Seminaaar Box Girder
-
Upload
reksi-rinofaldi -
Category
Documents
-
view
83 -
download
13
description
Transcript of Seminaaar Box Girder
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Jembatan ataupun fly over memiliki arti yang penting bagi masyarakat yang
tinggal di wilayah jabodetabek, dikarenakan fly over ini menjadi salah satu solusi
untuk mengatasi kemacetan yang terjadi di wilayah tersebut apalagi saat ini
ibukota Jakarta yang sedang menjalani proyek angkutan massal yaitu MRT(Mass
Rapid Transit) dimana proyek awalnya dari salemba menuju bundaran HI
menggunakan jalur fly over.
Jembatan struktur atas dengan menggunakan box girder ini mulai
berkembang semenjak tahun 1960 karena pada tahun itu perkembangan
konstruksi jembatan sedang gencar-gencarnya.
Seiring dengan kemajuan teknologi dalam dunia konstruksi yang dimana
dapat menciptakan struktur yang kuat dan dapat menekan biaya se-efisien
mungkin tanpa melupakan mutu dan waktu pekerjaannya. Sekarang ini dikenal
dengan nama beton prategang dimana beton yang di beri penekanan terlebih
dahulu melalui proses stressing sebelum diberi beban. Dan ternyata teknik seperti
demikian lebih efektif karena beton dapat memikul beban yang lebih besar dan
dapat memperkecil beban sendirinya dan ukuran penampangnya. Hal seperti ini
jelas sangat menguntungkan bagi dunia konstruksi dari segi volumenya jauh
menjadi lebih sedikit tentu dapat menekan biayanya dan berat dari profilnya itu
sendiri menjadi sangat ringan sehingga beban struktur yang dipikul pondasinya
pun menjadi lebih kecil. Dalam dunia jembatan, teknologi jembatan prategang
yang seperti ini sangatlah menguntungkan.
Ruang lingkup tulisan seminar membahas mengenai perencanaan struktur
box girder prategang. Dewasanya struktur box girder ini memiliki berbagai dimensi
ukuran box girder, penulis ingin mencari tahu dimensi yang sedemikian itu
mengapa bisa menahan beban sebegitu besarnya dan penulis juga akan
mencoba dengan apakah dimensi box girder yang lain bisa memikul beban atau
jika memang dimensi box girder seperti yang ada memang sudah menjadi suatu
2
dimensi yang sangat optimal untuk menahan beban struktur atas pada jembatan.
Struktur beton prategang ini sangat ekonomis, konsep prategang ini adalah
memberikan gaya tarik awal pada tendon sebagai tulangan tariknya serta
memberikan momen perlawanan dari eksentrisitas yang ada sehingga selalu
tercipta tegangan total negatif baik serat atas maupun bawah yang besarnya
selalu dibawah kapasitas tekan beton. Struktur akan selalu bersifat elastis karena
beton tidak pernah mencapai tegangan tarik dan tendon tak pernah mencapai titik
plastisnya
Pemilihan digunakannya profil box girder ini dikarenakan memiliki beberapa
kelebihan sebagai berikut :
1. Box girder digunakan apabila jembatan memiliki bentang panjang
2. Bentuk interior dari box girder ini dapat di fungsikan untuk mekanikal
seperti jalur pipa air, kabel elektrikal, jalus pipa gas dan sebagainya.
3. Profil box girder ini cukup untuk memenuhi nilai estetika dari suatu
jembatan itu sendiri sehingga penggunaanya dapat memperindah
wilayah.
1.2 Maksud dan Tujuan
Maksud penulisan dalam seminar ini adalah untuk memenuhi salah satu
mata kuliah Seminar dan prasyarat kelulusan pada program jurusan teknik sipil
STT-PLN Jakarta.
Adapun tujuan penulisan seminar ini yang berjudul “Analisis Struktur Box
Girder Jembatan Prategang” adalah sebagai berikut :
1. Menghitung struktur box girder prategang terhadap beban
2. Mengetahui jumlah tendon yang tepat pada struktur box girder
3. Menerapkan ilmu apa yang didapat pada waktu kuliah
3
1.3 Rumusan Masalah
Rumusan masalah pada tugas seminar ini adalah sebagai berikut :
1. Perhitungan menghitung struktur box girder prategang terhadap beban
2. Perhitungan jumlah tendon dan kabel strands pada box girder
3. Perhitungan dimensi box girder
1.4 Manfaat Penulisan
Manfaat pada penulisan tugas seminar ini adalah sebagai berikut :
1. Penulis mengharapkan agar menjadi bahan referensi mengenai struktur
box girder
2. Mengetahui dimensi box girder yang tepat
1.5 Batasan Masalah
Batasan Masalah pada tugas seminar ini adalah sebagai berikut :
1. Perhitungan dengan box girder beton
2. Perumusan yang digunakan sesuai dengan literatur yang ada oleh
karena itu tidak ada penurunan rumus
3. Perhitungan kekuatan sambungan
1.6 Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan seminar ini dibagi menjadi lima bab, dimana tiap bab
di uraikan sebagai berikut : bab satu pendahuluan, Dalam bab ini berisi tentang
ringkasan pembahasan materi dasar yang terdiri dari latar belakang masalah,
tujuan penulisan, manfaat penelitian, rumusan masalah, batasan masalah, dan
sistematika penulisan, Bab dua tinjauan pustaka, Dalam bab ini menjelaskan
sekilas mengenai struktur box girder, prosedur fabrikasi box girder, perhitungan
balok beton prategang, prinsip beton prategang Bab ketiga Metodologi penelitian
penulisan, Bab keempat analisa dimensi box girder dalam bab ini penulis
mencoba dan menganalisa berbagai dimensi yang tepat yang dapat menahan
beban untuk box girder, Bab lima penutup bab merupakan penutup yang memuat
kesimpulan dan saran dari masalah yang dibahas dalam bab sebelumnya.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Box Girder
2.1.1. Definisi Box Girder
Box girder merupakan suatu bentuk perkembangan dari Girder. Girder itu
sendiri adalah struktur jembatan yang menghubungkan antara struktur bawah dan
sebagai penyanggan plat diatasnya. Perbedaan girder dan box girder terletak
pada bentuk dan fungsinya.
Girder adalah balok diantara dua penyangga ( pier atau abutment ) pada
jembatan atau fly over. Umumnya merupakan balok I, tetapi juga bisa berbentuk
box atau bentuk lainnya. Girder adalah elemen konstruksi jembatan yang sangat
penting. Karena dilihat dari fungsinya yaitu untuk menahan beban konstruksi yang
ada di atasnya yaitu plat lantai dan menghubungkan antara pile-pile jembatan.
Kemudian dalam metode pelaksanaanya pemasangan girder dapat dilakukan
dalam dua cara yaitu cranes dan launcher.
Box Girder ini digunakan untuk jembatan bentang panjang. Bentang
sederhana sepanjang 40 ft (+12m) menggunakan tipe ini, tetapi bentang gelagar
kotak beton bertulang lebih ekonomis pada bentang antara 60 – 100 ft (+18 –
30m) dan biasanya di desain sebagai struktur penerus atas pilar. Gelagar kotak
beton prategang dalam desain biasanya lebih menguntungkan untuk bentang
menerus.
Pada kondisi lapangan dimana tinggi struktur tidak terlalu dibatasi, penggunaan
gelagar kotak dan balok T kurang lebih memiliki nilai yang sama pada bentang 80
ft (+ 25m). Untuk bentang yang lebih panjang, lebih sesuai menggunakan gelagar
kotak. Gelagar kotak merupakan bagian tertutup sehingga mempunyai tahanan
puntir yang tinggi tanpa kehilangan kekuatan menahan lendutan dan geser.
