Sirosis Hepatis

20
SIROSIS HEPATIS Rhudy Marseno 1. Defenisi Sirosis adalah suatu keadaan patologis yang menggambarkan stadium akhir fibrosis hepatic yang berlangsung progresif yang ditandai dengan distorsi dari arsitektur hepar dan pembentukan nodulus regenerative. Menurut SHERLOCK; secara anatomis sirosis hati ialah terjadinya fibrosis yang sudah meluas dengan terbentuknya nodul-nodul pada semua bagian hati, tidak hanya pada satu lobulus saja. Menurut GALL; sirosis hati ialah penyakit hati kronis dimana terjadi kerusakan sel hati ynag terus –menerus, dan terjadi regenerasi noduler serta proliferasi jaringan ikat yang difus untuk menahan terjadinya nekrose parenkim atau timbulnya inflamasi. Terjadi akibat nekrosis hepatoselular. Jaringan penunjang retikulin kolaps disertai deposit jaringan ikat, distorsi jaringan vaskuler, dan regenerasi nodularis parenkim hati. 2. Epidemiologi Di Negara barat tersering sirosis tipe alkoholik. Di Indonesia tersering akibat infeksi virus hepatitis B dan C. Penderita sirosis hati lebih banyak dijumpai pada kaum laki-laki jika dibandingkan dengan kaum wanita sekita 1,6 :

description

referat

Transcript of Sirosis Hepatis

Page 1: Sirosis Hepatis

SIROSIS HEPATIS

Rhudy Marseno

1. Defenisi

Sirosis adalah suatu keadaan patologis yang menggambarkan stadium akhir

fibrosis hepatic yang berlangsung progresif yang ditandai dengan distorsi dari arsitektur

hepar dan pembentukan nodulus regenerative.

Menurut SHERLOCK; secara anatomis sirosis hati ialah terjadinya fibrosis yang

sudah meluas dengan terbentuknya nodul-nodul pada semua bagian hati, tidak hanya

pada satu lobulus saja.

Menurut GALL; sirosis hati ialah penyakit hati kronis dimana terjadi kerusakan

sel hati ynag terus –menerus, dan terjadi regenerasi noduler serta proliferasi jaringan ikat

yang difus untuk menahan terjadinya nekrose parenkim atau timbulnya inflamasi.

Terjadi akibat nekrosis hepatoselular. Jaringan penunjang retikulin kolaps disertai

deposit jaringan ikat, distorsi jaringan vaskuler, dan regenerasi nodularis parenkim hati.

2. Epidemiologi

Di Negara barat tersering sirosis tipe alkoholik. Di Indonesia tersering akibat

infeksi virus hepatitis B dan C.

Penderita sirosis hati lebih banyak dijumpai pada kaum laki-laki jika

dibandingkan dengan kaum wanita sekita 1,6 : 1 dengan umur rata-rata terbanyak antara

golongan umur 30 – 59 tahun dengan puncaknya sekitar 40 – 44 tahun.

3. Klasifikasi

Secara konvensional dibagi menjadi:

1. Makronoduler

Besar nodul > 3mm dengan septum fibrotik yang lebar melingkari nodul

tersebut. hati akan menjadi mengkerut.

2. Mikronoduler

Besar nodul < 3mm. Vena hepatik sangat sedikit, sedangkan saluran portal

masih terlihat.

3. Sirosis Septal Inkomplit

Page 2: Sirosis Hepatis

Merupakan gabungan makro dan mikronodul. Vena hepatika dan saluran portal

masih terlihat, namun letaknya sudah tidak teratur lagi.

4. Sirosis Bilier

Akibat adanya obstruksi pada saluran empedu. Jaringan fibrotik terpusat di

sekitar saluran empedu, sedangkan parenkim hati relatif tidak mengalami

perubahan.

Secara klinis dibagi menjadi:

1. Sirosis Kompensata

Belum adanya gejala klinis yang nyata. Sering disebut dengan Laten

Sirosis hati. Pada atadiu kompensata ini belum terlihat gejala-gejala yang nyata.

