Sirosis Hepatis

47
LAPORAN KASUS : Seorang Laki-laki Usia 41 Tahun dengan Ascites et causa Suspek Sirosis Hepatis Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Menyelesaikan Pendidikan Profesi Dokter Pada Bagian Ilmu Penyakit Dalam di RSUD Karanganyar Pembimbing : dr. H. Bambang Wuriatmodjo, Sp.PD Diajukan Oleh : Kusuma Zidni Arifa Luthfi, S.Ked J500.080.080

description

a

Transcript of Sirosis Hepatis

Page 1: Sirosis Hepatis

LAPORAN KASUS :

Seorang Laki-laki Usia 41 Tahun dengan Ascites et causa

Suspek Sirosis Hepatis

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan

Dalam Menyelesaikan Pendidikan Profesi Dokter

Pada Bagian Ilmu Penyakit Dalam di RSUD Karanganyar

Pembimbing : dr. H. Bambang Wuriatmodjo, Sp.PD

Diajukan Oleh :

Kusuma Zidni Arifa Luthfi, S.Ked

J500.080.080

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

2012

Page 2: Sirosis Hepatis

LAPORAN KASUS :

SEORANG LAKI-LAKI USIA 41 TAHUN DENGAN ASCITES et causa

SUSPEK SIROSIS HEPATIS

Abstrak

Telah dilaporkan seorang pasien laki-laki berusia 41 tahun datang dengan

keluhan beberapa bulan terakhir ini perut pasien terasa sebah dan ± 1 bulan ini

perut pasien membesar. Riwayat BAB warna hitam beberapa hari ini sebelum

masuk rumah sakit. Dari pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah 110/70

mmHg, nadi 88 xpm, respiratory rate 28 xpm, suhu 37,2 °C. Pada kedua mata

pasien terdapat conjunctiva anemis, dan sklera tampak ikterik. Pemeriksaan fisik

abdomen pada inspeksi, dinding abdomen distended, warna kulit kuning/ikterik,

terdapat pelebaran vena kolateral, caput medusae (+). Dari auskultasi

didapatkan suara peristaltik menurun, dari perkusi hipertympani dengan batas

redup. Setelah dilakukan tes pekak beralih dan tes undulasi/shifting dullnes

ditemukan (+). Pada Ekstremitas superior terdapat eritema palmar dan pada

kuku terilat white nail dan inferior didapatkan oedema pada ekstremitas inferior,

edema pitting (+). Pemeriksaan laboratorium darah rutin didapatkan hasil AL

18.700, RBC 3,23 jt/mm3, Hb 10,6, Hct 32,1, MCV 99,4, MCH 32,8, AT 124.000,

SGPT 61,1, SGOT 96,1, HbsAg (+). Dari data-data diatas didapatkan diagnosis

Ascites et.causa suspek Sirosis Hepatis. Sirosis hati merupakan stadium akhir

kerusakan sel-sel hati yang kemudian menjadi jaringan fibrosis. Kerusakan

tersebut ditandai dengan distorsi arsitektur hepar dan pembentukan nodulus

regeneratif akibat nekrosis sel-sel hati.

Kata kunci: Sirosis, Ascites

Identitas Pasien

Pasien Tn. S berusia 41 tahun. Beralamat tinggal di Duku Jatipuro

Karangan. Satus perkawinan menikah. Agama Islam, suku bangsa Jawa. Nomor

registrasi 26.8x.xx. Masuk rumah sakit pada tanggal 24 Desember 2012.

1

Page 3: Sirosis Hepatis

Presentasi Kasus

Pasien datang ke IGD RSUD Karanganyar dengan keluhan beberapa

bulan terakhir ini perut pasien terasa sebah dan ± 1 bulan ini perut pasien

membesar. Pasien juga mengeluh nyeri pada ulu hati, seperti ditusuk-tusuk.

Pasien mengaku mual tapi tidak dapat dimuntahkan, nafsu makan menurun dan

apabila diberi makan seperti mengganjal/ belum sampai masuk ke perut, dan

terasa cepat penuh. Pasien juga mengaku sulit buang gas dan sulit BAB, sejak

sakit ini setiap kali BAB warna nya hitam seperti petis, konsistensi lunak-padat

namun sedikit-sedikit. BAK pasien dbn, warna seperti teh disangkal. Pasien juga

mengeluh badan terasa lemas, dan hal ini sudah berlangsung selama berbulan-

bulan, badan terasa mudah lelah, sehingga aktivitas dan pekerjaan pasien sebagai

petani pun terhambat. Terdapat pula penurunan berat badan yang drastis, pasien

merasa saat ini ukuran baju yang dipakai biasanya jadi longgar. Pasien sering

mengalami pusing berkunang-kunang hingga penglihatannya kabur sesaat,

terutama saat pasien terbangun dari posisi tidur dan duduk. Riwayat muntah darah

(-), leher terasa tegang (-), sesak napas (-), nyeri dada (-).

Pasien juga mengaku berbulan-bulan ini terdapat benjolan pada buah

pelir sebelah kanan, benjolan dapat keluar masuk, muncul terutama saat

menjunjung barang, mengejan dan terbatuk. Dan menghilang saat pasien

berbaring.

Riwayat penyakit dahulu: ± 6 bulan yang lalu pasien memeriksakan

dirinya ke bidan karena nyeri pada bagian uluhati dan mual, apabila diberi makan

nyeri berkurang, lalu oleh bidan diberi obat, keluhan berkurang. Tidak lama

kemudian pasien kembali berobat ke praktek dokter dengan keluhan yang sama,

kemudian didiagnosis oleh dokter suatu penyakit magh.

± 3 bulan ini pasien kembali memeriksakan dirinya ke dokter dengan

keluhan yang sama dan disertai perut sebah, keluhan perut membesar diakui, lalu

pasien sempat dilakukan pemeriksaan USG dan oleh dokter diberitahu bahwa

hepar pasien telah membesar. Dokter memberikan obat, dan pasien merasa

keluhan telah membaik.

2

Page 4: Sirosis Hepatis

R.Sakit kuning (hepatitis) disangkal, R. Sakit magh diakui,

R.pengobatan jangka lama disangkal.

Riwayat Penyakit Keluarga: Keluhan serupa disangkal, r.sakit kuning

disangkal, r. Hipertensi dan DM disangkal.

Riwayat kehidupan pribadi: ± 2 tahun yang lalu, pasien pernah bekerja di

jakarta, pasien tinggal bersama beberapa rekan kerja nya yang salah satunya ada

yang menderita sakit kuning. Pasien menyangkal sempat mengkonsumsi alkohol.

