SENIN, 4 APRIL 2011 Jasa Debt Collector P tidak Terdata di ... filepenyalahgunaan izin. Untuk itu,...

1
SENIN, 4 APRIL 2011 5 M EGA POLITAN Jasa Debt Collector tidak Terdata di Polda Ada dugaan debt collector itu berasal dari penyedia jasa keamanan yang difungsikan sebagai tenaga penagih utang.-taiching FIDEL ALI PERMANA P OLDA Metro Jaya mengaku tidak memi- liki catatan tentang debt collector atau penagih utang. Akibatnya pihak kepo- lisian tidak bisa membina pe- nyedia jasa debt collector. Hal itu berbeda dengan yang terjadi pada bisnis penyedia jasa keamanan (security), pol- da memiliki catatan lengkap. Dengan demikian, penyedia jasanya bisa dibina untuk tidak melakukan tindakan yang me- nyimpang atau melanggar hu- kum saat menjalankan peker- jaannya. Direktur Pembinaan Masya- rakat Polda Metro Jaya Kombes Erwin Usman mengatakan bisa saja terjadi bahwa debt collec- tor itu berasal dari bisnis jasa keamanan yang dialihkan ke bagian penagihan utang. Bila be- nar demikian, berarti telah terjadi penyalahgunaan izin. Untuk itu, polisi akan bertindak tegas. “Jika mereka tugas awalnya sebagai jasa keamanan, seperti satpam atau yang lainnya, ke- mudian menjadi debt collector, berarti itu menyimpang,” kata Erwin Usman kepada Media Indonesia, pekan lalu. Erwin mengakui agak sulit menindak atau menelusuri debt collector. Pasalnya profesi terse- but biasanya hanya dibutuhkan di waktu-waktu tertentu. “Di situlah awal kecurigaan kami, karena debt collector ini belum ada yang tercatat di kami,” ujar Erwin. Erwin mengimbau masya- rakat jika mengetahui adanya jasa keamanan yang berubah jadi debt collector agar melapor- kan atau memberitahukan ke jajarannya. “Nanti akan kita tertibkan,” janjinya. Saat ini pihaknya sedang melakukan evaluasi dan veri- kasi terhadap penyedia jasa keamanan. Oleh karena itu, masukan dari masyarakat sa- ngat berguna bagi polisi un- tuk menertibkan pihak yang menyalahgunakan izin. Meresahkan Cara kerja para penagih kartu kredit atau debt collector saat ini makin banyak dikeluh- kan masyarakat. Cara mere- ka menagih dinilai semakin tidak mengenal sopan santun. Mereka bisa saja datang ke ru mah atau kantor nasabah penunggak kartu kredit sambil mengeluarkan ancaman atau perkataan yang tidak sopan (lihat grak). Bahkan tidak jarang orang- orang yang sama sekali tidak ada kaitan dengan urusan utang piutang menjadi sasaran. Mereka menjadi korban dari teror yang dilakukan penagih kartu kredit. Banyak anggota masyarakat yang merasa resah dengan perilaku para debt col- lector itu. Meski bisa mengadukan pe- rilaku buruk para debt collector itu ke pihak berwajib, ternyata masyarakat lebih memilih un- tuk mendiamkan saja. Hingga saat ini polisi belum menerima adanya aduan masyarakat mengenai tindakan tidak me- nyenangkan debt collector. Baru pada kasus tewasnya Irzen Octa, 50, nasabah kartu kredit Citibank, posisi debt col- lector menjadi incaran penegak hukum. Polisi telah menetap- kan dua debt collector Citibank menjadi tersangka. Bank Indonesia (BI) sudah lama menyarankan agar bank tidak menggunakan jasa debt collector untuk menyelesai- kan tunggakan nasabah kartu kreditnya. Deputi Gubernur BI Mu- liaman Hadad mengatakan bahwa penyelesaian masalah debt collector sedang diserah- kan kepada asosiasi penerbit kartu kredit. BI akan menunggu hasil penyelesaian dari aso- siasi tersebut. “Kita belum ada, kita lihat dulu nanti,” ujarnya. (ML/*/J-2) [email protected] P ENAMPILAN pria ini tegap, berkulit sawo matang, tinggi besar dibalut dengan jaket kulit hi- tam yang menimbulkan kesan angker ketika pertama kali orang mengenalnya. Namun kesan itu luntur ketika men- dengar tutur katanya yang santun. Doni, 33, demikian pria ini biasa disapa. Pekerjaan lelaki kelahiran Maluku ini adalah seorang debt collector. Ketika ditemui di kediamannya di bilangan Duren Sawit, Jakarta Timur, Doni bercerita panjang lebar tentang profesinya itu yang kini santer menjadi buah bibir di masyarakat lantaran kematian seorang petinggi partai yang diduga dianiaya debt collector. Sebagai seorang debt collec- tor, Doni sadar benar peker- jaan yang dilakoninya selama lebih dari 1 dekade ini penuh dengan risiko. Apalagi hasil yang diperoleh belum tentu sepadan dengan risikonya. Ia memperoleh fee 25% dari total tagihan yang bisa ditarik. “Rata-rata saya bisa nagih Rp30 juta. Berarti sekitar Rp6,5 juta,” terang Doni. Dari Rp6 juta itu, yang dia dapat bersih untuk anak dan istrinya hanya Rp3 juta. Pihak perusahaan dan bank selalu mengadakan rapat mengenai target nasabah yang hendak ditagih. Namun, pihak bank tidak mengurusi mengenai teknis di lapangan. “Itu urusan kita. Pihak bank hanya mau tahu uang mereka kembali,” jelas Doni. Pihak perusahaan dikejar target dengan jumlah nominal tertentu oleh pengguna jasa. Jangka waktunya biasanya tiga minggu. Jika melebihi tenggat, jasa penagihan akan dialihkan ke perusahaan lain. Bila itu terjadi, berarti sia-sia saja usaha penagihan yang telah dilakukan. Sebagai seorang debt collec- tor, bermacam-macam jenis nasabah pernah ia tagih. Dari nasabah yang mudah koope- ratif, agak bandel, hingga nasabah yang memang sedari awal tidak mempunyai iktikad baik untuk melunasi tagihan. Doni mengisahkan, dia per- nah menagih seorang manajer perusahaan makanan cepat saji di bilangan Sunter, Jakarta Utara. Saat menagih di tempat itu, ia dan temannya dikero- yok satpam perusahaan. Sebagai seorang debt collector, sebisa mungkin Doni menghindari cara-cara kekerasan. Sebab, kekerasan hanya semakin mempersulit penagihan. Namun diakui- nya, gertak-menggertak lumrah dilakoninya. “Tidak mungkin kami nagih tapi lenje-lenje (lemah gemulai). Tidak akan ada yang mau bayar kalau gitu,” tandasnya. Menurut pengalaman Doni, intimidasi atau kekerasan psikis biasanya lebih efektif dilakukan. Adapun Ray, 36, seorang debt collector spesialis kredit motor, mempunyai pengalam- an yang berbeda. “Saya per- nah diteriakin maling sewaktu motor mau saya eksekusi. Untung saya bawa surat pe- rintah dari kantor dan BPKB, jadi mereka mundur semua,” jelas pria tamatan SMA ini. Meski berisiko tinggi, pekerjaan itu tetap mereka lakoni. Sebab profesi inilah yang bisa dia jalani saat ini. (*/J-2) Tidak Mungkin Nagih dengan Lenje-Lenje

