sh

24
TOKSOPLASMOSIS SEREBRI PADA PASIEN HIV/AIDS HIV / AIDS AIDS atau Acquired Immunodeficiency Syndrome adalah kumpulan gejala atau penyakit yang disebabkan menurunnya kekebalan tubuh akibat infeksi oleh virus HIV ( Human Immunodeficiency Syndrome). Penularan HIV/AIDS terjadi melalui cairan tubuh yang mengandung virus HIV yaitu melalui hubungan seksual, jarum suntik pada narkoba suntik, transfusi darah dan dari ibu yang terinfeksi kepada bayi yang dilahirkannya. (1) Seseorang dinyatakan terinfeksi HIV apabila dengan pemeriksaan laboratorium terbukti terinfeksi HIV, baik dengan pemeriksaan antibody atau pemeriksaan untuk mendeteksi adanya virus dalam tubuh. (1) Stadium klinis HIV / AIDS untuk orang dewasa dan remaja dengan infeksi HIV dikonfirmasi berdasarkan kriteria WHO (2) Stadium Klinis tahap 1 Asimtomatik Persistent limfadenopati generalisata Stadium Klinis tahap 2 Penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan (<10% dari berat badan diperkirakan atau diukur) Infeksi saluran pernapasan berulang (sinusitis, tonsilitis, otitis media dan faringitis) 1

description

shh

Transcript of sh

Page 1: sh

TOKSOPLASMOSIS SEREBRI PADA PASIEN HIV/AIDS

HIV / AIDS

AIDS atau Acquired Immunodeficiency Syndrome adalah kumpulan gejala atau penyakit

yang disebabkan menurunnya kekebalan tubuh akibat infeksi oleh virus HIV ( Human

Immunodeficiency Syndrome). Penularan HIV/AIDS terjadi melalui cairan tubuh yang

mengandung virus HIV yaitu melalui hubungan seksual, jarum suntik pada narkoba suntik,

transfusi darah dan dari ibu yang terinfeksi kepada bayi yang dilahirkannya. (1)

Seseorang dinyatakan terinfeksi HIV apabila dengan pemeriksaan laboratorium terbukti

terinfeksi HIV, baik dengan pemeriksaan antibody atau pemeriksaan untuk mendeteksi adanya

virus dalam tubuh.(1)

Stadium klinis HIV / AIDS untuk orang dewasa dan remaja dengan infeksi HIV dikonfirmasi berdasarkan kriteria WHO (2)

Stadium Klinis tahap 1

Asimtomatik

Persistent limfadenopati generalisata

Stadium Klinis tahap 2

Penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan (<10% dari berat badan diperkirakan atau diukur)

Infeksi saluran pernapasan berulang (sinusitis, tonsilitis, otitis media dan faringitis)

Herpes zoster

Sudut cheilitis

Ulserasi mulut berulang

Papular pruritus letusan

Dermatitis seboroik

Infeksi jamur kuku

1

Page 2: sh

Stadium klinis tahap 3

Penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan yang parah (> 10% dari berat badan diperkirakan atau diukur)

Diare kronis yang tidak diketahui sebabnya selama lebih dari 1 bulan

Demam persisten yang tidak diketahui sebabnya (sekitar 37,6 ° C intermiten atau konstan, selama lebih dari 1 bulan)

Persistent kandidiasis mulut

Oral hairy leukoplakia

Tuberkulosis paru (saat ini)

Infeksi bakteri parah (seperti pneumonia, empiema, pyomyositis, infeksi tulang atau sendi, meningitis atau bakteremia)

Stomatitis ulseratif nekrosis akut, gingivitis atau periodontitis

Anemia yang tidak jelas sebabnya, trombositopenia neutropaenia atau kronis

Stadium klinis tahap 4

HIV wasting syndrome

Pneumonia Pneumocystis

Pneumonia bakteri parah yang berulang

Infeksi herpes simpleks kronis (orolabial, kelamin atau anorektal selama lebih dari 1 bulan atau viseralis di lokasi manapun)

