(Sindonews.com) Opini ekonomi 12 Mei 2014-2 Juni 2014

76
Mitigasi Perlambatan Emerging Market Sejak pertengahan 2013 hingga triwulan I 2014, sejumlah negara berkembang terus menghadapi tekanan pembalikan arah ekonomi Amerika Serikat (AS) pascakrisis 2008 menyusul kebijakan Bank Sentral AS (The Fed) yang secara bertahap menghentikan stimulus. Hal ini memicu volatilitas arus modal khususnya bagi negara- negara berkembang yang selama ini tumbuh akibat capital inflow melimpah beberapa tahun terakhir. Akibatnya terjadi depresiasi nilai tukar mata uang di negara-negara berkembang diikuti dengan lonjakan inflasi (di samping volatilitas harga komoditas akibat cuaca ekstrem). Volatilitas arus modal ini juga memberi sentimen negatif bagi likuiditas negara-negara berkembang yang menyebabkan banyak di antaranya menaikkan suku bunga acuan untuk menahan arus modal yang keluar dan mengendalikan kenaikan inflasi. Kondisi di atas merupakan tantangan pemulihan global saat ini khususnya bagi negara-negara berkembang yang memiliki struktur ekonomi yang rentan dengan defisit transaksi berjalan yang besar. Negara-negara seperti Brasil, India, Turki, dan negara- negara Afrika merupakan kelompok negara berkembang yang mengalami hal ini. Realitas ini mendorong banyak pandangan yang menilai pemulihan global masih dalam tren mencari bentuk yang ideal mengingat ketidakseimbangan struktur ekonomi global yang selama ini terjadi telah menghadirkan ambiguitas dalam proses pemulihannya. Negara-negara berkembang seperti China, Brasil, dan India yang pada tahun 2010-2011 menopang pertumbuhan ekonomi global kini mengalami perlambatan yang berkelanjutan sejak 2012. China

description

opini pakar yang dimuat di Koran Sindo dan juga situs www.sindonews.com

Transcript of (Sindonews.com) Opini ekonomi 12 Mei 2014-2 Juni 2014

Page 1: (Sindonews.com) Opini ekonomi 12 Mei 2014-2 Juni 2014

Mitigasi Perlambatan Emerging Market

Sejak pertengahan 2013 hingga triwulan I 2014, sejumlah negara berkembang terus menghadapi tekanan pembalikan arah ekonomi Amerika Serikat (AS) pascakrisis 2008 menyusul kebijakan Bank Sentral AS (The Fed) yang secara bertahap menghentikan stimulus.

Hal ini memicu volatilitas arus modal khususnya bagi negara-negara berkembang yang selama ini tumbuh akibat capital inflow melimpah beberapa tahun terakhir. Akibatnya terjadi depresiasi nilai tukar mata uang di negara-negara berkembang diikuti dengan lonjakan inflasi (di samping volatilitas harga komoditas akibat cuaca ekstrem). Volatilitas arus modal ini juga memberi sentimen negatif bagi likuiditas negara-negara berkembang yang menyebabkan banyak di antaranya menaikkan suku bunga acuan untuk menahan arus modal yang keluar dan mengendalikan kenaikan inflasi.

Kondisi di atas merupakan tantangan pemulihan global saat ini khususnya bagi negara-negara berkembang yang memiliki struktur ekonomi yang rentan dengan defisit transaksi berjalan yang besar. Negara-negara seperti Brasil, India, Turki, dan negara-negara Afrika merupakan kelompok negara berkembang yang mengalami hal ini. Realitas ini mendorong banyak pandangan yang menilai pemulihan global masih dalam tren mencari bentuk yang ideal mengingat ketidakseimbangan struktur ekonomi global yang selama ini terjadi telah menghadirkan ambiguitas dalam proses pemulihannya.

Negara-negara berkembang seperti China, Brasil, dan India yang pada tahun 2010-2011 menopang pertumbuhan ekonomi global kini mengalami perlambatan yang berkelanjutan sejak 2012. China pada periode Januari– Maret 2014 hanya mampu bertumbuh 7,4% (pertumbuhan terendah sejak triwulan III 2012) atau lebih rendah dari pertumbuhan pada periode yang sama tahun lalu sebesar 7,7%. Kebijakan ekonomi China dalam mencari keseimbangan baru pascaperubahan orientasi pertumbuhan ke berbasis konsumsi domestik menunjukkan tren perlambatan yang terus menurun sejak 2012. Tahun 2014, Dana Moneter Internasional (IMF) memprediksi pertumbuhan China berada pada level 7,5% dan 7,3% pada tahun 2015.

Melambatnya pertumbuhan ekonomi negara-negara berkembang seperti China, Brasil, Tiongkok, India, dan negara-negara Afrika mendorong beberapa lembaga internasional seperti Bank Dunia dan IMF merevisi proyeksi pertumbuhan negara-negara berkembang termasuk untuk kawasan Asia. Meningkatnya arus modal keluar dari negara berkembang yang mendorong ketatnya likuiditas, ancaman inflasi, dan depresiasi nilai tukar menjadi argumentasi revisi ke bawah pertumbuhan negara-negara berkembang. Tentunya kondisi ini juga dikhawatirkan oleh negara- negara berkembang lainnya khususnya yang memiliki interdependensi ekonomi yang tinggi dengan negara-negara berkembang yang sedang

Page 2: (Sindonews.com) Opini ekonomi 12 Mei 2014-2 Juni 2014

melambat.

Hal ini pula yang kini dihadapi Indonesia mengingat China merupakan mitra dagang terbesar yang menguasai 20% pangsa pasar ekspor Indonesia. Badan Pusat Statistik (BPS) pada 5 Mei 2014 mengumumkan data pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) Indonesia periode triwulan I 2014 sebesar 5,21% (yoy). Seluruh sektor mengalami pertumbuhan kecuali sektor pertambangan dan penggalian yang turun sebesar 0,38%. Sektor pengangkutan dan komunikasi adalah sektor dengan pertumbuhan tertinggi sebesar 10,23%.

Dari sisi pengeluaran, pertumbuhan triwulan I 2014 didukung konsumsi rumah tangga sebesar 5,61%, pembentukan modal tetap bruto (PMTB) 5,13%, dan konsumsi pemerintah 3,58%. Adapun ekspor dan impor masing- masing mengalami kontraksi sebesar 0,78% dan 0,66%. Pertumbuhan triwulan I 2014 sebesar 5,21% disebabkan berkontraksinya ekspor riil khususnya di sektor pertambangan seperti batu bara dan konsentrat mineral. Kontraksi ini dipicu melemahnya permintaan global terutama menurunnya permintaan dari China. Ekspor Indonesia ke China periode Maret 2014 turun 11,3% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.

Selain itu volatilitas harga komoditas dunia juga memberi andil penekanan kinerja ekspor nasional. Harga seperti komoditas tembaga turun 8,1%, batubara turun 5,2%, dan karet yang paling dalam mencapai 15,6%. Walaupun lebih rendah dari target dan pertumbuhan triwulan sebelumnya, pertumbuhan 5,21% di triwulan I 2014 masih berada pada kategori pertumbuhan tinggi di dunia saat ini di tengah perlambatan yang dalam dialami negara-negara lain. Pertumbuhan triwulan I 2014 sebenarnya dapat dipahami sebagai akumulasi tekanan yang dihadapi baik yang bersumber dari sisi eksternal maupun internal.

Dari sisi eksternal, pertama, harga komoditas global yang terus menurun akibat cuaca ekstrem dan perlambatan permintaan global. Kedua, tertekannya permintaan global khususnya bersumber dari negara-negara yang selama ini dengan permintaan terbesar seperti China, Amerika, Jepang, dan Eropa. Ketiga, permintaan pada lapis kedua di negara-negara berkembang juga terkendala perlambatan ekonomi yang sedang dihadapi. Adapun dari sisi internal, ancaman defisit transaksi berjalan beberapa waktu lalu mendorong pemerintah untuk melakukan pengendalian importasi dan pelarangan ekspor mineral mentah.

Lazimnya, setiap kebijakan memiliki konsekuensi (trade-off). Sama halnya dengan kebijakan pengendalian impor dan pembatasan ekspor mineral mentah. Bagi Indonesia saat ini, fundamental ekonomi terus membaik walau masih dibayang-bayangi tekanan perlambatan global terutama dari negara-negara mitra strategis seperti China dan Jepang. Struktur dan fundamental ekonomi nasional terus menunjukkan perbaikan yang positif. Kinerja neraca transaksi berjalan terus menunjukkan tren yang membaik. Defisit transaksi berjalan pada triwulan I 2014 turun menjadi USD4,2 miliar (2,06% PDB) dibandingkan USD4,3 miliar (2,12% PDB) pada triwulan IV 2013.

Kepercayaan pasar terhadap perekonomian nasional terus melanjutkan tren peningkatan. Hal

Page 3: (Sindonews.com) Opini ekonomi 12 Mei 2014-2 Juni 2014

ini terlihat dari total aliran dana asing yang masuk triwulan I 2014 mencapai USD12,3 miliar atau meningkat dari USD10,5 miliar pada triwulan IV 2013 sehingga pada periode triwulan I 2014 terjadi surplus transaksi modal dan finansial sebesar USD7,8 miliar. Perbaikan transaksi berjalan dan surplus transaksi modal dan finansial mendorong surplus neraca pembayaran Indonesia (NPI) triwulan I 2014 sebesar USD2,1 miliar. Surplus NPI ini pula yang mendorong kenaikan cadangan devisa yang mencapai USD105,6 miliar pada akhir April 2014.

Di sektor riil, survei BPS menunjukkan Indeks Tendensi Bisnis (ITB) pada triwulan I 2014 sebesar 101,95 atau meningkat dari triwulan sebelumnya akibat peningkatan kapasitas produksi. Meningkatnya kapasitas produksi juga dikonfirmasi oleh data pertumbuhan produksi baik untuk industri manufaktur besar-sedang (tumbuh 3,76%) maupun industri mikro-kecil (tumbuh 4,41%). Untuk terus mendorong kapasitas ekonomi nasional terutama menghadapi tekanan perlambatan global, pemerintah terus mendorong sektor-sektor strategis yang mampu memberi efek pengganda lebih besar bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Untuk mengantisipasi perlambatan global, pemerintah sedang menyiapkan kebijakan relaksasi seperti revisi Daftar Negatif Investasi (DNI) untuk menstimulasi investasi masuk ke Indonesia. Sektor investasi baik untuk pembangunan infrastruktur maupun sektor riil diharapkan dapat memperbesar kapasitas ekonomi nasional di masa mendatang. Selain itu, program industrialisasi dan hilirisasi juga diharapkan tidak hanya mendorong daya saing nasional, tetapi juga memperluas kesejahteraan bagi seluruh masyarakat Indonesia.

Begitu pula dengan program MP3EI yang sedang berjalan seiring dengan pengembangan kawasan ekonomi khusus di sejumlah titik. Saya optimistis dan percaya, transformasi ekonomi nasional yang sedang berjalan ini akan mempercepat pencapaian tujuan pembangunan nasional, yakni peningkatan kesejahteraan masyarakat yang seluas-luasnya.

PROF FIRMANZAH PhD Staf Khusus Presiden Bidang Ekonomi dan Pembangunan 

Page 4: (Sindonews.com) Opini ekonomi 12 Mei 2014-2 Juni 2014

Shadow Economy di Ukraina

Jarak antara Jakarta ke Kiev, ibu kota Ukraina, terbilang jauh, 9.500 km, dan jumlah orang Indonesia yang menetap di Ukraina tidak sampai 60 orang. Namun suasana sosial politik yang berkembang di Ukraina patut dicermati. Ukraina berada atau mungkin sudah di ambang perang saudara.

Hal itu memprihatinkan karena apabila benar-benar terjadi konflik bersenjata, hal itu menjadi perang saudara baru setelah perang saudara di wilayah Bosnia-Serbia dan tentu saja di sejumlah daerah lain di Timur Tengah. Ukraina memiliki berbagai keunikan. Posisi geografis mereka yang sangat strategis dan ketergantungan sejumlah negara besar kepada Ukraina ternyata justru mempersulit upaya keluar dari risiko perang saudara yang berdarah itu. Sejumlah fakta yang berkembang di Ukraina patut menjadi refleksi bersama tentang kondisi dan tren persaingan politik dan ekonomi antarnegara.

Ukraina juga sebuah negara yang memperoleh jaminan keamanan dari gangguan negara- negara lain berkat kesepakatan antara Rusia, Amerika, dan Eropa sebagai kompensasi atas pelucutan senjata nuklir warisan Uni Soviet yang tersebar di wilayah tersebut. Walaupun dalam konteks sejarah Ukraina pernah bersama dengan Rusia di bawah Uni Soviet, selepas keruntuhan Uni Soviet Ukraina lebih nyaman bergaul dengan NATO dalam soal keamanan militernya.

Mempertimbangkan faktor- faktor tersebut dan membandingkannya dengan negara-negara eks Uni Soviet yang tidak memiliki keistimewaan serupa, seharusnya Ukraina bisa lebih fokus memikirkan pertumbuhan ekonominya. Namun, dalam kenyataan tidak demikian. Ukraina adalah negara yang dikaruniai tanah pertanian subur, lengkap dengan pelabuhan yang strategis dan indah menghadap ke Laut Hitam. Dengan jumlah penduduk 44 juta jiwa dan pendapatan per kapita USD7.300, Ukraina pernah mengalami masa pertumbuhan ekonomi yang cukup menjanjikan ketika pecah dari Uni Soviet pada 1991.

Saat itu pemerintah menerapkan liberalisasi ekonomi dan melakukan sejumlah privatisasi perusahaan. Tapi keterbukaan ekonomi itu tidak berlangsung lama, hanya beberapa tahun, karena ada resistensi dari sejumlah politisi dan anggota legislatif. Ukraina juga adalah wilayah di mana kepentingan ekonomi Rusia sangat terkait, terutama dalam produk energi seperti gas. Di tahun 2004–2005, hampir 80% gas yang dijual ke Eropa Barat telah melalui jaringan pipa gas di Ukraina. Fakta tersebut membuat daya tawar Ukraina tinggi terhadap Rusia sehingga mereka bisa membeli gas dengan harga di bawah pasar.

Meski demikian, keistimewaan tersebut tidak dikelola dengan baik oleh Ukraina. Pertumbuhan ekonomi di Ukraina tidak optimal karena kegiatan shadow economy mereka

Page 5: (Sindonews.com) Opini ekonomi 12 Mei 2014-2 Juni 2014

(transaksi ”bawah tanah” yang tidak tercatat, ilegal, dan merugikan perekonomian formal) terbilang besar. Jumlahnya mencapai 20%. Korupsi juga terjadi secara masif. Tahun 2013, Transparansi Internasional (TI) menempatkan Ukraina di posisi ke-144 dari 175 negara dari segi persepsi korupsi.

Fakta paling mencengangkan yang menjadi buah bibir di Ukraina adalah rumah supermewah yang dimiliki Viktor Yanukovych, Presiden Ukraina yang tersingkir dalam kerusuhan 2014, padahal pengangguran di Ukraina sangat tinggi (mencapai 25%) dan pertumbuhan ekonomi menurun terus sejak 1999, kini bahkan minus dan menjadi negara dengan prospek perekonomian buruk sejak krisis Eropa terjadi. Utang luar negeri Ukraina juga makin bengkak, apalagi karena mata uang mereka terus melemah. Apa yang mendorong shadow economy di Ukraina terus menggurita tidak lain karena lemahnya reformasi hukum, politik, dan ekonomi.

Laporan-laporan dari lembaga dunia seperti IMF, World Bank, OECD atau PBB menyebutkan sejumlah aktivitas kriminal seperti pencurian, mafia, perdagangan manusia, perdagangan senjata hingga kejahatan kerah putih dalam sistem keuangan sangat marak terjadi di Ukraina. Hal yang lebih parah, gas yang diekspor ke Eropa melalui pipa yang tertanam di wilayah Ukraina ternyata dicuri. Kecurigaan ini timbul karena Rusia mendapat keluhan dari pelanggan tetap mereka di Eropa yang mengatakan volume gas mereka terus menurun.

Harga gas yang murah dari Rusia ternyata tidak dapat mengurangi shadow economy di negara itu. Kegiatan ilegal telah menyebabkan pendapatan negara menjadi berkurang hampir setengahnya. Padahal, mereka harus tetap membayar tagihan-tagihan baik untuk pengeluaran rutin seperti membayar gaji pegawai negeri, guru, tentara, pejabat publik lain maupun untuk membayar tagihan dari aktivitas perdagangan dengan negara lain. Hal ini juga menyebabkan kesehatan masyarakat semakin buruk. Ukraina adalah negara yang mengalami penurunan jumlah penduduk tercepat. Angka kematian bayi mereka adalah 9,1 per 1.000 kelahiran.

