SEKRETARIAT JENDERAL KEMENTERIAN KESEHATAN R I LKj Es 2 2016/8... · Penyusunan pertanggungjawaban...
Transcript of SEKRETARIAT JENDERAL KEMENTERIAN KESEHATAN R I LKj Es 2 2016/8... · Penyusunan pertanggungjawaban...
SEKRETARIATJENDERAL
KEMENTERIANKESEHATANRI
GedungProf.Dr.SujudiLt.9Jl.HRRasunaSaidBlokX5Kav.4‐9JakartaSelatan12950
LaporanAkuntabilitasKinerjaInstansiPemerintahTahun2016‐PusatAnalisisDeterminanKesehatan i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah Subhanahu Wa Ta’ala, karena atas Rahmat dan
Karunia-Nya lah, kami telah dapat menyelesaikan Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi
Pemerintah (LAKIP) Pusat Analisis Determinan Kesehatan Tahun 2016.
Penyusunan LAKIP Pusat Analisis Determinan Kesehatan Tahun 2016 ini mengikuti
Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Republik
Indonesia Nomor 53 Tahun 2014 tentang Petunjuk Teknis Perjanjian Kinerja, Pelaporan
Kinerja Dan Tata Cara Reviu Atas Laporan Kinerja Instansi Pemerintah.
LAKIP Pusat Analisis Determinan Kesehatan Tahun 2016 menggambarkan
pencapaian kinerja atas pelaksanaan tugas/kegiatan Pusat Analisis Determinan
Kesehatan sepanjang Tahun 2016 berdasarkan Rencana Aksi dan Penrjanjian Kinerja
Pusat Analisis Determinan Kesehatan tahun 2016. Subtansi laporan mencerminkan hasil
capaian sasaran strategis Pusat Analisis Determinan Kesehatan atas pelaksanaan
program/kegiatan untuk Dukungan Managemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya
di lingkungan Kementerian Kesehatan.
Demikian Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Pusat Analisis
Determinan Kesehatan Tahun 2016 ini disusun. Semoga laporan ini dapat bermanfaat
bagi pelaksana dan penyusun program/kegiatan sebagai bahan evaluasi
program/kegiatan yang telah dilaksanakan maupun sebagai bahan perencanaan serta
penyusunan kegiatan/program untuk masa yang akan datang. Sehingga realisasi
program/kegiatan untuk tahun-tahun berikutnya dapat menjadi lebih baik. Kami juga
berharap agar laporan ini juga dapat memberikan manfaat maupun informasi bagi
perkembangan pembangunan kesehatan di Indonesia serta pihak-pihak lainnya yang
berkepentingan.
Jakarta, Januari 2017
Kepala Pusat Analisis Determinan Kesehatan
dr. Trisa Wahjuni Putri, M.Kes
NIP. 196304121989032001
LaporanAkuntabilitasKinerjaInstansiPemerintahTahun2016‐PusatAnalisisDeterminanKesehatan ii
IKHTISAR EKSEKUTIF
Penyusunan pertanggungjawaban pelaksanaan seluruh kegiatan Pusat Analisis
Determinan Kesehatan mengacu pada Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur
Negara dan Reformasi Birokrasi Republik Indonesia Nomor 53 Tahun 2014 tentang
Petunjuk Teknis Perjanjian Kinerja, Pelaporan Kinerja Dan Tata Cara Reviu Atas Laporan
Kinerja Instansi Pemerintah.
Kegiatan Pusat Analisis Determinan Kesehatan tahun 2016 adalah penyusunan
dokumen analisis lingkungan strategis dan penyusunan dokumen analisis perilaku dan
kesehatan inteligensia. Di mana output tersebut telah terealisasi sebesar 100%. Kegiatan-
kegiatan tersebut mendapatkan dukungan anggaran dalam DIPA sebesar Rp Rp.
37.711.1928.000,- yang bersumber dari APBN. Jumlah ini termasuk efisiensi anggaran
sebesar Rp. 9.952.614.000,-, sehingga pagu Pusat Analisis Determinan Kesehatan
sebenarnya sebesar Rp. 27.758.578.000,-, dengan realisasi anggaran sebesar Rp
23.363.585.946,- atau 84,17 % dari anggaran yang dialokasikan.
Prosentase pencapaian target tiap-tiap program/kegiatan adalah sebagai berikut:
1. Kebijakan Bidang Lingkungan Strategis dengan capaian target keuangan sebesar
90,57 % dengan output kinerja, rata-rata 100 %.
2. Kebijakan Bidang Perilaku Dan Kesehatan Inteligensia dengan capaian output
sebesar 100% hanya dengan menggunakan anggaran sebesar 85,34 %.
3. Forum Koordinasi Pemanfaatan Hasil Analisis Determinan Kesehatan dengan capaian
target keuangan sebesar 84,31 % dan output rata-rata 100 %.
4. Penyusunan Dokumen Monitoring, Evaluasi Dan Pelaporan dengan capaian target
keuangan 77,40 % dan output rata-rata 100,00 %
5. Layanan Internal Organisasi, capaian anggaran sebesar 61,12%, dan output sebesar
100%.
6. Operasional Dan Pemeliharaan Kantor, capaian anggaran sebesar 89,77%, dan
output sebesar 100%.
Selama tahun 2016 Pusat Analisis Determinan Kesehatan telah menyelesaikan
Penyusunan Dokumen Analisis Gambaran Desentralisasi; Penyusunan Dokumen Analisis
SDM Kesehatan Di Daerah Terpencil, Perbatasan Dan Kepulauan; Penyusunan
LaporanAkuntabilitasKinerjaInstansiPemerintahTahun2016‐PusatAnalisisDeterminanKesehatan iii
Dokumen Analisis Dampak Pornografi Terhadap Kualitas Sumber Daya Manusia;
Penyusunan Dokumen Analisis Kebijakan Penetapan Harga Obat; Rancang Bangun
Pengembangan Kesehatan Inteligensia Di 7 Propinsi; Penyusunan Dokumen Analisis
Membangun Revolusi Mental Bidang Kesehatan; Penguatan Potensi Integritas Pada
Aparatur Sipil Negara; Penyusunan Profil Pengembangan Kesehatan Inteligensia Di
Daerah; Jejaring Peningkatan Kebijakan Pembangunan Kesehatan : (a. Keikutsertaan
Indonesia dalam Transpasific Partnership Sektor Kesehatan, b. Pendekatan Keluarga).
Selain itu, Pusat Analisis Determinan Kesehatan juga telah menghasilkan capaian kinerja
lainnya yang antara lain : 1. Pemeriksaan EBA 2. Agen Perubahan (AoC) Kementerian
Kesehatan.
Pada tahun 2016, Pusat Analisis Determinan Kesehatan memperoleh alokasi anggaran
sebesar Rp. 27.758.578.000,-. Realisasinya adalah Rp. 23.363.585.946,- atau sebesar
84,16 %. Persentase realisasi anggaran berdasarkan program/kegiatan Pusat Analisis
Determinan Kesehatan yang melibatkan partisipasi aktif stake holder, yaitu antara lain
dari Lintas Program, Lintas Sektor, serta profesi terkait. Kegiatan/program yang
dilaksanakan antara lain: 1) Penyusunan Dokumen Analisis Gambaran Desentralisasi
Kesehatan Di Indonesia (99,78%), 2) Penyusunan Dokumen Analisis SDM Kesehatan Di
Daerah Terpencil, Perbatasan Dan Kepulauan (89,69%), 3) Penyusunan Dokumen
Analisis Dampak Pornografi Terhadap Kualitas SDM (99,61%), 4) Penyusunan Dokumen
Analisis Kebijakan Penetapan Harga Obat (81,39%), 5) Rancang Bangun Pengembangan
Kesehatan Inteligensia Di 7 Propinsi (72,13%), 6) Penyusunan Dokumen Analisis
Membangun Revolusi Mental Bidang Kesehatan (87,20%), 7) Penguatan Potensi
Integritas Pada Aparatur Sipil Negara (83,17%), 8) Penyusunan Profil Pengembangan
Kesehatan Inteligensia Di Daerah (79,58%), 9) Jejaring Peningkatan Kebijakan
Pembangunan Kesehatan (75,29%): a) Keikutsertaan Indonesia dalam Transpasific
Partnership Sektor Kesehatan, b) Pendekatan Keluarga.
iv
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR .................................................................................................. i
IKHTISAR EKSEKUTIF .............................................................................................. ii
DAFTAR ISI ................................................................................................................ iv
DAFTAR TABEL ....................................................................................................... vii
DAFTAR GRAFIK ...................................................................................................... viii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................................... ix
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ..................................................................................... 1
1.2 Maksud dan Tujuan ............................................................................. 2
1.3 Tugas Pokok dan Fungsi serta Struktur organisasi ............................. 3
1.3.1 Tugas Pokok ............................................................................ 3
1.3.2 Fungsi ...................................................................................... 3
1.3.3 Struktur Organisasi .................................................................. 3
1.4 Sistematika Penulisan ......................................................................... 5
BAB II PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA
2.1 Perencanaan Kinerja ........................................................................... 6
2.2 Tujuan dan Sasaran Pusat Analisis Determinan Kesehatan ............... 7
2.2 Perjanjian Kinerja ................................................................................. 7
BAB III AKUNTABILITAS KINERJA
A. Capaian Kinerja Organisasi .................................................................... 11
1. Sumber Daya .................................................................................... 12
1.1. Sumber Daya Manusia ............................................................... 12
1.2. Sumber Daya Anggaran ............................................................. 14
1.3 Sumber Daya Sarana dan Prasarana ........................................ 15
2. Analisis Akuntabilitas Kinerja ............................................................. 15
2.1 Analisis Kinerja Kegiatan ............................................................ 15
1. Penyusunan Dokumen Analisis Gambaran Desentralisasi
Kesehatan Di Indonesia ......................................................... 16
v
2. Penyusunan Dokumen Analisis SDM Kesehatan Di Daerah
Terpencil, Perbatasan Dan Kepulauan .................................. 20
3. Penyusunan Dokumen Analisis Dampak Pornografi Terhadap
Kualitas Sumber Daya Manusia ............................................. 22
4. Penyusunan Dokumen Analisis Kebijakan Penetapan Harga
Obat ...................................................................................... 24
5. Rancang Bangun Pengembangan Kesehatan Inteligensia
Di 7 Propinsi ........................................................................... 28
6. Penyusunan Dokumen Analisis Membangun Revolusi Mental
Bidang Kesehatan .................................................................. 30
7. Penguatan Potensi Integritas Pada Aparatur Sipil Negara .... 36
8. Penyusunan Profil Pengembangan Kesehatan Inteligensia
Di Daerah ............................................................................... 39
9. Jejaring Peningkatan Kebijakan Pembangunan Kesehatan .. 41
a. Keikutsertaan Indonesia dalam Transpasific Partnership
Sektor Kesehatan ........................................................... 41
b. Pendekatan Keluarga ..................................................... 43
Capaian Kinerja Lain :
1. Pemeriksaan EBA ................................................................ 44
2. Agen Perubahan Kementerian Kesehatan ........................... 50
B. Realisasi Anggaran ................................................................................ 54
BAB IV PENUTUP
SIMPULAN .................................................................................................................. 55
vi
LAMPIRAN-LAMPIRAN
Lampiran 1 Formulir Pengukuran Pencapaian Sasaran (PPS)
Lampiran 2 Formulir Pengukuran Kinerja Kegiatan (PKK)
Lampiran 3 Formulir Rencana Kinerja Tahunan (RKT)
Lampiran 4 Perjanjian Kinerja
vii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1 Target Capaian Indikator Kegiatan Tahun 2016 ................................ 8
Tabel 2 Definisi Operasional Indikator Pusat Analisis Determinan
Kesehatan .......................................................................................... 9
Tabel 3 Penjabaran Hasil Kerja Pusat Analisis Determinan Kesehatan ......... 10
Tabel 4 Jumlah Pegawai Menurut Jabatan Tahun 2016 ................................. 12
Tabel 5 Sumber Daya Sarana dan Prasarana ................................................ 15
Tabel 6 Capaian Kinerja Pusat Analisis Determinan Kesehatan Tahun 2016 16
Tabel 7 Realisasi anggaran berdasarkan program/kegiatan Tahun 2016 ...... 54
viii
DAFTAR GRAFIK
Halaman
Grafik 1 Jumlah Pegawai Menurut Golongan .................................................. 13
Grafik 2 Komposisi SDM Berdasarkan Tingkat Pendidikan ............................. 14
ix
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1 Struktur Organisasi Pusat Analisis Determinan Kesehatan ............ 4
Gambar 2 Dokumen Analisis Gambaran Desentralisasi Kesehatan
Di Indonesia ..................................................................................... 20
Gambar 3 Dokumen Analisis SDM Kesehatan Di Daerah Terpencil,
Perbatasan Dan Kepulauan ............................................................ 22
Gambar4 Dokumen Analisis Dampak Adiksi Pornografi Terhadap Kualitas
Sumber Daya Manusia Dalam Perspektif Kebijakan Kesehatan ..... 23
Gambar 5 Rancang Bangun Kesehatan Inteligensia Dengan Pendekatan
Siklus Hidup ..................................................................................... 30
Gambar 6 Dokumen Analisis Membangun Revolusi Mental Bidang Kesehatan 36
Gambar 7 Buku “Potret Kesehatan Inteligensia Indonesia; DARI DELAPAN
MATA ANGIN” ................................................................................. 40
Gambar 8 Pedoman Indonesia Sehat Dengan Pedekatan Keluarga ............... 44
Gambar 9 Pembekalan Dan Deklarasi Agen Perubahan Di KM. Kelud ........... 53
LaporanAkuntabilitasKinerjaInstansiPemerintahTahun2016‐PusatAnalisisDeterminanKesehatan 1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pusat Analisis Determinan Kesehatan mempunyai tugas melaksanakan penyusunan
teknis, pelaksanaan dan pemantauan, evaluasi, dan pelaporan di bidang analisis
determinan kesehatan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Berdasarkan Permenkes 64 Tahun 2015 pasal 861 dalam melaksanakan tugas
sebagaimana dimaksud dalam pasal 860, Pusat Analisis Determinan Kesehatan
menyelenggarakan fungsi:
1. penyusunan kebijakan teknis di bidang analisis lingkungan strategis, analisis
perilaku, dan kesehatan intelegensia;
2. pelaksanaan di bidang analisis lingkungan strategis, analisis perilaku, dan
kesehatan intelegensia;
3. pemantauan, evaluasi, dan pelaporan di bidang analisis lingkungan strategis,
analisis perilaku, dan kesehatan intelegensia dan;
4. pelaksanaan administrasi Pusat.
Semangat reformasi telah mewarnai upaya pendayagunaan aparatur pemerintah
dengan tuntutan untuk mewujudkan sistem administrasi negara yang mampu
mendukung kelancaran pelaksanaan tugas penyelenggaraan pemerintah dan
pembangunan dengan menerapkan prinsip-prinsip good governance. Pemerintahan
yang baik dan efektif, menuntut kesetaraan, integritas, profesionalisme, serta etos
kerja dan moral yang tinggi. Setiap instansi pemerintah, sebagai unsur
penyelenggaraan pemerintahan, wajib mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugas
pokok dan fungsinya, serta kewenangan pengelolaan sumber daya, berdasarkan
suatu perencanaan strategi yang ditetapkan oleh masing-masing instansi.
Pertanggungjawaban yang dimaksud, berupa laporan yang menggambarkan Kinerja
Instansi Pemerintah yang bersangkutan, yaitu Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi
Pemerintah (LAKIP), melalui Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah
(SAKIP). Laporan tersebut disampaikan kepada atasan masing-masing, Lembaga
LaporanAkuntabilitasKinerjaInstansiPemerintahTahun2016‐PusatAnalisisDeterminanKesehatan 2
Pengawasan dan Penilaian Akuntabilitas, yang akhirnya akan disampaikan kepada
Presiden selaku Kepala Pemerintahan.
LAKIP tahun 2016 Pusat Analisis Determinan Kesehatan disusun sebagai
pertanggungjawaban atas Kinerja Pusat Analisis Determinan Kesehatan selama
tahun anggaran 2016 dengan mengacu pada: 1) Peranturan Menteri Pendayagunaan
Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 53 Tahun 2014 tentang Petunjuk
Teknis Perjanjian Kinerja, Pelaporan Kinerja, Dan Tata Cara Reviu Atas Laporan
Kinerja Instansi Pemerintah; 2) Perjanjian Kinerja Pusat Analisis Determinan
Kesehatan 2016; 3) Peraturan Presiden RI nomor 29 tahun 2014, tentang: Sistem
Akuntabilitas Instansi Pemerintah (SAKIP), Peraturan ini juga menginformasikan
mengenai siklus SAKIP; dan 4) Rencana Strategis Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia Tahun 2015 – 2019, dengan demikian, tahun 2016 ini, merupakan awal
dari RENSTRA 5 (lima) tahun Kementerian Kesehatan periode 2015 – 2019.
