sh
-
Upload
dradrianramdhany -
Category
Documents
-
view
221 -
download
2
description
Transcript of sh
TOKSOPLASMOSIS SEREBRI PADA PASIEN HIV/AIDS
HIV / AIDS
AIDS atau Acquired Immunodeficiency Syndrome adalah kumpulan gejala atau penyakit
yang disebabkan menurunnya kekebalan tubuh akibat infeksi oleh virus HIV ( Human
Immunodeficiency Syndrome). Penularan HIV/AIDS terjadi melalui cairan tubuh yang
mengandung virus HIV yaitu melalui hubungan seksual, jarum suntik pada narkoba suntik,
transfusi darah dan dari ibu yang terinfeksi kepada bayi yang dilahirkannya. (1)
Seseorang dinyatakan terinfeksi HIV apabila dengan pemeriksaan laboratorium terbukti
terinfeksi HIV, baik dengan pemeriksaan antibody atau pemeriksaan untuk mendeteksi adanya
virus dalam tubuh.(1)
Stadium klinis HIV / AIDS untuk orang dewasa dan remaja dengan infeksi HIV dikonfirmasi berdasarkan kriteria WHO (2)
Stadium Klinis tahap 1
Asimtomatik
Persistent limfadenopati generalisata
Stadium Klinis tahap 2
Penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan (<10% dari berat badan diperkirakan atau diukur)
Infeksi saluran pernapasan berulang (sinusitis, tonsilitis, otitis media dan faringitis)
Herpes zoster
Sudut cheilitis
Ulserasi mulut berulang
Papular pruritus letusan
Dermatitis seboroik
Infeksi jamur kuku
1
Stadium klinis tahap 3
Penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan yang parah (> 10% dari berat badan diperkirakan atau diukur)
Diare kronis yang tidak diketahui sebabnya selama lebih dari 1 bulan
Demam persisten yang tidak diketahui sebabnya (sekitar 37,6 ° C intermiten atau konstan, selama lebih dari 1 bulan)
Persistent kandidiasis mulut
Oral hairy leukoplakia
Tuberkulosis paru (saat ini)
Infeksi bakteri parah (seperti pneumonia, empiema, pyomyositis, infeksi tulang atau sendi, meningitis atau bakteremia)
Stomatitis ulseratif nekrosis akut, gingivitis atau periodontitis
Anemia yang tidak jelas sebabnya, trombositopenia neutropaenia atau kronis
Stadium klinis tahap 4
HIV wasting syndrome
Pneumonia Pneumocystis
Pneumonia bakteri parah yang berulang
Infeksi herpes simpleks kronis (orolabial, kelamin atau anorektal selama lebih dari 1 bulan atau viseralis di lokasi manapun)
Kandidiasis esofagus (atau kandidiasis trakea, bronkus atau paru-paru)
TB luar paru
Sarkoma Kaposi
Cytomegalovirus infeksi (retinitis atau infeksi organ lain)
Toksoplasmosis serebri
HIV ensefalopati
Infeksi diseminata mikobakteri nontuberculous
2
Multifokal progresif leukoencephalopathy
Cryptosporidiosis kronis (diare)
Kronis isosporiasis
Mikosis diseminata (histoplasmosis coccidiomycosis atau)
Salmonella bakteremia rekuren nontyphoidal
Limfoma (serebral atau B-sel non-Hodgkin) atau padat lainnya terkait HIV tumor
Karsinoma serviks invasif
Atypical leishmaniasis luas
Bergejala terkait HIV atau gejala nefropati terkait HIV kardiomiopati
Toksoplasmosis Serebri
Toksoplasmosis serebri merupakan penyakit yang disebabkan oleh parasit toxoplasma
gandii.(3) Penyakit ini pada penderita HIV biasanya muncul karena adanya reaktivasi dari kista
jaringan yang laten. Penyakit ini secara klinis jarang ditemukan pada penderita HIV dengan
CD4+ >200 sel/µL. Resiko terbesar muncul pada pasien dengan CD4+ <50 sel/µL.(4)
Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis yang sering terjadi pada pasien HIV/AIDS adalah ensefalitis
