SIROSIS HEPATIS

download SIROSIS HEPATIS

of 82

Transcript of SIROSIS HEPATIS

SIROSIS HEPATIS Desember 10, 2008 dosen SIROSIS HEPATIS Sirosis hepatis adalah penyakit berat yang dapat mempengaruhi sirkulasi pulmonar. Sering pula dapat memicu terjadinya peningkatan tekanan darah tinggi akibat pembuluh darah paru, suatu kondisi yang disebut hipertensi pulmonar dimana dapat memicu terjadinya sesak nafas dan kematian dini. Pasien sirosis hepatis yang mengalami perkembangan seperti yang disebutkan diatas tidak dapat dilakukan transplantasi hati. Meskipun sampai saat ini tidak ada terapi yang dapat mengatasi komplikasi dari sirosis hepatis tersebut. Terapi untuk kasus hipertensi pulmonar hingga saat ini masih terus dikembangkan. Frank Reichenberger (dari Universitas Giessen Lung Centre, Jerman) dan timnya dari Austria mempelajari efek sildenafil pada sekelompaok kecil pasien yang menderita sirosis hepatis dengan komplikasi hipertensi pulmonar. Hasilnya mereka menyebutkan bahwa terapi sildenafil selama lebih dari 1 tahun dapat mempengaruhi gejala dan mempengaruhi tekanan darah paru. Mereka juga menyebutkan hingga saat ini tidak ditemukan efek samping buruk yang mempengaruhi terapi tersebut. Para ahli tersebut menyimpulkan bahwa pasien dengan sirosis hepatis seharusnya dilakukan tes untuk melihat perkembangan mengalami hipertensi pulmonar, terapi dengan pemberian sildenafil sangat bermanfaat dan aman. The European Respiratory Journal telah mempublikasikan berita ini kepada 8.000 spesialis penyakit paru dan pernafasan di Eropa, US dan Australia. http://www.kalbe.co.id/index.php?mn=news&tipe=detail&detail=18578 ..:: SIROSIS ::.. Sirosis hati adalah penyakit hati menahun yang mengenai seluruh organ hati, ditandai dengan pembentukan jaringan ikat disertai nodul. Keadaan tersebut terjadi karena infeksi akut dengan virus hepatitis dimana terjadi peradangan sel hati yang luas dan menyebabkan banyak kematian sel. Kondisi ini menyebabkan terbentuknya banyak jaringan ikat dan regenerasi noduler dengan berbagai ukuran yang dibentuk oleh sel parenkim hati yang masih sehat. Akibatnya bentuk hati yang normal akan berubah disertai terjadinya penekanan pada pembuluh darah dan terganggunya aliran darah vena porta yang akhirnya menyebabkan hipertensi portal. Pada sirosis dini biasanya hati

membesar, teraba kenyal, tepi tumpul, dan terasa nyeri bila ditekan. Penyebab sirosis hati beragam. Selain disebabkan oleh infeksi virus hepatitis B ataupun C, juga dapat diakibatkan oleh konsumsi alkohol yang berlebihan, berbagai macam penyakit metabolik, adanya gangguan imunologis , dan sebagainya. Di Indonesia, sirosis hati lebih sering dijumpai pada laki-laki daripada perempuan. Keluhan yang timbul umumnya tergantung apakah sirosisnya masih dini atau sudah fase dekompensasi. Selain itu apakah timbul kegagalan fungsi hati akibat proses hepatitis kronik aktif atau telah terjadi hipertensi portal. Bila masih dalam fase kompensasi sempurna maka sirosis kadangkala ditemukan pada waktu orang melakukan pemeriksaan kesehatan menyeluruh (general check-up) karena memang tidak ada keluhan sama sekali. Namun, bisa juga timbul keluhan yang tidak khas seperti merasa badan tidak sehat, kurang semangat untuk bekerja, rasa kembung, mual, mencret kadang sembelit, tidak selera makan, berat badan menurun, otot-otot melemah, dan rasa cepat lelah. Banyak atau sedikitnya keluhan yang timbul tergantung dari luasnya kerusakan parenkim hati. Bila timbul ikterus maka berhenti sedang terjadi kerusakan sel hati. Namun, jika sudah masuk ke dalam fase dekompensasi maka gejala yang timbul bertambah dengan gejala dari kegagalan fungsi hati dan adanya hipertensi portal. Kegagalan fungsi hati menimbulkan keluhan seperti rasa lemah, turunya barat badan, kembung, dan mual. Kulit tubuh di bagian atas, muka, dan lengan atas akan bisa timbul bercak mirip laba-laba (*spider nevi). Telapak tangan bewarna merah (eritema palmaris), perut membuncit akibat penimbunan cairan secara abnormal di rongga perut (asites), rambut ketiak dan kemaluan yang jarang atau berkurang, buah zakar mengecil (atrofi testis), dan pembesaran payudara pada laki-laki. Bisa pula timbul hipoalbuminemia, pembengkakan pada tungkai bawah sekitar tulang (edema pretibial), dan gangguan pembekuan darah yang bermanifestasi sebagai peradangan gusi, mimisan, atau gangguan siklus haid. Kegagalan hati pada sirosis hati fase lanjut dapat menyebabkan gangguan kesadaran akibat encephalopathy hepatic atau koma hepatik. Tekanan portal yang normal antara 5-10 mmHg. Pada hipertensi portal terjadi kenaikan tekanan dalam sistem portal yang lebih dari 15 mmHg dan bersifat menetap. Keadaan ini akan menyebabkan limpa membesar (splenomegali), pelebaran pembuluh darah kulit pada dinding perut disekitar pusar (caput medusae), pada dinding perut yang menandakan sudah terbentuknya sistem kolateral, wasir (hemoroid), dan penekanan pembuluh darah vena esofagus atau cardia (varices esofagus) yang dapat menimbulkan muntah darah (hematemesis), atau berak darah (melena). Kalau pendarahan yang keluar

