Sirosis Hepatis
-
Upload
rhudy-marseno -
Category
Documents
-
view
17 -
download
2
description
Transcript of Sirosis Hepatis
SIROSIS HEPATIS
Rhudy Marseno
1. Defenisi
Sirosis adalah suatu keadaan patologis yang menggambarkan stadium akhir
fibrosis hepatic yang berlangsung progresif yang ditandai dengan distorsi dari arsitektur
hepar dan pembentukan nodulus regenerative.
Menurut SHERLOCK; secara anatomis sirosis hati ialah terjadinya fibrosis yang
sudah meluas dengan terbentuknya nodul-nodul pada semua bagian hati, tidak hanya
pada satu lobulus saja.
Menurut GALL; sirosis hati ialah penyakit hati kronis dimana terjadi kerusakan
sel hati ynag terus –menerus, dan terjadi regenerasi noduler serta proliferasi jaringan ikat
yang difus untuk menahan terjadinya nekrose parenkim atau timbulnya inflamasi.
Terjadi akibat nekrosis hepatoselular. Jaringan penunjang retikulin kolaps disertai
deposit jaringan ikat, distorsi jaringan vaskuler, dan regenerasi nodularis parenkim hati.
2. Epidemiologi
Di Negara barat tersering sirosis tipe alkoholik. Di Indonesia tersering akibat
infeksi virus hepatitis B dan C.
Penderita sirosis hati lebih banyak dijumpai pada kaum laki-laki jika
dibandingkan dengan kaum wanita sekita 1,6 : 1 dengan umur rata-rata terbanyak antara
golongan umur 30 – 59 tahun dengan puncaknya sekitar 40 – 44 tahun.
3. Klasifikasi
Secara konvensional dibagi menjadi:
1. Makronoduler
Besar nodul > 3mm dengan septum fibrotik yang lebar melingkari nodul
tersebut. hati akan menjadi mengkerut.
2. Mikronoduler
Besar nodul < 3mm. Vena hepatik sangat sedikit, sedangkan saluran portal
masih terlihat.
3. Sirosis Septal Inkomplit
Merupakan gabungan makro dan mikronodul. Vena hepatika dan saluran portal
masih terlihat, namun letaknya sudah tidak teratur lagi.
4. Sirosis Bilier
Akibat adanya obstruksi pada saluran empedu. Jaringan fibrotik terpusat di
sekitar saluran empedu, sedangkan parenkim hati relatif tidak mengalami
perubahan.
Secara klinis dibagi menjadi:
1. Sirosis Kompensata
Belum adanya gejala klinis yang nyata. Sering disebut dengan Laten
Sirosis hati. Pada atadiu kompensata ini belum terlihat gejala-gejala yang nyata.
Biasanya stadium ini ditemukan pada saat pemeriksaan screening.
Merupakan kelanjutan dari proses hepatitis kronik dan satu tingkat tidak
terlihat perbedaannya secara klinis, dibedakan dengan pemeriksaan biopsy hati.
2. Sirosis Dekompensata
Dikenal sebagai Actice sirrosis hepatis. Ditandai adanya gejala-gejala dan
tanda klinis yang jelas, seperti ascites, edema dan ikterus
Secara etiologis dan morfologis dibagi menjadi:
1. Sirosis alkoholik
2. Sirosis Kriptogenik dan post hepatitis (pasca nekrosis)
3. Sirosis Biliaris
4. Sirosis Kardiak
5. Sirosis metabolic, keturunan dan terkait obat
Klasifikasi menurut criteria Child-pugh:
Skor/parameter 1 2 3
Bilirubin (mg%) <2,0 2 - <3 >30
Albumin (gr%) >3,5 2,8 - <30 <2,8
Prothrombin time (quick%) >70 40 - <70 <40
Asites 0 Minimal-sedang
(+) - (++)
Banyak +++
Hepatic enchepalopathy Tidak ada Std 1 dan 2 Std III dan IV
4. Etiologi
Tabel. Sebab-sebab Sirosis dan/atau Penyakit Hati Kronik
Penyakit Infeksi
Bruselosis
Ekinokokus
Skistosomiasis
Toksoplasmosis
Hepatitis virus ( hepatitis B, hepatitis C, hepatitis D, sitomegalivirus)
Penyakit Keturunan dan Metabolik
Defisiensi α1-antitripsin
Sindrom Fanconi
Galaktosemia
Penyakit Gaucher
Penyakit simpanan glikogen
Hematokromatosis
Intoleransi fluktosa herediter
Tirosinemia herediter
Penyakit Wilson
Obat dan Toksin
Alcohol
Amiodaron
Arsenic
Obstruksi bilier
Penyakit perlemakan hati non alkoholik
Sirosis bilier primer
Kolangitis sklerosis primer
Penyebab Lain dan Tidak Terbukti
Penyakit usus inflamasi kronik
Fibrosis kistik
Pintas jejunoileal
Sarkoidosis
Selain itu etiologi lainnya adalah Kolestasis. Saluran empedu membawa empedu
yang dihasilkan oleh hati ke usus, dimana empedu membantu mencerna lemak. Pada bayi
penyebab sirosis terbanyak adalah akibat tersumbatnya saluran empedu yang disebut
Biliary atresia. Pada penyakit ini empedumemenuhi hati karena saluran empedu tidak
berfungsi atau rusak. Bayi yang menderita Biliary berwarna kuning (kulit kuning) setelah
berusia satu bulan. Kadang bisa diatasi dengan pembedahan untuk membentuk saluran
baru agar empedu meninggalkan hati, tetapi transplantasi diindikasikan untuk anak-anak
yang menderita penyakit hati stadium akhir.