Pada pemeriksaan fisik, keadaan umum pasien tampak lemas, kesadaran

compos mentis . tinggi badan 158cm, berat badan saat ini 55 kg, status gizi

kurang, dari vital sign didapatkan tekanan darah 110/70 mmHg, nadi 88 xpm,

respiratory rate 28 xpm, suhu 37,2 °C. Pada pemeriksaan kepala, pada kedua mata

pasien terdapat conjunctiva anemis, dan sklera tampak ikterik. Pada leher terdapat

peningkatan JVP +5, pembesaran KGB (-). Kemudian pada pemeriksaan thoraks

pulmo, inspeksi pergerakan kedua hemisfer paru simetris, tidak terdapat

ketinggalan gerak, pada palpasi kedua hemisfer simetris, fremitus pulmo pada

lobus inferior menurun, pada auskultasi ditemukan suara dasar vesikuler, dan

menurun pada lobus inferior pulmo dextra. Terdapat ronkhi basah bawah pada

kedua hemisfer pulmo. Pada perkusi ditemukan redup pada lobus inferior pulmo

dextra. Kenudian pada pemeriksaan thoraks jantung. Pada inspeksi ictus cordis

tidak terlihat, pada palpasi ictus cordis sulit dievaluasi, pada auskultasi bunyi

jantung I dan II murni reguler, heart rate 88 xpm, pada perkusi batas jantung

Pemeriksaan fisik abdomen pada inspeksi, diiding abdomen distended, warna

kulit kuning/ikterik, terdapat pelebaran vena kolateral, caput medusa (+), darm

contour (-), darm steifung (-). Dari auskultasi didapatkan suara peristaltik

menurun, dari perkusi hipertympani dengan batas redup. Setelah dilakukan tes

pekak beralih dan tes undulasi/shifting dullnes ditemukan (+). Pada palpasi, nyeri

tekan (-), dinding abdomen keras, pembesaran organ sulit dievaluasi. Pada

Ekstremitas superior ditemukan eritema palmaris, white nail dan inferior

didapatkan oedema pada ekstremitas inferior, edema pitting (+), akral hangat.

Pemeriksaan penunjang yang telah dilakukan adalah pemeriksaan

laboratorium darah rutin. Pada pemeriksaan ini didapatkan hasil AL 18.700, RBC

3

Page 5: Sirosis Hepatis

3,23 jt/mm3, Hb 10,6, Hct 32,1, MCV 99,4, MCH 32,8, MCHC 33,09, AT

124.000, GDS 115 mg/dL, SGPT 61,1, SGOT 96,1, HbsAg (+).

Diagnosis

Ascites et causa suspek Sirosis Hepatis

Anemia Makrositik Hiperkromik

Suspek Hernia Scrotalis Dextra Reponible

Penatalaksanaan

Pada pasien ini di IGD diberikan terapi :

1. Non medika mentosa

a. Tirah baring

2. Medika mentosa

a. O2 3-4 liter/menit

b. Infus RL 20 tpm

c. Injeksi Ranitidin 1 amp/12 jam

d. Injeksi Cefotaxime 1gr/12 jam + Skin test

e. Injeksi Antrain ekstra 1 amp/24 jam

f. Injeksi Furosemide extra 1 amp/24 jam

g. Curcuma tab 3x1

h. Maghtral syr 3xCI

i. Ambroxol tab 3 x 1

j. Dexametason tab 3 x 1

Prognosis

Quo ad sanam : Bonam

Quo ad vitam : Bonam

Quo ad fungsionam : Bonam

4

Page 6: Sirosis Hepatis

Follow Up

24 Desember 2012

Satu hari menjalani rawat inap di bangsal mawar 1, pasien masih

mengeluh perut terasa sebah, nyeri pada ulu hati seperti ditusuk-tusuk, mual (-),

muntah (-), nafsu makan menurun apabila diberi makan seperti mengganjal dan

terasa cepat penuh, sulit buang gas, badan terasa lemas (+), mudah lelah (+),

pusing berkunang-kunang (+). Pasien juga mengaku tidurnya tidak teratur, saat

malam sulit tidur ketika pagi tidur panjang menjelang siang, saat ditanya mengapa

pasien tidak mengetahui sebab nya.

Pada pemeriksaan fisik, keadaan umum pasien tampak lemas, kesadaran

compos mentis. Dari vital sign didapatkan tekanan darah 110/70 mmHg, nadi 88

xpm, respiratory rate 28 xpm, suhu 37,2 °C. Pada pemeriksaan kepala, pada kedua

mata pasien terdapat conjunctiva anemis, dan sklera tampak ikterik. Pada leher

terdapat peningkatan JVP (+5). Kemudian pada pemeriksaan thoraks pulmo,

inspeksi pergerakan kedua hemisfer paru simetris, tidak terdapat ketinggalan

gerak, pada palpasi kedua hemisfer simetris, fremitus pulmo pada lobus inferior

menurun, pada auskultasi ditemukan suara dasar vesikuler, dan menurun pada

lobus inferior pulmo dextra. Terdapat ronkhi basah bawah pada kedua hemisfer

pulmo. Pada perkusi ditemukan redup pada lobus inferior pulmo dextra. Kenudian

pada pemeriksaan thoraks jantung. Pada inspeksi ictus cordis tidak terlihat, pada

palpasi ictus cordis sulit dievaluasi, pada auskultasi bunyi jantung I dan II murni

reguler, heart rate 88 xpm, pada perkusi batas jantung. Pemeriksaan fisik abdomen

pada inspeksi, dinding abdomen distended, warna kulit kuning/ikterik, terdapat

pelebaran vena kolateral, caput medusae (+). Dari auskultasi didapatkan suara

peristaltik menurun, dari perkusi hipertympani dengan batas redup. Setelah

dilakukan tes pekak beralih dan tes undulasi/shifting dullnes ditemukan (+). Pada

palpasi, dinding abdomen keras, pembesaran organ sulit dievaluasi. Pada

Ekstremitas superior terdapat eritema palmaris, white nail (+) dan inferior

didapatkan oedema pada ekstremitas inferior, edema pitting (+), akral hangat.

5

Page 7: Sirosis Hepatis

Terapi yang ditambahkan HP pro tab 3xI, Lesifit tab 3xI, Spironolakton

tab 100 mg 3xI, injeksi Lasix 1amp/24 jam, Aspar K tab 1xI, dan planning nya

adalah cek total protein, albumin, globulin.

25 Desember 2012

Pada hari kedua menjalani rawat inap, pasien mengeluh masih mengeluh

perut terasa sebah, nyeri pada ulu hati seperti ditusuk-tusuk (↓), mual (-), muntah

(-), nafsu makan menurun apabila diberi makan seperti mengganjal dan terasa

cepat penuh, sulit buang gas, badan terasa lemas (+), mudah lelah (+), pusing

berkunang-kunang (+). Pasien masih mengeluh tidur yang tidak teratur. Pada

pemeriksaan fisik, keadaan umum pasien tampak lemas, kesadaran compos mentis

. Dari vital sign didapatkan tekanan darah 90/50 mmHg, nadi 80 xpm, respiratory

rate 28 xpm, suhu 37,2 °C.

Hasil laboratorium Albumin 1,03 g/100ml, globulin 3,45 g/dl, protein

total 5,4 g/dl.

Terapi tambahan untuk pasien ini Injeksi Lasix 2amp/24 jam, Albumin

20cc/150C. Planning cek albumin post pemberian albumin.

26 Desember 2012

Pada hari ketiga menjalani rawat inap, pasien masih mengeluhkan hal

yang sama, dari keadaan umum tampak lemas, kesadaran compos mentis, dari

vital sign didapatkan tekanan darah 90/50 mmHg, nadi 88 xpm, respiratory rate 28

xpm, suhu 37,2 °C.pemeriksaan fisik masih seperti sebelumnya.

Hasil pemeriksaan albumin 3,41 g/100ml.