sangat banyak maka penderita bisa timbul syok (renjatan). Bila penyakit akan timbul asites, encephalopathy, dan perubahan ke arah kanker hati primer (hepatoma). Diagnosa yang pasti ditegaskan secara mikroskopis dengan melakukan biopsi hati. Dengan pemeriksaan histipatologi dari sediaan jaringan hati dapat ditentukan keparahan dan kronisitas dari peradangan hatinya, mengetahui penyebab dari penyakit hati kronis, dan mendiagnosis apakah penyakitnya suatu keganasan ataukah hanya penyakit sistemik yang disertai pembesaran hati. Pemeriksaan laboraturium pada sirosis hati meliputi hal-hal berikut. 1. Kadar Hb yang rendah (anemia), jumlah sel darah putih menurun (leukopenia), dan trombositopenia. 2. Kenaikan SGOT, SGPT dan gamma GT akibat kebocoran dari sel-sel yang rusak. Namun, tidak meningkat pada sirosis inaktif. 3. Kadar albumin rendah. Terjadi bila kemampuan sel hati menurun. 4. Kadar kolinesterase (CHE) yang menurun kalau terjadi kerusakan sel hati. 5. masa protrombin yang memanjang menandakan penurunan fungsi hati. 6. pada sirosis fase lanjut, glukosa darah yang tinggi menandakan ketidakmampuan sel hati membentuk glikogen. 7. Pemeriksaan marker serologi petanda virus untuk menentukan penyebab sirosis hati seperti HBsAg, HBeAg, HBV-DNA, HCV-RNA, dan sebagainya. 8. Pemeriksaan alfa feto protein (AFP). Bila ininya terus meninggi atau >5001.000 berarti telah terjadi transformasi ke arah keganasan yaitu terjadinya kanker hati primer (hepatoma). Pemeriksaan penunjang lainnya yang dapat dilakukan antara lain ultrasonografi (USG), pemeriksaan radiologi dengan menelan bubur barium untuk melihat varises esofagus, pemeriksaan esofagoskopi untuk melihat besar dan panjang varises serta sumber pendarahan, pemeriksaan sidikan hati dengan penyuntikan zat kontras, CT scan, angografi, dan endoscopic retrograde chlangiopancreatography (ERCP). Pengobatan tergantung dari derajat kegagalan hati dan hipertensi portal. Bila hati masih dapat mengkompensasi kerusakan yang terjadi maka penderita dianjurkan untuk mengontrol penyakitnya secara teratur, istirahat yang cukup, dan melakukan diet sehari-hari yang tinggi kalori dan protein disertai lemak secukupnya. Dalam hal ini bila timbul komplikasi maka hal-hal berikut harus diperhatikan. 1. Pada ensefaopati pemasukan protein harus dikurangi. Lakukan koreksi faktor pencetus seperti pemberian kalium pada hipokalemia, pemberian antibiotik pada infeksi, dan lain-lain.

2. apabila timbul asites lanjut maka penderita perlu istirahat di tempat tidur. Konsumsi garam perlu dikurangi hingga kira-kira 0.5 g per hari dengan botol cairan yang masuk 1.5 1 per hari. Penderita diberi obat diureti distal yaitu Spronolakton 425 g per hari, yang dapat dinaikkan sampai dosis total 800 mg perhari. Bila perlu, penderita diberikan obat diuretik loop yaitu Furosemid dan dilakukan koreksi kadar albumin di dalam darah. 3. Pada pendarahan varises esofagus penderita memerlukan perawatan di rumah sakit. 4. Apabila timbul sindroma hepatorenal yaitu terjadinya gagal ginjal akut yang berjalan progresif pada penderita penyakit hati kronis dan umumnya disertai sirosis hati dengan asites maka perlu perawatan segera di rumah sakit. Keadaan ini ditandai dengan kadar urea yang tinggi di dalam darah (azotemia) dan air kencing yang keluar sangat sedikit (oliguria). http://b3d70.wordpress.com/2007/07/31/sirosis-hati/ Sirosis Hati Sirosis hati adalah penyakit yang sudah lanjut dimana fungsi hati sudah sangat terganggu akibat banyaknya jaringan ikat di dalam hati. Sirosis hati dapat terjadi karena virus Hepatitis B dan C yang berkelanjutan, karena alkohol, salah gizi, atau karena penyakit lain yang menyebabkan sumbatan saluran empedu. Sirosis tidak dapat disembuhkan, pengobatan dilakukan untuk mengobati komplikasi yang terjadi (seperti muntah dan berak darah, aistes/perut membesar, mata kuning serta koma hepatikum). Pemeriksaan unuk mendeteksi sirosis hati : Enzim GOT GPT (rasio GOT/GPT >1), waktu Protrombin, Protein Elektroforesis. http://www.infeksi.com/articles.php?lng=in&pg=1264 .Pengertian Sirosis hepatis adalah penyakit yang ditandai oleh adanya peradangan difus dan kronik pada hati, diikuti proliferasi jaringan ikat, degenerasi dan regenerasi, sehingga timbul kerusakan dalam susunan parenkim hati. II.Etiologi & Klasifikasi Sirosis hepatis diklasifikasikan berdasarkan atas : A.Etiologi B.Morfologi C.Fungsional Uraian : A.Klasifikasi etiologi