Pada orang dewasa, saluran empedu dapat mengalami peradangan, tersumbat, dan
terluka akibat Primary Biliary Sirosis atau Primary Sclerosing Cholangitis. Secondary
Biliary Cirrosis dapat terjadi sebagai komplikasi dari pembedahan saluran empedu.
5. Faktor Resiko
6. Patofisiologi
Nekrosis pada sel hati yang meliputi daerah yang luas (hepatoselular), sehingga
akan terjadi kolaps lobulus hati kemudian akan memacu timbulnya pembentukan
jaringan parut disertai terbentuknya septa fibrosis difus dan nodul sel hati. Beberapa sel
tumbuh kembali dan membentuk nodul dengan berbagai ukuran dan ini menyebabkan
distorsi percabangan pembuluh hepatik dan gangguan aliran darah porta, dan
menimbulkan hipertensi portal.
Tingkat awal yang terjadi adalah septa yang pasif yang dibentuk oleh jaringan
retikulum penyangga yang mengalami kolaps dan kemudian berubah menjadi jaringan
parut. Daerah parut ini dapat menghubungkan daerah porta yang satu dengan daerah
porta yang lain atau antara porta dan sentral.
Pada tahap selanjutnya kerusakan parenkim dan perubahan sel duktulus, sinusoid
dan sel-sel retikuloendotelial didalam hati akan memacu terjadinya fibrogenesis yang
akan menimbulkan septa aktif. Septa aktif ini akan menjalar menuju parenkim hati dan
berawal didaerah porta. Pembentukan septa tingkat kedua ini yang amat menentukan
perjalanan progresif sirosis hepatis. Pada tingkat yang bersamaan nekrosis jaringan
parenkim akan memacu pula proses regenerasi sel-sel hati.
Regenerasi yang timbul akan mengganggu pula pembentukan susunan jaringan
ikat tadi. Keadaan ini yaitu fibrogenesis dan regenerasi sel yang terjadi terus-menerus
dalam hubungannya dengan peradangan dan perubahan vaskuler intrahepatik serta
gangguan kemempuan faal hati, pada akhirnya menghasilkan susunan hati yang dapat
dilhat pada sirosis hati.
Dari uraian diatas, mekanisme terjadinya sirosis dapat dengan cara mekanik,
imunologis dan campuran. Secara mekanik, sirosis dimulai dari kejadian hepatitis viral,
timbul peradangan luas, nekrosis luas, dan pembentukan jaringan ikat yang luas disertai
pembentukan nodul regenerasi oleh sel parenkim yang masih baik. Jadi fibrosis pasca
nekrotik merupakan dasar timbulnya sirosis hati. Pada sirosis imunologis dimulai dengan
kejadian hepatitis viral akut yang menimbulkan peradangan sel hati, nekrosis atau pun
nekrosis bridging dengan melalui hepatitis kronis agresif diikuti timbulnya sirosis.
Perkembangan sirosis ini merlukan waktu 4 tahun sel yang mengandung virus ini
merupakan sumber rangsangan terjadinya proses imunologis yang berlangsung terus
sampai terjadi kerusakan sel hati.
