SEMINAR NASIONAL SDM TEKNOLOGI NUKLIR VII …papers.sttn-batan.ac.id/prosiding/2011/E4.pdf ·...
-
Upload
truongcong -
Category
Documents
-
view
240 -
download
0
Transcript of SEMINAR NASIONAL SDM TEKNOLOGI NUKLIR VII …papers.sttn-batan.ac.id/prosiding/2011/E4.pdf ·...
SEMINAR NASIONAL
SDM TEKNOLOGI NUKLIR VII
YOGYAKARTA, 16 NOVEMBER 2011
ISSN 1978-0176
Achmad Suntoro 367 Sekolah Tinggi Teknologi Nuklir-BATAN
KONSEP ALGORITMA REKONSTRUKSI DOSIS-MATRIK
SUMBER BATANG PADA BRAKHITERAPI SERVIK
MENGGUNAKAN TRANSFORMASI GEOMETRI
Achmad Sutoro
Pusat Rekayasa Perangkat Nuklir – BATAN
Komplek Perkantoran PUSPIPTEK, Gd. 71, Lt.2, Tangerang Selatan, Banten
ABSTRAK
KONSEP ALGORITMA REKONSTRUKSI DOSIS-MATRIK SUMBER BATANG PADA
BRAKHITERAPI SERVIK MENGGUNAKAN TRANSFORMASI GEOMETRI. Telah dibuat sebuah
konsep algoritma untuk rekonstruksi dosis-matrik sumber batang pada brakhiterapi kanker servik
menggunakan transformasi geometri. Transformasi geometri dilakukan untuk memindahkan dosis-matrik
sumber batang dari posisi standard ke dosi- matrik aplikator pada posisi terapi. Dosis-matrik sumber batang
telah dihitung secara off-line sehingga konsep look-up table berulang dapat diterapkan untuk menggantikan
cara perhitungan langsung ketika terapi. Proses rekonstruksi ini diawali dari menentukan koordinat
aplikator pada posisi terapi menggunakan dua foto proyeksi sinar-X (tampak atas dan samping) dengan
bantuan kotak rekonstruksi dimana posisi sumber sinar-X tidak harus isosentris dan orthogonal terhadap
kotak rekonstruksi. Proses interaktif pada layar komputer diperlukan dalam menentukan titik-titik yang
mewakili aplikator pada posisi terapi, dan matrik transformasi diturunkan dari hasil rekonstruksi koordinat
sehingga dosis-matrik yang berasal dari sumber batang yang telah diketahui tersebut dapat direkonstruksi
berulang pada aplikator pada posisi terapi.
Katakunci: Brakhiterapi kanker servik, rekonstruksi, dosis- matrik, aplikator, transformasi geometri.
ABSTRACT
AN ALGORITHM CONCEPT FOR DOSE-MATRIX RECONSTRUCTION OF A LINE SOURCE
USING GEOMETRY TRANSFORMATION ON BRACHYTHERAPY OF CERVIX CANCER. It has been
developed an algorithm concept for dose-matrix reconstruction of a line source using geometry
transformation on brachytherapy of cervix cancer. The geometry transformation is implemented to transform
the coordinate of a dose-matrix of a line source from its standard position into an applicator-set at a therapy
position. The dose-matrix of the line source has been off-line calculated so that the look-up table principle
can be executed repeatedly to replace the on-line dircect computation at the therapy position. The
reconstruction process begins by computing applicator coordinates at the therapy position using both two X-
ray projection images (top and side view) and a reconstruction box, in which the X-ray source position is not
necessarily isocentric and orthogonal to the reconstruction box. An interactive process on computer screen is
necessary to point up some representative points to the applicator in the therapy position, and a matrix
transformation will be set up from the coordinate reconstructed so that the dose-matrix of the line source that
has been off-line calculated can be reconstructed repeatedly on the applicator at the therapy position.
Keyword: Cervix cancer brachytherapy, reconstruction, dose-matrix, applicator, geometry transformation.
SEMINAR NASIONAL
SDM TEKNOLOGI NUKLIR VII
YOGYAKARTA, 16 NOVEMBER 2011
ISSN 1978-0176
Sekolah Tinggi Teknologi Nuklir-BATAN 368 Achmad Suntoro
1. PENDAHULUAN
Brakhiterapi adalah suatu cara terapi penyakit
kanker dengan menggunakan isotop radioaktif yang
ditempatkan dekat atau berada di jaringan yang
terkena kanker, sesuai dengan namanya dari bahasa
Yunani brachos yang artinya jarak dekat[1]
. Teknik
terapi ini sangat berperan pada terapi kanker servik
menggunakan aplikator. Aplikator adalah
kelongsong / pipa kecil dengan bentuk seperti pada
Gambar 1(a) yang dalam proses terapi dimasukkan
ke lokasi kanker seperti pada Gambar 1(b). Sumber
radioakif batang diikatkan pada ujung kawat seperti
pada Gambar 1(a), dari tempat penyimpanan nya
Gambar 1(d) didorong masuk ke aplikator, teknik
terapi yang demikian ini disebut dengan
afterloading[2]
.
