SIARAN RELAY SRV SEBAGAI EMBRIO SISTEM STASIUN … hari wiryawan.pdf · 2002 tentang Penyiaran...

24
SIARAN RELAY SRV SEBAGAI EMBRIO SISTEM STASIUN JARINGAN (SSJ) DI INDONESIA (1933-1942) Hari Wiryawan 1 Program Studi Ilmu Komunikasi Universitas Sahid Surakarta Abstract One of the crucial points in law enforcement of Indonesia Broadcasting Act No. 32 of 2002 is regulation on Network Stations System (Sistem Stasiun Jaringan-SSJ). This Broadcasting Act stipulates that broadcasting service in Indonesia consist of local station and network stations system. This regulations indirectly provide two (2) options only, namely broadcasting services that became local station or network stations system. For becoming a local station, it is enough to broadcast in the coverage area that has been determined in the regulation of frequency allocation. The allocation is given to radio and television stations to broadcast local only. For broadcasting services which want to expand outreach over the broadcast coverage area that is set to be cooperating with other broadcasting services in a partnership called Network Stations System. SSJ/Network Station System is "working procedures governing the relay broadcast regularly between broadcasting services, where the system consists of a base or main station network to act as coordinator and member of the network stations form a network system. The regulations of the SSJ/Network Station System are in Broadcasting Act No. 32 of 2002 on Broadcasting is actually not new in the world of broadcasting in Indonesia. I did a search on the discourse of SSJ/Network Station System, showed that the old bibliographies and documents gave suspicion that the SSJ/Network Station System is not a discourse on paper or on a seminar forum only, but also it has been worked practically in radio broadcasting services since the beginning of the development of Indonesia broadcasting. Less than one year after the first Indonesian radio station established in 1 April 1933 in Solo, that is Solosche Radio Vereeniging (SRV), embrio of SSJ/Network Station System was born. SRV was known as the pioneer of the indigenous-owned radio station Based on this point of view, I try to assess in this paper regarding the form or model of the embrio of SSJ/Network Station System and its development in the early years of Indonesia. In this paper I do not intend to discuss the problems faced in the implementation of Indonesia Broadcasting Act No. 32 of 2002 in terms of SSJ/Network Station System, but will attempt to identify the shape or model of the SSJ/Network Station System used by Radio Ketimuran at 1 Direktur Lembaga Pers dan Penyiaran Surakarta (LPPS)

Transcript of SIARAN RELAY SRV SEBAGAI EMBRIO SISTEM STASIUN … hari wiryawan.pdf · 2002 tentang Penyiaran...

Page 1: SIARAN RELAY SRV SEBAGAI EMBRIO SISTEM STASIUN … hari wiryawan.pdf · 2002 tentang Penyiaran adalah ketentuan tentang Sistem Stasiun Jaringan. UU Penyiaran itu mengatur bahwa lembaga

SIARAN RELAY SRV SEBAGAI EMBRIO SISTEM STASIUN

JARINGAN (SSJ) DI INDONESIA (1933-1942)

Hari Wiryawan1

Program Studi Ilmu Komunikasi Universitas Sahid Surakarta

Abstract

One of the crucial points in law enforcement of Indonesia Broadcasting

Act No. 32 of 2002 is regulation on Network Stations System (Sistem Stasiun

Jaringan-SSJ). This Broadcasting Act stipulates that broadcasting service in

Indonesia consist of local station and network stations system. This regulations

indirectly provide two (2) options only, namely broadcasting services that

became local station or network stations system. For becoming a local station, it

is enough to broadcast in the coverage area that has been determined in the

regulation of frequency allocation. The allocation is given to radio and television

stations to broadcast local only. For broadcasting services which want to expand

outreach over the broadcast coverage area that is set to be cooperating with other

broadcasting services in a partnership called Network Stations System.

SSJ/Network Station System is "working procedures governing the relay

broadcast regularly between broadcasting services, where the system consists of a

base or main station network to act as coordinator and member of the network

stations form a network system. The regulations of the SSJ/Network Station

System are in Broadcasting Act No. 32 of 2002 on Broadcasting is actually not

new in the world of broadcasting in Indonesia.

I did a search on the discourse of SSJ/Network Station System, showed

that the old bibliographies and documents gave suspicion that the SSJ/Network

Station System is not a discourse on paper or on a seminar forum only, but also it

has been worked practically in radio broadcasting services since the beginning of

the development of Indonesia broadcasting. Less than one year after the first

Indonesian radio station established in 1 April 1933 in Solo, that is Solosche

Radio Vereeniging (SRV), embrio of SSJ/Network Station System was born. SRV

was known as the pioneer of the indigenous-owned radio station

Based on this point of view, I try to assess in this paper regarding the

form or model of the embrio of SSJ/Network Station System and its development

in the early years of Indonesia. In this paper I do not intend to discuss the

problems faced in the implementation of Indonesia Broadcasting Act No. 32 of

2002 in terms of SSJ/Network Station System, but will attempt to identify the

shape or model of the SSJ/Network Station System used by Radio Ketimuran at

1 Direktur Lembaga Pers dan Penyiaran Surakarta (LPPS)

Page 2: SIARAN RELAY SRV SEBAGAI EMBRIO SISTEM STASIUN … hari wiryawan.pdf · 2002 tentang Penyiaran adalah ketentuan tentang Sistem Stasiun Jaringan. UU Penyiaran itu mengatur bahwa lembaga

the beginning of its development, especially that practiced by SRV in the city of

Surakarta 1934-1942.

Key Words: Embrio SSJ/Network Station System, Solosche Radia Vereeniging,

Relay System

Pendahuluan

Salah satu titik krusial dalam penerapan Undang-undang No 32 tahun

2002 tentang Penyiaran adalah ketentuan tentang Sistem Stasiun Jaringan. UU

Penyiaran itu mengatur bahwa lembaga penyiaran di Indonesia terdiri dari

lembaga penyiaran lokal (stasiun lokal) dan lembaga penyiaran jaringan.2

Ketentuan ini secara tidak langsung hanya memberikan 2 (dua) pilihan kepada

lembaga penyiaran yaitu menjadi stasiun lokal atau stasiun jaringan.3

Untuk menjadi lembaga penyiaran lokal, sebuah stasiun cukup bersiaran

sesuai jangkaun siaran (coverage area) yang telah di tentukan dalam peraturan

alokasi frekuensi. Alokasi itu pada umumnya diberikan kepada stasiun radio atau

televisi hanya untuk siaran lokal.4 Bagi lembaga penyiaran yang ingin melebarkan

jangkuan siaran lebih dari coverage area yang telah diatur harus menjalin

kerjasama dengan lembaga penyiaran lain dalam sebuah kerjasama yang disebut

dengan Sistem Stasiun Jaringan (SSJ).5

SSJ adalah “tata kerja yang mengatur relay siaran secara tetap antar

lembaga penyiaran,6 dimana sistem itu terdiri dari stasiun induk jaringan yang

bertindak selaku koordinator dan stasiun anggota jaringan yang membentuk suatu

sistem jaringan kerja.7

2 Pasal 31 Undang-undang No 32 tahun 2002 tentang Penyiaran

3 Hal ini juga berarti bahwa dalam sistem penyiaran nasional di Indonesia tidak terdapat lembaga

penyiaran “nasional” yang dapat memiliki jangkauan siaran meliputi seluruh penduduk negeri ini. 4 Lihat misalnya Keputusan Menteri (KM) Perhubungan No 15/2003 ttg Rencana Induk (Master

Plan) Radio Penyelenggaraan Telekomunikasi Khusus untuk Keperluan Radio Siaran FM

(Frequency Modulation) dan KM No 76/2003 ttg Rencana Induk (Master Plan) Frekuensi Radio

Penyelenggaraan Telekomunikasi Khusus untuk Keperluan Televisi` Siaran Analog Pada Pita

Ultra High Frequency (UHF). Catatan: kedua KM telah direvisi. 5 Lihat Peraturan Menteri No 43/PER/M.KOMINFO/10/2009 tentang Penyelenggaraan Penyiaran

melalui Sistem Stasiun Jaringan oleh Lembaga Penyiaran Swasta Jasa Penyiaran Televisi. 6 Angka 3 psl 1 PP No 50 tahun 2005 ttg Penyelenggaraan Penyiaran Lembaga Penyiaran Swasta.

7 Ayat (1) Pasal 34 PP No 50/ 2005.

Page 3: SIARAN RELAY SRV SEBAGAI EMBRIO SISTEM STASIUN … hari wiryawan.pdf · 2002 tentang Penyiaran adalah ketentuan tentang Sistem Stasiun Jaringan. UU Penyiaran itu mengatur bahwa lembaga

Ketentuan mengenai SSJ yang diatur dalam Undang-undang No 32 tahun

2002 tentang Penyiaran sebenarnya bukan hal yang baru dalam dunia penyiaran di

Indonesia. Penelusuran yang saya lakukan atas wacana SSJ, menunjukkan bahwa

kepustakaan dan dokumen-dokumen lama memberikan indikasi bahwa SSJ bukan

merupakan wacana di atas kertas atau di atas meja seminar belaka, melainkan

telah nyata dipraktikkan dalam penyiaran radio sejak awal perkembangan

penyiaran di Indonesia. Kurang dari satu tahun setelah stasiun radio milik bangsa

Indonesia yang pertama berdiri yaitu Solosche Radio Vereeniging (SRV) di Solo

1 April 1933, embrio SSJ telah lahir. SRV dan stasiun radio milik pribumi ini

dikenal dengan sebutan Radio Ketimuran.