toxoplasmosis (ET). Pada pasien dengan ET, gejala-gejala yang sering terjadi adalah gangguan
mental (75%), deficit neurologis (70%), sakit kepala (50%), demam (45%), tubuh terasa lemah
serta gangguan nervus kranialis. Gejala lain yang sering terdapat yaitu gejala Parkinson, focal
dystonia, rubral tremor, hemikorea dan gangguan pada batang otak. Onset dari gejala ini
biasanya sub akut.(3)
Diagnosis
Diagnosis presumptif berdasarkan gejala klinis neurologis yang progresif pada orang
dengan HIV/AIDS (ODHA) dengan nilai CD4+ < 200sel/µL dan disertai gambaran
neuroimajing (CT/MRI) yang sesuai. Diagnosis definitive ET hanya dapat ditegakkan dengan
3
pemeriksaan histopatologi jaringan otak. Sembilan puluh persen memperlihatkan lesi tunggal
atau multiple yang hipodens pada CT atau hipointens pada MRI, pencitraan kontras berbentuk
cincin (ring enhancement), disertai edema dan efek massa. Walaupun demikian lesi yang tidak
khas juga dilaporkan 6-20% kasus. Lokasi lesi sering ditemukan pada ganglia basalis, thalamus,
kortikomedulari junction.(5) Pada pasien ODHA yang telah terdeteksi dengan IgG T. gondii dan
gambaran cincin multiple pada CT scan sekitar 80% merupakan ET.(3)
Penatalaksanaan
Standar terapi ET adalah kombinasi pirimetamin dan sulfadiazine. Keduanya bersifat
aktif terhadap bentuk takizoit yang menyebabkan kelainan patologik pada ET, namun tidak aktif
terhadap bentuk kista jaringan. Steroid dapat digunakan dalam waktu singkat pada fase akut,
terutama bila dijumpai efek masa yang signifikan dengan edema luas atau tanda herniasi otak
pada CT/MRI. (5)
Respon klinis biasanya terlihat setelah 7 hari. Respon radiologis berupa berkurangnya
ukuran lesi dan pencitraan kontras mulai terlihat pada minggu ke 2. DiIndonesia, tidak tersedia
sulfadiazine maka dapat ditambahkan klindamisin 4 kali 600mg perhari.(6)
Stevens Johnson Syndrome
Sindrom Stevens Johnson merupakan suatu kumpulan gejala klinis erupsi mukokutaneus
yang ditandai oleh trias kelainan pada kulit vesikulobulosa, mukosa orifisium serta mata disertai
gejala umum berat. Sinonimnya antara lain : sindrom de Friessinger-Rendu, eritema
eksudativum multiform mayor, eritema poliform bulosa, sindrom muko-kutaneo-okular,
dermatostomatitis.
Etiologi Sindrom Stevens Johnson sukar ditentukan dengan pasti, karena penyebabnya berbagai
faktor, walaupun pada umumnya sering berkaitan dengan respon imun terhadap obat. Beberapa
faktor penyebab timbulnya Sindrom Stevens Johnson diantaranya : infeksi (virus, jamur, bakteri,
parasit), obat (salisilat, sulfa, penisilin, etambutol, tegretol, tetrasiklin, digitalis, kontraseptif),
makanan (coklat), fisik (udara dingin, sinar matahari, sinar X), lain-lain (penyakit kolagen,
keganasan, kehamilan). Patogenesi Sindrom Stevens Johnson sampai saat ini belum jelas
walaupun sering dihubungkan dengan reaksi hipersensitivitas tipe III (reaksi kompleks imun)
4
yang disebabkan oleh kompleks soluble dari antigen atau metabolitnya dengan antibodi IgM dan
IgG dan reaksi hipersensitivitas lambat (delayed-type hypersensitivity reactions, tipe IV) adalah
reaksi yang dimediasi oleh limfosit T yang spesifik.
Gejala prodromal berkisar antara 1-14 hari berupa demam, malaise, batuk, korizal, sakit
menelan, nyeri dada, muntah, pegal otot dan atralgia yang sangat bervariasi dalam derajat berat
dan kombinasi gejala tersebut.Setelah itu akan timbul lesi di kulit, mukosa dan mata.
