SEF Menyapa II, 2013 "Globalisasi dan Ekonomi Islam"
description
Transcript of SEF Menyapa II, 2013 "Globalisasi dan Ekonomi Islam"
SEF MENYAPA Edisi II. 2013 SEF MENYAPA Edisi II. 20131 2
menahan globalisasi terutama
dari penguasaan modal oleh
beberapa pihak. Demi
kemaslahatan orang banyak,
itulah prinsip yang dipegang
Ekonomi Islam. Ekonomi Islam
memiliki fokus pada distribusi,
apabila hal tersebut dilaksanakan,
sangat dimungkinkan bila hal ini
dapat menjadi sebuah
pertahanan yang kokoh terhadap
perekonomian global yang
disinyalir akan semakin liberal.
Selain itu, sebagai umat Islam,
masih ada dan semakin banyak
yang berharap adanya kesatuan
Islam dalam bentuk satu
pemimpinKekhalifahan. Sehingga
sangat mungkin suatu saat nanti,
sebagai akibat globalisasi yang
memampukan segala sesuatunya
terkoneksi dengan mudah, Islam
menjadi jaya. Dapat menguasai
perekonomian dunia, dan
menemui masa emasnya seperti
pada fase kekhalifahan Kulafaur
Rasyidin.
Faktor lain yang
menjadikan ekonomi Islam
sebagai sebuah pertahanan yaitu
hukum Syariah. Sebagai contoh
Ekonomi Islam
Sebuah Pertahanan Terhadap
GlobalisasiOleh: Doddy Purwoharyono
Foto: Dok. Pribadi
sudutpandang
adalah larangan riba sehingga
meminimalisir krisis
keuangan,larangan tadlis atau
penipuan, adanya lembaga
Hisbah (pengawas yang
mengawasi kegiatan ekonomi).
Ditambah, prinsip-prinsip serta
ideologi dasar yang melandasi
ekonomi Islam, yaitu tauhid
(keesaan tuhan), 'Adl (keadilan),
Nubuwwah (kenabian), Khilafah
(pemerintahan), Ma'ad (hasil),
Multiple Ownership, Freedom to
Act, Social Justice, dan akhlak.
Kombinasi faktor tersebut
menguatkan peranan ekonomi
Islam dalam kancah internasional.
Apabila diterapkan akan mampu
menjadi tameng pertahanan
akan derasnya arus globalisasi,
baik secara langsung maupun
tidak langsung. Sekarang tinggal
kembali ke dalam diri umat
muslim sendiri, sudah siapkah
untuk menerapkan prinsip-prinsip
diatas di tengah boomingnya
globalisasi? Jangan sampai
falsafah akidah dan muamalah di
atas justru hilang ditelan arus
globalisasi, minim aplikasi hanya
tinggal teori.
Arus globalisasi kian
hari kian deras. Memetik dari
warta di merdeka.com (2012) di
Indonesia telah terkena arus yang
sangat besar, mulai dari arus
perdagangan (yang didominasi
oleh kekuatan China), arus
budaya (yang sedang tren oleh
budaya Korea), dan arus modal
(total modal asing yang masuk
sekarang ini jumlahnya Rp 15,4
triliun yang didominasi
pembelian Surat Utang Negara
(SUN) yang terjadi di bulan
Januari. Seiring derasnya arus
globalisasi ini, maka tidak bisa
dipungkiri perekonomian
semakin dikuasai oleh beberapa
negara. Islam sebagai suatu
ideologi pun tak hanya diam.
Ekonomi Islam mulai
berkembang seiring dengan
kegagalan-kegagalan yang
dialami oleh perekonomian
liberalis, kapitalis maupun sosialis
di beberapa tahun silam.
Walaupun pengaruh tersebut
sempat menimbulkan konflik di
berbagai negaramisalnya
Amerika Serikat, ternyata tak
menyurutkan langkah
insightfromauthor
“It has been said that arguing against globalization is like arguing against
the laws of gravity” (Kofi Annan)
Kemajuan teknologi yang begitu pesat dan peradaban budaya
manusia di dunia yang bersifat dinamis semakin mendukung
terbentuknya warga dunia. Masyarakat dunia saling berhubungan,
berinteraksi, dan berpengaruh bagi lingkungannya. Inilah yang kerap
disebut dengan globalisasi.
