Sinusitis Maxillaris

41
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sinusitis dianggap salah satu penyebab gangguan kesehatan tersering di dunia . Data dari DEPKES RI tahun 2003 menyebutkan bahwa penyakit hidung dan sinus berada pada urutan ke-25 dari 50 pola penyakit peringkat utama atau sekitar 102.817 penderita rawat jalan di rumah sakit. Survei Kesehatan Indera Penglihatan dan Pendengaran 1996 yang diadakan oleh Binkesmas bekerja sama dengan PERHATI dan Bagian THT RSCM mendapatkan data penyakit hidung dari 7 propinsi. Data dari Divisi Rinologi Departemen THT RSCM Januari-Agustus 2005 menyebutkan jumlah pasien rinologi pada kurun waktu tersebut adalah 435 pasien, 69% nya adalah sinusitis. 2 Sinusitis adalah radang pada mukosa sinus paranasalis. Sinusitis maksila paling sering ditemukan, 1

description

sinusitis maxilaris

Transcript of Sinusitis Maxillaris

Page 1: Sinusitis Maxillaris

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sinusitis dianggap salah satu penyebab gangguan kesehatan tersering di dunia .

Data dari DEPKES RI tahun 2003 menyebutkan bahwa penyakit hidung dan sinus

berada pada urutan ke-25 dari 50 pola penyakit peringkat utama atau sekitar 102.817

penderita rawat jalan di rumah sakit. Survei Kesehatan Indera Penglihatan dan

Pendengaran 1996 yang diadakan oleh Binkesmas bekerja sama dengan PERHATI

dan Bagian THT RSCM mendapatkan data penyakit hidung dari 7 propinsi. Data dari

Divisi Rinologi Departemen THT RSCM Januari-Agustus 2005 menyebutkan jumlah

pasien rinologi pada kurun waktu tersebut adalah 435 pasien, 69% nya adalah

sinusitis.2

Sinusitis adalah radang pada mukosa sinus paranasalis. Sinusitis maksila

paling sering ditemukan, kemudian diikuti oleh sinusitis ethmoidalis, sinusitis

frontalis dan sinusitis sphenoidalis. Hal ini disebabkan sinus maksila merupakan

sinus paranasalis terbesar yang apabila mengalami infeksi akan lebih jelas

menimbulkan gangguan. Dasar sinus maksila adalah dasar akar gigi (prosesus

alveolaris), infeksi pada gigi dapat menyebabkan sinusitis maksilaris. Letak ostium

sinus letaknya lebih tinggi dari dasar menyebabkan drainase sinus hanya tergantung

pada gerakan silia, disamping itu letak ostium yang berada di meatus nasi media,

1

Page 2: Sinusitis Maxillaris

sekitar hiatus semilunaris yang sempit juga menyebabkan ostium sering tersumbat.

Secara klinis, sinusitis dibagi menjadi dua yaitu sinusitis akut dan sinusitis kronik.1

Faktor predisposisi terjadinya sinusitis baik akut maupun kronik diantaranya

obstruksi mekanik pada hidung, infeksi saluran nafas atas, rhinitis kronik dan alergi.

Disamping itu faktor lingkungan juga dapat berpengaruh antara lain: lingkungan

berpolusi, udara dingin serta kering dapat mengakibatkan perubahan pada mukosa

serta kerusakan silia. Kuman penyebab tersering adalah streptokokus atau

stafilokokus, infeksi akibat penjalaran gigi maka kuman penyebabnya adalah bakteri

anaerob.1

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Sinus Maxilla

Manusia memiliki sekitar 12 rongga di sepanjang atap dan bagian lateral

kavum nasi. Sinus–sinus ini membentuk rongga di dalam beberapa tulang wajah, dan

2

Page 3: Sinusitis Maxillaris

diberi nama sesuai dengan tulang tersebut, yaitu sinus maksilaris, sinus sfenoidalis,

sinus frontalis, dan sinus etmoidalis. Seluruh sinus dilapisi oleh epitel saluran

