SIMULASI PENGARUH SEDIMENTASI DAN KENAIKAN · PDF filememiliki pengertian sebagai ilmu yang...
Transcript of SIMULASI PENGARUH SEDIMENTASI DAN KENAIKAN · PDF filememiliki pengertian sebagai ilmu yang...
SIMULASI PENGARUH SEDIMENTASI DAN KENAIKAN CURAH
HUJAN TERHADAP TERJADINYA BENCANA BANJIR
Disusun Oleh:
Kelompok 4
Rizka Permatayakti R.N E14100064
Galuh Ajeng Septaria E14100046
Indri Setyawanti E14100066
Dyah Puspita Laksmi Tari E14100126
Ari Sektiaji E14100105
Fikri Bagus W. E14100082
Advent Kristian P. E14100053
Agam Wesly S. Sembiring E14100049
Andita Ayuningtyas E14100014
Maizurra Septi E14100121
Dippos Anugerah E14100117
Dosen :
Dr. Ir. Budi Kuncahyo, MS
DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2013
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Hutan merupakan suatu suatu ekosistem yang memiliki beragam fungsi,
salah satu adalah sebagai hidrologis. Hidrologis berasal dari kata hidrologi yang
memiliki pengertian sebagai ilmu yang membahas air di bumi, terjadinya,
sirkulasinya dan agihannya (distribution), sifat-sifat kimia dan fisikanya dan
reaksinya dengan lingkungannya, termasuk reaksinya terhadap benda-benda
hidup. Fungsi ini dapat dilakukan untuk melakukan kajian dalam mengatasi banjir
yang sering terjadi di wilayah Indonesia. Banjir merupakan suatu peristiwa yang
terjadi ketika kurangnya daerah resapan air sehingga air tidak dapat melakukan
proses infiltrasi di dalam tanah. Selain kurangnya daerah resapan air, banjir dapat
terjadi karena jenuhnya lapisan tanah menerima air, sehingga air hujan tergenang
pada permukaan tanah.
Salah satu faktor yang menyebakan terjadinya banjir antara lain jumlah
curah hujan yang turun, dan kondisi permukaan tanah. Curah hujan dan kondisi
permukaan tanah merupakan faktor yang sangat mempengaruhi terjadinya banjir,
karena ketika tanah tidak mampu melakukan infiltrasi dengan maksimal atau tidak
memiliki daerah resapan yang air maka dapat menyebabkan air mejadi tergenang
di suatu permukaan. Salah satu akibat banjir dapaat terjadinya suatu sedimentasi.
Sedimentasi adalah terangkutnya material tanah dari lokasi semula sehingga
terpisah dari batuan induknya. Perpindahan material bisa disebabkan oleh air, dan
udara. Makalah ini akan menjelaskan hubungan antara besarnya pengaruh
sedimentasi dan kenaikan curah hujan terhadap terjadinya banjir, sehingga
pembaca dapat mengetahui hubungan kejadian banjir yang sering terjadi di
wilayah Indonesia dengan kejadian yang lain
Tujuan
1. Mengetahui pengaruh sedimentasi terhadap terjadinya bencana banjir.
2. Mengetahui pengaruh kenaikan curah hujan terhadap terjadinya
bencana banjir.
3. Mengetahui keterkaitan faktor-faktor yang menyebabkan bencana
banjir di DAS bagian hilir.
4. Menguji hipotesis yang berbunyi “apabila terjadi kenaikan curah hujan
dan penurunan kapasitas sungai, maka debit banjir akan meningkat”
TINJAUAN PUSTAKA
Banjir dapat diberi batasan sebagai laju aliran permukaan yang
menyebabkan aliran sungai melebihi kapasitas saluran-saluran drainase (Lee
1990). Hal tersebut dapat terjadi akibat jumlah dan kecepatan aliran permukaan
meningkat melebihi kapasitas saluran drainase, dan atau kapasitas saluran
drainase berkurang, sehingga lebih kecil dari jumlah dan kecepatan aliran
permukaan. Peningkatan jumlah dan kecepatan aliran permukaan, selain akibat
hujan ekstrim juga oleh perubahan penggunaan lahan yang menyebabkan lahan
terbuka, dan pemadatan tanah. Keterbukaan lahan menyebabkan jumlah dan
intensitas hujan yang sampai di permukaan tanah meningkat, sedangkan
pemadatan tanah menyebabkan berkurangnya kapasitas infiltrasi tanah, sehingga
jumlah dan aliran permukaan meningkat.
