Setiawan,Agus.2008.Efektivitas Pemberian Ekstrak Temulawak(Curcuma Xanthorizza Roxb) Dan...

download Setiawan,Agus.2008.Efektivitas Pemberian Ekstrak Temulawak(Curcuma Xanthorizza Roxb) Dan Temuireng(Curcuma Aeruginosa Roxb)Sebagai Kontrol Helminthiasisterhadap Packed Cell Volume(PCV),Sweating

of 61

Transcript of Setiawan,Agus.2008.Efektivitas Pemberian Ekstrak Temulawak(Curcuma Xanthorizza Roxb) Dan...

  • 7/29/2019 Setiawan,Agus.2008.Efektivitas Pemberian Ekstrak Temulawak(Curcuma Xanthorizza Roxb) Dan Temuireng(Curcu

    1/61

  • 7/29/2019 Setiawan,Agus.2008.Efektivitas Pemberian Ekstrak Temulawak(Curcuma Xanthorizza Roxb) Dan Temuireng(Curcu

    2/61

    EFEKTIVITAS PEMBERIAN EKSTRAK TEMULAWAK

    (Curcuma xanthoriza, Roxb) dan TEMUIRENG (Curcuma

    aeruginosa, Roxb) SEBAGAI KONTROLHELMINTHIASIS

    TERHADAPPACKED CELL VOLUME (PCV),SWEATING RATE DAN PERTAMBAHAN BOBOT BADAN

    PEDET SAPI POTONG BRAHMAN CROSS LEPAS SAPIH

    Oleh :

    Agus SetiawanNIM. 0310510007

    Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana

    pada Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya Malang

    JURUSAN PRODUKSI TERNAK

    FAKULTAS PETERNAKAN

    UNIVERSITAS BRAWIJAYA

    MALANG

    2008

  • 7/29/2019 Setiawan,Agus.2008.Efektivitas Pemberian Ekstrak Temulawak(Curcuma Xanthorizza Roxb) Dan Temuireng(Curcu

    3/61

    EFEKTIVITAS PEMBERIAN EKSTRAK TEMULAWAK DAN

    TEMUIRENG SEBAGAI KONTROL HELMINTHIASIS

    TERHADAP PCV, SWEATING RATE DAN PERTAMBAHAN

    BOBOT BADAN PEDET SAPI POTONG BRAHMAN CROSSLEPAS SAPIH

    Oleh:

    Agus Setiawan

    0310510007

    Telah dinyatakan lulus dalam Ujian Sarjana

    Pada hari/ tanggal: Rabu, 30 April 2008

    Menyetujui

    Susunan Tim Penguji

    Pembimbing Utama Anggota Tim Penguji

    drh. Rositawati Indrati, MP Ir. Ita Wahyu Nursita, MSc

    NIP : 131 573 910 NIP: 131 759 597Tanggal ..... Tanggal

    Pembimbing Pendamping

    Prof. Dr. Ir. H. Woro Busono, MS

    NIP. 130 935 813

    Tanggal

    Mengesahkan:

    Dekan Fakultas Peternakan

    Universitas Brawijaya

    Prof. Dr. Ir. Hartutik, MP

    NIP: 131 125 348

    Tanggal.............................

  • 7/29/2019 Setiawan,Agus.2008.Efektivitas Pemberian Ekstrak Temulawak(Curcuma Xanthorizza Roxb) Dan Temuireng(Curcu

    4/61

    RIWAYAT HIDUP

    Peneliti dilahirkan di Blitar pada tanggal 26 April 1985 sebagai putra

    bungsu dari pasangan Bapak Maskur dan Ibu Lis Partini. Pada tahun 1997

    menyelesaikan pendidikan dasar dari SDN Krenceng I Kec. Nglegok Kab. Blitar,

    pada tahun 2000 menyelesaikan pendidikan menengah pertama dari SLTPN 3

    Kota Blitar dan pada tahun 2003 menyelesaikan pendidikan menengah atas dari

    SMUN I Kota Blitar.

    Peneliti melanjutkan pendidikan sarjana pada tahun 2003 di Fakultas

    Peternakan Universitas Brawijaya. Selama kuliah peneliti aktif sebagai pengurus

    Himpunan Mahasiswa Jurusan Produksi Ternak, sebagai ketua bidang

    pengembangan organisasi. Peneliti juga aktif dalam berbagai kegiatan seminar,

    diklat dan pelatihan bidang keilmuan.

  • 7/29/2019 Setiawan,Agus.2008.Efektivitas Pemberian Ekstrak Temulawak(Curcuma Xanthorizza Roxb) Dan Temuireng(Curcu

    5/61

    KATA PENGANTAR

    Puji syukur peneliti panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah

    melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulisan skripsi dengan judul

    Efektivitas Pemberian Ekstrak Temulawak (Curcuma Xanthorriza) Dan

    Temuireng (Curcuma aeruginsa) Sebagai Kontrol Helminthiasis Terhadap PCV,

    Sweating rate Dan Pertambahan Bobot Badan Pedet Sapi Potong Brahman Cross

    Lepas Sapih.

    Pada kesempatan ini dengan penuh rasa hormat disampaikan terima kasih

    kepada:

    1. Ibu drh. Rositawati Indrati, MP selaku dosen pembimbing utama dan Prof. Dr.Ir. H. Woro Busono, MS selaku dosen pembimbing pendamping atas

    bimbingan dan arahan yang diberikan selama penyusunan skripsi.

    2. Laboratorium Epidemiologi dan civitas akademik Fakultas PeternakanUnibraw atas fasilitas dan bantuan administrasi untuk kelancaran penelitian.

    3. Pimpinan beserta seluruh staf Usaha Peternakan Aliansi Pasuruan, atas kerjasama dan fasilitas yang diberikan.

    4. Bapak dan Ibu atas semua dukungan material maupun spiritual yang diberikanselama penelitian hingga penyelesaian penulisan skripsi.

    Besar harapan peneliti bahwa skripsi ini bermanfaat bagi peneliti

    khususnya, pihak-pihak lain yang berkepentingan serta segenap pembaca pada

    umumnya.

    Malang, Juni 2008

    Peneliti

  • 7/29/2019 Setiawan,Agus.2008.Efektivitas Pemberian Ekstrak Temulawak(Curcuma Xanthorizza Roxb) Dan Temuireng(Curcu

    6/61

    ABSTRACT

    EFFECTIVITY OF TEMULAWAK (Curcuma Xanthorriza) AND

    TEMUIRENG (Curcuma Aeroginosa) EXTRACT AS HELMINTHIASIS

    CONTROL TO PCV, SWEATING RATE, AND DAILY WEIGHT GAINOF CALF BRAHMAN CROSS

    This research was conducted at Usaha Peternakan Aliansi in Kecamatan

    Sengon, Kabupaten Pasuruan in August 11th

    to Oct 5th

    2007.

    This research was aimed to know the effectivity of temulawak (Curcuma

    xanthorriza) and temuireng (Curcuma aeruginosa) extract for anthelmintics as

    control helminthiasis.

    The material carried out was 30 calves with average of 30-92 kg consist of

    PO (control), P1 (given the extract for 3 days consecutive without replication), P2

    (given the extract for 3 days consecutive and with replication after 3 week).

    Parameters measured was EPG from the faeces, PCV from the blood, sweatingrate by CCD, and body weight gain. Data were analyzed with Anova and were

    subjected effect of the treatment by least significant difference test method.

    The result showed that giving the extract to know the helminthiasis control

    decreased the EPG, but increase sweating rate and body weight gain.

    The conclusion of this research that temulawak and temuireng extract

    could be used as natural anthelminthics alternatives for controling the helminth.

  • 7/29/2019 Setiawan,Agus.2008.Efektivitas Pemberian Ekstrak Temulawak(Curcuma Xanthorizza Roxb) Dan Temuireng(Curcu

    7/61

    RINGKASAN

    EFEKTIVITAS PEMBERIAN EKSTRAK TEMULAWAK DAN

    TEMUIRENG SEBAGAI KONTROL HELMINTHIASIS TERHADAPPCV, SWEATING RATE DAN PERTAMBAHAN BOBOT BADAN PEDET

    SAPI POTONG BRAHMAN CROSS LEPAS SAPIH

    Penelitian dilaksanakan di Usaha Peternakan Aliansi di Kecamatan

    Sengon Kabupaten Pasuruan pada tanggal 11 Agustus 2007 sampai dengan

    tanggal 5 Oktober 2007.

    Tujuan penelitian adalah mengetahui efektifitas pemberian ekstrak

    temulawak dan temuireng untuk anthelmintik sebagai kontrol helminthiasis

    terhadap PCV, sweatingrate, dan pertambahan bobot badan pedet sapi potong

    lepas sapih. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menemukan alternatif

    anthelmintik alami serta dosis pemberian efektif untuk kontrol helmintiasis.Materi yang digunakan dalam penelitian ini adalah pedet sapi potong lepas

    sapih dengan kisaran bobot badan 30 92 kg sebanyak 30 ekor yang ditempatkan

    dalam 3 kandang kelompok. Setiap kelompok kandang berisi 10 ekor pedet.

    Kandang berukuran 5 x 8 m, beratap asbes dengan dinding terbuka dan lantai

    semen. Pengambilan sampel secara sampling dengan batasan pedet lepas sapih

    dan tingkat infeksi cacing telah diperiksa sebelum perlakuan dimulai. Metode

    penelitian yang digunakan adalah metode percobaan dengan tiga macam

    perlakuan. Perlakuan tersebut adalah P0 : tidak diberikan ekstrak selama

    penelitian, P1 : diberikan ekstrak tiga hari berturut-turut pada minggu ke-1 tanpa

    pengulangan, P2 : diberikan ekstrak tiga hari berturut-turut pada minggu ke-1 dan

    diulang pada minggu ke-4. Setiap minggu diambil sampel feses untuk

    pemeriksaan EPG. Pengambilan sampel darah dilakukan sebelum perlakuan,

    memasuki minggu ke-4 dan minggu ke-8. Pengukuran sweating rate dilakukan

    setiap minggu. Penimbangan pedet dilakukan 2 kali, yaitu awal sebelum

    perlakuan dan setelah penelitian. Variabel yang diamati meliputi jumlah EPG,

    nilai PCV, sweating rate, dan pertambahan bobot badan. Hasil pengamatan EPG

    dan PCV dideskripsikan. Data sweating rate dan PBB dianalisis dengan metode

    Rancangan Acak Kelompok (RAK) dan diteruskan dengan Uji Beda Nyata Jujur.

    Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian ekstrak akan

    menurunkan infeksi cacing yang dihitung berdasarkan nilai EPG. Secara statistik

    pemberian ekstrak berpengaruh nyata untuk meningkatkan bobot badan,metabolisme tubuh serta daya adaptasi terhadap lingkungan yang ditunjukkan

    dengan sweating rate.

    Kesimpulan penelitian ini adalah ekstrak temulawak dan temuireng dapat

    digunakan sebagai alternatif anthelmintik alami untuk mengontrol helminthiasis,

    serta meningkatkan status kesehatan untuk mendapatkan pertambahan bobot

    badan yang optimal. Dosis pemberian yang efektif adalah 250 mg/ekor/pemberian

    selama 3 hari berturut-turut.