Biasanya stadium ini ditemukan pada saat pemeriksaan screening.

Merupakan kelanjutan dari proses hepatitis kronik dan satu tingkat tidak

terlihat perbedaannya secara klinis, dibedakan dengan pemeriksaan biopsy hati.

2. Sirosis Dekompensata

Dikenal sebagai Actice sirrosis hepatis. Ditandai adanya gejala-gejala dan

tanda klinis yang jelas, seperti ascites, edema dan ikterus

Secara etiologis dan morfologis dibagi menjadi:

1. Sirosis alkoholik

2. Sirosis Kriptogenik dan post hepatitis (pasca nekrosis)

3. Sirosis Biliaris

4. Sirosis Kardiak

5. Sirosis metabolic, keturunan dan terkait obat

Klasifikasi menurut criteria Child-pugh:

Skor/parameter 1 2 3

Bilirubin (mg%) <2,0 2 - <3 >30

Albumin (gr%) >3,5 2,8 - <30 <2,8

Prothrombin time (quick%) >70 40 - <70 <40

Asites 0 Minimal-sedang

(+) - (++)

Banyak +++

Page 3: Sirosis Hepatis

Hepatic enchepalopathy Tidak ada Std 1 dan 2 Std III dan IV

4. Etiologi

Tabel. Sebab-sebab Sirosis dan/atau Penyakit Hati Kronik

Penyakit Infeksi

Bruselosis

Ekinokokus

Skistosomiasis

Toksoplasmosis

Hepatitis virus ( hepatitis B, hepatitis C, hepatitis D, sitomegalivirus)

Penyakit Keturunan dan Metabolik

Defisiensi α1-antitripsin

Sindrom Fanconi

Galaktosemia

Penyakit Gaucher

Penyakit simpanan glikogen

Hematokromatosis

Intoleransi fluktosa herediter

Tirosinemia herediter

Penyakit Wilson

Obat dan Toksin

Alcohol

Amiodaron

Arsenic

Obstruksi bilier

Penyakit perlemakan hati non alkoholik

Sirosis bilier primer

Kolangitis sklerosis primer

Penyebab Lain dan Tidak Terbukti

Penyakit usus inflamasi kronik

Fibrosis kistik

Pintas jejunoileal

Sarkoidosis

Page 4: Sirosis Hepatis

Selain itu etiologi lainnya adalah Kolestasis. Saluran empedu membawa empedu

yang dihasilkan oleh hati ke usus, dimana empedu membantu mencerna lemak. Pada bayi

penyebab sirosis terbanyak adalah akibat tersumbatnya saluran empedu yang disebut

Biliary atresia. Pada penyakit ini empedumemenuhi hati karena saluran empedu tidak

berfungsi atau rusak. Bayi yang menderita Biliary berwarna kuning (kulit kuning) setelah

berusia satu bulan. Kadang bisa diatasi dengan pembedahan untuk membentuk saluran

baru agar empedu meninggalkan hati, tetapi transplantasi diindikasikan untuk anak-anak

yang menderita penyakit hati stadium akhir.

Pada orang dewasa, saluran empedu dapat mengalami peradangan, tersumbat, dan

terluka akibat Primary Biliary Sirosis atau Primary Sclerosing Cholangitis. Secondary

Biliary Cirrosis dapat terjadi sebagai komplikasi dari pembedahan saluran empedu.

5. Faktor Resiko

6. Patofisiologi

Nekrosis pada sel hati yang meliputi daerah yang luas (hepatoselular), sehingga

akan terjadi kolaps lobulus hati kemudian akan memacu timbulnya pembentukan

jaringan parut disertai terbentuknya septa fibrosis difus dan nodul sel hati. Beberapa sel

tumbuh kembali dan membentuk nodul dengan berbagai ukuran dan ini menyebabkan

distorsi percabangan pembuluh hepatik dan gangguan aliran darah porta, dan

menimbulkan hipertensi portal.

