Sepsis
description
Transcript of Sepsis
BAB I
PENDAHULUAN
I. LATAR BELAKANG
Sepsis masih merupakan salah satu penyebab utama mortalitas dan
morbiditas pada anak di negara industri dan negara berkembang. Data di Amerika
Serikat menunjukkan kejadian sepsis pada pasien yang dirawat di unit perawatan
intensif anak (pediatrics intensive care unit/PICU) mencapai lebih dari 42 000
kasus dengan angka kematian sebesar 10,3%. Data statistik dari Center of Disease
Control menunjukkan bahwa usia 1 th ke atas, insidensi sepsis meningkat 139%.
Untuk usia 1-4 tahun sepsis menduduki posisi ke Sembilan sebagai penyebab
kematian dengan estimasi angka kematian per tahun sebesar 0,5/100.000 populasi.
Puncak insidensi sepsis menunjukkan distribusi ganda yaitu puncak pertama pada
periode neonatus dan puncak kedua pada usia 2 tahun.1,2
II. INSIDENS
Insidens sepsis pada perawatan di Pediatric Intensive Care Unit (PICU)
adalah 24%. Sedangkan penelitian di Perancis yang dilakukan di 36 PICU-NICU
didapatkan insidens sepsis sebanyak 3%, dengan rata-rata mortalitas sebanyak 30-
60%. Dari penderita sepsis tersebut kira-kira 49% penderita mengalami bakteremi
yang terdiri dari 58% dengan bakteri gram (+), dan 42% dengan bakteri gram (-).2
1
BAB II
PEMBAHASAN
A. DEFINISI
Sepsis adalah respon sistem inflamasi sistemik (SIRS) dengan bukti atau
dugaan infeksi sebagai penyebabnya. Sepsis disebabkan oleh respon imun tubuh
terhadap infeksi seperti bakteri gram positif maupun gram negative, virus, jamur,
atau protozoa, dan sebagainya. Sepsis terjadi bila bakteri yang masuk ke dalam
tubuh atau sirkulasi tidak dapat dieliminasi sevara elektif oleh tubuh atau terjadi
kegagalan mekanisme pertahanan tubuh secara umum. Hal tersebut akan
merangsang suatu respon inflamasi sistemik.1,3
B. ETIOLOGI
Pola mikroorganisme penyebab sepsis berubah dari waktu ke waktu dan
berbeda setiap negara dan tempat perawatan, selain itu juga sangat berhubungan
erat dengan umur dan status imunitas anak. Pada masa neonatus, kuman tersering
penyebba sepsis adalah E. coli, Staphylococcus aureus, Streptococcus grup A.
Sedangkan pada anak yang lebih besar sepsis banyak disebabkan oleh kuman
Staphylococcus pneumonia, Haemophyllus influenza tipe B, Neisseria
Meningitidins, Salmonella dan Streptococcus spp. Hal ini berbeda dengan
penelitian yang dilakukan oleh Levy et all yang mengatakan bahwa sepsis pada
anak umumnya disebabkan oleh adanya infeksi bakteri yang terdiri dari 19%
infeksi nosokomial, dan bakteremi pada 49% penderita yaitu gram negative
sebanyak 52% dan gram positif 48%. Infeksi nosokomial yang tersering adalah
karena coagulase – negative staphylococcus, staphylococcus aereus dan
enterococcus, infeksi jamur meningkat menjadi 20%.3
Menurut studi Rismala Dewi menunjukkan bahwa kuman penyebab sepsis
terbanyak di PICU RSCM adalah Klebsiella pneumoniae (26%), Serratia
marcescens (14%), dan Burkholderia cepacia (14%). Sebagian besar kuman yang
2
ditemukan adalah kuman gram negatif. Levy et al6 juga menemukan hal yang
serupa pada penelitian tahun 1996. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa
bakteri Gram negative menyebabkan lebih dari 50% dari seluruh kasus bakteremia
pada anak, dengan Klebsiella pneumoniae sebagai penyebab terbanyak.3
Pada penelitian Rismala Dewi Ditemukan pula hasil kultur berupa jamur,
termasuk didalamnya adalah Candida sp. Kolonisasi Candida sp. Dapat ditemukan
pada pasien PICU seperti dilaporkan oleh Singhi et al. bahwa pasien dengan
kondisi kritis dan status imunokompromais merupakan target infeksi oportunistik
Candida sp. Mekanisme pertahanan lokal berupa keasaman lambung, peristaltik,
sekresi substansi antibakteri, dan flora endogen mengalami perubahan pada pasien
kritis sehingga terjadi kolonisasi dan pertumbuhan berlebihan Candida sp. Pada
pasien sepsis, penggunaan antibiotik spektrum luas menekan flora normal
gastrointestinal dan paparan kortikosteroid dosis tinggi membuka jalan untuk
proliferasi Candida sp. Sehingga menyebabkan perkembangan yang berlebihan.