  • 7/29/2019 Setiawan,Agus.2008.Efektivitas Pemberian Ekstrak Temulawak(Curcuma Xanthorizza Roxb) Dan Temuireng(Curcu

    8/61

    DAFTAR ISI

    Halaman

    RIWAYAT HIDUP............................................................................................. iii

    KATA PENGANTAR ........................................................................................ ivABSTRACT........................................................................................................ v

    RINGKASAN ..................................................................................................... vi

    DAFTAR ISI....................................................................................................... vii

    DAFTAR LAMPIRAN....................................................................................... ix

    DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... x

    BAB I PENDAHULUAN................................................................................... 1

    1.1 Latar Belakang .............................................................................................. 1

    1.2 Rumusan Masalah ........................................................................................ 4

    1.3 Tujuan Penelitian ......................................................................................... 4

    1.4 Kegunaan ...................................................................................................... 41.5 Kerangka Pikir .............................................................................................. 5

    1.6 Hipotesis........................................................................................................ 6

    BAB II TINJAUAN PUSTAKA......................................................................... 8

    2.1 Ekstrak Temulawak dan Ekstrak Temuireng................................................ 8

    2.2 Helminthiasis ................................................................................................ 10

    2.3 Packed Cell Volume (PCV)........................................................................... 13

    2.4 Sweating Rate................................................................................................ 15

    2.5.Pedet Sapi Potong Lepas Sapih..................................................................... 15

    2.6. Pertambahan Bobot Badan........................................................................... 16

    BAB III MATERI DAN METODE PENELITIAN............................................ 17

    3.1 Lokasi Penelitian........................................................................................... 17

    3.2 Materi Penelitian........................................................................................... 17

    3.3 Metode Penelitian ......................................................................................... 18

    3.4 Metode Pengukuran Sweating Rate ............................................................. 20

    3.5 Analisa Data .................................................................................................. 21

    3.6 Batasan Istilah ............................................................................................... 21

    BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................ 22

    4.1Pengaruh pemberian ekstrak temulawak (Curcuma xanthorriza) dantemuireng (Curcuma aeruginosa) sebagai kontrol helminthiasis................ 22

    4.1.1 Dinamika EPG kelompok kontrol (P0) ............................................... 22

    4.1.2 Pengaruh pemberian ekstrak temulawak dan temuireng tanpa

    pengulangan (P1) sebagai kontrol helminthiasis ................................. 24

    4.1.3 Pengaruh pemberian ekstrak temulawak dan temuireng dengan

    pengulangan (P2) sebagai kontrol helminthiasis ................................. 26

    4.2 Pengaruh pemberian ekstrak temulawak (Curcuma xanthorriza) dan

    temuireng (Curcuma aeruginosa) terhadap PCV ....................................... 28

    4.3 Pengaruh pemberian ekstrak temulawak (Curcuma xanthoriza) dan

    temuireng (Curcuma aeruginosa) terhadap sweatingrate .......................... 30

  • 7/29/2019 Setiawan,Agus.2008.Efektivitas Pemberian Ekstrak Temulawak(Curcuma Xanthorizza Roxb) Dan Temuireng(Curcu

    9/61

    4.4 Pengaruh pemberian ekstrak temulawak (Curcuma xanthoriza) dan

    temuireng (Curcuma aeruginosa) terhadap pertambahan bobot

    badan pedet sapi potong lepas sapih ........................................................... 32

    BAB V KESIMPULAN DAN SARAN.............................................................. 355.1 Kesimpulan ................................................................................................... 35

    5.2 Saran.............................................................................................................. 35

    DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 36

    LAMPIRAN-LAMPIRAN.................................................................................. 39

  • 7/29/2019 Setiawan,Agus.2008.Efektivitas Pemberian Ekstrak Temulawak(Curcuma Xanthorizza Roxb) Dan Temuireng(Curcu

    10/61

    DAFTAR LAMPIRAN

    Lampiran : Halaman

    1. Hasil pemeriksaan EPG 41

    2. Hasil pengukuran dan analisis sweating rate 44

    3. Hasil penimbangan PBB pedet .. 48

    4. Analisis PBB pedet sapi potong lepas sapih .. 50

  • 7/29/2019 Setiawan,Agus.2008.Efektivitas Pemberian Ekstrak Temulawak(Curcuma Xanthorizza Roxb) Dan Temuireng(Curcu

    11/61

    DAFTAR GAMBAR

    Gambar Halaman

    1. Rimpang Temulawak (Curcuma Xanthorriza) ............................. 8

    2. Rimpang Temuireng (Curcuma Aeruginosa) .............................. 10

    3. Siklus hidup Nematoda 23

  • 7/29/2019 Setiawan,Agus.2008.Efektivitas Pemberian Ekstrak Temulawak(Curcuma Xanthorizza Roxb) Dan Temuireng(Curcu

    12/61

    BAB I

    PENDAHULUAN

    1.1. Latar Belakang

    Kesehatan ternak merupakan kunci penentu keberhasilan suatu usaha

    peternakan. Arti sehat bagi ternak adalah kondisi dimana di dalam tubuh ternak

    berlangsung proses-proses normal, baik proses fisis, kimiawi, biokimiawi dan

    fisiologis yang normal. Timbulnya penyakit pada ternak merupakan proses

    dinamis dari hasil interaksi tiga faktor, yaitu : ternak, agen penyakit (pathogen)

    dan lingkungan (Imbang, 2003).

    Dalam usaha peningkatan produktivitas ternak potong banyak hambatan

    yang harus ditanggulangi. Pada lingkungan tropis basah, tingkat helminthiasis

    (infeksi cacing) pada ternak cukup tinggi, sehingga dapat menghambat

    pertumbuhan. Telur-telur cacing masuk ke tubuh ternak melalui hijauan yang

    dikonsumsi dan berkembang dalam saluran pencernakan. Pertumbuhan cacing

    yang tinggi akan mengganggu proses penyerapan nutrisi dan membuat ternak

    tampak kurus.

    Dewasa ini banyak orang kembali ke cara alami untuk mempertahankan

    kesehatan, salah satunya dengan memanfaatkan tanaman (herbal). Temulawak

    (Curcuma xanthorrhiza, Roxb) dan temuireng (Curcuma aeruginosa, Roxb)

    adalah satu dari berbagai jenis tanaman yang bermanfaat untuk kesehatan.

    Tanaman ini dapat digunakan untuk manusia maupun ternak. Tanaman ini dapat

    ditemukan di seluruh wilayah Indonesia pada ketinggian 400 m-750 m dpl.

    Temuireng merupakan salah satu jenis tanaman yang dapat digunakan

    untuk membunuh cacing. Berdasarkan hasil sebuah penelitian in vitro terhadap

  • 7/29/2019 Setiawan,Agus.2008.Efektivitas Pemberian Ekstrak Temulawak(Curcuma Xanthorizza Roxb) Dan Temuireng(Curcu

    13/61

    cacingAscarissum yang direndam selama 24 jam dalam ekstrak temuireng dengan

    konsentrasi 60 % dapat membunuh cacing sebesar 68 % (Anonymous, 1998).

    Selanjutnya dari hasil penelitian Purnomo, Hendrawan, dan Rositawati (1998),

    menyebutkan bahwa pemberian temuireng sebanyak 21 g per hari memberikan

    pengaruh yang sangat nyata untuk mengatasi cacing.

    Rimpang temu lawak dan temu ireng mengandung kurkumin dan minyak

    atsiri yang dapat digunakan untuk membasmi cacing dan meningkatkan

    metabolisme tubuh (Widowati, 2007). Zat aktif dalam temulawak dan temuireng

    yaitu curcumin 1,4 - 4% dan minyak atsiri 5%, monoterpen dan

    tetrahydrocurcuminoids , demethoxycurcumin dan bisdemethoxycurcumin

    Minyak atsiri mempunyai bau yang khas dan curcumin memberi sifat pada

    temulawak dan temuireng sehingga dapat menyembuhkan penyakit. Perasan

    airnya digunakan untuk membasmi cacing pita dan cacing kremi pada manusia

    dan ternak. Kedua zat tersebut mengantagonis asetilkolin dan menekan kontraksi

    otot polos sehingga menekan pertumbuhan cacing (Rismunandar, 2004).

    Pemberian anthelmintik hasil fraksinasi minyak atsiri rimpang temuireng pada

    pedet terhadap toxocariosis dengan dosis 240 mg selama dua hari berturut-turut

    dapat menurunkan tingkat infeksi (Koesdarto, 2005).

    Pada penelitian ini temuireng yang telah terbukti efektif dalam membunuh

    cacing digabungkan dengan temulawak yang berfungsi untuk meningkatkan

    fungsi hati dan memperbaiki metabolisme tubuh. Ekstrak yang diberikan dalam

    penelitian diperoleh dengan mengekstraksi tepung temulawak dan temuireng.

    Cacing dalam pencernakan dimungkinkan terdiri dari berbagai macam

    jenis dan fase pertumbuhan yang berbeda. Dari hasil penelitian Hendrawan,

  • 7/29/2019 Setiawan,Agus.2008.Efektivitas Pemberian Ekstrak Temulawak(Curcuma Xanthorizza Roxb) Dan Temuireng(Curcu

    14/61

    Rositawati dan Nasich, bahwa pemberian temuireng yang dicampur dengan Urea

    Molases Blok (UMB) dapat membunuh cacing-cacing dewasa. Berdasarkan hal

    tersebut perlakuan pemberian ekstrak dilakukan selama 3 hari berturut-turut,

    dengan harapan akan lebih efektif dalam membunuh cacing. Perlakuan diulang

    kembali pada minggu ke-4 karena siklus hidup cacing adalah 21 hari, sehingga

    waktu tersebut efektif untuk memberikan eksrak kembali.

    Pemberian rimpang temulawak dan temuireng akan menurunkan tingkat

    infeksi cacing yang dapat diketahui dengan penurunan nilai EPG (Egg Per Gram).

    Penurunan nilai EPG akan berkorelasi positif dengan nilai PCV darah yang

    merupakan gambaran umum kualitas darah untuk mengindikasikan kesehatan

    ternak. Penurunan infeksi cacing akan meningkatkan penyerapan nutrisi dan efek

    dari temulawak dapat meningkatkan laju metabolisme dalam tubuh ternak untuk

    menghasilkan energi. Proses pembentukan energi akan menghasilkan kalor yang

    dapat dilihat melalui laju perkeringatan (sweating rate) (Willson, 1972).

    Meningkatnya penyerapan nutrisi dan laju metabolisme akan meningkatkan

    pertambahan bobot badan.

    1.2. Rumusan Masalah

    1. Bagaimana pengaruh pemberian ekstrak temulawak (Curcuma xanthorrhiza,Roxb) dan ekstrak temuireng (Curcuma aeruginosa, Roxb) sebagai kontrol

    helminthiasis terhadap PCV, sweating rate dan pertambahan bobot badan

    pedet sapi potong lepas sapih.

  • 7/29/2019 Setiawan,Agus.2008.Efektivitas Pemberian Ekstrak Temulawak(Curcuma Xanthorizza Roxb) Dan Temuireng(Curcu

    15/61

    2. Bagaimana pengaruh pengulangan pemberian ekstrak temulawak (Curcumaxanthorrhiza, Roxb) dan ekstrak temuireng (Curcuma aeruginosa, Roxb)

    sebagaikontrol helminthiasis terhadap PCV, sweating rate dan pertambahan

    bobot badan pedet sapi potong lepas sapih.

    1.3. Tujuan Penelitian

    Penelitian ini bertujuan:

    1. Mengetahui pengaruh pemberian ekstrak temulawak dan temuireng sebagaikontrol helminthiasis terhadap PCV, sweating rate, dan pertambahan bobot

    badan pedet sapi potong lepas sapih.

    2. Mengetahui dosis pemberian ekstrak temulawak dan temuireng yang efektifsebagai kontrol helminthiasis terhadap PCV, sweating rate, dan pertambahan

    bobot badan pedet sapi potong lepas sapih.

    1.4. Kegunaan

    Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna untuk meningkatkan

    produktivitas ternak:

    1. Sebagai alternatif anthelmintik untuk mengontrol helminthiasis danmemperbaiki fungsi hati serta laju metabolisme yang digambarkan prosentase

    PCV, sweating rate untuk mendapatkan pertambahan bobot badan optimal.

    2. Acuan menentukan dosis pemberian efektif sebagai kontrol helminthiasis

    dalam usaha meningkatkan produktivitas.

    1.5. Kerangka Pikir

    Helminthiasis merupakan penyakit akibat infeksi cacing dalam tubuh.

    Kontrol terhadap helminthiasis dapat dilakukan dengan melakukan pemeriksaan

  • 7/29/2019 Setiawan,Agus.2008.Efektivitas Pemberian Ekstrak Temulawak(Curcuma Xanthorizza Roxb) Dan Temuireng(Curcu

    16/61

    Egg Per Gram (EPG) yaitu jumlah telur cacing dalam tiap gram feses. Parasit

    cacing tidak langsung menyebabkan kematian, tetapi merugikan dari segi

    ekonomis salah satunya dengan penurunan bobot badan (Imbang, 2003).

    Parasit dalam tubuh ternak dapat berasal dari cacing dan protozoa. Parasit

    cacing yang terdapat dalam sampel penelitian antara lainHaemonchus contortus,

    Toxocara vitulorum, Trichostrongylus sp. Parasit cacing yang terdapat dalam

    saluran pencernakan akan menghisap sari makanan, menghisap darah atau cairan

    tubuh dan bahkan memakan jaringan tubuh. Parasit cacing akan menurunkan

    bobot badan dan menghambat pertumbuhan badan, serta menurunkan daya tahan

    tubuh ternak terhadap penyakit lain. Sebagian besar nematoda dalam usus bisa

    menyebabkan sumbatan (obstruksi) (Imbang, 2003).

