sindrom nefrotik
-
Upload
asriyanti-achie -
Category
Documents
-
view
213 -
download
21
Transcript of sindrom nefrotik
BAGIAN RADIOLOGI REFERAT
FAKULTAS KEDOKTERAN SEPTEMBER 2012
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
SINDROM NEFROTIK
DISUSUN OLEH:
Rahmanur
NIM. 110 207 141
Pembimbing :
dr. Akhirida Putri
Konsulen :
Prof. Dr. dr. Muhammad Ilyas, Sp.Rad (K)
DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK
BAGIAN RADIOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2012
HALAMAN PENGESAHAN
Yang bertanda-tangan di bawah ini, menyatakan bahwa :
Nama : Rahmanur
NIM : 110 207 141
Judul Referat : Tuberkulosis Paru
Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada Bagian ilmu
penyakit dalam Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.
Makassar, Desember 2012
Supervisior Pembimbing
dr. Abd. Rahman dr. Junardi Polopadang
DAFTAR ISI
HALAMAN PENGESAHAN………………………………………………….. ….i
DAFTAR ISI……………………………………………………………………. …..ii
I. PENDAHULUAN……………………………………………..……. …..1
II. EPIDEMIOLOGI………………. …..... …………………………………1
III. ETIOLOGI………………………………………………………………..2
IV. ANATOMI ……………………………………………………………….3
V. PATOFISIOLOGI………………………………………………………...6
VI. DIAGNOSIS………………………………………………………………8
- Gambaran Klinis
- Pemeriksaan Radiologis
- Pemeriksaan Laboratorium
- Pemeriksaan Histopatologi
VII. DIAGNOSA BANDING……………………………………………….13
VIII. TERAPI…………………………………………………………………15
IX. PROGNOSIS…………………………………………………………...15
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………......16
LAMPIRAN
SINDROM NEFROTIK
I. PENDAHULUAN
Sindrom nefrotik (SN) merupakan salah satu menifestasi klinik
glomerulonefritis (GN) ditandai dengan edema anasarka, proteinuria masif ≥ 3,5
g/hari, hipoalbuminemia < 3,5 mg/dl, hiperkolesterolemia, dan lipiduria.1,2
Pada proses awal atau SN ringan untuk menegakkan diagnosis tidak semua
gejala tersebut harus ditemukan. Proteinuria masif merupakan tanda khas SN, tetapi
pada SN berat yang disertai kadar albumin serum yang rendah ekskresi protein dalam
urin juga berkurang. Proteinuria juga berkonstribusi terhadap berbagai komplikasi
yang terjadi pada SN. Hipoalbuminemia, hiperlipidemia dan lipiduria, gangguan
keseimbangan nitrogen, hiperkoagulobilitas, gangguan metabolisme kalsium dan
tulang, serta hormone tiroid sering dijumpai pada SN. Umumnya pada SN fungsi
ginjal normal kecuali sebagian kasus yang berkembang menjadi penyakit ginjal tahap
akhir (PGTA). Pada beberapa episode SN dapat sembuh sendiri dan menunjukkan
respons yang baik terhadap terapi steroid, tetapi sebagian lain dapat berkembang
menjadi kronik.1
II. EPIDEMIOLOGI
Awitan sindrom nefrotik biasanya mendadak pada anak berusia 2 hingga 6
tahun, dengan rasio laki-laki dan perempuan yaitu 2:1, lesi ini jarang terjadi pada
orang dewasa dan tercatat hanya 15% atau 20% dari kasus sindrom nefrotik.2
III. ETIOLOGI
Sindrom nefrotik dapat disebabkan oleh glomerulonefritis primer dan
sekunder akibat infeksi, keganasan, penyakit jaringan penghubung (connective tissue
disease), obat atau toksin, dan akibat penyakit sitemik. 1
Klasifikasi dan penyebab sindrom nefrotik :
1. Sindrom nefrotik primer 1,3,4
- GN lesi minimal (GNLM)
- Glomerulosklerosis fokal (GSF)
- GN membranosa (GNMN)
- GN membranoproliferatif (GNMP)
- GN proliferative lain
Faktor etiologinya tidak diketahui. Dikatakan sindrom nefrotik primer
oleh karena sindrom nefrotik ini secara primer terjadi akibat kelainan pada
glomerulus itu sendiri tanpa ada penyebab lain. Kebanyakan (90%) anak
yang menderita nefrosis mempunyai beberapa bentuk sindrom nefrotik
primer.
