sekolah-Orang Miskin

download sekolah-Orang Miskin

of 25

Transcript of sekolah-Orang Miskin

Orang Miskin (tak Bisa) Sekolah NengyantiPengajar di Fisip Unsri dan Peneliti di Pusat Studi Wanita Unsri Sriwijaya Post - Selasa, 5 Mei 2009 08:39 WIB JUDUL tulisan ini sungguh sangat provokatif. Di tengah eforia sekolah gratis mulai dari SD hingga SMU, pernyataan ini sungguh tak tepat kalau dilontarkan di Provinsi Sumatera Selatan. Tapi kalau turun ke bawah melihat kondisi yang sebenarnya sungguh miris. Sekolah-sekolah negeri yang gurunya digaji oleh negara berlomba membuat program sekolah berbasis unggulan. Mereka menerima murid lebih dulu walau belum tahun ajaran baru. Mereka pun sepertinya menjadi otonom, membuat rencana kerja sendiri, mengutip uang dari orangtua/walimurid dan juga mengelola keuangan sendiri. Jumlah yang dikutip sungguh fantastis, di beberapa kasus sungguh mencengangkan, setiap bulannya mengalahkan biaya satu semester yang harus dibayarkan oleh mahasiswa non exacta di Universitas Sriwijaya. Satu orangtua murid terlihat pucat ketika harus menunggu wawancara dengan tim penerimaan siswa baru di sebuah sekolah SMU. Si orangtua diwawancarai untuk ditanya mengenai kesanggupannya memberikan sumbangan kepada sekolah yang memiliki berbagai macam program pembiayaan operasional sekolah. Ada juga orangtua yang secara psikologis tertekan, bertanya kepada walimurid atau orangtua lainnya kalau dirinya tak sanggup untuk menyumbang sumbangan minimal yang diajukan oleh sekolah. Si wali murid ini mengungkapkan kalau dirinya hanya sanggup menyumbang 3 juta rupiah, alasannya biaya bulanannya saja sudah besar. Sedangkan dirinya tergolong dalam kategori tidak miskin tetapi kurang mampu kalau harus mengeluarkan biaya lebih dari satu juta rupiah untuk biaya pendidikan. Anaknya ketika masuk ujian tulis yang diselenggarakan sekolah termasuk dalam peringkat di bawah seratus. Wali murid lainnya, yang anaknya lulus tahap ujian tertulis termasuk dalam peringkat 30 besar, lebih emosional lagi. Dirinya mengaku kalau hanya mampu memberikan sumbangan sebesar 2,5 juta sampai 3 juta rupiah. Si wali murid ini bahkan mengancam akan mengadu ke mana-mana kalau anaknya sampai tidak lulus. Anaknya termasuk anak berprestasi. Kakaknya pun sekolah di sini. Ini, ledakan emosional wali murid dari ketakberdayaan terhadap sistem. Adalagi yang tragis, ada seorang anak menangis usai bertemu dengan orangtuanya. Diduga si anak menangis karena orangtuanya menyumbang sedikit. Akibatnya si anak takut tidak diterima di sekolah yang termasuk favorit ini. Anak ini mungkin tak bisa menerima keadaan karena orangtuanya tidak memberikan sumbangan yang dianggapnya cukup. Agak aneh juga kalau si anak belum bisa menerima hal ini. Artinya si anak hanya dididik untuk belajar dan belajar, menghafal dan menghafal, tanpa sedikitpun diajak oleh pendidik mengolah rasa empatinya. Tidak ada orangtua yang akan menjerumuskan anaknya. Orangtua akan memberikan yang terbaik pada anaknya. Persoalannya adalah orangtua pasti sudah memikirkan dan berhitung untuk dapat bertahan hidup. Apalagi kondisi perekonomian saat ini yang serba sulit. Bagi warga yang bergaji 3 juta rupiah dipastikan akan berat bila harus masuk sekolah dengan bayaran dan sumbangan yang besarnya jutaan. Bagaimana dengan adik atau kakaknya yang juga masih sekolah? Bagaimana dengan kebutuhan rumah tangga? Semua itu pasti sudah diperhitungkan oleh si orangtua. Tapi ada juga orangtua murid yang dengan entengnya berkata, pendidikan itu mahal. Si orangtua ini tentu saja sedang dalam posisi yang tinggi secara ekonomi. Kalau si orangtua ini dalam posisi tidak mampu secara ekonomi, mungkin pernyataannya tidak akan demikian ketusnya.

Tanggung Jawab Negara Apakah orangtua harus marah dengan kondisi sistem seperti ini? Jangan! Justru orangtua yang harus menjadi penengah dan memberikan pengertian pada anak. Jangan memaksakan dan harus memberikan pengertian pada anak kalau sekolah-sekolah tersebut bukan untuk mereka. Ini salah orangtua kenapa tidak menjadi orang kaya? Kenapa tidak memiliki uang banyak? Inilah kehidupan. Si anak justru harus dihadapkan pada realitas kehidupan. Orangtua harus menjelaskan kalau setiap orang berbeda dan tidak harus selamanya mengikuti alur yang lurus, terkadang bengkok, terkadang mendaki, terpenting tujuan hidup tercapai. Setiap individu itu unik. Orangtua, anak, teman, saudara itu unik adanya. Semua memiliki kelebihan dan juga kekurangannya. Kalau kemudian ada orangtua yang mempertanyakan di mana tanggungjawab negara. Sah-sah saja. Negara berdasarkan UUD 1945 pasal 28c, Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia. Pasal ini menunjukkan kalau pendidikan untuk masyarakat ditanggung oleh negara. Semua orang berhak untuk mendapatkan pendidikan, termasuk orang miskin. Jika ternyata ada warganya yang tak bisa sekolah karena alasan ekonomi sungguh ini sebuah ironi. Paulo Freire (1972) yang mengarang buku Pendidikan Kaum Tertindas mengungkapkan kalau orang miskin itu tertindas secara ekonomi dan juga secara politik dan psikologis. Orang miskin ketika terbentur pada satu masalah tidak dapat mencari jalan keluar karena mereka tidak memiliki pengetahuan untuk itu. Akhirnya, mereka pun berkutatan dalam kemiskinan dan ketertindasan. Orang miskin pun susah keluar dari lingkaran setan kemiskinan. Padahal satu kata kunci untuk membebaskan mereka yaitu dengan pendidikan. Hal yang cukup baik diingatkan oleh Freire adalah mereka yang bisa keluar dari lingkaran penindasan diharapkan untuk tidak menindas juga. Di dalam konteks saat ini, pesan seperti itu sangat relevan. Harus diakui siswa-siswa ini sudah berjuang untuk mengejar rangking, peringkat agar bisa lolos. Mereka ada yang begadang bahkan ada juga yang sakit. Ada juga yang menangis ketika gagal. Sungguh tunas-tunas muda bangsa ini sudah menunjukan kemampuannya. Mereka berjibaku untuk mendapatkan yang terbaik. Kalau ternyata mereka tidak dihargai maka wajar kalau mereka suatu saat akan pergi. Pergi menerima tawaran beasiswa dari negara tetangga. Tunas-tunas itupun dipastikan akan terikat pada negara tersebut. Akhirnya, yang rugi juga negara ini. Sadarkah para pengambil kebijakan, pengajar, kalau negara tetangga itu sudah masuk sangat dalam. Tidak hanya ke Jakarta tetapi juga ke Palembang. Mereka datang dengan iming-iming beasiswa, mereka datang dan mentes baik secara emosional maupun intelegensia. Mereka mendatangi sekolah-sekolah setingkat SLTP dan kemudian menawarkan penghargaan yang lebih baik dibandingkan kalau mereka belajar dan dihargai oleh bangsa mereka sendiri. Jadi, jangan heran kalau ilmu pengetahuan baik teknologi maupun sosial negara tetangga lebih maju karena memiliki manajemen yang baik. Kembali ke pernyataan, orang miskin tak bisa sekolah, tentunya ini sangat menyakitkan. Kemana anggota dewan yang terhormat? Mereka sebagai wakil rakyat, apakah mereka tidak melilhat, mendengar dan berempati pada kegundahan orangtua murid? Jargon sekolah gratis. Sungguh diyakini akan sangat ditunggu-tunggu oleh para orangtua. Seorang teman, bahkan merekam debat publik calon gubernur yang akan memberikan sekolah gratis. Si teman juga menyimpan stiker calon walikota yang kemudian menjadi walikota terpilih.

Isi stiker wujudkan sekolah gratis SD, SMP, SMA dan sederajat. Wajib hukumnya, pemimpin membebaskan rakyat dari kemiskinan dan kebodohan. Semua itu kini ditunggu oleh rakyatDakta.com

Orang Miskin Dilarang Sekolah 2 Oleh : Wildan Hasan Ironi Pendidikan Kita Tiga tahun lalu seorang anak SMA berlari meninggalkan barisan pramuka di lapangan Kiarapayung, Jatinangor, Sumedang, Jawa Barat, Ahad siang saat itu, saat pembukaan Jambore Nasional 2006 oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Siswa SMA kelas II IPS Sandy Putra Bandung tersebut, berlari menuju podium dimana presiden berada. Dimas Gumilar Taufik, sesampainya di podium langsung menyerahkan sebuah map putih kepada presiden tanpa berkata-kata. Hanya matanya nampak memerah dan berkaca-kaca menyiratkan sesuatu yang tidak sulit untuk dibaca. Malu, tapi harus dilakukan. Aksi mengejutkan ini ternyata luput dari pengawasan pasukan pengamanan presiden (paspampres), yang langsung mengamankannya seusai kejadian. Ada apa gerangan? Kenapa Dimas begitu nekat menghampiri presiden? Apa yang diinginkannya? Ternyata aksi yang dilakukan Dimas hanyalah untuk meminta bantuan biaya sekolah kepada presiden. Memakai kata Hanyalah dalam tanda kutip disini, karena bagi sebagian orang, soal biaya sekolah tidak perlu melakukan aksi gila seperti itu dan langsung mencemooh apa yang dilakukan Dimas, sebagai cari sensasi dan memalukan. Ciss. Namun Dimas mengatakan, dirinya sangat ingin sekolah dan menuntut banyak ilmu. Apa mau dikata kedua orangtuanya menganggur tanpa pekerjaan. Dirinya bingung hendak meminta bantuan kepada siapa. Sedangkan semua saudaranya juga sama-sama susah dan miskin. Boroboro untuk nyekolahin anak, buat makan sekali sehari saja susahnya minta ampun. Aksi yang dilakukan siswa cerdas dan aktif ini, memang sengaja dilakukannya dan sudah ia persiapkan sebelumnya. Terbetik pikiran menyampaikan masalahnya langsung kepada presiden. Kenapa tidak? Toh bukan aksi kejahatan, bukan pula salah kirim. Ia berikan langsung kepada Presiden, karena di tangannyalah nasib pendidikan jutaan anak bangsa tergantung, termasuk dirinya. Tidak sesuai prosedur? Memang, tapi Dimas sadar jika sesuai prosedur, suratnya tidak akan sampai ke tangan presiden. Surat apa sih di negeri ini, kalau tanpa ada uang pelicin akan berhasil dengan sukses. Presiden kaget memang, menerima surat tersebut. Namun dengan bijak ia menerimanya dan ia simpan untuk ditindak lanjuti. Namun sampai kapan akan disimpan kita tidak tahu, jikapun ternyata ditindak lanjuti dan Dimas dibantu biaya sekolahnya. Haruskah berjuta-juta pelajar di negeri ini pun melompat menghadap presiden dan menyampaikan permohonan bantuan biaya pendidikan seperti yang dilakukan Dimas? Karena selama ini mereka menangis, berteriak, berpeluh basah dan berdarah-darah, tidak jua diperhatikan oleh anak buah mister presiden tersebut. Atau haruskah mereka meneladani aksi teman-temannya, menggantung diri, menyisit urat nadi, meminum jus obat nyamuk dan memenggal kepala orangtua. Atau bisa jadi tidak sesadis itu, cukup dengan pergi ke jalanan, kumpul-kumpul dengan para preman, kemudian berbangga menjadi sampah masyarakat. Ironis memang, nasib bangsa ini. Di saat melimpahnya kekayaan dan hidup mewah dinikmati

