sirosis hepatis

download sirosis hepatis

of 28

Transcript of sirosis hepatis

Daftar IsiDaftar Isi.................................................................................................. Bab 1. Pendahuluan.. i 1

Bab 2. Isi.................................................................................................. 1-26 2.1. Pemeriksaan 2.1.1. Anamnesis... 2.1.2. Fisik.... 2.1.3. Penunjang... 2.2. WD 2.2.1. Definisi... 2.2.2. Klasifikasi... 2.2.3. Etiologi.... 2.2.4. Gejala Klinis.... 2.2.5. Patogenesis. 2.2.6. Komlikasi... 2.3. Diagnosis Diferensial 2.3.1. Hepatitis Kronis.... 2.3.2. Patofisiologi.. 2.3.3. Gejala.... 2.4. Penatalaksanaan 2.4.1. Non Medika Mentosa... 2.4.2. Medika Mentosa 2.5. Prognosis.. 2.6. Epidemiologi. Bab 3.Kesimpulan.................................................................................... Daftar Pustaka 19-20 21-25 26 26 26 ii 17 18 18-19 6-7 7-8 8-9 10-13 13-17 17 1 2 2-5

Pendahuluan Diseluruh dunia sirosis menempati urutan ke tujuh penyebab kematian. Sekitar 25.000 orang meninggal setiap tahun akibat penyakit ini. Gejala klinis dari sirosis hati sangat bervariasi, mulai dari tanpa gejala sampai dengan gejala yang sangat jelas. Apabila diperhatikan, laporan di negara maju,maka kasus sirosis hati yang datang berobat ke dokter hanya kira-kira 30% dari seluruh populasi penyakit ini, dan lebih kurang 30% lainnya ditemukan secara kebetulan ketika berobat untuk penyakit lain, sisanya ditemukan saat atopsi.

Isi Pemeriksaan Anamnesis Anamnesis harus dilakukan secara teliti, teratur dan lengkap. Sebagian besar data yang diperlukan diperoleh dari anamnesis untuk menegakan diagnosis. Didapat data subjektif secara rinci dan tidak boleh sugestif. Yang perlu ditanyakan adalah identitas, keluhan utama, riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit yang menyertai, riwayat penyakit keluarga. Anamnesis dibagi menjadi dua, yaitu: - Auto-anamnesis wawancara langsung pada pasien

- Alo-anamnesis wawancara pada orang tua, keluarga terdekat atau sumber lain Tanyakan pada pasien: 1 Nausea, vomitus, nafsu makan menurun, diare dan diikuti dengan penurunan berat badan Merasa kemampuan jasmani menurun Demam, Ikterus, mata berwarna kuning dan buang air kecil berwarna gelap

Fisik 1,9 Hati : perkiraan besar hati, biasa hati membesar pada awal sirosis, bila hati mengecil artinya, prognosis kurang baik. Besar hati normal selebar telapak tangannya sendiri (7-10 cm). Pada sirosis hati, konsistensi hati biasanya kenyal/firm, pinggir hati biasanya tumpul dan ada sakit/ nyeri tekan pada perabaan hati. Limpa : pembesaran limpa diukur dengan 2 cara : a. Schuffner : hati membesar ke medial dan kebawah menuju umbilikus (SI-IV) dan dari umbilikus ke SIAS kanan (SV-VIII). b. Hacket : bila limpa membesar ke arah bawah saja (HI-V). Perut & ekstra abdomen : pada perut diperhatikan vena kolateral dan ascites. Manifestasi diluar perut : perhatikan adanya spider navy pada tubuh bagian atas, bahu, leher, dada, pinggang, caput medussae, dan tubuh bagian bawah. Perlu diperhatikan adanya eritema palmaris, ginekomastia, dan atrofi testis pada pria. Bisa juga dijumpai hemoroid.

Penunjang 1,4,9,10 Laboratorium Urine

Dalam urin terdapat urobilinogen, juga terdapat bilirubin bila penderita ada ikterus. Pada penderita dengan asites, maka ekskresi natrium berkurang, dan pada penderita yang berat ekskresinya kurang dari 3 meq (0,1).

Tinja Mungkin terdapat kenaikan sterkobilinogen. Pada penderita ikterus ekskresi pigmen empedu rendah.