Menurut Singhi et al, insidens kolonisasi Candida sp. sangat tinggi pada pasien
PICU yang dirawat lebih dari 5 hari. Sebagian besar kolonisasi tersebut
berhubungan dengan ragi yang dibawa oleh tenaga medis.8
Selain bakteri, ilmuwan Marshall dan Taneja menyebutkan bahwa virus
pernah diisolasikan dari penderita sepsis dengan gejala mirip dengan sepsis yang
disebabkan oleh infeksi kuman gram negative penting pula untuk diketahui bahwa
dahulu para ilmuwan mempercayai bahwa sepsis selalu disertai dengan
bakteriemia, oleh karenya sering kita dengar istilah septicemia, namun penelitian
multisenter akhir-akhir ini menemukan bahwa bakterimia hanya terjadi pada
sebagian kecil pasien dengan gambaran klinis sepsis, dikatakan hanya 32% yang
terbukti adanya infeksi pada aliran darahnya.8
Sepsis pada anak umumnya disebabkan oleh adanya infeksi bakteri yang
terdiri dari 19% infeksi nosokomial, dan bakteriemi pada 49% penderita yaitu
gram negatif sebanyak 52% dan gram positif 48%. Infeksi nosokomial yang
tersering adalah karena coagulase-negative stafilococcus, stafilococcus aureus dan
enterococcus. Infeksi jamur meningkat menjadi 20%.4,5
3
Sepsis dapat menjadi konsekuensi dari proses infeksi yang berbeda mulai di
lokasi yang berbeda, yang dapat diidentifikasi berdasarkan pada anamnesis yang
cermat dan pemeriksaan fisik rinci. Namun, akhirnya sepsis 'tanda-tanda dan
gejala presentasi pertama penyakit pasien. Mengidentifikasi asal masuk akal
infeksi sangat membantu dalam menentukan etiologi mungkin, yang pada
gilirannya sangat penting untuk memperkirakan sensitivitas antimikroba
'(misalnya, membedakan antara masyarakat yang diperoleh dan infeksi
nosokomial).4
C. PATOGENESIS
Perhatian saat ini terfokus pada kedua proses yaitu koagulasi dan
fibrinolisis, yaitu sistem pembekuan darah yang alamiah. Ada 3 tahapan
mekanisme timbulnya sepsis yaitu : (1) Tahap inflamasi, (2) Tahap koagulasi, dan
(#) Tahap disfungsi bekuan darah, kerusakan jaringan, dan kematian. Skema
mekanisme timbulnya sepsis digambarkan dalam Skema 2.1.7
4
Skema 2.1 Patogenesis terjadinya sepsis
5
Jejas atau infeksi
Inflamasi
Kerusakan dinding pembuluh darah
Ekspresi faktor-faktor jaringan
Pembentukan trombin
Aktivasi sistem koagulasi
Konsumsi cepat dari protein C
Defisiensi protein C aktif
Koagulasi
Penyumbatan mirovaskuler
Kerusakan jaringan
Disfungsi organ
Kematian
Peningkatan PAI-1
Supresi Fibirinolisis
TAFIa teraktivasi
Tahap 1
Tahap 2
Tahap 3
Keterangan :
Tahap 1 : Inflamasi
Proses yang dikenal dengan SIRS (Systemic Inflammatory Response
Syndrom) dimulai saat muncul cedera (jejas) pada tubuh, seperti luka bakar,
trauma, infeksi, merangsang pelepasan substansi yang dikenal sebagai
imunomodulator yang mempengaruhi lapisan dalam (endotel) dari pembuluh
darah. Apabila ada infeksi, proses kemudian diperkuat dnegan pelepasan
endotoksin atau eksotoksin, tergantung dari organisme yang ada. Proses ini
dikenal sebagai sepsis. Toksin tersebut dan stimulus toksik lainnya juga
merangsang pelepasan imunomodulator memproduksi proses inflamasi
(proinflamasi) dan substansi pengaktifan bekuan, termasuk sitokin seperti TNF
dan bentuk-bentuk lainnya dari interleukin. Sitokin ini akan menginflamasi
lapisan dinding pembuluh darah dan mengaktivasi proses pembekuan darah, serta
merangsang pelepasan modulator inflamasi lainnya.
Tahap 2 : Koagulasi
Pembekuan darah merupakan proses berantai yang kompleks dalam tubuh
manusia. Inflamasi merangsang pelepasan substansi yang disebut factor jaringan,
yang merangsang pembentukan thrombin, yaitu suatu stimulus utama agar
terbentuk bekuan darah. Thrombin mengawali koagulasi dengan membentuk
fibrin, suatu protein yang menjalin sekumpulan bekuan darah. Pada sepsis, fungsi
berantai tersebut berjalan abnormal.
