Seyyed Amir Ali
-
Upload
salimccp7578 -
Category
Documents
-
view
1.515 -
download
4
Transcript of Seyyed Amir Ali
Seyyed Amir AliOleh: Aliman Bin Abd Ghani
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam sejarah dan peradaban umat Islam telah dijumpai berbagai macam
aliran pemikiran yang masing-masing mempunyai corak dan karasteristik tertentu.
Perbedaan yang ada tentunya tidak dapat dinafikan begitu saja tanpa melakukan
sebuah penyelidikan atau upaya untuk mencari grass root sebuah aliran pemikiran.
Hal ini dapat dicermati mulai dari priode klasik Islam (650-1250), priode
pertengahan (1250-1800) dan periode modern (1800 M dan seterusnya). Setiap
periode mempunyai cirri dan keunikan tersendiri, terutama pada periode modern.
Periode modern merupakan zaman kebangkitan umat Islam, yang ditandai
dengan jatuhnya Mesir ke tangan Eropa yang pada akhirnya menjadikan umat Islam
ini insaf atas kelemahan-kelemahannya serta sadar bahwa di Barat telah muncul
sebuah peradaban baru yang lebih tinggi dan super power yang merupakan acaman
yang serius terhadap umat Islam.
Para penguasa, tokoh serta pemikir-pemikir Islam mulai memikirkan
bagaimana meningkatkan mutu dan kekuatan umat Islam agar dapat bangkit kembali
dari keterpurukan, dan tentunya diharapkan dapat bersaing, berkompetisi dan jauh
lebih unggul dari peradaban lain di dunia. 1
Dari sekian banyak pemikir modern Islam yang terlibat langsung dalam
upaya ini, terutama mereka yang meretas di daratan sub-continent (India-Pakistan)
1 Ziauddin Ahmad, Influence of Islam on World Civilization, (Karachi: Royal Book Company, 1994), h. 9.
1
Seyyed Amir AliOleh: Aliman Bin Abd Ghani
seperti Sayyid Ahmad Khan,2 Mohsinul Mulk, Abu Alam Kazad, Maulana
Muhammad Ali, Iqbal dan Muhammad Ali Jinnah, namun yang menjadi tema sentral
dari pembahasan ini yaitu Sayyid Amir Ali. Ia tidak hanya menawarkan konsep akan
tetapi juga terlibat langsung sebagai pemeran utama yang memberikan kontribusi
terhadap perkembangan khazanah dan intelektual Islam.
B. Rumusan dan Batasan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas penulis berupaya membahas
figur Seyyed Amir Ali beserta pemikiran yang dikembangkannya. Makalah ini
memfokuskan pada pokok pikiran Seyyed Amir Ali yang tidak dapat dipisahkan dari
ranah pemikiran dan intelektual Islam.
2 Husayn Ahmad Amin, Seratus Tokoh dalam Sejarah Islam, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 1999), h. 296.
2
Seyyed Amir AliOleh: Aliman Bin Abd Ghani
II. PEMBAHASAN
A. Riwayat Hidup Seyyed Amir Ali
Sayyid Amir Ali berasal dari keluarga Syi'ah yang sehari-harinya bekerja di
kerajaan Persia pada masa Nadir Syah (1736-1748), kemudian keluarga tersebut
berpindah ke India dan menjadi pejabat kerajaan di Istana Mughal demikian pula
bekerja pada pada British East India Company.3 Sayyid Amir Ali lahir pada 6 April
1849 di Cuttack, India.4
1. Jenjang Pendidikan
Sayyid Amir Ali memulai jenjang pendidikannya di kampung halamannya
kemudian ia melanjutkan pendidikannya di perguruan tinggi Mhsiniyyah, di sinilah
ia mempelajari bahasa Arab dan juga belajar bahasa Inggris kemudian Sastra dan
juga Hukum Inggris di Hooghly College dekat Kalkutta.5
Di tahun 1869 ia pergi ke Inggris untuk meneruskan studi dan selesai di tahun
1873 dengan memperoleh kesarjanaan dalam bidang hukum dengan menerbitkan
karyanya dengan judul A Critical Examination of the Life and Teaching of
Muhammed, buku pertama yang merupakan interpretasi kaum modernis Muslim
tentang Islam, yang menjadikannya terkenal baik di Barat maupun di Timur.6
Selesai dari studi ia kembali ke India dan pernah bekerja sebagai pegawai
Pemerintah Inggris, pengacara, dan guru besar dalam hukum Islam. Yang membuat
3 Harun Nasution, Pembaharuan dalam Islam: Sejarah Pemikiran dan Gerakan, (Cet. XIII; Jakarta: Bulan Bintang, 2003), h. 174.