Gambar 1. Brachytherapy afterloading Servik.
Masuknya sumber radioaktif ke aplikator
menggunakan aturan tertentu (diskrit) sehingga akan
menghasilkan pola distribusi laju dosis disekitar
aplikator yang dapat dikendalikan. Pola distribusi
ini, seperti pada Gambar 1(c), dibentuk sedemikian
rupa pada proses perencanaan terapi melalui
pengendalian penempatan dan waktu sumber
radioaktif di aplikator. Pola isodosis tersebut
digunakan untuk membunuh sel-sel kanker disekitar
aplikator di leher rahim.
Rekonstruksi aplikator adalah proses
menentukan alur sumber radioaktif di aplikator pada
posisi terapi menggunakan citra yang dibuat pada
proses perencanaan dosis terapi[4]
sehingga distribusi
laju dosis disekitar aplikator dapat ditentukan. Citra
untuk rekonstruksi yang digunakan dapat berasal
dari foto sinar-X, USG, MRI, atau CT-scanning. Tiga
cara terakhir adalah teknik yang sedang berkembang
dewasa ini yang menjanjikan integrasi dalam proses
terapi, namun demikian citra foto sinar-X masih
banyak juga digunakan terutama di rumah sakit
daerah yang masih sulit menjangkau keberadaan
ketiga cara tersebut karena masalah biaya.
Dalam makalah ini konsep algoritma
rekonstruksi dosis-matrik aplikator pada posisi terapi
dibuat dengan teknik perulangan transformasi
geometri dosis-matrik sumber batang yang telah
dihitung secara off-line. Dua tahap transformasi
dilakukan, pertama transformasi berulang dari
sumber batang ke aplikator pada posisi standard.
Berikutnya adalah transformasi dari posisi standard
tersebut ke posisi terapi.
Koordinat aplikator pada posisi terapi
ditentukan dari dua foto proyeksi sinar-X (tampak
atas dan samping). Akan ditunjukan dalam algoritma
ini bahwa posisi pesawat sinar-X tidak harus
isosentris dan orthogonal terhadap obyek
(aplikator). Kondisi ini memudahkan operator
pesawat sinar-X dalam instalasinya jika pesawat
sinar-X yang digunakan tidak dilengkapi dengan
perangkat C-arm, sehingga cukup mendekati posisi
isosentris dan orthogonal dapat dilakukan.
(c). Pola distribusi laju dosis disekitar
aplikator, tampak atas & samping.
(a). Aplikator dan sumber radioaktif di ujung
kawat pendorong.
aplikator
Sumber
radioaktif
(b). Aplikator dalam terapi di leher rahim[3]
.
SEMINAR NASIONAL
SDM TEKNOLOGI NUKLIR VII
YOGYAKARTA, 16 NOVEMBER 2011
ISSN 1978-0176
Achmad Suntoro 369 Sekolah Tinggi Teknologi Nuklir-BATAN
(1)
Gambar 2. Laju dosis sumber batang[6]
.
2. TEORI
2.1 LAJU DOSIS
Rumus umum yang sering digunakan untuk
menghitung laju dosis dalam dua dimensi (2D)
sumber batang (update tahun 2004 dari TG-43)
adalah sebagai berikut[5]
.
Variabel terkait dalam persamaan (1) dijelaskan oleh
Gambar 2.
Persamaan (1) menggunakan koordinat polar
sehingga jarak titik yang akan dihitung dan sudut
nya dengan garis poros sumber batang harus
diketahui. Dengan persamaan tersebut dosis matrik
disekitar aplikator dapat dihitung jika jarak dan
sudut yang diperlukan diketahui. Dalam makalah ini,
tidak dilakukan perhitungan laju dosis untuk
membentuk dosis matrik, tetapi dosis matrik dibuat
secara off-line di luar algoritma ini dan dapat
menggunakan teknik lain yang lebih akurat. Rumus
diatas ditunjukkan untuk melihat komplexitas
bagaimana laju dosis sebuah titik dapat ditentukan
untuk memicu cara lain yang lebih cepat dan tepat.
2.2 TRANSFORMASI GEOMETRI
Transformasi geometri adalah proses yang
melibatkan translasi (pergeseran), rotasi (putaran),
skala, dan refleksi atas suatu titik dengan koordinat
tertentu terhadap suatu titik referensi tertentu. Untuk
melakukan proses transformasi, sebuah matrik
transformasi diperlukan. Matrik transformasi dapat
berasal dari perkalian matrik-matrik primitif
translasi, rotasi, skala, dan refleksi, sehingga matrik
transformasi tersebut sesuai dengan pola
transformasi yang diinginkan.
