Seminar Ortho Kel 5
-
Upload
nurkholis-al-rosyid -
Category
Documents
-
view
12 -
download
4
Transcript of Seminar Ortho Kel 5
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Osteomielitis adalah infeksi akut tulang yang dapat terjadi karena penyebaran infeksi dari
darah (osteomielitis hematogen) atau yang lebih sering, setelah kontaminasi fraktur terbuka
atau reduksi (osteomielitis eksogen).
Luka tusuk pada jaringan lunak atau tulang akibat gigitan hewan, manusia atau penyuntikan
intramusculus dapat menyebabkan osteomielitis eksogen. Osteomielitis akut biasanya dapat
disebabkan oleh bakteri maupun virus, jamur, dan mikro-organisme lain.
Osteomielitis adalah penyakit yang sulit diobati karena dapat terbentuk abses local. Abses
tulang biasanya memiliki pendarahan yang sangat kurang, dengan demikian, penyampaian
sel-sel imun dan antibiotic terbatas. Apabila infeksi tulang tidak diobati secara segera dan
agresif, nyeri hebat dan ketidak mampuan permanen dapat terjadi (Corwin, 2001).
Untuk mengetahui Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Osteomielitis ini maka penulis
membuat makalah yang berjudul Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Osteomielitis.
1.2.Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, rumusan masalah dalam makalah ini
adalah bagaimana Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Osteomielitis.
1.3.Makalah ini disusun dengan tujuan :
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan osteomyelitis.
2. Untuk mengetahui penyebab osteomyelitis.
3. Untuk mengetahui patofisiologi dari osteomyelitis
4. Untuk mengetahui jenis-jenis dari osteomyelitis
5. Untuk mengetahui manifestasi klinis pada pasien yang mengalami osteomyelitis.
6. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang bagi klien dengan osteomyelitis.
7. Untuk mengetahui penatalaksanaan medis pada klien yang mengalami osteomyelitis.
8. Untuk mengetahui suhan keperawatan klien yang mengalami osteomyelitis.
1.4.Metode Penulisan
Metode penulisan yang digunakan adalah studi literatur.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.Pengertian
Osteomielitis adalah infeksi entukan involukrum (pembentukan tulang baru di sekeliling
jaringan tulang mati). Osteomielitis dapat menjadi masalah kronis yang akan mempengaruhi
kualitas hidup atau mengakibatkan kehilangan ekstremitas (Smeltzer, Suzanne C, 2002).
Osteomielitis adalah infeksi pada tulang dan sumsum tulang yang dapat disebabkan oleh
bakteri, virus atau proses spesifik (Mansjoer, 2000).
Osteomielitis adalah infeksi akut tulang yang dapat terjadi karena penyebaran infeksi dari
darah (osteomielitis hematogen) atau yang lebih sering, setelah kontaminasi fraktur terbuka
atau reduksi (osteomielitis eksogen) (Corwin, 2001).
Osteomeilitis dapat diklasifikasikan menjadi 2 mCm Ykni :
Osteomielitis Primer
Penyebarannya secara hematogen dimana mikroorganisme berasal dari focus ditempat lain
dan beredar melalui sirkulasi darah.
Osteomielitis Sekunder (Osteomielitis Perkontinuitatum)
Terjadi akibat penyebaran kuman dari sekitarnya akibat dari bisul, luka fraktur dan
sebagainya.
2.2 ETIOLOGI
Tulang, yang biasanya terlindung dengan baik dari infeksi, bisa mengalami infeksi melalui
3 cara:
Aliran darah
Penyebaran langsung
Infeksi dari jaringan lunak di dekatnya.
Aliran darah bisa membawa suatu infeksi dari bagian tubuh yang lain ke tulang. Infeksi
biasanya terjadi di ujung tulang tungkai dan lengan (pada anak-anak) dan di tulang belakang
(pada dewasa).
Orang yang menjalani dialisa ginjal dan penyalahguna obat suntik ilegal, rentan terhadap
infeksi tulang belakang (osteomielitis vertebral). Infeksi juga bisa terjadi jika sepotong logam
telah ditempelkan pada tulang, seperti yang terjadi pada perbaikan panggul atau patah tulang
lainnya. Bakteri yang menyebabkan tuberkulosis juga bisa menginfeksi tulang belakang
(penyakit Pott).