Laporan ini dapat memberikan gambaran tentang upaya yang telah
dilakukan oleh Pusat Analisis Determinan Kesehatan dalam melaksanakan tugas
pokok dan fungsinya guna mencapai tujuan yang diinginkan. Hal ini sebagai bentuk
pertanggungjawaban kepada masyarakat bahwa Pusat Analisis Determinan
Kesehatan mempunyai komitmen dan tekad yang kuat untuk melaksanakan kinerja
organisasi yang berorientasi pada hasil berupa output, di samping itu, LAKIP juga
dimaksudkan sebagai implementasi prinsip transparansi dan akuntabilitas yang
merupakan pilar penting dalam pelaksanaan good governance. LAKIP juga berfungsi
sebagai cerminan untuk mengevaluasi kinerja organisasi selama satu tahun, agar
pada periode selanjutnya dapat melaksanakan kinerja dengan lebih produktif, efektif
dan effisien, baik dari aspek perencanaan, pengorganisasian, manajemen keuangan,
maupun koordinasi pelaksanaannya.
1.2 Maksud dan Tujuan
LAKIP tahun 2016 Pusat Analisis Determinan Kesehatan, Sekretariat Jenderal
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, merupakan bentuk pertanggungjawaban
Kepala Pusat Analisis Determinan Kesehatan secara tertulis. LAKIP ini memuat
keberhasilan maupun kegagalan selama pelaksanaan kegiatan tahun anggaran 2016
serta pencapaian dan evaluasi kinerja tahunan melalui tampilan lesson learn dan best
practices, kepada Menteri Kesehatan melalui Sekretaris Jenderal.
LaporanAkuntabilitasKinerjaInstansiPemerintahTahun2016‐PusatAnalisisDeterminanKesehatan 3
1.3 Tugas Pokok dan Fungsi, serta Struktur Organisasi
1.3.1 Tugas Pokok
Berdasarkan Permenkes 64 Tahun 2015 pasal 861 tentang Organisasi dan
Tata Kerja Kementerian Kesehatan, Pusat Analisis Determinan Kesehatan
mempunyai tugas melaksanakan penyusunan teknis, pelaksanaan dan
pemantauan, evaluasi, dan pelaporan di bidang analisis determinan
kesehatan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
1.3.2 Fungsi
Pusat Analisis Determinan Kesehatan menyelenggarakan beberapa fungsi
dalam melaksanakan tugasnya tersebut, yaitu:
a. Penyusunan Analisis Politik Kesehatan, Analisis Sosial Ekonomi, Analisis
Perilaku Dan Kesehatan Inteligensia;
b. Pelaksanaan Tugas Dukungan Substantif Di Bidang Analisis Politik
Kesehatan, Analisis Sosial Ekonomi, Analisis Perilaku Dan Kesehatan
Inteligensia;
c. Pemantauan, Evaluasi, Dan Pelaporan Pelaksanaan Tugas Dukungan
Substantif Di Bidang Analisis Politik Kesehatan, Analisis Sosial Ekonomi,
Analisis Perilaku Dan Kesehatan Inteligensia;
d. Koordinasi Pelaksanaan Revolusi Mental Di Bidang Kesehatan.
e. Pelaksanaan Urusan Tata Usaha Dan Rumah Tangga Pusat.
f. Pelaksanaan Fungsi Lain Yang Di Berikan Oleh Menteri.
1.3.3 Susunan Organisasi
Pusat Analisis Determinan Kesehatan memiliki susunan organisasi, sebagai
berikut:
1) Kepala Pusat Analisis Determinan Kesehatan;
2) Bagian Tata Usaha, yang terdiri dari:
- Sub Bagian Program dan Anggaran
- Sub Bagian Kepegawaian, Keuangan dan Umum
3) Bidang Analisis Lingkungan Strategis, yang terdiri dari:
- Sub Bidang Analisis Politik Kesehatan
- Sub Bidang Analisis Sosial dan Ekonomi.
4) Bidang Analisis Perilaku dan Kesehatan Inteligensia, yang terdiri dari:
LaporanAkuntabilitasKinerjaInstansiPemerintahTahun2016‐PusatAnalisisDeterminanKesehatan 4
- Sub Bidang Analisis Perilaku
- Sub Bidang Analisis Kesehatan Inteligensia
5) Kelompok Jabatan Fungsional.
STRUKTUR ORGANISASI
PUSAT ANALISIS DETERMINAN KESEHATAN
Gambar 1 Struktur Organisasi Pusat Analisis Determinan Kesehatan
LaporanAkuntabilitasKinerjaInstansiPemerintahTahun2016‐PusatAnalisisDeterminanKesehatan 5
1.4 Sistematika Penulisan
LAKIP Pusat Analisis Determinan Kesehatan tahun 2016 ini menjelaskan
pencapaian kinerja Pusat Analisis Determinan Kesehatan selama tahun 2016. Capaian
kinerja tahun 2016 juga dapat digunakan sebagai bahan acuan dalam pelaksanaan
program/kegiatan pada tahun berikutnya Sebagai penjelasannya, akan diberikan
beberapa keterangan tambahan..
Dengan kerangka pikir demikian, maka sistematika penyajian LAKIP Pusat
Analisis Determinan Kesehatan tahun 2016, adalah sebagai berikut:
1) Executive Summary (Ikhtisar Eksekutif)
2) BAB I Pendahuluan, disajikan penjelasan umum organisasi, dengan penekanan
kepada aspek strategis organisasi serta permasalahan utama (strategic
issued) yang sedang dihadapi organisasi.
3) BAB II Perencanaan Kinerja, pada bab ini diuraikan ringkasan/ikhtisar perjanjian
kinerja tahun yang bersangkutan.
4) BAB III Akuntabilitas Kinerja,
A. Capaian Kinerja Organisasi. Pada sub bab ini disajikan capaian kinerja
organisasi untuk setiap pernyataan kinerja sasaran strategis Organisasi
sesuai dengan hasil pengukuran kinerja organisasi.
B. Realisasi Anggaran. Pada sub bab ini diuraikan realisasi anggaran yang
digunakan dan yang telah digunakan untuk mewujudkan kinerja
organisasi sesuai dengan dokumen Perjanjian Kinerja
5) BAB IV Penutup, berisi simpulan atas Laporan Akuntabilitas Kinerja Pusat Analisis
Determinan Kesehatan Tahun 2016.
LaporanAkuntabilitasKinerjaInstansiPemerintahTahun2016‐PusatAnalisisDeterminanKesehatan 6
BAB II PERENCANAAN KINERJA
2.1 Perencanaan Kinerja
Perencanaan yang dimaksud dalam Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi
Pemerintah adalah perencanaan strategis yang merupakan suatu proses awal dari
rangkaian proses dalam usaha untuk mencapai tujuan atau rangkaian pengambilan
keputusan berorientasi pada hasil yang dicapai selama kurun waktu 1 (satu) sampai
5 (lima) tahun, yang secara sistematis dan berkesinambungan dengan
memperhatikan lingkungan internal (kekuatan dan kelemahan) serta lingkungan
eksternal (peluang dan tantangan).
Perencanaan strategis merupakan langkah awal yang harus dilakukan oleh
instansi pemerintah agar mampu menjawab tuntutan lingkungan strategis lokal,
nasional, dan global, serta tetap berada dalam tatanan Sistem Administrasi Negara
Kesatuan Republik Indonesia. Perencanaan strategis instansi pemerintah merupakan
integrasi antara keahlian sumber daya manusia dan sumber daya lainnya agar
mampu menjawab tuntutan lingkungan perkembangan lingkungan strategis, nasional,
dan global, serta tetap berada dalam tatanan sistem manajemen nasional.
Rencana Strategis Kementerian Kesehatan ditetapkan dengan Kepmenkes RI
Nomor HK. 03.01/60/I/2010 tentang RENSTRA Kementerian Kesehatan Tahun 2015
– 2019, yang berfungsi sebagai pedoman manajerial taktis strategis. Untuk
memudahkan pelaksanaan kegiatan tahunan, maka RENSTRA tersebut dijabarkan
ke dalam Perencanaan Kinerja Tahunan. Perencanaan Kinerja Tahunan tersebut
memuat sasaran-sasaran yang ingin dicapai dalam periode waktu 1 (satu) tahunan,
strategi yang digunakan untuk mewujudkan pencapaian sasaran tersebut, serta tolak
ukur dan target kinerja, yang akan digunakan untuk menunjukkan kualitas
pencapaian sasaran yang bersangkutan, yang dituangkan dalam dokumen
Perjanjian Kinerja.
Perjanjjian Kinerja adalah suatu dokumen pernyataan kinerja/kesepakatan
kinerja/perjanjian kinerja antara atasan dan bawahan, untuk mewujudkan target
kinerja tertentu, berdasarkan pada sumber daya yang dimiliki instansi yang
bersangkutan. Perjanjian Kinerja ini menjadi Kontrak Kinerja yang harus diwujudkan
LaporanAkuntabilitasKinerjaInstansiPemerintahTahun2016‐PusatAnalisisDeterminanKesehatan 7
oleh para pejabat di instansi tersebut sebagai penerima amanah, di mana pada
setiap akhir tahunnya akan dijadikan sebagai dasar evaluasi kinerja serta penilaian
terhadap para pejabatnya. Perjanjian Kinerja sebagai bagian tidak terpisahkan dari
Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP) ini merupakan upaya dalam
membangun manajemen pemerintahan yang transparan, partisipatif, akuntabel, dan
berorientasi pada hasil, yaitu peningkatan kualitas pelayanan publik dan
kesejahteraan rakyat.
2.1.1 Tujuan dan Sasaran Pusat Analisis Determinan Kesehatan
2.1.1.1 Tujuan
Sebagai salah satu instansi di bawah Kementerian Kesehatan,
Pusat Analisis Determinan Kesehatan memiliki tujuan yang
mendukung pelaksanaan tugas Kementerian Kesehatan di bidang
analisis lingkungan strategis, analisis perilaku dan kesehatan
inteligensia yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada
Menteri Kesehatan melalui Sekretaris Jenderal
2.1.1.2 Sasaran
Sasaran yang ingin dicapai oleh Pusat Analisis Determinan
Kesehatan, adalah Menyusun Dokumen Analisis Kebijakan
Pembangunan Kesehatan Berdasarkan Analisis Determinan
Kesehatan
2.2 Perjanjian Kinerja
Pusat Analisis Determinan Kesehatan menyusun perjanjian kinerja dalam bentuk
Perjanjian Kinerja tingkat eselon II yang ditandatangani oleh Sekretaris Jenderal
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Perjanjian Kinerja berisi sasaran
strategis, indikator kinerja, dan target kinerja kegiatan yang akan dicapai dalam kurun
waktu 1 (satu) tahun, sesuai dengan rencana strategis.
Perjanjian Kinerja pada dasarnya adalah pernyataan komitmen yang
merepresentasikan tekad dan janji untuk mencapai kinerja yang jelas dan terukur,
dalam rentang waktu 1 (satu) tahun tertentu dengan mempertimbangkan sumber
daya yang dikelola. Tujuan khusus Perjanjian Kinerja, antara lain adalah:
1) Meningkatkan akuntabilitas, transparansi, dan kinerja aparatur;
LaporanAkuntabilitasKinerjaInstansiPemerintahTahun2016‐PusatAnalisisDeterminanKesehatan 8
2) Sebagai wujud nyata komitmen antara penerima amanah dengan pemberi
amanah;
3) Sebagai dasar penilaian keberhasilan/kegagalan pencapaian utjuan dan sasaran
organisasi;
4) Menciptakan tolak ukur kinerja sebagai dasar evaluasi kinerja aparatur; dan
5) Sebagai dasar pemberian reward atau penghargaan dan sanksi.
Berikut adalah Perjanjian Kinerja Pusat Analisis Determinan Kesehatan Tahun 2016:
Tabel 1 Target Capaian Indikator Kegiatan Tahun 2016
No. Sasaran Kegiatan Indikator Kinerja Target
(1) (2) (3) (4)
1
Kebijakan Pembangunan Kesehatan Berdasarkan Analisis Determinan Kesehatan
Jumlah Kebijakan Yang Disusun Untuk Peningkatan Pembangunan Kesehatan
9
LaporanAkuntabilitasKinerjaInstansiPemerintahTahun2016‐PusatAnalisisDeterminanKesehatan 9
Tabel 2 Definisi Operasional Indikator
Pusat Analisis Determinan Kesehatan
NO INDIKATOR DEFINISI OPERASIONAL DATA DUKUNG TARGET 2015 2016 2017 2018 2019
1 2 3 4 5 6 7 8 9
1. Jumlah Kebijakan Yang Disusun Untuk Peningkatan Pembangunan Kesehatan
Jumlah dokumen analisis kebijakan pembangunan kesehatan yang ditindaklanjuti dari sejumlah dokumen analisis kebijakan pembangunan kesehatan yang disusun
Dokumen Analisis Kebijakan yang dihasilkan
- 9 9 10 10
LaporanAkuntabilitasKinerjaInstansiPemerintahTahun2016‐PusatAnalisisDeterminanKesehatan 10
Tabel 3 Penjabaran Hasil Kerja
Pusat Analisis Determinan Kesehatan
NO KEGIATAN INPUT OUTPUT OUTCOME BENEFIT IMPACT 1 2 3 4 5 6 7
1. Peningkatan Analisis Determinan Kesehatan
Sumberdaya yang digunakan dalam menghasilkan output berupa dokumen hasil analisis determinan kesehatan adalah : Anggaran DIPA Satuan Kerja PADK dan dilaksanakan oleh seluruh staf PADK dan jejaringnya
Produk akhir yang dihasilkan PADK adalah berupa dokumen hasil Analisis Determinan Kesehatan , dokumen hasil analisis Kebijakan Pembangunan Kesehatan, buku pedoman, buku profil
Dokumen Hasil Analisis yang dapat dimanfaatkan dalam tahun berjalan (2016) bagi LS/LP, Pimpinan, Pusat dan Daerah, Organisasi Profesi, LSM.
Manfaat yang diperoleh pada tahun 2016 untuk LS/LP, Pimpinan, Pusat dan Daerah, Organisasi Profesi, LSM.
Hasil Analsis yang dapat meningkatkan atau memperbaiki kebijakan strategis, manajerial, teknis
LaporanAkuntabilitasKinerjaInstansiPemerintahTahun2016‐PusatAnalisisDeterminanKesehatan 11
BAB III AKUNTABILITAS KINERJA
A. Capaian Kinerja Organisasi
Pengukuran capaian kinerja yang mencakup penetapan indikator dan capaian
kinerjanya, digunakan untuk menilai keberhasilan atau kegagalan pelaksanaan
kegiatan dan program yang telah ditetapkan dalam Perencanaan Strategis.
Pengukuran Kinerja adalah kegiatan manajemen, khususnya membandingkan tingkat
kinerja yang dicapai dengan standar, rencana, atau target dengan menggunakan
indikator kinerja yang telah ditetapkan. Pengukuran Kinerja ini diperlukan untuk
mengetahui sejauh mana realisasi atau capaian kinerja yang berhasil dilakukan oleh
Pusat Analisis Determinan Kesehatan dalam kurun waktu Januari – Desember 2016.
Pengukuran Kinerja dilakukan dengan membandingkan realisasi capaian dengan
rencana tingkat pencapaian (target) pada setiap indikator, sehingga diperoleh
gambaran tingkat keberhasilan pencapaian masing-masing indikator. Berdasarkan
Pengukuran Kinerja tersebut diperoleh informasi menyangkut masing-masing indikator,
sehingga dapat ditindaklanjuti dalam perencanaan program/kegiatan di masa yang
akan datang, agar setiap program/kegiatan yang direncanakan dapat lebih berhasil
guna dan berdaya guna.
Manfaat Pengukuran Kinerja antara lain, yaitu untuk memberikan gambaran
kepada pihak-pihak internal dan eksternal tentang pelaksanaan Misi Organisasi dalam
rangka mewujudkan tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan dalam dokumen
RENSTRA/Perjanjian Kinerja.
Berdasarkan Kepmenkes Nomor HK.02.02/MENKES/52/2015 tentang Rencana
Strategis Kementerian Kesehatan Tahun 2015 – 2019, di mana Sekretariat Jenderal
Kesehatan sebagai unit utama yang membawahi Pusat Analisis Determinan
Kesehatan. Dalam melaksanakan program kinerjanya, Pusat Analisis Determinan
Kesehatan memiliki sasaran program. Sasaran tersebut merupakan hasil yang akan
dicapai secara nyata oleh Pusat Analisis Determinan Kesehatan dalam rumusan yang
lebih spesifik, terukur, dalam kurun waktu 1 (satu) tahun. Dalam rangka mencapai
sasaran, perlu ditinjau indikator-indikator yang mengacu pada indikator-indikator
Sekretariat Jenderal sebagai unit utama di atas Pusat Analisis Determinan Kesehatan.
LaporanAkuntabilitasKinerjaInstansiPemerintahTahun2016‐PusatAnalisisDeterminanKesehatan 12
Sasaran Sekretariat Jenderal adalah: “Meningkatnya Koordinasi Pelaksanaan Tugas
serta Pembinaan dan Pemberian Dukungan Manajemen Kementerian Kesehatan”.