4 H. A. Mukti Ali, Alam Pikiran Isalm Modern di India dan Pakistan, (Cet. IV; Bandung: Mizan, 1998), h. 142.
5 John L. Posito (Ed), The Oxford Encyclopedia of the Modern Islamic World, (New York: Oxford University Press, 1995), Vol: I, h. 48.
6 H. A. Mukti Ali, op.cit., h. 142.
3
Seyyed Amir AliOleh: Aliman Bin Abd Ghani
ia lebih terkenal ialah aktivitasnya dalam bidang politik dan buku karangannya The
Spirit of Islam dan A Short Story of the Saracens.7
2. Karir Politik dan Pemerintahan
Di tahun 1877 ia membentuk National Muhammaden Association yang
merupakan wadah persatuan umat Islam India, dan tujuannya adalah untuk membela
kepentingan umat Islam dan untuk melatih mereka dalam bidang politik.
Perkumpulan ini mempunyai 34 cabang di berbagai wilayan di India. Di tahun 1883
ia diangkat menjadi salah satu dari ketiga anggota Dewan Raja Muda Inggris (The
Viceroy’s Council) di India. Ia adalah satu-satunya anggota Islam dalam majelis itu.8
Di tahun 1904 ia meninggalkan India dan menetap di London bersama
isterinya yang berkebangsaan British asli. Perpindahannya ini dilakukan setelah ia
berhenti dari Pengadilan Tinggi Bengal. Pada tahun 1906 ia diangkat menjadi
anggota The Judicial Committee of the Privy Council (Komite Kehakiman Dewan
Raja) di London, dan merupakan orang India pertama yang menduduki jabatan
tersebut. Seperti halnya Sir Ahmad Khan, Sayyid Amir Ali juga merupakan seorang
pemimpin Muslim yang mempunyai hubungan yang dekat dengan pemerintahan
Inggris di India.9
Pemerintahan serta kependudukan Inggris di India, dalam pandangan Sayyid
Amir Ali bahwa hal tersebut merupakan salah satu alternatif untuk menghindari
7 Harun Nasution, , op.cit., h. 174.8 Ibid.,9 H. A. Mukti Ali, op. cit., h. 143.
4
Seyyed Amir AliOleh: Aliman Bin Abd Ghani
pengaruh dan dominasi orang Hindu setelah memperoleh kemerdekaan dari kerajaan
Inggris. Setelah bermukim di London ia mendirikan cabang The Muslim League.10
Sayyid Amir Ali banyak terlibat dalam perundingan-perundingan di London
tentang rancangan pembaharuan politik di India. Setelah Perang Dunia pertama ia
tampil dan mempunyai peran penting dalam pergerakan Khilafah di London sebagai
upaya untuk mempertahankan Khilafah Utsmania11 di Turky dari rencana
penghapusan Khilafat yang akan dilakuakn oleh Kemal Attaturk.12
Upaya yang dijalankan Sayyid Amir Ali adalah gerakan diplomatis serta
kegiatan lobi-lobi internasional terhadap pemerintahan Inggris untuk
mempertahankan Khilafah, selain itu ia dan Agha Khan melayangkan surat tertulis
kepada perdana menteri Turki di tahun 1923 dan menghimbau agar Khilafah tetap
eksis, namun upaya tersebut mendapat tanggapan dingin dari pemerintah Turky.13
B. Pandangan dan Pemikiran Kalam Seyyid Amir Ali
1. Ajaran Tentang Akhirat
Dalam bukunya The Spirit of Islam, Sayyid Amir Ali menjelaskan diskursus
tentang akhirat, sebagaimana yang dikuti oleh Harun Nasution, bahwa bangsa yang
pertama kali menimbulkan kepercayaan pada kehidupan akhirat adalah bangsa Mesir
kuno. Agama Yahudi pada mulanya tidak mengakui adanya hidup selain hidup di
10 Ibid.,11 Khilafah Utsmania (1300-1922), khilafah ini secara resmi dihapuskan oleh Kemal Atatur di
tahun 1924. lihat Akbar S Ahmad, Islam to Day: A Short Introduction to the Muslim World, (London: I.B. Tauris & Co Ltd, 2001), h. 72.