Untuk itulah, saya mencoba mengkaji dalam artikel ini mengenai bentuk

atau model embrio SSJ pada awal penyiaran di Indonesia yang diterapkan di Kota

Surakarta. Dalam artikel ini saya tidak bermaksud membahas problem yang

dihadapi dalam penerapan Undang-Undang No 32 tahun 2002 tentang Penyiaran

dalam hal SSJ.

Perumusan Masalah

Perumusan permasalahan pada artikel ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimanakah bentuk/model embrio Sistem Stasiun Jaringan (SSJ) di masa

awal penyiaran di Indonesia ?

2. Apa latar belakang dan tujuan Sistem Stasiun Jaringan (SSJ) pada masa itu

dan bagaimana memahami fenomena tersebut dari sisi sosial budaya dan

sosial politik ?

Pembatasan Masalah

Berdasarkan data awal yang saya peroleh mengenai perkembangan bentuk

atau model kerjasama relay, menunjukan bahwa SSJ pada masa Radio Ketimuran

atau masa perkembangan awal penyiaran di Indonesia telah berkembang pesat.

Mula-mula sistem relay di Kota Solo, kemudian berkembang menjadi kerjasama

antara dua-kota misalnya Solo-Jakarta, Solo-Semarang, dan Solo-Jogjakarta.

Model ini kemudian berkembang menjadi antara banyak-kota: Jakarta-Solo-

Page 4: SIARAN RELAY SRV SEBAGAI EMBRIO SISTEM STASIUN … hari wiryawan.pdf · 2002 tentang Penyiaran adalah ketentuan tentang Sistem Stasiun Jaringan. UU Penyiaran itu mengatur bahwa lembaga

Bandung. Lalu berkemang lagi menjadi Jakarta-Solo-Bandung-Jogjakarta-

Semarang-Surabaya. Stasiun radio yang terlibat semula hanya SRV, kemudian

bertambah hingga sekitar 8 stasiun radio, termasuk stasiun milik Belanda

NIROM. Dalam artikel ini saya membatasi permasalahan pada sistem relay yang

dilakukan SRV di Kota Surakarta/ Solo sebagai embrio SSJ.

Tinjauan Pustaka:

a. Embrio SSJ

Dalam melihat sejarah penyiaran di Indonesia terdapat tiga kepustakaan

utama yaitu buku berjudul SRV Gedenkboek, (1936), artikel Sarsito

Mangunkusumo, (1939) yang berjudul “Sri Paduka Pangeran Adipati Ario

Mangkunagoro VII dan Siaran Radio Ketimuran” dan buku berjudul Sejarah

Radio di Indonesia, (1953) terbitan Kementerian Penerangan (Kemenpen) RI,

Djawatan Radio Republik Indonesia (RRI)8

Buku SRV Gedenkboek (1936) adalah buku peringatan tentang sejarah

lahirnya penyiaran SRV dan Radio Ketimuran, yang diterbitkan oleh pengurus

SRV. Buku ini menjelaskan apa yang telah dilakukan SRV selama 2 tahun, antara

lain siaran relay yang diberi julukan “kiriman dari..” atau “hadiah dari...” (Kedua

istilah ini akan dibahas di bawah).

Sedangkan artikel yang ditulis Sarsito, sedikit menyinggung munculnya

organisasi Perikatan Perkumpulan Radio Ketimuran (PPRK) sebuah asosiasi

Radio Ketimuran yang menyelenggarakan SSJ. Sementara dalam buku Kemenpen

RI disinggung lebih rinci tentang mekanisme kerjasama SSJ antara PPRK dengan

stasiun milik Pemerintah Hindia Belanda Netherlands Indicshe Radio Oemroep

Maschappij (NIROM).

Sumber lain yang relevan ditelusuri adalah sejumlah buletin radio yaitu

Pewarta SRV (Solosche Radio Vereeniging) Solo; Berita SRI (Siaran Radio

Indonesia), Solo; Pewarta VORO (Vereeniging Oostersche Radio Oemroep),

Jakarta; Berita VORL, (Vereeniging Oostersche Radio Luisteraars), Bandung,

8 Lihat pula Wiryawan, (2011)

Page 5: SIARAN RELAY SRV SEBAGAI EMBRIO SISTEM STASIUN … hari wiryawan.pdf · 2002 tentang Penyiaran adalah ketentuan tentang Sistem Stasiun Jaringan. UU Penyiaran itu mengatur bahwa lembaga

Soeara Timoer (Buletin Perikatan Perkumpulan Radio Ketimuran-PPRK, Jakarta)

dan Soeara NIROM (Buletin NIROM Programma Ketimuran, Jakarta).

Dalam buletin tersebut akan ditemukan acara tertentu yang biasanya ada

penjelasan apakah acara tersebut merelay, direlay atau siaran dengan memutar

piringan hitam.

Untuk menulis artikel ini saya hanya menggunakan buletin Pewarta SRV,

dan Berita SRI. Buletin lain tidak sepenuhnya saya gunakan karena pertimbangan

relevansi dengan permasalahan yang saya tulis. Beberapa karya tulis saya, juga

saya gunakan berkaitan dengan masalah SSJ yang diterapkan oleh SRV. 9

b. Diversity of Owernership and Diversity of Content

Ketentuan tentang SSJ dalam Undang-Undang No 32 tahun 2002 tentang

Penyiaran seringkali dikaitkan dengan jargon “diveristy of ownership and

diversity of content” (DODC) (keragaman pemilik dan keragaman isi). Dengan

adanya SSJ diharapkan tumbuh keragaman pemilik lembaga penyiaran. Dengan

banyaknya pemilik stasiun radio/ TV maka diharapkan isi siaran juga akan makin

beragam.10

Perlunya keragaman pemilik dan keragaman isi siaran sebagai salah

satu alasan pembentukan SSJ dibahas oleh Judhariksawan (2010), Puji Rianto dkk

(2012), Amir Effendy Siregar (2014) dan tesis Lisa Mardiana (2010).11

Mardiana dalam tesis itu mewawancarai saya sebagai infoman. Saya

mengatakan:”...sistem stasiun berjaringan di Indonesia dirintis oleh lembaga

penyiaran yang bernama Solosche Radio Vereeniging (SRV) yang berdiri 1 April

1933...” (lampiran tesis).

9 Wiryawan, Hari (2006), “Sistem Jaringan Penyiaran Publik”, Makalah Seminar ttg “Perlunya

Kemitraan Antar Radio Siaran Publik Menuju Optimalisasi Pelayanan Siaran Seni Budaya”,

Gedung RRI Surakarta, 26 April; Wiryawan, Hari (2009), Sejarah Penyiaran Indonesia, 1933-

1942, KPID Jateng, Semarang; Wiryawan, Hari (2010), “Perlawanan Budaya: Kisah Solosche

Radio Vereeniging (SRV) Merintis Penyiaran di Indonesia,” Dialog Publik dalam “Deklarasi

Nasional Hari Penyiaran,” di Solo , 31 Maret-1 April 2010. 10

Saya belum menemukan siapa penemu dan yang mengenalkan jargon DODC. Jargon ini

diterima di Indonesia karena dianggap sesuai dengan kondisi Nusantara.

11

Judhariksawan (2010), Hukum Penyiaran, Rajawali Pers, Jakarta; Mardiana, Lisa (2010)

Implementasi Kebijakan Sistem Stasiun Jaringan dlm Industri Penyiaran Televisi di Kota

Semarang, Prog. Magister Ilmu Komunikasi, Pasca Sarjana Undip, Semarang; Puji Rianto dkk

(2012), Dominasi TV Swasta Tergerusnya Keberagaman Isi dan Kepemilikan, Promedia-Tifa,

Jakarta; Siregar, Amir Effendy (2014), Mengawal Demokratisasi Media: Menolak Konsentrasi,

Membangun Keberagaman, Kompas, Jakarta.