Diagnosis ditujukan terhadap manifestasi yang sesuai dengan trias kelainan kulit, mukosa, mata,
serta hubungannya dengan faktor penyebab yang secara klinis terdapat lesi berbentuk target, iris
atau mata sapi, kelainan pada mukosa, demam. Selain itu didukung pemeriksaan laboratorium
antara lain pemeriksaan darah tepi, pemeriksaan imunologik, biakan kuman serta uji resistensi
dari darah dan tempat lesi, serta pemeriksaan histopatologik biopsi kulit.
Pada umumnya penderita Sindrom Stevens Johnson datang dengan keadan umum berat sehingga
terapi yang diberikan biasanya adalah :
• Cairan dan elektrolit, serta kalori dan protein secara parenteral.
• Antibiotik spektrum luas, selanjutnya berdasarkan hasil biakan dan uji resistensi kuman dari
sediaan lesi kulit dan darah.
• Kotikosteroid parenteral: deksamentason dosis awal 1mg/kg BB bolus, kemudian selama 3 hari
0,2-0,5 mg/kg BB tiap 6 jam. Penggunaan steroid sistemik masih kontroversi, ada yang
mengganggap bahwa penggunaan steroid sistemik pada anak bisa menyebabkan penyembuhan
yang lambat dan efek samping yang signifikan, namun ada juga yang menganggap steroid
menguntungkan dan menyelamatkan nyawa.
• Antihistamin bila perlu. Terutama bila ada rasa gatal. Feniramin hidrogen maleat (Avil) dapat
diberikan dengan dosis untuk usia 1-3 tahun 7,5 mg/dosis, untuk usia 3-12 tahun 15 mg/dosis,
diberikan 3 kali/hari. Sedangkan untuk setirizin dapat diberikan dosis untuk usia anak 2-5 tahun :
2.5 mg/dosis,1 kali/hari; > 6 tahun : 5-10 mg/dosis, 1 kali/hari. Perawatan kulit dan mata serta
pemberian antibiotik topikal.
• Bula di kulit dirawat dengan kompres basah larutan Burowi.
• Tidak diperbolehkan menggunakan steroid topikal pada lesi kulit.
• Lesi mulut diberi kenalog in orabase.
5
• Terapi infeksi sekunder dengan antibiotika yang jarang menimbulkan alergi, berspektrum luas,
bersifat bakterisidal dan tidak bersifat nefrotoksik, misalnya klindamisin intravena 8-16
mg/kg/hari intravena, diberikan 2 kali/hari.
Pada kasus yang tidak berat, prognosisnya baik, dan penyembuhan terjadi dalam waktu 2-3
minggu. Kematian berkisar antara 5-15% pada kasus berat dengan berbagai komplikasi atau
pengobatan terlambat dan tidak memadai. Prognosis lebih berat bila terjadi purpura yang lebih
luas. Kematian biasanya disebabkan oleh gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit,
bronkopneumonia, serta sepsis.
ILUSTRASI KASUS
Seorang pasien laki-laki, umur 32 tahun dirawat di bangsal Penyakit Dalam RSUP Dr. M.
Djamil Padang pada tanggal 3 Juli 2012 dengan :
Keluhan utama : Kulit melepuh sejak 1 minggu yang lalu
Riwayat Penyakit Sekarang :
Kulit melepuh sejak 1 minggu yang lalu. Awalnya pasien merasakan kulitnya terasa gatal
dan memerah, yang pada awalnya muncul pada kulit dada. Kulit menjadi bertambah
6
merah, dan semakin meluas, diikuti tumbuhnya bintik-bintik berisi cairan bening yang
mudah pecah di seluruh tubuh. Kemudian setelah bintik pecah, kulit menjadi melepuh.
Nyeri tenggorokan sejak 6 minggu yang lalu. Nyeri tenggorokan ini menyebabkan pasien
menjadi kesulitan untuk menelan makanan.
Demam sejak 6 minggu yang lalu. Demam dirasakan tinggi, terus menerus, tidak
menggigil dan tidak berkeringat.
Lemah pada tangan dan kaki kiri sejak 5 minggu yang lalu. Lemah timbul secara
mendadak, menyebabkan pasien tidak mampu menggenggam dan memegang benda
dengan tangan kirinya.
Kelopak mata kanan tidak bisa dibuka sejak 5 minggu yang lalu. Keluhan ini muncul
bersamaan dengan lemah pada anggota gerak kiri. Penglihatan mata kanan tetap normal.
