sekuens
-
Upload
tatyana-putri-ariningrum -
Category
Documents
-
view
181 -
download
6
Transcript of sekuens
FASIES DAN SEQUENCE STRATIGRAFI
1.1 Fasies
Fasies merupakan suatu tubuh batuan yang memiliki kombinasi
karakteristik yang khas dilihat dari litologi, struktur sedimen dan struktur
biologi memperlihatkan aspek fasies yang berbeda dari tubuh batuan yang
yang ada di bawah, atas dan di sekelilingnya. Fasies umumnya dikelompokkan
ke dalam facies association dimana fasies-fasies tersebut berhubungan secara
genetis sehingga asosiasi fasies ini memiliki arti lingkungan. Dalam skala
lebih luas asosiasi fasies bisa disebut atau dipandang sebagai basic
architectural element dari suatu lingkungan pengendapan yang khas sehingga
akan memberikan makna bentuk tiga dimensi tubuhnya.
Menurut Selley (1985), fasies sedimen adalah suatu satuan batuan
yang dapat dikenali dan dibedakan dengan satuan batuan yang lain atas dasar
geometri, litologi, struktur sedimen, fosil, dan pola arus purbanya.
Sifat alami material yang diendapkan dimanapun akan ditentukan oleh
proses fisika, kimia dan biologi yang terjadi selama pembentukan, transportasi
dan pengendapan sedimen. Proses-proses ini juga mengartikan lingkungan
pengendapan. Di bab selanjutnya, dibahas proses-proses yang terjadi di dalam
tiap-tiap lingkungan pengendapan yang terdapat di seluruh permukaan bumi
dan karakter sedimen yang diendapkan. Untuk mengenalkan bab ini, konsep
lingkungan pengendapan dan fasies sedimen dibahas di bab ini. Metodologi
analisis batuan sedimen, perekaman data dan menginterpretasikannya ke
dalam proses dan lingkungan dibahas di sini secara umum. Contoh kutipan
yang berhubungan dengan proses dan hasil di dalam lingkungan dibahas
dengan lebih detail di bab berikutnya.
Setting dimana sedimen terakumulasi dikenal sebagai kesatuan
geomorfologi seperti sungai, danau, pantai, laut dangkal, dan lain-lain. Salah
satu tujuan geologi sedimen adalah untuk menentukan lingkungan dimana
rangkaian batuan sedimen tertentu terendapkan. Agar objektif, sedimentolog
mencoba menentukan kondisi di permukaan bumi pada waktu yang berbeda
dan dalam tempat yang berbeda, dan dari sini membangun gambaran sejarah
planet. Tahap pertama adalah penyelidikan batuan sedimen dengan bantuan
metodologi ilmiah yang dikenal sebagai analisis fasies. (Walker 1992a;
Fasies sedimen merupakan produk dari proses pengendapan batuan
sedimen di dalam suatu jenis lingkungan pengendapannya. Diagnosa
lingkungan pengendapan tersebut dapat dilakukan berdasarkan analisa fasies
sedimen, yang merangkum hasil interpretasi dari berbagai data, diantaranya :
1. Geometri :
a) regional dan lokal dari seismik
b) intra-reservoir dari wireline log (ketebalan dan distribusi reservoir)
2. Litologi : dari cutting, dan core
3. Paleontologi : dari fosil yang diamati dari cutting, core, atau side wall
core
4. Struktur sedimen : dari core
1.2 Analisis Fasies
Konsep fasies adalah tidak berarti hanya tepat dan sesuai dalam
mendeskripsikan batuan dan mengelompokkan batuan sedimen yang terlihat
di lapangan, konsep ini juga membentuk dasar-dasar interpretasi strata.
Karaktersitik litofasies dihasilkan dari proses fisika dan kimia yang aktif pada
waktu pengendapan sedimen, dan biofasies serta ichnofasies menyediakan
informasi tentang paleoecology selama dan sesudah pengendapan. Dengan
pengetahuan kondisi fisika, kimia, dan ekologi maka memungkinkan untuk
merekonstruksi lingkungan pada waktu pengendapan. Proses analisis fasies
ini, interpretasi strata ke dalam istilah lingkungan pengendapan, dapat
dianggap sebagai pusat objektif utama dari sedimentologi dan stratigrafi yang
merekonstruksi masa lampau (Gambar 1.1) (Anderton 1985; Reading & Levell 1996).