pernafasan yang mengalami modifikasi, yang mampu mengkasilkan mukus, dan

bersilia. Sekret yang dihasilkan disalurkan ke dalam kavum nasi. Pada orang sehat,

sinus terutama berisi udara.1

Sinus maksilaris merupakan satu – satunya sinus yang rutin ditemukan pada

saat lahir. Sinus maksilaris terletak di dalam tulang maksilaris, dengan dinding

inferior orbita sebagai batas superior, dinding lateral nasal sebagai batas medial,

prosesus alveolaris maksila sebagai batas inferior, dan fossa canine sebagai batas

anterior.1

Sinus maksila merupakan sinus paranasal yang terbesar. Saat lahir sinus maksila

bervolume 6-8 ml, sinus kemudian berkembang dengan cepat dan mencapai ukuran

maksimal yaitu 15 ml saat dewasa.1

Sinus maksilaris berbentuk pyramid dengan basis di medial yaitu dinding lateral

cavum nasi dan apeknya pada prosesus zygomaticus ossis maxillaris. Atap sinus

dibentuk oleh dasar orbita sedangkan dasar sinus merupakan prosesus alveolaris ossis

maxillaries. Dinding anteriornya memisahkan sinus dengan fasies, sedangkan dinding

posteriornya memisahkan dengan fossa pterigopalatina.1

Sinus maksilaris disebut juga antrum High-more, merupakan sinus yang sering

terinfeksi, oleh karena 1) merupakan sinus paranasal yang terbesar, 2) letak

ostiumnya lebih tinggi dari dasar, sehingga aliran sekret (drainase) dari sinus

maksilaris hanya tergantung dari gerakan silia, 3) dasar sinus maksilaris adalah dasar

3

Page 4: Sinusitis Maxillaris

akar gigi (prosesus alveolaris), hanya dipisahkan dengan lamina tulang yang sangat

tipis dan bahkan sama sekali tidak dipisahkan oleh tulang, sehingga infeksi gigi geligi

mudah naik keatas menyebabkan sinusitis, 4) ostium sinus maksilaris terletak

dimeatus medius, disekitar hiatus semilunaris yang sempit sehingga mudah tersumbat

oleh karena drainase kurang baik. 5) Sinusitis maksilaris dapat menimbulkan

komplikasi orbita melalui duktus nasolakrimalis.1

Gambar 1. Sinus Paranasalis.3

4

Page 5: Sinusitis Maxillaris

Gambar 2. Sinus Paranasal Tampak Depan dan Samping

Sinus maksilaris bermuara ke dalam meatus nasi medius melalui hiatus

semilunaris yang sempit. Simon berpendapat bahwa ostium sinus maksilaris berupa

satu saluran karena dia menemukan ukuran dari ujung medial sampai lateral lebih

panjang 3 mm dari panjang rata-rata 5,55 mm. Hal ini penting karena berhubungan

dengan patofisiologi terjadinya sinusitis maksilaris, dimana drainasenya

mengandalkan pergerakan silia pada dinding sinus.1

Vaskularisasi sinus maksilaris sebagian besar berasal dari a. maksilaris dan

cabang-cabangnya yang menembus tulang sinus. Drainase vena pada sinus mulai

v.maksilaris dan v.facialis anterior menuju v.jugularis interna. Selain itu v.maksilaris

juga menuju pleksus pterygoid. Sedangkan drainase cairan limfe ke limfonodi

submandibular.1

5

Page 6: Sinusitis Maxillaris

Sinus maksilaris mendapat inervasi dari n. infraorbital, n. maxillaries (n.V2).

Inervasi sekretomotorik mukosa sinus berasal dari nucleus intermediate n.fascialis.

