriksaan Fisik
1. Head to toe
a. Kepala
1) Kepala
Inspeksi: Bentuk kepala simetris
Palpasi: Tidak ada lesi, tidak ada benjolan
2) Rambut
Inspeksi: Kondisi rambut bersih, tidak ada ketombe, warna rambut hitam,
rambut lurus tidak rontok.
3) Mata
Inspeksi: Warna sklera putih, konjungtiva anemis, pupil isokor sclera agak
ikterus, reflek cahaya positif, tajam penglihatan menurun.
Palpasi: Tidak adanya edema dan tidak ada benjolan disekitar mata
4) Hidung
Inspeksi: Deformitas pada hidung, tidak ada cuping hidung, ada sekret, tidak
ada polip atau benjolan didalam hidung, fungsi penciuman menurun, kedua
lubang hidung simetris dan tidak terjadi pendarahan pada lubang hidung
(epistaksis).
5) Mulut
Inspeksi: Tidak ada perdarahan rahang gigi, warna mukosa mulut pucat,
membran mukosa kering, tidak ada lesi, tidak terdapat benjolan pada lidah,
tidak ada karies pada gigi.
6) Telinga
Inpeksi: Kedua telinga simetris, tidak ada lesi pada telinga, ada sekret
berlebih, tidak adanya edema, ketika diperiksa dengan otoskop tidak adanya
peradangan, dan tidak terdapat cairan pada membran timpani.
Palpasi: tidak ada nyeri tekan pada aurikula dan membran timpani normal.
Auskultasi: Tes rinne (+), tes wibber (+).
12
b) Leher
Inspeksi: Bentuk simetris, warna kulit rata sama dengan tubuh, tidak ada lesi,
tidak ada pembesaran kelenjar limfe.
Palpasi: Tidak ada deformitas pada trakea, tidak ada benjolan pada leher, tidak
ada nyeri tekan dan tidak ada peradangan.
c) Dada
1) Paru
Inspeksi: Bentuk dada bidang, simetris antara kiri dan kanan, pola napas
pendek pada istirahat dan aktivitas, frekuensi napas pasien reguler, pergerakan
otot bantu pernafasan normal.
2) Jantung
TD: peningkatan sistolik dengan diastolic stabil.
Inspeksi: denyutan jantung normal
Palpasi: Ictus cordis normal di IC ke 5
Auskultasi: Bunyi jantung normal, tidak ada pembesaran jantung atau tidak
ada kardiomegali.
Perkusi: pekak
d) Abdomen
Inspeksi: warna kulit abdomen normal seperti warna kulit disekitarnya, tidak ada
distensi, tidak adanya bekas operasi, tidak terdapat kolostomi, asites, perut terasa
mual dan begah.
Auskultasi: peristaltik usus normal 5-30 x/ menit
Perkusi: timpani
Palpasi: adanya nyeri tekan, tidak ada hematomegali, ada pembesaran.
e) Otot
Inspeksi: Kelemahan otot dan penurunan kekuatan
f) Integumen
Inspeksi: Terdapat kemerahan, edema misalnya pada muka ( terutama palpebra
dan bibir ), gangguan fungsi kulit, eritema, papula (lesi teraba kecil), vesikel
(lepuhan kecil berisi cairan), skuama (kulit yang bersisik), dan likenifikasi
(penebalan kulit).
13
g) Persyarafan
(1) Tingkat kesadaran: composmentis
(2) GCS:
(a) Eye: Membuka secara spontan 4
(b) Verbal: Orientasi bisa komunikasi atau menjawab dengan jelas, nilai 5
(c) Motorik: Mengikuti perintah, nilai 6
Total GCS: Nilai 15
h) ADL (Activitas Daily Living)
(1) Pola Persepsi Kesehatan
(a) Riwayat mengonsumsi alkohol
(b) Tidak ada konsultasi dokter sebelumnya
(c) Hygiene personal yang kurang.
(d) Lingkungan yang kurang sehat.
(2) Pola Nutrisi Metabolik
(a) Nafsu makan menurun.
(b) Muntah-muntah.
(c) Penurunan berat badan.
(d) Turgor kulit buruk, kering, bersisik, pecah-pecah, benjolan.
(3) Pola Eliminasi
(a) Urin berwarna gelap
(4) Pola Aktivitas dan Latihan
(a) pemenuhan sehari-hari terganggu.
(b) Kelemahan umum, malaise.
(c) Toleransi terhadap aktivitas rendah.
(d) Perubahan pola napas saat melakukan aktivitas.
(5) Pola Tidur dan Istirahat
(a) Kesulitan tidur pada malam hari karena ansietas.
(6) Pola Persepsi dan Konsep Diri.
(a) Perasaan tidak percaya diri atau minder.