Page 6: SIARAN RELAY SRV SEBAGAI EMBRIO SISTEM STASIUN … hari wiryawan.pdf · 2002 tentang Penyiaran adalah ketentuan tentang Sistem Stasiun Jaringan. UU Penyiaran itu mengatur bahwa lembaga

Kajian Mardiana (2010), Rianto (2012), Judhariksawan (2010) maupun

Siregar (2014) memiliki kesamaan pandangan bahwa salah satu problem

penyiaran di Indonesia adalah kondisi penyiaran yang terlalu tersentralisasi ke

Jakarta. Kondisi ini tidak sehat karena Indonessia negeri yang luas dan kaya

keragaman budaya. Desentralisasi penyiaran dengan mengambil model SSJ

dianggap sebagai jawaban yang paling tepat mengatasi masalah ini.

c. Pengertian SSJ: Model Kerjasama

SSJ adalah sebuah mekanisme kerjasama antara dua atau lebih lembaga

penyiaran sedemikian rupa sehingga salah satu pihak akan menyiarkan materi

acara dari pihak lain pada saat bersamaan. Terdapat beberapa model kerjasama

SSJ yang dirumuskan oleh para ahli penyiaran, khususnya dari pengalaman

Amerika Serikat, karena negeri itu cukup luas sehingga tumbuh subur pemikiran

tentang SSJ. Namun izinkan saya menggunakan model yang digunakan peraturan

perundang-undangan di Indonesia.12

Bila model ini di jabarkan dalam gambar

maka akan muncul model SSJ seperti tampak pada Diagram-1.

Diagram 1 Diagram 2

Bentuk/ Model Dasar SSJ Bentuk/ Model Embrio SSJ di SRV

Diagram 1: Dasar: PP 50/2005; Merah: Induk Jaringan sbg Koordinator.

Putih: Anggota jaringan. Diagram 2: Pola Siaran Mingguan SRV: Merah:

Studio Pusat SRV sbg Kordinator. Putih: Anggota jaringan yang melakukan

siaran langsung relay.

12

PP No 50/2005 ttg Penyelenggaraan Penyiaran Lembaga Penyiaran Swasta dan Permen

No:43/PER/M.KOMINFO/10/2009 ttg Penyelenggaraan Penyiaran melalui Sistem Stasiun

Jaringan oleh Lembaga Penyiaran Swasta Jasa Penyiaran Televisi.

INDUK JARINGAN

Anggota Jaringan Anggota

Jaringan

Anggota Jaringan

Anggota Jaringan

Anggo Jaringan

Anggota Jaringanta

Anggota Jaringan

STUDIO PUSAT

SRV

Keraton Kasunanan

Pura Mangkunegaran

Kepatihan Kasunanan

Istana bangsawan lainnya....

Gedung Chuan Min Kung Hui

Kepatihan Mangkunegaran

SRI/ Masjid Agung

Page 7: SIARAN RELAY SRV SEBAGAI EMBRIO SISTEM STASIUN … hari wiryawan.pdf · 2002 tentang Penyiaran adalah ketentuan tentang Sistem Stasiun Jaringan. UU Penyiaran itu mengatur bahwa lembaga

Model pada Diagram-1 ini cukup sederhana dan bisa dijadikan patokan

sebagai model atau pola dasar SSJ. Varian model lain bisa lebih kompleks dan

rumit seperti yang diterapkan di Amerika Serikat yang diuraikan oleh Lisa

Mardiana (2010) maupun Primasanti (2009).13

Dengan model tersebut diatas akan

kita lihat nanti bagaimana bentuk embrio SSJ versi SRV. Namun sebelumnya

mari kita melihat wilayah tanah air dengan teknologi penyiaran.

Pembahasan

a. Luasnya Wilayah dan Keragaman Budaya Nusantara

Indonesia adalah salah satu negeri yang memiliki wilayah yang luas

terbentang dari Barat hingga Timur sepanjang 3.977 mil dari Samudera Hindia

hingga Samudera Pasifik dengan total luas negara 5.193.250 km² (mencakup

daratan dan lautan).14

Untuk menggambarkan luas wilayah Nusantara biasanya

dengan perbandingan peta Eropa: jika Sabang diletakkan di London, Inggris

maka Merauke akan berada di Istambul, Turki.

Kondisi geografis Indonesia yang luas dan berupa kepulauan ini

merupakan tantangan tersendiri bagi dunia penyiaran. Ini menjadi pekerjaan

rumah bagi para ahli teknologi penyiaran, baik secara geografis maupun secara

demografis.

Media penyiaran telah mencoba mengatasi tantangan yang ada di

Nusantara ini dengan berbagai cara, antara lain adalah meningkatkan kemampuan

teknologi khususnya daya atau power pemancar sebesar-besarnya agar bisa

menjangkau wilayah yang luas itu.

Hal ini pernah dilakukan oleh SRV. Setelah berdiri tanggal 1 April 1933,

SRV menggunakan pemancar yang bernama YOA2 dengan gemombang 52m.

Pemancar ini tidak begitu kuat dan hanya untuk memutar piringan hitam. Zender

atau pemancar ini digunakan sejak 1 April hingga Mei 1934. Pada Januari 1934

13

Mardiana, (2010), hal 25-36; Primasanti (2009), “Studi Eksplorasi Sistem Siaran Televisi

Berjaringan di Indonesia,” Jurnal Ilmiah Scriptura, vol 3 No 1 Januari 2009. 14

Ini menempatkan Indonesia negara terluas ke-7 setelah Rusia, Kanada, AS, China, Brasil dan

Australia

Page 8: SIARAN RELAY SRV SEBAGAI EMBRIO SISTEM STASIUN … hari wiryawan.pdf · 2002 tentang Penyiaran adalah ketentuan tentang Sistem Stasiun Jaringan. UU Penyiaran itu mengatur bahwa lembaga

SRV telah memiliki pemancar baru yang lebih kuat disebutkan bahwa siaran 5

Januari 1934 itu dapat diterima di negeri Belanda.15

Dengan perhatian SRV kepada luasnya jangkuan siaran itu, justru

berakibat pada kurangnya tergarap wilayah terdekat di kota Solo dan sekitarnya.

Pemancar yang diarahkan untuk wilayah yang jauh berakibat wilayah terdekat

kurang terlayani dengan baik.

SRV kemudian mengadakan dua pemancar baru yang khusus ditujukan

untuk pendengar lokal Solo dan sekitarnya. Pemancar dengan golflengte

150m, ditujukan untuk melayani kota Solo dan sekitarnya yang diresmikan

1939. Sementara untuk Jawa Tengah dengan pemancar khusus dengan

kekuatan 1 KW golflengte 89m.16

Dilain pihak stasiun radio Belanda NIROM, berdiri 1934, membuat

jaringan pemancar yang bisa terhubung satu dengan yang lain yang membentuk

suatu rantai pemancar sehingga siaran dapat diterima di tempat yang jauh.17

Pada

awalnya NIROM hanya menggunakan 4 zender yaitu di Tanjung Priok, Surabaya,

Bandung dan Semarang. Lalu ditambahkan dengan menjadi 20 zender (1936) dan

akhirnya 28 zender (1939) tersebar di Nusantara dengan kekuatan 17Kw.18

Perkembangan NIROM amat pesat dan jauh lebih besar dari radio di negeri

asalnya di Eropa19

.

Cara lain untuk menjangkau wilayah siaran yang luas, yang telah

digunakan radio-radio Ketimuran pada awal perkembangan penyiaran di

Indonesia adalah melalui siaran bersama atau relay.

b. SSJ Sebagai Alternatif

1. Embrio SSJ

Di atas saya menyebutkan, SSJ adalah salah satu alternatif untuk

mengatasi kendala jarak geografis. SSJ yang dikembangkan oleh SRV dan Radio

15

Lihat SRV Gedenkboek, (1936). Saya belum menemukan data ttg daya dari kedua pemancar

tersebut. 16

Wiryawan, (2011), h.186 17

Model perluasan jangkauan siaran dengan membentuk rantai pemancar ini mirip dengan apa

yang dilakukan oleh stasiun-stasiun TV swasta “nasional” yang berpusat di Jakarta. 18

Bandingkan dengan zender SRV yang hanya 2-3 Kw. 19

Wiryawan, (2011) mengutip Lustrum Soeara NIROM, No 7, 1 April 1939.

Page 9: SIARAN RELAY SRV SEBAGAI EMBRIO SISTEM STASIUN … hari wiryawan.pdf · 2002 tentang Penyiaran adalah ketentuan tentang Sistem Stasiun Jaringan. UU Penyiaran itu mengatur bahwa lembaga

Ketimuran lainnya pada akhirnya juga dapat menjangkau wilayah Nusantara.

Namun di sini saya hanya membahas embrio SSJ yang dilakukan dalam skala

kecil di kota Solo.

Pada awalnya, SSJ yang gunakan oleh SRV bukan untuk menjangkau

luasnya wilayah Indonesia, namun untuk menjangkau siaran di luar studio. Jarak

geografis menjadi kendala, meski jarak itu relatif dekat, kurang dari 10Km. Untuk

mengatasi jarak antara studio pusat dengan lokasi siaran, maka dibuatlah sistem

relay, dari lokasi siaran ke studio pusat.

Mungkin anda bertanya mengapa acara harus digelar di luar studio dan

apakah SRV belum punya studio? Saya ingin menjawab pertanyaan kedua lebih

dahulu: Setelah berdiri tahun 1933, SRV sudah memiliki studio sementara di

Kepatihan Mangkunegaran yang cukup luas. Tahun 1936, SRV memiliki gedung

studio baru pertama di Indonesia di Kestalan, Solo.