Aktivitas ekonomi menjadi kegiatan masyarakat dunia yang tak
terpisahkan. Kompleksitas permasalahan ekonomi semakin tinggi dengan
semakin tingginya tingkat dependensi antarnegara. Krisis di suatu negara
dapat berpengaruh di negara lain dalam kurun waktu singkat. Kelangkaan
dan bencana di suatu negara berpengaruh pada aktivitas di belahan
dunia lainnya. Ilmu ekonomi sebagai suatu disiplin ilmu diharapkan
mampu mengkaji permasalahan-permasalahan ekonomi dewasa ini.
Umer Chapra dalam “Global Economic Challenges and Islam”
menyebutkan tiga tantangan ekonomi global saat ini di antaranya: (1)
bagaimana memperkenalkan suatu kondisi global yang harmoni, (2)
bagaimana menggunakan sumber daya yang terbatas jumlahnya untuk
mengurangi kemiskinan dan ketimpangan, dan (3) bagaimana
memanfaatkan insitusi-institusi secara efektif dalam rangka
pembangunan ekonomi dan harmoni sosial. Ketiga tantangan ini menjadi
hal-hal yang selalu menarik untuk dikaji sebagaimana Chapra
mengungkapkan peran Islam. "Islamic principles uphold respect for
others, tolerance and peaceful co-existence."
Ketua Umum
Sekjen
Redaktur
Desain dan Layout
Andira Barmana
Nurul Wakhidah
Shufi Al Ichsanu BrataNilawati
Nur Isnaini MasyithohM. Ibnu Thoriqul AzizNur Mutiara Sholihah
Lailul Marom
Ristiani Puji LestariRofiqi Kurnia
Departemen Media SEF UGM
Departemen Kajian SEF UGM
SEF MENYAPA Edisi II. 2013SEF MENYAPA Edisi II. 20133 4
THE MIRACLEOF ISLAMIC FINANCE IN THE MIDST OF GLOBALIZATION
Globalisasi memang membuka kesempatan bagi setiap
perekonomian untuk tumbuh dan berkembang,
menawarkan pangsa pasar yang lebih luas. Namun di sisi
lain, globalisasi juga menyebabkan fenomena ekonomi
yang terjadi di suatu negara dengan mudahnya menjalar
ke negara lain, misalnya saja krisis finansial yang melanda
Amerika Serikat tahun 2008. Ketika krisis itu melanda,
guncangan hebat yang melanda sektor finansial AS
dengan agresifnya menginfeksi sektor finansial lain di
seluruh dunia, bahkan beberapa lembaga keuangan
sampai collapse. Namun, yang menarik adalah, lembaga
keuangan seperti perbankan islam tetap bisa bertahan
dengan menunjukkan pertumbuhan yang positif. Hasil
study IMF yang dilakukan oleh Maher Hasan dan Jemma
Dridi menunjukkan bahwa lembaga keuangan islam lebih
tahan krisis, sehingga mereka cenderung mengalami
kenaikan di tengah trend global yang sedang mengalami
penurunan.
Apa yang menyebabkan lembaga keuangan
islam mampu bertahan melawan krisis? Apakah fenomena
ini hanyalah kebetulan belaka? Hal ini perlu kita telisik lebih
dalam lagi.
Di era modern ini, tidak
dapat dielakkan lagi bahwa
kran global isasi sudah
terbuka dengan lebar
sehingga menyebabkan arus
informasi, barang dan jasa,
serta modal menjadi begitu
mudah menyeberangi batas
n e g a r a , m e n c i p t a k a n
integrasi ekonomi dan sosial.
Bahkan, konsep borderless
world pun sudah menjadi hal
yang tak asing lagi. Tentunya,
berbagai dampak –baik itu
positif maupun negatif-
timbul dari merebaknya
globalisasi ini.