Kemudian pasien ini di terapi lanjut dan planning untuk dilakukan puncti

ascites yang pertama kali. Produk puncti ascites serous, darah (-), berbau (+),

produk puncti sebanyak ± 1 liter.

27 Desember 2012

Keesokan harinya yaitu hari ke empat pasien menjalani rawat inap,

pasien merasa keluhan perut sebah berkurang, terasa lebih longgar. Pasien hanya

mengeluh kesulitan dalam BAK dan BAB juga buang gas, pada lokasi

pengambilan puncti dirasa oleh pasien sedikit nyeri dan merembes cairan dalam

6

Page 8: Sirosis Hepatis

perutnya. Dari keadaan umum pasien tampak lemas, kesadaran compos mentis,

dari vital sign didapatkan tekanan darah 80/60 mmHg, nadi 84 xpm, respiratory

rate 24 xpm, suhu 37,2 °C. Pemeriksaan fisik abdomen dari inspeksi dinding

abdomen distended, terdapat pelebaran vena kolateral, caput medusa (+),

kemudian dari auskultasi peristaltik meningkat, bising usus (-), pada palpasi

dinding abdomen mengeras (↓), nyeri tekan (-), organomegali sulit dievaluasi.

Selanjutnya pada perkusi terdapat batas tympani ke redup, tes undulasi/shifting

dullnes (+), tes pekak beralih (+). Pada kedua ekstremitas inferior masih

ditemukan oedema. Pada pemeriksaan laboratorium untuk hasil albumin 3,4.

Pasien diberikan terapi lanjut, dan terapi albumin distop. Pasien diberikan

planning dilakukan puncti ascites untuk yang ke dua kali. Produk ascites serous,

darah (-), berbau (+), produk puncti ascites sebanyak ± 2,5 liter.

28 Desember 2012

Hari selanjutnya yaitu hari ke lima menjalani rawat inap, pasien merasa

keadaan nya membaik, keluhan perut sebah semakin berkurang dan terasa lebih

longgar, nyeri pada kedua pinggang (↓), namun pasien masih mengeluhkan

kesulitan pada BAK/BAB dan buang gas. Dari keadaan umum pasien masih

terlihat lemas, kesadaran compos mentis, dari vital sign didapatkan tekanan darah

110/70 mmHg, nadi 80 xpm, respiratory rate 28 xpm, suhu 37,2 °C. Pemeriksaan

fisik abdomen dari inspeksi dinding abdomen distended, pelebaran vena kolateral

(+), terlihat suatu massa pada kuadran kiri atas. dari auskultasi peristaltik

meningkat, bising usus (-), kemudian dari palpasi nyeri tekan (-), teraba spleen

membesar pada titik schuffner 2, perabaan hepar sulit dievaluasi. Perkusi

abdomen terdapat batas tympani dan redup, tes undulasi/shifting dullnes (+), tes

pekak beralih (+). Pada kedua ekstermitas inferior oedema (↓). Hasil laboratorium

albumin pasien 2,9 g/100ml. Pasien diperbolehkan pulang dan menjalani rawat

jalan dengan terapi

Teori

7

Page 9: Sirosis Hepatis

SIROSIS HEPATIS

I. DEFINISI

Sirosis hati merupakan stadium akhir kerusakan sel-sel hati yang

kemudian menjadi jaringan fibrosis. Kerusakan tersebut ditandai dengan

distorsi arsitektur hepar dan pembentukan nodulus regeneratif akibat

nekrosis sel-sel hati (Widjaja, 2011).

II. INSIDENSI DAN EPIDEMIOLOGI

Insidensi sirosis hepatis di Amerika diperkirakan 360 per 100.000

penduduk. Penyebabnya sebagian besar akibat penyakit hepar alkoholik

dan infeksi virus kronik. Di Indonesia data prevalensi sirosis hepatis belum

ada, hanya laporan-laporan dari beberapa pusat pendidikan saja. Di RS Dr.

Sardjito Yogyakarta jumlah pasien sirosis hepatis berkisar 4,1% dari

pasien yang dirawat di Bagian Penyakit Dalam dalam kurun waktu 1 tahun

pada tahun 2004. Di Medan dalam kurun waktu 4 tahun dijumpai pasien

sirosis hepatis sebanyak 819 (4%) pasien dari seluruh pasien di Bagian

Penyakit Dalam (Nurdjanah, 2006).

Penderita sirosis hepatis lebih banyak dijumpai pada laki-laki jika

dibandingkan dengan wanita sekitar 1,6 : 1 dengan umur rata-rata

terbanyak antara golongan umur 30 – 59 tahun dengan puncaknya sekitar

40 – 49 tahun (Sutadi, 2003).

South East Asia Regional Office (SEARO) tahun 2011 melaporkan

sekitar 5,6 juta orang di Asia Tenggara adalah pembawa hepatitis B,

sedangkan sekitar 480 000 orang pembawa hepatitis C. Di Indonesia,

prevalensi hepatitis B dan C pada dewasa sehat yang mendonorkan darah

masing-masing adalah 2,1% dan 8,8% pada tahun 1995 (Widjaja, 2011).

III. ETIOLOGI

8

Page 10: Sirosis Hepatis

Penyebab terbanyak sirosis hati di Asia Tenggara adalah akibat

komplikasi infeksi (hepatitis) virus hepatitis B dan C, demikian juga di

Indonesia (Con HO dan Atterburry, 2007).

Tabel 1. Penyakit yang dapat menjadi penyebab sirosis

(Sumber: Con HO dan Atterburry, 2007)

1. Virus hepatitis (B,C,dan D)

2. Alkohol

3. Kelainan metabolik :

a. Hemakhomatosis (kelebihan beban besi)

b. Penyakit Wilson (kelebihan beban tembaga)

c. Defisiensi Alphal-antitripsin

d. Glikonosis type-IV

e. Galaktosemia

f. Tirosinemia

4. Kolestasis

5. Sumbatan saluran vena hepatica

9

Page 11: Sirosis Hepatis

a. Sindroma Budd-Chiari

b. Payah jantung

6. Gangguan Imunitas (Hepatitis Lupoid)

7. Toksin dan obat-obatan (misalnya : metotetrexat, amiodaron, INH,

dan lain-lain)

8. Operasi pintas usus pada obesitas

9. Kriptogenik

10. Malnutrisi

11. Indian Childhood Cirrhosis (Garcia-Tsao D, 2003)

Pada pasien ini etiologi masih belum jelas. Namun, karena

secara epidemiologi Indonesia merupakan negara tropis, sehingga

angka kejadian infeksi virus hepatitis sangat tinggi dan menjadi faktor

risiko utama penyebab sirosis hepatis, maka perlu dilakukan analisis

HbsAg penderita untuk memastikan penyebab dari sirosis pada pasien

ini (Wolf DC, 2009).

.

IV. KLASIFIKASI

Sirosis diklasifikasikan dengan berbagai cara berdasarkan atas

morfologi, makroskopik, mikroskopik, etiologi serta kondisi klinisnya

(Con HO dan Atterburry, 2007).