Pertumbuhan penduduk mereka minus. Pajak-pajak yang diberlakukan terhadap aktivitas ekonomi yang legal tidak dapat menolong karena jumlahnya memang kecil. Konflik yang terjadi di Ukraina sebetulnya dapat dilihat sebagai hal yang positif bagi Ukraina untuk memperbaiki atau melanjutkan reformasi politik dan ekonomi, khususnya untuk mengatasi masalah korupsi dan aktivitas ekonomi ilegal lain. IMF telah berjanji akan mengucurkan dana sebesar USD17 miliar untuk membantu perekonomian Ukraina selama dua tahun. Bantuan ini tidak lepas dari lobi yang dilakukan negara-negara Eropa dan Amerika Serikat agar ekonomi Ukraina tidak tenggelam semakin dalam.

IMF sendiri pernah memberikan bantuan kepada Ukraina sebesar USD15 miliar di tahun 2010 dengan syarat bahwa negara itu harus mengurangi subsidi energinya. Tekanan itu menjadi syarat pinjaman karena harga BUMN Gas Pemerintahan Ukraina, Naftogaz, hanya menjual seperempat harga gas yang diimpornya. Ukraina tidak mau mengurangi subsidi gasnya karena kebanyakan industri adalah energy-incentives economy. Walaupun syarat itu

Page 6: (Sindonews.com) Opini ekonomi 12 Mei 2014-2 Juni 2014

tidak dipenuhi, hal yang membuat IMF akhirnya membatalkan atau membekukan bantuan mereka pada 2011 adalah karena gagalnya pemerintah mencegah korupsi.

IMF melaporkan bahwa USD37 miliar telah hilang semasa pemerintahan Viktor Yanukovych, artinya dua kali lipat dana yang diberikan IMF. Di sini Indonesia perlu melihat krisis di Ukraina secara proporsional. Memang ada ketegangan politik yang kini berkembang antara AS dan sekutunya di Uni Eropa dengan Rusia, tetapi jika dicermati lebih lanjut, Ukraina sendiri menyimpan masalah pelik. Ironisnya, kecemasan yang dirasakan AS, Uni Eropa, dan Rusia (karena mereka merasa punya taruhan ekonomi di Ukraina) justru membelenggu Ukraina dalam krisis yang lebih dalam.

Artinya, betapapun strategisnya posisi suatu negara dan betapapun upaya berdiplomasi dengan negara-negara besar dilakukan, jika pengelolaan ekonominya seadanya, melanggengkan cara-cara kotor dan ilegal, dan pemimpinnya memilih jalan selamat sendiri-sendiri yang tidak tabu membangun istana di atas kesengsaraan rakyatnya, maka negara tersebut akan ambruk. Lebih buruk lagi, keambrukan tersebut akan menyinggung konflik antarkelompok etnis dan keturunan serta membuat suasana makin membingungkan dan kacau bagi orang-orang awam. Inilah katalis bagi perang saudara yang ingin dihindari siapa pun.

DINNA WISNU, PhD Co-Founder & Direktur Pascasarjana Bidang Diplomasi, Universitas Paramadina @dinnawisnu

Page 7: (Sindonews.com) Opini ekonomi 12 Mei 2014-2 Juni 2014

Sukses Model Bisnis Alibaba

Di tengah era digital seperti saat ini, bisnis yang berbasis internet semakin menjamur dan banyak dipilih oleh usahawan yang baru memulai bisnis. Namun, di tengah tren itu, para pelaku usaha perlu menyadari bahwa tanpa model bisnis yang jelas, bisnis berbasis internet seringkali tidak menghasilkan keuntungan yang baik.

Kita telah mengenal perusahaan-perusahaan raksasa seperti Yahoo, Google, dan Facebook. Selain kejelasan value proposition dari masing-masing produk, perusahaan tersebut juga sukses memperhitungkan aspek bisnis secara matang sehingga dapat menjaga kelangsungan profitabilitasnya. Nama besar berikutnya yang tampaknya akan disejajarkan oleh raksasa-raksasa teknologi tersebut adalah Alibaba, perusahaan e-commerce terbesar di dunia saat ini.

Saat kita lebih sering mendengar Amazon.com atau e-Bay, Alibaba merajai pasar e-commerce di China. Melalui grup yang terafiliasi dalam Alibaba, telah terjadi transaksi senilai USD248 miliar yang dilakukan oleh 231 juta akun pembeli aktif pada 2013. Pada tiga kuartal terakhir pada 2013, Alibaba membukukan laba bersih senilai USD2,9 miliar. Bandingkan dengan Amazon yang mencatatkan laba senilai USD274 juta maupun e-Bay senilai USD2,8 miliar USD untuk sepanjang 2013.

Tiga Elemen Utama Bisnis Alibaba

Kesuksesan bisnis Alibaba ditopang tiga elemen utama. Alibaba memiliki dua toko online terbesar di China yaitu Taobao dan TMall. Dua bisnis unit tersebut bekerja sebagai dua sumber pendapatan terbesar bagi Alibaba. Kesuksesan Alibaba juga ditopang keberadaan Alipay sebagai layanan pembayaran online terbesar ketiga di China. Layanan ini menjadi penopang yang penting bagi dua bisnis utama di atas. Elemen pertama adalah situs yang mempertemukan penjual dan pembeli, Taobao.

Taobao merupakan unit bisnis pertama yang dikembangkan Alibaba guna memfasilitasi produsen lokal China untuk dapat memasarkan barangnya kepada konsumen di seluruh dunia. Model kerja dari situs Taobao paling serupa dengan e-Bay. Taobao menjadi marketplace yang berperan layaknya perantara bagi para penjual dan pembeli. Dengan dukungan sistem yang baik, Taobao menjadi mesin pencari layaknya Google bagi para pembeli yang mencari barang-barang kebutuhan. Hingga Maret 2014 Taobao menawarkan lebih dari 760 juta produk dari tujuh juta penjual yang berbeda.

Elemen kedua adalah situs TMall yang merupakan unit bisnis yang lebih baru. TMall merupakan singkatan atas Taobao Mall, situs dengan konsep mal elektronik yang menjual produk-produk dari penjual yang lebih besar. Dengan desain yang demikian, TMall menjadi

Page 8: (Sindonews.com) Opini ekonomi 12 Mei 2014-2 Juni 2014

tempat bagi produsen maupun toko ritel yang lebih besar untuk memasarkan produk dengan merek dagang tertentu seperti Nike, Gap, dan yang paling baru adalah Apple Store.

Untuk menyokong dua bisnis utama Alibaba tersebut, Alipay menjadi solusi bagi para pengguna dalam melakukan pembayaran yang aman secara online. Awalnya gagasan untuk mendirikan Alipay adalah isu ketidakpercayaan pembeli pada para penjual di situs Taobao. Alipay menyediakan layanan pembayaran yang melindungi para pembeli jika penjual tidak mengirimkan barang yang telah dibeli. Dengan sistem pembayaran yang terintegrasi dan aman, Alipay tumbuh menjadi penyedia layanan pembayaran berskala dunia hanya dalam delapan bulan.

Sumber Pendapatan yang Jelas

Dalam membangun sebuah bisnis berbasis internet, pelaku bisnis seringkali lupa untuk memberi perhatian pada sumber pendapatan atau revenue stream dalam rancang bangun sebuah model bisnis. Kesuksesan bisnis Alibaba tidak terlepas dari penentuan sumber pendapatan yang jelas pula. Masing-masing unit bisnis memiliki model yang berbeda sehingga perlu dirancang sumber pendapatan yang sesuai. Untuk Taobao, Alibaba menawarkan value proposition sebagai perantara yang bebas biaya. Karena itu, Alibaba tidak menarik pungutan atau biaya bagi mereka yang ingin menawarkan produknya melalui Taobao.

Dengan tawaran demikian, Taobao sukses merangkul para penjual berbondong-bondong memenuhi situs dengan beragam produk. Value proposition bebas biaya semacam ini untuk menarik minat para pengusaha kecil di China sesuai karakteristik mereka. Taobo memiliki sumber pendapatan yang lain. Dengan situs yang dibanjiri jutaan produk dari jutaan penjual, Taobao menawarkan jasa iklan maupun jasa lain agar penawaran penjual tertentu lebih menarik dibanding penjual lain. TMall yang menyasar penjual dan produsen yang lebih besar memiliki model yang berbeda.

TMall menarik biaya deposit, biaya tahunan, dan komisi untuk setiap transaksi dari masing-masing merchant. Dengan model bisnis yang jelas dan didesain secara baik, Alibaba juga menjadi penyumbang terbesar pada industri pengiriman paket kecil (parcel) di China. Alibaba menyumbang lebih dari setengah dari industri pengiriman parcel di negara tersebut. Segala kesuksesan dari bisnis Alibaba tersebut masih akan diikuti pertumbuhan berikutnya. Dengan pengguna internet sebanyak 618 juta di negara tersebut, Alibaba masih memiliki ruang untuk tumbuh.

Kesuksesan bisnis Alibaba telah mengubah hidup salah satu pemiliknya, Jack Ma. Dengan kerja keras mulai 1999, Jack Ma yang dulunya guru Bahasa Inggris di Kota Hangzhou kini menjadi biliuner pemilik sebuah perusahaan teknologi yang diakui dunia. Visi bisnis yang dilengkapi model bisnis dan didesain secara utuh dan terukur dapat membawa pemilik bisnis seperti Jack Ma memiliki bisnis yang menguntungkan dan berkelanjutan di tengah era digital

Page 9: (Sindonews.com) Opini ekonomi 12 Mei 2014-2 Juni 2014

seperti saat ini. ●

ALBERTO HANANIFounder dan Managing Partner BEDA & Company

Page 10: (Sindonews.com) Opini ekonomi 12 Mei 2014-2 Juni 2014

Kemarahan Para Pemimpin Daerah

Saya senang ketika Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo marah-marah. Memang keterlaluan. Di depan matanya sendiri, ia melihat petugas di jembatan Timbang Subah, Batang, Jawa Tengah menerima suap dari seorang kernet truk. Hari gini, berseragam dinas masih nekad terima suap?

Gubernur Ganjar pantas geram. Akibat suap tadi, truk-truk dengan kelebihan muatan bebas lalu-lalang di jalan-jalan di wilayahnya. Akibatnya, jalan-jalan cepat rusak. Dan, kerusakan jalan tersebut harus dibayar dengan harga yang sangat mahal: kemacetan dan kecelakaan. Perbaikan jalan-jalan itu juga menghabiskan biaya tidak sedikit. Perbaikan jalan di pantai utara (pantura), misalnya, biayanya mencapai Rp1 triliun per tahun. Dan jauh sebelum bulan Ramadan, tahukah Anda sekarang saja sudah kembali rusak parah. (Saya jadi teringat cerita tentang mafia Italia. Di sana, sang mafioso sengaja membuat truk-truknya kelebihan muatan agar jalan-jalan menjadi cepat rusak. Lalu, mafioso itu mendirikan perusahaan konstruksi yang proyek utamanya adalah memperbaiki jalan-jalan yang rusak tadi. Jadi, uangnya berputar di situ-situ saja. Mudah-mudahan yang terjadi di sini tidak seperti itu.)

Saya juga senang ketika Wali Kota Surabaya, Tri Rismaharini, marah-marah karena Taman Bungkul rusak parah. Ia pantas marah. Taman yang dibangun selama bertahun-tahun dan mendapat penghargaan sebagai taman terbaik se-Asia oleh PBB itu diinjak-injak massa saat pembagian es krim gratis. Rakyat pasti bertanya, siapa yang memberi ijin dan mengapa tak ada pencegahan?

Kemarahan akibat aksi bagi-bagi es krim gratis oleh perusahaan yang sama juga dilakukan oleh Wali Kota Bandung, Ridwan Kamil. Aksi itu membuat Balai Kota Bandung dipenuhi massa, sehingga memicu terjadinya kemacetan di mana-mana. Usai acara, Balai Kota pun dipenuhi sampah bekas bungkus es krim. DiJakarta, rasanya kita sudah sering mendengar Wakil Gubernurnya, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), memarahi jajaran bawahannya. Bahkan dengan cara yang berbeda, Gubernur Joko Widodo pun demikian. Dulu Jusuf Kalla juga begitu, yang dimarahi adalah birokrat senior dan pejabat tinggi yang malas membuat keputusan, cari jalan aman, dan membiarkan uang rakyat mengendap di bank. Di seluruh Indonesia ada banyak masalah birokrasi yang sudah begitu akut. Ibarat mesin, sudah berkarat pertanda lama tidak dipakai.

Shock Therapy

Saya kira ada banyak alasan mengapa para pemimpin daerah belakangan harus marah-marah. Dalam kasus Ganjar Pranowo, Risma, Ahok dan Jokowi, mereka harus berhadapan dengan mesin birokrasi yang macet dan korup. Maka, kita harus membaca kemarahan mereka dalam

Page 11: (Sindonews.com) Opini ekonomi 12 Mei 2014-2 Juni 2014

rangka membuat mesin atau organisasi itu kembali bekerja dan masyarakat menghormati aturan. Jadi, kemarahan mereka ibarat shock therapy. Dalam banyak kasus, baik di lingkungan pemerintahan maupun perusahaan swasta dan BUMN, shock therapy memang cukup ampuh untuk membongkar macetnya mesin organisasi. Contohnya di PT Garuda Indonesia Tbk.

CEO Garuda Indonesia, Emirsyah Satar, jengkel setiap kali melihat kondisi pesawat yang kotor, terutama bagian dalamnya. Dan, yang lebih menjengkelkan lagi, dulu, banyak karyawan yang kurang peduli dengan masalah ini. Mungkin mereka menganggap itu urusan bagian lain. Untuk menggugah kepedulian mereka, selepas tengah malam, saat pesawat tengah istirahat, Emirsyah Satar dan jajaran manajemen Garuda lainnya turun langsung membersihkan interiornya. Kru pesawat dan karyawan Garuda lainnya kaget dan mereka akhirnya ikut membersihkan.

Menurut saya, aksi shock therapy yang dilakukan Emir ada hasilnya. Sejak saat itu saya melihat bagian dalam pesawat-pesawat Garuda relatif menjadi lebih bersih dan terawat. Di organisasi pemerintahan, kondisinya lain lagi sehingga perubahan jauh lebih sulit. Shock therapy atau berbagai program lainnya harus diikuti dengan mekanisme pengawasan yang ketat. Jika tidak, program itu bisa berhenti di tengah jalan atau tidak memberikan hasil yang sesuai harapan. Contohnya, masalah uji kir yang berada di bawah kendali Dinas Perhubungan DKI Jakarta.

Unit ini mendapat shock therapy ketika Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menduga ada kasus korupsi di sana. Sayangnya sampai sekarang tak jelas benar bagaimana tindak lanjut KPK atau dugaan tersebut. Kita saat ini hanya bisa melihat ujungnya, sebagaimana tercermin dari mudahnya kita melihat kendaraan-kendaraan umum tak laik jalan yang begitu bebas beroperasi di jalan-jalan raya Ibu Kota. Kita juga masih kerap mendengar terjadinya kecelakaan kendaraan umum karena rem blong. Bagaimana mungkin kendaraan yang remnya blong bisa lolos uji kir?

Marah dan Perubahan

Marah-marah ala Risma dan Ridwan Kamil mungkin lain nuansanya dengan kemarahan Ganjar Pranowo dan Jokowi-Ahok. Risma dan Ridwan melakukannya agar masyarakat dan para stakeholders mempunyai rasa memiliki (sense of belonging) terhadap fasilitas publik. Kasus di Taman Bungkul dan Balai Kota Bandung jelas menggambarkan kurangnya rasa memiliki itu. Demi sepotong es krim, mereka tega merusak taman dan mengotori balai kota. Saya juga agak terkejut ketika perusahaan multinasional yang membagi-bagikan es krim mengaku tak menduga kalau animo masyarakat dua kota tersebut sedemikian tingginya.

Bagaimana bisa? Dan, saya juga tidak melihat antisipasi yang memadai dari perusahaan itu ketika melihat membeludaknya animo publik. Bahkan ada pengamat pemasaran yang berpendapat, kerusakan yang menimbulkan kemarahan walikota adalah sebuah proses branding yang luar biasa. Lho, kok begitu? Kini, kita semua sudah melihat dampaknya. Saya

Page 12: (Sindonews.com) Opini ekonomi 12 Mei 2014-2 Juni 2014

setuju dengan kemarahan Risma dan Ridwan. Hari Senin yang lalu saya membawa mahasiswa saya bertemu Wagub DKI, Basuki Tjahaja Purnama. Saya mengerti Ahok kini jauh lebih berpengalaman dalam memarahi anak buahnya. Ia lebih luwes, namun tetap genuine.

Padahal dulu saya sempat menasihatinya agar ”jangan membelah batu”. Tetapi sekarang saya justru mengingatkan, ”teruskan!” Masyarakat butuh contoh perubahan yang riil, dan birokrasi harus cepat berubah, serta memperbaiki pelayanan dan integritasnya. Bahkan proses manajemennya pun harus ditata kembali. Saya senang mereka semua masih mau marah-marah. Jika kemarahan mereka memang menghasilkan efek lebih baik ketimbang diam, maka saya sangat menganjurkan keduanya—dan pemimpin daerah lainnya— untuk lebih berani memarahi siapapun yang memang pantas dimarahi. Seperti kata Malcolm X, “…. ketika mereka marah, mereka membuat perubahan.” Jadi, biarlah pemimpin kita marah-marah dan kita menuai hasilnya: perubahan.