1)Etiologi yang diketahui penyebabnya (a)Hepatitis virus B & C (b)Alkohol (c)Metabolik (d)Kolestasis kronik/sirosis siliar sekunder intra dan ekstrahepatik (e)Obstruksi aliran vena hepatik Penyakit vena oklusif Sindrom budd chiari Perikarditis konstriktiva Payah jantung kanan (f)Gangguan imunologis Hepatitis lupoid, hepatitis kronik aktif (g)Toksik & obat INH, metildopa (h)Operasi pintas usus halus pada obesitas (i)Malnutrisi, infeksi seperti malaria. 2)Etiologi tanpa diketahui penyebabnya. Sirosis yang tidak diketahui penyebabnya dinamakan sirosis kriptogenik/heterogenous. B. Klasifikasi Morfologi Secara makroskopik sirosis dibagi atas: 1.mikronodular 2.makronodular 3.campuran Uraian : 1.sirosis mikronodular : ditandai dengan terbentuknya septa tebal teratur, di dalam septa parenkim hati mengandung nodul halus dan kecil merata tersebut seluruh lobul. Sirosis mikronodular besar nodulnya sampai 3 mm, sedangkan sirosis makronodular ada yang berubah menjadi makronodular sehingga dijumpai campuran mikro dan makronodular. 2. sirosis makronodula ditandai dengan terbentuknya septa dengan ketebalan bervariasi, mengandung nodul yang besarnya juga bervariasi ada nodul besar didalamnya ada daerah luas dengan parenkim yang masih baik atau terjadi regenerasi parenkim. 3. sirosis campuran umumnya sirosis hati adalah jenis campuran ini. C.Klasifikasi Fungsional Secara fungsi, sirosis hati dibagi atas : kompensasi baik (laten,sirosis dini) dekompensasi (aktif, disertai kegagalan hati dan hipertensi portal) 1.kegagalan hati/hepatoselular : dapat timbul keluhan subjektif berupa lemah,

berat badan menurun, gembung, mual, dll Spider nevi/angiomata pada kulit tubuh bagian atas, muka dan lengan atas. Eritema palmaris Asites Pertumbuhan rambut berkurang Atrofi testis dan ginekomastia pada pria Sebagai tambahan dapat timbul : Ikterus/jaundice, subfebris, sirkulasi hiperkenetik, danfoetor hepatik. Ensefalopati hepatik, bicara gagok/slurred speech, flapping tremor akibat amonia dan produksi nitrogen (akibat hpertensi portal dan kegagalan hati) Hipoalbuminemia, edema pretibial, gangguan koagulasi darah/defisiensi protrombin. 2.hipertensi portal : bisa terjadi pertama akibat meningkatnya reistensi portal dan splanknik karena mengurangnya sirkulasi akibat fibrosis, dan kedua akibat meningkatnya aliran portal karena transmisi dari tekanan arteri hepatikke sistem portal akibat distorsi arsitektur hati.Bisa disebabkan satu faktor saja, misalnya peningkatan resistensi atau aliran corta atau keduanya. Biasa yang dominan adalah peningkatan resistensi. Lokasi peningkatan resistensi bisa : prehepatik, biasa kongenital, trombosis vena porta waktu lahir. Tekanan splanknik meningkat tetapi tekanan portal intra hepatik normal. Peningkatan tekanan prehepatik bisa juga diakibatkan meningkatnya aliran splanknik karena fistula atriovenosa atau mielofibrosis limfa. Intrahepatik a)Presinusoidal b)Sinusoinal(sirosis hati) c)Post-sinusoidal (veno oklusif).biasa terdapat lokasi obstruksi campuran. d)Posthepatik karena perikarditis konstriktiva, insufisiensi trikuspidal. Gambaran klinis, pengobatan dan prognosis pasien sirosis hati tergantung pada 2 komplikasi, yakni kegagalan hati, dan hipertensi portal. Aktivitas sirosis hati dapat dinilai dari aspek klinis, biokimia darah, histologi jaringan dan dibagi atas progresif, regresif, dan status quo (stasioner). III.Patognesis: Adanya faktor etilogi menyebabkan peradangan dan kerusakan inekrosis meliputi daerah yang luas (hapatoseluler) ,terjadi kolaps lobulus hati dan ini memacu timbulnya jaringan parut disertai terbentuknya septa fibrosa difus dan modul sel hati .septa bisa dibenyuk dari sel retikulum penyangga kolaps dan berubah menjadi parut . jaringan parut ini dapats menghubungkan daerah portal yang satu dengan yang lain atau portal dengan sentral (bridging neerosis). Beberapa sel tumbuh kembali dan membentuk nodul dengan berbagai

ukuran , dan ini menyebabkan distorsi percabangan pembuluh hepatik dan gangguan aliran daerah portal dan menimbulkan hipertensi portal. Tahap berikutnya terjadi peradangan dan nekrosis pada sel duktules ,sinusoid,retikulo endotel, terjadi fibrogenesis dan septa aktif jaringan kologen berubah dari reversibel menjadi irrevensibel bila telah terbentuk septa permanen yang aseluler pada daerah portal dan parenkhim hati sel limfosit T dan makrofag menghasilkan limfokin dan monokin sebagai mediator fibrinogen,septal aktif ini berasal dari portal menyebar keparenkim hati. Kolagen ada 4 tipe dengan lokasi sebagai berikut: Tipe 1: lokasi daerah sentral Tipe 2: sinusoid Tipe 3: jaringan retikulin (sinusoid portal) Tipe 4: membram basal Pada semua sirosis terdapat peningkatan pertumbuhan semua jenis kologen tersebut. Pembentukan jaringan kologen diransang oleh nekrosis hepatoseluluer dan asidosis laktat merupakan faktor perangsang. Mekanisme terjadinya sirosis hati bisa secara: -mekanik -imunologis -campuran Dalam hal mekanisme terjadinya sirosis secara mekanik dimulai dari kejadian hepatitis viral akut, timbul peradangan luas, nekrosis luas dan pembentukan jaringan ikat yang luas disertai pembentukan jaringan ikat yang luas disrtai pembentukan nodul regenerasi oleh sel parenkim hati, yang masih baik. Jadi fibrosis pasca nekrotik adalah dasar timbulnya sirosis hati. Pada mekanisme terjadinya sirosis secara imunologis dimulai dengan kejadian hepatitis viral akut yang menimbulkan peradangan sel hati ,nekrosis /nekrosis bridging dengan melalui hepatitis kronik agresif diikuti timbulnya sirosis hati. Perkembangan sirosis dengan cara ini memerlukan waktu sekitars 4 tahun sels yang nengandung virus ini merupakan sumber rangsangan terjadinya proses imunologis yang berlangsung terus menerus sampai terjadi kerusakan hati. IV.Manifestasi klinis 1. Keluhan pasien sirosis hati tergantung pada fase penyakitnya. Gejala kegagalan hati ditimbulkan oleh keaktifan proses hepatitis kronik yang masih berjalan bersamaan dengan sirosis hati yang telah terjadi dalam proses penyakit hati yang berlanjut sulit dibedakan hepatitis kronik aktif yang berat dengan permulaan sirosis yang terjadi (sirosis dini ). 2. Fase kompensasi sempurna pada fase ini tidak mengeluh sama sekali atu bisa juga keluhan samar-samar tidak khas seperti pasien merasa tidak bugar/ fit merasa kurang kemampuan kerja selera makan berkurang, perasaan perut