Gambar 3. Matrik primitif translasi dan rotasi[7]
.
Perhitungan matrik transformasi dilakukan
menggunakan koordinat homogen untuk translasi
dan rotasi 3-dimensi seperti yang dijelaskan di [7].
Gambar 3 adalah bentuk matrik primitif translasi dan
rotasi terhadap sebuah titik dengan rotasi o.
2.3 GEOMETRI ANALISIS
Sebuah titik di dalam teori Geometri Analisis
diwakili oleh koordinat dari titik tersebut yaitu (X,
Y, Z) dalam koordinat Cartesian. Tiga titik A(XA,
YA, ZA), B(XB, YB, ZB), dan C(XC, YC, ZC) yang
tidak berada dalam satu garis akan membentuk
sebuah bidang dengan persamaan
ax + by + cz + d = 0 (2)
dengan koefisien a, b, c dan d sebagai berikut[8]
:
Jika adalah jarak sebuah titik P(XP, YP, ZP)
ke bidang (2), maka nilainya dapat ditentukan
dengan persamaan berikut[9]
:
)ZY - ZY(X
)ZY - ZY(X )ZY - ZY(X d -
)Y - Y(X )Y - Y(X )Y - Y(X c
)X - X( Z )X - X( Z )X - X( Z b
) Z- Z(Y ) Z- Z(Y ) Z- Z(Y a
ABBAC
CAACBBCCBA
BACACBCBA
BACACBCBA
BACACBCBA
1 YA ZA 1 YB ZB 1 YC ZC
a =
XA 1 ZA XB 1 ZB XC 1 ZC
b =
XA YA 1 XB YB 1 XC YC 1
c =
XA YA ZA XB YB ZB XC YC ZC
d = -
c b a
d cZ bY aX η
222
PPP
(3)
SEMINAR NASIONAL
SDM TEKNOLOGI NUKLIR VII
YOGYAKARTA, 16 NOVEMBER 2011
ISSN 1978-0176
Sekolah Tinggi Teknologi Nuklir-BATAN 370 Achmad Suntoro
Jarak antara dua titik A(XA, YA, ZA) dan P(XP,
YP, ZP) dapat ditentukan dengan persamaan:
Dalam transformasi (translasi dan rotasi), maka jarak
suatu titik ke bidang dan antar titik akan selalu tetap.
Dengan sifat ini, translasi dan rotasi sering
digunakan untuk menyederhanakan problem yang
sulit diatasi karena lokasi. Problematika 3D sering
diselesaikan dengan cara 2D dengan terlebih dahulu
persoalan ditranslasi dan rotasi ke bidang 2D dan
persoalan diselesaikan di 2D tersebut. Hasil
perhitungan dalam bidang 2D kemudian ditranslasi
dan rotasi kembali keposisi nya semula
menggunakan matrik transformasi yang sama
dengan nilai kebalikannya.
3. TATA KERJA
3.1 Kotak Rekonstruksi
Gambar 4. Posisi kotak rekonstruksi relatip
terhadap pasien dan pesawat sinar-X.
Dalam algoritma ini, kotak rekonstruksi
diperlukan untuk proses rekonstruksi koordinat. Hal
ini dilakukan karena ketelitian posisi sumber sinar-X
ketika memproyeksikan obyek diabaikan[10]
. Posisi
kotak rekonstruksi relatip terhadap posisi pasien dan
pesawat sinar-X ditunjukkan pada Gambar 4. Film
sinar-X ditempelkan pada dua sisi kotak rekonstruksi
untuk merekam proyeksi tampak samping dan
tampak atas akibat sinar-X. Titik O adalah pusat
koordinat yang ditetapkan oleh kotak rekonstruksi.
Semua koordinat dalam rekonstruksi ini akan
mengacu pada pusat koordinat O tersebut. Posisi
pesawat sinar-X tidak harus tepat isocentris pada
titik O dan jarak kedua pesawat sinar-X terhadap
titik O juga tidak harus persis sama dan tepat
orthogonal terhadap sisi kotak rekonstruksi dalam
konsep algoritma yang dikembangkan ini.
Kotak rekonstruksi (berbentuk segi panjang)
terbuat dari bahan tembus pandang (fibre glass)
dengan ukuran panjang, lebar, dan tinggi yang
diketahui. Ukuran marker tanda silang penentu titik
pusat koordinat O juga diketahui. Ukuran-ukuran
yang diketahui tersebut akan dipakai sebagai
informasi tambahan dalam menentukan koordinat
titik didalam kotak rekonstruksi menggunakan dua
foto sinar-X yang diperoleh.