Organisme bisa memasuki tulang secara langsung melalui patah tulang terbuka, selama
pembedahan tulang atau dari benda yang tercemar yang menembus tulang.
Infeksi ada sendi buatan, biasanya didapat selama pembedahan dan bisa menyebar ke tulang
di dekatnya.
Infeksi pada jaringan lunak di sekitar tulang bisa menyebar ke tulang setelah beberapa hari
atau minggu. Infeksi jaringan lunak bisa timbul di daerah yang mengalami kerusakan karena
cedera, terapi penyinaran atau kanker, atau ulkus di kulit yang disebabkan oleh jeleknya
pasokan darah atau diabetes (kencing manis). Suatu infeksi pada sinus, rahang atau gigi, bisa
menyebar ke tulang tengkorak.
Pasien yang berisiko tinggi mengalami osteomyelitis adalah mereka yang nutrisinya buruk,
lansia, kegemukan atau penderita diabetes. Selain itu, pasien yang menderita
atritisbreumatoid, telah di rawat lama di rumah sakit, mendapat terapi kortikostiroid jangka
panjang, menjalani pembedahan sendi sebelum operasi sekarang atau sedang mengalami
sepsis rentan, begitu pula yang menjalani pembedahan ortopedi lama, mengalami infeksi luka
mengeluarkan pus, mengalami nekrosis insisi marginal atau dehisensi luka, atau memerlukan
evakuasi hematoma pascaoperasi.
2.3 PATOFISIOLOGI
Staphylococcus aureus merupakan penyebab 70% sampai 80% infeksi tulang. Organisme
patogenik lainnya yang sering dijumpai pada Osteomielitis meliputi : Proteus, Pseudomonas,
dan Escerichia Coli. Terdapat peningkatan insiden infeksi resistensi penisilin, nosokomial,
gram negative dan anaerobik.
Awitan Osteomielitis stelah pembedahan ortopedi dapat terjadi dalam 3 bulan pertama (akut
fulminan – stadium 1) dan sering berhubungan dengan penumpukan hematoma atau infeksi
superficial. Infeksi awitan lambat (stadium 2) terjadi antara 4 sampai 24 bulan setelah
pembedahan. Osteomielitis awitan lama (stadium 3) biasanya akibat penyebaran hematogen
dan terjadi 2 tahun atau lebih setelah pembedahan.
Respon inisial terhadap infeksi adalah salah satu dari inflamasi, peningkatan vaskularisasi,
dan edema. Setelah 2 atau 3 hari, trombisis pada pembuluh darah terjadi pada tempat
tersebut, mengakibatkan iskemia dan nefrosis tulang sehubungan dengan penigkatan tekanan
jaringan dan medula. Infeksi kemudian berkembang ke kavitas medularis dan ke bawah
periosteum dan dapat menyebar ke jaringan lunak atau sendi di sekitarnya. Kecuali bila
proses infeksi dapat dikontrol awal, kemudian akan membentuk abses tulang.
Pada perjalanan alamiahnya, abses dapat keluar spontan namun yang lebih sering harus
dilakukan insisi dan drainase oleh ahli bedah. Abses yang terbentuk dalam dindingnya
terbentuk daerah jaringan mati (sequestrum) tidak mudah mencari dan mengalir keluar.
Rongga tidak dapat mengempis dan menyembuh, seperti yang terjadi pada jaringan lunak.
Terjadi pertumbuhan tulang baru (involukrum) dan mengelilingi sequestrum. Jadi meskipun
tampak terjadi proses penyembuhan, namun sequestrum infeksius kronis yang ada tetap
rentan mengeluarkan abses kambuhan sepanjang hidup pasien. Dinamakan osteomielitis tipe
kronis (Smeltzer, Suzanne C, 2002).
2.4 MANIFESTASI KLINIK
Pada anak-anak, infeksi tulang yang didapat melalui aliran darah, menyebabkan demam
dan kadang-kadang di kemudian hari, menyebabkan nyeri pada tulang yang terinfeksi.
Daerah diatas tulang bisa mengalami luka dan membengkak, dan pergerakan akan
menimbulkan nyeri.