Kandidiasis esofagus (atau kandidiasis trakea, bronkus atau paru-paru)

TB luar paru

Sarkoma Kaposi

Cytomegalovirus infeksi (retinitis atau infeksi organ lain)

Toksoplasmosis serebri

HIV ensefalopati

Infeksi diseminata mikobakteri nontuberculous

2

Page 3: sh

Multifokal progresif leukoencephalopathy

Cryptosporidiosis kronis (diare)

Kronis isosporiasis

Mikosis diseminata (histoplasmosis coccidiomycosis atau)

Salmonella bakteremia rekuren nontyphoidal

Limfoma (serebral atau B-sel non-Hodgkin) atau padat lainnya terkait HIV tumor

Karsinoma serviks invasif

Atypical leishmaniasis luas

Bergejala terkait HIV atau gejala nefropati terkait HIV kardiomiopati

Toksoplasmosis Serebri

Toksoplasmosis serebri merupakan penyakit yang disebabkan oleh parasit toxoplasma

gandii.(3) Penyakit ini pada penderita HIV biasanya muncul karena adanya reaktivasi dari kista

jaringan yang laten. Penyakit ini secara klinis jarang ditemukan pada penderita HIV dengan

CD4+ >200 sel/µL. Resiko terbesar muncul pada pasien dengan CD4+ <50 sel/µL.(4)

Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis yang sering terjadi pada pasien HIV/AIDS adalah ensefalitis

toxoplasmosis (ET). Pada pasien dengan ET, gejala-gejala yang sering terjadi adalah gangguan

mental (75%), deficit neurologis (70%), sakit kepala (50%), demam (45%), tubuh terasa lemah

serta gangguan nervus kranialis. Gejala lain yang sering terdapat yaitu gejala Parkinson, focal

dystonia, rubral tremor, hemikorea dan gangguan pada batang otak. Onset dari gejala ini

biasanya sub akut.(3)

Diagnosis

Diagnosis presumptif berdasarkan gejala klinis neurologis yang progresif pada orang

dengan HIV/AIDS (ODHA) dengan nilai CD4+ < 200sel/µL dan disertai gambaran

neuroimajing (CT/MRI) yang sesuai. Diagnosis definitive ET hanya dapat ditegakkan dengan

3

Page 4: sh

pemeriksaan histopatologi jaringan otak. Sembilan puluh persen memperlihatkan lesi tunggal

atau multiple yang hipodens pada CT atau hipointens pada MRI, pencitraan kontras berbentuk

cincin (ring enhancement), disertai edema dan efek massa. Walaupun demikian lesi yang tidak

khas juga dilaporkan 6-20% kasus. Lokasi lesi sering ditemukan pada ganglia basalis, thalamus,

kortikomedulari junction.(5) Pada pasien ODHA yang telah terdeteksi dengan IgG T. gondii dan

gambaran cincin multiple pada CT scan sekitar 80% merupakan ET.(3)

Penatalaksanaan

Standar terapi ET adalah kombinasi pirimetamin dan sulfadiazine. Keduanya bersifat

aktif terhadap bentuk takizoit yang menyebabkan kelainan patologik pada ET, namun tidak aktif

terhadap bentuk kista jaringan. Steroid dapat digunakan dalam waktu singkat pada fase akut,

terutama bila dijumpai efek masa yang signifikan dengan edema luas atau tanda herniasi otak

pada CT/MRI. (5)

Respon klinis biasanya terlihat setelah 7 hari. Respon radiologis berupa berkurangnya

ukuran lesi dan pencitraan kontras mulai terlihat pada minggu ke 2. DiIndonesia, tidak tersedia

sulfadiazine maka dapat ditambahkan klindamisin 4 kali 600mg perhari.(6)

Stevens Johnson Syndrome

Sindrom Stevens Johnson merupakan suatu kumpulan gejala klinis erupsi mukokutaneus

yang ditandai oleh trias kelainan pada kulit vesikulobulosa, mukosa orifisium serta mata disertai

gejala umum berat. Sinonimnya antara lain : sindrom de Friessinger-Rendu, eritema

eksudativum multiform mayor, eritema poliform bulosa, sindrom muko-kutaneo-okular,

dermatostomatitis.