RHENALD KASALI Pendiri Rumah Perubahan @Rhenald_Kasali

Page 13: (Sindonews.com) Opini ekonomi 12 Mei 2014-2 Juni 2014

Penguatan Teknologi dalam Ekonomi

Koran SINDO

Senin,  19 Mei 2014

CAPAIAN ekonomi nasional dalam satu dekade telah mendorong upaya pergeseran orientasi ekonomi masa depan.

Menguatnya fundamental ekonomi dan semakin kokohnya struktur ekonomi nasional merupakan stimulus untuk mendorong akselerasi produktivitas nasional. Setelah berhasil memperkuat struktur ekonomi dan daya beli domestik selama 10 tahun terakhir, ekonomi nasional dihadapkan pada tantangan lima tahun berikutnya. Yaitu menjadi negara yang lebih berdaya saing, produktif dan bernilai tambah di setiap aktivitas perekonomian. Periode lima tahun ke depan (2014-2019) merupakan momentum pembangunan ekonomi yang ketiga pasca-Reformasi.

Momentum pertama yakni pada periode 1999-2004, di mana penataan kelembagaan dan peraturan perundang-undangan dilakukan untuk mewujudkan tata kehidupan bernegara secara demokratis, good-governance dan lebih partisipatif. Orientasi kebijakan pembangunga pada periode ini diarahkan melalui rancang bangun kelembagaan ekonomi dan instrumen regulasi yang mengaturnya.

Momentum selanjutnya adalah momentum kedua atau periode 2004-2014 yang dijalankan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dengan dua agenda nasional yaitu menjalankan produk kelembagaan pasca-Reformasi dan penguatan ekonomi domestik. Pada periode ini, sejumlah kemajuan signifikan berhasil diwujudkan khususnya dalam bidang ekonomi. Pertumbuhan ekonomi dapat terjaga positif, stabil dan berkesinambungan di tengah krisis ekonomi global yang banyak menggerus ekonomi negara-negara lain.

Bahkan pada periode ini, ekonomi nasional menjadi salah satu ekonomi di dunia yang dipandang berhasil mengelola ekonominya sehingga mampu meminimalkan risiko global akibat sejumlah krisis ekonomi dunia. Positifnya kinerja ekonomi nasional di periode ini dipertegas dengan naiknya peringkat investasi Indonesia ke zona investment grade oleh S&P, Fitch, Moodys, dan R&I; serta bergabungnya Indonesia dalam kelompok G-20. Bahkan beberapa waktu lalu, Bank Dunia merilis data yang menunjukkan ekonomi Indonesia di peringkat 10 dunia berdasarkan gross domestic product purchasing power power parity (GDP-PPP) bersama-sama dengan Amerika Serikat, China, India, Jepang, Jerman, Rusia, Brasil, Prancis, dan Inggris.

Momentum ketiga yakni periode lima tahun ke depan 2014-2019, momentum di mana pembangunan dan peningkatan ekonomi nasional masuk ke fase berikutnya yaitu ekonomi

Page 14: (Sindonews.com) Opini ekonomi 12 Mei 2014-2 Juni 2014

bernilai-tambah (value added economy). Dalam value added economy peran teknologi sangatlah penting dan strategis. Sistem ekonomi perlu memberikan ruang lebih besar bagi pengembangan dan pemanfaatan teknologi dalam sistem produksi nasional. Tingkat utilisasi dan intensitas teknologi merupakan penggerak ekonomi-ekonomi modern saat ini.

Teknologi tidak hanya hadir sebagai pembaharu dalam globalisasi tetapi juga telah mendorong kemajuan peradaban, efisiensi penggunaan faktor produksi, produktivitas, dan tentunya berkorelasi positif dengan tingkat kesejahteraan. McKinsey pada Mei 2013 merilis laporan bagaimana teknologi telah mengubah banyak hal dalam keseharian manusia di dunia saat ini. Dalam laporannya, perkembangan teknologi telah mengubah hampir seluruh aktivitas manusia di dunia. Tidak hanya itu, teknologi telah mendorong efek ekonomi yang besar baik bagi individu, kelompok/perusahaan, komunitas, negara, bahkan dunia.

Difusi dampaknya pun tersebar hampir di seluruh sektor mulai kesehatan, produksi, manufaktur, pendidikan, administrasi pemerintahan, dan sebagainya. Kemajuan teknologi berhubungan linear dengan perkembangan ekonomi dan daya saing suatu bangsa. McKinsey memberi ilustrasi bagaimana multiplier effect dari kemajuan teknologi cloud saat ini dapat meningkatkan produktivitas perusahaan-perusahaan global saat ini. Atau bagaimana advanced robotic yang mampu mereformulasi biaya tenaga kerja global di masa mendatang.

Negara yang memiliki utilisasi dan intensitas teknologi yang tinggi dapat menghasilkan output ekonomi (dan tentunya daya saing) yang lebih baik dibanding negara yang tidak/belum mengintegrasikan teknologi. Maka tidak heran negara-negara yang menempati peringkat atas daya saing global yang dikeluarkan oleh World Economic Forum merupakan negara-negara dengan intensitas penggunaan teknologi dan R&D yang tinggi seperti Finlandia, Swiss, Jerman, Amerika Serikat (AS), Jepang, Hong Kong, Taiwan, dan lain sebagainya.

Negara-negara ini dikelompokkan sebagai innovation-driven economies yang tidak lain adalah ekonomi bernilai tambah tinggi. Bagi Indonesia, sepanjang periode 2009-2014, pemerintah telah mendorong kebijakan industrialisasi dan hilirisasi yang diharapkan akan menjadi mesin untuk mendorong produktivitas dan daya saing nasional. Industrialisasi dan hilirisasi diarahkan untuk menghasilkan barang-barang bernilai tambah yang memiliki keuunggulan daya saing di tingkat global. Namun industrialisasi dan hilirisasi bukanlah kebijakan tunggal yang berdiri sendiri.

Berbasis pengalaman di negara-negara berbasis teknologi/inovasi, kebijakan industrialisasi kerapkali diikuti oleh rangkaian kebijakan lainnya sebagai satu kesatuan. Untuk periode lima tahun berikutnya (2014-2019), Indonesia setidaknya membutuhkan akselerasi pembangunan industrialisasi dan hilirisasi melalui beberapa rangkaian kebijakan: diharapkan lebih mengakselerasi dengan melakukan serangkaian kebijakan: Pertama, optimalisasi lembaga-lembaga penelitian seperti LIPI, BATAN, Puspitek Serpong, universitas, lembaga penelitian dan pengembangan di bawah kementerian dan lembaga untuk lebih terlibat lebih aktif dalam sistem produksi nasional.

Page 15: (Sindonews.com) Opini ekonomi 12 Mei 2014-2 Juni 2014

Hal ini dapat dilakukan melalui sejumlah program kerja sama pemanfaatan hasil riset dan penelitian baik dengan administrasi pemerintahan, BUMN dan yang terpenting dunia usaha. Sinergi lembaga penelitian dengan dunia usaha dapat dilakukan melalui memperbayak konsep science-park di kawasan industri. Kedua, insentif fiskal dapat menjadi kebijakan untuk memberikan ruang pengembangan dan pemanfaatan teknologi dalam sistem produksi perusahaan di Indonesia.

Pemberian keringanan pajak bagi perusahaan yang memiliki porsi alokasi anggaran R&D dapat menjadi salah satu kebijakan. Ketiga, Kementerian BUMN dapat dijadikan salah satu motor bagi pengembangan dan pemanfaatan teknologi melalui penugasan sejumlah persentase anggaran untuk R&D. Selain itu juga, pemanfaatan dana CSR juga dapat diberikan muatan bagi pendanaan aktivitas kreatif dan inovatif yang memiliki kandungan teknologi solutif bagi sejumlah tantangan sosial dan lingkungan hidup.

Keempat, kerja sama antara Kementerian Riset dan Teknologi dengan kementerian lainnya seperti Kementerian Perindustrian, Kementerian UKM dan Koperasi, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Perdagangan, perlu terus diintensifkan. Menjadikan Kementerian Riset dan Teknologi untuk meningkatkan pemanfaatan dan pengembangan teknologi bagi sistem birokrasi, daya saing produk nasional serta produktivitas ekonomi domestik.

Dan kelima, penggunaan dan pemanfaatan teknologi hasil putra-putri Indonesia perlu menjadi gerakan nasional. Melalui hal ini diharapkan dapat lebih mendorong dan menggairahkan pengembangan dan pemanfaatan teknologi nasional. Budaya-berteknologi bagi masyarakat Indonesia perlu dikembangluaskan. Sehingga masyarakat tidak hanya menjadi pihak yang hanya mengonsumsi teknologi saja, melainkan juga mampu mengembangkan dan menggunakan teknologi bagi aktivitas-aktivitas yang produktif.

Melalui optimalisasi potensi pengembangan teknologi dan utilisasinya bagi aktivitas produksi, akan semakin terbuka lebar kesempatan bagi Indonesia untuk dapat menjadi ekonomi berbasis inovasi atau ekonomi bernilai tambah tinggi sejajar dengan negara-negara maju lainnya.

Dengan kelima kebijakan di atas, periode pembangunan lima tahun berikutnya yakni 2014-2019 akan menjadi tonggak baru pembangunan nasional untuk membawa ekonomi selangkah lebih maju lagi, menuju ekonomi yang lebih kompetitif dan berdaya saing.

PROF FIRMANZAH PhDStaf Khusus Presiden Bidang Ekonomi dan Pembangunan

Page 16: (Sindonews.com) Opini ekonomi 12 Mei 2014-2 Juni 2014

Energi Kreatif Kebangkitan Bangsa

Bagi Bangsa Indonesia, Mei merupakan bulan yang penuh momen berharga. Tanggal 1 Mei diperingati sebagai Hari Buruh, 2 Mei Hari Pendidikan Nasional, dan 20 Mei Hari Kebangkitan Nasional.

Hanya saja, kalaupun seabad lebih usia kesadaran berbangsa telah diletakkan, Indonesia baru berada di peringkat ke-121 dari sisi Indeks Pembangunan Manusia (IPM) secara global. Tentu saja, hal tersebut harus menjadi agenda mendesak bagi presiden-wakil presiden terpilih beserta seluruh jajarannya untuk menjadikan Indonesia sebagai negara di level tinggi dalam membangun manusianya. Sayangnya, soal pembangunan manusia belum mendapatkan perhatian utama dari para calon presiden-wakil presiden yang kini sedang bertarung meraih dukungan politik.

Hal ini terbukti dengan rendahnya wacana tentang hal tersebut daripada soal isu mencari mitra koalisi. Padahal human capital dan pendidikan adalah tonggak kebangkitan yang harus dijaga dan dipastikan mendapat perhatian utama kebijakan pembangunan. Pendidikan adalah wahana anak muda Indonesia untuk dibekali ilmu pengetahuan dan keterampilan agar siap berwirausaha ataupun memasuki dunia kerja. Pendidikan merupakan energi penggerak utama kebangkitan manusia Indonesia yang bermoral, rasional, percaya diri, kreatif, dan berkualitas.

Antitesis dari apa yang disebutkan wartawan senior Mochtar Lubis tentang manusia Indonesia yang hipokrit, tidak bertanggung jawab, berjiwa feodal, percaya takhayul, dan berkarakter lemah. Tentu saja, walaupun telah lama, apa yang disampaikan Mochtar Lubis itu masih relevan sebagai kritik ke dalam agar bangsa ini menyadari kekurangan dan bergegas bangkit meraih kemajuan.

Anak Muda Kreatif

Beberapa waktu lalu, saya mendapat kesempatan bertemu dengan Nurana Indah Paramitha bersama mitra bisnisnya dari GIST Amerika Serikat. Nurana salah satu contoh anak muda yang memiliki energi kreatif luar biasa, tak pernah kehabisan ide bisnis. Sangat membanggakan, dalam berbagai kesempatan berkunjung ke daerah-daerah di Indonesia dan negara lain, bertemu dengan banyak sekali anak muda yang hebat dan penuh inovasi. Merekalah kekuatan utama Indonesia di masa depan dengan segenap energi kreatif yang dimiliki.

Di era ekonomi kreatif, human capital menjadi kunci keunggulan suatu bangsa. Sebuah kesempatan maha penting untuk menyebar “virus berinovasi tiada henti” kepada generasi

Page 17: (Sindonews.com) Opini ekonomi 12 Mei 2014-2 Juni 2014

muda. Kepada mereka harapan itu ditanamkan. Sejarah memberikan bukti, perubahan di negeri ini selalu dimulai kaum muda. Dapat diakui, anak muda Indonesia memiliki keunggulan dari sisi inovasi.

Dalam Global Competitive Index tahun 2013, Indonesia menempati peringkat ke-38. Menariknya, inovasi menempati posisi tinggi di mana investasi perusahaan untuk inovasi berada di peringkat ke-23. Anak muda kreatif dicirikan dengan komunitasnya yang mengglobal, secara online, jaringannya mendunia dan memiliki pasar yang mendunia. Anak muda yang seperti inilah, yang mengglobal, menjadi kekuatan untuk percepatan transformasi Indonesia. Bayangkan bila kualitas pendidikan sangat baik, akan ada jutaan anak muda Indonesia yang kreatif sebagai aktor utama kemajuan bangsa.

Pemimpin Transformatif-Inovatif

Kini energi bangsa harus difokuskan pada upaya memilih pemimpin bangsa yang mendorong peningkatan pembangunan manusia Indonesia. Waktu yang tepat, harapan harus tetap dipelihara dan upaya bersama membangun bangsa harus dikomandoi oleh manusia Indonesia terbaik. Dalam upaya mendorong percepatan kemajuan bangsa, perpaduan pemimpin transformatif-inovatif dengan anak muda yang kreatif akan menjadi kekuatan dahsyat.

Pemimpin yang tidak hanya di level nasional, tetapi juga lokal. Mereka yang berhasil mencairkan kebekuan dan kerumitan birokrasi. Melayani tiada henti dan sejumlah terobosan yang cerdas untuk menyejahterakan rakyatnya. Indikatornya sangat sederhana: pembangunan pendidikan, sosial-budaya, kesehatan, pelayanan perizinan, dan kepentingan publik lainnya sangat mudah, murah, dan cepat. Selain itu, lapangan kerja tersedia, fasilitas publik dan infrastruktur tercukupi dengan baik.

Mereka berhasil mentransformasikan birokrasinya menjadi pelayan dan rakyatnya semakin sejahtera. Energi kreatif kebangkitan bangsa ada pada anak muda dan pemimpinnya. Presiden baru diharapkan untuk fokus pada penguatan pendidikan, kewirausahaan, dan penyebaran nilai kepedulian yang menjadi fondasi dasar, rantai penguat bagi upaya membangun Indonesia yang berdaulat dalam jangka panjang. Memang telah cukup banyak anak muda kreatif, tetapi harus terus ditingkatkan.

Kini tinggal menunggu pemimpin nasional dan lokal, simbol bangsa, dan teladan yang memberikan inspirasi. Kita telah memiliki Tri Rismaharini di Surabaya, Ridwan Kamil di Bandung, Bima Arya di Bogor, Nurdin Abdullah di Bantaeng, Ganjar Pranowo di Jawa Tengah, Abdullah Azwar Anas di Banyuwangi, Mohammad Ramdhan Pomanto di Makassar, dan Hendrar Prihadi (Hendi) di Semarang. Mereka telah dan tengah berkarya di daerah masing-masing, juga berkontribusi pada sebagian persoalan bangsa.

Kita berharap akan semakin banyak pemimpin daerah yang inspiratif dan transformatif. Optimisme dan kepercayaan diri harus tetap dijaga karena itu modal utama untuk mengakselerasi capaian kesejahteraan. Kerja keras, cerdas, tuntas, dan ikhlas dalam

Page 18: (Sindonews.com) Opini ekonomi 12 Mei 2014-2 Juni 2014

kegotongroyongan seluruh elemen bangsa sangat diperlukan untuk merealisasi cita-cita Indonesia agar setara antara potensi dan realisasinya. ●

SANDIAGA S UNO Presiden Direktur PT Saratoga Investama Sedaya Tbk, Ketua Yayasan Indonesia Forum

Page 19: (Sindonews.com) Opini ekonomi 12 Mei 2014-2 Juni 2014
Page 20: (Sindonews.com) Opini ekonomi 12 Mei 2014-2 Juni 2014

Membangun Infrastruktur untuk Indonesia Lebih Baik

Selasa,  20 Mei 2014  

KENDATI ekonomi dunia tengah mengalami konsolidasi menuju keseimbangan baru yang ditandai dengan proyeksi pertumbuhan global yang mulai menguat, perekonomian Indonesia dinilai masih memiliki prospek baik bagi investasi.