12 Kemal Ataturk (1881-1938) membentuk pemerintahan Turky di tahun 1920 yang berkiblat ke Barat (westernisasi) dengan kebijakan memisahkan antara persoalan agama dan negara (secularism). Lihat Tamara Sonn, Zafar Ishaq Ansari, John L. Esposito, (ed) Muslims and the West: Encounter and Dialogue, (Islamabad: Islamic Research Institute Press, 2001), h. 222.
13 John L. Posito (Ed), op. cit., h. 49.
5
Seyyed Amir AliOleh: Aliman Bin Abd Ghani
dunia, namun dengan adanya pekembangan dalam ajaran-ajaran Yahudi yang timbul
kemudian baru dijumpai adanya hidup yang kedua. Agama-agama yang datang
sebelum Islam pada umumnya menggambarkan bahwa di hidup kedua itu manusia
akan memperoleh upah dan balasan dalam bentuk jasmani dan bukan dalam bentuk
rohani.
Selanjutnya ia menjelaskan bahwa ajaran mengenai akhirat itu amat besar arti
dan pengaruhnya dalam mendorong manusia untuk berbuat baik dan menjauhi
perbuatan jahat. Lebih lanjut lagi ajaran ini membawa kepada peningkatan moral
golongan awam, apabila ganjaran dan balasan di akhirat digambarkan dalam bentuk
yang dapat ditangkap oleh panca indera.14
2. Perbudakan
Dalam soal perbudakan, Sayyid Amir Ali menerangkan bahwa sistem
perbudakan dalam sejarah peradaban manusia telah ada semenjak zaman purba.
Yunani, Romawi, dan Jerman di masa lampau mengakui dan memakai sistem
perbudakan dan agama Kristen tidak membawa ajaran untuk menghapus sistem
perbudakan.
Sementara agama Islam berbeda dengan agama-agama sebelumnya, Islam
datang dengan menghapus sistem perbudakan. Dosa-dosa tertentu dapat ditebus
dengan memerdekakan budak, budak harus diberi kebebasan untuk membeli
kemerdekaannya dengan upah yang ia peroleh. Budak harus diperlakuakan dengan
baik dan tidak boleh dibedakan dengan manusia lain. Oleh karena itu, dalam sejarah
14 Harun Nasution, , op.cit., h. 178.
6
Seyyed Amir AliOleh: Aliman Bin Abd Ghani
peradaban Islam, tercatat bahwa ada di antara budak-budak yang akhirnya menjadi
perdana menteri.15
3. Kemunduran Umat Islam
Kemunduran umat Islam, Sayyid Amir Ali berpedapat bahwa penyebabnya
terletak pada keadaan umat Islam di zaman modern menganggap bahwa pintu ijtihad
telah tertutup dan tidak boleh lagi melakukan ijtihad, bahkan itu adalah dosa. Orang
harus tunduk kepada pendapat ulama abad ke-9 Masehi, yang tidak dapat mengetahui
kebutuhan abad ke-20. pendapat ulama yang disusun pada beberapa abad yang lalu
masih tetap diyakini sesuai dan dapat dipakai untuk zaman modern.16
Selain itu, penyebab kemunduran umat ini, umat Islam di zaman modern
tidak percaya pada kekuatan akal, sedangkan nabi Muhammad memberi penghargaan
tinggi dan mulia terhadap akal manusia. Ulama kita sekarang, menurut Amir Ali,
menjadikan berpikir dan menggunakan akal sebagai dosa dan kejahatan. Dan
penyebab lain adalah tidak adanya perhatian yang serius terhadap ilmu pengetahuan,