Berdasarkan Dokumen RENSTRA/Perjanjian Kinerja, Sekretariat Jenderal
Kementerian Kesehatan, menetapkan 2 (dua) indikator dalam mencapai sasaran hasil
programnya, yaitu:
1) Jumlah kebijakan publik yang berwawasan kesehatan;
2) Persentase harmonisasi dukungan manajemen dan pelaksanaan tugas
teknis lainnya.
Pusat Analisis Determinan Kesehatan dalam mendukung program Kementerian
Kesehatan mempunyai indikator yang telah ditetapkan dalam RENSTRA, yaitu:
“Jumlah Kebijakan Yang Disusun Untuk Peningkatan Pembangunan
Kesehatan”
1. Sumber Daya
Pusat Analisis Determinan Kesehatan didukung oleh beberapa sumber daya
dalam mencapai kinerjanya. Sumber daya tersebut, antara lain adalah Sumber
Daya Manusia, Anggaran, dan Sarana Prasarana.
1.1 Sumber Daya Manusia
Pegawai Pusat Analisis Determinan Kesehatan sampai dengan tanggal 31
Desember 2016 berjumlah 43 orang, dengan rincian sebagai berikut:
1) Menurut Jabatan
Jumlah pegawai berdasarkan jabatan, dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4 Jumlah Pegawai Menurut Jabatan
Tahun 2016
Jumlah pegawai
menurut jabatan
Posisi
Awal
Tambah Kurang Akhir
a. Struktural
Eselon II
Eselon III
Eselon IV
1 orang
3 orang
5 orang
1 orang
3 orang
5 orang
1. JFT Prakom 1 orang 1 orang
2. JFU Pranata Humas 1 orang 1 orang 0
3. JFU Analisis 2 orang 2 orang
LaporanAkuntabilitasKinerjaInstansiPemerintahTahun2016‐PusatAnalisisDeterminanKesehatan 13
Kepegawaian
4. JFU Bendahara 1 orang 1 orang
5. JFU Penata
Laporan Keuangan 5 orang
5 orang
6. JFU Perencana 5 orang 2 orang 1 orang 6 orang
7. JFU Sekretaris 1 orang 1 orang
8. JFU Arsiparis 1 orang 1 orang
9. JFU Pengelola BMN 2 orang 1 orang 1 orang
10. JFU Adminkes 18 orang 1 orang 3 orang 16 orang
Jumlah 47 orang 43 orang
Berdasarkan jabatannya, di Pusat Analisis Determinan Kesehatan,
paling banyak diisi oleh staf/jabatan fungsional yang non angka kredit.
2) Menurut Golongan:
Jumlah pegawai berdasarkan golongan, dapat dilihat pada grafik di
bawah ini:
Grafik 1
Jumlah Pegawai Menurut Golongan
IV/c2%
IV/b5%
IV/a9%
III/d14%
III/c23%
III/b33%
III/a12%
II/d2%
Menurut Golongan
LaporanAkuntabilitasKinerjaInstansiPemerintahTahun2016‐PusatAnalisisDeterminanKesehatan 14
3) Berdasarkan Tingkat Pendidikan:
Komposisi SDM di Pusat Analisis Determinan Kesehatan, paling banyak
memiliki tingkat pendidikan S-1 (Strata 1), yaitu sebanyak 60%.
Rinciannya dapat dilihat pada grafik berikut:
Grafik 2 Komposisi SDM berdasarkan tingkat pendidikan
Jenis dan tingkat pendidikan tersebut menunjukkan kekuatan SDM di
Pusat Analisis Determinan Kesehatan. Dengan proporsi SDM yang ada,
dirasakan masih perlu peningkatan kualitas, terutama dalam
pemahaman dan pelaksanaan kegiatan di Pusat Analisis Determinan
Kesehatan. Selain melalui peningkatan jenjang pendidikan formal,
peningkatan kualitas SDM tersebut dapat dilakukan melalui pelatihan-
pelatihan. Di samping itu, kuantitas SDM perlu ditambah mengingat
beban kerja di Pusat Analisis Determinan Kesehatan semakin berat.
1.2 Sumber Daya Anggaran
Pada tahun 2016 DIPA Pusat Analisis Determinan sebesar Rp.
37.711.1928.000,- yang bersumber dari APBN. Jumlah ini termasuk efisiensi
anggaran sebesar Rp. 9.952.614.000,-, sehingga pagu Pusat Analisis
Determinan Kesehatan sebenarnya sebesar Rp. 27.758.578.000,-.
SMU/SMA/SMK5%
D32%
S160%
S233%
Menurut Tingkat Pendidikan
LaporanAkuntabilitasKinerjaInstansiPemerintahTahun2016‐PusatAnalisisDeterminanKesehatan 15
1.3 Sumber Daya Sarana dan Prasarana
Berdasarkan neraca Barang Milik Negara (BMN) tahun 2016, sumber daya
sarana dan prasarana di Pusat Analisis Determinan Kesehatan adalah
sebagai berikut:
Tabel 5 Sumber daya sarana dan prasarana
Tahun 2016
2. Analisis Akuntabilitas Kinerja Tahun 2016
Pengukuran tingkat capaian kinerja Pusat Analisis Determinan Kesehatan
tahun 2016 dilakukan dengan cara membandingkan antara target pencapaian
indikator sasaran yang telah ditetapkan dalam Perjanjian Kinerja Pusat Analisis
Determinan Kesehatan dengan realisasinya.
2.1 Analisis Kinerja Kegiatan
Pada tahun 2016, Pusat Analisis Determinan Kesehatan telah menetapkan
indikator kinerja pada jumlah kebijakan yang disusun untuk peningkatan
pembangunan kesehatan. Tingkat capaian kinerja kegiatan Pusat Analisis
Determinan Kesehatan tahun 2016 berdasarkan pengukurannya, dapat
dilihat pada tabel berikut:
AKUN NERACA JUMLAH
KODE URAIAN 1 2 3
117111 Barang Konsumsi 158.746.150
132111 Peralatan dan Mesin 5.196.974.292
135121 Aset Tetap Lainnya 6.325.000
137111 Akumulasi Penyusutan Peralatan dan Mesin ( 3.622.501.353 )
162121 Hak Cipta 1.875.000.000
162151 Software 538.549.545
162191 Aset Tak Berwujud Lainnya -
166112 Aset Tetap yang tidak digunakan dalam operasi pemerintahan 529.067.340
169122 Akumulasi Penyusutan Aset Tetap yang tidak digunakan dalam operasi ( 527.245.784 )
169312 Akumulasi Amortasasi Hak Cipta ( 13.392.855 )
169315 Akumulasi Amortisasi Hak Cipta ( 140.293.693 )
J U M L A H 4.01.228.642
LaporanAkuntabilitasKinerjaInstansiPemerintahTahun2016‐PusatAnalisisDeterminanKesehatan 16
Tabel 6 Capaian Kinerja Pusat Analisis Determinan Kesehatan
Tahun 2016 (9 Dokumen Kebijakan)
No. Indikator Kinerja 2016
Target Realisasi (1) (2) (3) (4)
1 Jumlah Kebijakan Yang Disusun Untuk Peningkatan Pembangunan Kesehatan
9 9
Jumlah Kebijakan Yang Disusun Untuk Peningkatan Pembangunan Kesehatan
yang menjadi sasaran kebijakan pembangunan kesehatan berdasarkan analisis
determinan kesehatan ada 9 (sembilan) dokumen kebijakan antara lain :
1. Penyusunan Dokumen Analisis Gambaran Desentralisasi Kesehatan
Di Indonesia
Penyusunan Dokumen Analisis Gambaran Desentralisasi Kesehatan Di
Indonesia, dimaksudkan sebagai bahan masukan kepada pimpinan
Kementerian Kesehatan RI untuk penyusunan dan perumusan peraturan
perundang-undangan yang berkaitan dengan pelaksanaan desentralisasi
pembangunan kesehatan di daerah sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah,
sekaligus rencana strategi desentralisasi pembangunan kesehatan pada
periode selanjutnya. Tujuan Penyusunan Dokumen Analisis Gambaran
Desentralisasi Kesehatan Di Indonesia adalah : 1) melakukan analisis
kesiapan Kementerian Kesehatan dalam kebijakan kesehatan agar sinkron
antara RPJM Daerah dan RPJM Nasional; termasuk konteks penataan
kelembagaan dan struktur organisasi Dinas Kesehatan Provinsi/
Kabupaten/Kota; 2) melakukan analisis kesiapan Kementerian Kesehatan
memberikan dukungan kepada Pemerintah Daerah dalam pemanfaatan,
penempatan, pemerataan dan peningkatan kapasitas sumber daya
manusia kesehatan bagi pembangunan kesehatan di daerah; 3) melakukan
analisis kesiapan Kementerian Kesehatan dalam pemanfaatan infrastruktur
sarana dan prasarana pembangunan kesehatan untuk mendukung
pelaksanaan pembangunan kesehatan di daerah; 4) melakukan analisis
kesiapan Kementerian Kesehatan dalam perencanaan dan anggaran
LaporanAkuntabilitasKinerjaInstansiPemerintahTahun2016‐PusatAnalisisDeterminanKesehatan 17
melalui APBN, Anggaran Transfer, DAK, APBD, Anggaran Bagi Hasil, CSR
(Corporate Social Responsibility) dan sumber anggaran lain, yang
diperuntukkan sebagai sumber pembiayaan pembangunan kesehatan di
daerah; 5) melakukan analisis kesiapan Kementerian Kesehatan dalam
pemanfaatan data dan informasi pelaksanaan pembangunan kesehatan
dengan mengoptimalkan sistem informasi kesehatan yang berbasis
teknologi informasi bagi lembaga pemerintah pusat, daerah (provinsi dan
kabupaten/kota) untuk kepentingan surveilans; mengetahui pencapaian
target indikator Pembangunan Nasional Bidang Kesehatan; dan
mengetahui pencapaian target SPM bidang kesehatan di daerah; 6)
melakukan analisis kesiapan Kementerian Kesehatan dalam
mengharmonisasikan NSPK teknis bidang kesehatan dengan NSPK
urusan pemerintahan konkuren; dan antar NSPK teknis bidang kesehatan
untuk mencapai peningkatan efektivitas dan efisiensi pembangunan
kesehatan didaerah.
Resolusi Rakerkesnas 2016, antara pemerintah pusat dan pemerintah
daerah adalah mendorong percepatan pelaksanaan pembangunan
kesehatan tahun 2016 serta menjadi dasar penyusunan kegiatan
pembangunan kesehatan tahun 2017. Resolusi program pembangunan
kesehatan mencakup 1) Subsistem Upaya kesehatan, 2) Subsistem
Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, 3) Subsistem Pembiayaan, 4)
Subsistem Sumber Daya Manusia, 5) Subsistem Sediaan Farmasi dan Alat
Kesehatan, 6) Subsistem Manajemen, dan 7) Subsistem Pemberdayaan
Masyakarakat. Butir-butir dalam resolusi sejalan dengan amanah Undang-
Undang Nomor 32 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, yang
membagi Urusan Pemerintahan di bidang kesehatan antara Pemerintah
Pusat, Pemerintah Daerah Provinsi/Kabupaten/Kota; tidak akan berarti
apa-apa tanpa dukungan serta implementasi dari Kepala Daerah Provinsi/
Kabupaten/Kota, serta pemangku kebijakan lintas Kementerian/Lembaga
sesuai dengan peran dan kewenangan masing-masing.
Hasil dari Penyusunan Dokumen Analisis Gambaran Desentralisasi
Kesehatan Di Indonesia berupa Dokumen Analisis Lingkungan Strategis
Gambaran Desentralisasi Kesehatan.
LaporanAkuntabilitasKinerjaInstansiPemerintahTahun2016‐PusatAnalisisDeterminanKesehatan 18
Rapat Kerja Kesehatan Nasional Kementerian Kesehatan
merupakan forum koordinasi tertinggi serta sebagai sarana untuk
melakukan sosialisasi, pembahasan dan perumusan Prioritas Kebijakan
Program Pembangunan Kesehatan. Rakerkesnas juga merupakan forum
yang sangat strategis karena dihadiri oleh seluruh pemangku kebijakan
kesehatan di lingkungan Kantor Pusat, Kantor Daerah, Satuan Kerja
Perangkat Daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota serta seluruh lintas sektor
yang dilaksanakan setiap tahun dengan pembiayaan yang cukup besar.
Dalam rangka mempersiapkan forum Rakerkesnas Tahun 2017 diperlukan
upaya terobosan yang bertujuan:
1. Mempersiapkan agenda yang lebih fokus pada upaya penguatan hasil
pemetaan tiap Sub Sistem Kesehatan Nasional yang telah tercantum
dalam Resolusi Rakerkesnas Tahun 2016.
2. Membagi urusan dan kewenangan kesehatan antara Pemerintah
Pusat, Provinsi dan Kabupaten Kota sesuai Undang - Undang 23/
2014 tentang Pemerintah Daerah.
3. Meningkatkan pelayanan kesehatan kepada individu, keluarga dan
masyarakat melalui pendekatan keluarga serta mengupayakan
gerakan masyarakat hidup sehat kepada seluruh lintas sektor dan
pemerintah daerah.
Untuk mempersiapkan hal tersebut Pusat Analisis Determinan Kesehatan,
selaku steering committee Rakerkesnas serta sesuai penugasan dalam
Surat Keputusan Sekretaris Jenderal nomor HK.02.03/IX/SK/187/2016
tentang Tim Studi Analisis Resolusi Rakerkesnas Dalam Penguatan Sistem
Kesehatan Nasional Pada Era Desentralisasi Kesehatan, telah
menyelesaikan studi analisis sebagai bagian dari monitoring dan evaluasi
resolusi rakerkesnas berupa pemetaan kondisi ke – 7 subsistem dalam
kerangka Sistem Kesehatan Nasional (SKN) di 34 provinsi. Dalam
melakukan proses analisis tersebut, Pusat Analisis Determinan Kesehatan
bekerjasama pula dengan Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumber
Daya dan Pelayanan Kesehatan, Badan Litbangkes serta melibatkan tim
ahli Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Gajah
Mada. Dengan demikian, pada tahun 2017 sektor kesehatan telah memiliki
LaporanAkuntabilitasKinerjaInstansiPemerintahTahun2016‐PusatAnalisisDeterminanKesehatan 19
baseline pemetaan situasi dan kondisi pada setiap subsistem SKN di 34
Provinsi sebagai peta jalan yang menggambarkan kekuatan dan
kelemahan Sistem Kesehatan Nasional sebagai dasar bagi Kementerian
Kesehatan dalam menjalankan proses pembangunan kesehatan disetiap
Provinsi. Hal tersebut dapat diartikan bahwa, semakin kuat hasil pemetaan
Sistem Kesehatan Nasional pada suatu provinsi, menggambarkan semakin
kecil policy gap atau policy conflict yang terjadi di provinsi tersebut.
Sebaliknya semakin lemah hasil pemetaan Sistem Kesehatan Nasional
pada suatu provinsi, menggambarkan semakin besarnya potensi policy gap
atau policy conflict di provinsi tersebut. Selanjutnya, selama ini
Kementerian Kesehatan telah memiliki pula konsep pengendalian
pelaksanaan program pembangunan kesehatan dalam bentuk pembinaan
wilayah (Binwil), yaitu penugasan yang dipimpin oleh Pejabat Eselon I
sebagai koordinator pada provinsi binaan untuk mengukur pencapaian
kinerja program. Dalam konteks percepatan pelaksanaan Program
Indonesia Sehat melalui Pendekatan Keluarga dan Gerakan Masyarakat
Hidup Sehat, adanya pemetaan kekuatan dan kelemahan ditiap subsistem
kesehatan pada 34 provinsi tersebut, diharapkan dapat memberikan
gambaran untuk memudahkan kinerja binwil dalam melakukan analisis
stakeholders sebelum dan pada saat melakukan pembinaan dan advokasi
substansi pendekatan keluarga dan gerakan masyarakat hidup sehat pada
lingkungan provinsi binaannya. Provinsi dengan kondisi subsistem SKN
yang kuat memiliki kendala yang lebih minimal dan potensi keberhasilan
yang lebih besar dibandingkan dengan provinsi dengan kondisi subsistem
SKN yang lemah. Sehingga pada provinsi dengan subsistem SKN yang
lemah membutuhkan pendalaman masalah, advokasi dan penguatan
kebijakan dan program dengan sumber daya yang lebih besar dari
pembina wilayahnya untuk mendorong percepatan pelaksanaan Program
Indonesia Sehat dibandingkan dengan provinsi dengan pemetaan subistem
yang lebih kuat. Dengan demikian pembina wilayah diharapkan dapat lebih
mengoptimalkan pelaksanaan pembinaan wilayah serta lebih fokus dalam
melakukan penguatan sesuai besaran permasalahan pada lokasi binaanya
dalam rangka memperkuat subsistem yang lemah sesuai pembagian peran
LaporanAkuntabilitasKinerjaInstansiPemerintahTahun2016‐PusatAnalisisDeterminanKesehatan 20
dan fungsi yang telah diatur dalam Undang – Undang 23/2014 tentang
Pemerintah Daerah.