gembung, mual, kadang mencret atau konstipasi berat badan menurun, pengurangan masa otot terutama pengurangannya masa daerah pektoralis mayor. Fase dekompensasi Pada sirosis hati dalam fase ini sudah dapat ditegakkan diagnosisnya dengan bantuan pemeriksaan klinis, laboratorium, dan pemeriksaan penunjang lainnya. Terutama bila timbul komplikasi kegagalan hati dan hipertensi portal dengan manifestasi seperti: eritema palmaris, spider nevy, vena kolateral pada dinding perut, ikterus, edema pretibial dan asites. Ikterus dengan eir kemih berwarna seperti air kemih yang pekat mungkin disebabkan oleh penyakit yang berlanjut atau transformasi ke arah keganasan hati, dimana tumor akan menekan saluran empedu atau terbentuknya trombus saluran empedu intra hepatik. Bisa juga pasien datang dengan gangguan pembentukan darah seperti perdarahan gusi, epistaksis, gangguan siklus haid, haid berhenti. Kadang-kadang pasien sering mendapat flu akibat infeksi sekunder atau keadaan aktivitas sirosis itu sendiri. Sebagian pasien datang dengan gejala hematemesis, hematemesis dan melena, atau melena saja akibat perdarahan farises esofagus. Perdarahan bisa masif dan menyebabkan pasien jatuh ke dalam renjatan. Pada kasus lain, sirosis datang dengan gangguan kesadran berupa ensefalopati, bisa akibat kegagalan hati pada sirosis hati fase lanjut atau akibat perdarahan varises esofagus. V.Pemeriksaan Penunjang 1.Pemeriksaan Laboratorium Perlu diingat bahwa tidak ada pemeriksaan uji biokimia hati yang dapat menjadi pegangan dalam menegakkan diagnosis sirosis hati. Darah : bisa dijumpai HB rendah, anemia normokrom normositer, hipokrom normositer, hipokrom mikrositer, atau hipokrom makrositer. Anemia bisa akibat hipersplenisme dengan leukopenia dan trombositopenia. Kolesterol darah yang selalu rendah mempunyai prognosis yang kurang baik. Kenaikan kadar enzim transaminase/SGOT, SGPT tidak merupakan petunjuk tentang berat dan luasnya kerusakan parenkim hati. Kenaikan kadarnya dalam serum timbul akibat kebocoran dari sel yang mengalami kerusakan. Peninggian kadar gamma GT sama dengan transaminase, ini lebih sensitif tetapi kurang spesifik. Pemeriksaan laboratorium bilirubin, transaminase dan gamma GT tidak meningkat pada sirosis inaktif. Albumin : kadar albumin yang merendah merupakan cerminan kemampuan sel hati yang kurang. Penurunan kadar albumin dan peningkatan kadar globulin merupakan tanda kurangnya daya tahan hati dalam menghadapi stress seperti : tindakan operasi. Pemeriksaan CHE (kolinesterase) : penting dalam menilai sel hati. Bila terjadi

kerusakan sel hati, kadar CHE akan turun, pada perbaikan terjadi kenaikan CHE menuju nilai normal. Nilai CHE yang bertahan dibawah nilai normal, mempunyai prognosis yang jelek. Pemeriksaan kadar elektrolit penting dalam penggunaan diuretik dan pembatasan garam dalam diet. Dalam hal ensefalopati, kadar Na 500-1000, mempunyai nilai diagnostik suatu kanker hati primer. 2.Pemeriksaan Jasmani Hati : perkiraan besar hati, biasa hati membesar pada awal sirosis, bila hati mengecil artinya, prognosis kurang baik. Besar hati normal selebar telapak tangannya sendiri (7-10 cm). Pada sirosis hati, konsistensi hati biasanya kenyal/firm, pinggir hati biasanya tumpul dan ada sakit pada perabaan hati. Limpa : pembesaran limpa diukur dengan 2 cara : a.Schuffner : hati membesar ke medial dan kebawah menuju umbilikus (SI-IV) dan dari umbilikus ke SIAS kanan (SV-VIII). b.Hacket : bila limpa membesar ke arah bawah saja (HI-V). Perut & ekstra abdomen : pada perut diperhatikan vena kolateral dan ascites. Manifestasi diluar perut : perhatikan adanya spider navy pada tubuh bagian atas, bahu, leher, dada, pinggang, caput medussae, dan tubuh bagian bawah. Perlu diperhatikan adanya eritema palmaris, ginekomastia, dan atrofi testis pada pria. Bisa juga dijumpai hemoroid. Klasifikasi Child Pasien Sirosis Dati Dalam Terminologi Derajat kerusakan Minimal sedang Berat Bil.serum (mu.mol/dl0 50 Alb.serum(gr/dl) >35 30-35 500 1000 mempunyai nilai diagnostik suatu kanker hati primer. ? Pemeriksaan jasmani. Terdapat pembesaran hati pada awal sirosis, pembesaran limfe, pada perut terdapat vena kolateral dan asites, spider naevi/ kaput medusa, eritema palmaris. ? Pemeriksaan penunjang lainnya. Esofagoskopi, USG, CT-Scan, ERCP, Angiografl. (2) DIAGNOSIS Pada saat ini penegakan diagnosis sirosis hati terdiri atas pemeriksaan fisik, laboratorium, USG. Pada kasus tertentu diperlukan pemeriksaan biopsi hati. Pada stadium dekompensasi kadang tidak sulit menegakkan diagnosa sirosis hati diantaranya : 1. 2. 3. 4. 5. Splenomegali Asites Edema pretibial Laboratorium khususnya albumin Tanda kegagalan berupa eritema palmaris, spider naevi, vena kolateral.