Etiologi Sindrom Stevens Johnson sukar ditentukan dengan pasti, karena penyebabnya berbagai

faktor, walaupun pada umumnya sering berkaitan dengan respon imun terhadap obat. Beberapa

faktor penyebab timbulnya Sindrom Stevens Johnson diantaranya : infeksi (virus, jamur, bakteri,

parasit), obat (salisilat, sulfa, penisilin, etambutol, tegretol, tetrasiklin, digitalis, kontraseptif),

makanan (coklat), fisik (udara dingin, sinar matahari, sinar X), lain-lain (penyakit kolagen,

keganasan, kehamilan). Patogenesi Sindrom Stevens Johnson sampai saat ini belum jelas

walaupun sering dihubungkan dengan reaksi hipersensitivitas tipe III (reaksi kompleks imun)

4

Page 5: sh

yang disebabkan oleh kompleks soluble dari antigen atau metabolitnya dengan antibodi IgM dan

IgG dan reaksi hipersensitivitas lambat (delayed-type hypersensitivity reactions, tipe IV) adalah

reaksi yang dimediasi oleh limfosit T yang spesifik.

Gejala prodromal berkisar antara 1-14 hari berupa demam, malaise, batuk, korizal, sakit

menelan, nyeri dada, muntah, pegal otot dan atralgia yang sangat bervariasi dalam derajat berat

dan kombinasi gejala tersebut.Setelah itu akan timbul lesi di kulit, mukosa dan mata.

Diagnosis ditujukan terhadap manifestasi yang sesuai dengan trias kelainan kulit, mukosa, mata,

serta hubungannya dengan faktor penyebab yang secara klinis terdapat lesi berbentuk target, iris

atau mata sapi, kelainan pada mukosa, demam. Selain itu didukung pemeriksaan laboratorium

antara lain pemeriksaan darah tepi, pemeriksaan imunologik, biakan kuman serta uji resistensi

dari darah dan tempat lesi, serta pemeriksaan histopatologik biopsi kulit.

Pada umumnya penderita Sindrom Stevens Johnson datang dengan keadan umum berat sehingga

terapi yang diberikan biasanya adalah :

• Cairan dan elektrolit, serta kalori dan protein secara parenteral.

• Antibiotik spektrum luas, selanjutnya berdasarkan hasil biakan dan uji resistensi kuman dari

sediaan lesi kulit dan darah.

• Kotikosteroid parenteral: deksamentason dosis awal 1mg/kg BB bolus, kemudian selama 3 hari

0,2-0,5 mg/kg BB tiap 6 jam. Penggunaan steroid sistemik masih kontroversi, ada yang

mengganggap bahwa penggunaan steroid sistemik pada anak bisa menyebabkan penyembuhan

yang lambat dan efek samping yang signifikan, namun ada juga yang menganggap steroid

menguntungkan dan menyelamatkan nyawa.

• Antihistamin bila perlu. Terutama bila ada rasa gatal. Feniramin hidrogen maleat (Avil) dapat

diberikan dengan dosis untuk usia 1-3 tahun 7,5 mg/dosis, untuk usia 3-12 tahun 15 mg/dosis,

diberikan 3 kali/hari. Sedangkan untuk setirizin dapat diberikan dosis untuk usia anak 2-5 tahun :

2.5 mg/dosis,1 kali/hari; > 6 tahun : 5-10 mg/dosis, 1 kali/hari. Perawatan kulit dan mata serta

pemberian antibiotik topikal.

• Bula di kulit dirawat dengan kompres basah larutan Burowi.

