Sindrom Emboli Lemak
-
Upload
wangi-dinan-amika -
Category
Documents
-
view
664 -
download
8
description
Transcript of Sindrom Emboli Lemak
BAB I
PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang
Sindrom emboli lemak adalah sebuah proses dimana jaringan lemak masuk ke
dalam aliran darah2, yang ditandai dengan gejala klinis berupa sesak napas, demam,
ruam ptekie, gangguan neurologis, gangguan pada ginjal.4
Sindrom emboli lemak terjadi ketika makroglobulin emboli lemak masuk ke
dalam pembuluh darah kecil paru-paru dan organ lainnya, sehingga menghasilkan
kerusakan endotel dan mengakibatkan kegagalan pernapasan, disfungsi otak, dan
ruam ptekie. Penyebab tersering terjadinya sindrom emboli lemak yaitu fraktur
tertutup dari tulang panjang.6
Faktor risiko yang dapat menyebabkan sindrom emboli lemak yaitu usia
muda, fraktur tertutup, fraktur multiple, terapi konservatif untuk fraktur tulang
panjang.6 Sindrom emboli lemak sering terjadi pada pria dari pada wanita. Pada anak-
anak usia 0 sampai 9 tahun jarang terjadi. Rentang usia yang paling sering terkenaa
sindrom emboli lemak yaitu usia 10 sampai 39 tahun.3
I.2. Tujuan
Sehubungan dengan masalah tersebut referat ini memiliki tujuan sebagai berikut:
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui dan memahami salah satu gangguan pada bidang
orthopedi, khususnya pada penyakit sindrom emboli lemak
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui pengertian Sindrom emboli lemak.
b. Mengetahui penyebab Sindrom emboli lemak.
c. Memahami etiologi dan patofisiologi Sindrom emboli lemak.
d. Memahami manifestasi klinis dari Sindrom emboli lemak.
e. Mengetahui diagnosis dan diagnosis diferensial dari Sindrom emboli
lemak.
f. Mengetahui penatalaksanaan Sindrom emboli lemak.
I.3. Manfaat
1. Bagi Mahasiswa
Meningkatkan pengetahuan dan wawasan serta memperkaya khasanah
mengenai ilmu orthopedi, khususnya pada Sindrom emboli lemak.
2. Bagi Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah
Menambah referensi dan memperbaruhi informasi mengenai Sindrom emboli
lemak serta menjadi sarana latihan bagi dokter muda dalam pembuatan karya
ilmiah yang tentunya akan sangat bermanfaat dikemudian hari.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1. Anatomi Tulang
II.1.1. Fungsi dari Tulang
Perlindungan. Tulang adalah struktur yang keras dan padat, sehingga
berfungsi kepada tubuh manusia sebagai perlindungan kepada jaringan dan
organ-organ penting.
Penyokong. Tulang bertindak sebagai bahan sokongan kepada tubuh.
Penghasil sel darah merah. Sumsum merah yang terdapat di tulang
menghasilkan sel darah merah, sel darah putih dan trombosit. Proses ini
dikenal sebagai hematopoiesis dan hemopoiesis.
Pergerakan.
Tempat penyimpanan. Tulang juga berfungsi sebagai tempat penyimpanan
yang menyimpan bahan mineral seperti kalsium, fosforus dan juga sedikit
lemak.1
II.1.2. Komposisi Tulang1
Kalsium (Ca)
Phosphorus (P)
Ferum (Fe) / Iron
Natrium (Na) / sodium
Kalsium (K)
Iodin (I)
II.1.3. Jenis-jenis Tulang1
Tulang panjang : femur, tibia dan fibula, humerus, ulna dan
radius, phalanges
Tulang pendek : carpals, tarsals
Tulang leper : cranium, sternum, scapulae
Tulang tak tentu bentuk : vertebrae, pelvis, calcaneus
Tulang bulat : patellae
II.1.4. Perkembangan Tulang
Proses pembentukan tulang telah bermula sejak umur embrio 6-7
minggu dan berlangsung sampai dewasa. Proses terbentuknya tulang terjadi
dengan 2 cara yaitu melalui osifikasi intramembran dan osifikasi
endokondral :1
1. Osifikasi intramembran : Proses pembentukan tulang dari jaringan
mesenkim menjadi jaringan tulang, contohnya pada proses pembentukan
tulang pipih. Pada proses perkembangan hewan vertebrata terdapat tiga
lapisan lembaga yaitu ektoderm, medoderm, dan endoderm. Mesenkim
merupakan bagian dari lapisan mesoderm, yang kemudian berkembang
menjadi jaringan ikat dan darah. Tulang tengkorak berasal langsung dari
sel-sel mesenkim melalui prosesosifikasi intramembran.