Batuk sejak 4 minggu yang lalu. Batuk berdahak, dahak berwarna kuning. Batuk
berdarah (-).
Penurunan berat badan (+) sebesar 8 kg. Penurunan berat badan ini mulai dirasakan
sekitar 4 bulan yang lalu, semakin bertambah sejak 1 bulan terakhir.
Penurunan nafsu makan (+) sejak sakit.
Keringat malam disangkal oleh pasien
Sesak nafas (-)
Bicara pelo(-)
Buang air kecil dan buang air besar tidak ada kelainan.
Sebelumnya pasien telah berobat ke rumah sakit daerah, namun karena tidak ada
perbaikan, pasien pindah untuk berobat ke rs swasta di Padang. Setelah dilakukan
pemeriksaan daah lengkap dan CT Scan, pasien diberi obat pirimetamin, klindamisin,
kotrimoksazol, tebokan, dan candistatin oral. Kemudian, karena alasan biaya, pasien
memutuskan untuk pulang paksa. Sekitar 1 minggu setelah memakan obat tersebut,
muncul keluhan kulit yang melepuh
Riwayat Penyakit Dahulu :
Riwayat alergi terhadap obat sebelumnya tidak ada.
Riwayat Penyakit Keluarga :
7
Tidak ada anggota keluarga pasien yang sakit seperti ini.
Riwayat pekerjaan, sosial ekonomi, kejiwaan dan kebiasaan :
- Pasien adalah seorang pemandu wisata turis asing di Denpasar, Bali. Pasien sudah
menjalani profesi ini selama 7 tahun. Pasien tidak bekerja pada agen wisata resmi. Pasien
sering berhubungan intim dengan wisatawan yang dipandunya, baik hubungan lawan
jenis ataupun hubungan sejenis tanpa menggunakan kondom. Sebelumnya selama 15
tahun, pasien bekerja di Jakarta. Pekerjaan yang dijalani antara lain sebagai penjahit, dan
juga sebagai penjaga toko. Pasien juga sering berhubungan intim dengan PSK pada saat
itu. Sampai saat ini, pasien belum pernah menikah.
- Riwayat pemakaian narkoba suntik disangkal oleh pasien.
- Riwayat pemakaian pil ekstasi dan shabu-shabu selama 4 bulan terakhir.
- Pasien menkonsumsi minuman beralkohol setiap hari minimal satu botol. Jenis minuman
yang diminum antara lain vodka, whiski, dll.
- Pasien sering diajak berwisata keluar negeri oleh kliennya untuk berlibur bersama.
- Riwayat transfusi darah tidak ada
- Pasien memiliki tattoo permanen pada pangkal lengan kirinya.
Pemeriksaan umum :
Kesadaran : CMC Keadaan umum : Buruk
Tekanan Darah : 100/60 mmHg Keadaan gizi : Kurang
Nadi : 88x/mnt teratur, pengisian cukup
Tinggi Badan : 160 cm
Suhu : 37,2oC Berat Badan : 45 kg
Pernafasan : 23 x/mnt BMI : 17,57 kg/m2
8
Sianosis : (-) Edema : (-)
Ikterik :
(-) Anemis : (-)
Kulit : Ikterik (-), plak eritem, krusta kehitaman, skuama kehitaman, erosi dan ekskoriasi pada kulit wajah, bibir, badan, kedua lengan, punggung, kedua tungkai dan tangan.
Kelenjar Getah Bening : Tidak ditemukan pembesaran
Rambut : Tidak ada kelainan.