N a m u n , s e j a r a h t e l a h
menunjukkan salah satu bukti
bahwa lembaga keuangan islam
b i sa men jad i pemenang .
Meskipun demikian, melihat
interval krisis yang akhir-akhir ini
semakin pendek dan tantangan
g loba l i sas i yang semak in
kompleks, bekal yang dimiliki oleh
lembaga keuangan islam masih
belum cukup. Diperlukan sinergi
a n t a r p i h a k u n t u k t e r u s
meningkatkan per formance
lembaga keuangan ini; mulai dari
regulator dalam hal memberikan
payung hukum yang pasti,
praktisi yang dengan keahliannya
menciptakan berbagai inovasi,
d a n m a s y a r a k a t y a n g
berpar t is ipas i akt i f dalam
mengembangkan indus t r i
keuangan islam ini.
Fondasi utama yang memperkuat lembaga keuangan
islam adalah sistem pembiayaannya yang equity-based,
tidak seperti lembaga keuangan konvensional yang
loan-based. Pembiayaan yang dilandaskan pada modal
dan bukannya utang ini membuat perbankan islam lebih
terhindar dari unsur ketidakpastian spekulasi, tidak
seperti perbankan konvesional pada umumnya.
Lembaga keuangan islam berlandasakan asas-
asas risk sharing, kepercayaan, dan transparansi. Mereka
juga mendasarkan investasi pada sektor riil, sehingga
tidak menyebabkan bubble. Artinya, setiap investasi di
sektor financial harus disertai dengan underlying assets
atau wujud investasi konkret di sector riil. Hal ini tentu saja
berbeda dengan investasi konvensional yang bisa
melakukan investasi tanpa adanya underlying assets,
menciptakan uang out of thin air.
Perbedaan-perbedaan mendasar inilah yang
membuat lembaga keuangan islam tidak terpuruk
karena krisis yang melanda sector financial global tahun
2008. Krisis ini menjadi katalis utama dalam menunjukkan
kepada kita bahwa keuangan islam telah membuktikan
dirinya sebagai pejuang yang tangguh dan mampu
bertahan melawan arus utama dampak globalisasi.
Bahkan saat ini, keuangan islam menjadi salah
satu segmen yang paling cepat berkembang di jasa
keuangan global.
Memang, globalisasi identik dengan persaingan. Akan
ada winners, akan ada loosers. Akankah keuangan
islam (Islamic Finance) mampu bersaing di tengah
euphoria globalisasi dan menjadi pemenang? Kita tidak
mengetahui dengan pasti.setiap investasi di sektor financial harus disertai dengan
underlying assets atau wujud investasi konkret di sector riil.
Oleh: Nurul Wakhidah
Foto: Dok. Pribadi
trytogodeeper
SEF MENYAPA Edisi II. 2013 6SEF MENYAPA Edisi II. 20136
Berbicara tentang isu ekonomi yang mainstream memang tidak bisa
dilepaskan dari tema globalisasi wacana ekonomi. Sebagai contoh, MDG
(Millennium Development Goals) yang dirancang oleh PBB menjadi acuan
bagi Pemerintah dalam mengembangkan sektor perekonomiannya. Di
dalam MDG terdapat beberapa poin penting yang bisa dimasukkan ke
dalam wacana ekonomi Islam kontemporer. Pertama, kesetaraan gender
dan peran wanita dalam pembangunan ekonomi. Kedua, pertumbuhan
ekonomi yang berkelanjutan dan pemeliharaan lingkungan hidup.
Beberapa poin tersebut belum banyak didiskusikan dalam wacana
ekonomi Islam hari ini.
. Gender sendiri sebenarnya
merupakan wacana yang menarik
untuk dikaji, bukan hanya dari sudut
fiqhnya saja, tetapi juga dari sudut
ekonominya. Bahkan, Umar bin
Khathab yang dikenal pernah
(sebelum masuk Islam) mengubur
anak perempuannya sendiri
menyatakan: “Kami semula sama
sekali tidak menganggap (terhormat,
penting) kaum perempuan. Ketika
Islam datang dan Tuhan menyebut
mereka, kami baru menyadari bahwa
ternyata mereka juga rnemiliki hak-
hak mereka atas kami.” Hak tersebut
salah satunya adalah hak untuk
mencari pekerjaan dan hak untuk
mengelola harta dengan cara yang
syar'i.