Untuk menjawab pertanyaan pertama, saya ingin mengajak anda untuk

menyelami peristiwa pada zaman itu dimana antusiasme masyarakat begitu tinggi

merespon hadirnya teknologi baru bernama radio. Mungkin suasananya seperti

hebohnya anak muda zaman sekarang dalam merespon maraknya media sosial

melalui jaringan internet.

Antusiasme yang tinggi untuk ikut berpartisipasi dalam siaran radio

ditanggapi dengan pintu terbuka oleh SRV. Masyarakat diperbolehkan bersiaran

di studio SRV.20

Salah satu warga yang ikut bersiaran adalah Gesang, yang kelak

sukses jadi penyanyi keroncong.

Namun tidak semua acara dapat digelar di studio yaitu pagelaran kesenian

Jawa dari para raja/ bangsawan pucuk pimpinan di kota Solo, acara siaran

langsung Sholat Jumat di Masjid Agung dan berbagai kegiatan etnis Tionghoa di

gedung Chuan Min Kung Hui, Solo.

20

Keterbukaan kepada partisipasi publik tidak hanya terjadi di SRV, tetapi juga di Radio

Ketimuran lainnya. Menarik untuk disimak bahwa salah satu prinsip dalam broadcasting law

dewasa ini adalah perlunya aturan akses publlik kepada media. Lihat Broadcasting Pluralism and

Media Diversity, Training Manual for African Regulators, Artikle19, London

(http://www.article19.0rg) dan Sajo, Andra and Monroe Price, Rights of Acces to the Media,

Kluwer Law International, London, Boston, The Hague, 1996.

Page 10: SIARAN RELAY SRV SEBAGAI EMBRIO SISTEM STASIUN … hari wiryawan.pdf · 2002 tentang Penyiaran adalah ketentuan tentang Sistem Stasiun Jaringan. UU Penyiaran itu mengatur bahwa lembaga

Mengapa acara dari raja atau bangsawaan tinggi tidak bisa dilakukan di

studio? Karena acara itu adalah “hadiah” dari Raja Keraton Kasunanan Surakarta

Hadiningrat Susuhunan Pakubuwono X; Adipati Mangkunegaran Mangkunegoro

VII; Patih Kasunaan Surakarta Joyonegoro, Patih Mangkunegaran Sarwoko

Mangunkusumo, Pangeran Kusumoyudo (putra PBX), Pangeran Prabuwinoto

(adik PB X) dsb.

Para raja dan patih tersebut masing-masing memiliki perangkat instrumen

gamelan sendiri, masing-masing memiliki kelompok penabuh atau nayaga sendiri,

masing-masing juga memiliki istana mereka sendiri. Sebagai contoh: Susuhunan

Pakubuwono X memiliki perangkat gamelan bernama, “Kyai Sekati dan Nyai

Sekati”, memiliki penabuh gamelan sendiri, dan berada di istananya sendiri yaitu

Keraton Kasunanan. Begitu pula Mangkunegoro VII memiliki gamelan “Kyai

Kanyut Mesem”, memiliki penabuh gamelan sendiri dan memiliki istana sendiri.

Patih Kasunanan, Patih Mangkunegaran, para pangeran juga memiliki alat,

kelompok kesenian, dan istana sendiri meski dengan skala yang lebih kecil.

Jika mereka siaran sepekan sekali dan harus pergi ke studio, misalnya,

tentu sangat merepotkan, harus membawa perangkat gamelan dan krunya setiap

pekan ke studio SRV. Bagaimana jika para penabuh gamelan itu yang datang ke

studio SRV? Bukankah di studio ada perangkat gamelan?

Untuk menjawab hal ini, saya ingin mengajak anda kembali masuk

menyelami konteks sosial budaya pada masa itu, dimana raja, keraton dan isinya

termasuk instrumen gamelannya dianggap sakral oleh rakyat banyak. Mengenai

hakikat keraton dan hubungaanya dengan rakyat banyak peneliti membahasnya

antara lain dalam Mark R Woodward (1999) dan Soedarisman Poerwokoesoemo

(1985). Woodward menggambarkan bahwa keraton adalah tempat yang suci

dimana raja adalah pusatnya sebagaimana orang Islam menggambarkan Ka’bah

dan kota Mekah. Keraton adalah pusat keberkahan dan kesuciaan, dan raja adalah

perwujudan dari nilai-nilai keillahian.21

21

Woodward, Mark R, 1999, Islam Jawa, Kesalehan Normatif vs Kebatinan, LkiS, Yogyakarta, h.

293.

Page 11: SIARAN RELAY SRV SEBAGAI EMBRIO SISTEM STASIUN … hari wiryawan.pdf · 2002 tentang Penyiaran adalah ketentuan tentang Sistem Stasiun Jaringan. UU Penyiaran itu mengatur bahwa lembaga

Oleh karena itu mendengarkan suara dari bunyi gamelan keraton baik

Kasunanan maupun Mangkunegaran adalah sesuatu yang istimewa, karena bunyi

dari gamelan keraton yang dianggap sakral. Sehingga menggunakan perangkat

sendiri dan kelompok penabuh sendiri di istana sendiri akan lebih memuaskan

kedua belah pihak baik sang pemberi “hadiah” acara yaitu raja dan sang penerima

hadiah yaitu pendengar radio, rakyat banyak. Keduanya merasa sangat puas jika

gamelan dan penabuhnya adalah dari kerajaan langsung. Bagi Mangkunegoro VII,

misalnya, mendengarkan gending “Kyai Kanyut Mesem” adalah sensasi

tersendiri, hal itu juga dirasakan masyarakat luas yang kini bisa mendengarkan

melalui radio di rumah.

Hubungan antara raja, rakyat dan keraton adalah “Tritunggal”. Raja adalah

untuk rakyat dan rakyat untuk raja. Karena keduanya adalah komponen kerajaan/

keraton. Rakyat dan raja saling membutuhkan.22

Saya teringat pendapat Jennifer Lindsay (1997) yang mengatakan bahwa

adanya teknologi radio yang mampu membawa kesenian istana kepada

masyarakat umum, identik dengan proses “demokratisasi” kesenian.

"...Mangkunegara's broadcasts of his palace musicians, for example, brought

"palace art" to any listeners with access to a receiver, at a time where other

princely houses— particularly in Yogyakarta—were also "democratizing" their

arts by making them available outside the palace,” kata Lindsay.23

Oleh karena itu jalan terbaik bagi pelaksanaan siaran itu adalah siaran live

dari lokasi istana-istana raja itu dengan cara relay. Tapi bagaimana cara

melakukan siaran relay itu?

Cara kerja siaran relay itu cukup sederhana yaitu24

bunyi gamelan dari

keraton Kasunanan atau pura Mangkunegaran ditangkap oleh mikrofon kemudian

22

Lihat Poerwokoesomo, Soedarisman, 1985, Kasultanan Yogyakarta, Suatu Tinjauan Kontrak

Politik (1877-1940), Gadjah Mada University Press, Yogyakaarta, h. 13 23

Lindsay, 1997, h.5 hanya menyebut nama Mangkunegoro VII dan Kesultanan Yogyakarta, tidak

menyebut Pakubuwono X. Dalam bidang penyiaran nama Mangkunegoro VII memang paling

dikenal. 24

Uraian pemancar mini dan cara bekerjanya adalah hasil wawancara dengan Stanley Harris

Novianto, anggota Organisasi Radio Amatir Indonesia (ORARI) YD2GBH, ahli pemancar radio

kuno gelombang pendek (shortwave), di Solo 1 Februari 2014. Novianto saat ini masih aktif

bersiaran dengan menggunakan radio gelombang pendek (shortwave- SW). Bukti siaranya sampai

Page 12: SIARAN RELAY SRV SEBAGAI EMBRIO SISTEM STASIUN … hari wiryawan.pdf · 2002 tentang Penyiaran adalah ketentuan tentang Sistem Stasiun Jaringan. UU Penyiaran itu mengatur bahwa lembaga

masuk ke dalam “pemancar kecil” yang berisi satu osilator, buffer dan satu atau

dua driver. Pemancar kecil ini kemudian mengirim ke studio SRV melalui

gelombang frekuensi radio. Dari Studio SRV kemudian disiarakan ke udara bebas

(free to air), dengan menggunakan “Pemancar Besar”.

Kekuatan “pemancar kecil” dalam studio mini itu bisa menjangkau sekitar

15 atau 25 kilometer. Jangkauan ini lebih dari cukup untuk bisa diterima oleh

pesawat penerima (receiver) di studio pusat SRV di Kepatihan atau di Kestalan25

.

“Pemancar kecil” yang portabel ini ukuranya sebesar map kertas dan tebalnya satu

jengkal.

“Pemancar Kecil” ini serupa dengan pemacar yang sering digunakan

kalangan militer yang biasanya dibawa di atas punggung seperti membawa tas

ransel. Bobot “Pemancar Kecil” ini relatif ringan dan mudah dibawa kemana-

mana.26

Dengan demikian ada semacam “studio mini” di masing-masing lokasi

siaran langsung. Pembuatan “studio mini” ini juga relatif sederhana, hanya

membutuhkan power listrik, dan microfon.

Gambar 1.

