Sepsis
-
Upload
raka-black -
Category
Documents
-
view
252 -
download
6
Transcript of Sepsis
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sepsis neonatorum
Sepsis neonatorum adalah adanya tanda atau gejala respon inflamasi sistemik akibat
infeksi. Sindrom klinis yang timbul akibat invasi mikroorganisme ke dalam aliran
darah yang timbul pada 1 bulan pertama kehidupan 3 dan bersifat sistemik. 6 Sepsis
terdiri dari sepsis neonatorum awitan dini (SNAD) yang terjadi pada usia ≤ 72 jam.
Sepsis neonatorum awitan lambat (SNAL) terjadi pada usia > 72 jam 3 .Ada yang
menyatakan 48 jam pertama kehidupan, karena pada beberapa kasus terinfeksi
mikroorganisme di rumah sakit terjadi dalam waktu 2-7 hari. Beberapa peneliti
menyatakan infeksi dini neonatal terjadi bila infeksi timbul sebelum hari ketujuh, hal
ini disebabkan waktu antara koloni dan invasi berbeda-beda.
SNAD biasanya disebabkan oleh mikroorganisme yang berasal dari ibu, baik
dalam masa kehamilan maupun selama proses persalinan.Sedangkan SNAL dapat
disebabkan oleh mikroorganisme yang didapatkan selama proses persalinan tetapi
manifestasinya lambat (setelah 3 hari) atau biasanya terjadi pada bayi-bayi yang
dirawat di rumah sakit (infeksi nosokomial). Perjalanan penyakit SNAD biasanya
lebih berat, dan cenderung menjadi fulminan yang dapat berakhir dengan kematian. 3
2.2 Angka Kejadian 3
Angka kejadian di Asia Tenggara berkisar 2,4-16 per 1000 kelahiran hidup, di
Amerika Serikat 1-8 per 1000 kelahiran hidup, sedangkan di divisi perinatologi Ilmu
Kesehatan Anak FKUI/RSCM (tahun 2003) sebesar 56,1 per 1000 kelahiran hidup.
2.3 Mortalitas/Morbiditas
Angka kematian rata-rata adalah 50% untuk neonatus yang tidak diterapi. Meningitis
yang merupakan akibat serius sepsis neonatorum terjadi 2-4 kasus diantara 10.000
kelahiran hidup dan memberikan angka kematian yang sangat signifikan yaitu 4%
dari seluruh angka kematian bayi
2.4 Jenis kelamin
2
Insiden sepsis dan meningitis, khususnya untuk kuman gram negatif lebih banyak
terjadi pada laki-laki dibandingkan wanita.
2.5 Umur
Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa bayi prematur memiliki insiden sepsis yang
lebih tinggi. Insiden sepsis juga meningkat secara signifikan pada bayi dengan berat
badan yang sangat rendah (< 1000 gram ) yaitu 26 per 1000 kelahiran hidup,
dibandingkan dengan bayi dengan berat badan lahir 1000-2000 gram, yaitu 8-9 per
1000 kelahiran hidup. Resiko terjadinya meningitis juga lebih tinggi pada bayi
dengan berat badan lahir rendah dibandingkan dengan bayi aterm.
2.6 Etiologi
Pola kuman penyebab sepsis berbeda menurut waktu, tempat, pemakaian antibiotika
maupun cara penanganan persalinan. Bakteri penyebab SNAD umumnya berasal dari
traktus genitalia maternal. Berbagai jenis bakteri dapat ditemukan di dalam traktus
genitalia maternal, namun hanya beberapa yang sering menyebabkan infeksi pada
neonatus, sedangkan pada ibu tidak menyebabkan penyakit. Kuman yang tersering
pada SNAD adalah Group B Streptokokus, Escherichia coli, Listeria, klebsiela,
Enterobacter, H influenza. Bakteri penyebab SNAL umunya bakteri yang berasal dari
rumah sakit (nosokomial) seperti Staphylococcus coagulase-negatif, Enterococcus
dan Staphylococcus aureus. Namun demikian kuman penyebab sepsis dini dapat juga
sebagai penyebab SNAL.