Pembahasan gender dapat
mengarah pada pemberdayaan
perempuan yang berhasil dilakukan
oleh Gramen Bank di Bangladesh
dengan memberikan kredit usaha
bagi kaum hawa. Dengan kredit
usaha tersebut, perempuan yang
memegang peranan penting di
dalam rumah tangga sebagai
pengatur arus keuangan
keluarga menjadi lebih
produktif. Gramen Bank berhasil
menjawab hal tersebut dengan
menggabungkan antara konsep
micro-finance dan kajian gender.
Hasilnya adalah pemberdayaan
wanita di dalam perekonomian
Bangladesh yang sebelumnya
dianggap hal sepele.
Jika hal tersebut dipraktikan di Indonesia, maka
menjadi sangat mungkin, ibu rumah tangga yang memiliki
usaha dapat lebih berkembang, karena dibantu kredit
lunak oleh industri perbankan. Beberapa ibu rumah
tangga di Kulonprogo misalnya, memiliki usaha kerajinan
gerabah, dan anyaman bambu. Namun karena kurangnya
modal dan pengetahuan tentang pemasaran, maka hasil
usaha tersebut hanya dijadikan pendapatan sampingan.
Pemerintah melalui bank konvensional memang
menawarkan KUR (Kredit Usaha Rakyat) dengan bunga
yang rendah, namun hal tersebut terasa belum cukup
mengena pada kaum perempuan. Ekonomi Islam melalui
lembaga keuangan syariah, seperti bank syariah atau BMT
dapat mengisi ruang kosong tersebut dengan sistem bagi
hasil (mudharabah) untuk memberi suntikan modal, dan
jual-beli (murabahah) untuk membantu membeli alat-alat
produksi yang dibutuhkan.
Dalam wacana lingkungan hidup, ekonomi Islam
pun dapat bermain dengan dasar bahwa ajaran Islam
tidak pernah mengorbankan kelestarian lingkungan dalam
menjalankan perekonomian umatnya. Manusia sebagai
pelaku ekonomi juga dituntut untuk bertanggung jawab
dalam memelihara dan menjaga alam sekitar, yang juga
diiringi dengan ganjaran dan hukuman. Pada posisi ini,
manusia dituntut memperlakukan lingkungan sekitarnya
(Q.S. Al-An'am [6]: 165), apakah ia akan menjalankan
tugasnya sesuai aturan Tuhan atau malah merusak.
Apabila suatu golongan atau kaum berbuat kerusakan di
bumi, bisa jadi tugas melestarikan lingkungan ini akan
dilimpahkan ke generasi yang lain (Q.S. al-A'raf [7]: 69 dan
74). Dengan dasar tersebut banyak tugas yang dapat di
lakukan, sebagai contoh lembaga keuangan syariah
mendorong bisnis-bisnis yang berorientasi pada
kelestarian lingkungan, seperti usaha plastik degradable,
properti ramah lingkungan, energi terbarukan (renewable
energy—solar cell, biomass, geothermal) dan bisnis
lainnya.
Dengan memperluas cakupan ekonomi Islam
kedalam dua wacana populer tersebut diharapkan
ekonomi Islam akan mengalami perkembangan yang
lebih baik, terutama dalam hal branding kepada
masyarakat awam yang belum memahami manfaat
ekonomi Islam yang ada saat ini dengan bahasa yang
lebih populer.
Pemikir ekonomi Islam masih sibuk menghafal istilah-istilah
ekonomi dalam bahasa arab, memperdebatkan riba yang tak
berujung, atau sibuk berdiskusi seputar halal-haram-nya suatu
produk. Masyarakat harus melihat perkembangan wacana
ekonomi dunia yang makin kompleks, sedangkan wacana
ekonomi Islam masih tertinggal di belakang. Hal ini sangat
mungkin terjadi akibat salah persepsi terhadap kata-kata populer
seperti gender yang sering diartikan negatif bagi sebagian
kalangan aktivis dakwah
EKONOMI ISLAM,GENDER,DAN LINGKUNGAN
Tantangan Global:
Oleh: Bhima Yudhistira A.