14
(b) Perasaan terisolasi.
(7) Pola Mekanisme Koping dan Toleransi Terhadap Stress
(a) Ansietas, takut akan penyakitnya
(b) Disorientasi, gelisah
(8) Pola Sistem Kepercayaan
(a) Perubahan dalam diri klien dalam melakukan ibadah
(b) Agama yang dianut
15
BAB IV
KONSEP TEORI ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Identitas:
a) Umur ( biasanya Usia : diatas 30 tahun )
b) Laki-laki beresiko lebih besar daripada perempuan
2. Riwayat Kesehatan
a) Keluhan Utama :
Klien mengeluh perut terasa mual dan muntah
b) Riwayat Penyakit Sekarang :
Iterus, anoreksia, mual, muntah dan gangguan pola tidur.
c) Riwayat Kesehatan masa lalu :
Hepatitis C atau B dan riwayat penggunaan alkohol
d) Riwayat penyakit keluarga :
riwayat kesehatan keluarga yang lain tidak ada yang pernah menderita penyakit seperti
ini.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Intoleransi aktivitas b.d.cepat lelah dan kelemahan fisik.
2. Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d.intake makanan yang
kurang adekuat
3. Resiko ketidak efektif pola pernafasan berhubungan dengan penurunan ekspansi paru.
4. Resiko cidera b.d penurunan tinggkat kesadaran.
5. Gangguan eliminasi urine b.d disuria
6. Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral b.d Penurunan Fungsi serebral
16
C. Perencanaan
Diagnosa
1. Intoleransi aktivitas b.d.cepat lelah dan kelemahan fisik
Tujuan :
Dalam waktu 3x24jam perawatan dari pasien optimal sesuai tingkat toleransi
individu
Kriteria Hasil :
a) Kebutuhan sehari-hari pasien dapat terpeuhi.
b) Pasien mampu mengidentifikasi faktor-faktor yang menurunkan intoleransi
aktifitas.
Intervensi Rasional
1) Ajarkan pasien metode
penghematan energi untuk
aktivitas.
2) Bantu aktivitas pasien sehari-hari.
3) Kolaborasi dengan keluarga klien
untuk menjaga aktivitas klien.
4) batasi aktivitas klien.
1) Metode penghematan energi
dapat mengurangi kebutuhan
metabolisme pada pasien sirosis
hepatis metode penghematan
energi dapat mengurangi
kebutuhan metabolisme pada
pasien sirosis hepatis.
2) Walaupun pasien mengalami
inetervensi tirah
baring ,aktivitas sehari-hari.
3) Menjaga keselamatan dan
membatasi aktivitas klien.
4) Menjaga agar klien tidak
mengalami cidera dan
kelelahan.
17
2. Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d.intake makanan yang
kurang adekuat.
Tujuan :
Dalam waktu 3x24jam,pasien akan mempertahankan kebutuhan nutrisi yang
adekuat.
Kriteria Hasil :
a) Membuat pilihan diet untuk memenuhi kebutuhan nutrisi dalam situasi.
b) Menunjukan peninkatan BB.
Intervensi Rasional
1) Kaji status nutrisi pasien,turgor
kulit,berat badan,dan derajat
penurunan berat badan,integritas
mukosa oral,kemampuan
menelan,riwayat mual /muntah
atau diare.
2) pertahankan kebersihan mulut
pasien.
3) Timbang berat badan klien setiap
hari.
4) Tambahkan vitamin pada
makanan klien.
1) Memvalidasi dan menentapkan
derajat maslah untuk
menentapkan pilihan intervensi
yang tepat.
2) akumulasi partikel makanan
dimulut dapat menambah bau dan
rasa tak sedap yang menurunkan
nafsu makan.
3) Untuk mengetahui berat badan
klien.
4) Untuk membantu menambahkan
asupan nutrisi klien.
3. Resiko ketidak efektif pola pernafasan berhubungan dengan penurunan ekspansi paru.
Tujuan :
Dalam waktu 1x24jam tidak terjadi perubahan pola napas.
Kriteria Hasil :
a) Pasien tidak sesak nafas.
18
b) RR pada batas normal.
Intervensi Rasional
1) Istirahatkan pasien dengan
posisi fowler.
2) Manajemen lingkungan tenang
dan batasi pengunjung.
3) Monitor ketat TTV pasien.
4) Berikan oksigenasi jika
diperlukan.
1) Posisi fowler akan meningkatkan
ekspansi paru optimal.istirahat
akan mengurangi kerja
jantung,meningkatkan tenaga
jantung.
2) Lingkungan tenang akan
menurunkan stimulus nyeri
eksternal dan pembatasan
pengunjung akan membantu
meningkatkan kondisi oksigen.