segelintir orang di negeri ini. Di saat pejabat yang telah salah kita pilih menumpuk-numpuk uang haram, sebagai ganti pengeluarannya saat pemilihan dan disaat pemerintah pusat disiplin menggelar gaji ketiga belas. Di saat orang kaya bingung membelanjakan uangnya. Di saat yang sama pula, ada seorang ibu yang mengutil demi sekolah anaknya, ada seorang bapak mencuri sepeda demi SPP anaknya yang nunggak lima bulan. Ada seorang ibu yang menghabisi anak-anaknya karena tidak kuat membiayai sekolah mereka. Ada jutaan anak yang terpaksa terjun ke jalanan, mengemis dan menghiba recehan untuk sekedar bisa makan. Dan ada seorang siswa yang berlari menghiba kepada presiden agar dibantu biaya sekolahnya. Masih banyak ironi yang seringkali dipertontonkan oleh negeri ini. Ada tim pelajar Indonesia untuk olimpiade matematika internasional, gagal total mengikuti ajang tersebut gara-gara pemerintah malas mengurusi visa mereka, yang sebenarnya bisa diurus dengan dua atau tiga hari saja. Padahal mereka telah bersusah payah mengikuti seleksi, dilatih berbulan-bulan dan siap mengharumkan nama bangsa. Sementara di sisi lain pemerintah senantiasa rajin dan sangat bersemangat mendukung keberangkatan duta kehancuran moral bangsa, puteri Indonesia untuk beradu keberanian mengumbar syahwat dan aurat di ajang Miss Universe. Anggaran pendidikan bertambah tidak kemudian menjadikan pelajar optimis akan tenang belajar tanpa dikejar-kejar guru BP menagih uang SPP. Hingga saat ini kita terus berharap sampai kapan mimpi buruk ini akan berakhir. Sampai puisi kehilangan kata-kata indah, sampai kata-kata kehilangan maknanya dan sampai makna malu mewarnai pendidikan negeri ini. Kosong, hampa tanpa jiwa. Kejayaan Pendidikan Islam Kejayaan pendidikan Islam di masa silam, jelas tidak gratisan juga. Bahkan mahal. Tapi, biaya tinggi penyelenggaraan pendidikan bermutu tidak dibebankan kepada masyarakat. Negara lah yang bertanggung jawab. Menurut Abdurrahman al-Maliki dalam kitab As-Siyasah Al-Iqtishadiyah Al-Mutsla (1963), Negara berkewajiban menjamin kebutuhan pokok masyarakat akan pendidikan ,kesehatan dan keamanan. Ini mengacu kepada wasiat Rasulullah SAW yang diperkuat oleh ijma para Sahabat: Imam adalah bagaikan penggembala dan dialah yang bertanggung jawab atas gembalaannya itu. (HR. Muslim) Seluruh pembiayaan pendidikan, baik menyangkut gaji para guru dan dosen, maupun menyangkut infrastruktur serta sarana dan prasana pendidikan, sepenuhnya menjadi kewajiban Negara alias gratis (Usus Al-Talim Al-Manhaji: 12). Rasulullah misalnya, setelah memenangi perang Badar, mempekerjakan sebagian tawanan untuk mengajari baca tulis sepuluh anak-anak Madinah sebagai ganti tebusannya (Al-Mubarakfuri, 2005; Karim, 2001). Khalifah Umar ra dan Utsman ra memberikan gaji kepada para guru, muadzin dan imam shalat jamaah. Khalifah umar memberikan gaji tersebut dari pendapatan Negara (Baitul Mal) yang berasal dari jizyah, kharaj (pajak tanah), dan usyur (pungutan atas harta non muslim yang melintasi tapal batas Negara) (Rahman, 1996; Azmi, 2002; Muhammad, 2002). Gaji untuk para guru mengaji anak-anak di zaman khalifah Umar setara dengan gaji Guru Besar sebuah universitas di Indonesia saat ini. Sejak abad IV H para Khalifah membangun berbagai perguruan tinggi dan berusaha melengkapinya dengan berbagai sarana dan prasarananya seperti perpustakaan. Setiap perguruan tinggi itu dilengkapi dengan iwan (auditorium), asrama mahasiswa, juga perumahan dosen dan ulama. Selain itu, perguruan tinggi tersebut juga dilengkapi taman rekreasi, kamar mandi, dapur, dan ruang makan (Khalid, 1994). Di antara perguruan tinggi terbesar masa Islam adalah Madrasah Nizhamiyah dan Madrasah Al-

Mustanshiriyah di Baghdad, Madrasah Al-Nuriyah di Damaskus, serta Madrasah An-Nashiriyah di kairo. Madrasah Al-Mustanshiriyah didirikan oleh khalifah Al-Mustanshir abad VI H dengan fasilitas yang lengkap. Selain memiliki auditorium dan perpustakaan. Lembaga ini juga dilengkapi pemandian dan rumah sakit yang dokternya siap di tempat. (Khalid, 1994). Pada era Khilafah Utsmaniyah, Khalifah Muhammad Al-Fatih (w. 1481 M) juga menyediakan pendidikan secara gratis. Di Konstantinopel (Istambul) Sultan membangun delapan sekolah. Di sekolah-sekolah itu dibangun asrama siswa, lengkap dengan ruang tidur dan ruang makan. Sultan memberikan beasiswa bulanan untuk para siswa. Dibangun pula sebuah perpustakaan khusus yang dikelola oleh pustakawan yang cakap dan berilmu (Shalabi, 2004). Jelas semua itu mahal biayanya. Tapi, sekali lagi, itu menjadi tanggung jawab Negara. Tentu saja Islam tidak melarang inisiatif rakyatnya untuk turut menyelenggarakan pendidikan. Sejarah mencatat, saat itu banyak warga kaya yang membangun Sekolah dan Universitas. Hampir di setiap kota besar, seperti Damaskus, Baghdad, Kairo, atau Isfahan, terdapat lembaga pendidikan dan perpustakaan yang dibiayai wakaf pribadi (Qahaf, 2005). Salah satunya adalah wakaf khusus untuk Syaikh Al-Azhar, berupa fasilitas kendaraan, asrama pelajar dan mahasiswa, alat-alat tulis, buku pegangan, termasuk beasiswa pendidikan. (Qahaf, 2005). Kejayaan itu lahir karena pemimpin dan umat saat itu masih berpegang kuat pada dua warisan Rasulullah SAW yakni Al-Quran dan As-Sunnah. Buktinya, setelah pemimpin dan umat mulai meninggalkan dua warisan tesebut akibat tergoda kenikmatan dan kemewahan duniawiyah, runtuhlah peradaban dan kejayaan kaum muslimin dengan sendirinya. Lalu, apalagi yang menghalangi kita untuk menanggulangi bencana pendidikan di negeri ini selain kembali ke pangkuan Al-Quran dan As-Sunnah?Anak Orang Miskin Dilarang Sekolah di Garut?Diposting Pada 07 Jul 2008 GARUT Sejumlah anak di Kabupaten Garut yang hendak mengikuti proses belajar tingkat dasar terancam gagal. Pasalnya, beberapa sekolah mematok harga cukup tinggi kepada orang tua siswa dengan dalih untuk infaq. Seperti yang terjadi di SDN Haurpanggung dan SDN Jayaraga, Tarogong Kidul, Kabupaten Garut. Dimana sekolah tersebut mewajibkan agar orang tua siswa membayar uang yang jumlahnya berkisar antara Rp100 ribu hingga Rp300 ribu. Saya dimintai uang Rp300 ribu oleh sekolah. Mereka mengancam tidak akan menerima anak saya menjadi murid, jika uang tersebut belum dibayarkan, ujar salah satu orang tua siswa dari SDN Haurpanggung, Agus (38) di Garut, Senin (7/7/2008). Menurut pengakuan pihak sekolah kepada Agus, uang tersebut rencananya akan digunakan untuk membeli keperluan sekolah dan sisanya akan dijadikan infaq buat kas sekolah. Saya heran karena dalam mewajibkan uang tersebut pihak sekolah tidak pernah berunding terlebih dahulu dengan kami, dan pengeluarannya pun seakan tidak transparan. Padahal, bukankah saat ini sudah ada program BOS? tandas pria yang mengaku keberatan membayar karena faktor himpitan ekonomi. Sampai saat ini, Kepala sekolah maupun Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Garut masih sulit untuk dikonfirmasi baik ketika disambangi ataupun ketika dihubungi per telepon. (Trijaya)

Sat, Jul 17th 2010, 08:33 serambinews.com

Anak Miskin juga Perlu SekolahSofyan A. Gani - Opini BANYAK orang tua, terutama yang miskin, terlihat sedih dan tidak tahu harus mengadu ke mana dalam ketidakmampuan menghadapi setiap tahun ajaran baru pendidikan. Orang miskin resah dan gelisah memikirkan dari mana uang untuk membeli seragam sekolah dan keperluan