Tahap 3 : Disfungsi Bekuan Darah, Kerusakan Jaringan, Kematian
Pada umumnya, tubuh mengatur proses infalamasi dan koagulasi melalui
serangkaian alur respon balik biokimia. Hal tersebut mencegah pembentukan
bekuan darah berlebihan, dengan cara memecah fibrin dalam suatu proses yang
disebut fibrinolisis. Namun dalam siklus sepsis yang rumit, proses fibrinolisis
ditekan. Hal ini akan menyebabkan bekuan darah mikroskopis mulai terbentuk
6
dalam organ vital, menghambat aliran darah dan menyebabkan kerusakan
jaringan. Faktor-faktor biokimia yang berperan adalah :
- Peningkatan kadar PAI tipe 1 yang menyebabkan fibrinolisis
- Peningkatan kadar TAFIa (Thrombin Activatable Fibrinolysis Inhibitor)
- Penurunan kadar protein C (dalam bentuk endogen teraktivasi, yaitu :
inhibitor utama PAI-1)
Protein C adalah suatu imunomodulator ilmiah yang dapat
menyeimbangkan proses yang berlangsung selama sepsis, termasuk inflamasi,
koagulasi, dan fibrinolisis. Protein C endogen dalam bentuk teraktivasi, secara
cepat menghambat proses pembekuan darah, terutama dalam pembuluh darah
paling kecil. Pada sepsis, kadar protein C teraktivasi biasanya menurun. Ha ini
dikarenakan kadar thrombomodulin (yang diperlukan untuk konversi protein C
menjadi protein C-teraktivasi) juga menurun. Penurunan kadar protein C
teraktivasi terkait dengan outcome buruk pada pasien sepsis.
D. KLASIFIKASI
Berdasarkan mulai timbulnya gejala klinis, sepsis dibagi menjadi 2, yaitu :1,7
1. Sepsis berat
Sepsis dengan disfungsi organ kardiovaskuler atau ARDS atau ≥ 2 disfungsi
organ lain
2. Syok septik
Sepsis dengan disfungsi organ kardiovaskuler
7
Tabel 2.1. Kriteria Disfungsi Organ
Kriteria disfungsi organ
Disfungsi kardiovaskuler
Meskipun pemberian bolus cairan intravena isotonis ≥ 40 ml/kg BB
dalam 1 jam
- Penurunan tekanan darah (hipotermi) < persentil 5 th sesuai usia atau
sistolik < 2 SD di bawah normal sesuai usia ATAU
- Membutuhkan obat vasoaktif untuk menjaga tekanan darah dalam
rentang normal (dopamine > 5 µg/kg/menit atau dobutamin,
epinefrin, atau norepinefrin pada berbagai dosis)
- Dua dari berikut ini :
Asidosis metabolic yang tak dapat dijelaskan: deficit basa > 5 mEq/L
Meningkatnya laktat arteri > 2 kali batas normal
Oliguria : urin < 0,5 cc/kgBB/jam
Pemanjangan cappilarry refill > 5 detik
Beda suhu core dan perifer > 3⁰C
Pernafasan
- PaO2/FiO2 < 300 tanpa adanya penyakit jantung sianotik atau
penyakit paru sebelumnya ATAU
- PaCO2>65 torr atau 20 mmHg di atas PaCO2 normal ATAU
- Dibutuhkan FiO2>50% untuk menjaga saturasi di atas 92% ATAU
- Membutuhkan ventilasi mekanik non elektif invasive atau non
invasive
Neurologi
- Glasgow Coma Scale ≤ 11
- Perubahan akut pada status mental dengan penurunan GCS ≥ 3 poin
dari keadaan abnormal
8
Hematologi
- Hitung trombosit < 80.000/mm3 atau penurunan 50% hitung
trombosit dari nilai tertinggi yang dicatat dalam 3 hari terakhir
(untuk pasien hematologi.onkologik kronik) ATAU
Ginjal
- Serum kreatinin ≥ 2 kali batas atas normal sesuai usia atau 2 kali
lipat peningkatan dari kreatinin awal
Hepar
- Bilirubin total ≥ 4 mg/dl (tidak untuk neonatus) ATAU
- SGPT 2 kali di atas batas normal sesuai usia
E. TANDA DAN GEJALA KLINIS
Menurut terminologis medis, sepsis mengacu pada adanya bukti infeksi
dengan ditemukannya minimal 3 dari kriteria berikut :8,9
a. suhu tubuh < 36⁰C atau >38⁰C
b. denyut jantung > 90x/menit
c. peningkatan frekuensi nafas (hiperventilasi) : > 20 x/menit
d. PaCO2 < 32 mmHg
e. Peningkatan jumlah lekosit > 12.000 mm3 atau penurunan jumlah leukosit
< 4000 sel/mm3
f. Hitung jumlah leukosit normal, dengan > 10% bentuk sel imatur.