3.2 Jarak Orthogonal Pesawat Sinar-X
Jarak orthogonal pesawat sinar-X ke kotak
rekonstruksi dapat ditentukan dari hasil proyeksi
film sinar-X yang diperoleh menggunakan Gambar
5. Sumber sinar-X diasumsikan berbentuk titik dan
sinar-X yang terbentuk menyebar secara radial dari
titik tersebut. Akibatnya hasil proyeksi suatu benda
akan lebih besar dari ukuran benda sesungguhnya.
Gambar 5. Jarak pesawat sinat-X dengan kotak
rekonstruksi.
Dari Gambar 5 diperoleh persamaan sebagai
berikut:
Dari persamaan (5) dapat disimpulkan bahwa
dimanapun posisi sumber sinar-X relatif didepan
kotak rekonstruksi seperti pada Gambar 4 (tidak
harus isosentris dan orthogonal), asal proyeksi
marker masih dalam area tangkapan film, maka
persamaan (5) dapat digunakan untuk menghitung
jarak orthogonal sumber sinar-X ke kotak
rekonstruksi menggunakan data dari film, yaitu:
p = jarak orthogonal sumber sinar-X ke kotak
r = panjang kotak
B = panjang sesungguhnya marker silang
A = panjang hasil proyeksi marker silang
Pola diatas digunakan untuk menunjukkan
bahwa dengan cara yang sama koordinat pesawat
sinar-X dan titik sembarang di dalam kotak
) Z- (Z )Y - (Y )X - (X AP 2
PA
2
PA
2
PA
(4)
1 - B
A
r p
(6)
p
d
)) tg(- )(tg( p
)) tg(- )(tg( d
) tg(p - ) tg(p
) tg(d - ) tg(d
B
A
12
12
12
12
(5)
SEMINAR NASIONAL
SDM TEKNOLOGI NUKLIR VII
YOGYAKARTA, 16 NOVEMBER 2011
ISSN 1978-0176
Achmad Suntoro 371 Sekolah Tinggi Teknologi Nuklir-BATAN
rekonstruksi dapat dihitung tidak harus posisi
sumber sinar-X orthogonal atau isosentris.
3.3 Koordinat Pesawat Sinar-X
Koordinat dua titik sumber sinar-X dapat
ditentukan dari data proyeksi foto sinar-X dan
ukuran kotak rekonstruksi. Dua titik sumber tersebut
akan dipakai sebagai alat bantu untuk menentukan
koordinat sembarang titik di dalam kotak
rekonstruksi. Telah diturunkan di [11] menggunakan
dalil-dalil stereometry, yaitu persamaan untuk
menentukan koordinat dua titik sumber sinar-X
seperti pada Gambar 6 yang dapat mewakili kondisi
ketika proses pengambilan foto proyeksi sinar-X
ketika terapi.
Gambar 6. Menentukan posisi sumber sinar-X.
CD, EF, GD, dan IF didapat dari ukuran kotak
rekonstruksi, p/q dan m/n adalah perbandingan
marker silang ukuran hasil proyeksi dan ukuran
sesungguhnya, sedangkan GH, IJ, GK, dan IL adalah
jarak penyimpangan akibat penempatan pesawat
sinar-X yang tidak orthogonal terhadap kotak
rekonstruksi yang diperoleh dari foto sinar-X.
3.4 Koordinat titik sembarang
Titik U pada Gambar 7 adalah titik yang
mewakili sembarang titik di dalam kotak
rekonstruksi. Koordinat titik V dan W dapat
ditentukan dari foto sinar-X dan ukuran kotak
rekonstruksi. Oleh karena itu, persamaan garis AV
dan BW dapat ditentukan, yaitu persamaan garis
melalui 2 titik dalam 3 dimensi, menggunakan
persamaan parametrics. Perpotongan antara garis
AV dan BW tersebut adalah koordinat titik U, karena
titik V dan W merupakan proyeksi dari titik U
sehingga garis AV dan BW pasti berpotongan di titik
U.
Gambar 7. Menentukan koordinat titik U.