Interpretasi lingkungan sedimen dari fasies dapat diperoleh dengan
latihan yang sederhana atau memerlukan pertimbangan yang kompleks dari
banyak faktor sebelum dapat membuat kesimpulan sementara. Di beberapa
kasus ada karakteristik batuan yang unik untuk lingkungan tertentu. Sejauh
yang kita ketahui, hermatypic corals hanya tumbuh di dalam air laut yang
dangkal, bersih dan hangat: kehadiran fosil koral ini dengan posisi ketika
masih hidup di dalam batuan sedimen dapat digunakan untuk menunjukkan
bahwa sedimen terendapkan di dalam air laut yang dangkal, bersih dan
hangat. Dimana ada petunjuk-petunjuk langsung suatu kondisi seperti itu,
maka dengan langsung dapat diinterpretasikan lingkungan masa lampau suatu
batuan sedimen. Berbeda dengan hal berikut, cross bedded sandstone dapat
terbentuk selama pengendapan di gurun, sungai, delta, danau, pantai dan laut
dangkal: litofasies ‘cross bedded sandstone’ tidak menyediakan petunjuk
lingkungan khusus.
Gambar 1.1 Diagram alir analisis fasies
1.3 Sikuen Stratigrafi
Sikuen stratigrafi adalah studi stratigrafi yang berhubungan dengan
kerangka waktu pengendapan dalam kaitannya perubahan siklus muka laut
(global/regional).
Gambar 1.2 Hubungan Antara Sikuen Stratigrafi
1.4 Pembagian Orde Sikuen Stratigrafi
Setiap sikuen pengendapan terdiri dari perulangan perlapisan yang
dibatasi oleh permukaan erosi (UC) atau hiatus atau permukaan yang selaras
(C) (Van Wagoner et.al., 1987). Sikuen dibatasi secara regional oleh
ketidakselarasan (UC) atau permukaan keselarasan (C) (Mitchum et.al., 1977).
Elemen penting dalam menentukan pola-pola sikuen stratigrafi adalah
shelf/slope break.
Gambar 1.3 Assosiasi Seismik Fasies (Mitchum et al., 1977)
Sequence Boundary (SB) merupakan batas atas dan bawah satuan
sikuen stratigrafi adalah bidang ketidak selarasan atau bidang-bidang
keselarasan padanannya (Sandi Stratigrafi Indonesia, 1996)
Bidang ketidakselarasan merupakan bidang erosi, pada umumnya
terjadi di atas muka laut (sub-aerial), ditandai oleh rumpang waktu geologi.
Bidang keselarasan padanan adalah bidang kelanjutan dari bidang
ketidakselarasan kearah susunan lapisan batuan yang selaras (Sandi Stratigrafi
Indonesia, 1996).
Bidang ketidakselarasan atau bidang erosi batas satuan sikuen
stratigrafi disebabkan oleh proses penurunan relatif muka air laut, yang
disebabkan oleh banyak hal diantaranya gerak muka muka laut global,
sedimentasi maupun tektonik (Sandi Stratigrafi Indonesia, 1996).
Dalam rekaman batuan sikuen pengendapan dapat dibedakan menjadi
dua yaitu sikuen tipe 1 dan sikuen tipe 2. Sikuen tipe 1 tersusun oleh tersusun
oleh sedimen yang diendapakann saat relatif muka air laut mulai turun. sikuen
1 dibatasi oleh batas sikuen tipe 1di bagian bawah dan di bagian atas oleh
batas sikuen 1 atau batas sikuen 2. Sikuen tipe 2 tersusun oleh sedimen yang
diendapkan selama siklus muka laut relatif naik perlahan-lahan atau tetap.
Sikuen tipe 2 dibatasi oleh batas sikuen tipe 1 di bawah dan di bagian atas
oleh batas sikuen 1 atau batas sikuen 2.
Batas sikuen 1 ditandai oleh perolehan fluvial dan peremajaan
aliran, shelf sedimentary bypass, pergeseran fasies dan coastal onlap kearah
cekungan. Batas cekungan tersebut terbentuk ketika kecepatan eustasi lebih
besar dari kecepatan subsiden pada depositional shoreline break, sehingga
menghasilkan muka laut relatif turun.