Kebangkitan perekonomian dunia diharapkan berimbas positif terhadap perekonomian Indonesia. Apalagi menurut McKinsey Global Institute, perekonomian Indonesia akan menjadi terbesar ketujuh pada tahun 2030. Bahkan menurut JimO’Neill, mantan chief economist Goldman Sach yang menggagas konsep BRICs dan MINT, dalam Indonesia Investment Summit 2013, Indonesia berpotensi menjadi ekonomi terbesar dunia keenam pada 2025. Dua proyeksi tersebut bukan sesuatu yang absurd, tapi niscaya bisa dicapai dengan beberapa persyaratan dan kondisi tertentu.

Untuk mencapai hal tersebut sekaligus guna memitigasi potensi risiko dan ketidakpastian ekonomi dunia yang masih terasa hingga kini, diharapkan pemerintah yang akan datang harus tetap melakukan lima langkah utama. Pertama, terus mendorong penguatan daya beli masyarakat (keep buying policy) melalui sejumlah program baik dari sisi pasok (ketersediaan dan pasokan barang/jasa) maupun permintaan (insentif langsung/tidak langsung kepada masyarakat). Kedua, percepatan pembangunan infrastruktur untuk mendorong konektivitas dan daya saing logistik nasional.

Realisasi investasi pembangunan infrastruktur melalui alokasi APBN 2013 mencapai Rp203 triliun atau naik16,4% dari tahun 2012 sebesar Rp174,9 triliun. Dalam APBN 2014, alokasi belanja infrastruktur ditargetkan sebesar Rp208 triliun.

Realisasi investasi pembangunan infrastruktur pada proyek Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) per akhir2013 mencapai Rp828,7 triliun (sektor riil dan infrastruktur). Di akhir 2014, realisasi investasi program MP3EI diperkirakan dapat mencapai Rp1.000 triliun. Ketiga, terus mendorong investasi sebagai salah satu motor pertumbuhan.

Realisasi investasi Januari-Desember 2013 mencapai Rp398,6 triliun atau melebihi target sebesar Rp390 triliun. Untuk 2014, pemerintah menargetkan investasi yang masuk baik PMA maupun PMDN dapat mencapai kisaran Rp450 triliun. Untuk kuartal I-2014, realisasi investasi sudah mencapai Rp106 triliun atau masih sesuai Prognosis 2014.

Keempat, penguatan sektor usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Penguatan UMKM

Page 21: (Sindonews.com) Opini ekonomi 12 Mei 2014-2 Juni 2014

sebagai basis penopang perekonomian nasional perlu terus didorong dalam meningkatkan daya saing, kapasitas, cakupan, dan akses permodalan. Kelima, dengan pembangunan infrastruktur, investasi sektor riil dan penguatan UMKM diharapkan dapat memperlebar pasar tenaga kerja nasional sehingga ekonomi dapat terus tumbuh positif dan berkualitas.

Urgensi pembangunan infrastruktur

Dalam aspek peringkat daya saing, Indonesia masih tertinggal dibandingkanSingapura, Malaysia, Brunei, dan Thailand. Peringkat daya saing Indonesia lebih baik dibandingkan Filipina, Vietnam, Laos, Kamboja dan Myanmar.

Kekuatan Indonesia ada pada ukuran pasar. Sayangnya, Indonesia masih lemah dalam aspek labor market efficiency, technological readiness dan infrastructures. Di bidang infrastruktur, peringkat Indonesia ke-61 terhadap lebih dari 100 negara dalam The Global Competitiveness Index 2013-2014, World Economic Forum. Lemahnya infrastruktur menyebabkan biaya logistik Indonesia mencapai 17% dari total produksi.

Ini berarti biaya logistik di Indonesia lebih dari tiga kali lipat biaya logistik di Jepang, sekitar tiga kali lipat dibandingkan Singapura, dan lebih dari dua kali lipat biaya logistik di Malaysia. Hal ini menyebabkan aktivitas ekonomi di sini menjadi berbiaya tinggi dan tidak kompetitif.

Sebenarnya pemerintah sudah memiliki solusi pembangunan infrastruktur, yaitu melalui program MP3EI yang diluncurkan sejak Mei 2011 lalu. Sebagian besar fokus program MP3EI adalah infrastruktur yang mencakup lebih dari 44% proyek-proyek MP3EI. Sekitar Rp1.774 triliun atau 44% dari total estimasi investasi MP3EI yang sebesar lebih dari Rp4.000 triliun adalah untuk proyek-proyek infrastruktur.

Proyek jalan raya dan energi meliputi sekitar 57% dari proyek-proyek infrastruktur MP3EI. Sejauh ini porsi anggaran belanja infrastruktur Indonesia masih jauh dari ideal. Bahkan anggaran infrastruktur dalam APBN masih lebih rendah daripada subsidi energi dan belanja pegawai. Maklum, peliknya masalah infrastruktur tidak lepas dari rendahnya alokasi anggaran pemerintah untuk pembangunan infrastruktur.

Rasio anggaran infrastruktur Indonesia terhadap produk domestik bruto (PDB) di bawah 3%, bahkan trennya menurun dalam beberapa tahun ini. Kondisi ini masih jauh di bawah rasio ideal yang mensyaratkan minimal 5% PDB. Hanya, lantaran keterbatasan anggaran pemerintah dalam APBN, mutlak diperlukan dukungan investor swasta, termasuk pembiayaan perbankan.

Sumber pembiayaan infrastruktur

Sekitar 88% pembiayaan proyek-proyek MP3EI diharapkan datang dari swasta, badan usaha milik negara (BUMN) dan campuran (termasuk pembiayaan perbankan). Dari total nilai indikasi investasi sebesar Rp4.000 triliun, pemerintah hanya sanggup untuk membiayai

Page 22: (Sindonews.com) Opini ekonomi 12 Mei 2014-2 Juni 2014

sekitar 12 persennya karena keterbatasan dana.

Di sinilah peran investor, termasuk pembiayaan perbankan memegang peranan penting. Dalam lima tahun terakhir (2009-2013), penyaluran kredit perbankan tumbuh rata-rata 20,3% per tahun. Sepanjang periode tersebut, kredit ke sektor terkait infrastruktur juga tumbuh, namun dengan tingkat pertumbuhan lebih rendah, yaitu hanya 16,8% per tahun.

Kendati demikian, pada beberapa sektor infrastruktur seperti listrik, gas, dan air bersih, justru terjadi pertumbuhan sangat tinggi pada periode yang sama (terutama listrik akibat program percepatan 10.000 MW). Dalam lima tahun terakhir juga non performing loan (NPL) perbankan terus menunjukkan penurunan signifikan. Saat ini total NPL kredit perbankan sudah lebih rendah dibandingkan NPL kredit pada sektor terkait infrastruktur. Bahkan ada kecenderungan NPL pada berbagai sektor terkait infrastruktur sudah cukup rendah, kecuali pada sektor konstruksi yang cukup tinggi, yaitu 3,6% di 2013.

BNI, sebagai salah satuBUMN dan bank terkemuka di Indonesia, memiliki peran strategis dalam pembiayaan infrastruktur. Sebagai fasilitator pertumbuhan ekonomi, BNI berkontribusi dengan fokus pada segmen business banking (BB) dan consumer and retail (CR).

Pada segmen consumer banking, BNI berkeinginan untuk menjadi lifetime banking partner bagi para nasabahnya, tidak hanya hari ini saja namun untuk masa mendatang, melalui penyediaan pembiayaan dan jasa perbankan kepada konsumen. Pada segmen business banking, BNI menjadi fasilitator bagi pengembangan industri-industri di dalam negeri, salah satunya melalui penyediaan fasilitas kredit produktif dalam bentuk kredit modal kerja (KMK) dan kredit investasi (KI) serta jasa perbankan lain untuk kepentingan dunia usaha, termasuk pembiayaan infrastruktur.

Saya memandang mutlak dibutuhkan dukungan infrastruktur dasar sebagai backbone pertumbuhan ekonomi. Di sini BNI telah mengidentifikasi delapan sektor unggulan berskala nasional, yaitu pertanian; makanan dan minuman; perdagangan; kelistrikan; rekayasa dan konstruksi; minyak, gas dan pertambangan; komunikasi; serta kimia (termasuk kimia dasar). Kedelapan sektor ini diperkirakan menjadi penggerak perekonomian Indonesia, yang kesemuanya juga telah sejalan dengan MP3EI.

Selama ini pembangunan infrastruktur selalu mengandalkan dana APBN, sehingga sering ditemui kendala pendanaan untuk merealisasikannya. Salah satu contohnya pembangunan jalan tol yang sarat modal, padahal jalan tol merupakan salah satu solusi mengatasi problem konektivitas dan logistik di Tanah Air. Namun, adanya Pembangunan Jalan Tol Bali Mandara yang menghubungkan Nusa Dua- Ngurah Rai-Benoa membuktikan pembangunan infrastruktur dapat dilaksanakan tanpa membebani APBN, yaitu melalui sinergi antar-BUMN.

BNI pun berperan serta dalam proyek besar tersebut. Maka, saya boleh berbangga telah menjadi bagian dari sinergi antar-BUMN tersebut. Ke depan, saya pun berharap keberhasilan

Page 23: (Sindonews.com) Opini ekonomi 12 Mei 2014-2 Juni 2014

sinergi antar-BUMN ini dapat dijadikan percontohan untuk dapat diterapkan pada proyek-proyek infrastruktur lain, khususnya yang masuk dalam MP3EI. Saya melihat BUMN memiliki semua bidang usaha strategis, seperti di sektor rekayasa dan konstruksi, keuangan perbankan, sekuritas, semen, kelistrikan, telekomunikasi, jalan tol, dan masih banyak sektor lainnya.

Saya berkeyakinan jika sinergi dan kolaborasi dilakukan antar-BUMN dengan baik dan adanya peran-serta dan dukungan pemerintah dalam aspek regulasi, permasalahan infrastruktur akan terurai dengan sendirinya karena pembiayaan infrastruktur tidak menjadi masalah lagi.

Dari ilustrasi di atas, dapat saya simpulkan beberapa hal. Pertama, sinergi antar-BUMN merupakan keniscayaan karena memberikan keuntungan bersama (common benefits) bagi BUMN yang terlibat. Kedua, ruang kerja sama antar-BUMN terbuka lebar lantaran bidang usaha BUMN yang luas dan saling melengkapi secara sinergis.

Ketiga, sinergi antar-BUMN akan menciptakan pasar yang atraktif bagi sesama BUMN dengan tingkat operasional yang efisien dan efektif. Ini juga akan mendorong pengelola BUMN lebih kreatif dan inovatif membuka kerja sama saling menguntungkan.

Keempat, kontribusi BUMN akan menjadi lebih besar dan bernilai melalui beberapa kebijakan misalnya dividend pay out ratio BUMN yang jelas sehingga BUMN dapat merencanakan bisnisnya secara lebih baik. Terakhir, harmonisasi berbagai peraturan perundang-undangan dan sinkronisasi kebijakan baik pusat maupun daerah serta antara lembaga/kementerian, misalnya terkait rencana tata ruang wilayah (RT/RW), sistem bagi hasil yang jelas antara pusat dan daerah yang dituangkan dalam bentuk undang-undang, bukan peraturan yang lebih rendah.

Akhirnya, setelah semua masalah mendasar dibereskan, barulah perbankan bisa melakukan fasilitasi secara lebih optimal. Pada dasarnya BNI akan senantiasa terus berkomitmen dalam mendukung pembangunan infrastruktur demi kemajuan perekonomian bangsa agar dapat tumbuh tinggi, berkualitas, dan berkelanjutan.

GATOT M SUWONDO CEO & Direktur Utama BNI

Page 24: (Sindonews.com) Opini ekonomi 12 Mei 2014-2 Juni 2014

Pesan Kedaulatan Pangan dalam Pilpres

Koran SINDO

Kamis,  22 Mei 2014

PESTA demokrasi untuk pemilihan anggota legislatif dan pemilihan presiden (pilpres) yang sudah dan akan berlangsung pasti akan memberi pengaruh pada perjalanan kehidupan bangsa ini ke depan.

Mereka yang terpilih untuk duduk di Senayan sebagai wakil rakyat akan berperan untuk mengawasi jalannya pembangunan dan sekaligus membuat undang-undang. Sementara itu, presiden yang terpilih akan menyusun kabinetnya yang akan berperan sebagai eksekutif untuk mengelola republik ini.

Dinamika pertumbuhan ekonomi, peningkatan kualitas pendidikan, dan pengembangan mutu kesehatan masyarakat akan amat bergantung pada kualitas anggota DPR yang terhormat dan kinerja presiden beserta kabinetnya untuk mengelola negara ini dalam kurun waktu lima tahun ke depan.

Salah satu yang terpenting dan tak bisa dilupakan adalah bagaimana pembangunan kedaulatan pangan guna mengurangi pangan impor yang selama ini membanjiri pasar Indonesia yang berdampak pada kesejahteraan petani lokal yang makin menurun.

Indonesia sudah terperangkap dalam sistem pangan impor berbiaya mahal. Revitalisasi pertanian yang diproklamasikan pemerintahan SBY pada tahun 2005 ternyata tidak membawa perubahan dalam cara kita mengelola pembangunan kedaulatan pangan.

Pemerintah masih dengan gampang membuka keran impor pangan strategis seperti beras, daging sapi, gula, jagung, dan kedelai. Para elite politik dan ekonomi terjebak menjadi pemburu rente sebagai jalan pintas untuk mencukupi kebutuhan pangan tanpa memikirkan konsekuensi terhadap petani lokal. Sungguh ironis ketika Indonesia sudah merdeka 69 tahun dan memiliki kekayaan sumber daya pangan lokal tetapi masih mengandalkan pangan impor untuk memperkuat ketahanan pangan.

Harga Mati

Presiden Soekarno yang menempatkan pembangunan kedaulatan pangan sebagi prioritas utama. Dalam pidatonya saat peletakan batu pertama pembangunan Gedung Fakultas Pertanian, Universitas Indonesia di Bogor, enam puluh dua tahun lalu, Presiden pertama RI

Page 25: (Sindonews.com) Opini ekonomi 12 Mei 2014-2 Juni 2014

ini mengatakan ”... apa yang saya hendak katakan itu, adalah amat penting, bahkan mengenai soal mati-hidupnya bangsa kita di kemudian hari ... oleh karena, soal yang hendak saya bicarakan itu mengenai soal persediaan makanan rakyat”.

Implikasi pidato ini adalah kebijakan pemerintah dalam pertanian mesti berpihak pada petani sebagai fondasi untuk membangun kedaulatan pangan. Kedaulatan pangan terkait dengan kemandirian petani dalam melakukan kegiatannya. Petani yang berjumlah sekitar 100 juta jiwa atau 26,13 juta rumah tangga (BPS 2013) merupakan komunitas terbesar di negeri ini acap dilupakan.

Namun di kalangan politikus saat berlangsung kampanye pileg, kaum tani menjadi primadona guna mendulang suara. Konon, dalam setiap pidato “politik” ketua umum partai disebutkan akan membela petani dan berjanji meningkatkan kesejahteraan petani secara signifikan.

Pemilihan tema kedaulatan pangan akan mewarnai kampanye Pilpres 2014. Hal ini patut diapresiasi mengingat Indonesia kaya dengan pangan berbasis sumber daya lokal yang memiliki nilai gizi tinggi.

Sebagai kebutuhan dasar, pangan senantiasa harus tersedia dalam bentuk beragam, bergizi seimbang, dan aman untuk dikonsumsi. Namun, belakangan ini negeri agraris ini terjebak dalam sistem pangan impor yang amat mahal. Patut disadari, ancaman krisis pangan menjadi bayang-bayang menakutkan bagi sebagian bangsa, termasuk Indonesia.

Harga pangan yang makin mahal menjadi bola liar yang sulit dikendalikan, menggelinding mendominasi konstelasi dan arsitektur geopolitik. Krisis pangan yang terus membayangi warga dunia membuat setiap negara berupaya menyelamatkan kepentingan masing-masing dan membatasi ekspor.

Fenomena ini perlu disikapi dengan mengoptimalkan pemantapan sumber daya lokal untuk perwujudan ketahanan pangan yang mandiri dan berdaulat. Mengonsumsi produk pangan lokal berarti melepas kebergantungan impor, sekaligus menjadi langkah awal menuju kebangkitan nasionalisme pangan.

Memperkenalkan kembali budaya makan lokal yang saat ini sedang tren di sejumlah daerah patut mendapat apresiasi dari para capres. Sekadar menyebut contoh masyarakat Sumatera Utara mengampanyekan manggadong (mengonsumsi produk olahan ubi) sebagai salah satu program yang mendukung penguatan ketahanan pangan yang mandiri dan berdaulat seperti tertuang dalam UU No 18 Tahun 2012 tentang Pangan.

Saat sarapan, makan siang, maupun malam, ritual manggadong bisa dinikmati bersama anggota keluarga. Kearifan lokal seperti ini patut diangkat kembali guna menumbuhkan nasionalisme pangan di tengah masyarakat. Hilangnya budaya makan lokal tidak terpisahkan dari pesatnya perkembangan korporasi pangan global memproduksi pangan olahan berbasis gandum.