• Tidak diperbolehkan menggunakan steroid topikal pada lesi kulit.

• Lesi mulut diberi kenalog in orabase.

5

Page 6: sh

• Terapi infeksi sekunder dengan antibiotika yang jarang menimbulkan alergi, berspektrum luas,

bersifat bakterisidal dan tidak bersifat nefrotoksik, misalnya klindamisin intravena 8-16

mg/kg/hari intravena, diberikan 2 kali/hari.

Pada kasus yang tidak berat, prognosisnya baik, dan penyembuhan terjadi dalam waktu 2-3

minggu. Kematian berkisar antara 5-15% pada kasus berat dengan berbagai komplikasi atau

pengobatan terlambat dan tidak memadai. Prognosis lebih berat bila terjadi purpura yang lebih

luas. Kematian biasanya disebabkan oleh gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit,

bronkopneumonia, serta sepsis.

ILUSTRASI KASUS

Seorang pasien laki-laki, umur 32 tahun dirawat di bangsal Penyakit Dalam RSUP Dr. M.

Djamil Padang pada tanggal 3 Juli 2012 dengan :

Keluhan utama : Kulit melepuh sejak 1 minggu yang lalu

Riwayat Penyakit Sekarang :

Kulit melepuh sejak 1 minggu yang lalu. Awalnya pasien merasakan kulitnya terasa gatal

dan memerah, yang pada awalnya muncul pada kulit dada. Kulit menjadi bertambah

6

Page 7: sh

merah, dan semakin meluas, diikuti tumbuhnya bintik-bintik berisi cairan bening yang

mudah pecah di seluruh tubuh. Kemudian setelah bintik pecah, kulit menjadi melepuh.

Nyeri tenggorokan sejak 6 minggu yang lalu. Nyeri tenggorokan ini menyebabkan pasien

menjadi kesulitan untuk menelan makanan.

Demam sejak 6 minggu yang lalu. Demam dirasakan tinggi, terus menerus, tidak

menggigil dan tidak berkeringat.

Lemah pada tangan dan kaki kiri sejak 5 minggu yang lalu. Lemah timbul secara

mendadak, menyebabkan pasien tidak mampu menggenggam dan memegang benda

dengan tangan kirinya.

Kelopak mata kanan tidak bisa dibuka sejak 5 minggu yang lalu. Keluhan ini muncul

bersamaan dengan lemah pada anggota gerak kiri. Penglihatan mata kanan tetap normal.

Batuk sejak 4 minggu yang lalu. Batuk berdahak, dahak berwarna kuning. Batuk

berdarah (-).

Penurunan berat badan (+) sebesar 8 kg. Penurunan berat badan ini mulai dirasakan

sekitar 4 bulan yang lalu, semakin bertambah sejak 1 bulan terakhir.

Penurunan nafsu makan (+) sejak sakit.

Keringat malam disangkal oleh pasien

Sesak nafas (-)

Bicara pelo(-)

Buang air kecil dan buang air besar tidak ada kelainan.

Sebelumnya pasien telah berobat ke rumah sakit daerah, namun karena tidak ada

perbaikan, pasien pindah untuk berobat ke rs swasta di Padang. Setelah dilakukan

pemeriksaan daah lengkap dan CT Scan, pasien diberi obat pirimetamin, klindamisin,

kotrimoksazol, tebokan, dan candistatin oral. Kemudian, karena alasan biaya, pasien

memutuskan untuk pulang paksa. Sekitar 1 minggu setelah memakan obat tersebut,

muncul keluhan kulit yang melepuh

Riwayat Penyakit Dahulu :

Riwayat alergi terhadap obat sebelumnya tidak ada.

Riwayat Penyakit Keluarga :

7

Page 8: sh

Tidak ada anggota keluarga pasien yang sakit seperti ini.