2. Sindrom nefrotik sekunder 1,4
a). Infeksi : HIV, hepatitis virus B dan C, sifilis, malaria,
skistosoma, tuberculosis, lepra.
b). Keganasan : karsinoma ginjal, limfoma Hodgkin
c). efek obat dan toksin : obat anti inflamasi non-steroid, penisilinamin,
probenesid, kaptopril, heroin, air raksa.
d). lain-lain : diabetes mellitus, amiloidosis, pre-eklamsia.
IV. ANATOMI GINJAL
Ginjal adalah sepasang organ saluran kemih yang terletak di rongga
retroperitoneal bagian atas. Bentuknya menyerupai kacang dengan sisi cekungnya
menghadap ke medial. Pada sisi ini terdapat hilus ginjal yaitu tempat struktur-struktur
pembuluh darah, sistem limfatik, sistem saraf, dan ureter menuju dan meninggalkan
ginjal.5
Besar dan berat ginjal sangat bervariasi, hal ini tergantung pada jenis kelamin,
umur, serta ada tidaknya ginjal pada sisi yang lain. Pada autopsi klinis didapatkan
bahwa ukuran ginjal orang dewasa rata-rata adalah 11,5 cm (panjang) x 6 cm (lebar)
x 3,5 cm (tebal). Beratnya bervariasi antara 120-170 gram, atau kurang lebih 0,4%
dari berat badan.5
Gambar 1 : Anatomi ginjal (Dikutip dari kepustakaan 6)
Gambar 2 : foto rontgen-AP ginjal dengan kontras (dikutip dari kepustakaan 6)
1. Struktur Ginjal
Secara anatomis ginjal terbagi menjadi 2 bagian yaitu korteks dan medulla
ginjal. Di dalam korteks terdapat berjuta-juta nefron, sedangkan di dalam
medulla banyak terdapat duktuli ginjal. Nefron adalah unit fungsional terkecil
dari ginjal yang terdiri atas, tubulus kontortus proksimalis, tubulus kontortus
distalis, dan duktus kolengentes.5
Gambar 3 : Nefron merupakan unit terkecil ginjal (dikutip dari kepustakaan 7)
Darah yang membawa sisa-sisa hasil metabolisme tubuh difiltrasi di dalam
glomeruli kemudian di tubuli ginjal, beberapa zat yang masih diperlukan tubuh
mengalami reabsorbsi dan zat-zat sisa hasil metabolisme mengalami sekresi
bersama air membentuk urin.5
Setiap hari tidak kurang 180 liter cairan tubuh difiltrasi di glomerulus dan
menghasilkan urin 1-2 liter. Urin yang terbentuk di dalam nefron disalurkan
melalui piramida ke sistem pelvikalises ginjal untuk kemudian disalurkan ke dalam
ureter.3
Sistem pelvikalises ginjal terdiri atas kaliks minor, infundibulum, kaliks
major, dan pielum/pelvis renalis. Mukosa system pelvikalis terdiri atas epitel
transisional dan dindingnya terdiri atas otot polos yang mampu berkontraksi unuk
mengalirkan urin sampai ke ureter.5
2. Vaskularisasi Ginjal
Ginjal mendapatkan aliran darah dari arteri renalis yang merupakan cabang
langsung dari aorta abdominalis, sedangkan darah vena dialrkan melalui vena
renalis yang bermuarake dalam vena kava inferior. Sistem arteri ginjal adalah
end arteries yaitu arteri yang tidak mempunyai anastomosis dengan cabang-
cabang dari arteri lain, sehingga jika terdapat kerusakan salah satu cabang
arteri ini, berakibat timbulnya iskemia/nekrosis pada daerah yang dilayaninya.5
Gambar 4 : Vaskularisasi Ginjal (dikutip dari kepustakan 8)
V. PATOFISIOLOGI
Pemahaman patogenesis dan patofisiologi sangat penting dan merupakan
pedoman pengobatan rasional untuk sebagian besar pasien sindrom nefrotik.9
Proteinuria, merupakan kelainan dasar sindrom nefrotik. Proteinuria sebagian
besar berasal dari kebocoran glomerulus (proteinuri glomerural) dan hanya sebagian
kecil berasal dari sekresi tubulus (proteinuria tubular) . Perubahan integritas membran