Batas sikuen 2 ditandai oleh pergeseran coastal onlap ke arah
cekungan dan erosi subaerialyang meluas, tatapi tanpa peremajaan aliran dan
pergeseran fasies kearah cekungan. Batas sekuen ini terbentuk ketika
kecepatan eustasi lebih kecil dari kecepatan subsiden padadepositional
shoreline break, tetapi tanpa perubahan muka laut relatif turun pada posisi
tersebut
Siklus transgresi regresi yang terbentuk di antara dua periode muka
laut turun akan menghasilkan satu sikuen pengendapan. Sikuen pengendapan
tersebut dibatasi oleh ketidakselarasan dan keselarasan yang sebanding.
Pembentukan sikuen pengendapan sering diselingi oleh
pembentukan maximum flooding surface (MFS). Batas sikuen dan MSF
merupakan permukaan kunci yang dapat dikenali dalam well logs, coring,
singkapan dan penampang seismik.
Maximum flooding surface teridentifikasi oleh adanya maximum
landward onlap dari lapiasan marine pada batas basin dan mencerminkan
kenaikan maksimum secara relatif dari sea level(Armentout, 1991).
Gambar 1.4 Diagram Sikuen Stratigrafi (Tanpa Terganggu Oleh Adanya Struktur
Sekunder) (Vail et al, 1987)
Gambar 1.5 Diagram Sikuen Stratigrafi pada Daerah yang Terpengaruh oleh Adanya Sesar
1.5 Konsep Stratigrafi
Stratigrafi adalah studi mengenai sejarah, komposisi dan umur relatif
serta distribusi perlapisan batuan dan interpretasi lapisan-lapisan batuan untuk
menjelaskan sejarah bumi. Dari hasil perbandingan atau korelasi antar lapisan
yang berbeda dapat dikembangkan lebih lanjut studi mengenai litologi
(litostratigrafi), kandungan fosil (biostratigrafi), dan umur relatif maupun
absolutnya (kronostratigrafi). stratigrafi kita pelajari untuk mengetahui luas
penyebaran lapisan batuan.
Ilmu stratigrafi muncul di Britania Raya pada abad ke-19. Perintisnya
adalah William Smith. Ketika itu dia mengamati beberapa perlapisan batuan
yang tersingkap yang memiliki urutan perlapisan yang sama (superposisi).
Dari hasil pengamatannya, kemudian ditarik kesimpulan bahwa lapisan
batuan yang terbawah merupakan lapisan yang tertua, dengan beberapa
pengecualian. Karena banyak lapisan batuan merupakan kesinambungan yang
utuh ke tempat yang berbeda-beda maka dapat dibuat perbandingan antara
satu tempat ke tempat lainnya pada suatu daerah yang luas. Berdasarkan hasil
pengamatan ini maka kemudian Willian Smith membuat suatu sistem yang
bersifat umum untuk periode-periode geologi meskipun pada waktu itu belum
ada penamaan waktunya.
Berawal dari hasil pengamatan William Smith dan kemudian
berkembang menjadi pengetahuan tentang susunan, hubungan dan genesa
batuan yang kemudian dikenal dengan stratigrafi. Dengan demikian stratigrafi
merupakan ilmu yang mempelajari susunan, hubungan dan genesa batuan-
batuan yang ada di alam sehingga dengan demikian dapat diketahui proses
pembentukan batuan, hubungan antar batuan, sejarah sedimentasi dan sejarah
tektonik yang telah terjadi pada batuan batuan tersebut.
Berdasarkan dari asal katanya, stratigrafi tersusun dari 2 (dua) suku
kata, yaitu kata “strati“ berasal dari kata “stratos“, yang artinya perlapisan
dan kata “grafi” yang berasal dari kata “graphic/graphos”, yang artinya
gambar atau lukisan. Dengan demikian stratigrafi dalam arti sempit dapat
dinyatakan sebagai ilmu pemerian lapisan-lapisan batuan. Dalam arti yang
lebih luas, stratigrafi dapat didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari
tentang aturan, hubungan, dan pembentukan (genesa) macam-macam batuan
di alam dalam ruang dan waktu.
Aturan: Tatanama stratigrafi diatur dalam “Sandi Stratigrafi”. Sandi
stratigrafi adalah aturan penamaan satuan-satuan stratigrafi, baik resmi
ataupun tidak resmi, sehingga terdapat keseragaman dalam nama maupun
pengertian nama-nama tersebut seperti misalnya: Formasi/formasi,
Zona/zona, Sistem dan sebagainya.