Foto
: D
ok.
Pribadi
SEF MENYAPA Edisi II. 20137
Dunia seolah sudah paham akan keadaan
dan situasi globalisasi yang mampu
mewarnai banyak seluk-beluk kehidupan,
seperti halnya pada dunia ekonomi secara
keseluruhan. Globalisasi Ekonomi yang
secara jelas tampak adalah wujud dari World
Trade Organization (WTO), yang ditandai
dengan ditandatangani perjanjian WTO pada
bulan April 1994. Menurut Ibnu Mariam
(2012) hakikat perjanjian tersebut adalah
dunia akan menuju kepada pasar bebas
paling lambat sebelum tahun 2020. Yang
menarik adalah Indonesia pun ikut serta
menjadi bagian di perjanjian tersebut. Lalu,
apakah perjanjian WTO itu telah berdampak
besar bagi kemajuan ekonomi khususnya
negara kita Indonesia?
Jika ditelisik lebih dalam, ada
beberapa dampak negatif yang akan muncul.
Melansir wacana dari beritamoneter.com,
Direktur Koalisi Anti Utang, Dani Setiawan
mengemukakan bahwa perjanjian dengan
WTO lebih banyak merugikan Indonesia,
seperti halnya WTO telah melemahkan daya
saing Indonesia di luar negeri yang memicu
makin berkembangnya tindak korupsi antara
pemerintah dan importir. Jika diteruskan
masalah impor ini juga berdampak negatif
pada petani, nelayan, dan industri dalam
negeri yang rendah akan permintaan
produksi karena adanya impor sehingga
mengakibatkan penurunan permintaan faktor
produksi dan minim penyerapan tenaga
kerja. WTO juga telah menempatkan Indonesia pada posisi lemah hingga tidak berdaulat di hadapan bangsa-bangsa di dunia. Seperti halnya ketika Indonesia membuat regulasi pembatasan impor dianggap melanggar ketentuan WTO dalam larangan pembatasan impor.
Bagaimana jika hal tersebut dikaitkan dengan perspektif Islam? Apa kata ekonomi Islam menjawab masalah globalisasi yang secara nyata terwujud dalam bentuk perjanjian WTO ini?Dalam hal ini, perspektif atau paradigma yang dibawa oleh ekonomi Islam mencerminkan suatu pandangan dan perilaku yang mencerminkan pencapaian falah. Paradigma ekonomi Islam bisa dilihat dari dua sudut pandang yaitu paradigma berpikir yang merupakan bagian dari nilai-nilai ekonomi Islam: tauhid, 'adl, khilafah (bertanggung jawab dalam pengelolaan sumber daya), dan takaful (konsep jaminan kesejahteraan masyarakat).
serta paradigma berperilaku yang merupakan dasar yang melatarbelakangi dalam bertindak. Jika paradigma yang terbentuk dari pemikiran adalah kapitalisme maka mekanisme pasar merupakan paradigma dalam berperilaku. Sedangkan ketika Islam yang telah menjadi dasar dalam paradigma berpikir maka paradigma yang terbentuk dalam berperilaku khususnya ekonomi yaitu: tauhid, Adil dan Harmoni. Perlu adanya pembaruan bagi Indonesia dalam menentukan kebijakannya sendiri yang orientasi utamanya demi kesejahteraan rakyat secara keseluruhan. Dengan kata lain, ketidakadilan dan ketidakmeretaan harus dihilangkan untuk mencapai kemakmuran. Oleh karena itu, perlu adanya peninjauan kembali, apakah globalisasi secara nyata lebih besar manfaat atau mudharat-nya di Indonesia?