(https://www.scribd.com/doc/58738880/KONSTRUKSI-BANGUNAN-TRANSPORTASI)
5
2.1.2. Precast Concrete Box Girder
Balok Box girder yang merupakan beton precast dicetak dengan mengikuti
spesifikasi beton pracetak sesuai spesifikasi umum proyek.
Berikut merupakan langkah-langkah prosedur fabrikasi precast concrete
box girder:
1. Pemasangan tulangan memanjang dan melintang girder.
2. Menentukan ordinat tendon prestress sesuai gambar kerja. Ordinat diukur
dari bottom rebar girder ke as tendon atau bagian bawah tendon. Titik
ordinat tersebut ditandai (marking) dengan menggunakan cat, spidol atau
sejenisnya.
3. Memasang support bar dengan cara mengikat support bar tulangan
geser/sengkang berdasarkan posisi yang telah di marking.
4. Menyambung duct sesuai dengan tipe dan panjang tendon yang di
rencanakan dengan menggunakan coupler duct dan masking tape/clotch
tape
5. Memasukan duct ke dalam tulangan balok, kemudian duct diikat ke support
bar dengan menggunakan kawat ikat.
6. Memasukan duct ke dalam tulangan girder, kemudian duct diikat ke support
bar dengan menggunakan kawat ikat.
7. Memasang casting pada posisi angkur hidup, sebelumnya casting dipasang
terlebih dahulu pada box casting yang terbuat dari multiplek.
8. Memasang bursting steel pada posisi angkur hidup dan angkur mati.
Bursting steel merupakan tambahan penulangan yang berfungsi sebagai
penahan gaya radial untuk mencegah terjadinya retak pada proses
stressing.
9. Menyambung duct ke casting dengan menggunakan masking tape/ clotch
tape. Masking tape berfungsi untuk mencegah masuknya air semen
kedalam duct.
10.Memasang PO grout untuk lubang inlet/outlet saat grouting
11. Inspeksi bersama kontraktor dan konsultan untuk memeriksa ordinat
tendon prestress dan kelengkapan aksesorisnya
12.Pemasangan formwork girder
6
13.Pengecoran
Balok girder yang telah cukup umur kemudian dibawa menuju lokasi
penggunaan girder yaitu lokasi proyek. Girder dipindahkan dengan menggunakan
truk container dan setibanya di lokasi proyek girder tersebut di turunkan dengan
menggunakan gentri angkat. (https://www.scribd.com/doc/181105288/Konstruksi-
Box-Girder-docx)
2.2 Perhitungan Prategang Girder
Pada langkah perhitungan prategang balok box girder ada beberapa yang
harus diperhatikan. Adapun hal – hal tersebut sebagai berikut:
2.2.1 Desain Material
(1) Beton
Beton yang harus digunakan untuk konstruksi beton prategang memiliki
komposisi standart yaitu semen, air, agregat kasar, agregat halus dan jika perlu
menggunakan beberapa komposisi admixture atau bahan aditif, selain itu juga
beton yang harus digunakan harus melalui tahapan pengawasan yang sangat
ketat dikarenakan beton untuk prategang merupakan beton yang bermutu tinggi.
Menurut ACI, beton yang boleh mengalami prategang adalah beton yang telah
berumur 28 hari dengan kuat tekan berkisar minimal 30 sampai 40 MPa.
Besaran mekanis beton yang telah mengeras dapat dibedakan dalam dua
kategori, besaran sesaat atau jangka pendek dan besaran jangka panjang.
Besaran jangka pendek yaitu kuat tekan, tarik, geser, dan kuat yang diukur
dengan modulus elastisitas. Sedang besaran jangka panjang adalah rangkak dan
susut beton.
a. Kuat tekan
Kuat tekan beton tergantung dari jenis campuran, besaran agregat, waktu
dan kualitas perawatan, kuat tekan beton dapat mencapai 20000 psi atau
lebih. Kuat tekan f’c didasarkan atas silinder standar 6 in x 12 in. Yang diolah
pada kondisi laboratorium standar dan uji pada laju pembebanan tertentu
selama 28 hari.
7
Sebagian besar komponen struktur beton prategang di bebani oleh
tegangan yang tinggi. Jika kita tinjau beton prategang dua perletakan maka
terlihat serat – serat atas tertekan kuat akibat beban eksternal yang besar,
serat bawah tertekan pula saat peralihan gaya prategang. Selain itu sementara
bagian tengah bentang menahan momen lentur yang terbesar, bagian
tepi/ujung menahan dan mendistribusikan gaya prategang. Sehingga pada
komponen beton prategang lebih diutamakan keseragaman kekuatan beton.
b. Kuat tarik
Kuat tarik beton relatif sangat kecil. Pendekatan yang baik untuk kuat tarik
Fct adalah 0,10f’c < Fct < 0,20f’c. Kuat tarik sulit di ukur di bandingkan dengan
kuat tekan beton dikarenakan adanya masalah penjepitan pada mesin
tariknya.
Untuk komponen struktur yang mengalami lentur, nilai modulus reptur fr
(bukan kuat belah tarik ft) di gunakan dalam desain. Modulus reptur diukur
dengan cara menguji balok beton polos berpenampang bujur sangkar 6in.
Hingga gagal, dengan bentang 18 in, dan di bebani di titik – titik sepertiga
bentang (ASTM C-78). Modulus raptur mempunyai nilai yang lebih tinggi
dibandingkan kuat tarik belah. ACI menetapkan nilai 7,5√ f ' c untuk modulus
raptur beton normal.
c. Kuat geser
Kuat geser lebih sulit ditentukan dengan cara eksperimental daripada
dengan pengujian lainnya dikarenakan sulitnya untuk mengisolasi tegangan
geser dari tegangan lainnya. Hal ini mengakibatkan perbedaan hasil besarnya
kuat geser beton yang dilaporkan di berbagai studi literatur, mulai dari 20%
sampai dengan 85% dari kuat tekan pada kasus – kasus dimana geser
langsung terjadi bersamaan dengan tekan. Kontrol desain struktural jarang
didasarkan pada kuat geser karena besarnya kuat geser itu sendiri dibatasi
secara kontiniu pada nilai yang lebih kecil untuk mencegah beton mengalami
tarik diagonal.
8
d. Modulus elastisitas beton (Ec)
Modulus elastisitas beton, Ec, nilainya tergantung pada mutu beton, yang
terutama di pengaruhi oleh material dan proporsi campuran beton. Namun
untuk analisis perencanaan struktur beton yang menggunakan beton normal
dengan kuat tekan yang tidak melampaui 60 MPa, atau beton ringan dengan
berat jenis yang tidak kurang dari 2000 kg/m3 dan kuat tekan.
Yang tidak melampaui 40 MPa, nilai Ec bisa diambil sebagai :
Ec = w1,5.0,043 .√σbk
Dalam kenyataan nilainya dapat bervariasi ±20%. Wc menyatakan bereat
jenis beton dalam satuan kg/m3, fc’ menyatakan kuat tekan beton dalam
satuan MPa, dan Ec dinyatakan dalam satuan MPa. Untuk beton normal
dengan massa jenis sekitar 2400 kg/m3, Ec boleh diambil sebesar 4700√ fc ' , dinyatakan dalam MPa.
e. Rangkak
Rangkak satau aliran material lateral adalah peningkatan regangan
terhadap waktu akibat beban yang terus menerus bekerja. Deformasi awal
akibat beban adalah regangan elastis, sementara regangan tambahan akibat
beban yang sama yang terus bekerja adalah regangan rangkak. Asumsi ini
karena deformasi awal yang tercatat hanya berupa sedikit efek yang
bergantung pada waktu
Regangan total (ε t) = Regangan elastis (ε e) + Rangkak (ε c) + susut (ε sh)
Rangkak sangat berkaitan dengan susut, dan sebagai aturan umum bahwa
beton yang menahan susut juga cenderung sedikit mengalami rangkak,
keduanya berkaitan dengan pasta semen yang terhidrasi. Dengan demikian
rangkak dipengaruhi oleh komposisi beton, kondisi lingkungan dan benda uji,
namun secara prinsip rangkak bergantung pada pembebanan sebagai fungsi
waktu.