Tingkat awal yang terjadi adalah septa yang pasif yang dibentuk oleh jaringan

retikulum penyangga yang mengalami kolaps dan kemudian berubah menjadi jaringan

parut. Daerah parut ini dapat menghubungkan daerah porta yang satu dengan daerah

porta yang lain atau antara porta dan sentral.

Pada tahap selanjutnya kerusakan parenkim dan perubahan sel duktulus, sinusoid

dan sel-sel retikuloendotelial didalam hati akan memacu terjadinya fibrogenesis yang

akan menimbulkan septa aktif. Septa aktif ini akan menjalar menuju parenkim hati dan

berawal didaerah porta. Pembentukan septa tingkat kedua ini yang amat menentukan

perjalanan progresif sirosis hepatis. Pada tingkat yang bersamaan nekrosis jaringan

parenkim akan memacu pula proses regenerasi sel-sel hati.

Page 5: Sirosis Hepatis

Regenerasi yang timbul akan mengganggu pula pembentukan susunan jaringan

ikat tadi. Keadaan ini yaitu fibrogenesis dan regenerasi sel yang terjadi terus-menerus

dalam hubungannya dengan peradangan dan perubahan vaskuler intrahepatik serta

gangguan kemempuan faal hati, pada akhirnya menghasilkan susunan hati yang dapat

dilhat pada sirosis hati.

Dari uraian diatas, mekanisme terjadinya sirosis dapat dengan cara mekanik,

imunologis dan campuran. Secara mekanik, sirosis dimulai dari kejadian hepatitis viral,

timbul peradangan luas, nekrosis luas, dan pembentukan jaringan ikat yang luas disertai

pembentukan nodul regenerasi oleh sel parenkim yang masih baik. Jadi fibrosis pasca

nekrotik merupakan dasar timbulnya sirosis hati. Pada sirosis imunologis dimulai dengan

kejadian hepatitis viral akut yang menimbulkan peradangan sel hati, nekrosis atau pun

nekrosis bridging dengan melalui hepatitis kronis agresif diikuti timbulnya sirosis.

Perkembangan sirosis ini merlukan waktu 4 tahun sel yang mengandung virus ini

merupakan sumber rangsangan terjadinya proses imunologis yang berlangsung terus

sampai terjadi kerusakan sel hati.

7. Manifestasi Klinik

Stadium awal sirosis sering tanpa gejala sehingga ditemukan pada waktu pasien

melakukan pemeriksaan kesehatan rutin atau kerena kelainan penyakit lain. Gejala awal

sirosis (kompensata) meliputi perasaan mudah lelah dan lemas, selera makan berkurang,

perasaan perut kembung, mual, berat badan menurun, pada laki-laki dapat timbul

impotensi, testis mengecil, buah dada membesar, hilangnya dorongan seksualitas.

Bila sudah lanjut (sirosis dekompensata), gejala-gejala yang lebih menonjol

terutama bila timbul komplikasi kegagalan hati dan hipertensi porta, meliputi hilangya

rambut badan, gangguan tidur, dan demam tak begitu tinggi. Dapat disertai gangguan

pembekuaan darah, perdarahan gusi, epiktasis, gangguan siklus haid, ikterus dengan air

kemih seperti teh pekat, muntah darah atau/dan melena, serta perubahan mental, meliputi

mudah lupa, sukar konsentrasi, bingung, agitasi, sampai koma.

Page 6: Sirosis Hepatis

Manifestasi Klinik akibat

1. Kegagalan fungsi hati

a) edema

b) ikterus

c) koma

d) spider nevi

e) alopesia pectoralis

f) ginekomastia

g) kerusakan hati

h) asites

i) rambut pubis rontok

j) eritema palmaris

k) atropi testis

l) kelainan darah (anemia,hematon/mudah terjadi perdaarahan)

2. Hipertensi Portal

a) varises oesophagus

b) spleenomegali

Page 7: Sirosis Hepatis

c) perubahan sum-sum tulang

d) caput meduse

e) asites

f) collateral veinhemorrhoid

g) kelainan sel darah tepi (anemia, leukopeni dan trombositopeni)

8. Diagnosis

Dari keluhan yang ada dapat berupa tampak kelelahan, tidak nafsu makan atau

nafsu makan turun, sering muntah, nausea, lemah, penurunan berat badan, mengeluh

sakit perut, dan mengeluh sering demam.