basalis glomerulus menyebabkan peningkatan permeabilitas glomerulus terhadap
protein protein plasma dan protein utama yang diekskresikan dalam urin adalah
albumin.9
Hipoalbuminemia, disebabkan oleh hilangnya albumin melalui urin dan
peningkatan katabolisme albumin di ginjal, sintesis protein di hati biasanya
meningkat (namun tidak memadai untuk mengganti kehilangan albumin dalam urin).9
Edema, Peningkatan permeabilitas glomerulus menyebabkan albuminuria dan
akhirnya hipoalbuminemia. Pada gilirannya, hipoalbuminemia menurunkan tekanan
osmotik koloid plasma, menyebabkan filtrasi transkapiler lebih besar dari air ke
seluruh tubuh dan akhirnya dapat menimbulkan edema.10
Hiperlipidemia dan lipiduria, Hiperlipidemia merupakan keadaan yang sering
menyertai SN. Kadar kolesterol umumnya meningkat sedangkan trigliserid bervariasi
dari normal sampai sedikit meninggi. Peningkatan kadar kolesterol disebabkan oleh
meningkatnya LDL. Mekanisme hiperlipidemia pada sindrom nefrotik dihubungkan
dengan peningkatan sintesis lipid dan lipoprotein hati dan menurunnya katabolisme.
Semula diduga hiperlipidemia hasil stimulasi non spesifikterhadap sintesis protein
oleh hati. Oleh karen sintesis protein tidak berkorelasi dengan hiperlipidemia
disimpulkan hiperlipdemia tidak langsung diakibatkan oleh hipoalbuminemia.
Hiperlipidemia dapat ditemukan pada sindrom nefrotik dengan kadar albumin
mendekati normal dan sebaliknya pada pasien hipoalbuminemia kadar kolesterol
dapat normal.11
Tingginya kadar LDL pada SN disebabkan peningkatan sintesis hati tanpa
gangguan katabolisme. Penigkatan sintesis hati dan gangguan konversi VLDL dan
IDL menjadi LDL mennyebabkan kadar VLDL tinggi pada SN. Menurunnya
aktivitas enzim LPL (lipoprotein lipase) di duga merupakan penyebab berkurangnya
katabolisme VLDL pada SN. Peningkatan sintesis lipoprotein pada hati terjadi akibat
tekanan onkotik plasma atau viskositas yang menurun. Penurunan kadar HDL pada
SN diduga akibat berkurangnya aktivitas enzim LCAT (lecithin cholesterol
acyltransferase) yang berfungsi katalisasi pembentukan HDL. Enzim ini juga
berperan mengangkut kolesterol menuju hati untuk katabolisme. Penurunan aktivitas
enzim tersebut diduga terkait dengan hipoalbuminemia yang terjadi pada SN.
Lipiduria serinng ditemukan pada SN dan ditandai dengan akumulasi lipid pada
debris sel cast seperti badan lemak berbentuk oval dan fatty cast. Lipiduria lebih
dikaitkan dengan proteinuria dibangdingkan dengan hiperlipidemia.11
VI. DIAGNOSIS
- Gambaran klinis
Penyakit ini terjadi tiba – tiba terutama pada anak. Edema merupakan gejala
klinis yang menonjol, kadang-kadang mencapai 40% dari berat badan dan didapatkan
edema anasarka. Edema ini bertanggung jawab untuk kenaikan berat badan yang
signifikan. Pada kasus sindrom nefrotik dengan onset akut, dapat ditemukan
oligouria dan hipertensi.12,13
Gangguan gastrointestinal sering timbul dalam perjalanan penyakit sindrom
nefrotik. Diare sering dialami pasien dalam keadaan edema massif dan keadaan ini
tidak berkaitan dengan infeksi namun diduga penyebabnya adalah edema dimukosa
usus.3
Hepatomegali dapat ditemukan pada pemeriksaan fisik, mungkin disebabkan
sintesis albumin yang meningkat atau edema atau keduanya.pada beberapa pasien,
nyeri perut kadang-kadang berat dapat terjadi pada keadaan SN yang kambuh.
