Sirih Merah Sebagai Antioksidan Fix
-
Upload
luluannisa -
Category
Documents
-
view
68 -
download
0
description
Transcript of Sirih Merah Sebagai Antioksidan Fix
USULAN PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA
JUDUL PROGRAM
BIDANG KEGIATAN:
PKM PENELITIAN
Diusulkan oleh:
Yoana Puspita Sari G84110066 2011
Lu’lu’ Atul Fitriyah G84110033 2011
Judulnya itu Pengaruh aktivitas ekstrak sirih merah terhadap peningkatan eritrosit
dan kadar hemoglobin pada tikus putih Sprague dawley anemia
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
PENGESAHAN USULAN PKM-PENELITIAN
1. Judul Kegiatan :2. Bidang Kegiatan :3. Ketua Pelaksana Kegiatan
a. Nama Lengkap :b. NIM :c. Jurusan :d. Universitas/Institut :e. Alamat Rumah dan No Telp/HP :f. Alamat email :
4. Anggota Pelaksana Kegiatan/Penulis :5. Dosen Pendamping
a. Nama Lengkap dan Gelar :b. NIDN :c. Alamat Rumah dan No. Telp :
6. Biaya Kegiatan Totala. Dikti :b. Sumber lain :
7. Jangka Waktu Pelaksanaan : bulan
Bogor,
MenyetujuiWakil/Pembantu Dekan atau Ketua Ketua Pelaksana KegiatanJurusan/Departemen/Program Studi/Pembimbing Unit Kegiatan Mahasiswa
(____________________________) (__________________________)NIP/NIK. NIM
Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan/ Dosen PendampingDirektur Politeknik/Ketua Sekolah Tinggi,
(____________________________) (__________________________)
NIP/NIK. NIP/NIK.
DAFTAR ISI
RINGKASAN
Tujuan, target penelitian, metode yang dipakai, rencana kegiatan
BAB 1. PENDAHULUAN
Latar belakang
Penyakit kekurangan gizi, misalnya anemia masih banyak diderita oleh
sebagian masyarakat Indonesia. Di Indonesia anemia mencapai 38-71,5 % yang
umumnya diderita oleh para wanita, ibu hamil dan buruh yang berpenghasilan
rendah. Penyakit ini menjadi penyebab kematian di negara berkembang,
menggantikan kematian akibat infeksi (Djohan, 2004). Penyakit anemia bisa
disebabkan karena penurunan kadar eritrosit atau berkurangnya kadar hemoglobin
dalam tubuh. Faktor penyebab lainnya adalah kekurangan zat gizi, asam folat, zat
besi dan vitamin. Anemia ditandai dengan gejala cepat lelah, kurang bergairah,
tidak mampu berkonsentrasi, kurang selera makan, pusing, sesak napas dan lain
sebagainya. Mutasi pada gen protein hemoglobin mengakibatkan suatu penyakit
menurun yang disebut hemoglobinopati, diantaranya anemia sel sabit dan
talasemia (Guyton dan Hall, 2006).
Radikal bebas yang mengancam kesehatan manusia berkontribusi terhadap
berbagai penyakit kronis dan penyakit degeneratif seperti serangan jantung,
alzheimer, stroke, dan kanker (Judarwanto, 2013). Radikal bebas berupa molekul
dengan elektron tidak berpasangan dan bersifat reaktif yang dapat menyebabkan
kerusakan pada molekul sekitarnya. Radikal bebas dapat berasal dari dalam tubuh
(endogen) maupun luar tubuh (eksogen). Radikal bebas endogen berupa
autooksidasi, oksidasi enzimatis, dan respiratory burst. Radikal bebas eksogen
dapat berasal dari polusi udara, sinar –X, radiasi UV, pestisida, dan asap rokok.
Saat tubuh mengalami infeksi, radikal diperlukan untuk membunuh
mikroorganisme penyebab infeksi, namun paparan radikal bebas berlebihan dapat
menyebabkan kerusakan sel, sehingga mengurangi kemampuan sel untuk
beradaptasi dengan lingkungannya yang menyebabkan kematian sel.
Molekul radikal bebas sering menangkap elektron dari molekul makro
pembentuk sel seperti lipid, protein, polisakarida, dan DNA yang membentuk
radikal bebas baru dan seterusnya hingga jumlah radikal bebas semakin banyak.
Radikal bebas terhadap sel kulit dapat merusak lipid pada membran sel yang
memicu keriput dan mempercepat penuaan. Radikal bebas dapat meningkatkan
kadar LDL dalam darah yang menyebabkan penimbunan kolesterol di dinding
pembuluh darah yang memicu timbulnya penyakit kronis seperti stroke dan
serangan jantung.
Tubuh pada kondisi yang normal akan membentuk antioksidan untuk
melawan radikal bebas sampai terjadi keseimbangan antara radikal bebas dan
antioksidan. Antioksidan merupakan senyawa yang menghambat interaksi antara
radikal bebas dengan target molekulnya. Antioksidan berasal dari dua sumber
yaitu dari dalam tubuh (endogen) dan dari luar tubuh (eksogen). Antioksidan
endogen berupa enzim yang terdiri atas superoksida dismutase, glutation
peroksidase, dan katalase. Antioksidan eksogen berupa vitamin E, vitamin C,
betakaroten, dan senyawa flavonoid.
Sirih merah merupakan tanaman asli Indonesia yang tumbuh merambat.
Ciri khas tanaman tropis ini adalah berbatang bulat hijau keunguan dan tidak
memiliki bunga. Daun sirih merah memiliki permukaan yang mengkilap dan tidak
merata. Tanaman sirih merah ini secara empiris telah terbukti menyembuhkan
berbagai macam penyakit. Selain diabetes melitus, penyakit yang dapat
disembuhkan dengan sirih merah antara lain hipertensi, leukemia, dan kanker
payudara (Duryatmo 2005). Hasil penelitian oleh Hermiati et al. (2013) diketahui
bahwa sirih merah mengandung flavonoid, polevenolad, tanin, dan minyak atsiri.
Kandungan flavonoid dalam sirih merah dapat berfungsi sebagai antioksidan
alami sebagai pengganti asupan vitamin C. Senyawa flavonoid inilah diduga dapat
meningkatkan jumlah eritrosit dan kadar hemoglobin dalam darah tikus putih
Sprague dawley.