Page 26: (Sindonews.com) Opini ekonomi 12 Mei 2014-2 Juni 2014

Keterlibatan korporasi transnasional dalam industri pangan telah menghabisi napas kearifan lokal manggadong. Dengan penguasaan teknologi pangan, korporasi dapat memproduksi dan mengatur sistem distribusi dan perdagangan pangan. Harga pun mereka kendalikan.

Struktur oligopoli bermain dalam ruang bisnis pangan yang menetaskan bentuk penjajahan baru bernama food capitalism Persoalan pangan mulai dari hulu hingga hilir kini dimainkan dalam irama pasar global.

Di tengah kian terbukanya pasar bebas, Indonesia menghadapi persoalan yang sangat serius dalam memperkuat kedaulatan pangan. Urusan pertanian dan pangan yang seharusnya mendapat kontrol negara secara penuh kini diserahkan kepada mekanisme dan kebuasan pasar. Tak pelak lagi, ketahanan pangan nasional akan semakin rapuh karena dikuasai korporasi kapitalistik yang makin liberal.

Padahal, sejarah mencatat bahwa energi yang mampu menggerakkan kedaulatan pangan (food sovereignty) adalah kearifan lokal. Nenek moyang kita telah membuktikan itu. Bahan pangan lokal mulai jagung, pisang, sagu, sorgum hingga berbagai jenis ubi tersebar di seantero negeri.

Lewat kearifan lokal yang dimiliki, bahan pangan tersebut dikembangkan secara baik sebagai makanan pokok sekaligus memperkuat ekonomi domestik. Namun, kedaulatan pangan yang diwariskan para leluhur kini digadaikan kepada negara maju yang menganut paham ekonomi neoliberal. Indonesia dibanjiri pangan impor, baik dalam bentuk segar maupun olahan.

Kampanye masif produk pangan olahan terigu yang dilakukan negara-negara penghasil gandum selama 40 tahun lebih berhasil menggeser kearifan lokal ke produk pangan global. Roti dan mi “balap” instan berbahan terigu menjadi makanan keseharian kita. Manggadong dan berbagai pangan lokal lain tinggal kenangan.

Penjajahan Model Baru

Harapan masyarakat kepada presiden terpilih ialah untuk mewaspadai penjajahan model baru yang diperkenalkan negara-negara maju. Mereka mengendalikan pangan lewat penguasaan ilmu dan teknologi pangan untuk menjadi senjata ampuh guna menjajah bangsa lain.

Bagi negara yang amat bergantung pada pangan impor, akan mudah diintervensi oleh negara kaya untuk memasarkan berbagai produk pangan olahannya. Dalil Henry Kissinger yang amat terkenal “control oil and you control nations; control food and you control the people” terus menggema hingga kini.

Implikasinya sebagian besar produk pangan dunia ada dalam genggaman Amerika Serikat. Jargon AS memberi makan dunia menjadi sebuah kenyataan yang fenomenal. Dengan penguasaan ilmu dan teknologi pangan, Negeri Paman Sam mengontrol rantai pasokan

Page 27: (Sindonews.com) Opini ekonomi 12 Mei 2014-2 Juni 2014

makanan secara integratif dari hulu hingga hilir.

Bibit, pupuk, pestisida, pengolahan, distribusi, perdagangan dan harga berada di bawah kendali mereka. Bahkan, mereka mampu mengintervensi kebijakan pemerintah dalam pengembangan ketahanan pangan berbasis transgenik (GMOs), produk dari sebuah korporasi yang sarat modal.

Kebijakan pemerintah yang sedang menggalakkan program rumah pangan lestari lewat pemanfaatan lahan pekarangan dalam memperkukuh sumber penganekaragaman konsumsi pangan merupakan upaya untuk memperkuat kedaulatan pangan. Untuk itu, pemerintah patut mempromosikan keberlanjutan produksi pertanian keluarga, berskala kecil dan terdiversifikasikan guna menggantikan peran pertanian industrial kapitalistik yang acap merugikan petani lokal guna meraup untung besar.

Belajar dari peristiwa krisis pangan yang turut menjatuhkan Soeharto dari singgasana kekuasaan, DPR dan presiden hasil Pemilu 2014 patut membangkitkan kembali roh nasionalisme pangan di seluruh negeri. Nasionalisme yang satu ini kian penting dimaknai di tengah perjalanan waktu dan isyarat zaman yang memosisikan pangan sebagai kekuatan politik.

POSMAN SIBUEA Guru Besar Tetap Unika Santo Thomas Sumatera Utara. Pendiri dan Direktur Center for National Food Security Research (Tenfoser)

Page 28: (Sindonews.com) Opini ekonomi 12 Mei 2014-2 Juni 2014
Page 29: (Sindonews.com) Opini ekonomi 12 Mei 2014-2 Juni 2014

Economics of Speed vs Birokrasi

Kamis,  22 Mei 2014

DI depan mata, setiap hari kita menyaksikan bekerjanya ilmu yang disebut economics of speed atau ekonomi berbasis kecepatan. Dunia kita memang kian bergegas. Semua mau serba cepat. Cepat berangkat, cepat sampai. Ini berimplikasi luas, baik bagi kehidupan, pelayanan umum, kebahagiaan maupun kegiatan usaha.

Tak banyak orang tahu, kepiting-kepiting yang pagi hari ditangkap para nelayan di sepanjang pantai di Indonesia, esok paginya sudah harus sampai di Kota Pudong, Shanghai, China. Siang atau malam harinya, kepiting-kepiting itu sudah menjadi sup yang lezat di berbagai rumah makan seperti Minghao Seafood, Han Tong, Fook Lam Moon atau Zhen De Hao Seafood Restaurant.

Di China, kepiting adalah menu favorit pengganti sirip ikan hiu. Pemicunya? Kecaman dari kalangan penyayang binatang yang menolak penangkapan ikan hiu secara besar-besaran hanya untuk diambil siripnya saja. Maka, sebagai gantinya, restoran-restoran di sana mulai memperkenalkan sup kepiting. Rasanya ternyata enak juga. Sejak itu ekspor kepiting kita ke China naik terus. Belakangan ini permintaannya tumbuh sampai 94%. Sayang tak semua permintaan itu bisa kita penuhi.

Penyebabnya, kepiting-kepiting yang kita ekspor kebanyakan hasil tangkapan, bukan hasil budi daya. Jadi sangat tergantung musim. Kalau musim baik, hasil tangkapan meningkat, ekspor pun naik, dan sebaliknya. Dalam kondisi begitu pun nilai ekspor kepiting kita bisa mencapai triliunan rupiah per tahun. Misalnya, pada semester I 2013, nilainya mencapai USD198 juta atau kira-kira Rp2,25 triliun. Dengan angka itu, kita layak disebut eksportir kepiting terbesar di dunia.

Apa faktor pendukung yang membuat ekspor kepiting kita terus meningkat? Salah satunya angkutan kargo udara. Berkat angkutan ini, kita bisa mengirim kepiting lebih cepat ke China. Kepiting, sebagaimana barang-barang perishable lainnya yang cepat rusak, harus cepat sampai ke negara tujuan. Kita pun punya banyak produk perishable lain. Ada udang, ikan tuna, dan ikan napoleon. Anggrek kita juga potensial untuk diekspor dan hanya angkutan udara yang bisa melayaninya. Begitulah economics of speed yang mungkin akan mengalahkan economics of scale.

Birokrasi

Page 30: (Sindonews.com) Opini ekonomi 12 Mei 2014-2 Juni 2014

Sayangnya, kendati besar manfaatnya, membangunnya tidak mudah. Musuh utamanya sungguh serius: birokrasi alias benang kusut pemerintahan. Bagaimana bisa? Anda yang kerap berurusan dengan birokrasi tentu memahami betul karakter dan kultur kerja dari para pegawai negeri sipil (PNS) kita. Selain pasif, mereka amat reaktif, bukan antisipatif. Mereka lebih suka dilayani ketimbang melayani.

Menunggu perintah, bukan proaktif. Suka menunda-nunda pekerjaan, bukannya menyelesaikan lebih cepat. Cara mereka bekerja seakan sudah menjadi aksioma : kalau bisa diperlambat, mengapa harus dipercepat? Gampang ditebak, di situ tersembunyi motif transaksional.

Betul, saya setuju, tak semua PNS kita seperti itu. Ada juga di antara mereka yang benar kerjanya. Namun, tak bisa disangkal, sebagian besar mereka masih berperilaku seperti tadi. Maka, akibatnya PNS kita tidak menjadi aset, tapi liabilities. Mereka adalah bagian dari masalah, bukan solusi.

Padahal jumlah PNS kita masih akan ditambah terus. Menurut data Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara/Reformasi Birokrasi, jumlah PNS kita pada awal tahun 2013 mencapai 4,5 juta. Jadi, sebenarnya jumlah ini masih sedikit bila harus melayani seluruh penduduk Indonesia yang jumlahnya 240-an juta. Jadi, satu PNS melayani lebih dari 50 orang. Anda bisa bayangkan ruwetnya kondisi kita. Sudah jumlah sedikit, kualitasnya pun pas-pasan kalau tidak mau dibilang under qualified.

Ditambah lagi role model-nya jarang ada. Maka, tak aneh kalau banyak urusan yang kalau sudah masuk ke dalam mesin birokrasi akhirnya malah macet. Atau, kalaupun jalan, lambat sekali. Kalau mau cepat, tahu sendirilah caranya. Itu sebabnya saya menyebut lawan utama economics of speed adalah birokrasi.

Reformasi

Kita tentu tak bisa membiarkan urusan ini jadi berlarut-larut. Harus ada yang berani melakukan breakthrough. Atau, kita rela membiarkan negara kita kian jauh tertinggal dari negara-negara lain. Investor tak mau datang. Wisatawan enggan berkunjung. Produk-produk kita tidak kompetitif lagi di pasar ekspor.

Bahkan mungkin di pasar dalam negeri pun produk-produk kita kalah bersaing dengan produk-produk impor. Cobalah Anda pergi ke pusat-pusat perbelanjaan. Di sana Anda akan menemukan jeruk mandarin dijual dengan harga Rp17.000/kg, sementara jeruk medan Rp19.000/kg. Akibatnya jeruk medan kita tak kunjung laku. Bagi saya, jelas kita akan tertinggal jika tidak mengadopsi prinsip-prinsip dari economics of speed.

Ada banyak hal yang mesti dilakukan dan kuncinya ada pada peremajaan struktur, pengguntingan terhadap simpul-simpul yang kusut, lalu menyambungnya kembali sebagai

Page 31: (Sindonews.com) Opini ekonomi 12 Mei 2014-2 Juni 2014

rajutan baru yang lebih simpel. Karena kusut, kita jadi tak bergerak ke mana-mana. Untuk maju bukan merancang kerja parsial, tetapi harus terintegrasi. Istilah manajemennya harus aligned (vertikal-horizontal) dan harus ada engagement. Artinya harus dimanaj, disinergikan, dipimpin, dan dimonitor. Bukan didiamkan.

Menyangkut masalah birokrasi, reformasi adalah sesuatu yang tidak bisa ditawar-tawar lagi. Memang di era pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, upaya ini sudah dilakukan. Misalnya dengan memberi tugas tambahan dari Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara untuk melakukan reformasi birokrasi.

Meski begitu saya lihat masih banyak pekerjaan yang masih harus diselesaikan. Saya menilai pekerjaan mereformasi birokrasi adalah pekerjaan raksasa yang tak mungkin ditangani satu kementerian. Bukan apa-apa, organisasi birokrasi kita sudah lama macet.

Ibarat mesin, ia sudah berkarat. Maka, upaya mereformasi birokrasi membutuhkan upaya yang lebih keras. Ibaratnya membutuhkan tuas yang lebih kuat untuk mengungkit batu besar yang sudah terlalu lama tidak bergerak. Kalau tuasnya terlalu kecil, pekerjaannya bisa terlalu lama atau kalau dipaksakan bukan tidak mungkin malah tuasnya yang patah.

Tak pelak lagi, pekerjaan mereformasi birokrasi ini harus dipimpin langsung oleh presiden atau setidak-tidaknya wakil presiden. Inilah kelak pekerjaan besar yang sudah menunggu presiden atau wakil presiden terpilih.

RHENALD KASALI Pendiri Rumah Perubahan @Rhenald_Kasali

Page 32: (Sindonews.com) Opini ekonomi 12 Mei 2014-2 Juni 2014

Desain Ulang Raskin

Program beras untuk rakyat miskin (raskin) jadi sorotan. KPK meminta pemerintah mendesain ulang program Raskin.

Dari kajian KPK menemukan banyak penyelewengan dalam program Raskin. KPK menemukan enam tidak tepat: tidak tepat sasaran, jumlah, mutu, waktu, harga, dan administrasi. Bahkan, KPK mencium indikasi ada jaringan kartel penyaluran raskin. Raskin yang seharusnya diterima rumah tangga sasaran justru dijual ke pengepul, akhirnya beras itu dijual lagi ke rumah tangga sasaran.

Sebenarnya penyelewengan Raskin bukan hal baru. Sejak program dimulai 15 tahun lalu, sejumlah kajian menemukan adanya penyimpangan. Studi 35 perguruan tinggi menyimpulkan efektivitas program Raskin berada di level sedang (Indef, 2004). Saat itu beras apek dan berkutu, tidak tepat jumlah, tidak tepat harga dan tidak tepat sasaran adalah keluhan yang selalu muncul. Survei penyaluran Raskin oleh BPS, Januari–Maret 2013, menemukan, raskin dinikmati 31,23 juta rumah tangga. Padahal, sasaran rumah tangga penerima raskin hanya 15,5 juta.

Artinya separuh penerima itu tidak berhak. Dari lima lapisan masyarakat versi BPS, lapisan 1 atau termiskin yang berjumlah 12,5 juta rumah tangga seharusnya semua menerima raskin. Kenyataannya hanya 9,41 juta rumah tangga (75%) yang menerima dengan jatah rata-rata bulanan 13,79 kg beras atau 92% dari seharusnya (15 kg). Sebanyak 3 juta rumah tangga penerima Raskin sisanya seharusnya di lapisan 2. Kenyataannya, di lapisan ini penerima raskin berjumlah 8,4 juta rumah tangga atau 66,27% dari jumlah rumah tangga di lapisan 2 dengan jatah 13,31 kg.

Ironisnya, lapisan 3-5 yang seharusnya tidak kebagian justru mendapatkan raskin: 6,85 juta rumah tangga atau 54,25% dari rumah tangga lapisan 3; 4,88 juta rumah tangga (38,6% dari lapisan 4); dan 1,71 juta rumah tangga (13,63% dari lapisan 5). Melencengnya penyaluran raskin dan pelbagai program antikemiskinan lain inilah yang membuat penurunan kemiskinan lambat. Dari tiga strategi perlindungan sosial, raskin termasuk pendekatan yang dianjurkan karena mencegah munculnya risiko (ex-ante) warga miskin.

Kenaikan harga kebutuhan pokok bakal memicu inflasi. Ini menggerogoti pendapatan riil warga. Kelompok miskin yang porsi pengeluaran pangannya cukup besar, antara 60–75%, pasti menderita. Di masa lalu, keluarga penerima raskin mendapat 20 kg per bulan. Ini bisa memenuhi 40–60% total kebutuhan beras bulanan. Ini memungkinkan mereka mempertahankan tingkat konsumsi energi dan protein. Mereka tak banyak menyunat biaya pendidikan dan kesehatan buat pangan.

Page 33: (Sindonews.com) Opini ekonomi 12 Mei 2014-2 Juni 2014

***

Keharusan mendesain ulang program Raskin merupakan keniscayaan. Desain ulang bisa dimulai dari penghapusan operasi pasar (beras). Di zaman Presiden Soeharto, operasi pasar menuai kritik. Maka sejak 1998 operasi pasar beras ditanggalkan, lalu diganti pendekatan subsidi terarah lewat Raskin. Tapi sejak Presiden SBY beleid operasi pasar kembali dipakai sebagai instrumen stabilisasi harga. SBY lupa, operasi pasar beras tidak adil karena bukan hanya rakyat miskin, tapi kelompok kaya dan pedagang/pengecer juga bisa menikmatinya. Kelompok terakhir ini bisa membeli dan menyimpan beras dalam jumlah besar.

Setelah ada raskin, seharusnya tak ada lagi operasi pasar beras. Saat keduanya berlaku terjadi double standard: subsidi umum dan subsidi terarah. Opsi penghapusan operasi pasar harus dibarengi penyediaan data rumah tangga sasaran penerima raskin yang akurat agar distribusi/penyaluran tak mengundang moral hazard. Raskin memiliki kaitan kuat dengan program pengembangan SDM (horizontal integration) dan program ketahanan pangan (vertical integration).