Suharyono Soebandiri memformulasikan bahwa 5 dari 7 tanda dibawah ini sudah dapat menegakkan diagnosa sirosis hati dekompensasi : 1. 2. 3. 4. 5. 6. Asites Splenomegali Perdarahan varises Albumin yang merendah Spider naevi Eritema palmaris 7. Vena kolateral. (2, 3, 5) KOMPLIKASI v Kegagalan hati v Hipertensi portal

v Asites v Ensefalopati v Peritonitis bacterial spontan. v Sindrom hepatorenal. v Transforrnasi kearah kanker hati primer. PENGOBATAN Terapi dan prognosis sirosis hati tergaantug pada derajat komplikasi kegagalan hati dan hipertensi portal. v Pasien dalam keadaan kompensasi hati yang cukup baik, dilakukan kontrol yang teratur, istirahat yang cukup, susunan diet tinggi kalori dan protein, lemak secukupnya (DH III-IV). Bila timbul ensefalopati protein dikurangi (DH I). v Pasien sirosis hati dengan penyebab diketahui, hemokromatosis, penyakit Wilson, diobati penyebabnya. seperti alkohol,(2,6)

v Pada keadaan lain dilakukan terapi terhadap komplikasi yang timbul. 1. Untuk asites, diberi rendah garam 0,5 gr/hari dan total cairan 1,5 l/hr. spironolakton dimulai dengan dosis awal 4 x 25 mg/hr dinaikkan sampai total dosis 800 mg sehari. Idealnya penurunan berat badan 1 kg/hr. Bila perlu dikombinasikan dengan furosemid. 2. Perdarahan varises esofagus. Pasien dirawat dirumah sakit sebagai kasus perdarahan saluran cerna atas. 3. Untuk ensefalopati dilakukan koreksi faktor pencetus seperti pemberian KCL pada hipokalemia, mengurangi pemasukan protein makanan dengan memberi diet DH I, aspirasi cairan lambung bagi pasien yang mengalami perdarahan pada varises, dilakukan klisma untuk mengurangi absorpsi bahan nitrogen dan pemberian duphalac 2 x C II. 4. Peritonitis bacterial spontan diberi antibiotik pilihan, seperti cefotaxim 2 gr/8 jam iv. 5. Sindroma hepatorenal, imbangan air dan garam diatur dengan ketat, atasi infeksi dengan pemberian antibiotik. (2) PROGNOSIS Prognosis tidak baik bila

Ikterus yang menetap atau bilirubin darah > 1,5 mg%

Asites refrakter atau memerlukan diuretik dosis besar Kadar albumin rendah (< 2,5 gr%) Kesadaran menurun tanpa faktor pencetus Hati mengecil Perdarahan akibat varises esofagus Komplikasi neurologis Kadar protrombin rendah Kadar natriumn darah rendah (< 120 meq/i), tekanan systole < 100 mmHg CHE rendah. (2)

DAFTAR PUSTAKA1. http://www.prodia.co.id/infoterkini/isihati.html

2. Noer Sjaifoelah, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Balai Penerbit FK-UI, Jilid 1, Edisi ketiga, Jakarta, 1996, Hal 271-279. 3. Isselboucher, Kurt, Braunwald, Eugene, Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam, Edisi 13, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Hal. 1668. 4. Sherlock, Sheila, Disease of the liver and biliary system, fifth edition, Blackwell Scientific Publications, Hal 425-439. 5. http://www.otsuka.co.id/aminoleban/sirosishati.htm-37k6. http://www.iptek.net.id/eng/horizon-idx.php?=sirosis-hati.htm

Sirosis Hepatis Sirosis Hepatis adalah penyakit hati kronis yang tidak diketahui penyebabnya dengan pasti. Telah diketahui bahwa penyakit ini merupakan stadium terakhir dari penyakit hati kronis dan terjadinya pengerasan dari hati (Sujono H, 2002). Menurut SHERLOCK : secara anatomis Sirosis Hepatis ialah terjadinya fibrosis yang sudah meluas dengan terbentuknya nodul-nodul pada semua bagian hati dan terjadinya fibrosis tidak hanya pada satu lobulus saja. Patogenesis Mekanisme terjadinya proses yang berlangsung terus mulai dari hepatitis virus menjadi Sirosis Hepatis belum jelas. Patogenesis yang mungkin terjadi yaitu : 1. Mekanis 2. Immunologis 3. Kombinasi keduanya Namun yang utama adalah terjadinya peningkatan aktivitas fibroblast dan pembentukan jaringan ikat.

Mekanis Pada daerah hati yang mengalami nekrosis konfluen, kerangka reticulum lobul yang mengalami kolaps akan berlaku sebagai kerangka untuk terjadinya daerah parut yang luas. Dalam kerangka jaringan ikat ini, bagian parenkim hati yang bertahan hidup berkembang menjadi nodul regenerasi.

