Sekresi Hormon Kelenjar Tiroid

15
Sekresi Hormon Kelenjar Tiroid Proses sekresi hormone ini dimulai dengan proses endositosis koloid oleh sel folikel kelenjar. Di dalam sel butir – butir koloid ini meleburkan diri dengan lisosom yang mengandung enzim proteolitik. Enzim ini memutuskan ikatan polipeptida antara senyawa iodotironin dengan tiroglobulin, sehingga didalam sitoplasma didapat MIT, DIT, T4, dan T3. MIT dan DIT tetap didalam sitoplasma untuk didaur ulang dengan bantuan enzim mikrosom iodotirosin deiodinase yang membebaskan iodium kembali. Sedangkan T3 dan T4 akan disekresikan ke dalam sirkulasi darah. Proses endositosis koloid dirangsang oleh TSH. Distribusi T3 dan T4 dalam Plasma Sebagian besar T3 dan T4 terikat pada protein plasma, yaitu protein bound iodine (PBI), sisanya dalam bentuk T3 dan T4 bebas yang terikat pada protein jaringan. Ada 3 jenis PBI yang terdapat di dalam plasma yaitu thyroxine binding albumin (TBA), thyroxine binding prealbumin (TBPA), dan thyroxine binding globulin (TBG). Dari ketiga protein tersebut yang paling tinggi afinitasnya terhadap T3 dan T4 adalah TBG (terhadap T4 55%, terhadap T3 65%). Kadar PBI dalam plasma dapat berubah-ubah. Hal ini akan mempengaruhi jumlah T3 dan T4 yang terikat pada protein tersebut dan mempengaruhi kadar T3 dan T4 yang bebas. T3 dan T4 plasma yang bebas merupakan bentuk T3 dan T4 plasma yang berperan fisiologik aktif, artinya T3 dan T4 bebas ini berperan dalam proses pengendalian melalui mekanisme umpan balik dan berfungsi aktif terhadap sel-sel sasaran. Sedangkan bentuk T3 dan T4 lainnya bersifat inert. Pada seseorang yang mendapat estrogen dan selama kehamilan serta setelah pengobatan berbagai macam obat seperti metadon dan heroin, kadar TBG meningkat mengakibatkan kadar T3 dan T4 bebas menurun. Hal sebaliknya terjadi pada seseorang yang diberikan glukokortikoid dan androgen. Metabolisme Hormon Tiroid T4 dan T3 mengalami deiodinasi di hati, ginjal dan banyak jaringan lain. Pada orang dewasa normal sepertiga T4 dalam darah secara normal diubah menjadi T3 dan 45% diubah menjadi RT3. Hanya sekitar 13% T3 dalam darah disekresi oleh kelenjar tiroid dan 87% dibentuk melalui deiodinasi T4. Terdapat 3 deiodinase berbeda yang bekerja pada hormone tiroid, yaitu : D1: konsentrasi tinggi di hati, ginjal, tiroid dan hipofisis, berperan terutama dalam pembentukan T3 dari T4 di perifer D2: terdapat di Otak, hipofisis dan lemak coklat, berperan dalam pembentukan T3.