Gejala sepsis meliputi penurunan respon mental, bingung, tremor,
menggil, demam, mual, muntah, dan diare dengan adanya infeksi. Fokus infeksi
tersering yang dapat menyebabkan sepsis adalah paru-paru, traktus urinarius,
traktus gastrointestinal, dan pelvis. Namun, hampir 30% dari pasien tidak dapat
ditentukan focus infeksinya. Perjalanan penyakit dari sindrom sepsis tidak dapat
diprediksi, beberapa pasien dapat langsung mengalami syok sepsis, sementara
9
pasien lainnya mengalami disfungsi organ dalam berbagai tingkatan atau
mengalami proses penyembuhan.8
Pada neonatus tanda primer yang didapatkan adalah distress respirasi,
apneu, distensi abdomen, muntah dan diare, jaundice, hilangnya tonus otot,
penurunan aktivitas spontan, kurangnya respon menyedot letargi, kejang dan suhu
tubuh yang abnormal (dapat hipertermi atau hipotermi). Pada kulit bayi sering
didapatkan mottling, sebagai akibat dari penurunan perfusi, perubahan curah
jantung, dan resistensi vaskuler. Kadang-kadang dapat juga ditemukan lesi kulit
spesifik, seperti ptekie atau pustule, terutama yang disebabkan oleh kuman
meningococcus dan Pseudomonas aeuruginosa.8
Manifestasi sekunder merupakan kelanjutan dari proses perjalan penyakit
yang mengarah pada syok septic. Pada fase ini ditandai dengan hipotensi, sianosis,
gangrene, oliguria, anuria, jaundice dan tanda gagal jantung. Hipotensi merupakan
penyebab gagal jantung akut, gangrene perifer dan asidosis laktat. Pada fase ini
rentan untuk terjadinya acute respiratory distress syndrome atau ARDS, gagal
ginjal akut, gagal hati akut, disfungsi saraf pusat, disseminated intravascular
coagulation/DIC dan disfungsi organ multiple.8
Disfungsi organ pada sepsis dapat terjadi sebagai akibat langsung, atau
jarena hipoksia atau hipoperfusi, atau karena komplikasi dari terapi terhadap
penyakit yang mendasari. Disfungsi organ bukan saja berperan sebagai petanda
sepsis melainkan juga sebagai kontributor terhadap kematian pada pasien sepsis.8
a. Sistem Respirasi
Disfungsi organ oaru sering terjadi pada pasien sepsis atau SIRS. 50%
terjadi Acute Respiratory Distress Syndrom dan meningkat menjadi 60% bila
disertai syok. 85% membutuhkan ventilator mekanis. Disfungsi paru diawali
dengan adanya radikal oksigen yang dihasilkan oleh netrofil teraktifasi yang
menyebabkan kerusakan pada endotel kapiler paru. Disfungsi endotel kapiler paru
inilah yang mneyebabkan terjadinya edem alveolar dan interstisial yang berisi
cairan protein dan eksudat yang kaya akan sel imun fagosit. Permeabilitas endotel
10
meningkat karena bereaksi terhadap sitokin proinflamasi. Hal ini menyebabkan
penghancuran membrane dasar.8,9
b. Sistem Kardiovaskuler
Jantung maupun pemduluh darah sensitive terhadap pengaruh sitokin
proinflamasi. Nitrogen oksida adalah mediator vasoaktif yang dianggap
menyebabkan penurunan resistensi vaskuler sistemik yang menjadi latar belakang
timbulnya syok pada sepsis. Terjadi vasodilatasi dan kebocoran kapiler yang
mneyebabkan penurunan volume preload dan curah jnatung. Baroreseptor
memberikan rangsangan terjadinya takikardi. Namun demikian endotoksin dan
sitokin proinflamasi telah terbukti menyebabkan depresi miokard. Sehingga,
gambaran hemodinamik yang terjadi adalah vasodilatasi, volume intravaskuler
tidak adekuat, dan penekanan fungsi miokard.7,8,9
c. Sistem Urinarius
Disfungsi renal terjadi disebabkan oleh adanya hipovolemia dan vasodilatasi
oleh sitokin yang mneyebabkan hipoperfusi renal. Kerusakan renal disebabkan
oleh karena akut tubular nekrosis, uropati obstruktif, nefritis interstisial
rabdomiolisis dan glomerulonefritis.8,9
d. Sistem Traktus Gastrointestinal
Traktus gastrointestinal adalah salah satu organ yang penting seringkali
dikorbankan dalam keadaan syok atau hipoperfusi untuk lebih memenuhi
kebutuhan oksigenasi organ vital seperti : otak, jantung, paru. Manifesatsi klinis
dari hipoksia pada organ pencernaan antara lain adalah hilangnya integritas
mukosa yang menyebbakan nekrosis hemoragik atau perdarahan saluran cerna.
