SINTESIS ANTARA - FORPRO

18
REVITALISASI PEMANFAATAN HASIL HUTAN PASCA PANEN UNTUK ENERGI, PANGAN DAN OBAT-OBATAN ALTERNATIF DARI HUTAN RPPI 7 PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HASIL HUTAN BADAN PENELITIAN, PENGEMBANGAN DAN INOVASI KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN BOGOR, 2015 SINTESIS ANTARA SINTESIS ANTARA

Transcript of SINTESIS ANTARA - FORPRO

REVITALISASI PEMANFAATAN HASIL HUTAN PASCA PANEN UNTUK ENERGI,

PANGAN DAN OBAT-OBATAN ALTERNATIF DARI HUTAN

RPPI 7

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HASIL HUTANBADAN PENELITIAN, PENGEMBANGAN DAN INOVASI KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANANBOGOR, 2015

SINTESIS ANTARASINTESIS ANTARA

SINTESIS RENCANA PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN INTEGRATIF (RPPI)

TAHUN 2015

7 REVITALISASI PEMANFAATAN HASIL HUTAN

Koordinator: Ir. Totok K. Waluyo, MSi.

Sintesis Antara RPPI

iii

KATA PENGANTAR

Sintesis RPPI “Revitalisasi Pemanfaatan Hasil Hutan” merupakan sintesis antara hasil pelaksanaan kegiatan tahun 2015, memberikan gambaran hasil kegiatan dalam pencapaian luaran RPPI. Sintesis ini disusun dengan memperhatikan dokumen RPPI 2015-2019 dan Laporan Hasil Penelitian (LHP) tahun 2015.

Informasi yang disampaikan dalam sintesis ini, diharapkan dapat dimanfaatkan sebagai review dan dasar pelaksanaan kegiatan ke depan dan nantinya dapat diintegrasikan dalam penyusunan sintesis akhir untuk mencapai luaran RPPI secara komprehensif.

Kami menyampaikan penghargaan dan terimakasih kepada koordinator RPPI, pembina RPPI, pelaksana kegiatan dan semua pihak terkait yang telah berkontribusi dalam penyusunan sintesis ini.

Bogor, 2016 Kepala Pusat, Dr. Ir. Dwi Sudharto, M.Si NIP 19591117 198603 1 003

Sintesis Antara RPPI

v

DAFTAR ISI Halaman Kata Pengantar ...................................................................................... iii Daftar Isi ................................................................................................ v I. PENDAHULUAN ..................................................................................... 1 Latar Belakang ....................................................................................... 1 II. METODE SINTESIS ................................................................................. 2 Penilaian terhadap kualitas lingkungan pengendalian ......................... 2 III. SINTESIS ................................................................................................ 3 A. Teknologi pengolahan dan pemanfaatan HHBK untuk

biomedicine dan biocosmetic .......................................................... 3

B. Teknologi pengolahan biofuel berbasis kehutanan ........................ 4 C. Teknologi pembuatan dan pemanfaatan nanokarbon ................... 4 D. Informasi bahan penyusunan dan penyempurnaan standar

produk HHBK ...................................................................................

4 IV. PENUTUP ........................................................................................ 5

Sintesis Antara RPPI

1

I. PENDAHULUAN

Hasil hutan bukan kayu (HHBK) merupakan hasil/produk hutan selain kayu. Wickens (1991), HHBK adalah semua barang/bahan yang diambil atau dipanen selain kayu dari ekosistim alam, hutan tanaman dan digunakan untuk keperluan rumah tangga atau dipasarkan. Chamberlain et al., (1998) HHBK adalah produk dari tanaman, bagian tanaman, jamur, dan bahan/barang yang dipanen dari hutan. Lebih lanjut disebutkan HHBK termasuk jamur, herba, pohon, dll. Selain itu bagian pohon yang dipanen antara lain kulit, buah, daun, bahan sadapan, resin, dan lain-lain. FAO (1995) mendefinisikan HHBK adalah barang (goods) yang dihasilkan dari benda hayati selain kayu yang berasal dari hutan dan lahan sejenisnya. Menurut Peraturan Menteri Kehutanan No: P.35/Menhut-II/2007, HHBK adalah hasil hutan hayati baik nabati maupun hewani beserta produk turunannya dan budidaya kecuali kayu yang berasal dari hutan.