Infeksi tulang belakang biasanya timbul secara bertahap, menyebabkan nyeri punggung
dan nyeri tumpul jika disentuh. Nyeri akan memburuk bila penderita bergerak dan tidak
berkurang dengan istirahat, pemanasan atau minum obat pereda nyeri. Demam, yang
merupakan tanda suatu infeksi, sering tidak terjadi.
Infeksi tulang yang disebabkan oleh infeksi jaringan lunak di dekatnya atau yang berasal
dari penyebaran langsung, menyebabkan nyeri dan pembengkakan di daerah diatas tulang,
dan abses bisa terbentuk di jaringan sekitarnya. Infeksi ini tidak menyebabkan demam, dan
pemeriksaan darah menunjukkan hasil yang normal. Penderita yang mengalami infeksi pada
sendi buatan atau anggota gerak, biasanya memiliki nyeri yang menetap di daerah tersebut.
Jika suatu infeksi tulang tidak berhasil diobati, bisa terjadi osteomielitis menahun
(osteomielitis kronis). Kadang-kadang infeksi ini tidak terdeteksi selama bertahun-tahun dan
tidak menimbulkan gejala selama beberapa bulan atau beberapa tahun.
Osteomielitis menahun sering menyebabkan nyeri tulang, infeksi jaringan lunak diatas tulang
yang berulang dan pengeluaran nanah yang menetap atau hilang timbul dari kulit.
Pengeluaran nanah terjadi jika nanah dari tulang yang terinfeksi menembus permukaan kulit
dan suatu saluran (saluran sinus) terbentuk.
2.5. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan darah
Sel darah putih meningkat sampai 30.000 L gr/dl disertai peningkatan laju endapan
darah.
2. Pemeriksaan titer antibodi – anti staphylococcus
Pemeriksaan kultur darah untuk menentukan bakteri (50% positif) dan diikuti dengan
uji sensitivitas.
3. Pemeriksaan feses
Pemeriksaan feses untuk kultur dilakukan apabila terdapat kecurigaan infeksi oleh
bakteri Salmonella.
4. Pemeriksaan Biopsi tulang.
5. Pemeriksaan ultra sound
Pemeriksaan ini dapat memperlihatkan adanya efusi pada sendi.
6. Pemeriksaan radiologis
Pemeriksaan photo polos dalam 10 hari pertama tidak ditemukan kelainan radiologik,
setelah dua minggu akan terlihat berupa refraksi tulang yang bersifat difus.
2.6 Prinsip penatalaksanaan
Daerah yang terkena harus diimobilisasi untuk mengurangi ketidaknyamanan dan mencegah
terjadinya fraktur. Dapat dilakukan rendaman salin hangat selama 20 menit beberapa kali per
hari untuk meningkatkan aliran darah.
Sasaran awal terapi adalah mengontrol dan menghentikan proses infeksi. Kultur darah, swab
dan kultur abses dilakukan untuk mengidentifikasi organisme dan memilih antibiotika yang
terbaik. Kadang, infeksi disebabkan oleh lebih dari satu pathogen.
Begitu spesimen kultur diperoleh dimulai terapi antibiotika intravena, dengan asumsi bahwa
dengan infeksi staphylococcus yang peka terhadap peningkatan semi sintetik atau
sefalosporin. Tujuannya adalah mengontrol infeksi sebelum aliran darah ke daerah tersebut
menurun akibat terjadinya trombosis. Pemberian dosis antibiotika terus menerus sesuai waktu
sangat penting untuk mencapai kadar antibiotika dalam darah yang terus-menerus tinggi.
Antibiotika yang paling sensitif terhadap organisme penyebab yang diberikan bila telah
diketahui biakan dan sensitivitasnya. Bila infeksi tampak telah terkontrol antibiotika dapat
diberikan per oral dan dilanjutkan sampai 3 bulan. Untuk meningkatkan absorpsi antibiotika
oral, jangan diminum bersama makanan.
Bila pasien tidak menunjukkan respons terhadap terapi antibioka, tulang yang terkena harus
dilakukan pembedahan, jaringan purulen dan nekrotik diangkat dan daerah itu diirigasi secara
langsung dengan larutan salin fisiologis steril. Terapi antibiotika dilanjutkan.
Pada osteomielitis kronik, antibiotika merupakan ajuvan terhadap debridemen bedah.