Transcript of SENIN, 4 APRIL 2011 Jasa Debt Collector P tidak Terdata di ... filepenyalahgunaan izin. Untuk itu,...

SENIN, 4 APRIL 2011 5MEGAPOLITANJasa Debt Collector

tidak Terdata di PoldaAda dugaan debt collector itu berasal dari penyedia jasa keamanan yang difungsikan sebagai tenaga penagih utang.-taiching

FIDEL ALI PERMANA

POLDA Metro Jaya meng aku tidak memi-liki catatan tentang debt collector atau penagih

utang. Akibatnya pihak kepo-lisian tidak bisa mem bina pe-nyedia jasa debt collector.

Hal itu berbeda dengan yang terjadi pada bisnis penyedia ja sa keamanan (security), pol-da memiliki catatan lengkap. Dengan demikian, penyedia jasanya bisa dibina untuk tidak melakukan tindakan yang me-nyimpang atau melanggar hu-kum saat menjalankan peker-jaannya.

Direktur Pembinaan Masya-rakat Polda Metro Jaya Kombes Erwin Usman mengatakan bisa saja terjadi bahwa debt collec-tor itu berasal dari bisnis jasa ke amanan yang dialihkan ke bagian pe nagihan utang. Bila be-nar demikian, berarti telah ter jadi penyalahgunaan izin. Untuk itu, polisi akan bertindak tegas.

“Jika mereka tugas awalnya sebagai jasa keamanan, seperti satpam atau yang lainnya, ke-mudian menjadi debt collector, berarti itu menyimpang,” kata Erwin Usman kepada Media In donesia, pekan lalu.

Erwin mengakui agak sulit menindak atau menelusuri debt

collector. Pasalnya profesi terse-but biasanya hanya dibutuhkan di waktu-waktu tertentu. “Di situlah awal kecurigaan kami, karena debt collector ini belum ada yang tercatat di kami,” ujar Erwin.

Erwin mengimbau masya-rakat jika mengetahui adanya jasa keamanan yang berubah jadi debt collector agar melapor-kan atau memberitahukan ke jajarannya. “Nanti akan kita tertibkan,” janjinya.

Saat ini pihaknya sedang me lakukan evaluasi dan veri-fi kasi terhadap penyedia jasa keamanan. Oleh karena itu, masukan dari masyarakat sa-ngat berguna bagi polisi un-

tuk menertibkan pihak yang menya lahgunakan izin.