7. Manifestasi Klinik
Stadium awal sirosis sering tanpa gejala sehingga ditemukan pada waktu pasien
melakukan pemeriksaan kesehatan rutin atau kerena kelainan penyakit lain. Gejala awal
sirosis (kompensata) meliputi perasaan mudah lelah dan lemas, selera makan berkurang,
perasaan perut kembung, mual, berat badan menurun, pada laki-laki dapat timbul
impotensi, testis mengecil, buah dada membesar, hilangnya dorongan seksualitas.
Bila sudah lanjut (sirosis dekompensata), gejala-gejala yang lebih menonjol
terutama bila timbul komplikasi kegagalan hati dan hipertensi porta, meliputi hilangya
rambut badan, gangguan tidur, dan demam tak begitu tinggi. Dapat disertai gangguan
pembekuaan darah, perdarahan gusi, epiktasis, gangguan siklus haid, ikterus dengan air
kemih seperti teh pekat, muntah darah atau/dan melena, serta perubahan mental, meliputi
mudah lupa, sukar konsentrasi, bingung, agitasi, sampai koma.
Manifestasi Klinik akibat
1. Kegagalan fungsi hati
a) edema
b) ikterus
c) koma
d) spider nevi
e) alopesia pectoralis
f) ginekomastia
g) kerusakan hati
h) asites
i) rambut pubis rontok
j) eritema palmaris
k) atropi testis
l) kelainan darah (anemia,hematon/mudah terjadi perdaarahan)
2. Hipertensi Portal
a) varises oesophagus
b) spleenomegali
c) perubahan sum-sum tulang
d) caput meduse
e) asites
f) collateral veinhemorrhoid
g) kelainan sel darah tepi (anemia, leukopeni dan trombositopeni)
8. Diagnosis
Dari keluhan yang ada dapat berupa tampak kelelahan, tidak nafsu makan atau
nafsu makan turun, sering muntah, nausea, lemah, penurunan berat badan, mengeluh
sakit perut, dan mengeluh sering demam.
Pada pemeriksaan fisis, didapatkan mata berwarna kekuningan, ditemukan
pelebaran arteriol-arteriol dibawah kulit terutama pada daerah dada dan punggung,
bentuknya merupakan suatu titik merah yang agak menonjol dari permukaan kulit
dengan beberapa garis radier yang merupakan kaki-kakinya sepanjang 2-3mm dengan
bentuk seperti laba-laba , sehingga disebut sebagai spider naevi. Spider naevi ini jika
pusatnya ditekan maka kaki-kakinya akan menghilang. Spider naevi juga terlihat pada
leher, pinggang, muka, lengan atas, caput medussa. Pada pemeriksaan abdomen hepar
teraba membesar, padar ridak keras, permukaan tidak rata, berbenjol-benjol, pinggir
tumpul dan kurang rata. Pemeriksaan tes undulasi positif, pada perkusi abdomen pekak
beralih akibat adanya cairan dalam peritoneum (ascites). Pada pemeriksaan limpa,
pembesaran limfa diukur dengan cara schuffner yaitu hati membesar kemedial dan
kebawah menuju umbilikus (S I-IV) dan dari umbilikus ke SIAS kanan (S IV-VIII). Pada
pemeriksaan ektremitas terdapat pembengkakan terutama pada kedua tungkai bawah
yaitu pada daerah pretibial dan dorsal kaki. Pada jari-jari tangan terdapat tanda “flapping
tremor” yaitu tremor yang khas pada jari-jari tangan apabila dilakukan ekstensi pada
telapak tangan.
9. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang mendukung diagnosis sirosis hepatis antara lain:
1. Radiologi, dengan barium swallow dapat dilihat adanya varises esofagus untuk
konfirmasi hipertensi portal.
2. Esofagoskopi, sama dengan radiologis, untuk melihat sumber perdarahan pada
varises seofagus.
3. Ultrasonografi yang dilihat ialah pinggir hati, permukaan, pembesaran,
homogenitas, ascites, splenomegali, gambaran vena hepatika, vena porta,
pelebaran saluran empedu/IHBD, daerah hipo atau hiperekoik atau adanya
space occupying lession. Sonografi bisa mendukung diagnosis sirosis hepatis
terutama stadium dekompensata, hepatoma, ikterus obstruktif batu kandung
empedu dan saluran empedu.