Sebagai program yang bersifat transfer energi, keberhasilan Raskin akan membantu keberhasilan program lain, seperti peningkatan kualitas nutrisi, kesehatan, pendidikan dan produktivitas SDM. Jadi, Raskin bisa dipandang sebagai investasi SDM yang lebih tahan berbagai risiko. Raskin juga bisa dipandang sebagai indirect income transfer. Beras itu dibeli dari produksi petani kecil yang rentan fluktuasi harga saat panen. Pembelian hasil produksi petani lewat harga yang ditetapkan pemerintah (baca: harga pembelian pemerintah atau HPP) merupakan bentuk perlindungan pada petani kecil agar mendapat insentif.

Jadi, ada kaitan kuat antara program kesejahteraan petani melalui pembelian pemerintah dengan pemberian subsidi beras murah lewat Raskin pada kelompok miskin dan rawan pangan. Selama ini tujuan program Raskin bersifat parsial, yakni sebagai transfer energi untuk peningkatan kualitas nutrisi, kesehatan, pendidikan, dan produktivitas SDM. Raskin belum dipandang sebagai bagian dari strategi stabilisasi harga gabah/beras. Ini tampak dari anggaran Raskin yang naik-turun, tergantung kepentingan politik penguasa. Ketika ada syahwat politik penguasa, anggaran Raskin dibengkakkan.

Seharusnya anggaran Raskin tidak semata-mata untuk memenuhi kepentingan transfer energi kepada warga miskin, tapi dikaitkan dengan pagu pengadaan gabah/beras dalam negeri untuk cadangan beras pemerintah (CBP). Besar-kecilnya CBP harus dikaitkan dengan tujuan menyerap surplus produksi (gabah/beras) petani agar harga stabil. Desain ulang ini tak hanya menjamin Raskin tepat sasaran, pada saat yang sama instabilitas harga gabah/beras bisa dicegah.

Terakhir, karena pangan bukan hanya beras, melanggengkan Raskin sama saja mengajari warga daerah penghasil nonberas terus beradaptasi pada pangan (beras) yang diintroduksi dari luar. Akibatnya, produk pangan lokal yang beraneka ragam dengan segenap derivatnya

Page 34: (Sindonews.com) Opini ekonomi 12 Mei 2014-2 Juni 2014

musnah. Hilangnya pangan lokal berarti musnahnya keanekaragaman hayati sekaligus kearifan lokal yang tak ternilai harganya. Sebagai bagian desain ulang Raskin, ke depan perlu dipikirkan beras diganti ekuivalen dengan pangan selain beras.

Karena bukan lagi beras, Raskin diubah jadi pangkin (pangan untuk orang miskin). Secara gradual, cara ini membuat budaya pangan lokal yang mati suri hidup kembali. Ekonomi setempat menggeliat. Secara politik, stabilitas sosial akan lebih terjamin karena warga tak lagi tergantung hanya pada beras. Sebagai konsekuensinya, pelaksanaan pangkin harus didesentralisasikan ke daerah.

Desentralisasi akan membuat pemda lebih bertanggung jawab mendistribusikan dan mengawasi pelaksanaan pangkin. Tanggung jawab itu diwujudkan dengan pendataan warga penerima secara tepat, pengadaan stok (pangan lokal) yang cukup, kualitas pangan yang prima, dan tepat harga serta jumlah.●

KHUDORI Anggota Pokja Ahli Dewan Ketahanan Pangan Pusat, Pegiat Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI), Penulis Buku ”Ironi Negeri Beras” 

Page 35: (Sindonews.com) Opini ekonomi 12 Mei 2014-2 Juni 2014

Warisan Utang 2014

Setidaknya kita boleh sedikit lega bahwa dua pasangan capres 2014, Prabowo-Hatta dan Jokowi-JK memiliki keprihatinan mendalam terkait terus membengkaknya utang pemerintah negeri ini.

Dalam visi-misi, kedua pasangan tersebut, secara tegas akan menekan rasio utang terhadap PDB, dengan cara mengurangi pinjaman luar negeri baru, baik multilateral maupun bilateral. (Koran SINDO , 22/5/2014). Sebenarnya, keprihatinan tersebut, sudah cukup lama disuarakan secara internasional. Nancy Birdsall, president Center for Global Development, misalnya dalam bukunya ”Delievering on Debt Relief: From IMF Gold to a New Aid Architecture ” (2006) telah lama bersuara keras terkait kebijakan Dana Moneter Internasional (IMF) dalam menangani ketimpangan global, termasuk dalam hal ”jebakan utang” negara-negara berkembang.

Dalam Konsensus Washington, IMF dan Bank Dunia gencar mempromosikan pengurangan peran pemerintah, mendorong liberalisasi pasar, penghapusan subsidi, dan penjualan badan usaha milik negara, yang menurut banyak pihak telah turut menjerumuskan perekonomian global ke dalam ketimpangan, yang berujung pada krisis yang sulit diatasi.

Bretton Woods

Dengan segala kontroversinya, Bank Dunia dan IMF masih merupakan lembaga keuangan dunia terpenting. Keduanya, didirikan atas rekomendasi konferensi PBB di Bretton Woods, AS, Juli 1944, sebagai bagian dari upaya penataan dan pembangunan kembali perekonomian dunia, yang dilanda krisis usai Perang Dunia II. IMF diharapkan berfungsi menstabilkan perekonomian dunia serta memberikan kredit jangka pendek, sedangkan Bank Dunia berfungsi memberikan kredit murah berjangka panjang dan bertanggung jawab atas penyesuaian struktural. Juli nanti, Bank Dunia dan IMF genap berusia 70 tahun.

Bagi banyak pihak, 70 tahun lembaga Bretton Woods ini, dianggap pas untuk mempercepat proses reformasi sistem pengambilan keputusan. Tuntutan lain yang juga gencar dikampanyekan sejak lebih dari satu dekade terakhir, adalah pengurangan atau penghapusan utang luar negeri negara-negara berkembang. Sebuah postcard yang beredar luas di Eropa dan AS, bertuliskan ”2014 is the 70th Birthday of the World Bank and IMF.... but....It’s No Time for a Party! Its Time to Drop the Debt! ”.

Saat ini, misalnya, setiap tahun negara-negara miskin Afrika harus membayar USD20-25 miliar untuk cicilan utangnya kepada Bank Dunia, IMF dan negara-negara industri. Sebuah jumlah yang jauh lebih besar dibandingkan utang baru dan bantuan pembangunan yang

Page 36: (Sindonews.com) Opini ekonomi 12 Mei 2014-2 Juni 2014

diperoleh mereka.

Utang Membunuh

Kritik pun membahana. ”Utang membunuh”, teriak aktivis LSM di Utara dan Selatan berkaitan dengan penghematan anggaran kesehatan dan pendidikan demi membayar utang. Tahun 1999, IMF dan Bank Dunia akhirnya bersedia memberikan pemotongan utang kepada 41 negara miskin pengutang berat setelah melalui program penyesuaian selama tiga tahun. Meskipun demikian, bagi kebanyakan negara tersebut, pemotongan sebagian utang belumlah cukup untuk memulai kembali pembangunan ekonominya.

Sebenarnya, sejak akhir 90-an, kritik santer telah dilontarkan oleh ”orang dalam” dan politisi konservatif, bahwa selama 50 tahun keberadaannya yang telah menghabiskan dana sebesar USD470 miliar, Bank Dunia dan IMF belum memperlihatkan hasil nyata yang setimpal. Kini, meskipun telah melakukan perubahan struktur organisasinya, kritik terhadap Bank Dunia dan IMF belum juga mereda. Dominasi negara-negara industri, terutama AS (Bank Dunia), dan IMF (Eropa dan AS) sangat terasa.

Kebutuhan beragam negara-negara anggotanya, terutama negara miskin, jarang terpenuhi. Sering kali, ”solusi” yang diajukan adalah ”one size fits all”. Indonesia pernah menjadi korban. Karena selalu menjadi ”good boy”, Indonesia harus membayar mahal akibat mengikuti resep yang salah. Dampaknya, fatal seperti ditunjukkan data-data berikut. Sejak krisis hingga akhir 2002, dalam bidang pendidikan, terjadi penurunan murid sekolah sebesar 25%, sementara tingkat kemiskinan meningkat tajam dari 11% menjadi 40-60%.

Atas anjuran IMF, pemerintah Indonesia memberikan suntikan dana segar triliunan rupiah kepada bank-bank bermasalah, tanpa menyelesaikan masalah. (INFID, 2003) Saat ini, utang luar negeri (pemerintah dan swasta) Indonesia berjumlah Rp3.107,4 triliun(!) atau 30,02% PDB, naik drastis dibandingkan Rp1.654,19 triliun atau 26% PDB, sepuluh tahun lalu. Untuk tahun ini, hingga akhir Februari, pemerintah telah membayarkan utang pokok dan bunganya sebesar Rp39,574 triliun, sementara pada Januari tercatat pembayaran pokok dan bunga sebesar Rp25,880 triliun.

Dengan demikian, total utang beserta bunga yang telah dibayarkan mencapai Rp65,454 triliun atau 17,74 persen dari target APBN 2014 sebesar Rp368,981 triliun. (Okezone, 15/4/2014). Bank Dunia menempatkan Indonesia di urutan ke enam sebagai negara pengutang terbesar di dunia. Berturut-turut di urutan teratas ialah China, Brasil, India, Meksiko, dan Turki. Bagi Indonesia, yang belum sepenuhnya beranjak keluar dari krisis, dibutuhkan perbaikan jaringan keamanan sosial serta penghapusan (sebagian) utang luar negeri.

Perekonomian kita dipastikan tidak mungkin menggeliat tumbuh dengan sehat, selama paling tidak, sebagian utang luar negerinya, belum dihapus. Untuk membayar utang, sebagian besar devisa kita kembali mengalir ke negara-negara industri. Namun perkembangan terakhir, bisa

Page 37: (Sindonews.com) Opini ekonomi 12 Mei 2014-2 Juni 2014

menjadi angin segar bagi Indonesia. IMF dan Bank Dunia dikabarkan semakin mendukung analisis ekonom Keynesian dan opini ekonom peraih Hadiah Nobel Ekonomi, Joseph Stiglitz, bahwa ketimpangan membuat pertumbuhan rawan, menciptakan kondisi yang tidak menentu, dan berdampak pada perlambatan pertumbuhan ekonomi.

Dalam riset terbarunya, IMF dan Bank Dunia disinyalir yakin bahwa ”pemerataan tidak akan mengganggu pertumbuhan ekonomi,” demikian Max Lawson, kepala Kebijakan dan Advokasi di Oxfam GB, organisasi kemanusiaan yang hadir pada pertemuan IMF-Bank Dunia tahun ini. Dalam upaya mengurangi dampak ”utang membunuh”, Gerakan Jubilee-2000 berhasil memobilisasi dukungan internasional yang cukup luas bagi penghapusan utang luar negeri negara-negara termiskin.

Indonesia, memang belum dimasukkan ke dalam kategori ini. Padahal, dalam sebuah seminar ekonomi regional di Bangkok oleh Asisten Direktur IMF untuk Asia-Pasifik Charles Adam telah mengakui kesalahan yang dibuat IMF dalam menangani krisis di Indonesia. (Tempo.co, 13/11/2003). Karena itu, meskipun kita telah melunasi utang kepada IMF, adalah belum terlambat dan sangat patut apabila bangsa ini menuntut ”ganti rugi” dalam bentuk hibah.

Anggap saja sebagai bentuk konversi penghapusan sebagian utang kita atas kesalahan IMF. Pemenang pilpres kali ini, mungkin bisa mempertimbangkan usulan ini. Semoga!

IVAN A HADAR Direktur Eksekutif Indonesian Institute for Democracy Education; Ketua Badan Pengurus Indonesia for Global Justice (IGJ)

Page 38: (Sindonews.com) Opini ekonomi 12 Mei 2014-2 Juni 2014

Pengelolaan dan Pengendalian Inflasi

Bank Dunia dan Dana Moneter Internasional (IMF) pada awal 2014 telah menaikkan outlook ekonomi global sebagai respons atas sinyal pemulihan yang ditunjukkan negara-negara maju, khususnya Amerika Serikat (AS).

Kendati demikian, revisi ke atas outlook ekonomi dunia masih dihadapkan pada risiko perlambatan sejumlah negara berkembang seperti China, India, Afrika Selatan dan Brasil. Sinyal pemulihan ekonomi negara maju seperti AS dan Eropa telah menghadirkan kekhawatiran baru bagi prospek ekonomi negara-negara berkembang. Lonjakan inflasi di beberapa negara berkembang pada pengujung 2013 hingga awal 2014 memberi tekanan bagi upaya pemulihan global.

Pelemahan mata uang di kawasan Asia, Afrika, dan Amerika Selatan telah menstimulasi ancaman inflasi dan memaksa bank sentral di sejumlah negara tersebut menaikkan tingkat suku bunga acuan. Ini yang dilakukan oleh negara-negara seperti Brasil, India, Afrika Selatan, dan Turki. Ancaman lonjakan inflasi ini banyak dihadapi negara-negara dengan defisit transaksi berjalan yang besar dan diperdalam oleh tekanan menguatnya mata uang dolar AS. Seperti yang kita ketahui, AS kini tengah berupaya mengakhiri kebijakan pelonggaran kuantitatif dan rezim suku bunga murah.

Akibat dari kebijakan ini, terjadi eksodus modal (capital outflow) yang cukup besar dari pasar negara-negara berkembang. Kondisi ini juga diperburuk dengan perlambatan China yang selama ini banyak menopang ekonomi negara-negara berkembang. Pada kondisi ini, sejumlah negara berkembang dituntut melakukan restrukturisasi arus modal keluar dan melakukan penataan kembali sumber pertumbuhan yang lebih berkelanjutan.

IMF dan sejumlah pengamat ekonomi global pada April 2014 menyebutkan ancaman risiko inflasi akan kembali mengemuka ketika terjadi kenaikan beberapa harga komoditas pangan dunia. IMF dan para analis menilai harga-harga pasokan barang di sektor pertanian merupakan faktor strategis pada perekonomian di negara-negara berkembang, khususnya negara dengan struktur sektor pertanian yang besar. Sementara itu profil kemiskinan di negara-negara berkembang banyak ditemui pada masyarakat di sektor pertanian.

Hal ini tentu membawa kekhawatiran melonjaknya angka kemiskinan di negara-negara berkembang ketika terjadi lonjakan inflasi akibat kenaikan harga. Bahkan IMF menilai kenaikan harga komoditas, khususnya pangan tidak hanya memicu risiko inflasi, tetapi juga akan berpotensi memunculkan ketegangan global (termasuk risiko perang). Bagi Indonesia, pengelolaan dan pengendalian inflasi merupakan kebijakan prioritas yang telah ditempuh sepanjang 2004-2014. Hal ini dilakukan mengingat mesin pertumbuhan ekonomi nasional

Page 39: (Sindonews.com) Opini ekonomi 12 Mei 2014-2 Juni 2014

sebagian besar disumbangkan sektor konsumsi.

Artinya dengan mengelola dan mengendalikan laju inflasi, daya beli masyarakat/rumah tangga juga terjaga. Dengan terjaganya daya beli masyarakat, konsumsi akan terus tumbuh dan diharapkan terus menopang pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan. Indonesia termasuk negara yang dipandang berhasil dalam mengelola dan mengendalikan laju inflasi. Hal ini setidaknya dapat terlihat dari kebijakan pengendalian subsidi BBM yang dikhawatirkan dapat memicu lonjakan inflasi.

Untuk menjaga kesinambungan fiskal, pemerintah telah melakukan penyesuaian harga BBM bersubsidi pada tahun 2005, 2008 dan 2013. Penyesuaian harga BBM subsidi ini dipandang banyak kalangan akan mendorong lonjakan inflasi dan membawa ekonomi nasional ke risiko yang lebih dalam. Kendati demikian, pemerintah berhasil menepis anggapan tersebut dengan memperkuat koordinasi otoritas fiskal-moneter, pusat-daerah, agar risiko lonjakan inflasi dapat ditekan semaksimal mungkin.

Hasilnya memang ada lonjakan inflasi 3-4 bulan pascapenyesuaian harga, tetapi bersifat temporer dan akan kembali ke titik keseimbangannya. Pengelolaan risiko inflasi dari waktu ke waktu juga menunjukkan peningkatan kualitas pengelolaan di mana inflasi pada penyesuaian harga BBM subsidi 2005 mencapai 17%, 2008 11%, dan 2013 8,3%. Tentunya ini potret perbaikan yang berkesinambungan. Keberhasilan pengendalian inflasi di Indonesia didorong oleh semakin kuatnya koordinasi otoritas fiskal-moneter dan koordinasi pusat-daerah.

Pada kebijakan fiskal, pemerintah terus mendorong perbaikan neraca transaksi berjalan dengan menekan pelebaran defisit, memastikan jaminan pasokan barang/jasa sekaligus stabilisasi harga di tingkat konsumen, khususnya barang/jasa yang diatur pemerintah (administered price). Pemerintah juga mengimbau kepada para pelaku usaha untuk menghindari PHK yang dapat melemahkan daya beli masyarakat.