Mata : Konjungtiva anemis(-), sklera ikterik (-), palpebra dekstra ptosis
Telinga : Tidak ditemukan kelainan
Hidung : Tidak ditemukan kelainan
Tenggorokan : T1-T1 hiperemis, faring hiperemis
Gigi dan mulut : Caries (+), oral ulcer (+)
Leher JVP 5-2 cmH2O, kelenjar tiroid tidak membesar, kaku kuduk (-)
PARU
DEPAN
Inspeksi : Simetris kiri = kanan
Palpasi : Tidak bisa dinilai
Perkusi : Sonor
Auskultasi
BELAKANG
: Bronkovesikuler, Ronkhi (+/+) basah halus nyaring di
basal paru, wheezing (-/-)
9
Inspeksi : Simetris kiri = kanan
Palpasi : Tidak bisa dinilai
Perkusi : Sonor
Auskultasi : Bronkovesikuler, Ronkhi (+/+) basah halus nyaring di
basal paru, wheezing (-/-)
JANTUNG
Inspeksi : Iktus tidak terlihat
Palpasi : Iktus teraba 1 jari medial LMCS RIC V
Perkusi : Kiri : 1 jari medial LMCS RIC V
Kanan : LSD Atas : RIC II sinistra
Auskultasi : Irama murni, reguler, M1>M2, P2<A2, bising (-)
PERUT
Inspeksi : Tidak tampak membuncit, kolateral (-)
Palpasi : Hepar dan lien tidak teraba
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Bising usus (+) Normal
Punggung : Nyeri tekan dan nyeri ketok CVA (-)
Alat Kelamin : Tanda-tanda radang (-)
Anus : Tidak ditemukan kelainan
Anggota Gerak : R.Fis (-/-) R.Pat (-/-) edema pretibia (-/-)
555 333
555 333
10
Laboratorium
Hb : 12 g/dl Trombosit : 510.000/mm3
Leukosit : 4100/mm3 Na/K/Cl : 131 / 3,6/99 mmol/l
Hematokrit : 37 % Ureum/kretatinin : 15/0,6 mg/dl
Hitung jenis : 0/ 1/ 2/ 80/ 15/ 2
Urinalisis:
Makroskospis : Kuning
Leukosit : 1-2/ lpb Protein : (-) negatifEritrositSilinderKristalEpitel
::::
0-1/lpb(-) negatif(-) negatifGepeng
GlukosaBilirubinUrobilinogen
:::
(-) negatif(-)(+) positif
Feses :
Makroskospis : Mikroskospis:Warna : kuning Leukosit : (-)Konsistensi : lunak Eritrosit : (-) negatif Darah : (-) negatif Amuba : (-) negatifLendir : (-) negatif Telur cacing : (-) negatif
Daftar masalah :- Kulit melepuh setelah meminum obat- Tangan dan kaki kiri lemah- Underweight- Infeksi oportunistik
Diagnosis Kerja:
Diagnosis primer :
Steven Johnson Syndrome
Diagnosis sekunder:
HIV / AIDS dengan infeksi oportunistik : Toksoplasmosis serebri Candidiasis oral
TB paru Malnutrisi
11
Diagnosis banding :
Fixed Drug EruptionBronkopneumonia Dupleks
Rontgen Thorax PAParu tidak ada proses spesifik, jantung tidak membesar, sinus dan diafragma baikKesan : cor dan pulmo dalam batas normal
CT Scan kepala tanpa kontrasTampak lesi hipodens di hemisfer kanan dengan perifokal edema, kompresi ventrikel lateralis kanan, ventrikel lateralis asimetris, tidak ada midline shift, tampak lesi hipodens di serebelum hemisfer kanan, kalsifikasi (-)Kesan : SOL hemisfer kanan dan susp. Abses serebelum
Serologi anti HIV : reaktifCD 4 : 21Anti Toxoplasma IgG : (+)Anti Toxoplasma IgM : (+)
Konsul Bagian THT Kesan : Tonsilofaringitis ec Steven Johnson SyndromeTerapi : tanctum verde 3x1 gargle
Konsul Bagian Kulit dan KelaminKesan : Steven Johnson SyndromeTerapi : hentikan semua obat tersangka
IVFD D5%: NaCl 0,9%= 3:1Dexametason 3x1 ampul IVGentamisin 2x80 mg IVRanitidin 2x1 ampul IVKenalog in OB 2x1 pada bibirHidrokortison 2,5 % 2x1 pada lesi kulitLanolin 10% 2x1 10 menit sebelum mandiLoratadin 1x10 mg