2. Osifikasi endokondral : Proses pembentukan tulang yang terjadi dimana
sel-sel mesenkim berdiferensiasi lebih dulu menjadi kartilago (jaringan
rawan) lalu berubah menjadi jaringan tulang, misal proses pembentukan
tulang panjang, ruas tulang belakang, dan pelvis. Proses osifikasi ini
bertanggung jawab pada pembentukkan sebagian besar tulang manusia.
Pada proses ini sel-sel tulang (osteoblas) aktif membelah dan muncul
dibagian tengah dari tulang rawan yang disebut center osifikasi. Osteoblas
selanjutnya berubah menjadi osteosit, sel-sel tulang dewasa ini tertanam
dengan kuat pada matriks tulang.
Pembentukan tulang rawan terjadi segera setelah terbentuk tulang
rawan (kartilago). Mula-mula pembuluh darah menembus perichondrium di
bagian tengah batang tulang rawan, merangsang sel-sel perichondrium
berubah menjadi osteoblas. Osteoblas ini akan membentuk suatu lapisan
tulang kompakta, perichondrium berubah menjadi periosteum. Bersamaan
dengan proses ini pada bagian dalam tulang rawan di daerah diafisis yang
disebut juga pusat osifikasi primer, sel-sel tulang rawan membesar kemudian
pecah sehingga terjadi kenaikan pH (menjadi basa) akibatnya zat kapur
didepositkan dengan demikian terganggulah nutrisi semua sel-sel tulang
rawan dan menyebabkan kematian pada sel-sel tulang rawan ini.1
Kemudian akan terjadi degenerasi (kemunduran bentuk dan fungsi)
dan pelarutan dari zat-zat interseluler (termasuk zat kapur) bersamaan dengan
masuknya pembuluh darah ke daerah ini, sehingga terbentuklah rongga untuk
sumsum tulang. Pada tahap selanjutnya pembuluh darah akan memasuki
daerah epifisis sehingga terjadi pusat osifikasi sekunder, terbentuklah tulang
spongiosa. Dengan demikian masih tersisa tulang rawan dikedua ujung
epifisis yang berperan penting dalam pergerakan sendi dan satu tulang rawan
di antara epifisis dan diafisis yang disebut dengan cakram epifisis.1
Selama pertumbuhan, sel-sel tulang rawan pada cakram epifisis terus-
menerus membelah kemudian hancur dan tulang rawan diganti dengan tulang
di daerah diafisis, dengan demikian tebal cakram epifisis tetap sedangkan
tulang akan tumbuh memanjang. Pada pertumbuhan diameter (lebar) tulang-
tulang didaerah rongga sumsum dihancurkan oleh osteoklas sehingga rongga
sumsum membesar, dan pada saat yang bersamaan osteoblas di periosteum
membentuk lapisan tulang-tulang baru di permukaan.1
II.2. Sindrom Emboli Lemak
II.2.1. Definisi :
Sebuah proses dimana jaringan lemak masuk ke dalam aliran darah.2
II.2.2. Epidemiologi :
Sindrom emboli lemak sering terjadi pada pria dari pada wanita. Pada
anak-anak usia 0 sampai 9 tahun jarang terjadi. Rentang usia yang paling
sering terkenaa sindrom emboli lemak yaitu usia 10 sampai 39 tahun.3
II.2.3. Etiologi :
Sindrom emboli lemak paling sering terjadi pada fraktur tertutup dari
tulang panjang. Tetapi ada banyak penyebab lain, yaitu :
Fraktur tertutup menyebabkan lebih banyak emboli dibandinngkan dengan
fraktur terbuka. Tulang panjang, pelvis dan tulang rusuk lebih
menyebabkan emboli dibandingkan sternum dan klavikula. Fraktur
multiple menyebabkan lebih banyak terjadinya emboli.