Dari permasalahan di atas, penulis tertarik melakukan penelitian untuk
menguji fitokimia daun sirih merah (Piper crocatum) serta uji antioksidannya
untuk pemanfaatan dalam peningkatan jumlah eritrosit dan kadar hemoglobin.
Hasil penelitian ini diharapkan, ekstrak sirih merah dengan dosis yang berbeda,
memberikan pengaruh terhadap peningkatan jumlah eritrosit dan kadar
hemoglobin. Berdasarkan penelitian ini, dapat dijadikan bahan rujukan dalam
mengobati penyakit anemia.
Permasalahan yang diteliti
Penelitian terhadap tanaman sirih merah dinilai masih kurang, terutama
dalam pengembangan sebagai bahan baku untuk biofarmaka. Penelitian ini
bertujuan menentukan konsentrasi flavonoid total yang berperan sebagai
antioksidan yang diekstraksi oleh air dan metanol 30%. Hipotesis penelitian ini
adalah sirih merah (Piper crocatum) memiliki senyawa flavonoid yang berfungsi
sebagai antioksidan untuk menurunkan aktivitas radikal bebas. Selain itu, dapat
mengetahui adanya pengaruh pemberian ekstrak sirih merah (Piper crocatum)
terhadap peningkatan jumlah eritrosit dan kadar hemoglobin (Hb) dalam darah
tikus putih Sprague dawley.
Tujuan khusus
Adapun tujuan dilakukannya penelitian ini adalah:
a. Mengetahui pengaruh sirih merah terhadap penurunan kadar radikal bebas
dalam tubuh
b. Menambah pengetahuan dalam bidang kesehatan, yaitu
dapat memberikan informasi bahwa sirih merah (Piper
crocatum) merupakan obat tradisional yang dapat digunakan
untuk mengobati penyakit anemia.
Urgensi penelitian
Kendala yang dihadapi masyarakat Indonesia saat ini adalah meningkatnya
resiko penyakit kronis terkait radikal bebas. Antioksidan berperan penting dalam
mengikat senyawa radikal bebas. Tubuh manusia dapat menghasilkan senyawa
antioksidan, namun jumlahnya sering tidak cukup untuk menetralkan radikal
bebas yang masuk ke dalam tubuh sehingga dapat mengurangi terjadinya penyakit
anemia.
Kontribusi terhadap ilmu pengetahuan
Luaran yang diharapkan
Penelitian mengenai pengaruh sirih merah terhadap penurunan kadar
radikal bebas dalam tubuh diharapkan dapat membantu mengurangi penyakit yang
timbul karena hadirnya radikal bebas berlebih dalam tubuh seperti kanker,
penyakit jantung, tumor, anemia, dan penyakit degeneratif lainnya.
Manfaat kegiatan
Program penelitian ini memiliki beberapa manfaat antara lain:
a. Pembudidayaan sirih merah sebagai bahan obat-obatan dan biofarmaka
mengingat kandungan zat aktif di dalam sirih merah cukup tinggi
b. Menurunkan risiko dan angka kematian dini akibat penyakit mematikan
karena timbulnya radikal bebas yang berlebihan di dalam tubuh
c. Menurunkan terjadinya penyakit anemia akibat kekurangan eritrosit dan
kadar hemoglobin yang diakibatkan karena banyaknya radikal bebas
dalam tubuh
d. Menggalakkan pemanfaatan penggunaan tanaman tradisional oleh
masyarakat sebagai upaya untuk melestarikan alam atau back to nature
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
Hasil penelitian up to date dan relevan, ada jurnal ilmiah
Teori, temuan,
Darah
Darah merupakan bagian penting sistem transport yang terdiri atas dua
bagian yaitu plasma darah (bagian cair dalam tubuh) dan sel-sel darah yaitu
bagian padat dalam darah (sel darah merah, sel darah putih, dan sel pembekuan
darah). Plasma darah mengandung 90% air dan 10% nya adalah protein-protein
darah (albumin, globulin, dan fibrinogen). Darah merupakan suatu cairan yang
berada di dalam tubuh yang berfungsi mengalirkan oksigen ke seluruh jaringan
tubuh, mengirimkan nutrisi yang dibutuhkan sel-sel, mengatur keseimbangan
asam basa cairan tubuh, dan menjadi sistem pertahanan tubuh terhadap virus dan
infeksi. Volume darah manusia sekitar 7-10 % dari berat badan normal dengan
jumlah 5 L. Keadaan jumlah darah setiap orang berbeda-beda bergantung pada
usia, pekerjaan, dan keadaan jantung dan pembuluh darah (Jhonson 2003).
Gambar 1 Bentuk komponen dalam darah (Shier et al., 2004)
Eritrosit
Eritrosit atau sel darah merah adalah sel yang terbanyak dalam darah
perifer. Jumlah eritrosit pada pria dewasa normal berkisar 5.4 juta sel/µL dan pada
wanita dewasa sekitar 4.8 juta sel/µL. Pematangan eritrosit dalam sumsum tulang
berlangsung selama 7 hari, sedangkan masa hidup eritrosit setelah pelepasan dari
sumsum tulang sekitar 120 hari (Guyton dan Hall, 2006). Fungsi utama eritrosit
adalah transport gas yang mengangkut oksigen dari paru-paru ke jaringan tubuh
dan mengangkut karbondioksida dari jaringan ke paru-paru. Eritrosit tidak
memiliki mitokondria, memiliki organel sehingga eritrosit tidak memerluka
oksigen untuk dikonsumsi. Jumlah eritrosit setiap individu berbeda-beda karena
salah satunya disebabkan perbedan kadar hemoglobin darah. Rata-rata jumlah
eritrosit wanita normal adalah 4.3-5.2 juta per mm3, sedangkan pada pria dewasa
yaitu 5.1-5.8 mm3 (Marieb 2004).
Gambar 2 Bentuk sel darah merah (Shier et al., 2004)
Bentuk khas sel darah merah ikut berperan terhadap
efisiensi eritrosit dalam pengangkutan O2 dalam darah melalui
dua cara, yaitu: pertama, bentuk bikonkaf mampu membuat
permukaan sel darah merah menjadi lebih luas sehingga difusi O2
lebih lancar untuk menembus membran daripada yang dihasilkan
oleh sel bulat dengan volume yang sama. Kedua, selnya tipis dan
membrannya lentur (flexibilitas) sehingga memungkinkan O2
berdifusi secara lebih cepat antara bagian paling dalam sel
dengan eksteriornya (Sherwood, 2001).