Paradigma baru sektor kehutanan memandang sumber daya hutan mempunyai potensi multi fungsi yang dapat memberikan manfaat ekonomi, lingkungan dan sosial bagi kesejahteraan manusia, sumber daya hutan juga bersifat multi guna dan multi kepentingan serta pemanfaatannya diarahkan untuk mewujudkan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Manfaat tersebut bukan hanya berasal dari hasil hutan kayu yang hanya memberikan sumbangan 20%, melainkan juga manfaat hasil hutan bukan kayu (HHBK) dann jasa lingkungan yang memberikan sumbangan 80%, namun hingga saat ini potensi HHBK tersebut belum dapat dimanfaatkan secara optimal (Permenhut, 2009). Pemanfaatan HHBK yang belum optimal tersebut disebabkan oleh pengelolaan HHBK yang belum optimal yang mempunyai sebab dan akibat yang dapat digambarkan dalam bentuk pohon masalah (Gambar 1). Disamping itu HHBK cukup banyak jenisnya dan beragam bentuknya (resin, getah, daun, kayu, dan lain-lain) yang telah ditetapkan berdasarkan Permenhut No: P.35/Menhut-II/2007, yaitu terdapat 9 kelompok yang terdiri dari 557 spesies tumbuhan dan hewan.

Selama ini HHBK hampir tidak tersentuh dalam kegiatan kehutanan yang mana masih mengandalkan hasil hutan kayu baik dari hutan alam maupun hutan tanaman. Padahal potensi pemanfaatan yang bernilai ekonomis sangat besar yang perlu digali dan pengelolaannya perlu dioptimalkan (Suharisno, 2009). Pemanfaatan HHBK pada umumnya masih bersifat tradisional dan masih menghadapi banyak kendala pengembangannya baaik aspek budidaya, skala ekonomi, penanganan pasca panen, pengolahan, kualitas produk, dan lain-lain.

Produk HHBK pada umumnya masih dalam bentuk bahan baku (raw materials) seperti resin, daun kering, getah, serpihan atau kayu utuh, akar, buah, dan lain-lain. Tanaman hutan banyak yang bermanfaat sebagai obat.

Sintesis Antara RPPI

2

Heyne (1987), menyebutkan bahwa ada + 1040 jenis tanaman hutan yang bermanfaat obat di Indonesia. Hidayat dan Hardiansyah (2012), melaporkan bahwa di PT. Sari Bumi Kusuma camp Tontang Kabupaten Sintang Kalimantan Barat terdapat 42 jenis tumbuhan obat, Kissinger et al. (2013), melaporkan bahwa di hutan kerangas Desa Guntung Ujung Kabupaten Banjar Kalimantan Selatan terdapat 36 jenir tumbuhan obat.

Informasi tersebut di atas berupa manfaat tumbuhan sebagai obat hanya berdasarkan etnobotani saja tanpa diketahui bioaktif yang terkandung didalamnya. Dengan diketahuinya bahan aktif tersebut diharapkan akan mudah pemanfaatannya, baik untuk biomedicine dan biocosmetic.

Pemanfaatan HHBK sebagai bahan baku energi terbarukan masih sangat terbatas seperti buah jarak, nyamplung, kemiri sunan malapari. Sebagai contoh, teknologi pembuatan biodiesel dari kemiri sunan sudah ada dan dilaporkan oleh Hendra (2014), biooil berbahan lignoselulosa Wibowo (2013). Untuk itu diharapkan adanya potensi lain dari HHBK yang berguna sebagai bahan baku energi terbarukan berupa bioethanol, biomethanol dan bio-oil.

Teknologi nano sudah ada sejak tahun 1970an dan terus berkembang hingga saat ini antara lain berupa teknologi nanocomposites, nanofibers, nanocarbon, nanotubes, dan lain-lain (Lacaze, 2013). Salah satu produk HHBK yang sudah ada dan cukup dikenal oleh masyarakat adalah arang (carbon). Pemanfaatan arang terus berkembang hingga saat ini dengan menggunakan teknologi nano untuk berbagai kegunaan. Pari et al. (2013), telah melaporkan hasil karakterisasi struktur nano karbon dari lignoselulosa yang dapat meningkatkan sifat-sifat karbon sehingga kemungkinan dapat digunakan untuk manfaat lain seperti pemanfaatan dalam bidang kesehatan. Standar mutu produk HHBK di Indonesia belum cukup tersedia, kalaupun ada standar tersebut sudah lama dan perlu dikaji ulang setiap 5 tahun sekali. Misalnya standar mutu gambir (SNI 01-3391-2000 Gambir) diterbitkan tahun 2000, hingga saat ini belum dikaji ulang. Mutu produk-produk HHBK dan turunannya diharapkan mempunyai standar mutu sehingga produk HHBK berkualitas dan seragam yang pada akhirnya dapat bersaing di pasar global. II. METODE SINTESIS

Sintesis RPPI 7 dilakukan dengan metode sistesis terfokus berdasarkan

hasil kegiatan penelitian yang menjadi cakupan RPPI dan berdasarkan literatur review. Sintesis RPPI disajikan dengan pendekatan sintesis berdasarkan luaran RPPI.