Terdapat beberapa cara masuk bakteri ke tubuh fetus, yaitu : 6
1. Hematogen
Bakteri dari spatium intervillous menembus plasenta, masuk ke dalam sirkulasi
fetus.
2. Ascending placentofetal
Bakteri dalam vagina dapat menyebabkan ascending deciduitis dan mikroabses.
Kuman kemudian menyebar ke sirkulasi fetus maupun ibu.
3. Ascenden (Amniotic infection syndrome)
3
Kuman yang terdapat dalam vagina sebagai flora normal dapat menyebar ke atas,
masuk ke uterus sebelum terjadi persalinan atau bayi terkena infeksi pada waktu
bayi melalui jalan lahir.
4. Sumber infeksi lain
Manipulasi fetus, perdarahan pada ibu, forsep.
2.7 Faktor Predisposisi
Dapat berasal dari fetus, dari ibu, proses kelahiran, maupun keadaan bayi.
1.Fetus
Terjadi akibat respon seluler dan humoral pada neonatus kurang efisien.
a Respon seluler: setelah 24 jam kelahiran terbatas karena kurangnya (jumlahnya) dan
tidak efisiennya leukosit (gangguan khemotaksis, fagositosis dan opsonisasi)
b Respon humoral: IgG didapat dari ibu secara transplasental. Konsentrasi dalam serum
bayi bervariasi tergantung dari masa gestasi. IgA dan IgM tidak ditransfer melalui
plasenta, baru dibentuk beberapa bulan setelah lahir sehingga jumlahnya dalam serum
bayi sangat sedikit. Immunoglobulin ini bertanggung jawab terhadap infeksi kuman gram
negatif.
2.Ibu
Dipengaruhi oleh ras, status sosial ekonomi, pelayanan kesehatan antenatal yang tidak
adekuat, gizi dan kesehatan ibu yang tidak baik, kesehatan dan flora vagina. Air ketuban
keruh dan berbau dan penyakit pada ibu juga memegang peranan penting.
3. Proses kelahiran
Dipengaruhi oleh partus kasep, ketuban pecah dini, partus patologik, dan tindakan
resusitasi pada bayi. Persalinan yang tidak higienis.
4. Keadaan bayi
Dipengaruhi oleh adanya luka pada kulit atau mukosa, cacat bawaan, bayi berat lahir
rendah, bayi kurang bulan, asfiksia neonatorum, trauma lahir, tanpa rawat gabung, sarana
perawatan yang tidak baik, kesadaran dan sikap petugas yang tidak baik, bangsal penuh
sesak, dan tindakan invasif pada neonatus.28
4
2.8 Faktor kerentanan neonatus terhadap infeksi
Disamping faktor-faktor predisposisi di atas terdapat beberapa faktor yang menyebabkan
neonatus lebih rentan terhadap infeksi, yaitu: kemampuan kemotaksis lekosit yang belum
sempurna, kemampuan fagositosis dan digesti leukosit belum sempurna, kemampuan
serum dan aktifitas opsonisasi yang rendah, rendahnya kemampuan detoksifikasi
endotoksin, konsentrasi IgA dan IgM rendah, kadar Si-IgA rendah, imunitas seluler yang
masih belum sempurna, refleks muntah dan menghisap yang belum sempuma, luka
umbilikus yang belum sembuh sempurna, serta kulit tipis dan mudah lecet.2, 29.
Hubungan Sepsis dengan BBL
Berat badan rendah pada bayi nerupakan salah satu risiko tinggi tterjadinya sepsis, dan
harus dilakukan perawatan intensif.Beberapa di antaranya berkembang menjadi sindrom
distress pernapasan, hipoglikemia pendarahan paru .Kemungkinan terjadinya infeksi
fetus , abnormalitas kromosom dan malformasi kongenital lebih besar pada beberapa
bayi karena ternyata ada retardasi pertumbuhan .