Teori Imunologis Sirosis Hepatis dikatakan dapat berkembang dari hepatitis akut jika melalui proses hepatitis kronik aktif terlebih dahulu. Mekanisme imunologis mempunyai peranan penting dalam hepatitis kronis. Ada 2 bentuk hepatitis kronis : Hepatitis kronik tipe B

-

Hepatitis kronik autoimun atau tipe NANB

Proses respon imunologis pada sejumlah kasus tidak cukup untuk menyingkirkan virus atau hepatosit yang terinfeksi, dan sel yang mengandung virus ini merupakan rangsangan untuk terjadinya proses imunologis yang berlangsung terus sampai terjadi kerusakan sel hati. Dari kasus-kasus yang dapat dilakukan biopsy hati berulang pada penderita hepatitis kronik aktif ternyata bahwa proses perjalanan hepatitis kronis bisa berlangsung sangat lama. Bisa lebih dari 10 tahun.

Patofisiologi Ada 2 faktor yang mempengaruhi terbentuknya asites pada penderita Sirosis Hepatis, yaitu : tekanan koloid plasma yang biasa bergantung pada albumin di dalam serum. Pada keadaan normal albumin dibentuk oleh hati. Bilamana hati terganggu fungsinya, maka pembentukan albumin juga terganggu, dan kadarnya menurun, sehingga tekanan koloid osmotic juga berkurang. Terdapatnya kadar albumin kurang dari 3 gr % sudah dapat merupakan tanda kritis untuk timbulnya asites. Tekanan vena porta. Bila terjadi perdarahan akibat pecahnya varises esophagus, maka kadar plasma protein dapat menurun, sehingga tekanan koloid osmotic menurun pula, kemudian terjadilah asites. Sebaliknya bila kadar plasma protein kembali normal, maka asitesnya akan menghilang walaupun hipertensi portal tetap ada (Sujono Hadi). Hipertensi portal mengakibatkan penurunan volume intravaskuler sehingga perfusi ginjal pun menurun. Hal ini meningkatkan aktifitas plasma rennin sehingga aldosteron juga meningkat. Aldosteron berperan dalam mengatur keseimbangan elektrolit terutama natrium . dengan peningkatan aldosteron maka terjadi terjadi retensi natrium yang pada akhirnya menyebabkan retensi cairan. Klasifikasi SHERLOCK secara morfologi membagi Sirosis Hepatis berdasarkan besar kecilnya nodul, yaitu :

-

Makronoduler (Irreguler, multinoduler) Mikronoduler (regular, monolobuler) Kombinasi keduanya

Etiologi Penyebab yang pasti dari Sirosis Hepatis sampai sekarang belum jelas. 1. Faktor keturunan dan malnutrisi WATERLOO (1997) berpendapat bahwa factor kekurangan nutrisi terutama kekurangan protein hewani menjadi penyebab timbulnya Sirosis Hepatis. Menurut CAMPARA (1973) untuk terjadinya Sirosis Hepatis ternyata ada bahan dalam makanan, yaitu kekurangan alfa 1-antitripsin. 1. Hepatitis virus Hepatitis virus sering juga disebut sebagai salah satu penyebab dari Sirosis Hepatis. Dan secara klinik telah dikenal bahwa hepatitis virus B lebih banyak mempunyai kecenderungan untuk lebih menetap dan memberi gejala sisa serta menunjukkan perjalanan yang kronis bila dibandingkan dengan hepatitis virus A. penderita dengan hepatitis aktif kronik banyak yang menjadi sirosis karena banyak terjadi kerusakan hati yang kronis. Sebagaimana kita ketahui bahwa sekitar 10 % penderita hepatitis virus B akut akan menjadi kronis. Apalagi bila pada pemeriksaan laboratories ditemukan HBs Ag positif dan menetapnya e-Antigen lebih dari 10 minggu disertai tetap meningginya kadar asam empedu puasa lebih dari 6 bulan, maka mempunyai prognosis kurang baik (Sujono Hadi). 1. Zat hepatotoksik Beberapa obat-obatan dan zat kimia dapat menyebabkan terjadinya kerusakan fungsi sel hati secara akut dan kronik. Kerusakan hati secara akut akan berakibat nekrosis atau degenerasi lemak. Sedangkan kerusakan kronik akan berupa Sirosis Hepatis. Pemberian bermacam obat-obatan hepatotoksik secara berulang kali dan terus menerus. Mula-mula akan terjadi kerusakan

setempat, kemudian terjadi kerusakan hati yang merata, dan akhirnya dapat terjadi Sirosis Hepatis. Zat hepatotoksik yang sering disebut-sebut adalah alcohol. Efek yang nyata dari etil-alkohol adalah penimbunan lemak dalam hati (Sujono Hadi). 1. Penyakit Wilson Suatu penyakit yang jarang ditemukan, biasanya terdapat pada orang-orang muda dengan ditandai Sirosis Hepatis, degenerasi ganglia basalis dari otak, dan terdapatnya cincin pada kornea yang berwarna coklat kehijauan disebut Kayser Fleiscer Ring. Penyakit ini diduga disebabkan defisiensi bawaan dan sitoplasmin. 1. Hemokromatosis Bentuk sirosis yang terjadi biasanya tipe portal. Ada 2 kemungkinan timbulnya hemokromatosis, yaitu : a. sejak dilahirkan, penderita mengalami kenaikan absorpsi dari Fe. b. kemungkinan didapat setelah lahir (aquisita), misalnya dijumpai pada penderita dengan penyakit hati alkoholik. Bertambahnya absorpsi dari Fe, kemungkinan menyebabkan timbulnya Sirosis Hepatis. 6. Sebab-sebab lain a. kelemahan jantung yang lama dapat menyebabkan timbulnya sirosis kardiak. Perubahan fibrotik dalam hati terjadi sekunder terhadap anoksi dan nekrosis sentrilibuler. b. sebagai akibat obstruksi yang lama pada saluran empedu akan dapat menimbulkan sirosis biliaris primer. Penyakit ini lebih banyak dijumpai pada kaum wanita. c. penyebab Sirosis Hepatis yang tidak diketahui dan digolongkan dalam sirosis kriptogenik. Penyakit ini banyak ditemukan di Inggris (menurut Reer 40%, Sherlock melaporkan 49%). Penderita ini sebelumnya tidak menunjukkan tanda-tanda hepatitis atau alkoholisme, sedangkan dalam makanannya cukup mengandung protein. Gambaran klinik