HIMPITANMANFAAT DAN
KEMUDHARATAN
perjanjian dengan WTO
lebih banyak merugikan Indonesia, seperti halnya WTO telah melemahkan daya saing Indonesia di
luar negeri yang memicu makin berkembangnya
tindak korupsi antara pemerintah dan
importir.
SEF MENYAPA Edisi II. 2013 8
Paradigma ekonomi Islam itu yang
kemudian memunculkan bahwa:
Ÿ Pemanfataan sumber daya yang
menerapkan prinsip adil dan ahsan
dalam pengelolaannya (Q.S. an-Nahl:
90) yang aplikasi kenyataannya
adalah penambangan sumber daya
alam secara besar-besaran untuk
keuntungan sebesar-besarnya
Ÿ Minimalisasi kesenjangan
distributif (Q.S. al-Hasyr: 7) melalui
zakat dan wakaf, yang aplikasi
kenyataannya pernah muncul sebutan
di Amerika : perputaran uang yang
terjadi di Amerika 99% untuk kalangan
atas dan 1% untuk warga Amerikanya
sendiri.
Ÿ Maksimalisasi penciptaan
lapangan kerja dimana akan
mendorong kegiatan ekonomi aktif,
terutama dalam sektor-sektor yang
mampu menyerap semua lapisan.
Ÿ Maksimalisasi pengawasan
sebagaimana yang dirumuskan Ibn
Taimiyah, adalah melaksanakan
pengawasan terhadap perilaku sosial,
sehingga mereka melaksanakan yang
benar dan meninggalkan yang salah.
““
Oleh: Intan Permatasari
Foto
: Dok
. Prib
adi
SEF MENYAPA Edisi II. 2013 SEF MENYAPA Edisi II. 20139 10
Orang miskin: “Apa besok makan?”Orang kaya: “Besok makan apa?”
Menurut Bank Dunia (2010):
jumlah penduduk miskin di
Indonesia 43,4 juta orang, dengan
kriteria pendapatan kurang dari
1,25 dolar AS per hari.
Jumlah penduduk miskin
meningkat menjadi sekitar 110, 5
juta orang atau hampir separo
penduduk Indonesia jika
menggunakan ukuran pendapatan
kurang dari 2 dollar AS per hari.
Menurut BPS (2012):
angka kemiskinan menurun,
dari sekitar 31 juta atau 13,3 persen
pada Maret 2010 dan turun menjadi
29,1 juta jiwa pada Maret 2012.
Jika dikomparasikan dengan data
tahun 2008, penduduk miskin
mencapai 1,3 miliar orang di
seluruh dunia. Tak pelak jika
pengentasan kemiskinan dan
kelaparan ekstrem adalah poin
pertama dari sasaran
pembangunan milenium (MDGs)
2015.
Ÿ
Ÿ
Ÿ
Kemiskinan diartikan sebagai keadaan dimana seseorang
tidak mampu memenuhi kebutuhan-kebutuhan mendasar
hidupnya sehari-hari, seperti makanan dan tempat
berlindung.. Kebutuhan-kebutuhan dasar dapat
diterjemahkan sebagai kebutuhan keuangan atau garis
kemiskinan. Dengan demikian, seseorang dikatakan miskin
jika tingkat pendapatannya kurang dari garis kemiskinan
yang ditetapkan. Tidak berhenti sampai di situ, kemiskinan
merupakan masalah yang bersifat multidimensional dan
kompleks. Lebih luas lagi, Amartya Sen menyatakan
kemiskinan sebagai pendekatan kapabilitas (capability
approach) terhadap kesejahteraan. Kapabilitas-kapabilitas
penting yang harus dimiliki setiap orang bukan saja soal
mencukupi kebutuhan mendasar tetapi juga mencakup
akses terhadap pendidikan, kesehatan, keamanan dari
kekuatan perusak (violence) dan risiko-risiko lainnya,
peluang ekonomi, serta partisipasi politik dan hak suara.
Singkatnya, seseorang miskin karena ketiadaan akses
baginya untuk menjalankan fungsinya dalam masyarakat.