Hemoglobin
Hemoglobin (Hb) adalah metaloprotein (protein yang mengandung zat
besi) di dalam darah yang berfungsi sebagai pengangkut oksigen dari paru-paru ke
seluruh tubuh dan membawa karbondioksida kembali menuju paru-paru untuk
dihembuskan keluar tubuh (Evelyn, 2009). Molekul hemoglobin terdiri atas
globin, apoprotein, dan empat gugus heme (molekul organik dengan satu atom
besi). Jumlah hemoglobin dalam darah normal adalah sekitar 15 g/100 mL darah
(Evelyn, 2009). Kadar hemoglobin pria dewasa sekitar 13,0 g/dL dan pada wanita
dewasa sekitar 12,0 g/dL. Kadar hemoglobin setiap orang berbeda-beda karena
perbedaan umur, jenis kelamin, kecukupan zat besi, dan metabolisme zat besi di
dalam tubuh (Arisman, 2002).
Gambar 3 Struktur molekul hemoglobin (Marieb dan Hoehn, 2007)
Hemoglobin mengandung empat rantai polipeptida dan empat gugus
prostetik heme, yang mempunyai atom besi dalam bentuk ferro (Fe 3+). Bagian
protein yang disebut globulin terdiri dari dua rantai α (masing-masing 141 residu
asam amino) dan dua rantai β (masing-masing 141 residu asam amino) (Marieb,
2005).
Anemia
Anemia merupakan kondisi kekurangan jumlah sel darah merah (eritrosit)
dalam darah. Anemia terjadi karena minimnya kadar hemoglobin yang
mengakibatkan pengangkutan oksigen ke seluruh tubuh juga berkurang yang
penyebab utamanya kekurangan zat gizi, khususnya zat besi untuk pembentukan
Hb tersebut (Budiyanto, 2002).
Natrium Nitrit (NaNO2)
Nitrat dan nitrit adalah komponen yang mengandung nitrogen yang
berikatan dengan atom oksigen. Nitrit mengikat dua atom oksigen, sedangkan
nitrat mengikat tiga atom oksigen sehingga nitrat lebih kaya oksigen daripada
nitrit. Natrium nitrit merupakan obat yang paling sering digunakan untuk
keracunan sianida. Dosis awal standart adalah 3% larutan natrium nitrit 10 ml,
memerlukan waktu kira-kira 12 menit untuk membentuk kira-kira 40%
methemoglobin (Tintus, 2008).
Dalam tubuh, hemoglobin hanya akan mengikat Fe dalam bentuk Fe 2+
(Ferro). Ion nitrit yang terbentuk ini diabsorpsi ke dalam darah dan masuk ke
dalam eritrosit, lalu akan mengoksidasi ion Fe2+ (ferro) dalam hemoglobin (Hb)
dan mengubahnya menjadi ion Fe3+ (ferri) sehingga terjadi pembentukan
methemoglobin, bukan hemoglobin. Methemoglobin ini tidak bisa membawa
oksigen ke jaringan tubuh sehingga menyebabkan kekosongan oksigen dalam
darah (hipoksia). Keadaan hipoksia menyebabkan sel-sel akan mati karena
kekurangan oksigen (Yuningsih, 2000). Natrium nitrit memiliki LD50 untuk oral
rat atau pemberian pada tikus, secara oral sebesar 250 mg/kg (Muchtadi, 1989).
Tikus Putih Sprague dawley
Tikus merupakan hewan laboratorium yang banyak digunakan dalam
penrcobaan untuk mempelajari pengaruh obat-obatan, toksisitas, metabolisme,
embriologi maupun dalam mempelajari tingkah laku. Salah satu alasannya adalah
mudah dipelihara dan bisa beradaptasi baik pada lingkungan yang baru. Hewan ini
berkembang biak dengan cepat, berumur pendek (2-3 tahun), relatif murah, dan
dapat dibeli dalam jumlah besar sehingga dapat diamati dalam waktu yang
singkat. Alasan lain penggunaan tikus sebagai model uji medis adalah genetika,
karakteristik biologi, dan perilakunya sangat mirip dengan manusia. Jenis tikus
yang paling banyak digunakan untuk percobaan adalah tikus putih (Rattus
novergicus), mencit (Mus musculus), tikus hitam (Rattus rattus), Wistar, dan
Sprague dawley ditandai dengan warna albino putih, berkepala kecil, dan ekornya
lebih panjang dari badannya (Rahayu 2007).
Sirih Merah
Sirih merah termasuk tanaman yang berasal dari famili peperaceae dan
nama latin dari sirih merah adalah Piper crocatum (Sulihandari 2013). Klasifikasi
lengkap sirih merah menurut Duryatmo (2005) yaitu:
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Monochlamydeae
Bangsa : Piperales
Suku : Piperaceae
Genus : Piper
Jenis : Piper crocatum
Sirih mengandung senyawa antiseptik berupa kavibetol dan kavikol yang lima kali
lebih efektif dibandingkan fenol biasa. Beberapa penyakit yang dapat disembukan
dengan sirih merah yaitu hipertensi, leukimia, diabetes melitus, asam urat, dan
hepatitis (Mursito 2002).
Sirih merah memiliki daun bertangkai membentuk jantung meruncing
pada ujungnya, bertepi rata, dan tidak berbulu. Daun ini memiliki rasa yang pahit,
berlendir, dan memiliki bau khas seperti sirih hijau (Sudewo 2005). Sirih merah
dapat tumbuh dengan baik di tempat teduh, sehingga warna daunnya tidak pudar.
Sudewo (2005) berpendapat bahwa sirih merah tumbuh baik jika mendapat
cahaya matahari kisaran 60-75% dan lingkungan berhawa dingin.
Sudewo (2005) berpendapat bahwa tanaman sirih merah dapat mengobati
hipertensi, diabetes melitus, leukimia, TBC, maag, asam urat, dan batu ginjal.
Secara empiris, air rebusan daun sirih merah berkhasiat sebagai antihiperglikemia
dengan dosis 20 g/kg BB dapat menurunkan glukosa darah sampai 40% selama 13
hari masa pencekokan pada tikus Sprague dawley yang diabetes (Safithri dan
Fahma 2005).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Safithri dan Fahma (2005), air
rebusan sirih merah mengandung senyawa alkaloid, flavonoid, dan tanin.