Titik potong persamaan garis dalam bentuk
parametrics diperoleh dengan mencari nilai
parameter dari kedua garis tersebut yang bernilai
sama. Koordinat A dan B diperoleh dari persamaan
(7) s/d (12), dan koordinat titik U adalah:
Titik U adalah contoh sembarang titik yang
berlokasi di dalam kotak rekonstruksi. Pada proses
rekonstruksi aplikator, maka titik U adalah titik-titik
yang dipilih oleh operator brakhiterapi untuk proses
rekonstruksi aplikator. Semua titik yang dipilih
didalam kotak rekonstruksi pasti dapat dihitung
koordinatnya menggunakan foto sinar-X tampak atas
) GK
GD cos - 90 ( cos )
CD GH
GH sin tg(
1 - q
p
CD X 1-o
22
1-
A
CD 0.5
1 - q
p
CD YA
) GK
GD cos - 90 (sin )
CD GH
GH sin tg(
1 - q
p
CD Z 1-o
22
1-
A
) IL
IF cos - 90 ( cos )
EF IJ
IJ sin tg(
1 - n
m
EF X 1-o
22
1-
B
EF 0.5
1 - n
m
EF YB
) IL
IF cos - 90 (sin )
EF IJ
IJ sin tg(
1 - n
m
EF Z 1-o
22
1-
B
(7)
(8)
(9)
(10)
(11)
(12)
X - X X - X
X - X )X - (X X X
VWBA
ABVAAU
Y - Y Y - Y
Y - Y )Y - (Y Y Y
VWBA
ABVAAU
Z- Z Z- Z
Z- Z ) Z- (Z Z Z
VWBA
ABVAAU
(13)
(14)
(15)
SEMINAR NASIONAL
SDM TEKNOLOGI NUKLIR VII
YOGYAKARTA, 16 NOVEMBER 2011
ISSN 1978-0176
Sekolah Tinggi Teknologi Nuklir-BATAN 372 Achmad Suntoro
dan samping menggunakan persamaan (13) s/d (15).
Oleh karena itu koordinat semua titik di aplikator
pada posisi terapi akan dapat ditentukan.
3.5 Rekonstruksi Aplikator
Posisi aplikator ketika terapi adalah posisi
ketika aplikator dimasukkan ke tubuh pasien. Proses
rekonstruksi aplikator adalah menentukan posisi
(koordinat) dari aplikator tersebut. Posisi penting
dari aplikator adalah posisi dimana aplikator
berpotensi akan berisi sumber radioaktif ketika
terapi. Titik-titik inilah yang menjadi obyek dari
rekonstruksi. Proses user-interactive diterapkan
untuk penyederhanaan pemrograman dengan tetap
mengusahakan seminimal mungkin user
berinteraksi.
Ada tiga bentuk dalam satu set-aplikator yang
digunakan: dua aplikator ovoid dan satu aplikator
intrauterine. Dua aplikator ovoid bentuknya sama,
dan posisi sumber radiasi di aplikator ini dapat
diwakili dengan bentuk garis lurus. Aplikator
intrauterine lebih panjang dari aplikator ovoid dan
bentuknya bisa garis lurus atau juga bisa berbentuk
lengkung. Ketiga aplikator tersebut dalam proses
rekonstruksi ditetapkan diwakili oleh 7 buah titik A,
B, C, P, Q, R, dan S seperti pada Gambar 8. Ke tujuh
titik tersebut harus ditunjukkan secara interaktif oleh
operator dengan cara click pada layar komputer pada
posisi seperti pada Gambar 8 melalui program input-
interactive nya.
Gambar 8. Aplikator pada posisi terapi dan 7 titik
yang mewakilnya.
PQ dan RS digunakan tuntuk mewakili dua
aplikator ovoid, karena masing-masing aplikator
bagian pentingnya berbentuk garis lurus. Tiga titik
ABC digunakan untuk mewakili aplikator
intrauterine karena bagian pentingnya bisa berbentuk
lengkung atau garis lurus. Ketujuh titik tersebut
koordinatnya dapat ditentukan menggunakan
persamaan (13) s/d (14) melalui dua foto proyeksi
sinar-X.
Gambar 9. Posisi aplikator intrauterine pada posisi
standard
Dalam konsep algoritma ini didefinisikan
posisi standard aplikator, yaitu posisi aplikator
menempel pada bidang Y-Z dan poros aplikator
berimpit dengan sumbu Y. Posisi standard diciptakan
untuk mempermudah perhitungan karena pada posisi
ini aplikator bisa diperlakukan sebagai benda dalam
dua dimensi di bidang Y-Z. Persamaan matematis
aplikator intrauterine di bidang tersebut dapat
diturunkan secara terpisah (menggunakan kertas
milimeter dan proses curve-fitting) sehingga
persamaan matematis aplikator intrauterine dapat
diketahui pada bidang ini.
Persamaan matematis aplikator intrauterine
pada posisi standard (bidang Y-Z) dapat ditentukan,
sehingga koordinat titik A, B dan C dari Gambar 8
(posisi terapi) dapat ditentukan kesesuaian
koordinatnya pada posisi standard, yaitu dengan cara
seperti yang ditunjukkan oleh Gambar 9. Titik A
menjadi D, B menjadi E, dan C menjadi F. Titik D
adalah ujung aplikator, E & F dapat dihitung dari
perpotongan lingkaran dengan jari-jari masing-
masing jarak A-B dan A-C dari Gambar 8, yang
bersesuaian dengan D-E dan D-F pada Gambar 9.
Koordinat D, E, dan F yang bersesuaian dengan A,
B, dan C dapat ditentukan.