.Hubungan Sepsis dengan Umur Gestasi
Bayi dengan umur gestasi di bawah 37 minggu mempunyai kecenderungan untuk
terjadinya sepsis.Sudah diketahui faktanya bahwa prematuritas adalah salah satu
penyebab utama dari timbulnya kesakitan dan kematian di antara bayi baru lahir dan
alasannya karena memang kerentanan terhadap infeksinya lebih besar . Beberapa faktor
yang berperan dalam rendahnya daya kekebalan disini adalah kurang efektifnya aktivitas
bakteriostatis dan bakterisidal darah, kurang efisiennya fungsi fagositosis dari sel darah
putih dan depriviasinya antibodi maternal yang normalnya melintasi plasenta pada
trimester akhir dan ketidakmampuan menghasilkan antibodi dalam responnya terhadap
pengenalan antigen.
.
2.9 Faktor Risiko 3,4
5
Faktor Risiko Mayor
Ketuban pecah > 24 jam.
Ibu demam saat intrapartum, suhu > 38° C (> 104,4° F).
Korioamnionitis.
Denyut jantung janin menetap > 160 x/menit.
Ketuban berbau.
Faktor Risiko Minor
Ketuban pecah > 12 jam.
Ibu demam saat intrapartum, suhu > 37,5° C (> 99,5° F).
Nilai Apgar rendah (menit ke-1 < 5, menit ke-5 < 7).
BBLSR (< 1500 gram).
Usia gestasi < 37 minggu.
Kehamilan ganda.
Keputihan, ISK/tersangka ISK yang tidak diobati.
2.10 Patogenesis 3
Pada dasarnya fetus yang masih terbungkus oleh lapisan amnion cukup terlindung
dari flora bakteri ibu. Cairan amnion mempunyai fungsi menghambat pertumbuhan
E.coli dan bakteri lainnya karena mengandung lisozim, transferin, atau imunoglobulin
(IgA dan IgG) yang diduga berfungsi sebagai bakteriostatik. Maka bila terjadi
kerusakan lapisan amnion (baik disengaja maupun tidak, misalnya pada prosedur
amniosintesis), fetus akan mudah mendapat infeksi melalui amnonitis. Kesempatan
pertama bayi kontak dengan bakteri kolonisasi adalah pada saat ketuban pecah
dilanjutkan saat bayi melalui jalan lahir. Jika oleh karena sesuatu hal bayi terlalu lama
kontak dengan kolonisasi mikroflora pada jalan lahir, maka bakteri dari vagina akan
menjalar ke atas sehingga kesempatan terjadinya infeksi pada janin semakin besar.
Infeksi di daerah vagina merupakan risiko yang penting. Demikian pula bila ibu
mengalami infeksi segera setelah melahirkan dengan suhu > 37,8° C, maka sekitar
9,2-38,2 % di antara bayi yang dilahirkan akan menderita sepsis neonatorum.
6
Perubahan fisiologi yang terjadi pada sepsis merupakan akibat rangsangan
mikroba dalam sirkulasi atau oleh sebab produk toksik bakteri patogen yang dikeluarkan
dari tempat infeksi. Sistem imun baik humoral maupun seluler akan berusaha
mempertahankan keseimbangan fisiologi pejamu. Sistem retikuloendotelial dan fagosit
akan mengeliminasi mikroba melalui proses opsonisasi oleh komplemen dan antibodi.
Disamping itu beberapa jenis enzim, faktor serum yang berfungsi sebagai detoksifikasi,
hidrolisa, dan neutralisasi akan turut menghancurkan mikroba penyebab. Jadi hormon,
sitokin, dan enzim merupakan kompleks komponen parakrin dan otokrin yang sangat
penting dalam pengaturan fisiologis tubuh. Tetapi proses keseimbangan ini akan
terganggu bila didapat faktor-faktor risiko seperti status imunologi, prematuritas, trauma,
dan lainnya.25
Produk toksik bakteri patogen yaitu endotoksin merupakan struktur yang terdiri
dari lipoposakarida (LPS) yang banyak dijumpai di dalam serum atau tempat lain yang
terkena infeksi seperti cairan serebrospinalis, baik pada sepsis maupun meningitis. 5
Sebagai respon terhadap LPS terjadi aktivasi sel imun non spesifik (innate immunity)
yang didominasi oleh sel fagosit mononuklear. Pada sirkulasi, LPS terikat pada protein
pengikat lipopolisakarida. Kompleks ini dapat mengikat reseptor CD 14 makrofag dan
monosit yang bersirkulasi. Eksotoksin dari bakteri Gram positif maupun produk aktivasi
sistem kornplemen seperti C5 juga dapat merangsang proses yang sama seperti di atas.