Gambar 2 :
Dokumen Analisis Gambaran Desentralisasi Kesehatan Di Indonesia
2. Penyusunan Dokumen Analisis SDM Kesehatan Di Daerah Terpencil,
Perbatasan Dan Kepulauan
Menghadapi Era Jaminan Kesehatan menuju universal coverage tahun
2019, dibutuhkan ketersediaan fasilitas pelayanan yang siap melakukan
pelayanan kesehatan kepada masyarakat secara merata diseluruh wilayah
Negara Kesatuan Republik Indonesia. Berdasarkan data BPJS Kesehatan,
saat ini utilisasi tertinggi terjadi pada tingkat pelayanan kesehatan primer
yaitu pelayanan rawat jalan tingkat pertama. Dari seluruh jenis fasilitas
kesehatan tingkat pertama, 73,59% dana kapitasi diterima oleh puskesmas
(data perDesember 2015). Pada tahun 2020 persyaratan kredensialing
fasilitas kesehatan primer yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan
harus memenuhi kewajiban administratif dan teknis termasuk sertifikat
akreditasi, sehingga diperlukan kesiapan seluruh puskesmas agar
memenuhi persyaratan seleksi standar mutu pada tahun 2019.
Permasalahan utama yang saat ini menjadi kendala terbesar terletak pada
lemahnya pengembangan sumber daya manusia kesehatan yang
mengakibatkan:
1. Ketersediaan jumlah, jenis, distribusi dan kualitas tenaga kesehatan
belum mampu memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan di seluruh
wilayah terutama daerah tertinggal, terpencil, perbatasan dan
kepulauan.
LaporanAkuntabilitasKinerjaInstansiPemerintahTahun2016‐PusatAnalisisDeterminanKesehatan 21
2. Rendahnya retensi tenaga kesehatan yang tidak hanya terjadi di
wilayah DTPK namun juga terjadi pada wilayah lain sesuai karakteristik
dan spesifikasi permasalahan yang berbeda antar wilayah.
3. Kompetensi tenaga kesehatan yang dihasilkan oleh institusi pendidikan
tidak sepenuhnya mampu mengimbangi pesatnya perkembangan
standar pelayanan kesehatan nasional, global dan regional ASEAN.
4. Kompetensi tenaga kesehatan yang telah berada dalam sistem
pelayanan kesehatan membutuhkan peningkatan kompetensi untuk
memenuhi persyaratan sesuai Permenkes 5 tahun 2014 tentang
panduan PanduanPraktik Klinis Dokter di Fasilitas Kesehatan Primer.
Berbagai isu strategi berkaitan dengan masalah pelayanan kesehatan di
DTPK, yaitu diantaranya 1) kondisi geografi yang sulit dan iklim/cuaca yang
sering berubah; 2) status kesehatan masyarakat yang masih rendah; 3)
beban ganda penyakit; 4) terhatasnya sarana (terutama jalan, listrik dan
air) dan prasarana pelayanan kesehatan; 5) terbatasnya jumlah, jenis dan
mutu SDM kesehatan; 6) pembiayaan kesehatan yang belum fokus dan
sinkron; 7) belum terpadunya perencanaan program dan pelaksanaan
kesehatan lapangan; serta 8) lemahnya pengendalian program (Menkes,
2010). Menurut Menteri Kesehatan RI bahwa sasaran yang ingin dicapai
dalam pelayanan kesehatan di DTPK yaitu; 1) pemenuhan SDM Kesehatan
melalui peningkatan penempatan tenaga kesehatan dan mengembangkan
makanisme rekruitmen penerimaan bantuan biaya pendidikan tenaga
kesehatan yang berasal dari DTPK; 2) peningkatan kemampuan SDM
Kesehatan melalui pelatihan-pelatihan; 3) penyediaan, pemerataan dan
menjamin keterjangkauan sediaan farmasi dan alat kesehatan diseluruh
fasilitas kesehatan; 4) peningkatan akses transportasi untuk pelayanan
kesehatan bermutu; 5) pemenuhan pembiayaan operasional kesehatan
melalui Bantuan Operasional Kesehatan (BOK); 6) pengembangan
kebijakan standar pelayanan kesehatan spesifik untuk DTPK. (Menkes,
2010). Pada Rakerkesnas Tahun 2016 Kementerian Kesehatan telah
dibuat kesepakatan bersama antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah
Daerah dalam suatu resolusi yang salah satu resolusi adalah dalam rangka
percepatan pelaksanaan kegiatan pembangunan kesehatan di Daerah
Tertinggal, Perbatasan Dan Kepulauan (DTPK).
LaporanAkuntabilitasKinerjaInstansiPemerintahTahun2016‐PusatAnalisisDeterminanKesehatan 22
Hasil dari Penyusunan Dokumen Analisis SDM Kesehatan Di Daerah
Terpencil, Perbatasan Dan Kepulauan berupa Dokumen Analisis
Determinan SDM Kesehatan Menuju Peningkatan Pelayanan Kesehatan
Primer Pada Era JKN 2019.
Gambar 3 : Dokumen Analisis SDM Kesehatan Di Daerah Terpencil, Perbatasan Dan Kepulauan
3. Penyusunan Dokumen Analisis Dampak Pornografi Terhadap Kualitas
Sumber Daya Manusia
Penyusunan Dokumen Analisis Dampak Pornografi Terhadap Kualitas
SDM, dimaksudkan sebagai bahan pertimbangan Pemerintah dalam
perumusan kebijakan, penyusunan program dan kegiatan serta evaluasi
kebijakan penanggulangan adiksi pornografi secara umum, serta sebagai
bahan pertimbangan Kementerian Kesehatan dalam perumusan kebijakan
penanggulangan adiksi pornografi dalam perspektif kesehatan.
Pada sektor kesehatan, kebijakan penanggulangan adiksi pornografi juga
masih belum sistematis dan terstruktur. Sampai saat ini belum ada
penetapan gangguan atau penyakit adiksi pornografi secara spesifik,
pedoman penanganan, dan pembagian peran fasilitas kesehatan serta
belum adanya unit pelaksana teknis yang berperan sebagai unit rujukan
pelayanan yang menangani pencegahan, terapi dan rehabilitasi pada
remaja.
Solusi yang dilakukan Kementerian Kesehatan sebagai bagian dari Gugus
Tugas Pencegahan dan Penanganan Pornografi (GTP3) :
a. Melakukan advokasi lintas sektor tentang kebijakan preventif, promotif,
terapi dan rehabilitasi adiksi pornografi.
LaporanAkuntabilitasKinerjaInstansiPemerintahTahun2016‐PusatAnalisisDeterminanKesehatan 23
b. Melakukan advokasi kepada IDI, KKI, PDSKJI, PERDOSSI, HIMPSI
dan IPKJI untuk menetapkan gangguan atau penyakit adiksi
pornografi.
c. Menetapkan kebijakan promotif dan preventif adiksi pornografi yang
terintegrasi dalam kerangka konsep Gerakan Masyarakat Hidup Sehat
(Germas) dan Pendekatan Keluarga.
d. Menetapkan dan menyusun pedoman pencegahan, penanganan,
terapi dan rehabilitasi adiksi pornografi.
e. Menetapkan permenkes tentang upaya pencegahan, promosi, terapi
dan rehabilitasi dampak adiksi konten pornografi pada kesehatan.
f. Menetapkan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, Provinsi Aceh dan
Provinsi Jawa Tengah sebagai pilot project pencegahan dan
penanganan dampak adiksi pornografi sektor kesehatan di daerah.
g. Melakukan penelitian mengenai adiksi pornografi di Indonesia.
h. Mendorong pelaksanaan deteksi dini adiksi pornografi pada anak usia
sekolah dengan menggunakan instrumen Youth Pornography
Addiction Screening Test - Indonesia (YPAST-Ina) sebagai bagian
upaya preventif dan promotif.
Menetapkan unit pelayanan yang menangani pencegahan, terapi dan
rehabilitasi pada remaja.
Hasil dari Penyusunan Dokumen Analisis Dampak Pornografi
Terhadap Kualitas SDM berupa Dokumen Analisis Dampak Adiksi
Pornografi Terhadap Kualitas Sumber Daya Manusia Dalam Perspektif
Kebijakan Kesehatan.
Gambar 4 : Dokumen Analisis Dampak Adiksi Pornografi Terhadap Kualitas Sumber Daya
Manusia Dalam Perspektif Kebijakan Kesehatan
LaporanAkuntabilitasKinerjaInstansiPemerintahTahun2016‐PusatAnalisisDeterminanKesehatan 24
4. Penyusunan Dokumen Analisis Kebijakan Penetapan Harga Obat
Pertemuan analisis dilaksanakan bertahap sejumlah lima tahapan. Dari
hasil proses pertemuan ditemukan bahwa masing‐masing stakeholder
belum konsisten melaksanakan tugas dan fungsi dalam manajemen rantai
perencanaan, pengadaan, dan distribusi obat sesuai timeline yang telah
ditetapkan. Pada sisi pengawasan, belum ada sebuah lembaga yang
bertugas melakukan pengendalian dan pengawasan seluruh rantai proses
pengadaan, penyediaan, dan distribusi obat secara nasional yang meliputi:
a. penyusunan Rencana Kebutuhan Obat Nasional (RKO) oleh
Kementerian Kesehatan melalui proses bottom‐up approach sebagai
baseline kebutuhan jenis dan volume obat secara nasional;
b. tim seleksi menetapkan daftar molekul obat berbasis ”evidence” yang
dituangkan dalam Formularium Nasional (Fornas);
c. memastikan semua obat Fornas masuk ke e‐catalog;
d. tim harga obat menetapkan Harga Perkiraan Sendiri (HPS) sebagai
dasar acuan
e. untuk lelang dan proses negosiasi;
f. melakukan proses lelang seluruh jenis obat yang diusulkan sesuai
Fornas;
g. penetapan pemenang obat dalam daftar e‐catalog dalam kontrak
payung;
h. user melakukan proses pengadaan obat sesuai kebutuhan melalui
E‐purchasing;
i. produsen obat melakukan proses produksi sesuai pemesanan
e‐purchasing dalam jangka waktu 9 minimal 3 bulan;
j. Distributor obat mengirimkan barang setelah produsen selesai
memproduksi.
Dari kegiatan ini menghasilkan dua rekomendasi yakni rekomendasi
regulasi dan rekomendasi teknis.
Rekomendasi Regulasi:
a. Mempercepat proses penetapan obat Fornas berikut data
pendukung sehingga e-catalog dapat diakses pada awal tahun.
b. Menargetkan seluruh item Fornas masuk ke dalam e-catalog
LaporanAkuntabilitasKinerjaInstansiPemerintahTahun2016‐PusatAnalisisDeterminanKesehatan 25
c. Penghapusan jenis obat branded generik sehingga di Indonesia hanya
ada dua penggolongan obat berdasarkan jenis saja, yaitu patent dan
generik.
d. Evaluasi kinerja seluruh stakeholders yang terdiri dari regulator
(Kemenkes dan BPOM), procurement (LKPP), distributor dan
produsen obat, user dan payer (faskes dan BPJS) oleh lembaga
khusus (semacam BULOG yang menjamin ketersediaan dan
distribusi bahan pokok) yang memiliki tugas, fungsi dan kewenangan.
e. Ada institusi yang memantau antara total RKO, e-catalog, yang diorder
masuk kontrak, dan jumlah obat yang dideliver.
f. Perlunya kebijakan tentang tata cara pembuatan Fornas dengan
mengetahui dasar- dasar penyempurnaan.
g. Mengkombinasikan Fornas dan INA-CBGs. Apabila user mentaati
penggunaannya maka akan tercapai efisiensi harga obat.
h. Perlunya revisi regulasi terhadap ketentuan penandatanganan RKO
yang harus dilakukan oleh apoteker karena tidak semua puskesmas
terutama di daerah terpencil ada apotekernya.
i. Perlunya regulasi baru terhadap ketidaksesuaian daftar obat yang
ada pada Panduan Praktek Klinis (PPK) FKTP berdasarkan PMK
5/2014 dengan Fornas pada FKTP berdasarkan KMK 137/2016. Hal
ini mengakibatkan ketidakjelasan panduan yang menjadi acuan bagi
Dinkes dan Puskesmas dalam melaksanakan perencanaan,
pengadaan dan penggunaan obat.
j. Pemberian akses penggunaan e-catalog untuk fasilitas kesehatan
swasta yang bekerjasama dengan BPJS dengan pengawasan
khusus.
k. Pengadaan pelelangan berulang (apabila gagal) dalam satu tahun
untuk menjamin ketersediaan obat.
l. Penyempurnaan mekanisme tata kelola pengadaan obat melalui
manual procurement.
m. Membuka kesempatan multi-supplier untuk satu jenis obat di satu
provinsi.
n. Adanya Holding Distributor sehingga membuka peluang bagi
distributor menyalurkan obat dari beberapa produsen.
LaporanAkuntabilitasKinerjaInstansiPemerintahTahun2016‐PusatAnalisisDeterminanKesehatan 26
o. Tidak satu pun industri yang punya kapasitas untuk dapat memenuhi
national supply. Maka diusulkan pemenang lelang
menggunakan metoda multi winner untuk memenuhi kebutuhan
produksi obat.
p. Tidak legally binding. Harus ada kejelasan / verifikasi, apakah RKO
ditolak atau tidak. Hasil verifikasi RKO dan feedback ke Dinas
Kesehatan agar di 2017 diharapkan RKO tidak terlambat.
q. Dibutuhkan pemasok e-catalog yang berkualitas, yang tidak hanya
berpatokan pada kriteria harga yang terendah saja.
r. Proses reimbursement/pencairan klaim tidak perlu menunggu e-
catalog lengkap.
s. Salah satu indikator akreditasi Rumah Sakit bukan hanya pada
kepatuhan peresepan obat sesuai Formularium Rumah Sakit saja,
namun juga kepatuhan pada e-catalog.
Rekomendasi Teknis:
a. Membedakan metode penghitungan teknis RKO di rumah sakit
dari penghitungan kebutuhan oleh Dinas Kesehatan yang berbasis
pada :
Standar terapi;
INA – CBG’s;
Panduan Praktek klinik (PPK);
Clinical Pathway (CP);
Panduan Asuhan Kefarmasian (PAKf).
b. Metode penghitungan RKO berdasarkan konsumsi digunakan di
Rumah Sakit sebagai pendukung dan diterapkan setelah penggunaan
standar terapi telah dipatuhi.
c. Harus ada deadline waktu penyampaian dan siapa yang
memperbaharui e-catalog.
d. Perlunya langkah-langkah peningkatan kompetensi SDM dalam
menyusun RKO serta menetapkan sumber dana pembiayaan dalam
menyediakan SDM tersebut di Dinas Kesehatan dan Rumah Sakit
Pemerintah dan Swasta
e. Perlunya penguatan SDM yang melakukan monitoring pada
pendistribusian obat di Dinas Kesehatan dan Rumah Sakit Daerah.
LaporanAkuntabilitasKinerjaInstansiPemerintahTahun2016‐PusatAnalisisDeterminanKesehatan 27
f. Mengefektifkan e-monev dan e-logistik yang mulai diterapkan pada
2016 terkait penyusunan RKO.
g. Usulan perbaikan manajemen rantai pasok pada tahap perencanaan
sampai tahap implementasi distribusi obat, yaitu pada bulan
September/Oktober 2016 pemenang lelang sudah mendapat
notifikasi. Untuk itu, RKO dan HPS harus sudah disusun 1 bulan
sebelumnya sehingga lelang dan negosiasi harga selesai sebelum 1
Oktober. Artinya, Fornas juga harus selesai sebelum penyusunan
RKO dimulai. Perencanaan pembelian obat di fasilitas kesehatan
diupayakan agar lebih baik. Di tahun 2017 bulan Januari awal e-
catalog sudah dapat ditayangkan sehingga faskes dapat pesan
langsung sehingga obat tersedia tepat waktu sesuai kebutuhan.
Penyebab keberhasilan
a. Tersedianya input yang memadai : SDM, Pembiayaan, regulasi
b. Komitmen dan kontribusi bersama stakeholder untuk menyelesaikan
masalah dengan menghadiri setiap pertemuan, memberikan input
terhadap analisis Penetapan Harga Obat. Baik selama pertemuan,
maupun setelah pertemuan dengan melakukan diskusi dan tatap
muka informal.
Penyebab kegagalan
Ada beberapa potensi kegagalan dalam proses kegiatan:
a. Beberapa peserta rapat berganti-ganti
b. Perbedaan Pendapat di antara peserta
Analisis Solusi yang dilakukan
Potensi kegagalan dihindari dengan menginformasikan setiap proses pada
peserta sehingga peserta baru tetap dapat mengikuti substansi kegiatan.
Perbedaan pendapat ditengahi dengan kesimpulan yang dihimpun oleh
moderator.