Flavonoid merupakan sumber antioksidan bagi tubuh. Flavonoid merupakan
senyawa metabolit sekunder yang memproduksi pigmen warna kuning dan merah
untuk menarik hewan polinator.
Gambar 4 Tanaman sirih merah
Alkaloid
Alkaloid merupakan senyawa yang mengandung atom nitrogen, karbon,
hidrogen, dan oksigen. Alkaloid banyak ditemukan pada tanaman Angiospermae
dan jarang ditemukan pada Gymnospermae. Pelarut alkaloid yang biaasa
digunakan adalah pereaksi Meyer berupa merkuri potasium iodida, pereaksi
Wagner berupa larutan I2 dalam larutan kalium iodida, dan pereaksi Dragendorf
berupa bismut potasium iodida. Pada temperatur kamar,alkaloid berupa padatan.
Alkaloid padat sukar larut dalam air, tapi larut dalam pelarut organik umum
seperti kloroform, alkohol, benzen, dan eter (Sumardjo 2008). Untuk
mendapatkan senyawa alkaloid, dibutuhkan beberapa pelarut. Kloroform
berfungsi untuk melarutkan ikatan glikosida yang terputus akibat penambahan
ammonia. Prinsip yang mendasari adalah “like dissolve like”. Karena sifat
kloroform yang semipolar, selain bisa melarutkan senyawa polar kloroform juga
bisa melarutkan senyawa non polar seperti glikosida. Filtrat yang mengandung
alkaloid kemudian ditambah dengan HCl yang bertujuan unttuk membentuk
garam ammonium R3NH+Cl-.
Reaksi yang terjadi :
R3N + HCl R3NH+Cl-
Alkaloid garam ammonia (Fessenden, 1999)
Filtrat pertama ditambahkan pereaksi Dragendroff yang mengandung ion Bi3+ dan
HI, dimana uji positif jika terbentuk endapan merah bata.
Reaksinya :
R3N + Bi3+ + H+ + 4I- R3N.HBiI4
Alkaloid endapan merah bata (Harbone, 1977)
Filtrat kedua ditambahkan dengan pereaksi mayer yang mengandung Hg2+ dan KI.
Uji positif jika terbentuk putih.
Reaksinya :
R3N + Hg2+ + 2K+ + 4I- R3N.K2H3I4
Alkaloid endapan putih (Harbone, 1977)
Tanin
Tanin banyak dimanfaatkan sebagai bahan pewrna, perekat, dan
penyamakkan kulit hewan karena sifatnya yang dapat mengikat protein, alkaloid,
dan gelatin. Tanin juga berfungsi sebagai antioksidan biologis (Hagerman 2002).
Tanin dapat diklasifikasikan yaitu tanin terhidrolisis dan tanin terkondensasi.
Tanin terhidrolisis berikatan dengan karbohidrat membentuk jembatan oksigen
dan dihidrolisis menggunakan asam sulfat atau asam klorida. Tanin terkondensasi
kebanyakan terdiri dari polimer flavonoid yang terkondensasi menghasilkan asam
klorida. Menurut Najebb (2009), sifat fisika dari tanin adalah tidak dapat
mengkristal, jika dicampur dengan alkaloid dan gelatin akan mengendap, rasa
asam jika dilarutkan dengan air. Sifat kimia tanin adalah dapat diidentifikasi
dengan kromatografi, memiliki aksi adstrigensia, antiseptik, dan pemberi warna.
Prinsip uji tanin adalah adanya ikatan hidrogen antara gugus hidroksil akan larut
dalam air sesuai prinsip “like dissolves like. Kelarutan tanin yang tinggi terjadi
dalam keadaan panas karena alasan inilah maka dilakukan proses pendidihan agar
tanin yang terlarut semakin banyak. Selain itu proses pendidihan juga berfungsi
untuk memecah ikatan-ikatan pada tanin sehingga dihasilkan bentuk monomer-
monomer tanin bebas. Kemudian dilakukan pendinginan untuk mengendapkan
senyawa-senyawa pengotor yang tidak larut pada suhu rendah, misalnya saponin.
Selanjutnya adalah penyaringan yang bertujuan untuk memisahkan tanin dari
simplisia dan senyawa lain yang terkandung didalamnya seperti alkaloid, steroid,
flavonoid. Penambahan FeCl3 berfungsi sebagai sumber atom pusat, dimana tanin
merupakan ligan yang membutuhkan atom pusat untuk membentuk kompleks
yang stabil, sehingga terbentuklah kompleks antara atom pusat Fe3+ dengan ligan
tanin. Uji positif yaitu terbentuk larutan berwarna cokelat kehitaman.
Reaksi yang terjadi :
Kompleks warna (cokelat kehitaman) (Markham, 1988)
Flavonoid
Flavonoid merupakan senyawa metabolit sekunder yang terdapat dalam
tanaman hijau, kecuali alga. Flavonoid adalah pigmen tumbuhan yang paling
penting untuk warna bunga yang memproduksi pigmen warna kuning, merah, atau
biru di kelopak untuk menarik hewan polinator. Flavonoid dikenal dengan
aktivitasnya sebagai antioksidan in vitro. Prinsip uji flavonid adalah melarutkan
flavon sehingga flavonoid dapat dipisahkan dari golongan lain. Penambahan
etanol berfungsi untuk melarutkan flavonoid. Hal ini disebabkan flavonoid
merupakan senyawa polar sehingga etanol yang juga bersifat polar mampu
memisahkan flavonoid dari senyawa-senyawa yang bersifat non polar, misalnya
kuinon.
Steroid
Steroid mengandung inti siklopentana perhidrofenatren dari tiga cincin
sikloheksana dan sebuah cincin siklopentana (Lenni 2006). Triterpenoid adalah
senyawa dengan kerangka karbon berasal dari enam satuan isoprena dan
diturunkan dari hidrokarbon C30 secara asiklik. Triterpenoid bersifat tidak
berwarna, berbentuk kristal, berititk leleh tinggi, dan bersifat optis aktif. Prinsip
uji ini adalah penggunaan Pelarut eter yang bersifat nonpolar karena steroid
merupakan senyawa organik yang memiliki sifat nonpolar sehingga steroid dapat
larut dalam pelarut nonpolar seperti eter. Pelarut asam asetat anhidrat dimana
asam asetat anhidrat akan bereaksi dengan steroid melalui reaksi asetilasi
menghasilkan kompleks asetil steroid.