Prosedur ortopedi.4
Cedera jaringan lunak yang besar.
Luka bakar yang parah.
Biopsi sumsum tulang.
Sedot lemak.5
fatty liver.
Terapi kortikosteroid berkepanjangan.
Pankreatitis akut.
Osteomyelitis.
Kondisi menyebabkan infark tulang, terutama penyakit sel sabit.
II.2.4. Faktor Risiko :6
Usia muda
Fraktur tertutup
Fraktur multiple
Terapi konservatif untuk fraktur tulang panjang
II.2.5. Patogenesis :6
Emboli berasal dari lemak sumsum tulang dan jaringan lemak,
kemudian melalui robekan vena masuk ke sirkulasi dan paru-paru, bersama
gelembung-gelembung lemak melewati kapiler paru masuk ke sirkulasi
sistemik dan menuju ke otak, ginjal, jantung dan kulit.
Menurut penelitian menyatakan bahwa lemak netral merupakan
sumber emboli kecil, yang merupakan penyebab utama gangguan
metabolisme lemak. Pada trauma yang luas terjadi penurunan karbohidrat dan
lemak secara cepat, berupa lipolisis pada jaringan lemak dan sejumlah besar
asam lemak bebas. Akibatnya sejumlah besar asam lemak bebas ditranspor ke
sirkulasi hati dimana terjadi sintesis dan sekresi lipoprotein dengan densitas
rendah.
Lipoprotein hati mengalami agregasi/ konjugasi dengan kalsium dan
kolesterol, menarik trombosit dan menyebabkan perlambatan aliran darah dan
terbentuk emboli. Proses ini menunjukkan asidosis dan respirasi metabolik.
Emboli pada arteri paru tidak hanya menyebabkan obstruksi aliran darah,
tetapi juga merusak dinding pembuluh darah, yang menyebabkan hemoragik
multiple dengan fokus kecil yang menimbulkan hemoptisis, edema paru dan
dispnea. Emboli lemak kemudian masuk ke sirkulasi sistemik.
Patogenesis sindrom emboli lemak melibatkan obstruksi mekanik pada
pulmo dan vaskular sistemik. Pada obstruksi mekanik pada paru terjadi
diakibatkan oleh peningkatan tekanan intramedular setelah trauma sehingga
sumsum lemak keluar melalui sinusoid menuju pulmo dan membentuk
sumbatan pada kapiler pulmo. Teori biokimia menyatakan bahwa asam lemak
bebas yang ada di sirkulasi akibat fraktur mengandung toksin dan menyerang
pneumosit dan sel endotel pulmo yang mengakibatkan perdarahan interstisial,
edema, dan pneumonitis kimiawi yang dapat disertai dengan syok, hipovolemi
dan sepsis yang mengakibatkan pengurangan lairan darah ke hepar, hal ini
memperburuk efek toksik asam lemak bebas.
II.2.6 Gejala Klinis :
Terdapat periode laten `dari 24 sampai 72 jam antara cedera dan onset
gejala. Kemudian akan timbul :4
Sesak napas dan nyeri dada. Tergantung pada tingkat keparahan dan dapat
berkembang menjadi kegagalan pernapasan dengan takipnea, peningkatan
sesak napas dan hipoksia.