Sedimentasi adalah masuknya muatan sedimen ke dalam suatu lingkungan
perairan tertentu melalui media air dan diendapkan di dalam lingkungan tersebut.
Sedimen-sedimen organik dan anorganik meningkatkan volume banjir, dan
apabila mengendap dalam suatu saluran sungai akan mengurangi daya dukung dan
meningkatkan kemungkinan banjir melintasi atau melebihi tepi sungai.
Pendangkalan waduk-waduk yang disebabkan sedimen tersebut menurunkan
kegunaan sebagai pengendalian banjir dan maksud-maksud lainnya (Lee 1990).
Menurut Rahim (2006) air hujan yang menjadi run off sangat bergantung
kepada intensitas hujan, penutupan tanah, dan ada tidaknya hujan yang terjadi
sebelumnya (kadar air tanah sebelum terjadinya hujan). Debit puncak dapat
dikatakan sebagai debit kritis yang menyebabkan banjir. Debit puncak terjadi
ketika seluruh aliran permukaan yang berada di daerah aliran sungai (DAS)
mencapai titik outlet (Asdak 2002, Rahim 2006, Arsyad 2010). Ada dua faktor
utama yang mempengaruhi besarnya debit puncak, yaitu karakteristik hujan dan
karakteristik DAS (Pramono et al. 2009). Karakteristik hujan, meliputi lama,
jumlah, intensitas, dan distribusi hujan. Sedangkan karakteristik DAS meliputi
ukuran, bentuk, topografi, jenis tanah, geologi, dan penggunaan lahan.
Debit puncak penting untuk diketahui dalam kerangka pengendalian banjir
dan perancangan bangunan pengendali debit puncak (Rahim 2006). Sebagian
besar puncak dapat dikendalikan dengan menggunakan bangunan-bangunan
keteknikan, pengelolaan lahan bagian hulu, dan vegetasi secara umum.
Bendungan (reservoir) pengendali banjir diperkirakan mengurangi kerugian
ekonomis sekitar 60% (Holt dan Langbein 1955 dalam Lee 1990). Sebagian besar
DAS yang akan dilakukan perencanaan pengelolaan DAS kurang tersedia data
hidrologi yang memadai, untuk itu diperlukan suatu pemodelan hidrologi yang
sesuai dengan kondisi biofisik DAS tersebut (Murtiono 2008).
Pemodelan hidrologi sudah sejak lama diterapkan (Murtiono 2008).
Prediksi debit maksimum (metode rasional) yang berdasarkan pada curah hujan,
luas DAS, dan karakteristik DAS telah diperkenalkan pada tahun 1850 oleh
Mulvaney (Fleming 1979 dalam Murtiono 2008). Metode rasional dalam
menentukan laju banjir aliran permukaan (debit puncak) mempertimbangkan
waktu konsentrasi, yaitu waktu yang dibutuhkan air yang mengalir di permukaan
tanah dari tempat yang terjauh sampai tempat keluarnya (outlet) di suatu daerah
aliran (Arsyad 2010).
METODOLOGI
Waktu dan Tempat
Praktikum Bometrika Hutan dilakukan pada hari Senin 16 Desember 2013
pukul 07.00 – 10.00 WIB yang bertempat di RK X 302, Fakultas Kehutanan,
Institut Pertanian Bogor.
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan pada praktikum adalah alat tulis, seperangkat
computer dengan perangkat lunak (software) Ms. Word, Ms. Excel, MiniTab 14,
dan Stella 9.0.2. Bahan yang digunakan adalah data curah hujan selama 10 tahun
terakhir (1995-2004), data luas dan kondisi DAS, data tutupan lahan beserta
luasannya, dan data koefisien limpasan sesuai tutupan lahan.