Pada penderita-penderita yang dirawat lama, penghentian diet enteral dapat
mneyebabkan terjadinya atrofi dari vili-vili usus. Adanya kerusakan barier
mukosa menyebabkan translokasi bakteri dari usus ke sirkulasi sistemik. Akibat
lain dari sepsis adalah terjadinya gangguan fungsi enzim dan system filtrasi
imunologis dan mekanis dari hati. Peningkatan serum SGOT dan SGPT, bilirubin,
dan alkali fosfatase menandakan adanya kerusakan organ lain.8
11
e. Sistem Hematologi
Ditandai adanya anemia, leukopenia dan trombositopenia. DIC
menyebabkan terjadinya konsumsi yang berlebihan terhadap trombosit. Akibat
adanya pembentukan formasi thrombus mikrovaskuler dan inhibisi dari
fibrinolisis menyebabkan semakin banyaknya pelepasan sitokin, molekul-molekul
adhesi dari sel proinflamasi dan promosi dari kaskade sepsis. Petanda yang
dijumpai adalah kenaikan Protrombin Time, Partial Tromboplastin Time, D-
Dimer dan produk-produk pemecahan fibrinogen. Pada penderita dengan
ventilator mekanik yang relative statis berisiko mengalami thrombosis vena dalam
dan emboli pulmonal.9
F. DIAGNOSIS
Salah satu cara pendekatan diagnosis adalah menggunakan pendekatan
pendekatan PIRO (Presdisposition, Infection, Response, Organ Dysfunction).
Predisposisi pada anak misalnya penurunan imunitas tubuh, penggunaan alat-alat
invasif atau prosedur medik yang lama (seperti kateter intravena, kateter urin,
pembedahan, perwatan intensif, dan lain-lain). Sulit untuk membuktikan sepsis
hanya berdasar kultur darah semata, karena pasien biasanya sudah mendapatkan
antibiotik sebelumnya. Bila kultur darah postif, diagnosis menjadi lebih mudah.
Ditemukan disfungsi organ akan menguatkan diagnosis sepsis berarti sepsis telah
lanjut (severe sepsis).1
1. Respon sistem inflamasi sistemik
SIRS (Systemik Infalammatory Response Syndrome) yaitu respons sistemik
terhadap berbagai kelainan klinik berat (misalnya infeksi, trauma dan luka bakar)
yang ditandai dengan ≥ 2 dari 4 kriteria sebagai berikut :
a. Hipertermi (> 38,5⁰C) atau hipotermi (< 36⁰C)
b. Takikardi yaitu peningkatan heart rate > 2 SD di atas normal sesuai umur
dalam keadaan tidak terdapat stimulasi eksternal, pemakaian obat-obat
jangka panjang atau rangsang nyeri, atau bradikardia: HR < 10 persentil
12
sesuai umur tanpa stimulus vagal eksternal, pemakaian beta blocker atau
penyakit jantung bawaan.
c. Takipneu dengan RR > 2 SD di atas normal sesuai umur atau ventilator
mekanik yang akut yang tidak berhubungan dengan penyakit
neuromuskuler atau penggunaan anestesi umum.
d. Jumlah leukosit yang meningkat atau menurun (yang bukan akibat dari
kemoterapi) sesuai umur atau netrofil imatur > 10%.
2. Infeksi
Infeksi yaitu suatu kecurigaan atau bukti (dengan kultur positif, pengecatan
jaringan, atau uji PCR) infeksi disebabkan kuman pathogen atau sindrom klinis
yang berhubungan dengan kemungkinan besar infeksi. Bukti infeksi meliputi
penemuan positif pada pemeriksaan klinis, pencitraan atau test laboratorium
(misalnya sel darah putih pada cairan tubuh yang normal steril, perforasi usus,
foto rongen dada yang menunjukkan adanya pneumonia, ruam ptekiae atau
purpura atau purpura fulminan).
Dibawah ini merupakan tabel tanda vital khusus sesuai umur dan variable
laboratorium :
Tabel 2.2 Tanda vital dan variable laboratorium (batas bawah untuk HR, jumlah
leukosit, dan tekanan darah sistolik untuk persentil 5 dan bata atas untuk frekuensi
jantung,laju nafas atau hitung leukosit untuk persentil 95)7
Kelompok usia Heart rate
Takikardi Bradikardi
Laju nafas
(x/menit)
∑leukosit
(x103/mm3)
tekanan
sitolik
(mmHg)
0 hari-1 minggu > 180 < 100 > 50 > 34 < 65
1 minggu – 1bulan
> 180 < 100 > 40 > 19,5 atau < 5
< 75
1 bulan – 1 tahun
> 180 < 90 > 34 > 17,5 atau < 5
< 100
2-5 tahun > 140 not > 22 > 15,5 ataun < 94
13
applicable < 6
6- 12 tahun > 130 not applicable
> 18 > 13,5 atau < 4,5
< 105
13- < 18 tahun >110 not applicable
> 14 > 11 atau < 4,5
< 117
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG7,8
a. Darah rutin : Hb, Ht, Lekosit, Trombosit
b. GDS
c. CRP
d. Faktor koagulasi
e. Kultur darah berseri
f. Apusan darah tepi : lekopenia/lekositosis, granula toksik, shift to the left
g. Urinalisis
h. Foto thoraks
i. Asam laktat, BGA, LFT, elektrolit dan EKG
H. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan sepsis berat dan syok septik adalah sebagai berikut :8
1. Early Goal Directed Therapy
EGDT meliputi resusitasi cairan agresif dengan koloid dan atau kritaloid,
pemberian obat-obatan inotropik, dan atau vasopresor dalam waktu 6 jam sesuadh
diagnosis ditegakkan di UGD sebelum masuk PICU. Resusitasi awal 20 ml/kgBB
5-10 menit, dan dapat diulang beberapa kali sampai lebih dari 60 ml/kgBB dalam
waktu 6 jam. Pada syok septik dengan tekanan nadi sangat sempit, koloid lebih
efektif daripada kristaloid.