Membran mukosa sinus menerima inervasi dari postganglionik parasimpatetik untuk

sekresi mukus.1

2.2 Fisiologi Sinus Maxilla

Beberapa teori menyebutkan sinus paranasalis mempunyai fungsi sebagai

berikut: mengurangi berat cranium, resonansi udara dan mempengaruhi kualitas

suara, penahan suhu (termal insulator), pengatur kondisi udara (air conditioning),

mempengaruhi gaya berat pada saat mengunyah ke arah lateral sehingga tekanan

tidak langsung mengenai orbita, sebagai peredam perubahan tekanan udara seperti

pada saat bersin atau membuang ingus, membantu produksi mukus untuk

membersihkan partikel yang masuk bersama udara inspirasi ke dalam sinus.1

2.3 Definisi Sinusitis

Sinusitis adalah radang mukosa sinus paranasal. Sesuai anatomi sinus yang

terkena, dapat dibagi menjadi sinusitis maksila, sinusitis etmoid, sinusitis frontal, dan

sinusitis sphenoid. Bila mengenai beberapa sinus disebut multisinusitis, sedangkan

bila mengenai semua sinus paranasal disebut pansinusitis. Sinusitis maksilaris adalah

peradangan atau inflamasi pada mukosa sinus maksilaris.1

6

Page 7: Sinusitis Maxillaris

2.4 Etiologi Sinusitis

Penyebab sinusitis akut ialah (1) rinitis akut, (2) infeksi faring, seprti

faringitis, adenoiditis, tonsilitis akut, (3) infeksi gigi rahang atas M1, M2, M3 serta

P1 dan P2 (dentogen), (4) berenang dan menyelam, (5) trauma dapat menyebabkan

perdarahan mukosa sinus paranasal, (6) barotrauma dapat menyebabkan nekrosis

mukosa. 1,4

Sinusitis maksilaris dengan asal geligi. Bentuk penyakit geligi-maksilaris

yang khusus bertanggung jawab pada 10 persen kasus sinusitis yang terjadi setelah

gangguan pada gigi. Penyebab tersering adalah ekstraksi gigi molar, biasanya molar

pertama, dimana sepotong kecil tulang di antara akar gigi molar dan sinus maksilaris

ikut terangkat.5

Dalam keadaan fisiologis, sinus dalam keadaan steril. Etiologi dari sinusitis

maksilaris yakni Virus, bakteri atau infeksi jamur dari saluran pernafasan: 1,6

a. Virus

Virus merupakan penyebab tersering sinusitus maksilaris akut. Virus yang

didapat dari hasil kultur kavum sinus diantaranya : rhinovirus, virus influenza

A dan B, coronavirus, respiratory syncytial virus, adenovirus, enterovirus, and

virus parainfluenza. Umumnya sinusitis maksilaris akibat virus gejalanya

ringan dan jarang datang untuk berobat.

b. Bakteri

Infeksi bakteri sering menjadi komplikasi dari infeksi virus, superinfeksi ini

dapat terjadi sepanjang perjalanan infeksi virus pada saluran nafas atas.

7

Page 8: Sinusitis Maxillaris

Bakteri yang sering ditemukan pada sinusitis akut diantaranya :

Pneumococcus, Streptococcus pneumoniae, Haemophilus influenzae, dan

Moraxella catarrhalis dan Staphylococcus aureu,streptokokus lain, dan

anaerobes juga dapat dtemukan. Sedangkan pada sinusitis kronis biasanya

ditemukan infeksi campuran oleh berbagai macam mikroba seperti kuman

aerob S.aureus, S.viridans, H.influenza dan kuman anaerob

Peptostreptokokus dan Flusobakterium. Resistansi bakteri sangat penting

dalam mempengaruhi terapi antimikroba yang dapat diberikan.7 Streptokokus

yang resisten terhadap penicillin diperkirakan 25% sampai dengan lebih dari

50% dan resistensi pneumokokus terhadap makrolide dapat mencapai 31%.

c. Jamur

Jamur dapat berkoloni pada sinus paranasal menyebabkan sinusitis akut

maupun kronis, namun jarang pada pasien yang imunokompeten. Pada pasien

dengan gangguan imunitas dan diabetes, sering didapatkan Aspergillus dan

zygomicoses serta jamur lain seperti : phaeohyphomycosis, Pseudallescheria,

dan hyalohyphomycosis.7

Faktor predisposisi sinusitis maksilaris yakni: 1,6

a. Penularan dari infeksi sinus di dekatnya, seperti faringitis, tonsilitis atau

radang pada gigi geraham atas (odontogen).