9
f. Susut
Pada dasarnya ada dua jenis susut, susut plastis dan susut pengeringan.
Susut plastis terjadi selama beberapa jam pertama sesudah pengecoran beton
segar dicetakan. Permukaan yang di ekspose seperti plat lantai akan lebih
dipengaruhi oleh udara kering karena besarnya permukaan udara kontak.
Susut pengeringan terjadi sesudah beton mengering dan sebagian besar
proses hidrasi kimiawi dipasta semen telah terjadi.
Susut pengeringan adalah berkurangnya volume elemen apabila terjadi
kehilangan air akibat penguapan. Penyusutan adalah fenomena yang sedikit
berbeda dengan rangkak. Jika pada rangkak beton dapat kembali seperti
semula jika beban dilepas, susut beton tidak akan membuat beton kembali ke
volume awal jika beton tersebut di rendam.
(2) Baja
a. Baja prategang
Baja pada konstruksi beton prategang merupaka penyebab terjadinya
pemendekan pada beton dikarenakan pengaruh rangkak dan susut. Kehilangan
gaya prategang pada baja sesaat setelah penegangan pada baja akibat gesekan
disepanjang tendon atau saat pengangkuran ujung (draw-in) akan mempengaruhi
gaya prategang pada beton dengan angka yang cukup signifikan.
Untuk ke efektifan desain maka total gaya prategang harus relatif kecil
dibandingkan gaya prategang yang bekerja. Kondisi ini dipengaruhi oleh jenis baja
prategang yang digunakan pada proyek konstruksi. Pada umumnya baja yang
digunakan adalah baja strand sebagai tulangan prategang dan baja tulangan
biasa sebagai tulangan geser.
Baja yang digunakan sebagai tulangan prategang merupakan jenis
uncoated stress relieve seven wire strand low relaxation. Baja strand merupakan
jenis yang paling banyak digunakan untuk penegangan post-tension. Strand yang
digunakan sesuai dengan ASTM A 416. Baja strand di fabrikasi dengan memuntir
beberapa kawat secara bersamaan. Seven wire strand terdiri dari 7 (tujuh) untaian
kawat, dengan posisi kawat 1 (satu) untai tengah dan 6 (enam) sisanya
10
mengelilingi satu kawat pusat. Strand low relaxation digunakan untuk mencapai
konstruksi yang efisien.
Gambar 2.1 Strand prategang 7 kawat (a). Standart dan (b). Yang di padatkan
Strand terbuat dari tujuh buah kawat dengan memuntir enam diantaranya
pada pitch sebesar 12 sampai 16 kali diameter di sekeliling kawat lurus yang
sedikit lebih besar. Besar geometris kawat dan strand sebagaimana di syaratkan
ASTM masing-masing tercantum dalam tabel 2.1 dan tabel 2.2
Tabel 2.1 Kawat-kawat untuk beton prategang [Nawy,2001]
Kuat tarik minimum Tegangan Minimum (psi) pada ekstensi 1% (psi)Diameter
Tipe BA Tipe WA Tipe BA Tipe WAnominal (in)
0,192 250.000 212.5000,196 240.000 250.000 204.000 212.5000,25 240.000 240.000 204.000 204.000
0,276 235.000 235.000 199.750 199.750
11
Tabel 2.2 strand standart tujuh kawat untuk beton prategang [Nawy,2001]
DiameterKuat patah
Luas baja nominal
Berat nominal Beban minimum
nominal Strand Strand Strandpada eksistensi
1%strand (in) (min. Lb) (in.2) (lb/1000 ft)* (lb)
MUTU 2501/4 (0,250) 9.000 0,036 122 7.650
5/16 (0,313) 14.500 0,058 197 12.300
3/8 (0,375) 20.000 0,08 272 17.0007/16
(0,438) 27.000 0,108 367 23.0001/2 (0,500) 36.000 0,144 490 30.6003/5 (0,600) 54.000 0,216 737 45.900
MUTU 2703/8 (0,375) 23.000 0,085 290 19.550
7/16 (0,438) 31.000 0,115 390 26.350
1/2 (0,500) 41.300 0,153 520 35.1003/5 (0,600) 58.600 0,217 740 49.800
*100.000 psi = 689,5 MPa0,1 in = 2,54 mm, 1 ¿2 = 645 mm2
Berat : kalikan dengan 1,49 untuk mendapatkan berat dalam kg per 1000 m1000 lb = 4448 N
b. Relaksasi baja
Jika baja prategang ditarik hingga mencapai perpanjangan yang konstan
dan dijaga tetap pada selang waktu tertentu maka akan terlihat gaya prategang
pada baja tersebut akan berkurang secara perlahan, besarnya kehilangan
tergantung waktu dan suhu. Kehilangan gaya prategang seperti ini disebut dengan
relaksasi baja.
Menurut besar nilai relaksasinya, baja prategang terbagi dua jenis yaitu
baja prategang relaksasi normal dan baja prategang relaksasi rendah. Untuk
pemakaian jangka panjang, baja prategang relaksasi rendah lebih sering
dipergunakan karena lebih menguntungkan.
(Dr. Edward G. Nawy, P.E.,: 2008)
12
2.2.2 Analisa Penampang
(1). Tampang balok box girder (Precast)
Tampang balok box girder ini terdiri dari beberapa luasan bangunan sederhana
seperti trapesium dan persegi panjang. Sehingga diperlukannya penentuan
analisa tampang dari gabungan beberapa rumus-rumus sederhana.
a. Luas
Luas bangun dapat dihitung dengan menggunakan gabungan dari
beberapa rumus seperti :
Luas trapesium : ½.(sisi atas + sisi bawah) x tinggi
Luas segitiga : (alas x tinggi)/2
b. Jarak titik berat
Jarak titik berat yang dihitung dari arah Y dari bagian bawah dan
atas tampang menurut bentuk bangun dapat di hitung dengan
menggunakan persamaan:
Jarak titik berat arah Y (Yb) = Σ A∗yΣ A
Jarak titik berat arah Y (Ya) = h – yb
c. Inersia Ix
Inersia bangun arah x, Ix untuk bangun tampang haruslah
dijumlahkan dengan inersia tambahan. Pada profil box girder ini agar
perhitungan lebih mudah maka inersia dibagi menjadi bangun persegi, lalu
di jumlahkan dengan yang lainnya.
Inersia (Io) = 1/12*A*b^2
Inersia terhadap alas balok (Ib) = Σ A∗y+Σ Io
Inersia arah x (Ix) = Ib – A*yb^2
d. Modulus section
Besarnya modulus tampang dapat dihitung dengan membagikan
Inersia arah x (Ix) dengan jarak titik berat keseluruhan, atau secara
matematis dapat di tuliskan :
Wa = Ix/Ya, Wb = Ix/Yb
(2). Tampang Komposit
13
Untuk nilai-nilai pada analisa tampang komposit besarnya dapat dihitung
dengan menjumlahkan komponen precast dengan slabnya.