lainnya disamping harus membayar sejumlah dana pembangunan untuk sekolah tertentu. Apabila ada anak mereka yang akan kuliah, mereka pusing memikirkan uang SPP, sewa rumah, dan keperluan lainnya untuk mendukung pendidikan anak mereka. Dapat saja pejabat pemerintah dan para politisi mengatakan di Indonesia sekolahnya gratis sehingga menjadi angin surga buat yang mendengar. Sayangnya, pada saat awal tahun ajaran orang tua miskin harus menghadapi kenyataan bahwa sekolah gratis jauh dari kenyataan. Tidak ada yang membantah bahwa setiap warga negara berhak mendapat pendidikan dan pengajaran karena hal itu telah dijamin oleh undang-undang. Sayangnya, negara tidak pernah melihat dan menanyakan bagaimana seorang warga yang miskin untuk menyekolahkan anak mereka. Pelaksanaan wajib belajar 9 tahun merupakan sesuatu yang menggembirakan, tetapi adakah jaminan bahwa setiap anak dapat menyelesaikan pendidikan sampai tamat SMP/MTs atau sederajat tanpa harus membayar? Tunggu dulu. Beruntung kita di Aceh punya banyak dayah yang dengan ikhlas menampung anak-anak dari keluarga miskin untuk belajar dan menambah ilmu agama dengan biaya seadanya. Namun, tidak semua orang tua memanfaatkan lembaga ini karena berbagai alasan sehingga membiarkan anak mereka tumbuh dan berkembang dengan pendidikan sangat minim atau tidak sama sekali sehingga dapat diprediksi kondisi masa depan mereka tidak jauh bergeser dari keadaan orang tua mereka sekarang. Dalam kontek Aceh, UU PA No. 11 tahun 2006 dan perkuat kembali dalam Undang-undang Pendidikan Aceh No. 5 tahun 2007 sangat berani menjamin setiap anak dapat bersekolah sampai SMA (wajib belajar 12). Sayangnya, jabaran isi undang-undang tersebut tidak jelas sampai hari ini sehingga tidak ada mekanisme untuk membantu orang miskin yang terpinggirkan walau mereka punya cita-cita untuk mengubah nasib melalui pendidikan anak mereka. Artinya, putraputri Aceh yang potensial tetapi lahir jauh dari kota dan berasal dari keluarga tak punya harus mengubur mimpi-mimpi mereka karena keadaan yang memaksa. Tidak ada yang membantah kalau Aceh punya banyak uang dan tidak perlu dipolemikkan bahwa dana pendidikan Aceh sangat besar, tetapi adakah mekanisme yang menjamin bahwa yang miskin merasakan keberadaan uang tersebut? Uang (beasisiswa) untuk hak anak yatim saja, tidak mampu disalurkan tepat waktu (Serambi, Selasa 6 Juli 2010) sedangkan orang tua sangat membutuhkannya di awal tahun ajaran pendidikan. Jangan pernah dibayangkan apalah arti uang 50 ribu. Bagi sebagian kita mungkin ya, tapi bagi orang miskin, mencari sepuluh ribu saja harus memungut kardus sampah untuk dijual. Mengangkat martabat yang miskin tidak melulu melalui sektor ekonomi dengan cara meningkatkan taraf pendapatan mereka. Memberi kesempatan kepada anak miskin untuk bersekolah sampai jenjang tertentu juga merupakan salah satu cara untuk memutuskan rantai kemiskinan. Jika tidak, uang Aceh yang melimpah sepertinya dinikmati oleh kalangan tertentu saja, terutama yang berpendidikan, tinggal di kota dan punya akses ke pemerintahan di provinsi dan kabupaten/kota. Sebaliknya, orang desa, miskin, dan tak berdaya tetap bergelut seperti biasa tanpa mengetahui apa itu dana otonomi khusus dan dana bagi hasil migas. Membantu pendidikan anak miskin tidak begitu susah sejauh ada keinginan dan niat baik dari pemegang kekuasaan. Pemerintah pusat melalui dana BOS telah membuat program untuk membantu anak miskin dan dianggap berhasil oleh sebagian orang dan tidak mencapai sasaran kata sebagian lainnnya. Seharusnya, pemerintah daerah baik diprovinsi maupun kabupaten/kota juga mempunyai mekanisme untuk membantu anak miskin supaya siap masuk sekolah dan tetap bertahan kalau

sudah berada disekolah dan dibangku kuliah. Pemberian beasiswa telah dilakukan oleh pemerintah provinsi dan beberapa kabupaten/kota untuk siswa dan mahasiswa yang berprestasi walau dalam jumlah yang sangat terbatas. Sayangnya, anak miskin yang tidak berprestasi sering luput dari perhatian. Akibatnya, kecenderungan untuk putus sekolah di kalangan mereka cukup tinggi. Untuk itu, mekanisme pemberian beasiswa tersebut harus diatur secara benar dan transparan dengan peraturan gubernur (Pergub) sehingga anak miskin bisa menamatkan sekolah paling kurang untuk tingkat Sekolah Menengah Atas, bahkan lebih baik kalau sampai menamatkan akademi atau universitas. Sudah saatnya pemerintah Aceh dan kabupaten/kota menghentikan retorika pembangunan yang pro miskin jika perhatian pada anak miskin terabaikan. Sangat naif kalau ada yayasan dibantu milliaran rupiah, tetapi kondisi anak miskin berjalan ditempat dari tahun ke tahun. Mekanisme membantu anak miskin tidak ruwet kalau ditangini oleh orang profesional dan itu sudah sangat sering dilakukan orang . Yang sangat penting adalah keinginan tulus untuk memperhatikan mereka yang kemudian dituangkan dalam bentuk program nyata, bukan retorika dan tidak untuk kepentingan politik. Bersyukur ada kabupaten/kota yang sudah memulai memperhatikan ini, tetapi dengan jumlah dana sangat terbatas. Sayangnya, bantuan seperti itu bukan naik, malah turun dari tahun ke tahun. Bantuan beasiswa dari Pemerintah Aceh untuk mahasiswa Unsyiah tahun 2010, sebagai contoh, turun sangat drastis menjadi seperempat dari tahun sebelumnya dengan alasan yang tidak jelas. Agar bantuan tepat sasaran maka cara membantu dapat didiskusikan. Dapat saja dalam bentuk melengkapi dana BOS dengan sasaran anak miskin. Dapat juga dalam bentuk beasiswa yang dikelola secara transparan dan tepat sasaran. Tidak salah mengikuti pola penyaluran dana anak yatim yang telah dilaksanakan selama ini (tentu setelah diperbaiki mekanismenya). Kalau memang diperlukan komisi, lembaga atau apapun namanya yang kredibel perlu dibentuk untuk melaksanakan amanah ini. Sangat masuk akal juga kalau anak-anak dari keluarga fakir atau miskin disalurkan ke dayah-dayah baik yang modern maupun yang tradisional dengan mendapat bantuan penuh dari pemerintah Aceh. Jika hal itu tidak memendapat perhatian, kita terutama pemerintah Aceh (provinsi dan kabupaten/kota) menjadi yang bersalah telah menguburkan masa depan anak-anak miskin. Akhrinya, sungguh kita menjadi orang-orang yang tidak amanah yang hanya memikirkan diri, keluarga, dan kroni-kroni dekat dengan mengabaikan hak-hak orang lain yang mestinya di bawah tanggung jawab kita. Banyak orang bersyukur dan bergembira karena anak mereka telah diwisuda. Sebaliknya, banyak keluarga miskin harus menangis dan tidak tau harus melapor kemana untuk mendapatkan pakaian seragam dan buku sekolah saat-saat tahun ajaran baru seperti ini. Tidakkah itu memprihatinkan kita semua? * Dr. Sofyan A. Gani, MA Dosen FKIP Universitas Syiah Kuala Banda Aceh.

Pendidikan Amburadul, Salah Siapa?Voa-islam.com By: Ria Fariana Bulan Mei diperingati sebagai hari pendidikan. Beberapa hari sebelumnya, siswa-siswi sekolah menengah atas berpawai keliling kota dan mengganggu jalan-jalan yang dilewati. Mereka ugalugalan berkendara sambil mencoret apa pun yang ditemui sepanjang perjalanan. Tubuh mereka pun sudah berubah menjadi beraneka warna, mulai ujung rambut hingga seluruh tubuh. Mereka bahagia sambil merayakan kelulusan, katanya. Inikah ekspresi bahagia yang harus diluapkan oleh remaja-remaja kita? Selepas SMA/SMK, mereka pun melanjutkan ke Perguruan Tinggi, bagi yang mampu. Sisanya bekerja menjadi buruh pabrik, office boy, penjaga toko, dan tenaga non skill lainnya. Lazim karena lulusan SMA/SMK minim skill. Meskipun banyak promo bahwa lulusan SMK dijamin lebih berpeluang mendapat pekerjaan, tetap saja kualitas mereka masih jauh dari memadai. Belum lagi kita membicarakan angka pengangguran yang tinggi. Ilmu yang didapat di sekolah ternyata tak mampu menjawab kebutuhan zaman. Jadilah Indonesia penuh dengan manusiamanusia berijazah tapi miskin inisiatif dan kreativitas. Mereka ibarat robot yang menunggu diperintah oleh tuannya. Melamar kesana-kemari, ditolak berulang-kali. Sebetulnya, apa sih yang salah dengan bangsa ini terutama dari segi pendidikannya? Ikuti terus yuk biar kamu jadi remaja kritis dan cerdas menyikapi problema bangsa yang ada. Karena mau tak mau, kamu ikut jadi imbasnya loh. Jadi tak mungkin lagi kita bersikap tak mau tahu dengan kondisi ini. So pantengin terus ya. Kapitalisme, akar masalah! Pernah nggak kamu merasa bahwa harga pendidikan saat ini semakin mahal saja? Mulai dari harga buku yang semakin melambung hingga uang SPP yang tidak terjangkau. Memang sih, ada dana BOS dari pemerintah yang membebaskan sekolah dasar dan menengah pertama dari tagihan SPP. Tapi hilang tagihan SPP, muncul tagihan uang iuran kelas, uang beli sapu, uang kebersamaan, dan banyak lagi alasan lain untuk memungut uang dari peserta didik. Itu dari fenomena pendidikan dasar dan menengah pertama atau SMP. Yang tingkatan menengah atas gimana donk? Uang masuk jutaan rupiah untuk SMA dan SMK negeri menjadi syarat bila kamu ingin duduk di bangkunya. Belum lagi uang dan lain-lain yang semakin menjerat leher ibu dan bapak kamu sebagai wali murid. Kuliah gimana nasibnya? Makin parah apalagi dengan dijadikannya universitas di Indonesian menjadi Badan Hukum. Praktis, pengelolaan bangku pendidikan diperlakukan sama dengan perusahaan, yang laba rugi menjadi patokan keberhasilan. Kalau begini caranya, gimana dengan nasib orang-orang miskin yang tak punya uang? Siap-siap saja para orang miskin di negeri ini gigit jari karena tak bisa menikmati pendidikan layak. Bahkan saking parahnya kondisi ini, banyak yang menyindir bahwa orang miskin dilarang sekolah. Karena sekolah butuh biaya banyak dan orang miskin sudah pasti tak punya uang tersebut. Yang miskin semakin miskin, yang kaya semakin kaya. Kondisi ini mirip-mirip dengan zaman penjajahan kolonial dulu ketika yang boleh sekolah hanya anak bangsawan dan orang berduit saja. Pantas, karena memang Belanda datang ke Indonesia