Kemiskinan dan Globalisasi
Dewasa ini, masyarakat dunia hidup dalam arus globalisasi yang membuat masing-
masing individu ataupun negara saling berinteraksi satu sama lain. Untuk memahani
globalisasi secara umum, Bank Dunia mendefinisikan globalisasi sebagi suatu proses integrasi
ekonomi dan masyarakat melalui arus informasi, ide, aktivitas, teknologi, barang/jasa, modal,
dan manusia antarnegara. Dinamika hubungan antarnegara di dunia yang sering didengung-
dengungkan sebagai globalisasi merupakan sebuah realitas bagi sebuah negara dalam sistem
global. Isu mutakhir bagi setiap negara berkembang termasuk Indonesia dalam era global
adalah peningkatan kualitas hidup yang menyangkut penanggulangan kemiskinan dan
peningkatan kualitas sumber daya manusia (pendidikan dan kesehatan).
Joko Suryanto (2007) menyatakan
bahwa tantangan bagi suatu
negara yang terlibat dalam
percaturan global adalah upaya
mendapatkan manfaat dan
mengurangi kerugian akibat
terintegrasinya setiap kegiatan
dalam kerangka global. Globalisasi
memungkinkan Indonesia
mendapatkan keuntungan dari
berbagai aktivitas ekonomi global.
Penanaman modal asing (PMA)
langsung diharapkan mampu
menciptakan lapangan kerja baru
serta menggairahkan
perekonomian lokal. Keterbukaan
ekonomi dalam era globalisasi
menciptakan pasar internasional
yang potensial bagi pelaku usaha
di dalam negeri untuk
memasarkan dan
mengembangkan usahanya.
Keuntungan-keuntungan ini harus
dimanfaatkan semaksimal
mungkin oleh pelaku usaha serta
pemerintah terutama dalam
menghadapi permasalahan
kemiskinan.
Selain memanfaatkan potensi
yang ada, Indonesia harus peka
terhadap dampak-dampak negatif
dari pelaksanaan globalisasi.
Pemanfaatan era global harus
diikuti oleh upaya untuk mengatasi
dampak negatif globalisasi secara
sadar dan terarah (Hadi Soesastro,
2004). Jangan sampai globalisasi
justru melemahkan ekonomi
Indonesia akibat daya saing yang
relatif lebih lemah jika
dibandingkan dengan negara
maju misalnya.
Sejumlah agenda
pembangunan ekonomi Indonesia
baik jangka pendek maupun
jangka panjang sebagai langkah
untuk mewujudkan pertumbuhan
ekonomi yang berkelanjutan. Pada
akhirnya, program pengentasan
kemiskinan dapat berjalan sesuai
harapan dan mampu mengurangi
kemiskinan. Semoga tidak ada lagi
kalimat apa besok makan? di
antara orang-orang miskin.
Semangat demi Indonesia yang
lebih baik dan sejahtera.
“Ya Allah, aku berlindung pada-Mu dari kemiskinan, kekurangan dan juga dari kehinaan ….” (HR. Abu Daud, Nasa'i dan Ibnu Majah)
Oleh: Alvian
Nurhadi
MEMAHAMI KEMISKINAN
SEF MENYAPAEdisi II. 2013
Ekonomi IslamSebuah PertahananTerhadap Globalisasi+The Miracle of Islamic FinanceIn The Midst of Globalization+Tantangan GlobalEkonomi Islam, Gender,dan Lingkungan+
Memahami Kemiskinan+HimpitanManfaat danKemudharatan+
Cahaya Samawi
Format:
Opini 500 kata (2-3 opini terpilih yang dimuat per edisi).
Kami juga menerima karya bebas 250 kata
seperti prosa, puisi,
dsb yang relevan dengan tema
(hanya 1 karya terpilih yang dimuat per edisi).
Format file .doc dikirim email ke
Wajib menyertakan nama lengkap,
asal instansi, jurusan, angkatan,
dan foto diri formal dalam format .jpg.
Deadline: 15 Mei 2013 pukul 23.59
Tema:
Islamic Microfinance
CALL FOR CONTRIBUTOR
Oleh: Astrini Novi Puspita
inspirasi