Metode Praktikum
Langkah kerja praktikum adalah sebagai berikut:
1. Menentukan topik yang akan dimodelkan
2. Mencari literatur yeng terkait dengan topik pemodelan
3. Menganalisis data pada literatur rujukan dan menentukan variabel yang terkait
4. Mengolah data yang dibutuhkan
5. Merumuskan kondisi yang mungkin terjadi
6. Membuat simulasi model
Pengolahan Data
Pengolahan data yang dilakukan adalah sebagai berikut:
1. Menyusun data curah hujan tahunan berdasarkan rujukan
2. Menghitung waktu konsentrasi dengan rumus:
(
)
Keterangan:
tc = Waktu konsentrasi (jam)
L = Panjang sungai (km)
S = Kemiringan (m)
3. Menghitung intensitas curah hujan dengan rumus:
(
)
Keterangan:
I = Intensitas curah hujan (mm/jam)
R = Curah hujan (mm)
t = Lamanya hujan (jam)
4. Menentukan koefisien limpasan berdasarkan jenis tutupan lahan dengan rumus
sebagai berikut:
∑
∑
Keterangan:
CDAS = Koefisien limpasan DAS
Ci = Koefisien limpasan sesuai tutupan lahan
Ai = Luas masing-masing tutupan lahan
5. Penentuan debit banjir dengan rumus:
Keterangan:
Qp = Debit puncak (mm3/detik)
C = Koefisien limpasan
I = Intensitas hujan (mm/jam)
A = Luas DAS (km2)
Pemodelan Sistem
Untuk pemodelan yang fleksibel dan multiguna dapat dilakukan dengan
fase-fase sebagai berikut (Purnomo 2012):
a. Identifikasi Isu, Tujuan, dan Batasan
Identifikasi isu bertujuan untuk mengetahui manfaat dilakukannya pemodelan,
setelah melakukkan identifikasi isu kemudian ditetapkan tujuan dan batasan
dilakukannya pemodelan seperti batasan isu, batasan ruang, dan batasan waktu.
b. Konseptualisasi Model
Pada tahapan ini dilakukan penyusunan model dan klasifikasi komponen-
komponen pemodelan tahap awal (skenario 1) yang terdiri dari:
1. Stok = Debit banjir (mm3/detik)
2. Inflow = Debit puncak (mm3/detik)
3. Outflow = Debit tertampung (mm3/detik)
4. Auxiliary variabel = Intensitas curah hujan (mm/jam), Run off
5. Driving variabel = Waktu konsentrasi (jam) dan Curah hujan (mm)
6. Konstanta = Luas DAS (km2).
c. Spesifikasi Model
d. Evaluasi Model
e. Penggunaan Model
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pemodelan sistem merupakan salah satu cara penyederhanaan suatu sistem
untuk dilakukan analisis, simulasi, maupun evaluasi. Proses pembuatan model
sistem harus disesuaikan dengan realita yang terjadi pada kehidupan nyata agar
hasil yang diperoleh akurat dan dapat diterapkan. Debit puncak merupakan debit
air hujan maksimum yang dapat terjadi di suatu DAS saat hujan turun selama
waktu tertentu. Ketika dikurangkan dengan kapasitas sungai maka diketahui
besarnya air hujan yang tidak tertampung oleh sungai dan membanjiri suatu DAS.
Konseptualisasi dan Spesifikasi model
Terdapat berbagai faktor yang mempengaruhi terjadinya bencana banjir.
Di berbagai literatur faktor-faktor tersebut dibagi menjadi tiga bagian berdasarkan
lokasinya yaitu daerah hulu, tengah, dan hilir suatu DAS. Untuk bagian hilir,
faktor yang mempengaruhi diantaranya adalah curah hujan yang turun di daerah
tersebut dan kapasitas sungai. Curah hujan yang terjadi mempengaruhi besarnya
debit air yang akan ditampung oleh sungai. Kapasitas sungai sendiri dipengaruhi
salah satunya oleh sedimentasi. Berdasarkan kedua faktor tersebut maka perlu
disusun simulasi pemodelan untuk mengetahui besarnya banjir yang mungkin
terjadi.