Analisis program/kegiatan yang menunjang keberhasilan/kegagalan
Program / kegiatan yang menunjang keberhasilan :
Memperinci seluruh kegiatan yang harus dilaksanakan
Membagi beban kerja
Penetapan mekanisme untuk mengkoordinasikan kegiatan
LaporanAkuntabilitasKinerjaInstansiPemerintahTahun2016‐PusatAnalisisDeterminanKesehatan 28
Memantau aktivitas organisasi dan pengambilan langkah-langkah
untuk meningkatkan efektivitas
Pertemuan dan diskusi di luar forum resmi untuk melakukan diskusi
tambahan.
Dari paparan diatas maka hasil dari Penyusunan Dokumen Analisis
Kebijakan Penetapan Harga Obat adalah Policy Brief Upaya Mencapai
Keseimbangan Harga dan Pemerataan Disribusi Guna Menjamin
Ketersediaan Obat Di Indonesia.
5. Rancang Bangun Pengembangan Kesehatan Inteligensia Di 7 Propinsi
Pembangunan kesehatan adalah bagian dari pembangunan nasional yang
bertujuan meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat
bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang
setinggi-tingginya. Pengertian kesehatan yang dimaksud adalah keadaan
sehat, baik secara fisik, mental, spritual maupun sosial yang
memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan
ekonomis. Saat ini, upaya pembangunan kesehatan masih terfokus pada
penurunan angka kematian ibu dan angka kematian bayi, perbaikan gizi
masyarakat, pengendalian penyakit menular, dan pengendalian penyakit
tidak menular. Perkembangan seseorang dalam kesehatan inteligensi
masih belum menjadi salah satu fokus dalam upaya pembangunan
kesehatan. Pengembangan sumber daya manusia (SDM) Indonesia
menjadi terhambat dan belum maksimal karena pengembangan kesehatan
inteligensi belum menjadi area prioritas dalam pembangunan kesehatan.
Padahal, tantangan global pada milenium III di seluruh negara adalah
persaingan pengembangan sumber daya manusia (SDM). Tidak saja
menyangkut hal-hal yang berkaitan dengan fungsi manajerial, tapi juga
berkaitan langsung dengan fungsi kecerdasan (intelligence to intelligence
competitive, brain to brain competition). Sebagaimana dalam UU RI Nomor
17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional
Tahun 2005 - 2025 bahwa tujuan pembangunan nasional adalah
membangun SDM yang berdaya saing. SDM berdaya saing hanya terjadi
bila fondasi otak sehat dan produktif terlaksana. Berdasarkan laporan
LaporanAkuntabilitasKinerjaInstansiPemerintahTahun2016‐PusatAnalisisDeterminanKesehatan 29
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) atau Human Development Report
(HDR) yang dikeluarkan United Nations Development Programme (UNDP)
pada 2015, diketahui Indeks Pembangunan Manusia Indonesia masih
menempati peringkat ke 110 dari 187 negara. IPM berdasarkan tolak ukur
tiga faktor dasar yaitu kesehatan, pendidikan, dan kemiskinan. Data yang
diperoleh dari PISA (Programme for International Student Assessment)
pada tahun 2015 tentang indeks kognitif bahwa Indonesia berada pada
peringkat 69 dari 76 negara. Sementara itu dari aspek mutu pendidikan,
menurut The Learning Curve Pearson tahun 2014 menyatakan bahwa
Indonesia berada pada peringkat akhir yaitu peringkat 40 dari 40 negara.
Dengan Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) tahun 2015 yang sudah di
depan mata serta tantangan jangka panjang bonus demografi nasional
dengan adanya peningkatan 50% jumlah usia produktif yang harus
dikembangkan sehingga dapat memberikan manfaat bagi Indonesia. Saat
ini Indonesia sedang mempersiapkan visi pembangunan Indonesia 2045
yang mencakup kependudukan, kesehatan, pendidikan, kebudayaan dan
Iptek. Salah satu dibidang kependudukan yang perlu diperhatikan adalah
kualitas penduduk tahun 2045 yang sehat, cerdas dan produktif.
Menghadapi hal tersebut di atas, diperlukan adanya rancang bangun
sebagai arah dan panduan dalam mengimplementasikan model layanan
kesehatan inteligensi dalam rangka mencapai SDM Indonesia yang
berkualitas. Rancang bangun dimaksud adalah sebuah rancang bangun
kesehatan inteligensi dengan pendekatan siklus hidup berbasis neurosains
dan budaya lokal sehingga diperoleh suatu model layanan kesehatan
inteligensi yang dapat terimplementasi di semua daerah yang ada di
wilayah Indonesia serta menghargai budaya lokal. Pendekatan siklus hidup
yang dimaksud adalah pemberian layanan kesehatan inteligensi yang
berkelanjutan dari sejak janin sampai lanjut usia. Dalam upaya
menghasilkan rancang bangun kesehatan inteligensi dengan pendekatan
siklus hidup secara optimal diperlukan peran serta keluarga dan
masyarakat serta kerjasama yang baik dan terintegratif dari semua pihak
baik lintas program maupun lintas sektor terkait.
Tujuan Penyusunan rancang bangun bertujuan untuk mewujudkan sumber
daya manusia yang berkualitas melalui kesehatan inteligensia berdasarkan
LaporanAkuntabilitasKinerjaInstansiPemerintahTahun2016‐PusatAnalisisDeterminanKesehatan 30
tahap siklus kehidupan berbasis neurosains yang mempertimbangkan
aspek budaya.
Sasaran dari rancang bangun ini adalah:
a. Pemangku kebijakan pada sektor kesehatan dan non kesehatan baik
ditingkat pusat maupun daerah.
b. Pemangku kepentingan baik ditingkat pusat dan daerah mencangkup
pemerintah maupun non pemerintah terkait.
Rancang bangun ini merupakan acuan bagi semua pemangku kebijakan
dan pemangku kepentingan (stakeholders) yang ingin menggunakan dan
mengembangkan model layanan kesehatan inteligensia di daerahnya
masing-masing. Hasil dari Rancang Bangun Pengembangan Kesehatan
Inteligensia Di 7 Propinsi adalah Rancang Bangun Kesehatan Inteligensia
Dengan Pendekatan Siklus Hidup.
Gambar 5. Rancang Bangun Kesehatan Inteligensia Dengan Pendekatan Siklus Hidup
6. Penyusunan Dokumen Analisis Membangun Revolusi Mental Bidang
Kesehatan
Revolusi Mental merupakan suatu gerakan seluruh masyarakat baik
pemerintah dan masyarakat dengan cara yang cepat untuk mengangkat
kembali nilai-nilai strategis kesejahteraan rakyat sehingga dapat
memenangkan persaingan di era globalisasi. Revolusi Mental mengubah
cara pandang, pikiran, sikap, perilaku yang berorientasi pada kemajuan
dan kemodernan sehingga Indonesia menjadi bangsa besar dan mampu
berkompetisi dengan bangsa-bangsa lain di dunia.
LaporanAkuntabilitasKinerjaInstansiPemerintahTahun2016‐PusatAnalisisDeterminanKesehatan 31
Pedoman ini bertujuan untuk mewujudkan budaya kerja berintegritas,
beretoskerja, dan bergotong royong di lingkungan kerja Kementerian
Kesehatan. Dengan beberapa tujuan Khusus yaitu (1) Meningkatkan
Integritas di lingkungan Kementerian Kesehatan melalui gerakan jaga diri,
jaga teman dan jaga kementerian, (2) Mewujudkan pelayanan
kesehatan/publik yang cepat, tepat dan bersahabat dalam rangka
mendukung program Indonesia Melayani, serta (3) Mendorong Gerakan
Masyarakat Sehat dengan tujuan membuat masyarakat hidup sehat untuk
membangun Indonesia yang kuat.
Sasaran dari pedoman ini adalah Pejabat dan Pegawai Kementerian
Kesehatan, serta sasaran tidak langsung adalah Masyarakat sebagai
penerima layanan kesehatan. Pedoman Revolusi Mental bidang Kesehatan
ini diharapkan dapat menjadi upaya perubahan mendasar dalam cara
berpikir, cara bersikap dan cara bertindak yang diterjemahkan dalam perilaku
dan perbuatan nyata keseharian dalam berbagai aspek pekerjaan bidang
kesehatan yang pada akhirnya akan memberikan efek positif kepuasan
layanan kesehatan pada masyarakat.
Dengan telah tersusunnya Pedoman Revolusi Mental bidang Kesehatan
diharapkan dapat terimplementasi nilai-nilai strategis Revolusi Mental baik
di unit utama kantor pusat, RS Vertikal maupun UPT lainnya, sehingga
tujuan dari Gerakan Nasional Revolusi Mental untuk mewujudkan
penyelenggara negara dan masyarakat Indonesia yang berintegritas dan
beretos kerja dengan semangat gotong royong dapat tercapai. Diharapkan
buku pedoman ini dapat memberikan manfaat untuk meningkatkan
kemampuan pejabat dalam membina integritas, etos kerja, dan gotong
royong pada pegawai di lingkungan Kementerian Kesehatan,
meningkatkan integritas, etos kerja, dan gotong royong pada pegawai di
lingkungan Kementerian Kesehatan, serta meningkatkan pelayanan publik
pada masyarakat.
Pedoman Revolusi Mental bidang Kesehatan disusun berdasarkan
berbagai perspektif kebijakan nasional, yaitu Prioritas Revolusi Mental
dalam RKP 2017, Gerakan Nasional Revolusi Mental, dan Reformasi
Birokrasi. Konsep operasional Revolusi Mental bidang Kesehatan
dirumuskan dengan mengintegrasikan konsep Revolusi Mental perspektif
LaporanAkuntabilitasKinerjaInstansiPemerintahTahun2016‐PusatAnalisisDeterminanKesehatan 32
Bappenas serta konsep Gerakan Nasional Revolusi Mental yang tertuang
dalam Rancangan Instruksi Presiden sesuai dengan Nawa Cita yang
merupakan 9 Agenda Prioritas Pemerintah Kabinet Kerja.
Pedoman Revolusi Mental bidang Kesehatan merumuskan pada aspek
Integritas Revolusi Mental bidang Kesehatan menetapkan tagline Sehat
Tanpa Korupsi dengan spirit jaga diri, jaga teman, jaga kemenkes. Pada
aspek Etos Kerja menetapkan tagline Sehat Melayani dengan spirit Cepat,
Tepat dan Bersahabat. Serta pada aspek Gotong Royong Revolusi Mental
bidang Kesehatan membuat tagline Indonesia sehat dengan spirit gerakan
masyarakat hidup sehat untuk Indonesia kuat. Kegiatan Aksi Revolusi
Mental Bidang Kesehatan dilaksanakan melalui tahapan utama yaitu
Identifikasi, Inisiasi, Sosialisasi, Internalisasi, dan Evaluasi. Telah
ditetapkan Quick wins utama Revolusi Mental bidang Kesehatan yaitu
prioritas RS Vertikal dalam melaksanakan pelayanan kesehatan yang
Cepat, Tepat, dan Bersahabat.
Kegiatan Aksi Revolusi Mental Bidang Kesehatan dalam pedoman ini diatur
melalui rangkaian upaya mengimplementasikan nilai-nilai strategis Revolusi
Mental (Integritas, Etos Kerja dan Gotong royong) dalam aktivitas
pekerjaan sehari-hari pelayanan publik di bidang Kesehatan. Desain
rencana aksi mengacu pada substansi Revolusi Mental yang menuntut
adanya perubahan dari cara berfikir. Ada lima rangkaian rencana aksi yang
dilakukan yaitu Identifikasi, Inisiasi, Sosialisasi, Internalisasi dan Evaluasi.
Identifikasi adalah tahap penilaian melalui tuiga tahapan yaitu identifikasi
potensi SDM, identifikasi permasalahan organisasi, serta identifikasi
quickwins perubahan. Identifikasi potensi SDM dilakukan melalui penilaian
Executive Brain Assessment pada seluruh pegawai atau sebagian besar
pegawai. Hasil Executive Brain Assessment menunjukan profil kapabilitas
dan integritas SDM serta profil kecocokan dengan pekerjaannya. Penilaian
Executive Brain Assessment secara jangka panjang dapat bermanfaat
untuk pemetaan potensi SDM, penilaian kecocokan dengan pekerjaan,
pengembangan diri, penyiapan karier, serta pemilihan agen perubahan
(AoC). Identifikasi permasalahan organisasi dilakukan melalui FGD atau
survey pada seluruh pegawai atau sebagian besar pegawai untuk
mengetahui permasalahan yang menghambat kemajuan (From) dan
LaporanAkuntabilitasKinerjaInstansiPemerintahTahun2016‐PusatAnalisisDeterminanKesehatan 33
Tujuan perubahan yang diinginkan (To). Aspek yang dinilai dalam
identifikasi permasalahan organisasi meliputi gambaran permasalahan
kompetensi SDM, keunggulan, pengalaman dan kepemimpinan, sistem
kebijakan, serta perilaku dalam budaya kerja yang terkait kebutuhan
Revolusi Mental. Identifikasi quickwins perubahan dilakukan berdasarkan
hasil identifikasi masalah dengan ditemukan adanya gejala-gejala atau
fenomena permasalahan organisasi yang menyebabkan buruknya output
pelayanan disebabkan oleh rendahnya kompetensi SDM, keterbatasan
keunggulan, pengalaman dan kepemimpinan, lemahnya sistem kebijakan,
hingga buruknya perilaku dalam budaya kerja. Quick wins Revolusi Mental
bidang Kesehatan adalah hasil perubahan yang diharapkan dapat terwujud
dengan cepat melalui implementasi nilai-nilai strategis Revolusi Mental
(Integritas, Etos kerja, dan Gotong royong) di bidang Kesehatan melalui
tahapan utama yaitu Inisiasi, Sosialisasi, Internalisasi. Proses inisiasi
dilakukan untuk mengsinkronkan faktor-faktor utama perubahan organisasi
yaitu person, task, organization, sehingga nilai personal dan organisasi
dapat diintegrasikan dalam proses perubahan untuk membangun individu
unggul yang dapat bekerja secara unggul untuk mencapai organisasi yang
unggul (fit personorganization, fit persontask). Selanjutnya proses
perubahan tersebut harus dapat disosialisasikan untuk menciptakan mental
model baru dalam organisasi dan terus ditularkan secara kolektif pada
seluruh anggota organisasi. Selanjutnya organisasi melalui kelompok
supporting perubahan dituntut melembagakan mental model baru menjadi
mental model organisasi yang sesuai dengan tuntutan perubahan melalui
internalisasi yang berkelanjutan. Inisiasi Revolusi Mental Bidang Kesehatan
adalah kegiatan-kegiatan untuk memulai dan menginspirasi nilai-nilai
Revolusi Mental (Integritas, Etos Kerja dan Gotong royong) dengan
memobilisasi gerakan masif dan terus menerus untuk mendorong
keterlibatan seluruh pejabat dan pegawai di unit kerja sesuai dengan tugas
pokok dan fungsi terkait. Sedangkan Sosialisasi Revolusi Mental Bidang
Kesehatan adalah aktivitas proses penyamaan persepsi mengenai tujuan
perubahan yang akan dilakukan. Penyamaan persepsi dilakukan melalui
pengenalan nilai-nilai Revolusi Mental Bidang Kesehatan menggunakan
aktivitas penyampaian informasi visual (poster, film, tagline, ekpresi),
LaporanAkuntabilitasKinerjaInstansiPemerintahTahun2016‐PusatAnalisisDeterminanKesehatan 34
aktivitas auditorik (lagu, salam, yel-yel), dan aktivitas kinestetik (gerakan,
simbolisasi postur, bahasa tubuh). Internalisasi Revolusi Mental adalah
seni menanamkan secara mendalam dan terus menerus kesadaran dan
komitmen akan nilai-nilai integritas, etos kerja, dan gotong royong menjadi
perilaku sehari-hari, iklim kerja, dan budaya organisasi yang menetap di
lingkungan Kementerian Kesehatan. Strategi internalisasi dilakukan
berdasarkan tahapan dan sasaran internalisasi yang dilakukan. Tahap
internalisasi lebih menitikberatkan peran instansi daripada individu. Diawali
dengan melahirkan AoC, menciptakan keteladanan, serta melakukan
transformasi perubahan yang berkelanjutan melalui consulting, training,
coaching dan counseling. Strategi Internalisasi Revolusi Mental dilakukan
melalui tahapan “A-R-T” yaitu A=Agen perubahan, R=Role model
perubahan, dan T=Transformasi perubahan. Internalisasi Revolusi Mental
dilakukan pada seluruh unit kerja yang ada di Kementerian Kesehatan.