    Ekstrak temulawak mengandung kurkumin yang berfungsi sebagai anti

    peradangan, antioksidan, antibakteri, imunostimulan, sebagai kolagogum,

    hipolipidemik, hepatoprotektor yang akan meningkatkan fungsi hati, dan sebagai

    tonikum/penyegar, sehingga laju metabolisme akan meningkat (Anonymous,

    2005). Dengan meningkatnya laju metabolisme akan meningkatkan panas tubuh

    sebagai hasil pemecahan nutrisi untuk membentuk energi yang menyebabkan laju

    perkeringatan (sweating rate) meningkat. Peningkatan metabolisme tubuh akan

    meningkatkan penyerapan nutrisi untuk pertumbuhan.

    Temuireng mengandung zat aktif seperti minyak atsiri, tanin, kurkumol,

    kurkumenol, isokurkumenol, kurzerenon, kurdion, kurkumalakton, germakron, a,

    , g-elemene, linderazulene, kurkumin, demethyoxykurkumin,

    bisdemethyoxykurkumin (Yasni, 1993). Zat aktif tersebut dapat membunuh cacing

    seperti halnya piperazin sitrat (obat cacing sintetis). Jika jumlah cacing dalam

  • 7/29/2019 Setiawan,Agus.2008.Efektivitas Pemberian Ekstrak Temulawak(Curcuma Xanthorizza Roxb) Dan Temuireng(Curcu

    17/61

    saluran pencernaan berkurang, maka jumlah telur cacing dalam feses (EPG) juga

    berkurang.

    Penurunan EPG akan meningkatkan kesehatan ternak. Tingkat kesehatan

    secara umum akan digambarkan oleh nilai PCV. Menurut Murray (1990), PCV

    merupakan ukuran yang menggambarkan kemampuan ternak untuk bertahan dari

    anemia akibat adanya infestasi suatu penyakit. Dengan meningkatnya status

    kesehatan diharapkan akan dapat meningkatkan bobot badan pedet sapi potong

    lepas sapih.

    1.6. Hipotesis

    1. Pemberian ekstrak temulawak (Curcuma xanthorrhiza, Roxb) dan temuireng(Curcuma aeruginosa, Roxb) sebagai kontrol helminthiasis akan berpengaruh

    terhadap packed cell volume, sweating rate dan pertambahan bobot badan

    pedet sapi potong lepas sapih.

    2. Pengulangan pemberian ekstrak temulawak dan temuireng akan meningkatkanefektivitas sebagai kontrol helminthiasis terhadap PCV, sweating rate, dan

    pertambahan bobot badan pedet sapi potong lepas sapih.

  • 7/29/2019 Setiawan,Agus.2008.Efektivitas Pemberian Ekstrak Temulawak(Curcuma Xanthorizza Roxb) Dan Temuireng(Curcu

    18/61

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    2.1. Ekstrak Temulawak dan Ekstrak Temuireng

    Temulawak adalah salah satu tumbuhan dari 19 jenis temu-temuan

    keluargaZingiberaceae yang tumbuh di Indonesia dan sudah lama dikenal sebagai

    tumbuhan obat yang digunakan untuk menjaga kesehatan dan pengobatan

    tradisional. Kandungan kimia rimpang temulawak adalah zat pati (sebagai

    kandungan terbanyak, biasanya digunakan sebagai bahan makanan), kurkuminoid,

    dan minyak atsiri. Dari hasil penelitian diketahui bahwa khasiat temulawak

    terutama disebabkan oleh dua kandungan kimia utamanya, yaitu kurkuminoid dan

    minyak atsiri (Yasni, 1993).

    Gambar 1. Rimpang Temulawak

    Kurkuminoid adalah komponen pemberi warna kuning pada rimpang

    temulawak yang terdiri atas dua jenis senyawa yaitu kurkumin dan

    desmetoksikurkumin yang bermanfaat menetralkan racun, meningkatkan sekresi

    empedu, menurunkan kadar kolesterol dan trigeliserida darah, anti bakteri, serta

    dapat mencegah terjadinya perlemakan dalam sel-sel hati dan sebagai anti oksidan

    penangkal senyawa-senyawa radikal bebas yang berbahaya (Yasni, 1993).

  • 7/29/2019 Setiawan,Agus.2008.Efektivitas Pemberian Ekstrak Temulawak(Curcuma Xanthorizza Roxb) Dan Temuireng(Curcu

    19/61

    Minyak atsiri pada temulawak adalah cairan berwarna kuning atau jingga

    yang mempunyai rasa yang tajam dengan bau khas aromatik, terdiri atas 32

    komponen (senyawa turunan monoterpen dan seskuiterpen) yang secara umum

    bersifat meningkatkan produksi getah empedu dan bersifat antiinflamatori.

    Kandungan utama dalam minyak atsiri temulawak adalah: xanthorrhizol (21%),

    germakren, isofuranogermakren, trisiklin, afla-aromadendren (Yasni, 1993).

    Temuireng (curcuma aeruginosa Roxb) adalah famili Zingiberaceae yang

    tumbuh menyebar dari Kamboja sampai ke pulau Jawa pada ketiggian 400-750 m

    dpl.Rimpang temuireng mengandung minyak atsiri, tanin, kurkumol, kurkumenol,

    isokurkumenol, kurzerenon, kurdion, kurkumalakton, germakron, a, , g-elemene,

    linderazulene, kurkumin, demethyoxykurkumin, bisdemethyoxykurkumin (Yasni,

    1993). Menurut Widowati (2007), temuireng (C. aeruginosa) merupakan tanaman

    obat dari satu famili Zingiberaceae. Di dalam rimpang kedua temu-temuan ini

    terdapat zat aktif yang dapat membunuh cacing ascaris seperti halnya piperazin

    sitrat(obat sintetis yang paling efektif memberantas cacing ascaris).

    Ekstraksi pada temulawak dan temuireng dilakukan untuk mendapatkan

    curcumin yang dapat digunakan sebagai anti parasit cacing. Selain itu juga untuk

    meningkatkan proses metabolisme dalam tubuh.

  • 7/29/2019 Setiawan,Agus.2008.Efektivitas Pemberian Ekstrak Temulawak(Curcuma Xanthorizza Roxb) Dan Temuireng(Curcu

    20/61

    Gambar 2. Rimpang Temuireng

    2.2. Helminthiasis

    Helminthiasis merupakan tingkat infeksi cacing dalam saluran pencernaan.

    Kontrol terhadap helminthiasis dapat dilakukan dengan melakukan pemeriksaan

    Egg Per Gram (EPG) yaitu jumlah telur cacing dalam tiap gram feses. Parasit

    cacing tidak langsung menyebabkan kematian, tetapi merugikan dari segi

    ekonomis. Kerugian akibat parasit cacing antara lain: penurunan bobot badan,

    penurunan kualitas daging, kulit dan jerohan, serta penurunan produktivitas ternak

    sebagai tenaga kerja pada ternak potong dan kerja (Imbang, 2003).

    Beberapa parasit internal yang penting yaitu cacing gelang (Ascaris suum),

    cacing nodul (Oesophagostomum sp),cacing cambuk (Thrichuris sp) dan koksidia

    (Isospora suis) (Williamson dan Payne, 1993). Parasit cacing pada ternak

    ruminansia antara lain (Imbang, 2003):

    1. Fasciola spFasciolosis pada sapi dan kerbau biasanya bersifat kronik, sedangkan

    pada domba dan kambing bersifat akut. Parasit fasciolosis akan menurunkan

    bobot badan dan menghambat pertumbuhan badan, serta menurunkan daya

    tahan tubuh ternak terhadap penyakit lain. Siklus hidup fasciola dimulai dari

    telur yang masuk ke dalam duodenum bersama empedu dan keluar bersama

    feses hospes definitif. Di luar tubuh ternak, telur berkembang menjadi

    mirasidium kemudian masuk ke tubuh siput muda dari genus gymnaea

    rubiginosa. Dalam tubuh siput, mirasidium berkembang menjadi sporokista,

    redia dan serkaria. Serkaria akan keluar dari tubuh siput dan bisa berenang.

    Pada tempat yang cocok, serkaria akan berubah menjadi meta serkaria yang

  • 7/29/2019 Setiawan,Agus.2008.Efektivitas Pemberian Ekstrak Temulawak(Curcuma Xanthorizza Roxb) Dan Temuireng(Curcu

    21/61

    berbentuk kista. Ternak akan terinfeksi apabila minum air atau makan

    tanaman yang mengandung kista.

    2. NematodaCacing ini biasa disebut cacing gilig yang menghisap sari makanan

    yang dibutuhkan oleh induk semang, menghisap darah atau cairan tubuh dan

    bahkan memakan jaringan tubuh. Sebagian besar nematoda dalam usus bisa

    menyebabkan sumbatan (obstruksi). Beberapa spesies nematoda pada ternak

    ruminansia antara lain:

    1. Haemonchus contortusMerupakan cacing penghisap darah yang mampu menghabiskan

    0,49 ml darah per ekor cacing per hari, sehingga menyebabkan anemia.

    Panjang haemonchus contortus betina antara 18 30 mm dan jantan antara

    10 20 mm.

    2. Toxocara vitulorum (Neoascaris vitulorum)Cacing ini termasuk klas nematoda yang memiliki kemampuan

    lintas hati, paru-paru dan plasenta. ukuran panjang cacing ini adalah 30

    mm dan lebar 25 mm, warna kekuningan dengan telur agak bulat dan

    berdinding tebal. Habitatnya adalah di usus kecil sapi dan kerbau. Siklus

    hidup Toxocara vitulorum dimulai dari telur yang tertelan sapi atau kerbau

    dan menetas menjadi larva di usus halus. Larva kemudian bermigrasi ke

    hati, paru-paru, ginjal, plasenta dan masuk cairan amnion serta masuk ke

    dalam kelenjar mammae dan keluar bersama kolustrum.

  • 7/29/2019 Setiawan,Agus.2008.Efektivitas Pemberian Ekstrak Temulawak(Curcuma Xanthorizza Roxb) Dan Temuireng(Curcu

    22/61

    3. Bunostonum sp (cacing kait)Tempat hidup cacing kait di dalam usus halus. Panjang cacing

    jantan antara 12 -17 mm dan betina antara 19 -26 mm. Bagian depan

    (kepala) cacing membengkok ke atas yang berfungsi sebagai pengait pada

    dinding usus. Cacing ini memakan jaringan tubuh dan darah sehingga

    menyebabkan anemia, nafsu makan turun dan tubuh ternak menjadi

    lemah.

    4. Oesophagostomum sp (cacing bungkul)Merupakan cacing bungkul dewasa hidup di dalam usus besar.

    Ukuran rata-rata cacing bungkul betina dewasa 13,8 19,8 mm dan jantan

    dewasa 11,2 14,3 mm.

    5. Trichostrongylus sp (cacing rambut)Merupakan cacing rambut ukurannya sangat kecil dengan panjang

    kurang dari 10 mm dan menempel kuat pada dinding usus halus kambing

    dan domba. Cacing ini menyerap nutrisi dalam usus halus sehingga

    menghambat pertumbuhan.

    6. CestodaBentuk cacing cestoda pipih, bersegmen dan berwarna putih

    kekuningan. Panjang cacing cestoda bisa mencapai 600 cm dan lebar 1 -6

    cm. Tungau dijadikan inang antara bagi cacing ini.

    Pratiwi dan Rositawati (1989), menyatakan bahwa cacing termasuk

    endoparasit yaitu parasit yang hidup dalam alat alat tubuh hospes (hati, limpa,

    paru, ginjal, dan otak) dan dalam sistem pencernakan, sistem sirkulasi, sistem

    pernafasan dan lain-lain tempat yang tidak berhubungan langsung dengan dunia

  • 7/29/2019 Setiawan,Agus.2008.Efektivitas Pemberian Ekstrak Temulawak(Curcuma Xanthorizza Roxb) Dan Temuireng(Curcu

    23/61

    luar. Parasit dalam dapat dicegah dengan pengendalian kebersihan kandang,

    penggembalakan rotasi, pemberian obat dan penyemprotan obat yang sistematis

    tergantung basah keringnya lokasi di daerah tersebut (Soedomo, 1984).