Demam ( suhu lebih dari 38,3°C) dengan denyut nadi irregular
Ruam ptekie biasanya di bagian anterior lengan, leher, mukosa mulut dan
konjungtiva. Ruam bersifat sementara dan menghilang setelah 24 jam.
Ruam ptekie pada tubuh bagian atas anterior, karakteristik sindrom emboli lemak.
Gejala sistem saraf pusat ( mulai dari sakit kepala ringan sampai dengan
disfungsi serebral yang signifikan seperti gelisah, disorientasi, kejang,
pingsan atau koma)
Renal ( oliguria, hematuria atau anuria)
II.2.7. Diagnosis :
Terdapat kriteria diagnostik untuk sindrom emboli lemak, yaitu :
Kriteria diagnosis Gurd’s dan Wilson membagi menjadi kriteria mayor dan
kriteria minor.
Kriteria mayor :7,8
insufisiensi pernapasan
keterlibatan cerebral
ruam ptekie
Kriteria minor :
Takikardi
Demam (suhu >39°C)
Kebingungan
PO2 <8 kPa
Pernapasan > 35x/menit, terlepas dari sedasi
Retina : terdapat “exudat cotton wall” dan perdarahan kecil, terkadang
globul lemak terlihat pada pembuluh darah retina
Penyakit kuning
Renal : oliguria, hematuria, anuria
Trombositopenia
Anemia
tinggi ESR
Makroglobulinemia lemak
Infiltrat alveolar difus pada foto thorak
Kriteria diagnosis menurut Schonfold, yaitu :6
Skor
Ptekie 5
Rontgen dada terdapat infiltrate difus di
lapang paru4
Hipoksemia 3
Demam 1
Takikardi 1
Takipnea 1
Kebingungan 1
Sindrom emboli paru juga dapat di diagnosis berdasarkan kelainan sistem
pernapasan.6
PO2 < 8 kPa
PCO2 > 7.3 kPa
Tingkat respirasi > 35x/menit, terlepas dari sedasi
Peningkatan kerja pernapasan, dyspnea, takikardi, ansietas
II.2.8. Pemeriksaan :
Pemeriksaan sitologi urin, darah dan dahak dapat mendeteksi gelembung-
gelembung lemak yang bebas atau yang di dalam makrofag. Tes ini
memiliki sensitivitas rendah dan hasilnya dapat negative.6
Rontgen dada terdapat infiltrat atau konsolidasi pada paru dan adanya
dilatasi sisi kanan jantung.6
CT scan : temuan mungkin normal atau terdapat difus putih dikarenakan
perdarahan ptekie dengan cedera mikrovaskuler. CT scan juga akan
menyingkirkan penyebab lain dari penurunan tingkat kesadaran.6
Gambar CT menunjukkan perubahan hipodens minimal di wilayah periventricular
Analisis gas darah akan menunjukkan hipoksia, PO2 biasanya kurang dari 8
kPa (60 mmHg) dan hipokapnia.9
Trombositopenia, penurunan hematokrit terjadi 24 sampai 48 jam dan
dihubungkan dengan perdarahan intraalveolar. Kadar kalsium berkurang.
Pemeriksaan MRI otak dapat membantu dalam diagnosis serebral emboli
lemak.10
II.2.9 Diagnosis Banding :6
Dispnea
Hipoksia
Kelainan pada foto thoraks yang dapat terjadi dengan tromboemboli dan
pneumonia
II.2.10 Penatalaksanaan :
Penatalaksanaan sindrom emboli lemak untuk memastikan oksigenasi
arteri yang baik. Laju aliran tinggi oksigen diberikan untuk mempertahankan
tekanan oksigen arteri dalam batas normal. Pembatasan asupan cairan dan
penggunaan diuretik dapat meminimalkan akumulasi cairan di paru-paru
selama sirkulasi dipertahankan.