Pada pemeriksaan fisis, didapatkan mata berwarna kekuningan, ditemukan

pelebaran arteriol-arteriol dibawah kulit terutama pada daerah dada dan punggung,

bentuknya merupakan suatu titik merah yang agak menonjol dari permukaan kulit

dengan beberapa garis radier yang merupakan kaki-kakinya sepanjang 2-3mm dengan

bentuk seperti laba-laba , sehingga disebut sebagai spider naevi. Spider naevi ini jika

pusatnya ditekan maka kaki-kakinya akan menghilang. Spider naevi juga terlihat pada

leher, pinggang, muka, lengan atas, caput medussa. Pada pemeriksaan abdomen hepar

teraba membesar, padar ridak keras, permukaan tidak rata, berbenjol-benjol, pinggir

tumpul dan kurang rata. Pemeriksaan tes undulasi positif, pada perkusi abdomen pekak

beralih akibat adanya cairan dalam peritoneum (ascites). Pada pemeriksaan limpa,

pembesaran limfa diukur dengan cara schuffner yaitu hati membesar kemedial dan

kebawah menuju umbilikus (S I-IV) dan dari umbilikus ke SIAS kanan (S IV-VIII). Pada

pemeriksaan ektremitas terdapat pembengkakan terutama pada kedua tungkai bawah

yaitu pada daerah pretibial dan dorsal kaki. Pada jari-jari tangan terdapat tanda “flapping

tremor” yaitu tremor yang khas pada jari-jari tangan apabila dilakukan ekstensi pada

telapak tangan.

9. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang yang mendukung diagnosis sirosis hepatis antara lain:

1. Radiologi, dengan barium swallow dapat dilihat adanya varises esofagus untuk

konfirmasi hipertensi portal.

Page 8: Sirosis Hepatis

2. Esofagoskopi, sama dengan radiologis, untuk melihat sumber perdarahan pada

varises seofagus.

3. Ultrasonografi yang dilihat ialah pinggir hati, permukaan, pembesaran,

homogenitas, ascites, splenomegali, gambaran vena hepatika, vena porta,

pelebaran saluran empedu/IHBD, daerah hipo atau hiperekoik atau adanya

space occupying lession. Sonografi bisa mendukung diagnosis sirosis hepatis

terutama stadium dekompensata, hepatoma, ikterus obstruktif batu kandung

empedu dan saluran empedu.

4. Angiografi, untuk mengukur tekanan vena porta.

Untuk diagnosis pasti suatu penyakit hati seperti sirosis hepatis dapat ditegakkan

secara mikroskopis dengan melakukan biopsi hati. Biopsi hati/mikroskopis dapat

menegakkan diagnosis sirosis hepatis sekitar 80% sedangkan dengan peritoneoskopi

(makro/mikro) mendekati 100%.

Pemeriksaan laboratorium tidak menjadi pegangan dalam menegakkan diagnosis

sirosis hepatis. Pemeriksaan darah didapatkan :

1. Bisa dijumpai Hb rendah, anemia normokromik normositer, hipokrom mikrositer,

atau hipokrom makrositer.

2. Kenaiakan SGOT, SGPT bukan merupakan petunjuk berat dan luasnya kerusakan

parenkim hepar. Kenaikan SGOT dan SGOT dalam serum merupakan akibat

kebocoran dari sel yang rusak. Peningkatan kadar gamma GT sama dengan kedua

enzim transaminase, ini lebih sensitif tapi kurang spesifik.

3. Kadar Albumin, rendahnya kadar albumin merupakan cerminan kemampuan sel

hati yang kurang.

4. Pemeriksaan CHE (Cholinesterase), penting dalam menilai fungsi sel hati. Jika

terjadi kerusakan sel hati maka karar CHE turun.

5. Pemeriksaan kadar elektrolit penting dalam penggunaan diuretik dan pembatasan

diet garam.