Pemodelan sistem yang disusun adalah model debit puncak sebagai
parameter besarnya banjir di suatu DAS. Pada kasus ini digunakan data curah
hujan DAS Percut, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara sejak tahun 1995
hingga 2004 merujuk data penelitian Machairiyah (2007). Pada praktikum
penyusunan model, dipilih dua faktor yang mempengaruhi debit banjir yaitu
sedimentasi dan kenaikan curah hujan. Hal ini tentukan berdasarkan informasi
yang ingin diketahui yaitu kondisi debit banjir pada DAS bagian hilir.
Berdasarkan kedua faktor tersebut, dibangun skenario-skenario untuk
mengetahui debit banjir DAS pada kondisi tertentu. Skenario tersebut adalah
sebagai berikut:
1. Pemodelan debit banjir awal
2. Pemodelan debit banjir apabila curah hujan meningkat dua kali lipat dari
curah hujan rata-rata
3. Pemodelan debit banjir apabila terjadi sedimentasi sebesar 0.002 m3/tahun
4. Pemodelan debit banjir apabila terjadi peningkatan curah hujan sebesar dua
kali lipat dan terjadi sedimentasi sebesar 0.002 m3/tahun.
Sebelum dilakukan pemodelan dilakukan penyederhanaan variabel dan
pengolahan data terlebih dahulu. Persamaan yang terbentuk disusun berdasarkan
dugaan yang mengacu pada skripsi rujukan. Asumsi-asumsi yang digunakan
dengan tujuan menyederhanakan pemodelan diantaranya sebagai berikut:
1. Kapasitas DAS mampu menampung sebesar 150 mm3/detik selama hujan
turun
2. Waktu konsentrasi digunakan sebagai lamanya hujan dan bersifat tetap
3. Digunakan data curah hujan tahunan sesuai rujukan
4. Intensitas curah hujan dihitung berdasarkan waktu konsentrasi tetap
5. Koefisien run off bersifat tetap sesuai luas tutupan lahan dalam DAS
Model konseptual tersaji dalam gambar di bawah ini:
Gambar 1. Pemodelan debit banjir awal
Gambar 2. Terjadi peningkatan curah hujan sebesar dua kali lipat
Gambar 3. Terjadi sedimentasi
Gambar 4. Terjadi sedimentasi dan curah hujan meningkat
Evaluasi Model
Pada pemodelan mengenai debit banjir yang dilakukan, ditemukan
variabel yang sama namun menempati posisi yang berbeda dalam sistem. Seperti
pada skenario 2 run off menduduki posisi sebagai driving variabel, tetapi pada
skenario 1 variabel tersebut menduduki posisi sebagai auxiliary variabel. Hal ini
dikarenakan skenario 2 merupakan modifikasi dari skenario 1, bukan dikarenakan
ketidakkonsistenan variabel. Nilai run off bersifat tetap sesuai tutupan lahan,
sehingga dapat dilakukan duplikat variabel untuk digunakan pada model
selanjutnya. Debit banjir diperoleh dari pengurangan antara debit puncak hujan
dengan debit yang dapat ditampung oleh sungai. Pada pemodelan, faktor curah
hujan mempengaruhi inflow atau debit puncak. Semakin besar curah hujan, maka
debit puncak akan semakin meningkat. Faktor sedimentasi mempengaruhi outflow
yaitu kapasitas sungai menampung air hujan. Semakin besar sedimentasi atau
gangguan aliran sungai, maka kapasitas sungai akan semakin menurun.
Grafik yang diperoleh bersifat eksponensial. Grafik perbandingan skenario
menjelaskan bahwa faktor sedimentasi dan curah hujan meningkatkan debit banjir
suatu DAS sesuai dengan hipotesis yang ingin dibuktikan. Tetapi meningkatnya
curah hujan lebih berpengaruh nyata dibandingkan dengan terjadinya sedimentasi.
Berdasarkan model yang disusun, sedimentasi dan curah hujan tidak memiliki
keterkaitan secara langsung terhadap meningkatnya debit banjir, tetapi keduanya
mempengaruhi besarnya debit banjir. Keduanya bersifat menambah besarnya
debit banjir.