Darah 1. Kadar Hb yang rendah (anemia), jumlah sel darah putih menurun (leukopenia), dan trombositopenia, anemia normokrom normositer, hipokrom normositer, hipokrom mikrositer, atau hipokrom makrositer. Anemia bisa akibat hipersplenisme dengan leukopenia dan trombositopenia. Kolesterol darah yang selalu rendah mempunyai prognosis yang kurang baik. 2. Kenaikan SGOT, SGPT 2x diatas nilai normal (rasio SGOT/SGPT >1) dan gamma GT tetapi bukan merupakan petunjuk tentang berat dan luasnya kerusakan parenkim hati. Kenaikan kadarnya dalam serum timbul akibat kebocoran dari sel yang mengalami kerusakan. Peninggian kadar gamma GT sama dengan transaminase, ini lebih sensitif tetapi kurang spesifik. Pemeriksaan laboratorium bilirubin, transaminase dan gamma GT tidak meningkat pada sirosis inaktif. Kadar albumin rendah. Terjadi bila kemampuan sel hati menurun. 3. Kadar kolinesterase (CHE) yang menurun kalau terjadi kerusakan sel hati. Pada perbaikan terjadi kenaikan CHE menuju nilai normal. Nilai CHE yang bertahan dibawah nilai normal, mempunyai prognosis yang jelek. 4. Masa protrombin yang memanjang menandakan penurunan fungsi hati.

5. Pada sirosis fase lanjut, glukosa darah yang tinggi menandakan ketidakmampuan sel hati membentuk glikogen. 6. Pemeriksaan marker serologi petanda virus untuk menentukan penyebab sirosis hati seperti HBsAg, HBeAg, HBV-DNA, HCV-RNA, dan sebagainya. Bila didapatkan HBsAg yang positif, sebaikna diteruskan dengan HBeAg dan anti HBe. Bila didapatkan HBeAg positif, ini merupakan indikasi pengobatan antiviral. Bila SGOT dan SGPT normal, HBeAg negatif dan anti HBe positif, maka dapat dikatakan bahwa pasien ini menmderita sirosis dan juga carrier HBsAg inaktif. Bila HBeAg negatif dan anti HBe positif, kita harus berhati-hati, karena mungkin kita menghadapai pasien dengan pre-core mutant. Dalam hal ini diperlukan pemeriksaan HBV DNA kuantitatif. Bila HBV DNA kuantitatif positif dengan kadar HBV DNA 105 kopi/cc atau lebih maka penderita perlu mendapat terapi antiviral. 7. Pemeriksaan alfa feto protein (AFP). Bila ininya terus meninggi atau >500-1.000 berarti telah terjadi transformasi ke arah keganasan yaitu terjadinya kanker hati primer (hepatoma). 8. Pemeriksaan kadar elektrolit penting dalam penggunaan diuretik dan pembatasan garam dalam diet. Dalam hal ensefalopati, kadar Na 500-1000, mempunyai nilai diagnostik suatu kanker hati primer.

Radiologi 9 USG Pada saat pemeriksaan USG sudah mulai dilakukan sebagai alat pemeriksaa rutin pada penyakit hati. Diperlukan pengalaman seorang sonografis karena banyak faktor subyektif. Yang dilihat pinggir hati, pembesaran, permukaan, homogenitas, asites, splenomegali, gambaran vena hepatika, vena porta, pelebaran saluran empedu/HBD, daerah hipo atau hiperekoik atau adanya SOL (space occupyin lesion). Sonografi bisa mendukung diagnosis