Dilakukan sequestrektomi (pangangkatan involukrum secukupnya supaya ahli bedah dapat
mengangkat sequestrum). Kadang harus dilakukan pengangkatan tulang untuk menjalankan
rongga yang dalam menjadi cekungan yang dangkal (saucerization). Semua tulang dan
kartilago yang terinfeksi dan mati diangkat supaya dapat terjadi penyembuhan yang
permanen.
Luka dapat ditutup rapat untuk menutup rongga mati (dead space) atau dipasang tampon agar
dapat diisi oleh jaringan grunulasi atau dilakukan grafting dikemudian hari. Dapat dipasang
drainase berpenghisap untuk mengontrol hematoma dan membuang debris. Dapat diberikan
irigasi larutan salin normal selama 7 sampai 8 hari. Dapat terjadi infeksi samping dangan
pemberian irigasi ini.
Rongga yang didebridemen dapat diisi dengan grafit tulang kanselus untuk merangsang
penyembuhan. Pada defek yang sangat besar, rongga dapat diisi dengan transfer tulang
berpembuluh darah atau flap otot (dimana suatu otot diambil dari jaringan sekitarnya namun
dengan pembuluh darah yang utuh). Teknik bedah mikro ini akan meningkatkan asupan
darah, perbaikan asupan darah kemudian akan memungkinkan penyembuhan tulang dan
eradikasi infeksi. Prosedur bedah ini dapat dilakukan secara bertahap untuk menyakinkan
penyembuhan. Debridemen bedah dapat melemahkan tulang, yang kemudian memerlukan
stabilisasi atau penyokong dengan fiksasi interna atau alat penyokong eksterna untuk
mencegah terjadinya patah tulang (Smeltzer, Suzanne C, 2002)
2.7. Pencegahan
Pencegahan Osteomielitis adalah sasaran utamanya. Penanganan infeksi fokal dapat
menurunkan angka penyebaran hematogen. Penanganan infeksi jaringan lunak dapat
mengontrol erosi tulang. Pemilihan pasien dengan teliti dan perhatikan terhadap lingkungan
operasi dan teknik pembedahan dapat menurunkan insiden osteomielitis pascaoperasi.
Antibiotika profilaksis, diberikan untuk mencapai kadar jaringan yang memadai saat
pembedahan dan Selama 24 sampai 48 jam setelah operasi akan sangat membantu. Teknik
perawatan luka pascaoperasi aseptic akan menurunkan insiden infeksi superficial dan
potensial terjadinya osteomielitis (Smeltzer, Suzanne C, 2002).
1. Pengkajian
a. Riwayat keperawatan
Identifikasi awitan gejala akut : nyeri akut, pembangkakan, eritema, demam atau
keluarnya pus dari sinus disertai nyeri, pembengkakan dan demam.
Kaji faktor resiko : Lansia, DM, terapi kortikosteroid jangka panjang, cedera, infeksi dan
riwayat bedah ortopedi sebelumnya.
Hal-hal yang dikaji meliputi umur, pernah tidaknya trauma, luka terbuka, tindakan operasi
khususnya operasi tulang, dan terapi radiasi. Faktor-faktor tersebut adalah sumber potensial
terjadinya infeksi.
b. Pemeriksaan fisik
Area sekitar tulang yang terinfeksi menjadi bengkak dan terasa lembek bila dipalpasi. Bisa
juga terdapat eritema atau kemerahan dan panas. Efek sistemik menunjukkan adanya
demam biasanya diatas 380, takhikardi, irritable, lemah, bengkak, nyeri, maupun eritema.
c. Riwayat psikososial
Pasien seringkali merasa ketakutan, khawatir infeksinya tidak dapat sembuh, takut
diamputasi. Biasanya pasien dirawat lama di rumah sakit sehingga perawat perlu mengkaji
perubahan-perubahan kehidupan khususnya hubungannya dengan keluarga, pekerjaan
atau sekolah.
d. Pemeriksaan diagnostic
Hasil laboratorium menunjukkan adanya leukositosis dan laju endap darah meningkat. 50%
pasien yang mengalami infeksi hematogen secara dini adanya osteomielitis maka dilakukan
scanning tulang. Selain itu dapat pula dengan biopsi tulang atau MRI.
2. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri berhubungan dengan inflamasi dan pembengkakan
2. Gangguan mobilisasi fisik berhubungan dengan nyeri, alat imobilisasi dan keterbatasan
menahan beban berat badan.
3. Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi
4. Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang kondisi penyakit dan
pengobatan.
5. Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri dan gangguan rasa nyaman
6. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan nyeri dan ketakuatn dalam bergerak
7. Resiko terhadap perluasan infeksi berhubungan dengan pembentukan abses tulang
3. Perencanaan Keperawatan
DP.1. Nyeri berhubungan dengan inflamasi dan pembengkakan
Tujuan / Hasil Pasien :
Mendemonstrasikan bebas dari nyeri dan Peningkatan rasa kenyamanan
Kriteria Evaluasi :
Tidak terjadi nyeri,Napsu makan menjadi normal,ekspresi wajah rileks dan suhu tubuh
normal
Intervensi dan Rasionalisasi :
No Intervensi Rasionalisasi
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Mandiri :
Mengkaji karakteris- tik nyeri :
lokasi, durasi, intensitas nyeri
dengan meng- gunakan skala nyeri
(0-10)
Mempertahankan im- mobilisasi
(back slab)
Berikan sokongan (support) pada
ektremitas yang luka
Amati perubahan suhu setiap 4 jam
Kompres air hangat
Kolaborasi :
Pemberian obat-obatan analgesik
Untuk mengetahui tingkat rasa nyeri
sehingga dapat me- nentukan jenis
tindak annya
Mencegah pergeseran tulang dan
penekanan pada jaring- an yang luka.
Peningkatan vena return, menurunkan
edem, dan me- ngurangi nyeri
Untuk mengetahui penyimpangan –
penyimpangan yang terjadi
Mengurangi rasa nyeri dan
memberikan rasa nyaman
Mengurangi rasa nyeri
DP. 2. Gangguan mobilisasi fisik berhubungan dengan nyeri, alat imobilisasi dan keterbatasan
menahan beban berat badan.
Tujuan / Hasil Pasien :
Gangguan mobilitas fisik dapat berkurang setelah dilakukan tindakan keperawatan
Kriteria Hasil :
Meningkatkan mobilitas pada tingkat paling tinggi yang mungkin
Mempertahankan posisi fungsional
Meningkatkan / fungsi yang sakit
Menunjukkna teknik mampu melakukan aktivitas
Intervensi dan Rasionalisasi :
No. Intervensi Rasionalisasi
1.
2.
3.
4.
5.
Mandiri :
Pertahankan tirah baring dalam
posisi yang di programkan
Tinggikan ekstremitas yang sakit,
instruksikan klien / bantu dalam
latihan rentang gerak pada
ekstremitas yang sakit dan tak sakit
Beri penyanggah pada ekstremitas
yang sakit pada saat bergerak
Jelaskan pandangan dan
keterbatasan dalam aktivitas
Berikan dorongan pada klien untuk
melakukan AKS dalam lingkup
keterbatasan dan beri bantuan sesuai
kebutuhan
Ubah posisi secara periodik
Agar gangguan mobilitas fisik dapat
berkurang
Dapat meringankan masalah gangguan
mobilitas fisik yang dialami klien
Dapat meringankan masalah gangguan
mobilitas yang dialami klien
Agar klien tidak banyak melakukan
gerakan yang dapat membahayakan
Mengurangi terjadinya penyimpangan
– penyimpangan yang dapat terjadi
Mengurangi gangguan mobilitas fisik
6.
Kolabortasi :
Fisioterapi / aoakulasi terapi Mengurangi gangguan mobilitas fisik
DP. 3. Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi
Tujuan / Hasil Pasien :
Mendemonstrasikan bebas dari hipertermia
Kriteria Evaluasi :
Pasien tidak mengalami dehidrasi lebih lanjut, suhu tubuh normal, tidak mual, suhu tubuh
normal
Intervensi dan Rasionalisasi
No Intervensi Rasionalisasi
1.
2.
3.
4.
5.