Grafik perbandingan setiap skenario
Nilai yang membentuk grafik di atas tercantum dalam tabel di bawah ini:
Penggunaan Model
Pemodelan pengaruh sedimentasi dan kenaikan curah hujan terhadap debit
banjir dapat digunakan untuk membuktikan hipotesis bahwa sedimentasi dan
kenaikan curah hujan dapat meningkatkan debit banjir suatu DAS. Berdasarkan
pemodelan tersebut juga dapat diketahui besarnya debit banjir yang mungkin
terjadi apabila terdapat sedimentasi dan terjadi kenaikan curah hujan, sehingga
7:31 31 Des 2013Page 1
1995.00 1996.80 1998.60 2000.40 2002.20 2004.00
Tahun
1:
1:
1:
2:
2:
2:
3:
3:
3:
4:
4:
4:
-50
350
750
0
3000
6000
-50
500
1050
0
3500
7000
1: DEBIT BANJIR 1 2: DEBIT BANJIR 2 3: DEBIT BANJIR 3 4: DEBIT BANJIR 4
11 1
1
1
2
2
2
2
2
3 3
3
3
3
4
4
4
4
4
dapat ditentukan kebijakan penanggulangan yang tepat. Pemodelan yang telah
dibuat dapat digunakan untuk menyusun perencanaan pembangunan
penanggulangan banjir. Perencanaan pembangunan juga dapat dirumuskan dengan
membuat pemodelan lanjutan. Data yang sudah ada dapat dipadukan dengan
mendata skenario-skenario yang mungkin terjadi untuk dimodelkan lebih lanjut.
KESIMPULAN
Terjadinya sedimentasi menyebabkan meningkatnya debit banjir, begitu
pula dengan meningkatnya curah hujan. Namun curah hujan lebih berpengaruh
nyata pada peningkatan debit banjir. Hipotesis yang berbunyi “sedimentasi dan
peningkatan curah hujan dapat meningkatkan debit banjir” dapat dibuktikan
menggunakan model yang telah dibuat. Berdasarkan pemodelan yang disusun,
sedimentasi dan kenaikan curah hujan tidak memiliki keterkaitan secara langsung
dalam mempengaruhi besarnya debit banjir. Tetapi keduanya sama-sama bersifat
meningkatkan debit banjir.
DAFTAR PUSTAKA
Arsyad S. 2010. Konservasi Tanah dan Air. Bogor: IPB Press.
Asdak C. 2002. Hidrologi dan Pengelolaan DAS. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press.
Lee R. 1980. Hidrologi Hutan. Subagio S, penerjemah; Prawirohatmodjo S,
editor. 1986. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Terjemahan
dari: Forest Hydrology.
Machairiyah. 2007. Analisis Curah Hujan Untuk Pendugaan Debit Banjir Dengan
Metode Rasional Pada Das Percut Kabupaten Deli Serdang [skripsi].
Medan (ID): Universitas Sumatera Utara.
Murtiono UH. 2008. Kajian Model Estimasi Volume Limpasan Permukaan, Debit
Banjir Aliran, dan Erosi Tanah Dengan Model Soil Conservation Service
(SCS), Rasional dan Modified Universal Soil Loss Equation (MUSLE)
(Studi Kasus di Das Keduang, Wonogiri). Jurnal Forum Geografi
Volume (22, No. 2, Desember 2008: 169-185).
Pramono IB, Wahyuningrum N, Wuryanta A. 2009. Penerapan Metode Rational
Untuk Estimasi Debit Banjir Pada Beberapa Luas Sub DAS. Jurnal
Penelitian Hutan dan Konservasi Alam Volume (VII No. 2: 161-176,
2010).
Purnomo H. 2012. Pemodelan dan Simulasi untuk Pengelolaan Adaptif Sumber
Daya Alam dan Lingkungan. Bogor: IPB Press.
Rahim SE. 2006. Pengendalian Erosi Tanah: Dalam Rangka Pelestarian
Lingkungan Hidup. Jakarta: PT. Bumi Aksara.