2. Inotropik/vasopresor/vasodilator
Vasopresor diberikan appabila terjadi refrakter terhadap resusitasi volume,
dan mAP kurang dari normal, diberikan vasopresor. Dopamine merupakan pilihan
pertama. Apabila refrakter terhadap terhdapa pemberian dopamine, maka dapat
14
diberikan epinefrin atau norepinefrin. Dobutamin diberikan pada keadaan curah
jantung yang rendah. Vasodilator diberikan pada keadaan tahnan pembuluh darah
perifer yang meningkat dengan MAP tinggi sesudah resusitasi volume dan
pemberian inotropik. Nitrovasodilator (nitrogliserin atau nitropusid) diberikan
apabila terjadi curah jantung rendah dan tahanan pembuluh darah sistemik
meningkat disertai syok.
3. Extra corporeal membrane oxygenation (ECMO)
ECMO dilakukan pada syok septik pediatric yang refrakter terhadap terapi
cairan, inotropik, vasopresor, vasodilatasi, dan terapi hormone.
4. Suplemen oksigen
Intubasi endotrakeal dini dengan atau tanpa ventilator mekanik sangat
bermanfaat pada bayi dan anak dengan sepsis berat atau syok septik, karena
kapasitas residual fungsional yang rendah.
5. Koreksi asidosis
Terapi bikarbonat untuk memperbaiki hemodinamik atau mengurangi
kebutuhan akan vasopresor, tidak dianjurkan pada keadaan asidosis laktat dan pH
> 7,15 dengan hipoperfusi.
6. Terapi antibiotik
Pemberian antibiotik segera satu jam sesudah diagnosis sepsis ditegakkan
dan pengambilan kultur darah. Pada keadaan dimana focus infeksi tidak jelas,
maka antibiotik harus diberikan pada keadaan penderita yang mengalami
perburukan, status imunologik yang buruk, adanya kateter intravena berdasarkan
kuman penyebabnya dan tes kepekaan. Prinsip pemulihan antibiotik tergantung
dari berbagai hal antara lain dari : communityacquired disease atau pola infeksi di
wilayah tersebut, pola resistensi kuman, penyakit penyerta (misal pada penderita
dengan imunocompromised), pemberian infuse atau obat-obatan parenteral dalam
kaitanya dengan pola kuman-kuman nosokomial, dan modifikasi regimen.
Dalam panduan internasional Surviving Sepsis Campaign 2008
direkomendasikan untuk memberikan terapi antibiotik empiris sedini mungkin,
dalam waktu satu jam setelah diagnosis syok septik (1B) dan sepsis berat tanpa
15
syok sepsis (1D). Antimikroba yang diberikan termasuk satu atau lebih obat yang
aktif melawan semua kemungkinan patogen (bakteri) dan dapat berpenetrasi
dalam konsentrasi yang adekuat ke organ yang dicurigai merupakan sumber
infeksi. Antibiotik yang dapat diberikan yaitu :
- Ampisilin 200 mg/kgBB/hari intravena dalam 4 dosis, dikombinasikan
dengan aminoglikosida, garamycin 5-7 mg/kgBB/hari atau amikasin 15-20
mg/kgBB/hari iv atau netilmisin 5-6 mg/kgBB/hari iv dalam 2 dosis
- Kombinasi lain adalah ampisilin dengan cefotaxime 100mg/kgBB/hari
intravena dalam 3 dosis. Kombinasi ini lebih disukai apabila terdapat
gangguan fungsi ginjal atau tidak tersedia sarana pengukuran aminoglikosida.