2.2.3. Desain Pembebanan
Beban – beban yang bekerja pada desain struktur box girder pada fly over
ini adalah :
- Beban mati
- Beban mati tambahan
- Beban hidup
- Beban gempa
a. Beban mati dan beban mati tambahan (Dead load)
Yang termasuk dalam beban mati adalah berat sendiri beton girder, slab
lantai, aspal dan diafragma. Besarnya beban tergantung berat jenis komponen
tersebut.
b. Beban hidup (Live load)
Yang termasuk dalam beban hidup (Live load) adalah beban dinamik izin
(DLA), Knife edge load (KEL), distribution load, dan live load. Dari Bridge
Management System (BMS) Volume 1, Chapter 2.3.2-Traffic loads ditentukan:
- Dinamik Load Allowance (DLA)
Untuk bentang ≤ 50m, besar DLA = 1+0,4 = 1,4
Untuk 50 < bentang < 90 m, besar DLA = 1+(0,0025*bentang+0,175)
Untuk bentang ≥ 90m, besar DLA = 1+0,3 = 1,3
- Knife Edge Load (KEL)
Dari peraturan ini di tetapkan nilainya 4,40 ton/m
- Distribution Factor (DF)
14
Dari peraturan ini ditetapkan nilainya 1,00
- Distribution Load (DL)
Untuk bentang ≤ 30m, q = 0,8 t/m2
Untuk bentang > 30m, q = 0,8*(0,5+15/bentang) t/m2
- Live Load
Distribution load
q’ = DF*DF*q*s
Line load
P’ = DF*DLA*KEL*s
Dengan
s = lebar slab komposit
c. Perhitungan momen di tengah bentang
Momen ditengah bentang dihitung sesuai dengan persamaan untuk
mengetahui momen tengah bentang pada balok diatas dua perletakan.
M = l/L * q * ½
Dengan :
M = Momen mid span
l = jarak dari pinggir bentang ke titik perhitungan
L = Lebar bentang
(Cut Retno Masnul,: 2009)
BAB III
15
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Flow Chart Seminar
Tidak
Gambar 3.1 Diagram alir proses penelitian
Mulai
DataBeban
DataStruktur
Analisa Awal Struktur
PerencanaanStruktur Box Girder
Analisa Perencanaan
Struktur
Kesimpulan
DataAnalisa Awal
Struktur
16
3.2 Persiapan pekerjaan
Persiapan pekerjaan dalam seminar ini meliputi, pengumpulan data, analisa perhitungan, perencanaan struktur, analisa dari perencanaan yang di adopsi dari analisa pertama dan kesimpulan
a. Pengumpulan dataPengumpulan data disini berupa data dimensi dari sebuah struktur yang sudah ada contoh dimensi box girder fly over yogyakarta, dan juga data – data pembebanan.Tahap pengumpulan data ini meliputi :
Data dimensiBerupa analisa penampang balok box girder
Slab atas bagian tengah Slab atas bagian tepi Tinggi box girder Dinding tengah Dinding tepi Slab bawah Mutu beton
Data PembebananBerupa Desain pembebanan
Beban mati tetap dan beban mati tambahan (Dead load)
Beban lajur Beban pejalan kaki Gaya Rem Beban angin Beban gempa
b. Analisa Awal Struktur Pengolahan data box girder ke dalam bentuk perhitungan menggunakan teori SNI T-12 2004, AASHTO 1992, dan ACIContoh pengolahan data berupa perhitungan prategang girder yang di tinjau dari :
Desain material beton- Kuat tekan
- Kuat tarik
- Kuat geser
- Modulus elastisitas
- Rangkak
- Susut Analisa penampang balok box girder
17
- Luas
- Jarak titik berat
- Inersia Ix
- Modulus sectionc. Perencanaan Struktur
Perencanaan ini di buat dari dasar analisa pertama tersebut dimana mencoba perubahan dari segi dimensi, mutu betonnya, jenis kabel tendonnya.
d. Analisa Perencanaan StrukturPengolahan data ini adalah pengolahan data dari perencanaan struktur, pengolahan data pada analisa kedua masih sama berhubungan pada analisa pertama
e. KesimpulanDi dapat hasil data perhitungan dari analisa pertama dan kedua,
18
BAB IV
ANALISIS PERHITUNGAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Analisa Data
4.1.1 Data Awal Struktur Box Girder
Gambar 4.1 Struktur Awal Box Girder
Panjang box girder prestress L = 50 m
Lebar jalur lalu lintas B = 7 m
Jumlah box girder n = 2
Lebar median bm = 1 m
Lebar Trotoar bt = 0,75 m
Tebal lapisan aspal + overlay ta = 0,1 m
Tebal genangan air hujan tn = 0,05 m
Jenis Bahan Berat
(kN/m2¿
Beton bertulang W'c = 25
Beton prestress Wc = 25,5
Beton W''c = 24
Aspal Waspal = 22
Air hujan Wair = 9,8
4.1.2 Data Beton
19
Mutu Beton box girder prestress K – 500
Kuat tekan beton box girder prestress Fc' = 0,83 * K / 10 = 41,5 Mpa
Modulus elastik balok beton prestress Ec = 0,043*(Wc)^1,5*√fc' = 35669,97 Mpa
Angka poisson u = 0,2
Modulus geser G = Ec/[2*(1+u)] = 14862,4875 Mpa
Koefisien muai panjang beton E = 0,00001 /◦C
Kuat tekan beton pada keadaan awal (saat transfer) Fci' = 0,80*Fc' = 33,2 Mpa
Tegangan ijin beton saat penarikan :
Tegangan ijin tekan 0,55*Fci' = 18,26 Mpa
Tegangan ijin tarik 0,80*√Fci' = 3,46 Mpa
Tegangan ijin beton keadaan akhir :
Tegangan ijin tekan 0,4*Fc' = 16,6 Mpa
Tegangan ijin tarik 0,6*√Fc' = 3,87 Mpa
4.1.3 Data Baja Prategang
Tabel 4.1 Data Kabel Strands Untuk Struktur Awal
4.1.4 Data Dimensi Box Girder Prestress
20
Gambar 4.2 Dimensi Awal Box Girder
Slab atas bag. Tengah B1 = 6,25 m
t1 = 0,3 m
Slab atas bag. Tepi B2 = 1 m
t2 = 0,25 m
Tinggi box girder H = 2,5 m
Dinding tengah t3 = 0,25 m
Dinding tepi t4 = 0,35 m
Slab bawah B3 = 4 m
t5 = 0,25 m
Penebalan pada pertemuan slab dan dinding
X = 0,2 m
Y = 0,2 m
4.2 Analisa Perencanaan Box Girder
21
4.2.1 Data Struktur Perencanaan
Gambar 4.3 Struktur Perencanaan Box Girder
Panjang box girder prestress L = 50 m
Lebar jalur lalu lintas B = 7 m
Jumlah box girder n = 2
Lebar median bm = 1 m
Lebar Trotoar bt = 0,75 m
Tebal lapisan aspal + overlay ta = 0,1 m
Tebal genangan air hujan tn = 0,05 m
Jenis Bahan Berat
(kN/m2¿
Beton bertulang W'c = 25
Beton prestress Wc = 25,5
Beton W''c = 24
Aspal Waspal = 22
Air hujan Wair = 9,8
4.2.2 Data Beton