    2.3.Packed Cell Volume (PCV)

    Darah adalah cairan dalam tubuh yang terdiri dari sel-sel yang terendam

    plasma dan sebagian besar terdapat dalam pembuluh. Fungsi darah adalah sebagai

    berikut (Frandson, 1992):

    1. Membawa nutrient yang telah disiapkan oleh saluran pencernaan menuju kejaringan tubuh.

    2. Membawa oksigen dari paru ke jaringan.3. Membawa karbon dioksida dari jaringan ke paru.4. Membawa berbagai produk buangan dari berbagai jaringan menuju ke ginjal

    untuk di ekskresikan.

    5. Membawa hormone dari kelenjar endokrin ke organ-organ lain dalam tubuh.6. Berperan penting dalam pengendalian suhu, dengan cara mengangkut panas

    dari struktur yang lebih dalam menuju ke permukaan tubuh.

    7. Ikut berperan dalam mempertahankan keseimbangan air.8. Berperan dalam sistem buffer, seperti bikarbonat di dalam darah membantu

    mempertahankan pH yang konstan pada jaringan dan cairan tubuh.

    9. Penggumpalan atau pembekuan darah mencegah terjadinya kehilangan darahyang berlebihan pada waktu luka.

    10.Mengandung faktor-faktor penting untuk pertahanan tubuh terhadap penyakit.Packed Cell Volume (PCV) adalah prosentase dari volume sel darah yang

    digunakan untuk mengidentifikasikan ternak yang toleran terhadap serangan

  • 7/29/2019 Setiawan,Agus.2008.Efektivitas Pemberian Ekstrak Temulawak(Curcuma Xanthorizza Roxb) Dan Temuireng(Curcu

    24/61

    parasit. Nilai PCV biasanya dianggap sama manfaatnya dengan hitungan sel darah

    merah total (Frandson, 1992). Kemampuan ternak dalam mempertahankan PCV

    dapat digunakan sebagai salah satu metode untuk mengidentifikasi ternak yang

    toleran terhadap parasit. PCV merupakan ukuran yang menggambarkan

    kemampuan ternak untuk bertahan dari anemia akibat adanya infestasi suatu

    penyakit (Murray, 1990).

    Pemeriksaan PCV dengan menggunakan alat hematokrit merupakan

    petunjuk terhadap gambaran haemoglobin dan jumlah total erythrocyte. Nilai

    hematokrit berbanding lurus dengan jumlah sel darah merah dan berbanding

    terbalik dengan jumlah cairan plasma, PCV akan naik jika cairan plasma

    berkurang (Hariono, 1982).

    2.4.Sweating rate

    Salah satu cara untuk mempertahankan suhu tubuh adalah dengan

    evaporasi yaitu mengeluarkan energi ekstra dari dalam tubuh ternak untuk

    mengimbangi suhu udara luar tubuh atau panas dalam tubuhnya sendiri (Junus,

    1985). Menurut Willson (1972), pelepasan panas secara evaporasi terjadi bila

    pelepasa panas insensible (konduksi, konveksi, radiasi) dalam waktu lama tidsk

    dapat mengimbangi cekaman panas tubuhnya. Pelepasan dengan evaporasi dapat

    ditingkatkan dengan sweating, licking permukaaan kulit danpainting.

    Keringat yang disekresikan tubuh pada permukaan kulit berasal dari

    kelenjar keringat yang kemampuan sekresinya dirangsang dan dikontrol oleh

    aktivitas syaraf simpatico cholinergic efferent (Swenson,1984). Menurut

    Soedomo (1984) menyatakan bahwa, sapi adalah ternakhomeotherm yang dapat

    menjaga temperatur tubuhnya dalam kisaran yang baik untuk aktivitas biologis

  • 7/29/2019 Setiawan,Agus.2008.Efektivitas Pemberian Ekstrak Temulawak(Curcuma Xanthorizza Roxb) Dan Temuireng(Curcu

    25/61

    optimal. Temperatur dalam tubuh sapi berkisar antara 38,0-39,3C. Menurut Hill

    (1988), menyatakan bahwa sapi potong dapat tumbuh optimum di daerah yang

    suhunya berkisar 10 280

    C dengan kelembapan antara 60 85%. Cara

    pengeluaran panas oleh sapi dengan penguapan tergantung temperatur luar,

    ketersediaan air, luas permukaan penguapan dan derajat aliran udara.

    2.5. Pedet Sapi Potong Lepas Sapih

    Pedet sapi potong lepas sapih adalah anak sapi yang berumur lebih dari

    tiga bulan dan sudah tidak menyusu pada induknya (Prihatman, 2000). Pedet

    sapih ditempatkan terpisah dari induknya, agar puting induk tidak rusak dan induk

    dapat memanfaatkan nutrisi untuk hidup pokok dan perkembangan fetus dalam

    tubuhnya (Hardjopranjoto, 1995).

    Pemeliharaan pedet sapih dapat digembalakan atau dikandangkan untuk

    memudahkan kontrol pemeliharaan. Pedet sangat peka terhadap serangan parasit

    dalam tubuh, seperti cacing gelang, cacing pita, cacing tambang, cacing paru-

    paru,coccidia, dan parasit lain (Soedomo,1984).

    2.6.Pertambahan Bobot Badan

    Pertumbuhan menurut Williamson dan Payne (1993) adalah perubahan

    bentuk atau ukuran seekor ternak yang dapat dinyatakan dengan panjang, volume

    ataupun massa. Pertumbuhan dapat dinilai sebagai peningkatan tinggi, panjang,

    ukuran lingkar dan bobot yang terjadi pada seekor ternak muda yang sehat serta

    diberi pakan, minum dan mendapat tempat berlindung yang layak. Peningkatan

    sedikit saja ukuran tubuh akan menyebabkan peningkatan yang proporsional dari

    bobot tubuh, karena bobot tubuh merupakan fungsi dari volume. Pertumbuhan

    mempunyai dua aspek yaitu: menyangkut peningkatan massa persatuan waktu,

  • 7/29/2019 Setiawan,Agus.2008.Efektivitas Pemberian Ekstrak Temulawak(Curcuma Xanthorizza Roxb) Dan Temuireng(Curcu

    26/61

    dan pertumbuhan yang meliputi perubahan bentuk dan komposisi sebagai akibat

    dari pertumbuhan diferensial komponen-komponen (Gillespie, 1992).

    Pertumbuhan pasca sapih (lepas sapih) sangat ditentukan oleh bangsa, jenis

    kelamin, kualitas pakan, umur dan bobot sapih serta lingkungan misalnya suhu

    udara, kondisi kandang, pengendalian parasit dan penyakit (Ebert, 2006).

  • 7/29/2019 Setiawan,Agus.2008.Efektivitas Pemberian Ekstrak Temulawak(Curcuma Xanthorizza Roxb) Dan Temuireng(Curcu

    27/61

    BAB III

    MATERI DAN METODE

    3.1. Lokasi Penelitian

    Penelitian dilaksanakan di Usaha Peternakan Aliansi di Kecamatan

    Sengon Kabupaten Pasuruan pada tanggal 11 Agustus 2007 sampai dengan

    Oktober 2007.

    3.2. Materi Penelitian

    Materi yang digunakan dalam penelitian ini adalah pedet sapi potong lepas

    sapih dengan kisaran bobot badan 30 92 kg sebanyak 30 ekor yang ditempatkan

    dalam 3 kandang kelompok. Setiap kelompok kandang berisi 10 ekor pedet.

    Kandang berukuran 5 x 8 m yang beratap asbes dengan dinding terbuka dan lantai

    semen.

    Ekstrak Temulawak dan Temuireng yang digunakan diperoleh dari

    produsen komersil di Kota Batu Malang. Pemberian ekstrak dilakukan dalam

    bentuk tablet dengan proporsi seimbang untuk memudahkan pemberian.

    Pakan yang digunakan adalah rumput gajah dan konsentrat. Rumput gajah

    diberikan sebanyak 5 kg/ekor/hari, sedangkan konsentrat diberikan 0,5

    kg/ekor/hari. Pemberian konsentrat dilakukan satu kali yaitu pada pukul 10.00

    WIB, dan pakan hijauan diberikan pukul 13.00 WIB. Air minum diberikan secara

    ad libitum.

    Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi :

    1. Timbangan digital untuk mengukur bobot badan.2. Tabung haematokrit

  • 7/29/2019 Setiawan,Agus.2008.Efektivitas Pemberian Ekstrak Temulawak(Curcuma Xanthorizza Roxb) Dan Temuireng(Curcu

    28/61

    3. Mikroskop4. Sentrifuge5. Vibromixer6. Venoject7. Cobalt chloride paper disc 5 %.

    3.3. Metode Penelitian

    Metode penelitian yang digunakan adalah metode percobaan. Pengambilan

    sampel dilakukan secara sampling dengan batasan pedet telah lepas sapih dan

    tidak diberi obat cacing serta tingkat infeksi cacing yang diperiksa dengan

    perhitungan jumlah telur cacing dalam tiap gram feses (EPG) sebelum penelitian

    dimulai.

    Pengelompokan pedet untuk perlakuan didasarkan pada tingkat infeksi

    cacing sebelum penelitian, umur antara 3-6 bulan dan bobot badan.

    Penelitian ini dilakukan dengan tiga perlakuan berupa perbedaan

    pengulangan pemberian ekstrak temulawak dan temuireng. Skema penelitian

    dapat dilihat pada Tabel 1.

  • 7/29/2019 Setiawan,Agus.2008.Efektivitas Pemberian Ekstrak Temulawak(Curcuma Xanthorizza Roxb) Dan Temuireng(Curcu

    29/61

    Tabel 1. Jadwal pemberian ekstrak temulawak dan temuireng selama penelitian

    mingguPerlakuan

    1 2 3 4 5 6 7 8

    P0 X X X X X X X X

    P1 ### X X X X X X X

    P2 ### X X ### X X X X

    Keterangan :

    P0 : Perlakuan dengan tanpa memberikan ekstrak temulawak dan temuireng

    P1 : Perlakuan dengan memberikan ekstrak temulawak dan temuireng pada

    minggu pertama selama 3 hari berturut-turut

    P2 : Perlakuan dengan memberikan ekstrak temulawak dan temuireng pada

    minggu pertama selama tiga hari berturut-turut dan kemudian perlakuandiulangi pada mulai minggu ke empat selama tiga hari berturut-turut.

    X : Tidak diberikan ekstrak temulawak dan temuireng

    # : Pemberian ekstrak temulawak dan temuireng

    Pemeriksaan feses untuk menghitung jumlah EPG dilakukan dengan

    metode apung. Alat dan bahan yang digunakan adalah:

    1. Mikroskop 2. Vibromixer3. Timbagan 4. Gelas ukur 600 ml5. Pipet 6. Chamber glass7. Larutan garam jenuh 8. Sampel feses

    Metode pemeriksaan feses adalah sebagai berikut:

    1. Sampel feses ditimbang sebanyak 2,5 gr dan dimasukkan kedalam gelas ukur,kemudian ditambahkan larutan garam jenuh sampai 100 ml.

    2. Diaduk dengan vibromixer selama 10-15 menit.3. Larutan diambil dengan pipet dan diisikan ke dalam chamber glass kemudian

    ditutup dengan objek glass.

  • 7/29/2019 Setiawan,Agus.2008.Efektivitas Pemberian Ekstrak Temulawak(Curcuma Xanthorizza Roxb) Dan Temuireng(Curcu

    30/61

    4. Didiamkan 10 menit, kemudian diperiksa dengan mikroskop dan dihitungjumlah EPG-nya.

    Pemeriksaan PCV harus segera dilakukan setelah pengambilan darah,

    karena sampel darah bersifat mudah rusak. Metode pemeriksaan PCV adalah

    sebagai berikut:

    1. Sampel darah dari venoject diambil dengan pipet kemudian dimasukkan kedalam tabung haematokritsampai batas skala.

    2. Disentrifuge dengan kecepatan 2500 rpm selama 20 menit.3. Diambil kemudian ditempatkan kembali pada sedimentation yang telah

    distabilkan terlebih dahulu.

    4. Nilai PCV diperoleh dengan melihat eritrosityang megendap di dasar tabungdan diukur tinggiya dengan skala sedimentation.

    3.4. Metode Pengukuran Sweating rate

    Pengukuran sweating rate dilakukan dengan metode CCD (Cobalt

    Chloride Disc). Metode pengukuran sweating rate adalah sebagai berikut:

    1. Sampel ditangkap dan diistirahatkan selama 15 menit.2. Buat petak dengan ukuran 2x5 cm pada paha belakang dengan mengerok bulu

    sampai bersih.

    3. Tempelkan CCD bersamaan dengan menyalakan stop watch.4. Hitung waktu perubahan CCD dari biru menjadi merah muda.5. Nilai sweating rate diperoleh dengan rumus : 6990/t,Keterangan: t adalah waktu dalam detik yang diperlukan CCD untuk berubah

    warna dari biru menjadi merah muda.