sirosis hati terutama stadium dekompensata, hepatoma/tumor, ikterus obstruktif batu kandung empedu dan saluran empedu. Pada sirosis terlihatnya hepar dengan permukaan yang kasar, bertepi tumpul. gambaran hiperechoic yang tidak difus atau heterogen. Gambar saluran darah tampak tegas dan pada keadaan lanjut, pembuluh darah berkelok-kelok. Hepatorenal kontras yang positif yang tidak selalu didapatkan. Radiologi : dengan barium swallow dapat dilihat adanya varises esofagus untuk konfirmasi hepertensi portal. Esofagoskopi : dapat dilihat varises esofagus sebagai komplikasi sirosis hati/hipertensi portal. Akelebihan endoskopi ialah dapat melihat langsung sumber perdarahan varises esofagus, tanda-tanda yang mengarah akan kemungkinan terjadinya perdarahan berupa cherry red spot, red whale marking, kemungkinan perdarahan yang lebih besar akan terjadi bila dijumpai tanda diffus redness. Selain tanda tersebut, dapat dievaluasi besar dan panjang varises serta kemungkinan terjadi perdarahan yang lebih besar. Sidikan hati radionukleid yang disuntikkan secara intravena akan diambil oleh parenkim hati, sel retikuloendotel dan limpa. Bisa dilihatbesar dan bentuk hati, limpa, kelainan tumor hati, kista, filling defek. Pada sirosis hati dan kelainan difus parenkim terlihat pengambilan radionukleid secara bertumpuk-tumpu (patchty) dan difus. CT scan walaupun mahal sangat berguna untuk mendiagnosis kelainan fokal, seperti tumor atau kista hidatid. Juga dapat dilihat besar, bentuk dan homogenitas hati. Angografi angiografi selektif, selia gastrik atau splenotofografi terutama pengukuran tekanan vena porta. Pada beberapa kasus, prosedur ini sangat berguna untuk melihat keadaan sirkulasi portal sebelum operasi pintas dan mendeteksi tumopr atau kista. Endoscopic retrograde chlangiopancreatography (ERCP) digunakan untuk

menyingkirkan adanya obstruksi ekstrahepatik.

WD Sirosis Hepatis

Definisi Hati (liver) merupakan organ terbesar dalm tubuh manusia. Di dalam hati terjadi proses-proses penting bagi kehidupan kita yaitu proses penyimpanan energi, pembentukan protein dan asam empedu, pengaturan metabolisme kolesterol, dan penetralan racun/obat yang masuk dalm tubuh kita. Istilah Sirosis hati diberikan oleh Laence tahun 1819, yang berasal dari kata Khirros yang berarti kuning orange (orange yellow), karena perubahan warna pada nodul-nodul yang terbentuk. 6 Pengertian sirosis hati dapat dikatakan sebagai berikut yaitu penyakit yang ditandai oleh adanya peradangan difus dan menahun pada hati, diikuti dengan proliferasi jaringan ikat, degenerasi, dan regenerasi sel-sel hati, sehingga timbul kekacauan dalam susunan parenkim hati. 1,2,3 Secara lengkap sirosis hati adalah suatu penyakit dimana sirkulasi mikro, anatomi pembuluh darah besar dan seluruh sitem arsitektur hati mengalami perubahan menjadi tidak teratur dan terjadi penambahan jaringan ikat (fibrosis) disekitar parenkim hati yang mengalami regenerasi. 6,9

Klasifikasi 1,6,7,9 Berdasarkan morfologi Sherlock membagi Sirosis hati atas 3 jenis, yaitu : 1. Mikronodular (portal) besar nodul < 3 mm, ditandai dengan terbentuknya septa tebal teratur, di dalam septa parenkim hati mengandung nodul halus dan kecil merata tersebut seluruh lobul. 2. Makronodular (Pasca nekrotik) besar nodul >3 mm, ditandai dengan terbentuknya septa dengan ketebalan bervariasi, mengandung nodul yang besarnya juga bervariasi ada nodul besar didalamnya ada daerah luas dengan parenkim yang masih baik atau terjadi regenerasi parenkim. 3. Campuran (yang memperlihatkan gambaran mikronodular dan makronodular) umumnya sirosis hati adalah jenis campuran ini.

Sedangkan dalam klinik dikenal 3 jenis, yaitu portal, pascanekrotik, dan bilier. 1 Secara Fungsional Sirosis terbagi atas: 6,9 1. Sirosis hati kompensata Sering disebut dengan Laten Sirosis hati. Pada stadium kompensata ini belum terlihat gejalagejala yang nyata. Biasanya stadium ini ditemukan pada saat pemeriksaan screening. Ini merupakan kelanjutan dari proses hepatitis kronik dan pada 1 tingkat tidak terlihat perbedaan secara klinis.

2. Sirosis hati Dekompensata Dikenal dengan Active Sirosis hati, dan stadium ini biasanya gejala-gejala sudah jelas, misalnya ; ascites, edema dan ikterus. Terutama jika timbul kegagalan hati dan hipertensi porta.