Mutu Beton box girder prestress K – 500
Kuat tekan beton box girder prestress Fc' = 0,83 * K / 10 = 41,5 Mpa
Modulus elastik balok beton prestress Ec = 0,043*(Wc)^1,5*√fc' = 35669,97 Mpa
Angka poisson u = 0,2
Modulus geser G = Ec/[2*(1+u)] = 14862,4875 Mpa
22
Koefisien muai panjang beton E = 0,00001 /◦C
Kuat tekan beton pada keadaan awal (saat transfer) Fci' = 0,80*Fc' = 33,2 Mpa
Tegangan ijin beton saat penarikan :
Tegangan ijin tekan 0,55*Fci' = 18,26 Mpa
Tegangan ijin tarik 0,80*√Fci' = 3,46 Mpa
Tegangan ijin beton keadaan akhir :
Tegangan ijin tekan 0,4*Fc' = 16,6 Mpa
Tegangan ijin tarik 0,6*√Fc' = 3,87 Mpa
4.2.3 Data Baja Prategang
Tabel 4.2 Data Kabel Strands Untuk Perencanaan Struktur
4.2.4 Data Dimensi Box Girder Prestress
23
Gambar 4.4 Dimensi Perencanaan Box Girder
Slab atas bag. Tengah B1 = 6,25 m
t1 = 0,3 m
Slab atas bag. Tepi B2 = 1 m
t2 = 0,25 m
Tinggi box girder H = 2,5 m
Dinding tengah t3 = 0,25 m
Dinding tepi t4 = 0,35 m
Slab bawah B3 = 4 m
t5 = 0,25 m
Penebalan pada pertemuan slab dan dinding
X = 0,2 m
Y = 0,2 m
Lebar total box Btot = B1+2*B2 = 8,25 m
Tinggi dinding h = H-t1-t5 = 1,95 m
a = (B1-B3)/2 = 1,125 m
c = h+t5 = 2,2 m
4.2.5 Section Properties Box Girder Prestress
24
Gambar 4.5 Section Properties Perencanaan Box Girder
Tabel 4.3 Perhitungan Section Properties
Tinggi box girder prestress H = 2,5 m
Luas penampang box girder pre-stress A = 6,0375 m2
Letak titik berat yb = ∑A*y/∑A = 1,490076 m
ya = H - yb = 1,009924 m
Momen inersia terhadap atas balok Ib = ∑A*y ^2+ ∑Io = 18,2746
Momen inersia terhadap titik berat balok Ix = Ib - A*yb^2 = 4,8693
Tahanan momen sisi atas Wa = Ix/ya = 4,8215
Tahanan momen sisi bawah Wb = Ix/yb =3,268
Berat beton pre-stress Wc = 25,5
Berat sendiri box girder pre-stress Qbs = A*Wc = 153,9563
25
Panjang bentang box girder L = 50 m
Momen dan gaya geser maksimum akibar berat sendiri box girder pre-stress,
Momen maksimum di tengah bentang Mbs = 1/8 * Qbs * L^2 = 48111,33
Gaya geser maksimum di tumpuan Vbs = 1/2 * Qbs * L = 3848,906
4.2.6 Pembebanan Box Girder Prestress
4.2.6.1 Berat Sendiri (MS)
Berat sendiri (Self weight) adalah berat bahan dan bagian jembatan yang
merupakan elemen struktural, ditambah dengan elemen non-struktural yang
dipikulnya dan bersifat tetap. Berat sendiri dihitung sebagai berikut :
Tabel 4.4 Perhitungan Beban Berat Sendiri
Panjang bentang, L = 50 m
Gaya geser maksimum akibat berat sendiri Vms = 1/2*Qms*L = 4042,031
Momen maksimum akibat berat sendiri Mms = 1/8*Qms*L^2 = 50525,39
4.2.6.2 Beban Mati Tambahan (MA)
Beban mati tambahan (superimposed dead load), adalah berat seluruh
bahan yang menimbulkan suatu beban pada girder jembatan yang merupakan
elemen non-struktural, dan mungkin besarnya berubah selama umur jembatan
girder direncanakan mampu memikul beban mati tambahan berupa :
a. Aspal beton setebal 50 mm untuk pelapisan kembali di kemudian
hari (overlay)
b. Genangan air hujan setinggi 50 mm apabila saluran drainase
tidak bekerja dengan baik
Tabel 4.5 Perhitungan Beban Mati Tambahan
26
Panjang bentang, L = 50 m
Gaya geser maksimum akibat beban mati tambahan Vma = 1/2*QMA*L = 473,25
Momen maksimum akibat beban mati tambahan Mma = 1/8*QMA*L^2 = 5915,63
4.2.6.3 Beban Lajur ‘’D’’ (TD)
Beban lajur terdiri dari beban terbagi merata (Uniformly Distributed Load),
UDL dab beban garis (knife Edge Load) KEL. UDL mempunyai intensitas q (Kpa)
yang besarnya tergantung pada panjang total L yang dibebani dan dinyatakan
dengan rumus sebagai berikut :
q = 8,0 kPa untuk L < 30 m
q = 8,0*(0,5+15/L) kPa untuk L > 30 m
KEL mempunyai intensitas, p = 44,0 kN/m
Faktor beban dinamis untuk KEL diambil sebagai berikut :
DLA = 0,4 Untuk L < 50 m
DLA = 0,4 – 0,0025*(L-50) Untuk L 50 < L < 90 m
DLA = 0,3 Untuk L > 90 m
Panjang bentang, L = 50 m
Lebar jalur lalu lintas B = 7 m
Beban merata q = 8*(0,5+15/L) = 6,4 kPa
Beban merata pada box girder QTD = q*(B+5,5)/2 = 40 kN/m
Beban garis p = 44 kN/m
Faktor beban dinamis DLA = 0,4
Beban terpusat pada box girder PTD = (1+DLA)*p*(B+5,5)/2 = 385 kN
27
Gaya geser dan momen maksimum pada balok akibat beban lajur "D'' :
Gaya geser VTD = 1/2*QTD*L+1/2*PTD = 1192,5 kN
Momen MTD = 1/8*QTD*L^2+1/4*PTD*L = 17312,5 kNm
4.2.6.4 Beban Pejalan Kaki (TP)
Trotoar pada jembatan jalan raya direncanakan mampu memikul beban
sebagai berikut :
A = Luas bidang trotoar yang di bebani pejalan kaki (m2)
Beban hidup merata pada trotoar :
Untuk A < 10 m2: q = 5 kPa
Untuk 10 m2 < A < 100 m2: q = 5-0,033*(A-10) kPa
Untuk A > 100 m2 : q = 2 kPa
Panjang bentang L = 50 m Lebar trotoar bt = 0,75 m
Luas bidang trotoar A = bt * L = 75
Intensitas beban pada trotoar q = 5-0,033*(A-10) = 2,885 kPa
Pembebanan jembatan untuk trotoar QTP = q*bt = 2,14125 kN/m
Panjang bentang L = 50 m
Gaya geser maksimum akibat beban pejalan kaki VTP = 1/2 * QTP * L = 53,53125
Momen maksimum akibat beban pejalan kaki MTP = 1/8*QTP*L^2 = 669,1406
4.2.6.5 Gaya Rem (TB)
Pengaruh pengereman dari lalu lintas diperhitungkan sebagai gaya dalam
arah memanjang dan dianggap bekerja pada jarak 1,80 m di atas permukaan
lantai jembatan. Besarnya gaya rem arah memanjang jembatan tergantung
panjang total jembatan (Lt) Sebagai berikut :
Gaya rem, TTB = 250 kN Untuk Lt < 80 m
Gaya rem, TTB = 250 + 2,5*(Lt-80) kN Untuk 80 < Lt < 180m
Gaya rem, TTB = 500 kN Untuk Lt > 180m
Gaya rem dapat diambil besarnya sama dengan 5% beban lajur “D” tanpa
memperhitungkan faktor beban dinamis.