Transcript of Sekresi Hormon Kelenjar Tiroid

Sekresi Hormon Kelenjar TiroidProses sekresi hormone ini dimulai dengan proses endositosis koloid oleh sel folikel kelenjar. Di dalam sel butir butir koloid ini meleburkan diri dengan lisosom yang mengandung enzim proteolitik. Enzim ini memutuskan ikatan polipeptida antara senyawa iodotironin dengan tiroglobulin, sehingga didalam sitoplasma didapat MIT, DIT, T4, dan T3. MIT dan DIT tetap didalam sitoplasma untuk didaur ulang dengan bantuan enzim mikrosom iodotirosin deiodinase yang membebaskan iodium kembali. Sedangkan T3 dan T4 akan disekresikan ke dalam sirkulasi darah. Proses endositosis koloid dirangsang oleh TSH.Distribusi T3 dan T4 dalam Plasma Sebagian besar T3 dan T4 terikat pada protein plasma, yaitu protein bound iodine (PBI), sisanya dalam bentuk T3 dan T4 bebas yang terikat pada protein jaringan. Ada 3 jenis PBI yang terdapat di dalam plasma yaitu thyroxine binding albumin (TBA), thyroxine binding prealbumin (TBPA), dan thyroxine binding globulin (TBG). Dari ketiga protein tersebut yang paling tinggi afinitasnya terhadap T3 dan T4 adalah TBG (terhadap T4 55%, terhadap T3 65%).Kadar PBI dalam plasma dapat berubah-ubah. Hal ini akan mempengaruhi jumlah T3 dan T4 yang terikat pada protein tersebut dan mempengaruhi kadar T3 dan T4 yang bebas. T3 dan T4 plasma yang bebas merupakan bentuk T3 dan T4 plasma yang berperan fisiologik aktif, artinya T3 dan T4 bebas ini berperan dalam proses pengendalian melalui mekanisme umpan balik dan berfungsi aktif terhadap sel-sel sasaran. Sedangkan bentuk T3 dan T4 lainnya bersifat inert. Pada seseorang yang mendapat estrogen dan selama kehamilan serta setelah pengobatan berbagai macam obat seperti metadon dan heroin, kadar TBG meningkat mengakibatkan kadar T3 dan T4 bebas menurun. Hal sebaliknya terjadi pada seseorang yang diberikan glukokortikoid dan androgen.Metabolisme Hormon TiroidT4 dan T3 mengalami deiodinasi di hati, ginjal dan banyak jaringan lain. Pada orang dewasa normal sepertiga T4 dalam darah secara normal diubah menjadi T3 dan 45% diubah menjadi RT3. Hanya sekitar 13% T3 dalam darah disekresi oleh kelenjar tiroid dan 87% dibentuk melalui deiodinasi T4.Terdapat 3 deiodinase berbeda yang bekerja pada hormone tiroid, yaitu : D1: konsentrasi tinggi di hati, ginjal, tiroid dan hipofisis, berperan terutama dalam pembentukan T3 dari T4 di perifer D2: terdapat di Otak, hipofisis dan lemak coklat, berperan dalam pembentukan T3. D3: otak dan organ reproduksi, mungkin sebagai sumber utama RT3 di darah dan jaringan.Secara keseluruhan, deiodinase berperan dalam mempertahankan perbedaan rasio T3/T4 di berbagai jaringan tubuh. Terdapat sejumlah T3 dan T4 yang dikonversikan menjadi deiodotirosin oleh deiodinase. T3 dan T4 juga dikonjugasi di hati untuk membentuk sulfat dan glukuronida yang akan masuk ke dalam empedu dan melewati usus. Konjugat dari tiroid ini telah dihidrolisis dan sebagian ada yang direabsorbsi (sirkulasi enterohepatik) dan diekskresi dengan feses.T3 dan T4 membantu sel mengubah oksigen dan kalori menjadi tenaga (ATP = adenosin tri fosfat). T3 bersifat lebih aktif daripada T4. T4 yang tidak aktif itu diubah menjadi T3 oleh enzim 5-deiodinase yang ada di dalam hati dan ginjal. Proses ini juga berlaku di organ-organ lain seperti hipotalamus yang berada di otak tengah.Kelenjar tiroid menghasilkan tiga jenis hormon yaitu T3, T4 dan sedikit kalsitonin. Hormon T3 dan T4 dihasilkan oleh folikel sedangkan kalsitonin dihasilkan oleh parafolikuler. Bahan dasar pembentukan hormon-hormon ini adalah yodium yang diperoleh dari makanan dan minuman. Yodium yang dikomsumsi akan diubah menjadi ion yodium (yodida) yang masuk secara aktif ke dalam sel kelenjar dan dibutuhkan ATP sebagai sumber energi. Proses ini disebut pompa iodida, yang dapat dihambat oleh ATP-ase, ion klorat dan ion sianat.

Sel folikel membentuk molekul glikoprotein yang disebut Tiroglobulin yang kemudian mengalami penguraian menjadi mono iodotironin (MIT) dan Diiodotironin (DIT). Selanjutnya terjadi reaksi penggabungan antara MIT dan DIT yang akan membentuk Tri iodotironin atau T3 dan DIT dengan DIT akan membentuk tetra iodotironin atau tiroksin (T4). Proses penggabungan ini dirangsang oleh TSH namun dapat dihambat oleh tiourea, tiourasil, sulfonamid, dan metil kaptoimidazol. Hormon T3 dan T4 berikatan dengan protein plasma dalam bentuk PBI (protein binding Iodine). Fungsi hormon-hormon tiroid antara adalah:

a. Mengatur laju metabolisme tubuh. Baik T3 dan T4 kedua-duanya meningkatkan metabolisme karena peningkatan komsumsi oksigen dan produksi panas. Efek ini pengecualian untuk otak, lien, paru-paru dan testes

b. Kedua hormon ini tidak berbeda dalam fungsi namun berbeda dalam intensitas dan cepatnya reaksi. T3 lebih cepat dan lebih kuat reaksinya tetapi waktunya lebih singkat dibanding dengan T4. T3 lebih sedikit jumlahnya dalam darah. T4 dapat dirubah menjadi T3 setelah dilepaskan dari folikel kelenjar.