Dari sisi kebijakan moneter, Bank Indonesia telah menempuh sejumlah bauran kebijakan moneter, di antaranya menaikkan suku bunga acuan, melakukan operasi moneter ke pasar, dan stabilisasi nilai tukar rupiah. Untuk kebijakan makroprudensial, bank sentral terus mendorong upaya memitigasi risiko sistemik di sektor keuangan serta pengendalian kredit dan likuiditas agar sejalan dengan pengelolaan stabilitas makroekonomi. Sementara di bidang sistem pembayaran, kebijakan diarahkan untuk pengembangan industri sistem pembayaran domestik yang lebih efisien.

Pengelolaan dan pengendalian inflasi nasional juga dikontribusi semakin kuatnya koordinasi pusat-daerah melalui Tim Pengendalian Inflasi yang telah dibentuk baik secara nasional maupun di tiap daerah. Hingga saat ini telah terbentuk sebanyak 210 Tim Pengendalian Inflasi Daerah (33 provinsi dan 177 kabupaten/kota). Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) ini bertugas mengawasi dan melakukan tindakan antisipatif untuk meredam kenaikan harga-harga, khususnya komoditas pokok seperti pangan.

Page 40: (Sindonews.com) Opini ekonomi 12 Mei 2014-2 Juni 2014

Koordinasi antara pusat dan daerah ini menjadi sangat strategis mengingat 80% angka inflasi nasional bersumber dari daerah-daerah di luar Jakarta. Selain harga komoditas, TPID ini juga diharapkan dapat memonitor perkembangan tarif angkutan yang memiliki dampak besar bagi peningkatan harga komoditas. Dengan meningkatnya koordinasi antara pusat-daerah, risiko lonjakan inflasi dapat dikendalikan di samping melakukan penguatan kapasitas ekonomi daerah, pembangunan infrastruktur daerah, reformasi birokrasi dan sejumlah hal yang dapat mereduksi ekonomi biaya tinggi.

Pada periode 2014-2019, Indonesia akan menghadapi sejumlah tantangan dengan muatan ketidakpastian yang tinggi khususnya terkait dengan perubahan cuaca ekstrem dan terganggunya pasokan barang/jasa akibat ketegangan global. Menjelang Pilpres 9 Juli 2014, ekonomi nasional diperhadapkan pada risiko inflasi musiman memasuki masa tahun ajaran baru, bulan puasa, dan Lebaran. Pengamanan jalur-jalur distribusi beserta infrastruktur yang melekat di dalamnya perlu untuk segera dipersiapkan dalam beberapa waktu ke depan di samping ketersediaan pasokan yang memadai.

Hal ini tentu tidak hanya bersifat short-term mengingat tahun depan Indonesia juga akan menghadapi pasar bebas ASEAN. Dengan demikian, pekerjaan perdana bagi presiden terpilih nantinya adalah mengelola dan mengendalikan risiko inflasi sebagai faktor yang berdampak besar bagi pertumbuhan konsumsi sekaligus pertumbuhan nasional di tengah tekanan lonjakan harga komoditas (eksternal) dan ketersediaan pasokan serta infrastruktur distribusinya (internal).

PROF FIRMANZAH PhDStaf Khusus Presiden Bidang Ekonomi dan Pembangunan

Page 41: (Sindonews.com) Opini ekonomi 12 Mei 2014-2 Juni 2014

Membangun Budaya Bangga Punya Rumah

Kebutuhan rumah merupakan salah satu dari tiga kebutuhan pokok manusia: sandang, pangan, dan papan. Untuk memberikan pilihan dan harga yang terjangkau, beragam sandang dan pangan diimpor untuk masyarakat.

Rumah pun demikian. Pemerintah terus mengeluarkan berbagai kebijakan dan program untuk memenuhi kebutuhan rumah, terutama rumah kelompok masyarakat menengah bawah. Rumah sederhana yang sehat, terintegrasi dengan infrastruktur transportasi publik dan fasilitas sosial menjadi prasyarat penting kelas menengah bawah untuk hidup. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut tidaklah mudah karena harga rumah yang relatif susah digapai kelas menengah bawah.

Diperlukan lembaga pembiayaan khusus yang mampu membantu kelas menengah bawah untuk memiliki rumah. Di situlah peran strategis bank memberikan layanan kredit properti yang fokus pada segmen menengah bawah. Rumah yang terintegrasi dengan infrastruktur mapan berikut transportasi publik yang terjangkau memberi masyarakat akses untuk beraktivitas.

Ruang terbuka hijau dan fasilitas umum seperti sekolah, rumah sakit yang berkualitas, dan dekat rumah memberikan kenyamanan masyarakat. Dengan demikian, baiti jannati (rumahku surgaku) dapat dicapai. Namun budaya memiliki rumah ini makin lama makin turun karena berbagai hal. Salah satunya adalah middle income trap. Pilihan konsumsi kelas menengah semakin banyak. Biaya pulsa, kendaraan, transportasi, lifestyle, dan masih banyak lagi berlomba menguras kantong kelas menengah.

Budaya yang diwariskan dari pendahulu bahwa pasangan muda itu baru boleh bangga dan gagah saat punya rumah sendiri lambat laun makin luntur. Berganti dengan budaya konsumtif. Keinginan untuk memiliki rumah menjadi prioritas kesekian, dikalahkan oleh banjirnya produk konsumtif yang menarik. Budaya memiliki rumah ini yang harus diangkat lagi ke permukaan. Tidak hanya sebagai bentuk pemenuhan kebutuhan terhadap papan, tetapi juga bentuk investasi.

Membeli produk eletronik, gadget, automotif, dan sejenisnya terus turun nilainya setiap saat. Bahkan beberapa detik setelah kita beli pun kalau kita jual kembali harga turun. Berbeda dengan membeli rumah yang harganya terus naik.Budaya “bangga punya rumah” akan membawa bangsa Indonesia lolos dari middle income trap dan generasinya dapat menyelamatkan hasil kerjanya dengan memiliki rumah, bukan hanya menjadi budak

Page 42: (Sindonews.com) Opini ekonomi 12 Mei 2014-2 Juni 2014

konsumerisme.

Dengan menggalakkan bangga punya rumah, secara langsung akan terjadi multiplier ekonomi yang besar. Pusat Studi Properti Indonesia (PSPI) pernah mengklaim ada sekitar 135 industri terkait dengan pembangunan perumahan di Indonesia.

Panangian Simanungkalit, Direktur PSPI, menjelaskan ketika terjadi suatu pembangunan perumahan dalam suatu kawasan di wilayah perkotaan misalnya, tak kurang dari 135 industri terkait yang berada di sekitarnya ikut menikmati perputaran uang yang terjadi atas pembangunan perumahan tersebut. Budaya “bangga punya rumah” ini harus terus digalakkan.

Upaya-upaya negara untuk memberikan kemudahan perusahaan properti membangun produk yang menjawab kebutuhan kelas menengah harus terus didukung. Demikian juga dukungan terhadap lembaga pembiayaan yang fokus di pembiayaan properti, khususnya segmen menengah bawah. Lembaga pembiayaan khusus tersebut sangat strategis untuk menyelamatkan Indonesia dari middle income trap.

Bisnis KPR kelas menengah bawah adalah prioritas utama PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk. Sejak ditunjuk pemerintah tahun 1974 untuk mendukung pembiayaan program rumah nasional (rakyat), Bank BTN hingga saat ini masih terus menunjukkan perannya sebagai kepanjangan tangan pemerintah dalam program rumah rakyat tersebut. Tak kurang dari 3,6 juta rumah sudah dibiayai Bank BTN.

Jika rata-rata 4 orang yang menghuni rumah, lebih dari 15 juta masyarakat Indonesia paling tidak sudah menikmati tinggal di rumah yang dibiayai Bank BTN. Setiap tahun, Bank BTN memberikan kredit kepada 100.000 lebih pemilik rumah di mana sebagian besarnya adalah rumah pertama. Keunikan layanan dan pengalaman tersebut menjadikan BTN menguasai pasar kredit properti, khususnya segmen menengah bawah untuk rumah pertama.

Dapat dikatakan hingga hari ini, bank yang memberikan layanan pembiayaan rumah untuk kelas menengah bawah didominasi BTN. Sebagai korporasi, BTN terus berupaya agar dapat berperan lebih banyak untuk membantu masyarakat memiliki rumah. Langkah ini tak mudah meskipun BTN adalah bank besar peringkat ke-10 dari 120 bank nasional.

 Perlu Kerja Keras Bersama

Jumlah backlog perumahan secara nasional terus meningkat dari tahun ke tahun. Kekurangannya sudah menembus 20 juta unit. Setiap tahun ada tambahan permintaan 1 juta– 1,5 juta unit. Sementara pasokan hanya 600.000–800.000 unit. Diperlukan kerja keras bersama antara pemerintah pusat, daerah, perusahaan properti, dan lembaga pembiayaan untuk mencukupi kebutuhan rumah kelas menengah bawah tersebut.

Pemerintah pusat perlu menyusun perangkat aturan untuk mendukung perusahaan properti,

Page 43: (Sindonews.com) Opini ekonomi 12 Mei 2014-2 Juni 2014

pemerintah daerah menyusun rencana tata ruang dan wilayah yang strategis, perusahaan properti membangun sesuai koridor aturan yang ditetapkan, lembaga pembiayaan mendukung proses konstruksi hingga kredit kepemilikan rumahnya.

Semua harus sinergi. Bank BTN yang bisnis utamanya pada pembiayaan perumahan sudah pasti perannya sangat strategis. Saat ini korporasi sedang menggodok program strategis yang dapat meningkatkan jumlah nasabah KPR hingga 300–400% dari kapasitas tahunan yang sudah berjalan. Semoga dalam waktu yang tidak terlalu lama program tersebut dapat berjalan. Bank BTN akan menjadi housing bank.

Sederhananya Bank BTN menjadi “pabrik KPR” yang portofolionya dapat disekuritisasi atau dijual ke lembaga keuangan lain sebagai portofolio kredit atau investasi. Untuk mendukung program strategis tersebut, BTN akan memaksimalkan pendanaan tidak hanya dari dana pihak ketiga yang sudah standar (tabungan, giro, deposito), tetapi juga melalui obligasi jangka menengah panjang.

Tentunya jika BTN mendapat dukungan pemerintah untuk meningkatkan permodalan, lebih banyak pendanaan alternatif jangka panjang dapat diterbitkan BTN. Keunikan pendanaan BTN inilah yang menjadikan posisi loan to deposit ratio (LDR) seolah tinggi hingga di atas 100%. Jika memasukkan komponen obligasi, LDR BTN sekitar 85–88%. LDR ini hanya salah satu contoh keunikan BTN dibandingkan bank pada umumnya.

Belum termasuk aspek operasional dan hal teknis lainnya. Program berikutnya adalah mempererat kerja sama sekuritisasi dengan SMF yang sudah terjalin selama ini. BTN akan mengembangkan sekuritisasi dan penjualan portofolio kredit BTN yang sehat ke bank lain. Sinergi antarbank untuk samasama berbisnis sekaligus mengemban misi sosial menyediakan kredit rumah yang terjangkau untuk segmen masyarakat menengah bawah.

Sederhananya sinergi antarbank adalah BTN menjadi originator dan servicer-nya. Semua infrastruktur termasuk pengelolaan kredit dan collection-nya nanti Bank BTN yang menyiapkan dan bank peserta tinggal menyiapkan funding-nya. Mereka akan mendapatkan aset KPR dan BTN akan memperoleh fee based income untuk itu. Itulah rencana besar Bank BTN membesarkan dirinya sendiri tanpa sentuhan pemerintah.

Bank BTN masih tetap menjadi harapan masyarakat kecil untuk memiliki rumah. Kalau pasar KPR ini bisa terwujud dan SMF didorong kembali pada khitahnya, tidak mustahil Bank BTN ke depan akan menjadi lebih besar. Kita lihat saja nanti.

MARYONO

Page 44: (Sindonews.com) Opini ekonomi 12 Mei 2014-2 Juni 2014

Direktur Utama Bank BTN

Indonesia Oceanopolis

Beberapa pekan lalu mencuat kembali wacana mengenai tol laut yang membentang dari Sumatera sampai Papua. Agak berbeda dengan jalan tol yang berada di darat atau jalan tol di atas laut yang jelas fisiknya, jalur tol laut lebih imajiner. Jangan bayangkan jalan tol di atas laut yang baru diresmikan di Pulau Bali.

Inti dari pembangunan tol laut sebetulnya bukan pada jalur lautnya itu sendiri, melainkan pada pelabuhannya. Kelak, pelabuhan-pelabuhan yang terhubung oleh jalur tol laut tersebut mesti ditingkatkan kapasitasnya agar bisa disinggahi oleh kapal-kapal yang berukuran besar. Sekadar dipahami saja, dewasa ini ada 51 pelabuhan dunia yang mampu disinggahi VLCS (very large container ship) dengan kapasitas angkut 10.000 kargo ukuran 20 feet (TEU).

Dewasa ini diperkirakan 90% non-bulk cargo di seluruh dunia diangkut kontainer dan kapal-kapal kargo modern besar yang mampu mengangkut hingga 16.020 twenty-foot equivalent units (TEUs) sekali jalan. Sekarang ini memang banyak pelabuhan besar kita yang kapasitasnya masih terbatas. Misalnya Pelabuhan Belawan di Sumatera Utara yang dikenal juga sebagai pelabuhan khusus crude palm oil (CPO), ternyata, baru bisa disinggahi kapal berkapasitas 800 TEUs atau kontainer berukuran 20 kaki.

Kapasitas inilah yang mesti ditingkatkan. Pelabuhan Belawan dan pelabuhan-pelabuhan besar lain mesti bisa disinggahi kapal-kapal yang berkapasitas 3.000 TEUs atau lebih. Setidak-tidaknya seperti Pelabuhan Tanjung Priok yang bisa disinggahi kapal kontainer berkapasitas 4.000–6.000 TEUs. Untuk itulah pelabuhan-pelabuhan kita harus dibuat menjadi lebih dalam.

Dermaga dan fasilitas sandarnya juga mesti dibuat lebih panjang. Lalu, peralatan untuk bongkar muat kontainer juga mesti dibenahi. Jumlahnya perlu ditambah dan penanganan bongkar muatnya harus dibuat lebih cepat. Selagi kita membahas soal peningkatan kinerja pelabuhan, saya ingin mengajak Anda untuk memperluas wacana diskusi.

Lima Lapisan

Indonesia sebagai negara kepulauan jelas memerlukan dukungan pelabuhan-pelabuhan laut andal. Hingga saat ini daya saing pelabuhan-pelabuhan kita memang masih jauh dari harapan. World Economic Forum menilai dari segi kualitas, pelabuhan kita berada di peringkat ke-103 dari 142 negara.

Page 45: (Sindonews.com) Opini ekonomi 12 Mei 2014-2 Juni 2014

Sementara Global Competitiveness Report menilai daya saing pelabuhan kita berada di peringkat ke-95 dari 134 negara yang disurvei. Lemahnya daya saing ini dipicu banyak faktor. Misalnya kesulitan akses ke pelabuhan. Ini pada gilirannya memicu terjadinya ekonomi biaya tinggi sehingga melemahkan daya saing produk-produk Indonesia di pasar ekspor.

Selain itu, kondisi tersebut melemahkan daya saing Indonesia dalam menarik para investor agar mau menanamkan modalnya di sini. Kondisi semacam itu tentu saja tidak boleh kita biarkan sampai berlarut-larut. Harus segera dibenahi. Menurut saya, kita mestinya bisa menjadikan pelabuhan sebagai driver bagi pengembangan ekonomi kawasan. Untuk itu pelabuhan-pelabuhan kita perlu didesain sebagai kawasan bisnis terpadu sehingga perusahaan-perusahaan yang berada di dalamnya bisa memperoleh manfaat optimal.

Di dalam kawasan, mereka bisa beroperasi dengan tingkat efisiensi yang tinggi. Dalam bayangan saya, kawasan ini akan terdiri atas beberapa lapisan. Lapisan pertama adalah pelabuhan itu sendiri yang sekaligus sebagai intinya (core).

Agar bisa menjadi driver, pelabuhan-pelabuhan kita perlu ditingkatkan kapasitasnya agar bisa disinggahi kapal-kapal kontainer berukuran raksasa sekelas CMA CGM Marcopolo atau Emma Maersk yang panjangnya hampir mencapai 400 meter atau empat kali panjang lapangan sepak bola. Lalu, infrastrukturnya juga mesti dibenahi. Proses pelaporan dan pengurusan dokumen, misalnya, harus dibuat lebih cepat dan berbasis teknologi informasi (TI). Jadi, kelak tidak ada lagi dokumen yang harus diurus secara manual.

Lalu, dalam pemikiran saya, lapisan kedua akan menjadi kawasan pergudangan dan tempat penimbunan peti kemas. Jadi, kontainer-kontainer yang baru dibongkar dari kapal, sebelum diangkut ke lokasi tujuan, bisa disimpan di kawasan ini. Begitu pula kontainer-kontainer yang akan dimuat bisa ditimbun dulu di sini.