untuk menjajah dan membodohkan anak bangsa. Tapi kenyataan sekarang ini lebih menyakitkan, karena faktanya kita dijajah oleh bangsa sendiri. Dan mereka ini hanyalah kaki tangan penjajah sebenarnya yaitu imperialisme barat yang menjajah dengan cara lebih modern. Penjajahan ideology, pola pikir dan budaya yang berimbas pada semua aspek kehidupan termasuk pendidikan, inilah bentuk penjajahan masa kini. Kapitalisme adalah akar dari semua permasalahan ini termasuk pendidikan. Kapitalisme mempunyai metode tersendiri dalam menyebarkan pahamnya yaitu dengan cara menjajah atau imperialisme Kapitalisme adalah akar dari semua permasalahan ini termasuk pendidikan. Sebagai sebuah ideologi, kapitalisme mempunyai metode tersendiri dalam menyebarkan pahamnya yaitu dengan cara menjajah atau imperialisme. Penjajahan secara fisik saat ini sudah bukan zamannya karena akan banyak yang menggugat bila diterapkan. Mereka pun mencari cara yang relative bersih, aman dan si terjajah tidak sadar bahwa mereka sedang dijajah. Simpul-simpul umat diambil hatinya agar mau mendukung program mereka. Para pemuka masyarakat disekolahkan, dicuci-otaknya dengan nilai-nilai yang mereka tanamkan. Sekembalinya ke negara asal, orang-orang ini secara sadar ataupun tidak telah menjadi antekantek asing untuk menjajah bangsanya sendiri dengan program yang telah diajarkan sekian lama. Yang paling terasa di negeri muslim adalah program sekulerisasi dan demokratisasi yang dibuat seolah-olah indah terdengar. Sekulerisme dan demokrasi, paham rusak! Yadua paham ini cukup ampuh dalam merusak umat. Dunia pendidikan sebagai dasar pembangun sebuah bangsa, tak lepas pula dari jerat mangsa paham rusak ini. Ilmu dunia dengan ilmu agama dipisahkan secara tegas, seolah-olah tak ada kaitan antara keduanya. Masih segar di ingatan, perjuangan muslimah-muslimah terdahulu dalam mempertahankan kerudungnya di sekolah negeri. Sampai-sampai mereka harus diusir dari kelas hanya karena mereka bertahan menutup aurat. Meskipun akhirnya perjuangan mereka membuahkan hasil, fenomena tersebut menjadi bukti bahwa pemisahan agama dari kehidupan terutama dunia pendidikan memang terjadi. Di bidang materi pendidikan, anak-anak didik dibuat bingung antara pelajaran yang satu dengan lainnya. Ketika pelajaran agama Islam murid difahamkan bahwa agama yang diterima di sisi Allah adalah Islam (QS. Ali-Imran: 19), mata pelajaran lain sebaliknya. Semua agama adalah sama, jadi Islam dianggap tidak lebih baik daripada agama lainnya. Begitu juga apabila ada orang yang berpindah agama atau murtad/keluar dari Islam, maka itu juga tak mengapa. Hak asasi manusia, alasannya. Padahal dalam Islam, orang murtad hukumannya adalah dibunuh apabila setelah diingatkan dia tetap membangkang. Dan masih banyak materi lainnya yang membuat peserta didik menjadi bingung dan gamang. Inilah akibatnya bila sebuah bangsa tak punya pendirian. Mudah terombang-ambing ketika dihadapkan pada pilihan Inilah akibatnya bila sebuah bangsa tak punya pendirian. Mudah terombang-ambing ketika dihadapkan pada pilihan. Bahkan untuk mengidentifikasi dirinya sendiri, bangsa seperti ini pun kebingungan. Bukan negara agama, juga bukan negara sekuler, selalu itu yang didengungkan ke

otak para anak didik. Jadinya ialah negara seperti ini menjadi negara yang bukan-bukan. Lihatlah kelakuan para pejabatnya, kelakuan yang bukan-bukan menjadi tingkah polahnya. Korupsi, perzinaan, bos miras (minuman keras), dan banyak hal negatif lainnya. Memang, masalah pendidikan tak bisa dilepaskan dari masalah lainnya. Selalu terkait satu sama lain, saling tumpang tindih. Hal yang mudah dilihat dari berhasil tidaknya sebuah pendidikan adalah dari output atau manusia yang dihasilkan dari system tersebut. Manusia-manusia serakah, tak takut dosa, dan bangga dengan kemaksiatan yang ada, inilah gambar rusak pendidikan negeri ini. Bila tak segera diambil langkah penyelamatan, mau jadi apa bangsa ini beberapa dekade ke depan? Islam, solusi menyeluruh! Islam adalah sebuah dien yang rahmatan lil alamin, rahmat bagi seluruh alam. Sebelum alam dan umat yang lain mengakui keunggulan dan keistimewaan Islam, bermula dari umat Islam sendiri seharusnya pengakuan ini ada. Sudah tak zaman lagi pemeluk Islam hanya sekadar KTP alias tak tahu apa-apa tentang Islam sendiri. Sudah bukan saatnya lagi umat Islam menjadi asing dengan keislamannya sendiri. Islam mempunyai solusi total dalam semua aspek kehidupan termasuk pendidikan. Negara berkewajiban menyelenggarakan pendidikan ini dalam sebuah kualitas jaminan mutu yang pertanggungjawabannya bukan hanya di dunia namun juga jauh ke dimensi akhirat. Sehingga pejabat negara tak sempat lagi memikirkan untuk mengayakan diri sendiri karena faktor ketakwaan menjadi salah satu kunci untuk mengangkatnya menjadi pejabat. Islam mempunyai solusi total dalam semua aspek kehidupan termasuk pendidikan. Negara berkewajiban menyelenggarakan pendidikan ini dalam sebuah kualitas jaminan mutu Sarana dan prasarana pendidikan dipermudah bahkan gratis. Murid tak perlu pusing memikirkan uang sekolah dan buku-buku, guru pun tak perlu nyambi sana-sini demi sesuap nasi. Semua dijamin oleh negara. Dalam kondisi seperti ini, tak heran bila kekhilafahan Islam mampu memimpin dunia dalam kurun waktu sekitar 14 abad. Selain rakyatnya yang cerdas dan pintar, mereka juga kokoh imannya. Tak ada fenomena maju pembangunan secara fisik tapi keropos di dalam semisal negara Jepang dan Amerika saat ini. Tak ada yang namanya bunuh diri karena stress memikirkan kebutuhan hidup, patah hati ditinggal istri atau suami selingkuh, merasa sendiri di tengah keramaian dan banyak hal lain sebagai ciri-ciri orang miskin iman. Kemajuan yang dicapai oleh generasi muslim tidak semu karena bahagia lahir batin, dunia akhirat telah diraih. Pendidikan yang berdimensi iptek (ilmu pengetahuan) dan imtak (iman dan takwa) bukan lagi slogan semata, tapi sudah pada tataran nyata. Bila sudah begini, jelas ternyata apa yang menjadi biang kerok amburadulnya pendidikan di Indonesia. Penyakitnya sudah teridentifikasi , tinggal manusianya mau diobati atau tidak. Dan obat bagi menjalarnya penyakit akut dalam sebuah system termasuk pendidikan adalah kembali ke titik fitroh manusia. Bila banyak upaya untuk back to nature demi menyelamatkan bumi, maka back to Islam adalah demi menyelamatkan manusia dan segenap fungsi kemanusiaannya. Manusia yang berpikir pasti bisa memilih dengan jelas dan cerdas bahwa cuma Islam saja yang

pantas dipilih. Bukan Cuma oleh umat Islam, umat yang lain pun mengakui keunggulan system Islam bernama syariah dalam menata kehidupan. Dan system syariah ini tak akan bisa diterapkan secara kaffah atau keseluruhan kecuali oleh system bernama Khilafah. Jadi, ayo semua kembali pada upaya untuk mengadakan system Khilafah yang akan menerapkan syariah termasuk dalam hal pendidikan pada seluruh warga negaranya, tidak terkecuali non muslim juga. So, tunggu apalagi? Ayo bergerak untuk perubahan! Sip deh ^_^

Pendidikan Kita Sarat ParadoksFriday, 20 March 2009 07:12 Saratri Wilonoyudho*, Jawa Pos 0100090000039907000000005405000000005405000026060f009e0a574d4643010 0000000000100fafc00000000010000007c0a0000000000007c0a0000010000006c0 0000000000000000000000f0000000f0000000000000000000000f3010000f301000 020454d46000001007c0a00000f0000000100000000000000000000000000000000 0400000003000040010000f000000000000000000000000000000000e2040080a90 300460000002c00000020000000454d462b014001001c000000100000000210c0db 010000006000000060000000460000006404000058040000454d462b224004000c 000000000000001e4009000c00000000000000244001000c0000000000000030400 20010000000040000000000803f214007000c0000000000000008400005bc030000 b00300000210c0db01000000000000000000000000000000000000000100000089 504e470d0a1a0a0000000d4948445200000010000000100803000000282d0f53000 0001974455874536f6674776172650041646f626520496d616765526561647971c9 653c000001bc504c5445f9fcfffafcfff9fbfdf5f9fc607daaedf3f8508cc8eaf3fef7fafcc0d bfc96b5e3e7f1fef9fbffe0eaf9e3ecf9e1edfde4effed4e6fd4e89c4f3f6fb518bc7dee8f7 3c73bcddeafe4580c3d8e9fd9cbfed508cc9fcfdff5e8ab7e4ecf597b6e3ecf2f8a9c5ea4 f83c5a7c5ec5185c5c2daf8a2bfe9f8fafd5c88baf8fbfd3e6db5d6e7fdf5f9ffa0bfe9d0e 1f88aaee2f1f7fbecf4f885aae24a84c4e6eef93d70bedeecfd518cc8bcd0ecfbfcffdbeaf ddae9fdd9e4f15c8cc9d6e4f9cde0f8dbebfed2e3f9a0b7dc5789c76590ccedf4fe5188c 0ecf1f77c9dd37096d0b9cfecb7d7fc4c88c4d8e8fdc6dffcdfecfef6f9fcb2ccf1c4dbf8de ebfee5edf95b88b6d3e5fdf3f7fb508dc8dee9f9f7f9fca4c3ecbdd5f4eef3f8d7e8fd638f cc8db0e3618fcb9ec1f0598bc8437dc2507dc587a8dc4c72afdde7f75684b698b6e3f0 f5fbeef5fef1f5fc4d88c4eaeff88ba9d7b3cbea5487c6f6faffdfebfe4882c3abc6ed5089c 4e3ebf389aadc4676c2668eccf7faff5e8dcadceafd9db3d65b86c9cedaeb7299d1bdd3 f496b4e33f79bf5387c3fbfdffdce8f9f2f6fbb3caebdcebfed0e1f9f1f7feb0caeb95bcf0b 1cdf1c9def7f4f8fbffffff4b22b84a0000009474524e53fffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffff ffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffff ffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffff fffffffff0045395101000000cd4944415478da62988c06183004ea0b9a5ce2136b6d93 9d8b5494da3458189cd4731980809191d1b25d46385f96c1a3b3a523c7bace8c5f80 bb98d7c8c69cc193690257642f90cb5ec3a7df6fc8c650cd1416c8c5abc3eeca139290 e4cdcac6d0c014275856c9c7c3689226c5c90914486592ece952ceca10958f5654f56 38d60a8d274f4d2d38ed1556b169cd817a420cd60ca6c61e75f12ecd02d6ee56b5f58 21c2901e2b976d103e899939208a83c3bd319481454bac3545a2d4d8274f48a8dc2d 938581b0e7d00500020c00fdb0589f1ddd46d90000000049454e44ae426082000840