c. Memegang peranan penting dalam pertumbuhan fetus khususnya pertumbuhan saraf dan tulang

d. Mempertahankan sekresi GH dan gonadotropin

e. Efek kronotropik dan Inotropik terhadap jantung yaitu menambah kekuatan kontraksi otot dan menambah irama jantung.f. Merangsang pembentukan sel darah merahg. Mempengaruhi kekuatan dan ritme pernapasan sebagai kompensasi tubuh terhadap kebutuhan oksigen akibat metabolisme h. Bereaksi sebagai antagonis insulinTirokalsitonin mempunyai jaringan sasaran tulang dengan fungsi utama menurunkan kadar kalsium serum dengan menghambat reabsorpsi kalsium di tulang. Faktor utama yang mempengaruhi sekresi kalsitonin adalah kadar kalsium serum. Kadar kalsium serum yang rendah akan menekan ;pengeluaran tirokalsitonin dan sebaliknya peningkatan kalsium serum akan merangsang pengeluaran tirokalsitonin. Faktor tambahan adalah diet kalsium dan sekresi gastrin di lambung.

Pengaturan sekresi hormon kelenjar tiroidKonsentrasi T3 dan T4 dalam plasma dikendalikan melalui mekanisme umpan balik negatif yaitu melaui poros hipotalamus-hipofisis-tiroid. Aktivitas kelenjar tiroid dirangsang oleh TSH dari adenohipofisis, dan TSH sendiri oleh TRH dari hipotalamus. Hormon T3 dan T4 yang dihasilkannya berada dalam bentuk senyawa bebas, bila kadar fisiologik normalnya telah dilampaui, akan menghambat produksi TSH mungkin juga TRH, sehingga aktivitas produksi kelenjar tiroid ditekan. Produksi TSH juga dipengaruhi oleh rangsang suhu. Pada udara dingin sekresi TSH meningkat, dan pada udara panas sekresi TSH akan menurun. stress menimbulkan efek penghambatan pada sekresi TRH. Dopamin dan somatostatin serta glukokortikoid menghambat sekresi TSEfek Hormon Kelenjar TiroidEfek umum dari hormone tiroid adalah untuk menyebabkan transkripsi inti dari sejumlah besar gen. Oleh karena itu, sesungguhnya dalam semua sel tubuh, sejumlah besar enzim protein, protein structural, protein transport, dan zat lainnya akan meningkat. Hasil akhir dari semuanya adalah peningkatan menyeluruh aktivitas fungsional di seluruh tubuh.Sebelum bekerja pada gen untuk meningkatkan transkripsi genetic, hampir semua tiroksin dideiodinasi oleh suatu ion iodium sehingga membentuk triiodotironin. Selanjutnya, triiodotironin ini memiliki afinitas pengikatan yang sangat tinggi dengan reseptor hormone tiroid intraselular. Akibatnya, sekitar 90% molekul hormone tiroid yang berikatan dengan reseptor adalah triiodotironin dan hanya 10% tirosin yang berikatan dengan reseptor.Reseptor reseptor hormone tiroid melekat atau berdekatan pada rantai genetic DNA. Saat berikatan dengan hormone tiroid, reseptor menjadi aktif dan mengwali proses transkripsi. Kemudian dibentuk sejumlah besar tipe RNA messenger yang berbeda, yang kemudian dalam beberapa menit atau jam diikuti dengan translasi RNA pada ribosom sitoplasma untuk membentuk ratusan protein baru. Diyakini bahwa sebagian besar kerja hormone tiroid dihasilkan dari fungsi enzimatik dan fungsi lain dari protein baru ini.

Efek kalorigenik hormone tiroidT3 dan T4 merupakan hormon termogenik dan dapat meningkatkan konsumsi oksigen pada seluruh aktivitas metabolik jaringan kecuali otak dewasa, testis, uterus, lymph nodes, limfa, dan hipofisis anterior. Peningkatan konsumsi oksigen oleh jaringan akan meningkatkan laju metabolisme yang pada akhirnya meningkatkan produksi panas. Hal ini disebut sebagai kalorigenesis.Hormon tiroid memiliki efek sekunder pada kalorigenesis dengan meningkatkan ekskresi nitrogen sehingga terjadi katabolisme dari lemak dan protein yang dapat menyebabkan penurunan berat badan bila konsumsi makanan tidak adekuat. Kadar tiroid yang besar dapat untuk menghasilkan panas dalam jumlah besar sehingga suhu tubuh meningkat. Akibatnya, terjadi mekanisme hilangnya panas karena vasodilatasi di kulit sehingga resistensi perifer berkurang. Hormon tiroid juga dibutuhkan untuk perubahan hepatik dari karotin menjadi vitamin A.Efek kalorigenik lain dari hormon tiroid akibat adanya metabolisme asam lemak. Hormon tiroid meningkatkan aktivitas dari ikatan membrane Na,K ATPase pada berbagai jaringan.http://kopikola.wordpress.com/2011/04/08/hormon-tiroid/ http://yusnia-bio.blogspot.com/2009/04/sistem-hormon-hormon-adalah-zat-kimia.html