8

Page 9: Sinusitis Maxillaris

b. Rhinitis alergi dan rhinitis kronik. Pada keadaan ini terjadi hipersekresi

cairan mukus yang dapat menyumbat osteum sinus dan menjadi media

bagi pertumbuhan kuman

c. Obstruksi mekanik seperti kelainan septum (spina septum, deviasi septum,

dislokasi septum), hipertropi konka media, benda asing dalam hidung,

polip dan tumor di rongga hidung akan menyebabkan salah satu atau

kedua rongga hidung menjadi lebih sempit

d. Trauma kapitis yang melibatkan sinus maksilaris.

e. Polusi udara.

Kasus odontogen bisa disebabkan oleh: 1,6

1. Granuloma pada akar gigi sebagai fokal infeksi yang menuju sinus

maksilaris.

2. Ekstrasi gigi yang menyebabkan akar gigi masuk ke dalam sinus.

3. Tindakan yang menyebabkan akar gigi masuk ke dalam sinus.

4. Adanya alat yang merusak lapisan epitel sinus.

5. Tindakan pada gigi impaksi M3, bicuspid atau yang masuk kedalam

sinus.

6. Fraktur prosesus maksilaris yang melibatkan beberapa gigi sehingga

sinus terbuka.

7. Adanya radicular cyst yang menyangkut kedalam sinus.

9

Page 10: Sinusitis Maxillaris

8. Adanya dry socket akibat pencabutan gigi, dimana socketnya tidak

terisi bekuan darah, sehingga mudah kemasukan sisa makanan yang

menyebabkan infeksi dan menjalar ke dalam sinus.

9. Abses akar gigi yang mengalami gangren.

Gambar 3. a. Fistula oroantral b. Sinusitis maksilaris

2.5 Gejala dan Tanda Sinusitis

a. Sinusitis maksilaris akut

Gejala objektif sinusitis maksilaris akut meliputi gejala sistemik dan

lokal. Gejala sistemik berupa demam sampai menggigil, malaise, lesu serta nyeri

kepala terutma pada sisi yang sakit. Gejala lokal dapat berupa rasa nyeri tumpul

dan menusuk di daerah pipi atau di bawah kelopak mata yang bisa menyebar ke

alveolus sehingga sering dikelirukan sebagai sakit gigi. Nyeri alih lain bias juga

10

Page 11: Sinusitis Maxillaris

dirasakan di dahi dan di depan telinga. Nyeri semakin berat jika kepala

digerakkan secara mendadak, misalnya sewaktu naik turun tangga. Sekret

mukopurulen dapat keluar dari hidung dan terkadang berbau busuk bahkan

bercampur darah. Batuk serta kurangnya sensitifitas dalam merasakan rasa dan

bau.1

Gejala subjektif didapatkan melalui pemeriksaan fisik, pada inspeksi di

dapatkan pembengkakan di daerah muka yaitu pipi dan kelopak mata bawah.

Pada palpasi dan perkusi di daerah tersebut akan terasa nyeri. Dengan rhinoskopi

anterior akan tampak mukosa konka hiperemis dan edema serta tampak adanya

sekret mukopurulen di meatus nasi media. Pada rhinoskopi posterior tampak

sekret mukopurulen di nasofaring( post nasal drip). Dengan pemeriksaan

transiluminasi akan tampak gambaran bulan sabit di bawah rongga mata yang

menjadi lebih suram/gelap dibandingkan dengan normal.1,3,5

b. Sinusitis Maksilaris Kronis

Gejala sinusitis maksilaris kronis umumnya sangat bervariasi. Gejala dapat

dirasakan berat sehingga menghalangi penderita untuk bekerja atau dapat ringan

tetapi berlangsung lama. Selama eksaserbasi akut, gejala-gejala mirip dengan

gejala sinusitis akut, sedangkan di luar masa tersebut akan didapatkan gejala-

gejala sesuai dengan faktor predisposisinya, disertai gejala-gejala subjektif yang

meliputi ; 1,5

11

Page 12: Sinusitis Maxillaris

a. Gejala pada hidung dan nasofaring antara lain sekret hidung berupa

pus atau mukopus yang disertai bau busuk, post nasal drip dan

epistaksis.