Reaksi yang terjadi :
(Fessenden, 1999)
Penambahan H2SO4 pekat bertujuan untuk mendekstruksi kompleks asetil steroid.
H2SO4 pekat lebih bersifat reaktif jika bereaksi dengan steroid dibandingkan
dengan asam asetat anhidrat. Hal ini dikarenakan kemampuan H2SO4 yang lebih
mudah masuk mengatasi efek sterik yang besar dari molekul steroid sehingga
senyawa kompleks yang dihasilkan lebih stabil dari kompleks asetil steroid.
Saponin
Saponin merupakan golongan senyawa glikosida dengan struktur steroid
membentuk rumus C32H18O7 dan bersifat khas dengan membentuk larutan koloid
dalam air dan berbuih bila dikocok. Saponin yang terhidrolisis terdiri atas glikon
yang membentuk gula seperti glukosa, arabinosa, xilosa, dan asam glukoronat,
serta terdiri atas aglikon yang membentuk sapogenin. Sapogenin dapat
membentuk saponin netral berupa steroid dan saponin asam berbentuk
triterpenoid. Prinsip dari uji saponin adalah mendidihkan ekstrak salam koja yang
sudah diencerkan untuk memperbesar kelarutan saponin dalam air.
BAB 3. METODE PENELITIAN
Tahapan penelitian, luaran, indikator capaian terukur tiap tahapan, teknik
pengumpulan data, analisis data, cara penafsiran, penyimpulan hasil penelitian
Rancangan Penelitian
Penelitian ini berupa penelitian eksperimental secara in vitro yang
bertujuan menguji aktivitas antiradikal bebas DPPH sebagai kapasitas antioksidan
ekstrak air dan ekstrak metanol daun sirih merah. Variabel terikat adalah
peredaman radikal bebas DPPH dan variabel bebas berupa ekstrak air dan ekstrak
metanol dalam berbagai konsentrasi. Pada uji in vivo menggunakan variabel
bebasnya berupa pemberian ekstrak sirih merah dengan dosis yang berbeda,
sedangkan variabel terikatnya adalah jumlah eritrosit dan kadar hemoglobin (Hb)
dalam darah tikus putih Sprague dawley jenis kelamin jantan umur 5 bulan,
dengan berat badan rata-rata sekitar 250 g.
Bahan Penelitian
Bahan utama yang digunakan adalah 5 kg daun sirih merah, metanol, eter,
aqua destilata, kloroform, larutan amonia, reagen Dragendorf, reagen Meyer,
reagen Walkner, larutan etanol 30%, larutan asam glasial, larutan asam sulfat
pekat, DPPH, tikus putih Sprague dawley 18 ekor jenis kelamin jantan umur 5
bulan, dengan berat badan rata-rata sekitar 250 g, bahan makanan tikus berupa
pellet, reagen Hemolysin (terbuat dari larutan Kalium ferrocyanida [K3Fe(CN)]
0,6% mmol/l dan larutan Cyanida (KCN) 1,0 mmol/l) (Supariasa, 2002), ekstrak
sirih merah dengan dosis 0.25 g/ekor/hari, 0,50 g/ekor/hari dan 0,75 g/ekor/hari,
betadin, natrium nitrit (NANO2), alkohol 70%, dan aquades.
Alat Penelitian
Alat-alat yang digunakan dalam percobaan ini, antara lain pisau stainless
steel, oven, blender, wadah plastik, kantong plastik, nampan pengering,
mikroskop, cawan petri steril, eksikator, neraca analitik, labu bersumbat, labu
takar, labu Erlenmeyer 500 mL, shaker orbital, evaporator dan asesorisnya,
aluminium foil, plastik perekat, kertas saring, lemari es, wadah penumbuh larva
udang, lampu, vial pengujian, tabung reaksi, pipet Mohr, pipet tetes, pipet mikro,
autoklaf, laminar air flow, penggaris, pipet hemoglobin,
spektrophotometer, kuvet, gunting, sangkup rangkap, eppendorf
untuk menampung darah, Haemositometer, Mikropipet ukuran
20-1000 μl, kapas, spidol marker merah, hitam dan biru.
.
Prosedur Percobaan
Pembuatan Simplisia Tanaman Obat. Daun sirih merah dipreparasi
melalui beberapa tahap, yaitu pencucian dan penyortiran basah. Sirih merah dicuci
dengan air bersih, lalu ditiriskan dalam wadah berlubang-lubang agar air cucian
yang tertinggal dapat dipisahkan, kemudian ditempatkan ke dalam wadah yang
bersih dan kering. Sirih merah sebanyak 1 kg kemudian dirajang melintang
dengan ketebalan 5 mm menggunakan pisau stainless steel. Hasil rajangan ini
ditempatkan dalam nampan tahan panas, dikeringkan dalam oven pada suhu 50
selama 2-3 hari. Simplisia ditimbang beratnya dan diambil gambarnya. Simplisia
kering ini dihaluskan menggunakan alat penggiling (blender) berukuran 100
mesh, dikemas dalam plastik, dan disimpan dalam suhu ruang untuk pengujian
selanjutnya.
Analisis Mutu Simplisia Tanaman Obat. Simplisia sirih merah akan
diuji secara organoleptik. Uji ini dilakukan dengan mengamati sampel sebelum
dan sesudah menjadi simplisia yang sudah dalam bentuk mesh untuk ditentukan
bau, rasa, dan bentuk permukaannya. Uji makroskopik dilakukan dengan
mengamati bentuk dan warna dari simplisia. Uji mikroskopik dilakukan dengan
menggunakan mikroskop yang derajat pembesarannya disesuaikan dengan
keperluan. Serbuk simplisia diletakkan di bawah mikroskop untuk diamati
anatomi dari jaringan yang khas.
Penentuan Kadar Air Simplisia. Sebanyak 2 gram simplisia ditimbang
pada sebuah cawan porselen yang telah diketahui bobotnya. Simplisia di dalam
cawan tersebut kemudian dioven pada suhu 1050C selama 3 jam. Cawan tersebut
didinginkan terlebih dahulu di dalam eksikator setelah diangkat dari oven. Bobot
cawan dan simplisia tersebut ditimbang kembali dan dihitung kadar airnya.