Menurut Sherlock, secara klinis, Sirosis Hepatis dibagi atas 2 tipe, yaitu : Atau Sirosis Hepatis tanpa kegagalan faal hati dan hipertensi portal. Sirosis Hepatis ini mungkin tanpa gejala apapun, tapi ditemukan secara kebetulan pada hasil biopsy atau pemeriksaan laparoskopi Sirosis Hepatis dengan kegagalan faal hati dan hipertensi portal. Pada penderita ini sudah ada tanda-tanda kegagalan faal hati misalnya ada ikterus, perubahan sirkulasi darah, kelainan laboratirim pada tes faal hati. Juga ditemukan tanda-tanda hipertensi portal, misalnya asites, splenomegali, venektasi di perut. sirosis kompensata atau latent chirrosis hepatic sirosis dekompensata atau active chirrosis hepatic

Laboratorium Urine Dalam urin terdapat urobilinogen, juga terdapat bilirubin bila penderita ada ikterus. Pada penderita dengan asites, maka ekskresi natrium berkurang, dan pada penderita yang berat ekskresinya kurang dari 3 meq (0,1). Tinja Mungkin terdapat kenaikan sterkobilinogen. Pada penderita ikterus ekskresi pigmen empedu rendah. Darah Biasanya dijumpai normositik normokromik anemia yang ringan, kadangkadang dalam bentuk makrositer, yang disebabkan kekurangan asam folat dan vitamin B12 atau karena splenomegali. Bilamana penderita pernah mengalami perdarahan gastrointestinal, maka akan terjadi hipokromik anemia. Juga dijumpai leukopeni bersama trombositopeni. Waktu protombin memanjang dan tidak dapat kembali normal walaupun telah diberi pengobatan dengan vitamin K. gambaran sumsum tulang terdapat

makronormoblastik dan terjadi kenaikan plasma sel pada kenaikan kadar globulin dalam darah. Tes faal hati Penderita sirosis banyak mengalami gangguan tes faal hati, lebih-lebih lagi bagi penderita yang sudah disertai tanda-tanda hipertensi portal. Hal ini tampak jelas menurunnya kadar serum albumin 40 U/l sebanyak 60,1%. Menurunnya kadar tersebut di atas adalah sejalan dengan hasil pengamatan jasmani, yaitu ditemukan asites sebanyak 85,79%.

Komplikasi Komplikasi yang sering timbul pada penderita Sirosis Hepatis diantaranya adalah: 1. Perdarahan Gastrointestinal Setiap penderita Sirosis Hepatis dekompensata terjadi hipertensi portal, dan timbul varises esophagus. Varises esophagus yang terjadi pada suatu waktu mudah pecah, sehingga timbul perdarahan yang massif. Sifat perdarahan yang ditimbulkan adalah muntah darah atau hematemesis biasanya mendadak dan massif tanpa didahului rasa nyeri di epigastrium. Darah yang keluar berwarna kehitam-hitaman dan tidak akan membeku, karena sudah tercampur dengan asam lambung. Setelah hematemesis selalu disusul dengan melena (Sujono Hadi). Mungkin juga perdarahan pada penderita Sirosis Hepatis tidak hanya disebabkan oleh pecahnya varises esophagus saja. FAINER dan HALSTED pada tahun 1965 melaporkan dari 76 penderita Sirosis Hepatis dengan perdarahan ditemukan 62% disebabkan oleh pecahnya varises esofagii, 18% karena ulkus peptikum dan 5% karena erosi lambung. 2. Koma hepatikum Komplikasi yang terbanyak dari penderita Sirosis Hepatis adalah koma hepatikum. Timbulnya koma hepatikum dapat sebagai akibat dari faal hati sendiri yang sudah sangat rusak, sehingga hati tidak dapat melakukan fungsinya sama sekali. Ini disebut sebagai koma hepatikum primer. Dapat pula

koma hepatikum timbul sebagai akibat perdarahan, parasentese, gangguan elektrolit, obat-obatan dan lain-lain, dan disebut koma hepatikum sekunder. Pada penyakit hati yang kronis timbullah gangguan metabolisme protein, dan berkurangnya pembentukan asam glukoronat dan sulfat. Demikian pula proses detoksifikasi berkurang. Pada keadaan normal, amoniak akan diserap ke dalam sirkulasi portal masuk ke dalam hati, kemudian oleh sel hati diubah menjadi urea. Pada penderita dengan kerusakan sel hati yang berat, banyak amoniak yang bebas beredar dalam darah. Oleh karena sel hati tidak dapat mengubah amoniak menjadi urea lagi, akhirnya amoniak menuju ke otak dan bersifat toksik/iritatif pada otak. 3. Ulkus peptikum Menurut TUMEN timbulnya ulkus peptikum pada penderita Sirosis Hepatis lebih besar bila dibandingkan dengan penderita normal. Beberapa kemungkinan disebutkan diantaranya ialah timbulnya hiperemi pada mukosa gaster dan duodenum, resistensi yang menurun pada mukosa, dan kemungkinan lain ialah timbulnya defisiensi makanan. 4. Karsinoma hepatoselular SHERLOCK (1968) melaporkan dari 1073 penderita karsinoma hati menemukan 61,3 % penderita disertai dengan Sirosis Hepatis. Kemungkinan timbulnya karsinoma pada Sirosis Hepatis terutama pada bentuk postnekrotik ialah karena adanya hiperplasi noduler yang akan berubah menjadi adenomata multiple kemudian berubah menjadi karsinoma yang multiple. 5. Infeksi Setiap penurunan kondisi badan akan mudah kena infeksi, termasuk juga penderita sirosis, kondisi badannya menurun. Menurut SCHIFF, SPELLBERG infeksi yang sering timbul pada penderita sirosis, diantaranya adalah : peritonitis, bronchopneumonia, pneumonia, tbc paru-paru, glomeluronefritis kronik, pielonefritis, sistitis, perikarditis, endokarditis, erysipelas maupun septikemi. Source:

Sujono Hadi.Dr.Prof.,Sirosis Hepatis dalam Gastroenterologi. Edisi 7. Bandung ; 2002. Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid 1 FKUI, Jakarta ; 2000

Asites Patofisiologi asites Asites adalah penimbunan cairan yang abnormal di rongga peritoneum. Asites dapat disebabkan oleh berbagai penyakit, namun yang terutama adalah sirosis hati dan hipertensi porta. Patofisiologi asites belum sepenuhnya dipahami dan diduga melibatkan beberapa mekanisme sekaligus. Teori yang diterima saat ini ialah teori vasodilatasi perifer. Sirosis (pembentukan jaringan parut) di hati akan menyebabkan vasokonstriksi dan fibrotisasi sinusoid. Akibatnya terjadi peningkatan resistensi sistem porta yang berujung kepada hipertensi porta. Hipertensi porta ini dibarengi dengan vasodilatasi splanchnic bed (pembuluh darah splanknik) akibat adanya vasodilator endogen (seperti NO, calcitone gene related peptide, endotelin dll). Dengan adanya vasodilatasi splanchnic bed tersebut, maka akan menyebabkan peningkatan aliran darah yang justru akan membuat hipertensi porta menjadi semakin menetap. Hipertensi porta tersebut akan meningkatkan tekanan transudasi terutama di daerah sinusoid dan kapiler usus. Transudat akan terkumpul di rongga peritoneum dan selanjutnya menyebabkan asites. Selain menyebabkan vasodilatasi splanchnic bed, vasodilator endogen juga akan mempengaruhi sirkulasi arterial sistemik sehingga terjadi vasodilatasi perifer dan penurunan volume efektif darah (underfilling relatif) arteri. Sebagai respons terhadap perubahan ini, tubuh akan meningkatkan aktivitas sistem saraf simpatik dan sumbu sistem renin-angiotensin-aldosteron serta arginin vasopressin. Semuanya itu akan meningkatkan reabsorbsi/penarikan garam (Na) dari ginjal dan diikuti dengan reabsorpsi air (H20) sehingga menyebabkan semakin banyak cairan yang terkumpul di rongga tubuh.

Penyakit yang mendasari asites Asites dapat terjadi pada peritoneum yang normal atau peritoneum yang mengalami kelainan patologis. Jika peritoneum normal (tidak ada kelainan), maka penyebab asites adalah hipertensi porta dan hipoalbuminemia. Sedangkan pada peritoneum yang mengalami kelainan patologis, penyebab

asites antara lain infeksi (peritonitis bakterial/TBC/fungal, peritonitis terkait HIV dll), keganasan/karsinoma peritoneal dll. Diagnosa asites Dalam menegakkan suatu diagnosa selalu meliputi tiga hal yaitu anamnesis, pemeriksaan fisik, serta pemeriksaan penunjang. Pada anamnesis dapat digali hal-hal sebagai berikut: Pasien mengeluh adanya pertambahan ukuran lingkar perut

Konsumsi alkohol, adanya riwayat hepatitis, penggunaan obat intravena, lahir/hidup di lingkungan endemik hepatitis, riwayat keluarga, dll Obesitas, hiperkolesterolemia, diabetes melitus tipe 2, atau penyakitpenyakit yang dapat berkembang menjadi sirosis dll. Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan hal-hal sebagai berikut: Adanya kelainan/gangguan di hati dapat dilihat dari jaundice, eritema palmaris atau spider angioma Adanya hepatosplenomegali pada saat dipalpasi Shifting dullnes, pudle sign Peningkatan tekanan vena jugularis, dll.

Pada pemeriksaan penunjang, dapat digunakan metode pencitraan (USG) atau parasentesis (pengambilan cairan). Apabila dilakukan parasentesis, selain dapat mendiagnosa adanya asites, juga bermanfaat untuk melihat penyebab asites. Pada cairan yang diambil tersebut dapat dilakukan pemeriksaan sbb: Gambaran makroskopik: cairan yang hemoragik dihubungkan dengan keganasan, warna kemerahan dapat dijumpai pada ruptur kapiler peritoneum dll. Gradien nilai albumin serum dan asites: gradien tinggi (>1.1 gr/dl) terdapat pada hipertensi porta pada asites transudat, dan sebaliknya pada asites eksudat. Konsentrasi protein yang tinggi (>3 gr/dl) menunjukkan asites eksudat, sebaliknya ( 1,5 mg%, ascites refrakter, kadar albumin rendah, kesadaran menurun/ensefalopati hepatik, hati mengecil, perdarahan, terdapat komplikasi neurologi. Kesimpulan Sirosis hepatis merupakan penyakit hati menahun yang difus dengan penyebab yang sangat beragam. Pada kasus ini di duga penyebab terjadinya sirosis adalah kaarena konsumsi alkohol selama 1 tahun sehingga penatalaksanaan terpenting adalah menghindari faktor penyebab, diet TKTP, rendah garam, dan pengobatan medikamentosa.

Daftar Pustaka

Idrus, Alwi, dkk. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid 1 edisi IV. FKUI Leksana, Hanifah. 2005. Buku Saku Internoid. Tosca Enterprise. Rani, Aziz, dkk. 2008. Panduan Pelayanan Medik. PB.PAPDI.

Marfilia Trianawati, S.Ked. Program Profesi Pendidikan Dokter. Bagian Ilmu Penyakit Dalam. RSUD Temanggung.