4. Angiografi, untuk mengukur tekanan vena porta.
Untuk diagnosis pasti suatu penyakit hati seperti sirosis hepatis dapat ditegakkan
secara mikroskopis dengan melakukan biopsi hati. Biopsi hati/mikroskopis dapat
menegakkan diagnosis sirosis hepatis sekitar 80% sedangkan dengan peritoneoskopi
(makro/mikro) mendekati 100%.
Pemeriksaan laboratorium tidak menjadi pegangan dalam menegakkan diagnosis
sirosis hepatis. Pemeriksaan darah didapatkan :
1. Bisa dijumpai Hb rendah, anemia normokromik normositer, hipokrom mikrositer,
atau hipokrom makrositer.
2. Kenaiakan SGOT, SGPT bukan merupakan petunjuk berat dan luasnya kerusakan
parenkim hepar. Kenaikan SGOT dan SGOT dalam serum merupakan akibat
kebocoran dari sel yang rusak. Peningkatan kadar gamma GT sama dengan kedua
enzim transaminase, ini lebih sensitif tapi kurang spesifik.
3. Kadar Albumin, rendahnya kadar albumin merupakan cerminan kemampuan sel
hati yang kurang.
4. Pemeriksaan CHE (Cholinesterase), penting dalam menilai fungsi sel hati. Jika
terjadi kerusakan sel hati maka karar CHE turun.
5. Pemeriksaan kadar elektrolit penting dalam penggunaan diuretik dan pembatasan
diet garam.
6. Pemanjangan masa protrombin merupakan petunjuk adanya penurunan fungsi hati.
Pemberian vit K parenteral dapat memperbaiki masa protrombin. Pemeriksaan
hemostatik pada pasien sirosis hati penting dalam menilai kemungkinan perdarahan
baik dari varises esofagus, gusi maupun epistaksis.
7. Peninggian kadar gula darah pada sirosis hati fase lanjut disebabkan kurangnya
kemampuan sel hati membentuk glikogen.
8. Pemeriksaan marker serologi pertanda virus seperti HbsAg/HbsAb, HbeAg/HbeAg,
HBV DNA, HCV RNA, adalah penting dalam menentukan etiologi sirosis hati.
10. Tatalaksana
Terapi ditujukan mengurangi progresi penyakit, menghindarkan bahan-bahan yang
bisa menambah kerusakkan hati, pencegahan dan penanganan komplikasi. Bila tidak ada
koma hepatik diberikan diet yang mengandung protein 1g/Kg BB dan kalori sebanyak
2000-3000 kkal/hari.
Tatalaksana pasien sirosis kompensata ditujukan untuk mengurangi progresi
kerusakkan hati. Terapi ini ditujukan untuk menghilangkan etiologi, diantaranya :
alkohol dan bahan-bahan lain yang toksik dan dapat mencederai hati.
Hepatitis autoimun bisa diberikan kortikosteroid atau imunosupresif. Pada
hemokromatosis flebotomi setiap minggu sampai konsentrasi besi menjadi normal dan
diulang sesuai kebutuhan. Pada penyakit non-alkoholik; menurunkan berat badan akan
mencegah terjadinya sirosis.
Pada hepatitis B, interferon alfa dan lamivudin merupakan terapi utama. Lamvudin
sebagai terapi lini pertama diberikan 100 mg secara oral setiap hari selama setahun.
Interferon alfa diberikan secara subkutan 3 MIU, tiga kali seminggu 4-6 bulan, namun
ternyata juga banyak yang kambuh.
Pada hepatitis C kronik; kombinasi interferon dan ribavirin merupakan terapi
standar. Interferon diberikan secara suntikan subkutan dengan dosis 5 MIU tiga kali
seminggu dan dikombinasi ribavirin 800-1000 mg/hari selama 6 bulan.
Pada pengobatan fibrosis hati; pengobatan antifibrotik pada saat ini lebih mengarah
kepada peradangan dan tidak terhadap fibrosis. Di masa datang, menempatkan sel stelata
sebagai target pengobatan dan mediator fibrogenik akan merupakan terapi utama.
Pengobatan Sirosis Dekompensata
1) Asites
Tirah baring dan diawali diet rendah garam, konsumsi garam sebanyak 5,2
gram atau 90 mmol/hari. Diet rendah garam dikombinasi dengan obat-obatan
diuretic. Awalnya dengan pemberian spironolakton dengan dosis 100-200 mg
sekali sehari. Penurunan berat badan dimonitor 0.5kg/hari, tanpa adanya edema
kaki atau 1Kg/hari dengan adanya edema kaki. Bilamana pemberian spironolakton
tidak adekuat bisa dikombinasi dengan furosemid 20-40 mg/hari dengan dosis
maksimal 160mg/hari. Parasintesis dilakukan jika asites terlampau besar.