Lapisan ketiga merupakan kawasan untuk pabrik-pabrik pengolahan atau manufaktur dari produk-produk yang berorientasi ekspor. Misalnya, pabrik pengolahan mineral atau pabrik CPO. Jadi, mineral-mineral dari lokasi pertambangan dikirim langsung ke pabrik pengolahan di pelabuhan. Hasil pengolahannya bisa langsung dimuat ke kapal-kapal yang siap membawanya ke pasar ekspor.

Banyak produk ekspor kita yang bersifat bulky. Jadi, kalau jarak dari pabrik ke pelabuhan bisa dibuat sedekat mungkin, biaya transportasinya tentu akan jauh lebih murah. Ini tentu bisa mendongkrak daya saing produkproduk ekspor kita. Lapisan keempat berisi bisnis-bisnis yang menjadi pendukung aktivitas bisnis utama di seputar kawasan pelabuhan.

 Jadi isinya bisa kantor-kantor perbankan, asuransi, perusahaan pelayaran, jasa forwarding, jasa survei dan inspeksi, bahkan hotel, restoran, pusat perbelanjaan dan sarana hiburan lainnya. Lapisan kelima adalah hunian dalam bentuk high rise building seperti apartemen. Hunian ini terutama diperuntukkan bagi para karyawan yang bekerja di kawasan pelabuhan.

Page 46: (Sindonews.com) Opini ekonomi 12 Mei 2014-2 Juni 2014

Koordinasi

Seluruh lapisan tersebut perlu ditopang oleh infrastruktur yang menjamin kelancaran mobilitas manusia maupun barang yang masuk atau ke luar kawasan pelabuhan. Mungkin kita bisa menyebut kawasan pelabuhan ini dengan istilah oceanopolis. Di Indonesia belum ada kawasan pelabuhan yang didesain dengan konsep kawasan demikian.

Memang pada praktiknya banyak bisnis pendukung yang akhirnya memilih berlokasi di seputar kawasan pelabuhan. Namun, itu kurang tertata. Dan, menurut saya, yang lebih penting pelabuhan-pelabuhan kita belum didesain sebagai driver untuk pengembangan ekonomi yang sesuai dengan potensi yang dimiliki suatu daerah.

Mungkin baru Pelabuhan Belawan yang didesain sebagai pelabuhan khusus CPO karena banyak pabrik kelapa sawit yang berlokasi di Sumatera Utara. Pelabuhan-pelabuhan lain belum. Mengembangkan pelabuhan dengan konsep demikian memerlukan dukungan yang kuat dari para stakeholders. Perlu koordinasi yang kuat, mulai dari pemerintah di tingkat pusat sampai daerah.

Betul, kita tahu koordinasi adalah “barang” termahal di negeri ini. Mungkin dengan konsep ini kita bisa menguji bahwa koordinasi sebetulnya tidak mahal-mahal amat.

Page 47: (Sindonews.com) Opini ekonomi 12 Mei 2014-2 Juni 2014

Fiskal di Tengah Perlambatan Ekonomi

Di tengah tahun Pemilu 2014, tantangan ekonomi dan fiskal Indonesia menjadi tidak ringan dan sederhana. Bersama dengan emerging-countries lain, Indonesia sedang memitigasi dampak perlambatan pertumbuhan ekonomi dunia.

Baru-baru ini Organisasi untuk Kerja Sama Ekonomi dan Pembangunan (OECD) merevisi ke bawah pertumbuhan ekonomi dunia menjadi 3,4% dari proyeksi awal 3,6% pada November tahun lalu. Sementara realisasi pertumbuhan ekonomi banyak negara pada kuartal I 2014 di bawah proyeksi awal. Secara year on year ; China hanya mampu tumbuh 7,4%, Brasil 0,2%, India 4,6%, Rusia 0,9%, dan Amerika Serikat (AS) 0,1%. Sedikit berbeda dengan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) yang sempat menaikkan proyeksi perdagangan dunia pada 2014 yang tumbuh 4,7% bulan lalu, OECD justru mencatat ekspor negara-negara G-7 dan BRICS turun 2,6% pada kuartal I/2014.

Sejumlah ketegangan di beberapa wilayah seperti Ukraina, Laut China Selatan, dan Timur Tengah dikhawatirkan turut memperbesar ketidakpastian pemulihan ekonomi dunia. Ini turut berdampak pada rendahnya realisasi pertumbuhan ekonomi pada kuartal I/2014 di sejumlah negara ASEAN. Misalnya realisasi ekspansi produk domestik bruto (PDB) Filipina hanya 5,7% dan Thailand terkontraksi 0,6% di tengah situasi politik yang tidak menentu. Ini membuat lembaga-lembaga internasional dan pemerintah di banyak negara melakukan revisi target pertumbuhan ekonomi dan anggaran (state budget).

Perlambatan pertumbuhan ekonomi dunia dipastikan berdampak pada pertumbuhan ekonomi Indonesia. Seperti kita ketahui, Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal I/2014 hanya 5,2%. Realisasi pertumbuhan ekonomi pada kuartal I/2014 memberikan implikasi dari sisi fiskal yang tidak sederhana dan membutuhkan segera langkah-langkah antisipasi. Dengan situasi dunia yang tidak kondusif, dapat dipastikan revisi target pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2014 perlu segera dilakukan. Di mana target dalam APBN 2014 sebesar 6,0% perlu disesuaikan dengan kondisi terkini.

Salah satu fokus perhatian pemerintah dalam APBNP 2014 adalah revisi penerimaan negara yang semula ditargetkan dalam APBN 2014 sebesar Rp1.667,1 triliun. Revisi dari sisi penerimaan dilakukan dengan mempertimbangkan risiko tidak tercapai penerimaan dari sektor perpajakan yang semula ditargetkan sebesar Rp1.280,4 triliun. Penurunan pertumbuhan ekonomi Indonesia juga berpengaruh terhadap realisasi penerimaan sektor perpajakan pada 2014 meski pemerintah akan terus berupaya mencari dan meningkatkan pos-pos penerimaan yang selama ini belum optimal.

Revisi target penerimaan negara akan berdampak pada penyesuaian dari sisi pengeluaran agar

Page 48: (Sindonews.com) Opini ekonomi 12 Mei 2014-2 Juni 2014

defisit anggaran sesuai amanat Undang-undang (UU) Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Di mana ditetapkan defisit anggaran tidak boleh melampaui 3% PDB. Salah satu tantangan dari sisi fiskal adalah menjaga subsidi energi sesuai target yang telah ditetapkan pada awal. Dalam APBN 2014 subsidi bahan bakar minyak (BBM) ditetapkan 48 juta kiloliter atau Rp210,7 triliun dan subsidi listrik Rp71,3 triliun. Kementerian ESDM tengah mempersiapkan langkah-langkah untuk tetap menjaga besaran subsidi khususnya BBM tidak melampaui anggaran yang telah ditetapkan.

Sementara opsi menaikkan harga BBM pada tengah tahun politik akan sangat berisiko mengganggu stabilitas politik, keamanan, dan ketertiban. Terlebih lagi secara timing dalam 1-3 bulan ini kita harus tetap fokus pada persiapan kelancaran arus barang, manusia, dan modal jelang Ramadan dan Idul Fitri. Pada saat yang bersamaan beberapa hari lagi Indonesia akan memasuki masa kampanye Pemilihan Presiden RI untuk periode 2014-2019. Untuk menjaga fiskal tetap sehat, upaya penghematan belanja pada 86 kementerian/lembaga perlu dilakukan.

Melalui Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 4 Tahun 2014, ditargetkan ada penghematan sebesar Rp100 triliun dari APBN 2014. Program-program yang memiliki dampak langsung pada penciptaan lapangan kerja dan pengurangan angka kemiskinan tetap menjadi prioritas belanja negara pada 2014. Dengan begitu, anggaran K/L menjadi sebesar Rp539,3 triliun dalam rancangan APBNP dari sebelumnya sebesar Rp637,8 triliun. Selain itu juga penghematan dan pemotongan anggaran tidak dilakukan terhadap anggaran pendidikan untuk memenuhi 20% amanat konstitusi, anggaran yang bersumber dari hibah dan pinjaman, dan anggaran yang bersumber dari penerimaan negara bukan pajak badan layanan umum (PNBP-BLU).

Karena itu, penghematan dan pemotongan belanja utamanya dilakukan pada belanja honorarium, perjalanan dinas, biaya rapat/konsiyering, biaya iklan, pengadaan gedung kantor, pengadaan kendaraan operasional, belanja bantuan sosial, sisa dana lelang atau swakelola, serta anggaran dari kegiatan yang belum terikat kontrak. Perumusan APBNP yang segera diajukan pemerintah ke DPR akan memasukkan revisi asumsi indikator makroekonomi, penerimaan, dan belanja negara. Revisi ini dilakukan agar postur anggaran negara lebih realistis, tetap fokus, lebih berdampak, dan sebagai langkah respons sekaligus antisipatif atas perubahan kondisi perekonomian dunia.

Langkah-langkah ini untuk tetap menjaga fundamental perekonomian nasional tetap baik dan berdaya tahan di tengah ketidakpastian pemulihan ekonomi dunia. Kita semua berharap, dengan segera dibahas APBNP 2014 oleh pemerintah dan DPR, tidak hanya membuat fiskal menjadi lebih baik, tapi juga sebagai upaya mitigasi atas perlambatan ekonomi dunia. Dengan mengalokasikan belanja negara kepada sektor dan program yang lebih berdampak untuk menjaga daya beli masyarakat, peningkatan kesejahteraan, pengurangan angka kemiskinan, dan penciptaan lapangan kerja akan mengurangi efek negatif pelemahan ekonomi dunia. Dengan begitu, fiskal dan ekonomi Indonesia akan tetap mampu melalui perlambatan ekonomi dunia seperti dalam kurun waktu 10 tahun terakhir pasca-Reformasi.

Page 49: (Sindonews.com) Opini ekonomi 12 Mei 2014-2 Juni 2014

PROF FIRMANZAH PhD Staf Khusus Presiden Bidang Ekonomi dan Pembangunan

Page 50: (Sindonews.com) Opini ekonomi 12 Mei 2014-2 Juni 2014

Capres dan Perlindungan Petani

Berita tentang kelangkaan pupuk di sentra produksi pangan beberapa waktu terakhir nyaris tak terdengar. Berita ini tenggelam oleh gencarnya pemberitaan drama politik yang disuguhkan para elite partai politik Tanah Air.

Berita tentang penggalangan koalisi sesama partai politik untuk mengusung calon presiden/ wakil presiden (capres/cawapres), nyaris tak menyisakan ruang bagi berita-berita penting lainnya. Kondisi kelangkaan pupuk ini mengindikasikan bahwa upaya perlindungan kepada petani dari tahun ke tahun tidak terlihat kemajuannya.

Padahal Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani telah menegaskan bahwa petani harus mendapatkan perlindungan dalam menghadapi permasalahan kesulitan memperoleh prasarana dan sarana produksi, ketersediaan lahan, kepastian usaha, risiko harga, kegagalan panen, praktik ekonomi biaya tinggi, dan perubahan iklim.

Secara kasatmata, kue pembangunan berupa anggaran subsidi sarana produksi untuk meringankan beban petani selalu ”dirampok” oleh oknum-oknum tak bertanggung jawab. Komisi IV Dewan Perwakilan Rakyat mencatat tidak kurang dari 400 kasus penyelewengan pupuk bersubsidi. Pada Juni 2012, petugas Bea dan Cukai Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya menggagalkan penyelundupan 20 kontainer pupuk bersubsidi ke Malaysia.

Pada September tahun yang sama, kembali digagalkan upaya penyelundupan empat kontainer pupuk urea bersubsidi ukuran 20 kaki ke Malaysia di Pelabuhan Tanjung Priok. Penulis yakin, tidak lama lagi, saat para capres/cawapres melakukan ritual ”menebar angin surga” pada kampanye pemilihan umum presiden (pilpres), isu-isu tentang pertanian dan petani akan menjadi jualan politik utama para capres/cawapres.

Hal itu disebabkan petani merupakan entitas sosial terbesar di negeri ini sehingga entitas sosial ini menjadi sangat seksi untuk diperebutkan seluruh pasangan kandidat. Entitas petani akan menjadi lumbung suara yang sangat menentukan kemenangan capres/cawapres. Menurut Sensus Pertanian Tahun 2013, jumlah rumah tangga usaha pertanian (RTP) mencapai 26,14 juta RTP.

Page 51: (Sindonews.com) Opini ekonomi 12 Mei 2014-2 Juni 2014

Jika diasumsikan setiap RTP terdiri dari empat jiwa, dalam entitas sosial ini terdapat minimal 104,6 juta jiwa yang kehidupannya secara struktural bergantung pada sektor pertanian. Jika kedaulatan ada di tangan rakyat, demokrasi menjadi pilar ideologi yang dijunjung tinggi, maka sebagai entitas sosial terbesar, secara teori para petani akan menjadi pemegang kedaulatan di Republik ini. Mereka akan menempati posisi terhormat secara sosial, ekonomi, maupun politik.

Menurut hitung-hitungan matematika sederhana, jika rata- rata setiap RTP punya tiga hak suara dalam pemilu presiden/wakil presiden (Pilpres) 9 Juli nanti, maka dari entitas sosial ini akan dapat didulang sedikitnya 78 juta suara. Jumlah yang sangat signifikan untuk dapat mengantarkan seorang capres/cawapres menuju kursi RI-1 dan RI-2.

Inferior

Namun, realitas kehidupan tidak selamanya berjalan linier sesuai pakem dan teori-teori sosial politik. Meminjam tesis ekonom India, Arun Jaetly, sektor pertanian di Indonesia adalah sektor yang penting secara ekonomi, sensitif secara politik, namun sangat inferior secara sosial. Dalam konteks perekonomian nasional, sektor pertanian sangat penting karena merupakan penyumbang produk domestik bruto (PDB) utama dan penyedia lapangan kerja terbesar.

Sebaliknya, ditinjau dari sisi sosial sektor pertanian memiliki posisi yang sangat inferior. Sektor ekonomi yang satu ini dari tahun ke tahun selalu identik dengan kantong kemiskinan. Sekitar 68,55% penduduk miskin di Indonesia tinggal di wilayah pedesaan, sebagian besar berprofesi sebagai petani (BPS, 2007). Jumlah rumah tangga petani gurem (petani yang menggarap kurang dari 0,5 hektare) pada tahun 2013 mencapai jumlah 14,25 juta rumah tangga atau sebesar 55,33% dari rumah tangga pertanian pengguna lahan.

Tingkat kesejahteraan petani dari tahun ke tahun mengalami stagnasi, bahkan cenderung mengalami penurunan. Angka nilai tukar petani (NTP) yang menjadi salah satu tolok ukur tingkat kesejahteraan petani tidak menunjukkan angka yang menggembirakan.

Data Institute for Development of Economics and Finance (Indef) yang tertuang dalam laporan bertajuk ”Kebijakan Ekonomi 5 tahun Mendatang: Merebut Momentum, Membalik Keadaan”, yang dipublikasikan belum lama ini menyimpulkan bahwa terjadi penurunan NTP dari 117 pada 2004 menjadi 107 pada 2013. Hal itu antara lain disebabkan sepanjang sejarah pembangunan sektor pertanian cenderung bias perkotaan (urban bias), membela kepentingan konsumen perkotaan dan industri.

Secara kasatmata, petani selalu dihadapkan pada dua kekuatan eksploitasi ekonomi. Pada pasar faktor produksi, seperti pupuk, benih, obat-obatan, dan sarana produksi lainnya, mereka selalu dihadapkan pada kekuatan pasar monopolistis. Giliran menjual hasil panen, mereka berhadapan dengan kukuhnya tembok pasar monopsonistis.

Page 52: (Sindonews.com) Opini ekonomi 12 Mei 2014-2 Juni 2014

Untuk itulah, petani memimpikan hadirnya seorang capres/cawapres yang memiliki rasa kepedulian yang tinggi, memiliki rasa empati, serta rasa keberpihakan kepada petani. Kepedulian, empati, dan keberpihakan tersebut merupakan sebuah keniscayaan untuk membantu para petani dalam menghadapi kegagalan pasar (market failure) akibat tak terpenuhinya asumsi-asumsi dasar pembangunan.

Sosok capres/cawapres impian petani adalah sosok yang secara gigih dan tulus memperjuangkan hak-hak normatif petani. Sosok yang mau hadir di tengah- tengah petani dan berusaha menjadi bagian dari solusi semua persoalan yang dihadapi. Dari kelangkaan pupuk seperti yang terjadi saat ini, mahalnya harga benih impor, terpuruknya harga jual komoditas pangan saat panen raya, rusaknya sarana infrastruktur pertanian, hingga terbatasnya akses permodalan dan pemasaran.

Pendek kata, sosok capres/cawapres impian petani adalah sosok yang mau menjadi teman abadi bagi petani. Bukan sosok yang menjadikan petani hanya teman sementara demi tercapainya tujuan politik jangka pendek semata. ●

TOTO SUBANDRIYO

Praktisi Sektor Pertanian

Page 53: (Sindonews.com) Opini ekonomi 12 Mei 2014-2 Juni 2014