010824000000180000000210c0db01000000030000000000000000000000000000 001b40004034000000280000000100000002000000000000bf000000bf000080410 0008041030000000000000010000000000010002100000008000000620000000c0 0000001000000150000000c00000004000000150000000c00000004000000460000 001400000008000000544e50500601000051000000c000000000000000000000000 f0000000f0000000000000000000000000000000000000010000000100000005000 0000300000008000000040000000000000008600ee001000000010000000280000 001000000010000000010001000000000000000000000000000000000000000000 0000000000000000ffffff000000fa030000494c0000fa03ffff0000ffff0000ffff0000ffff0 000ffff0000ffff0000ffff0000ffffffffffff0000fffffffffffffa03000000000000000051000000 cc03000000000000000000000f0000000f0000000000000000000000000000000000 00001000000010000000500000007c020000cc0200000001000000000000c600880 010000000100000002800000010000000100000000100080000000000000000000 000000000000000950000000000000000000000ffffff00d6b39d00d7a98b00d19972 00cc906500cc8f6300cb8f6100ca8d5e00c98c5c00c88b5900c7895700c6875400c58 55100c5834f00c3875300ba885c00aa7d6000dcb7a000fdfaf800fcf5f100fffcf900fffcf a00fffcfb00fffdfb00fffdfc00fbf6f300f8efea00b78a5e00d39d7c00fbf6f200e3b49600f 9e8dc00fef5ee00fde9da00fdeadc00fdecde00fdede100feefe400fef1e700fffaf600f9e ae000e2aa8500f1e4d900c88c5100d0967000fdfbf900f1cdb100e3b59600f9e9de00f ef7f100fef3ea00fffaf700f9ece300e2ae8a00f0bc9500f8f4ec00c88c5000cc8e6600fde 5d300f1ccb200fff9f500fef4ed00fffbf900f9ede500e3b08d00f0c19e00fcd7b700f8f3e d00c9865b00fde8d700fde6d400edc6ab00dcaa8900f9eee600dca88700edbf9c00fcd bc000c57d5000fde9d800f9e1d000ebcab300ecc5a700e3b69800f7e7dd00f7e8de00 e3b69700ecc3a400eac5a900f8dac200fcdfc600c88d5000c2764600fdfbf800f9e3d20 0eccfb900f8e1d000fde7d600f4d5bd00e9bfa000e9bfa200f4d3bd00f7dec900ebcab0 00f8dbc400f8f2ec00c98c5000be703d00fcf9f500ecd0bc00f9e4d600feecdf00feebdf0 0feebde00feebdb00feebdc00feeadd00fdeadb00fde8d800f8e0cd00eacbb300f3ebe3 00c78b5100af724c00f8f3ee00f5ece400fbf5f000fbf7f100fbf7f300fbf8f400fcf9f600fcf 9f700fcfaf700f7f1ec00ebdace00b6885b00b56d3e00bc733c00bf793f00c27d4300c3 804500c3824800c4844a00c4884c00c4884d00c4894e00c4895000c0885100b68456 000101010101010101010101010101010101010101010101010101010101010101 010101010101010101010101010101011188898a8b8c8d8e8f909191929394117b7 c7d7e7f80816c6c828384848586876b6c6d6e6f707172737475767778797a5c5d5e5f 60616263646547666768696a4e2e4f505152535455565758595a445b452e4647484 9353f164a4b4c4d4d44393a2e3b3c30293d333e3f4041424344392d2e2f303132252 627333435363738391d1e1f202122232425262728292a2b2c121314151515151616 161718191a1b1c02030405060708090a0b0c0d0e0f1011010101010101010101010 101010101010101010101010101010101010101010146000000140000000800000 0544e5050070100004c0000006400000000000000000000000f0000000f00000000 0000000000000010000000100000002900aa0000000000000000000000803f00000 000000000000000803f000000000000000000000000000000000000000000000000 0000000000000000220000000c000000ffffffff460000001c00000010000000454d46 2b024000000c000000000000000e000000140000000000000010000000140000000 400000003010800050000000b0200000000050000000c0210001000030000001e00

0400000007010400040000000701040045000000410b8600ee0010001000000000 001000100000000000280000001000000010000000010001000000000000000000 0000000000000000000000000000000000000000ffffff000000fa030000494c0000fa 03ffff0000ffff0000ffff0000ffff0000ffff0000ffff0000ffff0000ffffffffffff0000fffffffffffffa03 0000000000000000cb010000410bc60088001000100000000000100010000000000 028000000100000001000000001000800000000000000000000000000000000009 50000000000000000000000ffffff00d6b39d00d7a98b00d1997200cc906500cc8f630 0cb8f6100ca8d5e00c98c5c00c88b5900c7895700c6875400c5855100c5834f00c387 5300ba885c00aa7d6000dcb7a000fdfaf800fcf5f100fffcf900fffcfa00fffcfb00fffdfb00fff dfc00fbf6f300f8efea00b78a5e00d39d7c00fbf6f200e3b49600f9e8dc00fef5ee00fde9 da00fdeadc00fdecde00fdede100feefe400fef1e700fffaf600f9eae000e2aa8500f1e4d 900c88c5100d0967000fdfbf900f1cdb100e3b59600f9e9de00fef7f100fef3ea00fffaf7 00f9ece300e2ae8a00f0bc9500f8f4ec00c88c5000cc8e6600fde5d300f1ccb200fff9f5 00fef4ed00fffbf900f9ede500e3b08d00f0c19e00fcd7b700f8f3ed00c9865b00fde8d7 00fde6d400edc6ab00dcaa8900f9eee600dca88700edbf9c00fcdbc000c57d5000fde9 d800f9e1d000ebcab300ecc5a700e3b69800f7e7dd00f7e8de00e3b69700ecc3a400e ac5a900f8dac200fcdfc600c88d5000c2764600fdfbf800f9e3d200eccfb900f8e1d000f de7d600f4d5bd00e9bfa000e9bfa200f4d3bd00f7dec900ebcab000f8dbc400f8f2ec00 c98c5000be703d00fcf9f500ecd0bc00f9e4d600feecdf00feebdf00feebde00feebdb00f eebdc00feeadd00fdeadb00fde8d800f8e0cd00eacbb300f3ebe300c78b5100af724c0 0f8f3ee00f5ece400fbf5f000fbf7f100fbf7f300fbf8f400fcf9f600fcf9f700fcfaf700f7f1ec 00ebdace00b6885b00b56d3e00bc733c00bf793f00c27d4300c3804500c3824800c4 844a00c4884c00c4884d00c4894e00c4895000c0885100b68456000101010101010 101010101010101010101010101010101010101010101010101010101010101010 101010101010101011188898a8b8c8d8e8f909191929394117b7c7d7e7f80816c6c8 28384848586876b6c6d6e6f707172737475767778797a5c5d5e5f606162636465476 66768696a4e2e4f505152535455565758595a445b452e46474849353f164a4b4c4d4 d44393a2e3b3c30293d333e3f4041424344392d2e2f3031322526273334353637383 91d1e1f202122232425262728292a2b2c121314151515151616161718191a1b1c02 030405060708090a0b0c0d0e0f10110101010101010101010101010101010101010 1010101010101010101010101010c00000040092900aa0000000000000010001000 00000000040000002701ffff0300000000000100090000039104000000004a030000 00004a03000026060f008a06574d464301000000000001000bce000000000100000 0680600000000000068060000010000006c0000000000000000000000140000001 400000000000000000000008f0200008f02000020454d4600000100680600000f000 00001000000000000000000000000000000000400000003000040010000f0000000 00000000000000000000000000e2040080a90300460000002c00000020000000454 d462b014001001c000000100000000210c0db010000006000000060000000460000 004c02000040020000454d462b224004000c000000000000001e4009000c0000000 0000000244001000c000000000000003040020010000000040000000000803f2140 07000c0000000000000008400005a4010000980100000210c0db010000000000000 00000000000000000000000000100000089504e470d0a1a0a0000000d4948445200 000010000000100803000000282d0f530000000373424954080808dbe14fe000000 048504c5445fffffffefefefcfdfdf9fbfcf8fafafffae3f6f9f9f4f7f8f2f2f2e6ddbed9d9d9d1d

1d1dbcfa2cdcdcdc7c7c7c6c6c6c1c1c18dbdf084b94ea3a3a39292926b6b6bd62f1b4 e4e4e0d9cda200000001874524e5300ffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffe9dc443600 0000097048597300000b1200000b1201d2dd7efc0000001f74455874536f66747761 7265004d6163726f6d656469612046697265776f726b732038b568d278000000147 44558744372656174696f6e2054696d6500312f352f3036c3bf27f10000005b494441 5418958d8f4b0e80300805491b1b51fc42e5fe37d540ad75d7d9bc30093f802ed8d14 f78346234f4df60583d34a809748ef37281544113245a10b2b94ff2bcac7b262d7b04 39c69432be7b8527801036ad977199d1f7e80db20907593d164b7b0000000049454 e44ae426082000840010824000000180000000210c0db0100000003000000000000 0000000000000000001b40004034000000280000000100000002000000000000bf0 00000bf000080410000804103000000000000001500000000001500210000000800 0000620000000c00000001000000150000000c00000004000000150000000c00000 004000000460000001400000008000000544e50500601000051000000c000000000 000000000000001400000014000000000000000000000000000000000000001000 00001000000050000000300000008000000040000000000000008600ee00150000 001500000028000000100000001000000001000100000000000000000000000000 00000000000000000000000000000000ffffff000000fa030000494c0ff0fa031cf80000 1ff800003ffc00007ffe00007ffe00007ffe00007ffe00003ffcffff0ff000000810ffff0ff0fa0 3000000000000000051000000d0010000000000000000000014000000140000000 000000000000000000000000000000010000000100000005000000080000000d00 000000001000000000000c60088001500000015000000280000001000000010000 000010008000000000000000000000000000000000016000000000000000000000 0ffffff00a3a3a3004e4e4e00f2f2f200e3faff00bedde600f0bd8d004eb984001b2fd600 a2cfdb0092929200d1d1d100cdcdcd00c7c7c700c1c1c1006b6b6b00fcfbf900f9f9f60 0d9d9d900fdfdfc00c6c6c6000101010101010101010101010101010101010101010 101010101010101010101010101010203030303030303010101010101010b02130 10114141503030101010101010b0602111112121006030101010101030b0a020c0d 0e0f100a0303010101020a0b03030303030303030b0a03010102060a0a0a0a0a0a0 a0a0a0a060301010205060606060606060708090503010102050505050505050505 050505030101010202020202020202020202020101010101010204040404040403 010101010101010102010101010101030101010101010101020202020202020301 010101010101010101010101010101010101010101010101010101010101010101 0101460000001400000008000000544e5050070100004c000000640000000000000 0000000001400000014000000000000000000000015000000150000002900aa000 0000000000000000000803f00000000000000000000803f00000000000000000000 00000000000000000000000000000000000000000000220000000c000000ffffffff46 0000001c00000010000000454d462b024000000c000000000000000e00000014000 0000000000010000000140000000400000003010800050000000b0200000000050 000000c0215001500030000001e0004000000070104000400000007010400450000 00410b8600ee001000100000000000150015000000000028000000100000001000 000001000100000000000000000000000000000000000000000000000000000000 00ffffff000000fa030000494c0ff0fa031cf800001ff800003ffc00007ffe00007ffe00007f fe00007ffe00003ffcffff0ff000000810ffff0ff0fa030000000000000000cd000000410bc 600880010001000000000001500150000000000280000001000000010000000010