Hubungan: Pengertian hubungan dalam stratigrafi adalah bahwa setiap
lapis batuan dengan batuan lainnya, baik diatas ataupun dibawah lapisan
batuan tersebut. Hubungan antara satu lapis batuan dengan lapisan lainnya
adalah “selaras” (conformity) atau “tidak selaras” (unconformity).
Pembentukan (Genesa): Mempunyai pengertian bahwa setiap lapis batuan
memiliki genesa pembentukan batuan tersendiri. Sebagai contoh, facies
sedimen marin, facies sedimen fluvial, facies sedimen delta, dsb.
Ruang: Mempunyai pengertian tempat, yaitu setiap batuan terbentuk atau
diendapkan pada lingkungan geologi tertentu. Sebagai contoh, genesa
batuan sedimen: Darat (Fluviatil, Gurun, Glacial), Transisi (Pasang-
surut/Tides, Lagoon, Delta), atau Laut (Marine: Lithoral, Neritik, Bathyal,
atau Hadal)
Waktu: Memiliki pengertian tentang umur pembentukan batuan tersebut
dan biasanya berdasarkan Skala Umur Geologi. Contoh: Batugamping
formasi Rajamandala terbentuk pada kala Miosen Awal; Batupasir kuarsa
formasi Bayah terbentuk pada kala Eosen Akhir
1.6 Sandi Stratigrafi
Pada hakekatnya ada hubungan tertentu antara kejadian dan aturan
batuan di alam, dalam kedudukan ruang dan waktu geologi. Stratigrafi
membahas aturan, hubungan, kejadian lapisan serta tubuh batuan di alam.
Sandi stratigrafi dimaksudkan untuk memberikan pengarahan kepada para
ahli geologi yang bekerja mempunyai persepsi yang sama dalam cara
penggolongan stratigrafi. Sandi stratigrafi memberikan kemungkinan untuk
tercapainya keseragaman dalam tatanama satuan-satuan stratigrafi. Pada
dasarnya, Sandi Stratigrafi mengakui adanya satuan lithostratigrafi, satuan
litodemik, satuan biostratigrafi, satuan sekuen stratigrafi, satuan
kronostratigrafi dan satuan geokronologi. Sandi ini dapat dipakai untuk
semua macam batuan.
Berikut ini pengertian pengertian mengenai Sandi Stratigrafi sebagai
berikut:
Penggolongan Stratigrafi ialah pengelompokan bersistem batuan
menurut berbagai cara, untuk mempermudah pemerian, aturan dan
hubungan batuan yang satu terhadap lainnya. Kelompok bersistem tersebut
diatas dikenal sebagai satuan stratigrafi.
Batas Satuan Stratigrafi ditentukan sesuai dengan batas penyebaran ciri
satuan tersebut sebagaimana didefinisikan. Batas satuan Stratigrafi jenis
tertentu tidak harus berimpit dengan batas Satuan Stratigrafi jenis lain,
bahkan dapat memotong satu sama lain.
Tatanama Stratigrafi ialah aturan penamaan satuan-satuan stratigrafi,
baik resmi maupun tak resmi, sehingga terdapat keseragaman dalam nama
maupun pengertian nama nama tersebut seperti misalnya:
Formasi/formasi, Zona/zona, Sistem dan sebagainya.
Dalam Sandi diakui nama resmi dan tak resmi. Aturan pemakaian satuan
resmi dan tak resmi masing-masing satuan stratigrafi, menganut batasan
satuan yang bersangkutan. Penamaan satuan tak resmi hendaknya jangan
mengacaukan yang resmi.
Stratotipe atau pelapisan jenis adalah tipe perwujudan alamiah satuan
stratigrafi yang memberikan gambaran ciri umum dan batas-batas satuan
stratigrafi. Tipe ini merupakan sayatan pangkal suatu satuan stratigrafi.
Stratotipe hendaknya memberikan kemungkinan penyelidikan lebih lanjut.
Stratotipe Gabungan ialah satuan stratotipe yang dibentuk oleh
kombinasi beberapa sayatan komponen
Hipostratotipe ialah sayatan tambahan (stratotipe sekunder) untuk
memperluas keterangan pada stratotipe;
Lokasitipe ialah letak geografi suatu stratotipe atau tempat mula-mula
ditentukannya satuan stratigrafi.
Korelasi adalah penghubungan titik-titik kesamaan waktu atau
penghubungan satuan satuan stratigrafi dengan mempertimbangkan
kesamaan waktu.