Pengeluaran asites bisa sampai 4-6 liter dan dilindungi dengan pemberian albumin.
2) Ensefalopati hepatik
Laktulosa membantu pasien untuk mengeluarkan ammonia. Neomisin bisa
digunakan unuk menurangi bakteri sus penghasil ammonia, diet prtein dikurangi
sampai 0,5 gr/kg berat badan per hari, terutama diberikan yang kaya asam amino
rantai cabang.
3) Varises esophagus
Sebelum berdarah dan sesudah berdarah dapat diberikan obat beta-blocker
(propanolol). Waktu perdarahan akut, bisa diberikan prearat somatostatin atau
oktreotid, diteruskan dengan tindakan skleroterapi aau ligasi endoskopi.
4) Peritonitis bakerial spontan
Diberikan antibiotik seperti sefotaksim intravena, amoksisilin, atau
aminoglikosida.
5) Sindrom hepaorenal
Mengatasi perubahan sirkulasi darah di hati, mengatur keseimbangan garam
dan air.
6) Transpatasi hati
Terapi definitif pada pasien sirosis deompensata. Namun sebelum dilakukan
transplantasi ada beberapa kriteria yang harus dipenuhi resipien dahulu.
11. Komplikasi
1. Edema dan asites
Dengan makin beratnya sirosis, terjadi pengiriman sinyal ke ginjal untuk
melakukan retensi garam dan air dalam tubuh. Garam dan air yang berlebihan,
pada awalnya akan berkumpul dalam jaringan di bawah kulit disekitar tumit dan
kaki, karena efek gravitasi pada saat duduk atau berdiri dan berkurang pada
malam hari sebagai hasil menghilangnya efek gravitasi pada waktu tidur. Dengan
makin beratnya sirosisdan makin banyak air dan garam yang diretensi, air
akhirnya akan berkumpul dalam rongga abdomen antara diding perut dan organ
dalam perut. Penimbunan cairang ini disebut asites yang berakibat pembesaran
perut, keluhan tak enak dalam perut dan peningkatan berat badan.
2. Perdarahan gastrointestinal akibat hipertensi portal sehingga timbul varises
esophagus yang gampang pecah.
Pada pasien sirosis, jaringan ikat dari hati menghambat aliran darah dari
usus yang kembali ke jantung. Kejadian ini dapat meningkatkan tekanan dalam
vena porta (hipertensi portal). Sebagai hasil peningkatan aliran darah dan
peningkatan tekanan vena porta ini, vena-vena di bagian bawah esofagus dan
bagian atas lambung akan melebar, sehingga timbul varises esofagus dan
lambung. Makin tinggi tekanan portalnya, makin besar varisesnya, dan makin
besar kemungkinannya pasien mengalami perdarahan varises. Perdarahan varises
biasanya hebat dan tanpa pengobatan yang cepat dapat berakibat fatal. Keluhan
perdarahan varises bisa berupa muntah darah atau hematemesis. Bahan muntahan
dapat berwarna merah bercampur bekuan darah, atau seperti kopi (coffee grounds
appearance) akibat efek asam lambung terhadap darah. Buang air besar berwarna
hitam lembek (melena), dan keluhan lemah dan pusing pada saat posisi berubah
(orthostatic dizziness atau fainting), yang disebabkan penurunan tekanan darah
mendadak saat melakukan perubahan posisi berdiri dari berbaring.
3. Ensefalopati hepatik
Beberapa protein makanan yang masuk ke dalam usus akan digunakan
oleh bakteri-bakteri normal usus. Dalam proses pencernaan ini, beberapa bahan
akan terbentuk dalam usus. Bahan-bahan ini sebagian akan terserap kembali ke
dalam tubuh. Beberapa diantaranya, misalnya amonia, berbahaya terhadap otak.
Dalam keadaan normal bahan-bahan toksik dibawa dari usus lewat vena porta
masuk ke dalam hati untuk didetoksifikasi. Pada sirosis, sel-sel hati tidak
berfungsi normal, baik akibat kerusakan maupun akibat hilangnya hubungan
normal sel-sel ini dengan darah. Akibatnya bahan-bahan toksik dalam darah tidak
dapat masuk sel hati,sehingga terjadi akumulasi bahan ini dalam darah.