Klasifikasi Sirosis hati menurut criteria Child-pugh: 1,6,9 Parameter Bilirubin (mu.mol/dl) Albumin (gr/dl) Prothrombin time (Quick%) 1 35 > 70 2 35-50 30-35 40 - < 70 3 > 50 dari 10 mg/dl, trombosit < 40.000/mm3, creatinin > 3 mg/dl dan natrium urin < 10 mmol/24 jam. Namun untuk pencegahan asites setelah parasentesis, pengaturan diet rendah garam dan diuretic biasanya tetap diperlukan. - Pengendalian asites diharapkan terjadi penurunan berat badan 1kg/2 hari atau keseimbangan cairan negative 600-800 ml/hari. Jika terlalu banyak bisa menyebabkan ensefalopati hepatic.

Spontaneus Bacterial Peritonitis (SBP) 8 Infeksi cairan dapat terjadi secara spontan, atau setelah tindakan parasintese. Tipe yang spontan terjadi 80% pada penderita sirosis hati dengan asites, sekitar 20% kasus. Keadaan ini lebih sering terjadi pada sirosis hati stadium kompesata yang berat. Pada kebanyakan kasus penyakit ini timbul selama masa rawatan. Infeksi umumnya terjadi secara Blood Borne dan

90% Monomicroba. Pada sirosis hati terjadi permiabilitas usus menurun dan mikroba ini berasal dari usus. Adanya kecurigaan akan SBP bila dijumpai keadaan sebagai berikut: Spontaneous bacterial peritonitis Sucpect grade B dan C cirrhosis with ascites Clinical feature my be absent and WBC normal Ascites protein usually 250 mm polymorphs 50% die 69 % recurrent in 1 year

Pengobatan SBP dengan memberikan Cephalosporins Generasi III (Cefotaxime), secara parental selama lima hari, atau Qinolon secara oral. Mengingat akan rekurennya tinggi maka untuk Profilaxis dapat diberikan Norfloxacin (400mg/hari) selama 2-3 minggu.

Hepatorenal Sindrome 8 Adapun criteria diagnostik dapat kita lihat sebagai berikut : Major Chronic liver disease with ascietes Low glomerular fitration rate Serum creatin > 1,5 mg/dl Creatine clearance (24 hour) < 4,0 ml/minute Absence of shock, severe infection,fluid losses and Nephrotoxic drugs Proteinuria < 500 mg/day No improvement following plasma volume expansion Minor

-

Urine volume < 1 liter / day Urine Sodium < 10 mmol/litre Urine osmolarity > plasma osmolarity Serum Sodium concentration < 13 mmol / litre

Sindroma ini dicegah dengan menghindari pemberian Diuretik yang berlebihan, pengenalan secara dini setiap penyakit seperti gangguan elekterolit, perdarahan dan infeksi. Penanganan secara konservatif dapat dilakukan berupa: Ritriksi cairan,garam, potassium dan protein. Serta menghentikan obat-obatan yang Nefrotoxic. Manitol tidak bermanfaat bahkan dapat menyebabkan Asifosis intra seluler. Diuretik dengan dosis yang tinggi juga tidak bermanfaat, dapat mencetuskan perdarahan dan shock. Hasil jelek pada Childs C, dan dapat dipertimbangkan pada pasien yang akan dilakukan transplantasi. Pilihan terbaik adalah transplantasi hati yang diikuti dengan perbaikan dan fungsi ginjal.

Perdarahan karena pecahnya Varises Esofagus 8,9 Kasus ini merupakan kasus emergensi sehingga penentuan etiologi sering dinomor duakan, namun yang paling penting adalah penanganannya lebih dulu. Prinsip penanganan yang utama adalah tindakan resusitasi sampai keadaan pasien stabil, dalam keadaan ini maka dilakukan : - Pasien diistirahatkan daan dipuasakan - Pemasangan IVFD berupa garam fisiologis dan kalau perlu transfusi - Pemasangan Naso Gastric Tube, hal ini mempunyai banyak sekali kegunaannya yaitu : untuk mengetahui perdarahan, cooling dengan es, pemberian obat-obatan, evaluasi darah - Pemberian obat-obatan berupa antasida,ARH2, Antifibrinolitik, Vitamin K, Vasopressin, Octriotide dan Somatostatin

- Disamping itu diperlukan tindakan-tindakan lain dalam rangka menghentikan perdarahan misalnya Pemasangan Ballon Tamponade dan Tindakan Skleroterapi / Ligasi atau Oesophageal Transection.