Foto kiri: Contoh “Pemancar Kecil” (perhatikan ukuran lebar depan < ukuran obeng) yang

digunakan SRV untuk mengirim siaran dari “studio mini” ke “studio pusat SRV”. “Pemancar

Kecil” dalam foto ini hanya contoh, bukan peninggalan SRV. (Foto: Itong Widjanto). Foto

kanan: “Pemancar Besar” (dengan tinggi sekitar 150cm) digunakan SRV untuk siaran dari studio

pusat ke seluruh Nusantara bahkan dunia. Dua pemancar ini pernah digunakan RRI dalam Perang

di berbabagi belahan dunia dibuktikan dengan pengiriman QSL Card, sebuah kartu konfirmasi

penerimaan frekuensi dengan standar internasional. 25

Jarak antara keraton Kasunanan dengan studio pusat SRV sekitar 3-4km 26

Wawancara dengan Stanley Harris Novianto.

Page 13: SIARAN RELAY SRV SEBAGAI EMBRIO SISTEM STASIUN … hari wiryawan.pdf · 2002 tentang Penyiaran adalah ketentuan tentang Sistem Stasiun Jaringan. UU Penyiaran itu mengatur bahwa lembaga

Kemerdekaan yang disebut “Radio Kambing”, 1948. Pemancar ini adalah peninggalan SRV. Foto

diambil di Gedung Monumen Pers Nasional Solo. (Foto: Mariatul Ikhrom, 2006)

Kembali saya ingin mengutip kalimat Jennifer Lindsay (1997) yang

memuji Mangkunegoro VII, bahwa siaran langsung telah membuat sesuatu yang

modern akrab dengan sesuatu yang lokal dan sesuatu yang lokal menjadi akrab

dengan kemoderenan. “Live broadcasting added another dimension, thouggh at

once localizing something modern and modernizing something local.

Mangkunagara VII’s brodacast of live gamelan musik was a totally modern act”.

2. “Kiriman dari...” dan “Hadiah dari...”

Di atas saya sudah menyinggung istilah “hadiah”, karena itu saya ingin

memperkenalkan beberapa istilah yang lazim dipergunakan pada waktu itu dalam

dunia penyiaran dimana istilah ini memiliki makna tertentu yang menjadi

kebiasaan untuk menandai atau menyebut bentuk siaran suatu acara. Istilah ini

tidak resmi, namun sering digunakan misalnya, “dari plaat-plaat gramaphone”

atau “opname dari plaat” istilah ini untuk menandakan bahwa acara tersebut

bukan siaran langsung. Musik yang diputar dari piringan hitam. Namun hal ini

tidak berarti bahwa jika tidak ada keterangan itu berarti merupakan siaran

langsung, sebab sebagian besar siaran di studio tidak diberi penjelasan. Sebagian

besar siaran yang bukan langsung tidak diberi keterangan apapun. Sekali lagi

istilah yang dipergunakan hanya kebiasaan bukan terminologi baku.

Sedangkan siaran langsung yang dilakukan di studio oleh kelompok musik

dari luar SRV biasanya diberi sebutan “sokongan”, atau “kiriman dari...” atau

“hadiah dari. .” Kata “sokongan” --jika tidak ada keterangan lain-- maka

menunjukan tiga makna. Pertama siaran itu dilakukan secara live. Kedua, yang

bersiaran adalah kelompok musik di luar SRV. Ketiga, kelompok musik itu adalah

dari kalangan rakyat biasa bukan dari raja atau bangsawan atas.

Bila kelompok yang bersiaran dari raja atau bangsawan tinggi akan

disebuat sebagai “hadiah”. Misalnya saja, pada tanggal 1 Februari 1934, SRV

kedatangan grup keroncong yang amat terkenal waktu itu bernama “Montecarlo”.

Page 14: SIARAN RELAY SRV SEBAGAI EMBRIO SISTEM STASIUN … hari wiryawan.pdf · 2002 tentang Penyiaran adalah ketentuan tentang Sistem Stasiun Jaringan. UU Penyiaran itu mengatur bahwa lembaga

SRV menyebut acara itu sebagai “sokongan” dari Montecarlo.27

Tiga minggu

kemudian tepatnya 21 Februari 1934, sebuah orkes keroncong bernama “Blindent

Orkest” tiba di studio SRV untuk melangsungkan siaran, waktu itu masih di

studio sementara Kepatihan Mangkunegaran. Acara itu disebut “hadiah”, karena

orkest ini milik Sunan Pakubuwono X.28

Dengan demikian bila sebuah acara terdapat kata-kata “hadiah dari” maka

hal ini menunjukkan bersifat langsung dan dari raja/bangsawan tinggi. Jika

sebelum kata kata “hadiah dari” terdapat kata “dari” maka itu menunjukan lokasi

acara di luar studio. Misalnya, “Klenengan ‘dari’ Pura Mangkunegaran ‘hadiah

dari’ KGPAA Mangkunagoro VII”.

Pada tahun 1934, SRV melakukan sejumlah siaran langsung yang digelar

di luar studio SRV tapi masih di kota Solo. Acara itu disiarkan melalui “Pemancar

Kecil” yang diarahkan ke studio SRV. Dari studio SRV, dengan “Pemancar

Besar”, acara tadi disiarkan secara langsung ke udara. Acara tersebut antara lain

adalah Klenengan Wayang Kulit Purwo dari Prangwedanan, Mangkunegaran (28

Feebruari 1934), “hadiah” Mangkunegoro VII; Klenengan Bedayan dan Srimpen,

dari Keraton Kasunana Surakarta, “hadiah” dari Sunan Pakubuwono X;

Klenengan Gamelan Kyai Sekati dan Nyai Sekati, dari Masjid Agung Surakarta,

18 Juni 1934 dan Pidato Pakubuwono X dalam rangka Maulud Nabi Muhammad,

1934 dari Keraton Kasunanan Surakarta. Acara yang digelar tahun 1934 tersebut

lebih banyak bersifat insidental sebagai partisipasi SRV untuk perayaan Sekatan

atau Maulud Nabi Muhammad.29

Dengan berhasilnya siaran relay tahun 1934, SRV kemudian meneruskan

acara relay siaran langsung hingga tahun 1940-an. Selanjutnya acara dari Keraton

Kasunanan dan Mangkunegaran diatur dengan pola acara mingguan sebagai

berikut (lihat Tabel-1).

27

Ada yang menyebut Gesang adalah anggota Orkest Keroncong Montecarlo. 28

Acara Orkest Keroncong yang merupakan “hadiah” dari Pakubuwono X dilakukan di studio

SRV tidak di keraton karena instrumen musik lebih ringan mudah dibawah, juga karena instrumen

musik tidak dianggap sakral sehingga tidak harus dibunyikan dari keraton. 29

Pada saat itu stasiun radio SRI milik Keraton Kasunanan belum mengudara. SRI berdiri Oktober

1934.

Page 15: SIARAN RELAY SRV SEBAGAI EMBRIO SISTEM STASIUN … hari wiryawan.pdf · 2002 tentang Penyiaran adalah ketentuan tentang Sistem Stasiun Jaringan. UU Penyiaran itu mengatur bahwa lembaga

Melihat jadwal pola siaran mingguan sebagaimana tertera dalam Tabel-1

yang diawali dengan siaran Sekaten tahun 1934 maka izinkanlah saya berpendapat

bahwa hal itu merupakan embrio dari model kerjasama siaran antar stasiun

radio/televisi yang kini dikenal dengan istilah Siaran Stasiun Jaringan (SSJ) di

Indonesia. Bila Tabel-1 saya buat bentuk atau model SSJ maka akan seperti dalam

Diagram-2, di atas.

Tabel-130

Jadwal Acara Relay SRV (Mingguan) Hari Jam Acara

Senen 10,00-17,30 Klenengan dari Kraton Soerakarta, hadiah dari Sri Padoeka

J.m.m lagi Bidjaksana Z.V.H Kandjeng Soesohoenan X di

Soerakarta

Selasa 9,00-12,00 Peladjaran wireng dari Poero M.N. hadiah dari Sri Padoeka

J.m.m Z.H.K.G.P.A.A Mangkoenagoro VII

Rebo 20,00-24,00 Klenengan dari Poero M.N. hadiah dari Sri Padoeka J.m.m.

Z.H.K.G.P.A.A Mangkoenagoro VII

Kemis 21.00-02.00 Samboengan dengan Societeit Chuan Min Kung Hui

Djoemahat 12,00-13,15 Disamboeng dengan S.R.I. 86 meter, ke Masdjid Besar

Soerakarta/ Disamboeng dengan Masdjid Besar Soerakarta

(Relay S.R.I.).

Saptoe 10,00-17,30 Klenengan dari Kraton Soerakarta, hadiah dari Sri Padoeka

J.m.m lagi Bidjaksana Z.V.H Kandjeng Soesohoenan X di

Soerakarta

Saptoe 21,00-24 Klenengan dari ...

Minggoe 20,00-2400 Klenengan dari astana Kepatihan Kasunanan Soerakarta hadiah

dari Padoeka KPAA Djojonagoro (dua minggu sekali).