0080000000000000000000000000000000000160000000000000000000000ffffff00 a3a3a3004e4e4e00f2f2f200e3faff00bedde600f0bd8d004eb984001b2fd600a2cfdb0 092929200d1d1d100cdcdcd00c7c7c700c1c1c1006b6b6b00fcfbf900f9f9f600d9d9d 900fdfdfc00c6c6c6000101010101010101010101010101010101010101010101010 101010101010101010101010203030303030303010101010101010b02130101141 41503030101010101010b0602111112121006030101010101030b0a020c0d0e0f10 0a0303010101020a0b03030303030303030b0a03010102060a0a0a0a0a0a0a0a0a0 a06030101020506060606060606070809050301010205050505050505050505050 503010101020202020202020202020202010101010101020404040404040301010 101010101010201010101010103010101010101010102020202020202030101010 101010101010101010101010101010101010101010101010101010101010101010 c00000040092900aa000000000000001500150000000000040000002701ffff03000 00000000100090000032c0500000000ac0300000000ac03000026060f004e07574d 464301000000000001005b5800000000010000002c070000000000002c070000010 000006c00000000000000000000000f0000000f0000000000000000000000f301000 0f301000020454d46000001002c0700000c00000001000000000000000000000000 000000000400000003000040010000f000000000000000000000000000000000e20 40080a90300460000002c00000020000000454d462b014001001c00000010000000 0210c0db01000000600000006000000046000000fc020000f0020000454d462b2240 04000c000000000000001e4009000c00000000000000244001000c0000000000000 03040020010000000040000000000803f214007000c000000000000000840000554 020000480200000210c0db01000000000000000000000000000000000000000100 000089504e470d0a1a0a0000000d494844520000001000000010080200000090916 8360000001974455874536f6674776172650041646f626520496d61676552656164 7971c9653c000001cb4944415478da7c924b2f035114c767eedc79d0301963ea91c6 d2a62241d0844a84ad85888df810120b111fc0a6094282054b3b893d8b41113b217d c4828612eda48f483bd5ce4cc7696f53d594b399933bffdf3dff7bcea16ddba6282a14 0ac5e371cbb2a846a1288acbe5922409724c8e40edf1781886a169ba4e6d9aa6dfef2 739301500ee06755ed7aded7534368946c641572c160b85822ccb6eb73b10081025 aade04773388a60c0349322a075d0ef8258a22d44f2412d16814d556471c6fe5742b 780f3914240ce41cc70982e0f57a354dc3bf0084a82607cd0b18636212a4e9741abc8 143a7d3f9cb127165c662f9dbeb92bd7200090ccbb23ccfd7bfa1d4909788a9eb6626 633c866b1908601a00a9dd2d7e625a5c5e4b6efb8cc8133060b28a11cdcf1bac84f61 5799696568ad98ccd72af8b736c6717a37430ed8a3038ec9899adafa0ed6c727dfdb9 87bbeced4dcbfc42f7c1113f3a66f382cd60339ba9ca4a1592af2fc2d5452e1ceed93f6 45a453821fbd2bebc5aaa9c4aa2660798ab001f67a7faa58acfd50edf065193760143 8680dbe4da77e2cf9363e3fd2d3f39d53c3054d7e2868b887b77f6e0a3aa2a9914f57 710014dec068341585898e83f00a861cfbf051800d107b4e3c2141ec700000000494 54e44ae4260820000000840010824000000180000000210c0db0100000003000000 0000000000000000000000001b4000403400000028000000010000000200000000 0000bf000000bf00008041000080410300000000000000100000000000100021000 00008000000620000000c00000001000000150000000c0000000400000015000000 0c0000000400000051000000cc02000000000000000000000f0000000f0000000000 00000000000000000000000000001000000010000000500000007c010000cc01000

000010000000000002000cc00100000001000000028000000100000001000000001 00080000000000000000000000000000000000550000000000000000000000ffffff0 0d6d6d600c0c0c000bdbdbd00d2d2d200eeeeee00f8f8f800fbfbfb00fcfcfc00bcbcbc0 0f1f1f4007884f100b9bff300f5f5f500f1f1f100efefef00e9e9e900e7e7e700f2f3f70073 7ff100ccd0f500f7f7f700f3f3f300f0f0f000eaeaea00f6f6f600f4f4f400bfbfbf00f9f9f900 6976ee009ea6f200f2f2f200ebebeb00747fee00a6adf300ececec00e6e6e6005d68ea 006c76ec00ededed00dcdef800535ee600606ae800d4d6f7006d75e700979ced00db ddf7006069e500dadcf700fafafa00e7e9f9004c55df00e4e5f800d8daf600666ee4002 d38da004650df005d65e2007279e500a7abed00777de4007a81e500b4b8ef009fa3e b00c0c3f100d3d5f4008187e600656ce100767ce4009ba0e900e1e2ed007f82c5004f 55db00edeef900e8e9f700f3f3f900babbe7007a7edd003a3fc900c9cbf200676bd900 4c51d4007d80c200d5d5d5000101541c04040404040404040404035401011c1d090 909090909090909091d03515253090909090909090909090909044d4e4f50090909 090808080808080904014748494a0909080832324b4c3209040101043d3e3f40414 243444546070904010104333435363738393a3b3c070904010104092d2e2f303109 321d1a1a090401010409292a2b2c0908071a17200904010104090926270908070e2 0102809040101040908222308070e0f2419250904010104091d1e1f161a20210909 0909040101040913141516171819091a1b1c05010104080b0c0d0e0f101109120a0 5060101030708090909090909070a0506010101020304040404040404040506010 14c0000006400000000000000000000000f0000000f000000000000000000000010 000000100000002900aa0000000000000000000000803f000000000000000000008 03f0000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000 220000000c000000ffffffff460000001c00000010000000454d462b024000000c0000 00000000000e000000140000000000000010000000140000000400000003010800 050000000b0200000000050000000c0210001000030000001e00040000000701040 004000000070104004b010000410b2000cc00100010000000000010001000000000 002800000010000000100000000100080000000000000000000000000000000000 550000000000000000000000ffffff00d6d6d600c0c0c000bdbdbd00d2d2d200eeeeee 00f8f8f800fbfbfb00fcfcfc00bcbcbc00f1f1f4007884f100b9bff300f5f5f500f1f1f100efef ef00e9e9e900e7e7e700f2f3f700737ff100ccd0f500f7f7f700f3f3f300f0f0f000eaeaea 00f6f6f600f4f4f400bfbfbf00f9f9f9006976ee009ea6f200f2f2f200ebebeb00747fee00 a6adf300ececec00e6e6e6005d68ea006c76ec00ededed00dcdef800535ee600606ae 800d4d6f7006d75e700979ced00dbddf7006069e500dadcf700fafafa00e7e9f9004c5 5df00e4e5f800d8daf600666ee4002d38da004650df005d65e2007279e500a7abed00 777de4007a81e500b4b8ef009fa3eb00c0c3f100d3d5f4008187e600656ce100767ce 4009ba0e900e1e2ed007f82c5004f55db00edeef900e8e9f700f3f3f900babbe7007a7 edd003a3fc900c9cbf200676bd9004c51d4007d80c200d5d5d5000101541c0404040 4040404040404035401011c1d090909090909090909091d0351525309090909090 9090909090909044d4e4f50090909090808080808080904014748494a0909080832 324b4c3209040101043d3e3f40414243444546070904010104333435363738393a3 b3c070904010104092d2e2f303109321d1a1a090401010409292a2b2c0908071a17 200904010104090926270908070e20102809040101040908222308070e0f2419250 904010104091d1e1f161a202109090909040101040913141516171819091a1b1c05 010104080b0c0d0e0f101109120a05060101030708090909090909070a050601010

102030404040404040404050601010c00000040092900aa00000000000000100010 0000000000040000002701ffff030000000000

Kasus anak sekolah di Malang yang harus belajar lesehan karena ada permasalahan dengan pemborong mebel sekolah akan membuat para ahli teori pembangunan bingung. Secara teoretis, kata pembangunan berarti peningkatan kesejahteraan. Namun, yang terjadi hanyalah paradoksparadoks. Sebut saja soal biaya pendidikan. Siapa pun pasti bingung, mengapa di zaman sulit seperti pada 1960-an atau 1970-an biaya sekolah sangat murah. Bahkan, sabak, grip, dan buku paket disediakan pemerintah. Pada zaman yang masih tertatih-tatih menerapkan ''tahap-tahap kemajuan'' dari W.W. Rostov atau tahap menjalankan teori para menteri lulusan California Berkeley, toh pemerintah begitu perkasa, mampu menekan biaya sekolah (dan kuliah) serendah mungkin. Namun, kini zaman reformasi dengan sesumbar para politisi justru biaya pendidikan makin mahal. Sementara itu, pada sisi lain, Provinsi Jawa Timur menduduki peringkat kedua seIndonesia dalam jumlah penduduk yang buta aksara. Paradoks Negeri Kaya Siapa pun sepakat, partisipasi masyarakat sangat diharapkan dalam dunia pendidikan. Namun, orang juga paham kelakuan ini juga ''dipicu'' pemerintah yang terkesan lepas tangan terhadap dunia pendidikan. Lihat saja betapa pelitnya kucuran anggaran kepada pendidikan yang kurang dari 20% (minus gaji guru). Padahal, kita ini negeri kaya raya. Kata Cak Nun, surga seakan pernah ''bocor'' dan bocorannya itu bernama Indonesia. Benar kata Bung Karno, sebenarnya jika kita mau sedikit arif dan ''berdikari'', hanya dengan menggantungkan hidup dari sumber daya alam yang dikelola adil dan lestari, bangsa ini sudah kaya raya. Apalagi, ditambah kehebatan sumber daya manusia yang cerdas dan terampil, semakin lengkaplah kejayaan bangsa ini. Negeri ini ibarat jamrud khatulistiwa dan seolah surga telah ''memuncratkan sebagian wajahnya ke tanah yang bernama Indonesia''. Kita bisa menanam benih apa saja dan di bawah tanah, laut, dan hutan kita bisa menggali apa saja. Syaratnya harus adil, memperhatikan kelestarian, dan bijaksana. Bung Karno dengan jurus Tri Saktinya pernah mengatakan bahwa kita harus berdikari di bidang ekonomi, berdaulat di bidang hukum, dan berkepribadian Indonesia. Jika putra putri bangsa ini belum mampu menggali kekayaan alam, biarlah kekayaan itu tersimpan terlebih dahulu, sampai putra putri kita mampu menggalinya, demikian Bung Karno mewanti-wanti. Karena itu, menarik perkataan Bung Karno ini jika dikaitkan dengan perilaku para pemimpin negeri berkaitan dengan Blok Cepu, Freeport, IMF, Bank Dunia, dst, yang mendikte kebijakan negeri ini. Masyarakat bisa juga terus bertanya, apa benar setiap tahun sekolah-sekolah kekurangan dana? Mestinya sejak awal sekolah-sekolah tersebut ''membuka'' diri, kebutuhan apa saja yang harus diadakan dan seberapa besar kontribusi dari pemerintah telah dikucurkan. Setelah rencana pembangunan sekolah itu dibuka kepada masyarakat, baru dipikirkan apakah benar rencana