Kadang nyeri dirasakan terbatas pada daerah kuadran atas kanan abdomen. Nafsu
makan kurang, berhubungan erat dengan beratnya edema yang diduga sebagai
akibatnya. Anoreksia dan terbuangnya protein mengakibatkan malnutrisi berat
terutama pada pasien resisten steroid. 3
Efusi pleura (akumulasi cairan di pleura) dapat terjadi pada sindrom nefrotik,
yang mengakibatkan kesulitan bernapas. 13
- Pemeriksaan Radiologi
Sindrom nefrotik biasanya tidak menyebabkan adanya kelainan pada ginjal.
Gambaran ginjal pada pemeriksaan USG, CT-Scan atau MRI sebenarnya tidak
diperlukan. Karena dari pemeriksaan tersebut kita tidak dapat menentukan penyebab
dari sindrom nefrotik. Permintaan untuk USG hanya untuk memastikan adanya
kelainan pada ginjal (seperti obstruksi traktus urinarius, atau adanya jaringan parut
pada ginjal) yang merupakan prioritas untuk melakukan tes biopsi ginjal.14
a. Foto thorax
Pemeriksaan foto thorax tidak perlu dilakukan secara rutin pada penderita
sindrom nefrotik. Pada pemeriksaan foto thorax , tidak jarang ditemukan
adanya efusi pleura dan hal tersebut berkolerasi langsung dengan derajat
edema dan secara tidak langsung dengan kadar albumin serum.4
Pada pemeriksaan foto thorax rutin tegak cairan pleura tampak berupa
perselubungan homogen menutupi struktur paru bawah yang biasanya
relatif radiopak dengan permukaan atas cekung, berjalan dari lateral atas
ke arah medial bawah. Karena cairan mengisi ruang hemitoraks sehingga
jaringan paru akan terdorong ke arah sentral / hilus, dan kadang-kadang
mendorong mediastinum ke arah kontralateral.15
Gambar 5 : Efusi Pleura kanan (dikutip dari kepustakaan 16)
Gambar 6 : Efusi pleura (dikutip dari kepustakaan 16)
b. Ultrasonografi
Ultrasonografi merupakan salah satu imaging diagnostic untuk
pemeriksaan alat-alat tubuh , dimana kita dapat mempelajari bentuk,
ukuran anatomis, gerakan serta hubungan dengan jaringan sekitarnya.
Pemeriksaan in bersifat noninvasive, tidak menimbulkan rasa sakit pada
penderita, dapat dilakukan dengan cepat, aman, dan tidak ada
kontraindikasinya.15
Pada penderita sindrom nefrotik pemeriksaan USG ginjal sering terlihat
normal meskipun kadang-kadang dijumpai pembesaran ringan kedua
ginjal dengan ekogenitas yang normal. Hipoalbuminemia pada sindrom
nefrotik menyebabkan penurunan tekanan onkotik plasma sehingga cairan
bergeser dari intravaskuler ke jaringan interstisium dan terjadi Ascites.
Dapat juga ditemukan kalsifikasi pada hati dan limpa akibat
hiperkolesterolemia yang terjadi pada sindrom nefrotik.1, 4
Gambar 7 : Kalsifikasi di hati pada pasien dengan sindrom nefrotik
(dikutip dari kepustakaan 17)
Gambar 8 : Kalsifikasi di limpa pada pasien dengan sindrom nefrotik. Tanda efusi
pleura kiri (dikutip dari kepustakaan 17)
Gambar 11 : USG abdomen, Gambaran Ascites (dikutip dari kepustakaan 18)
c. CT-Scan
Asites terlihat jelas dengan pemeriksaan CT-Scan. Sedikit cairan asites
terdapat pada ruang periheoatik kanan, ruang subhepatik posterior
(kantung morison), dan kantung douglas.19
Gambar 12 : Ct-scan Adomen, gambaran ascites (dikutip dari kepustakaan 18)
- Pemeriksaan Laboratorium
Pada urinalisis ditemukan proteinuria masif (3+ sampai 4+), Dapat disertai
hematuria. Pada pemeriksaan darah ditemukan hipoalbuminemia ( < 2,5 g/dl),
hiperkolesterolemia dan laju endap darah yang meningkat, rasio albumin/globulin
terbalik. Kadar ureum dan kreatinin umumnya normal kecuali ada penurunan fungsi
ginjal.4