b. Gejala pada faring yaitu rasa tidak nyaman di tenggorokan.

c. Gejala pada telinga, berupa pendengaran terganggu oleh karena

tersumbatnya tuba eusthachius

d. Rasa nyeri dan sakit kepala.

e. Gejala pada mata yaitu epifora dan konjungtivitis oleh karena

penjalaran infeksi melalui duktus nasolakrimalis.

f. Gejala saluran pernafasan berupa batuk dan terdapat komplikasi di

paru berupa bronkitis atau bronkiektasis atau asma bronkiale, sehingga

terjadi penyakit sinobronkitis.

g. Gejala pada saluran pencernaan oleh karena mukopus yang tertelan

dapat menyebabkan gastroenteritis, sering terjadi pada anak.

Kadang-kadang gejala sangat ringan yang mengganggu pasien. Sekret

pasca nasal yang terus menerus akan menyebabkan batuk kronik. Nyeri kepala

pada sinusitis kronis biasanya terasa pada pagi hari, dan akan berkurang

setelah siang hari. Penyebabnya belum diketahui dengan pasti, tapi mungkin

karena pada malam hari terjadi penimbunan ingus dalam rongga hidung dan

sinus serta adanya stasis vena. 1

12

Page 13: Sinusitis Maxillaris

Gejala objektif pada sinusitis kronis pada pemeriksaan klinis tidak seberat

sinusitis akut. Pada inspeksi tidak didapatkan pembengkakan pada wajah. Pada

rinoskopi anterior didapatkan akibat hipertropi mukosa hidung dan konka

mengakibatkan obstruksi hidung. Ditemukan sekret kental purulent dari meatus

medius atau meatus superior. Pada rhinoskopi posterior tampak sekret kental

purulent di nasofaring atau turun ke tenggorokan (Post Nasal Drip).1

Gambar 4. Pus Pada Meatus Medius

Gambar 5. Pembengkakan Pipi Pada Pasien Sinusitis

13

Page 14: Sinusitis Maxillaris

2.6 Patofisiologi Sinusitis

Sinus paranasalis mempunyai sistem pertahanan terhadap infeksi. Mekanisme

pertahanan tersebut didapat dengan adanya daya untuk menghancurkan kuman oleh

lisozim. Lisozim yang terdapat pada lapisan mukus bersifat destruktif terhadap

sebagian bakteri. Mekanisme pertahanan yang lain diperoleh dari daya gerak silia.

Sistem pertahanan sinus paranasalis dipengaruhi oleh beberapa factor yaitu: 1

1. Transport mukosilia

Seperti mada mukosa hidung, didalam sinus juga terdapat

mukosa bersilia dan palut lendir (mucous blanket) diatasnya. Didalam

sinus silia bergerak secara teratur untuk mengalirkan lendir menuju

ostium alamiahnya mengikuti jalur-jalur yang sudah tertentu polanya.

Kuman atau benda asing yang masuk ke dalam sinus akan

diselubungi oleh mucous blanket, kemudian gerakan silia akan

mengalirkan ke arah ostium dan akhirnya keluar. Apabila gerakan silia

mengalami gangguan maka drainase sinus akan terganggu sehingga

terjadi penimbunan mukus. Lendir yang berasal dari sinus maksilaris

yang bergabung di infundulum etmoid dialirkan ke nasofaring di

depan muara Tuba Eustachius. Inilah sebabnya pada sinusitis

didapatkan sekret pasca nasal ( post nasal drip), tetapi belum tentu ada

sekret dirongga hidung.

14

Page 15: Sinusitis Maxillaris

2. Ostium sinus.

Ostium merupakan titik paling lemah dari mekanisme pertahanan

sinus. Ostium sinus maksila terletak lebih tinggi dari dasar sinus

sehingga drainase dan ventilasi kurang baik, lagipula drainase juga

harus melalui infundibulum yang sempit, infundibulum adalah bagian

dari sinus etmoid anterior dan pembengkakan akibat radang atau alergi

pada daerah ini dapat menghalangi drainase sinus maksilaris dan

selanjutnya menyebabkan sinusitis.