Sintesis Antara RPPI

3

III. SINTESIS

RPPI 7 akan menghasilkan 4 luaran, yang akan dicapai melalui serangkaian kegiatan penelitian yang dilaksanakan oleh P3HH dan UPT.

A. Teknologi pengolahan dan pemanfaatan HHBK untuk biomedicine dan

biocosmetic

Berdasarkan hasil penelitian bahwa skrining fitokimia 10 jenis tumbuhan hutan yang berpotensi sebagai obat terdapat 7 jenis berpotensi sebagai antibakteri, antivirus, antiimflamasi, antialergi, antikanker dan antioksidan yaitu Cananga odorata (Lam) Hook.f. & Thomson; Ziziphus horsfieldii Miq.; Vitex pinnata L.; Dillenia excelsa (Jack) Martelli ex Gilg.; Mitragyna speciosa (Korth.) Havil.; Tristaniopsis obovata (Benn.) Peter G. Wilson & J.T. Waterh. dan Eurycoma longifolia Jack.

Terdapat 5 jenis tumbuhan yang berpotensi sebagai antiimflamasi, hepatoprotektif, analgesik dan antimikroba yaitu Cananga odorata (Lam) Hook.f. & Thomson.; Fibraurea tinctoria Lour.; Dillenia excelsa (Jack) Martelli ex Gilg.; Tristaniopsis obovata (Benn.) Peter G. Wilson & J.T. Waterh. dan Eurycoma longifolia Jack.

Hasil uji toksisitas terhadap larva udang, ke sepuluh tumbuhan berpotensi sebagai antikanker. Untuk getah jelutung sifat fisiko-kimia getah jelutung mengandung kadar air 73,10%; kadar abu 0,27%; kadar kotoran 0,24%; kadar nitrogen 0,06% dan kadar resin 81,35%. Getah jelutung mengandung protein cukup kecil sekitar 0,38% sehingga getah tidak menimbulkan aroma bau/busuk. Komposisi senyawa resin yang terkandung dalam getah jelutung adalah hexadecanoic acid, methyl ester; cinnamic acid; benzyl cinnamate; trans cinnamic acid; phenylacrylic acid trans-cinnamic acid; ISOBUTYLCINNAMMATE dan taraxasterol. Senyawa taraxasterol dapat digunakan sebagai bahan biomedicine yang bermanfaat sebagai antiimflamasi.

Untuk jenis gaharu bahwa Ekstraksi resin gaharu dengan alat soxhlet menghasilkan rendemen ekstrak resin lebih tinggi dibanding dengan metode maserasi. Pelarut metanol untuk mengekstrak resin gaharu menghasilkan rendemen tertinggi dibanding pelarut aseton, khloroform dan heksana. Gaharu kualitas kamedangan, kamedangan II hasil budidaya dan kamedangan alam mengandung senyawa seskuiterpena yang sebagian besar masih berupa turunannya. Semua gaharu tidak mengandung senyawa turunan khromon, di mana senyawa tersebut merupakaan salah satu senyawa penciri gaharu selain senyawa seskuiterpena. Senyawa seskuiterpena dapat digunakan sebagai bahan biomediciine yang bermanfaat sebagai antibakteri, antivirus, abat batuk dan antikanker.

Sintesis Antara RPPI

4

Jenis kemenyan mempunyai sifat-sifat kadar asam balsamat/sinamat yang merupakan komponen utama kadarnya di bawah 20% sehingga termasuk mutu C (terendah) berdasarkan klasifikasi SNI 7940-2013 kemenyan.

Ekstraksi kemenyan dengan menggunakan pelarut metanol menghasil-kan rendemen tertinggi dibandingkan pelarut aseton, khloroform dan heksana.

Komponen kimia kemenyan didominasi senyawa-senyawa cinnamic acid, benzoic acid, trans cinnamic acid, benzyl cinnammate, vanillin, cinnamyl cinnamate. Senyawa vanillin dapat digunakan sebagai bahan biocosmetic berupa parfum.

B. Teknologi pengolahan biofuel berbasis kehutanan

Pembuatan bio-oil dari tandan kosong kelapa sawit diperoleh sifat fisiko kimia bio-oil yang didominasi oleh asam-asam terutama asam asetat, fenol dan benzene atau toluen serta terdapat beberapa senyawa golongan hidrokarbon alkena seperti hexadecene dan hidrokarbon aromatik naphthalen. Penambahan 6% katalis Ni/NZA terhadap sampel tandan kosong sawit memberikan hasil optimal yaitu yaitu rendemen liquid 30,27%, pH 2,94, berat jenis 1,068 g/cm3, viskositas 44 cSt, nilai kalor 29,38 MJ/kg, dan kemampunya menyala pada 3 detik (kategori sedang). Upgrading bio-oil menggunakan katalis Ni/NZA memberikan sifat fisiko kimia yang optimal yaitu;rendemen liquid26,01%, rendemen bahan bakar 10,01%, pH 3,64, berat jenis 0,893, viscositas 2,7 cSt, nilai kalor 33,06 MJ/kg dan kemampuan menyala pada 1 detik (kategoricepat). Hasil GCMS menunjukkan penambahan katalis Ni/NZA teridentifikasi 113 senyawa, diantaranya adalah golongan hidrokarbon alkana yaitu heptane (C8H18) 1,4%, decane (C10H22) 2,92%, udecane (C11H24) 4,21%, tridecane (C13H28) 6,69%, dodecane (C12H26) 3,85%, tetradecane (C14H30) 10,72%, oktadekane (C18H38) 4,46%, hexadecane (C16H34) 0,67%. C. Teknologi pembuatan dan pemanfaatan nanokarbon