- Biopsi Ginjal
Kebanyakan kasus memerlukan biopsy ginjal untuk menentukan penyebab
pasti dari keadaan tersebut. Anak di bawah usia 8 tahun umunya menderita minimal
change nephritic syndrome dan dapat dipastikan dengan investigasi ini, terutama jika
penyakit ini memberi respon terhadap terapi steroid. Pada orang dewasa dengan
penyebab yang jelas (seperti diabetes dengan komplikasi nyata) dapat dipastikan
dengan biopsy atas anjuran spesialis ginjal. 14
VII. DIAGNOSA BANDING
1. Glomerulonefritis akut
Pada penyakit ini terjadi inflamasi akut glomerulus. Pada stadium akut,
terjadi kerusakan mendadak pada membrane glomerulus. Penyakit ini
sering dijumpai pada anak dan dewasa muda setelah mengalami infeksi
kuman Streptococcus grup A pada saluran napas bagian atas. Terjadi
pengendapan kompleks antigen-antibodi pada membrane glomerulus yang
dapat merusak integritas membrane glomerulus. 20
Gambar 9 : subakut glomerulonefritis: Peningkatan echogenicity kortikal
dengan piramida sangat hypoechoic. (dikutip dari kepustakaan 21)
2. Gagal jantung kongestif
Gagal jantung kronik didefinisikan sebagai sindrom klinik yang kompleks
yang disertai dengan keluhan gagal jantung berupa sesak, fatik, baik
dalam keadaan istrahat atau latihan, edema dan tanda objektif adanya
disfungsi jantung dalam keadaan istirahat.22
Gambar 10 : Gagal jantung kongestif (dikutip dari kepustakaan 23)
VIII. TERAPI
Sindrom nefrotik diobati dengan obat kortikosteroid dan imunosupresif yang
langsung berhubungan dengan asal lesi, makanan tinggi protein dan garam yang
dibatasi, diuretik, beberapa infus IV albumin, dan membatasi aktivitas selama fase
akut. Jika memakai diuretik, harus digunakan dengan hati-hati karena diuresis yang
berlebihan akan menyebabkan penurunan volume ECF dan meningkatkan risiko
trombosis dan hipoperfusi ginjal. Pemberian inhibitor ACE menjadi pilihan lini
pertama untuk mengurangi proteinuria dan penanganan hipertensi secara agresif
untuk memperlambat proses kerusakan ginjal.2,24
IX. PROGNOSIS
Pada umunya sebagian besar (±80%) sindrom nefrotik primer memberi respon
yang baik terhadap pengobatan awal dengan steroid, tetapi kira-kira 50% di antaranya
akan relaps berulang dan sekitar 10% tidak memberi respon lagi dengan pengobatan
steroid.3
Prognosis umunya baik, kecuali pada keadaan-keadaan sebagai berikut :3
1. Menderita untuk pertama kalinya pada umur di bawah 2 tahun atau di atas
6 tahun
2. Disertai oleh hipertensi
3. Disertai hematuria
4. Termasuk jenis sindrom nefrotik sekunder
5. Gambaran histopatologik bukan kelainan mini
DAFTAR PUSTAKA
1. Prodjosudjadi W. Sindrom Nefrotik. In : Sudoyo Aru W. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. Edisi ke-4. Jakarta : Departemen ilmu penyakit dalam
Fakultas kedokteran Universitas Indonesia ; 2006. Hal 547-549
2. Price S, Wilson L. Gagal Ginjal Kronik. In : Huriawati Hartanto. Patfisiologi
Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi ke-6. Jakarta : EGC; 2006. Hal
929-933.
3. Noer MS, Soemarsono N. Sindrom Nefrotik. (online). 2010. (cited 2012
september 16). Available From : www.Pediatrik.com
4. Richard E.Berhman, Robert M. Kligman, Ann M. Arvin. Keadaan-keadaan
yang terutama disertai dengan proteinuria. In : Wahab A. Samik. Ilmu
kesehatan anak. Edisi ke-15. Jakarta : EGC; 2000. Hal.1828-1829
5. Purnomo Basuki B. Anatomi Sistem Urogenitalia. Dasar-Dasar Urologi.
Edisi ke-2. Malang : CV. Sagung Seto; 2009. Hal 1-3.