MeresahkanCara kerja para penagih kartu

kredit atau debt collector saat ini makin banyak dikeluh-kan masyarakat. Cara mere-ka menagih dinilai semakin tidak mengenal sopan santun. Mereka bisa saja datang ke ru mah atau kantor nasabah penunggak kartu kredit sambil mengeluarkan ancaman atau perkataan yang tidak sopan (lihat grafi k).

Bahkan tidak jarang orang-orang yang sama sekali tidak ada kaitan dengan urusan utang piutang menjadi sasaran.

Mereka menjadi korban dari teror yang dilakukan penagih kartu kredit. Banyak anggota masyarakat yang merasa resah dengan perilaku para debt col-lector itu.

Meski bisa mengadukan pe-rilaku buruk para debt collector itu ke pihak berwajib, ternyata masyarakat lebih memilih un-tuk mendiamkan saja. Hingga saat ini polisi belum menerima adanya aduan masyarakat mengenai tindakan tidak me-nyenangkan debt collector.

Baru pada kasus tewasnya Irzen Octa, 50, nasabah kartu kredit Citibank, posisi debt col-lector menjadi incaran penegak hukum. Polisi telah menetap-

kan dua debt collector Citibank menjadi tersangka.

Bank Indonesia (BI) sudah lama menyarankan agar bank tidak menggunakan jasa debt collector untuk menyelesai-kan tunggakan nasabah kartu kreditnya.

Deputi Gubernur BI Mu-liaman Hadad mengatakan bahwa penyelesaian masalah debt collector sedang diserah-kan kepada asosiasi penerbit kartu kredit. BI akan menunggu hasil penyelesaian dari aso-siasi tersebut. “Kita belum ada, kita lihat dulu nanti,” ujarnya. (ML/*/J-2)

[email protected]

PENAMPILAN pria ini tegap, berkulit sawo matang, tinggi besar

dibalut dengan jaket kulit hi-tam yang menimbulkan kesan angker ketika pertama kali orang mengenalnya. Namun kesan itu luntur ketika men-dengar tutur katanya yang santun.

Doni, 33, demikian pria ini biasa disapa. Pekerjaan lelaki kelahiran Maluku ini adalah seorang debt collector. Ketika ditemui di kediamannya di bilangan Duren Sawit, Jakarta Timur, Doni bercerita panjang lebar tentang profesinya itu yang kini santer menjadi buah bibir di masyarakat lantaran kematian seorang petinggi partai yang diduga dianiaya debt collector.

Sebagai seorang debt collec-tor, Doni sadar benar peker-jaan yang dilakoninya selama lebih dari 1 dekade ini penuh dengan risiko. Apalagi hasil yang diperoleh belum tentu sepadan dengan risikonya. Ia memperoleh fee 25% dari total tagihan yang bisa ditarik. “Rata-rata saya bisa nagih Rp30 juta. Berarti sekitar Rp6,5 juta,” terang Doni.

Dari Rp6 juta itu, yang dia dapat bersih untuk anak dan istrinya hanya Rp3 juta.

Pihak perusahaan dan bank selalu mengadakan rapat mengenai target nasabah yang hendak ditagih. Namun, pihak bank tidak mengurusi mengenai teknis di lapangan. “Itu urusan kita. Pihak bank hanya mau tahu uang mereka kembali,” jelas Doni.

Pihak perusahaan dikejar target dengan jumlah nominal tertentu oleh pengguna jasa. Jangka waktunya biasanya tiga minggu. Jika melebihi

tenggat, jasa penagihan akan dialihkan ke perusahaan lain. Bila itu terjadi, berarti sia-sia saja usaha penagihan yang telah dilakukan.

Sebagai seorang debt collec-tor, bermacam-macam jenis nasabah pernah ia tagih. Dari nasabah yang mudah koope-ratif, agak bandel, hingga nasabah yang memang sedari awal tidak mempunyai iktikad baik untuk melunasi tagihan.

Doni mengisahkan, dia per-nah menagih seorang manajer perusahaan makanan cepat saji di bilangan Sunter, Jakarta Utara. Saat menagih di tempat itu, ia dan temannya dikero-yok satpam perusahaan.

Sebagai seorang debt collector, sebisa mungkin Doni menghindari cara-cara kekerasan. Sebab, kekerasan hanya semakin mempersulit penagihan. Namun diakui-nya, gertak-menggertak lumrah dilakoninya. “Tidak mungkin kami nagih tapi lenje-lenje (lemah gemulai). Tidak akan ada yang mau bayar kalau gitu,” tandasnya. Menurut pengalaman Doni, intimidasi atau kekerasan psikis biasanya lebih efektif dilakukan.

Adapun Ray, 36, seorang debt collector spesialis kredit motor, mempunyai pengalam-an yang berbeda. “Saya per-nah diteriakin maling sewaktu motor mau saya eksekusi. Untung saya bawa surat pe-rintah dari kantor dan BPKB, jadi mereka mundur semua,” jelas pria tamatan SMA ini.

Meski berisiko tinggi, pekerjaan itu tetap mereka lakoni. Sebab profesi inilah yang bisa dia jalani saat ini. (*/J-2)

Tidak Mungkin Nagih dengan Lenje-Lenje