INSULIN : MEKANISME SEKRESI DAN ASPEK METABOLISMEProses Pembentukan dan Sekresi Insulin

Insulin merupakan hormon yang terdiri dari rangkaian asam amino, dihasilkan oleh sel beta kelenjar pankreas. Dalam keadaan normal, bila ada rangsangan pada sel beta, insulin disintesis dan kemudian disekresikan kedalam darah sesuai kebutuhan tubuh untuk keperluan regulasi glukosa darah. Secara fisiologis, regulasi glukosa darah yang baik diatur bersama dengan hormone glukagon yang disekresikan oleh sel alfa kelenjar pankreas. Sintesis insulin dimulai dalam bentuk preproinsulin (precursor hormon insulin) pada retikulum endoplasma sel beta. Dengan bantuan enzim peptidase, preproinsulin mengalami pemecahan sehingga terbentuk proinsulin, yang kemudian dihimpun dalam gelembung-gelembung (secretory vesicles) dalam sel tersebut. Di sini, sekali lagi dengan bantuan enzim peptidase, proinsulin diurai menjadi insulin dan peptida-C (C-peptide) yang keduanya sudah siap untuk disekresikan secara bersamaan melalui membran sel.

Mekanisme diatas diperlukan bagi berlangsungnya proses metabolisme secara normal, karena fungsi insulin memang sangat dibutuhkan dalam proses utilisasi glukosa yang ada dalam darah. Kadar glukosa darah yang meningkat, merupakan komponen utama yang memberi rangsangan terhadap sel beta dalam memproduksi insulin. Disamping glukosa, beberapa jenis asam amino dan obat-obatan, dapat pula memiliki efek yang sama dalam rangsangan terhadap sel beta. Mengenai bagaimana mekanisme sesungguhnya dari sintesis dan sekresi insulin setelah adanya rangsangan tersebut, merupakan hal yang cukup rumit dan belum sepenuhnya dapat dipahami secara jelas.

Diketahui ada beberapa tahapan dalam proses sekresi insulin, setelah adanya rangsangan oleh molekul glukosa. Tahap pertama adalah proses glukosa melewati membrane sel. Untuk dapat melewati membran sel beta dibutuhkan bantuan senyawa lain. Glucose transporter (GLUT) adalah senyawa asam amino yang terdapat di dalam berbagai sel yang berperan dalam proses metabolisme glukosa. Fungsinya sebagai kendaraan pengangkut glukosa masuk dari luar kedalam sel jaringan tubuh. Glucose transporter 2 (GLUT 2) yang terdapat dalam sel beta misalnya, diperlukan dalam proses masuknya glukosa dari dalam darah, melewati membran, ke dalam sel. Proses ini penting bagi tahapan selanjutnya yakni molekul glukosa akan mengalami proses glikolisis dan fosforilasi didalam sel dan kemudian membebaskan molekul ATP. Molekul ATP yang terbentuk, dibutuhkan untuk tahap selanjutnya yakni proses mengaktifkan penutupan K channel pada membran sel. Penutupan ini berakibat terhambatnya pengeluaran ion K dari dalam sel yang menyebabkan terjadinya tahap depolarisasi membran sel, yang diikuti kemudian oleh tahap pembukaan Ca channel. Keadaan inilah yang memungkinkan masuknya ion Ca sehingga menyebabkan peningkatan kadar ion Ca intrasel. Suasana ini dibutuhkan bagi proses sekresi insulin melalui mekanisme yang cukup rumit dan belum seutuhnya dapat dijelaskan.( Gambar 1 )

Exocytosis secretoryGranule transport Seperti disinggung di atas, terjadinya aktivasi penutupan K channel tidak hanya disebabkan oleh rangsangan ATP hasil proses fosforilasi glukosa intrasel, tapi juga dapat oleh pengaruh beberapa faktor lain termasuk obat-obatan. Namun senyawa obat-obatan tersebut, misalnya obat anti diabetes sulfonil urea, bekerja pada reseptor tersendiri, tidak pada reseptor yang sama dengan glukosa, yang disebut sulphonylurea receptor (SUR) pada membran sel beta. Glucose signaling Glucose GLUT-2 Glucose Glucose-6-phosphate ATP Depolarizationof membrane K+ channel shut Ca2+ Channel OpensInsulin + C peptide Cleavage enzymesProinsulin preproinsulin Preproinsulin Insulin SynthesisB. cellK+ Gb.1 Mekanisme sekresi insulin pada sel beta akibat stimulasiGlukosa ( Kramer,95 ) Dinamika sekresi insulinInsulin ReleaseDinamika Sekresi Insulin Dalam keadaan fisiologis, insulin disekresikan sesuai dengan kebutuhan tubuh normal oleh sel beta dalam dua fase, sehingga sekresinya berbentuk biphasic. Seperti dikemukakan, sekresi insulin normal yang biphasic ini akan terjadi setelah adanya rangsangan seperti glukosa yang berasal dari makanan atau minuman. Insulin yang dihasilkan ini, berfungsi mengatur regulasi glukosa darah agar selalu dalam batas-batas fisiologis, baik saat puasa maupun setelah mendapat beban. Dengan demikian, kedua fase sekresi insulin yang berlangsung secara sinkron tersebut, menjaga kadar glukosa darah selalu dalam batas-batas normal, sebagai cerminan metabolisme glukosa yang fisiologis.