Gambar 10. Menentukan koordinat titik P
(aplikator ovoid) pada posisi standard.
Koordinat titik P, Q, R, dan S dari Gambar 8
(aplikator ovoid) pada posisi standarnya (Gambar 9)
P
X-
Z+
Y+ D
E
F
Z
X
Y
M
N
X’
Z+
X+
Y+
A
B C
P Q
R
S
SEMINAR NASIONAL
SDM TEKNOLOGI NUKLIR VII
YOGYAKARTA, 16 NOVEMBER 2011
ISSN 1978-0176
Achmad Suntoro 373 Sekolah Tinggi Teknologi Nuklir-BATAN
dapat dihitung menggunakan teknik stereometri
seperti yang ditunjukkan oleh Gambar 10. Hanya
titik P yang ditunjukkan pola perhitungan
koordinatnya pada Gambar 10, untuk titik Q, R, dan
S dapat dilakukan dengan cara yang sama.
Nilai ZP dapat dihitung dari persamaan (3),
yaitu jarak titik P ke bidang ABC pada Gambar 8.
Nilai XP dan YP ditentukan dari perpotogan dua
lingkaran pada bidang YZ yang berpusat di titik D
dan E pada Gambar 10 dengan jari-jari berturut-turut
DX dan EX yang nilainya dihitung dengan dalil
phytagoras atas DP, PX dan EP, PX yang diketahui
panjangnya. Titik potong dua lingkaran tersebut
adalah dua titik X dan X’. Titik yang mewakili
koordinat titik P adalah titik potong dengan nilai Y
yang rendah, yaitu titik X, karena titik P akan selalu
berposisi dibawah titik A. Sehingga XP adalah MX
dan YP adalah NX pada Gambar 10 dengan nilai:
Dengan cara diatas, koordinat 7 titik penting
aplikator pada posisi terapi maupun posisi standard
dapat diketahui, sehingga matrik transformasi dari
posisi standard ke terapi dapat ditentukan.
3.6 Konsep Algoritma
Dua tahap transformasi geometry digunakan
dalam konsep algoritma ini. Pertama transformasi
satu sumber batang ke lokasi aplikator pada posisi
standard. Dengan teknik ini, dosis-matrik aplikator
pada posisi standard dapat dibentuk. Tahap
berikutnya adalah transformasi dosis-matrik
aplikator dari posisi standard ke posisi terapi.
3.7 Tahap-1: Transformasi dosis-matrik dari
sumber batang ke aplikator
Gambar 11. Transformasi sumber batang posisi
standard ke aplikator posisi standard.
Pada konsep algoritma ini penentuan distribusi
laju dosis aplikator pada posisi standard tidak
dilakukan dengan cara perhitungan langsung
menggunakan persamaan (1), tetapi dilakukan
menggunakan teknik transformasi geometri berulang
dari sebuah sumber batang yang telah dihitung dosis
matriknya (menggunakan paket program standard
secara off-line) ke aplikator posisi standard seperti
pada Gambar 11.
Sesungguhnya sumber batang pada Gambar
11.b terletak dalam satu koordinat dengan Gambar
11.a dan 11.c, tetapi untuk kejelasan konsep maka
digambarkan secara terpisah sehingga jelas proses
perulangan transformasi yang terjadi.
Gambar 12. Translasi dan rotasi sumber batang ke
salah satu aplikator ovoid, Gambar 11.b ke 11.a.
2
AB
2
AB
2222
2
DE
2
22
DEDE
2222
2
DE
2
22
DEDE
)Y - (Y ) Z- Z( d
)DX) - (EX - )(dd - EX) DX((2d
Z- Z
2d
)EX - )(DXY -(Y
2
Y Y NX
)DX) - (EX - )(dd - EX) DX((2d
Y - Y
2d
)EX - )(DX Z-(Z
2
Z Z MX
(16)
(17)
(18)
Z+
Y+
a. T1: Translasi
O
S4 S3
S1
X+
S2
Z+
Y+
X+ d. T2: Translasi
O
V1
V2
V3
V4
Y+
Z+
X+ b. R1: Rotasi
O
V3
V5
V6
2
1
Z+
Y+
X+
1
c. R2 : Rotasi
O
V3
V4
V5
a. T1: Translasi b. R1: Rotasi
c. R2: Rotasi d. T2: Translasi
b. Sumber batang posisi standard
Z+
Y+
X+
O
Y+
X+
O Z+
a. Ovoid posisi standard
Transformasi geometry
Z+
Y+
X+
O
c. Intrauterine posisi standard
Transformasi geometry
SEMINAR NASIONAL
SDM TEKNOLOGI NUKLIR VII
YOGYAKARTA, 16 NOVEMBER 2011
ISSN 1978-0176
Sekolah Tinggi Teknologi Nuklir-BATAN 374 Achmad Suntoro
Matrik transformasi untuk proses pada Gambar
11 diturunkan dari perkalian matrik-matrik primitif
hasil penterjemahan fenomena Gambar 12
menggunakan pola transformasi Gambar 3. Ada
empat matrik primitif untuk transformasi tersebut
(Gambar 12.a s/d 12.d), yaitu dua translasi dan dua
rotasi. Matrik transformasinya adalah:
M1 = [T1][R1][R2][T2] (19)
Hal yang sama diturunkan untuk matrik
transformasi dari sumber batang ke aplikator ovoid
yang lain dan intrauterine. Pola matrik
transformasinya sama, berbeda hanya pada
komposisi matrik primitifnya (untuk intrauterine
tanpa R2) disesuaikan untuk posisi yang dituju.