Sirosis secara konvensional diklasifikasikan sebagai:

1. Makronodular (besar nodul lebih dari 3 mm), atau

2. Mikronodular (besar nodul kurang dari 3 mm), atau

3. Campuran mikro dan makronodular.

Sebagian besar jenis sirosi dapat diklasifikasikan berdasarkan

etiologis dan morfologis menjadi:

1. Alkoholik

2. Kriptogenik dan post hepatitis (pasca nekrosis)

3. Biliaris

4. Kardiak, dan

5. Metabolik, keturuna, dam terkait obat (Nurdjanah, 2007).

10

Page 12: Sirosis Hepatis

Untuk penentuan derajat keparahan, dan prognosis pembedahan

maka klasifikasi derajat keparahan yang sering digunakan adalah

klasifikasi (Child- atau Child Pugh Modification).

Tabel 2. Klasifikasi derajat keparahan

Klasifikasi

Parameter (Plugh)

A

1

B

2

C

3

Bilirubin (mg/dl)

Albumin (g/dl)

Ascites

Ensefalopati

Nutrisi

< 2

>3,5

-

-

Baik

2-3,0

3-3,5

Terkontrol

Std I/II

Sedang

>3,0

<3,0

Sulit

dikontrol

Std III/IV

Jelek

Total Skor 5-7 8-10 11-15

(Sumber: Setiawan, 2007)

Klasifikasi Child A = Sirosis hati ringan

Klasifikasi Child B = Sirosis hati sedang

Klasifikasi Child C = Sirosis hati berat

V. PATOGENESIS

Faktor genetik dan lingkungan yang menyebabkan kerusakan sel

hati dapat menyebabkan sirosis melalui respon patobiologi yang saling

berhubungan, yaitu reaksi sistem imun, peningkatan sintesis matrik dan

abnormalitas perkembangan sel hati yang tersisa. Perlukaan terhadap sel

hati dapat menyebabkan kematian sel, yang kemudian diikuti terjadinya

jaringan parut (fibrosis) atau pembentukan nodul regenerasi. Hal tersebut

selanjutnya akanmenyebabkan gangguan fungsi hati, nekrosis sel hati dan

hipertensi porta (Con HO dan Atterburry, 2007).

Proses perlukaan sel hati dapat disebabkan karena suatu agen

infeksi, bahan racun (toksin) ataupun proses iskemia dan hipoksia. Proses

ini awalnya menyerang dinding sel yang menyebabkan keluarnya berbagai

enzim dan elektrolit dari dalam sel serta dapat menyebabkan kematian sel.

11

Page 13: Sirosis Hepatis

Di bawah pengaruh sel-sel radang serta berbagai macam sitokin, hepatosit

sebenarnya mengeluarkan suatu bahan Matrik Ekstra Seluler (ECM) yang

ternyata sangat penting untuk proses penyelamatan dan pemeliharaan

fungsi sel hepar karena dapat memelihara keseimbangan lingkungan sel.

Makro molekul dari ECM terdiri dari kolagen, proteoglikan dan

glikoprotein (Con HO dan Atterburry, 2007).

Pada sirosis ternyata terdapat perubahan kualitas dan kuantitas

ECM sehingga terdapat penyimpangan dan pengorganisasian pertumbuhan

sel dan jaringan hati. Pada berbagai penyakit hati terdapat peningkatan

bahan metabolik prokolagen III peptide yang dapat merangsang proses

fibrosis. Pada kondisi yang stimultif karena infeksi virus, iskemia ataupun

karena keadaan lain yang dapat menyebabkan nekrosis hepatosit maka

hepatosit mengadakan proses proliferasi yang lebih cepat dari biasanya

(Con HO dan Atterburry, 2007).

VI. TANDA DAN MANIFESTASI KLINIS

Gambaran klinis dari sirosis tergantung pada penyakit penyebab

serta perkembangan tingkat kegagalan hepato selullar dan fibrosisnya.

Manifestasi klinis sirosis umumnya merupakan kombinasi dari kegagalan

fungsi hati dan hipertensi porta. Berdasarkan stadium klinis sirosis dapat

dibagi 2 bentuk (Con HO dan Atterburry, 2007).

a. Stadium kompensata.

Pada keadaan ini belum ada gejala klinis yang nyata,

diagnosisnya sering ditemukan kebetulan (Con HO dan Atterburry,

2007).

b. Stadium dekompensata.

Sirosis hati dengan gejala nyata. Gejala klinik sirosis

dekompensata melibatkan berbagai sistem. Pada gastrointestinal

terdapat gangguan saluran cerna seperti mual, muntah dan anoreksia

sering terjadi.Diare pada pasien sirosis dapat terjadi akibat mal-

absorbsi, defisiensi asam empedu atau akibat mal-nutrisi yang terjadi.

12

Page 14: Sirosis Hepatis

Nyeri abdomen dapat terjadi karena gallstones, refluk gastroesophageal

atau karena pembesaran hati. Hematemesis serta hematokezia dapat

terjadi karena pecahnya varises esophagus ataupun rektal akibat

hipertensi porta (Con HO dan Atterburry, 2007).

Pada sistem hematologi kelainan yang sering terjadi adalah

anemia dan gangguan pembekuan darah. Pada organ paru bisa terjadi

sesak nafas karena menurunnya daya perfusi pulmonal, terjadinya

kolateral portapulmonal, kapasitas vital paru yang menurun serta

terdapatnya asites dan hepatosplenomegali. Mekanisme yang

menyebabkan perobahan perfusi paru belum diketahui dengan pasti.

Hipoksia ditemukan pada 2%-30% anak dengan sirosis. Sianosis dan

clubbing finger dapat terjadi karena hipoksemia kronik akibat

terjadinya kolateral paru-sistemik. Pada kardiovaskular manifestasinya

sering berupa peningkatan kardiac output yang dapat berkembang

menjadi sistemik resistensi serta penurunan hepatic blood flow

(hipertensi porta), selanjutnya dapat pula menjadi hipertensi sistemik.

Pada sistim endokrin kelainan terjadi karena kegagalan hati dalam

mensintesis atau metabolisme hormon. Keterlambatan pubertas dan

pada adolesen dapat ditemukan penurunan libido serta impontensia

karena penurunan sintesis testeron di hati. Juga dapat terjadi feminisasi

berupa ginekomastia serta kurangnya pertumbuhan rambut (Sherlock,

1997) Pada sistim neurologis ensefalopati terjadi karena kerusakan

lanjut dari sel hati. Gangguan neurologis dapat berupa asteriksis

(flapping tremor), gangguan kesadaran dan emosi. Sistem imun pada

sirosis dapat terjadi penurunan fungsi imunologis yang dapat

menyebabkan rentan terhadap berbagai infeksi, diantaranya yang

paling sering terjadi pneumonia dan peritonitis bakterialis spontan.