Sekresi fase 1 (acute insulin secretion responce = AIR) adalah sekresi insulin yang terjadi segera setelah ada rangsangan terhadap sel beta, muncul cepat dan berakhir juga cepat. Sekresi fase 1 (AIR) biasanya mempunyai puncak yang relatif tinggi, karena hal itu memang diperlukan untuk mengantisipasi kadar glukosa darah yang biasanya meningkat tajam, segera setelah makan. Kinerja AIR yang cepat dan adekuat ini sangat penting bagi regulasi glukosa yang normal karena pasa gilirannya berkontribusi besar dalam pengendalian kadar glukosa darah postprandial. Dengan demikian, kehadiran AIR yang normal diperlukan untuk mempertahankan berlangsungnya proses metabolisme glukosa secara fisiologis. AIR yang berlangsung normal, bermanfaat dalam mencegah terjadinya hiperglikemia akut setelah makan atau lonjakan glukosa darah postprandial (postprandial spike) dengan segala akibat yang ditimbulkannya termasuk hiperinsulinemia kompensatif.

Selanjutnya, setelah sekresi fase 1 berakhir, muncul sekresi fase 2 (sustained phase, latent phase), dimana sekresi insulin kembali meningkat secara perlahan dan bertahan dalam waktu relatif lebih lama. Setelah berakhirnya fase 1, tugas pengaturan glukosa darah selanjutnya diambil alih oleh sekresi fase 2. Sekresi insulin fase 2 yang berlangsung relatif lebih lama, seberapa tinggi puncaknya (secara kuantitatif) akan ditentukan oleh seberapa besar kadar glukosa darah di akhir fase 1, disamping faktor resistensi insulin. Jadi, terjadi semacam mekanisme penyesuaian dari sekresi fase 2 terhadap kinerja fase 1 sebelumnya. Apabila sekresi fase 1 tidak adekuat, terjadi mekanisme kompensasi dalam bentuk peningkatan sekresi insulin pada fase 2. Peningkatan produksi insulin tersebut pada hakikatnya dimaksudkan memenuhi kebutuhan tubuh agar kadar glukosa darah (postprandial) tetap dalam batas batas normal. Dalam prospektif perjalanan penyakit, fase 2 sekresi insulin akan banyak dipengaruhi oleh fase 1. Pada gambar dibawah ini ( Gb. 2 ) diperlihatkan dinamika sekresi insulin pada keadaan normal, Toleransi Glukosa Terganggu ( Impaired Glucose Tolerance = IGT ), dan Diabetes Mellitus Tipe 2.

Biasanya, dengan kinerja fase 1 yang normal, disertai pula oleh aksi insulin yang juga normal di jaringan ( tanpa resistensi insulin ), sekresi fase 2 juga akan berlangsung normal. Dengan demikian tidak dibutuhkan tambahan ( ekstra ) sintesis maupun sekresi insulin pada fase 2 diatas normal untuk dapat mempertahankan keadaan normoglikemia. Ini adalah keadaan fisiologis yang memang ideal karena tanpa peninggian kadar glukosa darah yang dapat memberikan dampak glucotoxicity, juga tanpa hiperinsulinemia dengan berbagai dampak negatifnya.

0 5 10 15 20 25 30 ( minute ) Gb.2 Dinamika sekresi Insulin setelah beban glukosa intravena pada keadaan normal dan keadaan disfungsi sel beta ( Ward, 84) Insulin SecretionIntravenous glucose stimulationFirst-PhaseSecondPhaseIGTNormalType 2DMBasal

Aksi Insulin Insulin mempunyai fungsi penting pada berbagai proses metabolisme dalam tubuh terutama metabolisme karbohidrat. Hormon ini sangat krusial perannya dalam proses utilisasi glukosa oleh hampir seluruh jaringan tubuh, terutama pada otot, lemak, dan hepar.