    (Gaughan, Mader, Holt, Josey, dan Rowan, 1999).

  • 7/29/2019 Setiawan,Agus.2008.Efektivitas Pemberian Ekstrak Temulawak(Curcuma Xanthorizza Roxb) Dan Temuireng(Curcu

    31/61

    Prosedur pembuatan Cobalt chloride disc 5 % adalah sebagai berikut:

    1. Kertas saring Whatman no.1 dicelupkan ke dalam larutan cobalt chloride 5 %selama 1 menit.

    2. Dikeringkan pada suhu ruang selama 2 jam.3. Dibentuk lingkaran berdiameter 5,3 mm denganperforator.4. Lingkaran tersebut kemudian direkatkan pada objek glass berjajar tiga dengan

    jarak 0,5 cm dan ditutup isolasi transparan.

    5. Dikeringkan dalam oven 80 C.

    3.5. Analisa Data

    Data hasil penelitian EPG dan PCV akan dideskripsikan untuk mengetahui

    efektifitas perlakuan. Data sweating rate dan pertambahan bobot badan pedet,

    dianalisa menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK). Jika terdapat

    perbedaan, maka dilanjutkan dengan Uji Beda Nyata Jujur untuk mengetahui

    besarnya pengaruh perbedaan perlakuan terhadap variabel yang diamati.

    3.6. Batasan Istilah

    1.Helminthiasis : adalah penyakit yang disebabkan infeksi cacing di dalam

    tubuh.

    2. Pedet sapi potong : anak sapi potong yang telah berumur tiga bulan dan sudah

    tidak menyusu pada induknya.

    3. Sweating Rate :laju perkeringatan yang diukur dengan mengamati kecepatan

    waktu perubahan warna cobalt chloride disc 5 % dari warna

    biru ke merah muda (lilac).

  • 7/29/2019 Setiawan,Agus.2008.Efektivitas Pemberian Ekstrak Temulawak(Curcuma Xanthorizza Roxb) Dan Temuireng(Curcu

    32/61

    3. Packed cell volume : adalah prosentase dari volume sel darah yang

    digunakan untuk mengidentifikasikan ternak yang

    toleran terhadap serangan parasit.

    4. Pertambahan bobot badan : selisih antara bobot badan awal dengan bobot badan

    akhir pada saat penelitian.

    5. Egg per gram (EPG) : jumlah telur cacing dalam tiap gram feses.

  • 7/29/2019 Setiawan,Agus.2008.Efektivitas Pemberian Ekstrak Temulawak(Curcuma Xanthorizza Roxb) Dan Temuireng(Curcu

    33/61

    BAB IV

    HASIL DAN PEMBAHASAN

    4.1 Pengaruh Pemberian Ekstrak Temulawak (Curcuma xanthoriza) DanTemuireng (Curcuma aeruginosa ) Sebagai Kontrol Helminthiasis

    4.1.1 Dinamika EPG Kontrol Perlakuan (PO)

    Hasil pengamatan EPG pada kontrol perlakuan diperlihatkan pada

    Lampiran 1. Pada Lampiran 1.1 memperlihatkan dari 10 ekor pedet yang diperiksa

    terdapat 4 ekor yang terinfeksi. EPG untuk masing-masing pedet yang terinfeksi

    adalah : 1 sejumlah 80; 2 sejumlah 40; 3 sejumlah 300; dan 4 sejumlah 1180.

    Pengamatan terhadap EPG dilakukan selama 8 minggu. Hasil pengamatan

    menunjukkan bahwa pada minggu ke-2, 3, 4 dan 5 tidak ditemukan telur cacing.

    Tetapi pada minggu ke-6 dari 4 ekor pedet yang terinfeksi pada minggu pertama,

    ditemukan kembali pada minggu ke-6, sedangkan 1 ekor tidak teramati kembali.

    Selain itu pada minggu ke-6 terdapat 1 ekor pedet yang sebelumnya tidak

    terinfeksi, kemudian menunjukkan EPG dengan jumlah 20. Hal ini menunjukkan

    bahwa terdapat dinamika telur cacing pada kelompok kontrol (PO). Dinamika

    tersebut menunjukkan bahwa cacing yang berada dalam tubuh pedet berbeda

    dalam fase dan lama daur hidup (Anonymous, 2008).

    Penurunan EPG pada PO dipengaruhi oleh pemberian pakan yang baik

    sehingga memenuhi semua kebutuhan gizi ternak. Menurut Levine (1990), bahwa

    daya tahan tubuh ternak terhadap infeksi parasit cacing dipengaruhi oleh jenis

    kelamin, umur dan gizi ternak. Umur berpengaruh terhadap konsentrasi imunitas

    alami (pasif) dan imunitas aktif yang terdapat dalam tubuh ternak.

    Infeksi parasit cacing pada pedet dimungkinkan berasal dari lingkungan.

    Telur cacing yang keluar bersama feses akan mengkontaminasi hijauan pakan

  • 7/29/2019 Setiawan,Agus.2008.Efektivitas Pemberian Ekstrak Temulawak(Curcuma Xanthorizza Roxb) Dan Temuireng(Curcu

    34/61

    ternak, air minum maupun lantai kandang. Model tempat pakan dan tempat

    minum yang agak rendah memungkinkan pakan dan air minum tercemar feses.

    Tingkah laku pedet merenggut pakan yang jatuh di lantai, memungkinkan pakan

    yang terkontaminasi feses termakan oleh pedet. Pakan yang dikonsumsi pedet

    tidak selalu terkontaminasi feses, sehingga infiltrasi telur cacing ke dalam tubuh

    pedet tidak terjadi setiap hari. Oleh karena itu, terdapat perbedaan fase hidup

    cacing dalam tubuh pedet.

    (Anonymous, 1993)

    Gambar 3. Siklus hidupNematoda

    Nematoda termasuk cacing gastro intestinal. Siklus hidup Nematoda

    dimulai dari telur yang dihasilkan oleh cacing betina dewasa dalam inang

    defininitif dan dikeluarkan bersama feses. Telur berembryo akan berkembang

    menjadi Larva 1 (L1), yang kemudian berkembang menjadi Larva 2 (L2) yang

    terlindungi oleh kulit (cuticle). Larva 2 akan berkembang menjadi Larva 3 (L2)

    yang merupakan fase infektif. Perkembangan telur menjadi larva infektif

    tergantung pada temperatur. Pada konndisi di bawah normal (kelembaban tinggi

  • 7/29/2019 Setiawan,Agus.2008.Efektivitas Pemberian Ekstrak Temulawak(Curcuma Xanthorizza Roxb) Dan Temuireng(Curcu

    35/61

    dan temperatur hangat), proses perkembangan memerlukan waktu 7-10 hari.

    Ruminan terinfeksi dengan menelan Larva 3 (L3). Kebanyakan larva tertelan

    bersamaan dengan merumput dan masuk ke abomasum atau usus. Beberapa hari

    berikutnya Larva 3 (L3) menetas mejadi Larva 4 (L4) dan dikelilingi membran

    mukosa (di dalam kelenjar lambung). Setelah 10-14 hari kemudian berkembang

    menjadi Larva 5 (L5) (Anonymous, 1993).

    Telur cacing yang ikut masuk bersama pakan dan air minum akan menetas

    menjadi larva di dalam usus setelah 24 jam pasca ingesti. Larva cacing akan

    berpindah menuju organ yang sesuai untuk berkembang menjadi dewasa. Cacing

    dewasa dalam usus akan berkembang dengan menyerap sari makanan dari inang

    (Anonymous, 2008). Telur cacing yang ditemukan pada minggu ke-5

    menunjukkan bahwa fase hidup cacing dalam tiap individu pedet berbeda.

    4.1.2. Pengaruh Pemberian Ekstrak Temulawak Dan Temuireng TanpaPengulangan (P1) Sebagai Kontrol Helminthiasis

    Hasil pengamatan EPG kelompok P1 sebelum dan sesudah perlakuan

    diperlihatkan pada Lampiran 1.2. Dari hasil pengamatan sebelum perlakuan

    pemberian ekstrak temulawak dan temuireng menunjukkan bahwa dari 10 ekor

    pedet yang diperiksa ditemukan 1 ekor pedet yang terinfeksi dengan jumlah EPG

    160. berdasarkan jumlah EPG yang ditemukan, pedet tersebut termasuk dalam

    katagori infeksi sedang. Menurut Housen dan Perry (1994), bahwa infeksi cacing

    pada hewan muda dikategorikan kedalam tiga tingkat, yaitu ringan antara 50-200,

    sedang antara 200-800, dan berat lebih dari 800.

    Setelah perlakuan menunjukkan bahwa pedet yang sebelumnya terinfeksi,

    tidak ditemukan telur cacing pada minggu berikutnya. Pada 2 ekor pedet yang

  • 7/29/2019 Setiawan,Agus.2008.Efektivitas Pemberian Ekstrak Temulawak(Curcuma Xanthorizza Roxb) Dan Temuireng(Curcu

    36/61

    sebelum perlakuan tidak terinfeksi, tampak ditemukan telur cacing pada minggu

    ke-2 dengan jumlah EPG masing-masing 160 dan 20. Infeksi tersebut termasuk

    dalam kategori ringan. Selanjutnya tidak ditemukan telur cacing sampai minggu

    ke-8. Hasil pengamatan ini menunjukkan bahwa munculnya telur cacing pada 2

    ekor pedet setelah 1 minggu perlakuan dapat disebabkan karena terdapat

    perbedaan fase hidup cacing dalam tubuh tiap individu.

    Pada minggu sebelum diberikan perlakuan sebagian cacing masih dalam

    fase telur sehingga ekstrak tidak efektif untuk menghilangkan telur cacing. Pada

    minggu berikutnya tidak ditemukan telur cacing sampai minggu ke-8. Kandungan

    zat dalam ekstrak secara umum akan membunuh cacing, meningkatkan produksi

    getah empedu, anti bakteri, anti inflamatori dan meningkatkan fungsi hati

    (Widowati, 2007).

    Tidak ditemukannya telur cacing setelah minggu ke-2 menunjukkan

    bahwa ekstrak efektif untuk membunuh cacing. Ekstrak akan memperbaiki fungsi

    hati dan mempercepat pengosongan lambung yang akan meningkatkan konsumsi

    pakan. Berkurangnya jumlah cacing dalam saluran pencernakan akan

    meningkatkan absorbsi pakan untuk memenuhi kebutuhan tubuh ternak. Dalam

    kondisi yang baik, dan dukungan nutrisi yang cukup ternak dapat meningkatkan

    kekebalan tubuh dari serangan parasit cacing.

  • 7/29/2019 Setiawan,Agus.2008.Efektivitas Pemberian Ekstrak Temulawak(Curcuma Xanthorizza Roxb) Dan Temuireng(Curcu

    37/61

    4.1.3. Pengaruh Pemberian Ekstrak Temulawak Dan Temuireng Dengan

    Pengulangan (P2) Sebagai Kontrol Helminthiasis

    Pengulangan pemberian ekstrak ini bertujuan untuk mengetahui metode

    pemberian ekstrak yang efektif sebagai alternatif anthelmintik. Hasil pengamatan

    EPG pedet yang diberikan pengulangan perlakuan ekstrak temulawak dan

    temuireng diperlihatkan pada Lampiran 1. 3. Hasil pengamatan menunjukkan

    bahwa sebelum perlakuan ditemukan 2 ekor pedet yang terinfeksi cacing dengan

    jumlah EPG yang terhitung 40 dan 60, semuanya masih dalam kategori infeksi

    ringan. Jenis cacing yang menginfeksi tiap individu berbeda.

    Pada minggu ke-3 atau 2 minggu setelah perlakuan, ditemukan 2 ekor

    pedet yang terinfeksi cacing dengan jumlah EPG yang terhitung masing-masing

    20 dan termasuk dalam kategori infeksi ringan. Jenis cacing yang menginfeksi

    pada pedet 1 yaitu Toxoxara vitulorum, sedangkan pada pedet 2 yaitu

    Tricosthrongylus.