Jika bahan-bahan ini terkumpul cukup banyak, fungsi otak akan
terganggu. Kondisi ini disebut ensefalopati hepatik. Tidur lebih banyak pada
siang dibanding malam (perubahan pola tidur) merupakan tanda awal
ensefalopati hepatik. Keluhan lain dapat berupa mudah tersinggung, tidak mampu
konsentrasi atau menghitung, kehilangan memori, bingung, dan penurunan
kesadaran bertahap. Akhirnya ensefalopati hepatik yang berat dalam
menimbulkan koma dan kematian.
4. Sindroma hepatorenal
Batasan sindroma hepatorenal adalah kegagalan ginjal secara progresif
ntuk membersihkan bahan-bahan toksik dari darah dan kegagalan memproduksi
urin dalam jumlah adekuat, meskipun fungsi lain ginjal yang penting, misalnya
retensi garam tidak terganggu. Bila fungsi hati membaik atau dilakukan
transplantasi hati, ginjal akan bekerja normal lagi.
5. Karsinoma hepatoseluler.
Karsinoma hati akibat hiperplasi yang menjadi karsinoma.
6. Infeksi
Akibat penurunan daya tahan tubuh seperti peritonitis, pneumoni, sistitits,
endokarditis, glomerulonefritis, pielonefritis, sepsis.
12. Prognosis
Sampai saat ini belum ada bukti bahwa penyakit sirosis reversibel. Sebaiknya
penyakit sirosis jangan dianggap penyakit yang tidak dapat disembuhkan lagi, minimal
penyakit ini dapat dipertahankan dalam stadium kompensasi.
Prognosis tergantung pada beberapa hal dan tidak selamanya buruk. Yang berikut
ini mempunyai prognosis yang kurang baik, yaitu protombin yang rendah, ukuran hati
yang kecil, serum albumin yang kurang dari 2,5 gr%, serum natrium yang kurang dari 120
mEq/l tanpa akibat diuretik, tekanan sistolik yang kurang dari 100 mmHg, ensefalopati
hepatik spontan tanpa faktor pencetus luar. Pada sirosis hati yang lanjut ada
kecenderungan fluktuasi SGOT dan SGPT akan berkurang. Tindakan operasi saluran
empedu pada sirosis hati dan tindakan operasi besar lainnya, hingga pada umumnya akan
mempunyai prognosis yang jelek. Operasi dilakukan dengan tujuan utama untuk
menyelamatkan jiwa penderita.
Untuk pasien sirosis hati yang direncanakan tindakan bedah, penilaian prognosis
pasien dilakukan dengan melakukan penilaian skor menurut Child-Turcotte-Pough (skor
CTP). Sementara untuk penilaian pasien sirosis yang direncanakan transplantasi hati
menggunakan skor MELD (Model for End-stage Liver Disease) atau PELD (Pediatric for
End-stage Liver Disease).
CTP score :
Klasifikasi CTP 1 2 3
Bilirubin (mg/dL) <2 2 – 3 >3
Pasien PBC dan PSC <4 4 – 10 >10
Albumin (g/dL) >3.5 2.8 – 3.5 <2.8
PT memanjang >3.5 4 – 6 >6
INR <1,7 1.8 – 2.3 >23
Asites - Sedikit atau terkontrol
obat
Sedang atau berat
Ensefalopati - 1 – 2 3 – 4
Skor MELD atau PELD :
Skor MELD : 3.8*log (bilirubin) + 11,2*log (INR) + 9.6* (kreatinin) +6.4
Interval skor MELD = 6 – 40
Menurut SHERLOCK, sirosis hati bukanlah penyakit yang progresif. Dengan
terapi yang adekuat dapat terjadi perbaikan. Menurut READ, STEIGMAN jika sudah
terdapat kegagalan hati dan hipertensi portal prognosanya jelek.
13. Diagnosis Banding
Referensi
1. Sudoyo, Aru W. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid 1. Edisi IV. Jakarta: Balai
Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
2006.
2. Sulaiman, H Ali. Buku Ajar Ilmu Penyakit Hati. Edisi I. Jakarta: Jayabadi. 2007.
3. Fauci, dkk. Harrison’s principles of internal medicine. Edisi XVII. Amerika
serikat: The McGraw-Hill Companies. 2008.