Penelitian akan dilaksanakan pada tahun 2017.

D. Informasi bahan penyusunan dan penyempurnaan standar produk HHBK

Pada penelitian teknik pengolahan HHBK sebagai bahan pangan, disimpulkan bahwa penambahan natrium bisulfit pada tepung porang dapat meningkatkan derajat putih tepung porang Kediri sebesar 10,36% dan porang Nganjuk 6,59%. Pencucian bertingkat dengan etanol pada tepung porang asal Nganjuk dapat meningkatkan kadar glukomanan dari 12,86 menjadi 38,11%. Sedangkan tepung porang asal Kediri, tidak terlihat peningkatan kadar glukomanan setelah perlakuan dilakukan. Kandungan glukomanan dari kedua lokasi porang yang diteliti tidak berbeda dengan kandungan glukomanan dari

Sintesis Antara RPPI

5

yang dihasilkan dari pabrik pengolahan tepung porang. Kandungan Fe dan Ca tepung porang sebelum dan setelah perlakuan tidak jauh berbeda, sehingga proses pencucian dengan etanol tidak akan mengurangi kadar zat besi dan kalsium dari tepung porang. Komponen kimia utama porang asal Nganjuk adalah 1,6-ANHYDRO-BETA-D-GLUCOPYRANOSE; 1,2,3,4-Cyclopentanetetrol, (1.alpha., 2.beta., 3.beta., 4.alpha.); Cyclopropyl carbinol; Acetic acid (CAS) Ethylic acid dan Hexadecanoic acid. Komponen kimia utama porang asal Kediri adalah Nonanal (CAS) n-Nonanal; vinyl butyl sulfide; 2-Furanmethanol (CAS) Furfuryl alcohol; 2H-Pyran, Hexadecanoic acid dan Octadecanoic acid.

IV. PENUTUP

HHBK dapat diolah dan ditingkatkan nilai tambahnya untuk mendukung

diversifikasi produk hasil hutan. Potensi tumbuhan terkait kegunaannya untuk kosmetik dan medicine sangat strategis untuk mendukung industri farmasi dan kosmetik untuk mengurangi penggunaan bahan kimia.

Sintesis Antara RPPI

6

Proses pengambilan sampel kulit kayu

Kamedangan budidaya (KB1)

Kamedangan II budidaya (KB2)

Kamedangan alam (KA1)

Gaharu kamedangan (budidaya dan alam)

Sintesis Antara RPPI

7

(A) (B)

(A). Bulbil Porang usia 2 bulan dan (B) Umbi porang (umbi generatif) (Sumber : Pusat Litbang Porang, 2013)

Umbi Porang Alat ukur derajat putih (Precise color reader WR-10)

Proses pengolahan chip porang (A) Kediri dan (B) Nganjuk

Sintesis Antara RPPI

8

Foto reaktor alat pembuat metanol kap. 5 kg

Foto bahan serbuk kayu Akasia mangium

Foto bahan solven (asap cair)

Sintesis Antara RPPI

9

Foto persiapan sampel yang akan di proses

Foto pemasukan bahan baku dan proses pengamatan

Foto bio-metanol dari Acacia mangium

Sintesis Antara RPPI

10

Foto uji bakar biometanol

Selulosa, hemiselulosa dan lignin di dalam tanaman

Uji daya nyala

Sintesis Antara RPPI

11

Tandan kosong kelapa sawit

Proses aktivasi zeolit

Proses pengembanan nikel pada zeolit teraktivasi (NZA)

Sintesis Antara RPPI

12

Proses pengecilan ukuran tandan kosong sawit

Proses pejemuran tandan kosong sawit

Proses sortasi ukuran serbuk tandan kosong sawit

Sintesis Antara RPPI

13

Proses pembuatan bio-oil pada suhu 550oC

Reaktor mini hidrorengkah

Sampel crude bio-oil dan upgrading bio-oil untuk analisis

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HASIL HUTAN

Jl. Gunung Batu 5 BogorTelp./Fax (0251) 8633378/8633413

www.pustekolah.org