3) Perubahan TTV akan
memberikan dampak pada resiko
alkalosis yang bertambah berat
dan berindikasi pada intervensi
untuk secepatnya melakukan
koreksi alkalosis.
4) Membantu memenuhi kebutuhan
oksigen klien.
4. Resiko cidera b.d penurunan tinggkat kesadaran terhadap bahaya lingkungan.
Tujuan :
Dalam waktu 2x24jam tidak terjadi penurunan tinggkat kesadaran.
Kriteria Hasil :
a) Pasien mempraktikan keamanan dalam melakukan tindakan aktifitas.
Intervensi Rasional
1) Bantu pasien mengidentifikasi
situasi dan bahaya yang dapat
mengakibatkan kecelakaan.
2) Anjukan pasien untuk
1) Untuk meninggkatkan kesadaran
pasien tentang kemungkinan
bahaya.
2) Untuk mengurangi kemungkinan
19
mengadakan perbaikan dan
menghilangkan kemungkinan
dari bahaya lingkungan.
3) Kolaborasi dengan keluarga
klien untuk menjaga klien.
4) Batasi aktivitas klien
cidera.
3) Mengurangi resiko cidera pada
klien.
4) Untuk mengurangi resiko cidera
pada klien
5. Gangguan eliminasi urine b.d disuria.
Tujuan :
Dalam waktu 1x24jam tidak terjadi gangguan eliminasi urine.
Kriteria Hasil :
a) Pasien mempertahankan keseimbangan cairan.
b) Pasien mengungkapkan peningkatan kenyamanan.
Intervensi Rasional
1) Pantau status pola perkemihan
pasien : dokumentasi dan
laporkan.
2) Berikan perawatan yang tepat
untuk kondisi perkemihan
pasien.
3) Dorong pasien untuk
mengungkapkan perasaan dan
keluhan tentang masalah
perkemihan.
4) Kolaborasi pemberian diuretik.
1) Pengukuran asupan yang akurat
sangat penting untuk pemberian
terapi penggantian cairan yang
benar.
2) Untuk mendukung pemulihan.
3) Mendengar aktif terhadap pasien;
pengungkapan secara bebas
membantu menentukan ketakutan
pasien secara tepat.
4) Untuk meningkatkan fungsi kerja
ginjal.
6. Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral b.d Penurunan Fungsi serebral.
20
Tujuan :
Dalam waktu 2x24jam tidak terjadi perfusi jaringan serebral.
Kriteria Hasil :
a) Pasien mempertahankan atau meningkatkan tingkat kesadaran.
b) Faktor resiko ketidakefektifan perfusi serebral dan komplikasi dapat dikurangi
semaksimal mungkin.
Intervensi Rasional
1) Lakukan pengkajian neurologis
setiap 1 sampai 2 jam pada
awalnya, kemudian setiap 4 jam
bila pasien sudah stabil.
2) Ukur tanda-tanda vital setiap 1-
2jam pada awalnya, kemudian
setiap 4 jam bila klien sudah
stabil.
3) Ukur suhu klien minimal setiap
4 jam.
4) Tinggikan bagian kepala tempat
tidur klien 30 derajat.
1) Untuk menskrining perubahan
tingkat kesadran dan status
neurologis.
2) Untuk mendeteksi secara dini
tanda-tanda penurunan perfusi
serebral atau peningkatan TIK.
3) Hipertermia mengakibatkan
peningkatan TIK
Hipotermia menyebabkan
penurunan tekanan perfusi
serebral.
4) Untuk mencegah peningkatan
tekanan serebral dan untuk
memfasilitasi drainase vena
sehingga menurunkan edema
serebral.
21
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Suatu keadaan yang mewakili stadium akhir jalur histologis umum untuk berbagai
penyakit hati kronis dimana hati yang abnormal pada individu dengan penyakit hati
akibat riwayat hepatitis dan alkohol.
B. Saran
Penyusun menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna dan kurang lengkap,
oleh karena itu kritik dan saran yang membangun sangat kami harapakan.
22
DAFTAR PUSTAKA
Mutaqin, Arif dan Kumala Sari.2011.Gangguan Gastrointestinal, Aplikasi Asuhan Keperawatan Medikal Bedah.Jakarta : Salemba Medika.
Huda Nurarif Amin, Kusuma Hadi.2013.NANDA NIC NOC, Aplikasi Keperawatan Diagnosa Medis.
Saferi wijaya Andra S.kep Ns, Mariza Putri Yessie S.kep Ns.Keperawatan Medikal Beda,Keperawatan Dewasa Teori dan Contoh Askep.Yogyakarta : Nuha Medika.
Robbin, Cotran.2008.Dasar Patologis Penyakit, Edisi 7.Jakarta : Buku Kedokteran EGC.
23
24