Panjang bentang L = 50 m Gaya rem, TTB = 250 kN
Untuk lebar lalu lintas B = 7 m
28
Beban lajur "D'' tanpa faktor beban dinamis, QTD = q*(B+5,5)/2 = 40 kN/m
PTD = p*(B+5,5)/2 = 275 kN
Gaya rem, TTB = 5% beban lajur "D'' tanpa faktor beban dinamis
TTB = 0,05*(QTD*L+PTD) = 113,75 kN
< TTB = 250
Diambil gaya rem, TTB = 250
Lengan thd titik berat box girder y = 1,8 + ta + ya = 2,90992
Beban momen akibat gaya rem M = TTB * y = 727,481
Gaya geser dan momen maksimum pada box girder akibat gaya rem :
Gaya geser, VTB = M/L = 14,5496
Momen, MTB = 1/2 * M = 363,74
4.2.6.6 Beban Angin (EW)
Beban garis merata tambahan arah horisontal pada permukaan lantai
jembatan akibat angin yang meniup kendaraan di atas lantai jembatan dihitung
dengan rumus :
Tew = 0,0012*Cw*(Vw)^2, dengan Cw = Koefisien seret = 1,2 dan Vw = 35 m/det
Tew = 0,0012*Cw*(Vw)^2 = 1,764 kN/m
Bidang vertikal yang ditiup angin merupakan bidang samping kendaraan dengan
tinggi 2m di atas lantai jembatan h = 2 m, Jarak antara roda
kendaraan, x = 1,75 m
Transfer beban angin ke lantai jembatan, QEW = [1/2*h/x*TEW]*2 = 2,016
kN/m
Panjang bentang L = 50 m
Gaya geser dan momen maksimum akibat beban angin :
Gaya geser, VEW = 1/2 * QEW * L = 50,4 kN
Momen, MEW = 1/8*QEW*L^2 = 630 kNm
29
4.2.6.7 Beban Gempa (EQ)
Gaya gempa vertikal pada balok dihitung dengan menggunakan
percepatan vertikal ke bawah sebesar 0,1*g dengan , g = Percepatan gravitasi
bumi = 9,81 m/det^2
Gaya gempa vertikal rencana : TEQ = 0,10*Wt
Wt = Berat total struktur yg berupa berat sendiri dan beban mati tambahan = QMS
+ QMA
Berat sendiri, QMS = 161,68125 kN/m
Beban mati tambahan, QMA = 18,93 kN/m
Panjang bentang L = 50 m
Wt = (QMS + QMA )*L = 9030,563
TEQ = 0,1*Wt = 1806,113
Beban gempa vertikal, QEQ = TEQ / L = 36,12225 kN/m
Gaya geser dan momen maksimum akibat beban gempa vertikal :
Gaya geser, VEQ = 1/2 * QEQ * L = 903,056 kN
Momen, MEQ = 1/8*QEQ*L^2 = 11288,2 kNm
4.2.6.8 Resume Momen dan Gaya Geser Box Girder
Tabel 4.6 Resume Momen dan Gaya Geser Box Girder
30
4.2.7 Gaya Prestress dan Jumlah Tendon
4.2.7.1 Kondisi Awal (Saat Transfer)
Mutu beton, K-500
Kuat tekan beton, fc' = 0,83 * K * 100 = 41500 kPa
Kuat tekan beton pada keadaan awal (saat transfer), fci' = 0,80 * fc' = 33200 kPa
Section properties, Wa = 4,8215Wb = 3,268 A = 6,0375
Letak titik berat box girder terhadap sisi bawah, yb = 1,490076 m
Ditetapkan jarak pusat berat tendon terhadap sisi bawah box girder Zo = 0,3
Eksentrisitas tendon, es = yb - Zo = 1,190076
Momen akibat berat sendiri, Mbs = 48111,33
Tegangan serat diatas, 0,80*√fci = -Pt/A+Pt*es/Wa-Mbs/Wa
(Persamaan 1)
Tegangan serat dibawah -0,55*fci = -Pt/A-Pt*es/Wb+Mbs/Wb
(Persamaan 2)
Besarnya gaya prategang awal ditentukan sebagai berikut :
Dari pers (1) : Pt = (0,80*√fci + Mbs/Wa)/(es/Wa - 1/A) = 124689,896
Dari pers (2) : Pt = (0,55*fci + Mbs/Wb)/(es/Wb + 1/A) = 62253,854
Dari persamaan 1, dan 2, diambil gaya prategang awal Pt = 62253,854
Digunakan kabel yang terdiri dari beberapa kawat baja untaian "Strands Cable"
standar VSL, dengan data sbb :
Jenis Strands Uncoated 7 wire super strands ASTM A-416 grade 270Diameter nominal strand 0,0127 MLuas tampang nominal satu strand Ast = 0,0001 m2Beban putus minimal satu strand Pbs = 187,32 kN (100% beban putus)
Jumlah strand minimal yang diperlukan ns = Pt/(0,8*Pbs) = 416
Jumlah kawat untaian (Strands cable) = 20 Kawat Untaian tiap tendon
Digunakan jumlah strands sebagai berikut :
ns1 = 7 Tendon 20 strands/tendon 140 Strands dengan selubung tendon = 85 mmns2 = 7 Tendon 20 strands/tendon 140 Strands dengan selubung tendon = 85 mmns3 = 7 Tendon 20 strands/tendon 140 Strands dengan selubung tendon = 85 mm
nt = 21 Tendon Jumlah strands, ns = 420
Beban satu strands, Pbs1 = Pt / ns = 148,22346 kN
31
Persentase tegangan leleh yang timbul pada baja (% Jacking Force) :
po = Pt / (ns * Pbs) = 79,12848 < 80% OK !