Molekul CD 14 harus berikatan lagi dengan molekul TLR. Kini telah diketahui bahwa
molekul TLR2 berperan dalam pengenalan bakteri Gram positif dan TLR4 untuk
pengenalan endotoksin bakteri Gram negatif.31 Kemudian reseptor TLR menerjemahkan
sinyal ke dalam sel dan terjadi aktivasi regulasi protein (Nuclear Factor Kappa B/
NFkB). NFkB mengontrol ekspresi sitokin inflamasi dari masing-masing gen. Kadar
NFkB yang tinggi pada pasien sepsis dikaitkan dengan keluaran buruk. Setelah
pengenalan tersebut akan terjadi aktivasi produksi sitokin (Gambar 4).32,33
Sitokin proinflamasi akan mengaktivasi jalur klasik dan alternatif sistem
komplemen. Sistem komplemen merupakan komponen utama innate immunity. Meskipun
demikian bila terjadi overaktivasi akan menyebabkan kerusakan endotel. C5a dan produk
komplemen lain akan menimbulkan kemotaksis neutrofil, fagositosis dengan pelepasan
enzim lisosom, sintesis leukotrien, peningkatan agregasi dan adhesi trombosit dan
7
neutrofil, degranulasi dan produksi oksigen radikal toksik. Aktivasi sistem komplemen
lewat anafilatoksin menyebabkan pelepasan histamine dari sel mast dan peningkatan
permeabilitas kapiler sehingga terjadi perembesan cairan ke ruang interstitial.34,35
Mediator inflamasi primer mengaktivasi neutrofil untuk melekat pada sel endotel,
aktivasi trombosit, metabolisme asam arakidonat, dan mengaktivasi sel T untuk
memproduksi IFN-, IL-2, IL-4, dan granulocyte macrophage colony stimulating factor
(GMCSF). Agen lain sebagai bagian dari kaskade sepsis adalah molekul adhesi, kinin,
trombin, myocardial depressant substance, beta endorphin, dan heat shock protein.
Molekul adhesi dan trombin dapat menyebabkan kerusakan endotel, sedangkan IL-4, IL-
8, dan heat shock protein dapat melindungi terhadap kerusakan. 32,35.
Sel endotel yang cedera dapat menyebabkan granulosit dan konstituen plasma
memasuki jaringan inflamasi sehingga menyebabkan kerusakan organ. Inflamasi endotel
menyebabkan vasodilatasi melalui kerja nitric oxide pada otot polos pembuluh darah.34,35
Gambar 4. Kaskade respon inflamasi sistemik32
8
Respon inflamasi sebetulnya bertujuan meningkatkan respon imun untuk
mengeliminasi mikroorganisme atau produk mikroorganisme tersebut. Bila eliminasi
tersebut tidak berhasil, maka inflamasi dapat meluas dan berlebihan sehingga terjadi
kerusakan jaringan, gangguan mekanisme koagulasi, renjatan, dan lain-lain. Sebagai
respon terhadap mediator proinflamasi akan diproduksi sitokin anti inflamasi. Dalam
keadaan normal terdapat keseimbangan antara proinflamasi dan anti inflamasi. Sitokin
anti inflamasi IL-4, IL-10, dan IL-13 akan menghambat produksi sitokin proinflamasi
dari leukosit. IL-4 dan IL-10 dapat menghentikan produksi monosit/makrofag yaitu TNF-
a, IL-1, IL-6 dan IL-8.34
2.11 Gambaran Klinis
Pada 85 % kasus, gejala sepsis akan muncul dalam 24 jam pertama kehidupan.