Penggunaan antibiotik b-laktam spektrum luas sebagai monoterapi sama
efektifnya dan kurang nefrotoksik dibandingkan dengan kombinasi b- laktam dan
aminoglikosida. Pemilihan antibiotik monoterapi yang digunakan, yaitu yang
dapat mencakup pathogen penyebab yang dicurigai dari fokus infeksi, memiliki
potensi resistensi rendah, dan profil keamanan yang baik. Namun, monoterapi
tidak dapat dipilih sebagai terapi antibiotik empiris secara universal. Pemilihan
antibiotik empiris bergantung pada beberapa faktor, terkait dengan latar belakang
pasien (termasuk intoleransi obat-obatan), penyakit penyerta, dan pola kuman di
lingkungan rumah sakit. Pilihan rejimen antibiotik inisial harus cukup luas untuk
melawan semua kemungkinan patogen. Penggunaan terapi kombinasi dua
antibiotik dapat memperluas spektrum anti-bakteri, memiliki efek sinergis yang
meningkatkan aktivitas antibakteri, dan mengurangi resistensi bakteri atau
superinfeksi.
7. Sumber infeksi
Eradikasi sumber pinfeksi sangat penting, seperti drainase abses,
debridement jaringan nekrosis, alat-alat yang terinfeksi dilepas.
8. Terapi kortikosteroid
Pemberian hidrokortison 50 mg setiap 6 jam dan dikombinasi dengan
fludorcortison 50 µg diberikan 7 hari dapat menurunkan angka kematian absolute
sebanyak 15%. Dosis kortikosteroid yang direkomendasikan untuk syok septik
16
pediatric adalah 1-2 mg/kg berat badan sampai 50 mg/kg untuk terapi empiris
syok septik diikuti dosis yang sama diberikan dalam 24 jam.
9. Granulocyte Macrophage Colony Stimulating Factor (GMCSF)
Transfusi granulosit diberikan pada sepsis neonatus dengan hitung neutrofil
< 1500/uL yang diberikan 1-10 ug/kgBB selama 7 hari.
10. Intravenous Immunoglobulin (IVIG)
Mekanisme efek IVIG pada sepsis yaitu sebagai berikut :
a. Netralisasi melalui antibody dengan meningkatkan fungsi bakterisid,
fagositosis, netralisasi endotoksin dan eksotoksin
b. Antagonis reseptor TNFα reseptor IL-1 dan reseptor IL-6.
c. Egek sinergis dengan antibiotik β laktam melalui efek antibody anti-
laktamase, transport oksigen, memperbaiki fungsi granulosit dalam
melakukan lisis bakteri, dan aktifitas opsonin, memperbaiki koagulopati
dang gangguan elektrolit.
11. Hemofiltrasi
Transfusi tukar dapat dilakukan untuk mengeluarkan endotoksin bakteri dan
mengatur mediator inflamasi, meningkatkan transport oksigen, memperbaiki
fungsi granulosit dalam melakukan lisis bakteri, dan aktifitas opsonin,
memperbaiki koagulopati dan gangguan elektrolit.
12. Terapi Suportif
a. Profilaksis Stress Ulcer
Diberikan inhibitor reseptor H2 yaitu ranitidine.
b. Profilaksis Trombosis Vena Dalam
Dosis rendah heparin dianjurkan, kecuali pada penderita yang mempunyai
kontraindikasi nya yaitu trombositpenia berat, koagulopati berat, perdarah
aktif, riwayat perdarahan intraserebral.
c. Pencegahan Hipoglikemia pada sepsis
Balita dengan sepsis mempunyai risiko untuk menderita hipoglikemia,
sehingga perlu diberikan glukosa 4-6 mg.kg berat badan/menit atau
gkujose 10% dalam NaCl 0, 45 dan mempertahankan gula darah dalam
batas normal.
17
d. Penatalaksanaan Disfungsi Organ
Disfungsi paru
Volume tidal 6-8 ml/kgberat badan, permissive hiperkapnea, dam positif
end expiratory pressure (PEEP) yang optimal untuk mencegah kolaps
alveolus.
Disfungsi saluran cerna
Nutrisi enteral diberikan segera sesudah hemodinamik stabil dalam 1 atau
2 hari dengan tujuan mempertahankan integritas saluran cerna, mencegah
atrofi mukosa saluran cerna dan jaringan limfoid saluran cerna, dan
mempertahankan hormone saluran cerna.
Disfungsi koagulasi
Konsentrat trombosit diberikan pada perdarahan aktif yaitu pada
perdarahan pasca operasi yaitu sebagai berikut :
- jumlah trombosit 5.000 - 30.000/mm3 dan
- jumlah trombosit < 5.000/mm3 tidak tergantung ada atau tidaknya
perdarahan
- jumlah tromobit > 50.000/mm3 diperlukan apabila akan dilakukan
tindakan operasi.
Fresh frozen plasma diberikan apabila ada gangguan koagulasi dengan
perdarahan aktif untuk mempertahankan kadar fibrinogen > 1.0 gr/L/
recombinant human APC diberikan pada sepsis berat dengan disfungsi
organ multiple dengan jumlah trombosit > 30.000/mm3. Hemoglobin
dipertahankan dalam batas normal sesuai umur (Hb 10g/dl atau lebih).