Gaya prestress yang terjadi akibat jacking :
Pj = po * ns * Pbs1 = 49260,53 kN
4.2.7.2 Kondisi Akhir (Saat Service)
Diperkirakan kehilangan tegangan (loss of prestress) = 30%
Gaya prestress akhir setelah kehilangan tegangan (loss of prestress) sebesar
30%
Peff = 70% * Pj = 34482,37
Mutu beton, K-500
Kuat tekan beton, fc' = 0,83 * K * 100 = 41500 kPa
Momen, MMS = 50525,39 MTD = 17312,5 es = 1,190076
MMA = 5915,625 Mbs = 56441,02
Section properties, Wa = 4,8215Wb = 3,268 A = 6,0375
Tegangan serat diatas, -0,45*fc’ = Peff/A+Peff*es/Wa-Mbs/Wa-MTD/Wa
Tegangan serat dibawah, 0,50*√fc’ = Peff/A-Peff*es/Wb+Mbs/Wb+MTD/Wb
Dari pers (3) Peff = [-0,45*fc' + (Mbs+MTD)/Wa]/(es/Wa - 1/A) = 41065,6
Dari pers (4) Peff = [0,50*√fc' + (Mbs+MTD)/Wb]/(es/Wb + 1/A) = 42793,07
Dari persamaan 3, dan 4, diambil gaya prategang efektif, Peff = 41065,6 kN
4.2.8 Tegangan Yang Terjadi Akibat Gaya Prestress
Menurut BDM (Bridge Design Manual), tegangan beton sesaat setelah
penyaluran gaya prestress (sebelum terjadi kehilangan tegangan sebagai fungsi
waktu) tidak boleh melampaui nilai berikut :
1. Tegangan serat tekan terluar harus < 0,55*fci
2. Tegangan serat tarik terluar harus < 0,25*√fci
Tegangan beton pada kondisi beban layan (setelah memperhitungkan semua
kehilangan tegangan) tidak boleh melebihi nilai sebagai berikut :
1. Tegangan serat tekan terluar akibat pengaruh prestress, beban mati, dan
beban hidup < 0,4*Fc’
32
2. Tegangan serat tarik terluar yang pada awalnya mengalami tekan, <
0,5*√fc’
4.2.8.1 Keadaan Awal (Saat Transfer)
Mutu beton, K-500
Kuat tekan beton, fc' = 0,83 * K * 100 = 41500 kPa
Kuat tekan beton pada keadaan awal (saat transfer), fci' = 0,80 * fc' = 33200 kPa
Tegangan ijin beton tekan, 0,55*fci' = 18260 kPa
Tegangan ijin beton tarik, 0,25*√fci' = 1440 kPa
Pt = 62253,854 Wa = 4,8215 A = 6,0375
Mbs = 48111,33 Wb = 3,268 es = 1,190076
Tegangan diserat atas, fa = -Pt /A + Pt * es / Wa - Mbs / Wa = -4923,76
Tegangan diserat bawah, fb = -Pt /A - Pt * es / Wb + Mbs / Wb = -18260
< 0,55*fc' (OK)
4.2.8.2 Keadaan Setelah Loss Of Prestress
Mutu beton, K-500
Kuat tekan beton, fc' = 0,83 * K * 100 = 41500 kPa
Tegangan ijin beton tekan, 0,40*fc' = 16600 kPa
Tegangan ijin beton tarik, 0,5*√fc' = 3221 kPa
Peff = 37069,46 Wa = 4,8215 A = 6,0375
Mbs = 48111,33 Wb = 3,268 es = 1,190076
Tegangan diserat atas, fa = -Peff /A + Peff * es / Wa - Mbs / Wa = -6968,63 kPa
Tegangan diserat bawah, fb = -Peff /A - Peff * es / Wb + Mbs / Wb = -4917,09 kPa
< 0,40*fc' (OK)
33
4.2.9 Tegangan Pada Box Girder Akibat Beban
4.2.9.1 Tegangan Akibat Berat Sendiri (MS)
MMS = 50525,93 KNm
A = 6.0375 m2
Wa = 4.821487 m3
Wb = 3.26875 m3
Tegangan beton serat atas : fa = -MMS / Wa = -10479,2 kPa
Tegangan beton serat bawah : fb = +MMS / Wb = 15461,36 kPa
4.2.9.2 Tegangan Akibat Beban Mati Tambahan (MA)
MMA = 5915,625 KNm
A = 6,0375 m2
Wa = 4,821497 m3
Wb = 3,26785 m3
Tegangan beton serat atas : fa = -MMS / Wa = -1226,93 kPa
Tegangan beton serat bawah : fb = +MMS / Wb = 1810,25 kPa
4.2.9.2 Tegangan Akibat Susut dan Rangkak (SR)
a. Tegangan Akibat Susut (SHRINKAGE)
Gaya internal yang timbul akibat susut (menurut NAASRA Bridge Design
Specification) dinyatakan dengan :
Ps = Aplat * Ec * ΔEau * [(1-e-cf)/cf]
Aplat = luas penampang plat bagian atas,
Ec = modulus elastic beton,
e = bilangan natural.
Aplat = (B1+2*B2)*t1 = 2,475
Ec = 35669970
e = 2,7183
Kb = 0.905 Kc = 3 Kd = 0,938 Ke = 0,734 Ktn = 0,2
A = 6,0375 m2
Wa = 4,821497 m3
34
Wb = 3,26785 m3
Eksentrisitas tendon, e’ = ya – t1/2 = 0,859924 m
Gaya internal yang timbul akibat susut :
∆ԑsu = ԑb * Kb * Ke * K p = 0,000398
cf = Kb * Kc * Kd * Ke * (1-Ktn) = 1,4954
Ps = Aplat * Ec * ΔEau * [(1-e-cf)/cf = 18238,78 kN
Tegangan akibat susut yang terjadi:
Tegangan beton di serat atas, fa = Ps/Aplat – Ps x e’/Wa = 1095,364 kPa
Tegangan beton di serat bawah, fb = – Ps x e’/Wb =1778,559 kPa
b. Tegangan Akibat Rangkak Beton (CREEP)
Residual creep (menurut NAASRA Bridge Design Specification) dinyatakan
dengan persamaan :
σcr = (1-e-cf)/cf x (σ2-σ1)
σ1 = tegangan service akibat berat sendiri saja
σ2 = tegangan service akibat beban mati dan beban mati tambahan
cr = the residual creep factor = Kp x Kc x Kd x Ke x (1-Ktn) = 1,49540
e = bilangan natural = 2,7183
Tegangan service akibat beban mati dan beban mati tambahan :
Tegangan beton di serat atas fa = Pelf/A + Pelf x es/Wa – (Mms + Mma)/Wa
=-8696,24 kPa
Tegangan beton di serat bawah, fb = Pelf/A + Pelf x es/Wb – (Mms + Mma)/Wb =
1778,559 kPa
(1-e-cf) = 0,77584
σ2 σ1 σcr
Tegangan beton serat atas : fa = -8696,24fa = -7469,58fa = -951,692
Tegangan beton serat bawah : fb = -2368,11fb = - 4994,93 fb = -2037,99
35
c. Superposisi Tegangan Susut dan Rangkak
4.2.9.3 Tegangan Akibat Prestress (PR)
Gaya Prestress efektif, Peff = 37069,46
Eksentrisitas, es = 1,19008
Section Properties,
A = 6,0375
Wa = 4,821497
Wb = 3,26785
Tegangan beton serat atas : fa = -Peff/A+Peff*es/Wa = 3009,8 kPa
Tegangan beton serat bawah : fb = -Peff/A-Peff*es/Wb = -19639,7 kPa
4.2.9.3 Tegangan Akibat Beban Lajur “D” (TD)
MTD = 17312,5
Wa = 4,821497
Wb = 3,26785
Tegangan beton serat atas : fa = -MTD/Wa = -3590,69 kPa
Tegangan beton serat bawah : fb = MTD/Wb = 5297,83 kPa
4.2.9.4 Tegangan Akibat Beban Pejalan Kaki (TP)
MTP = 669,1406
Wa = 4,821497
Wb = 3,26785
Tegangan beton serat atas : fa = -MTP/Wa = -138,783 kPa
Tegangan beton serat bawah : fb = MTP/Wb = 204,765 kPa
36
4.2.9.5 Tegangan Akibat Gaya Rem (TB)
MTB = 363,7405
Wa = 4,821497
Wb = 3,26785
Tegangan beton serat atas : fa = -MTB/Wa = -75,4414 kPa
Tegangan beton serat bawah : fb = MTB/Wb = 111,309 kPa
4.2.9.6 Tegangan Akibat Beban Angin (EW)
MEW = 630