3. Pertukaran O2.

Pertukaran O2 sering terganggu pada pembentukan ostium. Kadar O2

dalam sinus mempunyai hubungan dengan ukuran dan terbukanya

ostium. Bila ostiumnya tersumbat, kadar O2 akan berkurang sehingga

aktivitas mukosilia juga berkurang.

4. Peredaran darah dalam mukosa sinus.

Absorbsi oksigen terjadi secara perfusi dan jumlahnya tergantung dari

jumlah darah pada daerah tersebut. Adanya gangguan peredaran darah

dalam sinus akan menyebabkan gangguan absorbsi oksigen.

Komplek osteomeatal terdiri dari infundibulum ethmoid yang terdapat di

belakang prosesus uncinatus, resesus frontalis, bula ethmoid dan sel-sel ethmoid

anterior dengan ostiumnya dan osteum sinus maksila merupakan faktor yang sangat

menentukan dalam patofisiologi sinusitis paranasalis. Struktur ini mempunyai lebar

15

Page 16: Sinusitis Maxillaris

hanya beberapa millimeter, sehingga merupakan celah yang amat sempit dan ditutup

oleh permukaan mukosa yang saling berhadapan dan bahkan kadang-kadang saling

menempel, seperti leher botol. Bila terjadi edema, mukosa yg berhadapan akan saling

bertemu, shg silia tak dapat bergerak dan lendir tak dapat dialirkan. Terjadi gangguan

drainase dan ventilasi dari sinus maksila dan frontal sehingga aktifitas silia terganggu

dan terjadi genangan lendir. Lendir menjadi lebih kental, media yang baik bagi

bakteri patogen. Bila edema lama akan terjadi hipoksia dan retensi lendir, bakteri

anaerob akan berkembang biak dan terjadi kerusakan silia. Bila proses berlanjut dapat

terjadi perubahan jaringan mis. jaringan polipoid, hipertrofi, polip, kista.1

2.7 Klasifikasi Sinusitis

Berdasarkan konsensus pada Internasional Conference of Sinus Disease,

sinusitis maksilaris dibagi menjadi 2 yaitu ; 1,3

1. Sinusitis maksilaris akut

Sinusitis maksilaris akut adalah infeksi sinus maksilaris yang

berlangsung selama 7 hari sampai 8 minggu, dengan episode serangan

kurang dari 4 kali dalam setahun dan setelah diberikan terapi optimal ,

mukosa sinus akan kembali normal.

2. Sinusitis maksilaris kronis

Sinusitis maksilaris kronis adalah infeksi sinus yang berlangsung lebih

dari 8 minggu sampai jangka waktu yang tidak terbatas, dengan episode

serangan lebih dari 4 kali dalam setahun dan walaupun diberikan terapi

16

Page 17: Sinusitis Maxillaris

yang optimal, mukosa tetap abnormal sehingga harus dibuang lewat

pembedahan.

2.8 Pemeriksaan Penunjang Sinusitis

Terdapat beberapa pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan, yaitu:

a. Pemeriksaan transluminasi.

Pada pemeriksaan transluminasi, sinus yang sakit akan tampak suram atau

gelap. Hal ini lebih mudah diamati bila sinusitis terjadi pada satu sisi wajah,

karena akan nampak perbedaan antara sinus yang sehat dengan sinus yang

sakit.8

b. Gambaran Radiologi

Pemeriksaan radiologik yang dibuat adalah posisi waters. Akan tampak

perselubungan atau penebalan mukosa atau batas cairan-udara (air fluid level)

pada sinus yang sakit. Pada sinusitis maksilaris, dilakukan pemeriksaan

rontgen gigi untuk mengetahui adanya abses gigi. Pemeriksaan yang dapat

dilakukan adalah sebagai berikut:1

a) Posisi Caldwell

Posisi ini didapat dengan meletakkan hidung dan dahi diatas

meja sedemikian rupa sehingga garis orbito-meatal (yang

menghubungkan kantus lateralis mata dengan batas superior kanalis

auditorius eksterna) tegak lurus terhadap film. Sudut sinar rontgen

adalah 15° kraniokaudal dengan titik keluarnya nasion.