Horison ialah suatu bidang (dalam praktek, lapisan tipis di muka bumi
atau dibawah permukaan) yang menghubungkan titik-titik kesamaan
waktu. Horison dapat berupa: horison listrik, horison seismik, horison
batuan, horison fosil dan sebagainya. Istilah istilah seperti : datum, marker,
lapisan pandu sebagai padanannya dan sering dipakai dalam keperluan
korelasi.
Facies adalah aspek fisika, kimia, atau biologi suatu endapan dalam
kesamaan waktu. Dua tubuh batuan yang diendapkan pada waktu yang
sama dikatakan berbeda facies, kalau kedua batuan tersebut berbeda ciri
fisik, kimia atau biologinya.
1. Satuan Lithostratigrafi
Pembagian litostratigrafi dimaksudkan untuk menggolongkan batuan di
bumi secara bersistem menjadi satuan-satuan bernama yang bersendi pada
ciri-ciri litologi. Pada satuan litostratigrafi penentuan satuan didasarkan
pada ciri-ciri batuan yang dapat di-amati di lapangan, sedangkan batas
penyebarannya tidak tergantung kepada batas waktu. Tingkat-tingkat
Satuan Litostratigrafi:
Urutan tingkat satuan litostratigrafi resmi dari besar sampai kecil
adalah: Kelompok, Formasi dan Anggota.
Formasi adalah satuan dasar dalam pembagian satuan litostratigrafi.
2. Satuan Litodemik
Pembagian satuan litodemik dimaksudkan untuk menggolongkan batuan
beku, metamorf dan batuan lain yang terubah kuat menjadi satuan-satuan
bernama yang bersendi kepada ciri-ciri litologi. Batuan penyusun satuan
litodemik tidak mengikuti kaidah Hukum Superposisi dan kontaknya
dengan satuan litostratigrafi dapat bersifat extrusif, intrusif, metamorfosa
atau tektonik.
3. Satuan Biostratigrafi
Pembagian biostratigrafi dimaksudkan untuk menggolongkan lapisan-
lapisan batuan di bumi secara bersistem menjadi satuan-satuan bernama
berdasar kandungan dan penyebaran fosil. Kandungan fosil yang
dimaksud disini adalah fosil yang terdapat dalam batuan yang seumur
(kontemporer) dengan pengendapan batuan. Fosil rombakan tidak dapat
dipakai dalam penentuan satuan biostratigrafi. Tingkat dan Jenis Satuan
Biostratigrafi.
Zona adalah satuan dasar biostratigrafi.
Zona adalah suatu lapisan atau tubuh batuan yang dicirikan oleh satu
takzon fosil atau lebih.
Urutan tingkat satuan biostratigrafi resmi, masing-masing dari besar
sampai kecil ialah: Super-Zona, Zona, Sub-Zona, dan Zonula.
Berdasarkan ciri paleontologi yang dijadikan sendi satuan
biostratigrafi, dibedakan: Zona Kumpulan, Zona Kisaran, Zona
Puncak, dan Zona Selang.
4. Satuan Sikuenstratigrafi
Pembagian sikuenstratigrafi ialah penggolongan lapisan batuan batuan di
bumi secara bersistem menjadi satuan-satuan bernama berdasarkan gerak
relatif muka laut. Pembagian ini merupakan kerangka untuk menyusun
urutan peristiwa geologi. Satuan sikuenstratigrafi ialah suatu tubuh lapisan
batuan yang terbentuk dalam satuan waktu tertentu pada satu siklus
perubahan relatif muka laut.
Batas Satuan: batas atas dan bawah satuan sikuenstratigrafi adalah
bidang ketidakselarasan atau bidang keselarasan padanannya.
Bidang ketidakselarasan merupakan bidang erosi pada umumnya
terjadi diatas muka laut (sub-areal), ditandai oleh rumpang waktu
geologi. Bidang keselarasan padanan adalah bidang kelanjutan dari
bidang ketidakselarasan kearah susunan lapisan yang selaras.
Bidang ketidakselarsan atau bidang erosi batas satuan sikuenstratigrafi
disebabkan oleh proses penurunan relatif muka-laut, sedangkan adanya
bidang erosi (lokal) dalam proses pengendapan tidak dapat dipakai
sebagai batas satuan sikuenstratigrafi.
5. Satuan Kronostratigrafi
Pembagian kronostratigrafi ialah penggolongan lapisan-lapisan secara
bersistem menjadi satuan bernama berdasarkan interval waktu geologi.