Catatan: 1). Setiap hari Sabtu malam (21.00-24.00) adalah acara klenengan dari pendopo para

bangsawan secara bergilir lain misalnya Putera Pakubuwono X, Pangeran Kusumojudo; adik

Pakubuwono X, Pangeran Purbuwinoto dsb. 2) Siaran Sholat Jumat dilakukan dua kali seminggu.

3) Siaran dari gedung Chuan Min Kung Hui ada dalam jadwal Oktober 1938 dan berakhir

1940.3) Cara menulis dan cara mengeja istilah dalam tabel ini sama dengan aslinya, tidak saya

ubah.

====

3. Kerja sama SSJ SRV-SRI

Dalam Tabel-1 pada hari Jumat (Djoemahat) terdapat acara relay sholat

Jumat di masjid Agung. SRV menggandeng SRI untuk mengadakan kerjasama

30

Jadwal acara tersebut diatas adalah acara tetap yang dilakukan oleh SRV hingga tahun 1942,

atau sampai ditutupnya SRV oleh tentara Jepang. Acara ini pernah berhenti mulai Senen tanggal

24 Oktober 1938. Keempat acara itu kembali mengudara lagi. Acara “hadiah dari..Mangkunegoro

VII” kembali mengudara yaitu ”Pelajaran Wireng” hadir Selasa pagi 15 November 1938, dan

“Klenengan” Rebo, 16 November 1938. Sedangkan acara “hadiah dari ..Pakubuwono X” muncul

kembali mulai Sabtu 3 Desember 1938. Acara ini terus berlangsung sampai mangkatnya

Pakubuwono X tahun 1939. Acara klenengan masih terus dilanjutkan oleh penggantinya yaitu

Pakubuwono XI, namun hanya setiap hari Senin. Data yang kami gunakan adalah Pewarta SRV,

1937, 1938. 1939, 1940, 1942.

Page 16: SIARAN RELAY SRV SEBAGAI EMBRIO SISTEM STASIUN … hari wiryawan.pdf · 2002 tentang Penyiaran adalah ketentuan tentang Sistem Stasiun Jaringan. UU Penyiaran itu mengatur bahwa lembaga

siaran langsung Sholat Jumat dari Masjid Agung Surakarta, pukul 12.00-12.30,

dimana SRV merelay dari SRI, bukan merelay langsung dari masjid Agung.

SRI menyebut nama siaranya dengan istilah “Samboengan dengan

Mesdjid Besar” sementara SRV menyebut “Disamboeng dengan S.R.I. 86 meter,

ke Masdjid Besar Soerakarta” atau “Disamboeng dengan Masdjid Besar

Soerakarta (Relay S.R.I.)”. Pada intinya hal itu menunjukkan bahwa yang

melakukan siaran langsung dari Masjid Agung adalah SRI, bukan SRV.

Sementara SRV merelay dari SRI, rata-rata dua minggu sekali.

4. Gedung Tionghoa

Dari Tabel-1 juga terdapat mata acara yang menyebutkan “Samboengan

dengan Societeit Chuan Min Kung Hui.” Namun saya belum mendapatkan data

rinci acara apa yang dilakukan dalam gedung tersebut. Beberapa acara justru

berisi wayang orang. Juga tidak dijelaskan apakah wayang tersebut adalah

Wayang Potehi (wayang Cina) atau wayang Jawa. Etnis Tionghoa memiliki peran

penting dalam berdirinya SRV dimana 3 dari 9 pengurus SRV pertama adalah

Tionghoa mereka adalah Lim Tik Liang, Tjan Ing Tjwan, dan Tjong Joe Hok.

c. Makna Sosial-Budaya dan Politik dalam Siaran Relay SRV

1. Rasionalisasi Budaya Waktu

Saya mengajak pembaca melihat kembali Tabel-1 dimana terlihat

Pakubuwono X dan Mangkunegoro VII menggelar acara siaran radio di SRV

dengan cara relay secara teratur. “Hadiah dari” Pakubuwono X disiarkan Senin

pagi dan Sabtu pagi. “Hadiah dari” Mangkunegoro VII disiarkan Selasa pagi dan

Rabu malam. Jadwal ini dilakukan secara konsisten dalam jangka waktu lama,

bertahun-tahun.

Jadwal ini menggunakan perhitungan tahun Masehi bukan tahun Jawa,

meskipun menggunakan kalender tujuh hari yang dipadukan dengan kalender lima

hari pasaran . Sehingga jadwal hari berbunyi misalnya Senin Pon, Selasa Wage,

Rabu Kliwon dst. Masyarakat Jawa memiliki kalender sendiri sejak zaman Sultan

Page 17: SIARAN RELAY SRV SEBAGAI EMBRIO SISTEM STASIUN … hari wiryawan.pdf · 2002 tentang Penyiaran adalah ketentuan tentang Sistem Stasiun Jaringan. UU Penyiaran itu mengatur bahwa lembaga

Agung 1633 yang menggabungkan kalender Hijriah (Islam) daan tahun Syaka

(Hindu).31

Dalam tradisi masyarakat Jawa untuk melakukan banyak kegiatan harus

selalu memperhatikan waktu. Orang Jawa yang akan pindah rumah, menikah atau

bahkan akan bepergian jauh harus memperhatikan pasaran, tidak boleh

sembarangan waktu. Bagi masyarakat Jawa, waktu memiliki makna sakral.

Susuhunan Pakubuwono V (1820-1823) dalam karya agungnya Serat Centini

banyak mengajarkan tentang waktu yang disebut sebagai Ilmu Petung, Ngelmu

Pawukon, atau Ngelmu Pananggalan.32

Bagi kalangan bangsawan apalagi raja sangat lazim mengadakan upacara

peringatan kelahiran berdasarkan hari laahir, weton atau wiyosan, yang jatuh 35

hari sekali. Raja juga biasanya menggelar peringatan naik tahta dengan upacara

tingalan jumenengan, setahun sekali. Keduanya berdasarkan kalender Jawa.

(Hadisiswoyo, 2009).

Dalam jadwal siaran relay SRV seperti terlihat pada Tabel-1, kepercayaan

akan waktu penanggalan Jawa itu tidak tampak. Kedua raja di Surakarta dalam

siaran radio, khususnya dalam acara siaran relay menanggalkan tradisi

perhitungan waktu Jawa. Kedua penguasa kerajaan di Solo dalam hal jadwal

siaran bersikap rasional. Pakubuwono X dan Mangkunegoro VII menyajikan

kesenian untuk siaran radio berdasarkan jadwal waktu yang berbeda dengan

penafsiran Jawa dalam melihat waktu. Kedua raja dari dinasti Mataram itu

mengikuti paradigma sebuah budaya modern yang bernama radio.

Dalam komunikasi antar budaya biasanya akan muncul dua kendala, yaitu

etnosentrisme dan sterotyping (Tubb-Moss, 1999). Etnosentrisme adalah

anggapan bahwa budaya yang kita miliki adalah yang terbaik, budaya lain tidak

memiliki standar sebaik budaya kita. Kita sering mengukur baik dan buruk dengan

31 Moedjanto, 1987, Konsep Kekuasaan Jawa, Penerapannya oleh Raja-raja Mataram,

Kanisius,Ykt,h 168 32

Pukubuwono V, (2015) , Serat Centini, Kisah Pelarian Putra-Putri Sunan Giri Menjelajah

Nusa Jawa, dituturkan ulang oleh Agus Wahyudi, Cakrawala, Yogyakarta, 2015. Lihat pula Teguh

Santoso, “Konsep Waktu Masyarakat Kejawen: Kajian Linguistik Antropologi”, Universitas

Padjajaaran, (http://www.simpopdf.com).

Page 18: SIARAN RELAY SRV SEBAGAI EMBRIO SISTEM STASIUN … hari wiryawan.pdf · 2002 tentang Penyiaran adalah ketentuan tentang Sistem Stasiun Jaringan. UU Penyiaran itu mengatur bahwa lembaga

dasar nilai budaya kita sendiri, tidak dengan budaya orang yang bersangkutan.

Sementara sterotyping adalah cara pandang yang mengeneralisasi budaya asing

atau budaya di luar budaya kita. Misalnya orang Cina dianggap suka main judi,

orang Arab pelit, orang Barat suka mabuk dsb.

Dalam kasus penggunaan kalender Masehi untuk menyusun jadwal siaran

radio, saya tidak melihat adanya gejala etnosentrisme dan sterotyping yang

menghinggapi SRV, maupun elemen yang terlibat dalam siaran SRV termasuk

Pakubuwono X dan Mangkunegoro VII.

Deddy Mulyana (2002) dengan mengutip Edward T. Hall mengatakan

bahwa konsep waktu dibagi menjadi dua: Monokronik dan Polikronik. Konsep

waktu Monokronik menilai bahwa waktu adalah sesuatu yang sangat berharga

sehingga harus diperlakukan secara ketat dan tepat. Para pengangut konsep ini

sangat disiplin dalam soal waktu misalnya selalu tepat waktu jika melakukan

sesuatu. Sementara penganut waktu Polikronik menilai bahwa menikmati waktu

adalah lebih penting dari waktu itu sendiri, sehingga ketepatan waktu tidak lebih

penting dari pada kegiatan mengisi waktu.