Secara awal internalisasi mulai dialksanakan di 10 RS Vertikal Kemenkes,
selanjutnya di Unit utama Pusat untuk mendorong gerakan perubahan di
RS Pusat dan UPT Pusat. AoC (Agen perubahan) adalah pejabat dan
pegawai yang memiliki kemampuan mempengaruhi orang lain untuk
mencapai tujuan perubahan. Peranan AoC dilakukan melalui pendekatan
holistik dengan menetralkan suasana terlebih dahulu, kemudian melakukan
pendekatan konsolidasi dan upaya transformasi berantai dengan
menggunakan kelompok support melalui consulting, training, coaching dan
counseling. Setelah itu kemudian melakukan pendekatan dengan kelompok
resistance dan persistence. AoC (Agen perubahan) melalui proses
pemilihan dan pembekalan materi sebelum dilakukan pengukuhan sebagai
AoC (Agen perubahan) Kementerian Kesehatan. Perubahan dari satu
posisi ke posisi yang lain, secara psikologis membutuhkan proses
dukungan psikologis yang cukup kuat. Dukungan psikologis paling kuat
adalah modelling perilaku dari seseorang yang memiliki otoritas dalam
memimpin. Kekuatan role model perubahan dalam proses internalisasi
perubahan organisasi menjadi kekuatan harapan perubahan yang
ditawarkan untuk menjadi nilai individu dan selanjutnya menjadi nilai
organisasi. Setelah sepakat untuk melakukan perubahan harus dilakukan
transformasi perubahan berkelanjutan untuk menyelaraskan kompetensi
LaporanAkuntabilitasKinerjaInstansiPemerintahTahun2016‐PusatAnalisisDeterminanKesehatan 35
SDM, keunggulan, pengalaman dan kepemimpinan, sistem kebijakan, serta
perilaku dalam budaya kerja dalam mencapai cita-cita perubahan menuju
kondisi nyata perubahan dengan menghubungkan antara knowing dan
doing. Selanjutnya dilakukan kegiatan monitoring dan evaluasi dilakukan
secara bertahap dan berkesinambungan melalui tahapan waktu 1-3-6-12 (1
bulan, 3 bulan, 6 bulan, dan 12 bulan) berdasarkan proses capaian hasil
kegiatan Revolusi Mental mulai reaksi (Affective), pembelajaran
(Cognitive), perilaku (Behavioural), dan perubahan organisasi
(Organizational). Monitoring reaksi pegawai terhadap pelaksanaan
kegiatan Revolusi Mental dilakukan melalui penilaian reaksi sikap perasaan
pegawai pasca kegiatan pada aktivitas inisiasi, sosialisasi, dan internalisasi
Revolusi Mental yang dilaksanakan. Monitoring pembelajaran pegawai
terhadap pelaksanaan kegiatan Revolusi Mental dilakukan melalui
penilaian pemahaman makna nilai-nilai Revolusi Mental bidang kesehatan
yang terdiri dari integritas yaitu sehat tanpa korupsi, etos kerja sehat
melayani, dan gotong royong Indonesia sehat pada 3 bulan setelah
dilaksanakan internalisasi Revolusi Mental. Monitoring perubahan perilaku
pegawai terhadap pelaksanaan kegiatan Revolusi Mental dilakukan melalui
penilaian perubahan perilaku pegawai dalam integritas jaga diri, jaga teman
dan jaga kemenkes, etos kerja memberikan pelayanan dengan cepat,
tepat, dan bersahabat, serta gotong royong mendorong masyarakat hidup
sehat pada 6 bulan setelah dilaksanakan internalisasi Revolusi Mental.
Serta evaluasi hasil kegiatan Revolusi Mental terhadap dampak perubahan
pada organisasi dilakukan melalui pengukuran indikator-indikator yang
menunjukan adanya perubahan organisasi pada 12 bulan setelah
dilaksanakan internalisasi Revolusi Mental. Dengan telah tersusunnya
Pedoman Revolusi Mental bidang Kesehatan diharapkan dapat
terimplementasi nilai-nilai strategis Revolusi Mental baik di unit utama
kantor pusat, RS Vertikal maupun UPT lainnya, sehingga tujuan dari
Gerakan Nasional Revolusi Mental untuk mewujudkan penyelenggara
negara dan masyarakat Indonesia yang berintegritas dan beretos kerja
dengan semangat gotong royong dapat tercapai.
LaporanAkuntabilitasKinerjaInstansiPemerintahTahun2016‐PusatAnalisisDeterminanKesehatan 36
Gambar 6. Dokumen Analisis Membangun Revolusi Mental Bidang Kesehatan
7. Penguatan Potensi Integritas Pada Aparatur Sipil Negara
Salah satu solusi untuk pencegahan korupsi adalah melalui
penguatan potensi integritas Individu. Integritas adalah nilai yang wajib
dimiliki oleh setiap individu dalam organisasi. Integritas menjadi komponen
utama untuk menyukseskan keberhasilan program-program kebijakan
pembangunan pemerintah. Secara sederhana, integritas menunjukkan
keteguhan sikap, menyatunya perbuatan dan nilai-nilai moral yang dianut
oleh seseorang. Pegawai yang memiliki integritas tidak akan tergoyahkan
oleh godaan untuk mengkhianati nilai-nilai moral yang diyakini malalui
proses internalisasi Integritas. Dalam aspek nilai Integritas, Kementerian
Kesehatan menetapkan tagline Sehat Tanpa Korupsi dengan spirit 3 J
Jaga Diri, Jaga Teman, Jaga Kemenkes.
Buku Kurikulum Pelatihan Penguatan Potensi Integritas ini
bertujuan untuk dapat berkontribusi dalam upaya pembangunan
sumberdaya manusia yang bebas dari prilaku koruptif dan mampu menjadi
jembatan untuk tercapainya tujuan nasional dengan menggerakkan seluruh
elemen bangsa. Telah tersusun kurikulum yang terdiri dari 3 rangkaian
materi besar yaitu 2 materi dasar, 5 materi inti, dan 2 materi penunjang.
Modul materi dasar 1 tentang Kebijakan Pembangunan Sistem
Integritas Aparatur Sipil Negara membahas tentang kebijakan pembinaan
integritas ASN, mencakup perubahan mendasar platform kebijakan
manajemen ASN, sasaran reformasi birokrasi dan pembangunan ASN,
penataan dan pengembangan kompetensi ASN, roadmap pembangunan
ASN, serta pembangunan budaya kerja dan integritas ASN. Dalam modul
ini para peserta diajak untuk melihat dan menelaah kembali kebijakan-
LaporanAkuntabilitasKinerjaInstansiPemerintahTahun2016‐PusatAnalisisDeterminanKesehatan 37
kebijakan yang menyangkut roadmap pembangunan ASN, manjemen ASN,
pembangunan ASN dalam reformasi birokrasi, pengambangan kompetensi
ASN, serta pembangunan budaya kerja dan integritas ASN dari perspektif
UU ASN.
Modul materi dasar 2 tentang Strategi Pembangunan Integritas
Modul materi inti 1 tentang Anti Korupsi membahas tentang perilaku
korupsi, mencakup pengertian, risiko, dan potensinya serta mental model
perilaku korupsi dan bagaimana menghindarinya sehingga menjadi
diharapkan menjadi perilaku yang tertanam sebagai perilaku anti korupsi.
Dalam modul ini para peserta diajak untuk melihat kembali nilai-nilai dan
kebiasan mereka, kebutuhan emosional, kerjasama, komunikasi, dan cara
membangun perilaku yang positif melalui metode yang didasarkan pada
prinsip-prinsip partisipatoris dan berbasis pada pengalaman peserta,
karena menghidupkan nilai dimulai dari individu menuju terwujudnya
perilaku anti korupsi.
Modul materi inti 2 tentang Internalisasi nilai-nilai integritas
membekali peserta dengan kemampuan menginternalisasikan nilai
integritas. Mata diklat disajikan berbasiskan Experiential Learning, dengan
penekanan pada proses internalisasi nilai-nilai dasar tersebut, melalui multi
metode dan media (ceramah interaktif, diskusi menonton film, studi kasus
simulasi dan demontrasi). Keberhasilan peserta dinilai dari kemampuannya
dalam menginternalisasikan nilai-nilai integritas.
Modul materi inti 3 tentang High Impact Learning membekali
peserta dengan kemampuan memfasilitasi dan melakukan high impact
learning nilai-nilai integritas. Mata Diklat disajikan secara interaktif melalui
metode ceramah interaktif, tanya jawab, diskusi, simulasi, dan praktik.
Keberhasilan peserta dinilai dari kemampuannya menfasilitasi dan
menindaklajuti proses pembelajaran sehingga berdampak nyata dalam
perubahan perilaku dan budaya baik secara individu maupun kelompok
dalam organisasinya.
Modul materi inti 4 tentang Sistem integritas, Integritas merupakan
pondasi dalam merancang kinerja yang optimal diseluruh aspek organisasi.
Inilah yang menjadi pokok terbentuknya kerjasama yang solid dalam tubuh
organisasi. Integritas tidak hanya menjadi pegangan bagi seorang
LaporanAkuntabilitasKinerjaInstansiPemerintahTahun2016‐PusatAnalisisDeterminanKesehatan 38
pemimpin dalam bertindak, tapi juga bagaimana integritas itu totalitas bagi
seluruh anggota dan bawahan, sehingga kebulatan akan terintegrasi dalam
tujuan organisasi tersebut.
Tidak dapat dipungkiri, begitu besar pengaruh integritas yang kokoh
dalam organisasi. Bagaimana tidak, kejujuran, kewibawaan, aktualisasi diri,
kredibilitas, dalam afiliasinya, menjadi jiwa untuk menghidupi tubuh
organisasi. Setaip bagian harus terpateri dalam membangun karakter yang
dapat dipercaya. Walaupun pada kenyataannya hal ini terkadang tidak
disadari secara mendalam, namun komitmen yang utuh akan terus
mebangkitakan kesadaran akan pentingnya membangun integritas, baik
individu, maupun kelompok.
Modul materi penunjang 1 tentang Building Learning Commitment
(BLC) adalah salah satu metode atau proses untuk mencairkan kebekuan
tersebut. BLC juga mengajak peserta mampu mengemukakan harapan-
harapan mereka dalam pelatihan ini, serta merumuskan nilai-nilai dan
norma yang kemudian disepakati bersama untuk dipatuhi selama proses
pembelajaran. Jadi inti dari BLC juga yaitu terbangunnya komitmen dari
semua peserta untuk berperan serta dalam mencapai harapan dan tujuan
pelatihan, serta mentaati norma yang dibangun berdasarkan perbauran
nilai nilai yang dianut dan disepakati.
Modul materi penunjang 2 tentang Rencana Tindak Lanjut (RTL)
Integrity Project On The Work Place merupakan aktifitas peserta pelatihan
untuk merancang kegiatan atau upaya setelah mengikuti pelatihan.
Penyusunan rencana tindak lanjut ini disesuaikan dengan kondisi serta
sumberdaya yang dimiliki oleh setiap peserta. Penyusunan rencana tindak
lanjut ini juga merupakan implementasi atau aplikasi materi pelatihan yang
telah dibahas dalam menjalankan perannya di tempat kerja. Rencana
tindak lanjut setelah mengikuti pelatihan ini, dipergunakan sebagai bahan
untuk melakukan monitoring dan evaluasi pasca pelatihan. Dengan
demikian, penyusunan rencana tindak lanjut ini, harus dibuat secara
realistis serta mengakomodir pengetahuan yang telah diperoleh selama
mengikuti pelatihan Penguatan Potensi Integritas ASN ini.
LaporanAkuntabilitasKinerjaInstansiPemerintahTahun2016‐PusatAnalisisDeterminanKesehatan 39
8. Penyusunan Profil Pengembangan Kesehatan Inteligensia Di Daerah
Pada tahun 2000, WHO mendefinisikan bahwa sistem kesehatan
merupakan aktivitas yang memiliki tujuan utama meningkatkan,
memperbaiki, atau merawat kesehatan. Namun sekali lagi, untuk urusan
penanganan penyakit atau gangguan kesehatan melalui berbagai program
telah terpenuhi; tetapi sebaliknya, aspek-aspek kesehatan inteligensia
terhadap penurunan fungsi otak justru belum banyak disentuh. Fakta-fakta
inilah yang mendorong PADK menyusun buku hasil investigasi di 8 provinsi
tentang pelaksanaan program-program kesehatan inteligensia yang sudah
berjalan.
Potret kesehatan inteligensia dari 8 mata angin ini ternyata tidak saja
memberi gambaran pengembangan program yang tengah berjalan,
melainkan juga menunjukkan sosok-osok yang secara nyata memberikan
gagasan dan tindakan menanggulangi masalah kesehatan inteligensia di
daerahnya masing-masing. Mereka yang tersembunyi dibalik isu-isu
kesehatan yang lebih seksi, berada di wilayah-wilayah yang jauh dari
kamera dan liputan media massa, ternyata bisa memberikan kontribusi
meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) Indonesia melalui
pengembangan kesehatan inteligensia berbasis siklus hidup. Sepuluh
wilayah dari delapan provinsi yang dikunjungi adalah: Kota Ambon
(Maluku); Balikpapan dan Banjarmasin (Kalimantan Timur); Palembang
(Sumatera Selatan), Batam dan Bintan (Kepulauan Riau); Banda Aceh
(Aceh), Cirebon, Semarang (Jawa Tengah), dan DKI Jakarta. Masing-
masing wilayah ini memperlihatkan karakter yang berbeda-beda sesuai
dengan budaya dan gaya pemerintahan yang dikembangkan. Tapi, ada
satu hal yang sama; yaitu spirit mereka dalam membentangkan layar
kesehatan Indonesia. Semangat dan antusiasme para pejuang kesehatan
ini sungguh luar biasa. Mereka sadar betul bahwa kesehatan sebagai pilar
pembangunan bangsa, memiliki peranan penting dan strategik dalam
membentuk sumber daya manusia yang berkualitas. Sumber daya manusia
yang mempunyai potensi unggul dalam kompetensi global. Mereka
menyadari, permasalahan kesehatan di Indonesia bukan hanya milik
segelintir orang atau pejabat di Kementerian Kesehatan, melainkan
menjadi tanggung jawab bersama. Sebuah pekerjaan besar untuk
LaporanAkuntabilitasKinerjaInstansiPemerintahTahun2016‐PusatAnalisisDeterminanKesehatan 40
melakukan rekonstruksi dalam pembangunan sistem kesehatan nasional
dengan tetap berpegang teguh dalam merawat nilai-nilai kebangsaan dan
ke-Indonesia-an. Tujuan pembangunan kesehatan menuju Indonesia Sehat
2025 adalah meningkatnya kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup
sehat bagi setiap orang agar peningkatan derajat kesehatan masyarakat
yang setinggi-tingginya dapat terwujud, melalui terciptanya masyarakat,
bangsa, dan negara Indonesia yang ditandai oleh penduduknya yang hidup
dengan perilaku dan dalam lingkungan sehat, memiliki kemampuan untuk
menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu, secara adil dan merata,
serta memiliki derajat kesehatan yang setinggi-tingginya di seluruh wilayah
Republik Indonesia. Sasaran pembangunan kesehatan yang akan dicapai
pada tahun 2025 adalah meningkatnya derajat kesehatan masyarakat.
Buku “Potret Kesehatan Inteligensia Indonesia; DARI DELAPAN MATA
ANGIN” diharapkan menjadi nyala lilin yang memendarkan cahaya ke
seluruh penjuru negeri. Dari delapan mata angin inilah, buku ini menebar
inspirasi. Berangkat dari keyakinan, otak sehat dan produktif akan tercapai
melalui kesehatan yang optimal pada tiap tahap siklus hidup sejak janin,
bayi, balita, anak, remaja, dewasa dan lanjut usia; maka potret sukses dari
berbagai wilayah Tanah Air ini disebarkan. Dengan harapan bisa
menumbuhkan inspirasi sekaligus menambah keyakinan diri.
Hasil dari Penyusunan Profil Pengembangan Kesehatan Inteligensia Di
Daerah adalah Buku “Potret Kesehatan Inteligensia Indonesia; DARI
DELAPAN MATA ANGIN”.
Gambar 7. Buku “Potret Kesehatan Inteligensia Indonesia; DARI DELAPAN MATA ANGIN”
LaporanAkuntabilitasKinerjaInstansiPemerintahTahun2016‐PusatAnalisisDeterminanKesehatan 41
9. Jejaring Peningkatan Kebijakan Pembangunan Kesehatan :
a. Keikutsertaan Indonesia dalam Transpasific Partnership Sektor
Kesehatan
TPP (Trans Pacific Partnership) adalah perjanjian internasional
tentang perdagangan barang jasa dan investasi yang didesain dengan
standar yang tinggi, ambisius, komprehensif dengan misi liberalisasi
perdagangan dan investasi untuk peningkatan ekonomi, pembukaan
lapangan kerja, peningkatan standar hidup, pembangunan dan inovasi.
Diperkirakan bahwa TPP akan menguasai hampir 40% output global
dan kira-kira 1/3 perdagangan dunia. Dikaitkan dengan sektor industri
dan jasa kesehatan, maka postur negara regional ASEAN dipandang
memiliki potensi ekonomi yang sangat besar sebagai captive market
yang sangat menjanjikan. Selanjutnya dari seluruh negara regional
ASEAN, Indonesia adalah captive market terbesar yang sangat
menarik bagi para investor dibidang industri dan jasa kesehatan.