Kadar air=
Penentuan kadar sari larut etanol. Serbuk simplisia ditimbang 5 g
dengan labu bersumbat. Maserasi dengan 100 mL etanol 95%, sambil dikocok
selama 3 jam pertama, kemudian dibiarkan selama 18 jam. Hasil maserasi disaring
dengan cepat untuk menghindari penguapan etanol. Hasil penyaringan ditera ke
dalam labu takar 100 mL dan dikocok. Sebanyak 20 mL diambil tepat dan
dikeringkan pada oven suhu 105 di cawan dangkal yang telah diketahui bobotnya.
Larutan simplisia didinginkan dalam eksikator. Pekerjaan ini dilakukan
penimbangan berulang-ulang hingga diperoleh bobot tetap.
Ekstraksi Tanaman Obat. Sebanyak tiga labu Erlenmeyer 500 mL
disiapkan dengan menambahkan 10 g simplisia sirih merah pada masing-masing
Erlenmeyer tersebut. Labu Erlenmeyer 1-3 ditambahkan pelarut akuades untuk
Erlenmeyer-1, pelarut etanol untuk Erlenmeyer-2, dan pelarut kloroform untuk
Erlenmeyer-3, masing-masing sebanyak 100 mL. Erlenmeyer ditutup dengan
aluminium foil, lalu digoyang dengan kecepatan 250 rpm selama 3 jam,
selanjutnya disimpan selama 24 jam di tempat gelap pada suhu ruang. Ekstrak
disaring menggunakan kertas saring. Filtrat ditempatkan pada labu evaporator
yang telah diketahui bobotnya. Pelarut/ filtrat diuapkan dengan menggunakan
vakum evaporator pada suhu pemanasan tidak lebih dari 50. Ekstrak-ekstrak
tersebut dapat disimpan dalam lemari es suhu 4 untuk digunakan dalam pengujian
selanjutnya. Pelarut-pelarut yang digunakan, ditentukan rendemennya, dengan
rumus:
Rendemen =
Pengujian Screening Fitokimia dan Potensi Farmakologi Ekstrak
Tanaman Obat. Uji Alkaloid. Sebanyak 0.3 ml ekstrak ditambahkan 1.5 ml
kloroform dan 3 tetes amonia, kemudian fraksi kloroform diasamkan dengan 2
tetes asam sulfat. Bagian asamnya diambil dan ditambahkan pereaksi Dragendorf,
Meyer, dan Wagner. Hasil positif ditandai dengan terbentuknya endapan merah
pada penambahan pereaksi Dragendorf, endapan putih pada Meyer, dan endapan
putih pada Wagner. Uji Tanin. Sampel ekstrak diencerkan dengan akuades 1:10,
lalu dididihkan selama 5 menit. Lalu 3 tetes sampel tersebut dipindahkan ke plat
tetes dan ditambahkan 3 tetes FeCl3 1%. Terbentuknya warna biru tua atau hijau
kehitaman menunjukkan positif tanin. Uji Flavonoid. Sampel esktrak diencerkan
dengan 5 ml akuades, lalu sebanyak 0.3 ml dicampurkan dengan 1.5 ml etanol dan
dipanaskan pada suhu 500C selama 5 menit. Kemudian 5 tetes larutan tersebut
dipindahkan ke plat tetes dan ditambahkan 5 tetes asam sulfat pekat. Warna merah
yang terbentuk menunjukkan adanya flavonoid. Uji Saponin. Sampel ekstrak
diencerkan dengan 10 ml akuades, lalu dikocok kuat selama 10 menit. Lalu
didiamkan selama 15 menit dan dilihat tinggi buih yang terbentuk. Keberadaan
saponin ditunjukkan dengan adanya buih yang stabil dengan tinggi lebih dari 1
cm. Uji Steroid dan Triterpenoid. Sampel ekstrak dilarutkan dengan 2 ml etanol
30% dan dipanaskan. Filtratnya diuapkan dan ditambahkan 1 ml eter. Fraksi eter
sebanyak 5 tetes dipindahkan ke plat tetes dan ditambahkan 3 tetes asetat
anhidrida dan 1 tetes asam sulfat pekat. Terbentuknya warna merah atau ungu
menunjukkan adanya senyawa triterpenoid, dan warna hijau menunjukkan adanya
senyawa steroid.
Pengukuran absorbansi peredaman radikal bebas DPPH. Larutan uji
dengan berbagai konsentrasi (10 ppm, 20 ppm, 40 ppm, 80 ppm, 160 ppm)
sebanyak 4 ml ditambahkan 1 ml larutan pereaksi DPPH dimasukkan dalam vial
dikocok, kemudian didiamkan pada suhu kamar selama 30 menit, kemudian
dibaca serapan aktivitasnya pada panjang gelombang maksimum. Blanko yang
digunakan berupa metanol.
Pengujian Antiradikal Bebas DPPH
Contoh cara kerja pengujian antiradikal bebas DPPH (Santosa et al., 1998;
Dyatmiko dan Santosa, 1998) sebagai berikut.
1. Larutan DPPH 0,004 % disiapkan. Sebanyak 600 μl etil asetat dipipet ke dalam
kuvet, larutan DPPH ditambahkan 3 ml, aduk rata dengan pipet dan segera
dibuat spektra sinar tampak (360-720 nm). Absorban dicatat pada 497-517-537
nm.
2. Pengukuran antiradikal bebas untuk bahan uji adalah sebanyak 600 μl larutan
uji dipipet ke dalam kuvet, kemudian ditambahkan larutan DPPH 3 ml, diaduk
rata dengan pipet, segera dibuat spektra sinar tampak (360-720 nm) di kertas
yang sama untuk dianalisis jika masih ada jelas kurva puncak normal (sigmoid)
antara 497-537 nm. Pada menit ke-5 setelah pereaksian dibaca absorban pada
497-517-537 nm dan sekali lagi pada menit ke-60.