Namun pada hampir semua kasus, gejala akan muncul dalam 48 jam pertama
kehidupan. 4
A. Respiratory distress (90%) 5,6
1. Takipnea
2. Apnea
3. Hipoksia
4. Grunting
5. Respirasi ireguler
6. Retraksi
B. Temperature instability sustained over 1 hour (30%) 5
1. Newborn Temperature < 97° F (36° C)
2. Newborn Temperature > 99.6° F (37° C)
C. Gejala gastrointestinal 5,6
1. Muntah
2. Diare
3. Distensi abdomen
4. Ileus
5. Tidak mau minum
6. Hepatosplenomegali
9
D. Neurologis 5
1. Penurunan aktifitas, letargi
2. Iritabel
3. Tremor, kejang
4. Hiporefleksia, hipotoni
5. Tangis melengking
6. Fontanela mencembung
E. Sirkulasi 5,6
1. Hipotensi
2. Pucat, sianosis
3. Takikardia
F. Metabolik 1
1. Hipoglikemia
2. Hiperglikemia
3. Asidosis metabolik
4. Ikterus, muncul sebagai respon terhadap menurunnya
glukoronidasi hepar yang disebabkan oleh disfungsi hepar dan
meningkatnya penghancuran eritrosit.
2.12 Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium dilakukan untuk memperkuat dugaan terhadap
kemungkinan adanya sepsis. Pemeriksaan yang dapat dilakukan adalah : 6
1. Cairan lambung
Cairan lambung dikeluarkan dengan sonde sebelum bayi diberi minum (kira-kira
1-1 ½ jam setelah lahir), kemudian dilakukan pengecatan dengan Gram. Bila
didapatkan lebih dari 4-5 leukosit (PMN)/LPB, berarti bayi tersebut terkena
infeksi.
2. Bahan dari saluran telinga luar
Cara pemeriksaan dan interpretasinya sama dengan cairan lambung.
3. Hapusan darah tepi
Jumlah per milimeter kubik yang dicurigai infeksi :
10
3.1 Umur bayi < 4 hari
Sel darah putih : < 9000
Sel PMN : < 4500
Jumlah batang absolut : > 1400
Trombosit : < 100.000
3.2 Umur bayi > 4 hari
Sel darah putih : > 20.000 atau < 5000
Sel PMN : > 4500 atau < 1400
Trombosit : < 100.000
4. Urine
Dikumpulkan secara pungsi buli-buli. Dicurigai adanya infeksi bila :
4.1 didapatkan > 2 leukosit pada LPK
4.2 didapatkan > 1 bakteri pada pemeriksaan dengan oli emersi.
5. Cairan serebrospinalis
Diduga adanya meningitis bila terdapat :
5.1 Sel darah putih > 10/mm3 (pada kasus yang berat dapat > 500/mm3).
5.2 Kadar glukosa < 20 mg% atau < ½ kadar glukosa darah.
5.3 Adanya kuman dengan pengecatan Gram.
6. Foto thorax
Dikerjakan untuk melihat kemungkinan adanya pneumoni.
7. Kultur darah, cairan serebrospinal, urine, dan feses
Sedangkan pemeriksaan penunjang yang dianjurkan adalah : 3
Septic Marker
1. Hitung leukosit (N 5000 – 30.000/μL).
2. Hitung trombosit (N > 150.000/μL).
3. IT ratio (rasio netrofil imatur dengan neutrofil total, N < 0,2).
Usia 1 hari 3 hari 7 hari 14 hari 1 bulan
IT ratio 0,16 0,12 0,12 0,12 0,12
11
4. CRP (N 1,0 mg/dL atau 10 mg/L).
2.13 Diagnosis
Diagnosis sepsis neonatorum sulit ditegakkan hanya berdasarkan gejala klinik saja. Pada
awalnya seringkali tidak jelas dan tidak spesifik akan tetapi menjadi berat dalam waktu
singkat. Beberapa pemeriksaan penunjang yang penting untuk membantu menegakkan
diagnosa adalah pemeriksaan darah tepi, CRP, LED, lateks aglutinasi, baik secara
tersendiri maupun kombinasi. Bahkan saat ini dengan IgM teknik ELISA.