Riwayat pekerjaan, sosial ekonomi, kejiwaan dan kebiasaan :

- Pasien adalah seorang pemandu wisata turis asing di Denpasar, Bali. Pasien sudah

menjalani profesi ini selama 7 tahun. Pasien tidak bekerja pada agen wisata resmi. Pasien

sering berhubungan intim dengan wisatawan yang dipandunya, baik hubungan lawan

jenis ataupun hubungan sejenis tanpa menggunakan kondom. Sebelumnya selama 15

tahun, pasien bekerja di Jakarta. Pekerjaan yang dijalani antara lain sebagai penjahit, dan

juga sebagai penjaga toko. Pasien juga sering berhubungan intim dengan PSK pada saat

itu. Sampai saat ini, pasien belum pernah menikah.

- Riwayat pemakaian narkoba suntik disangkal oleh pasien.

- Riwayat pemakaian pil ekstasi dan shabu-shabu selama 4 bulan terakhir.

- Pasien menkonsumsi minuman beralkohol setiap hari minimal satu botol. Jenis minuman

yang diminum antara lain vodka, whiski, dll.

- Pasien sering diajak berwisata keluar negeri oleh kliennya untuk berlibur bersama.

- Riwayat transfusi darah tidak ada

- Pasien memiliki tattoo permanen pada pangkal lengan kirinya.

Pemeriksaan umum :

Kesadaran : CMC Keadaan umum : Buruk

Tekanan Darah : 100/60 mmHg Keadaan gizi : Kurang

Nadi : 88x/mnt teratur, pengisian cukup

Tinggi Badan : 160 cm

Suhu : 37,2oC Berat Badan : 45 kg

Pernafasan : 23 x/mnt BMI : 17,57 kg/m2

8

Page 9: sh

Sianosis : (-) Edema : (-)

Ikterik :

(-) Anemis : (-)

Kulit : Ikterik (-), plak eritem, krusta kehitaman, skuama kehitaman, erosi dan ekskoriasi pada kulit wajah, bibir, badan, kedua lengan, punggung, kedua tungkai dan tangan.

Kelenjar Getah Bening : Tidak ditemukan pembesaran

Rambut : Tidak ada kelainan.

Mata : Konjungtiva anemis(-), sklera ikterik (-), palpebra dekstra ptosis

Telinga : Tidak ditemukan kelainan

Hidung : Tidak ditemukan kelainan

Tenggorokan : T1-T1 hiperemis, faring hiperemis

Gigi dan mulut : Caries (+), oral ulcer (+)

Leher JVP 5-2 cmH2O, kelenjar tiroid tidak membesar, kaku kuduk (-)

PARU

DEPAN

Inspeksi : Simetris kiri = kanan

Palpasi : Tidak bisa dinilai

Perkusi : Sonor

Auskultasi

BELAKANG

: Bronkovesikuler, Ronkhi (+/+) basah halus nyaring di

basal paru, wheezing (-/-)

9

Page 10: sh

Inspeksi : Simetris kiri = kanan

Palpasi : Tidak bisa dinilai

Perkusi : Sonor

Auskultasi : Bronkovesikuler, Ronkhi (+/+) basah halus nyaring di

basal paru, wheezing (-/-)

JANTUNG

Inspeksi : Iktus tidak terlihat

Palpasi : Iktus teraba 1 jari medial LMCS RIC V

Perkusi : Kiri : 1 jari medial LMCS RIC V

Kanan : LSD Atas : RIC II sinistra

Auskultasi : Irama murni, reguler, M1>M2, P2<A2, bising (-)

PERUT

Inspeksi : Tidak tampak membuncit, kolateral (-)

Palpasi : Hepar dan lien tidak teraba

Perkusi : Timpani

Auskultasi : Bising usus (+) Normal

Punggung : Nyeri tekan dan nyeri ketok CVA (-)

Alat Kelamin : Tanda-tanda radang (-)

Anus : Tidak ditemukan kelainan

Anggota Gerak : R.Fis (-/-) R.Pat (-/-) edema pretibia (-/-)