baik sains maupun perkembangan teknologi, dan ini sangat berbeda pada zaman
klasik Islam yang puncaknya pada priode Abbasiyah.17
Kemajuan ilmu pengetahuan ini dapat dicapai oleh umat Islam di zaman
klasik, karena mereka kuat berpegang pada ajaran nabi Muhammad dan berusaha
keras untuk melaksanakannya. Eropa pada waktu yang bersamaan masih dalam
kemunduran intelektual dan kebebasan berpikir belum ada karena dunia Eropa
berada di bawah kekuasaan gereja. Sementara Islamlah yang pertama membuka pintu
15 Ibid., h. 179.16 Ibid., h. 180.17 Mazharul Haq, A Short History of Islam,(Cet. XVII; Lahore: Bookland, 2002), h. 560.
7
Seyyed Amir AliOleh: Aliman Bin Abd Ghani
berpikir untuk menggali potensi akal. Dan inilah, menurut Sayyid Amir Ali,
membuat umat Islam menjadi promotor ilmu pengetahuan dan peradaban, sedangkan
ilmu pengetahuan tidak bisa dipisahkan dari kebebasan berpikir. Setelah kebebasan
berpikir menjadi kabur di kalangan umat Islam, mereka menjadi ketinggalan dalam
perlombaan menuju kemajuan.18
4. Konsepsi tentang Ketuhanan
Sayyid Amir Ali lebih banyak memberi perhatian tentang keadilan Tuhan dan
hubungannya dengan kebajikan manusia. Keadilan merupakan animasi yang prinsipil
dari perbuatan manusia dan sesungguhnya Tuhan mengontrol alam ini dengan
keadilan, selain itu ujian terhadap kebaikan dan kejahatan bukanlah keinginan dari
seorang individu, melainkan adalah kebajikan manusia.19
Lebih dari itu, Sayyid Amir Ali berpegang teguh terhadap adanya kekuatan
hukum yang berlaku di alam ini, ia memaparkan bahwa dalam al-Qur’an telah
banyak dijumpai tentang keputusan Tuhan yang secara jelas menerangkan tentang
hukum-hukum alam (Laws of Nature). Bintang-bintang dan planet masing-masing
mempunyai peran tujuan tertentu dalam penciptaannya. Lanjutan pemaparannya,
bahwasanya gerakan benda-benda angkasa, fenomena alam, hidup dan mati,
semuanya dikendalikan oleh hukum. Dan kehendak Tuhan bukanlah sekedar
kehendak atau keinginan yang muncul begitu saja, namun keinginan Tuhan adalah
keinginan yang mendidik (it’s an education will). Kebajikan manusia, keadilan dan
18 Harun Nasution, , op.cit., h. 181.19 Mazheruddin Siddiqi, Modern Reformis Thought in The Muslim World, (Islamabd: Islamic
Research Institute Press, 1982), h. 48.