3. Perhitungan kapasitas antiradikal bebas DPPH diukur dari peredaman warna
ungu merah DPPH, yaitu puncak 517 nm dengan perhitungan seperti
persamaan 1. sedangkan kapasitas antiradikal bebas sebagai prosen peredaman
absorban pada puncak 517 nm menggunakan perhitungan:
Persiapan Hewan Coba. Sebelum penelitian dimulai, hewan uji
diadaptasikan selama satu minggu dalam kandang pada suhu kamar (20-250C)
(Santoso, 2006). Setiap hewan coba dikelompokkan menjadi 3 ekor untuk setiap
perlakuan kontrol positif, kontrol negatif, dan normal, sedangkan untuk perlakuan
ekstrak digunakan 3 ekor tikus untuk setiap masing-masing dosis 0.25 g/hari, 0.50
g/hari, dan 0.75 g/hari. Lalu, disiapkan reagen hemolysin untuk menganalisis
kadar hemoglobin, dan disiapkan juga ekstrak sirih merah.
Perlakuan pada hewan coba. Hewan coba dibagi menjadi empat
kelompok perlakuan yakni kelompok normal, kontrol positif, kontrol negatif, dan
ekstrak sirih merah. Setiap kelompok perlakuan diberi pakan sebesar 10 g/hari.
Apabila pakan habis maka ditambah 2.5 g/hari. Perlakuan kontrol positif dengan
pemberian parasetamol yang dapat menurunkan antioksidan dalam tubuh, kontrol
negatif dengan pemberian larutan natrium nitrit, dan perlakuan normal dengan
tanpa ekstrak sirih merah. Perlakuan pada kelompok perlakuan ekstrak diinjeksi
dengan ekstrak sirih merah sebesar 0.25 g/hari, 0.50 g.hari, dan 0.75 g/hari. Pakan
diganti setiap hari selama satu bulan dan kandang dibersihkan. Minggu ke-0 dan
ke-2 darah diambil dari vena ekor.
Pengambilan darah. Tikus yang akan diambil darahnya dipuasakan sedikitnya
12 jam sebelum waktu pengambilan darah. Gunting disterilkan dengan alkohol
70%. Bagian ekor tikus yang akan diambil darahnya dibersihkan juga dengan
alkohol 70%. Ujung ekor kemudian dipotong maksimal 5 mm hingga berdarah.
Ujung ekor tersebut kemudian diurut hingga mencapai volume maksimal 2 ml per
ekor tikus. Apabila darah sulit keluar, dapat dilumuri dengan minyak kelapa.
Setelah selesai bagian ekor ditetesi dengan betadine.
Penentuan Dosis Natrium Nitrit. Menurut Muchtadi (1989), LD50 rata-
rata dari natrium nitrit secara oral pada tikus adalah 250 mg/kg berat badan. Pada
penelitian ini, berat badan tikus 250 g, sehinga LD50 untuk setiap ekor adalah:
LD50 = x
= x 250
= 62.5 mg/ekorLD50 efektif untuk membuat anemia pada tikus sebanyak:
x LD50
= x 62.5 mg/ekor
= 31.25 mg/ekor
Jadi, dosis yang digunakan pada setiap ekor yaitu 31.25 mg yang dilarutkan dalam
1 ml aquades.
Penghitungan Jumlah Eritrosit. Darah dari ekor tikus dikeluarkan
dengan menekan pangkal ekor, kemudian diurut sampai ke ujung ekor, lalu darah
dihisap dengan pipet eritrosit hingga tanda 0.5. Darah yang tersisa di ujung pipet
dibersihkan dan pipet dimasukkan ke dalam larutan natrium sitrat 2.5% dan
dipipet hingga tanda 101. Pipet ditutup dengan jari lalu dikocok selama 15-30
detik. Cairan ditiup ke dalam hemasitometer yang telah dibersihkan lalu ditutup
dengan kaca penutup. Hemasitometer diamati dibawah mikroskop dengan
perbesaran 40X. Jumlah eritrosit yang terlihat lalu dihitung. Contoh jumlah
perhitungan eritrosit sebagai berikut:
Panjang sisi 1 bilik R = 0,2mm
Dalamnya bilik hitung = 0,1mm
Pengenceran darah (p) = 100 atau 200
Jumlah eritrosit dari 5 bilik hitung = N
Volume dari 5 bilik hitung = Vmm3
Jumlah eritrosit per mm3 = N p/V (S) (Gandasoebrata, 2007).
Penentuan Kadar Hemoglobin. Darah diambil sebanyak 20 μl dengan
menggunakan mikropipet, kemudian dimasukkan dalam tabung reaksi yang telah
berisi 5ml larutan Drabkin. Lalu, sampel yang ada pada tabung reaksi dipindahkan
pada kuvet. arutan standar (Drabkin) dimasukkan pada spektrofotometer sebagai
blanko, kemudian skala diatur hingga penuh (full scale) pada panjang gelombang
540 nm. Sampel dimasukkan, dilihat absorbansinya, kemudian dimasukkan dalam
rumus berikut ini:
Kadar Hb = Absorbansi x 36,8 g/dL (Gandasoebrata, 2007).
Analisis Data
Kurva antara konsentrasi larutan uji dengan % peredaman DPPH dan
ditentukan harga EC50, yaitu konsentrasi larutan uji yang memberikan peredaman
DPPH sebesar 50%. Harga EC50 umum digunakan untuk menyatakan aktivitas
antioksidan suatu bahan uji dengan metode peredaman radikal bebas DPPH
(Molyneux 2004). Data dalam penelitian invivo ini berupa jumlah eritrosit dan
kadar Hemoglobin dalam darah tikus putih (Sprague dawley). Data diperoleh
dengan cara menghitung jumlah eritrosit dan kadar hemoglobin tikus putih
sebelum dan sesudah perlakuan, kemudian data yang diperoleh dimasukkan dalam
tabel berikut: Data dalam penelitian ini berupa jumlah eritrosit dan
kadar Hemoglobin dalam darah tikus putih (Sprague dawley).