555 333

555 333

10

Page 11: sh

Laboratorium

Hb : 12 g/dl Trombosit : 510.000/mm3

Leukosit : 4100/mm3 Na/K/Cl : 131 / 3,6/99 mmol/l

Hematokrit : 37 % Ureum/kretatinin : 15/0,6 mg/dl

Hitung jenis : 0/ 1/ 2/ 80/ 15/ 2

Urinalisis:

Makroskospis : Kuning

Leukosit : 1-2/ lpb Protein : (-) negatifEritrositSilinderKristalEpitel

::::

0-1/lpb(-) negatif(-) negatifGepeng

GlukosaBilirubinUrobilinogen

:::

(-) negatif(-)(+) positif

Feses :

Makroskospis : Mikroskospis:Warna : kuning Leukosit : (-)Konsistensi : lunak Eritrosit : (-) negatif Darah : (-) negatif Amuba : (-) negatifLendir : (-) negatif Telur cacing : (-) negatif

Daftar masalah :- Kulit melepuh setelah meminum obat- Tangan dan kaki kiri lemah- Underweight- Infeksi oportunistik

Diagnosis Kerja:

Diagnosis primer :

Steven Johnson Syndrome

Diagnosis sekunder:

HIV / AIDS dengan infeksi oportunistik : Toksoplasmosis serebri Candidiasis oral

TB paru Malnutrisi

11

Page 12: sh

Diagnosis banding :

Fixed Drug EruptionBronkopneumonia Dupleks

Rontgen Thorax PAParu tidak ada proses spesifik, jantung tidak membesar, sinus dan diafragma baikKesan : cor dan pulmo dalam batas normal

CT Scan kepala tanpa kontrasTampak lesi hipodens di hemisfer kanan dengan perifokal edema, kompresi ventrikel lateralis kanan, ventrikel lateralis asimetris, tidak ada midline shift, tampak lesi hipodens di serebelum hemisfer kanan, kalsifikasi (-)Kesan : SOL hemisfer kanan dan susp. Abses serebelum

Serologi anti HIV : reaktifCD 4 : 21Anti Toxoplasma IgG : (+)Anti Toxoplasma IgM : (+)

Konsul Bagian THT Kesan : Tonsilofaringitis ec Steven Johnson SyndromeTerapi : tanctum verde 3x1 gargle

Konsul Bagian Kulit dan KelaminKesan : Steven Johnson SyndromeTerapi : hentikan semua obat tersangka

IVFD D5%: NaCl 0,9%= 3:1Dexametason 3x1 ampul IVGentamisin 2x80 mg IVRanitidin 2x1 ampul IVKenalog in OB 2x1 pada bibirHidrokortison 2,5 % 2x1 pada lesi kulitLanolin 10% 2x1 10 menit sebelum mandiLoratadin 1x10 mg

Konsul bagian Neurologi Kesan : infeksi oportunistikTerapi : sesuai bagian penyakit dalam

Konsul Bagian MataKesan : Simblefaron OD + Konjunctivitis bakterialis ODSTerapi :

Ulcori ed 6x1 ODSCenfresh ed setiap 30 menit ODS

12

Page 13: sh

Terapi :

- Istirahat/ diet makanan cair TKTP 1500 kkal, lemak 380 gram, protein 30 gram / NGT/- IVFD NaCl 0,9 % 8 jam/kolf- Injeksi Gentamisin 2x80 mg- Injeksi Dexametason 3x5mg- Injeksi ranitidin 2x1 ampul- Loratadin 1x10 mg- Kenalog in oral base dioles 2 kali sehari- Hidrocortisone 2,5% salf pada lesi kulit- Kateter urin

Pemeriksaan anjuran:

- Cek Faal hepar (SGOT, SGPT, Albumin, Globulin)

- Cek Hepatitis marker (HbsAg, anti HCV)

- Cek BTA I,II,II

- Kultur sputum

FOLLOW UP :