    Pada minggu ke-4 dilakukan pengulangan pemberian ekstrak temulawak

    dan temuireng untuk mengatasi infeksi. Pada minggu ke-6 atau 2 minggu setelah

    pengulangan perlakuan ditemukan seekor pedet yang terinfeksi cacing Toxoxara

    sp. Jumlah EPG yang ditemukan adalah 220 dan termasuk dalam kategori infeksi

    sedang. Pada minggu ke-7 terdapat 3 ekor pedet yang terinfeksi cacing. Jumlah

    dan jenis telur cacing yang ditemukan yaitu: 20 Dicrocoleum sp, 180 Toxoxara

    vitulorum sp, dan 20 Tricosthrongylus sp. Ketiga pedet tersebut termasuk dalam

    kategori infeksi ringan.

    Hasil pengamatan menunjukkan bahwa munculnya telur cacing dalam

    feses terjadi pada individu yang berbeda antara sebelum dan sesudah diberikan

    perlakuan. Tetapi terdapat 2 ekor pedet yang selama penelitian ditemukan 2 kali

  • 7/29/2019 Setiawan,Agus.2008.Efektivitas Pemberian Ekstrak Temulawak(Curcuma Xanthorizza Roxb) Dan Temuireng(Curcu

    38/61

    terinfeksi. Pedet 150/13, pada minggu ke-3 ditemukan jumlah EPG 20 kemudian

    pada minggu ke-7 ditemukan 40 dan tidak ditemukan sampai minggu ke-8. Hal ini

    disebabkan karena saat sebelum perlakuan cacing masih dalam fase telur atau

    larva, sehingga saat pemberian ekstrak, tidak efektif untuk mengatasinya. Larva

    (L2) yang tertelan secara mekanik akan terbawa ke duodenum atau jejenum hingga

    menetas setelah 24 jam pasca ingesti. Setelah penetasan telur, larva berubah

    menjadi L3 yang melanjutkan fase histotropik dengan membenamkan diri kedalam

    lapisan mukosa duodenum sehingga pemberian obat tidak akan mempengaruhinya

    (Anonymous, 2008).

    Menurut Soulsby (1986) bahwa infeksi cacing Toxocara merupakan

    masalah besar bagi negara di Asia dan Afrika pada anak sapi dan kerbau. Keadaan

    yang menciri karena infeksi Toxocara ditandai dengan peningkatan jumlah sel

    eosinofil lebih dari 70 % dibandingkan kondisi normal. Pada anak sapi yang

    dipelihara dengan manajemen yang baik, mortalitas pedet akibat Toxocara

    berkisar 25-30%. Pada pedet 171/22 telur cacing ditemukan pertama pada minggu

    ke-6 dengan jumlah EPG 220 dan ditemukan lagi pada minggu berikutnya dengan

    jumlah 180. Penurunan jumlah ini disebabkan karena ekstrak yang diberikan akan

    merelaksasi otot polos sehingga cacing tidak bertahan dalam usus, selain itu zat

    dalam ekstrak akan meningkatkan sekresi zat anti bakteri, antiinflamatori, serta

    memperbaiki fungsi hati (Yasni dkk, 1993). Dalam ekstrak temulawak dan

    temuireng mengandung zat-zat yang dapat membunuh cacing seperti halnya obat

    sintetis (Yasni dkk, 1993).

  • 7/29/2019 Setiawan,Agus.2008.Efektivitas Pemberian Ekstrak Temulawak(Curcuma Xanthorizza Roxb) Dan Temuireng(Curcu

    39/61

    Jenis cacing yang menginfeksi beragam, selama penelitian beberapa jenis

    cacing yang ditemukan antara lain: Dicrocoleum sp, Thricostrongylus sp,

    Toxoxara vitulorum dan Bunostonum sp.

    4.2. Pengaruh Pemberian Ekstrak Temulawak Dan Temuireng Terhadap

    Packed Cell Volume

    Hasil pemeriksaan PCV pada awal dan akhir penelitian diperlihatkan pada

    Tabel 1.

    Tabel 1. Rataan Pengaruh Pemberian Ekstrak Temulawak dan Temuireng

    Terhadap Persentase PCV Pedet Sapi Potong Lepas SapihPCV (%)

    Perlakuan Awal Akhir

    PO 38,88 45,60

    P1 47,88 44,80

    P2 37,69 41,90

    Pada Tabel 1 ditunjukkan bahwa pedet dalam kondisi normal atau tidak

    menderita anemia. Persentase PCV tersebut masih dalam taraf normal, karena

    menurut Coles (1986), persentase PCV normal berkisar antara 32 35 %. Pada

    ternak muda persentase PCV akan lebih tinggi berkisar antara 40-60 % (Coles,

    1986).

    PCV merupakan jumlah total eritrosit dan plasma dalam darah. Nilai PCV

    akan menunjukkan jumlah haemoglobin yang terkandung dalam darah.

    Peningkatan nilai PCV di atas normal, mengakibatkan polisitemia atau eritrosis

    yang terjadi akibat kenaikan jumlah eritrosit dan kadar hemoglobin (Bijanti dan

    Partosoewignjo, 1998).

    Pemberian ekstrak temulawak dan temuireng tidak mempengaruhi kadar

    PCV secara langsung. Hal tersebut disebabkan karena persentase PCV selama

    penelitian dalam taraf normal, walaupun terinfeksi namun masih dalam kategori

    ringan, sehingga tidak menimbulkan gejala yang menciri. Pada awal penelitian

  • 7/29/2019 Setiawan,Agus.2008.Efektivitas Pemberian Ekstrak Temulawak(Curcuma Xanthorizza Roxb) Dan Temuireng(Curcu

    40/61

  • 7/29/2019 Setiawan,Agus.2008.Efektivitas Pemberian Ekstrak Temulawak(Curcuma Xanthorizza Roxb) Dan Temuireng(Curcu

    41/61

    dan temuireng dengan dosis rendah akan mempercepat proses pengosongan

    lambung sehingga meningkatkan nafsu makan.

    Lingkungan kandang yang berada di daerah dataran tinggi dengan

    fluktuasi suhu yang tinggi membuat ternak harus mengikat oksigen lebih banyak,

    karena di dataran tinggi kadar oksigen relatif lebih rendah. Untuk mencukupi

    kebutuhan oksigen ternak harus beradaptasi dengan meningkatkan eritrosit

    sehingga kadar PCV meningkat. Penurunan nilai PCV di bawah normal akan

    menyebabkan anemia (Sadikin, 2001).

    4.3. Pengaruh Pemberian Ekstrak Temulawak Dan Temuireng Terhadap

    Sweating Rate

    Pengaruh pemberian ekstrak temulawak dan temuireng terhadap sweating

    rate diketahui dengan melakukan pengukuran pada sebelum dan sesudah

    penelitian menggunakan metode CCD yang didasarkan pada lamanya waktu yang

    diperlukan CCD untuk berubah dari biru menjadi merah muda. Hasil pengukuran

    sweating rate selama penelitian diperlihatkan pada Lampiran 2. Rataan

    pengukuran sweating rate selama penelitian diperlihatkan pada Tabel 2.

  • 7/29/2019 Setiawan,Agus.2008.Efektivitas Pemberian Ekstrak Temulawak(Curcuma Xanthorizza Roxb) Dan Temuireng(Curcu

    42/61

    Tabel 2. Rataan sweating rate pedet sapi potong lepas sapih

    PerlakuanMinggu

    0 1 2

    1 164,4934 167,6894 163,2449

    2 105,5563 181,8874 171,18373 120,5519 111,2191 152,6056

    4 120,6892 139,8 120,5528

    5 109,5323 101,3256 125,4615

    6 22,82762 111,8472 120,1984

    7 13,49475 105,9334 123,5825

    8 15,02048 111,8472 131,5852

    Rata-rata 114.122.6a

    128.930.7b

    138.620.6b

    Keterangan : Notasi dengan huruf yang berbeda pada baris yang sama

    menunjukkan adanya perbedaan yang nyata (P < 0,05)

    Sweating rate atau laju perkeringatan adalah salah satu cara untuk

    mempertahankan keseimbangan panas tubuh (homeostaisis). Keringat

    disekresikan untuk melalui kulit untuk mengurangi panas tubuh. Sumber panas

    dapat berasal dari dalam tubuh (internal) dan lingkungan (eksternal). Panas

    internal dihasilkan dari proses pemecahan nutrisi untuk menghasilkan energi.

    Panas eksternal sangat dipengaruhi oleh intensitas matahari, ketinggian tempat

    dan ketersediaan air.

    Sekresi keringat dilakukan melalui kelenjar keringat yang tersebar luas

    dalam kulit. Kelenjar keringat merupakan kelenjar simpleks, bergelembung,

    tubulosa, duktusnya lebih tidak bercabang dan lebih kecil bagian tengahnya dari

    pada bagian sekretoris. Bagian sekretoris kelenjar ini tertanam dalam dermis dan

    dikelilingi sel-sel mioepitel. Cairan yang disekresikan oleh kelenjar ini tidak

    kental dan sedikit mengandung protein. Unsur utamanya H2O, NaCl, urea, amonia

    dan asam nitrat (Junqueira dan Carneiro, 1995).

    Hasil analisis statistik pada Lampiran 2, menunjukkan bahwa pemberian

    ekstrak temulawak dan temuireng berpengaruh nyata (P < 0,05) terhadap sweating

  • 7/29/2019 Setiawan,Agus.2008.Efektivitas Pemberian Ekstrak Temulawak(Curcuma Xanthorizza Roxb) Dan Temuireng(Curcu

    43/61

    rate. Pengujian dilanjutkan dengan BNJ 5 % dan menunjukkan bahwa PO berbeda

    nyata dengan P1 dan P2. Akan tetapi P1 dan perlakuan 3 (P2) memberikan respon

    yang sama terhadap pemberian ekstrak.

    Perbedaan nilai sweating rate pada pedet dipengaruhi oleh beberapa faktor

    yaitu: lokasi pengukuran pada permukaan tubuh pedet, bangsa pedet, adaptasi

    ternak terhadap kondisi lingkungan (cekaman panas), kondisi klimat sebelum dan

    selama pengukuran, waktu pengukuran, keberadaan ternak di luar atau di dalam

    kandang, dan ketersediaan air untuk mencukupi kebutuhan ternak (Gaughan, dkk,

    1999).

    Nilai sweating rate adalah subyektif, karena tergantung pada kemampuan

    beradaptasi tiap individu sehingga tidak bisa ditentukan standart nilainya.

    Pengaruh sweating rate pada ternak akan langsung dicerminkan dalam produksi,

    misalnya pertambahan bobot badan yang optimal (Stuart, Williams, dan

    Schneider, 2002).

    4.4. Pengaruh Pemberian Ekstrak Temulawak Dan Temuireng Terhadap

    Pertambahan Bobot Badan Pedet Sapi Potong Lepas Sapih

    Pertambahan bobot badan merupakan selisih hasil penimbangan pada awal

    dan akhir penelitian. Penimbangan bobot badan dilakukan pada waktu dan kondisi

    ternak yang sama, yaitu pada sore hari setelah semua pedet diberi pakan.

    Penimbangan dilakukan dengan timbangan digital. Hasil penimbangan

    diperlihatkan pada Lampiran 3. Pertambahan bobot badan pedet sapi potong lepas

    sapih selama penelitian tertera pada Tabel 4.

    Tabel 4. Data pertambahan bobot badan pedet sapi potong lepas sapih (kg)

    perlakuanulangan

    0 1 2

    1 28.44 14.93 26.7

    2 11 10.22 38.5

  • 7/29/2019 Setiawan,Agus.2008.Efektivitas Pemberian Ekstrak Temulawak(Curcuma Xanthorizza Roxb) Dan Temuireng(Curcu

    44/61

    3 40.69 17.34 34.17

    4 35.36 11.21 8

    5 14.46 23.5 24.45

    6 30.18 14.06 26.5

    7 12.59 22.5 21.58 33.28 10.34 30.22

    9 16.5 -3.5 30.74

    10 37.35 26.486 32.33

    Rata-rata 25.9911.2b

    14.718.6ab

    27.318.4b

    Keterangan : Notasi dengan huruf yang berbeda pada baris yang sama

    menunjukkan adanya perbedaan yang nyata (P < 0,05)

    Dari Tabel 4 diketahui rata-rata pertambahan bobot badan pedet lepas

    sapih P0

    = 25, 99 11, 24 kg (10, 48%), P1

    = 14, 71 8, 61 kg (9, 14%) dan P2

    =

    27, 31 8, 39 kg (14, 36%). Perbedaan pertambahan bobot badan disebabkan

    karena kurkumin yang terdapat dalam ekstrak akan mempercepat pengosongan

    lambung, sehingga meningkatkan konsumsi pakan (Setianingrum, 1999).