Kelainan yang ditemukan sering berupa penurunan aktifitas fagosit

sistem retikulo-endo-telial, opsonisasi, kadar komplemen C2, C3 dan

C4 serta aktifitas pro-liferatif monosit.(1,8,9) Sepertiga dari kasus

sirosis dekompensata menunjukan demam tetapi jarang yang lebih dari

13

Page 15: Sirosis Hepatis

38oC dan tidak dipengaruhi oleh pemberian anti-biotik. Keadaan ini

mungkin disebabkan oleh sitokin seperti tumor-necrosis-factor (TNF)

yang dibebaskan pada proses inflamasi.(8,9) Gangguan nutrisi yang

terjadi dapat berupa mal-nutrisi, anoreksia, mal-absorbsi, hipo-

albuminemia serta defisensi vitamin yang larut dalam lemak. Sering

pula terjadi hipo-kalemia karena hilangnya kalium melalui muntah,

diare atau karena pengaruh pemberian diuretik.(8,9) Pada pemeriksaan

fisik hepar sering teraba lunak sampai keras kadang-kadang mengkerut

dan noduler. Limpa sering teraba membesar terutama pada hipertensi

porta. Kulit tampak kuning, sianosis dan pucat, serta sering juga

didapatkan spider angiomata. (Con HO dan Atterburry, 2007)

Retensi cairan dan natrium pada sirosis memberikan

kecendrungan terdapatnya peningkatan hilangnya kalium sehingga

terjadi penurunan kadar kalium total dalam tubuh. Terjadinya hiper

aldosteron yang disertai kurangnya masukan makanan, serta

terdapatnya gangguan fungsi tubulus yang dapat memperberat

terjadinya hipo-kalemia. Kondisi hipo-kalemia ini dapat menyebabkan

terjadinya ensefalopati karena dapat menyebabkan peningkatan

absorbsi amonia dan alkalosis (Con HO dan Atterburry, 2007).

VII. PATOFISIOLOGI

Sirosis hepatis termasuk 10 besar penyebab kematian di dunia

Barat. Meskipun terutama disebabkan oleh penyalahgunaan alkohol,

kontributor utamalainnya adalah hepatitis kronis, penyakit saluran

empedu, dan kelebihan zat besi.

Tahap akhir penyakit kronis ini didefinisikan berdasarkan tiga

karakteristik :

1. Bridging fibrous septa dalam bentuk pita halus atau jaringan parut

lebar yang menggantikan lobulus.

14

Page 16: Sirosis Hepatis

2. Nodul parenkim yang terbentuk oleh regenerasi hepatosit, dengan

ukuran bervariasi dari sangat kecil (garis tengah < 3mm, mikronodul)

hingga besar (garis tengah beberapa sentimeter, makronodul).

3. Kerusakan arsitektur hepar keseluruhan. Beberapa mekanisme yang

terjadi pada sirosis hepatis antara lain kematian sel-sel hepatosit,

regenerasi, dan fibrosis progresif. Sirosis hepatis pada mulanya

berawal dari kematian sel hepatosit yang disebabkan oleh berbagai

macam faktor. Sebagai respons terhadap kematian sel-sel hepatosit,

maka tubuh akan melakukan regenerasi terhadap sel-sel yang mati

tersebut. Dalam kaitannya dengan fibrosis, hepar normal mengandung

kolagen interstisium (tipe I, III, dan IV) di saluran porta, sekitar vena

sentralis, dan kadang-kadang di parenkim. Pada sirosis, kolagen tipe I

dan III serta komponen lain matriks ekstrasel mengendap di semua

bagian lobulus dan sel-sel endotel sinusoid kehilangan fenestrasinya.

Juga terjadi pirau vena porta ke vena hepatika dan arteri hepatika ke

vena porta. Proses ini pada dasarnya mengubah sinusoid dari saluran

endotel yang berlubang dengan pertukaran bebas antara plasma dan

hepatosit, menjadi vaskular tekanan tinggi, beraliran cepat tanpa

pertukaran zat terlarut. Secara khusus, perpindahan protein antara

hepatosit dan plasma sangat terganggu. (Kumar, 2004) (Taylor, 2009)

VIII. DIAGNOSIS

Stadium awal sirosis hepatis sering tanpa gejala sehingga

kadang ditemukan pada waktu pasien melakukan pemeriksaan kesehatan

rutin atau karena kelainan penyakit lain. Gejala awal sirosis hepatis

meliputi4 :

- Perasaan mudah lelah dan lemah

- Selera makan berkurang

- Perasaaan perut kembung

- Mual

- Berat badan menurun

15

Page 17: Sirosis Hepatis

- Pada laki-laki dapat timbul impotensi, testis mengecil, buah dada

membesar, dan hilangnya dorongan seksualitas.

Stadium lanjut (sirosis dekompensata), gejala-gejala lebih

menonjol terutama bila timbul komplikasi kegagalan hepar dan hipertensi

portal, meliputi4 :

- Ilangnya rambut badan

- Gangguan tidur

- Demam tidak begitu tinggi

- Adanya gangguan pembekuan darah, pendarahan gusi, epistaksis,

gangguan siklus haid, ikterus dengan air kemih berwarna seperti teh

pekat, muntah darah atau melena, serta perubahan mental, meliputi

mudah lupa, sukar konsentrasi, bingung, agitasi, sampai koma.

(Nurdjanah, 2006)

IX. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Diagnosis pasti SH dibuat atas dasar pemeriksaan biopsi hati.

Pada kondisi dekompensata, maka biopsi hati tidak mutlaak perlu

dilakukan.

Diagnosis klinis SH dibuat dengan melakukan berbagai pemeriksaan

klinis dengan tujuan mendapatkan gejala dan tanda kegagalan fungsi

hati dan hipertensi portal sebanyak mungkin.

Tabel 3. Pemeriksaan klinis dalam penentuan diagnosis SH

Pemeriksaan Keterangan/Hasil yang mungkin

didapat

1. Riwayat penyakit/anamnesis - Lesu dan berat badan turun

- Anoreksia- dispepsia

- Nyeri perut, sebah

- Ikterus (BAK coklat dan mata

kekuningan)

- Perdarahan gusi

16

Page 18: Sirosis Hepatis

- Perut membuncit

- Libido menurun

- Konsumsi alkohol

- Riwayat kesehatan yang lalu

(sakit kuning, dll)

- Riwayat muntah darah dan

feses kehitaman

2. Pemeriksaan fisik - Keadaan umum dan nutrisi

- Tanda gagal fungsi hati

- Tanda hipertensi portal

3. Pemeriksaan laboratorium

- Darah tepi/hematologi

- Kimia darah

- Serologi

Anemia, leukopenia,

trombositopenia, PPT (INR)

Bilirubin

Transaminase (hasil variasi)

Alkaline fosfatase

Albumin-ghlobulin, elektroforesis

protein serum,

Elektrolit (K, Na, dll), bila ada

ascites

Untuk indonesia: HbsAg dan Anti

HCV

Α FP

4. Endoskopi sakuran cerna

bagian atas

- Varises, gastropati

5. USG/CT scan - Ukuran hati, kondisi V.porta,

Splenomegali, Ascites, dll.

6. Laparaskopi - Gambaran makroskopi

visualisasi langsung hati

7. Biopsi hati -Bila koagulasi Memungkinkan

dan diagnosis masih belum

17

Page 19: Sirosis Hepatis

pasti.

(Gambar: Setiawan, 2007)

X. PENATALAKSANAAN

Sirosis kompensata memerlukan kontrol yang teratur. Untuk

sirosis dengan gejala, pengobatan memerlukan pendekatan holistik yang

memerlukan penanganan multi disipliner.

1. Pembatasan aktifitas fisik

Tergantung pada penyakit dan toleransi fisik penderita. Pada stadium

kompensata dan penderita dengan keluhan/gejala ringan dianjurkan

cukup istirahat dan menghindari aktifitas fisik berat (Sherlock, 1997).