Bangsa-bangsa Timur termasuk Jawa cenderung menganut konsep waktu

Polikronik, sementara orang Barat cenderung menganut Monokronik. Namun

dalam kasus penggunaan jadwal relay siaran SRV, sebagaimana tertera dalam

Tabel-1 dua raja di Solo tidak menggunakan konsep Polikronik, melainkan

Monokronik. Mereka justru konsisten menggunakan jadwal siaran itu.

Jika saya boleh menilai fenomena di atas, jadwal siaran dalam sistem relay di

SRV sebagai proses “rasionalisasi” yang dipelopori oleh Pakubuwono X dan

Mangkunegoro VII. Keduanya bertindak secara rasional dalam siaran radio

Ketimuran dengan teknologi dan model siaran yang sekarang kita kenal sebagai

Sistem Stasiun Jaringan (SSJ).

Ada semacam “revolusi mental” yang dilakukan oleh dua kerajaan di Solo

dalam melihat konsep waktu. Kedua raja dan kerajaan di sini tidak terdapat tanda-

tanda etnosentrisme dan sterotyping. Selain itu para raja dalam melakukan siaran

“ritual modern” yaitu siaran relay di SRV juga telah mengubah pola pikir tentang

waktu dari Polikronik menjadi Monokronik.

Page 19: SIARAN RELAY SRV SEBAGAI EMBRIO SISTEM STASIUN … hari wiryawan.pdf · 2002 tentang Penyiaran adalah ketentuan tentang Sistem Stasiun Jaringan. UU Penyiaran itu mengatur bahwa lembaga

2. Hubungan SRV-SRI

Dalam hal siaran relay sholat Jumat, mungkin anda bertanya: mengapa

SRV harus merelay sholat Jumat ke SRI? Mengapa SRV tidak langsung

melakukan siaran dari Masjid Agung? bukankah SRV punya alat yang canggih

berupa “Pemancar Kecil”?.

Masalah ini tentu bukan masalah teknis penyiaran belaka namun sudah

menyangkut etika politik dan etika beragama antara Mangkunegaran dan

Kasunanan. Hal ini menunjukkan kematangan kedua belah pihak dalam menjaga

hubungan kedua kerajaan itu dan menjaga warganya. Tidak patut kiranya di satu

wilayah ada dua siaraan sholat Jumat secara bersamaan.33

Mengapa SRV tidak merelay dari masjid Mangkunegaran? Sekali lagi ini

bukan masalah teknis penyiaran ini adalah etika politik dan etika beragama.

Masjid Agung dan SRI adalah bagian dari Keraton Kasunanan sebagai sebuah

kerajaan yang memiliki kedudukan lebih tinggi dari pada Mangkunegaran selaku

pemilik SRV.

SRV dan Mangkunegaran bisa menempatkan diri untuk tidak melakukan

sesuatu yang bisa menyinggung tradisi dan martabat dari Kasunanan Surakarta,

dalam soal relay siaran Sholat Jumat. Sebaliknya Kasunanan juga menghormati

dan mendukung keberadaan SRV dengan menyumbangkan acara klenengan

seminggu dua kali selama bertahun tahun. Dalam konsep kekuasaan Jawa, raja

adalah penguasa tunggal, ia harus berwibawa. Raja harus memiliki sifat agung

binatara, agung tak tertandingi. Munculnya dinasti Mangkunegaran secara

struktural sebenarnya telah menggerus prinsip kekuasaan raja bagi Pakubuwono.

Kehadiran SRV tidak memperkeruh suasana itu.

33

Dalam konteks ini, SRV dan SRI bisa terhindar dari persaingan yang tidak produktif dalam soal

siaran agama. Sekadar pembanding, pada awal perkembangan radio di Amerika Serikat dijumpai

adanya persaingan yang amat keras antara stasiun radio yang tumbuh pada tahun 1920-an. Begitu

kerasnya persaingan itu sehingga siaran kebaktian dari satu gereja bisa disiarkan secara langsung

oleh beberapa stasiun radio. Beberapa stasiun radio menyiarkan acara yang sama dan pada saat

yang sama itu saling memperkuat power sehingga dijuliki tower of bable . Lihat Hari Wiryawan

(2007), Dasar-dasar Hukum Media, yang mengutip Michael W Gamble & Terry Kwal Gamble,

Introducing Mass Communication (second edition) , McGraw Hill Publishing Company , New

York, 1989.

Page 20: SIARAN RELAY SRV SEBAGAI EMBRIO SISTEM STASIUN … hari wiryawan.pdf · 2002 tentang Penyiaran adalah ketentuan tentang Sistem Stasiun Jaringan. UU Penyiaran itu mengatur bahwa lembaga

Dennis McQuail (1987) mengatakan bahwa terdapat banyak hubungan

informal antara media dan masyarakat yang berlangsung secara dua arah dan

diwarnai oleh hubungan timbal balik. Dalam hal ini banyak hal bisa terjadi,

misalnya upaya untuk mempengaruhi media, namun sebaliknya media juga

melihat peluang untuk memperoleh akses kepada sumber informasi.

Dalam kasus ini, bisa dilihat lemahnya “independensi SRV” yang berada

dalam pengaruh kekuasaan baik Mangkunegoro VII maupun Pakubuwono X.

Namun menurut McQuail, sebuah hubungan timbal balik antara media dan

masyarakat hasilnya pasti akan menempatkan media diposisi yang lebih dekat

dengan institusi sumber dan pusat kekuasaan dalam masyarakaat daripada dengan

khalayak.34

c. SRV dan Politik di Kota Solo

Dalam Tabel-1 dan Diagram-2 tampak bahwa terdapat sejumlah kalangan

yang melakukan siaran relay, yaitu kesenian budaya (Jawa), Siaran sholat Jumat

dari masjid Agung (Islam), dan siaran dari gedung Tionghoa (Cina).

Untuk memotret situasi politik di kota Surakarta menjelang Perang Dunia

II saya mengambil pendapat George D Larson (1990) yang antara lain

menggambarkan peran Pakubuwono X dan Mangkunegoro VII lengkap dengan

perseteruan, persaingan dan perang dingin diantara dua raja tersebut. Keduanya

berkuasa pada masa yang genting yaitu berkembang Sarekat Islam (SI) dan

gerakan komunis. Sementara artikel pendek Soejatno (1974) menguraikan tentang

fragmentasi masyarakat Jawa pada saat itu yang terdiri dari kaum santri, abangan

dan priyayi.

Kaum santri di Solo banyak yang bergabung dalam gerakan SI. Banyak

yang menyebut bahwa munculnya SI karena adanya persaingan dengan Cina dan

Pribumi dalam perdagangaan batik di Kota Solo. Pada awal Februari 1912, terjadi

berontakan Cina melawan Belanda di Batavia dan Surabaya. Kerusuhan itu juga

merembet ke Solo. Namun anehnya kerusuhan Cina di Solo berubah jadi

34

McQuail (1987), Mass Communication Theory, second Edition, Teori Komunikasi Massa, Suatu

Pengantar, edisi kedua, Penerbit Erlangga, Jakarta 1996, h. 55.

Page 21: SIARAN RELAY SRV SEBAGAI EMBRIO SISTEM STASIUN … hari wiryawan.pdf · 2002 tentang Penyiaran adalah ketentuan tentang Sistem Stasiun Jaringan. UU Penyiaran itu mengatur bahwa lembaga

kerusuhan rasial antara Cina dan Pribumi yang dimotori oleh pendukung Ketua SI

Haji Samanhudi. Pramoedya Ananta Toer (Pram) (1985) mempunyai penilaian

lain soal ini. Menurut Pram, dari surat-surat rahasia pejabat Belanda terdapat

skenario besar untuk memutar balikan gerakan SI di Solo yang semula adalah

gerakan emansipasi menunutut keadilan ekonomi terhadap Belanda yang digagas

oleh Tirto Adhi Suryo dibelokkan menjadi gerakan anti Cina. Sementara

pemberontakan Cina melawan Belanda dibelokaan menjadi melawan Pribumi.35

Bila di kancah politik terdapat perseteruan yang digambarkan oleh para

penulis sebagai sesuatu yang menakutkan diantara elemen masyarakat di kota

Solo, namun dalam siaran radio di SRV pada pola siaran Mingguan sebagaimana

terdapat dalam Tabel-1 dan Diagram-2, tidak tampak persaingan apalagi

perseteruan antara Pakubuwono X dengan Mangunegoro VII. Tidak ada konflik

antara santri, abangan dan priyayi, antara Tionghoa dan Pribumi. Dalam jadwal

siaran yang kelak nantinya menjadi embrio sistem SSJ yang terlihat adalah

harmonisasi antara dua raja Pakubuwono X dan Mangkunegoro VII. Keduanyaa

menggelar siaran klenengan secara bergiliran setiap pekan, ya setiap pekan dalam

waktu yang cukup lama lebih dari lima tahun. Jika siaran langsung Sekaten

sebagai awalnya, 1934 hingga mangkatnya Pakubuwono X 1939, maka siaran itu

berlangsung sekitar lima tahun.