8
Seyyed Amir AliOleh: Aliman Bin Abd Ghani
hukum, semua ini merupakan kategori yang mendasar dalam pandangan Sayyid Amir
Ali tentang konsep ketuhanan.20
5. Konsepsi antara Kenabian dan Akal
Konsepsi Sayyid Amir Ali terhadap kenabian benar-benar sangat naturalistik
sebagaiman yang ia paparkan dalam bukunya The Spirit of Islam, dengan pandangan
bahwa kekuatan akal dan kapasitas intelektual seorang nabi tumbuh dan berkembang
sama dengan manusia yang lain. Selanjutnya Amir Ali memberikan sebuah ilustrasi,
bahwa beberapa surah yang terdapat dalam al-Qur’an telah mendeskripsikan tentang
kenikmatan syurga, baik secara figuratif atau lisan yang diwahyukan kepada nabi
tidak serta merta diturunkan secara keseluruhan, akan tetapi melalui beberapa
tahapan.21
Hal ini menunjukkan bahwa kapasitas akal dan intelektual mengalami
perkembagan untuk memahami surah demi surah yang diturunkan. Demikian pula
perkembangan akal seorang guru tidak hanya berkembang sejalan dengan perjalanan
waktu dan kesadaran keagamaannya, namun juga berkembang sesuai dengan
kepercayaannya dalam memahami konsepsi spiritual.22
6. Konsepsi tentang Free Will and Free Act
Dalam uraian ini, Sayyid Amir Ali menjelaskan bahwa jiwa yang terdapat
dalam al-Qur’an bukanlah jiwa fatalism, tetapi adalah jiwa kebebasan manusia dalam
berbuat. Jiwa manusia bertanggung jawab atas perbuatannya. Nabi Muhammad,
demikian ia menulis lebih lanjut, berkeyakinan bahwa manusia mempunyai
20 Ibid.,21 Ibid., h. 57.22 Ibid.,
9
Seyyed Amir AliOleh: Aliman Bin Abd Ghani
kebebasan dalam menentukan keinginan. Sebenarnya apa yang hendak ditegaskan
oleh Sayyid Amir Ali, adalah Islam bukanlah dijiwai oleh paham qada’ dan qadr atau
jabariah, tetapi oleh paham Qadariah, yaitu kebebasan manusia dalam kehendak dan
perbuatan. Paham qadariah inilah yang selanjutnya menimbulkan rasionalisme
dalam Islam, semetara paham qadariah dan rasionalisme itu sendiri menimbulkan
peradaban yang kuat pada zaman klasik Islam.23
7. Pandangan terhadap Mu’tazilah
Sayyid Amir Ali dalam bukunya The Spirit pf Islam selanjutnya menguraikan
peranan yang dipegang golongan Mu’tazilah dalam perkembangan ilmu pengetahuna
dan filsafat dalam Islam. Aliran Mu’tazilah untuk beberapa abad mempengaruhi
pemikiran umat Islam yang disokong oleh para penguasa yang berpikiran luas
sehingga ilmu pengetahuan dan filsafat tumbuh dengan pesat sehingga tidak sedikit
kaum Mu’tazilah menjadi ahli dalam berbagai disiplin ilmu pengetahuan, seperti
kedokteran, fisika, kimia, matematika dan sejarah.
Melalui Mu’tazilah, menurut Amir Ali, rasionalisme Islam meluas ke seluruh
masyarakat terpelajar yang ada di kerajaan Islam ketika itu bahkan sampai ke
perguruan-perguruan yang letaknya sejauh Andalus. Kaum rasionalis tidak hanya
aktif memberikan ceramah-ceramah di perguruan tinggi tetapi juga di masjid-masjid,
sehingga melalui merekalah, dalam pandangan Sayyid Amir Ali, terjadi perubahan
yang besar dalam masyarakat Islam dari umat yang sederhana kebudayaannya
menjadi umat yang tinggi peradabannya.24
23 Harun Nasution, , op.cit., h. 181.24 Ibid.,
10
Seyyed Amir AliOleh: Aliman Bin Abd Ghani
C. Seyyed Amir Ali dan Apologi Islam
Membahas tentang figur Sayyid Amir Ali sepertinya tidak cukup apabila
hanya berkutak pada cara pandang dan pemikirannya, tanpa mencoba melihat dan
membahas sisi lain dari kehidupan Sayyid Amir Ali.
Salah satu yang sangat menonjol yang ada pada Sayyid Amil Ali, terutama
dalam tulisan-tulisannya, adalah pembelaannya terhadap Islam dari serangan-
serangan, baik dari luar maupun dari dalam. Di kalangan Orientalis barat, Amir Ali
terkenal sebagai apolog terbesar di antara penulis-penulis Muslim, atau lebih dikenal
sebagai apologis modern dalam bidang kebudayaan Islam.25
Sayyid Amir Ali berusaha untuk membuktikan pada dirinya atau orang lain
bahwa Islam adalah baik. Apologi merupakan suatu hal yang harus diketahui oleh
orang yang ingin memahami pemikiran–pemikiran modern dunia Islam, karena
sebagian besar pemikiran kaum modernis masuk pada kategori ini.