2. Pengobatan berdasarkan etiologi (Thaler, 1991).

3. Dietetik

- Protein diberikan 1,5-2,5 gram/hari. Jika terdapat ensepalopati

protein harus dikurangi (1 gram/kgBB/hari) serta diberikan diet

yang mengandung asam amino rantai cabang karena dapat

meningkatkan penggunaan dan penyimpanan protein tubuh. Dari

penelitian diketahui bahwa pemberian asam amino rantai cabang

akan meningkatkan kadar albumin secara bermakna serta

meningkatkan angka survival rate (Nasar, et.al 1999).

- Kalori dianjurkan untuk memberikan masukan kalori 150% dari

kecukupan gizi yang dianjurkan (RDA) (Hidayat, 1999).

- Lemak diberikan 30%-40% dari jumlah kalori. Dianjurkan

pemberian dalam bentuk rantai sedang karena absorbsi-nya tidak

memerlukan asam empedu.

- Vitamin, terutama vitamin yang larut dalam lemak diberikan 2 kali

kebutuhan RDA (Hidayat, 1999). Natrium dan cairan tidak perlu

dikurangi kecuali ada asites.

- Makanan sebaiknya diberikan dalam jumlah yang sedikit tapi

sering (Nasar, et.al 1999).

18

Page 20: Sirosis Hepatis

4. Menghindari obat-obat yang mempengaruhi hati seperti sulfonamide,

eritromisin, asetami-nofen, obat anti kejang trimetadion,

difenilhidantoin dan lain-lain (Con HO dan Atterburry, 1993).

5. Medika-mentosa

Terapi medika mentosa pada sirosis tak hanya simptomatik atau

memperbaiki fungsi hati tetapi juga bertujuan untuk menghambat

proses fibrosis, mencegah hipertensi porta dan meningkatkan harapan

hidup tetapi sampai saat ini belum ada obat yang yang dapat memenuhi

seluruh tujuan tersebut (Nasar, et.al 1999).

a. Asam ursodeoksilat

Merupakan asam empedu tersier yang mempunyai sifat hidrofilik

serta tidak hepatotoksik bila dibandingkan dengan asam empedu

primer dan sekunder. Bekerja sebagai kompentitif binding terhadap

asam empedu toksik. Sebagai hepato- proktektor dan bile flow

inducer. Dosis 10-30 mg/kg/hari. Penelitian Pupon mendapatkan

dengan pemberian asam ursodeoksikolat 13-15 mg/kgBB /hari

pada sirosis bilier ternyata dapat memperbaiki gejala klinis, uji

fungsi hati dan prognosisnya.

b. Kolestiramin bekerja dengan mengikat asam empedu di usus halus

sehingga terbentuk ikatan komplek yang tak dapat diabsorbsi ke

dalam darah sehingga sirkulasinya dalam darah dapat dikurangi.

Obat ini juga berperanan sebagai anti pruritus. Dosis 1

gram/kgBB/hari di bagi dalam 6 dosis atau sesuai jadwal

pemberian susu.

c. Colchicines 1 mg/hari selama 5 hari setiap minggu memperlihatkan

adanya perbaikan harapan hidup dibandingkan kelompok placebo.

Namun penelitian ini tidak cukup kuat untuk mereko-mendasikan

penggunaan colchicines jangka panjang pada pasien sirosis karena

tingginya angka drop out pada percobaan tersebut.

d. Kortikosteroid merupakan anti imflamasi menghambat sintesis

kolagen maupun pro-kolagenase. Penggunaan prednisone sebagai

19

Page 21: Sirosis Hepatis

terapi pada hepatitis virus B kronik masih diperdebatkan.

Penelitian propsektif pada anak Italia dengan hepatitis kronik aktif

yang disebabkan hepatitis B virus menunjukan tidak adanya

keuntungan dari pemberian prednisolon.

e. D-penicillamine. Pemberian penicil- linamine selama 1-7 tahun

(rata-rata 3,5 tahun) pada pasien dengan Indian Chil hood cirrhosis

ternyata memberikan perbaikan klinik, biokimia dan histology.

Namun penelitian Boderheimer, mendapatkan bahwa pemberian

penicillinamine 250 mg dan 750 mg pada pasien sirosis bilier

primer ternyata tak memberikan keuntungan klinis. Juga

peningkatan dosis hanya memberatkan efek samping obat,

sedangkan penyakitnya tetap progresif.

f. Cyclosporine; pemberian cyclosporine A pada pasien sirosis bilier

primer sebanyak 3 mg/kgbb/hari akan menurunkan mortalitas serta

memper-panjang lama dibutuhkannya trans-platasi hati sampai

50% disampingkan kelompok placebo.

g. Obat yang menurunkan tekanan vena portal, vasopressin,

somatostatin, propanolol dan nitrogliserin.

h. Anti virus pemberiannya bertujuan untuk menghentikan

replikasivirus dalam sel hati (Nasar, et.al 1999).

6. Mencegah dan mengatasi komplikasi yang terjadi.

a. Pengobatan Hipertensi Portal

b. Asites

Asites dapat diatasi dengan retriksi cairan serta diet rendah natrium

(0,5 mmol/kgbb/hari), 10%-20% asites memberikan respon baik

dengan terapi diet. Bila usaha ini tidak berhasil dapat diberikan

diuretik yaitu antagonis aldosteron seperti spironolakton dengan

dosis awal 1 mg/kgbb yang dapat dinaikkan bertahap 1

mg/kgbb/hari sampai dosis maksimal 6 mg/kgbb/hari (Thaler, 1991).

Pengobatan diuretik berhasil bila terjadi keseimbangan cairan

negatif 10 ml/kgbb/hari dan pengurangan berat badan 1%-2%/hari.

20

Page 22: Sirosis Hepatis

Bila hasil tidak optimal dapat ditambahkan furosemid dengan dosis

awal 1-2 mg/kgbb/hari dapat dinaikan pula sampai 6 mg/kgbb/hari

(Sherlock, 1997). Parasentesis dapat dipertimbangkan pada asites

yang menyebabkan gangguan pernafasan dan juga terindikasi untuk

asites yang refrakter terhadap diuretika. Pada asites refrakter

maupun yang rekuren juga dapat dilakukan tindakan tranjugular

intra hepatik portosistemic shunt (Dudley, 1994).

7. Transplatasi hati, merupakan terapi standar untuk anak dengan

penyakit sirosis (Thaler, 1991).

XI. KOMPLIKASI

Morbiditas dan mortalitas sirosis tinggi akibat komplikasinya.

Berikut berbagai macam komplikasi sirosis hati :

1. Hipertensi Portal

2. Asites

3. Peritonitis Bakterial Spontan. Komplikasi ini paling sering dijumpai

yaitu infeksi cairan asites oleh satu jenis bakteri tanpa ada bukti infeksi

sekunder intra abdominal. Biasanya terdapat asites dengan nyeri

abdomen serta demam.

4. Varises esophagus dan hemoroid. Varises esophagus merupakan salah

satu manifestasi hipertensi porta yang cukup berbahaya. Sekitar 20-40%

pasien sirosis dengan varises esophagus pecah menimbulkan

perdarahan.

5. Ensefalopati Hepatik. Ensefalopati hepatic merupakan kelainan

neuropsikiatri akibat disfungsi hati. Mula-mula ada gangguan tidur

kemudian berlanjut sampai gangguan kesadaran dan koma4.