Mandiri :
Pantau :tubuh setiap 2 jam-
Warna kulit
TD, nadi dan pernapasan
Hidrasi (turgor dan kelembapan
kulit
Lepaskan pakaian yang berlebihan
Lakukan kompres dingin atau
kantong es untuk menurunkan
kenaikan suhu tubuh.
Motivasi asupan cairan
Kolaborasi :
Beriakn obat antipiretik sesuai
dengan anjuran
Memberikan dasar untuk deteksi hati
Pakaian yang tidak berlebihan dapat
mengurahi peningkatan suhu tubuh
dan dapat memberikan rasa nyaman
pada pasien
Menurunkan panas melalui proses
konduksi serta evaporasi, dan
meningkatkan kenyaman pasien.
Memperbaiki kehilangan cairan akibat
perspirasi serta febris dan
meningkatkan tingkat kenyamanan
pasien.
Antipiretik membantu mengontrol
peningkatan suhu tubuh
4. Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang kondisi penyakit dan pengobatan.
Tujuan / Hasil Pasien :
Mendemonstrasikan hilangnya ansietas dan memberikan informasi tentang proses penyakit,
program pengobatan
Kriteria Evaluasi :
Ekspresi wajah relaks
Cemas dan rasa takut hilang atau berkurang
Intervensi dan Rasionalisasi :
No Intervensi Rasionalisasi
1.
2.
3.
4.
5.
Mandiri :
Jelaskan tujuan pengobatan pada
pasien
Kaji patologi masalah individu.
Kaji ulang tanda / gejala yang
memerlukan evaluasi medik
cepat,contoh nyeri dada tiba-tiba,
dispnea, distres pernapasan lanjut.
Kaji ulang praktik kesehatan yang
baik, istirahat.
Kolaborasi :
Gunakan obat sedatif sesuai
dengan anjuran
Mengorientasi program pengobatan.
Membantu menyadarkan klien untuk
memperoleh kontrol
Informasi menurunkan takut karena
ketidaktahuan. Memberika pengetahuan
dasar untuk pemahaman kondisi
dinamik
Berulangnya pneumotorak/hemotorak
memerlukan intervensi medik untuk
mencegah / menurunkan potensial
komplikasi.
Mempertahanan kesehatan umum
meningkatkan penyembuhan dan dapat
mencegah kekambuhan.rapeutik.
Banyak pasien yang membutuhkan obat
penenang untuk mengontrol ansietasnya
DP. 5. Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri dan gangguan rasa nyaman
Tujuan / Hasil Pasien :
Pola tidur kembali normal
Kriteria Evaluasi :
Jumlah jam tidur tidak terganggu, insomnia berkurang, adanya kepuasan tidur, pasien
menunjukkan kesejahteraan fisik dan psikologi
Intervensi dan Rasionalisasi :
No Intervensi Rasionalisasi
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
Mandiri :
Tentukan kebiasaan tidur yang
biasanya dan perubahan yang terjadi
Berikan tempat tidur yang nyaman dan
beberapa milik pribadi, misalnya ;
bantal dan guling
Buat rutinitas tidur baru yang
dimasukkan dalam pola lama dan
lingkungan baru
Cocokkan dengan teman sekamar
yang mempunyai pola tidur serupa dan
kebutuhan malam hari
Dorong beberapa aktifitas fisik pada
siang hari, jamin pasien berhenti
beraktifitas beberapa jam sebelum
tidur
Instruksikan tindakan relaksasi
Kurangi kebisingan dan lampu
Gunakan pagar tempat tidur sesuai
indikasi, rendhkan tempat tidur bila
mungkin
Kolaborasi :
Berikan sedatif, hipnotik sesuai
indikasi
Mengkaji perlunya dan
mengidentifikasi intervensi yang
tepat
Meningkatkan kenyamanan tidur
serta dukungan fisiologis/ psikologis
Bila rutinitas baru mengandung
aspek sebanyak kebiasaan lama,
stres dan ansietas dapat berkurang
Menurunkan kemungkinan bahwa
teman sekamar yang “burung hantu”
dapat menunda pasien untuk terlelap
atau menyebabkan terbangun
Aktivitas siang hari dapat membantu
pasien menggunakan energi dan siap
untuk tidur malam hari
Membantu menginduksi tidur
Memberikan situasi kondusif untuk
tidur
Pagar tempat tidur memberikan
keamanan dan dapat digunakan
untuk membantu merubah posisi
Mungkin diberikan untuk membantu
pasien tidur atau istirahat selama
periode transisi dari rumah ke
lingkungan baru
DP. 6. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan nyeri dan ketakuatn dalam bergerak
Tujuan / Hasil Pasien (kolaboratif) :
Pasien menunjukkan peningkatan toleransi terhadap aktifitas.