Di sisi lain, pemeliharaan volume intravaskular sangat penting karena
syok dapat memperburuk cedera paru yang disebabkan oleh sindrom emboli
lemak. Albumin telah direkomendasikan untuk resusitasi volume di smping
larutan elektrolit, karena tidak hanya mengembalikan volume darah, tetapi
juga mengikat asam lemak dan dapat menurunkan tingkat cedera paru.
Ventilasi mekanis dan tekanan ekspirasi akhir positif (PEEP) mungkin
diperlukan untuk mempertahankan oksigenasi arteri.
Terapi medikasi :
Kortikosteroid dosis tinggi efektif dalam mencegah perkembangan
sindrom emboli lemak. Dosis yang lebih rendah mungkin juga efektif.11
Terapi bedah :
Stabilisasi bedah Prompt patah tulang panjang mengurangi risiko
sindrom emboli lemak.12
II.2.11. Prognosis :
Tingkat kematian dari sindrom emboli lemak adalah 5 sampai 15%.
Bahkan kegagalan pernapasan yang terkait dengan emboli lemak jarang
menyebabkan kematian.
Defisit neurologis dan koma dapat berlangsung selama beberapa hari atau
minggu. Berkurangnya residu mungkin termasuk perubahan kepribadian,
kehilangan memori dan disfungsi kognitif.4
II.2.12. Pencegahan :
Imobilisasi awal patah tulang tampaknya menjadi cara yang paling
efektif untuk mengurangi kejadian dari kondisi ini.13
REFERENSI
1. Isharmanto. 2009. Mekanisme Penulangan.
http://isharmanto.blogspot.com/2009/12/mekanisme-penulangan.html (5Maret
2010)
2. Fat Embolism Syndrome , Wheeless' Textbook of Orthopaedics
3. Stein PD, Yaekoub AY, Matta F, et al ; Fat embolism syndrome. Am J Med Sci.
2008 Dec;336(6):472-7.
4. Kirkland L ; Fat embolism. emedicine. 2009.
5. Taviloglu K, Yanar H ; Fat embolism syndrome. Surg Today. 2007;37(1):5-8.
Epub 2007 Jan 1.
6. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2700578/
7. Gurd AR ; Fat embolism: an aid to diagnosis.; J Bone Joint Surg Br. 1970
Nov;52(4):732-7.
8. Gurd AR, Wilson RI ; The fat embolism syndrome. J Bone Joint Surg Br. 1974
Aug;56B(3):408-16.
9. Shaikh N ; Emergency management of fat embolism syndrome. J Emerg Trauma
Shock. 2009 Jan;2(1):29-33.
10. Buskens CJ, Gratama JW, Hogervorst M, et al ; Encephalopathy and MRI
abnormalities in fat embolism syndrome: a case report. Med Sci Monit. 2008
Nov;14(11):CS125-9.
11. McDermott ID, Culpan P, Clancy M, et al ; The role of rehydration in the
prevention of fat embolism syndrome.; Injury. 2002 Nov;33(9):757-9.
12. Babalis GA, Yiannakopoulos CK, Karliaftis K, et al ; Prevention of
posttraumatic hypoxaemia in isolated lower limb long bone fractures with a
minimal prophylactic dose of corticosteroids.; Injury. 2004 Mar;35(3):309-17.
13. Robinson CM ; Current concepts of respiratory insufficiency syndromes after
fracture.; J Bone Joint Surg Br. 2001 Aug;83(6):781-91.
14. McDermott ID, Culpan P, Clancy M, et al ; The role of rehydration in the
prevention of fat embolism syndrome.; Injury. 2002 Nov;33(9):757-9.
15. Wang HD, Zheng JH, Deng CL, et al ; Fat embolism syndromes following
liposuction. Aesthetic Plast Surg. 2008 Sep;32(5):731-6. Epub 2008 May 29.
16. Wong MW, Tsui HF, Yung SH, et al ; Continuous pulse oximeter monitoring
for inapparent hypoxemia after long bone fractures.; J Trauma. 2004
Feb;56(2):356-62.