Pada jaringan perifer seperti jaringan otot dan lemak, insulin berikatan dengan sejenis reseptor (insulin receptor substrate = IRS) yang terdapat pada membran sel tersebut. Ikatan antara insulin dan reseptor akan menghasilkan semacam sinyal yang berguna bagi proses regulasi atau metabolisme glukosa didalam sel otot dan lemak, meskipun mekanisme kerja yang sesungguhnya belum begitu jelas. Setelah berikatan, transduksi sinyal berperan dalam meningkatkan kuantitas GLUT-4 (glucose transporter-4) dan selanjutnya juga pada mendorong penempatannya pada membran sel. Proses sintesis dan translokasi GLUT-4 inilah yang bekerja memasukkan glukosa dari ekstra ke intrasel untuk selanjutnya mengalami metabolism (Gb. 3). Untuk mendapatkan proses metabolisme glukosa normal, selain diperlukan mekanisme serta dinamika sekresi yang normal, dibutuhkan pula aksi insulin yang berlangsung normal. Rendahnya sensitivitas atau tingginya resistensi jaringan tubuh terhadap insulin merupakan salah satu faktor etiologi terjadinya diabetes, khususnya diabetes tipe 2.

Baik atau buruknya regulasi glukosa darah tidak hanya berkaitan dengan metabolisme glukosa di jaringan perifer, tapi juga di jaringan hepar dimana GLUT-2 berfungsi sebagai kendaraan pengangkut glukosa melewati membrana sel kedalam sel. Dalam hal inilah jaringan hepar ikut berperan dalam mengatur homeostasis glukosa tubuh. Peninggian kadar glukosa darah puasa, lebih ditentukan oleh peningkatan produksi glukosa secara endogen yang berasal dari proses glukoneogenesis dan glikogenolisis di jaringan hepar. Kedua proses ini berlangsung secara normal pada orang sehat karena dikontrol oleh hormon insulin. Manakala jaringan ( hepar ) resisten terhadap insulin, maka efek inhibisi hormon tersebut terhadap mekanisme produksi glukosa endogen secara berlebihan menjadi tidak lagi optimal. Semakin tinggi tingkat resistensi insulin, semakin rendah kemampuan inhibisinya terhadap proses glikogenolisis dan glukoneogenesis, dan semakin tinggi tingkat produksi glukosa dari hepar.

1. binding ke reseptor, 2. translokasi GLUT 4 ke membran sel, 3. transportasi glukosa meningkat, 4.disosiasi insulin dari reseptor, 5. GLUT 4 kembali menjauhi membran, 6. kembali kesuasana semula.

Gambar. 3. Mekanisme normal dari aksi insulin dalam transport glukosa di jaringan perifer ( Girard, 1995 )

Efek Metabolisme dari Insulin

Gangguan, baik dari produksi maupun aksi insulin, menyebabkan gangguan pada metabolisme glukosa, dengan berbagai dampak yang ditimbulkannya. Pada dasarnya ini bermula dari hambatan dalam utilisasi glukosa yang kemudian diikuti oleh peningkatan kadar glukosa darah. Secara klinis, gangguan tersebut dikenal sebagai gejala diabetes melitus. Pada diabetes melitus tipe 2 (DMT2), yakni jenis diabetes yang paling sering ditemukan, gangguan metabolisme glukosa disebabkan oleh dua faktor utama yakni tidak adekuatnya sekresi insulin (defisiensi insulin) dan kurang sensitifnya jaringan tubuh terhadap insulin (resistensi insulin), disertai oleh faktor lingkungan ( environment ). Sedangkan pada diabetes tipe 1 (DMT1), gangguan tersebut murni disebabkan defisiensi insulin secara absolut.

Gangguan metabolisme glukosa yang terjadi, diawali oleh kelainan pada dinamika sekresi insulin berupa gangguan pada fase 1 sekresi insulin yang tidak sesuai kebutuhan (inadekuat). Defisiensi insulin ini secara langsung menimbulkan dampak buruk terhadap homeostasis glukosa darah. Yang pertama terjadi adalah hiperglikemia akut pascaprandial (HAP) yakni peningkatan kadar glukosa darah segera (10-30 menit) setelah beban glukosa (makan atau minum). Kelainan berupa disfungsi sel beta dan resistensi insulin merupakan faktor etiologi yang bersifat bawaan (genetik). Secara klinis, perjalanan penyakit ini bersifat progressif dan cenderung melibatkan pula gangguan metabolisme lemak ataupun protein. Peningkatan kadar glukosa darah oleh karena utilisasi yang tidak berlangsung sempurna pada gilirannya secara klinis sering memunculkan abnormalitas dari kadar lipid darah. Untuk mendapatkan kadar glukosa yang normal dalam darah diperlukan obat-obatan yang dapat merangsang sel beta untuk peningkatan sekresi insulin ( insulin secretagogue ) atau bila diperlukan secara substitusi insulin, disamping obat-obatan yang berkhasiat menurunkan resistensi insulin ( insulin sensitizer ).