Jumlah jenis matrik transformasi M1 ada
sebanyak jumlah sumber batang yang digunakan
dalam terapi. Matrik tersebut akan berbeda-beda
karena lokasi sumber pada aplikator berbeda, tetapi
cara menghitungnya menggunakan persamaan (19)
mengacu pola transformasi pada Gambar 12. Detail
numerik dari matrik M1 terdapat di [11].
3.6.2 Tahap-2: Transformasi dosis-matrik dari
posisi standard ke posisi terapi
Gambar 13. Posisi aplikator: standard dan terapi.
Gambar 13 adalah posisi aplikator dalam posisi
terapi dan posisi standard. Proses rekonstruksi posisi
untuk masing-masing aplikator (tengah dan dua di
samping) memerlukan 3 titik yang berada di
aplikator (karena rekonstruksi 3-dimensi). Pada
prinsipnya tiga titik tersebut boleh bebas asal berada
di aplikator, tetapi untuk memudahkan proses
rekonstruksi dipilih seperti pada Gambar 14 dari 7
titik yang telah ditetapkan oleh Gambar 8.
Gambar 14. Tiga titik untuk transformasi posisi
aplikator dari standard ke terapi.
Matrik transformasi geometry untuk
memindahkan DEF ke ABC (sebagai bidang) adalah
matrik transformasi yang dicari. Matrik transformasi
ini digunakan untuk proses transformasi dosis matrik
dari posisi standard ke posisi terapi. Tiga titik
tersebut dipakai sebagai arahan (guidance) dalam
menentukan matrik transformasi tersebut.
Matrik transformasi ini diperoleh dari perkalian
skwensial matrik-matrik transformasi primitif yang
dibentuk mengacu pada Gambar 14, yaitu
memindahkan bidang DEF ke bidang ABC. Terdapat
10 matrik primitif yaitu 3 translasi dan 7 rotasi
sehingga matrik transformasi tersebut adalah:
M2 = T1 T2 R1 R2 R3 R4 R5 R4-1
R3-1
T2-1
(20)
Sesungguhnya rotasi hanya dilakukan 5 kali, dua
rotasi berikutnya adalah inverse rotasi (kebalikan).
Dari 5 rotasi tersebut masing-masing mempunyai
dua kemungkinan: rotasi searah atau berlawanan
arah jarum jam. Oleh katena itu akan terdapat
kemungkinan jenis matrik M2 sebanyak 25 = 32
jenis. Detail proses penentuan M1 dan jenis kunci
pemilihannya terdapat di [11].
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambar 15. Transformasi dosis matrik dengan M1.
Y+
X+
O Z+
c. Isodosis aplikator posisi standard
a. Aplikator posisi standard dengan
komponen sumber nya.
O Z+
Y+
O Z+
Y+
X+
b. Sumber batang posisi standard
Transformasi geometry dosis matrik
SEMINAR NASIONAL
SDM TEKNOLOGI NUKLIR VII
YOGYAKARTA, 16 NOVEMBER 2011
ISSN 1978-0176
Achmad Suntoro 375 Sekolah Tinggi Teknologi Nuklir-BATAN
Pada prinsipnya algoritma rekonstruksi dosis-
matrik ini bermula dari mencari posisi aplikator
ketika terapi dengan menggunakan dua foto proyeksi
sinar-X, dan menggunakan posisi tersebut untuk
menentukan matrik transformasi. Dua matrik
transformasi yang diperlukan: matrik M1 dan M2.
Matrik M1 untuk memindahkan dosis matrik sumber
batang yang telah dihitung secara off-line ke
aplikator posisi standard (Gambar 15), dan matrik
M2 untuk memindahkan dosis-matrik aplikator
posisi standard ke posisi terapi (Gambar 16). Teknik
ini dilakukan untuk menggantikan cara menghitung
langsung dosis matrik aplikator pada posisi terapi.