Interval waktu geologi ini dapat ditentukan berdasar geo-kronologi atau
metoda lain yang menunjukkan kesamaan waktu. Pembagian ini
merupakan kerangka untuk menyusun urutan penafsiran geologi secara
lokal, regional dan global. Hubungan Kronostratigrafi dan Geokronologi:
Bagi setiap satuan kronostratigrafi terdapat satuan geokronologi
bandingannya; Eonotem dengan Kurun, Eratem dengan Masa, Sistem
dengan Zaman, Seri dengan Kala dan Jenjang dengan Umur.
Pembagian waktu geologi ialah pembagian waktu menjadi interval-
interval tertentu berdasarkan peristiwa geologi. Interval waktu geologi ini
disebut sebagai satuan geokronologi. Cara penentuannya didasarkan atas
analisis radiometrik atau isotropik. Hubungan dengan Satuan
Kronostratigrafi dapat dilihat pada tabel “SKALA WAKTU GEOLOGI”
6. Satuan Tektonostratigrafi
Pembagian tektonostratigrafi dimaksudkan untuk menggolongkan suatu
kawasan di bumi, yang tergolong pinggiran lempeng aktif, baik yang
menumpu (plate convergence) ataupun memberai (plate divergence)
menjadi mintakat-mintakat (terrances).
Penentuan mintakat didasarkan pada asal-usul terbentuknya dan bukan
pada keterdapatannya, dan karenanya mintakat dibedakan menjadi 3 jenis,
yaitu 1). Atockton (Autochthonous), 2). Alokton (Allochthonous) dan 3).
Para-Atokton (Para-autochthonous). Penentuan batas penyebarannya
ditentukan oleh kegiatan tektonik pada waktu tertentu.
1.7 Kolom Stratigrafi
Kolom stratigrafi adalah kolom yang menggambarkan susunan dari
batuan yang memperlihatkan hubungan antar batuan atau satuan batuan mulai
dari yang tertua hingga termuda menurut umur geologi, ketebalan setiap
satuan batuan, serta genesa pembentukan batuannya. Dengan kata lain, bahwa
kolom stratigrafi harus dapat menjelaskan tentang sejarah sedimentasi dan
sejarah tektonik dari batuan-batuan yang ada di suatu wilayah. Berikut ini
adalah salah satu contoh dari kolom stratigrafi dari hasil pengukuran pada
lintasan sepanjang sungai Cikaniki, desa Nanggung, Leuwiliang, Kabupaten
Bogor, Jawa Barat yang memperlihatkan susunan dan hubungan antara satuan
batuan dari yang tertua hingga termuda, ketebalan, log grafis, dan deskripsi
batuan.
1.8 Korelasi Stratigrafi
Korelasi stratigrafi pada hakekatnya adalah menghubungkan titik-titik
kesamaan waktu atau penghubungan satuan-satuan stratigrafi dengan
mempertimbangkan kesamaan waktu. Berikut ini adalah beberapa contoh
korelasi stratigrafi yang umum dilakukan antara lain:
1. Korelasi Litostratigrafi
2. Korelasi Biostratigrafi
3. Korelasi Kronostratigrafi
1 Korelasi Lithostratigrafi
Korelasi litostratigrafi pada hakekatnya adalah menghubungkan lapisan lapisan
batuan yang mengacu pada kesamaan jenis litologinya.
Batupasir
Batulempung
Batugamping
Batulempung
Batugamping
BreksiBreksi
Napal
Catatan: Satu lapis batuan adalah satu satuan waktu pengendapan
Contoh: Korelasi Litostratigrafi
Gambar 2.1 Contoh korelasi Lithostratigrafi
P
r
o
s
e
d
u
r
dan penjelasan:
1. Korelasi dimulai dari bawah dengan melihat litologi yang sama.
2. Korelasikan/hubungkan titik-titik lapisan batuan yang memiliki jenis
litologi yang sama (Pada gambar diwakili oleh garis warna biru).
3. Breksi pada Sumur-1 dikorelasikan dengan breksi pada Sumur-2,
demikian juga antara batugamping dan lempung di Sumur-1 dengan
batugamping dan lempung di Sumur-2.
4. Sebaran batupasir di Sumur-1 ke arah Sumur-2 menunjukkan adanya
pembajian, demikian napal di Sumur-2 memperlihatkan pembajian ke
arah Sumur-1.