Beberapa tahun terakhir para peneliti banyak mempelajari interleukin-6 sebagai
petanda awal pada sepsis neonatorum. Interleukin-6 adalah sitokin yang diproduksi oleh
berbagai sel dalam tubuh dan berperan dalam respon imonologik terhadap infeksi. Satu
penelitian menunjukkan pada SNAD kadar interleukin-6 meningkat > 100 pg/ml bila
diperiksa pada usia 0-2 jam pertama dengan sensitivitas 100 %. Namun teknik
pemeriksaannya sulit dan perlu biaya tinggi sehingga masih memerlukan penelitian lebih
lanjut.
Saat ini telah dikembangkan metode Latex Particle Agglutination (LPA) dan
countercurrent Immunoelectro-Phoresis (CIE) untuk pemeriksaan terhadap
Streptococcus grup B dan E. coli. Pemeriksaan ini biasanya dilakukan bila hasil kultur
negative atau dikhawatirkan negative karena pemberian antibiotika maternal intrpartum.
Diagnosis pasti berdasarkan biakan kuman dari cairan tubuh seperti serebrospinal,
darah, urine. Karena biakan kuman memerlukan waktu beberapa hari, maka diperlukan
suatu pendekatan untuk mendiagnosis sepsis neonatorum.24,29
Sarwono36 memberikan kriteria diagnosis sepsis sebagai berikut:
1. Tersangka (suspect): bila 3 dari kelompok gejala klinik positif.
2. Mungkin (probable): bila 3 dari kelompok gejala klinik positif dan 1 atau lebih
gejala laboratorium yang positif, data laboratorium yang mendukung:
a. Darah tepi: - lekopeni ( < 4000/mm3)
- trombositopeni (< 100.000/mm3)
- hitung jenis bergeser ke kiri
- CRP positif
b. Cairan serebrospinal: diduga adanya meningitis bila terdapat :
12
-sel darah putih> 10/mm3
-kadar glukosa< 20 mg%
-adanya kuman pada pengecatan gram
. c. Urin :
Urine dikumpulkan secara pungsi buli-buli. Dicurigai adanya infeksi bila :
- didapatkan > 2 leukosit pada LPK
- didapatkan > 1 bakteri pada pemeriksaan dengan oil immersion
3. Pasti (proven) : bila biakan darah positif dan 3 atau lebih gejala klinik positif
Dengan menggunakan kriteria tersebut dapat menjaring 83% penderita yang dicurigai
sepsis menunjukkan biakan positif.
Yu VY dan Monintja HE28 menganjurkan untuk membuat diagnosis sepsis
secara klinis bila:
1. Terdapat satu atau beberapa gejala, sekurang-kurangnya dari 4 kelompok gejala
klinik yang terdapat dalam tabel 1
2. Terdapat satu atau beberapa gejala, dari tiga kelompok gejala klinik yang disertai
dengan sekurang-kurangnya tiga raktor predisposisi yang memudahkan infeksi
(halaman 12).
Diagnosis pasti infeksi/sepsis adalah dengan biakan cairan tubuh. Biakan darah
negatif tidak menyingkirkan diagnosis sepsis, sebaliknya biakan darah positif satu kali
pemeriksaan, belum tentu sepsis. Biakan darah yang positif pada dua atau tiga kali
pemeriksaan dengan hasil kuman yang sama, barulah memberi kepastian, adanya sepsis
oleh kuman tersebut.
2.14 Tata Laksana 3
Pemilihan antibiotika untuk terapi inisial mengacu pada jenis kuman penyebab
tersering dan pola resistensi kuman di masing-masing pusat kesehatan. Sebagai terapi
awal diberikan cefotaxime, dengan dosis :
13
< 7 hari 100 mg/kg BB/hari dibagi 2 dosis.
> 7 hari 150 mg/kgBB/hari dibagi 3 dosis.
Segera setelah didapatkan hasil kultur darah maka jenis antibiotika
disesuaikan dengan kuman penyebab dan pola resistensinya. Lama pemberian
antibiotika pada sepsis adalah 10-14 hari. Ditambahkan pula kortikosteroid. Terapi
kortikosteroid intravena masih kontroversial. Walaupun kortikosteroid pernah
digunakan untuk terapi sepsis tetapi kemanjurannya masih diragukan, mungkin
karena pemberiannya terlambat yaitu setelah kaskade mediator inflamasi dimulai.