17

Page 18: Sinusitis Maxillaris

Gambar 6. Posisi Caldwell

18

Page 19: Sinusitis Maxillaris

Gambar 7. Sinuitis Maxillaris Akut Posisi Caldwell

b) Posisi Waters

Posisi ini yang paling sering digunakan. Maksud dari posisi ini

adalah untuk memproyeksikan tulang petrosus supaya terletak dibawah

antrum maksila. Hal ini didapatkan dengan menengadahkan kepala

pasien sedemikian rupa sehingga dagu menyentuh permukaan meja.

Bidang yang melalui kantus medial mata dan tragus membentuk sudut

lebih kurang 37° dengan film proyeksi waters dengan mulut terbuka

memberikan pandangan terhadap semua sinus paranasal.

19

Page 20: Sinusitis Maxillaris

Gambar 8. Waters Photo Sinus Normal

20

Page 21: Sinusitis Maxillaris

Gambar 9. Waters Photo Sinusitis Maxillaris dextra

c). Posisi Lateral

Kaset dan film diletakkan paralel terhadap bidang sagital utama

tengkorak

21

Page 22: Sinusitis Maxillaris

Gambar 10. Posisi lateral Sinus Sfenoid

c. CT-Scan, memiliki spesifisitas yang jelek untuk diagnosis sinusitis akut,

menunjukan suatu air-fluid level pada 87% pasien yang mengalami infeksi

pernafasan atas dan 40% pada pasien yang asimtomatik. Pemeriksaan ini

dilakukan untuk luas dan beratnya sinusitis.

22

Page 23: Sinusitis Maxillaris

Gambar 11. CT-Scan Normal Sinus Maxillaris

d. MRI sangat bagus untuk mengevaluasi kelainan pada jaringan lunak yang

menyertai sinusitis, tapi memiliki nilai yang kecil untuk mendiagnosis

sinusitis akut.

Gambar 12. MRI Sinus Maxillaris

23

Page 24: Sinusitis Maxillaris

e. Kultur

Karena pengobatan harus dilakukan dengan mengarah kepada organisme

penyebab, maka kultur dianjurkan. Bahan kultur dapat diambil dari meatus

medius, meatus superior, atau aspirasi sinus. Mungkin ditemukan bermacam-

macam bakteri yang merupakan flora normal di hidung atau kuman patogen,

seperti pneumococcus, streptococcus, staphylococcus dan haemophylus

influensa. Selain itu mungkin juga ditemukan virus atau jamur.8

2.9 Komplikasi Sinusitis

Komplikasi sinusitis telah menurun secara nyata sejak ditemukannya

antibiotika.Komplikasi biasanya terjadi pada sinusitis akut atau pada sinusitis kronis

dengan eksaserbasi akut.1

Komplikasi orbita dapat terjadi karena letak sinus paranasal yang berdekatan

dengan mata (orbita).5 Sinusitis etmoidalis merupakan penyebab komplikasi orbita

yang tersering kemudian sinusitis maksilaris dan frontalis. Terdapat lima tahapan

terjadinya komplikasi orbita ini.5

a. Peradangan atau reaksi edema yang ringan

b. Selulitis orbita. Edema bersifat difus dan bakteri telah secara aktif

menginvasi isi orbita namun pus belum terbentuk

c. Abses subperiosteal. Pus terkumpul di antara periorbita dan dinding

tulang orbita menyebabkan proptosis dan kemosis

24

Page 25: Sinusitis Maxillaris

d. Abses periorbita. Pada tahap ini, pus telah menembus periosteum dan

bercampur dengan isi orbita

e. Trombosis sinus kavernosus. Komplikasi ini merupakan akibat

penyebaran bakteri melalui saluran vena ke dalam sinus kavernosus di

mana selanjutnya terbentuk suatu tromboflebitis septik.