Ensefalopati hepatic terjadi karena kegagalan hepar melakukan

detoksifikasi bahan-bahan beracun (NH3 dan sejenisnya). NH3 berasal

dari pemecahan protein oleh bakteri di usus. Oleh karena itu,

peningkatan kadar NH3 dapat disebabkan oleh kelebihan asupan

21

Page 23: Sirosis Hepatis

protein, konstipasi, infeksi, gagal hepar, dan alkalosis13. Berikut

pembagian stadium ensefalopati hepatikum :

Tabel 4. Pembagian stadium ensefalopati hepatikum

(Sumber: Nurdjanah, 2006)

6. Sindroma Hepatorenal. Pada sindrom hepatorenal, terjadi gangguan

fungsi ginjal akut berupa oligouri, peningkatan ureum, kreatinin, tanpa

adanya kelainan organic ginjal. Kerusakan hati lanjut menyebabkan

penurunan perfusi ginjal yang berakibat pada penurunan filtrasi

glomerulus (Nurdjanah, 2006) (March,2004) (David, 2007).

XII. PROGNOSIS

Prognosis sirosis hepatis sangat bervariasi dipengaruhi oleh

sejumlah faktor, meliputi etiologi, beratnya kerusakan hepar, komplikasi,

dan penyakit lain yang menyertai sirosis. Klasifikasi Child-Turcotte juga

untuk menilai prognosis pasien sirosis yang akan menjalani operasi,

variabelnya meliputi konsentrasi bilirubin, albumin, ada tidaknya asites,

ensefalopati, dan status nutrisi.

Diskusi

Penegakkan diagnosis pasti dari Diagnosis pada penderita suspek

sirosis hati dekompensata tidak begitu sulit, gabungan dari kumpulan gejala

yang dialami pasien dan tanda yang diperoleh dari pemeriksaan fisis sudah

cukup mengarahkan kita pada diagnosis. Pada penderita gejala dan tanda

sirosis hati didapatkan secara nyata dan jelas. Dari anamnesis terhadap pasien

didapatkan, lesu dan berat badan pasien akhir-akhir ini menurun, anoreksia,

22

Page 24: Sirosis Hepatis

nyeri pada ulu hati dan terasa sebah. Terdapat mata kekuningan dan BAK

coklat, perut mmebuncit, feses kehitaman, dan berdasarkan riwayat penyakit

dahulu pasien pernah menderita sakit kuning. Untuk tanda adanya

ensepalopati hepatik, berdasarkan pembagian stadium ensefalopati hepatikum

pasien ini berada pada stadium 1 yaitu terdapat gangguan pola tidur.

Sedangkan manifestasi dan tanda klinis dari pendertita sirosis

hepatis ditentukan oleh 2 kelainan fundamental yaitu: kegagalan fungsi hati

dan hipertensi portal.

Tabel 5. Gejala kegagalan fungsi hati dan hipertensi portal.

Gejala/tanda

kegagalan fungsi hati

Gejala/tanda

hipertensi portal

- Ikterus

- Spider naevi

- Ginekomastia

- Hipoalbumin dan malnultrisi kalori

- Bulu ketiak rontok

- Ascites

- Eritema palmaris

- “white nail”

- Varises esofagus/cardia

- Splenomegali

- Pelebaran v.kolateral

- Ascites

- Haemoroid

- Caput medusae

(Sumber: Setiawan, 2007)

Pada pasien ini didapatkan gejala/tanda kegagalan fungsi hati

berupa: ikterus, hipoalbumin, ascites, eritema palmaris dan white nail.

Sedangkan dari gejala/tanda hipertensi portal: splenomegali, pelebaran

v.kolateral, ascites, melena, caput medusae.

Tes laboratorium juga dapat digunakan untuk membantu diagnosis,

Urine : Dalam urin terdapat urobilinogen, juga terdapat bilirubin bila

penderita ada ikterus. Tinja : Mungkin terdapat kenaikan sterkobilinogen.

Pada penderita ikterus ekskresi pigmen empedu rendah. Namun pada pasien

ini belum dilakukan pemeriksaan urine maupun feses rutin rutin. Darah :

Biasanya dijumpai normositik normokromik anemia yang ringan, kadang-

23

Page 25: Sirosis Hepatis

kadang dalam bentuk makrositer, yang disebabkan kekurangan asam folat dan

vitamin B12 atau karena splenomegali. Bilamana penderita pernah mengalami

perdarahan gastrointestinal, maka akan terjadi hipokromik anemia. Juga

dijumpai leukopeni bersama trombositopeni. Waktu protombin memanjang

dan tidak dapat kembali normal walaupun telah diberi pengobatan

denganvitamin K. Pada pasien ini ditemukan anemia makrositer hiperkromik

atau dengan MCH dan MCV yang meningkat. Tes faal hati : Penderita sirosis

banyak mengalami gangguan tes faal hati, lebih-lebih lagi bagi penderita yang

sudah disertai tanda-tanda hipertensi portal. Fungsi hati kita dapat menilainya

dengan memeriksa kadar aminotransferase, alkali fosfatase, gamma glutamil

transpeptidase, serumalbumin, prothrombin time, dan bilirubin. Serum

glutamil oksaloasetat (SGOT) dan serum glutamil piruvat transaminase

(SGPT) meningkat tapi tidak begitu tinggi dan juga tidak spesifik. Pada

pasien ini yang diperiksa hanya serum SGPT 61,1 µ/lt (nilai normal sampai

42 µ/lt) dan serum SGOT 96,1 µ/lt (nilai normal sampai 31 µ/lt). Pemeriksaan

radiologis seperti USG Abdomen, sudah secara rutin digunakan karena

pemeriksaannya noninvasif dan mudah dilakukan. Pemeriksaan USG meliputi

sudut hati, permukaan hati, ukuran, homogenitas, dan adanya massa. Pada

sirosis lanjut, hati mengecil dan noduler, permukaan irreguler, dan ada

peningkatan ekogenitas parenkihati. Selain itu USG juga dapat menilai asites,

splenomegali, thrombosivena porta, pelebaran vena porta, dan skrining

karsinoma hati pada pasien sirosis. Namun untuk pasien ini tidak dilakukan

pemeriksaan tersebut. Dari diagnosis sirosis ini kita dapat menilai derajat

beratnya sirosis dengan menggunakan klasifikasi Child Pugh namun terbatas

pada nilai serum bilirubin yang belum ada.

Gejala-gejala sirosis dekompensata lebih menonjol terutama bila

timbul komplikasi kegagalan hati dan hipertensi porta. Hati yang normal

mempunyai kemampuan untuk mengakomodasi perubahan pada aliran darah

portal tanpa harus meningkatkan tekanan portal. Hipertensi portal terjadi oleh

adanya kombinasi dari peningkatan aliran balik vena portal dan peningkatan

tahanan pada aliran darah portal. Meningkatnya tahanan pada area sinusoidal

24

Page 26: Sirosis Hepatis

vascular disebabkan oleh faktor tetap dan faktor dinamis. Dua pertiga tahan

vaskuler intrahepatis disebabkan oleh perubahan menetap pada arsitektur hati.

Perubahan tersebut seperti terbentuknya nodul dan produksi kolagen yang

diaktivasi oleh sel stellata. Kolagen pada akhirnya berdeposit dalam daerah

perisinusoidal. Faktor dinamis yang mempengaruhi tahanan vaskuler portal

adalah adanya kontraksi dari sel stellata yang berada disisi sel endothelial.