Ensefalopati Hepatik 8,9 Syndrome neuropsikiatri yang didapatkan pada penderita penyakit hati menahun, mulai dari gangguan ritme tidur, perubahan kepribadian, gelisah sampai ke pre koma dan koma. Pada umumnya enselopati hepatik pada sirosis hati disebabkan adanya factor pencetus, antara lain: infeksi, perdarahan gastro intestinal, obat-obat yang Hepatotoxic. Prinsip penggunaan ada 3 sasaran : 1. mengenali dan mengobati factor pencetus 2. intervensi untuk menurunkan produksi dan absorpsi amoniak serta toxin-toxin yang berasal dari usus dengan jalan : - Dier rendah protein - Pemberian antibiotik (neomisin) - Pemberian lactulose/ lactikol 3. Obat-obat yang memodifikasi Balance Neutronsmiter - Secara langsung (Bromocriptin,Flumazemil) - Tak langsung (Pemberian AARS)

Prognosis Prognosis sirosis sangat bervariasi dipengaruhi sejumlah factor meliputi etiologi, luasnya kerusakan hati/ kegagalan hepatoselular, beratnya hipertensi portal, penyakit lain yang menyertai dan timbulnya komplikasi lain. 1,2

Klasifikasi Child-Pugh juga untuk menilai prognosis pasien sirosis yang akan menjalani operasi. Angka kelangsungan hidup selama 1 tahun untuk pasien dengan Child A,B,C berturut-turut 100,80,45 %. 9 Penilaian prognosis yang terbaru adalah Model for End Stage Liver Disease (MELD) digunakan untuk pasien sirosis yang akan dilakukan transplantasi hati. 9

Epidemiologi Lebih dari 40% pasien sirosis asimptomatik. Pada keadaan ini sirosis ditemukan pada waktu pemeriksaan rutin atau autopsy. Penyebab sebagian besar adalah alcohol dan infeksi virus. Perlemakan hati NASH sirosis (0,3%) 9 Penderita sirosis hati lebih banyak dijumpai pada kaum laki-laki jika dibandingkan dengan kaum wanita sekita 1,6 : 1 dengan umur rata-rata terbanyak antara golongan umur 30 59 tahun dengan puncaknya sekitar 40 449 tahun. 7

Kesimpulan Hepar adalah organ terbesar, maka pada kerusakan hati kurang dari 80%, jarang memberikan gejala sehingga kebanyakan pasien datang terlambat. Jika sudah terjadi sirosis, ini tidak dapat diobati lagi. Yang bisa dilakukan hanya mencegah agar sirosis tidak menjadi lebih parah lagi dan jalan untuk mengatasinya dengan transplantasi hati. Jadi skrening sangat diperlukan.

Daftar Pustaka1. Mansjoer, Arief. (2000), Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2. Jakarta: Media Aesculapius. 2. Ovedoff, David. (2002), Kapita Selekta Kedokteran. Edisi Revisi. Batam: Binarupa Aksara. 3. Elizabeth, J Corwin. (2001), Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: ECG. 4. Kumar V, Cotran R, Robin SL. Buku ajar patologi.alih bahasa, Brahm; Editor edisi bahasa Indonesia, Huriawati H, Nurwany D, nanda W. edisi 7; Jakarta : EGC, 2007 5. Farmakologi dan Terapi (2008). Edisi 5. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 6. Sirosis Hepatis. Diunduh dari: http://library.usu.ac.id/download/fk/penydalam-

srimaryani5.pdf 7. Sherlock.S, Penyakit Hati dan Sitim Saluran Empedu, Oxford,England Blackwell 1997 8. Hakim Zain.L, Penatalaksanaan Penderita Sirosis Hepatitis 9. Sudoyo, Aru W et all. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam (cetakan ke 2). Jilid 1. Jakarta : FK UI 10. Sujono Hadi.Dr.Prof.,Sirosis Hepatis dalam Gastroenterologi. Edisi 7. Bandung ; 2002.