Kriteria Evaluasi :
Menurunnya keluhan terhadap kelemahan, dan kelelahan dalam melakukan aktifitas,
berkurangnya nyeri.
Intervensi dan Rasionalisasi :
No Intervensi Rasionalisasi
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Mandiri :
Jelaskan aktivitas dan faktor yang
dapat meningkatkan kebutuhan
oksigen
Anjurkan program hemat energi
Buat jadwal aktifitas harian,
tingkatkan secara bertahap
Kaji respon abdomen setelah
beraktivitas
Berikan kompres air hangat
Beri waktu istirahat yang cukup
Merokok, suhu ekstrim dan stre
menyebabkan vasokonstruksi
pembuluh garah dan peningkatan
beban jantung
Mencegah penggunaan energi
berlebihsn
Mempertahankan pernapasan lambat
dengan tetap mempertahankan
latihan fiisk yang memungkinkan
peningkatan kemampuan otot bantu
pernapasan
Respon abdomen melipuit nadi,
tekanan darah, dan pernapasan yang
meningkat
Kompres air hangat dapat
mengurangi rasa nyeri
Meningkatkan daya tahan pasien,
mencegah keletihan
7. Resiko terhadap perluasan infeksi berhubungan dengan pembentukan abses tulang
Tujuan / Hasil Pasien :
Tidak terjadi pesiko perluasan infeksi yang dialami
Kriteria Hasil:
Mencapai waktu penyembuhan
Intervensi dan rasionalisasi:
No. Intervensi Rasionalisasi
1.
Mandiri:
Pertahankan system kateter steril;
berikan perawatan kateter regular
dengan sabun dan air, berikan salep
antibiotic disekitar sisi kateter.
Mencegah pemasukan bakteri dari
infeksi/ sepsis lanjut.
2. Ambulasi dengan kantung drainase
dependen.
Menghindari refleks balik urine,
yang dapat memasukkan bakteri
kedalam kandung kemih.
3 Awasi tanda vital, perhatikan demam
ringan, menggigil, nadi dan pernapasan
cepat, gelisah, peka, disorientasi.
Pasien yang mengalami sistoskopi/
TUR prostate beresiko untuk syok
bedah/ septic sehubungan dengan
manipulasi/ instrumentasi
4. Observasi drainase dari luka, sekitar
kateter suprapubik.
Adanya drain, insisi suprapubik
meningkatkan resiko untuk infeksi,
yang diindikasikan dengan eritema,
drainase purulen.
5. Ganti balutan dengan sering (insisi
supra/ retropublik dan perineal),
pembersihan dan pengeringan kulit
sepanjang waktu
Balutan basah menyebabkan kulit
iritasi dan memberikan media untuk
pertumbuhan bakteri, peningkatan
resiko infeksi luka.
6. Gunakan pelindung kulit tipe ostomi Memberikan perlindungan untuk
kulit sekitar, mencegah ekskoriasi
dan menurunkan resiko infeksi.
7.
Kolaborasi:
Berikan antibiotic sesuai indikasi Mungkin diberikan secara
profilaktik sehubungan dengan
peningkatan resiko infeksi pada
prostatektomi.
Daftar Pustaka
☼ Purnawan Junadi, Kapita Selekta Kedokteran, Edisi ke 2. Media Aeskulapius, FKUI 1982.
Soeparman, Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II, Balai Penerbit FKUI 1990.
☼ Doenges E Marilynn, 2000., Rencana Asuhan Keperawatan, EGC, Jakarta
☼ Kalim, Handono, 1996., Ilmu Penyakit Dalam, Balai Penerbit FKUI, Jakarta.
☼ Mansjoer, Arif, 2000., Kapita Selekta Kedokteran, Media Aesculaapius FKUI, Jakarta.
☼ Prince, Sylvia Anderson, 1999., Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit., Ed. 4,
EGC, Jakarta.