Sedangkan tata laksana konvensional yang dapat dilakukan adalah :
1. Imunoglobulin intravena
2. Transfusi FFP (Fresh Frozen Plasma)
3. Transfusi sel darah putih
4. Pemberian G-CSF dan GM-CSF
5. Transfusi tukar
Algoritme Sepsis Neonatorum
Gejala klinis sepsis (+) Gejala klinis sepsis (-)
Antibiotika (+)sebelum dilakukan septic workup FR (+) FR (-)
14
observasi
Periksa Septic Marker
Normal Meragukan AbnormalMinimum 2 septic marker (+)
Ulang septic marker Ulang septic marker12-24 jam 12-24 jam
Normal Normal Abnormal Kultur AB
Observasi Stop bila kultur (-)
2.15 Prognosis 3
Dengan diagnosis dan pengobatan dini, bayi dapat terhindar dari sepsis yang
berkepanjangan. Namun bila tanda klinis dan/atau adanya faktor risiko yang
berpotensial menimbulkan infeksi tidak terdeteksi, maka angka kesakitan dan
kematian dapat meningkat.
2.16Pencegahan 6
1. Petugas dan ibu bayi yang menderita sakit panas yang tidak diketahui sebabnya,
infeksi saluran nafas, gastroenteritis, dan penyakit menular atau infeksi kulit,
tidak diperkenankan ke ruangan atau kontak dengan bayi.
2. Bayi yang lahir di luar rumah sakit harus diisolasi sampai ada hasil kultur
tenggorok, kulit, dan urine (bila fasilitas memungkinkan).
3. Bayi yang mungkin terkena infeksi harus dipisahkan dari bayi yang sehat.
4. Bayi harus dikeluarkan/dipindahkan dari ruang perawatan bayi jika menderita
gastroenteritis.
5. Bayi yang lahir dari ibu yang menderita penyakit menular harus dirawat di
ruangan isolasi.
6. Inkubator harus dicuci dengan antiseptik paling sedikit seminggu sekali dan
setelah bayi dipulangkan. Air dalam inkubator harus diganti setiap 2 hari.
7. Alat/perlengkapan harus disterilkan.
15
8. Kebersihan dari petugas dan ibu bayi harus diperhatikan.
DAFTAR PUSTAKA
Anderson-Berry, Ann L. 2006. “Neonatal Sepsis”, (2006, August 18-last update).
Available www.emedicine.com/cgi-bin/foxweb.exe/screen@d:/em/ga?
book=ped&authorid=14&topicid=2630. (Accesed : 2006, November 23).
16
Hutchison, Alastair A. 2006. “Prevention of Early Onset Group B Strep Infections”,
(2006-last update). Available : www.fsneo.org/fsn/gbs.htm#top. (Accesesed :
2006, November 23).
Kardana, I Made. 2004. Neonatologi Praktis. Denpasar : Lab/SMF IKA FK
UNUD/RSUP Sanglah. h. 7-20.
Lucey, Julie Rackliffe. 2005. “Neonatal Sepsis”, (November 2005-last update).
Available : www.healthylibrary.epnet.com/GetContent.aspx?token=9cc295f8-
f3b0-4b15-99b3-beb1e6cbe599&chunkiid=102748. (Accesed : 2006, November
23).
Moses, Scott. 2006. “Neonatal Sepsis”, (2006, June 24-last update). Available :
www.fpnotebook.com. (Accesed : 2006, November 23).
Suraatmaja, Sudaryat & Soetjiningsih. 2000. Pedoman Diagnosis dan Terapi IKA RSUP
Sanglah. Denpasar : Lab/SMF IKA FK UNUD/RSUP Sanglah. h. 180-186.
Departemen Ilmu kesehatan Anak FKUI RS. DR. CIPTO MANGUNKUSUMO. Update
in Neonatal Infections. h. 1.
17
18