6. Pemanjangan masa protrombin merupakan petunjuk adanya penurunan fungsi hati.

Pemberian vit K parenteral dapat memperbaiki masa protrombin. Pemeriksaan

Page 9: Sirosis Hepatis

hemostatik pada pasien sirosis hati penting dalam menilai kemungkinan perdarahan

baik dari varises esofagus, gusi maupun epistaksis.

7. Peninggian kadar gula darah pada sirosis hati fase lanjut disebabkan kurangnya

kemampuan sel hati membentuk glikogen.

8. Pemeriksaan marker serologi pertanda virus seperti HbsAg/HbsAb, HbeAg/HbeAg,

HBV DNA, HCV RNA, adalah penting dalam menentukan etiologi sirosis hati.

10. Tatalaksana

Terapi ditujukan mengurangi progresi penyakit, menghindarkan bahan-bahan yang

bisa menambah kerusakkan hati, pencegahan dan penanganan komplikasi. Bila tidak ada

koma hepatik diberikan diet yang mengandung protein 1g/Kg BB dan kalori sebanyak

2000-3000 kkal/hari.

Tatalaksana pasien sirosis kompensata ditujukan untuk mengurangi progresi

kerusakkan hati. Terapi ini ditujukan untuk menghilangkan etiologi, diantaranya :

alkohol dan bahan-bahan lain yang toksik dan dapat mencederai hati.

Hepatitis autoimun bisa diberikan kortikosteroid atau imunosupresif. Pada

hemokromatosis flebotomi setiap minggu sampai konsentrasi besi menjadi normal dan

diulang sesuai kebutuhan. Pada penyakit non-alkoholik; menurunkan berat badan akan

mencegah terjadinya sirosis.

Pada hepatitis B, interferon alfa dan lamivudin merupakan terapi utama. Lamvudin

sebagai terapi lini pertama diberikan 100 mg secara oral setiap hari selama setahun.

Interferon alfa diberikan secara subkutan 3 MIU, tiga kali seminggu 4-6 bulan, namun

ternyata juga banyak yang kambuh.

Pada hepatitis C kronik; kombinasi interferon dan ribavirin merupakan terapi

standar. Interferon diberikan secara suntikan subkutan dengan dosis 5 MIU tiga kali

seminggu dan dikombinasi ribavirin 800-1000 mg/hari selama 6 bulan.

Pada pengobatan fibrosis hati; pengobatan antifibrotik pada saat ini lebih mengarah

kepada peradangan dan tidak terhadap fibrosis. Di masa datang, menempatkan sel stelata

sebagai target pengobatan dan mediator fibrogenik akan merupakan terapi utama.

Page 10: Sirosis Hepatis

Pengobatan Sirosis Dekompensata

1) Asites

Tirah baring dan diawali diet rendah garam, konsumsi garam sebanyak 5,2

gram atau 90 mmol/hari. Diet rendah garam dikombinasi dengan obat-obatan

diuretic. Awalnya dengan pemberian spironolakton dengan dosis 100-200 mg

sekali sehari. Penurunan berat badan dimonitor 0.5kg/hari, tanpa adanya edema

kaki atau 1Kg/hari dengan adanya edema kaki. Bilamana pemberian spironolakton

tidak adekuat bisa dikombinasi dengan furosemid 20-40 mg/hari dengan dosis

maksimal 160mg/hari. Parasintesis dilakukan jika asites terlampau besar.

Pengeluaran asites bisa sampai 4-6 liter dan dilindungi dengan pemberian albumin.

2) Ensefalopati hepatik

Laktulosa membantu pasien untuk mengeluarkan ammonia. Neomisin bisa

digunakan unuk menurangi bakteri sus penghasil ammonia, diet prtein dikurangi

sampai 0,5 gr/kg berat badan per hari, terutama diberikan yang kaya asam amino

rantai cabang.

3) Varises esophagus

Sebelum berdarah dan sesudah berdarah dapat diberikan obat beta-blocker

(propanolol). Waktu perdarahan akut, bisa diberikan prearat somatostatin atau

oktreotid, diteruskan dengan tindakan skleroterapi aau ligasi endoskopi.