Indonesia adalah pasar terbesar di ASEAN. Memperhatikan arahan
Presiden RI saat berkunjung ke Amerika Serikat beberapa waktu yang
lalu dalam kaitannya dengan Trans Pacific Partnership (TPP), adalah
suatu hal yang bijaksana dari pemerintah dengan memberikan waktu
yang cukup untuk melakukan kajian dari berbagai sisi terhadap
dampak positif dan negatif atas bergabungnya Indonesia. Semangat
keterbukaan dan membangun kerja sama (networking) antar negara
secara profesional dengan kualitas sumberdaya manusia yang tinggi
dan mampu berkompetisi secara global merupakan kekuatan
Indonesia. Keanekaragaman sumberdaya alam dan kuantitas
sumberdaya manusia, adalah dua kekuatan yang tidak terbantahkan
apabila dapat disikapi dengan penguatan potensi secara sungguh-
sungguh, untuk mampu bersaing dalam pertarungan kerjasama global
yang diberitakan berstandar tinggi, komprehensif, dan ambisius.
Disisi lain, terdapat konsekuensi yang harus ditanggung oleh Indonesia
jika memutuskan untuk bergabung dengan TPP karena TPP tidak
hanya sekedar perjanjian perdagangan namun TPP secara agresif
mempengaruhi idiologi bangsa dan negara yang telah dirumuskan oleh
para founding father, menekan perubahan konsep kebijakan nasional,
LaporanAkuntabilitasKinerjaInstansiPemerintahTahun2016‐PusatAnalisisDeterminanKesehatan 42
dan seluruh peraturan perundang – undangan yang telah ditetapkan
sebagai payung hukum pelaksanaan rencana pembangunan jangka
panjang nasional, rencana pembangunan jangka menengah nasional
serta rencana kerja tahunan pemerintah. Mengingat TPP bersifat
legally binding, maka apabila Indonesia melakukan aksesi terhadap
TPP, seluruh kebijakan jangka panjang, menengah dan berbagai
peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia yang
bertentangan dengan aturan dalam klausul perjanjian TPP harus
disesuaikan. Apabila tidak disesuaikan, maka berpotensi akan digugat
oleh sesama negara anggota yang menganggap kepentingan mereka
dibatasi dengan peraturan lokal. Tidak hanya negara anggota, bahkan
apabila suatu multi national corporation tidak mendapatkan potensi
keuntungan seperti yang diharapkan akibat adanya regulasi yang tidak
sejalan di Indonesia, maka korporasi tersebut juga dapat menggugat
pemerintah Indonesia. Padahal, jika dicermati banyak pasal yang
tercantum dalam 30 chapter TPP jika harus diikuti ternyata tidak
sejalan dengan idiologi bangsa dan peraturan perundangan serta
regulasi di negara Indonesia. Dari 5260 regulasi yang di review oleh
Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, 1064 diantaranya
terkait dengan TPP, dan terdapat sejumlah 236 regulasi yang perlu
diamandemen, antara lain 45 undang-undang, 50 peraturan
pemerintah, dan 141 peraturan menteri (17 diantaranya adalah
peraturan menteri kesehatan). Dengan demikian TPP berdampak
kepada banyak peraturan yang perlu direvisi dan disesuaikan dengan
kepentingan TPP. Mengantisipasi hal tersebut, perlu dipertimbangkan
pula agar pemerintah Indonesia melakukan negosiasi. Namun penting
pula untuk diketahui bahwa negosiasi yang dilakukan pemerintah
dengan negara anggota TPP tersebut bersifat tidak terbuka, sehingga
memerlukan ketelitian dan kehati–hatian pada saat proses negosiasi
guna mencegah terjadinya multi persepsi dan multi interpretasi antar
negara anggota yang berujung kepada munculnya gugatan. Pada
kenyataannya, tidak mudah menyepakati perbedaan muatan lokal
dengan konten dalam perjanjian TPP (Trans Pacific Partnership)
LaporanAkuntabilitasKinerjaInstansiPemerintahTahun2016‐PusatAnalisisDeterminanKesehatan 43
karena belum tentu substansi yang dibahas sama konteksnya di
seluruh negara anggota.
Dari ringkasan diatas maka diperoleh KAJIAN KEIKUTSERTAAN
INDONESIA DALAM TRANS-PACIFIC PARTNERSHIP (TPP) PADA
SEKTOR KESEHATAN, yang nantinya akan jadi bahan pertimbangan
bagi pejabat di Kementerian Kesehatan RI.
b. Pendekatan Keluarga
Program Indonesia Sehat merupakan salah satu program dari Agenda
ke-5 Nawa Cita, yaitu Meningkatkan Kualitas Hidup Manusia Indonesia.
Program ini didukung oleh program sektoral lainnya yaitu Program
Indonesia Pintar, Program Indonesia Kerja, dan Program Indonesia
Sejahtera. Program Indonesia Sehat selanjutnya menjadi program utama
Pembangunan Kesehatan yang kemudian direncanakan pencapaiannya
melalui Rencana Strategis Kementerian Kesehatan Tahun 2015-2019,
yang ditetapkan melalui Keputusan Menteri Kesehatan R.I. Nomor
HK.02.02/Menkes/ 52/2015. Program Indonesia Sehat dilaksanakan
dengan menegakkan tiga pilar utama, yaitu: (1) penerapan paradigma
sehat, (2) penguatan pelayanan kesehatan, dan (3) pelaksanaan jaminan
kesehatan nasional (JKN). Penerapan paradigma sehat dilakukan dengan
strategi pengarusutamaan kesehatan dalam pembangunan, penguatan
upaya promotif dan preventif, serta pemberdayaan masyarakat.
Penguatan pelayanan kesehatan dilakukan dengan strategi peningkatan
akses pelayanan kesehatan, optimalisasi sistem rujukan, dan peningkatan
mutu menggunakan pendekatan continuum of care dan intervensi
berbasis risiko kesehatan. Sedangkan pelaksanaan JKN dilakukan
dengan strategi perluasan sasaran dan manfaat (benefit), serta kendali
mutu dan biaya. Kesemuanya itu ditujukan kepada tercapainya keluarga-
keluarga sehat. Upaya pencapaian prioritas pembangunan kesehatan
tahun 2015-2019 dalam Program Indonesia Sehat dilaksanakan dengan
mendayagunakan segenap potensi yang ada, baik dari pemerintah pusat,
provinsi, kabupaten/kota, maupun masyarakat. Pembangunan kesehatan
dimulai dari unit terkecil dari masyarakat, yaitu keluarga. Pembangunan
keluarga, sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 52
Tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan
Keluarga serta Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
LaporanAkuntabilitasKinerjaInstansiPemerintahTahun2016‐PusatAnalisisDeterminanKesehatan 44
Pemerintahan Daerah, adalah upaya mewujudkan keluarga berkualitas
yang hidup dalam lingkungan yang sehat.
Gambar 8. Pedoman Indonesia Sehat Dengan Pedekatan Keluarga
Selain itu, Pusat Analisis Determinan Kesehatan juga telah menghasilkan
capaian kinerja lainnya yang antara lain :
1. PEMERIKSAAN EBA
1. DOKUMEN HASIL PEMERIKSAAN EBA DI 10 RS
VERTIKAL
Executive Brain Assessment (EBA) adalah sebuah tes identifikasi
potensi otak individu yang mendasari kapasitas SDM dan
kepemimpinan seseorang dalam aktivitasnya di organisasi. Penilaian
EBA bertujuan untuk menggali potensi pegawai secara individual
melalui identifikasi kemampuan eksekutif otak yang berkaitan dengan
kapabilitas dan integritas individu dalam pekerjaan. Hasil penilaian ini
secara sistematis dapat memberikan "potret” kekuatan sumber daya
manusia bagi organisasi, untuk memberikan dasar yang kuat dalam
menyusun dan mengevaluasi langkah-langkah strategis membangun
organisasi.
Hasil pemeriksaan EBA juga menjadi dasar upaya peningkatan
kemampuan eksekutif otak yang berhubungan langsung dengan
kapabilitas dan integritas dalam rangka meningkatkan efektifitas dan
efisiensi pekerjaan dan kepemimpinan individu dalam mencapai tujuan
organisasi dengan internalisasi Revolusi Mental bidang kesehatan.
Upaya ini menggunakan konsep Human Executive Brain Assessment
and Development (HEBAD) yaitu intervensi yang dilakukan terhadap
LaporanAkuntabilitasKinerjaInstansiPemerintahTahun2016‐PusatAnalisisDeterminanKesehatan 45
peningkatan kapabilitas dan integritas individu berdasarkan kebutuhan
pemenuhan kesenjangan antara profil potensi otak individu yang
terukur sebagai profil otak individu dengan tuntutan dan beban
pekerjaan yang diidentifikasi sebagai profil otak jabatan. Pemenuhan
kecocokan antara profil potensi otak individu dengan profil otak jabatan
merupakan upaya pencapaian peningkatan kinerja yang efektif dan
efisien dalam pencapaian tujuan organisasi.
Laporan hasil penilaian pemeriksaan EBA (Executive Brain
Assessment) terdiri dari hasil di 10 RS Vertikal, antara lain:
1. RSJ Lawang
2. RSM Cicendo Bandung
3. RSJ Magelang
4. RS M Husein Palembang
5. RS Karyadi Semarang
6. RS Kandow Manado
7. RSO DR Soeharso Solo
8. Dr Sanglah Denpasar
9. RS Cipto Mangunkusumo Jakarta
10. RSP Rotinsulu Bandung
Laporan ini mendeskripsikan hasil penilaian pemeriksaan EBA
(Executive Brain Assessment) terhadap calon agen perubahan di 10
RS Vertikal. Laporan ini disampaikan dengan maksud agar para
pengelola pengembangan SDM di 10 RS Vertikal yang telah
melakukan kegiatan pemeriksaan EBA untuk dapat menggunakan
hasil pemeriksaan EBA sebagai dasar merencanakan peningkatan
kapabilitas dalam bentuk capacity building (peningkatan kapasitas)
melalui internalisasi Revolusi Mental bidang kesehatan secara
berkesinambungan di tempat kerja mulai pembentukan Agen
Perubahan (Agen of Change), Role model kepemimpinan perubahan
serta Transformasi perubahan berkesinambungan melalui kegiatan
consulting, team building, training, coaching, mentoring, konseling dan
lain-lain serta penguatan integritas sebagai terobosan terbaru metode
dan strategi peningkatan integritas melalui pengembangan
LaporanAkuntabilitasKinerjaInstansiPemerintahTahun2016‐PusatAnalisisDeterminanKesehatan 46
kecerdasaan bersama (collective intellegence) yang akan melibatkan
seluruh pemangku kepentingan di 10 RS Vertikal.
2. CAPAIAN DUKUNGAN PADA PENGEMBANGAN DAN
PEMANFAATAN EBA OLEH TIM NASIONAL EBA
Pertemuan evaluasi kegiatan Executive Brain Assessment dihadiri
oleh:
Ahli / profesi :
1) dr. Muhammad Akbar, Sp. S(K): FK Unhas/Neuroscience
2) Dr. Elmira Sumintardja F (PSIKOLOGI UNPAD)
3) dr. Adre Mayza, Sp. S(K) : Dep NEUROLOGI FKUI-RSCM
4) Dr. Heru Wiryanto (AGREDATA CONSULTAN))
5) Dr. Anam Ong, Sp. S(K) (PP PERDOSSI)
6) Yusuf Hari Yuda, M.Si (PSIKOMETRIK)
7) Dr. Bagus Sulistiyo Budi, Sp KJ (PP PDSKJI)
8) Dr. Robert Olloan Rajagukguk (PP HIMPSI)
Kementerian Kesehatan:
1) Biro Hukum dan Organisasi
2) Direktorat Kesehatan Jiwa
3) Biro Kepegawaian
4) Pusdiklat Aparatur
5) Sekretariat Badan PPSDMKes
Tujuan :
1) Mengkoordinasikan pemanfaatan EBA dan evaluasi
pelaksanaannya.
2) Menyepakati hal-hal yang menjadi isu penting pengembangan
instrumen dan implementasinya pada program penataan SDM.
3) Menggali informasi lebih jauh tentang sejarah dan kronologis
perkembangan EBA.
Hasil pertemuan:
1) Pembentukan Rumah EBA di kantorKementerian Kesehatan
(direncanakan di Klinik Kemenkes), yang akan digunakan untuk
ruang pemeriksaan dan konsultasi hasil pemeriksaan EBA. Hasil
EBA selain diberikan pada satuan kerja juga diberikan kepada
individu yang dinilai sehingga individu tersebut mengetahui
LaporanAkuntabilitasKinerjaInstansiPemerintahTahun2016‐PusatAnalisisDeterminanKesehatan 47
kelebihan dan kekurangan pada dirinya, selanjutnya dapat
merencanakan program pengembangan potensinya.
2) Pengembangan instrumen Executive Brain Assessment:
a. Pengembangan EBA di daerah dengan membuat sentra-
sentra pelayanan EBA di regional barat, timur dan tengah.
b. Pelatihan standarisasi assessor untuk mendukung sentra-
sentra pelayanan EBA di daerah. Pelatihan akan dilakukan
melalui kerjasama dengan rumah sakit pendidikan dan
organisasi profesi di daerah.
c. Pengembangan instrumen EBA untuk peminatan studi dan
perencanaan karir.
d. Pengembangan model implementasi pada rekruitmen PNS,
seleksi untuk Tenaga Kesehatan Haji Indonesia (TKHI), dan
promosi jabatan. Promosi jabatan dengan mengembangkan
segmentasi penilaian EBA pada strata jabatan dengan
membuat brain job analysis(job brain profile) pada berbagai
tingkat jabatan dan jenis pekerjaan berdasarkan uraian
jabatan dan atau standar kompetensi jabatan.
e. Pengembangan konsep HEBAD (Human Executive Brain
Assessment and Development). Konsep ini memperluas
cakupan program agar Executive Brain Assessment tidak
hanya berhenti sebatas mapping potensi (assessment) tetapi
juga terkait pengembangan potensi yang dimilikinya
(development) melalui berbagai metode intervensi.
3) Membangun sistem IT untuk mempermudah dalam input data,
analisa dan pengolahan data hasil penilaian, serta pengembangan
data base hasil EBA yang terintegrasi dengan SIMKA atau
SIMPEG.
4) Mengkaji kemungkinan untuk PNBP melalui koordinasi dengan
Biro Keuangan.
5) Sosialisasi, koordinasi dan kerjasama dalam rangka
pengembangan instrumen Executive Brain Assessment baik lintas
program maupun lintas sektor.
LaporanAkuntabilitasKinerjaInstansiPemerintahTahun2016‐PusatAnalisisDeterminanKesehatan 48
3. CAPAIAN HASIL PEMERIKSAAN EBA LS DAN LP DI LUAR DIPA
PADK TAHUN 2016
EBA merupakan suatu model identifikasi body and mind-brain/mental-
emotion sebagai suatu sistem pengembangan potensi manusia.
Mekanisme untuk memahami proses belajar dan berpikir di otak
menjadi pengetahuan, keterampilan, sikap, dan kreativitas yang paling
menentukan keberhasilan dan memberikan kontribusi terbaik pada
kemajuan organisasi. Executive Brain Assessment mengidentifikasi (1)
berpikir otak manusia dalam belajar lewat beberapa cara: visual,
auditorik, kinestetik. (2) fleksibilitas berpikir kiri atau kanan, serta (3)
model responsifitas berpikir mulai dari rasional, manajerial, emosional
sampai strategikal. Variasi hasil ini menunjukan adanya perbedaan
individual pada setiap orang dalam mengembangkan diri secara
optimal.
Hasil pemeriksaan EBA juga menjadi dasar upaya peningkatan
kemampuan eksekutif otak yang berhubungan langsung dengan
kapabilitas dan integritas dalam rangka meningkatkan efektifitas dan
efisiensi pekerjaan individu dalam mencapai tujuan organisasi.
Pemenuhan kecocokan antara profil potensi otak individu dengan profil
otak jabatan merupakan upaya pencapaian peningkatan kinerja yang
efektif dan efisien dalam pencapaian tujuan organisasi.