Tidak adekuatnya fase 1, yang kemudian diikuti peningkatan kinerja fase 2 sekresi insulin, pada tahap awal belum akan menimbulkan gangguan terhadap kadar glukosa darah. Secara klinis, barulah pada tahap dekompensasi, dapat terdeteksi keadaan yang dinamakan Toleransi Glukosa Terganggu yang disebut juga sebagai prediabetic state. Pada tahap ini mekanisme kompensasi sudah mulai tidak adekuat lagi, tubuh mengalami defisiensi yang mungkin secara relatif, terjadi peningkatan kadar glukosa darah postprandial. Pada toleransi glukosa terganggu (TGT) didapatkan kadar glukosa darah postprandial, atau setelah diberi beban larutan 75 g glukosa dengan Test Toleransi Glukosa Oral ( TTGO ), berkisar diantara 140-200 mg/dl. Juga dinamakan sebagai prediabetes, bila kadar glukosa darah puasa antara 100 126 mg/dl, yang disebut juga sebagai Glukosa Darah Puasa Terganggu ( GDPT ).

Keadaan hiperglikemia yang terjadi, baik secara kronis pada tahap diabetes, atau hiperglikemia akut postprandial yang terjadi ber-ulangkali setiap hari sejak tahap TGT, memberi dampak buruk terhadap jaringan yang secara jangka panjang menimbulkan komplikasi kronis dari diabetes.Tingginya kadar glukosa darah (glucotoxicity) yang diikuti pula oleh dislipidemia (lipotoxicity) bertanggung jawab terhadap kerusakan jaringan baik secara langsung melalui stres oksidatif, dan proses glikosilasi yang meluas.

Resistensi insulin mulai menonjol peranannya semenjak perubahan atau konversi fase TGT menjadi DMT2. Dikatakan bahwa pada saat tersebut faktor resistensi insulin mulai dominan sebagai penyebab hiperglikemia maupun berbagai kerusakan jaringan. Ini terlihat dari kenyataan bahwa pada tahap awal DMT2, meskipun dengan kadar insulin serum yang cukup tinggi, namun hiperglikemia masih dapat terjadi. Kerusakan jaringan yang terjadi, terutama mikrovaskular, meningkat secara tajam pada tahap diabetes, sedangkan gangguan makrovaskular telah muncul semenjak prediabetes. Semakin tingginya tingkat resistensi insulin dapat terlihat pula dari peningkatan kadar glukosa darah puasa maupun postprandial. Sejalan dengan itu, pada hepar semakin tinggi tingkat resistensi insulin, semakin rendah kemampuan inhibisinya terhadap proses glikogenolisis dan glukoneogenesis, menyebabkan semakin tinggi pula tingkat produksi glukosa dari hepar.

Jadi, dapat disimpulkan perjalanan penyakit DMT2, pada awalnya ditentukan oleh kinerja fase 1 yang kemudian memberi dampak negatif terhadap kinerja fase 2, dan berakibat langsung terhadap peningkatan kadar glukosa darah (hiperglikemia). Hiperglikemia terjadi tidak hanya disebabkan oleh gangguan sekresi insulin (defisiensi insulin), tapi pada saat bersamaan juga oleh rendahnya respons jaringan tubuh terhadap insulin (resistensi insulin). Gangguan atau pengaruh lingkungan seperti gaya hidup atau obesitas akan mempercepat progresivitas perjalanan penyakit. Gangguan metabolisme glukosa akan berlanjut pada gangguan metabolisme lemak dan protein serta proses kerusakan berbagai jaringan tubuh. Rangkaian kelainan yang dilatarbelakangi oleh resistensi insulin, selain daripada intoleransi terhadap glukosa beserta berbagai akibatnya, sering menimbulkan kumpulan gejala yang dinamakan sindroma metabolik.

HORMON GLUKAGON

Glukagon dan insulin memegang peranan penting dalam metabolisme karbohidrat, protein dan lemak. Bahkan keseimbangan kadar gula darah sangat ,dipengaruhi oleh kedua hormon ini. Fungsi kedua hormon ini saling bertolak belakang. Kalau secara umum, insulin menurunkan kadar gula darah sebaliknya untuk glukagon meningkatkan kadar gula darah. Perangsangan glukagon bila kadar gula darah rendah, dan asam amino darah meningkat. Efek glukoagon ini juga sama dengan efek kortisol, GH dan epinefrin.Dalam meningkatkan kadar gula darah, glukagon merangsang glikogenolisis (pemecahan glikogen menjadi glukosa) dan meningkatkan transportasi asam amino dari otot serta meningkatkan glukoneogenesis (pemecahan glukosa dari yang bukan karbohidrat). Dalam metabolisme lemak, glukagon meningkatkan lipolisis (pemecahan lemak).Dalam menurunkan kadar gula darah, insulin sebagai hormon anabolik terutama akan meningkatkan difusi glukosa melalui membran sel di jaringan. Efek anabolik penting lainnya dari hormon insulin adalah sebagai berikut:a. Efek pada hepar1) Meningkatkan sintesa dan penyimpanan glukosa2) Menghambat glikogenolisis, glukoneogenesis dan ketogenesis3) Meningkatkan sintesa trigliserida dari asam lemak bebas di heparb. Efek pada otot1) Meningkatkan sintesis protein2) Meningkatkan transportasi asam amino3) Meningkatkan glikogenesisc. Efek pada jaringan lemak