4) Peritonitis bakerial spontan

Diberikan antibiotik seperti sefotaksim intravena, amoksisilin, atau

aminoglikosida.

5) Sindrom hepaorenal

Mengatasi perubahan sirkulasi darah di hati, mengatur keseimbangan garam

dan air.

6) Transpatasi hati

Terapi definitif pada pasien sirosis deompensata. Namun sebelum dilakukan

transplantasi ada beberapa kriteria yang harus dipenuhi resipien dahulu.

11. Komplikasi

1. Edema dan asites

Dengan makin beratnya sirosis, terjadi pengiriman sinyal ke ginjal untuk

melakukan retensi garam dan air dalam tubuh. Garam dan air yang berlebihan,

Page 11: Sirosis Hepatis

pada awalnya akan berkumpul dalam jaringan di bawah kulit disekitar tumit dan

kaki, karena efek gravitasi pada saat duduk atau berdiri dan berkurang pada

malam hari sebagai hasil menghilangnya efek gravitasi pada waktu tidur. Dengan

makin beratnya sirosisdan makin banyak air dan garam yang diretensi, air

akhirnya akan berkumpul dalam rongga abdomen antara diding perut dan organ

dalam perut. Penimbunan cairang ini disebut asites yang berakibat pembesaran

perut, keluhan tak enak dalam perut dan peningkatan berat badan.

2. Perdarahan gastrointestinal akibat hipertensi portal sehingga timbul varises

esophagus yang gampang pecah.

Pada pasien sirosis, jaringan ikat dari hati menghambat aliran darah dari

usus yang kembali ke jantung. Kejadian ini dapat meningkatkan tekanan dalam

vena porta (hipertensi portal). Sebagai hasil peningkatan aliran darah dan

peningkatan tekanan vena porta ini, vena-vena di bagian bawah esofagus dan

bagian atas lambung akan melebar, sehingga timbul varises esofagus dan

lambung. Makin tinggi tekanan portalnya, makin besar varisesnya, dan makin

besar kemungkinannya pasien mengalami perdarahan varises. Perdarahan varises

biasanya hebat dan tanpa pengobatan yang cepat dapat berakibat fatal. Keluhan

perdarahan varises bisa berupa muntah darah atau hematemesis. Bahan muntahan

dapat berwarna merah bercampur bekuan darah, atau seperti kopi (coffee grounds

appearance) akibat efek asam lambung terhadap darah. Buang air besar berwarna

hitam lembek (melena), dan keluhan lemah dan pusing pada saat posisi berubah

(orthostatic dizziness atau fainting), yang disebabkan penurunan tekanan darah

mendadak saat melakukan perubahan posisi berdiri dari berbaring.

3. Ensefalopati hepatik

Beberapa protein makanan yang masuk ke dalam usus akan digunakan

oleh bakteri-bakteri normal usus. Dalam proses pencernaan ini, beberapa bahan

akan terbentuk dalam usus. Bahan-bahan ini sebagian akan terserap kembali ke

dalam tubuh. Beberapa diantaranya, misalnya amonia, berbahaya terhadap otak.

Dalam keadaan normal bahan-bahan toksik dibawa dari usus lewat vena porta

masuk ke dalam hati untuk didetoksifikasi. Pada sirosis, sel-sel hati tidak

berfungsi normal, baik akibat kerusakan maupun akibat hilangnya hubungan

normal sel-sel ini dengan darah. Akibatnya bahan-bahan toksik dalam darah tidak

dapat masuk sel hati,sehingga terjadi akumulasi bahan ini dalam darah.

Page 12: Sirosis Hepatis

Jika bahan-bahan ini terkumpul cukup banyak, fungsi otak akan

terganggu. Kondisi ini disebut ensefalopati hepatik. Tidur lebih banyak pada

siang dibanding malam (perubahan pola tidur) merupakan tanda awal

ensefalopati hepatik. Keluhan lain dapat berupa mudah tersinggung, tidak mampu

konsentrasi atau menghitung, kehilangan memori, bingung, dan penurunan

kesadaran bertahap. Akhirnya ensefalopati hepatik yang berat dalam

menimbulkan koma dan kematian.