    Hasil analisis menunjukkan pemberian ekstrak temulawak dan temuireng

    akan meningkatkan bobot badan (P < 0,05). Setiap perlakuan memberikan

    pengaruh yang berbeda terhadap pertambahan bobot badan. Fhitung kelompok

    kurang dari Ftabel 0,05, menunjukkan bahwa dalam satu perlakuan individu

    memberikan respon yang sama terhadap perlakuan yang diberikan.

    Bobot badan pedet yang terinfeksi parasit 24-40 % lebih rendah dari pada

    pedet sehat, sehingga secara ekonomis akan sangat merugikan (Anonymous,

    2008). Menurut Koesdarto, Subekti dan Studiawan (2001), bahwa kerugian secara

    ekonomis disebabkan karena ternak yang terinfeksi memerlukan lebih banyak

    protein untuk kelangsungan hidupnya. Kerusakan jaringan organ pencernakan

    atau tidak terpenuhinya kebutuhan protein yang mungkin terjadi dapat

    menurunkan produktivitas.

  • 7/29/2019 Setiawan,Agus.2008.Efektivitas Pemberian Ekstrak Temulawak(Curcuma Xanthorizza Roxb) Dan Temuireng(Curcu

    45/61

    Interaksi antara inang dengan parasit akan mempengaruhi penyerapan

    asam amino di usus halus, protein dan energi yang dipergunakan untuk membuat

    produk akhir fermentasi rumen. Selanjutnya berakibat pada retensi nitrogen yang

    secara langsung akan berpengaruh pula terhadap konsumsi pakan (Koesdarto dkk,

    2001).

    Pemberian ekstrak yang berfungsi sebagai anthelmintik akan

    meningkatkan efektifitas absorbsi pakan dalam saluran pencernakan. Menurunnya

    jumlah cacing dalam saluran pencernakan akan meningkatkan status kesehatan,

    sehingga pemenuhan nutrisi untuk kebutuhan hidup pokok dan produksi ternak

    tercukupi. Ekstrak akan memperbaiki fungsi hati dan melancarkan metabolisme

    tubuh dengan fungsi mengedarkan zat yang dibutuhkan oleh jaringan untuk

    regenerasi sel-sel pertumbuhan.

    Secara umum infeksi cacing intestinal akan mengurangi fungsi

    kemampuan mukosa usus dalam transpor glukosa dan metabolit lainnya. Apabila

    keseimbangan ini cukup besar, akan menyebabkan turunnya nafsu makan serta

    tingginya kadar nitrogen dalam tinja yang dibuang karena tidak dipergunakan.

    Akibatnya akan terjadi keterlambatan pertumbuhan pada pedet. Infeksi endo

    parasit akan lebih bersifat patogenik, terutama bersamaan dengan kondisi ternak

    yang buruk (Koesdarto dkk, 2001).

    Ekstrak temulawak dan temuireng secara umum berfungsi untuk

    menormalkan jaringan yang terganggu (Setianingrum 1999). Kandungan zar

    kimia dalam ekstrak yaitu kurkumin dan minyak atsiri dapat menetralkan racun,

    meningkatkan sekresi empedu, menurunkan kadar kolesterol dan trigliserida

    darah, anti bakteri, meningkatkan nafsu makan, serta dapat mencegah terjadinya

  • 7/29/2019 Setiawan,Agus.2008.Efektivitas Pemberian Ekstrak Temulawak(Curcuma Xanthorizza Roxb) Dan Temuireng(Curcu

    46/61

    perlemakan dalam sel-sel hati dan sebagai anti oksidan penangkal senyawa-

    senyawa radikal bebas yang berbahaya (Setianingrum, 1999). Meningkatnya

    konsumsi ternak dengan didukung status kesehatan yang baik akan meningkatkan

    efisiensi penyerapan zat makanan untuk memenuhi kebutuhan hidup pokok dan

    produksi yang ditunjukkan dengan pertambahan bobot badan.

  • 7/29/2019 Setiawan,Agus.2008.Efektivitas Pemberian Ekstrak Temulawak(Curcuma Xanthorizza Roxb) Dan Temuireng(Curcu

    47/61

    BAB V

    KESIMPULAN DAN SARAN

    5.1. Kesimpulan

    Pemberian ekstrak temulawak (Curcuma xanthorhiza) dan temuireng

    (Curcuma aeroginosa) efektif sebagai kontrol helminthiasis. Pemberian ekstrak

    tidak mempengaruhi kadar PCV, tetapi berpengaruh terhadap laju metabolisme

    dan adaptasi lingkungan yang dicerminkan oleh sweating rate dan peningkatan

    PBB sampai 14,36 % dibandingkan dengan kontrol.

    Aturan pemberian ekstrak yang efektif adalah 250 mg/ekor/hari selama 3

    hari berturut-turut.

    5.2. Saran

    Ekstrak temulawak (Curcuma xanthorrhiza, Roxb) dan temuireng

    (Curcuma aeruginosa, Roxb) dapat digunakan sebagai alternatif anthelmintik.

    Dosis pemberian ekstrak yang efektif adalah 250 mg/ekor/hari selama 3 hari

    berturut-turut dan diulang pada minggu ke-4 untuk meningkatkan pertambahan

    bobot badan pedet sapi potong lepas sapih.

  • 7/29/2019 Setiawan,Agus.2008.Efektivitas Pemberian Ekstrak Temulawak(Curcuma Xanthorizza Roxb) Dan Temuireng(Curcu

    48/61

    DAFTAR PUSTAKA

    Anonymous. 1993. The Epidemiology of Helminth Parasites

    http://www.ilri.org/InfoServ/Webpub/Fulldocs/X5492e/x5492e00.gif.

    Anonymous. 1998. Pucat Karena Cacing, Temu Giring Obatnya. Suara

    Indonesia. Surabaya.

    Anonymous. 2005.Rebiocurcuma. Biochemical Pharmacology.

    Anonymous. 2008.Parasit Pada Unggas.

    http://www.fao.org/docs/eims/upload//213701/agal_duckfarmingindonesia

    _210906.pdf

    Benjamin, M.M. 1978. Outline of Veterinary Clinichal Pathology. 3rd

    ed. The

    Iowa State University Press. Ames. Iowa.

    Bijanti, R. Dan Partosoewignjo, S. 1998. Hematologi Veteriner I Hematopoesis,

    Eritrosit da Leukosit. Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlagga.

    Surabaya.

    Coles, E, H. 1986. Veterinary Clinical Hematology. 4thed. Saunders Company.

    Philadelphia.

    Imbang, Dwi. 2003. Ilmu Kesehatan Ternak. Fakultas Peternakan Perikanan.Universitas Muhammadiyah. Malang.

    Ebert. 2006.Identification Of Beef Animal. www.extention-animal-scientic.com

    Frandson, R. D. 1992. Anatomi Dan Fisiologi Ternak Edisi 4. Gajah Mada

    University Press. Yogyakarta.

    Gaughan, J; Mader, T. Holt, S; Josey, J, Dan Rowan, J. 1999.Heat Tolerance of

    Boran and Tuli Crossbred Steers1. School of Veterinary Science and

    animal Production, University of Queensland, Gatton College,Queensland,

    Australia 4345 and Department of Animal Science, University ofNebraska, Northeast Research and Extension Center, Concord 68728

    http://www.ilri.org/InfoServ/Webpub/Fulldocs/IntegratedWater/IWMI/Do

    cuments/related_doucments/HTML/x5525e/x5525e08.htm

    Gilliespie, James.R. 1992. Modern Liverstock dan Poultry Production Fourth

    Edition. Delmar. Publishers.Hrc.

    Hardjopranjoto, S. 1995. Ilmu Kemajiran Pada Ternak. Airlangga University

    Press. Surabaya

    http://www.ilri.org/InfoServ/Webpub/Fulldocs/X5492e/x5492e00.gifhttp://www.fao.org/docs/eims/upload//213701/agal_duckfarmingindonesia_210906.pdfhttp://www.fao.org/docs/eims/upload//213701/agal_duckfarmingindonesia_210906.pdfhttp://www.extention-animal-scientic.com/http://www.extention-animal-scientic.com/http://www.fao.org/docs/eims/upload//213701/agal_duckfarmingindonesia_210906.pdfhttp://www.fao.org/docs/eims/upload//213701/agal_duckfarmingindonesia_210906.pdfhttp://www.ilri.org/InfoServ/Webpub/Fulldocs/X5492e/x5492e00.gif
  • 7/29/2019 Setiawan,Agus.2008.Efektivitas Pemberian Ekstrak Temulawak(Curcuma Xanthorizza Roxb) Dan Temuireng(Curcu

    49/61

    Hariono, B. 1982. Patologi Klinik. Badan Usaha Penerbitan. Fakultas Kedokteran

    Hewan. UGM Press. Yogyakarta

    Hill,D.H. 1988. Cattle and Buffalo Meat Production In The Tropic. Longman and

    Technical. London.

    Housen, J. dan Perry, B. 1994. The Epidemiology, Diagnosis and Control of

    Helminth Parasities of Ruminants. International Laboratory for Research

    on Animal Disesase, P. O. BOX. 30709. Nairobi. Kenya.

    Hendrawan, Rosita, Nasich. 2000. Efektivitas Cara Pemberian Temuireng

    (Curcuma Aeruginosa) Dalam Urea Molases Blok Terhadap Kontrol

    Helminthiasis Pada Sapi Perah Laktasi. Fapet Unibraw. Malang.

    Junus, M. 1985. Kehidupan Ternak Di Lingkungan Tropis. Fakultas Peternakan.

    Nuffic. Universitas Brawijaya. Malang.

    Junqueira, LC, dkk. Histology Dasar (Basic Histologi). EGC. Jakarta.

    Koesdarto, S. 2005. Penyakit Parasitik Pada Pengembangan Sapi Madura,

    Pengukuhan Guru Besar. FKH Unair. Surabaya.

    Koesdarto, S. Subekti, S. Studiawan, H. 2001.Model Pengendalian Siklus Infeksi

    Toxocariasis dengan Fraksinasi Minyak Atsiri Rimpang Temuireng

    (Curcuma Aeruginosa Roxb) di Pulau Madura. J. Penelitian Media

    eksakta. Vol. 2.

    Levine, Norman, D. 1990. Buku Pelajaran Parasitologi Veteriner. Gadjah Mada

    University Press. Yogyakarta.

    Murray M, Trail and.Dleteren. 1990. Trypanotolerance In Cattle And Prospects

    For The Control Of Tripanosomasis By Selective Breeding Rev. Sci. off.

    Epiz. Vol 9(2). Pp 369-386.

    Prihatman, K. 2000.Budidaya Ternak Sapi Potong. www.ristek.go.id

    Purnomo, Hendrawan, Rositawati. 1998. Pengaruh Pemberian Temuireng(Curcuma Aeruginosa) Secara Per Os Sebagai Kontrol Helminthiasis.

    Fapet Unibraw. Malang.

    Reksohadiprodjo, Soedomo. 1984. Pengantar Ilmu Peternakan Tropik. BPFE.

    Yogyakarta.

    Rismunandar. 2004.Rempah-Rempah Komoditi Ekspor Indonesia. Penerbit Sinar

    Baru. Bandung.

    Ressang, A.A. 1983. Patologi Khusus Veteriner Edisi ke-2. Dirjen Pendidikan

    Tinggi Depdikbud dan BPPH wilayah VI. Denpasar.

    http://www.ristek.go.id/http://www.ristek.go.id/
  • 7/29/2019 Setiawan,Agus.2008.Efektivitas Pemberian Ekstrak Temulawak(Curcuma Xanthorizza Roxb) Dan Temuireng(Curcu

    50/61

    Sadikin, M. 2001.Biokimia Darah. Widya Medika. Jakarta.

    Setianingrum. 1999. Pengaruh Temulawak (Curcuma xanthorrhiza) Untuk

    Meningkatkan Nafsu Makan Pada Penderita Anoreksia Primer. FK

    UNDIP. Semarang.

    Soulsby, E.J.L. 1986. Textbook of Veterinary Clinical Parasitologi I. Helminths.

    Blackwell Scientific. Oxford.

    Stuart M. C. Lee, W. Jon Williams, and Suzanne M. Schneider. 2002. Role Of

    Skin Blood Flow And Sweating Rate In Exercise Thermoregulation After

    Bed Rest.

    http://jap.physiology.org/cgi/content/full/92/5/2026

    Sudardjat, S. 1991. Epidemiologi Penyakit Hewan. Direktorat Bina Kesehatan

    Hewan. Dirjend Peternakan. Departemen Pertanian. Jakarta.