1) Meningkatkan sintesa trigliserida dari asam lemak bebas

2) Meningkatkan penyimpanan trigliserida3) Menurunkan lipolisis

6. Struktur dan Fungsi Kelenjar Adrenal

Terletak di kutub atas kedua ginjal. Disebut juga sebagai kelenjar suprarenalis karena letaknya di atas ginjal. Dan kadang juga disebut sebagai kelenjar anak ginjal karena menempel pada ginjal.

HORMON ADRENALIN

Kelenjar adrenal terdiri dari dua lapis yaitu bagian korteks dan bagian medulla. Keduanya menunjang dalam ketahanan hidup dan kesejahteraan, namun hanya korteks yang esensial untuk kehidupan.

a. Korteks adrenalKorteks adrenal esensial untuk bertahan hidup. Kehilangan hormon adrenokortikal dapat menyebabkan kematian. Korteks adrenal mensintesa tiga kelas hormon steroid yaitu mineralokortikoid, glukokortikoid, dan androgen.

b. Mineralokortikoid

Mineralokortikoid (pada manusia terutama adalah aldosteron) dibentuk pada zona glomerulosa korteks adrenal. Hormon ini mengatur keseimbangan elektrolit dengan meningkatkan retensi natrium dan ekskresi kalium. Aktivitas fisiologik ini selanjutnya membantu dalam mempertahankan tekanan darah normal dan curah jantung. Defisiensi mineralokortikoid (penyakit Addisons) mengarah pada hipotensi, hiperkalemia, penurunan curah jantung, dan dalam kasus akut, syok. Kelebihan mineralokortikoid mengakibatkan hipertensi dan hipokalemia.

c. Glukokortikoid

Glukokortikoid dibentuk dalam zona fasikulata. Kortisol merupakan glukokortikoid utama pada manusia. Kortisol mempunyai efek pada tubuh antara lain dalam: metabolisms glukosa (glukosaneogenesis) yang meningkatkan kadar glukosa darah; metabolisme protein; keseimbangan cairan dan elektrolit; inflamasi dan imunitas; dan terhadap stresor.d. Hormon seksKorteks adrenal mensekresi sejumlah kecil steroid seks dari zona retikularis. Umumnya adrenal mensekresi sedikit androgen dan estrogen dibandingkan dengan sejumlah besar hormon seks yang disekresi oleh gonad. Namun produksi hormon seks oleh kelenjar adrenal dapat menimbulkan gejala klinis. Misalnya, kelebihan pelepasan androgen menyebabkan virilisme. sementara kelebihan pelepasan estrogen (mis., akibat karsinoma adrenal menyebabkan ginekomastia dan retensi natrium dan air.7. Struktur dan Fungsi Kelenjar GonadTerbentuk pada minggu-minggu pertama gestasi dan tampak jelas pada minggu kelima. Difrensiasi jelas dengan mengukur kadar testosteron fetal terlihat jelas pada minggu ke tujuh dan ke delapan gestasi. Keaktifan kelenjar gonad terjadi pada masa prepubertas dengan meningkatnya sekresi gonadotropin (FSH dan LH) akibat penurunan inhibisi steroid.a. Testes Dua buah testes ada dalam skrotum. Testis mempunyai dua fungsi yaitu sebagai organ endokrin dan organ reproduksi. Menghasilkan hormone testosteron dan estradiol dibawah pengaruh LH. Testosteron diperlukan untuk mempertahankan spermatogenesis sementara FSH diperlukan untuk memulai dan mempertahankan spermatogenesis.Estrogen mempunyai efek menurunkan konsentrasi testosteron melalaui umpan balik negatif terhadap FSH sementara kadar testosteron dan estradiol menjadi umpan balik negatif terhadap LH. Fungsi testis sebagai organ reproduksi berlangsung di tubulus seminiferus.Efek testosteron pada fetus merangsang diferensiasi dan perkembangan genital ke arah pria. Pada masa pubertas hormon ini akan merangsang perkembangan tanda-tanda seks sekunder seperti perkembangan bentuk tubuh, pertumbuhan dan perkembangan alat genital, distribusi rambut tubuh, pembesaran laring dan penebalan pita suara serta perkembangan sifat agresif. Sebagai hormon anabolik, akan merangsang pertumbuhan dan penutupan epifise tulang