Konsul bagian Neurologi Kesan : infeksi oportunistikTerapi : sesuai bagian penyakit dalam
Konsul Bagian MataKesan : Simblefaron OD + Konjunctivitis bakterialis ODSTerapi :
Ulcori ed 6x1 ODSCenfresh ed setiap 30 menit ODS
12
Terapi :
- Istirahat/ diet makanan cair TKTP 1500 kkal, lemak 380 gram, protein 30 gram / NGT/- IVFD NaCl 0,9 % 8 jam/kolf- Injeksi Gentamisin 2x80 mg- Injeksi Dexametason 3x5mg- Injeksi ranitidin 2x1 ampul- Loratadin 1x10 mg- Kenalog in oral base dioles 2 kali sehari- Hidrocortisone 2,5% salf pada lesi kulit- Kateter urin
Pemeriksaan anjuran:
- Cek Faal hepar (SGOT, SGPT, Albumin, Globulin)
- Cek Hepatitis marker (HbsAg, anti HCV)
- Cek BTA I,II,II
- Kultur sputum
FOLLOW UP :
04/07/2012
S/ demam (-), kejang (-), kulit melepuh berkurang (-)
PF/ KU: sedang Ksdrn : CMC TD : 110/70mmHg
Nafas : 23 x/’ Nadi : 92 x/’ Suhu : 370 C
A/ - Steven Johnson Syndrome
Konsul Konsultan Petri :
Kesan :HIV dengan infeksi opportunistic : toksoplasmosis serebri, candidiasis oral, TB paruSteven Johnson Syndrome ec kotrimoksazol, klindamisin, pirimetamin
13
Terapi :Pirimetamin 1x4 tabletInjeksi Gentamisin 1x160mgInjeksi Deksametason 3x5mg Hentikan obat-obatan lain
Konsul Konsultan Alergi Imunologi :
Kesan : Steven Johnson Syndrome ec kotrimoksazol, klindamisin, pirimetamin Advis :
- Ganti dexametason dengan metil prednisolon 2x62,5mg - Cek total IgE
- pantau perbaikan keadaan umum 3 hari lagi
05/07/2012
S/ demam (-), kejang (-), kulit melepuh berkurang (-)
PF/ KU: sedang Ksdrn : CMC TD : 100/70mmHg
Nafas : 20 x/’ Nadi : 85 x/’ Suhu : 36,80 C
A/ - Steven Johnson Syndrome
Hasil lab:
Hb : 12,1 g/dl Trombosit : 433.000/mm3
Leukosit : 5600/mm3 Na/K/Cl : 131 / 3,6/99 mmol/l
Hematokrit : 37 % Ureum/kretatinin : 20/0,7 mg/dl
Hitung jenis : 0/ 0/ 2/ 80/ 12/ 6 LED : 75mm/jam
Eritrosit : 3,17 juta/mm3
Albumin :3,4 g/dl
Globulin : 2,8 g/dl
SGOT/SGPT : 32 /40 u/l
HbSAg : (-) Anti HCV : menyusul
Na/K/Cl : 134/3,7/110 mmol/L
14
07/07/2012
S/ demam (-), kejang (-), kulit melepuh berkurang (-)
PF/ KU: sedang Ksdrn : CMC TD : 120/70mmHg
Nafas : 20 x/’ Nadi : 90 x/’ Suhu : 36,90 C
A/ - Steven Johnson Syndrome
Keluar hasil total IgE : 210,50 IU/ml (normal : <87 IU/ml)
DISKUSI
Telah dirawat seorang pasien laki-laki umur 32 tahun dirawat dibangsal penyakit dalam
RSUP M. Djamil pada tanggal 3 Juli 2012 dengan :
Diagnosis kerja :
Steven Johnson Syndrome
15
HIV / AIDS dengan infeksi oportunistik : Toksoplasmosis serebri Candidiasis oralTB paru
Malnutrisi
Diagnosis HIV pada pasien ini ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik
dan penunjang. Data yang menunjang dalam anamnesis adalah adanya demam hilang timbul,
batuk-batuk, bercak-bercak putih dilidah dan rongga mulut, keringat malam dan penurunan berat
badan. Pada pasien juga didapatkan adanya factor risiko tertularnya HIV dari riwayat pemakaian
narkoba suntik. Pada pemeriksaan fisik ditemukan adanya kandidiasis oral, bekas suntikan
dilipat lengan kiri, tato serta tanda infeksi diparu. Sedangkan dari pemeriksaan laboratorium
didukung dengan hasil rapid tes yang positif serta CD 4+ yang sangat rendah dan IgG
antitoksoplasmosis yang positif.