04/07/2012

S/ demam (-), kejang (-), kulit melepuh berkurang (-)

PF/ KU: sedang Ksdrn : CMC TD : 110/70mmHg

Nafas : 23 x/’ Nadi : 92 x/’ Suhu : 370 C

A/ - Steven Johnson Syndrome

Konsul Konsultan Petri :

Kesan :HIV dengan infeksi opportunistic : toksoplasmosis serebri, candidiasis oral, TB paruSteven Johnson Syndrome ec kotrimoksazol, klindamisin, pirimetamin

13

Page 14: sh

Terapi :Pirimetamin 1x4 tabletInjeksi Gentamisin 1x160mgInjeksi Deksametason 3x5mg Hentikan obat-obatan lain

Konsul Konsultan Alergi Imunologi :

Kesan : Steven Johnson Syndrome ec kotrimoksazol, klindamisin, pirimetamin Advis :

- Ganti dexametason dengan metil prednisolon 2x62,5mg - Cek total IgE

- pantau perbaikan keadaan umum 3 hari lagi

05/07/2012

S/ demam (-), kejang (-), kulit melepuh berkurang (-)

PF/ KU: sedang Ksdrn : CMC TD : 100/70mmHg

Nafas : 20 x/’ Nadi : 85 x/’ Suhu : 36,80 C

A/ - Steven Johnson Syndrome

Hasil lab:

Hb : 12,1 g/dl Trombosit : 433.000/mm3

Leukosit : 5600/mm3 Na/K/Cl : 131 / 3,6/99 mmol/l

Hematokrit : 37 % Ureum/kretatinin : 20/0,7 mg/dl

Hitung jenis : 0/ 0/ 2/ 80/ 12/ 6 LED : 75mm/jam

Eritrosit : 3,17 juta/mm3

Albumin :3,4 g/dl

Globulin : 2,8 g/dl

SGOT/SGPT : 32 /40 u/l

HbSAg : (-) Anti HCV : menyusul

Na/K/Cl : 134/3,7/110 mmol/L

14

Page 15: sh

07/07/2012

S/ demam (-), kejang (-), kulit melepuh berkurang (-)

PF/ KU: sedang Ksdrn : CMC TD : 120/70mmHg

Nafas : 20 x/’ Nadi : 90 x/’ Suhu : 36,90 C

A/ - Steven Johnson Syndrome

Keluar hasil total IgE : 210,50 IU/ml (normal : <87 IU/ml)

DISKUSI

Telah dirawat seorang pasien laki-laki umur 32 tahun dirawat dibangsal penyakit dalam

RSUP M. Djamil pada tanggal 3 Juli 2012 dengan :

Diagnosis kerja :

Steven Johnson Syndrome

15

Page 16: sh

HIV / AIDS dengan infeksi oportunistik : Toksoplasmosis serebri Candidiasis oralTB paru

Malnutrisi

Diagnosis HIV pada pasien ini ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik

dan penunjang. Data yang menunjang dalam anamnesis adalah adanya demam hilang timbul,

batuk-batuk, bercak-bercak putih dilidah dan rongga mulut, keringat malam dan penurunan berat

badan. Pada pasien juga didapatkan adanya factor risiko tertularnya HIV dari riwayat pemakaian

narkoba suntik. Pada pemeriksaan fisik ditemukan adanya kandidiasis oral, bekas suntikan

dilipat lengan kiri, tato serta tanda infeksi diparu. Sedangkan dari pemeriksaan laboratorium

didukung dengan hasil rapid tes yang positif serta CD 4+ yang sangat rendah dan IgG

antitoksoplasmosis yang positif.