tersebut merupakan harga mati -yang jika tidak diadakan, sekolah akan kolaps? Di sisi lain, dana triliunan rupiah hanya dikorup para oknum petinggi negeri dan para politisi. Kasus Malang juga ironis jika dikaitkan dengan anggaran untuk pemilihan gubernur Jawa Timur yang biayanya mendekati satu triliun rupiah. Apakah dana itu sebanding dengan prestasi yang kelak mereka torehkan di daerahnya? Teganya pemerintah atau pihak sekolah menelantarkan anak dengan cara seperti di Malang tersebut jelas bertentangan dengan ''semangat'' wajib belajar 9 tahun. Pendidikan Karakter Bangsa Padahal, orang juga paham pendidikan dasar dan menengah pada akhirnya akan dituntut sebagai dasar pembentukan watak anak bangsa. Hanya yang menjadi masalah, sejak tiga dekade terakhir ini sekolah seakan menjadi ajang uji coba, atau setidaknya ada praktik-praktik kependidikan yang melioristis, yakni sesewaktu, darurat, mencoba-coba, dan tambal sulam. Akibat lebih jauh, tenaga pendidik, dalam hal ini guru, sering tidak dapat mengaitkan antara tugas sebagai pendidik dan berbagai implikasi perubahan sosial, ekonomi, dan politik yang semakin cepat. Pada sisi lain, hasil studi Depdiknas (2006) menunjukkan ada kaitan antara indeks kemiskinan dan angka putus sekolah, tingkat melek huruf dan nilai rata-rata hasil ujian nasional. Demikian pula, ada temuan bahwa partisipasi di sekolah menengah didominasi kelompok kaya, ada disparitas capaian pendidikan antarkelompok pendapatan, dan disparitas angka partisipasi kasar (APK) daerah kaya dan miskin. Sebagai contoh DKI Jakarta, yang angka (negasi) indeks kemiskinanya terendah, yakni 3,13, persentase melek hurufnya hampir 98 persen dan nilai rata-rata ujian nasional sekitar 6,8 persen. Sedangkan Provinsi Papua dengan indeks kemiskinan tertinggi 37,92, angka melek hurufnya di bawah 80 persen dan angka rata-rata ujian nasional sekitar 5,7 persen. Hasil studi F. Wahono (2000) menunjukkan bahwa jika kebutuhan dasar saja tidak dapat dipenuhi dengan baik oleh kelompok miskin, mereka juga akan mengalami kesulitan untuk menyekolahkan anaknya. Sebagai contoh, menurut Wahono, pada 1994-1998 (saat terjadi krisis ekonomi), tingkat pendaftaran sekolah dasar cukup tinggi, yakni 93,90 persen - 95,37 persen. Namun, tingkat kelulusannya amat rendah, yakni 26,39-30,57 persen, atau hanya sepertiga dari tingkat pendaftaran. Angka putus sekolah itu terjadi, selain karena mahalnya biaya (operasional) pendidikan, akibat adanya persepsi dari orang tua murid yang miskin bahwa anak merupakan pembantu utama untuk mencari nafkah. Menurut teori household survival strategy dari Harbirson (1981), masyarakat miskin akan memanfaatkan sumber-sumber ekonomi yang tersedia jika kondisi ekonomi berubah dan salah satu usaha itu ialah memanfaatkan tenaga kerja keluarga, termasuk tenaga anak-anaknya. Dengan kata lain, keengganan orang miskin menyekolahkan anaknya bisa juga disebabkan adanya opportunity cost yang hilang. Artinya, orang tua merasa tidak untung jika anaknya lulus SD atau SMP.

* Saratri Wilonoyudho, pernah membantu Depdiknas-JICA dalam Program Regional Educational Development and Improvement. Sumber: http://jawapos.com/halaman/index.php?act=detail&nid=58318

Thursday, 08 July 2010 09:23 010009000003b803000000009c02000000009c02000026060f002e05574 d46430100000000000100995200000000010000000c050000000000000c 050000010000006c00000000000000000000002b0000000d00000000000 000000000005e050000b501000020454d46000001000c0500000c000000 01000000000000000000000000000000000400000003000040010000f00 0000000000000000000000000000000e2040080a90300460000002c0000 0020000000454d462b014001001c000000100000000210c0db010000006 00000006000000046000000a401000098010000454d462b224004000c00 0000000000001e4009000c00000000000000244001000c0000000000000 03040020010000000040000000000803f214007000c0000000000000008 400005f0000000e40000000210c0db01000000000000000000000000000 000000000000100000089504e470d0a1a0a0000000d494844520000002c 0000000e0403000000a6cee30f0000002a504c5445fffffff4f4f4e9e9e9e3e 3e3f1f1f1eaeaeaf9f9f9e6e6e6fcfcfc666666f5f5f5f3f3f3fbfbfbefefef80faa a8d000000584944415478da63605436c60046020cae090c18802d84a1820 10b686730c026cc0c139e391384388118457802c30420e244570d159ec94 0946aa0a1d80d015b892e8cee40356cc2490ccb37608a725731f05cc60c2a db0300b6f31ea23316da440000000049454e44ae42608200084001082400 0000180000000210c0db010000000300000000000000000000000000000 01b40000040000000340000000100000002000000000000bf000000bf00 0030420000604103000000000000b3000000b3ffff2f42000000b3000000 b3ffff5f412100000008000000620000000c00000001000000150000000c0 0000004000000150000000c000000040000005100000004020000000000 00000000002b0000000d000000000000000000000000000000000000002 c0000000e0000005000000064000000b400000050010000000000002000 cc002c0000000e000000280000002c0000000e000000010004000000000 00000000000000000000000000f0000000000000000000000ffffff00f4f4f 400e9e9e900e3e3e300f1f1f100eaeaea00f9f9f900e6e6e600fcfcfc0066666 600f5f5f500f3f3f300fbfbfb00efefef001de4444444444444444444444444 4444444444444ed10404b8c111111111111111111111111111111111111 11c8b0c0137111111111111111111111111111111111111111173010141 11111111111111111111111111111111111111111401014111111111111 1a11111aaaa111a1111111111111114010141111111111111aaaa11a111a 11a1111111111111114010141111111111111a111a1a111a11a11111111 11111114010141111111111111a111a1a111a11aaa111111111111140a01 41111111111111a111a1a111a11a1111111111111114010141111111111 111aaaa11aaaa111aaaaa111111111114010141111111111111111111111 11111111111111111111401048911111111111111111111111111111111

11111111980101567111111111111111111111111111111111111117650 10112344444444444444444444444444444444444444321010a4c000000 6400000000000000000000002b0000000d00000000000000000000002c0 000000e0000002900aa0000000000000000000000803f00000000000000 000000803f0000000000000000000000000000000000000000000000000 000000000000000220000000c000000ffffffff460000001c0000001000000 0454d462b024000000c000000000000000e000000140000000000000010 000000140000000400000003010800050000000b0200000000050000000 c020e002c00030000001e0004000000070104000400000007010400e700 0000410b2000cc000e002c00000000000e002c0000000000280000002c00 00000e00000001000400000000000000000000000000000000000f00000 00000000000000000ffffff00f4f4f400e9e9e900e3e3e300f1f1f100eaeaea0 0f9f9f900e6e6e600fcfcfc0066666600f5f5f500f3f3f300fbfbfb00efefef001 de44444444444444444444444444444444444444ed10404b8c111111111 11111111111111111111111111111c8b0c0137111111111111111111111 11111111111111111117301014111111111111111111111111111111111 1111111114010141111111111111a11111aaaa111a11111111111111140 10141111111111111aaaa11a111a11a11111111111111140101411111111 11111a111a1a111a11a1111111111111114010141111111111111a111a1a 111a11aaa111111111111140a0141111111111111a111a1a111a11a11111 11111111114010141111111111111aaaa11aaaa111aaaaa1111111111140 10141111111111111111111111111111111111111111114010489111111 11111111111111111111111111111111119801015671111111111111111 11111111111111111111117650101123444444444444444444444444444 44444444444321010a0c00000040092900aa000000000000000e002c000 0000000040000002701ffff030000000000 010009000003bc0300000000a00200000000a002000026060f003605574 d46430100000000000100b5270000000001000000140500000000000014 050000010000006c00000000000000000000002b0000000d00000000000 000000000005e050000b501000020454d4600000100140500000c000000 01000000000000000000000000000000000400000003000040010000f00 0000000000000000000000000000000e2040080a90300460000002c0000 0020000000454d462b014001001c000000100000000210c0db010000006 00000006000000046000000ac010000a0010000454d462b224004000c00 0000000000001e4009000c00000000000000244001000c0000000000000 03040020010000000040000000000803f214007000c0000000000000008 400005f8000000ec0000000210c0db01000000000000000000000000000 000000000000100000089504e470d0a1a0a0000000d494844520000002c 0000000e0403000000a6cee30f0000002a504c5445fffffff4f4f4e9e9e9e3e 3e3f1f1f1eaeaeaf9f9f9e6e6e6fcfcfc666666f5f5f5f3f3f3fbfbfbefefef80faa a8d0000005f4944415478da63605436c60046020cae090c18802d84a1820 10b686730c026cc0c16e69c39018818260011e7cc990861064e20020b032 90ce199d885810045186636279a6a066c666371a01a36e12486e51b3045b 9ab18782e630695ed010015c020e25da63c970000000049454e44ae42608 200000840010824000000180000000210c0db0100000003000000000000 0000000000000000001b400000400000003400000001000000020000000

00000bf000000bf000030420000604103000000000000b3000000b3ffff2f 42000000b3000000b3ffff5f412100000008000000620000000c000000010 00000150000000c00000004000000150000000c00000004000000510000 000402000000000000000000002b0000000d00000000000000000000000 0000000000000002c0000000e0000005000000064000000b40000005001 0000000000002000cc002c0000000e000000280000002c0000000e00000 001000400000000000000000000000000000000000f0000000000000000 000000ffffff00f4f4f400e9e9e900e3e3e300f1f1f100eaeaea00f9f9f900e6e 6e600fcfcfc0066666600f5f5f500f3f3f300fbfbfb00efefef001de444444444 44444444444444444444444444444ed10404b8c11111111111111111111 111111111111111111c8b0c013711111111111111111111111111111111 11111111730101411111111111111111111111111111111111111111140 101411111111a11111a111a11a1a111a1111a11111111140101411111111 aaaa11aaaa111a1a11aa1111a11111111140101411111111a111a1a111a11 a1a1a1a1111a11111111140101411111111a111a1a111a11a1aa11a1111a 1111111114010a411111111a111a1a111a11a1a111a1111a111111111401 01411111111aaaa11aaaa111a1a111a11aaaaa111111140a0141111111111 11111111111111111111111111111111401048911111111111111111111 11111111111111111111980a01567111111111111111111111111111111 11111111765010112344444444444444444444444444444444444444321 01014c0000006400000000000000000000002b0000000d0000000000000 0000000002c0000000e0000002900aa0000000000000000000000803f000 00000000000000000803f00000000000000000000000000000000000000 00000000000000000000000000220000000c000000ffffffff460000001c00 000010000000454d462b024000000c000000000000000e0000001400000 00000000010000000140000000400000003010800050000000b02000000 00050000000c020e002c00030000001e000400000007010400040000000 7010400e7000000410b2000cc000e002c00000000000e002c00000000002 80000002c0000000e000000010004000000000000000000000000000000 00000f0000000000000000000000ffffff00f4f4f400e9e9e900e3e3e300f1f 1f100eaeaea00f9f9f900e6e6e600fcfcfc0066666600f5f5f500f3f3f300fbfb fb00efefef001de44444444444444444444444444444444444444ed10404b 8c11111111111111111111111111111111111111c8b0c01371111111111 11111111111111111111111111111173010141111111111111111111111 1111111111111111111140101411111111a11111a111a11a1a111a1111a1 1111111140101411111111aaaa11aaaa111a1a11aa1111a1111111114010 1411111111a111a1a111a11a1a1a1a1111a11111111140101411111111a1 11a1a111a11a1aa11a1111a1111111114010a411111111a111a1a111a11a 1a111a1111a11111111140101411111111aaaa11aaaa111a1a111a11aaaaa 111111140a0141111111111111111111111111111111111111111114010 4891111111111111111111111111111111111111111980a015671111111 11111111111111111111111111111117650101123444444444444444444 4444444444444444444432101010c00000040092900aa00000000000000 0e002c0000000000040000002701ffff030000000000 010009000003c20300000000a60200000000a602000026060f004205574 d46430100000000000100efba0000000001000000200500000000000020