Disfungsi renal
Resusitasi volume yang adekuat dapat memperbaiki oliguria.
Hemofiltrasi venous terbukti efektif pada syok septic meningococcuc.
Pemberian dopamine dan diuretik untuk mencegah disfungsi renal belum
terbukti.2
18
I. KOMPLIKASI
Sepsis merupakan salah satu penyebab dari systemic inflammatory respon
syndrome (SIRS). Bila tidak segera dikenali dan ditangani sedini mungkin, sepsis
dapat berkembang menjadi tahapan lebih berat yaitu severe sepsis (sepsis dengan
disfungsi organ akut), syok sepsis (sepsis dengan hipotensi arterial refraksi),
multiple organ disfunction syndrome (MODS) atau disfungsi organ multiple dan
berakhir pada kematian.6
J. PROGNOSIS
Kematian akibat sepsis tergantung dari lokasi awal infeksi, patogenisitas
kuman, ada tidaknya disfungsi organ multiple dan respon imun penderita.
Kematian karena sepsis utamanya disebabkan oleh syok. Angka kematian
mencapai 40-60% untuk penderita dengan sepsis karena kuman enteric gram
negative. Tanda-tanda prognosis buruk bila terjadi hipotensi, koma, leukopeni
(<500/ul), trombositopenia (<100.000/ul) kadar fibrinogen rendah (< 150
mg/dl).6,7
19
BAB III
KESIMPULAN
1. Sepsis adalah respon sistem inflamasi sistemik (SIRS) dengan bukti atau
dugaan infeksi sebagai penyebabnya.
2. Organisme yang paling sering menyebabkan infeksi menurut penelitian
tahun 2011 adalah bakteri gram negative terutama di PICU.
3. Faktor risiko yang dapat meningkatkan insidens sepsis pada anak yaitu
faktor host dan pengobatan.
4. Patogenesis timbulnya sepsis melalui tiga tahapan, yiau : tahap inflamasi,
koagulasi, dan disfungsi bekuan darah, kerusakan jaringan, dan kematian.
5. Berdasarkan mulai timbul gejala klinis, sepsis diklasifikasikan menjadi 2,
yaitu sepsis berat dan syok sepsis.
6. Pendekatan diagnosis pada anak adalah menggunakan pemndekatan
pendekatan PIRO (Presdisposition, Infection, Response, Organ
Dysfunction).
7. Prinsip penatalaksanaan meliputi early goal directed therapy, inotropik,
extra corporeal membrane oxygenation, suplemen oksigen, koreksi asidosis,
terapi antibiotika, sumber infeksi, terapi kortikosteroid, anti-inflamasi,
granulocyte macrophage colony stimulating factor, intravenous
immunoglobulin, hemofiltrasi, dan terapi suportif.
8. Prognosis tergantung dari lokasi awal infeksi, patogenisitas kuman, ada
tidaknya disfungsi organ multiple dan respon imun penderita.
20
DAFTAR PUSTAKA
1. Budhiarso, Hery. Rasio Imatur/Total neutrofil pada Sediaan Apus Darah
Tepi Sebagai Petanda Dini Sepsis Bakterial Pada Anak . Tesis Program
Pendidikan Dokter Spesialis 1. Fakultas Kedokteran Universitas
Diponegoro, Semarang. 2000.
2. Kumar A. Optimizing antimicrobial therapy in sepsis and septic shock. Crit
Care Journal. 2009;25(4):733-51.
3. Paterson, R. L., and Webster N. R., Sepsis and Inflamatory Respon
Syndrome dalam Journal of The Royal College of Surgeoons of Edinburgh
2008;p. 178-82
4. Paul M, Leibovici L. Combination antimicrobial treatment versus
monotherapy: the contribution of meta-analyses. Infect Dis Clin North Am.
2009;23(2):277-93.
5. Rodrigo.,Siqueira., B. Etc. Sepsis. Departement of Medicine and Nursing,
Universidade Federal de Vicosa-UFV, Vicosa (MG), Brazil.
6. Powell, KR. Sepsis and Shock. In: Kliegman RM, Jenson HB, Marcdante
KJ, Behrman RE. editors. Nelson Textbook of Pediatrics. 15 th Ed.
Philadelphia: WB Saunders Company; 2000. P.868-71
7. Joseph M.,Kontra, MD. Evidence BasedManagement Of Severe Sepsis and
Septic Shock. The Jorurnl of Lancaster General Hospital. Vol.1. 2006. P39-
45.
8. Singhi S, Rao DS, Chakrabarti A. Candida colonization and candidemia in a
pediatric intensive care unit. Pediatr Crit Care Med. 2008;9(1):91-5.
9. Trzeciak S, Rivers EP. Clinical manifestations of disordered
microcirculatory perfusion in severe sepsis. Critical Care 2005, 9(suppl
4):S20-S26.
21