Berdasarkan klinisnya pada pasien ini ditemukan adanya berbagai infeksi opportunistic

yang sering mengikuti infeksi HIV seperti kandidisis oral, TB paru dan toksoplasmosis serebri

sehingga secara klinis tersebut maka pasien sudah termasuk kedalam stadium klinis IV

berdasarkan derajat beratnya infeksi HIV AIDS sesuai ketentuan WHO. Sedangkan dari hasil

CD4+ yang sangat rendah , hal ini menunjukkan keadaan immuodefisiensi pasien yang sangat

berat.(4)

Toksoplasmosis serebri pada pasien ini tergambar dari adanya keluhan penurunan

kesadaran yang bertahap mulai dari gejala sakit kepala, perubahan perilaku, tingkat kesadarn

hingga terjadinya kejang pada pasien ini. Selain itu, nilai CD4+ yang kecil dari 50 sel/µL juga

merupakan factor risiko terjadinya reaktifasi kembali dari kista jaringan laten yang mengandung

parasite toxoplasma sebagai akibat dari defiensi system imun yang berperan dalam timbulnya

infeksi T. gondii.(3) Pada penderita HIV dengan ET hampir sama positif dalam hasil serologis

IgG anti toksoplasmosis. IgM anti toksoplasma biasanya negative.(4)

Dari hasil CT scan didapatkan gambaran lesi hipodens multiple dengan kesan suatu abses

serebri. Pada pasien HIV, gambaran toksoplasmosis serebri sering muncul dalam bentuk abses

serebri.(4) Untuk mendapatkan gambaran yang jelas dari suatu infeksi toksoplasmosis serebri

pada CT scan kepala tersebut hendaknya dilakukan dengan memakai kontras, karena dengan

kontras pencitraan dapat menunjukkan gambaran ring enhancement. Pada pasien ODHA yang

telah terdeteksi dengan IgG T. gondii dan gambaran cincin multiple pada CT scan sekitar 80%

16

Page 17: sh

merupakan ET.(3) Pada pasien sudah dapat diberikan terapi toksoplasmosis karena menurut

literatur berdasarkan diagnosis presumptive, terapi empiris toksoplasmosis dapat dimulai.(5)

Masalah lain yang juga sering dijumpai pada pasien dengan HIV/AIDS ini adalah

malnutrisi. Malnutrisi pada pasien HIV merupakan akibat dari kurangnya asupan makanan,

gangguan absorpsi karena proses infeksi yang menekan imun tubuh dan juga akibat berbagai

infeksi opportunistic yang menyertai pasien. Pada pasien ini diet diberikan secara perNGT dalam

bentuk cair dan porsi kecil dan sering.

DAFTAR PUSTAKA

1. Djoerban Z, Djauzi S. HIV/AIDS di Indonesia..Dalam : Buku Ajar Ilmu Penyakit

Dalam III. Edisi V. Editor Sudoyo AW, Setyohadi B, Alwi I, Marcellus SK, Setyati

S. Jakarta. Interna Publishing. 2009: 2861-69.

17

Page 18: sh

2. WHO Case Definition of HIV for Surveilences and Revised Clinical Staging and

Immunological Classification of HIV Related Disease in Adult and Children. Dikutip

dari : http://www. who.int/hiv/pub/guidelines/HIVstaging150307.pdf

3. Kane BM. HIV/AIDS Treatment Drug. USA: Chelsea House. 2008 : 43-44

4. Pohan H. Toksoplasmosis.Dalam : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam III. Edisi V.

Editor Sudoyo AW, Setyohadi B, Alwi I, Marcellus SK, Setyati S. Jakarta. Interna

Publishing. 2009: 2881-88.

5. Guidelines for Prevention and Treatment of Opportunistic Infection in HIV Infected

Adults and Adolescents. Dikutip dari :

http://aidsinfo.nih.gov/contentfiles/Adult_OI_041009.pdf

6. Yunihastuti, Evy, Djauzi S, Djoerban Z. Infeksi Opportunistik pada AIDS. Jakarta.

Balai Penerbit FKUI. 2005.

7. Zetola, Nikola M, Pilcher Cd. “Diagnosis and Management of Acute HIv infection”.

Infect Dis Clin Am, 2007

18