Siaran langsung dari Masjid Agung pada perayaan Sekaten Juni 1934 juga

terus berlangsung dengan bentuk baru siaran langsung sholat Jumat, hingga SRV

dibredel tahun 1942. Kaum abangan dan priyayi tidak ada yang memprotes siaran

langsung sholat Jumat. Kalangan santri juga tidak pernah mempermasalahkan

banyaknya siaran kesenian Jawa yang biasanya digemari kalangan abangan dan

priyayi.

Siaran dari gedung milik kaum Tionghoa juga tetap bisa berlangsung tanpa

ada keberatan dari kaum Pribumi. Bahkan adanya tiga orang pengurus SRV dari

kalangan Tionghoa, juga bukan masalah pada saat itu. Siaran relay SRV

35

Mengenai situasi politik di Solo, sebelum dan sesudah Perang Dunia II, lihat antaraa lain

Larson, Goerge (1990); Soejatno (1974). Mengenai hubungan SI dan Tionghoa lihat Toer,

Pramoedya Ananta (1985).

Page 22: SIARAN RELAY SRV SEBAGAI EMBRIO SISTEM STASIUN … hari wiryawan.pdf · 2002 tentang Penyiaran adalah ketentuan tentang Sistem Stasiun Jaringan. UU Penyiaran itu mengatur bahwa lembaga

mengisaratkan bahwa seluruh komponen masyarakat bisa melakukan kerjasama

dalam payung siaran radio SRV.

Diversity of ownership -- SRV dan SRI -- and diversity of content --siaran

kebudayaan (Jawa), agama (Islam) dan etnis (Cina)-- adalah sesuatu yang nyata

dalam dunia penyiaran di Indonesia bukan angan-angan. Sayangnya itu semua

telah berlalu di masa lalu.

Penutup

Sistem Stasiun Jaringan (SSJ) adalah salah satu model teknik penyiaran

yang bisa digunakan untuk sebuah negara seperti Indonesia yang memiliki

wilayah yang luas dan keragaman sosial budaya yang tinggi. Undang-undang No

32 tahun 2002 telah mengamanatkan perlunya penerapan SSJ, sebuah model yang

ternyata juga telah dipraktikan oleh bangsa Indonesia dalam skala yang lebih kecil

di Kota Solo.

Penyiaran di tanah air saat ini telah menjelma menjadi sebuah perlumbaan

konglomerasi dengan ciri adu kekuatan berdasarkan kekuatan modal yang masif.

Penolakan atas gagasan SSJ pada dasarnya merupakan sikap yang ahistoris atas

penyiaran di tanah air.

Daftar Pustaka

Anshoriy CH, HM Nasruddin, (2008), Neo Patriotisme, Etika Kekuasaan dalam

Kebudayaan Jawa, Ykt: LKIS.

Damami, Muhammad, (2002), Makna Agama dalam Masyarakat Jawa,

Yogyakarta: LESFI.

Gamble, Michael W & Terry Kwal Gamble, (1989), Introducing Mass

Communication (second edition). New York: McGraw Hill Publishing

Company.

Hadisiswaya, AM, (2009), Keraton Undercover, Yogyakarta: Pinus Book

Publisher.

Judhariksawan, (2010), Hukum Penyiaran, Jakarta: Rajawali Pers.

Larson, George D, (1996), Masa Menjelang Revolusi Kraton dan Kehidupan

Politik di Surakarta 1912-1942.

Lindsay, Jennifer, (1997), Making Wave; Private Radio and Local Identities in

Indonesia, Cornell University: Southeast Asia Program Publication.

Page 23: SIARAN RELAY SRV SEBAGAI EMBRIO SISTEM STASIUN … hari wiryawan.pdf · 2002 tentang Penyiaran adalah ketentuan tentang Sistem Stasiun Jaringan. UU Penyiaran itu mengatur bahwa lembaga

Mardiana, Lisa, (2010), Implementasi Kebijakan Sistem Stasiun Jaringan dalam

Industri Penyiaran Televisi di Kota Semarang. Semarang: Program

Magister Ilmu Komunikasi, Pasca Sarjana Undip.

Mulyana, Deddy, (2002) Ilmu Komunikasi, Suatu Pengantar, PT Remaja

Rosdakarya, Bandung.

Moedjanto, (1987), Konsep Kekuasaan Jawa. Yogyakarta: Kanisius.

Nasihin, (2012), Sarekat Islam Mencari Ideologi 1924-1945. Yogyakarta: Pustaka

Pelajar.

Rianto, Puji dkk, (2012), Dominasi TV Swasta (Nasional) Tergerusnya

Keberagaman Isi dan Kepemilikan. Jakarta: Promedia-Tifa.

Sajo, Andra and Monroe Price, (1996), Rights of Acces to the Media, Kluwer Law

International, London, Boston, The Hague.

Santoso, Teguh, “Konsep Waktu Masyarakat Jawa (Kejawen)”,

(www.academia.edu)

Soejatno, (1974), “Revolution and Social Tensions in Surakarta 1945-1950”.

Translated by Benedict Anderson, Jurnal Indonesia No 17, 1974, Cornel

University.

Toer, Pramoedya Ananta, (1985), Sang Pemula, Hasta Mitra, Jakarta.

Tubbs, Steward- Sylvia Moss, (1996), Human Communication Konteks-Konteks

Komunikasi, Buku Kedua, Remaja Rosdakarya dan McGraw-Hill,

Bandung-Singapore.

Wasino, (2014), Modernisasi di Jantung Budaya Jawa Mangkunegaran 1896-

1944, Jakarta: Kompas.

Wiryawan, Hari, (2006). “Sistem Jaringan Penyiaran Publik”, Makalah Seminar

ttg“Perlunya Kemitraan Antar Radio Siaran Publik Menuju Optimalisasi

Pelayanan Siaran Seni Budaya”, Surakarta, 26 April 2006.

_______________. (2006), “Memperingati 61 Tahun RRI: Mangkunagoro VII,

Bapak Penyiaran Nasional RI”, Harian Solopos, Selasa Pahing, 12

September 2006.

_______________. (2007), Dasar-dasar Hukum Media, Yogyakarta: Pustaka

Pelajar.

_______________. (2009), Sejarah Penyiaran Indonesia 1933-194, Semarang:

KPID.

_______________. (2010), “Perlawanan Budaya: Kisah Solosche Radio

Vereeniging (SRV) Merintis Penyiaran di

Indonesia”, Dialog Publik pada Deklarasi Nasional Hari Penyiaran di

Solo, 31 Maret-1 April 2010.

_______________. (2011), Mangkunegoro VII & Awal Penyiaran Indonesia,

Solo: Lembaga Pers dan Penyiaran Surakarta (LPPS).

Woodward, Mark R, (1999), Islam Jawa, Yogyakarta: LKIS.

______________, SRV Gedenkboek, (1936), Koleksi Perpustakaan

Mangkunegaran, Rekso Pustoko, Surakarta.

______________, Sejarah Radio di Indonesia, (1953), Kementrian Penerangan:

Djawatan Radio Republik Indonesia.

______________, Broadcasting Pluralism and Media Diversity, Training Manual

for African Regulators, Artikle19, London (http://www.article19.0rg)

Page 24: SIARAN RELAY SRV SEBAGAI EMBRIO SISTEM STASIUN … hari wiryawan.pdf · 2002 tentang Penyiaran adalah ketentuan tentang Sistem Stasiun Jaringan. UU Penyiaran itu mengatur bahwa lembaga

Pewarta SRV (Kumpulan buletin 1937, tidak lengkap)

Pewarta SRV (Kumpulan buletin 1938, lengkap).

Pewarta SRV (Kumpulan buletin 1939, tidak lengkap)

Pewarta SRV (Kumpulan buletin 1940- tidak lengkap)

Pewarta SRV (Kumpulan buletin 1942, lengkap)

Berita SRI (edisi April 1939, Juni 1939, Agustus 1940, September 1940, October

1940).

Undang-undang No 32 tahun 2002 tentang Penyiaran.

Peraturan Pemerintah No 50 tahun 2005 tentang Penyelenggaraan Penyiaran

Lembaga Penyiaran Swasta .

Peraturan Menteri No 43/PER/M.KOMINFO/10/2009 tentang Penyelenggaraan

Penyiaran melalui Sistem Stasiun Jaringan oleh Lembaga Penyiaran Swasta

Jasa Penyiaran Televisi.

Keputusan Menteri (KM) Perhubungan No 15 tahun 2003 tentang Rencana Induk

(Master Plan) Radio Penyelenggaraan Telekomunikasi Khusus untuk

Keperluan Radio Siaran FM (Frequency Modulation).

Keputusan Menteri (KM) Perhubungan No 76 tahun 2003 tentang Rencana Induk

(Master Plan) Frekuensi Radio Penyelenggaraan Telekomunikasi Khusus

untuk Keperluan Televisi` Siaran Analog Pada Pita Ultra High Frequency

(UHF).