6. Putz R, Pabst R. Organ Visera Pelvis dan Retroperitoneum. In : Sugiharto
Liliana. Atlas Anatomi Manusia Sobotta. Edisi ke-22. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC; 2006. Hal 182.
7. Ivan. Glomerulonefritis akut. (Online). 2009. (cited 2012 september 16).
Available From : http://ivanmedical.blogspot.com/2009_10_04_archive.html.
8. Marlina. Mengenal anatomi dan Fisiologi. (Online). 2011. (cited 2012
september 16). Available From :
http://marlina2.wordpress.com/2011/08/01/mengenal-anatomi-dan-fisiologi/
9. Gunawan C. Sindrom Nefrotik Patogenesis dan penatalaksanaan. Cermin
Dunia kedokteran No. 150. (online). 2010. (cited 2012 september 16).
Available From : URL http://www.SindromaNefrotikPatogenesis.html
10. Eric P Cohen MD. Pathophysiology : Nephrotic syndrome. (online). 2012.
(cited 2012 september 16). Available From :
http://emedicine.medscape.com/article/244631-overview#a0104
11. Pustaka Indonesia. Sekilas tentang sindrom Nefrotik (SN). (online). 2012.
(cited 2012 september 16). Available From : http://www.othe.org/ilmu-
pengetahuan/kedokteran/2036/sekilas-tentang-sindrom-nefrotik-sn/
12. Purnawan J, Atiek S, Husna A. Sindrom Nefrotik. In : Mansjoer Arif. Kapita
Selekta Kedokteran. Edisi ke-2. Jakarta : Media Aesculapius ; 2000. Hal 525-
527.
13. Healtoncare. Nephrotic Syndrom : Definition, Causes, Symptomps, Diagnosis,
and treatment. (online). 2012. (sited 2012 september 16). Available From :
http://www.healthoncare.com/nephrotic-syndrome-definition-causes-
symptoms-diagnosis-and-treatment.html.
14. Sharon. Nephrotic syndrome : Symptom, diagnose, and treatment. (online).
2011. (cited 2012 september 16). Available From : URL :
http://knol.google.com/k/sharon/nephrotic-syndrome/hY0t/vbl/AYxo8A
15. Rasad Syahriar. Pleura dan Mediastinum. In : Ekayuda I. Radiologi
Diagnostik. Edisi ke-2. Jakarta: Balai penerbit FKUI ; 2006. Hal. 116,453.
16. Sutton David. Textbook of Radiology and Imaging. 7th Edition. Churchill
livingstone : Elsevier science ; 2003. p. 90
17. Bates JA. Abdominal ultrasound how, why, and when. 2nd edition.
Philadelphia: Churchill Livingstone ; 2004. p. 90, 145, 178.
18. Meddean. Ascites. (online). 2011. (cited 2012 September 25). Available
From : URL :
http://www.meddean.luc.edu/lumen/MedEd/Radio/curriculum/Surgery/Ascite
s.htm
19. Ifan. Ascites. (online). 2010. (cited 2012 september 26). Available From :
URL : http://ifan050285.wordpress.com/2010/02/21/ascites/
20. Herawati Sudiono, Iskandar Ign, Halim S.L, Santoso Regie, Sinsanta.
Penyakit/kelainan ginjal. In : Winarto Emilia F. Patologi klinik Urinalisis.
Edisi ke-2. Jakarta : Bagian patologi klinik fakultas kedokteran UKRIDA ;
2008. Hal. 74
21. Schmidt G. Thieme Clinical Companions Ultrasound. Stuttgart, Germany :
Georg Thieme veralg ; 2007. p. 269
22. Ghanie Ali. Gagal jantung kronik. In : Sudoyo Aru W. Buku ajar Ilmu
Penyakit Dalam. Edisi ke-4. Jakarta : Departemen ilmu penyakit dalam
Fakultas kedokteran Universitas Indonesia ; 2006. Hal 1511
23. Philip Eng, Foong-koon cheah. Interpreting Chest X-Rays illustrated with 100
cases. New York : Cambridge University Press ; 2005. p. 17
24. Davey Patrick. Sindrom Nefrotik dan Nefritik . In : Safitri Amaliah. At a
Glance Medicine. Jakarta : Erlangga ; 2006. Hal.244-245