Nitric oxide diproduksi oleh endotel untuk mengatur vasodilatasi dan

vasokonstriksi. Pada sirosis terjadi penurunan produksi lokal dan nitric oxide

sehingga menyebabkan kontraksi sel stellata sehingga terjadi vasokonstriksi

dari sinusoid hepar.

Dari hasil anamnesis didapatkan Lesu dan berat badan turun,

adanya proses glikogenolisis dan glukoneogenesis pada hati membuat

seseorang tetap mempunyai cadangan energi dan energi apabila seseorang

tidak makan, namun pada pasien sirosis hepatis, kedua proses ini tidak

berlangsung sempurna sehingga pasien mudah lelah dan pada keadaan yang

lebih berat pasien bahkan tidak dapat melakukan aktivitas ringan.

Anoreksia dan nyeri pada ulu hati, Menurut TUMEN timbulnya

ulkus peptikum pada penderita Sirosis Hepatis lebih besar bila dibandingkan

dengan penderita normal. Beberapa kemungkinan disebutkan diantaranya

ialah timbulnya hiperemi pada mukosa gaster dan duodenum, resistensi yang

menurun pada mukosa, dan kemungkinan lain ialah timbulnya defisiensi

makanan.

Ikterus (BAK coklat dan mata kekuningan), Ikterus-pada kulit dan

membran mukosa akibat bilirubinemia. Bila konsentasi bilirubin kurang dari

2-3 mg/dl tak terlihat. Warna urine terlihat gelap seperti air teh.

Perut membuncit disebabkan oleh adanya Ascites. Ascites adalah

adanya cairan bebas dalam rongga peritoneum. Pada sirosis hati aschites

terbentuk akibat adanya beberapa hal yaitu: hipertensi portal, retensi natrium,

vasodilatasi arteri splanknika, perubahan aliran vaskuler sistemik,

peningkatan pembentukan cairan limfe hepatik dan splanknika, dan

albuminemia. Diagnosis ascites berdasarkan pemeriksaan fisik ditemukan dari

25

Page 27: Sirosis Hepatis

pemeriksaan fisik hanya mungkin bila cairan ascites lebih dari 1,5-2 liter,

terdapat tanda “shifting dulness”, “undulasi”, dan caput medusae. Pada ascites

minimal dapat diperiksa dengan cara “pudle sign”. Pada ultrasonografi dapat

mendeteksi adanya cairan ascites dalam jumlah diatas 50 ml. Pada

pemeriksaan CT scan/MRI hanya atas indikasi tertentu. Terapi parasintesis

Abdominal Ascites, seleksi pasien: Ascites “tense”atau permagna, didapatkan

edema tungkai, “Child” B, protombine >40%, bilirubin serum <10 mg/dl,

trombosit>40.000/mm3, kreatinin serum <3mg/dl. Bila rutin: jumlah cairan 5-

10 l, infus albumin 6-8 g/l cairan diambil.

Dari temuan klinis ditemukan eritema palmaris, warna merah saga

pada thenar dan hipothenar telapak tangan. Hal ini dikaitkan dengan

perubahan metabolisme hormon estrogen. Tanda ini juga tidak spesifik pada

sirosis.

Hepatomegali-ukuran hati yang sirotik dapat membesar, normal,

atau mengecil. Bilamana hati teraba keras dan noduler. Splenomegali sering

ditemukan terutama pada sirosis yang penyebabnya nonalkoholik.

Pembesaran ini akibat kongesti pulpa merah lien karena hipertensi porta.

Fetor hepatikum, bau nafas yang khas pada pasien sirosis hepatis

disebabkan peningkatan konsentrasi dimetil sulfid akibat pintasan porto

sistemik yang berat.

Riwayat feses kehitaman. Pada pasien sirosis juga ditemukan

perdarahan spontan akibat adanya kekurangan faktor faktor pembekuan yang

diproduksi di hati. Darah inidapat saja keluar melalui tinja yang berwarna ter

(melena)

Riwayat kesehatan yang lalu (sakit kuning, dll)

Prognosis pada pasien ini adalah sangat bervariasi dipengaruhi oleh

sejumlah faktor, meliputi etiologi, beratnya kerusakan hepar, komplikasi, dan

penyakit lain yang menyertai sirosis. Klasifikasi Child-Turcotte juga untuk

menilai prognosis pasien sirosis yang akan menjalani operasi, variabelnya

meliputi konsentrasi bilirubin, albumin, ada tidaknya asites, ensefalopati, dan

status nutrisi.

26

Page 28: Sirosis Hepatis

Kesimpulan

Seorang laki-laki berumur 41 tahun dengan diagnosis Ascites et causa Suspek

Sirosis Hepatis.

27

Page 29: Sirosis Hepatis

DAFTAR PUSTAKA

Con HO dan Atterburry. Cirrhosis. Dalam: Schif L and Schif ER, penyunting.

Diseases of the liver, edisi ke-7. Philadelphia: J.B. Lippincot Company,

1993; 875-934.

David C. Dale, Daniel D.Fedeman, AMP Medicine 2007 Edition, Washington

D.C., 2007,p.IX : 1-26

Garcia-Tsao D and . Wongcharatrawee S. (VA Hepatitis C resource center

Program). Treatment of patients With Cirrhosis and Portal Hypertension

Literature Review and Summary of Recommended Interventions.

Version 1 (October 2003). Available from URL: www.va.gov/hepatitisc

Kumar V, Cotran RS, Robbins SL. Hati dan saluran empedu Dalam : Hartanto H,

Darmaniah N, Wulandari N. Robbins Buku Ajar Patologi. 7th Edition.

Volume 2. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2004. hal. 671-2.

Marc S. Sabatine, Sirosis dalam Buku Saku Klinis, The Massachusetts General

Hospital Handbook of Internal Medicine, 2004, p.106-1014.

Nurdjanah Sitti. Sirosis hati. Dalam : Sudoyo AW et.al, eds. Buku Ajar Ilmu

Penyakit Dalam. Edisi 4. Jakarta : Pusat Penerbitan ilmu Penyakit Dalam

Fakultas Kedokteran UI; 2006. hal. 443-53.

Nurdjanah Sitti. Sirosis hati. Dalam : Sudoyo AW et.al, eds. Buku Ajar Ilmu

Penyakit Dalam. Edisi 4. Jakarta : Pusat Penerbitan ilmu Penyakit Dalam

Fakultas Kedokteran UI; 2006. hal. 443-53.

Sherlock S, Dooley J, penyunting. Hepatic Cirrhosis. Dalam: Diseases of the liver

and billiary system, edisi ke-10. Blackwell Science Publication, 1997;

371-84.

Sutadi SM. Sirosis hati. Usu repository. 2003. Available from : URL : http://

repository.usu.ac.id/ bitstream/ 123456789 /3386/1/ penydalam-

srimaryani5.pdf

Taylor CR. Cirrhosis. emedicine. 2009. Available from: URL :

http://emedicine.medscape.com/article/366426- Overview 13 .

28

Page 30: Sirosis Hepatis

Wolf DC. Cirrhosis.eMedicine Specialities. 11 September 2009. Available from

URL: http://www.emedicine.com/med/topic3183.htm

29