2.10 Penatalaksanaan

Terapi sinusitis maksilaris umumnya terdiri dari :1,4

1. Istirahat

2. Antibiotika

Antibiotika yang dipilih adalah antibiotika spectrum luas yang relative

murah dan aman. Lama pemberian antibiotika yang disarankan oleh

beberapa kepustakaan juga bervariasi tergantung kondisi penderita. Pada

kasus akut, antibiotika diberikan selama 5-7 hari sedangkan pada kasus

kronik diberikan selama 2 minggu hingga bbas gejala selama 7 hari.

Antibiotika yang dapat diberikan antara lain:

a. Amoksisilin 3 kali 500 mg

b. Ampicillin 4 kali 500 mg

c. Eritromisin 4 kali 500 mg

d. Sulfametoksasol – TMP

e. Doksisiklin

25

Page 26: Sinusitis Maxillaris

3. Dekongestan lokal (tetes hidung) atau sistemik (oral) merupakan

Alpha adrenergik agonis menyebabkan vasokontriksi, sehingga

memperlancar drainase sinus

a. Sol efedrin 1-2 % sebagai tetes hidung

b. Sol.Oksimetasolin HCL 0,05%(semprot hidung untuk

dewasa.

c. Oksimetasolin HCL 0,025%(semprot hidung untuk anak-

anak)

d. Tablet pseudoefedrin 3 kali 60mg (dewasa)

4. Analgetika dan antipiretik: parasetamol

5. Antihistamin

Antagonis histamine H1 yang bekerja secara inhibitor kompetitif pada

reseptor H1 sel target. Bekerja dengan menghambat hipersekresi

kelenjar mukosa dan sel goblet dan menghambat peningkatan

permeabilitas kapiler sehingga mencegah rinore dan sebagai

vasokontriksi sinusoid untuk mencegah hidung tersumbat. Antihistamin

berguna untuk mengurangi obstruksi KOM pada pasien alergi yang

menderita sinusitis akut. Terapi antihistamin ini tidak direkomendasikan

untuk penggunaan rutin pada pasien dengan sinusitis akut, karena dapat

menimbulkan komplikasi melalui efeknya yang mengentalkan dan

mengumpulkan sekresi sinonasal.

26

Page 27: Sinusitis Maxillaris

6. Mukolitik

Secara teori, mukolitik seperti bromehexin atau ambroxol hidroklorida

memiliki kelebihan dalam mengurangi sekresi dan memperbaiki

drainase. Namun tidak biasa digunakan dalam praktek klinis untuk

mengobati sinusitis akut.

7. Tindakan operatif

a. Pungsi dan Irigasi sinus maksilaris (antrum wash out)

Tujuan dilakukan Irigasi antrum adalah 1) sebagai tindakan

diagnostik untuk memastikan ada tidaknya sekret pada sinus

maksilaris, 2) untuk mengeluarkan sekret yang terkumpul didalam

rongga sinus maksilaris, 3) memperbaiki aliran mukosiliar, 4) jika

dalam waktu 10 hari, penderita tidak menunjukkan tanda-tanda

perbaikan dengan terapi konservatif, atau telah didapatkan adanya air

fluid level dalam antrum, 5). untuk memperoleh material yang dapat

digunakan untuk kultur dan tes sensitifitas.

27

Page 28: Sinusitis Maxillaris

BAB III

KESIMPULAN

3.1 Kesimpulan

1. Sinusitis adalah radang mukosa sinus paranasal. Sesuai anatomi sinus yang

terkena, dapat dibagi menjadi sinusitis maksila, sinusitis etmoid, sinusitis

frontal, dan sinusitis sphenoid. Bila mengenai beberapa sinus disebut

multisinusitis, sedangkan bila mengenai semua sinus paranasal disebut

pansinusitis.

2. Sinusitis disebabkan melalui Rinogen dan Dentogen

3. Pemeriksaan radiologik yang dibuat adalah posisi waters. Akan tampak

perselubungan atau penebalan mukosa atau batas cairan-udara (air fluid level)

pada sinus yang sakit. Pada sinusitis maksilaris, dilakukan pemeriksaan

rontgen gigi untuk mengetahui adanya abses gigi.

28