Para apologi Muslim ini berusaha untuk melawan pandangan-pandangan
yang salah tentang Islam lebih daripada menerangkan Islam itu sendiri, dan mereka
ingin menjadi pembela Islam lebih daripada usaha untuk memahami Islam terutama
untuk menjawab langsung serangan barat terhadap Islam, khususnya sebelum perang
dunia pertama hingga perang dunia kedua berakhir yang sangat merugikan umat
Islam, karena serangan tersebut mengatas namakan agama (Kriseten).26
Dalam hal ini para pemikir Muslim modern harus berusaha memikirkan
pertahanan terhadap Islam lebih daripada Islam itu sendiri. Sayyid Amir Ali, menurut
25 John L. Posito (Ed), op. cit., h. 49.26 H. A. Mukti Ali, op. cit., h. 143.
11
Seyyed Amir AliOleh: Aliman Bin Abd Ghani
H.A. Mukti Ali, adalah contoh yang paling tepat tentang apologi Islam, karena
tulisan dan karya-karyanya sangat jelas mempertahankan dan membela ajaran-ajaran
Islam di hadapan pengadilan opini Barat.
III. PENUTUP
A. Kesimpulan
Mengacu dari uraian dan pembahasan terdahulu dapat ditarik
konklusi, sebagai berikut:
12
Seyyed Amir AliOleh: Aliman Bin Abd Ghani
Sayyid Amir Ali berasal dari keluarga Syi’ah yang berhijrah dari Persia ke
India dan akhirnya menjadi pejabat Istana kerajaan Munghal. Dari sanalah Sayyid
Amir Ali memulai pendidikannya dengan mempelajari bahasa Arab kemudian
bahasa dan sasrta Inggris.
Selanjutnya ia menempuh studi di Inggris dan menjadi seorang ahli dalam
hukum Inggris, kemudian ia kembali ke India dan terlibat dalam dunia akademisi dan
politk sekaligus berafiliasi dengan pemerintahan Inggris, hal ini merupakan suatu
upaya untuk memperjaungkan kepentingan umat Islam, tidak hanya yang ada di
India, tetapi juga keutuhan khilafah Utsmania di Turki.
Pandangan Sayyid Amir Ali tidak hanya mencakup hal-hal yang berhubungan
dengan pemikiran dan teologi, seperti hari akhirat, isu sosial dan perbudakan,
kelemahan umat Islam, kosepsi tentang ketuhanan, kenabian dan akal, kebebasan
kehendak dan perbautan manusia, pandangan terhadap rasionalisme kaum
Mu’tazilah.
Meskipun demikian, Sayyid Amir Ali tetap menjadi seorang apolog Islam
modern yang membela eksistensi Islam dari berbagai serangan, baik internal maupun
eksternal.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, Akbar S, Islam to Day: A Short Introduction to the Muslim World.London: I.B. Tauris & Co Ltd, 2001.
Ahmad, Ziauddin, Influence of Islam on World Civilization. Karachi: Royal BookCompany, 1994.
13
Seyyed Amir AliOleh: Aliman Bin Abd Ghani
Amin, Husayn Ahmad, Seratus Tokoh dalam Sejarah Islam. Bandung: RemajaRosda Karya, 1999
Ali, Mukti, Alam Pikiran Isalm Modern di India dan Pakistan. Cet. IV; Bandung:Mizan, 1998.
----------, Alam Pikiran Islam Modern di Timur Tengah. Jakarta: Djambatan,1995.
Esposito, John L. (Ed), The Oxford Encyclopedia of the Modern Islamic World.Vol: I; New York: Oxford University Press, 1995
Haq, Mazharul, A Short History of Islam. Cet. XVII; Lahore: Bookland, 2002.
Nasution, Harun, Pembaharuan dalam Islam: Sejarah Pemikiran dan Gerakan.Cet. XIII; Jakarta: Bulan Bintang, 2003.
Siddiqi, Mazheruddin, Modern Reformis Thought in The Muslim World.Islamabd:Islamic Research Institute Press, 1982.
Tamara Sonn, Zafar Ishaq Ansari, John L Esposito, (ed) Muslims and the West: Encounter and Dialogue.Islamabad: Islamic Research Institute Press, 2001.
.
.
14