2 Korelasi Biostratigrafi
Korelasi biostratigrafi adalah menghubungkan lapisan-lapisan batuan di
dasarkan atas kesamaan kandungan dan penyebaran fosil yang terdapat di
dalam batuan.
Dalam korelasi biostratigrafi dapat terjadi batuan yang berbeda memiliki
kandungan dan penyebaran fosil yang sama.
SUMUR- 2SUMUR-1
Contoh : Korelasi Biostratigrafi
Gambar 2.2 Contoh korelasi Biostratigrafi
Prosedur dan penjelasan:
1. Korelasikan/hubungkan lapisan lapisan batuan yang mengandung
kesamaan dan persebaran fosil yang sama (Pada gambar diatas
diwakili oleh garis warna biru).
2. Kandungan dan sebaran fosil pada batugamping di Sumur-1 sama
dengan kandungan dan sebaran fosil pada serpih di Sumur-2, sehingga
batugamping yang ada di Sumur-1 dapat dikorelasikan dengan serpih
yang terdapat di Sumur-2.
3. Batugamping pada Sumur-1 mengandung kumpulan fosil Y sedangkan
pada Sumur-2, serpih juga mengandung kumpulan dan sebaran fosil Y.
Dengan demikian lapisan batugamping pada Sumur-1 dapat
dikorelasikan dengan serpih pada Sumur-2.
SUMUR- 2SUMUR-1
Batupasir
Kump.Fosil A
Konglomerat
Kump.Fosil A
Batupasir
Kumpulan
Fosil X
Batulempung
Kumpulan
Fosil X
Napal
Kump.Fosil Z
Napal
Kump.Fosil Z
Batugamping
Kump.Fosil YSerpih
Kump.Fosil Y
4. Kandungan dan sebaran fosil pada napal di Sumur-1 sama dengan
kandungan dan sebaran fosil pada napal di Sumur-2, sehingga napal
yang ada di Sumur-1 dapat dikorelasikan dengan napal yang terdapat
di Sumur-2.
5. Kandungan dan sebaran fosil pada batupasir di Sumur-1 sama dengan
kandungan dan sebaran fosil pada batulempung di Sumur-2, sehingga
batupasir yang ada di Sumur-1 dapat dikorelasikan dengan
batulempung yang ada di Sumur-2. Kandungan dan sebaran fosil pada
napal di Sumur-1 sama dengan kandungan dan sebaran fosil pada
napal di Sumur-2, sehingga napal yang ada di Sumur-1 dapat
dikorelasikan dengan napal yang terdapat di Sumur-2.
3. Korelasi Kronostratigrafi
Korelasi kronostratigrafi adalah menghubungkan lapisan lapisan batuan yang
mengacu pada kesamaan umur geologinya.
Prosedur dan penjelasan:
Prosedur korelasi kronostratigrafi adalah sebagai berikut:
1. Korelasikan/bubungkan titik titik kesamaan waktu dari setiap kolom yang
ada (Pada gambar diwakili oleh garis merah, dan garis ini dikenal sebagai
garis kesamaan umur geologi)
2. Korelasikan lapisan-lapisan batuan yang jenis litologinya sama dan berada
diantara garis umur yang sama. Pada gambar diatas ditunjukkan oleh
batupasir pada Sumur-1 dengan batupasir pada Sumur-2, serpih pada
Sumur-1 dan serpih pada Sumur-2 (Diwakili oleh garis putus-putus warna
biru).
3. Konglomerate pada Sumur-1 tidak boleh dikorelasikan dengan
Konglomerat pada Sumur-2, dikarenakan umur geologinya berbeda.
4. Korelasi lapisan lapisan batuan tidak boleh memotong garis umur (Pada
gambar diwakili oleh garis warna merah).
Contoh : Korelasi Kronostratigrafi (Geokronostratigrafi)
Miosen
Atas
Gambar 2.3 contoh korelasi kronostratigrafi
KORELASI STRATIGRAFI TERPULIHKAN
CEKUNGAN BOGOR
SUMUR- 2SUMUR-1
Batugamping
Batugamping
Miosen
Atas
batupasir
Serpih
Serpih
BatupasirMiosen
TengahBatupasir
Miosen Tengah
KonglomeratBatu Lanau
Miosen
Bawah Batupasir
Miosen
BawahKonglomerat
(Menurut: Soeyono Martodjojo, 1984)
Gambar 2.4 contoh korelasi dengan struktur cekungan