4. Sindroma hepatorenal

Batasan sindroma hepatorenal adalah kegagalan ginjal secara progresif

ntuk membersihkan bahan-bahan toksik dari darah dan kegagalan memproduksi

urin dalam jumlah adekuat, meskipun fungsi lain ginjal yang penting, misalnya

retensi garam tidak terganggu. Bila fungsi hati membaik atau dilakukan

transplantasi hati, ginjal akan bekerja normal lagi.

5. Karsinoma hepatoseluler.

Karsinoma hati akibat hiperplasi yang menjadi karsinoma.

6. Infeksi

Akibat penurunan daya tahan tubuh seperti peritonitis, pneumoni, sistitits,

endokarditis, glomerulonefritis, pielonefritis, sepsis.

12. Prognosis

Sampai saat ini belum ada bukti bahwa penyakit sirosis reversibel. Sebaiknya

penyakit sirosis jangan dianggap penyakit yang tidak dapat disembuhkan lagi, minimal

penyakit ini dapat dipertahankan dalam stadium kompensasi.

Prognosis tergantung pada beberapa hal dan tidak selamanya buruk. Yang berikut

ini mempunyai prognosis yang kurang baik, yaitu protombin yang rendah, ukuran hati

yang kecil, serum albumin yang kurang dari 2,5 gr%, serum natrium yang kurang dari 120

mEq/l tanpa akibat diuretik, tekanan sistolik yang kurang dari 100 mmHg, ensefalopati

hepatik spontan tanpa faktor pencetus luar. Pada sirosis hati yang lanjut ada

kecenderungan fluktuasi SGOT dan SGPT akan berkurang. Tindakan operasi saluran

empedu pada sirosis hati dan tindakan operasi besar lainnya, hingga pada umumnya akan

Page 13: Sirosis Hepatis

mempunyai prognosis yang jelek. Operasi dilakukan dengan tujuan utama untuk

menyelamatkan jiwa penderita.

Untuk pasien sirosis hati yang direncanakan tindakan bedah, penilaian prognosis

pasien dilakukan dengan melakukan penilaian skor menurut Child-Turcotte-Pough (skor

CTP). Sementara untuk penilaian pasien sirosis yang direncanakan transplantasi hati

menggunakan skor MELD (Model for End-stage Liver Disease) atau PELD (Pediatric for

End-stage Liver Disease).

CTP score :

Klasifikasi CTP 1 2 3

Bilirubin (mg/dL) <2 2 – 3 >3

Pasien PBC dan PSC <4 4 – 10 >10

Albumin (g/dL) >3.5 2.8 – 3.5 <2.8

PT memanjang >3.5 4 – 6 >6

INR <1,7 1.8 – 2.3 >23

Asites - Sedikit atau terkontrol

obat

Sedang atau berat

Ensefalopati - 1 – 2 3 – 4

Skor MELD atau PELD :

Skor MELD : 3.8*log (bilirubin) + 11,2*log (INR) + 9.6* (kreatinin) +6.4

Interval skor MELD = 6 – 40

Menurut SHERLOCK, sirosis hati bukanlah penyakit yang progresif. Dengan

terapi yang adekuat dapat terjadi perbaikan. Menurut READ, STEIGMAN jika sudah

terdapat kegagalan hati dan hipertensi portal prognosanya jelek.

13. Diagnosis Banding

Referensi

1. Sudoyo, Aru W. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid 1. Edisi IV. Jakarta: Balai

Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

2006.

Page 14: Sirosis Hepatis

2. Sulaiman, H Ali. Buku Ajar Ilmu Penyakit Hati. Edisi I. Jakarta: Jayabadi. 2007.

3. Fauci, dkk. Harrison’s principles of internal medicine. Edisi XVII. Amerika

serikat: The McGraw-Hill Companies. 2008.