Sepanjang tahun 2016 telah ada beberapa permintaan tes EBA dari
beberapa instansi lintas sektor antara lain:
1. Pemeriksaan EBA pada 32 Tunas Integritas Kementerian Kelautan
dan Perikanan di Bandung
2. Pemeriksaan Executive Brain Assessment (EBA) pada 51 Tunas
Integritas Kementerian KKP
3. Pemeriksaan Executive Brain Assessment (EBA) 251 struktural
dan fungsional senior Pemrov Banten
4. Pemeriksaan Executive Brain Assessment (EBA) pada 18 eselon
2 Pemkot Bandung
5. Pemeriksaan Executive Brain Assessment (EBA) pada 168
Mandiri Best Employee PT Bank Mandiri
6. Pemeriksaan 20 Tunas Integritas KLOP dalam TOT KPK di Medan
LaporanAkuntabilitasKinerjaInstansiPemerintahTahun2016‐PusatAnalisisDeterminanKesehatan 49
7. Pemeriksaan Executive Brain Assessment (EBA) pada 24 manajer
PT Angkasa Pura 2
8. Pemeriksaan Executive Brain Assessment (EBA) pada 22 manajer
PT Angkasa Pura 2
9. Pemeriksaan Executive Brain Assessment (EBA) pada 309
struktural dan fungsional RS Paru Rotinsulu Bandung
4. CAPAIAN HASIL PEMERIKSAAN EBA UNTUK CAPACITY BUILDING PADA UNIT KERJA KEMENTERIAN KESEHATAN
Capacity building adalah serangkaian aktivitas strategis yang
ditujukan untuk meningkatkan efisiensi, efektivitas dan responsivitas
kinerja pemerintahan dengan memusatkan perhatian kepada
pengembangan sumber daya manusia dan organisasi. Capacity
building di lingkungan Kementerian Kesehatan RI dilaksanakan secara
terintegrasi dengan semangat perubahan organisasi berdasarkan
tuntutan reformasi birokrasi menuju terlaksana prinsip-prinsip good
governance yaitu keterbukaan informasi (transparency), akuntabilitas
(accountability), pertanggungjawaban (responsibility), kemandirian
(independency), kesetaraan dan kewajaran (fairness).
Capacity building yang dilaksanakan harus memperhatikan
proses peningkatan kapasitas individu dan organisasi dalam rangka
mensukseskan reformasi birokrasi di lingkungan Kementerian
Kesehatan RI, yaitu tercapainya cita-cita perubahan, terselenggaranya
manajemen perubahan, penataan peraturan perundang-undangan,
penataan dan penguatan organisasi, penataan tatalaksana, penataan
sistem manajemen SDM aparatur, penguatan pengawasan, penguatan
akuntabilitas kinerja, serta peningkatan kualitas pelayanan publik.
Untuk mencapai perubahan yang diharapkan oleh setiap satuan kerja
sebagai tahap awal diperlukan profil sumber daya manusia (SDM) dan
profil organisasi (program) setiap satuan kerja.
Capacity building didahului dengan pemetaan profil SDM dan
profil organisasi setiap satker diperoleh melalui kegiatan Executive
Brain Assessment (EBA) dan asesmen organisasi. Keduanya
kemudian dijadikan dasar atau acuan dalam membuat management
LaporanAkuntabilitasKinerjaInstansiPemerintahTahun2016‐PusatAnalisisDeterminanKesehatan 50
perubahan satuan kerja atau lebih dikenal dengan istilah from - to.
Dokumen atau rencana perubahan from – to setiap satuan kerja
kemudian ditindaklanjuti dalam suatu rencana aksi kegiatan perubahan
oleh AoC yang telah ditetapkan.
Dalam rangka mensukseskan pelaksanaan capacity building,
profil SDM yang sudah ada melalui kegiatan Executive Brain
Assessment (EBA) dijadikan sebagai dasar intervensi yang dilakukan
antara lain: 1) Training, 2) Mentoring, 3) Coaching dan 4) Counselling.
Segala bentuk kegiatan ini disesuaikan dengan rencana perubahan
satuan kerja (from – to) dikaitkan dengan profil SDM dan organisasi
satuan kerja sehingga tercipta suatu skenario capacity building bagi
satuan kerja. Adapun laporan ini mencoba memberikan gambaran
analisa skenario capacity building dari beberapa satuan kerja di
lingkungan Kementerian Kesehatan RI yang mengundang PADK untuk
memberikan masukan feedback pengembangan organisasi
berdasarkan hasil EBA, antara lain:
1. Capacity building tindaklanjut EBA BPFK di Surabaya
2. Feedback hasil Executive Brain Assessment (EBA) pada kegiatan
capacity building seluruh pegawai Pusat Krisis Kesehatan
3. Paparan pemanfaatan hasil EBA pada kegiatan revolusi mental di
LPMJ DKI Jakarta
4. Feedback hasil Executive Brain Assessment (EBA) hasil EBA
seluruh pegawai RS Rotinsulu Bandung
5. Feedback hasil Executive Brain Assessment (EBA) pada kegiatan
capacity building seluruh pegawai Biro Umum
6. Feedback hasil Executive Brain Assessment (EBA) pada kegiatan
capacity building seluruh pegawai Pusat Kesehatan Haji.
2. AGEN PERUBAHAN KEMENTERIAN KESEHATAN
A. REKRUITMENT AGEN PERUBAHAN KEMENTERIAN KESEHATAN
Agen Perubahan adalah individu/kelompok terpilih yang menjadi
pelopor perubahan dan sekaligus dapat menjadi contoh dan
panutan dalam perilaku yang mencerminkan integritas dan kinerja
yang tinggi di lingkungan organisasinya (PERMENPAN-RB No. 27
LaporanAkuntabilitasKinerjaInstansiPemerintahTahun2016‐PusatAnalisisDeterminanKesehatan 51
Tahun 2014 Tentang Pedoman Pembangunan Agen Perubahan di
Instansi Pemerintah)
Proses Rekruitmen dibagi menjadi 3 yaitu:
1. Tahapan Nominasi (Satuan kerja mengusulkan calon AoC
sebanyak 20% dari jumlah struktural dan fungsional
berdasarkan kriteria individu yang dimiliki antara lain:Kinerja
memuaskan (minimal baik), Perilaku menunjukan keteladanan
dalam kedisiplinan, tanggung jawab, kemampuan memberi
pengaruh positif, inovatif dan produktif serta berintegritas)
2. Tahapan Seleksi (PADK membuat rekomendasi berdasarkan
analisa potensi kapabilitas dan integritas penilaian Executive
Brain Assessment pada usulan nama satker)
3. Tahapan Eleksi (Satuan kerja menetapkan AoC sebanyak 3
orang fungsional dan 1 orang struktural berdasarkan hasil di
tahap nominasi dan tahap seleksi.)
Mencocokan Profil Otak dengan Kriteria AoC menggunakan
pemeriksaan EBA
Seluruh satuan kerja diminta berkontribusi dalam tahapan eleksi
yaitu dengan bersurat dengan tanda tangan kepala satker masing-
masing dengan ketentuan sebagai berikut:
Ketua : Kepala Satuan Kerja
Wakil : Eselon 3 atau 4
Anggota : 1. …….
2. ……..
3. ……..
Kementerian Kesehatan telah memiliki kelompok Agent of Change
(AoC) yang dibentuk berdasarkan Surat Keputusan Sekretaris
Jenderal Kementerian Kesehatan Nomor Hk.03.01/III/SK/073/2015
tentang Tim Asesor dan Agen Perubahan (AoC) Reformasi
Birokrasi Kementerian Kesehatan
B. PEMBEKALAN DAN DEKLARASI AGEN PERUBAHAN DI KM.
KELUD
Kegiatan pembekalan dan deklarasi Agen Perubahan (agen of change)
Kementerian Kesehatan dilaksanakan dalam rangka mendorong
LaporanAkuntabilitasKinerjaInstansiPemerintahTahun2016‐PusatAnalisisDeterminanKesehatan 52
perubahan mindset dan culture set berdasarkan program manajemen
perubahan dalam Roadmap Reformasi Birokrasi Kementerian
Kesehatan 2015-2019 dan Internalisasi Revolusi Mental Bidang
Kesehatan yang disusun dalam dokumen Revolusi Mental Bidang
Kesehatan. Telah ditetapkan Agent of Change di Lingkungan
Kementerian Kesehatan berdasarkan keputusan Sekretaris Jenderal
Kementerian Kesehatan RI Nomor HK.02.03/III/SK/141/2016 tentang
Penetapan Agent of Change di Lingkungan Kementerian Kesehatan.
Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk meningkatkan kemampuan agen
perubahan di lingkungan unit utama Kemenkes lainnya dalam
mendorong terciptanya budaya kerja baru yang positif dalam
meningkatkan kualitas pelayanan publik di bidang kesehatan untuk
mencapai akuntabilitas kinerja, bebas KKN, dan peningkatan
pelayanan publik. Kegiatan pembekalan dan deklarasi Agen
Perubahan (agen of change) ini merupakan salah satu dari rangkaian
Hari Kesehatan Nasional ke 52 tahun 2016 dalam mendorong
terciptanya budaya kerja baru yang positif dalam meningkatkan
kualitas pelayanan publik di bidang kesehatan.
Peserta terdiri dari agen perubahan Kementerian Kesehatan yang
terdiri dari pejabat eselon 2 sebagai koordinator Agen Perubahan pada
masing-masing unit satuan kerja, serta pejabat eselon 3 dan 4 dan
pejabat fungsional yang terpilih sebagai agen perubahan dari seluruh
satuan kerja unit utama di Kementerian Kesehatan. Undangan peserta
yang turut menyaksikan Kegiatan pembekalan dan deklarasi Agen
Perubahan (agen of change) Kementerian Kesehatan ini antara lain
Deputi Bidang SDM Aparatur, dan Deputi Bidang RB, Akuntabilitas dan
Pengawasan Kementerian PAN RB, Komisi Pemberantasan Korupsi,
Direktur Utama Rumah Sakit-Rumah Sakit Vertikal Kementerian
Kesehatan, anggota Pokja Manajemen perubahan Tim RB
Kementerian Kesehatan, serta Undangan lainnya. Kegiatan ini akan
diisi dengan keynote speech tentang Strategi Membangun Integrity
Advantage ASN Kesehatan oleh Pimpinan Komisi Pemberantasan
Korupsi Bapak Saut Situmorang, dilanjutkan pembekalan materi
Pembangunan Integritas oleh tim Komisi Pemberantasan Korupsi,
LaporanAkuntabilitasKinerjaInstansiPemerintahTahun2016‐PusatAnalisisDeterminanKesehatan 53
serta materi Peningkatan Etos Kerja Dan Gotong Royong oleh Nara
Sumber dari Universitas Tarumanagara. Metode yang digunakan
dalam kegiatan workshop ini adalah dengan ceramah, studi kasus, role
play, games dan self assessment. Setelah kegiatan pembekalan akan
dilanjutkan dengan penyusunan tindak lanjut rencana perubahan di
unit satuan kerja yang akan disusun oleh tim agen perubahan di
satuan kerja masing-masing, diakhiri dengan prosesi deklarasi Agen
Perubahan (agen of change) Kementerian Kesehatan. Harapan dari
kegiatan ini adalah peningkatan kemampuan strategi manajemen
perubahan pada Agen Perubahan (agen of change) di Kementerian
Kesehatan sehingga dapat memberikan pengaruh efektif dan positif
pada perubahan organisasi dalam iklim kerja di setiap satuan kerjanya.
Selama pembekalan akan menginternalisasikan nilai-nilai Revolusi
Mental bidang kesehatan yaitu:
a. Sehat Tanpa Korupsi: Jaga diri, Jaga teman, jaga Kemenkes.
b. Sehat Melayani: Cepat, Tepat, Bersahabat.
c. Indonesia Sehat: Gerakan Masyarakat Sehat dan PHBS
Gambar 9.
Pembekalan Dan Deklarasi Agen Perubahan Di KM. Kelud
LaporanAkuntabilitasKinerjaInstansiPemerintahTahun2016‐PusatAnalisisDeterminanKesehatan 54
B. Realisasi Anggaran
Persentase realisasi anggaran
Pada tahun 2016, Pusat Analisis Determinan Kesehatan memperoleh alokasi
anggaran sebesar Rp. 27.758.578.000,-. Realisasinya adalah Rp. 23.363.585.946,-
atau sebesar 84,16 %.
Persentase realisasi anggaran berdasarkan program/kegiatan
Pada tahun 2016, Pusat Analisis Determinan Kesehatan telah melaksanakan kegiatan-
kegiatan terpadu yang melibatkan partisipasi aktif stake holder, yaitu antara lain dari:
Lintas Program, Lintas Sektor, serta profesi terkait. Kegiatan/program yang
dilaksanakan antara lain: 1) Penyusunan Dokumen Analisis Gambaran Desentralisasi
Kesehatan Di Indonesia, 2) Penyusunan Dokumen Analisis SDM Kesehatan Di Daerah
Terpencil, Perbatasan Dan Kepulauan, 3) Penyusunan Dokumen Analisis Dampak
Pornografi Terhadap Kualitas SDM, 4) Penyusunan Dokumen Analisis Kebijakan
Penetapan Harga Obat, 5) Rancang Bangun Pengembangan Kesehatan Inteligensia
Di 7 Propinsi, 6) Penyusunan Dokumen Analisis Membangun Revolusi Mental Bidang
Kesehatan, 7) Penguatan Potensi Integritas Pada Aparatur Sipil Negara, 8)
Penyusunan Profil Pengembangan Kesehatan Inteligensia Di Daerah, 9) Jejaring
Peningkatan Kebijakan Pembangunan Kesehatan : a) Keikutsertaan Indonesia dalam
Transpasific Partnership Sektor Kesehatan, b) Pendekatan Keluarga.
Realisasi anggaran berdasarkan program/kegiatan tahun 2016 tersebut, dapat dilihat
pada tabel berikut:
Tabel 7 Realisasi anggaran berdasarkan program/kegiatan
Tahun 2016 Alokasi anggaran sesuai
DIPA Besarnya Anggaran
Realisasi Belanja
Realisasi (%)
[5831.040] Kebijakan Pembangunan Kesehatan Berdasarkan Analisis Determinan Kesehatan [Dokumen]
22.577.836.000,- 19.640.942.202,- 86,9
[5831.041] Dukungan Layanan Manajemen [Bulan Layanan]
3.239.700.000,- 1.980.172.300,- 61,12
[5831.994] Layanan Perkantoran [Bulan Layanan]
1.941.042.000,- 1.742.471.444,- 89,76
TOTAL 27.758.578.000,- 23.363.585.946,- 84.16
LaporanAkuntabilitasKinerjaInstansiPemerintahTahun2016‐PusatAnalisisDeterminanKesehatan 55
BAB IV PENUTUP
SIMPULAN
Laporan Akuntabilitas Kinerja Pusat Analisis Determinan Kesehatan tahun 2016,
merupakan sarana untuk menyampaikan pertanggungjawaban kinerja kepada Sekretaris
Jenderal Kementerian Kesehatan RI dan seluruh pemangku kepentingan baik yang terkait
langsung maupun tidak langsung dalam kurun waktu tahun 2016. Laporan ini juga
menjadi sumber informasi untuk perbaikan dan peningkatan kinerja secara berkelanjutan.
Indikator kinerja Pusat Analisis Determinan Kesehatan terdiri dari 1 (satu)
indikator. Pada tahun 2016, Pusat Analisis Determinan Kesehatan, dapat mencapai
indikator kinerjanya tersebut, sesuai target yang telah ditetapkan (terealisasi sebesar
100%). Di mana output kegiatan terealisasi sebesar 100%. Pada tahun 2016 DIPA Pusat
Analisis Determinan sebesar Rp. 37.711.1928.000,- yang bersumber dari APBN. Jumlah
ini termasuk efisiensi anggaran sebesar Rp. 9.952.614.000,-, sehingga pagu Pusat
Analisis Determinan Kesehatan sebenarnya sebesar Rp. 27.758.578.000,-, dengan
realisasi anggaran sebesar Rp 23.363.585.946,- atau 84,17 % dari anggaran yang
dialokasikan. Pusat Analisis Determinan Kesehatan, memfokuskan kegiatan pada analisis
lingkungan strategis, analisis perilaku dan kesehatan intelegensia.
Prosentase pencapaian target tiap-tiap program/kegiatan adalah sebagai
berikut: 1) Bidang Analisis Kebijakan lingkungan strategis dengan capaian target
keuangan sebesar 91% dengan output kinerja, rata-rata 100 %; 2) Bidang Analisis
perilaku dan kesehatan intelegensia dengan capaian output sebesar 100% dengan
menggunakan anggaran sebesar 85%. Meskipun serapan anggaran tidak mencapai
100%, namun semua kegiatan dapat dilaksanakan dengan baik sesuai dengan
perencanaan yang telah ditetapkan. Walaupun demikian, ada beberapa hal yang menjadi
masalah dalam pelaksanaan tugas dan fungsi, yaitu antara lain penjadwalan kegiatan
tidak tepat waktu sesuai perencanaan, pemotongan anggaran yang mengakibatkan
terjadinya kendala pelaksanaan kegiatan. Keterbatasan waktu narasumber serta
perbedaan paradigma di antara peserta, juga menjadi salah satu permasalahan dalam
kegiatan penyusunan dokumen analisis.
LaporanAkuntabilitasKinerjaInstansiPemerintahTahun2016‐PusatAnalisisDeterminanKesehatan 56
Secara umum dapat disimpulkan bahwa Pusat Analisis Determinan Kesehatan
telah merealisasikan program dan kegiatan tahun 2016. Keberhasilan yang telah dicapai
tahun 2016 ini, diharapkan dapat menjadi parameter agar kegiatan-kegiatan di tahun
berikutnya dapat dilaksanakan secara lebih efektif dan efisien, sedangkan segala
kekurangan yang menghambat tercapainya target dan kegiatan diharapkan dapat diatasi
sehingga tidak berdampak pada kinerja tahun-tahun mendatang.