    Suprapto, I.A. 1981. Laporan Penelitian Parasitologi. Lab. Kesehatan Hewan.

    Malang.

    Swenson, M. J. 1984. Dukes Physiology Of Domestic Animal. Nine edition.

    Conell University Press. Itacha.

    Trisunuwati, P. dan Indrati, R. 1989. Pengantar penyakit pada ternak dan

    penanggulangannya. Lab. Epidemiologi. Fapet. Unibraw. Malang.

    Widowati, Lucie. 2007. Pemanfaatan Tanaman Obat. Puslitbang Farmasi. Depkes

    RI. Jakarta.

    Williamson dan Payne. 1993. Pengantar Peternakan Daerah Tropis. Gadjah

    Mada University Press. Yogyakarta.

    Willson, J A. 1972. Principles Of Animal Physiology. The Mac Millan. New

    York.

    Yasni, Sedarnawati; Yoshiie, Kiyotaka; Oda, Hiroshi; Sugano, Michihiro;

    Imaizumi, Katsumi. 1993. Dietary Curcuma xanthorrhiza Roxb. Increasedmitogenic responses of splenic lymphocytes in rats, and alters population

    of the lymphocytes in mice. J Nutr Sci Vitaminol 39: 345-354.

    http://jap.physiology.org/cgi/content/full/92/5/2026http://jap.physiology.org/cgi/content/full/92/5/2026
  • 7/29/2019 Setiawan,Agus.2008.Efektivitas Pemberian Ekstrak Temulawak(Curcuma Xanthorizza Roxb) Dan Temuireng(Curcu

    51/61

    Lampiran 1. 1. Hasil Pemeriksaan EPG Perlakuan 0 (kontrol)

    MingguNo

    Awal 1 2 3 4 5 6 7 8

    1 100 80 0 0 0 0 80 0 02 60 40 0 0 0 0 100 0 0

    3 40 0 0 0 0 0 0 0 0

    4 180 300 0 0 0 0 220 0 0

    5 40 0 0 0 0 0 0 0 0

    6 1100 1180 0 0 0 0 0 0 0

    7 20 0 0 0 0 0 0 0 0

    8 60 0 0 0 0 0 0 0 0

    9 40 0 0 0 0 0 0 0 0

    10 20 0 0 0 0 0 20 0 0

  • 7/29/2019 Setiawan,Agus.2008.Efektivitas Pemberian Ekstrak Temulawak(Curcuma Xanthorizza Roxb) Dan Temuireng(Curcu

    52/61

    Lanjutan lampiran 1.

    Lampiran 1. 2. Hasil Pengamatan EPG Perlakuan 1 (P1)

    MingguNo

    Awal 1 2 3 4 5 6 7 8

    1 100 0 0 0 0 0 0 0 02 60 0 0 0 0 0 0 0 0

    3 180 0 160 0 0 0 0 0 0

    4 80 0 0 0 0 0 0 0 0

    5 40 0 0 0 0 0 0 0 0

    6 40 0 0 0 0 0 0 0 0

    7 60 0 20 0 0 0 0 0 0

    8 180 160 0 0 0 0 0 0 0

    9 20 0 0 0 0 0 0 0 0

    10 40 0 0 0 0 0 0 0 0

  • 7/29/2019 Setiawan,Agus.2008.Efektivitas Pemberian Ekstrak Temulawak(Curcuma Xanthorizza Roxb) Dan Temuireng(Curcu

    53/61

  • 7/29/2019 Setiawan,Agus.2008.Efektivitas Pemberian Ekstrak Temulawak(Curcuma Xanthorizza Roxb) Dan Temuireng(Curcu

    54/61

    Lampiran 2. Hasil Pengukuran dan Analisissweating rate

    UlanganPerlakuan 1 2 3 4 5 6 7 8 Total

    1 164.4934 105.5563 120.5519 120.6892 109.5323 100.3584 94.78613 96.91738 912.885

    2 167.6894 181.8874 111.2191 139.8 101.3256 111.8472 105.9334 111.8472 1031.549

    3 163.2449 171.1837 152.6056 120.5528 125.4615 120.1984 123.5825 131.5852 1108.415

    495.4276 458.6273 384.3766 381.042 336.3195 332.404 324.302 340.3497 3052.849

    44

  • 7/29/2019 Setiawan,Agus.2008.Efektivitas Pemberian Ekstrak Temulawak(Curcuma Xanthorizza Roxb) Dan Temuireng(Curcu

    55/61

    Analisis Ragam Sweating rate

    388328.5

    83

    )5852,131...4934,164( 2

    2

    1 1

    =

    ++=

    =

    = =

    x

    pn

    Y

    FK

    p

    i

    n

    j

    ij

    ( )15591.35

    388328.5131,5852...164,4934 22

    1 1

    2

    =

    ++=

    =

    = =

    FKYJKp

    i

    n

    j

    ijtotal

    ( )

    9451.057

    388328.53

    35,340...43,495

    22

    2

    =

    ++=

    =

    FKp

    YJK

    j i ij

    Kelompok

    ( )

    2425.886

    5,3883288

    415,1108549,1031885,912222

    2

    =

    ++=

    =

    FKr

    YJK

    j i ij

    Perlakuan

    PerlakuanKelompoktotalPercobaanGalat JKJKJKJK =

    = 15591.35 - 9451.057 - 2425.886= 3714.406

    KT Kelompok= JKkelompok/ r-1

    = 19451,057/ (8-1)

    = 1350.151

    KTPerlakuan = JKPerlakuan/p-1

    = 2425,886 / (3-1)

    = 1212.943

    KT = JKGalat Galat/ (p-1)(r-1)

    = 3714,406 / (3-1)(8-1)

    = 265.3147

    Fhitung kelompok= KT / KTkelompok Galat= 1350,151 / 265,3147

    = 5.088866

    Fhitung perlakuan = KT / KTperlakuan Galat= 1212,943 / 265,3147

    = 4.571714

  • 7/29/2019 Setiawan,Agus.2008.Efektivitas Pemberian Ekstrak Temulawak(Curcuma Xanthorizza Roxb) Dan Temuireng(Curcu

    56/61

    Analisis Ragam

    SK DB JK KT F hitung 5% 1%

    Kelompok 7 9451,057 1350,151 5,088866 2,77 4,28

    Perlakuan 2 2425,886 1212,943 4,571714 3,74 6,51Galat 14 3714,406 265,3147

    Total 23 15591,35

  • 7/29/2019 Setiawan,Agus.2008.Efektivitas Pemberian Ekstrak Temulawak(Curcuma Xanthorizza Roxb) Dan Temuireng(Curcu

    57/61

    47

    Uji Beda Nyata Jujur (BNJ) 5 %

    Antar perlakuan

    =

    r

    Ktgalatsed =

    8

    3147,265

    = 8, 144

    sed

    ftab

    BNJ

    =2

    205,0

    %5 = 144,82

    2

    74,3

    x

    = 10,769

    Perlakuan Rataan Notasi

    1 107.5443 a

    2 111.8472 b

    3 128.5233 b

    Antar kelompok

    =

    t

    Ktgalatsed =

    3

    3147,265

    = 9, 404

    sed

    ftab

    BNJ

    =2

    205,0

    %5 = 404,92

    2

    28,4

    x

    = 14,23

    Perlakuan Rataan Notasi

    1 107.5443 a

    2 111.8472 a

    3 128.5233 b

  • 7/29/2019 Setiawan,Agus.2008.Efektivitas Pemberian Ekstrak Temulawak(Curcuma Xanthorizza Roxb) Dan Temuireng(Curcu

    58/61

    Lampiran 3. Hasil Penimbangan Pertambahan Bobot Badan PedetPERLAKUAN

    1 2 3

    No

    BB

    Awal

    BB

    Akhir PBB No

    BB

    Awal

    BB

    Akhir PBB No

    BB

    Awal

    BB

    Akhir PBB

    002/10 77 93,5 16,5 52/20 92 96,5 4,5 150/13 70 75,8 5,8

    83/35 82 98,6 16,6 53/38 74 90,2 16,2 29/42 30,5 69,8 39,3

    017/14 85,5 114,2 28,7 126/17 72 89,9 17,9 42/17 61,5 82,6 21,1

    114/07 84 107,6 23,6 56/34 74,5 92,3 17,8 158/05 66,5 82,4 15,9

    212/21 83 93,2 10,2 022/11 75 95,3 20,3 171/22 46 63,4 17,4

    124/41 85 108,5 23,5 96/02 78 91,1 13,1 233/08 66,5 92,3 25,8

    187/12 83,5 98,2 14,7 169/19 79,5 99,2 19,7 112/46 58,5 83,2 24,7

    68/06 83,5 103,6 20,1 140/15 71,5 86,2 14,7 111/23 66 83,8 17,8

    87/37 63,5 81,6 18,1 222/39 84,5 83,8 -0,7 191/04 66 85,6 19,6

    192/26 88,5 107,6 19,1 210/03 69,5 101 31,5 167/20 69,5 83,6 14,1

    rata-rata 81,55 100,66 19,11 rata-rata 77,05 92,55 15,5 rata-rata 60,1 80,25 20,15

    Lampiran 4. Analisis Pertambahan Bobot Badan Pedet Sapi Potong Lepas Sapih

    UlanganPerlakuan

    1 2 3 4 6 7 8 9 105total

    1 28.44 11 40.69 35.36 14.46 30.18 12.59 33.28 16.5 37.35 259.85

    2 14.93 10.22 17.34 11.21 23.5 14.06 22.5 10.34 -3.5 26.486 147.086

    3 26.7 38.5 34.17 8 24.45 26.5 21.5 30.22 30.74 32.33 273.11

    680.04696.16643.7473.8456.5970.7462.4154.5792.259.7270.07

    48

    49

  • 7/29/2019 Setiawan,Agus.2008.Efektivitas Pemberian Ekstrak Temulawak(Curcuma Xanthorizza Roxb) Dan Temuireng(Curcu

    59/61

    Analisis Statistik Pertambahan Bobot Badan Pedet Sapi Potong Lepas Sapih

    15415,42

    103

    )33,32...44,28(2

    2

    1 1

    =

    ++=

    =

    = =

    x

    pn

    Y

    FK

    p

    i

    n

    j

    ij

    ( )3396,69

    15415,4233,32...28,44 22

    1 1

    2

    =

    ++=

    =

    = =

    FKYJKp

    i

    n

    j

    ijtotal

    ( )

    807,9228

    42,154153

    166,96...07,70

    22

    2

    =

    ++=

    =

    FKp

    YJK

    j i ij

    Kelompok

    ( )

    959,1199

    42,1541510

    11,273086,14785,259

    222

    2

    =

    ++=

    =

    FKr

    YJK

    j i ij

    Perlakuan

    PerlakuanKelompoktotalPercobaanGalat JKJKJKJK =

    = 3396,69-807,9228-959,1199

    = 1629,648

    KT Kelompok= JKkelompok/ r-1= 807,9228/ (10-1)

    = 89,76921

    KTPerlakuan = JKPerlakuan/p-1

    = 959,1199/ (3-1)

    = 479,5599

    KT = JKGalat Galat/ (p-1)(r-1)

    = 1629,648/(3-1)(10-1)

    = 90,53597Fhitung kelompok= KT / KTkelompok Galat

    = 89,76921/90,53597

    = 0,991531

    Fhitung perlakuan = KT / KTperlakuan Galat

    = 479,5599 / 990,53597

  • 7/29/2019 Setiawan,Agus.2008.Efektivitas Pemberian Ekstrak Temulawak(Curcuma Xanthorizza Roxb) Dan Temuireng(Curcu

    60/61

    = 5,296899

    Analisis Ragam

    SK DB JK KT F hitung 5% 1%

    Kelompok 2 807,9228 89,76921 0,991531 3,35 5,49

    Perlakuan 9 959,1199 479,5599 5,296899 3,35 5,49Galat 18 1629,648 90,53597

    Total 29 83,84282

  • 7/29/2019 Setiawan,Agus.2008.Efektivitas Pemberian Ekstrak Temulawak(Curcuma Xanthorizza Roxb) Dan Temuireng(Curcu

    61/61

    Uji Beda Nyata Jujur (BNJ) 5 %

    10

    53597,90

    =

    r

    Ktgalatsed =

    = 4,255

    255,42

    2

    35,3

    x

    sed

    ftab

    BNJ

    =2

    205,0

    %5 =

    = 5,0399

    Perlakuan PBB Notasi

    1 (P0) 25.985 b

    2 (P1) 14.7086 ab

    3 (P2) 27.311 b