Transformasi langsung dari sumber batang ke
aplikator posisi terapi tidak dilakukan, tetapi melalui
perantara posisi standard, karena menentukan
koordinat tiap sumber pada aplikator posisi terapi
sulit dilakukan tanpa mengorbankan kesederhanan
proses interaktif user. Tujuh titik penting yang
diperlukan sebagai wakil posisi aplikator merupakan
batas kesederhanaan yang diambil pada algoritma ini
secara interaktif. Dengan strategi ini, koordinat
sumber batang di aplikator akan mudah diperoleh
pada aplikator posisi standard dan sulit menentukan
nya langsung pada posisi terapi hanya dengan 7 titik
tersebut.
Gambar 16. Transformasi isodosis dengan M2.
Konsep algoritma ini belum dianalisis
kompleksitas waktunya (time complexity). Namun
demikian dari pengalaman programming,
perhitungan isodosis menggunakan persamaan (1)
untuk jumlah sumber batang lebih dari tiga terasa
lambat untuk digunakan dalam program interaktif.
Diharapkan dengan konsep algoritma ini bisa
menjadi lebih cepat karena tidak ada proses
komputasi dalam menentukan dosis matrik, tetapi
proses transformasi yaitu perkalian dengan suatu
faktor atas dosis matrik yang telah ada (look-up
table). Dosis matrik dapat dihitung secara off-line
menggunakan paket program standard misalnya
MCNP sehingga memperoleh ketelitian dan resolusi
yang tinggi.
5. KESIMPULAN
Konsep algoritma rekonstruksi aplikator
brakhiterapi kanker servik telah dibuat dan dapat
dilanjutkan untuk menjadi sebuah algoritma. Ide dari
konsep ini dikembangkan dalam rangka mencari
pola komputasi yang lebih cepat dengan
menggunakan look-up table atas data yang telah
dibuat secara off-line. Transformasi geometri
digunakan dalam konsep ini karena matrik
transformasi nya relatip mudah dihitung dari data
foto proyeksi sinar-X yang mewakili posisi ketika
terapi dan data dimensi aplikator. Proses
rekonstruksi koordinat dapat dikerjakan meskipun
posisi sumber sinar-X tidak tepat isosentris dan
orthogonal. Kondisi ini memudahkan bagi rumah
sakit yang fasilitas pesawat sinar-X nya tidak
dilengkapi dengan perangkat C-arm.
6. DAFTAR PUSTAKA:
[1] Aitken K, Mitra A, dan Blake P,
“Brachytherapy – a review of thechniques and
applications”, Royal Marsden Hospital.,
London, 2010,
[2] Jack Vanselaar dan Jose Perez Calatayud, “A
Practical Guide To Quality Control of
Brachytherapy Equipment”, Brussels, Estro.
2004.
[3] Vynckier S., Brachytherapy.,
http://www.imre.ucl.ac.be/rpr/RDTH3120-
c_Brachy.pdf
Diambil: Mei 2011.
[4] Haack Soren dkk., “Applicator Reconstruction
in MRI 3D image-based dose planning of
brachytherapy for cervical cancer”,
Radiotherapy and Oncology 91 ., pp 187-193.
Elsevier Ireland Ltd., Dublin, 2009.
[5] Rivard M J, et.al., “Update of AAPM Task
Group No. 43 Report: A revised AAPM
protocol for brachytherapy dose calculations”.,
Med. Phys. 31, 633-647., 2004.
[6] Suntharlingam N, et.al., “Brachytherapy:
Physical and Clinical Aspects”.,
http://www-
naweb.iaea.org/nahu/dmrp/pdf_files/Chapter13
Diambil Oktober 2011.
X+
Z+
Y+
X+
O Z+
Y+
Transformasi geometry
SEMINAR NASIONAL
SDM TEKNOLOGI NUKLIR VII
YOGYAKARTA, 16 NOVEMBER 2011
ISSN 1978-0176
Sekolah Tinggi Teknologi Nuklir-BATAN 376 Achmad Suntoro
[7] Newman WM dan Sproull RF., “Principles of
Interactive Computer Graphics”, McGraw-Hill
Book Company., London .,1979.
[8] Bourke P., “Equation of plane”.
http://paulbourke.net/geometry/planeeq/
Diambil Oktober 2011.
[9] Weisstein, Eric W., “Point-Plane Distance”.,
MathWorld-A Wolfram Web.
http://mathworld.wolfram.com/Point-
PlaneDistance.html
Diambil Oktober 2011.
[10] Budiyono Tris, “Brachytherapy Intracavitair
Nasofarings Menggunakan mHDR Ir-192 di
RS Dr. Sardjito”, Prosiding Seminar Persatuan
Ahli Radiografi Indonesia., Denpasar Bali,
2007.
[11] Suntoro A., “Rancang Bangun Perangkat
Lunak TPS Brachytherapy untuk Terapi
Kanker Servik”., Laporan Teknis., Tangerang
Selatan, PRPN-BATAN, 2011.