Data diperoleh dengan cara menghitung jumlah eritrosit dan
kadar hemoglobin tikus putih sebelum dan sesudah perlakuan,
kemudian data yang diperoleh dimasukkan dalam tabel berikut:
Tabel 1 Kadar hemoglobinSampel Aterukur (A) A terkoreksi (A) Kadar Hbnya
(g/dL)X1 Y1 X1 Y1
NormalKontrol positif
Kontrol negatif
Ekstrak dosis 0.25 mg/hariEkstrak dosis 0.50 mg/hariEkstrak dosis 0.75 mg/hari
Keterangan: X= sebelum perlakuan
Y= setelah perlakuan
Tabel 2 Penentuan jumlah eritrosit dalam darah tikus putih Sprague dawley sebelum dan setelah perlakuan
Sampel ∑ eritrosit Jumlah/mm3
X1 Y1 X1 Y1Normal
Kontrol positifKontrol negatif Ekstrak dengan
dosis 0.25 mg/hari
Ekstrak dengan dosis 0.50 mg/hari
Ekstrak dengan dosis 0.75 mg/hari
Keterangan: X= sebelum perlakuanY= setelah perlakuan
Untuk mengetahui pengaruh pemberian ekstrak sirih
merah terhadap jumlah eritrosit dan kadar hemoglobin tikus
putih Sprague dawley dianalisis dengan kovarian ANNOVA 1
faktor. Apabila dengan analisis kovarian menunjukkan hasil yang
berbeda nyata atau sangat nyata, maka dilanjutkan dengan uji
Beda Nyata (BNT) taraf signifikansi 5%.
BAB 4. BIAYA DAN JADWAL KEGIATAN
4.1 Anggaran Biaya
No. Jenis Pengeluaran Biaya (Rp)1 Peralatan penunjang (ditulis sesuai kebutuhan)2 Bahan habis pakai, ditulis kebutuhan3 Perjalanan (kemana, tujuan apa)4 Lain2: administrasi, publikasi, seminar, laporan
Jumlah
4.2 Jadwal Kegiatan (3-5 bln)
DAFTAR PUSTAKA
Arisman. 2002. Gizi dalam Daur Kehidupan Buku Ajar Ilmu Gizi. Jakarta: UGC.
Boston New York: Pearson Benjamin Cummings.
Budiyanto, Agus Krisno. 2002. Gizi dan Kesehatan. Malang: UM PRESS.
Duryatmo S. 2005. Wajah Ganda Sirih Merah. Trubus 434: 92-93.
Dyatmiko W, Santosa MH. 1998. Aktivitas Antiradikal Bebas Difenilpikrilhidrazil (DPPH) Sari Air Curcuma aeruginosa Roxb. Seminar Nasional Tumbuhan Obat XIV. Bogor.
Evelyn C. 2009. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Fessenden. 1999. Kimia Organik. Jakarta: Erlangga.
Guyton AC dan Hall JE. 2005. Buku Teks Fisiologi Kedokteran Edisi ke-10. Adji Dharma et al, penerjemah. Jakrta: Kedokteran EGC. Terjemahan dari: Texbook of Medical Physiology, 10th Ed.
Hermiati, Rusli, Naomi YM, Mersi SS. 2013. Ekstrak daun sirih hijau dan merah sebagai antioksidan pada minyak kelapa. Jurnal Teknik Kimia USU. Vol 2: 37-43.
Jhonson GB. 2003. The Living Words 3rd Ed. Saintv Louis: The Mc Grow-Hill, Inc.
Judarwanto W. 2013. 10 Jenis Radikal Bebas Ancam Manusia. Kompas. http://health.kompas.com/read/2013/08/05/1340331/10.Jenis.Radikal.Bebas.Ancam.Manusia
Lenni S. 2006. Senyawa Terpenoid dan Steroid. Medan: FMIPA Universitas Sumatera Utara.
Marieb EN. 2004. Essentials of Human Anatomy and Physiology 2th Ed. California: Cummings Publishing Company.
Marieb, Elaine N dan Katja Hoehn. 2007. Human Anatomy And Phisyology seventh edition. San Fransisco, New York: Pearson Benjamin Cummings.
Marieb, Elaine N. 2005. Anatomy And Physiology Second Edition. San Fransisco
Markham. 1988. Cara Mengidentifikasi Flavonoid. Bandung: ITB Press.
Molyneux P. 2004. The use of the stable free radical diphenylpicrylhydrazyl (DPPH) for estimating antioxidant activity. J.Sci.Technology 26(2): 211-219.
Muchtadi, Deddy. 1989. Aspek Biokimia. Bogor: Institut Tehnologi Bandung (ITB).
Mursito B. 2002. Ramuan Tradisional untuk Penyakit Malaria. Jakarta: Penebar Swadaya.
Rahayu YS. 2007. Khasiat ekstrak ramuan daun jati belanda terhadap konsentrasi kolesterol hati tikus yang hiperlipidemia. [Skripsi]. Bogor: FMIPA IPB.
Safithri M, Fahma F. 2007. Potency of Piper crocatum Decoction as anantihiperglycemia in rat strain Sprague dawley. Hayati Journal of Biosciences Vol 15: 45-48.
Salim A. 2006. Potensi rebusan daun sirih merah (Piper crocatum) sebagai senyawa antihiperglikemia pada tikus galur sprague-dawley. [Skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.
Shier, David. 2004. Human Anatomy Physiology Tenth Edition. WI New York, San Fransisco St. Louis: Mc Graw Hill.
Sudewo B. 2005. Basmi Penyakit dengan Sirih Merah. Jakarta: PT Agromedia Pustaka.
Sulaksono, M Edhie. 2002. Penentuan Nilai Rujukan Parameter Faal Hewan Percobaan Sebagai Model Penyakit Manusia Dan Hewan. Jurnal Penelitian. Jakarta: Litbang Kesehatan. Diakses Tanggal 6 Mei 2009.
Sulihandari H. 2013. Herbal Sayur dan Buah Ajaib. Yogyakarta: Trans Idea Publishing.
Tintus, Libertus. 2008. Dosis Efektif Kombinasi Natrium Tiosulfat Dan Natrium Nitrit Sebagai Antidot Keracunan Sianida Akut Pada Mencit Jantan Galur Swiss. Skripsi. Yogyakarta: Universitas Sanatha Dharma. Diakses Tanggal 4 April 2009.
Yuningsih. 2008. Keracunan Nitrat-Nitrit Pada Hewan Serta Kejadiannya Di Indonesia. Jurnal Penelitian. Bogor: Balai Penelitian Veteriner. Diakses Tanggal 25 April 2009.
LAMPIRAN-LAMPIRAN
Lampiran 1. Biodata Ketua dan Anggota
Lampiran 2. Justifikasi Anggaran Kegiatan
Lampiran 3. Susunan Organisasi Tim Peneliti dan Pembagian Tugas
Lampiran 4. Surat Pernyataan Ketua Peneliti
Lampiran 5. Nota Kesepahaman MOU atau pernyataan kesediaan dari mitra (bila ada)