Berdasarkan klinisnya pada pasien ini ditemukan adanya berbagai infeksi opportunistic
yang sering mengikuti infeksi HIV seperti kandidisis oral, TB paru dan toksoplasmosis serebri
sehingga secara klinis tersebut maka pasien sudah termasuk kedalam stadium klinis IV
berdasarkan derajat beratnya infeksi HIV AIDS sesuai ketentuan WHO. Sedangkan dari hasil
CD4+ yang sangat rendah , hal ini menunjukkan keadaan immuodefisiensi pasien yang sangat
berat.(4)
Toksoplasmosis serebri pada pasien ini tergambar dari adanya keluhan penurunan
kesadaran yang bertahap mulai dari gejala sakit kepala, perubahan perilaku, tingkat kesadarn
hingga terjadinya kejang pada pasien ini. Selain itu, nilai CD4+ yang kecil dari 50 sel/µL juga
merupakan factor risiko terjadinya reaktifasi kembali dari kista jaringan laten yang mengandung
parasite toxoplasma sebagai akibat dari defiensi system imun yang berperan dalam timbulnya
infeksi T. gondii.(3) Pada penderita HIV dengan ET hampir sama positif dalam hasil serologis
IgG anti toksoplasmosis. IgM anti toksoplasma biasanya negative.(4)
Dari hasil CT scan didapatkan gambaran lesi hipodens multiple dengan kesan suatu abses
serebri. Pada pasien HIV, gambaran toksoplasmosis serebri sering muncul dalam bentuk abses
serebri.(4) Untuk mendapatkan gambaran yang jelas dari suatu infeksi toksoplasmosis serebri
pada CT scan kepala tersebut hendaknya dilakukan dengan memakai kontras, karena dengan
kontras pencitraan dapat menunjukkan gambaran ring enhancement. Pada pasien ODHA yang
telah terdeteksi dengan IgG T. gondii dan gambaran cincin multiple pada CT scan sekitar 80%
16
merupakan ET.(3) Pada pasien sudah dapat diberikan terapi toksoplasmosis karena menurut
literatur berdasarkan diagnosis presumptive, terapi empiris toksoplasmosis dapat dimulai.(5)
Masalah lain yang juga sering dijumpai pada pasien dengan HIV/AIDS ini adalah
malnutrisi. Malnutrisi pada pasien HIV merupakan akibat dari kurangnya asupan makanan,
gangguan absorpsi karena proses infeksi yang menekan imun tubuh dan juga akibat berbagai
infeksi opportunistic yang menyertai pasien. Pada pasien ini diet diberikan secara perNGT dalam
bentuk cair dan porsi kecil dan sering.
DAFTAR PUSTAKA
1. Djoerban Z, Djauzi S. HIV/AIDS di Indonesia..Dalam : Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam III. Edisi V. Editor Sudoyo AW, Setyohadi B, Alwi I, Marcellus SK, Setyati
S. Jakarta. Interna Publishing. 2009: 2861-69.
17
2. WHO Case Definition of HIV for Surveilences and Revised Clinical Staging and
Immunological Classification of HIV Related Disease in Adult and Children. Dikutip
dari : http://www. who.int/hiv/pub/guidelines/HIVstaging150307.pdf
3. Kane BM. HIV/AIDS Treatment Drug. USA: Chelsea House. 2008 : 43-44
4. Pohan H. Toksoplasmosis.Dalam : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam III. Edisi V.
Editor Sudoyo AW, Setyohadi B, Alwi I, Marcellus SK, Setyati S. Jakarta. Interna
Publishing. 2009: 2881-88.
5. Guidelines for Prevention and Treatment of Opportunistic Infection in HIV Infected
Adults and Adolescents. Dikutip dari :
http://aidsinfo.nih.gov/contentfiles/Adult_OI_041009.pdf
6. Yunihastuti, Evy, Djauzi S, Djoerban Z. Infeksi Opportunistik pada AIDS. Jakarta.
Balai Penerbit FKUI. 2005.
7. Zetola, Nikola M, Pilcher Cd. “Diagnosis and Management of Acute HIv infection”.
Infect Dis Clin Am, 2007
18