Wa = 4,821497
Wb = 3,26785
Tegangan beton serat atas : fa = -MEW/Wa = -130,665 kPa
Tegangan beton serat bawah : fb = MEW/Wb = 192,787 kPa
4.2.9.7 Tegangan Akibat Beban Gempa (EQ)
MEQ = 11288,2
Wa = 4,821497
Wb = 3,26785
Tegangan beton serat atas : fa = -MEQ/Wa = -2341,22 kPa
Tegangan beton serat bawah : fb = MEQ/Wb = 3454,32 kPa
4.2.10 Kontrol Tegangan Terhadap Beban Kombinasi
4.2.10.1 Kontrol Tegangan Terhadap Kombinasi-1
Teg. Ijin tekan : 0,4 * fc' = -16600 Teg. Ijin tarik : 0,6 * √fc' = 3865
Keterangan: fa < 0,4 * fc' = AMAN (OK)
Fb < 0,6 * √fc' = AMAN (OK)
37
4.2.10.2 Kontrol Tegangan Terhadap Kombinasi-2
Teg. Ijin tekan : 0,4 * fc' = -16600 Teg. Ijin tarik : 0,6 * √fc' = 3865
Keterangan: fa < 0,4 * fc' = AMAN (OK)
Fb < 0,6 * √fc' = AMAN (OK)
4.2.10.1 Kontrol Tegangan Terhadap Kombinasi-3
Teg. Ijin tekan : 0,4 * fc' = -16600 Teg. Ijin tarik : 0,6 * √fc' = 3865
Keterangan: fa < 0,4 * fc' = AMAN (OK)
Fb < 0,6 * √fc' = AMAN (OK)
4.2.11 Tinjauan Ultimit Box Girder Prestress
4.2.11.1 Kapasitas Momen Ultimit
Modulus elastis baja prestress (Strands) ASTM A-416 grade 270
Es = 190000000 kPa
Jumlah total strands, ns = 420
Luas tampang nominal satu strand, Ast = 0,0001
Tegangan leleh tendon baja prestress fpy = 1580000 kPa
Luas tampang tendon baja prestress Aps = ns*Ast = 0,042 m^2
Mutu beton, K-500
Kuat tekan beton, fc' = 0,83 * K * 100 = 41500 kPa
Section Properties,
B1 = 6,25 m t1 = 0,3 B2 = 1 t2 = 0,25
Kuat leleh baja prestress (fps) pada keadaan ultimit, ditetapkan sebagai berikut :
Untuk nilai L/H < 35 fps = feff+250+fc’/(100/ρp) Mpa Harus < feff+400 Mpa
dan harus < 0,8*fpy
38
Tinggi box girder, H = 2,5
Panjang bentang balok, L = 50
Gaya prestress efektif (setelah loss of prestress), Peff = 37069,46
Tegangan efektif baja prestress feff = Peff/Aps = 882606,2
Luas penampang brutto box girder, A = 6,0375
Rasio luas penampang baja prestress ρp = Aps/A = 0,006957
Untuk nilai, L/H = 20 fps = feff*10−3+250+fc’*10−3/(100* ρp) = 1192,262 Mpa
fps = 1192262 kPa
< feff +400 Mpa = 1282606 kPa (OK)
< 0,8*fpy = 1264000 kPa (OK)
β1 = 0,85 untuk fc’ < 30 MPa
β1 = 0,85-0,05(fc’-30)/7 untuk fc’ > 30 MPa
β1 harus > 0,65 untuk, fc’ = 41,5 MPa
maka nilai, β1 = 0,85-0,05(fc’-30)/7 = 0,767857
Gaya internal tendon baja prategang, Tps = Aps*fps = 50075,02 kN
Untuk garis terletak disisi bawah plat atas, maka gaya internal tekan beton,
Cc1 = 0,85*fc’*(B1*t1+B2*(t1+t2)) = 85541,88 kN
Cc1 > Tps maka garis netral berada didalam plat atas.
B = B1+2*B2 = 8,25
d = ya+es = 2,2
a = Aps*fps/(0,85*fc’*B) = 0,172068
Momen nominal, Mn = Aps*fps*(d-a/2) = 105856,9
Faktor reduksi kekuatan lentur, ф = 0,8
Kapasitas momen ultimit box girder prestress, Muk = ф*Mn = 84685,52 kNm
4.2.12 Momen Ultimit Akibat Beban
4.2.12.1 Momen Akibat Susut dan Rangkak
Gaya internal akibat susut, Ps = Aplat*Ec*∆ԑsu*((1-e−cf )/Cf) = 18238,78 kN
Eksentrisitas gaya susut terhadap pusat penampang, e’ = ya-t1/2 = 0,859924 m
Momen akibat susut, Ms = -1/2*Ps*e’ = -7841,98 kN/m
Momen akibat rangkak, Mr = far*Wa = 4588,582 kN/m
Momen akibat susut dan rangkak, Msr = Ms+Mr = -3253,4 kN/m
39
4.2.12.2 Momen Akibat Prestress
Gaya prestress efektif, Peff = 37069,46 kN
Eksentrisitas tendon, es = 1,190076 m
Momen akibat prestress Mpr = -Peff*es = -44115,5 kNm
4.2.12.3 Resume Momen Ultimit Box Girder
Tabel 4.7 Resume Momen Ultimit Box Girder
4.2.13 Kontrol Kombinasi Momen Ultimit
Kapasitas momen balok, Muk = ф*Mn = 84685,52 kNm
4.3 Hasil Analisa Perhitungan
40
4.3.1 Hasil Analisa Awal Perencanaan struktur
Kontrol Tegangan terhadap beban :
(1) Kontrol Tegangan Terhadap Kombinasi-1
(2) Kontrol Tegangan Terhadap Kombinasi-2
(3) Kontrol Tegangan Terhadap Kombinasi-3
Kontrol Kombinasi Momen Ultimit terhadap beban :
Kapasitas momen balok, Muk = ф*Mn = 84685,52 kNm
4.3.2 Hasil Analisa Perencanaan struktur
41
Kontrol Tegangan terhadap beban :
(1) Kontrol Tegangan Terhadap Kombinasi-1
Teg. Ijin tekan : 0,4 * fc' = -16600 Teg. Ijin tarik : 0,6 * √fc' = 3865
Keterangan: fa < 0,4 * fc' = AMAN (OK)
Fb < 0,6 * √fc' = AMAN (OK)
(2) Kontrol Tegangan Terhadap Kombinasi-2
Teg. Ijin tekan : 0,4 * fc' = -16600 Teg. Ijin tarik : 0,6 * √fc' = 3865
Keterangan: fa < 0,4 * fc' = AMAN (OK)
Fb < 0,6 * √fc' = AMAN (OK)
(3) Kontrol Tegangan Terhadap Kombinasi-3
Teg. Ijin tekan : 0,4 * fc' = -16600 Teg. Ijin tarik : 0,6 * √fc' = 3865
Keterangan: fa < 0,4 * fc' = AMAN (OK)
Fb < 0,6 * √fc' = AMAN (OK)
Kontrol Kombinasi Momen Ultimit terhadap beban :
42
Kapasitas momen balok, Muk = ф*Mn = 84685,52 kNm
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
43
Dari hasil analisa perhitungan maka dapat ditarik beberapa kesimpulan yaitu :
1. Penggunaan balok box girder beton pada jembatan fly over terbukti dapat
dikurangi dari segi luasan, dan volume dengan tidak melupakan kekuatan
kemampuan kelayanannya yang dimana lihat dari segi kekuatan tegangan
dan beban ultimitnya
2. Analisa perhitungan ini hanya bisa berlaku pada pekerjaan beton
konvensional.
5.2 Saran
Saran yang dapat diberikan dari analisa perhitungan yaitu sebagai berikut :
Perlu dilakukannya evaluasi terhadap pekerjaan stressing girder. Meski dalam
perhitungan awal, girder dapat mampu menahan beban namun apabila terjadi
kesalahan dalam pelaksanaan maka dapat mengurangi gaya prategangnya
DAFTAR PUSTAKA
Cut Retno Masnul, Analisa Prestress (Post-Tension) pada precast concrete U girder, Medan: 2009
44
https://www.scribd.com/doc/219755408/Box-Girder-Contoh-Perhitungan
Dr. Edward G. Nawy, P.E., Beton Prategang Suatu Pendekatan Mendasar, Jakarta: 2008
https://www.scribd.com/doc/58738880/KONSTRUKSI-BANGUNAN-TRANSPORTASI
https://www.scribd.com/doc/181105288/Konstruksi-Box-Girder-docx