050000010000006c00000000000000000000002b0000000d00000000000 000000000005e050000b501000020454d4600000100200500000c000000 01000000000000000000000000000000000400000003000040010000f00 0000000000000000000000000000000e2040080a90300460000002c0000 0020000000454d462b014001001c000000100000000210c0db010000006 00000006000000046000000b8010000ac010000454d462b224004000c00 0000000000001e4009000c00000000000000244001000c0000000000000 03040020010000000040000000000803f214007000c0000000000000008 40000504010000f80000000210c0db01000000000000000000000000000 000000000000100000089504e470d0a1a0a0000000d494844520000002c 0000000e0403000000a6cee30f0000002a504c5445fffffff4f4f4e9e9e9e3e 3e3f1f1f1eaeaeaf9f9f9e6e6e6fcfcfc666666f5f5f5f3f3f3fbfbfbefefef80faa a8d0000006a4944415478da63605436c60046020cae090c18802d84a1820 10b686730c026cc0c12e69c3913c89cc0308173260327274218ac02280c9 2411206296698c9892e0c96993001531862c8cc99a886cc44321bc461c6e 540356cc2490ccb37608a725731f05cc60c2adb0300974d23222aeea91400 00000049454e44ae4260820000000840010824000000180000000210c0d b01000000030000000000000000000000000000001b4000004000000034 0000000100000002000000000000bf000000bf000030420000604103000 000000000b3000000b3ffff2f42000000b3000000b3ffff5f4121000000080 00000620000000c00000001000000150000000c00000004000000150000 000c00000004000000510000000402000000000000000000002b0000000 d000000000000000000000000000000000000002c0000000e0000005000 000064000000b400000050010000000000002000cc002c0000000e00000 0280000002c0000000e0000000100040000000000000000000000000000 0000000f0000000000000000000000ffffff00f4f4f400e9e9e900e3e3e300f 1f1f100eaeaea00f9f9f900e6e6e600fcfcfc0066666600f5f5f500f3f3f300fb fbfb00efefef001de44444444444444444444444444444444444444ed1040 4b8c11111111111111111111111111111111111111c8b0c013711111111 11111111111111111111111111111111730101411111111111111111111 1111111111111111111111401014111111aaaaa111111a111a1a111a11a1 aaaaa11111401014111111a1111111111a111a1aaaaa11a1a11111111140 1014111111a11111aaa11a1a1a1a111a11a1a111111111401014111111aa a11111111aa1aa1a111a11a1a111111111401014111111a1111111111a11 1a1a111a11a1a111111111401014111111aaaaa111111a111a11aaa111a1a 11111111140a01411111111111111111111111111111111111111111140 104891111111111111111111111111111111111111111980a0156711111 11111111111111111111111111111111176501011234444444444444444 444444444444444444444432101014c0000006400000000000000000000 002b0000000d00000000000000000000002c0000000e0000002900aa000 0000000000000000000803f00000000000000000000803f000000000000 00000000000000000000000000000000000000000000000000002200000 00c000000ffffffff460000001c00000010000000454d462b024000000c000 000000000000e0000001400000000000000100000001400000004000000 03010800050000000b0200000000050000000c020e002c00030000001e0 004000000070104000400000007010400e7000000410b2000cc000e002c

00000000000e002c0000000000280000002c0000000e000000010004000 00000000000000000000000000000000f0000000000000000000000ffffff 00f4f4f400e9e9e900e3e3e300f1f1f100eaeaea00f9f9f900e6e6e600fcfcfc0 066666600f5f5f500f3f3f300fbfbfb00efefef001de4444444444444444444 4444444444444444444ed10404b8c111111111111111111111111111111 11111111c8b0c0137111111111111111111111111111111111111111173 01014111111111111111111111111111111111111111111401014111111 aaaaa111111a111a1a111a11a1aaaaa11111401014111111a1111111111a1 11a1aaaaa11a1a111111111401014111111a11111aaa11a1a1a1a111a11a1 a111111111401014111111aaa11111111aa1aa1a111a11a1a11111111140 1014111111a1111111111a111a1a111a11a1a111111111401014111111aa aaa111111a111a11aaa111a1a11111111140a01411111111111111111111 11111111111111111111114010489111111111111111111111111111111 1111111111980a015671111111111111111111111111111111111111176 501011234444444444444444444444444444444444444432101010c0000 0040092900aa000000000000000e002c0000000000040000002701ffff030 000000000

Orang Miskin Dilarang Sekolah! http://indonesian.irib.ir/index.php/berita/cakrawala-indonesia/23409.html

Dewasa ini, pemerintah Indonesia berupaya mengejar ketertinggalan di bidang pendidikan dengan meluncurkan program Sekolah Bertaraf Internasional (SBI). Kini proyek rintisannya telah menjamur di berbagai SMP dan SMU di seluruh Indonesia. Untuk itu, pemerintah mengeluarkan biaya milyaran rupiah. Bukan hanya itu, sekolahsekolah negeri pun menarik biaya jutaan rupiah dari para siswa dengan alasan untuk membiayai program rintisan sekolah berstandar internasional (RSBI). Berbagai kalangan, terutama rakyat kecil mulai mengeluhkan program RSBI ini. Betapa tidak, program prestisius itu mengeruk biaya besar yang tidak bisa dijangkau orang tua berpendapatan menengah ke bawah. Selain itu, muncul masalah baru berkurangnya

bangku sekolah akibat adanya program RSBI. Sebagaimana dilaporkan Media Indonesia hari ini (Kamis,8/7) masyarakat Depok mengeluhkan berkurangnya alokasi bangku sekolah akibat penambahan kelas program RSBI. Puluhan ribu siswa di Depok, Jawa Barat, gagal melanjutkan pendidikan ke sekolah negeri. Kegagalan itu, selain karena tidak lolos seleksi, juga akibat kekurangan ruang kelas, termasuk karena dialokasikan untuk program rintisan sekolah berstandar internasional (RSBI). Kepala Bidang Pendidikan Dasar Dinas Pendidikan Kota Depok Mohammad Nurdin mengakui hal itu. Menurut Mohammad, dengan hanya mengandalkan gedung sekolah yang ada sekarang ini tidak akan menyelesaikan masalah. Tahun ini saja, SMP negeri di Kota Depok hanya bisa menampung siswa sebanyak 4.778 yang lulus dari SD. Begitu pun SMA negeri hanya menampung siswa sebanyak 1.406 orang dari lulusan SMP, dan SMK negeri hanya menampung sebanyak 684 orang. Total siswa yang tertampung di SMP, SMA, dan SMK negeri hanya sebanyak 6.868 orang. Ketua Garda Pena, LSM pendidikan di Kota Depok, Cornelis Leo Lamongi mengatakan agar masyarakat dapat menikmati pendidikan di RSBI, ia mengusulkan hendaknya kelas reguler dengan metode pembelajaran yang berkualitas RSBI harus ada. Program RSBI diluncurkan untuk mengejar ketertinggalan Indonesia di era globalisasi dibandingkan negara-negara tetangga. Namun apakah program yang telah menyisihkan orang miskin bersekolah ini berhasil mewujudkan tujuannya. Terkait hal ini, Satria Dharma, Direktur The Centre for the Betterment of Education (CBE) mengungkapkan tujuh kelemahan program SBI. Pertama, program ini nampaknya tidak didahului dengan riset yang mendalam dan konsepnya lemah. Dikdasmen membuat rumusan 4 model pembinaan SBI tersebut yaitu : (1) Model Sekolah Baru (Newly Developed), (2) Model Pengembangan pada Sekolah yang Telah Ada (Existing School), (3) Model Terpadu, dan (4) Model Kemitraan. Padahal kalau dilihat sebenarnya hanya ada dua model yaitu Model (1) Model Sekolah Baru dan Model (2) Model Sekolah yang Telah Ada. Dua lainnya hanyalah teknis pelaksanaannya saja. Dari dua model tersebut Dikdasmen sebenarnya hanya melakukan satu model rintisan yaitu Model Pengembangan pada Sekolah yang Telah Ada dan tidak berusaha membuat model Sekolah Baru. Anehnya, buku Panduan Penyelenggaraan Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (SBI) yang dikeluarkan sebenarnya lebih mengacu pada Model pertama, padahal yang dikembangkan saat ini semua adalah Model kedua. Ini berarti, Dikdasmen tidak mampu untuk menerjemahkan model yang ditetapkannya sendiri sehingga membuat lembaga ini beresiko gagal total dalam mencapai tujuannya. Kedua, konsep ini berangkat dari asumsi yang salah tentang penguasaan bhs Inggris sebagai bahasa pengantar dan hubungannya dengan nilai TOEFL. Penggagas

mengasumsikan bahwa untuk dapat mengajar hard science dalam pengantar bahasa Inggris maka guru harus memiliki TOEFL di atas 500. Padahal tidak ada hubungan antara nilai TOEFL dengan kemampuan mengajar hard science dalam bhs Inggris. Ketiga, penyusun konsep ini nampaknya juga tidak paham bahwa tidak semua orang (terutama guru PNS!) bisa dijadikan' fasih berbahasa Inggris, apalagi mengajar dengan menggunakan bahasa Inggris, meskipun orang tersebut diminta untuk tinggal dan hidup di negara yang menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa sehari-hari. Keempat, dengan penekanan pada penggunaan bahasa Inggris sebagai medium of instruction di kelas oleh guru-guru yang baik kemampuan penguasaan materi, pedagogi, apalagi masih struggling in English jelas akan membuat proses belajar mengajar menjadi kacau balau. Program ini jelas merupakan eksperimen yang beresiko tinggi yang belum pernah diteliti dan dikaji secara mendalam dampaknya, tapi sudah dilakukan di ratusan sekolah yang sebetulnya merupakan sekolah-sekolah berstandar "A". Kelima, kritik paling mendasar barangkali adalah kesalahan asumsi dari penggagas sekolah ini bahwa Sekolah bertaraf internasional itu harus diajarkan dalam bahasa asing (Inggris khususnya) dengan menggunakan media pendidikan mutakhir dan canggih seperti laptop, LCD, dan VCD . Padahal negara-negara maju seperti Jepang, Perancis, Finlandia, Jerman, Korea, Italia, dll. tidak perlu menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar jika ingin menjadikan sekolah mereka bertaraf internasional. Keenam, kesalahan mendasar lain adalah asumsi bahwa Sekolah Bertaraf Internasional hanyalah bagi siswa yang memiliki standar kecerdasan tertentu. Kurikulum yang bertaraf internasional dianggap tidak bisa diterapkan pada siswa yang memiliki tingkat kecerdasan rata-rata. Ini juga mengasumsikan bahwa SNP (Standar Nasional Pendidikan) hanyalah bagi mereka yang memiliki tingkat kecerdasan rata-rata'. Ketujuh, dengan program SBI ini Depdiknas memberikan persepsi yang keliru kepada para orang tua, siswa, dan masyarakat bahwa sekolah-sekolah yang ditunjuknya menjadi sekolah Rintisan tersebut adalah sekolah yang akan' menjadi Sekolah Bertaraf Internasional dengan berbagai kelebihannya. Sejatinya, RSBI hanya diperuntukkan bagi siswa mampu, sedangkan siswa miskin terpaksa harus memilih sekolah lain. Padahal, banyak warga miskin yang pintar dan mampu bersaing di dunia internasional. Fenomena RSBI ini persis seperti gambaran penulis muda prolifik Eko Prasetyo, Orang Miskin Dilarang Sekolah! (IRIB/Media Indonesia/PH)